Sementara faktor ekonomi-politik adalah faktor yang mempengaruhi tejadiya konnik tanah yang datang dari luar sistem masyarakat nagari Simawang.
|
|
- Widya Chandra
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1
2 RXNGKASAN ZULKARh'ARV HARUN (95106lSPD) : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Konflik Tanah di Minangkabau : Studi Kasus di Nagari Simawang Kecamatan Rambatan Kabupaten Tanah Datar (dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. SAJOGYO, sebagai ketua, Drs. AMRI MARZALI, MA, PhD dan Ir. SAlD RUSLI, MA, sebagai anggota). Persoalan tanah di Minangkabau (Sumatera Barat) saat ini terpusat kepada tiga masaalah pokok. Pertama, adalah masaalah perubahan sistem penguasaan tanah, m, masaalah konflik tanah, dan &; masaalah proses penyelesaian konflii tanah (Benda- Beckmann, 1979; Tanner, 1969; Benda-Beckmann, 1984; Saptomo, 1994). Penelitian ini hanya mempelajari masaalah konflik tanah pusaka, khususnya mempelajari pengaruh st~ktur kekerabatan dan tata cara penguasaan tanah serta pengamh ekonorni-politik terhadap terjadiiya konflii tanah pusaka di Minangkabau. Beberapa dasawarsa belakangan ini banyak muncul konflik yang berasal dari tanah-tanah pusaka. Konflik tersebut terjadi pada keempat tipe tanah yang disebutkan di atas, terutama banyak tejadi pada tipe tanah ulayat kauq baik harta (tanah) pusaka rendah maupun harta (tanah) pusaka tinggi. Meningkatnya intensitas kodik tanah pusaka tersebut ditandai dengan meningkatnya perkara-perkara konflik tanah yang diajukan ke Pengadian Negeri. Naim (1994) menunjukan bahwa 80% perkara perdata yang diajukan ke Pengadilan Negeri adalah konflik tanah, dimana pada akhirnya konflii ini menimbulkan akibat sosial terhadap kehidupan kmm, suku dan nagari. Kalau dilihat kebelakang kembali mengenai perhatian ahli terhadap kajian konflii tanah pusaka di Minangkabau, maka kebanyakan ahli lebih memusatkan perhatian kepada proses penyelesaian konflik tanah (Tanner, 1969; Naim, 1968; Benda-Beckmann, 1984), dan mengabaikan faktor-faktor yang mempengamhi terjadinya konflik tanah, khususnya yang berasal dari stmktur sosial dan sistem penguasaan tanah. Kecuali Saptomo (1994), ia memang menyinggung latar beiakang terjadinya konflik tanah, akan tetapi uraiannya pun dalam rangka menjelaskan proses penyelesaian konflik tanah. Maka berdasarkan kekurangan tulisan-tulisan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi konflik tanah itulah, penelitian ini dilakukan. Paling tidak hasil penelitian ini akan dapat sebagai pelengkap penelitian konflik tanah yang diiakukan terdahulu. Pihak-pihak yang terlibat konflik tanah pusaka yang dipelajari adalah antara pihak mamak dengan kemenakan, antara satu keluarga dengan keluarga lain dalam kaum yang sama, antara kaum dengan kaum lainya dalam satu suku, antara satu keluarga (anak mamak) dengan kaum bapaknya, bahkan juga tejadi konflik antara nagari dengan nagari lain. Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus yang dipusatkan di nagari Simawang, Kecamatan Rambatan, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat (Minangkabau). Metode penelitian yang digunakan adalah metode kwalitatif, dengan tekhnik observasi-partisipasi dan wawancara mendalam sebagai tekhnik penelitian.sementara tekhnik analisa adalah tekluuk diskriptif-interpretatif, dan laporan penelitian bersifat etnografis-deskriftif.
3 Sistem penguasaan tanah di nagari Simawang hampir sama halnya dengan sistem penguasaan tanah di Minangkabau pada umumnya. Menurut pandangan masyarakat nagari Simawang tanah yang mereka memiliki terdiri dari 4 (empat) kategori yakni tanah ulayat nagari, tanah ulayat suku, tanah ulayat kaum, dm tanah hasil pencaharian. Perbedaan dengan tipe yang diuraikan terdahulu adalah bahwa di nagari Siawang tidak ditemui lagi tanah ulayat laleh. Untuk mempermudah penguraian dan penganalisaan selanjutnya, akan digunakan keempat kategori tanah ulayat di nagari Simawang tersebut. Keempat kategori itu adalah sebagai berikut: Pertama: Tanah Ulayat Nagari. Tanah ulayat nagari ini adalah tanah ulayat yang dimiliki oleh nagari, dan digunakan untuk kepentingan nagari, dimana tanah ini merupakan warisan dari leluhur dahulu. Tanah ulayat nagari diawasi oleh Wali Nagari, tapi saat ini pengawasanya berada di tangan Kerapatan Adat Nagari. m: Tanah Ulayat Suku. Tanah ulayat suku di nagari Simawang merupakan tanah ulayat yang digunakan untuk kepentingan suku, dan pengawasanya berada di tangan penghulu suku. Tanah ulayat suku di Simawang dapat dimanfaatkan oleh orang perorangan untuk diolah, yang pemakaiannya dilakukan secara bergantian. KAa: TanahUlayat Kaum. Tanah ulayat kaum di nagari Simawang adalah tanah-tanah yang dimiliki oleh kaum. Tanah ulayat kaum ini terdiri dari lahan-lahan untuk 'berladang' atau bertani di sawah, dan juga tanah-tanah perumahan dan sekitarnya. Keempat: Tanah hasil Pencaharian. Tanah pencaharian adalah tanah diperoleh oleh seseorang dari hasil usahanya sendiri. Tanah ini dipisahkan kepada dua bentuk: Pertama: tembilang besi yaitu tanah yang didapatnya dari hasil teruka dari tanah ulayat kaum. Kedua: tembilang emas yaitu tanah yang didapatnya dengan cara membeli atau memagang, dimana uang yang digunakan untuk memagang adaiah uang dari hasil usahanya sendiri. Penguasaan tanah secara komunal di Minangkabau saat ini diwarnai dengan berbagai masalah, yang kemudian memunculkan ko& tanah. Konflik tanah di nagari Simawang sebenarnya sudah muncul sejak tahun 50-an, namun konflik tersebut baru merebak setelah tahun 1965 dan mencapai puncaknya 15 tahun belakangan ini. Konflik tanah tersebut terjadi pada setiap tingkat pemilikan tanah, baik pada tanah ' ulayat nagari, tanah ulayat suku, tanah ulayat kaum, maupun tanah hasil pencaharian. Konflik t&ah itu terjadi antara nagari dengan nagari, antara suku dengan nagari, antara kaum dengan kaum, antara kaum dan nagari, antara rnamak dan kemenakan serta konflik satu keluarga dengan kaum. Secara garis besar, faktor yang mempengaruhi terjadinya konflik tanah dapat dibagi menjadi tiga bagian. Pertama adalah faktor struktur kekerabatan; Kedua adalah tata cara penguasaan tanah; dan &a adalah faktor ekonomi-politik. Faktor yang berasal dari struktur kekerabatan terdiri dari: (1) pilih kasih antara mamak terhadap kemenakan; (2) perselisihan antar keluarga; dan (3) perubahan status mamak. Faktor kedua adalah tata cara penguasaan tanah, antara lain (1) sistem hibah; (2) sistem pegang gadai, dan ke (3) adalah kekaburan batas tanah. Faktor-faktor tersebut di atas (faktor 1 dan 2) merupakan faktor yang mempengamhi terjadinya konflik tanah yang muncul dari dalam sistem masyarakat nagari Simawang itu sendiri.
