BAB II TINJAUAN PUSTAKA
|
|
- Ridwan Hermanto
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fisiologi Pendengaran Manusia Telinga merupakan alat indera yang memiliki fungsi untuk mendengar suara yang berada di sekitar manusia dan sebagai alat keseimbangan (Soetirtio, 1990). Telinga tersusun atas telinga bagian luar, telinga bagian tengah dan telinga bagian dalam (Adams, dkk., 1997). Proses mendengar diawali dengan getaran suara yang ditangkap oleh daun telinga dan mengenai membran timpani sehingga membran timpani bergetar. Getaran tersebut diteruskan ke telinga tengah melalui tulang-tulang pendengaran dan akan melalui membrane reissner yang mendorong endolimfa sehingga menimbulkan gerak antara membran basilaris dan membran tektoria. Gerakan yang dihasilkan oleh membran basilaris dan membran tektoria mengakibatkan rangsangan pada organ korti yang bersambungan dengan ujung saraf pendengaran. Impuls kemudian dibawa ke pusat sensorik pendengaran melalui saraf pusat yang ada di lobus temporalis dan dipersepsikan sebagai bunyi tertentu (Nusyirawan, 2008). 2.2 Gangguan Pendengaran Definisi gangguan pendengaran Gangguan pendengaran terjadi karena peningkatan ambang dengar dari batas nilai normal (0 25 dba) pada salah satu telinga ataupun keduanya (Soepardi, dkk., 2012). 1
2 Telinga manusia hanya mampu menangkap suara yang ukuran intensitasnya 85 dba (batas aman) dan dengan frekuensi suara berkisar antara 20 sampai dengan Hz (Chandra, 2007). Batas intensitas suara tertinggi adalah 140 dba dimana jika seseorang mendengarkan suara dengan intensitas tersebut maka akan timbul perasaan sakit pada alat pendengaran dan memicu seseorang terkena gangguan pendengaran atau peningkatan ambang dengar (Utamiati, 2012). Menurut Soepardi, dkk., (2012), seseorang dikatakan memiliki pendengaran yang normal apabila mampu mendengar suara dengan intensitas 25 dba sedangkan seseorang yang mengalami peningkatan ambang pendengaran atau derajat ketulian akan dibagi menjadi tuli ringan, tuli sedang, tuli sedang berat, tuli berat dan tuli sangat berat (Tabel 2.1). Tabel 2.1 Klasifikasi Derajat Peningkatan Ambang Pendengaran Klasifikasi Ambang Pendengaran Normal 0 25 dba Tuli ringan dba Tuli sedang dba Tuli sedang berat dba Tuli berat dba Tuli sangat berat lebih dari 90 dba Sumber: Soepardi, Iskandar, Bashiruddin dan Ratna (2012) Jenis-jenis gangguan pendengaran Terdapat tiga jenis gangguan pendengaran (Soepardi, dkk., 2012) yakni: 1. Tuli konduktif Pada gangguan jenis tuli konduktif terdapat gangguan hantaran suara yang disebabkan oleh kelainan/penyakit di telinga luar atau di telinga tengah. Gangguan pendengaran konduktif biasanya pada tingkat ringan atau menengah
3 dan bersifat sementara. Gangguan pendengaran konduktif dapat diatasi dengan alat bantu dengar atau implan telinga tengah. 2. Tuli sensorineural Gangguan jenis tuli sensorineural disebabkan oleh kerusakan sel rambut pada organ korti yang terjadi akibat suara yang keras, infeksi virus, meningitis, dan proses menua. Gangguan pendengaran sensorineural biasanya pada tingkat ringan hingga berat dan bersifat permanen. Pada tingkat ringan dapat diatasi dengan alat bantu dengar atau implan telinga tengah. Sedangkan implan rumah siput seringkali merupakan solusi atas gangguan pendengaran berat atau parah. 3. Tuli campuran Tuli campuran merupakan kombinasi dari tuli konduktif serta tuli sensorineural dan kedua gangguan tersebut bisa terjadi bersama-sama seperti contoh radang telinga tengah dengan komplikasi ke telinga dalam atau merupakan dua penyakit yang berlainan, misalnya tumor nervus VIII (sensorineural) dengan radang telinga tengah (konduktif). 2.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Daya Dengar Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi daya dengar menurut Kusumawati (2012) adalah sebagai berikut: 1. Kebisingan Menurut Kementrian Lingkungan Hidup (1996), kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari suatu kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat
4 menimbulkan gangguan kesehatan manusia khususnya gangguan pendengaran dan kenyamanan lingkungan. Gangguan pendengaran yang diakibatkan oleh kebisingan berkaitan erat dengan masa kerja dan intensitas kerja. Jika dilihat berdasarkan masa kerja, pekerja yang pernah/sedang bekerja di lingkungan bising selama lima tahun atau lebih maka berisiko terkena penyakit gangguan pendengaran dan jika dilihat berdasarkan intensitas kerja, pekerja akan berisiko terkena penyakit gangguan pendengaran bila bekerja lebih dari 8 jam/hari dengan intensitas bising yang melebihi 85 dba (Kusumawati, 2012). Pada Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP.51/MEN/1999 tentang nilai ambang batas faktor fisika di tempat kerja dijelaskan bahwa seseorang tidak boleh terpajan bising lebih dari 140 dba walaupun sesaat atau dengan tingkat kebisingan 85 dba selama lebih dari 8 jam kerja (Tabel 2.2) Penelitian yang dilakukan pada pabrik baja di Desa Janti Sidoarjo menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara tingkat kebisingan dengan kejadian kehilangan pendengaran (Harmadji dan Heri, 2004). Hal yang sama juga ditemukan pada penelitian di pabrik semi konduktor Taiwan dimana pekerja yang terpapar bising 85 dba selama 8 jam dan 12 jam mengalami gangguan pendengaran (Chou, 2009). Tabel 2.2 Nilai Ambang Batas Kebisingan Waktu Pemajanan Intensitas Kebisingan dalam dba 24 Jam
5 30 Menit Detik Catatan : Tidak boleh lebih dari 140 dba walaupun Seaat. Sumber: Kepmenaker No. 51 Tahun 1999 Jenis-jenis kebisingan menurut Suma mur (2009) adalah sebagai berikut: a. Kebisingan kontinyu Kebisingan kontinyu adalah kebisingan yang datangnya secara terus menerus dalam jangka waktu yang cukup lama. Kebisingan kontinyu dikelompokkan menjadi dua yakni kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas seperti kipas angin dan air conditioner serta kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi sempit seperti gergaji sirkuler. b. Kebisingan impulsif Kebisingan impulsif adalah kebisingan yang karena adanya bunyi yang menyentak seperti tembakan meriam dan ledakan.
6 c. Kebisingan impulsif berulang Kebisingan ini hampir sama dengan kebisingan impulsif, hanya saja bising ini terjadi berulang-ulang. Contoh kebisingan impulsif berulang adalah kebisingan yang bersumber dari mesin tempa di perusahaan. d. Kebisingan terputus-putus Kebisingan terputus-putus adalah kebisingan yang berlangsung secara berkala seperti suara lalu lintas kendaraan dan pesawat terbang. Pesawat merupakan sumber kebisingan terbesar yang berada di area bandara. Kebisingan yang ditimbulkan oleh pesawat berasal dari mesin pesawat terutama pada pergerakan fan dan compressor dimana kebisingan yang tinggi terjadi pada saat pesawat akan terbang lepas landas atau takeoff (Kandou dan Mulyono, 2014). Pada penelitian kajian kebisingan di Bandara Ahmad Yani Semarang yang dilakukan oleh Chaeran (2008) menyatakan bahwa tingkat kebisingan di saat pesawat terbang akan take off lebih tinggi dari pada pesawat pesawat terbang menuju apron (landing). Instrumen yang dapat digunakan dalam pengukuran kebisingan antara lain: a. Sound level meter Sound level meter digunakan untuk mengetahui intensitas kebisingan di tempat kerja yang terdiri dari mikrofon, amplifier, dan sirkuit attenuator, alat inidapat mengukur kebisingan antara dba dan dari frekuensi Hz (Utami, 2010). Terdapat dua metode pengukuran tingkat kebisingan dengan menggunakan instrumen sound level meter yaitu dengan cara sederhana dan cara langsung (MENLH, 1996). Metode pengukuran dengan cara sederhana adalah mengukur tingkat tekanan bunyi selama 10 menit untuk tiap titik pengukuran dan pembacaan
