ANALISIS YURIDIS ATAS PEMBATALAN PERJANJIAN KERJASAMA EVENT ORGANIZER

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS YURIDIS ATAS PEMBATALAN PERJANJIAN KERJASAMA EVENT ORGANIZER"

Transkripsi

1 Siti Ayu Revani 1 ANALISIS YURIDIS ATAS PEMBATALAN PERJANJIAN KERJASAMA EVENT ORGANIZER DENGAN PENGGUNA JASA (STUDI PADA CV.BINTANG MANDIRI IN7 WEDDING ORGANIZER & DECORATION DI MEDAN) SITI AYU REVANI ABSTRACT The development of legal agreement causes many people to be connected with other people in a certain contract. In a contract, there is a force majeure which is useful for proving whether there is a force majeure or not in the contract. Therefore, the coverage of force majeure is very wide so that the attachment of force majeure in a contract is very useful to prevent the parties concerned from any dispute. In the mutual agreement, the Wedding Organizer explains the definition of compensation when there is a default and failure in a contract done by one of the parties, and how about the provision of compensation when there is a force majeure. The research used judicial normative method. The data were gathered by conducting library research and field research with descriptive analysis approach and analyzed by using qualitative analysis. The mutual agreement used by the Wedding Organizer was unilateral agreement, based on standard agreement. Keywords: Agreement, Force Majeure, Wedding Organizer I. Pendahuluan Dengan perkembangan di sektor ekonomi yang sangat pesat, hukum perjanjian juga turut berkembang pesat, di mana masyarakat semakin banyak yang mengikatkan dirinya dalam suatu perjanjian dengan masyarakat lainnya, yang kemudian menimbulkan berbagai perjanjian, termasuk salah satunya adalah perjanjian kerjasama yang dilakukan oleh wedding organizer. Wedding Organizer adalah salah satu jenis usaha yang sangat dekat dan erat kaitannya dengan konsumen. Sering kali dikatakan demikian karena sebuah Wedding Organizer harus mampu menghadirkan setiap keinginan dan impian calon pasangan pengantin pada pesta pernikahan, meskipun harus tetap dalam perjanjian (kontrak) yang sudah disepakati bersama. Wedding organizer juga harus bisa memberikan pelayanan dan rasa aman serta nyaman terhadap calon pasangan pengantin yang sering kali merasa sangat tertekan, frustasi, dan gelisah dalam menghadapi hari besar disepanjang hidupnya. Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seseorang lain atau dimana orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Dari peristiwa itu

2 Siti Ayu Revani 2 timbulah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dari perikatan yang terjadi itu, maka akan menimbulkan adanya suatu hak dan kewajiban yang mengikat dan berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya, sebagaimana termasuk dalam Kitab Undang-undangHukum Perdata Pasal 1338 : Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang- undang bagi mereka yang membuatnya. Perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan- alasan yang oleh undang- undang dinyatakan cukup untuk itu, dan perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik. 1 Dalam pelaksanaan suatu perjanjian terkadang terjadi permasalahan dimana salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban sesuai dengan yang disepakati dalam perjanjian. Akibat hukum yang dialami karena tidak dipenuhinya suatu perikatan adalah penggantian biaya, rugi, dan bunga, pada Pasal 1243 BW disebutkan bahwa Barulah mulai diwajibkan apabila debitur, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaui. Dalam perjanjian kerjasama yang dilakukan oleh CV. Bintang Mandiri In7 Wedding Organizer & Decoration dengan pengguna jasanya dalam hal ini konsumen jelas disebutkan jika terjadi pembatalan yang dilakukan oleh pihak pertama maka pihak kedua berhak mendapatkan 50 % (lima puluh persen) dari biaya kegiatan yang telah disepakati, namun apabila pihak kedua yang melakukan pembatalan, maka pihak pertama berhak mendapat ganti rugi 50 % (lima puluh persen) dari biaya kegiatan yang telah disepakati. Pada Pasal 1266 KUHPerdata secara khusus memberikan pengaturan tentang syarat batal dalam perjanjian timbal balik. Undang-undang tersebut menentukan bahwa syarat yang membatalkan perjanjian timbal balik adalah kalau salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Ketentuan undang-undang ini, terutama Pasal 1266 KUHPerdata adalah merupakan suatu yang menarik perhatian, dikarenakan didalamnya banyak mengandung 1 Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Hukum Perikatan Penjelasan Makna Pasal 1233 Sampai 1456 BW, (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2008), hal 78

3 Siti Ayu Revani 3 kelemahan-kelemahan yang kadang-kadang satu sama lain mempunyai sifat yang bertentangan. Pada saat seorang calon pengguna jasa wedding organizer mengajukan untuk memakai jasa yang telah disediakan, maka mereka telah menyetujui syarat- syarat yang ditentukan oleh CV. Bintang Mandiri In7 Wedding Organizer & Decoration dan membuat kata sepakat yang dituangkan dan dijelaskan dalam suatu perjanjian, yang bertujuan untuk menjamin dan melindungi kepastian hukum bagi pengguna jasa dengan CV. Bintang Mandiri In7 Wedding Organizer & Decoration, karena di dalam perjanjian tersebut akan diatur secara jelas hak dan kewajiban antara pengguna jasa dengan pihak wedding organizer, Di samping itu juga berpedoman kepada Undang- undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang pada hakekatnya bertujuan untuk menciptakan sistem perlindungan kepada pengguna jasa (konsumen) serta keterbukaan informasi sekaligus menumbuhkan kesadaran CV. Bintang Mandiri In7 Wedding Organizer & Decoration sebagai pelaku usaha (produsen) mengenai pentingnya perlindungan konsumen sebagai perwujudan kepedulian wedding organizer terhadap pengguna jasa. Perumusan masalah penelitian ini adalah : 1. Bagaimana akibat hukum yang ditimbulkan dari pembatalan kerjasama CV. Bintang Mandiri In7 Wedding Organizer & Decoration dengan pengguna jasa jika terjadi wanprestasi yang dikarenakan oleh salah satu pihak, baik dari pihak wedding organizer maupun pihak pengguna jasa? 2. Bagaimanakah pentingnya pencantuman klausula force majeure dalam sebuah perjanjian yang dilakukan oleh CV. Bintang Mandiri In7 Wedding Organizer & Decoration dengan pengguna jasa? 3. Bagaimana ketentuan biaya ganti rugi akibat tidak terpenuhinya perjanjian dalam pelaksanaan perjanjian kerjasama yang terjadi antara CV. Bintang Mandiri In7 Wedding Organizer & Decoration dengan pengguna jasa? Sesuai dengan perumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini ialah : 1. Untuk mengetahui akibat hukum yang ditimbulkan dari pembatalan kerjasama CV. Bintang Mandiri In7 Wedding Organizer & Decoration dengan pengguna jasa apabila