4 Sementara faktor ekonomi-politik adalah faktor yang mempengaruhi tejadiya konnik tanah yang datang dari luar sistem masyarakat nagari Simawang. Faktor pilih kasih mamak terhadap kemenakan berarti bahwa ada ketidakadilan mamak terhadap kemanakan pada berbagai ha1 dalam kehidupan sehari-hari. Di nagari Minangkabau tanah-tanah pusaka sudah banyak yang dibagi-bagi. Dalam pembagian ini, mamak selaku pimpinan dalam kaum berpihak berat sebelah, artinya dalam pembagian tanah pusaka mamak akan melebihkan bagian tanah yang lebih luas kepada kemenakan yang "dekat" dengan dia. Adanya perselisihan antar keluarga mempengaruhi munculnya tanah pusaka. Perselisihan antar keluarga (keluarga inti) ini tejadi disebabkan oleh berbagai hal, temtama sebab-sebab yang berhubungan dengan masaalah-masaalah adat. Biasanya kalau ada keluarga merasa dikucilkan atau tidak dibawa serta dalam berbagai acara adat, maka mereka yang dikucikan akan memisahkan diri, dan menuntut dilakukan pembagian tanah pusaka kaum yang masih tersisa. Penuntutan ini bisa berakhir dengan menjual tanah oleh pihak yang dikucilkan, yakni tanah bagian dari keluarga mereka. Penjualan ini nantinya memunculkan konflik, karena keluarga lain tidak setuju tanah warisan itu diperjualbelikan. Perubahan peranan mamak dalam kekehidupan kekerabatan juga bisa mempengamhi munculnya konflik tanah. Dalam banyak hal, peranan mamak telah mengalami perubahan, secara perlahan peranan mamak digantikan oleh urmg sumando (bapak). Seiring melemahnya peranan mamak terhadap kemenakan, maka tanggung jawab mamak semakin meningkat terhadap anak-istri, serta berbagai kebutuhan hidup lainnya, dm selanjutnya mendorong mamak untuk menggadai dan menjual tanah pusaka. Hal inilah yang memicu munculnya konflik, karena penjualan tersebut kadang-kadang dilakukan oleh mamak tanpa sepengetahuan dan persetujuan kemenakan dengan jalan memalsu tanda tangan, dan hasil penjualan tanah dibawa ke rumah anak-istri. Sistem hibah yang berkembang dalam masyarakat nagari Simawang juga bisa mempengaruhi terjadinya ko& tanah pusaka. Hibah dari bapak ke an& mempakan hibah yang umum berkembang. Proses penghibahan suatu tanah biasanya dilaksanakan tanpa adanya bukti-bukti tertulis, akan tetapi cukup dikukuhkan dengan acara berdo'a yang dihadiri oleh pihak penghibah dan penerima hibah beserta ninik mamak. Cara penghibahan seperti itu berkembang karena dulunya (sebelum 1975) -secara ekonomi, tanah belum berarti, dan jumlah anggota kaum belum juga begitu banyak. Dalam ha1 ini, konflik akan muncul ketika penghibah (mamak) telah meninggal dunia. Pada saat mamak telah meninggal, kemenakan menuntut agar tanah-tanah yang dihibahkan dikembalikan. Sistem pegang gadai yang berkembang juga mempengaruhi munculnya konflik tanah pusaka. Sistem ini berarti peminjaman sejumlah uang atau mas dari seseorang dengan jaminan sebidang atau lebih tanah, dimana si pemegang berhak menguasai dan memetik hasil dari tanah tersebut. Berhubung proses pegang gadai juga dilakukan tanpa bukti-bukti tertulis, maka hal itu akan memberi peluang terhadap tejadiiya konflik tanah. Batas-batas tanah yang kabur juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tejadinya kanflik tanah. Biasanya batas tanah ditandai dengan lanlak batu
5 dan lantak kayu. Lanfak batu untuk perbukitan dan lantak kayu untuk tanah yang lembek. Sekarang batas suatu tanah juga sudah dipertegas dengan pagar. Akan tetapi tidak semua tanah-tanah di nagari Simawang mempuyai batas seperti di atas. Tanah-tanah yang tidak mempunyai batas yang jelas akan memberi kesempatan kepada jihad (orang yang mempunyai tanah pada batas suatu tanah) untuk memanipulasi batas tanah dengan cara mengambil alih batas tanah sedikit demi sedikit. Seandainya pemilik suatu tanah mengetahui batas tanahnya dipindahkan, maka hal tersebut akan menimbulkan konflik. faktor ekonomi-polotik yang mempengaruhi tejadinya konflik tanah merupakan faktor luar, sementara dua faktor yang sudah diterangkan di atas merupakan faktor yang berasal dari dalam sistem masyarakat Simawang. Faktor ekonomi-politik terutama ekonomi-politik Hindia Belanda mempercepat tejadinya proses perubahan menjadi keluarga batih. Proses ini beriring tejadinya perubahan dalam struktur sosial dan pola penguasaan tanah. Perubahan-perubahan tersebut diawali oleh beberapa pristiwa penting di Minangkabau. Marzali (1973) memperlihatkan beberapa pristiwa penting tersebut; diantaranya adalah masuknya pengaruh agama Islam, pengaruh nilai mata uang (ekonomi keuangan), pengaruh sistem pemerintahan kolonial Belanda, pengaruh pedudukan Jepang, pengaruh masa pejuangan kemerdekaan dan penyerarahan kedaulatan. Akibat dari adanya proses perubahan tersebut di atas, banyak pihak-pihak yang menjual tanah pusaka. Penjualan tanah dilatarbelakangi karena pennintaan akan tanah semakin meningkat untuk berbagai keperluan, sehingga harga tanah semakin meningkat. Disamping itu, tanah-tanah pusaka juga