7 dilakukan setiap lima detik. Metode pengukuran dengan cara langsung adalah dengan melakukan pengukuran selama 24 jam dengan cara pada siang hari selama 16 jam dan malam hari selama 8 jam pada tiap titik pengukuran.setiap pengukuran harus dapat mewakili selang waktu tertentu dengan menetapkan paling sedikit 4 waktu pengukuran pada siang hari dan pada malam hari paling sedikit 3 waktu pengukuran. Terdapat tiga cara dalam menentukan titik pengukuran yakni dengan titik sampling, pembuatan peta kontur dan pengukuran dengan grid. Pengukuran dengan titik sampling dilakukan bila kebisingan diduga melebih ambang batas hanya pada satu atau beberapa lokasi saja. Pengukuran dengan peta kontur dilakukan dengan membuat gambar isoplet pada kertas berkala dan kode pewarnaan untuk menggambarkan keadaan kebisingan. Warna hijau untuk kebisingan dibawah 85 dba, warna orange untuk kebisingan diatas 90 dba dan warna kuning untuk kebisingan dengan intensitas antara 85 sampai 90 dba. Pengukuran dengan grid adalah dengan membuat contoh data kebisingan pada lokasi yang diinginkan dimana titik-titik pengukuran tersebut harus dibuat dengan jarak interval yang sama di seluruh lokasi misalnya lokasi pengukuran dibagi menjadi beberapa kotak dengan ukuran dan jarak yang sama yakni 10 x 10 meter. b. Noise dosimeter Noise dosimeter adalah alat untuk mengukur dan menyimpan level kebisingan selama waktu pajanan dan digunakan untuk personal monitoring. Dosimeter mengukur jumlah bunyi yang didengar pekerja selama shiftnya yakni 8 jam, 10 jam,
8 12 jam atau berapapun lamanya. Dosimeter dipasang pada sabuk pinggang dan sebuah microphone kecil dipasang di dekat telinga. Pekerja yang bekerja di lingkungan bising dapat menggunakan alat pelindung telinga untuk mencegah terkena gangguan pendengaran. Pemilihan alat pelindung telinga disesuaikan dengan tingkat kebisingan yang ada di lingkungan kerja. Terdapat berbagai jenis alat pelindung telinga yakni sumbat telinga (ear plugs) yang dapat mengurangi bising hingga 30 dba, tutup telinga (ear muffs) yang dipergunakan untuk mengurangi bising 40 dba sampai 50 dba dan enclosure dipergunakan untuk mengurangi bising maksimum 35 dba. Alasan ketika pekerja tidak menggunakan alat pelindung telinga padahal mereka mengetahui bahaya kebisingan yang ada di sekitar mereka dikarenakan adanya rasa ketidaknyamanan, kurang kepedulian terhadap keselamatan, desain alat pelindung telinga yang mengganggu proses kerja dan kurangnya pengetahuan terhadap NIHL (Bogoch, 2005). Selain menggunakan alat pelindung telinga, pengendalian kebisingan di tempat kerja juga dapat berupa pengendalian secara teknis dan administratif (Babba, 2007). Pengendalian secara teknis dapat dilakukan pada sumber bising, media yang dilalui bising serta jarak sumber bising terhadap pekerja. Terdapat beberapa cara yang bisa dilakukan pada pengendalian teknis yakni dengan mengganti peralatan yang lama dengan peralatan baru, melumasi semua bagian yang bergerak, mengisolasi peralatan yang menjadi sumber kebisingan, memberikan bantalan karet pada peralatan untuk mengurangi getaran yang ditimbulkan dan menambah sekat dengan menggunakan bahan yang dapat menyerap bising. Pengendalian administratif meliputi rotasi jam kerja pada
9 pekerja yang terpapar kebisingan dengan intensitas tinggi ke tempat yang memiliki intensitas kebisingan yang lebih rendah. 2. Umur Gangguan pendengaran akibat bertambahnya umur disebabkan oleh perubahan patologi pada organ auditori (Kusumawati, 2012). Perubahan patologi yang terjadi antara lain pada telinga luar dengan perubahan yang paling jelas berupa berkurangnya elastisitas jaringan daun telinga dan liang telinga. Perubahan lainnya adalah adanya penyusutan jaringan lemak yang memiliki fungsi sebagai bantalan pada telinga. Penyusutan jaringan lemak tersebut menyebabkan kulit daun telinga dan liang telinga menjadi kering dan mudah mengalami trauma. Pada bagian membran timpani, tulang pendengaran serta otot-otot di bagian telinga tengah juga mengalami perubahan yakni adanya penipisan dan kekakuan pada membran timpani. Persendian yang berada di antara tulang-tulang pendengaran juga mengalami artritis sendi, hal tersebut terjadi karena adanya degenerasi serabut otot pendengaran. Selain telinga bagian luar dan telinga bagian tengah, telinga bagian dalam juga mengalami perubahan patologi. Bagian yang paling rentan mengalami perubahan adalah koklea. Proses degenerasi terjadi pada bagian sel rambut luar di bagian basal koklea. Koklea atau yang sering disebut dengan rumah siput berfungsi untuk mengubah bunyi dari getaran menjadi sinyal. Sinyal tersebut akan dikirimkan ke otak melalui saraf auditori. Proses tersebut dilakukan oleh sel rambut yang berada di dalam koklea. Jika rambut-rambut tersebut tidak berfungsi dengan baik maka seseorang akan mengalami ketulian (Adams, dkk., 1997). 3. Penggunaan obat-obatan yang bersifat ototoksik