4 Siti Ayu Revani 4 terjadi wanprestasi yang dikarenakan oleh salah satu pihak baik, dari pihak wedding organizer maupun pihak pengguna jasa 2. Untuk mengetahui dan menganalisis pentingnya pencantuman klausula force Majeure dalam suatu Perjanjian Kerjasama yang dilakukan oleh CV. Bintang Mandiri In7 Wedding Organizer & Decoration dengan pengguna jasa 3. Untuk mengetahui ketentuan biaya ganti rugi akibat tidak terpenuhinya perjanjian oleh CV. Bintang Mandiri In7 Wedding Organizer & Decoration dengan pengguna jasa dalam hal ini disebut konsumen. II. Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yakni penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Norma yang dimaksud adalah cara meneliti bahan kepustakaan atau bahan data sekunder yang meliputi buku-buku serta norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundangundangan, asas-asas hukum, kaedah hukum dan sistematika hukum putusan pengadilan, perjanjian dan badan hukum lainnya. 2 Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari : 1. Bahan hukum primer yang terdiri dari : a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 2. Bahan hukum sekunder yang terdiri dari pendapat para ahli yang termuat dalam literatur, buku-buku, artikel, media cetak maupun elektronik. 3. Bahan hukum tersier terdiri dari kamus hukum, atau ensiklopedia yang berhubungan dengan materi penelitian ini. Data dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan metode pengumpulan data : 1. Kepustakaan (library research) yaitu untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin, pemikiran konseptual dan penelitian yang dilakukan oleh pihak lain yang relevan dengan penelitian ini dengan cara menelaah menginventarisasi pemikiran atau pendapat juga sejarah atau latar belakang pemikiran tentang perjanjian kerjasama ), hal 34 2 Mukti Fajar, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

5 Siti Ayu Revani 5 Pemikiran dan gagasan serta di konsepsi tersebut dapat diperoleh melalui peraturan perundang- undangan yang berlaku, literatur dari para pakar yang relevan dengan objek penelitian dalam hal ini pihak wedding organizer, yang termuat dalam data ataupun dalam bentuk dokumen dan putusan yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini. 2. Studi Lapangan (Field research) yaitu untuk melakukan wawancara dengan pihak wedding organizer yang dalam hal ini sebagai informan, untuk memperoleh data primer, dilakukan wawancara dengan mempergunakan pedoman wawancara dan daftar pertanyaan yang disusun secara kombinasi antara bentuk tertutup dan bentuk terbuka. Supaya wawancara yang dilakukan lebih terarah dan sistematis, maka wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara. 3 III. Hasil Penelitian dan Pembahasan Event organizer atau biasa disebut dengan EO, dalam bahasa Inggris disebut dengan Phrase yang artinya adalah penyelenggaraan acara, di Indonesia pola kerja EO sudah ada lama dimulai dari pesta - pesta adat dimana panitia pesta tersebut mulai membagi tugas masing - masing untuk mendukung suksesnya suatu acara. Sedangkan istilah event organizer di Indonesia mulai populer sekitar tahun 1990 yang semakin popular lagi pada tahun 1998 pasca era krisis dimana begitu banyak tenaga kerja yang keluar dari perusahaan tempatnya bekerja dengan berbagai alasan dan mulailah mencari alternativ penghasilan lain yang salah satunya melalui dengan membuat EO. Jasa event organizer sendiri adalah jasa penyelenggaraan sebuah acara atau kegiatan yang terdiri dari serangkaian mekanisme yang sistematis dan memerlukan ketekunan serta kesungguhan dan kekompakan tim. Salah satu perkembangan event organizer adalah dengan hadirnya wedding organizer sebagai salah satu kategori yang dapat memperluas ruang lingkup event organizer tersebut Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2005), hal

6 Siti Ayu Revani 6 Wedding organizer adalah suatu jasa khusus yang secara pribadi membantu calon pengantin dan keluarga dalam perencanaan dan supervisi pelaksanaan rangkaian pernikahan sesuai jadwal yang ditetapkan. 4 Wedding organizer sebagai pelaku usaha sering mendapati pasang surut, sehingga tidak jarang juga melakukan tindakan yang terkadang dapat merugikan pengguna jasa begitu juga sebaliknya, dalam keadaan yang sulit itu maka perlu mengadakan tindakan perikatan yang dalam hal ini disebut perjanjian. 5 Dengan tujuan demi melindungi kepentingan masing-masing pihak, maka perlu adanya suatu kesepakatan yang bertujuan mengatur interaksi tersebut dengan segala akibat hukum yang akan ditimbulkan oleh perjanjian tersebut, karena mungkin saja masalah belumlah timbul dalam waktu dekat, akan tetapi masalah akan timbul seiring berjalannya perjanjian di masa yang akan datang. Apabila terjadi permasalahan dalam pelaksanaannya perjanjian tersebut, dapat dengan seksama melindungi semua pihak yang terkait didalam perjanjian tersebut. Dengan demikian perjanjian kerjasama yang dilakukan wedding organizer dengan pengguna jasa dalam hal ini konsumen dapat memberikan batasan-batasan hukum yang harus dipenuhi oleh masing-masing pihak. Dalam membuat suatu perjanjian banyak cara atau jenis yang diperlukan dalam masyarakat, baik hal itu telah diatur dalam undang-undang maupun hanya berupa kebiasaan yang dilakukan sehari-hari. 6 Dengan demikian tujuan perjanjian adalah untuk memberikan perlindungan hukum terhadap pihak-pihak yang melakukan perjanjian sehingga ketentuan yang diatur didalam sebuah kontrak dapat terlaksana dengan baik dan mempunyai batasan-batasan hak dan kewajiban bagi para pihak yang terlibat didalam perjanjian suatu kontrak tersebut. Perjanjian yang sah artinya, perjanjian yang memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang sehingga perjanjian tersebut diakui oleh hukum. Oleh karena tidak semua perjanjian yang dibuat oleh setiap orang sah dalam pandangan hukum 4 diakses pada tanggal 23 November Ahmadi Miru dan Pati Sakka, Hukum Perikatan Penjelasan Makna Pasal 1233 Sampai 1456 BW,( Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2008), hal R. Subekti, Aneka Perjanjian, ( Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1995), hal 52.

