Urgensi Bantuan Rehabilitasi Psiko-sosial bagi Anak Korban. Tindak Pidana Perkosaan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Urgensi Bantuan Rehabilitasi Psiko-sosial bagi Anak Korban. Tindak Pidana Perkosaan"

Transkripsi

1 Urgensi Bantuan Rehabilitasi Psiko-sosial bagi Anak Korban Tindak Pidana Perkosaan Jurnal Ilmiah Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Kesarjanaan Dalam Ilmu Hukum Oleh : DIKA APRILIASTRI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS HUKUM MALANG 2014

2 HALAMAN PERSETUJUAN Judul Jurnal Ilmiah : Urgensi Bantuan Rehabilitasi Psiko-sosial bagi Anak Korban Tindak Pidana Perkosaan Identitas Penulis : a. Nama : Dika Apriliastri b. NIM : Konsentrasi : Hukum Pidana Jangka waktu penelitian : 3 bulan Disetujui pada tanggal: Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping Dr. Nurini Aprilianda, S.H., M.H. NIP Alfons Zakaria, S.H., L.LM. NIP Mengetahui, Ketua Bagian Hukum Pidana Eny Harjati, S.H., M.H. NIP

3 URGENSI BANTUAN REHABILITASI PSIKO-SOSIAL BAGI ANAK KORBAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN Dika Apriliastri, Dr. Nurini Aprilianda, SH., MH., Alfons Zakaria, SH., LLM. Fakultas Hukum Universitas Brawijaya dikaapriliastri@yahoo.com ABSTRAK Masalah perlindungan hukum dan hak-haknya bagi anak-anak merupakan salah satu sisi pendekatan untuk melindungi anak-anak Indonesia. Agar perlindungan hak-hak anak dapat dilakukan secara teratur, tertib dan bertanggung jawab maka diperlukan peraturan hukum yang selaras dengan perkembangan masyarakat Indonesia. Bantuan medis dan bantuan psiko-sosial harus diberikan kepada korban, terutama bantuan rehabilitasi psiko-sosial yang merupakan hak korban yang diberikan kepada anak yang menjadi korban tindak pidana perkosaan mengingat bahwa korban yang masih anakanak yang sering terganggu mental dan fisiknya yang bisa membuat anak tersebut trauma. Oleh sebab itu, perlu ditelaah secara lebih mengenai urgensi bantuan rehabilitasi psiko-sosial bagi anak korban perkosaan agar dapat memenuhi hak-hak anak. Kata Kunci : Bantuan Rehabilitasi Psiko-sosial, Perlindungan Hukum, Hak-hak Anak Korban Tindak Pidana Perkosaan ABSTRACK The issue of the protection of law and its rights for children is one side of the approach to protect indonesian children.to the protection of the rights of children can be conducted regularly, orderly and responsible then required the rule of law in accordance with the development of the indonesian people.medical aid and assistance psiko-sosial should be given to the victims, especially the help of rehabilitation psikososial that is the right of a victim who is given to the victims, given that the criminal act of rape victims are still children being disturbed often mental and physical that could put a was traumatized.because of that need it has been reviewed in more about the urgency of aid for the rehabilitation psiko-sosial the rape victims in order to satisfy the rights of the child. Keyword : Psycho-Social Rehabilitation assistance, legal protection, the rights of the child victims of the crime of rape.

4 A. Pendahuluan Anak-anak membutuhkan perlindungan dan perawatan khusus termasuk perlindungan hukum yang berbeda dari orang dewasa. Hal ini didasarkan pada alasan fisik dan mental anak-anak yang belum dewasa dan matang. Anak perlu mendapatkan suatu perlindungan yang telah termuat dalam suatu peraturan perundang-undangan. Setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal baik fisik, mental, sosial, berakhlak mulia perlu di dilakukan upaya perlindungan serta untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminatif. 1 Tindak kekerasan pada anak di Indonesia masih sangat tinggi. Salah satu penyebabnya adalah paradigma atau cara pandang yang keliru mengenai anak. Hal ini menggambarkan seolah-olah kekerasan terhadap anak sah-sah saja karena anak dianggap sebagai hak milik orang tua yang dididik dengan sebaikbaiknya termasuk dengan cara yang salah sekalipun. Keberadaan anak yang belum mampu untuk hidup mandiri tentunya sangat membutuhkan orang lain sebagai tempat berlindung. 2 Banyak peraturan perundang-undangan yang telah dibuat oleh pemerintah Indonesia untuk memberikan perlindungan terhadap anak antara lain: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan yang terbaru adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, dimana secara substansinya Undang-Undang tersebut mengatur hak-hak anak berupa, hak hidup, hak atas nama, hak pendidikan, hak kesehatan dasar, hak untuk beribadah menurut agamanya, hak berprestasi, berpikir, bermain, berkreasi, beristirahat, bergaul dan hak jaminan sosial. 1 Komnas Ham, Anak-Anak Indonesia Yang Teraniaya, Buletin Wacana, Edisi VII, Tahun IV, 1-30 November, 2006, hlm M.Dikdik dan Elisastris Gultom, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm.122.