10 Mengkonsumsi obat-obatan yang memiliki sifat ototoksik seperti antibiotik aminoglikosid selama 14 hari baik diminum ataupun melalui suntikan akan dapat menyebabkan terjadinya gangguan pendengaran (Kusumawati, 2012). Ototoksik adalah gangguan pendengaran yang terjadi akibat efek samping dari konsumsi obatobatan. Beratnya gangguan pendengaran yang terjadi sebanding dengan lama pemakaian, jenis obat dan jumlah obat yang diberikan serta kondisi ginjal. Gangguan pendengaran yang disebabkan oleh penggunaan obat yang bersifat ototoksik tidak dapat diobati maka sangat penting dilakukan proses pencegahan ataupun penanggulangan seperti menghentikan konsumsi obat yang bersifat ototoksik dan melakukan rehabilitasi dengan menggunakan alat bantu dengar. 4. Riwayat infeksi telinga Otitis media (OA) merupakan peradangan telinga tengah yang disebabkan oleh virus ataupun bakteri. Otitis media merupakan suatu infeksi yang memicu terjadinya peradangan dan penumpukan cairan pada telingag tengah. Bakteri yang dapat menyebabkan otitis media adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae dan Moraxella cattarhalis. Sedangkan virus yang dapat menyebabkan otitis media adalah Respiratory syncytial virus, Influenza virus, Rhinovirus dan Adenovirus. Telinga yang terinfeksi bakteri atau virus dapat memicu timbulnya tinnitus. Tinnitus adalah suara yang berdengung di satu atau pada kedua telinga. Tinnitus dapat timbul pada telinga bagian luar, telinga bagian tengah, atau telinga bagian dalam. 5. Kebiasaan merokok
11 Kebiasaan merokok adalah kebiasaan membakar tembakau kemudian menghisap asapnya baik menggunakan rokok ataupun melalui pipa (Fawzani, dkk., 2005). Kebiasaan merokok merupakan salah satu penyebab terkena penyakit gangguan pendengaran (Kusumawati, 2012). Kandungan pada rokok yang menjadi penyebab terjadinya gangguan pendengaran adalah zat nikotin. Zat nikotin merupakan zat yang bersifat ototoksik. Karbonmonoksida yang terkandung dalam rokok juga mempunyai dampak menimbulkan penyakit gangguan pendengaran. Kandungan karbonmonoksida pada rokok menyebabkan iskemia melalui produksi karboksi-hemoglobin (ikatan antara CO dan hemogoblin), dengan terbentuknya ikatan tersebut maka menyebabkan hemoglobin tidak efisien dalam mengikat oksigen. Suplai oksigen ke organ korti di koklea menjadi terganggu dan menimbulkan efek iskemia. Seorang perokok yang mengkonsumsi rokok kurang dari 10 batang rokok/hari disebut sebagai perokok ringan. Perokok sedang adalah seseorang yang mengkonsumsi rokok antara 10 sampai dengan 20 batang per hari sedangkan perokok berat adalah seseorang yang mengkonsumsi rokok lebih dari 20 batang per hari (Bustan, 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Baktiansyah (2004) tentang hubungan merokok dengan gangguan pendengaran di kalangan pekerja pria PT-X menyatakan bahwa perokok dengan klasifikasi perokok sedang dan perokok berat memiliki risiko 5,4 kali lebih besar terkena gangguan pendengaran dibandingkan dengan perokok ringan. 2.4 Tes Pendengaran Untuk mengetahui seseorang mengalami gangguan pendengaran maka perlu dilakukan tes pendengaran dengan menggunakan tes berbisik, tes garputala atau audiometri. 1. Tes Berbisik
12 Pemeriksaan ini bersifat semi kuantitatif yakni menentukan derajat ketulian secara kasar dengan hasil tes berupa jarak pendengaran (jarak antara pemeriksa dengan pasien). Hal yang perlu diperhatikan dalam tes berbisik ini adalah ruangan yang cukup tenang dengan panjang minimal 6 meter (Soepardi, dkk., 2012). Seseorang yang mampu mendengar dengan jarak 6 sampai dengan 8 meter dikatagorikan normal, kurang dari 6 sampai dengan empat meter dikatagorikan tuli ringan, kurang dari empat sampai dengan satu meter dikatagorikan tuli sedang, kurang dari satu meter sampai dengan 25 cm dikatagorikan tuli berat dan kurang dari 25 cm dikatagorikan sebagai tuli total. 