7 Siti Ayu Revani 7 Didalam berbagai literatur disebutkan bahwa yang menjadi objek perjanjian adalah prestasi (pokok perjanjian). Untuk sahnya suatu perjanjian juga harus memenuhi syarat yang dinamakan sebab atau yang diperbolehkan. Menurut Pasal 1320 KUHPerdata pengertian sebab di sini ialah tujuan dari pada perjanjian, apa yang menjadi isi, kehendak dibuatnya suatu perjanjian. 7 Dengan demikian apabila dalam membuat perjanjian tidak terdapat suatu sebab yang halal, maka dapat dikatakan bahwa objek perjanjian tidak ada. Oleh karena itu perjanjian tersebut tidak dapat dilaksanakan karena tidak terang dan jelas apa yang diperjanjikan. 8 Dalam pembahasan mengenai syarat-syarat sahnya suatu perjanjian telah disebutkan sebelumnya dikatakan bahwa apabila suatu syarat objektif tidak dipenuhi maka perjanjian batal demi hukum, sedangkan tentang syarat subyektif, perjanjian baru dapat dibatalkan apabila diminta kepada hakim. Menurut KUHPerdata pengertian pembatalan perjanjian digambarkan dalam dua bentuk yaitu : 9 1. Pembatalan Mutlak (absolute nietigheid) Pembatalan mutlak (absolute nietigheid) yang dimaksud adalah suatu perjanjian harus dianggap batal, meskipun tidak diminta oleh salah satu pihak, dimana perjanjian seperti ini dianggap tidak pernah ada sejak semula terhadap siapapun juga. Misalnya, terhadap suatu perjanjian yang akan diadakan tidak mengindahkan cara yang dikehendaki oleh Undang- Undang secara mutlak. Suatu perjanjian adalah batal mutlak apabila kausa bertentangan dengan kesusilaan (geode zeden), bertentangan dengan ketertiban umum (openvare orde), ataupun dengan Undang-Undang. Misalnya, penghibahan benda tidak bergerak harus dengan akte notaries, perjanjian perdamaian harus dibuat secara tertulis, konsekuensinya adalah terhadap perjanjian-perjanjian tersebut batal demi hukum Pembatalan Relatif (relatif nietigheid) 7 Suharnoko, Hukum Perjanjian, Kencana, Jakarta, 2004, hal 18 8 Gunawan Widjaya, Memahami Prinsip Keterbukaan dalam Hukum Perdata, ( Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 2006 ), hal R. Subekti, Hukum Perjanjian, ( Jakarta : Pembimbing Masa, 1980 ), hal Hartono Hadisoeprapto, Pokok- Pokok Hukum Perikatan Dan Hukum Jaminan, Yogyakarta: Liberty, 1984, hal 35.

8 Siti Ayu Revani 8 Pembatalan relatif (relatif nietigheid) adalah suatu perjanjian yang tidak batal dengan sendirinya, tetapi perjanjian tersebut dapat dimintakan pembatalan kepada hakim oleh pihak- pihak yang merasa dirugikan. Pembatalan relatif ini dapat dibagi menjadi dua macam pembatalan, yaitu : a. Pembatalan atas kekuatan sendiri, maka kapan hakim diminta supaya menyatakan batal (nieting verklaard) misalnya dalam perjanjian yang diadakan oleh seorang yang belum dewasa atau dibawah umur, pengampuan atau yang berada dibawah pengawasan curatele. b. Pembatalan belaka oleh hakim yang putusannya harus berbunyi membatalkan misalnya dalam hal perjanjian yang terbentuk secara paksaan, kekeliruan ataupun penipuan. 11 Perjanjian batal demi hukum terjadi akibat tidak memenuhi syarat obyektif dari sebuah kontrak atau perjanjian. Tiap-tiap pihak yang berjanji untuk memenuhi prestasi kepada pihak lainnya harus pula memperoleh prestasi yang dijanjikan oleh pihak lainnya prestasi dapat dirumuskan secara luas sebagai sesuatu yang diberikan, dan dapat diperjanjikan, atau dilakukan secara timbal balik. Pada Pasal 1266 KUHPerdata secara khusus memberikan pengaturan tentang syarat batal dalam perjanjian timbal balik. Undang-undang tersebut menentukan bahwa syarat yang membatalkan perjanjian timbal balik adalah kalau salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Ketentuan undang-undang ini, terutama Pasal 1266 KUHPerdata adalah merupakan suatu yang menarik perhatian, karena pihak-pihak yang berjanji itu harus terikat secara sah. Terikat secara sah adalah menimbulkan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak. Dalam perjanjian untuk melakukan jasa-jasa, suatu pihak menghendaki dilakukannya suatu pekerjaan untuk mencapai sesuatu tujuan. Undang- undang membagi perjanjian untuk melakukan pekerjaan dalam berbagai macam, yaitu : Perjanjian untuk melakukan jasa- jasa 2. Perjanjian kerja 11 Sri Soedewi Masjchun Sofwan, Hukum Perjanjian, Yogyakarta : Gadjah Mada, 1980, hal Subekti, Aneka Perjanjian, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1995, hal 57

