STUDI PUSTAKA. 2.1 Irigasi Definisi Irigasi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI PUSTAKA. 2.1 Irigasi Definisi Irigasi"

Transkripsi

1 II. STUDI PUSTAKA 2.1 Irigasi Definisi Irigasi Irigasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring (Dalam Jaringan/Online) Edisi III, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Indonesia Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (dahulu Pusat Bahasa) didefinisikan sebagai Pengaturan pembagian pengaliran air menurut sistem tertentu untuk sawah dan sebagainya. Berdasarkan pengertian tersebut, irigasi adalah berkenaan dengan pengaturan pembagian pengaliran air yang menggunakan suatu sistem tertentu dengan tujuan untuk mengairi sawah dan kepentingan lainnya, seperti untuk mengairi perkebunan, peternakan, dan perikanan. Definisi irigasi menurut KBBI Daring Edisi III dapat dikatakan mencakup pengertian yang sangat luas, karena mencakup maksud dan tujuan selain bidang pertanian. Wikipedia Bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, secara umum dan sederhana mendefinisikan: Irigasi merupakan upaya yang dilakukan manusia untuk mengairi lahan pertanian. Dalam hal ini irigasi diartikan sebagai suatu upaya yang dilakukan manusia untuk mengairi lahan pertanian. Meskipun tidak dijelaskan lebih lanjut secara teknis tentang bagaimana cara mengairi lahan pertanian, dapat dikatakan bahwa pengertian irigasi tersebut mencakup jenis irigasi tradisional yang sederhana hingga jenis irigasi modern yang komplek.

2 Pengertian irigasi yang lebih spesifik dijelaskan dalam Undang undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, penjelasan pasal 41 ayat 1, yaitu sebagai berikut: Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak. Berdasarkan UU No.7 Tahun 2004, irigasi meliputi usaha penyediaan, pengaturan dan pembuangan air dengan tujuan untuk menunjang pertanian. Pengertian irigasi dijelaskan secara rinci dan spesifik meliputi berberapa jenis, yaitu irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa dan irigasi tambak. Adapun definisi irigasi yang dimaksud dalam tulisan ilmiah ini mengacu pada pengertian irigasi sesuai UU No.7 Tahun 2004 dengan spesifikasi jenis irigasi permukaan. Irigasi permukaan adalah pengaliran air di atas permukaan tanah dengan mengalirkannya langsung dari sungai melalui bendung ataupun tanpa bangunan bendung ke lahan pertanian secara gravitasi Jaringan Irigasi Jaringan irigasi adalah saluran, bangunan, dan bangunan pelengkapnya yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan, dan pembuangan air irigasi. (Sumber : Undang undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, Bab I pasal 1). Dalam suatu jaringan irigasi dapat dibedakan adanya empat unsur fungsional pokok, yaitu : a. Bangunan bangunan utama (headworks) di mana air diambil dari sumbernya, umumnya sungai atau waduk, b. Jaringan pembawa berupa saluran yang mengalirkan air irigasi ke petak petak tersier, 7

3 c. Petak petak tersier dengan sistem pembagian air dan sistem pembuangan kolektif, air irigasi dibagi bagi dan dialirkan kesawah sawah dan kelebihan air ditampung di dalam suatu sistem pembuangan di dalam petak tersier; d. Sistem pembuang berupa saluran dan bangunan bertujuan untuk membuang kelebihan air dari sawah ke sungai atau saluran saluran alamiah. Sedangkan menurut Kriteria Perencanaan (KP) Irigasi Kementrian Pekerjaan Umum 1986, yang dimaksud dengan jaringan irigasi adalah seluruh bangunan dan saluran irigasi. Berdasarkan pengertian tersebut, jaringan irigasi terdiri dari 2 (dua) bagian, yaitu bangunan irigasi, dan saluran irigasi. Sedangkan saluran irigasi terdiri dari saluran primer dan saluran sekunder. Gambar 1. Contoh Saluran primer dan sekunder 1. Bangunan Irigasi Bangunan Irigasi terdiri dari : Bangunan Utama Bangunan utama (head works) dapat didefinisikan sebagai kompleks bangunan yang direncanakan di dan sepanjang sungai atau aliran air untuk membelokkan air ke dalam saluran agar dapat dipakai untuk keperluan irigasi. Bangunan utama bisa mengurangi kandungan sedimen yang berlebihan, serta mengukur 8

4 banyaknya air yang masuk. Bangunan utama terdiri dari bendung dengan peredam energi, satu atau dua pengambilan utama pintu bilas kolam olak dan (jika diperlukan) kantong lumpur, tanggul banjir pekerjaan sungai dan bangunanbangunan pelengkap. Bangunan utama dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori sesuai perencanaannya. Berikut ini akan dijelaskan beberapa kategori Bangunan Utama : Bendung Gerak Bendung gerak adalah bangunan yang dilengkapi dengan pintu yang dapat dibuka untuk mengalirkan air pada waktu terjadi banjir besar dan ditutup apabila aliran kecil. Bendung gerak dipakai untuk meninggikan muka air di sungai sampai pada ketinggian yang diperlukan agar air dapat dialirkan ke saluran irigasi dan petak tersier. Bendung Karet Bendung Karet berfungsi meninggikan muka air dengan cara mengembangkan tubuh bendung dan menurunkan muka air dengan cara mengempiskan tubuh bendung yang terbuat dari tabung karet dapat diisi dengan udara atau air. Proses pengisian udara atau air dari pompa udara atau air dilengkapi dengan instrumen pengontrol udara atau air (manometer). Bendung karet memiliki dua bagian pokok yaitu tubuh bendung yang terbuat dari karet dan pondasi beton berbentuk plat beton sebagai dudukan tabung karet serta dilengkapi satu ruang kontrol dengan beberapa perlengkapan (mesin) untuk mengontrol mengembang dan mengempisnya tabung karet. Bangunan Pengambilan Bebas Bangunan Pengambilan Bebas adalah bangunan yang dibuat di tepi sungai yang mengalirkan air sungai ke dalam jaringan irigasi, tanpa mengatur tinggi muka air di sungai. Dalam keadaan demikian, jelas bahwa muka air di sungai harus lebih tinggi dari daerah yang diairi dan jumlah air yang dibelokkan harus dapat dijamin cukup ketersediaannya. 9

5 Waduk Waduk (reservoir) digunakan untuk menampung air irigasi pada waktu terjadi surplus air di sungai agar dapat dipakai sewaktu waktu terjadi kekurangan air. Jadi, fungsi utama waduk adalah untuk mengatur aliran sungai. Waduk berukuran besar biasanya mempunyai banyak fungsi seperti untuk keperluan irigasi, pembangkit listrik tenaga air, pengendali banjir, perikanan dsb. Sedangkan waduk berukuran kecil lazimnya hanya dipakai untuk keperluan irigasi saja. Stasiun Pompa Bangunan stasiun pompa (rumah pompa) berfungsi sebagai tempat pompa, mesin, dan alat alat pendukung lainnya dan juga untuk menyimpan buku catatan kegiatan O & P pompa dan fasilitasnya yang terkait. Air dari sumber air irigasi dialirkan melalui stasiun pompa ke saluran irigasi, selanjutnya mengalir ke petak sawah. lrigasi dengan pompa bisa dipertimbangkan apabila pengambilan secara gravitasi temyata tidak layak dilihat dari segi teknis maupun ekonomis. 2. Saluran Irigasi Saluran irigasi terbagi atas 3 (tiga) bagian, yaitu : a. Saluran Irigasi Utama, terdiri dari : Saluran primer berfungsi untuk membawa air dari bendung ke saluran sekunder dan selanjutnya ke petak petak tersier yang perlu diairi. Batas ujung saluran primer adalah pada bangunan bagi yang terakhir. Saluran sekunder berfungsi untuk membawa air dari saluran primer ke petak petak tersier yang terhubung dengan saluran sekunder tersebut. Batas ujung saluran ini adalah pada bangunan sadap terakhir. Saluran pembawa berfungsi untuk membawa air irigasi dari sumber air lain (bukan sumber yang memberi air pada bangunan utama proyek) ke jaringan irigasi primer. 10

6 Saluran muka tersier berfungsi untuk membawa air dari bangunan sadap tersier ke petak tersier yang terletak di seberang petak tersier lainnya. b. Saluran Irigasi Tersier Saluran tersier berfungsi untuk membawa air dari bangunan sadap tersier di jaringan utama ke dalam petak tersier untuk selanjutnya dibawa ke saluran kuarter. Batas ujung saluran ini adalah pada boks bagi kuarter yang terakhir. Saluran kuarter berfungsi untuk membawa air dari boks bagi kuarter melalui bangunan sadap tersier atau parit sawah ke sawah sawah. c. Garis Sempadan Saluran. Garis Sempadan Saluran berfungsi untuk mengamankan saluran dan bangunan irigasi dari risiko kerusakan akibat adanya aktivitas di sekitar jaringan irigasi. Adapun batas Garis Sempadan Saluran ditetapkan dalam peraturan khusus mengenai hal tersebut. Dalam hal ini, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum RI No.17/PRT/M/2011 Tentang Pedoman Penetapan Garis Sempadan Jaringan Irigasi. Satu hal yang perlu diketahui bahwa ketentuan tentang Garis sempadan jaringan irigasi diberlakukan baik untuk jaringan irigasi yang akan dibangun maupun yang telah terbangun dan berlaku secara menyeluruh untuk jaringan irigasi yang dibangun oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota, perseorangan, maupun oleh badan usaha atau badan sosial. 3. Saluran Pembuang Saluran pembuang berfungsi untuk membuang kelebihan air pada saluran irigasi utama, saluran Pembuang terbagi atas 2 (dua), yaitu : a. Saluran Pembuang Tersier. Saluran pembuang tersier terletak di dan antara petak petak tersier yang termasuk dalam unit irigasi sekunder yang sama dan menampung air, baik dari pembuang kuarter maupun dari sawah sawah. Air tersebut dibuang ke 11

