Mekanisme Baru Pengawasan Perda PDRD
|
|
- Sudomo Tedjo
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Mekanisme Baru Pengawasan Perda PDRD Oleh: Robert Endi Jaweng Manajer Hubungan Eksternal KPPOD P ergantian kerangka regulasi perpajakan daerah (UU No.34/2000 menjadi UU No.28/2009) tidak saja berimplikasi pada perubahan ihwal substansi pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD), tetapi juga perubahan krusial dalam hal mekanisme pengawasan pemerintah pusat atas dasar hukum (Perda) yang mengatur dua jenis pungutan tersebut. Sebagaimana hendak diuraikan dalam bagian-bagian berikutnya, mekanisme baru pengawasan perda tersebut dinilai bermasalah dari sisi substansi/perumusan dan dampak kebijakan dalam fase implementasi 1, selain masalah umum pada tahapan proses formulasi UU No.28/2009 itu sendiri. Rangkaian masalah ini berpotensi mempengaruhi efektivitas kinerja pengawasan dan bahkan berimbas pada hasil guna kebijakan perpajakan daerah. Review Kerangka Pengaturan Pengawasan Perda PDRD Memasuki era desentralisasi/otonomi daerah (otda) sedasawarsa lalu, kerangka legal yang mendasari pengaturan PDRD adalah UU No.34/ ) Prof. Eko Prasojo, Evaluasi Kebijakan Publik, Materi Kuliah pada Program Pascasarjana Ilmu Administrasi, November 2010 dan DR. Rianto Nugroho, Bab 21: Evaluasi Kebijakan, dalam buku Public Policy, Jakarta: Elex Media Komputindo, 2008, hlm
2 Dibandingkan dengan aturan lama yang digantikannya, UU No.18/1997, semangat perubahan dalam produk awal reformasi ini adalah memberikan ruang bagi daerah guna mengatur dan mengadministrasi pemungutan PDRD. Hal itu, misalnya, terlihat pada: (1) Perda PDRD yang dibuat daerah tak perlu lagi mendapat pengesahan Pusat, dan (2) Pemda dibolehkan memungut PDRD di luar daftar yang tercantum dalam UU No.34/ Dalam hal pengawasan Perda, perubahan yang terkandung dalam UU No.34/2000 ini terbilang substansial. Jika sebelumnya, di masa sentralisasi Orba dalam kerangka UU No.18/1997 maupun UU No.5/1974, jenis pengawasan perda dilakukan sekaligus dalam dua model 3 : pengawasan preventif pada fase rancangan Perda dan pengawasan represif ketika suatu Perda sudah disahkan, UU No.34/2000 melakukan pergeseran pengawasan menjadi hanya satu model, yakni pengawasan represif setelah Perda disahkan. Hal ini sejalan dengan model pengawasan yang dipakai dalam UU No.22/1999 tentang pemerintahan daerah sebagai pengganti UU No.5/ Perubahan model pengawasan menjadi pengawasan tunggal secara represif ini dinilai lebih demokratis lantaran daerah lebih mandiri dalam membuat regulasi tanpa selalu dihantui ketakutan pembatalannya oleh pusat di fase rancangan, meski pada sisi lain sedikit-banyak menimbulkan kekisruhan berupa lahirnya banyak Perda bermasalah yang antara lain disebabkan hilangnya sistem deteksi dini (pengawasan preventif) dari pusat untuk bisa langsung menghadang kelahiran berbagai produk hukum yang cacat tersebut jauh-jauh hari sebelum terlanjur ditetapkan sebagai produk hukum definitif. Saat ini, ketentuan pokok yang mengatur pengawasan Perda secara umum adalah UU No.32/2004. Kedudukan Perda dan Peraturan Kepda (Perbup/Perwal) diatur dalam Pasal Khusus menyangkut pengawasan atas Perda tersebut, UU ini mengenal dua model: pengawasan represif (Psl. 145) dan pengawasan preventif atas Raperda Pajak, Retribusi, APBD, Tata Ruang (Psl ). Terkait materi muatan PDRD, jika dalam UU No.34/2000 dikenal satu model, yakni pengawasan represif (Psl. 25A), dalam UU 2) Pada hal pada masa Orba (UU No.18/1997), semua Perda PDRD harus mendapat pengesahan pemerintah pusat, sementara dari sisi jenis pajak yang dipungut, UU tersebut menetapkan bahwa jenis dan jumlah pajak yang dipungut bersifat limitatif (closed-list system), yakni terbatas pada tiga jenis pajak untuk Propinsi dan 6 jenis pajak untuk Kabupaten/Kota. 3) Uraian tentang model-model pengawasan Perda yang pernah dipakai sejak masa Orde Baru hingga kini diuraikan secara jelas dalam R. Siti Zuhro dan Eko Prasojo (Ed.), Kisruh Peraturan Daerah: Mengurai Masalah dan Solusinya, (Yogyakarta: Penerbit Ombak dan The Habibie Center, 2010). 