9 Siti Ayu Revani 9 3. Perjanjian pemborongan pekerjaan 4. Perusahaan yang melayani jasa untuk berprilaku dan bekerja sesuai dengan ketentuan hukum perjanjian ( kontrak ) yang berlaku. Tindakan wanprestasi membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak pihak yang dirugikan untuk menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk memberikan ganti rugi, sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak ada satu pihak yang dirugikan karena wanprestasi. Tindakan wanprestasi dapat terjadi karena : 1. Kesengajaan 2. Kelalaian 3. Tanpa kesalahan (tanpa kesengajaan atau kelalaian) Wanprestasi atau tidak terpenuhinya janji dapat terjadi baik karena sengaja maupun tidak sengaja. Wanprestasi dapat berupa : 1. Sama sekali tidak memenuhi prestasi 2. Prestasi yang dilakukan tidak sempurna 3. Terlambat memenuhi prestasi 4. Melakukan apa yang dalam perjanjian dilarang untuk dilakukan Wanprestasi mengakibatkan salah satu pihak dirugikan, oleh karena pihak lain dirugikan akibat wanprestasi tersebut, maka pihak yang melakukan wanprestasi harus menanggung akibat dari tuntutan pihak lawan yang dapat berupa tuntutan : 1. Pembatalan kontrak (disertai atau tidak disertai ganti rugi) 2. Pemenuhan kontrak (disertai atau tidak disertai ganti rugi) Dengan demikian, kemungkinan pokok yang dapat dituntut oleh pihak yang dirugikan adalah pembatalan dan pemenuhan kontrak. Namun jika kedua kemungkinan pokok tersebut diuraikan lebih lanjut, kemungkinan tersebut dapat dibagi menjadi empat (4), yaitu : Pembatalan kontrak 2. Pembatalan kontrak disertai tuntutan ganti rugi 3. Pemenuhan kontrak saja ), hal Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Perancangan Kontrak, ( Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2008

10 Siti Ayu Revani Pemenuhan kontrak disertai ganti rugi IV. Kesimpulan dan Saran A. Kesimpulan 1. Perjanjian kerjasama yang dipakai oleh pihak wedding organizer memakai perjanjian sepihak dan berlandaskan perjanjian standar ( baku ) karena memberikan kewajiban pada seseorang sekaligus memberikan hak kepada seseorang lain untuk menerima prestasi yang telah dibuat, dan bisa juga memakai perjanjian timbal balik karena dalam perjanjian tersebut memberikan hak dan kewajiban kepada kedua belah pihak. Salah satu kasus ketika segala yang diperjanjikan telah sesuai dengan keinginan maka terdapat halangan yaitu pembatalan perjanjian atau kontrak yang dilakukan pengguna jasa secara sepihak. Hal itu termasuk kedalam wanprestasi karena sengaja dibatalkan oleh alasan yang bukan termasuk kedalam force majeure, salah satunya adalah putusnya hubungan antara calon pengantin. Dengan demikian mengakibatkan pengguna jasa harus membayar kerugian karena dinyatakan melakukan kelalaian. 2. Pencantuman force majeure untuk memberitahukan batasan- batasan apa saja yang termasuk lalai dan dan batasan apa yang termasuk dalam keadaan memaksa jenis force majeure berdasarkan karena keadaan alam, force majeure karena keadaan darurat, force majeure karena keadaan kebijakan. Force majeure yang dipakai dalam perjanjian kerjasama wedding organizer dengan pengguna jasa adalah force majeure karena keadaan alam dan keadaan darurat. Kasus orang tua pengguna jasa meninggal dunia, hal itupun tetap dapat diberikan hak kepada pihak wedding organizer untuk mendapatkan ganti rugi, walaupun hal yang terjadi itu termasuk dalam force majeure subjektif. Karena force majeure memiliki ruang lingkup yang sangat luas dalam merumuskan force majeure dalam konsep hukum perdata Indonesia harus terpenuhi beberapa hal yaitu : a. Merupakan hal yang tidak terduga, di luar kemauan, kemampuan atau kendali para pihak; b. Tidak dapat dipersalahkan kepadanya atau tidak dapat dipertanggung jawabkan kepadanya; c. Tidak ada itikad buruk kepadanya;

11 Siti Ayu Revani 11 d. Para pihak telah melakukan upaya sedemikian rupa untuk menghindari peristiwa tersebut; e. Menimbulkan kerugian bagi para pihak atau salah satu pihak; f. Terjadinya peristiwa tersebut menyebabkan tertunda, terhambat, terhalang, atau tidak dilaksanakannya prestasi para pihak; g. Kejadian tersebut sangat mempengaruhi pelaksanaan perjanjian. Dan dalam membuktikan hal-hal diatas di hadapan pengadilan, merupakan kewajiban dari pihak yang mengajukan pembelaan bahwa telah terjadi force majeure. 3. Didalam suatu perjanjian konsekuensi yang didapat apabila terjadi wanprestasi atau pembatalan secara sepihak adalah ganti rugi. Perjanjian kerjasama yang dilakukan wedding organizer dengan pengguna jasa adalah ganti rugi dalam bentuk out of pocket. Ganti rugi dalam bentuk out of pocket seluruh biaya yang telah dikeluarkan salah satu pihak dalam rangka melaksanakan kontrak harus diganti oleh pihak yang melakukan wanprestasi. Maka ketentuan biaya ganti rugi yang harus dipenuhi oleh salah satu pihak yang melakukan wanprestasi dalam perjanjian kerjasama CV. Bintang Mandiri In7 Wedding Organizer dengan pengguna sebesar 50 % ( lima puluh persen ) dari kegiatan yang telah disepakati bersama bagi pihak yang melakukan wanprestasi. Apabila terjadi force majeure dalam pelaksanaan perjanjian ini yang diakibatkan oleh keadaan memaksa yang terdapat dalam Pasal 5 yang diatur dalam kontrak antara CV. Bintang Mandiri In7 Wedding Organizer & Decoration kewajiban pihak pengguna jasa untuk menyelesaikannya. Apabila terjadi ketidaksepahaman pada pelaksanaan perjanjian mengenai ruang lingkup klausula force majeure dalam suatu force majeure atau bukan mengenai contoh kasus diatas yang menyebutkan bahwa banjir memang termasuk dalam ruang lingkup force majeure karena keadaan alam akan tetapi unsur dari force majeure itu tidak terpenuhi dimana banjir dalam perkara ini adalah hal yang dapat diduga karena curah hujan yang sangat besar selalu terjadi dalam musim hujan dan bulan- bulan tertentu, oleh karena itu seharusnya wedding organizer dapat melakukan upaya sedemikian rupa untuk menghindari peristiwa tersebut misalnya dengan menyediakan tempat dan tenda-tenda khusus yang sudah dirancang sedemikian rupa guna memberikan

