Bab II Tinjauan Pustaka

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab II Tinjauan Pustaka"

Transkripsi

1 Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Pendahuluan Mengkaji kajian pustaka disini merupakan kelengkapan dasar yang mengantarkan pengetahuan dasar yang merupakan teori-teori dasar yang dapat digunakan di dalam penulisan disertasi ini. Pengetahuan dasar ini merupakan acuan untuk mengkaji lebih teliti dan lebih dalam lagi tentang topik penulisan yang akan dibahas di dalam bagian utama penulisan ini. Karena teori-teori dan pengetahuan dasar inilah yang akan mengantarkan penulisan ini untuk menggali lebih dalam lagi akan bagian-bagian yang merupakan inti pemikiran yang akurat dan dijelaskan secara mendalam dan mendasar. Bagian ini akan membahas penggunaan teori sistem pakar, merupakan bagian yang menjelaskan penggunaan program dalam penulisan ini. Dibahas pula bentuk representasi pengetahuan dalam irigasi, metode teknik inferensi dalam irigasi, perencanaan pembangunan jaringan irigasi, dan berakhir pada rangkuman studi terdahulu. II.2 Penggunaan Teori Sistem Pakar II.2.1 Definisi Sistem Pakar Sistem pakar adalah bagian atau salah satu bidang dari Inteligensi buatan (artificial intelligence) yang dirancang untuk membantu manusia dalam menyelesaikan suatu masalah yang sedang dihadapi yang biasanya dilakukan oleh seorang pakar. Sistem ini berusaha menduplikasikan keahlian seorang pakar dalam bidang tertentu. Dengan sistem pakar, seorang pemakai dapat membuat keputusan seperti keputusan yang diberikan oleh seorang pakar melalui program komputer. Dengan kata lain, sistem pakar merupakan suatu keahlian manusia (seorang pakar) yang dipindahkan ke dalam program komputer. 10

2 Sifat Sistem Pakar Perbedaan sistem pakar dengan program konvensional dapat dilihat dari beberapa sifat berikut (Levine, dkk, 1991), yang antara lain : memiliki pengetahuan spesifik dalam domain tertentu, menerapkan teknik pelacakan, mendukung analisa heuristik (merupakan pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman seorang pakar), mampu menyimpulkan keterkaitan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang sudah ada, pemrosesan yang dilakukan secara simbolik, dan mampu memberikan alasan dari keputusan yang diambil. II.2.2 Karakteristik Sistem Pakar Karakteristik sistem pakar sebagai berikut : a. Membatasi domain tertentu b. Memiliki kemampuan memberikan penalaran c. Memiliki kemampuan mengolah data yang mengandung kepastian d. Memisahkan mekanisme pengambilan keputusan (inference) terhadap basis pengetahuan (knowledge base) e. Dirancang untuk dapat berkembang secara bertahap f. Keluaran bersifat memberikan anjuran (advise) g. Basis pengetahuan pada umumnya berdasarkan kaidah II.2.3 Struktur Sistem Pakar Secara garis besar, sistem pakar terdiri atas empat bagian, yaitu : basis pengetahuan, mesin inferensi, basis data dan bagian antar muka dengan pemakai (Abdulrachman. A, 1990). Diagram blok dari arsitektur sistem pakar ini dapat dilihat pada gambar

3 Komputer Basis data Mesin inferensi Sistem pakar Basis pengetahuan Antar muka pemakai Pemakai Gambar II.1 Diagram blok sistem pakar II Akuisi Pengetahuan Proses membangun atau mengembangkan sistem pakar disebut akuisi pengetahuan. Proses ini melibatkan suatu interaksi antara perekayasa pengetahuan dengan seorang atau beberapa orang pakar dalam suatu bidang tertentu. Perekayasa pengetahuan menyerap prosedur-prosedur dan pengalaman untuk menyelesaikan suatu masalah tertentu dari pakar tersebut dan membangunnya menjadi program sistem pakar. Tahap-tahap dalam pengembangan sistem pakar meliputi tahap indentifikasi, formalisasi, implementasi, dan pengujian. a. Tahap indentifikasi. Dalam tahap ini, perekayasa pengetahuan dan para pakar harus mengindetifikasikan segala aspek yang berhubungan dengan masalah yang akan dibicarakan. Kerjasama antara perekayasa pengetahuan dan para pakar dimulai pada tahap ini untuk mendiskripsikan semua persoalan yang sedang dihadapi. b. Tahap formalisasi. Dalam tahap ini, perekayasa pengetahuan dan para pakar memutuskan hubungan-hubungan dan strategi kontrol yang diperlukan untuk mendapatkan ruang lingkup pemecahan masalah dan bagaimana membangkitkan atau membuat suatu solusi berdasarkan data 12

4 dan informasi dalam ruang lingkup tersebut. Dalam tahap ini dilakukan perincian bagian-bagian masalah untuk menentukan sejauh mana kedalaman pengetahuan akan disajikan. c. Tahap implementasi. Dalam tahap ini dilakukan penerjemahan hasil formalisasi di atas kedalam program komputer yang sesuai dengan perangkat lunak (software) pengembangan yang digunakan. d. Tahap pengujian. Pada tahap ini dilakukan pengujian dan evaluasi tentang keandalan sistem pakar yang telah dibentuk. II Basis Pengetahuan Basis pengetahuan mengandung pengetahuan-pengetahuan keahlian sebagai dasar pengambilan keputusan. Terdapat beberapa metoda untuk menyajikan pengetahuan dalam perangkat lunak sistem pakar, diantaranya : metode kerangka (frames), jaringan semantik (semantic network), dan kaidah produksi (production rules) (Rievski, 1993). Penyajian basis pengetahuan yang banyak digunakan adalah kaidah produksi. Masing-masing kaidah mengandung sebuah atau lebih kondisi yang jika dipenuhi akan memberikan satu atau lebih aksi. Kaidah produksi disajikan dalam pernyataan IF... AND... OR... THEN... ELSE... II Basis Data Basis data mengandung fakta-fakta mengenai masalah yang akan dicari solusinya. Fakta-fakta yang diketahui disimpan sebagai kondisi awal. Fakta-fakta yang baru diperoleh dari proses inferensi ditambahkan pada basis data. Fakta-fakta ini berhubungan dengan semua yang diketahui selama proses inferensi. Kondisi awal dari masalah yang akan diselesaikan biasanya ditanyakan oleh pemakai. Berdasarkan informasi ini, sistem pakar mulai melakukan proses pelacakan. 13

5 II Pengatur Kaidah Bagian pengatur kaidah (rule adjuster) memungkinkan perekayasa pengetahuan memelihara basis pengetahuan sistem pakar. Pemeliharaan basis pengetahuan meliputi penempatan pengetahuan baru kedalam sistem pakar. Penghapusan basis pengetahuan yang sudah tidak relevan dan perubahan basis pengetahuan karena adanya perubahan fakta atau kaidah yang telah ada. II Mesin Inferensi Mesin inferensi adalah suatu perangkat lunak yang mengimplementasikan suatu operasi pelacakan dengan menggunakan basis pengetahuan dan basis data untuk mencapai solusi. Mesin inferensi menguji kaidah-kaidah dengan pola urutan tertentu untuk mencocokkan kondisi sekarang dengan kondisi awal yang diberikan basis data. Jika kaidah-kaidah tersebut cocok dengan kondisi sekarang, maka kondisi tersebut dapat diberikan pada basis data dan dapat dipergunakan untuk mencari fakta-fakta baru. Pada mesin inferensi dibedakan atas strategi kontrol (control strategy) dan strategi pelacakan (search strategy). Strategi kontrol dibagi menjadi dua yaitu : pelacakan pertama melebar (breath-first search) dan pelacakan pertama mendalam (depthfirst search) (11). Pelacakan pertama melebar merupakan strategi kontrol yang pelacakannya dilakukan selapis demi selapis sehingga semua simpul pada tingkat yang sama akan dievaluasi terlebih dahulu sebelum pelacakan dilakukan terhadap tinggkat yang lebih rendah. Pada pelacakan pertama mendalam, pelacakan dimulai dari satu simpul sampai pada tingkat yang lebih rendah dan baru dilanjutkan pada simpul yang lain. Strategi pelacakan juga dibedakan menjadi dua yaitu : rantai telusur maju (forward chaining) dan rantai telusur mundur (backward chaining) (Raiston. D. W, 1988). 14

6 Pada rantai telusur maju, penelusuran dimulai dari fakta-fakta untuk memperoleh kesimpulan akhir yang menjadi tujuan pemecahan masalah. Sedangkan pada rantai telusur mundur, penelusuran dimulai dari hipotesa dan dilanjutkan dengan pencarian fakta-fakta untuk membuktikan kebenaran suatu hipotesa. II Antar Muka Pemakai Antar muka merupakan tampilan pada layar monitor dari komputer yang memungkinkan pemakai dapat berkomunikasi dengan sistem pakar. Melalui antar muka ini, pemakai memasukan data awal, melakukan konsultasi dan mendapatkan solusi permasalahan dari sistem pakar. II Memori Kerja Memori kerja suatu sistem pakar berubah-ubah sesuai dengan masalah spesifik yang sedang diproses. Isi dari memori kerja berupa fakta-fakta namun tidak seperti fakta-fakta yang ada pada basis pengetahuan. Fakta pada memori kerja ditentukan oleh mesin inferensi berdasarkan fakta-fakta dan kaidah-kaidah yang ada selama konsultasi berlangsung. II Pemakai Jangkauan pemakai sistem pakar cukup lebar. Dari orang awam yang menginginkan konsultasi hingga pakar itu sendiri untuk menvalidasi keputusan yang diambilnya. II.3 Bentuk Representasi Pengetahuan Dalam Irigasi Hampir semua sistem AI (Artificial Intelligence) terdiri dari dua bagian utama, yaitu basis pengetahuan dan mesin atau mekanisme inferensi. Basis pengetahuan berisi tentang fakta-fakta obyek dalam domain dan hubungannya yang dipilih. Basis pengetahuan dapat pula berisi konsep teori, prosedur praktis dan 15

7 keterkaitannya. Basis pengetahuan ini akan membentuk sumber sistem kecerdasan dan digunakan oleh mesin inferensi untuk melakukan penelaran dan menarik kesimpulan sebagaimana tugas mesin inferensi yang telah dijelaskan dimuka. Berbagai skema representasi pengetahuan telah dikembangkan. Secara garis besar representasi pengetahuan mempunyai dua karakteristik yang umum yaitu : Yang pertama : dapat diprogram kedalam bahasa pemrograman komputer yang ada dan disimpan dalam memori. Yang kedua : didesain sehingga fakta-fakta dan pengetahuan dapat digunakan dalam proses penalaran. Dengan demikian basis pengetahuan yang berisi struktur data dapat dimanipulasikan oleh sistem inferensi yang menggunakan teknik pelacakan dan penyesuaian pola pada basis pengetahuan untuk menjawab pertanyaan, menggambarkan kesimpulan atau melakukan fungsi cerdasnya. Ada beberapa metode representasi yaitu : logika jaringan semantik (semantic network), list, table, trees, OAV triplets, kaidah produksi (production rules), dan kerangka (prome). Dalam landasan teori ini hanya akan dibahas beberapa diantaranya : II.3.1 Referensi Logika Benruk representasi pengetahuan yang telah lama dikenal adalah logika, yaitu melakukan pengakjian ilmiah tentang serangkaian penalaran, sistem kaidah dan prosedur yang membantu proses penalaran. Proses logika dapat digambarkan sebagai berikut : Input Premises or Facts Logical process Output Inferences or Conclusins Gambar II.2 Menggunakan logika untuk proses penalaran (Ignizio, dan James. P, 1991) 16