2. Tes Audiometri Pemeriksaan audiometri bertujuan untuk mengetahui derajat ketulian secara kuantitatif dan mengetahui keadaan fungsi pendengaran secara kualitatif (pendengaran normal, tuli konduktif, tuli sensoneural dan tuli campuran). Pemeriksaan audiometri diawali dengan menempatkan pasien pada ruangan kedap suara, selanjutnya pasien akan mendengarkan bunyi yang dihasilkan oleh audiogram melalui earphone. Pasien harus memberi tanda saat mulai mendengar bunyi dan saat bunyi tersebut menghilang. Cara membaca hasil audiometri adalah dengan melihat grafik yang dihasilkan. Grafik Air Conductor (AC) untuk menunjukan hantaran udara, sedangkan grafik Bone Conductor (BC) untuk melihat hantaran tulang. Telinga kiri ditandai dengan warna biru, sedangkan telinga kanan ditandai dengan warna merah. Derajat ketulian dapat dihitung dengan menggunakan indeks Fletcher, adapun rumus dari indeks Fletcher yaitu: Ambang Dengar (AD) = AD 500 Hz + AD Hz + AD Hz + AD Hz (Soepardi, dkk., 2012). Derajat pendengaran seseorang yang
13 masih berada diantara 0 sampai dengan 25 dba dikatagorikan normal, 26 sampai 40 dba dikatagorikan sebagai penurunan gangguan pendengaran ringan, 41 sampai 55 dba dikatagorikan sebagai penurunan gangguan pendengaran sedang, 56 sampai 70 dba dikatagorikan sebagai tuli sedang berat, 71 sampai 90 dba dikatagorikan sebagai tuli berat dan jika lebih dari 90 dba maka dikatagorikan sebagai tuli sangat berat. Jika dilihat berdasarkan hasil grafik audiogram, seseorang dikatagorikan normal apabila konduksi udara lebih bagus dari konduksi tulang. Hal ini dapat teridentifikasi apabila grafik BC berimpit dengan grafik AC dan AC serta BC sama atau kurang dari 25 dba. Gangguan pendengaran konduktif dapat teridentifikasi jika grafik AC turun lebih dari 25 dba dan BC normal atau kurang dari 25 dba. Kondisi gangguan pendengaran konduktif terjadi jika konduksi tulang lebih baik dari konduksi udara. Kemudian, seseorang dikatakan gangguan pendengaran sensorineural jika konduksi udara lebih baik dari konduksi tulang. Letak grafik pada penderita gangguan sensorineural adalah grafik BC berimpit dengan grafik AC, namun kedua grafik turun lebih dari 25 dba. Sedangkan gangguan pendengaran campuran terjadi jika grafik BC turun lebih dari 25 dba dan AC turun lebih besar dari BC (Soepardi, dkk., 2012). 3. Tes Garputala Pemeriksaan menggunakan garputala atau tes penala merupakan pemeriksaan secara kualitatif. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui jenis gangguan pendengaran. Terdapat berbagai macam tes garputala seperti tes Rinne, tes Weber dan tes Schwabach. a. Tes Rinne
14 Pada saat dilakukannya tes, pasien harus fokus terlebih dahulu setelah pasien fokus maka tindakan selanjutnya adalah menggetarkan garputala. Garputala yang sedang bergetar diletakkan di prosesus mastoid setelah tidak terdengar maka garputala diletakkan di depan telinga kira-kira 2,5 cm. Apabila bunyi garputala masih terdengar maka disebut tes Rinne positif (+) namun apabila bunyi garputala tidak terdengar maka disebut tes Rinne negatif (-). b. Tes Weber Garputala yang bergetar diletakkan pada garis tengah kepala (di vertex, dahi, pangkal hidung, ditengah-tengah gigi seri atau dagu). Apabila bunyi garputala tedengar lebih keras pada salah satu telinga maka disebut lateralisasi kepada telinga yang mendengar bunyi tersebut. Bila pasien tidak dapat membedakan telinga yang mendengar bunyi lebih keras maka disebut Weber tidak ada lateralisasi. c. Tes Schwabach Garputala yang bergetar didekatkan pada prosesus mastoideus sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian garputala dipindahkan pada prosesus mastoideus telinga pemeriksa yang pendengarannya normal. Bila pemeriksa masih dapat mendengar bunyi garputala maka disebut Schwabach memendek. Namun jika pemerika tidak mendengar, pemeriksaan akan diulang dengan cara sebaliknya yakni garputala yang sudah digetarkan diletakkan pada prosesus mostoideus pemeriksa lebih dahulu. Bila pasien masih dapat mendengar bunyi garputala maka disebut Schwabach memanjang namun bila pemeriksa dan pasien samasama mendengar maka disebut Schwabach sama dengan pemeriksa.