7 dalam jaringan pembuang sekunder. Saluran pembuang kuarter terletak di dalam satu petak tersier, menampung air langsung dari sawah dan membuang air tersebut ke dalam saluran pembuang tersier. b. Saluran Pembuang. Saluran pembuang mengalirkan air lebih dari saluran pembuang sekunder ke luar daerah irigasi. Pembuang primer sering berupa saluran pembuang alamiah yang mengalirkan kelebihan air tersebut ke sungai, anak sungai atau ke laut. Saluran pembuang sekunder menampung air dari saluran pembuang tersier dan membuang air tersebut ke pembuang primer atau langsung ke jaringan pembuang alamiah dan ke luar daerah irigasi. 4. Bangunan bagi dan sadap Bangunan bagi dan sadap pada irigasi teknis dilengkapi dengan pintu dan alat pengukur debit untuk memenuhi kebutuhan air irigasi sesuai jumlah dan pada waktu tertentu. Aliran air akan diukur di hulu (udik) saluran primer, di cabang saluran jaringan primer dan di bangunan sadap sekunder maupun tersier. Meskipun demikian, dalam keadaan tertentu sering dijumpai kesulitankesulitan dalam operasi dan pemeliharaan sehingga muncul usulan sistem proporsional, yaitu bangunan bagi dan sadap tanpa pintu dan alat ukur tetapi dengan syarat syarat sebagai berikut : Elevasi ambang ke semua arah harus sama Bentuk ambang harus sama agar koefisien debit sama. Lebar bukaan proporsional dengan luas sawah yang diairi. 5. Bangunan pengukur Bangunan ukur dapat dibedakan menjadi bangunan ukur aliran atas bebas (free overflow) dan bangunan ukur alirah bawah (underflow). Beberapa dari bangunan pengukur dapat juga dipakai untuk mengatur aliran air. Bangunan ukur yang dapat dipakai ditunjukkan pada Tabel 1. 12

8 Tabel 1. Bangunan ukur yang dapat dipakai Tipe Mengukur dengan Mengatur Bangunan ukur Ambang lebar Bangunan ukur Parshall Bangunan ukur Cipoletti Bangunan ukur Romijn Aliran Atas Aliran Atas Aliran Atas Aliran Atas Tidak Tidak Tidak Ya Bangunan ukur Crump de Gruyter Bangunan sadap Pipa sederhana Constant Head orifice (CHO) Cut Throat Flume Aliran Bawah Aliran bawah Aliran Bawah Aliran Atas Ya Ya Ya Tidak Sumber : Kriteria Perencanaan Bagian Jaringan Irigasi KP 01 Tahun 1986 Untuk menyederhanakan operasi dan pemeliharaan, bangunan ukur yang dipakai di sebuah jaringan irigasi hendaknya tidak terlalu banyak, dan diharapkan pula pemakaian alat ukur tersebut bisa benar benar mengatasi permasalahan yang dihadapi para petani. Peralatan berikut dianjurkan pemakaiannya : di hulu saluran primer Untuk aliran besar alat ukur ambang lebar dipakai untuk pengukuran dan pintu sorong atau radial untuk pengatur. di bangunan bagi bangunan sadap sekunder Pintu Romijn dan pintu Crump de Gruyter dipakai untuk mengukur dan mengatur aliran. Bila debit terlalu besar, maka alat ukur ambang lebar dengan pintu sorong atau radial bisa dipakai seperti untuk saluran primer. bangunan sadap tersier Untuk mengatur dan mengukur aliran dipakai alat ukur Romijn atau jika fluktuasi di saluran besar dapat dipakai alat ukur Crump de Gruyter. Di petak petak tersier kecil di sepanjang saluran primer dengan tinggi muka air yang bervariasi dapat dipertimbangkan untuk memakai bangunan sadap pipa sederhana, di lokasi yang petani tidak bisa menerima bentuk ambang 13

9 sebaiknya dipasang alat ukur parshall atau cut throat flume. Alat ukur parshall memerlukan ruangan yang panjang, presisi yang tinggi dan sulit pembacaannya, alat ukur cut throat flume lebih pendek dan mudah pembacaannya Klasifikasi Jaringan Irigasi Berdasarkan cara pengaturan dan pengukuran aliran air dan lengkapnya fasilitas, jaringan irigasi dapat dibedakan ke dalam tiga tingkatan (lihat Tabel 2), yakni sederhana, semiteknis, atau teknis. Uraian 1 Bangunan Utama 2 Kemampuan bangunan dalam mengukur dan mengatur debit Tabel 2. Klasifikasi Jaringan Irigasi 3 Jaringan saluran Saluran irigasi dan pembuang terpisah 4 Petak tersier Dikembangkan sepenuhnya 5 Efisiensi secara Keseluruhan Klasifikasi jaringan irigasi Teknis Semiteknis Sederhana Bangunan permanen Bangunan permanen Bangunan atau semi permanen sementara Baik Sedang Jelek Tinggi % (Ancarancar) Saluran irigasi dan pembuang tidak sepenuhnya terpisah Belum dikembangkan atau densitas bangunan tersier jarang Sedang 40 50% (Ancarancar) Saluran irigasi dan pembuang jadi satu Belum ada jaringan terpisah yang dikembangkan Kurang < 40% (Ancarancar 6 Ukuran Tak ada batasan Sampai ha Tak lebih dari 500 ha 7 Jalan Usaha Tani Ada ke seluruh areal Hanya sebagian areal Cenderung tidak ada 8 Kondisi O & P Ada instansi yang menangani Dilaksanakan teratur Belum teratur Tidak ada O & P Sumber : Kriteria Perencanaan Bagian Jaringan Irigasi KP 01 Dalam konteks Standarisasi Irigasi ini, hanya irigasi teknis saja yang ditinjau. Bentuk irigasi yang lebih maju ini cocok untuk dipraktekkan di sebagian besar pembangunan irigasi di Indonesia. 14

10 2.2 Kehilangan Air Kehilangan air pada saluran irigasi adalah berkurangnya volume air pada saluran irigasi yang ditandai dengan adanya perbedaan antara debit aliran inflow dan outflow. Faktor faktor penyebab kehilangan air pada saluran irigasi, antara lain penguapan dan rembesan pada struktur saluran irigasi Efisiensi Untuk tujuan tujuan perencanaan, dianggap bahwa seperlima sampai seperempat dari jumlah air yang diambil akan hilang sebelum air itu sampai di sawah. Kehilangan ini disebabkan oleh kegiatan eksploitasi, evaporasi dan perembesan. Kehilangan akibat evaporasi dan perembesan umumnya kecil saja jika dibandingkan dengan jumlah kehilangan akibat kegiatan eksploitasi. Penghitungan rembesan hanya dilakukan apabila kelulusan tanah cukup tinggi. Pemakaian air hendaknya diusahakan seefisien mungkin, terutama untuk daerah dengan ketersediaan air yang terbatas. Kehilangan kehilangan air dapat diminimalkan melalui : a. Perbaikan sistem pengelolaan air : Sisi operasional dan pemeliharaan (O&P) yang baik Efisiensi operasional pintu Pemberdayaan petugas O&P Penguatan institusi O&P Meminimalkan pengambilan air tanpa ijin Partisipasi P3A b. Perbaikan fisik prasarana irigasi : Mengurangi kebocoran disepanjang saluran Meminimalkan penguapan Menciptakan sistem irigasi yang andal, berkelanjutan, diterima petani 15