5 Korban perkosaan memang mendapat perhatian tetapi seringkali perhatian yang diberikan oleh kalangan pembela hak-hak asasi manusia hanya setengah-setengah, tidak optimal dan skedar dijadikan objek penelitian. Akibatnya, data-data di seputar kasus ini sulit dijamin validitasnya, karena masih banyaknya korban yang tidak berani mengungkap kasus yang menimpanya karena khawatir dijadikan bahan cercaan publik. 3 Masalah perlindungan hukum dan hak-haknya bagi anak-anak merupakan salah satu sisi pendekatan untuk melindungi anak-anak Indonesia. Agar perlindungan hak-hak anak dapat dilakukan secara teratur, tertib dan bertanggung jawab maka diperlukan peraturan hukum yang selaras dengan perkembangan masyarakat Indonesia. 4 Kenyataannya saat ini upaya perlindungan tersebut belum dapat diberikan secara maksimal oleh pemerintah, aparat penegak hukum, masyarakat dan pihak-pihak lain yang berhak membantu. Keadilan yang diberikan oleh penerapan hukum melalui penjatuhan sanksi hukum yang dijatuhkan pada pelaku tidak adil atau tidak sesuai dengan akibat yang ditimbulkannya. Ketidakadilan hukum inilah yang disebut-sebut dapat menjauhkan masyarakat yang tertimpa musibah (menjadi korban suatu kejahatan) untuk bersedia berurusan dengan dunia peradilan. 5 Pasal 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang mana hanya memberikan bantuan kepada korban pelanggaran hak asasi manusia berat tersebut yang menjadi permasalahan. Bantuan medis dan bantuan psiko-sosial harus diberikan kepada korban, terutama bantuan rehabilitasi psiko-sosial yang merupakan hak korban yang diberikan kepada anak yang menjadi korban tindak pidana perkosaan mengingat bahwa korban yang masih anak-anak yang sering terganggu mental dan fisiknya yang bisa membuat anak tersebut trauma. Oleh sebab itu, perlu ditelaah secara lebih mengenai urgensi bantuan rehabilitasi psiko-sosial bagi anak korban perkosaan agar dapat memenuhi hak-hak anak. 3 Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual Advokasi atas Hak Asasi Perempuan, PT. Refika Aditama, Bandung, 2001, hlm Wagiati Soetodjo, Hukum Pidana Anak, PT. Refika Aditama, Bandung, 2006, hlm Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, op.cit, hlm.81.

6 B. Rumusan Masalah 1. Apa urgensi pemberian hak untuk mendapatkan bantuan rehabilitasi psikososial bagi anak korban tindak pidana perkosaan? 2. Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum yang dibentuk oleh peraturan perundang-undangan di Indonesia terhadap hak-hak anak korban tindak pidana perkosaan? C. Pembahasan Penelitian dilakukan melalui beberapa tahap dengan diawali adanya latar belakang yang berisi penjelasan umum tentang isu hukum, dan kemudian dari isu hukum tersebut dirumuskan masalah hukum yang ada dan proses selanjutnya ialah tentang metode penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian Yuridis Normatif. Penelitian Yuridis Normatif tentu tidak dapat dipisahkan dengan meneliti peraturan-peraturan hukum yang masih memiliki kekurangan. Kekurangan tersebut merupakan permasalahan yang harus ditangani dengan meneliti peraturan yang berkaitan dengan substansi yang diteliti. Penelitian ini menggunakan satu bentuk pendekatan yaitu Pendekatan Perundang-undangan (Statuta Approach). Suatu penelitian normatif tentu harus menggunakan pendekatan perundang-undangan, karena aspek yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral suatu penelitian. 6 Pendekatan statute approach dilakukan dengan mengkaji semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan isu hukum yang sedang dibahas, dalam penelitian ini yaitu mengkaji Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, danundang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak terkait dengan hak-hak yang diberikan anak yang merupakan korban tindak pidana perkosaan. Penelitian ini menggunakan jenis dan sumber bahan hukum sebagai berikut : 6 Johnny Ibrahim, Teori, Metode dan Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publising, Malang, 2007, hlm 300

7 1. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan- bahan atau aturan hukum yang mengikat dan diurut secara hierarki 7. Bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundang-undangan yang diurutkan berdasarkan hierarki tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia yang meliputi: a. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945; b. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana; c. Pasal 5 dan 6 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban; d. Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak; e. Pasal 52 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia; dan f. Pasal 3 18 dan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. g. Pasal Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. 2. Bahan Hukum Sekunder, adalah bahan hukum tambahan yang diperoleh dari literatur- literatur yang terkait dengan permasalahan yang dikaji yang berasal dari penjelasan Undang- Undang. Semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen- dokumen resmi yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer sebagaimana yang terdapat dalam kumpulan pustaka yang bersifat sebagai penunjang dari bahan- bahan hukum primer sebagai contoh buku- buku, jurnal, majalah, buletin dan internet. Proses selanjutnya setelah melalui metode penelitian yaitu menjawab rumusan masalah yang terdapat dalam huruf b jurnal ini yaitu sebagai berikut : 1. Apa urgensi pemberian hak untuk mendapatkan bantuan rehabilitasi psikososial bagi anak korban tindak pidana perkosaan? Markom dan Dolan menyebutkan, perkosaan adalah keadaan darurat baik secara psikologis maupun medis. Tujuan terapituk dari prosedur ini (penanganan medis korban kasus perkosaan) termasuk luka- 7 Amirudin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm.31.