4) Menarik untuk dicatat, model tunggal ini tetap dipertahankan oleh UU No.34/2000 hingga masa pergantiannya pada akhir 2009 lalu meski UU baru yang mengatur ketentuan pokok pemerintahan daerah (UU N0.32/2004 sebagai pengganti UU No.22/1999) justru mengembalikan model ganda pengawasan Perda sebagaimana yang pernah dipakai sebelumnya pada masa sentralistik Orde Baru. Dalam UU No.32/2004 ini, pemberlakuan dua jenis sistem pengawasan dipilahkan berdasarkan jenis-jenis Perda, di mana sistem pengawasan preventif diberlakukan secara khusus untuk empat jenis Perda menyangkut Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Tata Ruang dan APBD/ APBD-P, sementara sistem pengawasan represif diberlakuan secara umum untuk jenis-jenis Perda lainnya. 2
3 No.28/2009) diberlakukan dua model pengawasan, yakni pengawasan preventif (Psl 157) dan pengawasan represif (Psl 158) 5 (keterangan bagan alir bisa dilihat pada Bagan 1). Bagan 1: Mekanisme Pengawasan Perda PDRD Menurut UU No.28/2009 Isu terkait yang juga krusial dalam model pengawasan ini adalah ihwal institusi atau pejabat di level pusat yang berwewenang melakukan pembatalan Perda PDRD. Kalau sebelumnya pembatalan dilakukan pemerintah (diwakili Mendagri), dalam UU baru secara eksplisit ditetapkan bahwa pembatalan dilakukan Presiden berdasar Peraturan Presiden. Isi Kebijakan dan Antisipasi Dampak Evaluasi kebijakan dalam kasus ini setidaknya menyangkut model pengawasan dan letak kewenangan pembatalan Perda. Ihwal model pengawasan, pemberlakuan model ganda preventif dan represif menyisakan beberapa catatan. Pertama, melihat praktik yang pernah ada, pemberlakukan masingmasing model tersebut tidak tegas. Mestinya, jika suatu raperda sudah melewati mesin pengawasan 5) UU baru ini tampak jauh lebih ketat mengatur mekanisme penetapan Perda dan penerapan sanksi. Untuk aspek penetapan Perda, misalnya, ditegaskan ketentuan bahwa: (1) Raperda PDRD dievaluasi Pusat yang digunakan daerah untuk menyempurnakan Raperda sebelum ditetapkan menjadi Perda, dan (2) Perda yang telah ditetapkan wajib disampaikan kepada Menkeu dan Mendagri. Di sini, seperti yang pernah dipakai pada masa Orde Baru namun dihilangkan pada awal reformasi, sistem pengawasan mengadopsi pola kombinasi sistem preventif atas Raperda dan represif atas Perda. Sedang untuk aspek sanksi, penerapannya nanti berupa sanksi administratif (penundaan DAU atau DBH PPh) atas pelanggaran prosedur Perda dan sanksi substantif (pemotongan DAU atau DBH PPh) terhadap Pemda yang nekat memungut PDRD atas dasar Perda yang sudah dibatalkan pusat. 3
4 Bagan 2: Perubahan Kewenangan Pembatalan Perda PDRD preventif dan dinyatakan lolos maka tidak semestinya di belakang hari kembali dilakukan pengawasan represif ketika sudah berlaku sebagai perda defenitif (hukum positif). Praktik semacam ini bisa kembali berulang kelak jika melihat substansi klausul dalam UU No.28/2009 yang tidak mengatur demarkasi semacam ini. Implikasinya, ketidakpastian bagi Pemda dan beban kerja ganda bagi pusat yang melakukan kedua tingkat pengawasan tersebut. Kedua, keberadaan model pengawasan preventif sering dinilai pusat sebagai cara untuk mendeteksi dini potensi kebermasalahan isi kebijakan. Namun, pada sisi lain, hal tersebut tentu berpengaruh pada kemandirian daerah (Pemda/ DPRD) yang akhirnya sulit untuk bertindak otonom dan menggunakan diskresi kewenangan yang ada. Ketiga, peran Gubernur sebagai Wakil Pusat di Daerah yang telah mengalami reposisi dan penguatan kewenangan berdasarkan PP No.19/2010 justru mendapat ruang terbatas dalam alur mekanisme pengawasan perda dalam UU ini. Jika melihat Bagan 1 di atas, sesungguhnya peran Gubernur tak lebih sebagai perantara (kantor pos) lalu lintas pengiriman dokumen. Sementara dalam hal kewenangan pembatalan, argumen yang sering disampaikan pusat untuk menjelaskan perubahan tersebut adalah: kebijakan yang dibuat oleh pejabat yang dipilih (Perda dibuat kepala daerah dan DPRD) tidak bisa dibatalkan pejabat yang diangkat (Menteri) tetapi mesti oleh pejabat yang dipilih juga (Presiden). Pertanyaan yang paling sederhana kemudian adalah: bagaimana nasib semua Perda yang selama ini dibatalkan berdasarkan Keputusan Mendagri, apakah bisa dipulihkan dan berlaku kembali dan Keputusan tersebut lalu batal demi hukum? Lalu, bukankah Menteri adalah pembantu Presiden dan merupakan unsur Pemerintah sehingga kewenangan Presiden bisa dilimpahkan ke tangan Menteri dan bahkan Gubernur sebagai Wakil Pusat di Daerah? Selain itu, dari sisi manajemen kerja, mekanisme ini cukup berat dan membebani Presiden sendiri, yang pada sisi lain berpotensi tidak tertanganinya Perda bermasalah sehingga pada akhirnya merugikan masyarakat. Belum lagi kalau kita memperhatikan birokrasi review peraturan perundangan selevel PP ke bawah di Sekretariat Kabinet yang lama dan 4
5 berbelit, bahkan -- menurut informasi yang diperoleh -- bisa memakan hari kerja selama 3-5 bulan, sementara masa uji suatu Perda baru hanya 60 hari untuk kemudian berlaku otomatis. Hemat saya, ini adalah contoh kebijakan yang boleh jadi ideal secara politik tetapi sulit dijalankan dan berpotensi gagal. Akhirnya, catatan evaluatif yang juga tak kalah problematiknya adalah terkait masa berlaku mekanisme pengawasan yang baru ini. Dalam Pasal 185 UU No.28/2009 ditetapkan bahwa UU ini mulai berlaku sejak 1 Januari Terkait pengawasan Perda, apakah mekanisme ini baru mulai berlaku terhadap Perda yang dibuat dalam kerangka UU No.28 Tahun 2009 ataukah berlaku surut atas berbagai Perda yang sudah lahir dalam kerangka UU No.34 Tahun 2000?. Bagaimana dengan nasib sekitar Perda yang sudah direkomendasi Menkeu untuk dibatalkan Mendagri? Apakah Perda tersebut tetap dalam mekanisme lama (dibatalkan Mendagri) atau sudah otomatis masuk ke jalur baru pembatalan oleh Presiden? Hingga hari ini, antar instansi di pusat sendiri (Kemendagri vs Kemenkeu) memiliki persepsi diametral mengenai hal ini 7. Pilihan Tindak Lanjut Meski terdapat banyak masalah yang terurai di atas, pokok soal mendesak adalah terkait kewenangan pembatalan Perda. Jika pilihannya: (1) kewenangan itu dilimpahkan ke Mendagri, dengan dasar hukum pembatalan adalah KepMendagri, maka langkah lanjutan adalah bisa merevisi UU No.28/2009 yang tentu merupakan rute panjang/ berat atau pun Presiden mengeluarkan satu regulasi khusus yang mengatur pendelegasian wewenang atau dimasukan dalam PP penjabaran PDRD secara umum yang presedennya dilakukan oleh PP No.65/2001 dan PP 66/2001. Atau pilihan: (2) mengikuti garis UU No.28/2009 di mana kewenangan itu tetap ada di tangan Persiden. Disini, pemerintah menilai tak ada yang salah dengan konstruksi kebijakan, yang dibenahi adalah manajemen dan kapasitas pelaksanaan melalui upaya penguatan birokrasi (Setkab) dan tenaga ahli profesional untuk memberikan masukan bagi Presiden yang bertugas membatalkan Perda. Apa pun pilihannya, dengan aneka resiko dan implikasi rumitnya, pusat mesti lekas mengambil langkah nyata mengingat masih banyak Perda bermasalah yang terbengkelai dan menghadapi gelombang massal Perda yang dibuat Pemda sejak Januari 2011 ini. -- o0o -- 6) Kita tahu, sejak 2001 hingga akhir 2010, sebanyak perda pajak atau retribusi telah dikirim ke pusat. Pihak Kementerian Keuangan telah mengkaji perda, dengan direkomendasikan batal ke Menteri Dalam Negeri. Sepanjang sepuluh tahun tersebut, Mendagri baru bisa membatalkan Perda, yang berarti masih ada Perda yang belum dintindaklanjuti dengan pembatalan, permintaan revisi ke daerah atau menetapkan tetap berlaku dalam bentuk surat jawaban ke Menkeu. 7) Kemendagri melihatnya sebagai klausul yang otomatis sehingga Mendagri sudah tidak berwenang membatalkan Perda lagi, sementara menurut Kemenkeu, mekanisme pembatalan oleh Peresiden mulai berlaku untuk Perda yang dibuat dalam kerangka UU No.28 Tahun 2009 dan pembatalan atas Perda carry over tadi tetap menjadi 5 kewajiban dan kewenangan Mendagri.