8 Mula-mula diberikan informasi, kemudian dibuat pernyatan atau observasi dicatat. Bentuk ini diinputkan pada proses logika dan disebut sebagai premis. Premis ini yang akan digunakan oleh proses logika untuk menhasilkan output yang merupakan kesimpulan dan disebut sebagai inferensi. Dengan proses ini faktafakta yang diketahui benar dapat digunakan untuk merumuskan fakta baru yang juga benar. Bentuk dasar logika komputasi dalam metode ini adalah logika propesional (proportional logic) dan logika predikat (predicate logic/calculus). II Logika Propesional Proposisi tidak lebih dari pernyatan benar atau salah. Sekali diketahui bahwa sesuatu itu benar, hal ini bisa menjadi premeis yang dapat digunakan untuk menurunkan proposisi atau inferensi baru. Kaidah yang digunakan untuk menentukan proposisi baru ini adalah benar atau salah. Misalnya contoh sederhana sebagai berikut : Pernyataan : 1 = Bangunan irigasi terdapat pada jaringan irigasi Pernyataan : 2 = Bangunan ukur tidak ada Kesimpulan : 3 = Bangunan ukur tidak dipakai Masalah yang sebenarnya melibatkan keterkkaitan proposisi yang lebih kompleks. Untuk membentuk premis yang kompleks, dua atau lebih proposisi dapat dikombinasikan dengan logika penghubung. Logika penghubung tersebut antara lain : And, or, Not, Implises dan Equivalent dengan tabel kebenaran sebagai mana diketahui dalam aljabar boolean. II Logika Predikat Karena keterbatasan logika propesional, maka AI (Artificial Intelligence) menggunakan logika predikat (kalkulus predikat) sebagai pengganti. Logika predikat lebih baik dalam membentuk logika yakni, mengunakan semua konsep 17

9 dan kaidah logika propesional. Kemapuan representasi pengetahuannya lebih rinci. Disamping itu kalkulus predikat menambahkan penggunaan variabel dan fungsi dalam pernyataan logika simbolik. II.3.2 Jaringan Semantik Metode ini merupakan penggambaran grafis dari pengetahuan yang memperlihatkan hubungan hirarki dari obyek-obyek tertentu. Obyek direpresentasikan sebagai simpul (model) pada suatu diagram grafis dan hubungan contoh obyek dinyatakan oleh garis penghubung berlabel. Contoh dari metode ini pada gambar II.3 adalah sebagai berikut, dan contoh jaringan semantik untuk bangunan irigasi lainnya dapat dilihat pada lampiran D Bangunan pengatur dikombinasi dengan Bangunan pengukur dan pengatur untuk plain area atau dibutuhkan adalah murah Bangunan pengukur harga adalah adalah Adequate O & M mahal harga pintu sorong Ambang lebar Pintu Romijn lokasi Jenis bangunan irigasi daerah datar (plain area) lokasi lokasi harga Relatif mahal sekali Gambar II.3 Representasi pengetahuan dengan metode jaringan semantik (Iwan K. Hadihardaja, dkk, 2004). 18

10 II Trees Trees, merupakan struktur pohon keputusan. Struktur pohon keputusan ini mengambarkan relasi sebab akibat yang kuat. Keuntungan utamanya adalah proses akuisi pengetahuan dilakukan dengan lebih sederhana. Pembuatan diagram pengetahuan lebih mendekati keadaan nyata jika dibandingkan dengan metode representasi formal seperti frame atau dengan kaidah-kaidah. Contoh, representasi dengan struktur pohon keputusan ini dapat dilihat pada gambar Diberitahukan prosedur mengenai pemilihan bangunan pengukur dan pengatur infrastruktur irigasi untuk daerah pegunungan : Rule 1, IF bangunan memenuhi sebagai pengatur dan pengukur AND memenuhi untuk daerah pegunungan THEN apply Rule 2, IF bangunan memenuhi sebagai pengatur dan pengukur AND tidak memenuhi untuk daerah pegunungan AND bangunan has excellent recommendation for bed load AND bangunan tersebut memenuhi kriteria operasi dan pemeliharaan THEN apply Bangunan Pengukur dan Pengatur yes tidak memakai tidak ya Baik utk (plain area) memakai ya tidak tidak memakai tidak baik untuk sedimen layang tidak memakai ya tidak perlu Operasi & Maintenace memakai ya Gambar II.4 Representasi pengetahuan dengan struktur pohon keputusan (Iwan. K. Hadihardaja, dkk, 2004). 19

11 II Kaidah Produksi Kaidah produksi merupakan metode representasi pengetahuan yang paling banyak dipakai dalam sistem pakar. Kaidah produksi terdiri dari dua bagian yang merupakan bagian terkecil dari pengetahuan, yaitu : bagian antecedent yang menggambarkan situasi, kondisi atau premis, dan bagian konsekwen yang menggambarkan tentang akibat, konklusi atau aksi. Metode kaidah produksi biasanya ditulis dalam bentuk if-then. Contoh dari kaidah ini adalah : Jika user mengerjakan pilihan ke-n untuk pertanyaan ke-n pada saat t Maka user tidak menganggur pada saat t Kaidah produksi menyajikan gambaran langsung kaitan antar obyek dan mempunyai bentuk yang mudah dimengerti karena cocok dengan cara manusia bernalar. Suatu kaidah dapat pula terdiri atas beberapa premis dan lebih dari satu konklusi. Operator logika yang digunakan dalam mengkombinasikan suatu kaidah dapat berupa AND, OR atau NOT. II.4 Metode Teknik Inferensi Dalam Irigasi Secara deduktif mesin inferensi memiliki pengetahuan yang relevan untuk mencapai kesimpulan (konklusi). Teknik inferensi diperlukan untuk melaksanakan tugas menelusuran menuju pada kesimpulan dengan tepat dan sfisien. Mesin inferensi menelusuri basis pengetahuan, merangkaikan kaidahkaidah dan melakukan pengujian. Ada dua macam teknik inferensi untuk melakukan tugas ini, yaitu : Pelacakan kebelakang (backword chaining) pada gambar II.6 yang memulai penalarannya dari sekumpulan hipotesa menuju fakta yang mendukung hipotesa tersebut. Dan pelacakan kedepan (forward chaining) pada gambar II.5 yang memulai penelusuran dari sekumpulan fakta menuju kesimpulan. 20

12 Obsevasi kaidah fakta kaidah fakta kaidah Observasi A 1 E 5 H Tujuan kaidah fakta kaidah fakta kaidah Observasi B 2 F 6 I kaidah fakta kaidah fakta Observasi C 3 G 7 kaidah fakta observasi D 4 Gambar. II.5. Diagram pelacakan kedepan (Sriyana, 1999). fakta kaidah kesimpulan 1 C 1 kaidah fakta kaidah kesimpulan Observasi A 2 D 2 kaidah fakta kaidah kesimpulan Observasi B 3 E 3 kesimpulan 4 Gambar. II.6. Diagram pelacakan kebelakang (Sriyana, 1999). 21

13 II.5 Perencanaan Pembangunan Jaringan Irigasi II.5.1 Pendahuluan Dalam setiap pembangunan jaringan irigasi akan melewati tahapan-tahapan yang tidak dapat dihindari. Untuk pembangunan suatu jaringan irigasi, yang ditujukan untuk memberi air pada lahan pertanian. Tahapan-tahapan secara garis besar adalah : 1. Survey, termasuk pengukuran 2. Investigation, yang meliputi penelitian-penelitian. 3. Design, perencanaan teknis. 4. Construction, pelaksanaan konstruksi. 5. Operation, eksploitasi. 6. Maintenance, pemeliharaan. Keenam tahapan itu, telah di kenal dengan singkatan SIDCOM. Dalam penulisan ini membicarakan/membahas berbagai unsur sebuah jaringan irigasi teknis. Di sini akan diberikan definisi fraktis mengenai unit kontrol irigasi, seperti petak primer, sekunder, dan tersier. Dan untuk bangunan dibagi menurut fungsinya, dan akan dijelaskan juga pemakaiannya. Anjuran mengenai pemilihan tipe bangunan irigasi diberikan juga dalam bab ini. Kemudian untuk uraian fungsional mengenai unsur-unsur jaringan irigasi akan merupakan bimbingan bagi para perencanaan tata letak dan jaringan irigasi. II Peta Iktisar Peta iktisar merupakan cara bagaimana berbagai bagian dari suatu jaringan irigasi saling dihubungkan. Peta iktisar tersebut dapat disajikan pada peta tata letak. Peta iktisar jaringan irigasi tersebut memperlihatkan : 1. bangunan utama. 2. jaringan dan trase saluran irigasi. 3. jaringan dan trase saluran pembuang. 4. petak primer, sekunder, dan tersier. 22

14 5. lokasi bangunan. 6. batas daerah irigasi. 7. jaringan dan trase jalan. 8. daerah yang tidak diairi (misal. desa). 9. daerah yang tidak dapat diairi (tanah jelek, terlalu tinggi dsb). Peta iktisar umum dibuat berdasarkan peta topografi yang dilengkapi dengan garis dengan skala 1 : Peta iktisar detail yang biasa disebut peta petak, dipakai untuk perencanaan dibuat dengan skala 1 : 5000, dan untuk petak tersier 1 : 5000 atau 1 : II Petak Tersier Perencanaan dasar yang berkenan dengan unit tanah adalah petak tersier. Petak ini menerima air irigasi yang dialirkan dan diukur pada bangunan sadap (offtake) tersier yang menjadi tanggung jawab Dinas Pengairan. Bangunan sadap tersier mengalirkan airnya ke saluran tersier. Di petak tersier pembagian air, eksploitasi dan pemeliharaan menjadi tanggung jawab para petani yang bersangkutan, di bawah bimbingan pemerintah. Ini juga menentukan ukuran petak tersier. Petak yang kelewat besar akan mengakibatkan pembagian air menjadi tidak efisien. Faktor-faktor penting lainnya adalah jumlah petani dalam satu petak, jenis tanaman dan topografi. Di daerah-daerah yang ditanami padi, luas petak yang ideal adalah antara ha, kadang-kadang sampai 150 ha. Petak tersier harus mempunyai batas-batas yang jelas seperti misalnya parit, jalan, batas desa dan sesar medan (terrain fault). Petak tersier dibagi menjadi peta-petak kuarter, masing-masing seluas kurang lebih 8 15 ha. Apabila keadaan topografi memungkinkan, bentuk petak tersier sebaiknya bujur sangkar atau segi empat untuk mempermudah pengaturan tata letak dan memungkinkan pembagian air secaara efisien. 23

15 Petak tersier harus terletak langsung berbatasan dengan saluran sekunder atau saluran primer. Perkecualian : kalau petak tersier tidak secara langsung terletak di sepanjang jaringan saluran irigasi utama yang dengan demikian, memerlukan saluran muka tersier yang membatasi petak tersier lainnya. Hal ini harus dihindari. Panjang saluran tersier sebaiknya kurang dari 1500 m, tetap dalam kenyataan kadang panjang saluran ini mencapai 2500 m. Panjang saluran kuarter lebih baik dibawah 500 m, tetapi prakteknya kadang-kadang sampai 800 m. II Petak Sekunder Petak sekunder terdiri dari beberapa petak tersier yang kesemuanya dilayani oleh satu saluran sekunder. Biasanya petak sekunder menerima air dari bangunan bagi yang terletak di saluran primer atau sekunder. Batas petak sekunder pada umumnya berupa tanda-tanda topografi yang jelas, seperti misalnya saluran pembuang. Luas petak sekunder bisa berbeda-beda, tergantung pada situasi daerah. Saluran sekunder sering terletak di punggung medan, mengairi kedua sisi saluran sehingga saluran pembuang yang membatasinya. Saluran sekunder boleh juga direncana sebagai saluran garis tinggi yang mengairi lereng-lereng medan yang lebih rendah saja. II Petak Primer Petak primer terdiri dari beberapa petak sekunder, yang mengambil air langsung dari saluran primer. Petak primer dilayani oleh satu saluran primer yang mengambil airnya langsung dari sumber air, biasanya sungai. Proyek irigasi tertentu mempunyai dua saluran primer, karena itu untuk cara seperti ini dapat menghasilkan dua petak primer. Daerah di sepanjang saluran primer sering tidak dapat dilayani dengan mudah dengan cara menyadap air dari saluran sekunder. Apabila saluran primer melewati garis tinggi, daerah saluran primer yang berdekatan harus dilayani langsung dari saluran primer. 24