15 Adapun hasil pemeriksaan pendengaran dengan menggunakan garputala dapat dilihat pada Tabel 2.3. Tabel 2.3 Hasil Pemeriksaan Menggunakan Garputala Tes Rinne Tes Weber Tes Schwabach Diagnosis Positif Tidak ada lateralisasi Sama dengan pemeriksa Normal Negatif Lateralisasi ke telinga Memanjang Tuli konduktif yang sakit Positif Lateralisasi ke telinga yang sehat Memendek Tuli sensorineural Sumber: Soepardi, Iskandar, Bashiruddin dan Ratna (2012)
Pemeriksaan Pendengaran
Komang Shary K., NPM 1206238633 Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia LTM Pemicu 4 Modul Penginderaan Pemeriksaan Pendengaran Pendahuluan Etiologi penurunan pendengaran dapat ditentukan melalui pemeriksaan
Lebih terperinciAudiometri. dr. H. Yuswandi Affandi, Sp. THT-KL
Audiometri dr. H. Yuswandi Affandi, Sp. THT-KL Definisi Audiogram adalah suatu catatan grafis yang diambil dari hasil tes pendengaran dengan menggunakan alat berupa audiometer, yang berisi grafik batas
Lebih terperinciASKEP GANGGUAN PENDENGARAN PADA LANSIA
ASKEP GANGGUAN PENDENGARAN PADA LANSIA I. PENGERTIAN Berkurangnya Pendengaran adalah penurunan fungsi pendengaran pada salah satu ataupun kedua telinga. Tuli adalah penurunan fungsi pendengaran yang sangat
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Telinga Dan Mekanisme Mendengar Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau
Lebih terperinciTabel 2.1 Tangga Intensitas dari Kebisingan Skala Intensitas Desibels Batas Dengar Tertinggi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisingan Bising umumnya didefinisikan sebagai bunyi yang tidak dikehendaki 3). Bunyi adalah sensasi yang timbul dalam telinga akibat getaran udara
Lebih terperinciVertigo. DR. Dr. Wiratno, Sp.THT-KL (K)
Vertigo DR. Dr. Wiratno, Sp.THT-KL (K) Pendahuluan Vertigo merupakan masalah yang menyebabkan kesulitan bagi dokter maupun pasien Pasien sulit menjelaskan keluhannya (simptom), dokter juga sulit menangkap
Lebih terperinci12/3/2010 YUSA HERWANTO DEPARTEMEN THT-KL FK USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN FISIOLOGI PENDENGARAN
YUSA HERWANTO DEPARTEMEN THT-KL FK USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN FISIOLOGI PENDENGARAN 1 Skala vestibuli, berisi perilimf Helikotrema Skala tympani, berisi perilimf Foramen rotundum bergetar Menggerakkan
Lebih terperinci1. TES BATAS ATAS BATAS BAWAH
TES GARPU TALA Tes garpu tala adalah suatu tes untuk mengevaluasi fungsi pendengaran individu secara kualitatif dengan menggunakan alat berupa seperangkat garpu tala frekuensi rendah sampai tinggi 128
Lebih terperinci(Assessment of The Ear)
Pengkajian Pada Telinga (Assessment of The Ear) RIWAYAT KESEHATAN Keluhan Utama Riwayat Kesehatan Masa Lalu Pola Hidup dan Psikososial Review System 1. Keluhan Utama Kehilangan Pendengaran Nyeri Drainase
Lebih terperinciTujuan Praktikum Menentukan ketajaman penglihatan dan bitnik buta, serta memeriksa buta warna
BAB IV SISTEM INDERA A. PEMERIKSAAN PENGLIHATAN Tujuan Praktikum Menentukan ketajaman penglihatan dan bitnik buta, serta memeriksa buta warna Dasar teori Mata merupakan organ sensorik yang kompleks, yang
Lebih terperinciTes pendengaran rutin untuk diagnosis gangguan pendengaran Rinne, Weber, Schwabah test. Test penala nada tinggi dan nada rendah
TEST PENALA & AUDIOMETRI NADA MURNI Yusa Herwanto Departemen THT-KL FK USU/ Rs.Adam Malik Medan GARPU PENALA (Turning Fork) Tes pendengaran rutin untuk diagnosis gangguan pendengaran Rinne, Weber, Schwabah
Lebih terperinciTelinga. Telinga tersusun atas tiga bagian yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam.