Peraturan pelaksanaan Pasal 159 Peraturan Menteri Keuangan. 11/PMK.07/ Januari 2010 Mulai berlaku : 25 Januari 2010
Peraturan pelaksanaan Pasal 159 Peraturan Menteri Keuangan Nomor, tanggal 11/PMK.07/2010 25 Januari 2010 Mulai berlaku : 25 Januari 2010 Tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Terhadap Pelanggaran Ketentuan
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.07/2010 TENTANG
SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.07/2010 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN DI BIDANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menjadi desentralistik dengan memberikan otonomi yang seluas-luasnya pada
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perubahan zaman yang diikuti dengan adanya perubahan otonomi daerah, telah merubah paradigma penyelenggaraan pemerintah di daerah mengenai kekuasaan
Lebih terperinci11/PMK.07/2010 TATA CARA PENGENAAN SANKSI TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN DI BIDANG PAJAK DAERAH DAN
11/PMK.07/2010 TATA CARA PENGENAAN SANKSI TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN DI BIDANG PAJAK DAERAH DAN Contributed by Administrator Monday, 25 January 2010 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN MENTERI KEUANGAN
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Dari hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai
420 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan berikut : Dari hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai 1. a. Wewenang Pemerintah Daerah dalam pengaturan pengelolaan pajak daerah sangat di pengaruhi
Lebih terperinciPAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI PAJAK. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com
PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI PAJAK Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com DASAR HUKUM Undang-Undang No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Dirubah dengan Undang-Undang
Lebih terperinciSINERGITAS PEMEMRINTAH DAERAH DALAM PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH. Dr. KURNIASIH, SH, M.Si DIREKTUR PRODUK HUKUM DAERAH
SINERGITAS PEMEMRINTAH DAERAH DALAM PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH Dr. KURNIASIH, SH, M.Si DIREKTUR PRODUK HUKUM DAERAH DIREKTORAT JENDERAL OTONOMI DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI 2016 INSTRUMEN PELAKSANAAN
Lebih terperinciINSPEKTORAT KHUSUS INSPEKTORAT JENDERAL KEMENDAGRI
KEMENDAGRI ISU-ISU STRATEGIS RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH TERKAIT SANKSI Amanat Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah No Pasal Uraian 1 Pasal 68 ayat 1, 2 dan 3 Tidak melaksanakan program
Lebih terperinciREGULASI MEKANISME PENGAWASAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH
REGULASI MEKANISME PENGAWASAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH norma-normappkn8ekelompok5.blogspot.com I. PENDAHULUAN Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Negara Kesatuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintah dan pelaksanaan pembangunan nasional. Keberhasilan suatu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi Negara Indonesia yang sedang meningkatkan pembangunan disegala bidang menuju masyarakat yang adil dan makmur, pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daerah masalah perimbangan keuangan pusat dan daerah merupakan salah satu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era desentralisasi fiskal seperti sekarang ini, fungsi dan peran pajak sebagai salah satu sumber penerimaan negara sangatlah penting. Sejalan dengan otonomi daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang ditandai dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah memberikan kewenangan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tim UJDIH BPK Perwakilan Provinsi Jawa Barat 1
MEKANISME PENCABUTAN / PEMBATALAN PERATURAN DAERAH, PERATURAN KEPALA DAERAH, DAN KEPUTUSAN KEPALA DAERAH YANG BERMASALAH BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA I. PENDAHULUAN http://koran.bisnis.com/read/20160404/251/534142/daya-saing-perda-bermasalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada masa kini, kita tidak bisa bebas dari yang namanya pajak. Bahkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa kini, kita tidak bisa bebas dari yang namanya pajak. Bahkan barang dan jasa yang kita konsumsi sehari-haripun dikenai pajak. Hal tersebut dikarenakan Indonesia
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Tuntutan reformasi disegala bidang membawa dampak terhadap
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tuntutan reformasi disegala bidang membawa dampak terhadap hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Salah satunya adalah tuntutan pemberian
Lebih terperinciPP No.19/2010 dan Reposisi Gubernur: Menemukan Kembali The Missing Middle?
PP No.19/2010 dan Reposisi Gubernur: Menemukan Kembali The Missing Middle? Oleh: Robert Endi Jaweng Manajer Hubungan Eksternal KPPOD Pengantar Keberadaan Gubernur dan Propinsi sebagai lingkungan kerja
Lebih terperinciPERDA TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH
APBD PERDA NO. 01 TAHUN PERDA TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH : Kepala daerah mengajukan Perda tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
Lebih terperinciANCAMAN RUU PEMDA KEPADA DEMOKRATISASI LOKAL DAN DESENTRALISASI
ANCAMAN RUU PEMDA KEPADA DEMOKRATISASI LOKAL DAN DESENTRALISASI Pembahasan RUU Pemda telah memasuki tahap-tahap krusial. Saat ini RUU Pemda sedang dibahas oleh DPR bersama Pemerintah, ditingkat Panja.