8 luka fisik, intervensi krisis dengan dukungan emosional, propylaksis untuk penyakit kelamin dan pengobatan terhadap kemungkinan terjadinya kehamilan. 8 Pendapat tersebut secara lebih rinci antara lain sebagai berikut: 1. Korban tindak pidana perkosaan mengalami gangguan mental dan kejiwaan Pentingnya korban memperoleh pemulihan sebagai upaya menyeimbangkan kondisi korban yang mengalami gangguan, dengan tepat perlindungan korban menurut hukum positif yang berlaku. Dalam hukum pidana positif berlaku saat ini, perlindungan korban lebih banyak merupakan perlindungan abstrak atau perlindungan tidak langsung. Dalam konsep perlindungan hukum terhadap korban kejahatan, terkandung pula beberapa asas hukum yang memerlukan perhatian. Hal ini disebabkan dalam konteks hukum pidana, sebenarnya asas hukum harus mewarnai baik hukum pidana materiil, hukum pidana formil, maupun hukum pelaksanaan pidana.korban akan merasa seperti tidak lagi berharga akibat kehilangan keperawanan (kesucian) dimata masyarakat, dimata suami, calon suami (tunangan) atau pihak-pihak lain yang terkait dengannya. Penderitaan psikologis lainnya dapat berupa kegelisahan, kehilangan rasa percaya diri, tidak lagi ceria, sering menutup diri atau menjauhi kehidupan ramai, tumbuh rasa benci (antipati) terhadap lawan jenis dan curiga berlebihan terhadap pihakpihak lain yang bermaksud baik padanya. Tidak hanya itu saja, apabila korban memutuskan untuk melaporkan perkosaan yang dialaminya kepada aparat penegak hukum, tidak menutup kemungkinan korban mengalami ancaman dan tekanan. 2. Korban tindak pidana perkosaan mendapatkan stigma negatif dari masyarakat Korban yang dihadapkan pada situasi sulit seperti tidak lagi merasa berharga di mata masyarakat, keluarga, suami dan calon suami dapat saja terjerumus dalam dunia prostitusi. Artinya, tempat pelacuran dijadikan sebagai tempat pelampiasan diri untuk membalas dendam pada 8 Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual : Advokasi Atas Hak Asasi Perempuan, Refika Aditama, Bandung, 2001, hlm

9 laki-laki dan mencari penghargaan.hal ini dapat berakibat lebih fatal lagi bilamana janin yang ada tumbuh menjadi besar (tidak ada keinginan untuk diabortuskan). Artinya, anak yang dilahirkan akibat perkosaan tidak memiliki kejelasan statusnya secara yuridis dan norma keagamaan. Korban kejahatan umumnya akan mengalami berbagai penderitaan. Seseorang wanita korban perkosaan selain menderita secara fisik, juga mengalami tekanan batin yang hebat akibat perkosaan, seperti perasaan kotor, berdosa dan tidak punya masa depan, serta terkadang mendapat perlakuan tidak adil dari masyarakat akibat budaya tabu terhadap hubungan seks di luar nikah. 9 Bahkan anak yang dilahirkannya pun nanti juga akan mendapatkan perlakuan yang sama di masyarakat. 3. Korban tindak pidana perkosaan mengalami kekuranpercayaan ketika masa penanganan oleh aparat praktisi hukum. Upaya perlindungan hukum terhadap anak perlu secara terus menerus diupayakan dan dilakukan demi tetap terpeliharanya kesejahteraan anak mengingat anak merupakan salah satu asset berharga bagi kemajuan suatu bangsa di kemudian hari. Kualitas perlindungan terhadap anak hendaknya memiliki derajat/tingkat yang sama dengan perlindungan terhadap orang-orang yang berusia dewasa mengingat setiap orang memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum (equality before the law). 10 Bilamana kasus yang ditanganinya lebih banyak menyita perhatiannya, sedangkan penanganan kepada tersangka terkesan kurang sungguh-sungguh. Korban merasa diperlakukan secara diskriminasi dan dikondisikan makin menderita kejiwaannya atau lemah mentalnya akibat ditekan secara terus-menerus oleh proses penyelesaian perkara yang tidak kunjung berakhir. 9 Suryono Ekotama, ST. Harum Pudjianto. RS., dan G. Wiratama, Abortus Provocatus Bagi Korban Perkosaan Perspektif Viktimologi, Kriminologi dan Hukum Pidana (Universitas Atma Jaya, 2001) Edisi Pertama: Cetakan Pertama, hlm.135 dalam M. Dikdik, Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan antara Norma dan Realita, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hlm Muhadar, Edi Abdullah dan Husni Thamrin, Perlindungan Saksi & Korban Dalam Sistem Peradilan Pidana, Putra Media Nusantara, Surabaya, 2009, hlm.76.

10 Selain hak-hak anak sebagai korban yang didapat berupa ganti kerugian, terdapat beberapa hak anak sebagai korban untuk mendapatkan bantuan medis dan bantuan rehabilitasi psiko-sosial. Bantuan rehabilitasi psikososial adalah bantuan yang diberikan oleh psikolog kepada korban yang menderita trauma atau masalah kejiwaan lainnya untuk memulihkan kembali kondisi kejiwaan korban. 11 Berikutnya ialah menjawab tentang rumusan masalah yang kedua yaitu sebagai berikut : 2. Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum yang dibentuk oleh peraturan perundang-undangan di Indonesia terhadap hak-hak anak korban tindak pidana perkosaan? Pengaturan hak-hak anak di Indonesia saat ini, pada pokoknya diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Konvensi Hak-hak Anak. Pengertian hak anak sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 butir 12 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, bahwa hak anak adalah dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara. 12 Indonesia telah merativikasi Konvensi Hak-hak Anak berdasar Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Konvensi Hak-hak Anak, oleh karena itu, sejak tahun 1990 Indonesia terikat secara hukum untuk melakukan ketentuan yang termaktub di dalam Konvensi Hak-hak Anak. 13 Berdasarkan Konvensi Hak-hak Anak 1989 (Resolusi PBB Nomor 44/25 tanggal 5 Desember 1989), hak-hak anak secara umum dapat dikelompokkan dalam 4 (empat) kategori hak-hak anak, yaitu: hak untuk 11 Bambang Waluyo, Viktimologi Perlindungan Saksi dan Korban, Sinar Grafika, Jakarta 2011, hlm Setya Wahyudi, Implementasi Ide Diversi Dalam Pembaruan Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Genta Publishing, Yogyakarta, 2011, hlm Ibid.