11 Efisiensi secara keseluruhan (total) dihitung sebagai berikut : Efisiensi jaringan tersier (et) x Efisiensi jaringan sekunder (CS) x Efisiensi jaringan primer (ep). Rentang nilai efisiensi sebagai faktor pengali: 0,65 0,79. Batas efisiensi kebutuhan air irigasi di sawah (NFR) harus dibagi e untuk memperoleh jumlah air yang dibutuhkan di bangunan pengambilan dari sungai. Formula perhitungan kebutuhan air irigasi yang telah memperhitungkan faktor efisiensi pada sawah petak tersier, sekunder dan petak primer dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Formula Kebutuhan Air Tingkat Kebutuhan Air Satuan Sawah Petak Tersier NFR (Kebutuhan bersih air di sawah TOR (kebutuhan air di bangunan sadap tersier) (l/dt/ha) (NFR x luas daerah) x 1 E t (l/dt) Petak Sekunder SOR (kebutuhan air dibangunan sadap sekunder) (l/dt atau m 3 /dt) ΣTOR x 1 c 3 Petak Primer MOR (Kebutuhan air di bangunan sadap primer) ΣTOR mc 1 1 ) x e p Bendung DR (kebutuhan diversi) MOR sisi kiri dan MOR sisi kanan Sumber : Kriteria Perencanaan Bagian Saluran KP 03 Tahun 1986 (l/dt atau m 3 /dt) m 3 /dt Formula Perhitungan Rembesan Air Irigasi Besarnya kehilangan air pada saluran irigasi akibat rembesan dapat dihitung dengan menggunakan rumus Moritz (USBR), sebagai berikut: 0,035 / (1) 16

12 Dimana : S Q v C = kehilangan akibat rembesan, m3 /dt per km panjang saluran = debit, m3 / dt = kecepatan, m/dt = koefisien tanah rembesan, m/hari 0,035 = konstanta, m/km Nilai variabel C dapat dilihat pada Tabel 4. Untuk saluran irigasi yang menggunakan beton (linning) nilai variable C dapat dilihat pada halaman 18. Tabel 4. Nilai koefisien tanah rembesan (C) Jenis Tanah Harga C m/hari Kerikil sementasi dan lapisan penahan (hardpan) dengan penuh pasiran 0,10 Lempung dan geluh lempungan 0,12 Geluh pasiran 0,20 Abu vulkanik 0,21 Pasir dan abu vulkanik atau lempung 0,37 Lempung pasiran dengan batu 0,51 Batu pasiran dan kerikilan 0,67 Sumber : Kriteria Perencanaan Bagian Saluran KP 03 Tahun 1986 Menurut beberapa pengalaman Bank Dunia dalam peliningan saluran irigasi yang kokoh (rigid) dan fleksible, besarnya kehilangan air biasanya mencapai 10 s/d 40 persen dari volume air yang disalurkan. Pengurangan kehilangan air seringkali diasumsikan sama dengan umur yang diharapkan dari peliningan untuk mendapatkan keuntungan ekonomisnya. Keuntungan lining saluran dapat mengurangi pertumbuhan rumput, namun pada kenyataannya keuntungan ini diragukan terutama dalam berbagai proyek dengan saluran lining lama dan dengan adanya konstruksi yang salah. Permasalahan dalam memperkirakan Seepage Losses : 1. Sulit membandingkan hasil test dan perkiraan disebabkan oleh banyaknya variabel 17

13 2. Pengecekan seepage losses secara khusus dari catatan operasi sangat mahal disebabkan oleh banyaknya variabel 3. Penerbitan pencatatan sering salah didalam mencatat variabel penting Variabel Variabel Seepage : a. karakteristik tanah : porositas, permeabilitas, kimiawi, jenis butirannya, tingkat/bahan pembentuk (stratigraphy) b. penampang lingkar saluran c. posisi kedalaman air tanah d. kimia tanah dan air e. temperatur air f. sedimentasi : efek pengendapan g. kualitas konstruksi h. umur saluran i. Siklus drainase j. Pemeliharaan Pengaruh Kekerasan Saluran dengan Seepage Losses Uraian (Deacon, 1984) saluran tidak berlining = 0,23 m/hari beton = 0,04 m/hari Satu lapis batu bata = 0,05 m/hari Dua lapis batu bata = 0,03 m/hari Pengukuran menggunakan metode ponding (Singh, 1987) saluran tidak berlining = 0,30 m/hari saluran berlining = 0,03 m/hari Data ini didasarkan pada test yang terkontrol di laboratorium dan dititik pengamatan (penampang saluran) dengan pemeliharaan yang sangat baik. 18

14 Sebab sebab tidak efektifnya saluran lining yang keras : Bentuk garis aliran (flow line) dan ekuipotensialnya Kualitas konstruksi dan pemeliharaan yang jelek Model Numerik : Saluran berlining dengan 1% retak di penampangnya mempunyai laju kehilangan air (seepage rate) 70% dari saluran yang tidak berlining (kedalaman terhadap muka air tanah : 8 m) Kualitas Konstruksi Kejenuhan air tanah setelah menyatu didalam suatu saluran menyebabkan beberapa penurunan massa tanah yang menyebabkan pemisahan di sub tingkatnya atau lapisan liningnya. Lining tersebut pada akhirnya hanya akan bertumpu pada titik tertentu saja sehingga menghasilkan hal hal : Retak (cracks) akan terjadi di lapisan ini Pemisahan tanah ini memberikan kesempatan rembesan bergerak dibawah sebagian besar lapisan lining tersebut. Kehilangan air melalui dasar saluran ditentukan oleh faktor faktor : a. Jenis Tanah b. Macam macam saluran (galian timbunan) c. Laju Sedimentasi, dan d. Kecepatan aliran air Perhitungan Evaporasi dan Evapotranspirasi Evapotranspirasi adalah banyaknya air yang dilepaskan ke udara dalam bentuk uap air yang dihasilkan dari proses evaporasi dan transpirasi. Evaporasi terjadi pada permukaan badan badan air, misalnya danau, sungai dan genangan air. 19

15 Sedangkan transpirasi terjadi pada tumbuhan akibat proses asimilasi. Ada beberapa metoda dalam penentuan evapotranspirasi potensial diantaranya yaitu metoda Thornwaite, Blaney Criddle dan Penman modifikasi. Ketiga metoda tersebut berbeda dalam macam data yang digunakan untuk perhitungan. Metoda Thornwaite memerlukan data temperatur dan letak geografis. Metoda Blaney Criddle memerlukan data temperatur dan data prosentase penyinaran matahari. Metoda Penman modifikasi memerlukan data temperatur, kelembaban udara, prosentase penyinaran matahari dan kecepatan angin. Pemilihan metoda tergantung dari data yang tersedia. Di lapangan biasanya digunakan Lysimeter untuk mempercepat dan mempermudah perhitungan. Untuk perhitungan di atas kertas, lebih baik menggunakan metoda Penman modifikasi, sebab menghasilkan perhitungan yang lebih akurat. Selain itu, metoda Penman modifikasi ini mempunyai cakupan data meteorologi yang digunakan adalah yang paling lengkap di antara metoda metoda yang lain. Perhitungan Evaporasi (E) dan Evapotranspirasi (Etp) dapat dilakukan dengan berbagai cara tergantung dari data parameter klimatologi yang tersedia. Tabel 5. Metode Perhitungan Evaporasi dan Evapotranspirasi No. Metode Minimum Parameter Hidrologi 1 Penman T, S, RH, W 2 Blaney Cridle T 3 Penguapan Panci Pan A Evaporasi panci Pan A Sumber : Pelatihan Hidrologi Dan Manajement Aset BWRM_WISMP 1 20

16 Tabel 6. Parameter Perencanaan Evapotranspirasi Metode Data Parameter Dengan pengukuran Perhitungan dengan rumus penman atau yang sejenis Kelas Pan A harga harga evapotransiprasi Temperatur kelembapan relatifsinar matahari angin Jumlah Prata rata 10 harian atau 30 harian, untuk setiap tengah bulanan atau minguan Harga rata rata tengah bulanan, atau rata rata mingguan Sumber : Kriteria Perencanaan KP 01 Perhitungan evapotranspirasi setengah bulanan dengan ketetapan tanggal 1 sampai 15 untuk setengah bulan pertama dan 16 sampai akhir bulan untuk setengah bulan berikutnya. Sesuai dengan tabel diatas maka perhitungan evapotranspirasi rata rata setengah bulanan dalam panduan ini ada 2 metode yang akan dibahas, yaitu Metode Penman dan Panci Pan A. 1. Persamaan Evaporasi Evaporasi dipengaruhi beberapa faktor, satuan evaporasi yaitu millimeter per hari (mm/hari). Pengukuran evaporasi dapat dilakukan dengan menggunakan rumus Penman (Sosrodarsono,1976) : Dimana : E V = Evaporasi (mm/hari) 0,35 1 (2) = Tekanan Uap Jenuh Pada Suhu Rata rata harian (mm/hg) = Tekanan Uap Sebenarnya (mm/hg) = Kecepatan Angin pada ketinggian 2 m diatas permukaan tanah (mile/hari) 21

17 Bila evaporasi diukur di stasiun agrometeorologi, maka biasanya digunakan pan Kelas A. harga harga pan evaporasi (Epan) dikonversi ke dalam angka angka ETo dengan menerapkan faktor pan Kp antara 0,65 dan 0,85 bergantung kepada kecepatan angin, kelembapan relatif serta elevasi. Dimana : ETo = Kp. Epan (3) ETo Kp Epan = Evaporasii (mm/hari) = Koefisien panci Harga harga faktor pun mungkin sangat bervariasi bergantung kepada lamanya angin bertiup, vegetasi di daerah sekitar dan lokasi pan. Evaporasi pan diukur secara harian, demikian pula harga harga ETo. = Penguapan panci Pan A rata rata (mm.hari) Untuk perhitungan evaporasi, diajurkan untuk menggunakan rumus Penman yang sudah dimodifikasi, Temperatur, Kelembaban, angin dan sinar matahari (atau radiasi) merupakan parameter dalam rumus tersebut. Data data ini diukur secara harian pada stasiun stasiun (agro) meteorologi hitung ETo dengan rumus Penman. Untuk rumus Penman yang dimodifikasi ada 2 (dua) metode yang dapat digunakan, yaitu : Metode Nedeco/ Prosida yang lihat terbitan Dirjen Pengairan, Bina Program PSA 010, 1985 Metode FAO lebih umum dipakai dan dijelaskan dalam terbitan FAO Crop Water Requirments,