Lebih terperinciPERAN GWPP DAN ISU- ISU AKTUAL RPP TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG GWPP
DIREKTORAT JENDERAL BINA ADMINISTRASI KEWILAYAHAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI PERAN GWPP DAN ISU- ISU AKTUAL RPP TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG GWPP Oleh : Drs. MUH FIRMANSYAH, M.Si KASUBDIT FASILITASI
Lebih terperinciPengujian Peraturan Daerah
Pengujian Peraturan Daerah I. Latar Belakang Peraturan Daerah (Perda) adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dengan persetujuan bersama Kepala Daerah.
Lebih terperinciKomentar Atas Rancangan Undang-Undang Pemerintahan Daerah
Komentar Atas Rancangan Undang-Undang Pemerintahan Daerah Iskandar Saharudin Memo Kebijakan #3, 2014 PENGANTAR. RANCANGAN Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah (RUU Pemda) saat ini sedang dibahas oleh
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pemerintah pusat telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah sebagai bagian dari adanya reformasi atas kehidupan bangsa termasuk reformasi pengelolaan pemerintahan di daerah, oleh pemerintah pusat telah diatur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan
Lebih terperinciAPA ITU DAERAH OTONOM?
APA OTONOMI DAERAH? OTONOMI DAERAH ADALAH HAK DAN KEWAJIBAN DAERAH OTONOM UNTUK MENGATUR DAN MENGURUS SENDIRI URUSAN PEMERINTAHAN DAN KEPENTINGAN MASYARAKATNYA SESUAI DENGAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN
Lebih terperinciPENDAPAT HUKUM (LEGAL OPINION) TERHADAP QANUN ACEH NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG RTRW ACEH TAHUN
PENDAPAT HUKUM (LEGAL OPINION) TERHADAP QANUN ACEH NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG RTRW ACEH TAHUN 2013-2033. DASAR HUKUM PENGKAJIAN : Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah ; Undang-Undang
Lebih terperinciPengaruh Dana Perimbangan, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) Terhadap Belanja Modal
Repositori STIE Ekuitas STIE Ekuitas Repository Thesis of Accounting http://repository.ekuitas.ac.id Financial Accounting 2015-12-17 Pengaruh Dana Perimbangan, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dan Sisa Lebih
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Kata Pengantar. Bab I: Pendahuluan A.Latar Belakang B. Permasalahan Bab II: Pembahasan UU No. 5 Tahun
DAFTAR ISI Kata Pengantar... i Bab I: Pendahuluan... 1 A.Latar Belakang... 1 B. Permasalahan... 3 Bab II: Pembahasan... 4 A. Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Menurut UU No. 5 Tahun 1974... 4 B. Pemerintah
Lebih terperinciRechtsVinding Online
PENGHAPUSAN KEWENANGAN PEMERINTAH UNTUK MEMBATALKAN PERDA; MOMENTUM MENGEFEKTIFKAN PENGAWASAN PREVENTIF DAN PELAKSANAAN HAK UJI MATERIIL MA Oleh: M. Nur Sholikin * Naskah diterima: 24 pril 2017; disetujui:
Lebih terperinciKEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam
KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam Pendahuluan Sejalan dengan semakin meningkatnya dana yang ditransfer ke Daerah, maka kebijakan terkait dengan anggaran dan penggunaannya akan lebih
Lebih terperinciHUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH
HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH DASAR PEMIKIRAN HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PUSAT DAN DAERAH DAERAH HARUS MEMPUNYAI SUMBER-SUMBER KEUANGAN YANG MEMADAI DALAM MENJALANKAN DESENTRALISASI
Lebih terperinciPERAN GUBERNUR SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH PUSAT (BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH)
DIREKTORAT JENDERAL BINA ADMINISTRASI KEWILAYAHAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI PERAN GUBERNUR SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH PUSAT (BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH) Oleh
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran. pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), merupakan salah satu faktor pendorong
Lebih terperinciPEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DALAM PERSEPEKTIF DESENTRALISASI. Dr. KURNIASIH, SH, M.Si DIREKTUR PRODUK HUKUM DAERAH
PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DALAM PERSEPEKTIF DESENTRALISASI Dr. KURNIASIH, SH, M.Si DIREKTUR PRODUK HUKUM DAERAH DIREKTORAT JENDERAL OTONOMI DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI 2016 LEMBAGA-LEMBAGA DALAM
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara yuridis, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Penggabungan Kecamatan Secara yuridis, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa proses penggabungan daerah dengan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2017 TENTANG
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG SERTA HAK KEUANGAN GUBERNUR SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH PUSAT DAFTAR ISI BAB I KETENTUAN UMUM BAB II KEDUDUKAN,
Lebih terperinciMENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH
SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Berawal dari adanya krisis moneter / resesi ekonomi yang berkepanjangan sehingga menjadi krisis multi dimensi dan lebih jauh lagi menjadi krisis kepercayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan bertujuan untuk menciptakan perubahan ke arah yang lebih baik. Sejalan dengan perkembangan era globalisasi, nampaknya pembangunan yang merata pada
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuntutan reformasi disegala bidang membawa dampak terhadap hubungan
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuntutan reformasi disegala bidang membawa dampak terhadap hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Salah satunya adalah tuntutan pemberian
Lebih terperinciperaturan (norma) dan kondisi pelaksanaannya, termasuk peraturan pelaksanaan dan limitasi pembentukannya. 2. Peninjauan, yaitu kegiatan pemeriksaan
LAPORAN KUNJUNGAN KERJA BADAN LEGISLASI DPR RI DALAM RANGKA PEMANTAUAN DAN PENINJAUAN TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KE PROVINSI ACEH, PROVINSI
Lebih terperinciPemerintahan adalah segala urusan yang dilakukan oleh negara dalam. menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat dan kepentingan negara.