11 kelangsungan hidup (the right to survival), hak untuk tumbuh kembang (the right to develop), hak untuk perlindungan (the right to protection) dan hak untuk partisipasi (the right to participation). 14 Selain Konvensi Hak hak Anak, juga terdapat beberapa undangundang yang mengatur tentang hak-hak anak di Indonesia, yaitu sebagai berikut: 1. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 B ayat (2) memberikan jaminan dan perlindungan terhadap hak-hak anak, yaitu setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 52 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa : 1. Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat, dan negara. 2. Hak anak adalah hak asasi manusia dan untuk kepentingannya hak anak itu di akui dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak dalam kandungan. 3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, ditentukan: 1. Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar. 2. Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosialnya, sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa, untuk menjadi warganegara yang baik dan berguna. 3. Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan. 4. Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar. 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak 14 Ibid.

12 Pasal 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yaitu: Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasaan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera. Hak-hak anak di Indonesia secara umum ditentukan dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, sebagai berikut: 1) Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. 2) Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas dan status kewarganegaraan. 3) Setiap ank berhak beribadah menurut agamanya, berpikir sesuai dengan tingkat kecerdasan dan dalam bimbingan orang tuanya. 4) Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan dan diasuh oleh orang tuanya sendiri, atau oleh orang lain bila orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak. 5) Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan social sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual dan social. 6) Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran sesuai dengan minat dan bakatnya. 7) Bagi anak cacat berhat pendidikan luarbiasa, dan bagi anak yang memiliki keunggulan berhak mendapatkan pendidikan khusus. 8) Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya sesuai demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan. 9) Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak sebaya, bermain, berekreasi, dan berkrasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya. 10) Setiap anak yang menyandang cacat berhat memperoleh rehabilitasi, bantuan social dan pemeliharaan taraf kesejahteraan social. 11) Setiap anak selama pengasuhan orang tua, wali atau pihak lain, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan:

13 diskriminasi, eksploitasi, penelantaran, kekejaman, kekerasan dan penganiayaan, ketidakadilan, perlakuan salah lainnya. 12) Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari: penyalahgunaan dalam kegiatan politik, pelibatan dalam sengketa bersenjata, pelibatan dalam kerusuhan social, pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan, pelibatan dalam peperangan. 13) Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan atau penjatuhan hukum yang tidak manusiawi. 14) Penangkapan, penahanan, atau pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir. 15) Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk: mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatan dipisahkan dari orang dewasa; memperoleh bantuan hukum dan bantuan lainnya. 16) Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan. 15 Khusus untuk anak yang berhadapan dengan hukum, menurut Pasal 64 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Anak, diarahkan pada anak-anak yang berkonflik dengan hukum dan anak korban tindak pidana. Berdasarkan Pasal 64 ayat (2) Undang-Undang Perlindungan Anak, perlindungan bagi anak yang berhadapan dengan hukum dilaksanakan melalui: a. Perlakuan atas anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak-hak anak; b. Penyediaan sarana dan prasarana khusus; c. Penyediaan petugas pendamping khusus bagi anak sejak dini. d. Pemantauan dan pencatatan terus-menerus terhadap perkembangan anak yang berhadapan dengan hukum; e. Pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orang tua atau keluarga; dan f. Perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi. 15 Ibid, hlm

14 Perlindungan hukum terhadap anak korban tindak pidana perkosaan di Indonesia dilakukan dengan cara memenuhi hak-hak yang merupakan hak yang harus didapatkan oleh anak korban tidak pidana perkosaan. Hak-hak tersebut adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban tindak pidana dalam Pasal 64 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dilaksanakan melalui: a. Upaya rehabilitasi, baik dalam lembaga maupun di luar lembaga; b. Upaya perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi; c. Pemberian jaminan keselamatan bagi saksi dan korban dan saksi ahli, baik fisik, mental, maupun social; dan d. Pemberian aksesibilitas untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan perkara. 2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Pada Pasal 89 yang berbunyi: Anak Korban dan/atau Anak Saksi berhak atas semua perlindungan dan hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Pada Pasal 90 yang berbunyi: (1) Selain hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89, Anak Korban dan Anak Saksi berhak atas: a. upaya rehabilitasi medis dan rehabilitasi social, baik di dalam lembaga maupun di luar lembaga; b. Jaminan keselamatan, baik fisik, mental, maupun sosial; dan c. Kemudahan dalam mendapatkan informasi mengenai perkembangan perkara. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan hak Anak Korban dan Anak Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden. Pada Pasal 91 yang berbunyi: (1) Berdasarkan pertimbangan atau saran Pembimbing Kemasyarakatan, Pekerja Sosial Profesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial atau Penyidik dapat merujuk Anak, Anak Korban, atau Anak Saksi ke instansi atau lembaga yang