12 Siti Ayu Revani 12 kelancaran acara apabila terjadi curah hujan yang berlebihan yang mengakibatkan pesta taman tersebut terganggu pelaksanaannya. B. Saran 1. Putusnya hubungan antara calon pasangan pengantin tersebut selain mendapatkan penetapan ganti rugi sesuai dengan perjanjian kerjasama pada pasal 4 yaitu sebanyak 50 % ( lima puluh persen ) dari biaya kegiatan yang telah disepakati apabila salah satu pihak melakukan pembatalan yang disebabkan oleh wanprestasi, sebaiknya dapat juga dilihat dari segi teori konvensional karena jika dihubungkan dengan analisis ini layak tidaknya suatu penetapan ganti rugi dalam suatu kontrak haruslah dilihat pada saat kontrak itu dibuat. Oleh sebab itu sebaiknya sebelum kontrak ditandatangani sebaiknya kedua belah pihak secara rinci melihat apakah ketentuan yang dibuat tidak merugikan pihak yang menjalani perjanjian tersebut. Sementara jika dilihat dari teori modern besarnya ganti rugi yang disebut dalam suatu kontrak dianggap layak jika dilihat pada waktu dibuat atau ditandatanganinya suatu kontrak. Karena jika kerugian lebih kecil dari yang diperkirakan sedangkan jumlah ganti rugi dalam kontrak layak dan lebih besar maka kontrak dapat terus dilaksanakan. Kedua teori itu dapat dijadikan acuan mengenai penetapan ganti rugi agar terjadi keadilan dalam menjalankan ganti rugi dalam suatu perjanjian. 2. Apabila terjadi pembatalan yang dikarenakan oleh keadaan memaksa atau force majeure diharapkan terdapat keputusan yang adil bagi kedua belah pihak, dalam kasus force majeure menyangkut orang tua yang meninggal dunia yang menyebabkan pihak pengguna jasa harus secara terpaksa membatalkan perjanjian sebaiknya dapat diselesaikan dengan cara bermusyawarah walaupun pada isi perjanjian tersebut tidak terdapat aturan dan batasan yang diberikan bagi pengguna jasa akan tetapi demi rasa kemanusiaan pihak wedding organizer seharusnya dapat memaklumin dan bermusyawarah dengan pihak pengguna jasa dan memberi kelonggaran pada pengguna jasa dalam memenuhi prestasinya. Pencantuman klausula force majeure yang terdapat dalam perjanjian kerjasama sebaiknya memberikan keadilan kepada kedua belah pihak dalam membuatnya bukan saja melindungi pihak wedding organizer namun sebaiknya juga dapat memasukkan poin- poin klausula perjanjian khususnya mengenai force

13 Siti Ayu Revani 13 majeure untuk pengguna jasa sehingga terdapat suatu keadilan dalam menilai batasanbatasan yang juga dapat melindungi pengguna jasa seandainya force majeure didapati oleh pihak pengguna jasa, sehingga timbul rasa adil bagi kedua belah pihak bukan hanya pada satu pihak saja. 3. Ketika para pihak merumuskan klausula force majeure dalam perjanjian selain merumuskan tentang ruang lingkup dari force majeure dalam perjanjian tersebut, juga perlu ditekankan bahwa force majeure itu terjadi di luar kendali yang layak dan tanpa kesalahan atau kealpaan dari pihak-pihak yang ada sehingga dimengerti oleh para pihak bahwa kejadian-kejadian seperti banjir, kebakaran dan sebagainya tidak langsung menjadikan peristiwa tersebut sebagai force majeure.

14 Siti Ayu Revani 14 V. DAFTAR PUSTAKA Buku : Fajar Mukti, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, Gunawan Widjaya, Memahami Prinsip Keterbukaan dalam Hukum Perdata, Grafindo Persada, Jakarta, PT.Raja Hartono Hadisoeprapto, Pokok- Pokok Hukum Perikatan Dan Hukum Jaminan, Liberty, Yogyakarta Marzuki Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, Miru Ahmadi dan Pati Sakka, Hukum Perikatan Penjelasan Makna Pasal 1233 Sampai 1456 BW,PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008., Hukum Perancangan Kontrak, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, Subekti R., Aneka Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995., Hukum Perjanjian, Pembimbing Masa, Jakarta, Suharnoko, Hukum Perjanjian, Kencana, Jakarta, Sofwan Masjchun Sri Soedewi, Hukum Perjanjian, Gadjah Mada, Yogyakarta, Subekti, Aneka Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, Internet : diakses pada tanggal 23 November 2012

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu alat transportasi yang banyak dibutuhkan oleh manusia adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini menjadi salah satu

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Wanprestasi 1. Pengertian Wanprestasi Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena undang-undang, ditegaskan bahwa setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat itu sendiri, untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam hal ini

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat itu sendiri, untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa berkembang secara dinamik sesuai dengan perkembangan zaman. Kehidupan manusia tidak pernah lepas dari interaksi antar

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupan mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupan mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia di dalam kehidupan mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan itu berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu, pemenuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sampai sekarang pembuatan segala macam jenis perjanjian, baik perjanjian khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman pada KUH Perdata,

Lebih terperinci

SUATU TINJAUAN HUKUM TERHADAP RETUR PENJUALAN DALAM ASPEK-ASPEK HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI

SUATU TINJAUAN HUKUM TERHADAP RETUR PENJUALAN DALAM ASPEK-ASPEK HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI SUATU TINJAUAN HUKUM TERHADAP RETUR PENJUALAN DALAM ASPEK-ASPEK HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI Oleh Fery Bernando Sebayang I Nyoman Wita Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Sales Returns

Lebih terperinci

Pemanfaatan pembangkit tenaga listrik, baru dikembangkan setelah Perang Dunia I, yakni dengan mengisi baterai untuk menghidupkan lampu, radio, dan ala

Pemanfaatan pembangkit tenaga listrik, baru dikembangkan setelah Perang Dunia I, yakni dengan mengisi baterai untuk menghidupkan lampu, radio, dan ala BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pembangunan jangka panjang yang dilakukan bangsa Indonesia mempunyai sasaran utama yang dititik beratkan pada pembangunan bidang ekonomi dengan pengembangan

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP WANPRESTASI YANG DILAKUKAN DEBITOR DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN SEPEDA MOTOR ARTIKEL. Diajukan Oleh : DODY PEBRI CAHYONO