18 Tabel 7. Koefisien Refleksi (Albedo) Jenis Permukaan Albedo (α) Air Terbuka 0,05 0,15 Batuan 0,12 0,15 Pasir 0,10 0,20 Tanah Kering 0,14 Tanah Basah 0,08 0,09 Hutan 0,05 0,20 Rumput 0,10 0,33 Rumput Kering 0,15 0,25 Salju 0,90 Es 0,45 0,50 Tanaman 0,20 Seandainya data data meteorologi untuk daerah tersebut tidak tersedia maka harga harga ETo boleh diambil sesuai dengan daerah daerah di sebelahnya. Keadaan keadaan meteorologi hendaknya diperiksa dengan seksama agar transposisi data demikian dapat dijamin keandalannya. Keadaan keadaan temperatur, kelembaban, angin dan sinar matahari diperbandingkan. Pengguna komsumtif dihitung secara tengah bulanan, demikian pula harga harga evapotranspirasi acuan. Setiap jangka waktu setengah bulan harga ETo ditetapkan dengan analisis frekuensi. 2. Persamaan Evapotranspirasi Evapotranspirasi tanaman acuan adalah evapotranspirasi tanaman yang dijadikan acuan, yakni rerumputan pendek. ETo adalah kondisi evaporasi berdasarkan keadaan keadaan meteorologi seperti : Temperatur Sinar matahari (atau radiasi) Kelembaban Angin 23

19 Harga harga ETo dari rumus penman menunjuk pada tanaman acuan apabila digunakan albedo 0,25 (rerumputan pendek). Koefisien koefisien tanaman yang dipakai untuk penghitungan ETc harus didasarkan pada ETo ini dengan albedo 0,25. Berikut dibawah ini table koefisien refleksi (albedo). Evapotranspirasi dapat dihitung dengan rumus rumus teoritis empiris dengan mempertimbangkan faktor faktor meterologi di atas. ET= c.( w. Rn + ( 1 w ). f(u). ( e a e d ) ) (4) dimana : ET : Evapotranspirasi dalam mm/hari c : Faktor koreksi akibat keadaan iklim siang dan malam w : Faktor bobot tergantung dari temperatur udara dan ketinggian tempat Rn : Radiasi netto ekivalen dengan evaporasi mm/hari = Rns Rnl Rns : Gelombang pendek radiasi yang masuk =(1 ).Rs = (1 ).(0,25+ n/n).ra Ra : Ekstra terestrial radiasi matahari Rnl : f(t).f(e d ).f(n/n) Gelombang panjang radiasi netto N : Lama maksimum penyinaran matahari 1 w : Faktor bobot tergantung pada temperatur udara f(u) : Fungsi kecepatan angin = 0,27. ( 1 + u/100 ) f(e d ) : Efek tekanan uap uap pada radiasi gelombang panjang f(n/n) : Efek lama penyinaran matahari paada radiasi gelombang panjang f(t) : Efek temperatur pada radiasi gelombang panjang e a : Tekanan uap jenuh tergantung pada temperatur e d : e a. R h /100 R h : Curah hujan efektif Perhitungan Debit Air di Saluran Perhitungan debit air disaluran dapat dilakukan dengan cara mempergunakan rumus debit saluran sebagai berikut : 24

20 1. Kecepatan air mengalir pada saluran diukur dengan menggunakan alat current meter. Adapun rumus yang digunakan untuk menentukan debit air adalah : Q = V x A (5) Dimana : Q = Debit Air (m 3 /det) V = Kecepatan Aliran (m/det) A = Luas Penampang Saluran (m 2 ) Pada pengukuran kecepatan aliran di saluran ditentukan dengan membagi penampang melintang saluran dalam Raai raai pengukuran seperti contoh dalam gambar 2. Posisi penempatan Current Meter berbeda beda tergantung dari kedalaman saluran tersebut. Untuk saluran yang dalamnya kurang dari 0,5 Meter diambil pengukuran pada 0,6 H. Sedangkan untuk saluran dengan kedalaman lebih dari 0,5 Meter diambil pengukuran pada 0,2 H dan 0,8 H. Gambar 2. Pembagian Penampang Melintang Saluran Dalam Pengukuran 25

21 2. Pengukuran kecepatan aliran dapat dilakukan pada beberapa kedalaman yaitu sebagai berikut : Untuk kedalaman sungai < 0,50 m atau H air < 6 x propeler Pengukuran kecepatan aliran cukup pada satu titik saja yaitu pada kedalaman 0,6 h (dimana h adalah kedalaman air, dan 0,6 h diukur dari permukaan air). V 0.6 m/dt (6) Keterangan: V 0.6 = Kecepatan aliran pada titik dengan kedalaman 0.6 h Sumber : Modul Pelatihan OJT di Balai PSDA, Pelatihan Hidrologi Dan OJT BWRM_WISMP 1 Panduan Pengukuran debit/aliran Untuk kedalaman air 0,50 m Pengukuran kecepatan aliran metode dua titik dilakukan pada dua titik kedalaman: 0,2 h dan 0,8 h V = V 0,2 + V 0,8 2 m/dt (7) Gambar 3. Untuk kedalaman air 0,50 m Apabila distribusi kecepatan ke arah vertikal tidak normal, maka pengukuran kecepatan aliran dilakukan dengan metode tiga titik sebagai berikut : V = V V 0,2 + V 0,8 2 2 m/dt (8) 26

22 keterangan : V rata2 V 0,2 V 0,6 V 0,8 = kecepatan aliran rata rata pada suatu vertikal, m/dt. = kecepatan aliran pada titik 0,2 d, m/dt. = kecepatan aliran pada titik 0,6 d, m/dt. = kecepatan aliran pada titik 0,8 d, m/dt. Gambar 4. Distribusi Kecepatan Aliran Sumber : Modul Pelatihan OJT di Balai PSDA, Pelatihan Hidrologi Dan OJT BWRM_WISMP 1 Panduan Pengukuran debit/aliran Tata cara peletakan propeler sesuai dengan kedalaman air Kedalaman air > 0,50 m Gambar 5. Pengukuran untuk kedalaman air > 0,50 m Kedalaman air < 0.50 m H < H Propeller Gambar 6. Posisi Propeller untuk kedalaman air < 0,50 m Sumber : Modul Pelatihan OJT di Balai PSDA, Pelatihan Hidrologi Dan OJT BWRM_WISMP 1 Panduan Pengukuran debit/aliran 27

23 Perhitungan debit umumnya mengikuti cara/metode Mid Area Method, seperti yang digambar pada gambar dibawah ini : Gambar 7. Pengukuran debit dengan cara Mid Area a n = d n x b a n d n b b n b n 1 a n d n 2 qn a n vn Q = q 1 + q 2 + q q n Q = (A x V) per ruas b n b n+1 A = b x d n ; b = Dimana: b n : jarak raai (m) d n : kedalaman raai (9) Sumber : Modul Pelatihan OJT di Balai PSDA, Pelatihan Hidrologi Dan OJT BWRM_WISMP 1 Panduan Pengukuran debit/aliran Lebar satu sub seksi ditentukan oleh setengah jarak di sebelah kiri dan setengah di sebelah kanan dari pengukuran vertikal. 3. Distribusi Kecepatan Aliran Kecepatan aliran pada suatu potongan melintang saluran tidak seragam karena adanya tekanan pada muka air akibat perbedaan fluida antara udara dan air seperti ditunjukkan pada gambar 4. Di samping itu juga akibat gaya gesekan pada dinding saluran, baik pada dasar maupun tebing saluran (Addison, 1944 ; Chow. 1959). Ketidakseragaman ini juga disebabkan oleh bentuk tampang melintang saluran, kekasaran saluran dan lokasi saluran (saluran lurus, atau pada belokan). Kecepatan maksimum umumnya terjadi pada jarak 0,05 sampai 0,25 dikalikan kedalaman artinya dihitung dari permukaan air seperti ditunjukkan dalam gambar 9 dan gambar 10. Namun pada sungai yang sangat lebar dengan kedalaman dangkal (shalow), Kecepatan maksimum terjadi pada permukaan air (Addison, 1994). Makin