15 menangani perlindungan anak atau lembaga kesejahteraan social anak. (2) Dalam hal Anak Korban memerlukan tindakan pertolongan segera, Penyidik, tanpa laporan social dari Pekerja Sosial Profesional, dapat langsung merujuk Anak Korban ke rumah sakit atau lembaga yang menangani perlindungan anak sesuai dengan kondisi Anak Korban. (3) Berdasarkan hasil Penelitian Kemasyarakatan dari Pembimbing Kemasyarakatan dan laporan social dari Pekerja Sosial Profesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial, Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi berhak memperoleh rehabilitasi medis, rehabilitasi social, dan reintegrasi sosial dari lembaga atau instansi yang menangani perlindungan anak. (4) Anak Korban dan/atau Anak Saksi yang memerlukan perlindungan dapat memperoleh perlindungan dari lembaga yang menangani perlindungan saksi dan korban atau rumah perlindungan social sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. D. Penutup Kesimpulan 1. Urgensi bantuan rehabilitasi psiko-sosial bagi anak korban tindak pidana perkosaan adalah karena dampak yang dialami korban yaitu korban tindak pidana perkosaan mengalami gangguan mental dan kejiwaan, korban tindak pidana perkosaan mendapatkan stigma negatif dari masyarakat dan korban tindak pidana perkosaan mengalami kekurangpercayaan ketika masa penanganan oleh praktisi hukum. Dalam memberikan bantuan rehabilitasi psiko-sosial dilakukan dengan cara psikoterapi. Psikoterapi adalah salah satu diantara metode intervensi. Intervensi klinis dapat mengambil bentuk sebagai kegiatan rehabilitasi psikososial dan pencegahan. Ada beberapa perbedaan antara psikoterapi dengan bimbingan konseling. Pertama, istilah psikoterapi lebih sering digunakan untuk klien atau pasien yang mengalami masalah berat. Kedua, psikoterapi dan konseling dilakukan atas permintaan klien atau pasien, sedangkan bimbingan dapat dilakukan tanpa diminta Pengaturan hak-hak anak di Indonesia saat ini, pada pokoknya diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan 16 Ibid, hlm.136.

16 Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Konvensi Hak-hak Anak. Pengertian hak anak sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 butir 12 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, bahwa hak anak adalah dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara. Selain Konvensi Hak hak Anak, juga terdapat beberapa undang-undang yang mengatur tentang hak-hak anak di Indonesia, yaitu sebagai berikut: Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945; Pasal 5 dan 6 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban; Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak; Pasal 52 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia; Pasal 3 18 dan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Perlindungan terhadap anak korban tindak pidana perkosaan di Indonesia dilakukan dengan cara memenuhi hak-hak yang merupakan hak yang harus didapatkan oleh anak korban tidak pidana perkosaan. Hak-hak tersebut adalah sebagai berikut: Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban tindak pidana dalam Pasal 64 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Pasal Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Selain itu, hak anak sebagai korban perkosaan yang menderita secara fisik perlu mendapatkan restitusi maupun kompensasi atas akibat penderitaan yang dialaminya. Sebagaimana terkandung dalam Deklarasi Prinsip-prinsip Dasar Keadilan Bagi Para Korban Kejahatan dan Penyalahgunaan Kekuasaan (Resolusi Majelis Umum PBB No. 40/34 tertanggal 29 November 1985). SARAN Perlindungan hukum bagi anak korban tindak pidana perkosaan sangat penting dilakukan, mengingat dampak yang dialami korban sangat banyak. Dampak tersebut bisa merupakan dampak fisik dan dampak psikis. Dampak psikis yang dialami korban bisa menimbulkan trauma atau ketakutan yang dialami korban dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Selama ini belum ada undang-undang dengan jelas tentang rehabilitasi psiko-sosial yang merupakan bantuan yang

17 diberikan bagi korban tindak pidana untuk memulihkan kondisi mental korban. Seharusnya ada undang-undang yang lebih khusus mengatur tentang bantuan rehabilitasi psiko-sosial korban tindak pidana perkosaan. Bantuan medis dan bantuan psiko-sosial harus diberikan kepada korban, terutama bantuan rehabilitasi psiko-sosial yang merupakan hak korban yang diberikan kepada anak yang menjadi korban tindak pidana perkosaan mengingat bahwa korban yang masih anak-anak yang sering terganggu mental dan fisiknya yang bisa membuat anak tersebut trauma. E. Daftar Pustaka BUKU Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual Advokasi atas Hak Asasi Perempuan, PT. Refika Aditama, Bandung, Amirudin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm.31. Bambang Waluyo, Viktimologi Perlindungan Saksi dan Korban, Sinar Grafika, Jakarta Johnny Ibrahim, Teori, Metode dan Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publising, Malang, Komnas Ham, Anak-Anak Indonesia Yang Teraniaya, Buletin Wacana, Edisi VII, Tahun IV, 1-30 November, M. Dikdik, Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan antara Norma dan Realita, Raja Grafindo Persada, Jakarta, M.Dikdik dan Elisastris Gultom, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006.

18 Muhadar, Edi Abdullah dan Husni Thamrin, Perlindungan Saksi & Korban Dalam Sistem Peradilan Pidana, Putra Media Nusantara, Surabaya, Setya Wahyudi, Implementasi Ide Diversi Dalam Pembaruan Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Genta Publishing, Yogyakarta, Wagiati Soetodjo, Hukum Pidana Anak, PT. Refika Aditama, Bandung, UNDANG-UNDANG Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Penerbit: Cahaya. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata (KUHAP). Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban; Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak; Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia; Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak; dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tindak pidana kriminal di samping ada pelaku juga akan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tindak pidana kriminal di samping ada pelaku juga akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap tindak pidana kriminal di samping ada pelaku juga akan menimbulkan korban. Korban/saksi dapat berupa pelaku tindak pidana yaitu: seorang Korban/saksi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