Telinga Telinga adalah alat indra yang memiliki fungsi untuk mendengar suara yang ada di sekitar kita sehingga kita dapat mengetahui / mengidentifikasi apa yang terjadi di sekitar kita tanpa harus melihatnya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. suara dan gelombang tersebut merambat melalui media udara atau penghantar
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebisingan 2.1.1. Definisi Kebisingan Bunyi atau suara didengar sebagai rangsangan pada sel saraf pendengar dalam telinga oleh gelombang longitudinal yang ditimbulkan getaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses pendengaran merupakan salah satu hal yang penting dalam kehidupan manusia yang memungkinkan manusia dapat berkomunikasi satu sama lain. Dalam ilmu kedokteran,
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Telinga 2.1.1 Anatomi telinga luar Telinga luar terdiri dari daun telinga (aurikula), liang telinga (meatus acusticus eksterna) sampai membran timpani bagian lateral.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada telinga oleh getaran-getaran melalui media elastis, dan jika tidak dikehendaki
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebisingan 2.1.1. Bunyi dan Sifatnya Suma mur (1996) menyatakan bahwa bunyi adalah rangsangan-rangsangan pada telinga oleh getaran-getaran melalui media elastis, dan jika tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mesin memiliki kebisingan dengan suara berkekuatan tinggi. Dampak negatif yang ditimbulkannya adalah kebisingan yang berbahaya bagi karyawan. Kondisi ini dapat mengakibatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendengaran terganggu, aktivitas manusia akan terhambat pula. Accident
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Produktivitas manusia sangat ditunjang oleh fungsi pendengaran. Apabila pendengaran terganggu, aktivitas manusia akan terhambat pula. Accident Compensation
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan disektor industri dengan berbagai proses produksi yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan disektor industri dengan berbagai proses produksi yang dilaksanakan menggunakan teknologi modern dapat menimbulkan dampak yang kurang baik bagi lingkungan,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan Bising umumnya didefinisikan sebagai bunyi yang tidak dikehendaki. Bunyi adalah sensasi yang timbul dalam telinga akibat getaran udara atau media lain 5). Apabila
Lebih terperinciGANGGUAN PENDENGARAN DI KAWASAN KEBISINGAN TINGKAT TINGGI (Suatu Kasus pada Anak SDN 7 Tibawa) Andina Bawelle, Herlina Jusuf, Sri Manovita Pateda 1
GANGGUAN PENDENGARAN DI KAWASAN KEBISINGAN TINGKAT TINGGI (Suatu Kasus pada Anak SDN 7 Tibawa) Andina Bawelle, Herlina Jusuf, Sri Manovita Pateda 1 Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Telinga 2.1.1. Telinga Luar Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit.