24 sempit saluran, kecepatan air maksimumnya makin dalam. (Buku Hidrolika Terapan Aliran Pada Saluran Terbuka dan Pipa, Robert J Kodoatie). 0,05 0,25 y y Dasar Saluran Gambar 8. Jarak kecepatan air maksimum distribusi kecepatan untuk dasar saluran halus 0,05 0,25 y y distribusi kecepatan untuk dasar saluran kasar Dasar Saluran Gambar 9. Efek kekasaran dasar saluran pada distribusi kecepatan vertikal Sumber : Addison, 1994; Chow, 1959 Kontur kecepatan aliran Gambar 10. Contoh distribusi saluran (kontur) (Chow, 1959). 29

JARINGAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR

JARINGAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR Definisi Irigasi Irigasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring (Dalam Jaringan/Online) Edisi III, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Indonesia Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi Curah hujan rata-rata DAS

BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi Curah hujan rata-rata DAS BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi 2.1.1 Curah hujan rata-rata DAS Beberapa cara perhitungan untuk mencari curah hujan rata-rata daerah aliran, yaitu : 1. Arithmatic Mean Method perhitungan curah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hidrologi Siklus hidrologi menunjukkan gerakan air di permukaan bumi. Selama berlangsungnya Siklus hidrologi, yaitu perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke

Lebih terperinci

tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian (Sri Harto, 1993).

tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian (Sri Harto, 1993). batas topografi yang berarti ditetapkan berdasarkan aliran air permukaan. Batas ini tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian

Lebih terperinci

IRIGASI DAN BANGUNAN AIR SURVEY SELOKAN MATARAM YOGYAKARTA

IRIGASI DAN BANGUNAN AIR SURVEY SELOKAN MATARAM YOGYAKARTA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR SURVEY SELOKAN MATARAM YOGYAKARTA Dosen Pengampu : Adwiyah Asyifa, S.T., M.Eng. Disusun oleh : RIZA RIZKIA (5140811023) HERIN AFRILIYANTI (5140811051) MADORA ARUM KAHANI (5140811097)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian

TINJAUAN PUSTAKA. secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai Sungai merupakan jaringan alur-alur pada permukaan bumi yang terbentuk secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian hilir. Air hujan

Lebih terperinci

RC MODUL 1 TEKNIK IRIGASI

RC MODUL 1 TEKNIK IRIGASI RC14-1361 MODUL 1 TEKNIK IRIGASI PENDAHULUAN PENGERTIAN DAN MAKSUD IRIGASI Irigasi: Berasal dari istilah Irrigatie (Bhs. Belanda) atau Irrigation (Bahasa Inggris) diartikan sebagai suatu usaha yang dilakukan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI DAN KEHILANGAN AIR PADA JARIRINGAN UTAMA DAERAH IRIGASI AIR SAGU. Wilhelmus Bunganaen *)

ANALISIS EFISIENSI DAN KEHILANGAN AIR PADA JARIRINGAN UTAMA DAERAH IRIGASI AIR SAGU. Wilhelmus Bunganaen *) ANALISIS EFISIENSI DAN KEHILANGAN AIR PADA JARIRINGAN UTAMA DAERAH IRIGASI AIR SAGU Wilhelmus Bunganaen *) ABSTRAK Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah menganalisis besarnya efisiensi dan

Lebih terperinci

KEHILANGAN AIR AKIBAT REMBESAN KE DALAM TANAH, BESERTA PERHITUNGAN EFFISIENSINYA PADA SALURAN IRIGASI SEKUNDER REJOAGUNG I DAN II

KEHILANGAN AIR AKIBAT REMBESAN KE DALAM TANAH, BESERTA PERHITUNGAN EFFISIENSINYA PADA SALURAN IRIGASI SEKUNDER REJOAGUNG I DAN II KEHILANGAN AIR AKIBAT REMBESAN KE DALAM TANAH, BESERTA PERHITUNGAN EFFISIENSINYA PADA SALURAN IRIGASI SEKUNDER REJOAGUNG I DAN II Oleh : Iswinarti Iswinarti59@gmail.com Program Studi Teknik Sipil Undar

Lebih terperinci

RC MODUL 2 KEBUTUHAN AIR IRIGASI

RC MODUL 2 KEBUTUHAN AIR IRIGASI RC14-1361 MODUL 2 KEBUTUHAN AIR IRIGASI SISTEM PENGAMBILAN AIR Irigasi mempergunakan air yang diambil dari sumber yang berupa asal air irigasi dengan menggunakan cara pengangkutan yang paling memungkinkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 ) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi Pada umumnya ketersediaan air terpenuhi dari hujan. Hujan merupakan hasil dari proses penguapan. Proses-proses yang terjadi pada peralihan uap air dari laut ke

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambaran Umum Daerah Irigasi Ular Kabupaten Serdang Bedagai

TINJAUAN PUSTAKA. Gambaran Umum Daerah Irigasi Ular Kabupaten Serdang Bedagai TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Daerah Irigasi Ular Kabupaten Serdang Bedagai Kabupaten Deli Serdang memiliki iklim tropis yang kondisi iklimnya hampir sama dengan kabupaten Serdang Bedagai. Pengamatan

Lebih terperinci

Gambar 7. Peta Ikhtisar Irigasi

Gambar 7. Peta Ikhtisar Irigasi GEOMETRIK IRIGASI Komponen-komponen sebuah jaringan irigasi teknis dapat dibedakan berdasarkan fungsinya. Untuk mengetahui komponen-komponen suatu jaringan irigasi dapat dilihat pada peta ikhtisar. Peta

Lebih terperinci

ANALISA KETERSEDIAAN AIR

ANALISA KETERSEDIAAN AIR ANALISA KETERSEDIAAN AIR 3.1 UMUM Maksud dari kuliah ini adalah untuk mengkaji kondisi hidrologi suatu Wilayah Sungai yang yang berada dalam sauatu wilayah studi khususnya menyangkut ketersediaan airnya.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan Air untuk Pengolahan Tanah

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan Air untuk Pengolahan Tanah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan air tanaman adalah banyaknya air yang dibutuhkan tanaman untuk membentuk jaringan tanaman, diuapkan, perkolasi dan pengolahan tanah. Kebutuhan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Studi dan Waktu Penelitian Lokasi Studi

METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Studi dan Waktu Penelitian Lokasi Studi III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Studi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Studi Daerah Irigasi Way Negara Ratu merupakan Daerah Irigasi kewenangan Provinsi Lampung yang dibangun pada tahun 1972 adapun

Lebih terperinci

ANALISA KETERSEDIAAN AIR SAWAH TADAH HUJAN DI DESA MULIA SARI KECAMATAN MUARA TELANG KABUPATEN BANYUASIN

ANALISA KETERSEDIAAN AIR SAWAH TADAH HUJAN DI DESA MULIA SARI KECAMATAN MUARA TELANG KABUPATEN BANYUASIN ANALISA KETERSEDIAAN AIR SAWAH TADAH HUJAN DI DESA MULIA SARI KECAMATAN MUARA TELANG KABUPATEN BANYUASIN Jonizar 1,Sri Martini 2 Dosen Fakultas Teknik UM Palembang Universitas Muhammadiyah Palembang Abstrak

Lebih terperinci

BAB-2 JARINGAN IRIGASI

BAB-2 JARINGAN IRIGASI 1 BAB-2 JARINGAN IRIGASI Jaringan irigasi adalah satu kesatuan saluran dan bangunan yang diperlukan untuk pengaturan air irigasi, mulai dari penyediaan, pengambilan, pembagian, pemberian dan penggunaannya.

Lebih terperinci

BAB VII PERENCANAAN JARINGAN UTAMA

BAB VII PERENCANAAN JARINGAN UTAMA BAB VII PERENCANAAN JARINGAN UTAMA 7.1 UMUM Untuk dapat mengalirkan air dari bendung ke areal lahan irigasi maka diperlukan suatu jaringan utama yang terdiri dari saluran dan bangunan pelengkap di jaringan

Lebih terperinci

BAB 1 KATA PENGANTAR

BAB 1 KATA PENGANTAR BAB 1 KATA PENGANTAR Sebagai negara agraria tidaklah heran jika pemerintah senantiasa memberikan perhatian serius pada pembangunan di sector pertanian. Dalam hal ini meningkatkan produksi pertanian guna

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK & MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

JURUSAN TEKNIK & MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN UNIVERSITAS PADJADJARAN Kompetensi dasar Mahasiswa mampu melakukan analisis evapotranspirasi pengertian dan manfaat faktor 2 yang mempengaruhi evapotranspirasi pengukuran evapotranspirasi pendugaan evapotranspirasi JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perbandingan Evapotranspirasi Tanaman Acuan Persyaratan air tanaman bervariasi selama masa pertumbuhan tanaman, terutama variasi tanaman dan iklim yang terkait dalam metode

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. 1.2 RUMUSAN MASALAH Error Bookmark not defined. 2.1 UMUM Error Bookmark not defined.