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP WANPRESTASI YANG DILAKUKAN DEBITOR DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN SEPEDA MOTOR ARTIKEL. Diajukan Oleh : DODY PEBRI CAHYONO TINJAUAN YURIDIS TERHADAP WANPRESTASI YANG DILAKUKAN DEBITOR DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN SEPEDA MOTOR ARTIKEL Diajukan Oleh : DODY PEBRI CAHYONO 1 1 1 0 0 0 4 2 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, oleh karenanya manusia itu cenderung untuk hidup bermasyarakat. Dalam hidup bermasyarakat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Listrik merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. Sejak adanya listrik manusia mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam berbagai bidang, yang menonjol adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan manusia untuk mencukupi kebutuhan, baik langsung untuk kehidupan seperti bercocok tanam atau tempat tinggal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyelenggaraan ibadah haji dan umroh merupakan tugas nasional karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyelenggaraan ibadah haji dan umroh merupakan tugas nasional karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyelenggaraan ibadah haji dan umroh merupakan tugas nasional karena jumlah jemaah haji dan umroh Indonesia yang sangat besar, melibatkan berbagai instansi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melayani masyarakat yang ingin menabungkan uangnya di bank, sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. melayani masyarakat yang ingin menabungkan uangnya di bank, sedangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting dalam masyarakat. Oleh karena itu hampir setiap orang pasti mengetahui mengenai peranan bank

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut Black s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh manusia. Salah satu cara untuk mengurangi risiko tersebut di

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh manusia. Salah satu cara untuk mengurangi risiko tersebut di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan dan kegiatan manusia, pada hakikatnya mengandung berbagai hal yang menunjukkan sifat hakiki dari kehidupan itu sendiri. Sifatsifat hakiki yang dimaksud di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan itu berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh terhadap semakin banyaknya kebutuhan masyarakat akan barang/ jasa tertentu yang diikuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan, agar tersedia tenaga listrik dalam jumlah yang cukup dan merata. tahun jumlah masyarakat semakin bertambah banyak.

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan, agar tersedia tenaga listrik dalam jumlah yang cukup dan merata. tahun jumlah masyarakat semakin bertambah banyak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Listrik memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan. Dapat dikatakan bahwa listrik telah menjadi sumber energi utama dalam setiap kegiatan baik di rumah tangga

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB HUKUM TERHADAP SEWA MENYEWA ALAT MUSIK DAN SOUND SYSTEM DI KOTA SURAKARTA

TANGGUNG JAWAB HUKUM TERHADAP SEWA MENYEWA ALAT MUSIK DAN SOUND SYSTEM DI KOTA SURAKARTA TANGGUNG JAWAB HUKUM TERHADAP SEWA MENYEWA ALAT MUSIK DAN SOUND SYSTEM DI KOTA SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun Dan Diajukan untuk melengkapi Tugas Tugas Dan Syarat Syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sains dan teknologi membawa dampak yang signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah membawa kontribusi yang begitu domain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Definisi perjanjian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Selanjutnya

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata: BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Umum Perjanjian Kerja 1. Pengertian Perjanjian Kerja Dengan telah disahkannya undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUKK) maka keberadaan perjanjian

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU Oleh : I Made Aditia Warmadewa I Made Udiana Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Tulisan ini berjudul akibat hukum wanprestasi dalam perjanjian

Lebih terperinci

KLAUSULA BAKU PERJANJIAN KREDIT BANK RAKYAT INDONESIA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

KLAUSULA BAKU PERJANJIAN KREDIT BANK RAKYAT INDONESIA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN 1 KLAUSULA BAKU PERJANJIAN KREDIT BANK RAKYAT INDONESIA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Oleh: Ida Bagus Oka Mahendra Putra Ni Made Ari Yuliartini

Lebih terperinci

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang ekonomi yang semakin meningkat mengakibatkan keterkaitan yang erat antara sektor riil dan sektor moneter, di mana kebijakan-kebijakan khususnya

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS

PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS Bambang Eko Mulyono Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan. ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk senantiasa meningkatkan kompetensi dan profesionalisme

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk senantiasa meningkatkan kompetensi dan profesionalisme BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu profesi pendukung kegiatan dunia usaha, kebutuhan pengguna jasa akuntan publik semakin meningkat terutama kebutuhan atas kualitas informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan, oleh karena itu dapat dikatakan hukum tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperhatikan oleh para pengusaha untuk mengembangkan usahanya. kedua belah pihak, yakni pembeli dan penjual.

BAB I PENDAHULUAN. diperhatikan oleh para pengusaha untuk mengembangkan usahanya. kedua belah pihak, yakni pembeli dan penjual. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan dunia bisnis saat ini berbagai macam usaha dan kegiatan dapat dilakukan dalam rangka untuk memenuhi pangsa pasar di tengah-tengah masyarakat.permintaa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI A. Pengertian Perjanjian Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

Lebih terperinci

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A.Pengertian perjanjian pada umumnya a.1 Pengertian pada umumnya istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah Overeenkomst

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Perjanjian sewa-menyewa, akibat hukum, upaya hukum.

ABSTRAK. Kata kunci: Perjanjian sewa-menyewa, akibat hukum, upaya hukum. ABSTRAK Dita Kartika Putri, Nim 0810015183, Akibat Hukum Terhadap Perjanjian Tidak Tertulis Sewa-Menyewa Alat Berat di CV. Marissa Tenggarong, Dosen Pembimbing I Bapak Deny Slamet Pribadi, S.H., M.H dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia kodratnya adalah zoon politicon, yang merupakan makhluk sosial. Artinya bahwa manusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan saling berinteraksi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyendiri tetapi manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup menyendiri.

BAB I PENDAHULUAN. menyendiri tetapi manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup menyendiri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring perkembangan dunia usaha saat ini semakin mengalami kemajuan yang sangat pesat. Sehingga Sumber Daya Manusia sebagai pelakunya dituntut untuk menjadi sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum BAB I PENDAHULUAN Hukum perjanjian adalah bagian dari Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum Perdata, karena Hukum Perdata banyak mengandung

Lebih terperinci

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan KEDUDUKAN TIDAK SEIMBANG PADA PERJANJIAN WARALABA BERKAITAN DENGAN PEMENUHAN KONDISI WANPRESTASI Etty Septiana R 1, Etty Susilowati 2. ABSTRAK Perjanjian waralaba merupakan perjanjian tertulis antara para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi telah mendorong berbagai perubahan pada setiap aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh terhadap meningkatnya perdagangan barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, globalisasi ekonomi guna mencapai kesejahteraan rakyat berkembang semakin pesat melalui berbagai sektor perdangangan barang dan jasa. Seiring dengan semakin