16 II.5.2 Pengertian, Tujuan, Dan Manfaat Pembangunan Jaringan Irigasi II Pengertian Jaringan Irigasi Jaringan irigasi adalah saluran, bangunan dan bangunan pelengkapnya yang merupakan satu kesatuan dan diperlukan untuk pengaturan air irigasi mulai dari penyediaan, (PPRI.No.77.Tahun 2001) pengambilan, pemberian, penggunaan, dan pembuangannya. Dan berfungsi sebagai sarana pelayanan irigasi untuk jaringan irigasi yang bersangkutan. II Tujuan dan Manfaat Pembangunan Jaringan Irigasi Dalam uraian di atas, maka jaringan irigasi merupakan sarana phisik yang perlu disediakan agar di dalam jaringan irigasi dapat dilakukan water management kepada tanaman secara baik, sehingga air irigasi dapat diatur dengan baik pada waktu yang tepat, dibagi secara adail dalam jumlah yang tepat, dan digunakan secara efisien dengan cara pemberian yang tepat. Sesuai dengan kebutuhan air untuk tanaman, maka tujuan dari pembangunan jaringan irigasi antara lain : 1. Pemberian air secara tepat sesuai dengan kebutuhan tanaman yang akan meningkatkan hasil produksi pertanian sekaligus pendapatan petani. 2. Penghematan pemakaian air memperbesar luas areal tanaman terutama pada musim kemarau. 3. Tercapainya pemerataan disamping peningkatan hasil produksi. Dan sasaran pembangunan jaringan irigasi adalah sebagai berikut : 1. Memberikan pelayanan air irigasi yang sama untuk seluruh areal, baik petakpetak yang dekat maupun yang jauh dari sumbernya. 2. Dalam keadaan kekurangan air, dapat dilakukan giliran antara petak-petak sawah tanpa sebagian daerah yang dikorbankan, dan dalam keadadan kelebihan air, segera dapat dibuang dari petak-petak sawah sehingga tidak mengganggu pertumbuhan tanaman. 25

17 II Peranan Jaringan Irigasi Pada Pertumbuhan Tanaman Air, zat hara dan sinar matahari merupakan unsur utama untuk pertumbuhan tanaman. Jarang dapat tersedia secara alamiah dengan kombinasi yang tepat sesuai dengan kebutuhan tanaman. Pertama-tama yang dapat diatur adalah air, sebab saluran pembawa maupun saluran pembuang pada jaringan irigasi adalah sarana utama dari petani untuk mengatasi keadaan alamiah dari air yang kurang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman. Karena dengan pengaturan kelebihan maupun kekurangan air dapat diusahakan untuk mendapat kelembaban tanah yang optimum. Dengan kelembaban tanah yang optimum tersebut, maka barulah dapat dipergunakan input pertanian moderen antara lain : 1. bibit varietas unggul. 2. pupuk buatan atau alam. 3. pengolohan tanah. Yang mungkin dapat dicapainya hasil produksi yang optimum. Jaringan irigasi yang baik memungkinkan dilakukannya water management dengan penggunaan air secara ekonomis. II.5.3 Karakteristik Jaringan Irigasi II Saluran Pembawah Saluran pembawah membawa air irigasi dari sumber air lain ke jaringan irigasi primer. Dimana saluran pembawah primer membawa air dari jaringan utama ke saluran sekunder dan ke petak tersier yang diairi. Batas ujung saluran primer adalah pada bangunan bagi terakhir. Dan dilanjutkan oleh saluran pembawah sekunder membawa air dari saluran primer ke petak tersier yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. Batas ujung saluran sekunder adalah pada bangunan sadap terakhir. Kemudian saluran pembawah tersier membawa air dari bangunan sadap tersier di jaringan utama ke dalam petak tersier dan di teruskan ke saluran kuarter. Batas ujung saluran ini adalah boks bagi 26

18 kuarter yang terakhir. Dan berakhir pada saluran pembawah kuarter membawa air dari boks bagi kuarter melalui bangunan sadap tersier atau parit sawah ke petak sawah. II Saluran Pembuang Saluran pembuang primer mengalirkan air lebih dari saluran pembuang sekunder ke luar daerah irigasi. Saluran pembuang primer sering berupa saluran pembuang alamiah yang mengalirkan kelebihan air tersebut ke sungai, anak sungai atau ke laut. Untuk saluran pembuang sekunder menampung air dari jaringan pembuang tersier dan membuang air tersebut ke pembuang primer atau langsung ke jaringan pembuang alamiah dan keluar daerah irigasi. Dan untuk saluran pembuang tersier terletak di dan antara petak tersier yang termasuk dalam unit irigasi sekunder yang sama dan menampung air, baik dari pembuang kuarter maupun dari petak sawah. Air tersebut dibuang ke dalam jaringan pembuang sekunder. Kemudian untuk saluran pembuang kuarter terletak di dalam satu petak tersier, menampung air langsung dari petak sawah dan membuang air tersebut ke dalam saluran pembuang tersier. II.5.4 Sistem Jaringan Irigasi Dan Penerapannya Sistem jaringan irigasi dan penerapannya memiliki empat jenis yang tergantung dari keadaan topografi, biaya dan teknologi yang digunakan. 1. Sistim gravitasi, sistim ini memanfaatkan gaya tarik bumi untuk pengaliran airnya. Air dialirkan dari tempat yang lebih tinggi menuju tempat yang lebih rendah karena dipengaruhi oleh gaya gravitasi. Jenis irigasi yang termasuk di dalam katagori sistim gravitasi meliputi : Irigasi genangan liar, Irigasi genangan dari saluran, dan Irigasi alur dan gelombang. Irigasi genangan liar, yaitu air dialirkan kepetak sawah melawati bangunan-bangunan irigasi yang ada, misalnya melewati bangunan pengatur. Irigasi genangan dari saluran, yaitu pemberian dan pembuangan air dapat dikendalikan dengan sepenuhnya, secara baik pada waktunya. Irigasi alur dan gelombang, memiliki proses pengaliran air yang 27

19 dilewatkan melalui alur-alur yang ada disisi deretan perakaran tanaman agar tanaman memperoleh air. 2. Sistim bawah tanah, sistim ini memanfaatkan saluran-saluran dibawah tanah untuk mentransperkan air sehingga tanah dialiri melalui bawah permukaan. Air dialirkan melalui saluran-saluran disisi petak sawah. Dengan cara seperti ini muka air tanah yang berada di petak sawah mengalami kenaikan sehingga muka air tanah mencapai daerah perakaran secara kapiler dan tanaman memperoleh air. 3. Sistim siraman, Sistem ini memefaatkan jaringan pipa yang airnya disemprotkan ke permukaan tanah dengan kekuatan tenaga mesin sehingga tanaman memperoleh air untuk pertumbuhannya. 4. Sistem tetes, sistim ini juga memanfaatkan jaringan pipa dengan tenaga mesin pompa sebagai tenaga penggerak, dan diteteskan tepat pada daerah perakaran tanaman. 28

20 II.5.5 Penomena Bangunan Irigasi, Persamaan Aliran, Dan Karakteristiknya II Bangunan Irigasi Bangunan irigasi merupakan perangkat keras yang sangat dibutuhkan dan berada pada daerah irigasi, baik daerah irigasi teknis, semi teknis, maupun daerah irigasi non teknis (daerah irigasi sederhana). Dengan adanya bangunan irigasi, maka dalam pengolahan dan pemanfaatan air yang dapat dilakukan dalam bentuk mengarahkan air, mengatur, dan mengukur debit yang masuk ke petak sawah untuk kebutuhan pertumbuhan tanaman dapat disesuaikan dengan permintaan. Pemanfaatan bangunan-bangunan irigasi yang ada pada suatu daerah irigasi, tidak dapat dilepas pisahkan dari peranan bangunan-bangunan irigasi tersebut. Dimana bangunan tersebut memberikan ke amanan, ke mudahan, dan kelancaran kepada pengelolah irigasi dalam hal pemanfaatan air. II Bangunan Pengukur II Bangunan Pengukur Ambang Lebar Bangunan pengukur jenis ini sangat disarankan penggunaannya, sebab bangunannya kokoh dan dalam pembuatannya juga mudah. Bangunan ini juga memiliki berbagai bentuk mercu dan penempatannya pula bisa disesuaikan dengan keragaman bentuk jenis saluran yang ada. Keterkaitan bangunan dengan muka air dan debit memiliki hubungan tunggal, dengan demikian sangat memudahkan dalam pembacaan debit yang melewati bangunan ini. 29

21 1. Jenis-jenis bangunan pengukur ambang lebar Bangunan pengukur ambang lebar termasuk katogori bangunan aliran atas (overflow), karena itu ketinggian pada energi hulu lebih kecil dari pada panjang mercunya. Bentuk pola aliran yang berada di atas bangunan ini dapat diatasi berdasarkan formula hidrolika yang berlaku. Bangunan ini mengalirkan debit yang sama tetapi memiliki bentuk yang beragam. Pada gambar II.6 memperlihatkan ragam bangunan yang memiliki mulut pemasukan yang berada pada bagian depan dibulatkan. Pada bagian konstruksi permukaan yang melengkung, bangunan ini baik untuk digunakan dan tidak mempersulit dalam pelaksanaan dan baik pula kalau bangunan diperpendek, dengan demikian bangunan dikerjakan menggunakan pasangan batu. Pada gambar II.7 disini memperlihatkan bangunan pengukur ambang lebar yang memiliki bentuk permukaan datar, yang juga merupakan sistem tata peletakan yang ekonomis dengan beton sebagai bahan dalam pembuatannya. Pada gambar II.6 mempertunjukan berupa muka hilir vertikal yang hampir mirip dan sama seperti yang terdapat pada bendung dan gambar II.7 memperlihatkan bentuk dari peralihan pelebaran kemiringan pada 1 : 6 yang hal ini digunakan jika di atas bangunan pengukur adanya tinggi energi yang hilang. Pada peralihan pelebaran kemiringan hal ini digubakan apabila di atas bangunan pengukur energi kinetik dialihkan ke hilir saluran ke dalam energi potensial. Dengan demikian tinggi energi yang hilang diusahakan untuk trjadi sekecil mungkin. Bentuk pelebaran kemiringan yang terjadi pada hilir bangunan pengukur tidak mempengaruhi kalibrasi ketinggian debit pada bangunan pengukur. Faktor kalibrasi juga tidak dipengaruhi oleh bangunan pengukur ambang lebar yang memiliki peralihan masuk yang dibulatkan atau yang datar dan yang memiliki peralihan penyepitan. Bagian-bangian permuakaan yang dimiliki oleh bangunan pengukur ambang lebar yang beragam bentuk ini, dibuat untuk mengarahkan debit atau aliran di atas mercu bangunan dengan tidak terjadi konstraksi dan pemisahan aliran. Pada bangunan pengukur ambang lebar di atasnya yang datar dilakukan pengukuran debit dan aliran. 30

22 Gambar II.6. Bangunan pengukur ambang lebar dengan pemasukan Dibulatkan (DPU, dan DJP, 1986). Gambar II. 7. Bangunan pengukur ambang lebar dengan pemasukan datar dan peralihan penyepitan (DPU, dan DJP, 1986). 2. Persamaan debit bangunan pengukur ambang lebar dengan bagian pengontrol segi empat : Q = C d C v g b c h 1 1,50 Dimana : Q = debit (m 3 /dt) C d = koefisien debit C d = 0,93 + 0,10 H 1 /L, untuk 0,1 < H 1 /L < 1,0 H 1 = tinggi energi hulu (m) L = panjang mercu (m) (II.1) 31

23 Cv = koefisien kecepatan datang g = percepatan gravitasi (m/dt 2 ) b c = lebar mercu (m) h 1 = kedalaman air hulu terhadap ambang bangunan pengukur (m) Nilai (Cv) dapat dicari pada Gambar D.1 (lampiran D) yang memberikan harga Cv untuk berbagai bentuk bagian pengontrol. 3. Persamaan debit bangunan pengukur ambang lebar bentuk trapesium : Q = C d {b c y c + m 2 c } {2g (H 1 y c ) 0,5 } (II. 2) Dimana : bc = lebar mercu di bagian pengontrol (m) yc = kedalaman air di bagian pengontrol (m) m = kemiringan samping di bagian pengontrol (1:m) Keterangan simbol yang digunakan dapat dilihat pada gambar D.2 (lampiran D) 4. Harga batas moduler Harga batas moduler pada bangunan pengukur ambang lebar bergantung pada ragam dari bagian pengontrol dengan nilai banding ekspansi hilir dapat dilihat pada tabel II.1 Tabel II. 1. Harga batas moduler minimum (H 2 /H 1 ) (DPU, dan DJP, 1986). Ekspansi Vertikal / Horisontal 1 : 0 1 : 6 Bangunan pengukur Pengontrol Pengontrol Harga pembanding ekspansi 1 : 6 diilustrasikan seperti pada Gambar D.3 bentuk peralihan hilir (lampiran D). Dengan mengacu pada gambar D.3 diperlihatkan langkah-langkah dalam memotong ekspansi disini hanya memberikan sedikit saja mengurangi efektivitas peralihan. 32