BAB III KONSEP PENGASUHAN ANAK DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

BAB III KONSEP PENGASUHAN ANAK DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK BAB III KONSEP PENGASUHAN ANAK DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK A. Gambaran Umum Undang-undang perlindungan anak dibentuk dalam rangka melindungi hakhak dan kewajiban anak,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN TERHADAP HAK-HAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN TERHADAP HAK-HAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN TERHADAP HAK-HAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang : a. bahwa anak yang merupakan tunas dan generasi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB III PERANAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK SABAGAI DASAR HUKUM DALAM PENANGGULANGAN KEKERASAN ANAK

BAB III PERANAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK SABAGAI DASAR HUKUM DALAM PENANGGULANGAN KEKERASAN ANAK BAB III PERANAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK SABAGAI DASAR HUKUM DALAM PENANGGULANGAN KEKERASAN ANAK 1.1 Peranan Undang-Undang Perlindungan Anak Dalam Memberikan Perlindungan Terhadap Anak Yang Menjadi

Lebih terperinci

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana 1 Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana Novelina MS Hutapea Staf Pengajar Kopertis Wilayah I Dpk Fakultas Hukum USI Pematangsiantar Abstrak Adakalanya dalam pembuktian

Lebih terperinci

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, SALINAN BUPATI PATI PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK 32 BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK A. Hak dan Kewajiban antara Orang Tua dan Anak menurut UU No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI KORBAN KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK DIBAWAH UMUR. A. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI KORBAN KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK DIBAWAH UMUR. A. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI KORBAN KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK DIBAWAH UMUR A. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pencarian kenikmatan seksual orang dewasa yang berakibat merusak fisik dan

Lebih terperinci

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMANDAU,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prostitusi bukan merupakan suatu masalah yang baru muncul di dalam masyarakat, akan

BAB I PENDAHULUAN. Prostitusi bukan merupakan suatu masalah yang baru muncul di dalam masyarakat, akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Prostitusi bukan merupakan suatu masalah yang baru muncul di dalam masyarakat, akan tetapi merupakan masalah lama yang baru banyak muncul pada saat sekarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHUULUAN. terjadi tindak pidana perkosaan. Jika mempelajari sejarah, sebenarnya jenis tindak

BAB I PENDAHUULUAN. terjadi tindak pidana perkosaan. Jika mempelajari sejarah, sebenarnya jenis tindak BAB I PENDAHUULUAN A. Latar Belakang Saat ini tindak pidana perkosaan merupakan kejahatan yang cukup mendapat perhatian di kalangan masyarakat. Sering di koran atau majalah diberitakan terjadi tindak pidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi dan kemajuan teknologi yang terjadi dewasa ini telah menimbulkan dampak yang luas terhadap berbagai bidang kehidupan, khususnya di bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Untuk menjaga harkat dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

BAB II TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN OLEH ANAK. Menurut Moeljatno istilah perbuatan pidana menunjuk kepada makna

BAB II TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN OLEH ANAK. Menurut Moeljatno istilah perbuatan pidana menunjuk kepada makna BAB II TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN OLEH ANAK A. Tindak Pidana Menurut Moeljatno istilah perbuatan pidana menunjuk kepada makna adanya suatu kelakuan manusia yang menimbulkan akibat tertentu yang dilarang

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK)

KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK) KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK) Konvensi Hak Anak (KHA) Perjanjian yang mengikat secara yuridis dan politis antara berbagai negara yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan Hak Anak Istilah yang perlu

Lebih terperinci

BUPATI DOMPU PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN DOMPU NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

BUPATI DOMPU PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN DOMPU NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK BUPATI DOMPU PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN DOMPU NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DOMPU, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA. Oleh : Mahmudin Kobandaha 1 ABSTRAK

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA. Oleh : Mahmudin Kobandaha 1 ABSTRAK Kobandaha M: Perlindungan Hukum... Vol. 23/No. 8/Januari/2017 Jurnal Hukum Unsrat PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA Oleh : Mahmudin Kobandaha

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tindak kejahatan yang menjadi fenomena akhir-akhir ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tindak kejahatan yang menjadi fenomena akhir-akhir ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tindak kejahatan yang menjadi fenomena akhir-akhir ini adalah kekerasan seksual terhadap anak. Anak adalah anugerah tidak ternilai yang dikaruniakan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan. memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara.

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan. memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah anugerah yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa kepada setiap orang tua yang harus dijaga, dilindungi dan diberi kasih sayang dari kedua orang tuanya.

Lebih terperinci

Oleh : Didit Susilo Guntono NIM. S BAB I PENDAHULUAN

Oleh : Didit Susilo Guntono NIM. S BAB I PENDAHULUAN Penegakan hukum tindak pidana pencabulan terhadap anak berdasarkan undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak (studi di Pengadilan Negeri Sukoharjo) Oleh : Didit Susilo Guntono NIM. S310907004

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang- 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK Menimbang Mengingat : : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, a. bahwa anak harus mendapatkan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 SKRIPSI PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 Oleh ALDINO PUTRA 04 140 021 Program Kekhususan: SISTEM PERADILAN PIDANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. mengatur tetntang pengertian anak berdasarkan umur. Batasan umur seseorang

II. TINJAUAN PUSTAKA. mengatur tetntang pengertian anak berdasarkan umur. Batasan umur seseorang 21 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak Terdapat beberapa perundang-undangan yang berlaku di Indonesia saat ini yang mengatur tetntang pengertian anak berdasarkan umur. Batasan umur seseorang masih