BAB II KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENYELENGGARAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN KELURAHAN DAN PERKOTAAN BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN KELURAHAN
Lebih terperinciLab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya. 4. Prinsip APBD 5. Struktur APBD
OMNIBUS REGULATIONS DR. TJAHJANULIN DOMAI, MS Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya 1. Pendahuluan - Pengantar - Tujuan - Definisi 2. dasar Hukum 3. Fungsi
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI DAERAH
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI DAERAH I. UMUM Bahwa dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah yang nyata, luas dan bertanggung jawab, pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada masa Orde Baru dilakukan secara sentralistik, dari tahap perencanaan sampai dengan tahap implementasi ditentukan oleh pemerintah pusat dan dilaksanakan
Lebih terperinciBAB 9 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM
BAB 9 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM Mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis merupakan upaya yang terus-menerus dilakukan, sampai seluruh bangsa Indonesia benar-benar merasakan keadilan dan
Lebih terperinciUNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin modern,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin modern, Perguruan Tinggi dituntut untuk meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak negara yang dikenakan terhadap
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak negara yang dikenakan terhadap bumi atau bangunan berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan
Lebih terperinciRetribusi Pemakaian Kekayaan Daerah Tahun 2013 Peraturan Daerah Kabupaten Temanggung Nomor 1 Tahun 2013
Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah Peraturan Daerah Kabupaten Temanggung Nomor 1 ABSTRAK : a. Bahwa dengan berlakunya Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka
Lebih terperinciMENILIK PERATURAN DAERAH BERMASALAH
MENILIK PERATURAN DAERAH BERMASALAH I. PENDAHULUAN Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam menentukan kebijakan publik dan penyelenggaraan negara. Namun, pasca
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bergulirnya reformasi tahun 1998 lalu, telah banyak membawa perubahan yang cukup signifikan terhadap sistem ketetanegaraan Indonesia. Sistem ketatanegaraan
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 71/PUU-XII/2014 Kewenangan Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Di Bidang Tata Ruang
RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 71/PUU-XII/2014 Kewenangan Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Di Bidang Tata Ruang I. PEMOHON Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) KUASA HUKUM Prof.
Lebih terperinciKajian Perda Provinsi Bali Tentang Bagi Hasil Pajak Provinsi kepada Kab./Kota
Kajian Perda Provinsi Bali Tentang Bagi Hasil Pajak Provinsi kepada Kab./Kota Pengantar K ebijakan perimbangan keuangan, sebagai bagian dari skema desentralisasi fiskal, memiliki paling kurang dua target
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah melakukan reformasi di bidang Pemerintah Daerah dan Pengelolaan Keuangan pada tahun 1999. Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan ditetapkannya
Lebih terperinciHAN Sektoral Pertemuan Kedua HAN Sektoral dan Peraturan Perundang-Undangan SKEMA PEMERINTAH
HAN Sektoral Pertemuan Kedua HAN Sektoral dan Peraturan Perundang-Undangan SKEMA HAN HETERONOM Peraturan Perundang-Undangan yang memberikan landasan/dasar hukum kewenangan UUD/UU PEMERINTAH HAN OTONOM
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 21/PMK.07/2009 TENTANG PELAKSANAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH MENTERI KEUANGAN,
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 21/PMK.07/2009 TENTANG PELAKSANAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH MENTERI KEUANGAN, Menimban g : a. bahwa dalam rangka meningkatkan efisiensi pelaksanaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Semenjak bergulirnya gelombang reformasi, otonomi daerah menjadi salah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semenjak bergulirnya gelombang reformasi, otonomi daerah menjadi salah satu topik sentral yang banyak dibicarakan. Otonomi daerah menjadi wacana dan bahan kajian
Lebih terperinciPajak Daerah Tahun 2012 Peraturan Daerah Kabupaten Tegal Nomor 1 Tahun 2012
Pajak Daerah Peraturan Daerah Kabupaten Tegal Nomor 1 ABSTRAK : a. Bahwa dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka Peraturan Daerah yang mengatur
Lebih terperinciKLARIFIKASI PERDA DISKRIMINATIF GENDER
KLARIFIKASI PERDA DISKRIMINATIF GENDER Oleh: Prof Dr Zudan Arif Fakrulloh, SH,MH KEPALA BIRO HUKUM KEMDAGRI KETUA PROGRAM DOKTOR ILMU HUKUM UNIV BOROBUDUR JAKARTA KPPAI tahun 2012 TUJUAN UNTUK: Keserasian
