TESIS ANALISIS VEGETASI SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN AGROFORESTRI DI DAS MIKRO DESA TUKAD SUMAGA, KECAMATAN GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TESIS ANALISIS VEGETASI SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN AGROFORESTRI DI DAS MIKRO DESA TUKAD SUMAGA, KECAMATAN GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG"

Transkripsi

1 TESIS ANALISIS VEGETASI SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN AGROFORESTRI DI DAS MIKRO DESA TUKAD SUMAGA, KECAMATAN GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG I WAYAN GEDE WIRYANATA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014

2 TESIS ANALISIS VEGETASI SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN AGROFORESTRI DI DAS MIKRO DESA TUKAD SUMAGA, KECAMATAN GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG I WAYAN GEDE WIRYANATA NIM PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI PERTANIAN LAHAN KERING PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014

3 ANALISIS VEGETASI SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN AGROFORESTRI DI DAS MIKRO DESA TUKAD SUMAGA, KECAMATAN GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Pertanian Lahan Kering, Program Pascasarjana Universitas Udayana I WAYAN GEDE WIRYANATA NIM PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI PERTANIAN LAHAN KERING PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014

4 Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL, 30 APRIL 2014 Pembimbing I Pembimbing II Dr. Ir. Gede Wijana, M.S. Prof. Dr. Ir. I Wayan Suarna, M.S. NIP NIP Mengetahui, Ketua Program Studi Magister Pertanian Lahan Kering Program Pascasarjana Universitas Udayana, Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Dr. Ir. Ni Luh Kartini, M.S. Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S. (K) NIP NIP

5 Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal, 23 April 2014 Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No : 1094/UN.14.4/HK/2014, Tanggal 22 April 2014 Ketua : Dr. Ir. Gede Wijana, M.S. Anggota : 1. Prof. Dr. Ir. I Wayan Suarna, M.S. 2. Dr. Ir. Ni Luh Kartini, M.S. 3. Dr. Ir. I Ketut Suada, M.P. 4. Dr. Ir. I Made Sudarma, M.S

6 UCAPAN TERIMA KASIH Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas asung wara nugraha-nya/kurnia-nya, Tesis ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. Gede Wijana, M.S, pembimbing utama dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan, dan saran selama penulis mengikuti program Magister, khususnya dalam penyelesaian Tesis ini. Terima kasih sebesar-besarnya pula penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. I Wayan Suarna, M.S, Pembimbing II yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis. Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD. KEMD, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Pascasarjana Universitas Udayana. Ucapan terima kasih ini juga ditujukan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana yang dijabat oleh Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S.(K), atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister pada program Pascasarjana Universitas Udayana. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. I Nyoman Rai, M.S Dekan Fakultas Pertanian Universitas Udayana atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Program Magister. Pada kesempatan ini, penulis juga

7 menyampaikan rasa terima kasih kepada Dr. Ir. Ni Luh Kartini selaku ketua Program Studi Lahan Kering. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada para penguji tesis yaitu Dr. Ir. Gede Wijana, M.S, Prof. Dr. Ir. I Wayan Suarna, M.S., Dr. Ir. Ni Luh Kartini, M.S., Dr. Ir. I Ketut Suada, M.P., dan Dr. Ir. I Made Sudarma, M.S.yang telah memberikan masukan, saran, sanggahan, dan koreksi sehingga Tesis ini dapat terwujud seperti ini. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus disertai penghargaan kepada keluarga tercinta Bapak Drs. I Ketut Sukanata, Ibu Nyoman Suwarti, Spd, Adiku Yanti dan Koming, keponakanku si Saka dan Iparku Budi sekeluarga, kalian merupakan penyemangat hidupku yang selalu memberikan dukungan dan dorongan kepada penulis untuk maju. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Gede Wijana, M.S sekeluarga, Ibu Kartiniasih, Gekta dan Teguh. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para pegawai akademik Magister Lahan Kering Universitas Udayana yaitu Bu Made, Bu Komang, dan Pak Ketut. Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat-nya kepada semua pihak yang membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini, serta kepada penulis sekeluarga. Denpasar, April 2014 Penulis

8 ABSTRAK ANALISIS VEGETASI SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN AGROFORESTRI DI DAS MIKRO DESA TUKAD SUMAGA, KECAMATAN GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG Alih guna lahan hutan menjadi lahan pertanian disadari menimbulkan banyak masalah seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, kekeringan dan bahkan perubahan lingkungan global. Agroforestri merupakan salah satu solusi untuk mempertahankan keanekaragaman hayati. Penelitian dilakukan pada tiga lokasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng yaitu pada sistem agroforestri tumpang sari, penanaman lorong, dan pepohonan untuk konservasi tanah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui komposisi jenis dan keanekaragaman jenis vegetasi tanaman pada masing-masing sistem agroforestri dan untuk mengetahui tingkat pengelolaan agroforestri di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indeks Nilai Penting (INP) terbesar Sistem Agroforestri Tumpang Sari pada tingkatan pohon yaitu mangga 59,46%, tingkatan semak belukar dan sapihan yaitu jati 80,13%, tingkatan tumbuhan bawah dan seedling yaitu kacang hantu 49,57%. INP terbesar pada Sistem Agroforestri Penanaman Lorong (Alley Cropping) tingkatan pohon yaitu mente 150,33%, tingkatan semak belukar dan sapihan yaitu lamtoro 95,26%, tingkatan tumbuhan bawah dan seedling yaitu legetan 84,93%. INP terbesar Sistem Agroforestri Pepohonan untuk Konservasi Tanah pada tingkatan pohon yaitu asem 165,35%, tingkatan semak belukar dan sapihan yaitu apel india 114,09%, tingkatan tumbuhan bawah dan seedling yaitu legetan 83,98%. Hasil perhitungan keanekaragaman jenis vegetasi yang meliputi keragaman jenis, indeks kemerataan, dan indeks dominansi memperoleh hasil penelitian yang dapat membedakan tingkat pengelolaan pada masing-masing sistem agroforestri. Tingkat pengelolaan Sistem Agroforestri Tumpang Sari merupakan yang terbaik. Peringkat kedua diduduki oleh Sistem Agroforestri Pepohonan untuk Konservasi Tanah. Peringkat terakhir diduduki oleh Sistem Agroforestri Penanaman Lorong (Alley Cropping). Berdasarkan hasil penelitian ini, perlu adanya pengembangan sistem agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga karena sistem agroforestri ini merupakan sistem yang terbaik berdasarkan analisis vegetasi. Monitoring dan evaluasi serta bimbingan teknis mengenai tanaman kehutanan dan pertanian perlu ditingkatkan sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan mencegah penebangan liar. Kata kunci : komposisi jenis, keanekaragaman jenis, tingkat pengelolaan Agroforestri

9 ABSTRACT VEGETATIONS ANALYSIS AS A BASIC FOR AGROFORESTRY DEVELOPMENT IN MICRO WATERSHED TUKAD SUMAGA VILLAGE, GEROKGAK DISTRICT, BULELENG REGENCY Forest changed to agricultural has consciousness effected many problems such as soil degradations, erosion, flora and fauna extinctions, floods, dryness, and even global environmental change. Agroforestry is one of solutions to protect the biodiversity. The research was held at Micro Watershed Tukad Sumaga Village, Gerokgak District, Buleleng Regency which consist of intercropping agroforestry system, alley cropping agroforestry system, and the trees for soil conservations agroforestry system. The purpose of this research is to discover biodiversity and composition of vegetations species in each agroforestry system and also to find out the agroforestry management level at Micro Watershed Tukad Sumaga Village. The research result shows that the biggest Important Value Index (INP) in intercropping agroforestry system is in trees level by mango at 59.46%, scrubs and sapling level by teak at 80.13%, seedling level by gosh bean at 49.57%. The biggest INP in Alley Cropping Agroforestry System is in trees level by cashew at %, scrubs and saplings level by lamtoro at 95.26%, seedling level by legetan at 84.93%. The biggest INP in The Trees for Soil Conservations Agroforestry System is in trees level by tamarind at %, %, scrubs and saplings level by india apple at %, seedling level by legetan at 83.98%. The calculations of species biodiversity which as species variety, prevalent index, and domination index can separated the management level in each agroforestry system. The best management is Intercropping Agroforestry System. The second is The Trees for Soil Conservations Agroforestry System. The last is Alley Cropping Agroforestry System. The development of Intercropping Agroforestry System is needed because this system is the best. Monitoring, evaluations, and technical learning about forest and agricultural plantation are needed for increasing the social benefit dan preventing the deforestations. Key words : composition of vegetations species, biodiversity, level management of agroforestry

10 SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : I Wayan Gede Wiryanata NIM : Program Studi : Magister Pertanian Lahan Kering Judul Tesis : Analisis Vegetasi Sebagai Dasar Pengembangan Agroforestri di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat. Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Denpasar, 30 April 2014 Yang membuat pernyataan, I Wayan Gede Wiryanata

11 RINGKASAN ANALISIS VEGETASI SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN AGROFORESTRI DI DAS MIKRO DESA TUKAD SUMAGA, KECAMATAN GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG Alih guna lahan hutan menjadi lahan pertanian disadari menimbulkan banyak masalah seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, kekeringan dan bahkan perubahan lingkungan global. Agroforestri merupakan salah satu solusi untuk mempertahankan keanekaragaman hayati. Penelitian ini sangat penting sebagai dasar untuk memberikan pemahaman dan pengetahuan baru bagi masyarakat di sekitar kawasan hutan tentang pengelolaan lahan yang intensif dengan tetap mengedepankan prinsip hutan lestari dengan menjaga ekosistem dan juga mampu meningkatkan pendapatan masyarakat dengan mengembangkan sistem agroforestri. Agroforestri yang dikembangkan secara tepat akan dapat meningkatkan kualitas lingkungan. Penelitian dilakukan pada tiga lokasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng yaitu pada sistem agroforestri tumpang sari, penanaman lorong, dan pepohonan untuk konservasi tanah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui komposisi jenis dan keanekaragaman jenis vegetasi tanaman pada masing-masing sistem agroforestri dan untuk mengetahui tingkat pengelolaan agroforestri di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa INP terbesar Sistem Agroforestri Tumpang Sari pada tingkatan pohon yaitu mangga 59,46%, tingkatan semak belukar dan sapihan yaitu jati 80,13%, tingkatan tumbuhan bawah dan seedling yaitu kacang hantu 49,57%. INP terbesar pada Sistem Agroforestri Penanaman Lorong (Alley Cropping) tingkatan pohon yaitu mente 150,33%, tingkatan semak belukar dan sapihan yaitu lamtoro 95,26%, tingkatan tumbuhan bawah dan seedling yaitu legetan 84,93%. INP terbesar Sistem Agroforestri Pepohonan untuk Konservasi Tanah pada