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Masalah Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam pendekatan, yaitu pendekatan yuridis normatif. Penelitian hukum normatif adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan bertambahnya populasi kendaraan pribadi yang merupakan faktor penunjang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan bertambahnya populasi kendaraan pribadi yang merupakan faktor penunjang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang semakin meningkat dan diikuti oleh majunya pemikiran masyarakat menyebabkan bertambahnya populasi kendaraan pribadi yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga. Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,

BAB I PENDAHULUAN. nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga. Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Lembaga perbankan sebagai salah satu lembaga keuangan mempunyai nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga tersebut dimaksudkan sebagai perantara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN.  hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia dalam era globalisasi ini semakin menuntut tiap negara untuk meningkatkan kualitas keadaan politik, ekonomi, sosial dan budaya mereka agar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing lagi di masyarakat dan lembaga jaminan memiliki peran penting dalam rangka pembangunan perekonomian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dinyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) yang bersumber pada Pancasila dan bukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menuntut para pelaku bisnis melakukan banyak penyesuaian yang salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. menuntut para pelaku bisnis melakukan banyak penyesuaian yang salah satu BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi dunia jelas dapat dibaca dari maraknya transaksi bisnis yang mewarnainya. Pertumbuhan ini menimbulkan banyak variasi bisnis yang menuntut para pelaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. handy talky. Tren alat komunikasi yang selalu mengalami pergeseran,

BAB I PENDAHULUAN. handy talky. Tren alat komunikasi yang selalu mengalami pergeseran, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan pemikiran dan peradaban manusia merupakan salah satu cikal bakal terjadinya kemajuan di bidang teknologi. Wujud nyata hal tersebut, salah satunya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Masalah perjanjian itu sebenarnya merupakan adanya ikatan antara dua belah pihak atau antara 2 (dua)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Bagi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, kata rumah menjadi suatu kebutuhan yang sangat mahal, padahal

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemahaman atas asas null and void yang belum begitu tepat tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pemahaman atas asas null and void yang belum begitu tepat tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemahaman atas asas null and void yang belum begitu tepat tersebut terlihat dengan jelas dalam Pejanjian No. 2 dan addendumnya dibawah ini. Meskipun terdapat

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 PEMBERLAKUAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK MENURUT HUKUM PERDATA TERHADAP PELAKSANAANNYA DALAM PRAKTEK 1 Oleh : Suryono Suwikromo 2 A. Latar Belakang Didalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan selalu

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI KARENA FORCEMAJEURE PADA PERJANJIAN KERJASAMA DALAM BIDANG JASA HIBURAN

PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI KARENA FORCEMAJEURE PADA PERJANJIAN KERJASAMA DALAM BIDANG JASA HIBURAN PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI KARENA FORCEMAJEURE PADA PERJANJIAN KERJASAMA DALAM BIDANG JASA HIBURAN Oleh: Merilatika Cokorde Dalem Dahana Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP WANPRESTASI. bahwa salah satu sumber perikatan yang terpenting adalah perjanjian sebab

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP WANPRESTASI. bahwa salah satu sumber perikatan yang terpenting adalah perjanjian sebab BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP WANPRESTASI Menurut ketentuan pasal 1233 KUH Perdata, perikatan bersumber dari perjanjian dan undang-undang. Dari kedua hal tersebut maka dapatlah dikatakan bahwa salah satu

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas. BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA A. Tinjauan Umum tentang Jual Beli 1. Pengertian Jual Beli Sebelum membahas mengenai aturan jual beli saham dalam perseroan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya 36 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya Perjanjan memiliki definisi yang berbeda-beda menurut pendapat para ahli yang satu dengan

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM PENYELENGGARAAN PENGANGKUTAN BARANG OLEH PENGANGKUT DALAM KEADAAN MEMAKSA (OVERMACHT)

AKIBAT HUKUM PENYELENGGARAAN PENGANGKUTAN BARANG OLEH PENGANGKUT DALAM KEADAAN MEMAKSA (OVERMACHT) AKIBAT HUKUM PENYELENGGARAAN PENGANGKUTAN BARANG OLEH PENGANGKUT DALAM KEADAAN MEMAKSA (OVERMACHT) Oleh I Gede Parama Iswara I Wayan Wiryawan Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT This

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara hukum, dimana Negara hukum memiliki prinsip menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kepada kebenaran dan

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA WANPRESTASI DALAM TRANSAKSI E-COMMERCE

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA WANPRESTASI DALAM TRANSAKSI E-COMMERCE TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA WANPRESTASI DALAM TRANSAKSI E-COMMERCE oleh Frans Noverwin Saragih I Nyoman Wita Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT E-Commerce is an engagement that connects

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberian kredit bagi bank merupakan kegiatan yang utama, karena pendapatan terbesar dari bank berasal dari sektor kredit baik dalam bentuk bunga, provisi, ataupun

Lebih terperinci

LEMBAGA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN

LEMBAGA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN LEMBAGA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN ST., S.H.,M.H Universitas Islam Negeri Alauddin (UIN) Makassar Abstract Vehicle financing agreement was made as the embodiment of the financing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu standard

BAB I PENDAHULUAN. Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu standard BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu standard contract. Perjanjian baku merupakan perjanjian yang ditentukan dan telah dituangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia setiap hari selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Karena setiap manusia pasti selalu berkeinginan untuk dapat hidup layak dan berkecukupan.

Lebih terperinci

BAB IV KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM PERJANJIAN BERDASARKAN BUKU III BURGERLIJKE WETBOEK

BAB IV KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM PERJANJIAN BERDASARKAN BUKU III BURGERLIJKE WETBOEK BAB IV KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM PERJANJIAN BERDASARKAN BUKU III BURGERLIJKE WETBOEK A. Kekuatan Hukum Memorandum Of Understanding dalam Perjanjian Berdasarkan Buku III Burgerlijke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan diantaranya adalah persaingan antara siswa sebagai peserta didik yang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan diantaranya adalah persaingan antara siswa sebagai peserta didik yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam masyarakat saat ini terjadi persaingan yang ketat dalam dunia pendidikan diantaranya adalah persaingan antara siswa sebagai peserta didik yang saling berlomba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan dalam segala bidang selalu ditingkatkan dari waktu ke

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan dalam segala bidang selalu ditingkatkan dari waktu ke BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga pelaksanaan pembangunan dalam segala bidang selalu ditingkatkan dari waktu ke waktu. Pembangunan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perjanjian kerjasama berawal dari perbedaan kepentingan yang dicoba