Lebih terperinciPKSANHAN II PUSAT KAJIAN SISTEM DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
POLICY BRIEF PKSANHAN II PUSAT KAJIAN SISTEM DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA Penguatan Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) Pasca UU Administrasi Pemerintahan LATAR BELAKANG Disahkannya UU No.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam upaya mendukung pelaksanaan pembangunan nasional, pemerintah memberikan kesempatan untuk menyelenggarakan otonomi daerah dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor
Lebih terperinciA. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah secara efektif
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Era desentralisasi pasca disahkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era desentralisasi pasca disahkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 (UU RI No. 22 Tahun 1999) yang kemudian lebih disempurnakan dalam Undang-Undang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 22/1999 dan Undang-Undang Nomor 25/1999 telah membawa perubahan yang mendasar dalam pengaturan hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah
Lebih terperinciPKSANHAN II PUSAT KAJIAN SISTEM DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA KEKOSONGAN PEMERINTAHAN SEBAGAI IMPLIKASI PEMILUKADA SERENTAK
POLICY BRIEF PKSANHAN II PUSAT KAJIAN SISTEM DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA KEKOSONGAN PEMERINTAHAN SEBAGAI IMPLIKASI PEMILUKADA SERENTAK LATAR BELAKANG Sebanyak 269 kepala daerah akan habis atau sengaja
Lebih terperinciMEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG. Oleh : Nurul Huda, SH Mhum
MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG Oleh : Nurul Huda, SH Mhum Abstrak Pemilihan Kepala Daerah secara langsung, yang tidak lagi menjadi kewenangan
Lebih terperinciREKONSTRUKSI REGULASI TUGAS DAN WEWENANG GUBERNUR MENGUATKAN HIRARKI PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI
136 Rekonstruksi Regulasi Tugas dan Wewenang Gubernur Menguatkan Hirarki. Hj. Andi Kasmawati REKONSTRUKSI REGULASI TUGAS DAN WEWENANG GUBERNUR MENGUATKAN HIRARKI PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI Oleh: Hj.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan dan cita-cita Negara Indonesia yang tercantum dalam. adalah untuk melaksanakan pembangunan yang dilakukan secara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Salah satu tujuan dan
Lebih terperinciEVALUASI PERATURAN DAERAH DALAM KERANGKA OTONOMI DI KOTA JAMBI
Volume 11, Nomor 1, Hal. 67-76 ISSN 0852-8349 Januari - Juni 2009 EVALUASI PERATURAN DAERAH DALAM KERANGKA OTONOMI DI KOTA JAMBI Ayu Desiana dan Meri Yarni Fakultas Hukum, Universitas Jambi Kampus Pinang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
Lebih terperinciSUMBER HUKUM UTAMA PERENCANAAN DI INDONESIA
SUMBER HUKUM UTAMA PERENCANAAN DI INDONESIA Kuliah Hukum dan Administrasi Perencanaan Kuliah 2 / 12 April 2013 Free Powerpoint Templates Sumber Hukum Utama Perencanaan di Indonesia UUD 1945 pasal 33 ayat
Lebih terperinci2016, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
No.2080, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAGRI. Evaluasi PERDA. Pajak Daerah. Retribusi Daerah. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2016 TENTANG EVALUASI RANCANGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lama bahkan sejak sebelum kemerdekaan, dan mencapai puncaknya PADa era
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pelaksanaan konsep desentralisasi dan otonomi daerah telah berlangsung lama bahkan sejak sebelum kemerdekaan, dan mencapai puncaknya PADa era reformasi dengan dikeluarkannya
Lebih terperinciRINGKASAN. vii. Ringkasan
RINGKASAN Politik hukum pengelolaan lingkungan menunjukkan arah kebijakan hukum tentang pengelolaan lingkungan yang akan dibentuk dan dilaksanakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan dan sasaran tertentu.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di segala bidang, dan juga guna mencapai cita-cita bangsa Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum,
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 126 /PMK.07/2010 TENTANG PELAKSANAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 126 /PMK.07/2010 TENTANG PELAKSANAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAHAN PUSAT DAN DAERAH
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAHAN PUSAT DAN DAERAH Menimbang : Mengingat : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peralihan masa orde baru ke reformasi memberikan perubahan terhadap pemerintahan Indonesia. Salah satu perubahan tersebut adalah otonomi daerah yang merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
Lebih terperinciMENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH
SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM
Lebih terperinciPARADIGMA BARU PEMBANGUNAN DAERAH 1