tidak luput dari perebutan oleh pihak-pihak ' terkait dengan tanah pusaka tersebut, diia pihak-pihak itu menghendaki pembagian tanah pusaka kepada ahli waris. Proses ini kemudian diperhebat lagi oleh ketentuan untuk mentaati aturan agama Islam, yaitu pewarisan harta menurut hukum faraidh, serta tanggung jawab ekonomi terhadap anak dan istri. Ketentuan ini tidak hanya didorong oleh hukum Islam, tetapi kemudian juga diperkuat oleh keputusan pemerintah Hindia Belanda (Soepomo, 1952). Selanjutnya pengaruh ekonomi-politik itu terlihat pada kebutuhan keuangan keluarga, dimana dalam keluarga batih uang menjadi lebih penting. Faktor inilah yang mempengaruhi faktor-dalam (sistem hibah, sistem pegang gadai, kekaburan batas tanah) agar faktor-dalam memanfaatkan berbagai situasi yang ada dalam sistem penguasaan tanah. Perpaduan faktor-dalam dan faktor-luar ini nantinya akan memunculkan konw tanah. Tesis ini ditutup dengan menjelaskan hubungan konflik tanah dengan konflik berkepanjangan dan integrasi sosial. Kedua faktor ini akan muncul kepennukaan apabila konflik telah berakhir. Konflik berkempanjangan muncul akibat adanya potensi-potensi lyang mendukung, seperti adanya prinsip bahwa tanah pusaka tidak boleh disimpangkan dari adat yang berlaku. Disamping itu, kodik tanah juga bisa melahirkan integrasi sosial diantara pihak-pihak yang berkonflik. Integrasi sosial tersebut muncul didukung oleh adanya kesamaan kesadaran karena satu suku dan satu agama Islam.
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
121
122
123
124
125
126
127
128
129
130
131
132
133
134
135
136
137
138
139
140
141
142
143
144
145
146
BAB I PENDAHULUAN. terdahulu, dan harta ini berada dibawah pengelolahan mamak kepala waris (lelaki
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah pusako adalah tanah hak milik bersama dari pada suatu kaum yang mempunyai pertalian darah dan diwarisi secara turun temurun dari nenek moyang terdahulu,
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA
PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT Menimbang:a. bahwa dalam Undang - undang Nomor
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2008
No. Urut : 06 LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR
Lebih terperinciDAFTAR ISI BAB I. PENGANTAR... 1
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i PERNYATAAN... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR ISTILAH... viii DAFTAR TABEL DAN GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xiii INTISARI... xiv ABSTRACT... xv BAB I. PENGANTAR... 1
Lebih terperinciTanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya
Pemahaman Progresif tentang Hak Perempuan atas Waris, Kepemilikan Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya Beberapa Istilah Penting terkait dengan Hak Perempuan atas Waris dan Kepemilikan Tanah: Ahli
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan tanah dapat dikatakan hampir semua kegiatan hidup manusia baik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Manusia hidup serta melakukan aktivitas di atas tanah sehingga setiap saat manusia selalu berhubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidup manusia baik secara langsung maupun tidak langsung selalu memerlukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Manusia hidup serta melakukan aktivitas di atas tanah sehingga setiap saat manusia selalu berhubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sumatera Barat memiliki 19 kabupaten kota,179 kecamatan dan 648 nagari. 1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi yang berada di Indonesia.Provinsi Sumatera Barat memiliki 19 kabupaten kota,179 kecamatan dan 648 nagari. 1
Lebih terperinciKEPASTIAN HUKUM BAGI TANAH ULAYAT MASYARAKAT MINANGKABAU DI SUMATERA BARAT Oleh: Ridho Afrianedy,SHI, Lc (Hakim PA Sungai Penuh)
KEPASTIAN HUKUM BAGI TANAH ULAYAT MASYARAKAT MINANGKABAU DI SUMATERA BARAT Oleh: Ridho Afrianedy,SHI, Lc (Hakim PA Sungai Penuh) Latar Belakang Tak sekali terjadi konflik horizontal di tengah masyarakat
Lebih terperinciBAB IV PRAKTEK PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU DI NAGARI PARIANGAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
BAB IV PRAKTEK PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU DI NAGARI PARIANGAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Praktek Pewarisan Harta Pusaka Tinggi Tidak Bergerak di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam perekonomian Indonesia. Peranan atau kontribusi sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi suatu negara menduduki
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. penulis jabarkan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan serta analisis yang telah penulis jabarkan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan yang merupakan jawaban dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sangat membutuhkan adanya suatu aturan-aturan yang dapat mengikat manusia dalam melakukan perbuatan baik untuk diri sendiri dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kaum ditentukan oleh luasnya tanah yang dimiliki.1. Minangkabau sampai saat ini adalah manggadai. Di Minangkabau sendiri
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut adat Minangkabau, tidak ada sejengkal tanahpun yang tidak berpunya di bumi Minangkabau. Tanah tersebut bisa dikuasai oleh suatu kaum sebagai hak ulayat,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pangan dalam kehidupannya, yaitu dengan mengolah dan mengusahakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia sama sekali tidak dapat dipisahkan dari tanah. Tanah merupakan benda tidak bergerak yang mutlak perlu bagi kehidupan manusia. Hal ini dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. komunitas masyarakat matrilineal paling besar di dunia (Kato, 2005).