24 5. Besaran dari debit Untuk besaran dari debit ini diklasifikasi dalam perbandingan sebagai berikut : Qmaks γ = (II. 3) Q min Pada bangunan pengukur ambang lebar segi empat γ = 35, dan pada bangunan pengukur dengan bentuk trapesium γ = 55 pada bangunan pengukur yang besar dan γ = 210 pada bangunan pengukur yang kecil. Di dalam saluran irigasi nilai perbandingan γ = Qmaks jarang melebihi 35. Q min 6. Satuan dalam papan duga Dalam kemungkinan untuk menandai papan duga dengan satuan-satuan seperti liter/detik atau meter kubik/detik, diluar penggunaan dengan skala sentimeter. Hal ini dapat menyebabkan terhindarnya didalam dan bahkan tidak diperlukan penggunaan tabel debit. Sebagai panduan diberikan suatu contoh jarak pengamatan papan duga dalam pembacaan langsung di papan duga yang terpasang pada dinding, ditunjukkan dalam tabel II.2 dengan mengacu penggunaannya pada Gambar II.11 yang digunakan sebagai bilangan pengali. Gambar II.8. Bentuk bilangan pengali dengan satuan yang diguanakan oleh papan duga dalam kondisi miring (DPU, dan DJP, 1986). 33

25 7. Penggunaan tabel debit Pada bangunan pengukur ambang lebar berbentuk segi empat, didalam bagian ini diperlihatkan penggunaan tabel debit, sebagaimana yang terdapat pada tabel C.II.1 (lampiran C) Pada bangunan pengukur ambang lebar berbentuk trapesium dan pada saluran yang memiliki lebar dasar yang tidak berstandar, maka disarankan untuk menggunakan formula tinggi energi (head) debit. Pada tabel C.II.2 di dalam lampiran C di dalam tabel ini memberikan harga-harga yc /H 1 merupakan fungsi dari m dan H 1 /b pada bagian dengan pengontrol trapesium yang dapat digunakan dengan mengacu pada persamaan debit pada bangunan pengukur ambang lebar berbentuk trapesium. Tabel II. 2. Hubungan antara jarak vertikal dengan kemiringan samping didalam papan duga pada saluran dengan kemiringan talut 1 : 1,5 (DPU, dan DJP, 1986). Debit (m 3 /det) Tinggi Vertikal h 1 (m) Jarak kemiringan samping hs (m)

26 8. Bangunan pengukur ambang lebar dengan karakteristiknya : a. Apabila kehilangan energi pada bangunan pengukur memenuhi dan dapat menciptakan aliran kritis, maka dalam perhitungan tabel debit dengan kesalahan kurang dari 2 %. b. Besar energi yang hilang untuk dihasilkan aliran moduler (yan merupakan hubungan khusus antara besar energi hulu terhadap mercu dengan debit sebagai acuan) lebih rendah apabila dibandingkan terhadap besar energi yang hilang pada bagunan lainnya. c. Formula hidrolika digunakan untuk menghitung besar energi yang hilang pada bangunan pengukur dan saluran. d. Bangunan pengukur ini memiliki masalah terhadap benda hanyut, apabila bangunan ini mengalami peralihan penyepitan yang bertahap (gradual). e. Pada kondisi dilapangan pembacaan debit mudah dilakukan, dengan hal Khusus apabila pada papan duga dilengkapi dengan satuan debit (misal m 3 /det). f. Dalam pengamatan dilapangan maupun laboratorium mengatakan, bahwa bangunan pengukur ini mengangkut sedimen, bahkan pada saluran dengan aliran subkritis g. Bangunan pengukur memungkinkan perbaikan bila perlu apabila mercu datar searah dengan aliran, maka dengan demikian pada dimensi purnalaksana (asbuilt dimensions) tabel debit dapat dibuat, bahkan apabila terdapat kesalahan pada dimensi selama rencana pelaksanaan sekalipun Kalibrasi purnalaksana. h. Kekuatan bangunan cukup kokoh dan tidak mudah rusak. i. Berpedoman pada kondisi hidrolis dengan batas yang serupa, merupakan hal yang ekonomis dibandingkan bangunan lain dalam hal pengukuran debit yang dilakukan secara tepat. 9. Bangunan pengukur ambang lebar dengan kelebihannya : a. Bangunan sederhana dan bentuk hidrolisnya luwes b. Bangunan memiliki konstruksi yang sederhana, kuat, dan biaya tidak mahal c. Bangunan ini untuk benda-benda hanyut bisa dilewatkan. d. Bangunan di dalam proses eksploitasi dilakukan dengan mudah. 35

27 10. Bangunan pengukur ambang lebar dengan kekurangannya : a. Bangunan digunakan hanya untuk mengukur debit b. Aliran tidak boleh tenggelam agar pengukuran dapat dilakukan dengan teliti. 11. Bangunan pengukur ambang lebar dalam penggunaannya : Untuk pengukuran debit yang dipakai disaluran bangunan pengukur ini sangat dibutuhkan dan dimana kehilangan energi merupakan hal utama yang menjadi bahan pertimbangan. Pada bagian awal saluran primer biasanya bangunan pengukur ini ditempatkan, dan juga pada bagian cabang dari saluran besar dan berada tepat dihilir bangunan pintu sorong pada bagian yang masuk petak tersier. II Bangunan Pengukur Cipolleti Bangunan pengukur Cipolleti adalah bangunan yang mengalami penyempurnaan dari bangunan pengukur ambang tajam yang dikontraksi sepenuhnya. Bangunan pengukur Cipolleti ini memiliki potongan pengontrol yang berbentuk trapesium, dan mercunya adalah horisontal dengan bentuk sisi-sisinya miring kesamping dengan kemiringan 1 vertikal banding ¼ horisontal. Bentuk bangunan pengukur ini dapat dilihat pada gambar II.9 dibawah ini. Gambar II.9. Bentuk dimensi bangunan pengukur Cipolleti (DPU, dan DJP, 1986). 36

28 1. Persamaan debit bangunan pengukur Cipolleti : Dimana : Q = debit (m 3 /dt) Q = Cd Cv Cd = koefisien debit ( 0,63) 2 3 2g b h 1 1,5 (II. 4) Cv = koefisien kecepatan datang (dapat dilihat pada gambar D.1 lampiran D) g = percepatan gravitasi (m/dt 2 ) b = lebar mercu (m) (dapat dilihat pada gambar II.12) H 1 = tinggi energi hulu (m) (dapat dilihat pada gambar II.12) Dapat dilihat dalam tabel C.II.4 (pada lampiran C) disini diberikan bentuk tabel debit untuk q m 3 /dt.m. 2. Bangunan pengukur Cipolleti dengan karakteristiknya : a. Bentuk dari bangunan sederhana dan konstruksinya mudah dibuat. b. Dalam pelaksanaan bangunan biayanya tidak mahal. c. Apabila pada papan duga diberi skala liter, maka oleh para petani pemakai air dapat melakukan pengecekan persediaan air mereka dengan jelas. d. Pada bagian hulu dari bangunan terjadi penumpukan sedimen, dengan sendirinya dapat mengganggu berfungsinya bangunan pengukur ini, dilain hal benda hanyut tidak bisa lewat dengan mudah, hal ini sangat mudah menyebabkan kerusakan dan sangat mengganggu ketelitian pengukuran debit. e. Apabila muka air di hilir bangunan mengalami kenaikan diatas elevasi ambang bangunan pengukur, maka proses pengukuran debit tidak bisa dilakukan. f. Bangunan ini mengalami kehilangan tinggi energi besar sekali dan lebih khusus lagi apabila pada daerah yang datar, dimana kehilangan tinggi energi yang tersedia kecil sekali, dengan demikian bangunan pengukur ini tidak dapat digunakan lagi. 37

29 3. Bangunan pengukur Cipolleti dalam penggunaannya Penggunaan bangunan pengukur Cipolleti dapat dikombinasikan dengan bangunan pintu sorong, hal ini sering dipakai sebagai bangunan sadap tersier. Bangunan ini terletak berjauhan terhadap banguna pintu sorong, sehingga proses eksploitasi pintu menjadi rumit. Bangunan pengukur ini dalam penggunaannya tidak dianjurkan lagi, hal lain kecuali didalam laboratorium. II Bangunan Pengukur Parshal Bangunan pengukur Parshal merupakan bangunan pengukur yang telah diuji secara laboratoris demi penggunaannya dalam pengukuran aliran pada saluran terbuka. Bangunan pengukur ini memiliki sebuah peralihan penyepitan dengan lantai yang datar, juga leher dengan lantai miring ke bawah, dan sebuah peralihan pelebaran dengan lantai miring ke atas (hal ini dapat dilihat pada gambar 2.8). Bentuk lereng lantai yang tidak konvensional ini, menyebabkan aliran tidak dapat di ukur dan di atur di dalam leher, tetapi dilakukan di dekat ujung lantai dasar peralihan penyepitan (dapat dilihat pada gambar II.10). Karena bangunan memiliki lengkung garis aliran tiga dimensi yang terdapat pada bagian pengontrol, maka dari itu teori hidrolika dalam menerangkan aliran melalui bangunan pengukur Parshal belum ada. Oleh sebab itu pembuatan tabel debit hanya dapat dilakukan melalui uji laboratorium. Dan dalam penggunaan tabel ini hanya bisa pada bangunan yang proses eksploitasi di lapangan dan apabila bangunan itu dibuat sesuai dengan dimensi talang yang telah di uji di laboratorium. Dari 22 bangunan pengukur yang didimensi sudah di uji (dalam satuan milimeter) dapat dilihat pada tabel C.II.5 (di dalam lampiran C). Perlu dalam ingatan bahwa pada ke enam bidang yang membentuk peralihan penyepitan dan pada potongan leher tersebut harus saling memotong pada garis yang benar-benar tajam. Pada bagian yang mengalami pembulatan disini akan mengurangi kelengkungan garis aliran sehingga akan mengubah kalibrasi bangunan pengukur. Hal lain juga pada kran piesometer yang digunakan dalam 38

30 mengukur tekanan piesometer perlu dipasang di posisi lokasi yang cocok agar dapat dilakukan pengukuran debit. Didalam bagian ini ada kesalahan pada tabel debit terjadi kurang dari 3 %. Oleh karena leher bangunan lantai yang bentuknya dibuat miring ke bawah, maka air di arahkan ke lantai yang mengalami peralihan pelebaran. Pada bagian peredam energinya disini dapat menghasilkan batas moduler lebih rendah dibandingkan dengan bangunan pengukur ambang lebar (atau secara hidrolis bekaitan dengan bentuk panjang dari leher saluran). Pada bangunan pengukur yang kecil memiliki batas moduler sebesar 0,05, namun pada bangunan yang berukuran besar (yaitu memiliki lebarnya lebih dari 3 m) dengan batas moduler menjadi naik sehingga mencapai 0,08. Gambar II.10. Bentuk bangunan pengukur Parshal. (untuk dimensi gunakan tabel C.II.9), (lampiran C) (DPU, dan DJP, 1986). 39

31 1. Bangunan pengukur Parshal dengan karakteristiknya: Bangunan pengukur parshal teliti dan andal. 2. Bangunan pengukur Parshal dengan kelebihannya : a. Bangunan memiliki kehilangan besar energi yang relatif kecil. b. Bangunan ini digunakan untuk mengukur berbagai besaran debit aliran bebas. c. Bangunan tidak bermasalah dengan benda-benda hanyut. d. Bangunan tidak dapat di ubah-ubah oleh orang yang tidak bertanggung jawab. 3. Bangunan pengukur Parshal dengan kekurangnnya : a. Bangunan memiliki biaya pelaksanaannya lebih mahal. b. Permukaan air relatif tenang dan aliran masuk harus tenang. c. Bangunan dalam pembuatannya harus teliti agar berfungsi dengan baik. Bangunan tidak ada tabel debit apabila pembuatannya tidak mengacu pada tabel C.II.6 (lampiran C). II Bangunan Pengatur II Bangunan Pengatur Pintu Skot Balok Bangunan pengatur jenis pintu skot balok adalah bangunan yang strukturnya sangat sederhana. Bentuk balok-balok profilnya adalah segi empat dan penempatannya disangga pada sponeng yang besarnya mulai dari 0,03 m - 0,05 m yang mengacu dari tebal profil balok-balok yang digunakan. Di kondisi saluran irigasi, yang memiliki besar bukaan pada pengontrol adalah 2,0 m atau kurang dari 2.0 m, maka bentuk profil-profil yang bisa dipakai, diperlihatkan pada gambar II.11 di bawah ini. 40

32 Gambar II.11. Bentuk profil dan koefisien debit untuk skot balok (cv 1,0). (DPU, dan DJP, 1986). 1. Persamaan debit untuk bangunan pengatur pintu sot balok : Q = Cd Cv g b h 1 1,5 (II.5) Dimana : Q = debit (m 3 /det) Cd = koefisien debit Cv = koefisien kecepatan datang g = percepatan gravitasi (m/dt 2 ) b = panjang skot balok (m) h 1 = kedalaman air di atas skot balok (m) Koefisien debit untuk potongan segi empat dengan tepi hulu yang tajamnya 90 derajat, sudah diketahui untuk nilai banding H 1 /L kurang dari 1,5 (lihat gambar II.11). Untuk harga-harga L H 1 yang lebih tinggi, pancaran air yang H melimpah sama sekali terpisah dari mercu skot balok. Bila 1 menjadi L lebih besar dari sekitar 1,5, maka pola alirannya akan menjadi tidak mantap dan sangat sensitif terhadap ketajaman tepi sakot balok bagian hulu. Juga 41

33 besarnya airasi dalam kantong udara di bawah pancaran, dan tenggelamnya pancaran sangat mempenagruhi debit pada skot balok. Faktor kesalahan terjadi pada Cd di karenakan terjadi perubahan kecepatan aliran dari hulu skot balok menjadi rendah yaitu h 1 (h 1 + p 1 ) lebih kecil dari Untuk memprediksi debit yang lewat pintu skot balok dengan baik, maka hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan di tas dan mengkombinasikannya dengan gambar aliran pintu sorong dengan dasar horisontal. Tinggi air di hulu pintu skot balok dapat diatur dengan cara melakukan pengaturan pada skot-skot balok yang ada, dilakukan satu terhadap yang lainnya. Proses pengaturan skot-skot balok ini dipengaruhi oleh ukuran dari skot balok itu sendiri. Hal ini sebagaimana di perlihatkan pada gambar II.11 di atas, yaitu tinggi 0.20 m ukuran skot balok yang baik untuk digunakan pada irigasi. 2. Bangunan pengatur pintu skot balok dengan kelebihannya : a. Bentuk konstruksinya sederhana tetapi kuat b. Dalam pelaksanaan konstruksi biayanya kecil 3. Bangunan pintu skot balok dengan kelemahaannya : a. Proses pemasangan dan pemindahan skot balok membutuhkan tenaga dua orang dan waktu yang dibutuhkan sangat banyak b. Kedalaman muka air di hulu diatur selangkah demi selangkah, dan setiap langkah mengacu pada tinggi sebuah skot balok c. Skot balok sangat besar kemungkinan untuk diambil orang d. Pengoperasian pintu skot balok dapat terjadi dilakukan oleh orang yang tidak bertanggung jawab e. Bentuk kedalaman aliran yang melewati skot balok belum dapat diketaui secara pasti. 42

34 II Bangunan Pengatur Pintu Sorong Bangunan pengatur pintu sorong diusahakan sedemikian rupa segingga pada saluran primer dan pada saluran cabang dapat diatur muka airnya pada batas-batas tertentu oleh bangunan pengatur yang dapat digerakan, sehingga muka air yang berhubungan dengan bangunan sadap tetap normal. Pemilihan bangunan pengatur dan pengukur didasarkan kepada variasi kedalaman air yang direncanakan. Untuk saluran irigasi yang lebar artinya lebih besar dari 2 m, agar diupayakan untuk mengkombinasi beberepa tipe bangunan pengatur yang ada, seperti : 1. skot balok dengan pintu bawah 2. mercu tetap dengan pintu bawah 3. mercu tetap dengan skot balok Standar pengukuran untuk lebar pintu pembilas bawah (undersluice) adalah 0.50, 0.75, 1.00, 1.25 dan 1.50 m. Untuk dua ukuran terakhir membutuhkan dua stang pengangkat. 1. Bangunan pengatur pintu sorong dengan kelebihannya : a. kedalaman air di hulu bangunan dapat dikontrol secara baik b. pintu sorong sederhana dan kuat c. bangunan ini dapat melewatkan sedimen dasar maupun sedimen layang 2. Bangunan pintu sorong dengan kelemahannya : a. bangunan ini tidak dapat melewatkan benda-benda hanyut b. pada aliran moduler baru bisa muka air dihulu dan kecepatnnya diatur cecara baik 3. Bangunan pintu sorong dalam penggunaannya : a. bangunan digunakan di hulu saluran primer b. penggunaannya di bangunan bagi, bangunan sadap sekunder, apabila debit terlalu besar 43

35 4. Persamaan debit untuk bangunan pengatur pintu sorong : Q = K μ a b 2gh 1 (II. 6) Dimana: Q = debit (m 3 /dt) K = faktor aliran tenggelam (lihat gambar D.5 lampiran D) μ = koefisien debit (lihat gambar D.6 lampiran D) a = bukaan pintu (m) b = lebar pintu (m) g = percepatan gravitasi (m/dt 2 ) ( 9,8) h 1 = kedalaman air di depan pintu diatas ambang (m) Keterangan simbol dapat dilihat pada Gambar D.4 (lampiran D) Gambar II.12. Bangunan pintu sorong dengan mencu tetap (DPU, dan DJP, 1986). II Bangunan Pengatur Pintu Radial Bangunan pengatur lainnya yang digunakan adalah bangunan pintu radial. 44

PERTEMUAN KE-2 SEBRIAN MIRDEKLIS BESELLY PUTRA HIDROLIKA TERAPAN. Teknik Pengairan Universitas Brawijaya

PERTEMUAN KE-2 SEBRIAN MIRDEKLIS BESELLY PUTRA HIDROLIKA TERAPAN. Teknik Pengairan Universitas Brawijaya PERTEMUAN KE-2 SEBRIAN MIRDEKLIS BESELLY PUTRA HIDROLIKA TERAPAN Teknik Pengairan Universitas Brawijaya Bangunan Ukur Debit Cypoletti Ambang lebar Flume tenggorok panjang BANGUNAN UKUR DEBIT Agar pengelolaan

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM PAKAR INTERAKTIF DAN DINAMIK UNTUK PERENCANAAN BANGUNAN IRIGASI

PEMODELAN SISTEM PAKAR INTERAKTIF DAN DINAMIK UNTUK PERENCANAAN BANGUNAN IRIGASI PEMODELAN SISTEM PAKAR INTERAKTIF DAN DINAMIK UNTUK PERENCANAAN BANGUNAN IRIGASI Iwan Kridasantausa 1, Junus Bothmir 2 & Rieswill M Anjla 3 1,2,3 Institut Teknologi Bandung 1 hardaja@si.itb.ac.id, 1 iwancknetitb06@yahoo.com,

Lebih terperinci

BAB VII PERENCANAAN JARINGAN UTAMA

BAB VII PERENCANAAN JARINGAN UTAMA BAB VII PERENCANAAN JARINGAN UTAMA 7.1 UMUM Untuk dapat mengalirkan air dari bendung ke areal lahan irigasi maka diperlukan suatu jaringan utama yang terdiri dari saluran dan bangunan pelengkap di jaringan

Lebih terperinci

Bab IV Pengembangan Sistem Pakar Untuk Perencanaan Jaringan Irigasi

Bab IV Pengembangan Sistem Pakar Untuk Perencanaan Jaringan Irigasi Bab IV Pengembangan Sistem Pakar Untuk Perencanaan Jaringan Irigasi IV.1 Pendahuluan Pembahasan tentang pengembangan sistem pakar untuk perencanaan jaringan irigasi yang akan dibahas dalam bab ini, menjelaskan

Lebih terperinci

IRIGASI AIR. Bangunan-bangunan Irigasi PROGRAM STUDI S-I TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI

IRIGASI AIR. Bangunan-bangunan Irigasi PROGRAM STUDI S-I TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI IRIGASI DAN BANGUNAN AIR Bangunan-bangunan Irigasi PROGRAM STUDI S-I TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2013 PENGERTIAN TENTANG IRIGASI Sejak ratusan tahun lalu atau bahkan ribuan

Lebih terperinci

JARINGAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR

JARINGAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR Definisi Irigasi Irigasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring (Dalam Jaringan/Online) Edisi III, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Indonesia Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik

Lebih terperinci

KAJIAN PERILAKU DEBIT ALAT UKUR AMBANG LEBAR TERHADAP PROFIL ALIRAN

KAJIAN PERILAKU DEBIT ALAT UKUR AMBANG LEBAR TERHADAP PROFIL ALIRAN KAJIAN PERILAKU DEBIT ALAT UKUR AMBANG LEBAR TERHADAP PROFIL ALIRAN Risman ¹), Warsiti ¹), Mawardi ¹), Martono ¹), Liliek Satriyadi ¹) ¹) Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Semarang Jl.

Lebih terperinci

DESAIN BANGUNAN IRIGASI

DESAIN BANGUNAN IRIGASI DESAIN BANGUNAN IRIGASI 1. JENIS JENIS BANGUNAN IRIGASI Keberadaan bangunan irigasi diperlukan untuk menunjang pengambilan dan pengaturan air irigasi. Beberapa jenis bangunan irigasi yang sering dijumpai

Lebih terperinci

MENGENAL SISTEM PAKAR

MENGENAL SISTEM PAKAR MENGENAL SISTEM PAKAR Bidang teknik kecerdasan buatan yang paling popular saat ini adalah system pakar. Ini disebabkan penerapannya diberbagai bidang, baik dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan terutama

Lebih terperinci

BAB-2 JARINGAN IRIGASI

BAB-2 JARINGAN IRIGASI 1 BAB-2 JARINGAN IRIGASI Jaringan irigasi adalah satu kesatuan saluran dan bangunan yang diperlukan untuk pengaturan air irigasi, mulai dari penyediaan, pengambilan, pembagian, pemberian dan penggunaannya.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORI. Artificial Intelligence. Jika diartikan Artificial memiliki makna buatan,

BAB 2 TINJAUAN TEORI. Artificial Intelligence. Jika diartikan Artificial memiliki makna buatan, BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1 Kecerdasan Buatan Kecerdasan buatan adalah sebuah istilah yang berasal dari bahasa Inggris yaitu Artificial Intelligence. Jika diartikan Artificial memiliki makna buatan, sedangkan

Lebih terperinci

Gambar 7. Peta Ikhtisar Irigasi

Gambar 7. Peta Ikhtisar Irigasi GEOMETRIK IRIGASI Komponen-komponen sebuah jaringan irigasi teknis dapat dibedakan berdasarkan fungsinya. Untuk mengetahui komponen-komponen suatu jaringan irigasi dapat dilihat pada peta ikhtisar. Peta

Lebih terperinci

MODEL HEURISTIK. Capaian Pembelajaran. N. Tri Suswanto Saptadi

MODEL HEURISTIK. Capaian Pembelajaran. N. Tri Suswanto Saptadi 1 MODEL HEURISTIK N. Tri Suswanto Saptadi 2 Capaian Pembelajaran Mahasiswa dapat memahami dan mampu mengaplikasikan model Heuristik untuk menyelesaikan masalah dengan pencarian solusi terbaik. 1 3 Model

Lebih terperinci

RC MODUL 1 TEKNIK IRIGASI

RC MODUL 1 TEKNIK IRIGASI RC14-1361 MODUL 1 TEKNIK IRIGASI PENDAHULUAN PENGERTIAN DAN MAKSUD IRIGASI Irigasi: Berasal dari istilah Irrigatie (Bhs. Belanda) atau Irrigation (Bahasa Inggris) diartikan sebagai suatu usaha yang dilakukan

Lebih terperinci

RC MODUL 2 KEBUTUHAN AIR IRIGASI

RC MODUL 2 KEBUTUHAN AIR IRIGASI RC14-1361 MODUL 2 KEBUTUHAN AIR IRIGASI SISTEM PENGAMBILAN AIR Irigasi mempergunakan air yang diambil dari sumber yang berupa asal air irigasi dengan menggunakan cara pengangkutan yang paling memungkinkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan komputer sekarang ini sangat pesat dan salah. satu pemanfaatan komputer adalah dalam bidang kecerdasan buatan.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan komputer sekarang ini sangat pesat dan salah. satu pemanfaatan komputer adalah dalam bidang kecerdasan buatan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan komputer sekarang ini sangat pesat dan salah satu pemanfaatan komputer adalah dalam bidang kecerdasan buatan. Di dalam bidang kecerdasan buatan, termasuk

Lebih terperinci

Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2004 Yogyakarta, 19 Juni 2004

Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2004 Yogyakarta, 19 Juni 2004 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2004 Yogyakarta, 19 Juni 2004 Visualisasi Sistem Pakar Dalam Menganalisis Tes Kepribadian Manusia (Empat Aspek Tes Kepribadian Peter Lauster) Sri Winiarti

Lebih terperinci

PERANCANGA SISTEM PAKAR PENDETEKSI GANGGUAN KEHAMILAN ABSTRAK

PERANCANGA SISTEM PAKAR PENDETEKSI GANGGUAN KEHAMILAN ABSTRAK PERANCANGA SISTEM PAKAR PENDETEKSI GANGGUAN KEHAMILAN Budiya Surya Putra, S.Kom. ABSTRAK Sistem pakar pendeteksian gangguan kehamilam ini merupakan sistem untuk mengetahui jenis-jenis gangguan kehamilan

Lebih terperinci

RC TEKNIK IRIGASI PETAK TERSIER

RC TEKNIK IRIGASI PETAK TERSIER RC14-1361 TEKNIK IRIGASI PETAK TERSIER SEJARAH IRIGASI Keberadaan sistem irigasi di Indonesia telah dikenal sejak zaman Hindu, pada zaman tersebut telah dilakukan usaha pembangunan prasarana irigasi sederhana.

Lebih terperinci

BAB III TEORI DASAR SISTEM PAKAR DAN SISTEM KONTROL BERBASIS SISTEM PAKAR 20 BAB III TEORI DASAR SISTEM PAKAR DAN SISTEM KONTROL BERBASIS SISTEM PAKAR

BAB III TEORI DASAR SISTEM PAKAR DAN SISTEM KONTROL BERBASIS SISTEM PAKAR 20 BAB III TEORI DASAR SISTEM PAKAR DAN SISTEM KONTROL BERBASIS SISTEM PAKAR SISTEM PAKAR 20 BAB III TEORI DASAR SISTEM PAKAR DAN SISTEM KONTROL BERBASIS SISTEM PAKAR 3.1 Sistem Pakar Sistem pakar adalah suatu program komputer cerdas yang menggunakan knowledge (pengetahuan) dan

Lebih terperinci

PERENCANAAN SALURAN. Rencana pendahuluan dari saluran irigasi harus menunjukkan antara lain :

PERENCANAAN SALURAN. Rencana pendahuluan dari saluran irigasi harus menunjukkan antara lain : PERENCANAAN SALURAN Perencanaan Pendahuluan. Rencana pendahuluan dari saluran irigasi harus menunjukkan antara lain : - Trase jalur saluran pada peta tata letak pendahuluan. - Ketinggian tanah pada jalar

Lebih terperinci

INTELEGENSI BUATAN. Sistem Pakar. M. Miftakul Amin, M. Eng. website :

INTELEGENSI BUATAN. Sistem Pakar. M. Miftakul Amin, M. Eng.   website : INTELEGENSI BUATAN Sistem Pakar M. Miftakul Amin, M. Eng. e-mail: mmiftakulamin@gmail.com website : http://mafisamin.web.ugm.ac.id Jurusan Teknik Komputer Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang 2015 1 Definisi

Lebih terperinci

KAJIAN HIDROLIK PADA BENDUNG SUMUR WATU, DAERAH IRIGASI SUMUR WATU INDRAMAYU

KAJIAN HIDROLIK PADA BENDUNG SUMUR WATU, DAERAH IRIGASI SUMUR WATU INDRAMAYU KAJIAN HIDROLIK PADA BENDUNG SUMUR WATU, DAERAH IRIGASI SUMUR WATU INDRAMAYU Sih Andayani 1, Arif Andri Prasetyo 2, Dwi Yunita 3, Soekrasno 4 1 Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kriteria Perencanaan Jaringan Irigasi Teknis Kriteria perencanaan jaringan irigasi teknis berisi instruksi standard dan prosedur bagi perencana dalam merencanakan irigasi teknis.

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 SISTEM IRIGASI Irigasi secara umum didefinisikan sebagai kegiatan yang bertalian dengan usaha untuk mendapatkan air guna menunjang kegiatan pertanian seperti sawah, ladang

Lebih terperinci

Sistem Pakar. Pertemuan 2. Sirait, MT

Sistem Pakar. Pertemuan 2. Sirait, MT Sistem Pakar Pertemuan 2 Definisi Sistem pakar adalah suatu program komputer yang dirancang untuk mengambil keputusan seperti keputusan yang diambil oleh seorang atau beberapa orang pakar. Menurut Marimin

Lebih terperinci

PERENCANAAN HIDROLIS BANGUNAN PENGUKUR DEBIT PADA DAERAH IRIGASI WANGUNDIREJA JAWA BARAT ABSTRAK

PERENCANAAN HIDROLIS BANGUNAN PENGUKUR DEBIT PADA DAERAH IRIGASI WANGUNDIREJA JAWA BARAT ABSTRAK PERENCANAAN HIDROLIS BANGUNAN PENGUKUR DEBIT PADA DAERAH IRIGASI WANGUNDIREJA JAWA BARAT Farrah Regia Rengganis NRP: 1021005 Pembimbing : Ir. Kanjalia Tjandrapuspa, M.T. ABSTRAK Irigasi dapat didefinisikan

Lebih terperinci

Expert System. MATA KULIAH : Model & Simulasi Ekosistem Pesisir & Laut. Syawaludin A. Harahap 1

Expert System. MATA KULIAH : Model & Simulasi Ekosistem Pesisir & Laut. Syawaludin A. Harahap 1 MATA KULIAH : Model & Simulasi Ekosistem Pesisir & Laut KODE MK : M10B.116 SKS : 3 (2-1) DOSEN : Syawaludin Alisyahbana Harahap EXPERT SYSTEM (SISTEM PAKAR/AHLI) UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB 1 KATA PENGANTAR

BAB 1 KATA PENGANTAR BAB 1 KATA PENGANTAR Sebagai negara agraria tidaklah heran jika pemerintah senantiasa memberikan perhatian serius pada pembangunan di sector pertanian. Dalam hal ini meningkatkan produksi pertanian guna

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI Uraian Umum

BAB III METODOLOGI Uraian Umum BAB III METODOLOGI 3.1. Uraian Umum Metodologi adalah suatu cara atau langkah yang ditempuh dalam memecahkan suatu persoalan dengan mempelajari, mengumpulkan, mencatat dan menganalisa semua data-data yang

Lebih terperinci

KAJIAN ALIRAN MELALUI PELIMPAH AMBANG LEBAR DAN PELIMPAH AMBANG TIPIS

KAJIAN ALIRAN MELALUI PELIMPAH AMBANG LEBAR DAN PELIMPAH AMBANG TIPIS KAJIAN ALIRAN MELALUI PELIMPAH AMBANG LEBAR DAN PELIMPAH AMBANG TIPIS Risman 1), Warsiti 2) 1,2) Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Semarang Jln. Prof. H. Sudarto, S.H. Tembalang, Semarang 50275 Telp.

Lebih terperinci

tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian (Sri Harto, 1993).

tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian (Sri Harto, 1993). batas topografi yang berarti ditetapkan berdasarkan aliran air permukaan. Batas ini tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian

Lebih terperinci

IRIGASI DAN BANGUNAN AIR SURVEY SELOKAN MATARAM YOGYAKARTA

IRIGASI DAN BANGUNAN AIR SURVEY SELOKAN MATARAM YOGYAKARTA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR SURVEY SELOKAN MATARAM YOGYAKARTA Dosen Pengampu : Adwiyah Asyifa, S.T., M.Eng. Disusun oleh : RIZA RIZKIA (5140811023) HERIN AFRILIYANTI (5140811051) MADORA ARUM KAHANI (5140811097)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Air Pengelolaan air pada sistem irigasi adalah kunci keberhasilan pembangunan irigasi itu sendiri. Keadaan lingkungan air yang dipengaruhi evapotranspirasi yang harus

Lebih terperinci

BAB 1 PENGENALAN SISTEM PAKAR

BAB 1 PENGENALAN SISTEM PAKAR BAB 1 PENGENALAN SISTEM PAKAR DEFINISI System yang berusaha mengadopsi pengetahuan manusia ke komputer, agar komputer dapat menyelesaikan masalah seperti yang biasa dilakukan para ahli. ES dikembangkan

Lebih terperinci

PERENCANAAN BENDUNGAN PAMUTIH KECAMATAN KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN BAB III METODOLOGI

PERENCANAAN BENDUNGAN PAMUTIH KECAMATAN KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN BAB III METODOLOGI BAB III METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM Dalam suatu perencanaan bendungan, terlebih dahulu harus dilakukan survey dan investigasi dari lokasi yang bersangkutan guna memperoleh data perencanaan yang lengkap

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian

TINJAUAN PUSTAKA. secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai Sungai merupakan jaringan alur-alur pada permukaan bumi yang terbentuk secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian hilir. Air hujan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum. Bendung adalah suatu bangunan yang dibangun melintang sungai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum. Bendung adalah suatu bangunan yang dibangun melintang sungai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Bendung adalah suatu bangunan yang dibangun melintang sungai untuk meninggikan taraf muka air sungai dan membendung aliran sungai sehingga aliran sungai bisa bisa disadap dan

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Arsitektur Sistem Pakar (James Martin & Steve Osman, 1988, halaman 30)

Gambar 3.1 Arsitektur Sistem Pakar (James Martin & Steve Osman, 1988, halaman 30) BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Landasan Teori 3.1.1. Konsep Dasar Sistem Pakar Sistem pakar adalah program komputer cerdas yang menggunakan pengetahuan dan prosedur-prosedur inferensi untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

STANDAR PERENCANAAN IRIGASI KRITERIA PERENCANAAN BAGIAN BANGUNAN KP 04

STANDAR PERENCANAAN IRIGASI KRITERIA PERENCANAAN BAGIAN BANGUNAN KP 04 STANDAR PERENCANAAN IRIGASI KRITERIA PERENCANAAN BAGIAN BANGUNAN KP 04 Pendahuluan 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Ruang lingkup Kriteria Perencanaan Bangunan ini merupakan bagian dari Standar Perencanaan Irigasi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Kecerdasan Buatan Artificial Intelligence atau kecerdasan buatan merupakan salah satu bagian ilmu komputer yang membuat agar mesin (komputer) dapat melakukan pekerjaan seperti

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Daftar Isi... 1

DAFTAR ISI. Daftar Isi... 1 DAFTAR ISI Daftar Isi... 1 BAB I STANDAR KOMPETENSI... 2 1.1 Kode Unit... 2 1.2 Judul Unit... 2 1.3 Deskripsi Unit... 2 1.4 Elemen Kompetensi dan Kriteria Unjuk Kerja... 2 1.5 Batasan Variabel... 3 1.6

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 URAIAN UMUM

BAB III METODOLOGI 3.1 URAIAN UMUM BAB III METODOLOGI 3.1 URAIAN UMUM Metodologi adalah suatu cara atau langkah yang ditempuh dalam memecahkan suatu persoalan dengan mempelajari, mengumpulkan, mencatat dan menganalisa semua data-data yang

Lebih terperinci

By: Sulindawaty, M.Kom

By: Sulindawaty, M.Kom By: Sulindawaty, M.Kom 1 Kata Pengantar Sistem Pakar adalah mata kuliah yang mendukung untuk membuat aplikasi yang dapat memecahkan masalah dengan pengetahuan seorang pakar yang di dimasukkan dalam komputer.

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TEKNOLOGI KNOWLEDGE-BASED EXPERT SYSTEM UNTUK MENGIDENTIFIKASI JENIS ANGGREK DENGAN MENGGUNAKAN BAHASA PEMROGRAMAN JAVA

PEMANFAATAN TEKNOLOGI KNOWLEDGE-BASED EXPERT SYSTEM UNTUK MENGIDENTIFIKASI JENIS ANGGREK DENGAN MENGGUNAKAN BAHASA PEMROGRAMAN JAVA Yogyakarta, 22 Juli 2009 PEMANFAATAN TEKNOLOGI KNOWLEDGE-BASED EXPERT SYSTEM UNTUK MENGIDENTIFIKASI JENIS ANGGREK DENGAN MENGGUNAKAN BAHASA PEMROGRAMAN JAVA Ana Kurniawati, Marliza Ganefi, dan Dyah Cita

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Dalam pengumpulan data untuk mengevaluasi bendungan Ketro, dilakukan wawancara dengan pihak-pihak yang terkait, antara lain :

BAB III METODOLOGI. Dalam pengumpulan data untuk mengevaluasi bendungan Ketro, dilakukan wawancara dengan pihak-pihak yang terkait, antara lain : BAB III METODOLOGI 45 3.1. URAIAN UMUM Di dalam melaksanakan suatu penyelidikan maka, diperlukan data-data lapangan yang cukup lengkap. Data tersebut diperoleh dari hasil survey dan investigasi dari daerah

Lebih terperinci

Expert System. Siapakah pakar/ahli. Pakar VS Sistem Pakar. Definisi

Expert System. Siapakah pakar/ahli. Pakar VS Sistem Pakar. Definisi Siapakah pakar/ahli Expert System Seorang pakar atau ahli adalah: seorang individu yang memiliki kemampuan pemahaman superior dari suatu masalah By: Uro Abdulrohim, S.Kom, MT Definisi Program komputer

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pakar Definisi Pakar (Human Expert) adalah seseorang yang telah mempelajari fakta- fakta, buku teks, dan pengetahuan bidangnya, serta mengembangkan pengetahuan yang telah terdokumentasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Landasan teori atau kajian pustaka yang digunakan dalam membangun

BAB II LANDASAN TEORI. Landasan teori atau kajian pustaka yang digunakan dalam membangun BAB II LANDASAN TEORI Landasan teori atau kajian pustaka yang digunakan dalam membangun sistem informasi ini, terdapat teori-teori ilmu terkait yang digunakan untuk membantu menyelesaikan permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meninggikan taraf muka air sungai dan membendung aliran sungai sehingga aliran

BAB I PENDAHULUAN. meninggikan taraf muka air sungai dan membendung aliran sungai sehingga aliran BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Bendung adalah suatu bangunan yang dibangun melintang sungai untuk meninggikan taraf muka air sungai dan membendung aliran sungai sehingga aliran sungai bisa bisa

Lebih terperinci

APLIKASI SHELL SISTEM PAKAR

APLIKASI SHELL SISTEM PAKAR APLIKASI SHELL SISTEM PAKAR Yeni Agus Nurhuda 1, Sri Hartati 2 Program Studi Teknik Informatika, Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer Teknokrat Lampung Jl. Z.A. Pagar Alam 9-11 Labuhan Ratu,

Lebih terperinci

APLIKASI DIAGNOSA KERUSAKAN MESIN SEPEDA MOTOR BEBEK 4 TAK DENGAN METODE FORWARD CHAINING

APLIKASI DIAGNOSA KERUSAKAN MESIN SEPEDA MOTOR BEBEK 4 TAK DENGAN METODE FORWARD CHAINING ISSN : 2338-4018 APLIKASI DIAGNOSA KERUSAKAN MESIN SEPEDA MOTOR BEBEK 4 TAK DENGAN METODE FORWARD CHAINING Supyani (desamboy@yahoo.co.id) Bebas Widada (bbswdd@yahoo.com) Wawan Laksito (wlaksito@yahoo.com)

Lebih terperinci

1. Persamaan debit untuk bangunan penagtur pintu radial : Q = K μ a b 2gh

1. Persamaan debit untuk bangunan penagtur pintu radial : Q = K μ a b 2gh 1. Persamaan debit untuk bangunan penagtur pintu radial : Q = K μ a b 2gh 1 (II.7) Dimana: Q = debit (m 3 /dt) K = faktor aliran tenggelam (lihat gambar D.8 lampiran D ) μ = koefisien debit (lihat gambar

Lebih terperinci

2/22/2017 IDE DASAR PENGANTAR SISTEM PAKAR MODEL SISTEM PAKAR APLIKASI KECERDASAN BUATAN

2/22/2017 IDE DASAR PENGANTAR SISTEM PAKAR MODEL SISTEM PAKAR APLIKASI KECERDASAN BUATAN APLIKASI KECERDASAN BUATAN PENGANTAR SISTEM PAKAR Shinta P. Sari Prodi. Informatika Fasilkom UIGM, 2017 Definisi : Sebuah program komputer yang dirancang untuk memodelkan kemampuan menyelesaikan masalah

Lebih terperinci

KAJIAN PERILAKU ALIRAN MELALUI ALAT UKUR DEBIT MERCU BULAT TERHADAP TINGGI MUKA AIR

KAJIAN PERILAKU ALIRAN MELALUI ALAT UKUR DEBIT MERCU BULAT TERHADAP TINGGI MUKA AIR KAJIAN PERILAKU ALIRAN MELALUI ALAT UKUR DEBIT MERCU BULAT TERHADAP TINGGI MUKA AIR Abstrak Risman 1) Warsiti 1) Mawardi 1) Martono 1) Lilik Satriyadi 1) 1) Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Politeknik

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. berkonsultasi dengan seorang pakar atau ahli. Seorang pakar adalah seseorang yang

BAB 2 LANDASAN TEORI. berkonsultasi dengan seorang pakar atau ahli. Seorang pakar adalah seseorang yang BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Pakar Ketika dihadapkan pada sebuah kasus dan diharuskan membuat suatu keputusan yang komplek untuk memecahkan suatu masalah, tidak jarang kita meminta nasehat atau berkonsultasi

Lebih terperinci

STUDI MENGENAI PENGARUH VARIASI JUMLAH GIGI GERGAJI TERHADAP KOEFISIEN DEBIT (Cd) DENGAN UJI MODEL FISIK PADA PELIMPAH TIPE GERGAJI

STUDI MENGENAI PENGARUH VARIASI JUMLAH GIGI GERGAJI TERHADAP KOEFISIEN DEBIT (Cd) DENGAN UJI MODEL FISIK PADA PELIMPAH TIPE GERGAJI STUDI MENGENAI PENGARUH VARIASI JUMLAH GIGI GERGAJI TERHADAP KOEFISIEN DEBIT (Cd) DENGAN UJI MODEL FISIK PADA PELIMPAH TIPE GERGAJI Pudyono, IGN. Adipa dan Khoirul Azhar Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE 6 A. Kompetensi Mahasiswa memahami proses pembuatan peta petak untuk keperluan irigasi

PERTEMUAN KE 6 A. Kompetensi Mahasiswa memahami proses pembuatan peta petak untuk keperluan irigasi PERTEMUAN KE 6 A. Kompetensi Mahasiswa memahami proses pembuatan peta petak untuk keperluan irigasi Bangunan Bangunan Utama (headworks) merupakan kompleks bangunan yang direncanakan di dan sepanjang sungai

Lebih terperinci

PERENCANAAN BENDUNG. Perhitungan selengkapnya, disajikan dalam lampiran. Gambar 2.1 Sketsa Lebar Mercu Bendung PLTM

PERENCANAAN BENDUNG. Perhitungan selengkapnya, disajikan dalam lampiran. Gambar 2.1 Sketsa Lebar Mercu Bendung PLTM PERENCANAAN BENDUNG. Perencanaan Hidrolis Bendung. Lebar dan Tinggi Bendung Lebar bendung adalah jarak antara kedua pangkal bendung (Abutment). Lebar bendung sebaiknya diambil sama dengan lebar rata-rata

Lebih terperinci

SISTEM PAKAR ANALISIS PENYAKIT LUPUS ERITEMATOSIS SISTEMIK PADA IBU HAMIL MENGGUNAKAN METODE FORWARD CHAINING

SISTEM PAKAR ANALISIS PENYAKIT LUPUS ERITEMATOSIS SISTEMIK PADA IBU HAMIL MENGGUNAKAN METODE FORWARD CHAINING SISTEM PAKAR ANALISIS PENYAKIT LUPUS ERITEMATOSIS SISTEMIK PADA IBU HAMIL MENGGUNAKAN METODE FORWARD CHAINING Sry Yunarti Program Studi Sistem Informasi STMIK Profesional Makassar yeye_rumbu@yahoo.co.id

Lebih terperinci

STRATEGI PEMILIHAN PEREDAM ENERGI

STRATEGI PEMILIHAN PEREDAM ENERGI Spectra Nomor 8 Volume IV Juli 2006: 50-59 STRATEGI PEMILIHAN PEREDAM ENERGI Kustamar Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN Malang ABSTRAKSI Peredam energi merupakan suatu bagian dari bangunan air yang berguna

Lebih terperinci

Pengetahuan 2.Basis data 3.Mesin Inferensi 4.Antarmuka pemakai (user. (code base skill implemetation), menggunakan teknik-teknik tertentu dengan

Pengetahuan 2.Basis data 3.Mesin Inferensi 4.Antarmuka pemakai (user. (code base skill implemetation), menggunakan teknik-teknik tertentu dengan Bab II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Sistem Pakar Sistem pakar (expert system) adalah sistem yang berusaha mengapdosi pengetahuan manusia ke komputer, agar komputer dapat menyelesaikan masalah seperti

Lebih terperinci

SISTEM PAKAR MENGGUNAKAN MESIN INFERENSI FUZZY. Wilis Kaswidjanti. Abstrak

SISTEM PAKAR MENGGUNAKAN MESIN INFERENSI FUZZY. Wilis Kaswidjanti. Abstrak Jurnal Teknik Elektro Vol. No. Juli - Desember 0 9 SISTEM PAKAR MENGGUNAKAN MESIN INFERENSI FUZZY Wilis Kaswidjanti Abstrak Salah satu cara untuk menangani ketidakpastian pada bidang sistem pakar dapat

Lebih terperinci

Pendahuluan PENGERTIAN SISTEM PAKAR

Pendahuluan PENGERTIAN SISTEM PAKAR (Sistem Pakar) Pendahuluan PENGERTIAN SISTEM PAKAR Kecerdasan Buatan adalah salah satu bidang ilmu komputer yang mendayagunakan komputer sehingga dapat berperilaku cerdas seperti manusia. Cabang-cabang

Lebih terperinci

Sistem Pakar Untuk Mendeteksi Kerusakan Pada Sepeda Motor 4-tak Dengan Menggunakan Metode Backward Chaining

Sistem Pakar Untuk Mendeteksi Kerusakan Pada Sepeda Motor 4-tak Dengan Menggunakan Metode Backward Chaining Sistem Pakar Untuk Mendeteksi Kerusakan Pada Sepeda Motor 4-tak Dengan Menggunakan Metode Backward Chaining Maria Shusanti F Program Studi Teknik Informatika Fakultas Ilmu Komputer Universitas Bandar Lampung

Lebih terperinci

SISTEM PAKAR. Entin Martiana Jurusan Teknik Informatika - PENS

SISTEM PAKAR. Entin Martiana Jurusan Teknik Informatika - PENS SISTEM PAKAR Entin Martiana Jurusan Teknik Informatika - PENS Defenisi Sistem Pakar 1. Sistem pakar (expert system) adalah sistem yang berusaha mengapdosi pengetahuan manusia ke komputer, agar komputer

Lebih terperinci

BAB IV KAJIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV KAJIAN DAN PEMBAHASAN 36 BAB IV KAJIAN DAN PEMBAHASAN A. DAERAH LAYANAN Daerah Irigasi Cipuspa memiliki area seluas 130 Ha, dengan sumber air irigasi berasal dari Sungai Cibeber yang melalui pintu Intake bendung Cipuspa. Jaringan

Lebih terperinci

PENGARUH BENTUK MERCU BENDUNG TERHADAP TINGGI LONCAT AIR KOLAM OLAK MODEL USBR IV (SIMULASI LABORATORIUM)

PENGARUH BENTUK MERCU BENDUNG TERHADAP TINGGI LONCAT AIR KOLAM OLAK MODEL USBR IV (SIMULASI LABORATORIUM) PENGARUH BENTUK MERCU BENDUNG TERHADAP TINGGI LONCAT AIR KOLAM OLAK MODEL USBR IV (SIMULASI LABORATORIUM) M. Kabir Ihsan Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Malikussaleh email: ikhsankb@gmail.com

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Bab Metodologi III TINJAUAN UMUM

BAB III METODOLOGI. Bab Metodologi III TINJAUAN UMUM III 1 BAB III METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM Metodologi adalah suatu cara atau langkah yang ditempuh dalam memecahkan suatu persoalan dengan mempelajari, mengumpulkan, mencatat dan menganalisa semua data-data

Lebih terperinci

KEHILANGAN AIR AKIBAT REMBESAN KE DALAM TANAH, BESERTA PERHITUNGAN EFFISIENSINYA PADA SALURAN IRIGASI SEKUNDER REJOAGUNG I DAN II

KEHILANGAN AIR AKIBAT REMBESAN KE DALAM TANAH, BESERTA PERHITUNGAN EFFISIENSINYA PADA SALURAN IRIGASI SEKUNDER REJOAGUNG I DAN II KEHILANGAN AIR AKIBAT REMBESAN KE DALAM TANAH, BESERTA PERHITUNGAN EFFISIENSINYA PADA SALURAN IRIGASI SEKUNDER REJOAGUNG I DAN II Oleh : Iswinarti Iswinarti59@gmail.com Program Studi Teknik Sipil Undar

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Pakar Sistem pakar pertama kali dikembangkan oleh komunitas AI pada pertengahan tahun 1960. Sistem pakar yang muncul pertama kali adalah General Purpose Problem Solver (GPS)

Lebih terperinci

Perencanaan Bangunan Air. 1. Umum

Perencanaan Bangunan Air. 1. Umum . Umum Pada saat memilih suatu bangunan air, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan, baik dari segi kriteria tujuan, tinjauan hidraulika, adanya sedimentasi, ketersediaan material pembuatnya, maupun

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI III-1

BAB III METODOLOGI III-1 BAB III METODOLOGI 3.1. Tinjauan Umum Dalam suatu perencanaan, terlebih dahulu harus dilakukan survei dan investigasi dari daerah atau lokasi yang bersangkutan guna memperoleh data yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY JARINGAN IRIGASI PERPIPAAN

EXECUTIVE SUMMARY JARINGAN IRIGASI PERPIPAAN EXECUTIVE SUMMARY JARINGAN IRIGASI PERPIPAAN Desember 2012 KATA PENGANTAR Executive Summary ini merupakan ringkasan dari Laporan Akhir kegiatan Penelitian Jaringan Irigasi Perpipaan yang dilaksanakan oleh

Lebih terperinci

Stenly Mesak Rumetna NRP : Pembimbing : Ir.Endang Ariani,Dipl. H.E. NIK : ABSTRAK

Stenly Mesak Rumetna NRP : Pembimbing : Ir.Endang Ariani,Dipl. H.E. NIK : ABSTRAK STUDI PERENCANAAN TEKNIS BENDUNG DI SUNGAI INGGE DAERAH IRIGASI BONGGO KABUATEN SARMI PAPUA Stenly Mesak Rumetna NRP : 0721017 Pembimbing : Ir.Endang Ariani,Dipl. H.E. NIK : 210049 ABSTRAK Daerah Irigasi

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Analisis Kajian

Bab III Metodologi Analisis Kajian Bab III Metodologi Analisis Kajian III.. Analisis Penelusuran Banjir (Flood Routing) III.. Umum Dalam kehidupan, banjir adalah merupakan musibah yang cukup sering menelan kerugian materi dan jiwa. Untuk

Lebih terperinci

i Kriteria Perencanaan Banguna n Bangunan Pengatur Debit DAFTAR ISI Kriteria Perencanaan - Bangunan

i Kriteria Perencanaan Banguna n Bangunan Pengatur Debit DAFTAR ISI Kriteria Perencanaan - Bangunan i Kriteria Perencanaan Banguna n Bangunan Pengatur Debit DAFTAR ISI Kriteria Perencanaan - Bangunan Bangunan Pengatur- Debit ii DAFTAR ISI Hal 1 PENDAHULUAN 1 1.1 Ruang Lingkup................. 1 2 BANGUNAN

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE-4 SEBRIAN MIRDEKLIS BESELLY PUTRA HIDROLIKA TERAPAN. Teknik Pengairan Universitas Brawijaya

PERTEMUAN KE-4 SEBRIAN MIRDEKLIS BESELLY PUTRA HIDROLIKA TERAPAN. Teknik Pengairan Universitas Brawijaya PERTEMUAN KE-4 SEBRIAN MIRDEKLIS BESELLY PUTRA HIDROLIKA TERAPAN Teknik Pengairan Universitas Brawijaya Bangunan Pengatur Overflow Weir Side Weir PERENCANAAN HIDROLIS OVERFLOW WEIR Bangunan dapat digolongkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 UMUM BAB I PENDAHULUAN 1.1 UMUM Air merupakan elemen yang sangat mempengaruhi kehidupan di alam. Semua makhluk hidup sangat memerlukan air dalam perkembangan dan pertumbuhannya. Siklus hidrologi yang terjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keunggulan manusia dibandingkan dengan makhluk lainnya terletak pada kecerdasannya, dengan kecerdasannya ini manusia dapat menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi komputer dan smartphones semakin hari pesat baik hardware maupun software, sehingga menjadi motivasi untuk mencoba mengembangkan suatu aplikasi

Lebih terperinci

Sistem Pakar Kerusakan pada Perangkat Keras (Hardware) di SMA Negeri 11 Kabupaten Tangerang

Sistem Pakar Kerusakan pada Perangkat Keras (Hardware) di SMA Negeri 11 Kabupaten Tangerang Sistem Pakar Kerusakan pada Perangkat Keras (Hardware) di SMA Negeri 11 Kabupaten Tangerang Joko Dwi Raharjo 1, M. Sofjan 2, Eksas Sugama 3 1,2 Dosen STMIK Bina Sarana Global, 3 Mahasiswa STMIK Bina Sarana

Lebih terperinci

PERENCANAAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR YOGI OKTOPIANTO

PERENCANAAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR YOGI OKTOPIANTO PERENCANAAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR YOGI OKTOPIANTO 6309875 FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS GUNADARMA DEPOK 20 BAB I PENDAHULUAN.. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan

Lebih terperinci

SISTEM PAKAR. Farah Zakiyah Rahmanti, M.T Mei Universitas Dian Nuswantoro

SISTEM PAKAR. Farah Zakiyah Rahmanti, M.T Mei Universitas Dian Nuswantoro SISTEM PAKAR Farah Zakiyah Rahmanti, M.T Mei 2015 Overview Definisi Kepakaran, Sistem Pakar, dan Pakar Pakar VS Sistem Pakar Mengapa Sistem Pakar? Bagaimana Sistem Pakar Bekerja? Human Expert Problem Solving

Lebih terperinci

Representasi Pengetahuan dan Penalaran

Representasi Pengetahuan dan Penalaran Representasi Pengetahuan dan Penalaran PENGETAHUAN Pengetahuan (knowledge) adalah pemahaman secara praktis maupun teoritis terhadap suatu obyek atau domain tertentu. Pengetahuan merupakan hal yang penting

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 2. Rumusan Masalah 3. Tujuan Dan Manfaat

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 2. Rumusan Masalah 3. Tujuan Dan Manfaat PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perkembangan ilmu kedokteran mengalami kemajuan pesat yang ditandai dengan ditemukannya penyakit-penyakit tropis baru yang belum teridentifikasi sebelumnya. Para dokter ahli

Lebih terperinci

5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA

5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA .1 PETA TOPOGRAFI..2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA . Peta Topografi.1 Peta Topografi Peta topografi adalah peta yang menggambarkan bentuk permukaan bumi melalui garis garis ketinggian. Gambaran ini,

Lebih terperinci

9. Dari gambar berikut, turunkan suatu rumus yang dikenal dengan rumus Darcy.

9. Dari gambar berikut, turunkan suatu rumus yang dikenal dengan rumus Darcy. SOAL HIDRO 1. Saluran drainase berbentuk empat persegi panjang dengan kemiringan dasar saluran 0,015, mempunyai kedalaman air 0,45 meter dan lebar dasar saluran 0,50 meter, koefisien kekasaran Manning

Lebih terperinci

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya 5. Peta Topografi 5.1 Peta Topografi Peta topografi adalah peta yang menggambarkan bentuk permukaan bumi melalui garis garis ketinggian. Gambaran ini, disamping tinggi rendahnya permukaan dari pandangan

Lebih terperinci

BAB II PEMECAHAN MASALAH DENGAN AI

BAB II PEMECAHAN MASALAH DENGAN AI BAB II PEMECAHAN MASALAH DENGAN AI A. Representasi Masalah Seperti telah diketahui pada sistemyang menggunakan kecerdasan buatan akan mencoba memberikan output berupa solusi suatu masalah berdasarkan kumpulan

Lebih terperinci

BAB I Pengenalan Kecerdasan Buatan (Artificial Inteligent / AI ) Created A.Tohir from Dosen Mr.Zulkifli

BAB I Pengenalan Kecerdasan Buatan (Artificial Inteligent / AI ) Created A.Tohir from Dosen Mr.Zulkifli BAB I Pengenalan Kecerdasan Buatan (Artificial Inteligent / AI ) Created A.Tohir from Dosen Mr.Zulkifli Definisi Kecerdasan Buatan Merupakan salah satu bagian dari ilmu komputer Yang membuat agar mesin

Lebih terperinci

Penerapan Sistem Pakar Untuk Informasi Kebutuhan Energi Menggunakan Metode Forward Chaining

Penerapan Sistem Pakar Untuk Informasi Kebutuhan Energi Menggunakan Metode Forward Chaining Penerapan Sistem Pakar Untuk Informasi Kebutuhan Energi Menggunakan Metode Forward Chaining Dodi Siregar Jurusan Teknik Informatika, Sekolah Tinggi Teknik Harapan-Medan Email: dodidodi.siregar@gmail.com

Lebih terperinci

Ada empat unsur fungsional pokok dalam suatu jaringan irigasi, yaitu :

Ada empat unsur fungsional pokok dalam suatu jaringan irigasi, yaitu : RANGKUMAN KP 01 BAGIAN PERENCANAAN Unsur dan Tingkatan Jaringan Irigasi Ada empat unsur fungsional pokok dalam suatu jaringan irigasi, yaitu : Bangunan-bangunan utama ( headworks ) di mana air diambil

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Saluran Terbuka Saluran terbuka adalah salah satu aliran yang mana tidak semua dinding saluran bergesekan dengan fluida yang mengalir, oleh karena itu terdapat ruang bebas dimana

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang Penelitian

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang Penelitian Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Penelitian Oleh karena adanya upaya membangun dan mengembangkan jaringan irigasi, maka hal yang sangat penting adalah adanya usaha untuk fasilitas-fasilitas perencanaan

Lebih terperinci

SISTEM PAKAR MENDIAGNOSA PENYAKIT UMUM YANG SERING DIDERITA BALITA BERBASIS WEB DI DINAS KESEHATAN KOTA BANDUNG

SISTEM PAKAR MENDIAGNOSA PENYAKIT UMUM YANG SERING DIDERITA BALITA BERBASIS WEB DI DINAS KESEHATAN KOTA BANDUNG Jurnal Komputer dan Informatika (KOMPUTA) 65 SISTEM PAKAR MENDIAGNOSA PENYAKIT UMUM YANG SERING DIDERITA BALITA BERBASIS WEB DI DINAS KESEHATAN KOTA BANDUNG Tati Harihayati 1, Luthfi Kurnia 2 1,2 Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengadopsi proses dan cara berpikir manusia yaitu teknologi Artificial

BAB I PENDAHULUAN. mengadopsi proses dan cara berpikir manusia yaitu teknologi Artificial BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Seiring perkembangan teknologi, dikembangkan teknologi yang mampu mengadopsi proses dan cara berpikir manusia yaitu teknologi Artificial Intelligence atau Kecerdasan

Lebih terperinci

Untung Subagyo, S.Kom

Untung Subagyo, S.Kom Untung Subagyo, S.Kom Keahlian ahli/pakar pengalihan keahlian Mengambil keputusan Aturan kemampuan menjelaskan Keahlian bersifat luas dan merupakan penguasaan pengetahuan dalam bidang khusus yang diperoleh

Lebih terperinci

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE Untuk merancang suatu sistem drainase, yang harus diketahui adalah jumlah air yang harus dibuang dari lahan dalam jangka waktu tertentu, hal ini dilakukan untuk menghindari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pentingnya adalah kesehatan, karena seseorang tidak akan merasakan kebahagiaan

BAB I PENDAHULUAN. pentingnya adalah kesehatan, karena seseorang tidak akan merasakan kebahagiaan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang. Kebutuhan manusia meliputi kebutuhan primer dan sekunder, kebutuhan primer meliputi makan, minum, pakaian dll. Kebutuhan lain yang tidak kalah pentingnya adalah kesehatan,

Lebih terperinci