PARADIGMA BARU PEMBANGUNAN DAERAH 1 Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. 2 URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH PASCA UU NO. 23/2014 1. Urusan Pemerintahan Absolut Menurut ketentuan UU baru, yaitu UU No. 23 Tahun
Lebih terperinciBANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya
BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya Menyelesaikan Desentralisasi Pesan Pokok Pemerintah daerah (Pemda) di Indonesia kurang memiliki pengalaman teknis untuk meningkatkan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH Bagian Hukum Setda Kabupaten Bandung Tahun 2016 2 BUPATI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah di Indonesia telah membawa
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA
BUPATI PURWAKARTA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN
Lebih terperinciANALISIS TERHADAP SISTEM PENYUSUNAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH YANG MELANGGAR TERHADAP UNDANG-UNDANG
ANALISIS TERHADAP SISTEM PENYUSUNAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH YANG MELANGGAR TERHADAP UNDANG-UNDANG Weddie Andriyanto Dosen FEB Universitas Lampung ABSTRAK Sejak reformasi tahun 1998 Indonesia
Lebih terperinciANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN BREBES TAHUN ANGGARAN 2010 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 1 TAHUN 2010
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN BREBES TAHUN ANGGARAN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 1 ABSTRAK : a. Bahwa melaksanakan ketentuan Pasal 181 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. buruk terhadap kinerja suatu Pemerintah Daerah (Pemda).
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Fenomena anggaran yang kurang terserap diawal tahun, namun dipaksakan serapannya pada akhir tahun kerap terjadi. Hal ini menjadi bahasan menarik karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diubah dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Legislasi berdasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 2003 sebagai mana diubah dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, disebutkan sebagai
Lebih terperinciKONSTITUSIONALITAS PENGALIHAN KEWENANGAN PENGELOLAAN PENDIDIKAN MENENGAH DARI KABUPATEN/KOTA KE PROVINSI 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2
KONSTITUSIONALITAS PENGALIHAN KEWENANGAN PENGELOLAAN PENDIDIKAN MENENGAH DARI KABUPATEN/KOTA KE PROVINSI 1 Oleh: Muchamad Ali Safa at 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU
Lebih terperinciMembanguan Keterpaduan Program Legislasi Nasional dan Daerah. Oleh : Ketua Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia
Membanguan Keterpaduan Program Legislasi Nasional dan Daerah Oleh : Ketua Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia Pendahuluan Program Legislasi Nasional sebagai landasan operasional pembangunan hukum
Lebih terperinciATE/D.DATA WAHED/2016/PERATURAN/JULI
PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB 8 STRATEGI PENDAPATAN DAN PEMBIAYAAN
8-1 BAB 8 STRATEGI PENDAPATAN DAN PEMBIAYAAN 8.1. Pendapatan Daerah 8.1.1. Permasalahan Lambatnya perkembangan pembangunan Provinsi Papua Barat saat ini merupakan dampak dari kebijakan masa lalu yang lebih
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sejak berlakunya otonomi daerah, kabupaten/kota memiliki kewenangan yang besar, kemudian disertai dengan transfer kepegawaian, pendanaan dan aset yang besar
Lebih terperinciSetyanta Nugraha Kepala Biro Analisa APBN Sekretariat Jenderal DPR RI
Setyanta Nugraha Kepala Biro Analisa APBN Sekretariat Jenderal DPR RI Disampaikan dalam Konsultasi Badan Anggaran DPRD Kabupaten Sleman Jakarta, 29 Januari 2014 2/10/2014 BIRO ANALISA APBN SETJEN DPR RI
Lebih terperinciPanduan diskusi kelompok
Panduan diskusi kelompok Mahasiswa duduk perkelompok (5 orang perkelompok) Mahasiswa mengambil dan membaca (DUA KASUS) yang akan di angkat sebagai bahan diskusi. Mahasiswa mendiskusikan dan menganalisis
Lebih terperinciMEMAHAMI UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999 dan UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH. Dede Mariana ABSTRAK
MEMAHAMI UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999 dan UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH Dede Mariana ABSTRAK Pemberlakuan dua paket UU Otonomi Daerah, yakni UU No. 22 Tahun 1999 tentang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal
16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia mulai memasuki babak baru dalam kehidupan bermasyarakatnya. Setelah lengsernya Presiden Soeharto dan rezim orde barunya yang bersifat otoriter
Lebih terperinciPengaturan Daerah Pengelolaan Keuangan Daerah
A-PDF Watermark DEMO: Purchase from www.a-pdf.com to remove the watermark Pengaturan Daerah Pengelolaan Keuangan Daerah Substansi dan Isu-isu Penting Syukriy Abdullah http://syukriy.wordpress.com Otonomi
Lebih terperinci