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Minangkabau merupakan satu-satunya budaya yang menganut sistem kekerabatan matrilineal di Indonesia. Masyarakat Minangkabau merupakan komunitas masyarakat matrilineal
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KAMPAR HAK TANAH ULAYAT
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KAMPAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAMPAR NOMOR : 12 TAHUN1999 TENTANG HAK TANAH ULAYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI II KAMPAR Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. garis keturunan berdasarkan garis bapak (patrilinial), sedangkan pada masyarakat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umunmya sistem kekerabatan suku bangsa yang ada di Indonesia menarik garis keturunan berdasarkan garis bapak (patrilinial), sedangkan pada masyarakat Minangkabau
Lebih terperinciRegistration Of The Ulayat Kaum Land Based On Personal Name Of Mamak Kepala Waris And Legal Consequences In Payakumbuh.
Registration Of The Ulayat Kaum Land Based On Personal Name Of Mamak Kepala Waris And Legal Consequences In Payakumbuh Resfina Agustin Riza 1, Syafril 1, Adri 1 1 Jurursan Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN NAGARI SITUJUAH GADANG Nomor: 03/NSG/2002. Tentang BENTUK PARTISIPASI ANAK NAGARI DALAM PEMBANGUNAN NAGARI
RANCANGAN PERATURAN NAGARI SITUJUAH GADANG Nomor: 03/NSG/2002 Tentang BENTUK PARTISIPASI ANAK NAGARI DALAM PEMBANGUNAN NAGARI Menimbang : a. bahwa modal dasar pembangunan Nagari yang tumbuh dan berkembang
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. pemahaman bahwa perempuan berada dalam posisi yang kuat. Perempuan
BAB V KESIMPULAN Matrilineal seperti yang telah banyak kita fahami, membawa kepada pemahaman bahwa perempuan berada dalam posisi yang kuat. Perempuan memiliki posisi tawar yang baik dalam pengambilan keputusan,
Lebih terperinciPENYELESAIAN SENGKETA PEMANFAATAN TANAH ULAYAT KAUM DI KENAGARIAN LUBUK BASUNG. Skripsi
PENYELESAIAN SENGKETA PEMANFAATAN TANAH ULAYAT KAUM DI KENAGARIAN LUBUK BASUNG Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Oleh : LENI MARLINA 07 140 008 Program
Lebih terperinciBAB III KEBIASAAN PEMBAGIAN WARIS ADAT MASYARAKAT KEJAWAN LOR. A. Pengertian Anak Perempuan Sulung oleh Masyarakat Kejawan Lor
BAB III KEBIASAAN PEMBAGIAN WARIS ADAT MASYARAKAT KEJAWAN LOR A. Pengertian Anak Perempuan Sulung oleh Masyarakat Kejawan Lor Anak perempuan tertua atau disebut juga dengan anak perempuan sulung, oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tapi juga dalam kehidupan bermasyarakat. Perkawinan merupakan suatu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perempuan Indonesia tidak hanya memiliki pengaruh dalam keluarga, tapi juga dalam kehidupan bermasyarakat. Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pusaka peninggalan mayit kepada ahli warisnya. 1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Waris adalah perpindahan harta milik atau perpindahan pusaka.sehingga secara istilah ilmu waris adalah ilmu yang mempelajari tentang perpindahan harta pusaka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tiap-tiap hukum merupakan suatu sistem yaitu peraturan-peraturannya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan 1. Latar Belakang Tiap-tiap hukum merupakan suatu sistem yaitu peraturan-peraturannya merupakan suatu kebulatan berdasarkan atas kesatuan alam pikiran.