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perjanjian kerjasama berawal dari perbedaan kepentingan yang dicoba 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perjanjian kerjasama berawal dari perbedaan kepentingan yang dicoba dipertemukan melalui kesepakatan. Melalui perjanjian perbedaan tersebut diakomodir dan selanjutnya

Lebih terperinci

Common Law Contract Agreement Agree Pact Covenant Treaty. Civil Law (Indonesia) Kontrak Sewa Perjanjian Persetujuan Perikatan

Common Law Contract Agreement Agree Pact Covenant Treaty. Civil Law (Indonesia) Kontrak Sewa Perjanjian Persetujuan Perikatan Common Law Contract Agreement Agree Pact Covenant Treaty Civil Law (Indonesia) Kontrak Sewa Perjanjian Persetujuan Perikatan 2 Prof. Subekti Perikatan hubungan hukum antara 2 pihak/lebih, dimana satu pihak

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. ataulebih. Syarat syahnya Perjanjian menurut pasal 1320 KUHPerdata :

BAB III TINJAUAN TEORITIS. ataulebih. Syarat syahnya Perjanjian menurut pasal 1320 KUHPerdata : BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Perjanjian Perjanjian menurut pasal 1313 KUHPerdata adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikat dirinya terhadap satu orang ataulebih. Syarat

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi 142 PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT Deny Slamet Pribadi Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda ABSTRAK Dalam perjanjian keagenan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari hukum. Hampir seluruh hubungan hukum harus mendapat perlindungan dari hukum. Oleh karena itu terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pada saat ini dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi maka hubungan antar manusia menjadi hampir tanpa batas, karena pada dasarnya manusia adalah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut 1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Ekspedisi Perjanjian ekspedisi adalah perjanjian timbal balik antara ekspeditur dengan pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyentuh segala aspek kehidupan manusia. Komunikasi adalah sebuah proses

BAB I PENDAHULUAN. menyentuh segala aspek kehidupan manusia. Komunikasi adalah sebuah proses 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia semakin berubah, dalam beberapa tahun terakhir perkembangan sistem telekomunikasi di Indonesia sudah demikian pesatnya memberikan dampak yang menyentuh

Lebih terperinci

TESIS. (Kajian Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1985 Tentang Ketenagalistrikan)

TESIS. (Kajian Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1985 Tentang Ketenagalistrikan) TESIS PENERTIBAN PEMAKAIAN TENAGA LISTRIK (P2TL) DALAM PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA LISTRIK ANTARA PT. PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PERSERO) DENGAN PELANGGAN (Kajian Menurut Undang-Undang Republik Indonesia

Lebih terperinci

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana ketentuan hukum mengenai pembuatan suatu kontrak

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN 2.1 Perjanjian secara Umum Pada umumnya, suatu hubungan hukum terjadi karena suatu

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11 BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain untuk melaksanakan sesuatu hal. Peristiwa ini menimbulkan hubungan hukum antara para

Lebih terperinci

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUHPerdata: Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Oleh: Nama

Lebih terperinci

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN Rosdalina Bukido 1 Abstrak Perjanjian memiliki peran yang sangat penting dalam hubungan keperdataan. Sebab dengan adanya perjanjian tersebut akan menjadi jaminan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan yang harus dipenuhi, seperti kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan.dalam usaha untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN PERKAWINAN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN BERLANGSUNG

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN PERKAWINAN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN BERLANGSUNG AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN PERKAWINAN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN BERLANGSUNG Oleh : Komang Padma Patmala Adi Suatra Putrawan Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk membentuk suatu keluarga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI. 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI. 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli Sebelum membahas tentang pengertian dan pengaturan juali beli, terlebih dahulu perlu dipahami tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri.

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perumahan merupakan kebutuhan utama atau primer yang harus dipenuhi oleh manusia. Perumahan tidak hanya dapat dilihat sebagai sarana kebutuhan hidup, tetapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum, 19 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian Pembiayaan Konsumen 2.1.1 Pengertian Perjanjian Pembiayaan konsumen Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 41 III. METODE PENELITIAN Penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran, secara sistematis, metodologis,

Lebih terperinci

BAB II ASPEK HUKUM TENTANG MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN PERJANJIAN

BAB II ASPEK HUKUM TENTANG MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN PERJANJIAN BAB II ASPEK HUKUM TENTANG MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN PERJANJIAN A. Dasar Hukum Memorandum Of Understanding Berdasarkan Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alinea keempat yang berbunyi : Kemudian daripada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rupiah terhadap Dollar US hingga mencapai lebih dari Rp ,- (posisi

BAB I PENDAHULUAN. rupiah terhadap Dollar US hingga mencapai lebih dari Rp ,- (posisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi perekonomian dewasa ini terlihat semakin menurun, daya beli masyarakat menurun dan ditambah dengan semakin lemahnya nilai tukar rupiah terhadap Dollar

Lebih terperinci

[FIKA ASHARINA KARKHAM,SH]

[FIKA ASHARINA KARKHAM,SH] BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan arus globalisasi ekonomi dunia dan kerjasama di bidang perdagangan dan jasa berkembang sangat pesat. Masyarakat semakin banyak mengikatkan

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI YANG DILAKUKAN OLEH PEMBELI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI TANAH YANG BELUM LUNAS DI KABUPATEN BADUNG

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI YANG DILAKUKAN OLEH PEMBELI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI TANAH YANG BELUM LUNAS DI KABUPATEN BADUNG AKIBAT HUKUM WANPRESTASI YANG DILAKUKAN OLEH PEMBELI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI TANAH YANG BELUM LUNAS DI KABUPATEN BADUNG Oleh : Gde Yogi Yustyawan Marwanto Program Kekhususan Hukum Keperdataan Fakultas

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN ANTARA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA PROPINSI SUMATERA BARAT DENGAN CV. SARANA BARU PADANG SKRIPSI

PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN ANTARA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA PROPINSI SUMATERA BARAT DENGAN CV. SARANA BARU PADANG SKRIPSI PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN ANTARA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA PROPINSI SUMATERA BARAT DENGAN CV. SARANA BARU PADANG SKRIPSI Oleh : ANGGA ZIKA PUTRA 07 140 077 PROGRAM KEKHUSUSAN

Lebih terperinci