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga

Lebih terperinci

TANYA JAWAB UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

TANYA JAWAB UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TANYA JAWAB UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK 1. Pertanyaan : Negara Republik Indonesia menjamin kesejahteraan tiap-tiap warga negaranya, termasuk perlindungan kepada anak yang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 95, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4419)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia 3 Perbedaan dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia? Menurut hukum internasional, kejahatan

Lebih terperinci

Hadirkan! Kebijakan Perlindungan Korban Kekerasan Seksual. Pertemuan Nasional Masyarakat Sipil Untuk SDGs Infid November 2017

Hadirkan! Kebijakan Perlindungan Korban Kekerasan Seksual. Pertemuan Nasional Masyarakat Sipil Untuk SDGs Infid November 2017 Hadirkan! Kebijakan Perlindungan Korban Kekerasan Seksual Pertemuan Nasional Masyarakat Sipil Untuk SDGs Infid 14-15 November 2017 Kondisi kekerasan seksual di Indonesia Kasus kekerasan terhadap perempuan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 2 TAHUN 2013 SERI C NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga dan diperhatikan harkat, martabat dan hak-hak anak sebagai manusia seutuhnya. Hak yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan pembinaan,sehingga anak tersebut bisa tumbuh menjadi anak yang cerdas dan tanpa beban pikiran

Lebih terperinci

BENTUK GANTI KERUGIAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF VIKTIMOLOGI

BENTUK GANTI KERUGIAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF VIKTIMOLOGI BENTUK GANTI KERUGIAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF VIKTIMOLOGI oleh I Gusti Ayu Christiari A.A. Sri Utari Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT

Lebih terperinci

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. IV/No. 1/Jan-Mar/2015. PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK KORBAN TERORISME 1 Oleh: Wahyudi Iswanto 2

Lex Crimen Vol. IV/No. 1/Jan-Mar/2015. PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK KORBAN TERORISME 1 Oleh: Wahyudi Iswanto 2 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK KORBAN TERORISME 1 Oleh: Wahyudi Iswanto 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan terhadap korban tindak pidana terorisme

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Ogan Komering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hak Asasi merupakan isu pesat berkembang pada akhir abad ke-20 dan pada permulaan

BAB I PENDAHULUAN. Hak Asasi merupakan isu pesat berkembang pada akhir abad ke-20 dan pada permulaan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hak Asasi merupakan isu pesat berkembang pada akhir abad ke-20 dan pada permulaan abad ke-21 ini, baik secara nasional maupun internasional. Hak Asasi Manusia telah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Di tangan mereka peranperan strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerapan sanksi pidana terhadap pelaku kejahatan merupakan cara terbaik dalam menegakan keadilan. Kejahatan yang menimbulkan penderitaan terhadap korban, yang berakibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyaknya persoalan anak masih menjadi perhatian kita semua. Kekerasan terhadap anak sudah banyak yang memperhatikan namun masih sedikit perhatian tertuju untuk

Lebih terperinci

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK SALINAN Menimbang : BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, a. bahwa anak adalah anugerah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, konsep Negara hukum tersebut memberikan kewajiban bagi

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN. Hak-hak korban pelanggaran HAM berat memang sudah diatur dalam

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN. Hak-hak korban pelanggaran HAM berat memang sudah diatur dalam BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Hak-hak korban pelanggaran HAM berat memang sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban khususnya mengenai kompensasi, namun

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, BUPATI SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang : a. bahwa anak merupakan amanah dan karunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan, pelecehan, dan eksploitasi seksual dewasa ini bukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan, pelecehan, dan eksploitasi seksual dewasa ini bukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan, pelecehan, dan eksploitasi seksual dewasa ini bukan hanya menimpa perempuan dewasa, namun juga perempuan yang tergolong anak. Kejahatan seksual

Lebih terperinci

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK Seri Bahan Bacaan Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK Supriyadi W. Eddyono, S.H. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jl Siaga II No 31 Pejaten Barat, Jakarta 12510 Telp

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak merupakan amanah dan karunia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada zaman globalisasi dewasa ini tanpa disadari kita telah membuat nilainilai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada zaman globalisasi dewasa ini tanpa disadari kita telah membuat nilainilai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada zaman globalisasi dewasa ini tanpa disadari kita telah membuat nilainilai moral yang ada di dalam masyarakat kita semakin berkurang. Pergaulan bebas dewasa

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DILUAR NIKAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DILUAR NIKAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DILUAR NIKAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA Oleh Putu Ayu Mirah Permatasari Gde Made Swardhana Bagian Hukum Pidana, Fakultas Hukum, Universitas Udayana ABSTRACT The title

Lebih terperinci

NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Setelah dilakukan analisis terhadap data yang diperoleh dalam Penulisan

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Setelah dilakukan analisis terhadap data yang diperoleh dalam Penulisan BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Setelah dilakukan analisis terhadap data yang diperoleh dalam Penulisan Hukum / Skripsi ini, maka dapat dirumuskan suatu kesimpulan sebagai jawaban mengenai permasalahan dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah

Lebih terperinci

PERANAN BALAI PEMASYARAKATAN (BAPAS) DALAM PROSES PERADILAN ANAK DI KOTA JAYAPURA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOmor 11 TAHUN 2012

PERANAN BALAI PEMASYARAKATAN (BAPAS) DALAM PROSES PERADILAN ANAK DI KOTA JAYAPURA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOmor 11 TAHUN 2012 PERANAN BALAI PEMASYARAKATAN (BAPAS) DALAM PROSES PERADILAN ANAK DI KOTA JAYAPURA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOmor 11 TAHUN 2012, SH.,MH 1 Abstrak : Peranan Balai Pemasyarakatan (Bapas) Dalam Proses Peradilan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang khususnya berkaitan dengan hukum, moralitas serta ketidakadilan.