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN AGAM KECAMATAN BASO NAGARI SIMARASOK Alamat : Anak Ala Jorong Simarasok Kode pos 26192
PEMERINTAH KABUPATEN AGAM KECAMATAN BASO NAGARI SIMARASOK Alamat : Anak Ala Jorong Simarasok Kode pos 26192 PERATURAN NAGARI SIMARASOK NOMOR 01 TAHUN 2002 TENTANG TERITORIAL DAN ULAYAT NAGARI SIMARASOK
Lebih terperinciHUKUM ADAT (Pasca Mid Semester)
HUKUM ADAT (Pasca Mid Semester) Struktur Genealogis Teritorial keanggotaan struktur genealogis teritorial ada dua : 1. Harus masuk dalam satu kesatuan genealogis. 2. Harus berdiam di daerah persekutuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia sejalan dengan perkembangan masyarakatnya. Hal tersebut dapat dilihat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesusastraan pada umumnya selalu mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Demikian halnya dengan kesusastraan Indonesia. Perkembangan kesusastraan Indonesia sejalan
Lebih terperinciPERATURAN NAGARI SUNGAI KAMUYANG NOMOR : 08 TAHUN 2003 TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA DAN PERKARA
PERATURAN NAGARI SUNGAI KAMUYANG NOMOR : 08 TAHUN 2003 TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA DAN PERKARA DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA WALI NAGARI SUNGAI KAMUYANG Menimbang : a. Bahwa dengan sering terjadinya
Lebih terperinciMAKALAH PENYELESAIAN SENGKETA TANAH HAK ULAYAT ADAT MINANGKABAU PROVINSI SUMATERA BARAT BAB I PENDAHULUAN
MAKALAH PENYELESAIAN SENGKETA TANAH HAK ULAYAT ADAT MINANGKABAU PROVINSI SUMATERA BARAT BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi masyarakat Minangkabau tanah ulayat adalah unsur pengikat bagi masyarakat
Lebih terperinciBERGESERNYA FUNGSI DAN PERANAN PEMlMPlN ADAT Dl MINANGKABAU (Studi Kasus di Padang Pariaman- Sumatera Barat)
BERGESERNYA FUNGSI DAN PERANAN PEMlMPlN ADAT Dl MINANGKABAU (Studi Kasus di Padang Pariaman- Sumatera Barat) Oleh SRI VENDERIA A 23. 1121 JURUSAN ILMU - ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN
Lebih terperinciBERGESERNYA FUNGSI DAN PERANAN PEMlMPlN ADAT Dl MINANGKABAU (Studi Kasus di Padang Pariaman- Sumatera Barat)
BERGESERNYA FUNGSI DAN PERANAN PEMlMPlN ADAT Dl MINANGKABAU (Studi Kasus di Padang Pariaman- Sumatera Barat) Oleh SRI VENDERIA A 23. 1121 JURUSAN ILMU - ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kerajaan Pagaruyung yang terletak di Batu Sangkar, Luhak Tanah Datar, merupakan sebuah kerajaan yang pernah menguasai seluruh Alam Minangkabau. Bahkan pada masa keemasannya
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Seberang Pulau Busuk merupakan salah satu desa dari sebelas desa di
BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Geofrafis dan Demografis Seberang Pulau Busuk merupakan salah satu desa dari sebelas desa di wilayah Kecamatan Inuman Kabupaten Kuantan Singingi Propinsi Riau.
Lebih terperinciBAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL
38 BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL 5.1 Pola Pemilikan Lahan Lahan merupakan faktor utama bagi masyarakat pedesaan terutama yang menggantungkan hidupnya dari bidang pertanian. Pada masyarakat pedesaan
Lebih terperinciHASIL WAWANCARA. Konteks Tatap Muka dalam Komunikasi Antarpribadi
Lampiran 2 HASIL WAWANCARA Konteks Tatap Muka dalam Komunikasi Antarpribadi 1. Bagaimanakah cara orang tua menyampaikan hukum adat Minangkabau kepada anak, terkait adanya pewarisan harta kepada anak perempuan?
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN LIMA PULUH KOTA KANTOR WALI NAGARI SITUJUAH GADANG KECAMATAN SITUJUAH LIMO NAGARI
PEMERINTAH KABUPATEN LIMA PULUH KOTA KANTOR WALI NAGARI SITUJUAH GADANG KECAMATAN SITUJUAH LIMO NAGARI PERATURAN NAGARI SITUJUAH GADANG Nomor: 02/SG/2002 TENTANG PEMUNGUTAN UANG LEGES Dengan rahmat Allah
Lebih terperinciBAB III PRAKTEK PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU. A. Gambaran Umum Nagari Pariangan Kecamatan Pariangan
BAB III PRAKTEK PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU A. Gambaran Umum Nagari Pariangan Kecamatan Pariangan 1. Tata Letak Nagari Pariangan Kanagari Pariangan berada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. satu penjelmaan dari jiwa bangsa yang bersangkutan dari abad ke abad 1.Setiap
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adat merupakan cerminan kepribadian suatu bangsa yang menjadi salah satu penjelmaan dari jiwa bangsa yang bersangkutan dari abad ke abad 1.Setiap bangsa di dunia ini
Lebih terperinciLampiran 1 Peta Lokasi Penelitian
LAMPIRAN 143 144 Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian 145 146 Lampiran 3 Pengukuran Variabel Penelitian untuk Jawaban Pengetahuan No. Pernyataan Betul Salah Pengetahuan tentang keluarga sistem matrilineal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan orang perorang antar generasi. Konflik tersebut sering muncul antar tetangga,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Konflik tanah yang muncul sering sekali terjadi karena adanya masalah dengan orang perorang antar generasi. Konflik tersebut sering muncul antar tetangga,
Lebih terperinciBAB III ALASAN PENENTUAN BAGIAN WARIS ANAK PEREMPUAN YANG LEBIH BESAR DARI ANAK LAKI-LAKI DI DESA SUKAPURA KECAMATAN SUKAPURA KABUPATEN PROBOLINGGO
BAB III ALASAN PENENTUAN BAGIAN WARIS ANAK PEREMPUAN YANG LEBIH BESAR DARI ANAK LAKI-LAKI DI DESA SUKAPURA KECAMATAN SUKAPURA KABUPATEN PROBOLINGGO A. Keadaan Umum Desa Sukapura 1. Keadaan Geografis Desa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sangat menghormati adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. terjalinnya hubungan antar individu maupun kelompok.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang penduduknya memiliki aneka ragam adat kebudayaan. Mayoritas masyarakat Indonesia yang bertempat tinggal di pedesaan masih berpegang teguh
Lebih terperinciHUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN
HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN Hukum adat kekerabatan adalah hukum adat yang mengatur tentang bagaimana kedudukan pribadi seseorang sebagai anggota kerabat, kedudukan anak terhadap orangtua dan sebaliknya
Lebih terperinciAnalisis Hukum Islam Terhadap Pembagian Waris Dalam Adat Minang (Studi Kasus Di Desa Biaro Gadang, Sumatera Barat)
Prosiding Peradilan Agama ISSN: 2460-6391 Analisis Hukum Islam Terhadap Pembagian Waris Dalam Adat Minang (Studi Kasus Di Desa Biaro Gadang, Sumatera Barat) 1 Utari Suci Ramadhani, 2 Dr. Tamyiez Dery,
Lebih terperinciGUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor
Lebih terperinciBAB III KONDISI MASYRAKAT TERANTANG. dipimpin oleh seorang kepala suku. Suku Domo oleh Datuk Paduko, Suku
BAB III KONDISI MASYRAKAT TERANTANG A. Sejarah Desa Terantang Sekalipun Desa Terantang merupakan suatu desa kecil, namun ia tetap mempunyai sejarah karena beberapa abad yang silam daerah ini sudah di huni
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa penting, yaitu lahir, menikah dan meninggal dunia yang kemudian akan menimbulkan akibat hukum tertentu.