12 tingkatan pohon yaitu asem 165,35%, tingkatan semak belukar dan sapihan yaitu apel india 114,09%, tingkatan tumbuhan bawah dan seedling yaitu legetan 83,98%. Hasil penelitian memperoleh data keanekaragaman jenis. Keragaman jenis (H) tertinggi pada sistem agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga diduduki oleh tingkatan semak belukar dan sapihan, namun tergolong keragaman jenis sedang yaitu 1,187 (H 1-3). Keanekaragaman jenis (H) tertinggi pada sistem agroforestri penanaman lorong (alley cropping) diduduki oleh tingkatan semak belukar dan sapihan, namun masih tergolong rendah yaitu 0,808 (H<1). Keanekaragaman jenis (H) tertinggi pada sistem agroforestri pepohonan untuk konservasi tanah diduduki oleh tingkatan tingkatan semak belukar dan sapihan, namun masih tergolong rendah yaitu 0,809 (H<1). Indeks kemerataan tertinggi pada sistem agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga diduduki oleh tingkatan pohon sebesar 0,762. Indeks kemerataan tertinggi pada sistem agroforestri penanaman lorong (alley cropping) diduduki oleh tingkatan semak belukar dan sapihan sebesar 0,537. Indeks kemerataan tertinggi pada sistem agroforestri pepohonan untuk konservasi tanah diduduki oleh tingkatan pohon sebesar 0,751. Indeks dominansi tertinggi pada sistem agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga diduduki oleh tingkatan semak belukar dan sapihan yaitu 0,9095. Indeks dominansi tertinggi pada sistem agroforestri penanaman lorong (alley cropping) diduduki oleh tingkatan semak belukar dan sapihan yaitu 0,7461. Indeks dominansi tertinggi pada sistem agroforestri pepohonan untuk konservasi tanah di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga diduduki oleh tingkatan semak belukar dan sapihan yaitu 0,833. Tingkat pengelolaan Sistem Agroforestri Tumpang Sari merupakan yang terbaik. Peringkat kedua diduduki oleh Sistem Agroforestri Pepohonan untuk Konservasi Tanah. Peringkat terakhir diduduki oleh Sistem Agroforestri Penanaman Lorong (Alley Cropping). Berdasarkan hasil penelitian ini, perlu adanya pengembangan sistem agroforestri tumpang sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga karena sistem

13 agroforestri ini merupakan sistem yang terbaik berdasarkan analisis vegetasi. Monitoring dan evaluasi serta bimbingan teknis mengenai tanaman kehutanan dan pertanian perlu ditingkatkan sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan mencegah penebangan liar.

14 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI DAFTAR TABEL.... xiii xvi BAB I PENDAHULAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA Struktur dan Komposisi Jenis Vegetasi Interaksi Antar Spesies Anggota Populasi Keanekaragaman Jenis Vegetasi Agroforestri Daerah Aliran Sungai (DAS) BAB III KERANGKA BERFIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Kerangka Berfikir Konsep Penelitian Hipotesis Penelitian

15 BAB IV METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Penelitian Pelaksanaan Penelitian Pengambilan Data Primer Pengambilan Data Sekunder Metode dan Analisis Data Komposisi Jenis Vegetasi Keanekaragaman Jenis Vegetasi Tingkat Pengelolaan Agroforestri BAB V HASIL PENELITIAN Jumlah Jenis Kerapatan Jenis Frekwensi Jenis Luas Penutupan Indeks Nilai Penting Keragaman Jenis (H) Indeks Kemerataan (e) Indeks Dominansi (D) Tingkat Pengelolaan Agroforestri di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga.. 88

16 BAB VI PEMBAHASAN Komposisi Jenis Keanekaragaman Jenis Tingkat Pengelolaan Agroforestri di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga.. 97 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran. 101 DAFTAR PUSTAKA

17 DAFTAR TABEL Nomor Teks Halaman 5.1 Jenis-jenis Vegetasi Penyususn Sistem Agroforestri Tumpang Sari Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng Jenis- jenis Vegetasi Tanaman Penyusun Sistem Agroforestri Penanaman Lorong ( Alley Cropping ) Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng Jenis- jenis Vegetasi Tanaman Penyusun Sistem Agroforestri Pepohonan Untuk Konservasi Tanah Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng Kerapatan Jenis dan Kerapatan Relatif Pada Sistem Agroforestri Tumpang Sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng Kerapatan Jenis dan Kerapatan Relatif Pada Sistem Agroforestri Penanaman Lorong (Alley Cropping) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng Kerapatan Jenis dan Kerapatan Relatif Pada Sistem Agroforestri Pepohonan Untuk Konservasi Tanah di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng Frekwensi Jenis dan Frekwensi Relatif Pada Sistem Agroforestri Tumpang Sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng Frekwensi Jenis dan Frekwensi Relatif Pada Sistem Agroforestri Penanaman Lorong (Alley Cropping) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng Frekwensi Jenis dan Frekwensi Relatif Pada Sistem Agroforestri Pepohonan untuk Konservasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng Luas Penutupan Jenis dan Luas Penutupan Relatif pada Sistem Agroforestri Tumpang Sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng Luas Penutupan Jenis dan Luas Penutupan Relatif pada Sistem Agroforestri Penanaman Lorong (Alley Cropping) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng Luas Penutupan Jenis dan Luas Penutupan Relatif pada Sistem Agroforestri Pepohonan untuk Konservasi Tanah di DAS Mikro

18 Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng Indeks Nilai Penting Pada Sistem Agroforestri Tumpang Sari di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng Indeks Nilai Penting Pada Sistem Agroforestri Penanaman Lorong (Alley Cropping) di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng Indeks Nilai Penting Pada Sistem Agroforestri Pepohonan untuk Konservasi Tanah di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng Keragaman Jenis Vegetasi Penyusun Sistem Agroforestri Tumpang Sari Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng Keragaman Jenis Vegetasi Penyusun Sistem Agroforestri Penanaman Lorong ( Alley Cropping ) Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng Keragaman Jenis Vegetasi Penyusun Sistem Agroforestri Pepohonan untuk Konservasi Tanah Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng Indeks Kemerataan (e) Vegetasi Penyusun Agroforestri Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng Indeks Dominansi Vegetasi Penyusun Sistem Agroforestri Tumpang Sari Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng Indeks Dominansi Vegetasi Penyusun Sistem Agroforestri Penanaman Lorong ( Alley Cropping ) Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng Indeks Dominansi Vegetasi Tanaman Penyusun Sistem Agroforestri Pepohonan Untuk Konservasi Tanah Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng Keragaman Jenis (H), Indeks Kemerataan (e), dan Indeks Dominansi (D) Vegetasi Penyusun Agroforestri Berdasarkan Tingkatan Vegetasi di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng 89

19 DAFTAR GAMBAR Nomor Teks Halaman 2.1 Skema sebuah Daerah Aliran Sungai (DAS) Kerangka Pemikiran Penelitian Cara Penentuan Proyeksi Tajuk Denah Petak Ukur di Lapangan Anak Petak Ukur di Lapangan... 32

20 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang terletak di daerah tropika dengan kondisi iklim stabil sepanjang tahun sehingga terbentuk habitat dan keanekaragaman hayati lebih banyak dibandingkan kawasan negara lainnya yang bukan tropis. Keberagaman topografi Indonesia dari dataran rendah sampai berbukit hingga pegunungan tinggi mampu menunjang kehidupan flora, fauna, dan mikroba yang beraneka ragam. Keanekaragaman hayati Indonesia merupakan sumberdaya alam yang harus dilestarikan, dan dimanfaatkan secara berkelanjutan. Dunia memiliki sekitar jenis hewan dan jenis tumbuhan, 10% dari semua jenis tumbuhan terdapat di Indonesia. Mengingat potensi keanekaragaman hayati Indonesia belum sepenuhnya diketahui, perlu dikembangkan metodologi cepat untuk mencacah tipe ekosistem, kekayaan jenis dan variasi genetika yang ada serta pembinaan masyarakat (Irwan, 1992). Kebakaran hutan, pembalakan liar, dan perladangan berpindah merupakan penyebab degradasi lingkungan yang berdampak luas terhadap keanekaragaman hayati ekosistem, lingkungan bahkan berbagai aspek sosial ekonomi. Keanekaragaman hayati mempunyai peranan sangat penting dalam suatu ekosistem dan pembangunan yang berkelanjutan.