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang khususnya berkaitan dengan hukum, moralitas serta ketidakadilan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia saat ini sedang menghadapi berbagai masalah sosial yang khususnya berkaitan dengan hukum, moralitas serta ketidakadilan. Permasalahan yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur bahwa dalam beracara pidana, terdapat alat bukti yang sah yakni: keterangan Saksi,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Perlindungan Mental terhadap Anak Korban Tindak Pidana

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Perlindungan Mental terhadap Anak Korban Tindak Pidana BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perlindungan Mental terhadap Anak Korban Tindak Pidana Pencabulan Kasus pencabulan saat ini tentu sudah menghebohkan seluruh masyarakat Indonesia terutama anak-anak yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Adanya ketidakseimbangan antara perlindungan terhadap. korban kejahatan dengan perlindungan terhadap pelaku, merupakan

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Adanya ketidakseimbangan antara perlindungan terhadap. korban kejahatan dengan perlindungan terhadap pelaku, merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perlindungan korban kejahatan dalam sistem hukum nasional sepertinya belum mendapatkan perhatian yang serius. Hal ini terlihat dari sedikitnya hak-hak korban

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DALAM HUKUM PIDANA

PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DALAM HUKUM PIDANA PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DALAM HUKUM PIDANA Oleh Ida Bagus Putu Raka Palguna Nyoman A.Martana Bagian Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Children is an object

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebijakan sosial baik oleh lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif maupun

I. PENDAHULUAN. kebijakan sosial baik oleh lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif maupun 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana pemerkosaan adalah salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan yang merupakan contoh kerentanan posisi perempuan, utamanya terhadap kepentingan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN Oleh : Yulia Monita 1.

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN Oleh : Yulia Monita 1. Perlindungan Hukum, Korban, Tindak Pidana Perdagangan Korban. 160 PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 Oleh : Yulia Monita 1

Lebih terperinci

Menyiapkan Pendidik Yang Melek Hukum Terhadap Perlindungan Anak HUKUM PERLINDUNGAN ANAK* Dr. Suparnyo, S.H., M.S.**

Menyiapkan Pendidik Yang Melek Hukum Terhadap Perlindungan Anak HUKUM PERLINDUNGAN ANAK* Dr. Suparnyo, S.H., M.S.** HUKUM PERLINDUNGAN ANAK* Dr. Suparnyo, S.H., M.S.** d.suparnyo@yahoo.co.id Abstrak Peraturan perundang-undangan di Indonesia yang terkait dengan anak telah banyak memberikan perlindungan, di antaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah bagian generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 17 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Umum tentang Anak secara Umum 1. Pengertian Anak Anak adalah generasi penerus bangsa dan penerus pembangunan, yaitu generasi yang dipersiapkan sebagai subjek pelaksanaan

Lebih terperinci

PENGECUALIAN LARANGAN ABORSI BAGI KORBAN PERKOSAAN SEBAGAI JAMINAN HAK-HAK REPRODUKSI

PENGECUALIAN LARANGAN ABORSI BAGI KORBAN PERKOSAAN SEBAGAI JAMINAN HAK-HAK REPRODUKSI PENGECUALIAN LARANGAN ABORSI BAGI KORBAN PERKOSAAN SEBAGAI JAMINAN HAK-HAK REPRODUKSI Oleh : Putu Mas Ayu Cendana Wangi Sagung Putri M.E. Purwani Program Kekhususan Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

KAJIAN YURIDIS PENGGUGURAN KANDUNGAN (ABORTUS) DALAM PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DI INDONESIA TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN HAK-HAK KORBAN PERKOSAAN

KAJIAN YURIDIS PENGGUGURAN KANDUNGAN (ABORTUS) DALAM PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DI INDONESIA TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN HAK-HAK KORBAN PERKOSAAN KAJIAN YURIDIS PENGGUGURAN KANDUNGAN (ABORTUS) DALAM PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DI INDONESIA TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN HAK-HAK KORBAN PERKOSAAN KARYA ILMIAH Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Untuk

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan kasus bullying (tindak kekerasan) di sekolah-sekolah

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan kasus bullying (tindak kekerasan) di sekolah-sekolah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peristiwa demi peristiwa bullying masih terus terjadi di wilayah sekolah. Kasus kekerasan ini telah lama terjadi di Indonesia, namun luput dari perhatian. Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. mulai dari pembuktian selesai, dilanjutkan dengan pembelaan dari. terdakwa/penasehat hukum, kemudian replik dan duplik.

BAB III PENUTUP. mulai dari pembuktian selesai, dilanjutkan dengan pembelaan dari. terdakwa/penasehat hukum, kemudian replik dan duplik. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh dari data penelitian, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pertimbangan Hakim dalam memutuskan perkara pencabulan, Hakim terlebih

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.153, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian.

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyidik Polri dalam menjalankan tugasnya untuk membuat terang setiap tindak pidana yang terjadi di masyarakat adalah peran yang sangat penting terutama dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang menyatakan sebagai berikut bahwa : Pemerintah

I. PENDAHULUAN. dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang menyatakan sebagai berikut bahwa : Pemerintah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak sedikit membawa kemajuan bagi bangsa Indonesia dalam meningkatkan sumber daya manusia, sebagai modal dasar pembangunan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG, Menimbang : Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci