Bab II Dasar Teori. II.1 Baja Cor (Steel Casting)
|
|
- Siska Halim
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Bab II Dasar Teori II.1 Baja Cor (Steel Casting) Baja cor adalah logam yang merupakan paduan antara besi (Fe) dengan karbon (C) sebagai komposisi utama dan dibuat dengan proses pengecoran. Bahan baku untuk pengecoran baja cor adalah baja karbon atau baja paduan yang diproduksi oleh pabrik baja dalam bentuk wrought product atau baja rol. Komposisi kimia baja cor hampir sama dengan baja rol sehingga keduanya akan memiliki sifat-sifat yang hampir sama. Hanya saja pada arah longitudinal sifat mekanik baja rol lebih baik dari baja cor. Tetapi perbedaan tersebut merupakan kelebihan tersendiri dari baja cor karena untuk penerapan dengan kondisi pembebanan dari segala arah akan lebih menguntungkan bila menggunakan baja cor [2]. Perbedaan lainnya adalah tingkat deoksidasi proses pembuatannya. Baja cor dibuat dengan tingkat deoksidasi yang tinggi seperti pada proses pembuatan baja kil. Sedangkan baja rol dapat dibuat sebagai baja rim, semi-kil maupun kil. Paduan yang ditambahkan untuk proses deoksidasi adalah aluminium, titanium dan zirconium. Aluminium lebih banyak digunakan karena lebih efektif dan harganya lebih murah. Saat proses pengecoran ditambahkan sulfur dan posfor untuk meningkatkan mampu alir. Pada baja cor, kandungan sulfur dibatasi maksimum 0,06% dan posfor 0,05% untuk mencegah terjadinya inklusi [2]. II.1.1 Klasifikasi dan Sifat-Sifat Baja Cor Menurut komposisi kimianya baja cor digolongkan ke dalam baja cor karbon dan baja cor paduan. Berdasarkan kadar karbonnya baja cor dikelompokkan menjadi: 1. Baja cor karbon rendah (C < 0,2%). 2. Baja cor karbon menengah (0,2% C 0,5% C). 3. Baja cor karbon tinggi (C > 0,5%). 4
2 Kadar karbon dalam baja akan menentukan sifat fisik, sifat mekanik dan sifat teknologi serta kemampuan baja untuk di heat treatment. Sebagai contoh, baja cor dengan kadar karbon yang rendah mempunyai kekuatan yang rendah, perpanjangan (elongation) yang tinggi dan kekuatan impak serta mampu las (weldability) yang baik. Pada Gambar II.1 dan Gambar II.2 ditunjukkan pengaruh kadar karbon dan proses perlakuan panas terhadap sifat mekanik baja karbon cor. (a) (b) Gambar II.1 Hubungan Antara Kadar Karbon dan Proses Perlakuan Panas Dengan Sifat Mekanik Baja Cor (a) Kekuatan Tarik dan Pengurangan Luas Penampang (b) Kekuatan Luluh dan Perpanjangan [2] 5
3 (a) (b) Gambar II.2 Hubungan Antara Kadar Karbon dan Proses Perlakuan Panas Dengan Sifat Mekanik Baja Cor (a) Kekerasan Brinell (b) Harga Impak (Charpy V-Notch) [2] Berdasarkan banyaknya unsur paduan yang ditambahkan maka baja cor paduan dapat dikelompokkan menjadi: 1. Baja cor paduan rendah, apabila unsur paduan yang ditambahkan sebesar (1% 2%). 2. Baja cor paduan menengah, apabila unsur paduan yang ditambahkan sebesar (2% 5%). 3. Baja cor paduan tinggi, apabila unsur paduan yang ditambahkan lebih besar dari 5%. Kadar paduan pada baja juga mempengaruhi sifat fisik, sifat mekanik dan sifat teknologinya. Salah satu contohnya adalah baja cor paduan khrom 25% yang mempunyai sifat ketahanan korosi dan ketahanan aus yang baik tetapi keuletan dan mampu lasnya rendah. 6
4 II.1.2 Penggunaan Baja Cor Pada Industri Penggunaan baja cor pada industri sangat luas. Pemilihan material dan penggunaannya disesuai dengan kondisi kerja mesin. Selain itu faktor-faktor lain yang perlu dipertimbangkan adalah faktor lingkungan, umur, biaya dan maintenance ability. Beberapa contoh penggunaan baja cor pada industri adalah sebagai berikut: 1. Bagian-bagian mesin, seperti sambungan pipa, rumah-rumah katup dan rotor pompa vakum. 2. Bagian-bagian kereta api, seperti rangka dan kopling. 3. Alat-alat berat pemindah tanah, seperti roda rantai dan rumah-rumah rem. 4. Mesin-mesin hidrolis, seperti sudu turbin air dan rumah-rumah pompa. 5. Alat-alat pada pabrik baja, seperti rol dan dudukan rol. 6. Bagian-bagian pada kapal laut, seperti rangka buritan, rumah-rumah turbin dan lengan engkol. 7. Mesin-mesin pada pertambangan, seperti mesin kasut dan mesin keruk. Selain baja cor cocok untuk komponen dengan kondisi pembebanan dari segala arah, baja cor juga lebih menguntungkun untuk komponen-komponen yang geometrinya sangat rumit seperti impeller dan rumah keong pompa sentrifugal. Dengan berkembangnya ilmu material dan teknologi pengecoran maka kebutuhan akan material yang mempunyai sifat-sifat yang khusus pada industri akan lebih terpenuhi. II.1.3 Baja Cor Paduan Tinggi Khrom 25% Dalam penelitian ini digunakan baja cor paduan tinggi dengan kandungan karbon 1% dan khrom 25%. Dari hasil pengujian OES (Optical Emission Spectrometry) komposisi kimia dari baja cor khrom 25% secara lengkap adalah sebagai berikut: - C 1% - Cr 24,5% - Si 0,5% - Mn 0,5% - Ni 0,6% - V 0,1% - Mo 0,2% - Cu 0,1% - Fe balance 7
5 Baja cor khrom 25% termasuk dalam kelompok baja feritik. Di Politeknik Manufaktur Bandung, baja ini digunakan untuk membuat bucket elevator yang akan digunakan pada pabrik semen dengan kondisi lingkungan operasi yang korosif dan tingkat keausan yang cukup tinggi. Oleh sebab itu sifat yang diinginkan dari komponen ini adalah ketahanan korosi dan ketahanan aus yang baik. Kadar karbon yang cukup tinggi pada baja ini akan meningkatkan kekerasan dan kekuatan baja tetapi akan menurunkan keuletan dan sifat mampu lasnya. Hal ini mengakibatkan baja menjadi sulit untuk dilas. Sedangkan kandungan khrom pada baja akan memperbaiki sifat ketahanan korosi yaitu dengan membentuk lapisan pasif (Cr 2 O 3 ) pada permukaan baja. Selain itu khrom juga akan meningkatkan ketahanan aus pada baja ini karena khrom akan menstabilkan karbida sehingga karbida mudah terbentuk. Pada Gambar II.3 ditunjukkan gambar struktur mikro baja cor khrom 25%. Fasa-fasa yang terbentuk adalah ferit dan karbida (M 23 C 6 ). Ferit Karbida [Lab. Polman] Gambar II.3 Struktur Mikro Baja Cor 1,05C-25Cr-0,49Si-0,47Mn Dengan komposisi kimia tersebut di atas maka diagram fasa yang sesuai dengan baja khrom 25% adalah diagram fasa terner Fe-Cr-C. Pada Gambar II.4 diperlihatkan diagram fasa terner Fe-Cr-C dalam bentuk tiga dimensi. 8
6 25% Cr Gambar II.4 Diagram Fasa Terner Fe-Cr-C [17] Untuk mempermudah melihat fasa-fasa yang terjadi selama proses pembekuannya maka diagram fasa ternier disederhanakan dengan cara memotong bidang isothermal (temperatur konstan) atau bidang komposisi konstan (isopleth) untuk salah satu unsurnya. Diagram fasa isopleth juga disebut dengan diagram fasa pseudo-binary. Pada Gambar II.5 ditunjukkan diagram fasa pseudo-binary Fe-Cr-C untuk kandungan khrom 25% yang digambar dengan menggunakan program Thermo-Calc Demo Version. Dari gambar tersebut terlihat bahwa fasa yang terbentuk pada suhu kamar untuk kandungan karbon 1% adalah fasa ferit dan karbida (M 23 C 6 ). 9
7 25% Cr Gambar II.5 Diagram Fasa Pseudo-binary Fe-25%Cr-C Pada beberapa literarur menyebutkan bahwa kandungan khrom pada baja cor paduan akan menekan daerah austenit dan untuk kandungan khrom di atas 20% daerah austenit akan hilang. Hal ini seperti ditunjukkan pada Gambar II.5. Sebaliknya penambahan karbon pada baja cor paduan akan menstabilkan austenit sehingga akan memperluas daerah austenit. Pada baja cor khrom 25%, kandungan khrom yang tinggi menyebabkan daerah austenit pada diagram fasa pseudo-binary tidak kelihatan seperti terlihat pada Gambar II.6. Tetapi daerah dengan gabungan fasa austenit dengan fasa-fasa lain yang berdekatan masih ada karena sesungguhnya daerah austenit tersebut secara tiga dimensi masih tetap ada. Dari diagram fasa Gambar II.5 dapat disimpulkan bahwa kemungkinan terjadinya fasa martensit pada baja cor khrom 25% sangat kecil karena fasa austenit yang tejadi saat proses pembekuan hanya 0,19% [Thermo Calc]. 10
8 Gambar II.6 Diagram Fasa Pseudo-binary Fe-Cr-C Untuk Kandungan Khrom Bervariasi [17] II.1.4 Pengelasan Pada Baja Cor Pengelasan baja cor dapat dilakukan seperti pengelasan pada baja karbon yang komposisi kimianya sama. Cara yang banyak dipakai adalah las busur lindung (Shielded Arc Welding) dan las busur rendam (Submerged Arc Welding). Seperti halnya pada pengelasan baja karbon, untuk menghindari terjadinya pengerasan pada daerah pengaruh panas akibat pendinginan cepat dan untuk menghilangkan tegangan sisa, maka pada pengelasan baja cor juga dilakukan preheating dan post heating. Tegangan sisa yang berlebihan pada logam las dapat mengakibatkan terjadinya cacat las. Temperatur preheat dalam pengelasan baja cor dapat dilihat pada Tabel II.1. Sedangkan temperatur post heat berkisar antara 600 C 650 C. 11
9 Tabel II.1 Temperatur Preheat Untuk Pengelasan Baja Cor [8] Kadar Karbon (%C) Temperatur Preheat ( C) Untuk mengurangi difusi hidrogen pada pengelasan baja cor dengan proses SMAW maka harus dipilih elektroda dengan kandungan hidrogen rendah dan pengelasan sebaiknya dilakukan pada lingkungan atmosfir yang berkadar hidrogen rendah. Dan bila kekuatan logam las diharuskan sama dengan kekuatan logam induk maka proses pengelasannya menjadi sukar dan pemilihan elektrodanya pun harus tepat. Kenyataan di lapangan, elektroda yang dapat menghasilkan sambungan dengan kekuatan dan sifat yang sama dengan logam induk tidak dapat ditemukan. Pengerasan pada pengelasan baja cor selain disebabkan oleh pendinginan cepat juga dipengaruhi oleh komposisi kimianya. Komposisi kimia akan menentukan harga karbon ekivalen (C ek ) dari baja. Pengaruh karbon ekivalen terhadap pengerasan pada daerah pengaruh panas (HAZ) ditunjukkan pada Gambar II.6. Persamaan untuk menentukan besarnya karbon ekivalen adalah sebagai berikut: [8] C ek = C + Mn + Si + Ni + Mo V (%) 14 (2.1) Keterangan: C ek = karbon ekivalen C, Mn, Si, Ni, Mo, V = simbol-simbol unsur kimia 12
10 Gambar II.7 Hubungan Karbon Ekivalen (Cek) Dengan Kekerasan Pada HAZ Hasil Pengelasan Baja Cor [8] Pengerasan pada daerah pengaruh panas tersebut dapat menyebabkan terjadinya retak las. Tegangan sisa yang terjadi pada pengelasan banyak dipengaruhi oleh rancangan las dan proses pengelasan yang dipilih. Tegangan sisa terjadi karena adanya penyusutan pada waktu pendinginan. Untuk mengurangi terjadinya tegangan sisa saat pengelasan dapat dilakukan dengan cara antara lain menurunkan masukan panas dan mengurangi banyaknya logam las yaitu dengan memperkecil sudut alur dan celah akar lasan. Penghalang luar juga menyebabkan terjadinya tegangan sisa, maka hal ini harus dihindari yakni dengan cara menentukan urutan pengelasan yang baik. Pembebasan tegangan sisa dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara mekanik dan cara termal. Contoh-contoh dari kedua cara tersebut dapat dilihat pada Tabel II.2. Dalam praktek cara termal lebih banyak digunakan yakni dengan proses anil atau lebih dikenal dengan post weld heat treatment (PWHT). 13
11 Tabel II.2 Cara Pengurangan Atau Pembebasan Tegangan Sisa [8] Cara Penjelasan Keuntungan Kerugian Pemukulan - Logam las dan daerah sekitarnya dipukul selama atau setelah pengelasan - Dapat diterapkan pada logam ulet - Ukuran butir logam dapat menjadi lebih halus - Tidak dapat diterapkan pada logam getas Cara Mekanik Peregangan - Sambungan ditarik sampai terjadi deformasi plastis - Untuk konstruksi bejana berbentuk bola dapat dilakukan dengan mudah menggunakan tekanan hidrostatis - Tidak dapat diterapkan untuk bentuk-bentuk yang rumit Getaran - Pada konstruksi diberikan getaran berfrekuensi rendah sehingga terjadi deformasi plastis - Pelaksanaannya sederhana - Tidak dapat diterapkan pada konstruksi besar karena hasilnya akan tidak merata Anil - Lasan dari baja feritik dipanaskan C dan baja austenitik sampai 900 C dan setelah ditahan beberapa saat didinginkan pelan-pelan - Tingkat keberhasilannya tinggi - Tidak bisa diterapkan pada konstruksi besar dan sulit dilakukan dilapangan Cara Termal Anil suhu tinggi - Lasan dari baja konstruksi umum dipanaskan C dan setelah ditahan beberapa saat didinginkan pelan-pelan - Seluruh tegangan sisa dapat dibebaskan - Diperlukan pemanasan yang merata dan dijaga agar tidak terjadi perubahan bentuk Anil suhu rendah - Kedua permukaan daerah lasan selebar mm dipanaskan C kemudian dinginkan dengan air - Baik untuk konstruksi-konstruksi besar - Pengurangan terhadap tegangan sisa rendah 14
12 Dengan banyaknya kesulitan yang ditemukan pada proses pengelasan pada baja karbon cor maka perlu dikembangkan metode baru yang dapat mengurangi kesulitan tersebut. Dan penemuan metoda turbulence flow casting (TFC) memberikan harapan baru pada proses pengelasan untuk dapat menghasilkan sambungan yang memiliki kekuatan dan sifat yang sama dengan logam induk karena logam pengisi yang dipakai pada TFC sama dengan logam induk. II.2 Turbulence Flow Casting (TFC) [18] Metode Turbulence flow casting (TFC) dikembangkan oleh Muki Satya Permana (2007). Metoda ini digunakan untuk perbaikan cacat permukaan yang prosesnya menyerupai proses pengecoran. Bedanya pada proses ini logam cair yang masuk kedalam cetakan dibiarkan keluar sehingga sebagian logam cair terbuang. Spesimen atau komponen yang akan diperbaiki berada di dalam cetakan dan logam cair di alirkan ke dalam rongga cacat. Produk dari proses TFC adalah logam cair yang tidak ikut terbuang dan akan membeku sebagai weld pool pada rongga cacat. Sketsa proses perbaikan cacat pemukaan dengan metoda TFC ditunjukkan pada Gambar II Gambar II.8 Sketsa Proses Perbaikan Dengan Metoda TFC 15
13 Keterangan gambar: 1. Pemanas Listrik (with castable cover) 2. Spesimen 3. Rongga Cacat 4. Rongga Untuk Aliran Berulang 5. Pouring Cup 6. Saluran Masuk 7. Saluran Keluar 8. Cetakan Pasir Untuk menurunkan laju pendinginan pada daerah yang diperbaiki harus dilakukan preheating. Dengan pemberian preheating maka penggetasan pada sambungan (weld pool) dapat dihilangkan. Sedangkan untuk menghilangkan tegangan sisa dan tegangan termal pada saat pembekuan logam pengisi dilakukan dengan cara pemberian postheating. Metode TFC yang telah diterapkan untuk perbaikan cacat permukaan pada komponen yang terbuat dari besi cor kelabu, menghasilkan sambungan yang sifat dan strukturnya menyerupai dengan logam induk sehingga kekuatannya tidak berubah. Kelebihan-kelebihan metode TFC lainnya adalah: 1. Logam pengisi sama dengan logam induk. 2. Tanpa porositas. 3. Logam induk yang mencair sangat tipis (very thin layer of mixing). 4. Kekuatan sambungan tinggi. 5. Tidak terjadi perbedaan tampilan setelah proses perbaikan. 6. Tidak diperlukan antioksidan. 16
14 7. Permukaan cacat tidak perlu dibersihkan dari kotoran, karat, air, atau minyak. 8. Peralatan murah dan prosesnya sangat sederhana. 9. Tidak perlu keahlian khusus kecuali pada saat preparasi. Bahan baku dan peralatan yang digunakan pada TFC antara lain: 1. Pasir silika (green sand). 2. RCS (Resin Coated Sand). 3. Tungku heat treatment. 4. Pola kayu. 5. Rangka cetak (flask). 6. Pemanas (heating coil). 7. Tungku induksi kapasitas 250 kg di Politeknik Manufaktur Bandung (POLMAN). Proses pembuatan cetakan menggunakan dua buah flask yang berfungsi sebagai cup dan drag. Hal ini dimaksudkan agar pemasangan pola saluran dan pola rongga cacat dapat dilakukan dengan mudah. Sistem saluran pada cetakan dan spesimen di rancang sehingga akan menghasilkan aliran turbulen logam cair yang akan dimanfaatkan untuk menghilangkan lapisan oksida pada permukaan cacat. Sketsa cetakan dan spesimen tersebut dapat dilihat pada Gambar II.9. 17
15 Gambar II.9 Cetakan, Rangka Cetak dan Spesimen Pada Proses TFC [18] II.2.1 Parameter-Parameter Pada TFC Untuk mendapatkan hasil perbaikan cacat yang sambungannya mempunyai sifat yang sama dengan logam induk, maka harus diperhatikan parameter-parameter yang terkait dengan proses TFC. Parameter-parameter tersebut adalah: 1. Temperatur preheat. 2. Kedalaman penetrasi logam cair. 3. Laju aliran logam cair dan waktu tuang. 4. Diameter rata-rata saluran. 5. Temperatur penuangan Diantara parameter-parameter tersebut, temperatur preheat, kedalaman penetrasi logam cair dan waktu penuangan merupakan parameter yang sangat menentukan keberhasilan dari proses TFC. Karena parameter tersebut akan menentukan bentuk struktur mikro pada sambungan. Sedangkan parameter-parameter lain dianggap sebagai parameter tetap yang harganya ditentukan berdasarkan angka praktis dilapangan dan disesuaikan dengan material yang digunakan. Dengan menggunakan pendekatan analisis dimensional yang menggabungkan konsep perpindahan panas dan penggunaan variabel tak berdimensi maka dapat 18
16 diturunkan formulasi matematis hubungan antara parameter-parameter tersebut di atas. Hubungan tersebut terjadi pada proses pencairan dan pembekuan. Pada Gambar II.10 memperlihatkan sketsa pencairan pada bidang datar. Gambar II.10 Sketsa Distribusi Temperatur Proses Pencairan Pada TFC [18] Dari ilustrasi Gambar II.10 di atas dapat dibuat rangkaian termal seperti pada Gambar II.11. Gambar II.11 Rangkaian Termal Proses TFC [18] 19
17 Dengan bantuan rangkaian termal dan kelompok bilangan tak berdimensi maka diperoleh hubungan fungsional dari setiap parameter yang terkait. Laju perpindahan panas per satuan luas melalui tahanan-tahanan yang diberikan oleh aliran logam cair di daerah pencairan (melting) dan di daerah padat sebagai akibat potensial temperatur (T -T pr ) adalah: q tot = q c + q k T T0 = 1/ h T0 Tpr + ε / k +ψ / k...(2.2) Keterangan: q tot = laju perpindahan panas total oleh logam cair (W/m 2 ) q c = laju perpindahan panas konveksi per satuan luas (W/m 2 ) q k = laju perpindahan panas konduksi per satuan luas (W/m 2 ) T = temperatur penuangan logam cair (pouring) ( C) T m = temperatur cair (melting) logam ( C) T 0 = temperatur permukaan logam cair setelah dituangkan ( C) T pr = temperatur preheat ( C) h = koefisien perpindahan panas konveksi logam cair (W/m 2.K) k l = k s = k = koefisien perpindahan panas konduksi logam (W/m.K) ε = tebal lapisan logam induk yang mencair (mm) ψ = tebal lapisan panas logam induk akibat logam cair (mm) Dari hukum kekekalan energi dapat dibuat persamaan energi yaitu laju perpindahan panas persatuan luas (2.2) sama dengan besarnya energi yang diperlukan untuk mengubah fasa padat menjadi fasa cair dan untuk menaikkan temperatur di daerah cair-padat (mushy zone). Energi tersebut adalah sebesar: 20
18 dq cp ρ d ( ( ) ( ) ( ε + ψ ) L + C T T + C T T = p 0 m p m pr dt...(2.3) Maka diperoleh persamaan energi sebagai berikut: T T 1/ h 0 T0 Tpr + ε / k + ψ / k = ρ d ( ( ) ( ) ( ε + ψ ) L + C T T + C T T p 0 m p m pr dt...(2.4) Keterangan: dq cp = energi yang dibutuhkan untuk mengubah fasa padat menjadi fasa cair dan menaikkan temperatur di daerah cair-padat (W/m 2 ) ρ = massa jenis logam pada fasa padat (Kg/m 3 ) L C p = panas laten logam (J/Kg) = konduktivitas panas logam (J/Kg.K) Untuk menyederhanakan dalam integrasi persamaan (2.3) maka didefinisikan bilangan-bilangan tak berdimensi yaitu: h δ = t = ρk ( ε + ψ ) hd( ε + ψ ) ( T T ) k 2 h ( T0 Tpr ) t ( L + C ( T T ) + C ( T T ) p 0 dδ = m p m k pr T = 0 ( T T ) 0 pr Dengan proses integrasi dan iterasi diperoleh persamaan kedalaman penetrasi panas komulatif ( δ ) dalam fungsi t * dan T * atau δ = f(t *, T * ) yaitu: 21
19 δ = KPe( t ) KPa...(2.5) Keterangan: KPe = 2,4704T * - 0,0192 KPa = 0,775 (T * ) -0,0834 Kemudian untuk proses pembekuan pada TFC penurunan formulasi matematisnya dibantu dengan pendekatan seperti pada Gambar II.12. Gambar II.12 Sketsa Distribusi Temperatur Proses Pembekuan Pada TFC [18] Keseimbangan energi di solid-liquid interface adalah: k s Ts x Tl kl x x= ε () t = ρ ε [ ( )] ( t) L + C T T p 0 m dt...(2.6) 22
20 Persamaan distribusi temperatur di daerah cair adalah: T l = T m 2( T m T pr x ε ) + δ ε ( T T ) m pr x ε δ ε 2...(2.7) Persamaan distribusi temperatur di daerah padat adalah: T s hε x hε x ( ( T T ) ε = T0 T T0 ) + 0 m + ( T T0 ) kl ε kl 2...(2.8) Keterangan: T l T s D = temperatur liquid ( C) = temperatur solid ( C) = diameter saluran (mm) Dengan bantuan proses penurunan persamaan-persamaan (2.6)(2.7)(2.8) dan mengasumsikan bahwa fluks panas di daerah padat-cair adalah konstan serta dengan melakukan beberapa kali curve fitting maka di peroleh persamaan hubungan antara temperatur preheat dengan waktu penuangan pada proses pembekuan yaitu: T pr 2 0,256 h αt = Tm 1,0933( T Tm ) 2 k...(2.9) Keterangan: α t = difusivitas panas (thermal diffusivity) (m 2 /s) = waktu penuangan (detik) 23
21 Pada Gambar II.13 di perlihatkan grafik hubungan antara temperatur preheat dan waktu penuangan pada proses TFC besi cor kelabu yang dibandingkan antara hasil penurunan persamaan dengan hasil eksperimen [17]. Gambar II.13 Grafik Hubungan Antara Temperatur Preheat Dengan Waktu Penuangan Pada Pembekuan Logam Cair Dengan Proses TFC [18] Persamaan-persamaan di atas dapat digunakan untuk menentukan parameterparameter proses TFC. Syarat yang harus dipenuhi sebelum menentukan harga parameter-parameter tersebut adalah asas similaritas yaitu bilangan Reynold II.2.2 Pengaruh Bilangan Tak Berdimensi Pada Proses TFC II Bilangan Reynold [11] Bilangan Reynold adalah perbandingan antara gaya inersia dan gaya gesekan aliran fluida (viscous force). Bilangan Reynold membedakan aliran fluida ke dalam dua jenis aliran yaitu aliran laminar (R e 2.100) dan aliran turbulen (R e 2.100). 24
22 Osborne Reynold (1824) menformulasikannya ke dalam sebuah persamaan sebagai berikut: R ρ VD e = μ...(2.10) Keterangan: R e = bilangan Reynold ρ = massa jenis (kg/m 3 ) V D μ = kecepatan aliran (m/s) = diameter saluran (mm) = viskositas dinamik (Pa.s) Dalam proses TFC aliran logam cair ke dalam rongga cacat harus turbulen. Turbulensi aliran tersebut berfungsi untuk mengelupas lapisan oksida pada rongga cacat sehingga akan terjadi sambungan yang baik. Sedangkan kecepatan aliran dan energi panas logam cair akan memberikan aliran panas dari logam cair ke logam induk. Bila logam cair mempunyai energi yang cukup untuk mencairkan logam induk maka akan terjadi lapisan yang sangat tipis (very thin layer) pada logam induk yang ikut mencair. II Bilangan Prandtl [11] Bilangan Prandtl adalah perbandingan antara difusivitas momentum (momentum diffusivity) dengan difusivitas panas (thermal diffusivity). Ludwig Prandtl mendefinisikannya ke dalam sebuah persamaan yaitu: 25
23 P r ν Cpμ = = α k...(2.11) Keterangan: P r ν α k = bilangan Prandtl = viskositas kinematik (m 2 /s) = difusivitas panas (m 2 /s) = koefisien perpindahan panas konduksi (W/ m 2.K) Bilangan Prandtl menentukan ketebalan dari lapisan batas panas (thermal boundary layer) dan lapisan batas momentum (momentum boundary layer). Pada bilangan Prandtl besar lapisan batas panas lebih tipis dibandingkan dengan lapisan batas momentum. Sebaliknya pada bilangan Prandtl kecil lapisan batas panas akan lebih tebal dari pada lapisan batas momentum. Hal ini seperti yang terjadi pada aliran logam cair pada logam induk dalam proses TFC. Ilustrasi dari pengaruh bilangan Prandtl terhadap ketebalan lapisan batas panas dan momentum diperlihatkan pada Gambar II.14. Gambar II.14 Lapisan Batas Panas dan Lapisan Batas Momentum Untuk Bilangan Prandtl Kecil (proses TFC) 26
24 Keterangan: V = kecepatan aliran fluida T = temperatur fluida T s δ m δ t = temperatur permukaan plat (logam induk) = ketebalan lapisan batas momentum = ketebalan lapisan batas panas Karena pada TFC lapisan batas panas lebih tebal dibandingkan dengan lapisan batas momentum maka difusi yang dipengaruhi oleh energi panas lebih dominan dari pada difusi akibat momentum. II.2.3 Difusi Pada Proses TFC Proses penyambungan yang terjadi pada TFC dapat berlangsung baik secara difusi saja (full-diffusion) maupun gabungan antara proses fusi (mixing) dan difusi. Hal ini telah dibuktikan oleh Muki [17] dengan proses TFC pada besi cor kelabu. Pada proses penyambungan yang pertama kali terjadi adalah percairan logam induk pada permukaan kontak kemudian diikuti dengan proses difusi. Permukaan logam induk yang ikut mencair tersebut sangat tipis (very thin layer) sehingga terbentuk interface antara logam induk dengan weld pool. Gambar II.15 menunjukkan daerah interface yang mengalami pencampuran pada proses TFC besi cor kelabu. Dari eksperimen ini maka disimpulkan bahwa proses penyambungan pada TFC dapat berlangsung secara fusi dan difusi. 27
25 Gambar II.15 Daerah Interface Yang Mengalami Pencampuran Pada Eksperimen TFC Besi Cor Kelabu [18] Untuk membuktikan bahwa proses TFC dapat terjadi hanya dengan proses difusi Muki [17] melakukan eksperimen TFC dengan logam induk baja karbon ST-37 dengan logam pengisinya menggunakan besi cor kelabu. Baja karbon bertitik cair 1600 C sedangkan besi cor kelabu hanya 1250 C dan dengan temperatur penuangan 1400 C maka tidak ada bagian dari logam induk yang ikut mencair selama eksperimen TFC. Dan hasil penyambungan yang terjadi sangat bagus. Eksperimen ini membuktikan bahwa proses penyambungan berlangsung secara full-diffusion. Kemudian dari hasil uji tarik diperoleh patahan pada daerah weld pool bukan pada sambungan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kekuatan tarik hasil difusi lebih kuat dibandingkan dengan kekuatan tarik weld pool. Gambar struktur mikro pada eksperimen tersebut dapat dilihat pada Gambar II.16. Interface Gambar II.16 Struktur Mikro Hasil TFC Dengan Logam Induk Baja Karbon dan Logam Pengisi Besi Cor Kelabu [18] 28
Bab III Metode Penelitian
Bab III Metode Penelitian III.1 Flowchart Penelitian Tahap-tahap dalam penelitian ini dijelaskan pada flowchart Gambar III.1. Hasil Uji Struktur Mikro dan Uji Keras Hasil Uji Struktur Mikro dan Uji Keras
Lebih terperinciGambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007)
BAB II DASAR TEORI 2.1 TINJAUAN PUSTAKA Proses pengelasan semakin berkembang seiring pertumbuhan industri, khususnya di bidang konstruksi. Banyak metode pengelasan yang dikembangkan untuk mengatasi permasalahan
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI Tinjauan Pustaka
BAB II DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Pengelasan logam tak sejenis antara baja tahan karat dan baja karbon banyak diterapkan di bidang teknik, diantaranya kereta api, otomotif, kapal dan industri lain.
Lebih terperinciBab IV Hasil Eksperimen dan Analisis
Bab IV Hasil Eksperimen dan Analisis IV.1 Hasil Eksperimen TFC Eksperimen TFC dilakukan sebanyak dua kali. Pada eksperimen yang pertama belum menghasilkan sambungan di permukaan rongga cacat sedangkan
Lebih terperinciSTUDI METODA TURBULENCE FLOW CASTING PADA BAJA COR KHROM 25% TESIS. Oleh SUTARSO NIM : Program Studi Teknik Mesin
STUDI METODA TURBULENCE FLOW CASTING PADA BAJA COR KHROM 25% TESIS Karya ilmiah sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh SUTARSO NIM : 23106002 Program Studi
Lebih terperinciPERLAKUAN PEMANASAN AWAL ELEKTRODA TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN FISIK PADA DAERAH HAZ HASIL PENGELASAN BAJA KARBON ST 41
C.8 PERLAKUAN PEMANASAN AWAL ELEKTRODA TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN FISIK PADA DAERAH HAZ HASIL PENGELASAN BAJA KARBON ST 41 Fauzan Habibi, Sri Mulyo Bondan Respati *, Imam Syafa at Jurusan Teknik Mesin
Lebih terperinciSTUDI PENGARUH VARIASI KUAT ARUS PENGELASAN PELAT AISI 444 MENGGUNAKAN ELEKTRODA AWS E316L
EKSERGI Jurnal Teknik Energi Vol 13 No. 1 Januari 2017; 10-14 STUDI PENGARUH VARIASI KUAT ARUS PENGELASAN PELAT AISI 444 MENGGUNAKAN ELEKTRODA AWS E316L Ojo Kurdi Departement Teknik Mesin, Fakultas Teknik,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. selain jenisnya bervariasi, kuat, dan dapat diolah atau dibentuk menjadi berbagai
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam dunia industri, bahan-bahan yang digunakan kadang kala merupakan bahan yang berat. Bahan material baja adalah bahan paling banyak digunakan, selain jenisnya bervariasi,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Logam Logam cor diklasifikasikan menurut kandungan karbon yang terkandung di dalamnya yaitu kelompok baja dan besi cor. Logam cor yang memiliki persentase karbon
Lebih terperinciBAB II KERANGKA TEORI
BAB II KERANGKA TEORI 2.1. Pengertian Las Definisi pengelasan menurut DIN (Deutsche Industrie Norman) adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
52 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DATA PENELITIAN 1. Material Penelitian a. Tipe Baja : A 516 Grade 70 Bentuk : Plat Tabel 7. Komposisi Kimia Baja A 516 Grade 70 Komposisi Kimia Persentase (%) C 0,1895 Si
Lebih terperinciBAB IV PERUBAHAN BENTUK DALAM PENGELASAN. tambahan untuk cairan logam las diberikan oleh cairan flux atau slag yang terbentuk.
IV - 1 BAB IV PERUBAHAN BENTUK DALAM PENGELASAN SMAW adalah proses las busur manual dimana panas pengelasan dihasilkan oleh busur listrik antara elektroda terumpan berpelindung flux dengan benda kerja.
Lebih terperinciBAB XX DEFORMASI PADA KONSTRUKSI LAS
BAB XX DEFORMASI PADA KONSTRUKSI LAS A. Gambaran Umum Deformasi. Deformasi adalah perubahan bentuk akibat adanya tegangan dalam logam yaitu tegangan memanjang dan tegangan melintang, yang disebabkan oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kekuatan tarik adalah sifat mekanik sebagai beban maksimum yang terusmenerus
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Umum Kekuatan tarik adalah sifat mekanik sebagai beban maksimum yang terusmenerus oleh spesimen selama uji tarik dan dipisahkan oleh daerah penampang lintang yang asli. Kekuatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Banyak cara yang dapat dilakukan dalam teknik penyambungan logam misalnya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknik penyambungan logam telah diketahui sejak dahulu kala. Sumber energi yang digunakan pada zaman dahulu diduga dihasilkan dari pembakaran kayu atau sampah. Karena
Lebih terperinciIr. Hari Subiyanto, MSc
Tugas Akhir TM091486 METALURGI Budi Prasetya Awab Putra NRP 2104 100 018 Dosen Pembimbing: Ir. Hari Subiyanto, MSc ABSTRAK Austenitic stainless steel adalah suatu logam paduan yang mempunyai sifat tahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah sebagai media atau alat pemotongan (Yustinus Edward, 2005). Kelebihan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknik penyambungan logam telah diketahui sejak dahulu kala. Sumber energi yang digunakan pada zaman dahulu diduga dihasilkan dari pembakaran kayu atau sampah. Karena
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DATA ALAT DAN MATERIAL PENELITIAN 1. Material Penelitian Tipe Baja : AISI 1045 Bentuk : Pelat Tabel 7. Komposisi Kimia Baja AISI 1045 Pelat AISI 1045 Unsur Nilai Kandungan Unsur
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. keling. Ruang lingkup penggunaan teknik pengelasan dalam konstruksi. transportasi, rel, pipa saluran dan lain sebagainya.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan teknologi di bidang konstruksi yang semakin maju tidak dapat dipisahkan dari pengelasan, karena mempunyai peranan penting dalam rekayasa dan reparasi logam.
Lebih terperinci1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang sedang berkembang dalam berbagai sektor salah satunya adalah sektor industri manufaktur. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya perusahaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh pengelasan..., RR. Reni Indraswari, FT UI, 2010.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Baja tahan karat Austenitic stainless steel (seri 300) merupakan kelompok material teknik yang sangat penting yang telah digunakan luas dalam berbagai lingkungan industri,
Lebih terperinciTUGAS AKHIR. Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta
TUGAS AKHIR PENGARUH POST WELD HEAT TREATMENT PADA PENGELASAN BAJA TAHAN KARAT AUSTENITIK TERHADAP UJI KOMPOSISI KIMIA, STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN DAN TARIK Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh Gelar
Lebih terperinciANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS
TUGAS AKHIR ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS Disusun : SUDARMAN NIM : D.200.02.0196 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sampah. Karena suhu yang diperoleh dengan pembakaran tadi sangat rendah maka
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknik penyambungan logam telah diketahui sejak dahulu kala. Sumber energi yang digunakan pada zaman dahulu diduga dihasilkan dari pembakaran kayu atau sampah. Karena suhu
Lebih terperinciPENGARUH HEAT TREATMENT
TUGAS AKHIR PENGARUH HEAT TREATMENT SESUDAH PENGELASAN (POST WELD) PADA BAJA TAHAN KARAT AUSTENITIK TERHADAP KEKUATAN TARIK, KEKERASAN, STRUKTUR MIKRO, DAN KOMPOSISI KIMIA Disusun : CATUR WIDODO YUNIANTO
Lebih terperinciBAB II PENGELASAN SECARA UMUM. Ditinjau dari aspek metalurgi proses pengelasan dapat dikelompokkan
II - 1 BAB II PENGELASAN SECARA UMUM 2.1 Dasar Teori 2.1.1 Pengelasan Ditinjau dari aspek metalurgi proses pengelasan dapat dikelompokkan menjadi dua, pertama las cair (fussion welding) yaitu pengelasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dibidang konstruksi, pengelasan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pertumbuhan dan peningkatan industri, karena mempunyai
Lebih terperinciSKRIPSI / TUGAS AKHIR
SKRIPSI / TUGAS AKHIR PENGARUH BENTUK KAMPUH LAS TIG TERHADAP SIFAT MEKANIK MATERIAL BAJA ST 37 CAHYANA SUHENDA (20408217) JURUSAN TEKNIK MESIN LATAR BELAKANG Pada era industrialisasi dewasa ini teknik
Lebih terperinciAnalisis Perbandingan Laju Korosi Pelat ASTM A36 antara Pengelasan di Udara Terbuka dan Pengelasan Basah Bawah Air dengan Variasi Tebal Pelat
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-73 Analisis Perbandingan Pelat ASTM A36 antara di Udara Terbuka dan Basah Bawah Air dengan Variasi Tebal Pelat Yanek Fathur Rahman,
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DATA ALAT DAN MATERIAL PENELITIAN 1. Material Penelitian Material yang digunakan adalah baja AISI 1045 berupa pelat yang memiliki komposisi kimia sebagai berikut : Tabel 7.
Lebih terperinciPENGARUH SUHU NORMALIZING TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PENGELASAN BAJA PLAT KAPAL. Sutrisna*)
PENGARUH SUHU NORMALIZING TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PENGELASAN BAJA PLAT KAPAL Sutrisna*) Abstrak Pengelasana adalah proses penyambungan dua buah logam atau lebih melalui proses pencairan setempat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam penyambungan batang-batang terutama pada bahan besi tuang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada waktu ini teknik las telah banyak dipergunakan secara luas dalam penyambungan batang-batang terutama pada bahan besi tuang (cast iron), besi dan baja. Luasnya
Lebih terperinciPENGARUH PENGELASAN TUNGSTEN INERT GAS TERHADAP KEKUATAN TARIK, KEKERASAN DAN MIKRO STRUKTUR PADA PIPA HEAT EXCHANGER
PENGARUH PENGELASAN TUNGSTEN INERT GAS TERHADAP KEKUATAN TARIK, KEKERASAN DAN MIKRO STRUKTUR PADA PIPA HEAT EXCHANGER Wisma Soedarmadji*), Febi Rahmadianto**) ABSTRAK Tungsten Innert Gas adalah proses
Lebih terperinciBAB IV DATA DAN ANALISA
BAB IV DATA DAN ANALISA Pengelasan plug welding pada material tak sejenis antara logam tak sejenis antara baja tahan karat 304L dan baja karbon SS400 dilakukan untuk mengetahui pengaruh arus pengelasan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Penelitian terhadap las gesek telah banyak dilakukan. Beberapa penelitian tentang parameter kekuatan tarik, kekerasan permukaan dan struktur
Lebih terperinciTUGAS PENYAMBUNGAN MATERIAL 5 RACHYANDI NURCAHYADI ( )
1. Jelaskan tahapan kerja dari las titik (spot welding). Serta jelaskan mengapa pelelehan terjadi pada bagian tengah kedua pelat yang disambung Tahapan kerja dari las titik (spot welding) ialah : Dua lembaran
Lebih terperinciBESI COR. 4.1 Struktur besi cor
BESI COR Pendahuluan Besi cor adalah bahan yang sangat penting dan dipergunakan sebagai bahan coran lebih dari 80%. Besi cor merupakan paduan besi dan karbon dengan kadar 2 %s/d 4,1% dan sejumlah kecil
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Seperti diketahui bahwa, di dalam baja karbon terdapat ferrite, pearlite, dan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Baja Baja adalah paduan antara unsur besi (Fe) dan Carbon (C) serta beberapa unsur tambahan lain, seperti Mangan (Mn), Aluminium (Al), Silikon (Si) dll. Seperti diketahui bahwa,
Lebih terperinciWELDABILITY, WELDING METALLURGY, WELDING CHEMISTRY
WELDABILITY, WELDING METALLURGY, WELDING CHEMISTRY Sarjito Jokosisworo Program Studi Teknik Perkapalan Fakultas Teknik Universitas Diponegoro ABSTRAK Sambungan las merupakan bagian penting dari stuktur/bangunan
Lebih terperinciPengaruh Kondisi Elektroda Terhadap Sifat Mekanik Hasil Pengelasan Baja Karbon Rendah
Pengaruh Terhadap Sifat Mekanik Hasil Pengelasan Baja Karbon Rendah Yusril Irwan Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Nasional Jl. PKH. Mustafa No. 23. Bandung 4124 Yusril@itenas.ac.id,
Lebih terperinciANALISIS STRUKTUR MIKRO CORAN PENGENCANG MEMBRAN PADA ALAT MUSIK DRUM PADUAN ALUMINIUM DENGAN CETAKAN LOGAM
ANALISIS STRUKTUR MIKRO CORAN PENGENCANG MEMBRAN PADA ALAT MUSIK DRUM PADUAN ALUMINIUM DENGAN CETAKAN LOGAM Indreswari Suroso 1) 1) Program Studi Aeronautika, Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan, Yogyakarta
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Data
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Penelitian ini merupakan eksperimen untuk mengetahui pengaruh temperatur media pendingin pasca pengelasan terhadap laju korosi dan struktur mikro.
Lebih terperinciLEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERHADAP KEKUATAN TARIK PADA LAS SMAW (SHIELDED METAL ARC WELDING) DENGAN METODE EKSPERIMEN
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERHADAP KEKUATAN TARIK PADA LAS SMAW (SHIELDED METAL ARC WELDING) DENGAN METODE EKSPERIMEN (Studi Kasus: PT.FREEPORT INDONESIA, Papua) Oleh : NAMA : PETRUS KADEPA NIM
Lebih terperinciGambar 4.1 Penampang luar pipa elbow
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Latar Belakang Material Material yang digunakan pada penelitian ini merupakan material yang berasal dari pipa elbow pada pipa jalur buangan dari pompa-pompa pendingin
Lebih terperinciTUGAS AKHIR. PENGARUH JENIS ELEKTRODA PADA HASIL PENGELASAN PELAT BAJA St 32 DENGAN KAMPUH V TUNGGAL TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN KEKUATAN TARIKNYA
TUGAS AKHIR PENGARUH JENIS ELEKTRODA PADA HASIL PENGELASAN PELAT BAJA St 32 DENGAN KAMPUH V TUNGGAL TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN KEKUATAN TARIKNYA Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Program
Lebih terperinci03/01/1438 KLASIFIKASI DAN KEGUNAAN BAJA KLASIFIKASI BAJA 1) BAJA PEGAS. Baja yang mempunyai kekerasan tinggi sebagai sifat utamanya
KLASIFIKASI BAJA KLASIFIKASI DAN KEGUNAAN BAJA L U K H I M U L I A S 1 Baja yang mempunyai kekerasan tinggi sebagai sifat utamanya 1) BAJA PEGAS Baja pegas adalah baja karbon yang mengandung 0,5-1,0% karbon
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengembangan teknologi di bidang konstruksi yang semakin maju tidak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan teknologi di bidang konstruksi yang semakin maju tidak dapat dipisahkan dari pengelasan karena mempunyai peranan penting dalam rekayasa dan reparasi logam.
Lebih terperinciPENGARUH VARIASI KUAT ARUS LAS LISTRIK PADA SUDUT KAMPUH V GANDA TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN KETANGGUHAN IMPACT DARI MATERIAL ST 37
PENGARUH VARIASI KUAT ARUS LAS LISTRIK PADA SUDUT KAMPUH V GANDA TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN KETANGGUHAN IMPACT DARI MATERIAL ST 37 SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Mulai
BAB III METODE PENELITIAN 3. 1Diagram Alur Penelitian Mulai Studi literatur Identifikasi masalah Persiapan spesimen uji Pemilihan material spesimen ( baja SS-400 ) Pemotongan dan pembuatan kampuh las Proses
Lebih terperinciEFFECT OF POST HEAT TEMPERATURE TO HARDNESS AND MACROSTRUCTURE IN WELDED STELL ST 37
EFFECT OF POST HEAT TEMPERATURE TO HARDNESS AND MACROSTRUCTURE IN WELDED STELL ST 37 Subardi 1), Djoko Suprijanto 2), Roza Lyndu R. Mahendra 3) Abstract The present study aims to investigate the effect
Lebih terperinciFrekuensi yang digunakan berkisar antara 10 hingga 500 khz, dan elektrode dikontakkan dengan benda kerja sehingga dihasilkan sambungan la
Pengelasan upset, hampir sama dengan pengelasan nyala, hanya saja permukaan kontak disatukan dengan tekanan yang lebih tinggi sehingga diantara kedua permukaan kontak tersebut tidak terdapat celah. Dalam
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Dalam dunia konstruksi, pengelasan sering digunakan untuk perbaikan dan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam dunia konstruksi, pengelasan sering digunakan untuk perbaikan dan pemeliharaan dari semua alat-alat yang terbuat dari logam, baik sebagai proses penambalan retak-retak,
Lebih terperinciPengaruh Jenis Elektroda Pada Pengelasan Dengan SMAW Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Pada Baja Profil IWF
TUGAS AKHIR Pengaruh Jenis Elektroda Pada Pengelasan Dengan SMAW Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Pada Baja Profil IWF Disusun : DIDIT KURNIAWAN NIM : D.200.03.0169 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan latar belakang penelitian dari penelitian, perumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini, tujuan dan manfaat penelitian, batasan masalah, asumsi-asumsi
Lebih terperinciKarakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016
BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Data dan Analisa Metalografi Pengambilan gambar atau foto baik makro dan mikro pada Bucket Teeth Excavator dilakukan pada tiga dua titik pengujian, yaitu bagian depan spesimen
Lebih terperinciPENGARUH FILLER DAN ARUS LISTRIK TERHADAP SIFAT FISIK- MEKANIK SAMBUNGAN LAS GMAW LOGAM TAK SEJENIS ANTARA BAJA KARBON DAN J4
PENGARUH FILLER DAN ARUS LISTRIK TERHADAP SIFAT FISIK- MEKANIK SAMBUNGAN LAS GMAW LOGAM TAK SEJENIS ANTARA BAJA KARBON DAN J4 Petrus Heru Sudargo 1), Triyono 2), Kuncoro Diharjo 2) 1) Pasca Sarjana Jurusan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. berperan dalam proses manufaktur komponen yang dilas, yaitu design,
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Proses pengelasan merupakan proses penyambungan dua potong logam dengan pemanasan sampai keadaan plastis atau cair, dengan atau tanpa tekanan. Perlu diketahui bahwa ada
Lebih terperinciARI BUDIANTO N I M : D
NASKAH PUBLIKASI PENGARUH PERLAKUAN PENDINGINAN PADA PROSES PENGELASAN SMAW(SHIELDED METAL ARC WELDING) STAINLESS STEEL AUSTENITE AISI 201 TERHADAP UJI KOMPOSISI KIMIA, UJI STRUKTUR MIKRO, UJI KEKERASAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dengan semakin majunya teknologi sekarang ini, tuntutan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dengan semakin majunya teknologi sekarang ini, tuntutan manusia dalam bidang industri semakin besar. kebutuhan akan material besi dalam bentuk baja dan besi cor juga
Lebih terperinciDimas Hardjo Subowo NRP
Dimas Hardjo Subowo NRP. 2706 100 011 Dosen Pembimbing : Budi Agung K, ST, M.Sc FAKULTAS TEKNOLOHI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA Abstrak Dalam proses pengelasan seringkali dijumpai
Lebih terperinciOleh Wahyu Ade Saputra ( ) Dosen Pembimbing 1. Ir. Achmad Zubaydi, M.Eng., Ph.D 2. Ir. Soeweify, M.Eng
TUGAS AKHIR (MN 091482) ANALISIS PENGARUH APLIKASI POST WELD HEAT TREATMENT (PWHT) PADA PENGELASAN CAST STEEL (SC 42 ) DENGAN CARBON STEEL (Grade E) TERHADAP Oleh Wahyu Ade Saputra (4109.100.034) Dosen
Lebih terperinciMATERIAL TEKNIK 5 IWAN PONGO,ST,MT
MATERIAL TEKNIK 5 IWAN PONGO,ST,MT STRUKTUR LOGAM DAPAT BERUBAH KARENA : KOMPOSISI KIMIA (PADUAN) REKRISTALISASI DAN PEMBESARAN BUTIRAN (GRAIN GROWTH) TRANSFORMASI FASA PERUBAHAN STRUKTUR MENIMBULKAN PERUBAHAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki andil dalam pengembangan berbagai sarana dan prasarana kebutuhan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam industri, teknologi konstruksi merupakan salah satu teknologi yang memiliki andil dalam pengembangan berbagai sarana dan prasarana kebutuhan manusia. Perkembangannya
Lebih terperinciSimposium Nasional RAPI XII FT UMS ISSN
PENGARUH PENGELASAN GAS TUNGTEN ARC WELDING (GTAW) DENGAN VARIASI PENDINGINAN AIR DAN UDARA PADA STAINLESS STEEL 304 TERHADAP UJI KOMPOSISI KIMIA, STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN DAN UJI IMPACT Agus Sudibyo
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Sidoarjo, Desember Fakultas. Universitas Muhammadiyah Sidoarjo 1
KATA PENGANTAR Puji beserta syukur panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa. Karena berkat rahmat, hidayahnya, telah mampu menyelesaiakan sebuah makalah tentang pengaruh pengelsan FCAW tanpa dan dengan
Lebih terperinciDASAR-DASAR PENGELASAN
DASAR-DASAR PENGELASAN Pengelasan adalah proses penyambungan material dengan menggunakan energi panas sehingga menjadi satu dengan atau tanpa tekanan. Pengelasan dapat dilakukan dengan : - pemanasan tanpa
Lebih terperinciPENGARUH FILLER DAN ARUS LISTRIK TERHADAP SIFAT FISIK-MEKANIK SAMBUNGAN LAS GMAW LOGAM TAK SEJENIS ANTARA BAJA KARBON DAN J4
PENGARUH FILLER DAN ARUS LISTRIK TERHADAP SIFAT FISIK-MEKANIK SAMBUNGAN LAS GMAW LOGAM TAK SEJENIS ANTARA BAJA KARBON DAN J4 Petrus Heru Sudargo 1*, Sarwoko 1 1 Jurusan Teknik Mesin, Akademi Teknologi
Lebih terperinciNASKAH PUBLIKASI TUGAS AKHIR
NASKAH PUBLIKASI TUGAS AKHIR PENELITIAN STAINLESS STEEL 0 HASIL LAS SMAW DENGAN POST WELD HEAT TREATMENT 900OC SELAMA 1 JAM PADA PROSES QUENCHING, ANNEALING DAN NORMALIZING TERHADAP UJI STRUKTUR MIKRO,UJI
Lebih terperinciBAB IV PEMBAHASAN. BAB IV Pembahasan 69
BAB IV PEMBAHASAN 4.1 ANALISA STRUKTUR MIKRO BAJA SETELAH HARDENING DAN TEMPERING Struktur mikro yang dihasilkan setelah proses hardening akan menentukan sifat-sifat mekanis baja perkakas, terutama kekerasan
Lebih terperinciPengaruh Variasi Temperatur Anneling Terhadap Kekerasan Sambungan Baja ST 37
Nusantara of Engineering/Vol. 2/ No. 1/ISSN: 2355-6684 23 Pengaruh Variasi Temperatur Anneling Terhadap Kekerasan Sambungan Baja ST 37 Sigit Nur Yakin 1 ), Hesti Istiqlaliyah 2 ) 1 )Teknik Mesin S1, Fakultas
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor
BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi Pasteurisasi ialah proses pemanasan bahan makanan, biasanya berbentuk cairan dengan temperatur dan waktu tertentu dan kemudian langsung didinginkan secepatnya. Proses
Lebih terperinciIr Naryono 1, Farid Rakhman 2
PENGARUH VARIASI KECEPATAN PENGELASAN PADA PENYAMBUNGAN PELAT BAJA SA 36 MENGGUNAKAN ELEKTRODA E6013 DAN E7016 TERHADAP KEKERASAN, STRUKTUR MIKRO DAN KEKUATAN TARIKNYA Ir Naryono 1, Farid Rakhman 2 Lecture
Lebih terperinciJurnal Dinamis Vol.II,No.14, Januari 2014 ISSN
PENGARUH MASUKAN PANAS TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN DAN KETANGGUHAN PADA PENGELASAN SHIELD METAL ARC WELDING (SMAW) DARI PIPA BAJA DIAMETER 2,5 INCHI Susri Mizhar, Ivan Hamonangan Pandiangan Jurusan
Lebih terperinci07: DIAGRAM BESI BESI KARBIDA
07: DIAGRAM BESI BESI KARBIDA 7.1. Diagram Besi Karbon Kegunaan baja sangat bergantung dari pada sifat sifat baja yang sangat bervariasi yang diperoleh dari pemaduan dan penerapan proses perlakuan panas.
Lebih terperinciTUGAS AKHIR PENELITIAN STAINLESS STEEL
TUGAS AKHIR PENELITIAN STAINLESS STEEL 202 HASIL LAS SMAW DENGAN POST WELD HEAT TREATMENT 900OC SELAMA 1 JAM PADA PROSES QUENCHING, ANNEALING DAN NORMALIZING TERHADAP UJI STRUKTUR MIKRO,UJI IMPACT DAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. panas yang dihasilkan dari tahanan arus listrik. Spot welding banyak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Resistance Spot welding adalah salah satu jenis metode pengelasan dimana dua plat atau lebih disambungkan menggunakan panas yang dihasilkan dari tahanan arus listrik.
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Las Definisi pengelasan menurut DIN (Deutsche Industrie Norman) adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer
Lebih terperinciKata Kunci: Pengelasan Berbeda, GMAW, Variasi Arus, Struktur Mikro
B.8 PENGARUH FILLER DAN ARUS LISTRIK PENGELASAN LOGAM TAK SEJENIS BAJA (AISI 1045) DENGAN BAJA TAHAN KARAT (AISI 316L) TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO Petrus Heru Sudargo *, Bambang Teguh Baroto
Lebih terperinciProsiding SNATIF Ke -4 Tahun 2017 ISBN:
PENGARUH ARUS LISTRIK DAN FILLER PENGELASAN LOGAM BERBEDA BAJA KARBON RENDAH (ST 37) DENGAN BAJA TAHAN KARAT (AISI 316L) TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO Bambang Teguh Baroto 1*, Petrus Heru Sudargo
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dimana logam menjadi satu akibat panas las, dengan atau tanpa. pengaruh tekanan, dan dengan atau tanpa logam pengisi.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelasan adalah salah satu proses penggabungan logam dimana logam menjadi satu akibat panas las, dengan atau tanpa pengaruh tekanan, dan dengan atau tanpa logam
Lebih terperinci6. Besi Cor. Besi Cor Kelabu : : : : : : : Singkatan Berat jenis Titik cair Temperatur cor Kekuatan tarik Kemuluran Penyusutan
Seperti halnya pada baja, bahwa besi cor adalah paduan antara besi dengan kandungan karbon (C), Silisium (Si), Mangan (Mn), phosfor (P), dan Belerang (S), termasuk kandungan lain yang terdapat didalamnya.
Lebih terperinciJl. Menoreh Tengah X/22, Sampangan, Semarang *
ANALISA PENGARUH KUAT ARUS TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN, KEKUATAN TARIK PADA BAJA KARBON RENDAH DENGAN LAS SMAW MENGGUNAKAN JENIS ELEKTRODA E7016 Anjis Ahmad Soleh 1*, Helmy Purwanto 1, Imam Syafa
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Baja Baja adalah salah satu bahan konstruksi yang paling banyak digunakan. Sifat-sifatnya yang penting dalam penggunaan konstruksi adalah kekuatannya yang tinggi dibandingkan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Setelah dilakukan pengamatan, pengukuran serta pengujian terhadap masingmasing benda uji, didapatkan data-data hasil penyambungan las gesek bahan Stainless Steel 304. Data hasil
Lebih terperinciANALISIS KEKUATAN TARIK BAJA ST37 PASCA PENGELASAN DENGAN VARIASI MEDIA PENDINGIN MENGGUNAKAN SMAW. Yassyir Maulana
ANALISIS KEKUATAN TARIK BAJA ST37 PASCA PENGELASAN DENGAN VARIASI MEDIA PENDINGIN MENGGUNAKAN SMAW Yassyir Maulana Program Studi Teknik Mesin, Universitas Islam Kalimantan MAB Jl. Adhyaksa No.2 Kayutangi
Lebih terperinciPengaruh Variasi Arus terhadap Struktur Mikro, Kekerasan dan Kekuatan Sambungan pada Proses Pengelasan Alumunium dengan Metode MIG
NASKAH PUBLIKASI TUGAS AKHIR Pengaruh Variasi Arus terhadap Struktur Mikro, Kekerasan dan Kekuatan Sambungan pada Proses Pengelasan Alumunium dengan Metode MIG Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini telah merambah pada berbagai aspek kehidupan manusia, tidak terkecuali di dunia industri manufacture (rancang
Lebih terperinciBAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang
BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS 2.1 Konsep Dasar Perpindahan Panas Perpindahan panas dapat terjadi karena adanya beda temperatur antara dua bagian benda. Panas akan mengalir dari
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan bahan dasar velg racing sepeda motor bekas kemudian velg tersebut diremelting dan diberikan penambahan Si sebesar 2%,4%,6%, dan 8%. Pengujian yang
Lebih terperinciJurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN :
PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN PADUAN AL-SI (SERI 4032) TERHADAP HASIL PENGECORAN Ir. Drs Budiyanto Dosen Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Nasional Malang ABSTRAK Proses produksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Luasnya pemakaian logam ferrous baik baja maupun besi cor dengan. karakteristik dan sifat yang berbeda membutuhkan adanya suatu
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Luasnya pemakaian logam ferrous baik baja maupun besi cor dengan karakteristik dan sifat yang berbeda membutuhkan adanya suatu penanganan yang tepat sehingga
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. waktu pada bulan September 2015 hingga bulan November Adapun material yang digunakan pada penelitian ini adalah:
III. METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Produksi Teknik Mesin Universitas Lampung. Sedangkan waktu penelitian akan dilaksanakan pada rentang waktu pada bulan September
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG
1 BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Pada saat ini, banyak sekali alat-alat yang terbuat dari bahan plat baik plat fero maupun nonfero seperti talang air, cover pintu, tong sampah, kompor minyak, tutup
Lebih terperinciMetal Casting Processes. Teknik Pembentukan Material
Metal Casting Processes Teknik Pembentukan Material Pengecoran (Casting) adalah suatu proses penuangan materi cair seperti logam atau plastik yang dimasukkan ke dalam cetakan, kemudian dibiarkan membeku
Lebih terperinciAnalisa Sifat Mekanik Hasil Pengelasan GMAW Baja SS400 Studi Kasus di PT INKA Madiun
Analisa Sifat Mekanik Hasil Pengelasan GMAW Baja SS400 Studi Kasus di PT INKA Madiun LATAR BELAKANG LATAR BELAKANG Baja SS 400 sebagai baja karbon rendah Dapat dilakukan proses pengelasan dengan metode
Lebih terperinciPENGARUH POSISI PENGELASAN TERHADAP KEKUATAN TAKIK DAN KEKERASAN PADA SAMBUNGAN LAS PIPA
PENGARUH POSISI PENGELASAN TERHADAP KEKUATAN TAKIK DAN KEKERASAN PADA SAMBUNGAN LAS PIPA Pudin Saragih 1 Abstrak. Kekuatan sambungan las sangat sulit ditentukan secara perhitungan teoritis meskipun berbagai
Lebih terperinciSIFAT MATERIAL. Dipl. Ing. Soedihono, ST, MT
1 SIFAT MATERIAL Dipl. Ing. Soedihono, ST, MT 1. Definisi Material: 2 Material adalah bahan yg dibutuhkan untuk pembuat barang seperti mesin, suku cadang, rumah, kendaraan, dll. 1. Bahan tambang: biji
Lebih terperinciTUGAS PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK II CETAKAN PERMANEN
TUGAS PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK II CETAKAN PERMANEN Disusun Oleh Nama Anggota : Rahmad Trio Rifaldo (061530202139) Tris Pankini (061530200826) M Fikri Pangidoan Harahap (061530200820) Kelas : 3ME Dosen
Lebih terperinciANALISIS PEMBUATAN HANDLE REM SEPEDA MOTOR DARI BAHAN PISTON BEKAS. Abstrak
ANALISIS PEMBUATAN HANDLE REM SEPEDA MOTOR DARI BAHAN PISTON BEKAS Boedijanto, Eko Sulaksono Abstrak Bahan baku handle rem sepeda motor dari limbah piston dengan komposisi Al: 87.260, Cr: 0.017, Cu: 1.460,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. logam menjadi satu akibat adanya energi panas. Teknologi pengelasan. selain digunakan untuk memproduksi suatu alat, pengelasan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelasan adalah suatu proses penggabungan logam dimana logam menjadi satu akibat adanya energi panas. Teknologi pengelasan selain digunakan untuk memproduksi suatu
Lebih terperinci