21 Seiring dengan tingginya kebutuhan penduduk Indonesia akan pangan, banyak kawasan hutan mulai beralihfungsi menjadi lahan pertanian. Alih guna lahan hutan menjadi lahan pertanian disadari menimbulkan banyak masalah seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, kekeringan dan bahkan perubahan lingkungan global (Widianto dkk., 2003). Hutan yang menjadi sumber keanekaragaman hayati menjadi semakin berkurang. Agroforestri merupakan salah satu solusi untuk mempertahankan keanekaragaman hayati. Agroforestri pada pemanfaatan lahan yang melibatkan pohon-pohon yang dikombinasikan dengan tanaman pertanian dan/atau ternak pada unit lahan diharapkan akan mampu mempertahankan dan meningkatkan keanekaragaman hayati pada suatu ekosistem. Masyarakat telah menyadari bahwa dengan menanam pohon bernilai ekonomi di selasela sistem pertanian berarti mereka telah mempertahankan DAS karena pepohonan mampu menjaga kestabilan lereng perbukitan dan menahan hilangnya tanah akibat erosi dan aliran air (Rahayu et al., 2009). DAS Mikro Desa Tukad Sumaga merupakan kawasan lahan kering dengan mayoritas penduduk bermata pencaharian sebagai petani. Unit-unit lahan di kawasan DAS Mikro Desa Tukad Sumaga tidak teririgasi secara efektif pada musim kering. Permasalahan di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga yang muncul saat ini yaitu dominansi berbagai jenis spesies vegetasi tanaman yang dikarenakan oleh pengolahan lahan secara terus menerus dan perubahan iklim. Masyarakat Desa Tukad Sumaga juga mengembangkan sentra peternakan dimana ternak yang mereka pelihara umumnya sapi dan babi. Sistem agroforestri

22 sangat penting untuk diterapkan pada kawasan DAS Mikro Desa Tukad Sumaga karena menyangkut persediaan pakan ternak. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang tata cara pengolahan lahan secara berkelanjutan menjadi salah satu kendala dalam pengembangan agroforestri di kawasan DAS Mikro ini. Tipe iklim yang sangat kering pada areal ini menyebabkan berbagai vegetasi herba dan semak belukar mengalami dormansi pada musim kering. Hal seperti ini mengakibatkan pasokan pakan ternak pada waktu musim kering menjadi berkurang. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang jenis vegetasi tanaman yang bisa dijadikan pakan ternak juga mengakibatkan beberapa ternak mengalami kematian karena bloating atau perut kembung. Pentingnya nilai keanekaragaman hayati dalam pengelolaan DAS sangat perlu ditekankan kepada masyarakat. Vegetasi tanaman kehutanan dan pertanian dapat memberikan nilai lebih dalam menunjang kesejahteraan masyarakat setempat. Banyaknya manfaat dan fungsi vegetasi tanaman yang belum diketahui dan bagaimana peruntukan tanaman tersebut sangat perlu dikembangkan kepada masyarakat. Banyak predator dan parasitoid yang berhabitat di tanaman kehutanan yang dapat menjadi musuh biologis bagi hama tanaman pertanian misalnya tawon parasit. Selain itu simbiosis dari tanaman kehutanan dengan makro dan mikroorganisme di dalam tanah dapat meningkatkan kualitas tanah dalam meningkatkan produktivitas tanaman pertanian. Naungan yang cukup pada tanaman kehutanan dapat memberikan perlindungan bagi tanaman pertanian. Berbagai bentuk tajuk pada tanaman kehutanan akan dapat menjadi kawasan winbreak yang dapat

23 mereduksi kecepatan angin yang menjadi pelindung bagi tanaman pertanian. Bentuk tajuk vegetasi tanaman kehutanan tergantung dari jenis vegetasi yang ditanam di suatu lahan. Penelitian ini sangat penting sebagai dasar untuk memberikan pemahaman dan pengetahuan baru bagi masyarakat di sekitar kawasan hutan tentang pengelolaan lahan yang intensif dengan tetap mengedepankan prinsip hutan lestari dengan menjaga ekosistem dan juga mampu meningkatkan pendapatan masyarakat dengan mengembangkan sistem agroforestri. Agroforestri yang dikembangkan secara tepat akan dapat meningkatkan kualitas lingkungan. Pengamatan terhadap jenis vegetasi baru sebagai data series diharapkan akan dapat memberikan informasi yang menunjang pengelolaan selanjutnya. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana komposisi jenis dan keanekaragaman jenis vegetasi tanaman pertanian dan kehutanan yang terdapat pada sistem agroforestri tumpang sari, penanaman lorong (alley cropping) dan pepohonan untuk konservasi tanah di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng? 2. Bagaimanakah tingkat pengelolaan agroforestri di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga?

24 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Mengetahui komposisi jenis dan keanekaragaman jenis vegetasi tanaman pada sistem agroforestri tumpang sari, penanaman lorong (alley cropping) dan pepohonan untuk konservasi tanah DAS Mikro Desa Tukad Sumaga. 2. Mengetahui tingkat pengelolaan agroforestri di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga. 1.4 Manfaat Penelitian Komposisi jenis dan keanekaragaman jenis vegetasi tanaman pada sistem agroforestri tumpang sari, penanaman lorong (alley cropping) dan pepohonan untuk konservasi tanah, dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam pembangunan agroforestri khususnya di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng yang menunjang pelestarian keanekaragaman hayati vegetasi tanaman.

25 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Struktur dan Komposisi Jenis Vegetasi Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 tahun 1988 menyatakan bahwa vegetasi adalah keseluruhan tumbuhan dari suatu kawasan dalam kaitan dengan lingkungan serta menurut ukuran derajat dalam ruang yang telah diambil sebagai tempat tumbuhan tersebut. Struktur vegetasi adalah suatu gambaran atau deskripsi dari suatu komunitas tumbuhan secara menyeluruh (Wahyuni, 2007). Hutan hujan tropis di Indonesia membentuk beberapa strata tajuk. Arief (1994 dalam Indriyanto, 2005) menyatakan struktur hutan hujan tropis dapat dibagi menjadi lima stratum berurutan dari atas ke bawah : 1. Strata A (A-storey), yaitu lapisan tajuk (kanopi) hutan paling atas yang dibentuk oleh pepohonan yang tingginya lebih dari 30 m. Umumnya tajuk pohon pada stratum tersebut lebar, tidak bersentuhan ke arah horizontal dengan tajuk pohon lainnya dalam stratum yang sama, sehingga stratum tajuk itu berbentuk lapisan diskontinu. 2. Strata B (B-storey), yaitu lapisan tajuk kedua dari atas yang dibentuk oleh pepohonan yang tingginya m. Bentuk tajuk pohon pada stratum B membulat atau memanjang dan tidak melebar seperti pada tajuk pohon di stratum A.

26 3. Strata C (C-storey), yaitu lapisan tajuk ketiga dari atas yang dibentuk oleh pepohonan yang tingginya 4-20 m. Pepohonan pada stratum C mempunyai bentuk tajuk yang berubah-ubah tetapi membentuk suatu lapisan tajuk yang tebal. 4. Strata D (D-storey), yaitu lapisan tajuk keempat dari atas yang dibentuk oleh spesies tumbuhan semak dan perdu yang tingginya 1-4 m. Pada stratum itu juga terdapat dan dibentuk oleh spesies pohon yang masih muda atau dalam fase anakan (seedling). 5. Strata E (E-storey), yaitu lapisan tajuk paling bawah (lapisan kelima dari atas) yang dibentuk oleh spesies-spesies tumbuhan penutup tanah (ground cover) yang tingginya 0-1 m. Keanekaragaman spesies pada stratum E lebih sedikit dibandingkan dengan stratum lainnya. Sutrisno (1998) menyatakan selama masa hidup suatu vegetasi pohon dalam mencapai umur tertentu, akan melewati berbagai tingkatan kehidupan yang berhubungan dengan ukuran tinggi dan diameter batang. Tingkatan-tingkatan hidup suatu pohon antara lain : 1. Semai (seedling) : anakan pohon yang sejak berkecambah, tingginya sampai 1,524 meter 2. Sapihan (sapling) : tinggi antara 1,524 sampai 3,048 meter dan diameter < 0,152 meter 3. Tiang (poles) : diameter > 0,152 meter 4. Pohon ( trees) : diameter > 0,3048 meter (dbh)

27 (Diameter disini diukur setinggi dada ± 1,30 meter (dbh singkatan dari diameter breast hight). Komposisi dapat diartikan sebagai susunan dan jumlah jenis yang membentuk suatu tegakan (Bratawinata, 2000). Menurut Gopal dan Bhardwaj (1979), untuk kepentingan deskripsi suatu komunitas tumbuhan diperlukan minimal tiga macam parameter kuantitatif antara lain: densitas, frekwensi, dan dominansi. Indriyanto (2005) menyatakan densitas adalah jumlah individu per unit luas atau per unit volume. Densitas sama artinya dengan kerapatan. Frekwensi merupakan besarnya intensitas diketemukannya suatu spesies organisme dalam pengamatan keberadaan organisme pada komunitas atau ekosistem. Dominansi dapat juga disebut dengan luas penutupan. Luas penutupan (coverage) adalah proporsi antara luas tempat yang ditutupi oleh spesies tumbuhan dengan luas total habitat. 2.2 Interaksi Antar Spesies Anggota Populasi Pada suatu ekosistem terjadi perbedaan antara aspek fisiologis dan ekologis yang disebabkan oleh adanya kompetisi antara dua atau lebih tanaman yang tumbuh bersama-sama (Fandeli, 1984). Kompetisi ini akan mengakibatkan terdapat jenis tanaman yang mati, pertumbuhan tertekan, dan jenis yang satu diganti oleh jenis yang lainnya. Indriyanto (2005) menyatakan spesies-spesies anggota populasi saling berinteraksi satu dengan lainnya dan membentuk interaksi seperti:

28 1. Neutralisme, yaitu interaksi antara dua atau lebih spesies yang masing-masing tidak terpengaruh oleh adanya asosiasi. 2. Kompetisi (tipe gangguan langsung), yaitu interaksi antara dua atau lebih spesies yang masing-masing langsung saling menghalangi secara aktif. 3. Kompetisi (tipe penggunaan sumberdaya alam), yaitu interaksi antara dua atau lebih spesies dalam menggunakan sumberdaya alam yang persediannya berada dalam kondisi kekurangan. Interaksi tersebut, masing-masing spesies berpengaruh saling merugikan yang lain dalam perjuangannya untuk memperoleh sumberdaya alam. 4. Amensalisme, yaitu interaksi antara dua atau lebih spesies yang berakibat salah satu pihak dirugikan (mendapat rintangan), sedangkan pihak lainnya tidak terpengaruh oleh adanya asosiasi. 5. Parasitisme, yaitu interaksi antara dua atau lebih spesies yang berakibat salah satu pihak (inang) dirugikan, sedangkan pihak lainnya (parasit) beruntung. 6. Predasi atau pemangsaan, yaitu interaksi antara dua atau lebih spesies yang salah satu pihak (prey atau organisme yang dimangsa) dirugikan, sedangkan pihak lainnya (predator atau organisme yang memangsa) beruntung. 7. Komensalisme, yaitu interaksi antara dua atau lebih spesies yang salah satu pihak beruntung, sedangkan pihak lainnya tidak terpengaruh oleh adanya asosiasi. 8. Protokooperasi, yaitu interaksi antara dua atau lebih spesies yang masing-masing saling memperoleh keuntungan adanya asosiasi, tetapi asosiasi yang terjadi tidak merupakan keharusan.

29 9. Mutualisme, yaitu interaksi antara dua atau lebih spesies yang masing-masing saling memperoleh keuntungan adanya asosiasi. 2.3 Keanekaragaman Jenis Vegetasi Hutan memberikan peranan yang sangat penting dalam menjaga keanekaragaman hayati di Indonesia. Dalam jangka waktu menengah dalam pengelolaan sumberdaya alam khususnya hutan merupakan jangka waktu yang panjang bagi kebanyakan makhluk hidup dan sumberdaya alam hasil hutan nir kayu tertentu akan menjadi langka, tetapi mekanisme pasar secara umum dapat menanggulangi terjadinya kelangkaan ini, pada gilirannya mendorong pelestarian maupun pencarian penggantinya yang efektif (Lahjie, 2004). Pelestarian keanekaragaman biologis pada KTT bumi dicantumkan dalam agenda internasional pada tahun 1992 menjadi pedoman bagi penandatanganan konvensi pelestariannya (Lahjie, 2004). Indonesia telah menandatangani Protokol Nagoya pada 11 Mei 2011 di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat. Protokol Nagoya merupakan sebuah perjanjian untuk melindungi keanekaragaman hayati baik flora dan fauna endemik pada negara-negara tertentu. Inventarisir kembali kekayaan alam yang dimiliki oleh suatu negara sangat penting untuk dilakukan sehingga jika negara lain yang ingin memanfaatkan kekayaan alam untuk kepentingan penelitian dan bisnis di suatu daerah di Indonesia, maka daerah bisa mendapatkan pembagian keuntungan yang adil. Usaha pelestarian keanekaragaman

30 hayati melalui jalur diplomasi antar negara merupakan salah satu usaha sadar masyarakat dunia tentang pentingnya arti keanekaragaman hayati. Keanekaragaman jenis adalah suatu konsep variabilitas makhluk hidup di bumi dan diukur dengan jumlah seluruh spesies di bumi atau di kawasan tertentu (Suripto, 1997). Keanekaragaman jenis meningkat sesuai ukuran sampel, di lokasi kawasan tropis, di dalam habitat yang memungkinkan organisme-organisme mendapatkan tekanan fisiologis yang rendah, di tempat yang memiliki beberapa habitat berbeda, pada masa daratan yang lebih besar dan di tempat yang tidak memiliki gangguan ekosistem terhadap habitat (McNaughton dan Wolf, 1979). Pratiwi et al., (2007) menyatakan keberagaman makhluk hidup dan ekosistemnya membentuk keanekaragaman hayati. Keanekaragaman hayati dapat terjadi pada berbagai tingkat kehidupan, mulai dari organisme tingkat rendah sampai tingkat tinggi. Secara garis besar, keanekaragaman hayati terbagi menjadi tiga tingkat, yaitu : 1. Keanekaragaman Gen Keanekaragaman gen menyebabkan variasi antar individu sejenis. Gen adalah materi dalam kromosom makhluk hidup yang mengendalikan sifat organisme. Variasi makhluk hidup dapat terjadi melalui perkawinan dan interkasi gen dengan lingkungan. Konsep keanekaragaman gen menunjukkan bahwa di dalam suatu populasi tidak ada satu individu yang penampilannya sama persis dengan induknya.

31 2. Keanekaragaman Spesies Keanekaragaman hayati antarspesies mudah diamati karena perbedaannya sangat mencolok. Keanekaragaman hayati spesies misalnya kelapa, kurma, dan sagu. Tumbuhan tersebut merupakan satu kelompok tumbuhan palem-paleman, namun memiliki fisik dan habitat yang berbeda. 3. Keanekaragaman Ekosistem Pada suatu ekosistem, faktor biotik berinteraksi dengan faktor abiotik. Komponen biotik dan abiotik sangat beraneka ragam, ini menyebabkan perubahan dari interaksi yang ada sehingga menciptakan ekosistem yang berbeda. Keanekaragaman hayati pada tempat yang berlainan akan menyusun ekosistem yang berbeda. Keanekaragaman hayati memiliki nilai dan manfaat, antara lain (Pratiwi et al., 2007) : a. Dapat memenuhi kebutuhan manusia baik kebutuhan primer maupun sekunder, b. Memiliki nilai biologi yang menghasilkan sesuatu (produk) yang bermanfaat untuk hidup dalam menjaga kesehatan manusia, c. Memiliki nilai estetika yang dapat menciptakan keindahan, d. Memiliki nilai ekonomi yang dapat menghasilkan produk berupa materi atau jasa yang dapat diperjualbelikan, e. Memiliki nilai budaya yang dapat memberikan kebanggaan bagi suku masyarakat tertentu karena keindahan dan kekhasannya,

32 f. Memiliki nilai pendidikan yang dapat digunakan oleh para ahli untuk tujuan ilmu pengetahuan misalnya: pemuliaan hewan atau tanaman, pelestarian alam, dan pencarian alternatif bahan pangan serta energi. Irwan (1992) menyatakan bahwa semakin besar jumlah jenis, maka semakin besar keanekaragaman hayati. Pelestarian keanekaragaman hayati sangat penting, karena: a. Merupakan bagian dari mata rantai tatanan lingkungan atau ekosistem, b. Mampu merangkai satu unsur dengan unsur tatanan lingkungan yang lain, c. Dapat menunjang tatanan lingkungan itu sehingga menjadikan lingkungan alami suatu lingkungan hidup yang mampu memberikan kebutuhan makhluk hidupnya. Tatanan lingkungan yang hanya terdiri dari sedikit jenis hayati akan sangat peka dan mudah terganggu keseimbangannya. Semakin beranekaragam sumber alam hayati, semakin stabil tatanan lingkungan tersebut (Irwan, 1992). Keanekaragaman hayati sangat penting peranannya tidak hanya untuk makhluk hidup itu sendiri melainkan sangat penting juga bagi lingkungan. 2.4 Agroforestri Lahjie (2004) menyatakan agroforestri merupakan istilah kombinasi bersama pertanian dan kehutanan pada pemanfaatan lahan yang melibatkan pohon yang dikombinasikan dengan tanaman pertanian dan/atau hewan ternak pada unit lahan. Ciri dan karakteristik pemanfaatan lahan dengan sistem agroforestri antara lain:

33 1. Usaha pemanfaatan lahan yang mengkombinasikan produksi dari berbagai output dengan perlindungan bagi sumberdaya dasar, 2. Usaha pemanfaatan lahan sistem agroforestri umumnya lebih dari satu tahun; 3. Timbulnya interaksi dari beberapa aspek sosial, ekonomi, ekologi diantara komponen-komponen tanaman pangan dengan tanaman pepohonan yang berkayu, 4. Usaha pemanfaatan lahan dengan produk lebih dari dua macam, misalnya tanaman pangan hortikultura meliputi sayuran, buah-buahan, obat-obatan, pakan ternak ataupun kayu sebagai bahan energi dan atau sebagai bahan industri perkayuan, 5. Mempunyai beberapa fungsi dari aspek lingkungan, misalnya konservasi lahan terhadap kesuburan dan erosi/kelongsoran, penahan derasnya angin yang akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman yang lain, sebagai tempat peristirahatan keluarga untuk melakukan pekerjaan industri rumah tangga, 6. Usaha pemanfaatan lahan dengan sistem agroforestri yang sederhana pun secara biologis maupun ekonomis lebih kompleks dari pada usaha pemanfaatan lahan monokultur, 7. Usaha pemanfaatan lahan diupayakan oleh seseorang maupun kelompok secara terencana maupun tidak terencana menjadi tolak ukur keberhasilan sistem agroforestri, 8. Usaha pemanfaatan lahan dengan sistem agroforestri melibatkan lebih banyak nilai-nilai sosial budaya yang saling mempengaruhi, dibandingkan dengan sistemsistem pemanfaatan lahan lainnya,

34 9. Mempunyai strata tajuk yang bervariasi khususnya pada komunitas vegetasi yang membentuk ekosistem setempat. Arief (2001) menyatakan bahwa sistem agroforestri mencakup berbagai ilmu atau multidisipliner, seperti agronomi, sosial, kehutanan, dan ekonomi yang berkelanjutan dengan didasarkan pada prinsip ekologis. Sistem agroforestri ditujukan kepada pendekatan: 1. Adanya introduksi tanaman semusim ke dalam sistem tanaman kehutanan yang tujuannya untuk mengoptimalkan penggunaan lahan secara umum dan mengendalikan erosi, terutama memelihara ternak dan penambahan pendapatan. 2. Adanya kegiatan konservasi lahan berhutan menjadi sistem agroforestri sebagai upaya meningkatkan produksi komoditas komersial. Daerah yang memiliki lokasi untuk pengembangan sistem agroforestri yang luasannya tergolong tanah milik dengan bidang lahan kecil, sistem agroforestri ini sangat cocok digunakan. Sistem agroforestri untuk bidang kecil lahan milik secara luas dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu (Lahjie, 2004): - Sistem untuk meningkatkan produktivitas lahan dan kelestarian lahan - Sistem untuk meningkatkan dan menstabilkan pendapatan pertanian Sistem untuk meningkatkan produktivitas lahan dan kelestarian dapat dibagi lagi menjadi beberapa bagian antara lain (Lahjie, 2004): 1. Sistem Tumpang Sari Sistem ini merupakan suatu sistem yang di dalamnya terdapat jalur pepohonan permanen yang digabungkan dengan tanaman pertanian dimana vegetasi jenis pohon

35 yang ditanam akan menghasilkan interaksi yang saling menguntungkan dengan tanaman pertanian. Interaksi ini merupakan suatu kesatuan dalam ekosistem yang menggunakan prinsip tidak merugikan satu dengan yang lainnya sebagai contoh jika pada musim kering, vegetasi pohon akan merontokkan daunnya. Hal ini menjadi peluang kesempatan pada tanaman pertanian untuk mendapatkan sinar matahari yang cukup dan hasil seresah daun yang rontok yang dapat dijadikan sebagai pupuk hijau bagi tanaman pertanian. 2. Penanaman Lorong (Alley Cropping) Penanaman lorong dengan baris-baris pohon yang disejajarkan dengan garis kontur terbukti sebagai alat efektif untuk mengendalikan erosi. Pepohonan yang sudah tumbuh, harus dipangkas pada waktu musim tanam tanaman pertanian. Ini dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi jumlah naungan dan persaingan dengan tanaman pertanian. Sistem ini sangat menguntungkan bagi petani yang memiliki ternak. Hasil pangkasan dari pohon-pohon yang disukai ternak dapat menjadi sumber pakan ternak. Hasil pangkasan dapat juga dijadikan sebagai mulsa yang disebarkan pada tanah diantara jalur pohon dan disela sela tanaman pertanian. Mulsa akan berfungsi untuk mengurangi evaporasi pada tanah sehingga kelembaban tanah menjadi terjaga. Mulsa yang telah mengalami proses pelapukan, dapat dijadikan pupuk hijau yang dapat meningkatkan kesuburan tanah. 3. Pepohonan untuk Konservasi Tanah Sistem ini dapat diterapkan pada lahan terasering dimana vegetasi pohon ditanam rapat dengan baris tunggal, ganda, atau tiga baris sepanjang kontur dan

36 dipangkas sedikit. Tanaman tersebut dapat berfungsi sebagai rintangan terhadap aliran air permukaan dan akan meningkatkan kesuburan tanah dengan sisa pemangkasan. Rerumputan dan tanaman untuk rintangan erosi juga ditanam diareal ini. Penanaman rumput pada berbagai tempat sangat penting dalam membantu mengendalikan erosi dan aliran air permukaan di lahan. Hal ini dapat membantu menstabilkan konservasi tanah melalui perakaran pohon, semak dan rerumputan. 2.5 Daerah Aliran Sungai (DAS) Secara umum DAS dapat didefinisikan sebagai suatu wilayah, yang dibatasi oleh batas alam, seperti punggung bukit atau gunung, maupun batas bantuan seperti jalan atau tanggul, dimana air hujan yang turun di wilayah tersebut memberikan kontribusi aliran ke titik kontrol (outlet). Keberadaan vegetasi tanaman pada DAS bagian hulu sangat penting karena mencakup cadangan air (Suripin, 2002). DAS dapat dibagi ke dalam tiga komponen yaitu: bagian hulu, tengah dan hilir. Ekosistem bagian hulu merupakan daerah tangkapan air utama dan pengatur aliran. Ekosistem tengah sebagai daerah distributor dan pengatur air, sedangkan ekosistem hilir merupakan pemakai air. Hubungan antara ekosistem-ekosistem ini menjadikan DAS sebagai satu kesatuan hidrologis. Di dalam DAS terintegrasi berbagai faktor yang dapat mengarah kepada kelestarian atau degradasi tergantung bagaimana suatu DAS dikelola (Agus dkk., 2004).

37 Hujan Punggung (batas DAS) Anak Sungai Sub DAS Pertanian Zona Pelindung Danau Outlet (Muara) Gambar 2.1 Skema sebuah Daerah Aliran Sungai (DAS) (Agus dkk., 2004). DAS Mikro atau tampungan mikro (micro catchment) adalah suatu cekungan pada bentang lahan yang airnya mengalir pada suatu parit. Parit tersebut kemungkinan mempunyai aliran selama dan sesaat sesudah hujan turun (intermitten flow) atau ada pula yang aliran airnya sepanjang tahun (perennial flow). Sebidang lahan dapat dianggap sebagai DAS jika ada suatu titik penyalur aliran air keluar dari DAS tersebut. Sebuah DAS yang menjadi bagian dari DAS yang lebih besar dinamakan sub DAS. Sub DAS merupakan daerah tangkapan air dari anak sungai (Agus dkk., 2004).

38 Menurut Asdak (1999), dalam keterkaitan biofisik wilayah hulu-hilir suatu DAS, perlu adanya beberapa hal yang menjadi perhatian, yaitu sebagai berikut : (1) Kelembagaan yang efektif seharusnya mampu merefleksikan keterkaitan lingkungan biofisik dan sosial ekonomi dimana lembaga tersebut beroperasi. Apabila aktivitas pengelolaan di bagian hulu DAS akan menimbulkan dampak yang nyata pada lingkungan biofisik dan/atau sosial ekonomi di bagian hilir dari DAS yang sama, maka perlu adanya desentralisasi pengelolaan DAS yang melibatkan bagian hulu dan hilir sebagai satu kesatuan perencanaan dan pengelolaan. (2) Eksternalitas, adalah dampak (positif/negatif) suatu aktivitas/program dan atau kebijakan yang dialami/dirasakan di luar daerah dimana program/kebijakan dilaksanakan. Dampak tersebut seringkali tidak terinternalisir dalam perencanaan kegiatan. Dapat dikemukakan bahwa negative externalities dapat mengganggu tercapainya keberlanjutan pengelolaan DAS bagi : (a) masyarakat di luar wilayah kegiatan (spatial externalities), (b) masyarakat yang tinggal pada periode waktu tertentu setelah kegiatan berakhir (temporal externalities), dan (c) kepentingan berbagai sektor ekonomi yang berada di luar lokasi kegiatan (sectoral externalities). (3) Pengelolaan sumberdaya alam dalam kerangka konsep externalities dapat dikatakan baik apabila keseluruhan biaya dan keuntungan yang timbul oleh adanya kegiatan pengelolaan tersebut dapat ditanggung secara proporsional oleh para aktor (organisasi pemerintah, kelompok masyarakat atau perorangan) yang

39 melaksanakan kegiatan pengelolaan sumberdaya alam (DAS) dan para aktor yang akan mendapatkan keuntungan dari adanya kegiatan tersebut. Kerangka pemikiran pengelolaan DAS terdiri dari tiga dimensi pendekatan analisis pengelolaan DAS yaitu (Hufschmidt, 1986 dalam Asdak, 2007) : a. Pengelolaan DAS sebagai proses yang melibatkan langkah-langkah perencanaan dan pelaksanaan yang terpisah tetapi erat kaitannya. b. Pengelolaan DAS sebagai sistem perencanaan pengelolaan dan sebagai alat implementasi program pengelolaan DAS melalui kelembagaan yang relevan dan terkait. c. Pengelolaan DAS sebagai serial aktivitas yang masing-masing berkaitan dan memerlukan perangkat pengelolaan yang spesifik. Hasil penelitian Sulistiawati (2003) di bagian hulu DAS Buleleng wilayah Kabupaten Buleleng menunjukkan erosi rata-rata sebesar t/ha/th. Hasil penelitian Gunamanta (2002) di DAS Anyar Kabupaten Buleleng menunjukkan telah terjadi erosi berat ( t/ha/th) pada lahan kawasan hutan di bagian hulu DAS. Hasil penelitian Widarto (2004) di DAS Tukad Ngis Kabupaten Karangasem menunjukkan perencanaan konservasi tahah dengan teras bangku atau teras gulud serta multi purpose tree species dan agroforestri menunjukkan erosi berkurang dari 28, ,524 t/ha menjadi 0,297 3,258 t/ha. Tingginya nilai erosi dapat menimbulkan degradasi lingkungan dan menurunnya kualitas kemampuan lahan untuk mendukung pertumbuhan tanaman.

40 Penutupan vegetasi di suatu wilayah DAS berkaitan erat dengan masalah konservasi tanah dan air dimana hutan sebagai salah satu penyangga utama dalam sistem DAS (Indriyanto, 2008). Arief (2001) menyatakan bahwa agroforestri juga merupakan salah satu sarana penting untuk merehabilitasi lahan kritis, terutama di daerah hulu DAS. Pepohonan dapat menciptakan struktur permanen yang menstabilkan tanah dan neraca hidrologi.

41 BAB III KERANGKA BERFIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berfikir Indonesia terletak di daerah tropik memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dibandingkan dengan daerah subtropik (iklim sedang) dan kutub (iklim kutub). Tingginya keanekaragaman hayati di Indonesia ini terlihat dari berbagai macam ekosistem yang ada di Indonesia, seperti: ekosistem pantai, ekosistem hutan bakau, ekosistem padang rumput, ekosistem hutan hujan tropis, ekosistem air tawar, ekosistem air laut, ekosistem savanna, dan lain-lain. Masing-masing ekosistem ini memiliki keanekaragaman hayati tersendiri. Agroforestri yang memadukan konsep kehutanan, pertanian dan peternakan merupakan salah satu upaya kongrit dalam memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan dengan tetap menjaga dan melestarikan keanekaragaman hayati. Interaksi dan rantai makanan di dalam agroforestri akan menjaga keseimbangan ekosistem yang tentunya konsep organik memberikan peranan penting dalam pengembangan agroforestri. Keanekaragaman hayati yang stabil di dalam suatu agroforestri akan menjaga rantai makanan di dalam suatu ekosistem sehingga tidak terjadi ledakan hama yang menyerang tanaman pertanian dan peternakan. Ada beberapa spesies tanaman kehutanan tertentu yang menjadi habitat bagi hama, sehingga keberadaan tanaman pertanian tidak

42 terserang oleh hama. Tajuk tanaman kehutanan merupakan tempat habitat juga bagi predator yang akan memangsa hama tanaman pertanian. Kondisi DAS mikro desa tukad Sumaga yang sebagian besar topografinya bergelombang merupakan sentra peternakan, pertanian dan kehutanan. Alih fungsi lahan yang tidak bisa dihindari merupakan salah satu penyebab menurunnya pasokan air pada musim kering. Ketersediaan air yang menurun menyebabkan produktivitas panen menurun, pasokan pakan ternak pada waktu kering berkurang dan terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan vegetasi tanaman bahkan banyak tanaman yang mengalami kematian sehingga menyebabkan keanekaragaman jenis vegetasi menurun. Kendala-kendala seperti ini sangat perlu diantisipasi, salah satunya dengan Pengembangan Agroforestri. Sistem agroforestri yang mencakup sistem agroforestri tumpang sari, penanaman lorong dan pepohonan untuk konservasi tanah diharapkan akan mampu memperbaiki kualitas lahan. Pemilihan vegetasi tanaman dalam pengembangan sistem agroforestri sangat perlu dipertimbangkan karena menyangkut peruntukan dan fungsi dari masing-masing spesies vegetasi tanaman. Hasil evaluasi komposisi jenis dan keanekaragaman jenis vegetasi tanaman dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pengembangan agroforestri yang menunjang pelestarian keanekaragaman hayati vegetasi tanaman. Pengembangan pembangunan pertanian, kehutanan dan peternakan dengan konsep agroforestri akan dapat mengoptimalkan fungsi lahan di Kecamatan Gerokgak. Agroforestri akan dapat memanfaatkan banyak lahan tidur yang belum tergarap secara maksimal.

43 3.2 Konsep Penelitian Agroforestri atau wanatani merupakan pengelolaan lahan secara terpadu yang berkonsep kehutanan, pertanian, peternakan dan perikanan. Pemanfaatan lahan dengan Agroforestri sangat dinamis karena menggunakan vegetasi tanaman yang multistrata dimana pemilihan jenis tanaman dan tata ruang sangat menentukan keberhasilan agroforestri. Pemanfaatan lahan dengan vegetasi tanaman yang berbeda misalnya dengan tanaman vegetasi bawah (empon-empon, umbi-umbian, rumput sebagai pakan ternak), vegetasi pancang atau tanaman semusim, dan vegetasi pohon. Keanekaragaman jenis tanaman pada suatu agroforestri akan dapat memberikan pendapatan bagi masyarakat yang mana akan dapat meningkatkan ketahanan pangan dan papan bagi masyarakat. Besar kecilnya pendapatan masyarakat tergantung dari jenis vegetasi yang mereka tanam. Agroforestri juga bermanfaat bagi keseimbangan ekosistem. Multistrata pada agroforestri yang memungkinkan untuk pemilihan jenis tanaman langka dan endemik pada suatu lahan merupakan salah satu cara pelestarian terhadap keanekaragaman hayati. Ada beberapa jenis vegetasi pohon merupakan habitat bagi serangga dan hama sehingga tidak menyerang tanaman pertanian. Munculnya hama akan menarik hadirnya predator dan parasitoid yang menjadi musuh alami bagi hama tanaman.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taman Nasional Way Kambas Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan lindung. Pendirian kawasan pelestarian alam Way Kambas dimulai sejak tahun 1936

Lebih terperinci

KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN OLEH : MOCHAMAD HADI LAB EKOLOGI & BIOSISTEMATIK JURUSAN BIOLOGI FMIPA UNDIP

KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN OLEH : MOCHAMAD HADI LAB EKOLOGI & BIOSISTEMATIK JURUSAN BIOLOGI FMIPA UNDIP KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN OLEH : MOCHAMAD HADI LAB EKOLOGI & BIOSISTEMATIK JURUSAN BIOLOGI FMIPA UNDIP Pengertian Konservasi Konservasi sumber daya alam adalah penghematan penggunaan

Lebih terperinci

DAMPAK KEGIATAN PERTANIAN TERHADAP TINGKAT EUTROFIKASI DAN JENIS JENIS FITOPLANKTON DI DANAU BUYAN KABUPATEN BULELENG PROVINSI BALI

DAMPAK KEGIATAN PERTANIAN TERHADAP TINGKAT EUTROFIKASI DAN JENIS JENIS FITOPLANKTON DI DANAU BUYAN KABUPATEN BULELENG PROVINSI BALI TESIS DAMPAK KEGIATAN PERTANIAN TERHADAP TINGKAT EUTROFIKASI DAN JENIS JENIS FITOPLANKTON DI DANAU BUYAN KABUPATEN BULELENG PROVINSI BALI NI PUTU VIVIN NOPIANTARI NIM. 1191261003 PROGRAM MAGISTER PROGRAM

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai dan Permasalahannya Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dan kawasan konservasi memiliki korelasi yang kuat. Suatu kawasan konservasi memiliki fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial sedangkan manusia memiliki peran

Lebih terperinci

STUDI KOMPARATIF KINERJA PORTOFOLIO SAHAM SMALL MEDIUM ENTERPRISE (SME) DI PASAR MODAL INDONESIA, CHINA, DAN INDIA

STUDI KOMPARATIF KINERJA PORTOFOLIO SAHAM SMALL MEDIUM ENTERPRISE (SME) DI PASAR MODAL INDONESIA, CHINA, DAN INDIA STUDI KOMPARATIF KINERJA PORTOFOLIO SAHAM SMALL MEDIUM ENTERPRISE (SME) DI PASAR MODAL INDONESIA, CHINA, DAN INDIA Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Manajemen Program

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Struktur Vegetasi Struktur vegetasi merupakan komponen penyusun vegetasi itu sendiri. Struktur vegetasi disusun oleh tumbuh-tumbuhan baik berupa pohon, pancang,

Lebih terperinci

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM I. K e l a s. Kurikulum 2013

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM I. K e l a s. Kurikulum 2013 Kurikulum 2013 Geografi K e l a s XI KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami kegiatan pertanian

Lebih terperinci

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN Penanggulangan Kerusakan Lahan Akibat Erosi Tanah OLEH: RESTI AMELIA SUSANTI 0810480202 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnnya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Menurut Ummi (2007)

BAB I PENDAHULUAN. lainnnya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Menurut Ummi (2007) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati nomor dua di dunia yang memiliki keanekaragaman flora, fauna, dan berbagai kekayaan alam lainnnya yang tersebar

Lebih terperinci

LUH MIRA AMBARASARI SAKA

LUH MIRA AMBARASARI SAKA TESIS TINGKAT KEPUASAN MASYARAKAT DALAM PENGURUSAN PERIZINAN SIUP AGRIBISNIS DI BADAN PELAYANAN PERIJINAN TERPADU SATU PINTU DAN PENANAMAN MODAL KOTA DENPASAR LUH MIRA AMBARASARI SAKA NIM. 1291161015 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu asosiasi kehidupan, baik tumbuh-tumbuhan (flora)

BAB I PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu asosiasi kehidupan, baik tumbuh-tumbuhan (flora) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan adalah suatu asosiasi kehidupan, baik tumbuh-tumbuhan (flora) maupun binatang (fauna) dari yang sederhana sampai yang bertingkat tinggi dan dengan luas sedemikian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan merupakan salah satu pusat keanekaragaman jenis tumbuhan yang belum banyak diketahui dan perlu terus untuk dikaji. Di kawasan hutan terdapat komunitas tumbuhan yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan dapat diberi batasan sesuai dengan sudut pandang masing-masing pakar. Misalnya dari sisi ekologi dan biologi, bahwa hutan adalah komunitas hidup yang terdiri dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang mendapat sebutan Mega Biodiversity setelah Brazil dan Madagaskar. Diperkirakan 25% aneka spesies dunia berada di Indonesia,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas, 16 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas, Resort Way Kanan, Satuan Pengelolaan Taman Nasional 1 Way Kanan,

Lebih terperinci

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB VI. PERSIAPAN LAHAN Rizka Novi Sesanti KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

Lembar Persetujuan TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 16 DESEMBER 2016

Lembar Persetujuan TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 16 DESEMBER 2016 Lembar Persetujuan TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 16 DESEMBER 2016 Pembimbing I, Pembimbing II, Dr. I Ketut Budiartha, SE., Msi.,Ak.,CPA NIP. 19591202 198702 1 001 Dr.Drs.Herkulanus Bambang Suprasto,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan tropis di Indonesia meliputi areal seluas 143 juta hektar dengan berbagai tipe dan peruntukan (Murdiyarso dan Satjaprapdja, 1997). Kerusakan hutan (deforestasi) masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan I. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia adalah salah satu negara yang dikenal memiliki banyak hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan tropis Indonesia adalah

Lebih terperinci

Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 28 DESEMBER 2016 NIP NIP

Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 28 DESEMBER 2016 NIP NIP Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 28 DESEMBER 2016 Pembimbing I, Pembimbing II, Dr. I Dewa Nyoman Badera, SE, MSi. Dr.A.A.N.B. Dwirandra, SE, MSi., Ak. NIP. 19641225199303 1 003

Lebih terperinci

STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADUAN ALUMINIUM AA5154 UNTUK APLIKASI TEKNOLOGI SEMI SOLID CASTING

STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADUAN ALUMINIUM AA5154 UNTUK APLIKASI TEKNOLOGI SEMI SOLID CASTING STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADUAN ALUMINIUM AA5154 UNTUK APLIKASI TEKNOLOGI SEMI SOLID CASTING Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Teknik Mesin Program Pasca

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Pembangunan hutan tanaman bertujuan untuk meningkatkan. produktivitas lahan yang kurang produktif, meningkatkan kualitas lingkungan

PENDAHULUAN. Pembangunan hutan tanaman bertujuan untuk meningkatkan. produktivitas lahan yang kurang produktif, meningkatkan kualitas lingkungan A B I B PENDAHULUAN Pembangunan hutan tanaman bertujuan untuk meningkatkan produktivitas lahan yang kurang produktif, meningkatkan kualitas lingkungan hidup serta menjamin tersedianya secara lestari bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan menjadi suatu sistem yang menguntungkan adalah sistem agroforestri.