Lebih terperinciPERKEMBANGAN SYARAT MENGGADAI TANAH HARTA PUSAKA TINGGI DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU DI KABUPATEN AGAM NAGARI KAMANG MUDIAK KIKKY FEBRIASI
Kikky Febriasi 1 PERKEMBANGAN SYARAT MENGGADAI TANAH HARTA PUSAKA TINGGI DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU DI KABUPATEN AGAM NAGARI KAMANG MUDIAK KIKKY FEBRIASI ABSTRACT In Minangkabau community, tanah
Lebih terperinciPERANAN KERAPATAN ADAT NAGARI (KAN) DALAM PENGALIHAN TANAH ULAYAT UNTUK PEMBANGUNAN FASILITAS UMUM DAN FASILITAS SOSIAL (FASUM DAN FASOS) DI PEDESAAN
PERANAN KERAPATAN ADAT NAGARI (KAN) DALAM PENGALIHAN TANAH ULAYAT UNTUK PEMBANGUNAN FASILITAS UMUM DAN FASILITAS SOSIAL (FASUM DAN FASOS) DI PEDESAAN (Studi Kasus Nagari Saok Laweh Kabupaten Solok Sumatera
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melangsungkan kehidupan bermasyarakat. Seperti yang diamanatkan oleh. masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan suatu negara yang memiliki keberagaman budaya, suku, agama, bahasa, kesenian dan adat. Dalam perkembangannya, Negara Kesatuan Repulik Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tanah ini dengan sendirinya menimbulkan pergesekan- pergesekan. kepentingan yang dapat menimbulkan permasalahan tanah.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia, oleh karenanya manusia tidak bisa terlepas dari tanah. Tanah sangat dibutuhkan oleh setiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertanahan Nasional juga mengacu kepada Pasal 33 ayat (3) UUD 1945
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum, hal ini tertuang dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya ditulis UUD
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kecamatan Canduang 1. Kondisi Geografis Kecamatan Canduang merupakan salah satu dari beberapa kecamatan di Kabupaten Agam. Dimana wilayah ini ditetapkan menjadi
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Kondisi Geografis dan Demografis Desa Tanjung
BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kondisi Geografis dan Demografis Desa Tanjung 1. Keadaan Geografis Desa Tanjung termasuk desa yang tertua di Kecamatan XIII Koto Kampar dan Desa Tanjung sudah
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT NOMOR : 16 TAHUN 2008 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA
PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT NOMOR : 16 TAHUN 2008 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT Menimbang : a bahwa dalam Undang-undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Warisan pra kolonial di Tanah Karo sampai sekarang masih dapat dilihat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Warisan pra kolonial di Tanah Karo sampai sekarang masih dapat dilihat jejak keberadaannya, salah satunya adalah Rumah Tradisional Kalak Karo atau disebut dengan Siwaluh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh hukum adatnya masing-masing. Negara telah mengakui hak-hak adat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki masyarakat majemuk. Kemajemukan masyarakat di negara Indonesia terdiri dari berbagai etnis, suku, adat dan budaya.
Lebih terperinciBAB I. Pendahuluan Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki banyak suku bangsa
BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki banyak suku bangsa yang tersebar dari sabang sampai merauke. Keunikan tersebut menjadi nilai tersendiri
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN A.