DAFTAR ISI. 1.2 RUMUSAN MASALAH Error Bookmark not defined. 2.1 UMUM Error Bookmark not defined. HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSEMBAHAN MOTTO KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI ABSTRAK BAB IPENDAHULUAN DAFTAR ISI halaman i ii iii iv v vii

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL 4.1. Analisis Curah Hujan 4.1.1. Ketersediaan Data Curah Hujan Untuk mendapatkan hasil yang memiliki akurasi tinggi, dibutuhkan ketersediaan data yang secara kuantitas dan kualitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi Hidrologi adalah suatu ilmu tentang kehadiran dan gerakan air di alam. Pada prinsipnya, jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti suatu aliran yang dinamakan

Lebih terperinci

IRIGASI AIR. Bangunan-bangunan Irigasi PROGRAM STUDI S-I TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI

IRIGASI AIR. Bangunan-bangunan Irigasi PROGRAM STUDI S-I TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI IRIGASI DAN BANGUNAN AIR Bangunan-bangunan Irigasi PROGRAM STUDI S-I TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2013 PENGERTIAN TENTANG IRIGASI Sejak ratusan tahun lalu atau bahkan ribuan

Lebih terperinci

STANDAR PERENCANAAN IRIGASI

STANDAR PERENCANAAN IRIGASI K E M E N T E R I A N P E K E R JA A N U M U M DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR D I R E K T O R A T I R I G A S I D A N R A W A STANDAR PERENCANAAN IRIGASI KRITERIA PERENCANAAN BAGIAN PERENCANAAN JARINGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang dihasilkan dibawa oleh udara yang bergerak.dalam kondisi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang dihasilkan dibawa oleh udara yang bergerak.dalam kondisi yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hidrologi Hidrologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejadian, perputaran dan penyebaran air baik di atmosfir, di permukaan bumi maupun di bawah permukaan

Lebih terperinci

STUDI POLA LENGKUNG KEBUTUHAN AIR UNTUK IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI TILONG

STUDI POLA LENGKUNG KEBUTUHAN AIR UNTUK IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI TILONG STUDI POLA LENGKUNG KEBUTUHAN AIR UNTUK IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI TILONG Yohanes V.S. Mada 1 (yohanesmada@yahoo.com) Denik S. Krisnayanti (denik19@yahoo.com) I Made Udiana 3 (made_udiana@yahoo.com) ABSTRAK

Lebih terperinci

DESAIN BANGUNAN IRIGASI

DESAIN BANGUNAN IRIGASI DESAIN BANGUNAN IRIGASI 1. JENIS JENIS BANGUNAN IRIGASI Keberadaan bangunan irigasi diperlukan untuk menunjang pengambilan dan pengaturan air irigasi. Beberapa jenis bangunan irigasi yang sering dijumpai

Lebih terperinci

PRAKTIKUM RSDAL II PERHITUNGAN EVAPOTRANSPIRASI POTENSIAL (ETo) DAN KEBUTUHAN AIR TANAMAN (ETCrop)

PRAKTIKUM RSDAL II PERHITUNGAN EVAPOTRANSPIRASI POTENSIAL (ETo) DAN KEBUTUHAN AIR TANAMAN (ETCrop) PRAKTIKUM RSDAL II PERHITUNGAN EVAPOTRANSPIRASI POTENSIAL (ETo) DAN KEBUTUHAN AIR TANAMAN (ETCrop) Peristiwa berubahnya air menjadi uap dan bergerak dari permukaan tanah dan permukaan air ke udara disebut

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Air Tanaman 1. Topografi 2. Hidrologi 3. Klimatologi 4. Tekstur Tanah

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Air Tanaman 1. Topografi 2. Hidrologi 3. Klimatologi 4. Tekstur Tanah Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan air sawah untuk padi ditentukan oleh faktor-faktor berikut : 1.Penyiapan lahan 2.Penggunaan konsumtif 3.Perkolasi dan rembesan 4.Pergantian lapisan air 5.Curah hujan efektif

Lebih terperinci

Matakuliah : S0462/IRIGASI DAN BANGUNAN AIR Tahun : 2005 Versi : 1. Pertemuan 2

Matakuliah : S0462/IRIGASI DAN BANGUNAN AIR Tahun : 2005 Versi : 1. Pertemuan 2 Matakuliah : S0462/IRIGASI DAN BANGUNAN AIR Tahun : 2005 Versi : 1 Pertemuan 2 1 Learning Outcomes Pada akhir pertemuan ini, diharapkan : 2 Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan air sawah untuk padi ditentukan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut (Triatmodjo, 2008:1).Hidrologi merupakan ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya. Penerapan ilmu hidrologi

Lebih terperinci

ANALISA KEBUTUHAN AIR DALAM KECAMATAN BANDA BARO KABUPATEN ACEH UTARA

ANALISA KEBUTUHAN AIR DALAM KECAMATAN BANDA BARO KABUPATEN ACEH UTARA ANALISA KEBUTUHAN AIR DALAM KECAMATAN BANDA BARO KABUPATEN ACEH UTARA Susilah Dosen Jurusan Teknik Sipil, Universitas Malikussaleh email: zulfhazli.abdullah@gmail.com Abstrak Kecamatan Banda Baro merupakan

Lebih terperinci

PERENCANAAN KEBUTUHAN AIR PADA AREAL IRIGASI BENDUNG WALAHAR. Universitas Gunadarma, Jakarta

PERENCANAAN KEBUTUHAN AIR PADA AREAL IRIGASI BENDUNG WALAHAR. Universitas Gunadarma, Jakarta PERENCANAAN KEBUTUHAN AIR PADA AREAL IRIGASI BENDUNG WALAHAR 1 Rika Sri Amalia (rika.amalia92@gmail.com) 2 Budi Santosa (bsantosa@staff.gunadarma.ac.id) 1,2 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE-2 SEBRIAN MIRDEKLIS BESELLY PUTRA HIDROLIKA TERAPAN. Teknik Pengairan Universitas Brawijaya

PERTEMUAN KE-2 SEBRIAN MIRDEKLIS BESELLY PUTRA HIDROLIKA TERAPAN. Teknik Pengairan Universitas Brawijaya PERTEMUAN KE-2 SEBRIAN MIRDEKLIS BESELLY PUTRA HIDROLIKA TERAPAN Teknik Pengairan Universitas Brawijaya Bangunan Ukur Debit Cypoletti Ambang lebar Flume tenggorok panjang BANGUNAN UKUR DEBIT Agar pengelolaan

Lebih terperinci

DEFINISI IRIGASI TUJUAN IRIGASI 10/21/2013

DEFINISI IRIGASI TUJUAN IRIGASI 10/21/2013 DEFINISI IRIGASI Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian, meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa dan irigasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kriteria Perencanaan Jaringan Irigasi Teknis Kriteria perencanaan jaringan irigasi teknis berisi instruksi standard dan prosedur bagi perencana dalam merencanakan irigasi teknis.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1. Umum Kebutuhan air irigasi adalah jumlah volume air yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan evapontranspirasi, kehilangan air, kebutuhan air untuk tanaman dengan memperhatikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PERNYATAAN...i KERANGAN PERBAIKAN/REVISI...ii LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR...iii ABSTRAK...iv UCAPAN TERIMA KASIH...v DAFTAR ISI...vi DAFTAR GAMBAR...vii DAFTAR

Lebih terperinci

Dr. Ir. Robert J. Kodoatie, M. Eng 2012 BAB 3 PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR DAN KETERSEDIAAN AIR

Dr. Ir. Robert J. Kodoatie, M. Eng 2012 BAB 3 PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR DAN KETERSEDIAAN AIR 3.1. Kebutuhan Air Untuk Irigasi BAB 3 PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR DAN KETERSEDIAAN AIR Kebutuhan air irigasi adalah jumlah volume air yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan evapotranspirasi, kehilangan

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN AIR IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI BENDUNG MRICAN1

ANALISIS KEBUTUHAN AIR IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI BENDUNG MRICAN1 ANALISIS KEBUTUHAN AIR IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI BENDUNG MRICAN1 Purwanto dan Jazaul Ikhsan Jurusan Teknik Sipil, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Jl. Lingkar Barat, Tamantirto, Yogyakarta (0274)387656

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu kebutuhan makhluk hidup. Keberadaan air di muka bumi ini mengikuti suatu proses yang disebut daur hidrologi, yaitu proses yang tercakup ke

Lebih terperinci

Penyusunan laporan dari pengumpulan data sampai pengambilan kesimpulan beserta saran diwujudkan dalam bagan alir sebagai berikut :

Penyusunan laporan dari pengumpulan data sampai pengambilan kesimpulan beserta saran diwujudkan dalam bagan alir sebagai berikut : III-1 BAB III 3.1 URAIAN UMUM Sebagai langkah awal sebelum menyusun Tugas Akhir terlebih dahulu harus disusun metodologi pelaksanaannya, untuk mengatur urutan pelaksanaan penyusunan Tugas Akhir itu sendiri.

Lebih terperinci

TUGAS KELOMPOK REKAYASA IRIGASI I ARTIKEL/MAKALAH /JURNAL TENTANG KEBUTUHAN AIR IRIGASI, KETERSEDIAAN AIR IRIGASI, DAN POLA TANAM

TUGAS KELOMPOK REKAYASA IRIGASI I ARTIKEL/MAKALAH /JURNAL TENTANG KEBUTUHAN AIR IRIGASI, KETERSEDIAAN AIR IRIGASI, DAN POLA TANAM TUGAS KELOMPOK REKAYASA IRIGASI I ARTIKEL/MAKALAH /JURNAL TENTANG KEBUTUHAN AIR IRIGASI, KETERSEDIAAN AIR IRIGASI, DAN POLA TANAM NAMA : ARIES FIRMAN HIDAYAT (H1A115603) SAIDATIL MUHIRAH (H1A115609) SAIFUL

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya,

BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifatsifatnya dan hubungan

Lebih terperinci

PERENCANAAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR YOGI OKTOPIANTO

PERENCANAAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR YOGI OKTOPIANTO PERENCANAAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR YOGI OKTOPIANTO 6309875 FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS GUNADARMA DEPOK 20 BAB I PENDAHULUAN.. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan

Lebih terperinci

Bab III TINJAUAN PUSTAKA

Bab III TINJAUAN PUSTAKA aliran permukaan (DRO) Bab II BAB II Bab III TINJAUAN PUSTAKA Bab IV 2. 1 Umum Hidrologi adalah suatu ilmu tentang kehadiran dan gerakan air di alam. Pada prinsipnya, jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti

Lebih terperinci

Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi

Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi Kebutuhan Tanaman Padi UNIT JAN FEB MAR APR MEI JUNI JULI AGST SEPT OKT NOV DES Evapotranspirasi (Eto) mm/hr 3,53 3,42 3,55 3,42 3,46 2,91 2,94 3,33 3,57 3,75 3,51

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Daerah Irigasi Lambunu Daerah irigasi (D.I.) Lambunu merupakan salah satu daerah irigasi yang diunggulkan Propinsi Sulawesi Tengah dalam rangka mencapai target mengkontribusi

Lebih terperinci

STUDI POTENSI IRIGASI SEI KEPAYANG KABUPATEN ASAHAN M. FAKHRU ROZI

STUDI POTENSI IRIGASI SEI KEPAYANG KABUPATEN ASAHAN M. FAKHRU ROZI STUDI POTENSI IRIGASI SEI KEPAYANG KABUPATEN ASAHAN TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi Syarat untuk menempuh Colloqium Doqtum/Ujian Sarjana Teknik Sipil M. FAKHRU ROZI 09 0404

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Hidrologi adalah ilmu yang menjelaskan tentang kehadiran dan gerakan air di alam, yang meliputi bentuk berbagai bentuk air, yang menyangkut perubahan-perubahannya antara

Lebih terperinci

TATA CARA PEMBUATAN RENCANA INDUK DRAINASE PERKOTAAN

TATA CARA PEMBUATAN RENCANA INDUK DRAINASE PERKOTAAN 1. PENDAHULUAN TATA CARA PEMBUATAN RENCANA INDUK DRAINASE PERKOTAAN Seiring dengan pertumbuhan perkotaan yang amat pesat di Indonesia, permasalahan drainase perkotaan semakin meningkat pula. Pada umumnya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tata Guna Lahan Tata guna lahan merupakan upaya dalam merencanakan penyebaran penggunaan lahan dalam suatu kawasan yang meliputi pembagian wilayah untuk pengkhususan fungsi-fungsi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di II. TINJAUAN PUSTAKA A. Embung Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di Daerah Pengaliran Sungai (DPS) yang berada di bagian hulu. Konstruksi embung pada umumnya merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum. Bendung adalah suatu bangunan yang dibangun melintang sungai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum. Bendung adalah suatu bangunan yang dibangun melintang sungai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Bendung adalah suatu bangunan yang dibangun melintang sungai untuk meninggikan taraf muka air sungai dan membendung aliran sungai sehingga aliran sungai bisa bisa disadap dan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI DEDIKASI KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI DEDIKASI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL i HALAMAN PENGESAHAN ii PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI iii MOTTO iv DEDIKASI v KATA PENGANTAR vi DAFTAR ISI viii DAFTAR TABEL xi DAFTAR GAMBAR xii DAFTAR LAMPIRAN xiv DAFTAR

Lebih terperinci

IV. PENGUAPAN (EVAPORATION)

IV. PENGUAPAN (EVAPORATION) IV. PENGUAPAN (EVAPORATION) Penguapan (E) merupakan suatu proses berubahnya molekul air di permukaan menjadi molekul uap air di atmosfer. Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap besarnya penguapan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira.

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan air (dependable flow) suatu Daerah Pengaliran Sungai (DPS) relatif konstan, sebaliknya kebutuhan air bagi kepentingan manusia semakin meningkat, sehingga

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 METODE ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA

BAB III METODOLOGI 3.1 METODE ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA 4 BAB III METODOLOGI 3.1 METODE ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA Dalam penyusunan Tugas Akhir ini ada beberapa langkah untuk menganalisis dan mengolah data dari awal perencanaan sampai selesai. 3.1.1 Permasalahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Irigasi Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan sistem irigasi antara lain ketersediaan air, tipe tanah, topografi lahan dan jenis tanaman. Pemilihan sistem irigasi berdasarkan

Lebih terperinci

KAJIAN EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI SALURAN SEKUNDER DAERAH IRIGASI BEGASING

KAJIAN EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI SALURAN SEKUNDER DAERAH IRIGASI BEGASING KAJIAN EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI SALURAN SEKUNDER DAERAH IRIGASI BEGASING Ivony Alamanda 1) Kartini 2)., Azwa Nirmala 2) Abstrak Daerah Irigasi Begasing terletak di desa Sedahan Jaya kecamatan Sukadana

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Irigasi Irigasi berasal dari istilah irrigatie dalam bahasa Belanda atau irrigation dalam bahasa Inggris. Irigasi dapat diartikan sebagai suatu usaha yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Bab Metodologi III TINJAUAN UMUM

BAB III METODOLOGI. Bab Metodologi III TINJAUAN UMUM III 1 BAB III METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM Metodologi adalah suatu cara atau langkah yang ditempuh dalam memecahkan suatu persoalan dengan mempelajari, mengumpulkan, mencatat dan menganalisa semua data-data

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI Uraian Umum

BAB III METODOLOGI Uraian Umum BAB III METODOLOGI 3.1. Uraian Umum Metodologi adalah suatu cara atau langkah yang ditempuh dalam memecahkan suatu persoalan dengan mempelajari, mengumpulkan, mencatat dan menganalisa semua data-data yang

Lebih terperinci

KEBUTUHAN AIR. penyiapan lahan.

KEBUTUHAN AIR. penyiapan lahan. 1. Penyiapan lahan KEBUTUHAN AIR Kebutuhan air untuk penyiapan lahan umumnya menentukan kebutuhan air irigasi pada suatu proyek irigasi. Faktor-faktor penting yang menentukan besarnya kebutuhan air untuk

Lebih terperinci

Ada empat unsur fungsional pokok dalam suatu jaringan irigasi, yaitu :

Ada empat unsur fungsional pokok dalam suatu jaringan irigasi, yaitu : RANGKUMAN KP 01 BAGIAN PERENCANAAN Unsur dan Tingkatan Jaringan Irigasi Ada empat unsur fungsional pokok dalam suatu jaringan irigasi, yaitu : Bangunan-bangunan utama ( headworks ) di mana air diambil

Lebih terperinci

PERENCANAAN BENDUNGAN PAMUTIH KECAMATAN KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN BAB III METODOLOGI

PERENCANAAN BENDUNGAN PAMUTIH KECAMATAN KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN BAB III METODOLOGI BAB III METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM Dalam suatu perencanaan bendungan, terlebih dahulu harus dilakukan survey dan investigasi dari lokasi yang bersangkutan guna memperoleh data perencanaan yang lengkap

Lebih terperinci

1.3. Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui pola jaringan drainase dan dasar serta teknis pembuatan sistem drainase di

1.3. Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui pola jaringan drainase dan dasar serta teknis pembuatan sistem drainase di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkebunan kelapa sawit merupakan jenis usaha jangka panjang. Kelapa sawit yang baru ditanam saat ini baru akan dipanen hasilnya beberapa tahun kemudian. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Setiap perencanaan akan membutuhkan data-data pendukung baik data primer maupun data sekunder (Soedibyo, 1993).