I. PENDAHULUAN. dan menjadi suatu sistem yang menguntungkan adalah sistem agroforestri. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sistem pemanfaatan lahan yang optimal dalam menghasilkan produk dan menjadi suatu sistem yang menguntungkan adalah sistem agroforestri. Agroforestri menurut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Revegetasi di Lahan Bekas Tambang Setiadi (2006) menyatakan bahwa model revegetasi dalam rehabilitasi lahan yang terdegradasi terdiri dari beberapa model antara lain restorasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia dihadapkan pada tantangan besar untuk memperbaiki sektor pertanian dalam rangka pemenuhan kebutuhan pangan, peningkatan pendapatan masyarakat pedesaan serta mengatasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sumberdaya lahan merupakan suatu sumberdaya alam yang sangat penting bagi mahluk hidup, dengan tanah yang menduduki lapisan atas permukaan bumi yang tersusun

Lebih terperinci

dan penggunaan sumber daya alam secara tidak efisien.

dan penggunaan sumber daya alam secara tidak efisien. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan komponen penting bagi proses kehidupan di bumi karena semua organisme hidup membutuhkan air dan merupakan senyawa yang paling berlimpah di dalam sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. Adapun yang membedakannya dengan hutan yang lainnya yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan lingkungan seperti banjir, erosi dan longsor terjadi dimana-mana pada musim penghujan, sedangkan pada musim kemarau terjadi kekeringan dan kebakaran hutan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengelolaan lahan berkelanjutan (sustainable land management) adalah pengelolaan lahan secara terpadu berbasis ilmu pengetahuan untuk memenuhi kebutuhan akan pangan dan serat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri dan Kawasan Industri Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri, industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal memiliki potensi sumberdaya alam yang tinggi dan hal itu telah diakui oleh negara-negara lain di dunia, terutama tentang potensi keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. berinteraksi dalam satu sistem (pohon, tanaman dan atau ternak) membuat

II. TINJAUAN PUSTAKA. berinteraksi dalam satu sistem (pohon, tanaman dan atau ternak) membuat 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Agroforestri Sistem agroforestri memiliki karakter yang berbeda dan unik dibandingkan sistem pertanian monokultur. Adanya beberapa komponen berbeda yang saling berinteraksi dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi TINJAUAN PUSTAKA Defenisi Lahan Kritis Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : a. Lahan yang tidak mampu secara efektif sebagai unsur produksi pertanian, sebagai media pengatur tata air, maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. Ekosistem mangrove

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 41 tahun 1999). Menurut Indriyanto (2006), hutan merupakan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. 41 tahun 1999). Menurut Indriyanto (2006), hutan merupakan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan

Lebih terperinci

Laboratorium Tanaman Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

Laboratorium Tanaman Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Laboratorium Tanaman Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Inilah Gambaran Peternak Dalam Mencari Hijauan Bagaimna Penanaman Rumput Pada Peternak Ruminansia Bagaimna Penanaman Rumput

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan seluruh satuan lahan yang menunjang kelompok vegetasi yang didominasi oleh pohon segala ukuran, dieksploitasi maupun tidak, dapat menghasilkan kayu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bogor merupakan kota yang terus berkembang serta mengalami peningkatan jumlah penduduk dan luas lahan terbangun sehingga menyebabkan terjadinya penurunan luas

Lebih terperinci

EKOLOGI MANUSIA : PERTANIAN DAN PANGAN MANUSIA. Nini Rahmawati

EKOLOGI MANUSIA : PERTANIAN DAN PANGAN MANUSIA. Nini Rahmawati EKOLOGI MANUSIA : PERTANIAN DAN PANGAN MANUSIA Nini Rahmawati Pangan dan Gizi Manusia Zat gizi merupakan komponen pangan yang bermanfaat bagi kesehatan (Mc Collum 1957; Intel et al 2002). Secara klasik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan mulai dari tanaman keras, non kayu, satwa, buah-buahan, satuan budi

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan mulai dari tanaman keras, non kayu, satwa, buah-buahan, satuan budi TINJAUAN PUSTAKA Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Hutan rakyat adalah hutan yang pengelolaannya dilaksanakan oleh organisasi masyarakat baik pada lahan individu, komunal (bersama), lahan adat, maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) merupakan taman nasional yang ditunjuk berdasarkan SK Menhut No 70/Kpts-II/2001 tentang Penetapan Kawasan Hutan, perubahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain. Agroforestry adalah salah

PENDAHULUAN. hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain. Agroforestry adalah salah PENDAHULUAN Latar Belakang Alih-guna lahan hutan menjadi lahan pertanian disadari menimbulkan banyak masalah seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, kekeringan dan

Lebih terperinci

PENENTUAN WAKTU TANAM KEDELAI (Glycine max L. Merrill) BERDASARKAN NERACA AIR DI DAERAH KUBUTAMBAHAN KABUPATEN BULELENG

PENENTUAN WAKTU TANAM KEDELAI (Glycine max L. Merrill) BERDASARKAN NERACA AIR DI DAERAH KUBUTAMBAHAN KABUPATEN BULELENG TESIS PENENTUAN WAKTU TANAM KEDELAI (Glycine max L. Merrill) BERDASARKAN NERACA AIR DI DAERAH KUBUTAMBAHAN KABUPATEN BULELENG ERLINA PANCA HANDAYANINGSIH PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang karakteristik habitat Macaca nigra dilakukan di CA Tangkoko yang terletak di Kecamatan Bitung Utara, Kotamadya Bitung, Sulawesi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam untuk 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman Taman Hutan Raya (Tahura) adalah hutan yang ditetapkan pemerintah dengan fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam

Lebih terperinci

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara

Lebih terperinci

KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik

KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik Latar Belakang: Penghutan kembali atau reboisasi telah banyak dilakukan oleh multipihak untuk menyukseskan

Lebih terperinci

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan Latar Belakang Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang utama memegang posisi penting dalam kelestarian lingkungan. Kemerosotan kemampuan tanah yang ditunjukkan dengan meningkatnya laju erosi dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat dengan memperhatikan tiga prinsip yaitu secara ekologi tidak merusak. waktu, aman dan terjangkau bagi setiap rumah tangga.

I. PENDAHULUAN. masyarakat dengan memperhatikan tiga prinsip yaitu secara ekologi tidak merusak. waktu, aman dan terjangkau bagi setiap rumah tangga. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian, perkebunan dan kehutanan bertujuan untuk perbaikan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pendapatan masyarakat dengan memperhatikan

Lebih terperinci

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu BAB I PENDAHULUAN Pembangunan pertanian merupakan bagian integral daripada pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur (Ditjen Tanaman Pangan, 1989). Agar pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS.

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan hujan tropis merupakan salah satu tipe ekosistem hutan yang sangat produktif dan memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Kawasan ini terletak di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai sub-tropis yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki mega biodiversity

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki mega biodiversity BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki mega biodiversity setelah Brazil dan Madagaskar. Keanekaragaman sumber daya hayati Indonesia termasuk dalam golongan

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2 1. Berikut ini yang tidak termasuk kegiatan yang menyebabkan gundulnya hutan adalah Kebakaran hutan karena puntung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk menopang perekonomian nasional. Pembangunan pertanian yang baik untuk Negara Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Berdasarkan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967, arti hutan dirumuskan sebagai Suatu lapangan tetumbuhan pohon-pohonan yang secara keseluruhan merupakan

Lebih terperinci

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN Noviana Khususiyah, Subekti Rahayu, dan S. Suyanto World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar

BAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar peranannya dalam Pembangunan Nasional, kurang lebih 70% dari luas daratan berupa hutan. Hutan sangat

Lebih terperinci

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng Abstrak Sektor pertanian di Indonesia masih mempunyai peran yang penting, khususnya untuk mendukung program ketahanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai sebuah ekosistem mempunyai berbagai fungsi penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Beberapa fungsi utama dalam ekosistem sumber daya hutan adalah

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi, baik flora maupun fauna yang penyebarannya sangat luas. Hutan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura 12 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura Wan Abdul Rachman yang memiliki luasan 1.143 ha. Secara geografis terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari pemanfaatan yang tidak banyak mempengaruhi kondisi ekosistem hutan sampai kepada

BAB I PENDAHULUAN. dari pemanfaatan yang tidak banyak mempengaruhi kondisi ekosistem hutan sampai kepada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan semakin banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia seiring dengan perkembangan zaman. Pemanfaatan hutan biasanya sangat bervariasi, mulai dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kawasan hutan hujan tropis dengan tingkat keanekaragaman yang tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan kawasan pelestarian alam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan kebutuhan hidup manusia, tidak dapat dipungkiri bahwa tekanan terhadap perubahan lingkungan juga akan meningkat

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya alam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu ekosistem, yaitu lingkungan tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara makhluk hidup yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. rekreasi alam, yang mempunyai fungsi sebagai: Kawasan perlindungan sistem penyangga kehidupan.