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan pemanfaatan lahan antara masyarakat adat dan pemerintah merupakan hal yang tidak dapat dihindari. Salah satu kasus yang terjadi yakni penolakan Rancangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. budaya dan keragaman kelompok etnis yang mendiami tanah nusantara, diantaranya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu kekayaan yang dimiliki oleh Bangsa Indonesia adalah keragaman budaya dan keragaman kelompok etnis yang mendiami tanah nusantara, diantaranya kelompok etnis
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT NOMOR : 16 TAHUN 2008 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA
PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT NOMOR : 16 TAHUN 2008 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT Menimbang : a bahwa dalam Undang-undang
Lebih terperinciADOPSI HUKUM ADAT MATRILINEAL AKIBAT HUKUM ADOPSI 15/03/2018
ADOPSI HUKUM ADAT MATRILINEAL Anggota Kelompok: 1. Dwi Linda Permatasari (10) 2. Dinda Dini Dwi C (20) 3. Rosalina Dwi F (23) 4. Devi Almas Nur A (26) 5. TaraditaN (27) Masyarakat dengan sistem matrilineal
Lebih terperinciHUTAN KEMASYARAKATAN SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN KONFLIK TENURIAL KEHUTANAN Randy Pradityo*
Review Buku HUTAN KEMASYARAKATAN SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN KONFLIK TENURIAL KEHUTANAN Randy Pradityo* Judul : Bersiasat dengan Hutan Negara: Studi tentang Strategi Transisi Kaum Datuk Imbang Langit
Lebih terperinciPERANAN KERAPATAN ADAT NAGARI (KAN) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH ULAYAT DI MINANGKABAU (STUDI KASUS DI NAGARI SULIT AIR-KABUPATEN SOLOK)
1 PERANAN KERAPATAN ADAT NAGARI (KAN) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH ULAYAT DI MINANGKABAU (STUDI KASUS DI NAGARI SULIT AIR-KABUPATEN SOLOK) Mifta Nur Rizki Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum ABSTRAK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini mobilitas penduduk di berbagai wilayah Indonesia sering terjadi bahkan di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini mobilitas penduduk di berbagai wilayah Indonesia sering terjadi bahkan di sekitar lingkungan kita. Perpindahan yang kita temukan seperti perpindahan
Lebih terperinciBAB III PRAKTIK TEBUSAN GADAI TANAH SAWAH YANG DIKURS DENGAN REPES DI DESA BANGSAH
39 BAB III PRAKTIK TEBUSAN GADAI TANAH SAWAH YANG DIKURS DENGAN REPES DI DESA BANGSAH A. Latar Belakang Obyek 1. Jenis pemanfaatan tanah No. Jenis pemanfaatan Luas 1. 2. 3. 4. 5. Tanah perumahan Tanah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan tanah, dapat dikatakan hampir semua kegiatan hidup manusia baik secara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Tanah sangat erat sekali hubungannya dengan kehidupan manusia. Manusia hidup dan melakukan aktivitas di
Lebih terperinciLAMPIRAN HASIL WAWANCARA
LAMPIRAN HASIL WAWANCARA 83 LAMPIRAN Wawancara Dengan Bapak Eriyanto, Ketua Adat di Karapatan Adat Nagari Pariaman. 1. Bagaimana Proses Pelaksanaan Tradisi Bajapuik? - Pada umumnya proses pelaksanaan perkawinan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA
BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA A. Analisis Terhadap Kebiasaan Pembagian Waris Di Kejawan Lor Kelurahan Kenjeran Kecamatan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Definisi Keluarga dan Pendekatan Teori. Definisi Keluarga
7 Definisi Keluarga TINJAUAN PUSTAKA Definisi Keluarga dan Pendekatan Teori Menurut Undang-Undang nomor 10 Tahun 1992 Pasal 1 Ayat 10, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyatakan bahwa, Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan. Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara legal formal, keberadaan Nagari dipayungi oleh Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa, Negara mengakui
Lebih terperinciBAB IV SIMPULAN DAN SARAN
BAB IV SIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan penutup dalam kajian penelitian ini. Dalam bab ini akan dipaparkan kesimpulan hasil penelitian tentang Modal Sosial dan Otonomi Desa dalam Pemerintahan Nagari
Lebih terperinciOLEH: Program Studi Pendidikan Sosiologi STKIP PGRI Sumatera Barat ABSTRAK
KONFLIK HARTA PUSAKA ANTAR SUKU DI NAGARI TAMBANGAN KECAMATAN X KOTO KABUPATEN TANAH DATAR (STUDI KASUS KONFLIK ANTAR KEMENAKAN MALAKOK SUKU PISANG DENGAN PIHAK SUKU PANYALAI) OLEH: Dwiyuliana Putri 1
Lebih terperinciKEPEMIMPINAN BARU DALAM SUKU DI MINANGKABAU (Studi : Masyarakat Nagari Simalidu Kecamatan Koto Salak Kabupaten Dharmasraya) JURNAL OLEH:
KEPEMIMPINAN BARU DALAM SUKU DI MINANGKABAU (Studi : Masyarakat Nagari Simalidu Kecamatan Koto Salak Kabupaten Dharmasraya) JURNAL OLEH: PUTRI MAYA SARI 10070151 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI SEKOLAH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pola perekonomian sebagian besar yang masih bercorak agraria.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kehidupan manusia pada dasarnya erat kaitannya dengan tanah. Sejak awal dilahirkan sampai pada meninggal dunia, manusia selalu bersinggungan dan tidak terlepas dari
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, yang di
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, yang di dalamnya terdapat beraneka ragam suku bangsa, adat istiadat, dan kebudayaan yang berbeda-beda
Lebih terperinciPERATURAN NAGARI SUNGAI KAMUYANG NOMOR : 01 TAHUN 2003 TENTANG PEMANFAATAN TANAH ULAYAT NAGARI
PERATURAN NAGARI SUNGAI KAMUYANG NOMOR : 01 TAHUN 2003 TENTANG PEMANFAATAN TANAH ULAYAT NAGARI DENGAN RAHMAT ALLAH TUHAN YANG MAHA KUASA WALI NAGARI SUNGAI KAMUYANG Menimbang : a. bahwa salah satu aset
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PENYELESAIAN PEMBAGIAN KEWARISAN TERHADAP PERKARA YANG DICABUT DI PENGADILAN AGAMA KELAS IA PADANG
BAB IV ANALISIS PENYELESAIAN PEMBAGIAN KEWARISAN TERHADAP PERKARA YANG DICABUT DI PENGADILAN AGAMA KELAS IA PADANG A. Cara Penyelesaian Pembagian Warisan dan Alasannya Pada tahun 2014 ada beberapa pihak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peraturan perundang-undangan. Manusia harus meninggalkan dunia fana. kekayaannya beralih pada orang lain yang ditinggalkannya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum adat merupakan salah satu sumber yang penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi pembangunan hukum nasional yang menuju kearah kodifikasi hukum terutama akan dilaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi satu kesatuan yang utuh dan sekaligus unik.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kota selalu menjadi bahan kajian yang menarik untuk diperbincangkan dalam setiap level dengan segala permasalahan yang dihadapinya. Membicarakan sebuah kota
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Berdasarkan data yang ada penduduk Kabupaten Lampung Selatan secara garis
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kabupaten Lampung Selatan Berdasarkan data yang ada penduduk Kabupaten Lampung Selatan secara garis besar dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu penduduk asli
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. 62 Universitas Indonesia
BAB III PENUTUP Dalam Bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan sebagai jawaban atas permasalahan yang diajukan dan juga saran sebagai alternatif pemecahan terhadap permasalahan kasus yang lainnya yang
Lebih terperinciBAB III PELAKSANAAN PENGANGAKATAN ANAK TERHADAP BAPAK KASUN YANG TERJADI DI DESA BLURI KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN
BAB III PELAKSANAAN PENGANGAKATAN ANAK TERHADAP BAPAK KASUN YANG TERJADI DI DESA BLURI KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN A. Sekilas Tentang Bapak Kasun Sebagai Anak Angkat Bapak Tasral Tasral dan istrinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup terpisah dari kelompok manusia lainnya. Dalam menjalankan kehidupannya setiap manusia membutuhkan
Lebih terperinciNursyirwan Effendi Guru Besar FISIP Universitas Andalas
Nursyirwan Effendi Guru Besar FISIP Universitas Andalas Disampaikan tanggal 18 Mei 2016 di Padang pada acara Revitalisasi Pengetahuan dan Ekspresi Budaya Tradisional antara Minangkabau dan Mentawai oleh
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. 5.1 Simpulan. Seluruh kebudayaan yang ada di bumi ini memiliki keunikan masingmasing
BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Seluruh kebudayaan yang ada di bumi ini memiliki keunikan masingmasing di dalamnya. Termasuk Indonesia yang memiliki kekayaan dan keragaman budaya dengan ciri khas masing-masing.
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Sejarah lahan tanah jaluran di Sumatera Timur bermula dari kedatangan onderneming swasta yang dimulai oleh J. Nienhuys yang mampu menghasilkan 50 bal tembakau dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai mahkluk hidup pasti akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat hukum yang berkaitan dengan pengurusan
Lebih terperinciPEMBAGIAN WARIS HARTA PUSAKA RENDAH TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU KANAGARIAN KURAI
PEMBAGIAN WARIS HARTA PUSAKA RENDAH TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU KANAGARIAN KURAI Alfi Husni PP. Sumatera Thawalib Parabek Agam Padang Sumatera Barat. E-mail: alfihusni11@gmail.com Abstract:
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2007 POKOK-POKOK PEMERINTAHAN NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT
Menimbang: PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2007 POKOK-POKOK PEMERINTAHAN NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT a. bahwa berdasarkan hasil evaluasi penyelenggaraan
Lebih terperinciHUKUM WARIS ISLAM DAN PERMASALAHANNYA
HUKUM WARIS ISLAM DAN PERMASALAHANNYA Dalam peradilan atau dalam hukum Indonesia juga terdapat hukum waris adat. Selama ini, khususnya sebelum munculnya UU No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama memang
Lebih terperinci1 2 3
Perjuangan Perempuan terhadap Penguasaan Tanah Ulayat oleh Laki-laki di Minangkabau Yuhelna 1, Isnaini 2, Yanti Sri Wahyuni 3 STKIP PGRI Sumatera Barat 1 Lenayuhelna86@gmail.com, 2 ichagta@gmail.com, 3
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN. Mohamad (GM), sebagai salah seorang pendiri dan mantan pemimpin Majalah
BAB VI KESIMPULAN Sampai pada saat penelitian lapangan untuk tesis ini dilaksanakan, Goenawan Mohamad (GM), sebagai salah seorang pendiri dan mantan pemimpin Majalah Tempo dalam waktu yang relatif lama,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kerajaan Aceh. Ia menjadi anak beru dari Sibayak Kota Buluh di Tanah Karo.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Langkat adalah salah satu Kabupaten yang berada di Provinsi Sumatera Utara. Letaknya di barat provinsi Sumatera Utara, berbatasan dengan provinsi Aceh. Sebelah
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN KONDISI EKONOMI AHLI WARIS DI DESA KRAMAT JEGU KECAMATAN TAMAN KABUPATEN SIDOARJO
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN KONDISI EKONOMI AHLI WARIS DI DESA KRAMAT JEGU KECAMATAN TAMAN KABUPATEN SIDOARJO A. Analisis Tata Cara Pembagian Waris Berdasarkan Kondisi
Lebih terperinciWARNA LOKAL MINANGKABAU DALAM NOVEL SALAH PILIH KARYA NUR ST. ISKANDAR ARTIKEL ILMIAH
WARNA LOKAL MINANGKABAU DALAM NOVEL SALAH PILIH KARYA NUR ST. ISKANDAR ARTIKEL ILMIAH Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S1) ENZI PATRIANI NPM 10080297 PROGRAM
Lebih terperinciBAB III PELAKSANAAN PEMBAGIAN HAK WARIS PADA MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU
BAB III PELAKSANAAN PEMBAGIAN HAK WARIS PADA MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU A. Kondisi Geografis Secara geografi kota Padang terletak di pesisir pantai barat pulau Sumatera, dengan garis pantai sepanjang
Lebih terperinciBAB II HUKUM YANG HIDUP MENGENAI PEMBAGIAN HARTA PUSAKA RENDAH DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU DI KOTA PADANG
BAB II HUKUM YANG HIDUP MENGENAI PEMBAGIAN HARTA PUSAKA RENDAH DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU DI KOTA PADANG A. Tinjauan Umum Lokasi Penelitian 1. Sejarah Kota Padang Kota padang adalah salah satu kota tertua
Lebih terperinci