BAB III METODOLOGI. Setiap perencanaan akan membutuhkan data-data pendukung baik data primer maupun data sekunder (Soedibyo, 1993). BAB III METODOLOGI 3.1 Tinjauan Umum Dalam suatu perencanaan embung, terlebih dahulu harus dilakukan survey dan investigasi dari lokasi yang bersangkutan guna memperoleh data yang berhubungan dengan perencanaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk mengairi sawah,ladang,perkebunan dan lain-lain usaha pertanian.usaha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk mengairi sawah,ladang,perkebunan dan lain-lain usaha pertanian.usaha BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Irigasi Irigasi adalah kegiatan-kegiatan yang bertalian dengan usaha mendapatkan air untuk mengairi sawah,ladang,perkebunan dan lain-lain usaha pertanian.usaha tersebut terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 UMUM BAB I PENDAHULUAN 1.1 UMUM Air merupakan elemen yang sangat mempengaruhi kehidupan di alam. Semua makhluk hidup sangat memerlukan air dalam perkembangan dan pertumbuhannya. Siklus hidrologi yang terjadi

Lebih terperinci

RANCANGAN TEKNIS RINCI (DED) BANGUNAN UTAMA BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI D.I. SIDEY KABUPATEN MANOKWARI PAPUA TUGAS AKHIR

RANCANGAN TEKNIS RINCI (DED) BANGUNAN UTAMA BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI D.I. SIDEY KABUPATEN MANOKWARI PAPUA TUGAS AKHIR RANCANGAN TEKNIS RINCI (DED) BANGUNAN UTAMA BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI D.I. SIDEY KABUPATEN MANOKWARI PAPUA TUGAS AKHIR SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENYELESAIKAN PENDIDIKAN SARJANA TEKNIK DI PROGRAM

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Air Pengelolaan air pada sistem irigasi adalah kunci keberhasilan pembangunan irigasi itu sendiri. Keadaan lingkungan air yang dipengaruhi evapotranspirasi yang harus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PERSEMBAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv MOTTO...... vi ABSTRAK...... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR NOTASI... xi DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR

Lebih terperinci

Minggu 1 : Daur Hidrologi Minggu 2 : Pengukuran parameter Hidrologi Minggu 3 : Pencatatan dan pengolahan data Hidroklimatologi

Minggu 1 : Daur Hidrologi Minggu 2 : Pengukuran parameter Hidrologi Minggu 3 : Pencatatan dan pengolahan data Hidroklimatologi Minggu 1 : Daur Hidrologi Minggu 2 : Pengukuran parameter Hidrologi Minggu 3 : Pencatatan dan pengolahan data Hidroklimatologi Minggu 4 ruang : Analisis statistik data terhadap Minggu 5 waktu : Analisis

Lebih terperinci

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE Untuk merancang suatu sistem drainase, yang harus diketahui adalah jumlah air yang harus dibuang dari lahan dalam jangka waktu tertentu, hal ini dilakukan untuk menghindari

Lebih terperinci

Evapotranspirasi Rekayasa Hidrologi Universitas Indo Global Mandiri

Evapotranspirasi Rekayasa Hidrologi Universitas Indo Global Mandiri Evapotranspirasi Rekayasa Hidrologi Universitas Indo Global Mandiri 1 Evapotranspirasi adalah. Evaporasi (penguapan) didefinisikan sebagai peristiwa berubahnya air menjadi uap dan bergerak dari permukaan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifat sifatnya dan hubungan dengan lingkungannya terutama

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009 PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009 DRAFT-4 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa pertanian mempunyai

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di lingkungan Masjid Al-Wasi i Universitas Lampung

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di lingkungan Masjid Al-Wasi i Universitas Lampung III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di lingkungan Masjid Al-Wasi i Universitas Lampung pada bulan Juli - September 2011. 3.2 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Banyumas. Sungai ini secara geografis terletak antara 7 o 12'30" LS sampai 7 o

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Banyumas. Sungai ini secara geografis terletak antara 7 o 12'30 LS sampai 7 o BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Umum Sungai Pelus merupakan salah satu sungai yang terletak di Kabupaten Banyumas. Sungai ini secara geografis terletak antara 7 o 12'30" LS sampai 7 o 21'31" LS dan 109 o 12'31"

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 2.1 Pengertian irigasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA Irigasi suatu usaha untuk memperoleh air yang menggunakan bangunan dan saluran buatan untuk keperluan penunjang produksi pertanian. Kata irigasi berasal

Lebih terperinci

Suatu kriteria yang dipakai Perancang sebagai pedoman untuk merancang

Suatu kriteria yang dipakai Perancang sebagai pedoman untuk merancang Kriteria Desain Kriteria Desain Suatu kriteria yang dipakai Perancang sebagai pedoman untuk merancang Perancang diharapkan mampu menggunakan kriteria secara tepat dengan melihat kondisi sebenarnya dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah maupun masyarakat mengandung pengertian yang mendalam, bukan hanya berarti penambahan pembangunan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Bumi terdiri dari air, 97,5% adalah air laut, 1,75% adalah berbentuk es, 0,73% berada didaratan sebagai air sungai, air danau, air tanah, dan sebagainya. Hanya 0,001% berbentuk uap

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Bendungan Sermo atau warga sekitar biasanya menyebut waduk sermo terletak di Desa Hargowilis, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa sektor pertanian mempunyai peran yang sangat strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kita tidak dapat dipisahkan dari senyawa kimia ini. Berdasarkan UU RI No.7

BAB I PENDAHULUAN. kita tidak dapat dipisahkan dari senyawa kimia ini. Berdasarkan UU RI No.7 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam kehidupan seharihari kita tidak dapat dipisahkan dari senyawa kimia ini. Berdasarkan UU RI No.7 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

OPTIMASI FAKTOR PENYEDIAAN AIR RELATIF SEBAGAI SOLUSI KRISIS AIR PADA BENDUNG PESUCEN

OPTIMASI FAKTOR PENYEDIAAN AIR RELATIF SEBAGAI SOLUSI KRISIS AIR PADA BENDUNG PESUCEN OPTIMASI FAKTOR PENYEDIAAN AIR RELATIF SEBAGAI SOLUSI KRISIS AIR PADA BENDUNG PESUCEN M. Taufik Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Purworejo abstrak Air sangat dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan penguapan suhu tanaman akan relatif tetap terjaga. Daerah Irigasi di Sumatera Utara adalah Daerah Irigasi Sungai Ular.

BAB I PENDAHULUAN. dengan penguapan suhu tanaman akan relatif tetap terjaga. Daerah Irigasi di Sumatera Utara adalah Daerah Irigasi Sungai Ular. BAB I PENDAHULUAN I. Umum Air mempunyai arti yang penting dalam kehidupan, salah satunya adalah dalam usaha pertanian. Di samping sebagai alat transportasi zat makanan untuk pertumbuhan, air memegang peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meninggikan taraf muka air sungai dan membendung aliran sungai sehingga aliran

BAB I PENDAHULUAN. meninggikan taraf muka air sungai dan membendung aliran sungai sehingga aliran BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Bendung adalah suatu bangunan yang dibangun melintang sungai untuk meninggikan taraf muka air sungai dan membendung aliran sungai sehingga aliran sungai bisa bisa

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR (PSDA) Dosen : Fani Yayuk Supomo, ST., MT ATA 2011/2012

PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR (PSDA) Dosen : Fani Yayuk Supomo, ST., MT ATA 2011/2012 PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR (PSDA) Dosen : Fani Yayuk Supomo, ST., MT ATA 2011/2012 BAB VI Air Tanah Air Tanah merupakan jumlah air yang memiliki kontribusi besar dalam penyelenggaraan kehidupan dan usaha

Lebih terperinci

DATA METEOROLOGI. 1. Umum 2. Temperatur 3. Kelembaban 4. Angin 5. Tekanan Udara 6. Penyinaran matahari 7. Radiasi Matahari

DATA METEOROLOGI. 1. Umum 2. Temperatur 3. Kelembaban 4. Angin 5. Tekanan Udara 6. Penyinaran matahari 7. Radiasi Matahari DATA METEOROLOGI 1. Umum 2. Temperatur 3. Kelembaban 4. Angin 5. Tekanan Udara 6. Penyinaran matahari 7. Radiasi Matahari Umum Data meteorology sangat penting didalam analisa hidrologi pada suatu daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pengertian Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh penulis, adalah sebagai berikut :. Hujan adalah butiran yang jatuh dari gumpalan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berkaitan, dimana air diangkut dari lautan ke atmosfer (udara), ke darat dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berkaitan, dimana air diangkut dari lautan ke atmosfer (udara), ke darat dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Siklus Hidrologi Hidrologi adalah suatu ilmu tentang kehadiran dan gerakan air di alam. Pada prinsipnya, jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti suatu aliran yang dinamakan

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN AIR IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI BANGBAYANG UPTD SDAP LELES DINAS SUMBER DAYA AIR DAN PERTAMBANGAN KABUPATEN GARUT

ANALISIS KEBUTUHAN AIR IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI BANGBAYANG UPTD SDAP LELES DINAS SUMBER DAYA AIR DAN PERTAMBANGAN KABUPATEN GARUT ANALISIS KEBUTUHAN AIR IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI BANGBAYANG UPTD SDAP LELES DINAS SUMBER DAYA AIR DAN PERTAMBANGAN KABUPATEN GARUT Endang Andi Juhana 1, Sulwan Permana 2, Ida Farida 3 Jurnal Konstruksi

Lebih terperinci

Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah. - Membawa air dari permukaan ke pembuangan air.

Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah. - Membawa air dari permukaan ke pembuangan air. 4.4 Perhitungan Saluran Samping Jalan Fungsi Saluran Jalan Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah sekitarnya agar tidak merusak konstruksi jalan. Fungsi utama : - Membawa

Lebih terperinci

BAB IV OLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV OLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV OLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisa Sungai Cisadane 4.1.1 Letak Geografis Sungai Cisadane yang berada di provinsi Banten secara geografis terletak antara 106 0 5 dan 106 0 9 Bujur Timur serta

Lebih terperinci