TINJAUAN PUSTAKA. rekreasi alam, yang mempunyai fungsi sebagai: Kawasan perlindungan sistem penyangga kehidupan. TINJAUAN PUSTAKA Taman Nasional Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

TESIS PENINGKATAN PEMAHAMAN AFIKS PADA KOSAKATA BAHASA INGGRIS MELALUI PENERAPAN METODE INTENSIF PADA PESERTA DIDIK KELAS VIIIA SMP PGRI 7 DENPASAR

TESIS PENINGKATAN PEMAHAMAN AFIKS PADA KOSAKATA BAHASA INGGRIS MELALUI PENERAPAN METODE INTENSIF PADA PESERTA DIDIK KELAS VIIIA SMP PGRI 7 DENPASAR TESIS PENINGKATAN PEMAHAMAN AFIKS PADA KOSAKATA BAHASA INGGRIS MELALUI PENERAPAN METODE INTENSIF PADA PESERTA DIDIK KELAS VIIIA SMP PGRI 7 DENPASAR A.A. ISTRI AGUNG BINTANG SURYANINGSIH NIM 1490161024

Lebih terperinci

SESI : 7. Kualitas Air dan Pemulihan Ekosistem Topik : 7.1. Konservasi Tanah dan Air. Jadwal : Selasa, 25 November 2014 Jam : WIB.

SESI : 7. Kualitas Air dan Pemulihan Ekosistem Topik : 7.1. Konservasi Tanah dan Air. Jadwal : Selasa, 25 November 2014 Jam : WIB. SESI : 7. Kualitas Air dan Pemulihan Ekosistem Topik : 7.1. Konservasi Tanah dan Air Jadwal : Selasa, 25 November 2014 Jam : 08.00 12.00 WIB. Oleh : HARRY SANTOSO Kementerian Kehutanan -DAS adalah : Suatu

Lebih terperinci

TESIS HUBUNGAN ANTARA JIWA KEWIRAUSAHAAN DAN MANAJEMEN AGRIBISNIS TERHADAP KEBERHASILAN USAHA JAMUR TIRAM DI KOTA DENPASAR

TESIS HUBUNGAN ANTARA JIWA KEWIRAUSAHAAN DAN MANAJEMEN AGRIBISNIS TERHADAP KEBERHASILAN USAHA JAMUR TIRAM DI KOTA DENPASAR TESIS HUBUNGAN ANTARA JIWA KEWIRAUSAHAAN DAN MANAJEMEN AGRIBISNIS TERHADAP KEBERHASILAN USAHA JAMUR TIRAM DI KOTA DENPASAR NI WAYAN PURNAMI RUSADI NIM. 1391161002 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam pandangan al-qur an, mempelajari dan mengamati fenomena

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam pandangan al-qur an, mempelajari dan mengamati fenomena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pandangan al-qur an, mempelajari dan mengamati fenomena makhluk hidup sangat dianjurkan. Kita semua dianjurkan untuk menjaga kelestarian yang telah diciptakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Rakyat 2.1.1. Pengertian Dalam UU No. 41 tahun 1999, hutan rakyat merupakan jenis hutan yang dikelompokkan ke dalam hutan hak. Hutan hak merupakan hutan yang berada di

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa Apakah mulsa itu? Mulsa adalah sisa tanaman, lembaran plastik, atau susunan batu yang disebar di permukaan tanah. Mulsa berguna untuk melindungi permukaan tanah dari terpaan hujan, erosi, dan menjaga kelembaban,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bertambahnya jumlah penduduk dan masuknya migrasi penduduk di suatu daerah, maka akan semakin banyak jumlah lahan yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan sandang, papan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG NORMA, STANDAR, PROSEDUR DAN KRITERIA PENGELOLAAN HUTAN PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) DAN KESATUAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas cahaya dan penutupan tajuk Cahaya digunakan oleh tanaman untuk proses fotosintesis. Semakin baik proses fotosintesis, semakin baik pula pertumbuhan tanaman (Omon

Lebih terperinci

PENGARUH PENGAWASAN PIMPINAN,DISIPLIN DAN KOMPETENSI PEGAWAI PADA KINERJA PEGAWAI INSPEKTORAT KABUPATEN TABANAN

PENGARUH PENGAWASAN PIMPINAN,DISIPLIN DAN KOMPETENSI PEGAWAI PADA KINERJA PEGAWAI INSPEKTORAT KABUPATEN TABANAN TESIS PENGARUH PENGAWASAN PIMPINAN,DISIPLIN DAN KOMPETENSI PEGAWAI PADA KINERJA PEGAWAI INSPEKTORAT KABUPATEN TABANAN NI LUH MADE HERAWATI NIM 1391661043 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam 11 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan, termasuk hutan tanaman, bukan hanya sekumpulan individu pohon, namun merupakan suatu komunitas (masyarakat) tumbuhan (vegetasi) yang kompleks yang terdiri dari pohon,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang TAHURA Bukit Soeharto merupakan salah satu kawasan konservasi yang terletak di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara dengan luasan 61.850 ha. Undang-Undang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biodiversitas ( Biodiversity

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biodiversitas ( Biodiversity II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biodiversitas (Biodiversity) Biodiversitas atau keanekaragaman hayati adalah berbagai macam bentuk kehidupan, peranan ekologi yang dimilikinya dan keanekaragaman plasma nutfah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang. Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang. Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya pemanfaatan sumber daya alam khususnya hutan, disamping intensitas teknologi yang digunakan. Kehutanan

Lebih terperinci

KINERJA DAN STRATEGI PENGELOLAAN LIMBAH HOTEL BERBINTANG DI KAWASAN PARIWISATA UBUD BALI

KINERJA DAN STRATEGI PENGELOLAAN LIMBAH HOTEL BERBINTANG DI KAWASAN PARIWISATA UBUD BALI KINERJA DAN STRATEGI PENGELOLAAN LIMBAH HOTEL BERBINTANG DI KAWASAN PARIWISATA UBUD BALI Tesis untuk memperoleh gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli ` I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli dan dikelola dengan sistem zonasi. Kawasan ini dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu

Lebih terperinci

ASAS- ASAS DAN KONSEP KONSEP TENTANG ORGANISASI PADA TARAF KOMUNITAS

ASAS- ASAS DAN KONSEP KONSEP TENTANG ORGANISASI PADA TARAF KOMUNITAS KOMUNITAS ASAS- ASAS DAN KONSEP KONSEP TENTANG ORGANISASI PADA TARAF KOMUNITAS KONSEP KOMUNITAS BIOTIK Komunitas biotik adalah kumpulan populasi yang menempati suatu habitat dan terorganisasi sedemikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. unsur unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air, vegetasi serta

BAB I PENDAHULUAN. unsur unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air, vegetasi serta BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air, vegetasi serta sumberdaya manusia.das

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Ilmu Ekologi dikenal dengan istilah habitat. jenis yang membentuk suatu komunitas. Habitat suatu organisme untuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam Ilmu Ekologi dikenal dengan istilah habitat. jenis yang membentuk suatu komunitas. Habitat suatu organisme untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap makhluk hidup dalam kehidupannya memiliki lingkungan kehidupan yang asli atau tempat tinggal yang khas untuk dapat hidup, tumbuh dan berkembang dengan baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan agroforestri. Sistem agroforestri yang banyak berkembang pada

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan agroforestri. Sistem agroforestri yang banyak berkembang pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan lahan kering pada tanah milik di Desa Wukirsari umumnya dikelola dengan agroforestri. Sistem agroforestri yang banyak berkembang pada lahan yang sempit

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Desa Pesawaran Indah ini merupakan salah satu desa yang semua penduduknya

III. METODE PENELITIAN. Desa Pesawaran Indah ini merupakan salah satu desa yang semua penduduknya 19 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pesawaran Indah, Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran. Lokasi ini dipilih secara sengaja dikarenakan

Lebih terperinci

Tesis untuk memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Akuntansi, Program Pascasarjana Universitas Udayana

Tesis untuk memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Akuntansi, Program Pascasarjana Universitas Udayana 1 TESIS PENGARUH PENGALAMAN, ORIENTASI ETIKA, KOMITMEN DAN BUDAYA ETIS ORGANISASI PADA SENSITIVITAS ETIKA AUDITOR BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN PERWAKILAN PROVINSI BALI PUTU PURNAMA DEWI PROGRAM

Lebih terperinci

MANAJEMEN RISIKO DALAM PROSES ESTIMASI BIAYA PADA PROYEK KONSTRUKSI GEDUNG BERTINGKAT DI KOTA DENPASAR

MANAJEMEN RISIKO DALAM PROSES ESTIMASI BIAYA PADA PROYEK KONSTRUKSI GEDUNG BERTINGKAT DI KOTA DENPASAR TESIS MANAJEMEN RISIKO DALAM PROSES ESTIMASI BIAYA PADA PROYEK KONSTRUKSI GEDUNG BERTINGKAT DI KOTA DENPASAR IDA AYU PRANITI TRESNA PUTRI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 TESIS MANAJEMEN

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Hutan tropis ini merupakan habitat flora dan fauna (Syarifuddin, 2011). Menurut

Lebih terperinci

Faktor biotik dalam lingkungan. Tim dosen biologi

Faktor biotik dalam lingkungan. Tim dosen biologi Faktor biotik dalam lingkungan Tim dosen biologi FAKTOR BIOTIK Di alam jarang sekali ditemukan organisme yang hidup sendirian, tetapi selalu berada dalam asosiasi dengan organisme lain. Antar jasad dalam

Lebih terperinci

KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA

KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA (Studi Kasus: Kawasan sekitar Danau Laut Tawar, Aceh Tengah) TUGAS AKHIR Oleh: AGUS SALIM L2D

Lebih terperinci

Oleh : Sri Wilarso Budi R

Oleh : Sri Wilarso Budi R Annex 2. The Training Modules 1 MODULE PELATIHAN RESTORASI, AGROFORESTRY DAN REHABILITASI HUTAN Oleh : Sri Wilarso Budi R ITTO PROJECT PARTICIPATORY ESTABLISHMENT COLLABORATIVE SUSTAINABLE FOREST MANAGEMENT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tumbuhan Herba Herba adalah semua tumbuhan yang tingginya sampai dua meter, kecuali permudaan pohon atau seedling, sapling dan tumbuhan tingkat rendah biasanya banyak ditemukan

Lebih terperinci