Lebih terperinciBIOAKUSTIK. Akustik membahas segala hal yang berhubungan dengan bunyi,
BIOAKUSTIK Akustik membahas segala hal yang berhubungan dengan bunyi, Bioakustik membahas bunyi yang berhubungan dengan makhluk hidup, terutama manusia. Bahasan bioakustik: proses pendengaran dan instrumen
Lebih terperinciASKEP GANGGUAN PENDENGARAN PADA LANSIA
ASKEP GANGGUAN PENDENGARAN PADA LANSIA I. PENGERTIAN Berkurangnya Pendengaran adalah penurunan fungsi pendengaran pada salah satu ataupun kedua telinga. Tuli adalah penurunan fungsi pendengaran yang sangat
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Anatomi Organ Pendengaran Telinga adalah organ yang berfungsi dalam pendengaran dan juga keseimbangan tubuh. Telinga dapat dibagi menjadi
Lebih terperinciPERAMBATAN BUNYI MELALUI TULANG TENGKORAK
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM BIOLOGI FUNGSI KEGIATAN 5 PERAMBATAN BUNYI MELALUI TULANG TENGKORAK Disusun oleh: Nama : Atik Kurniawati NIM : 11708251025 Kelompok : 5 PRODI PENDIDIKAN SAINS PROGRAM PASCASARJANA
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Telinga Dalam Telinga dalam berada pada bagian petrosus tulang temporal yang bertanggung jawab pada proses pendengaran dan keseimbangan. Telinga dalam atau labirin
Lebih terperinciANATOMI, FISIOLOGI TELINGA, HIDUNG, TENGGOROKAN
ANATOMI, FISIOLOGI TELINGA, HIDUNG, TENGGOROKAN gelombang suara mencapai membran tympani. Membran tympani bergetar menyebabkan tulang-tulang pendengaran bergetar. FungsiMT: a. Vibrasi: sensitifitasamauntuk
Lebih terperinciKebisingan KEBISINGAN. Dedy Try Yuliando Mahasiswa Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Andalas Padang
KEBISINGAN Dedy Try Yuliando Mahasiswa Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Andalas Padang diartikan sebagai suara yang tidak dikehendaki, misalnya yang merintangi terdengarnya suara-suara,
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan dan keselamatan kerja. Industri besar umumnya menggunakan alat-alat. yang memiliki potensi menimbulkan kebisingan.
1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di Indonesia berkembang semakin pesat khususnya dalam bidang teknologi dan industri. Peningkatan pemanfaatan teknologi dalam dunia industri memberikan
Lebih terperinciasuhan keperawatan Tinnitus
asuhan keperawatan Tinnitus TINNITUS A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. DEFINISI Tinnitus adalah suatu gangguan pendengaran dengan keluhan perasaan mendengar bunyi tanpa rangsangan bunyi dari luar. Keluhannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan sekret yang keluar terus-menerus atau hilang timbul yang terjadi lebih dari 3
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan salah satu penyakit inflamasi kronik telinga tengah yang ditandai dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fisiologi Pendengaran Manusia Proses mendengar diawali dengan gelombang suara yang ditangkap oleh daun telinga yang kemudian melalui udara atau hantaran tulang mencapai membran
Lebih terperinciAUDIOMETRI NADA MURNI
AUDIOMETRI NADA MURNI I. Definisi Audiometri Audiometri berasal dari kata audire dan metrios yang berarti mendengar dan mengukur (uji pendengaran). Audiometri tidak saja dipergunakan untuk mengukur ketajaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. inflamasi kronik telinga tengah yang ditandai dengan perforasi membran timpani
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan salah satu penyakit inflamasi kronik telinga tengah yang ditandai dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari telinga, syaraf-syaraf dan otak. Manusia dapat mendengar dari 20 Hz
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendengaran adalah kemampuan untuk mengenali suara. Dalam manusia dan binatang bertulang belakang, hal ini dilakukan terutama oleh sistem pendengaran yang terdiri dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan dan keselamatan kerja (Novianto, 2010). kondusif bagi keselamatan dan kesehatan kerja (Kurniawidjaja, 2012).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri di Indonesia sekarang ini berlangsung sangat pesat seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Proses industrialisasi masyarakat Indonesia
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. Lanjut Usia 2.. Defenisi lanjut usia Pengertian lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai kemasakan dalam ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran sejalan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. industri untuk senantiasa memperhatikan manusia sebagai human center dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses industrialisasi di suatu negara merupakan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kehidupan global telah mendorong dunia industri untuk senantiasa memperhatikan
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN III.
III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kawasan Industri Kota Tangerang, khususnya di Kecamatan Jatiuwung (Gambar 4) dan dilaksanakan pada Bulan April sampai dengan Mei
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebisingan 2.1.1. Definisi Bunyi Bunyi merupakan sensasi yang timbul di dalam telinga akibat getaran udara atau media lain (WHO, 1993). Namun secara fisika, bunyi adalah getaran
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dapat
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dapat mempermudah segala kegiatan di bidang industri. Penerapan teknologi dapat mempermudah segala kegiatan kerja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di negara-negara industri, bising merupakan masalah utama kesehatan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di negara-negara industri, bising merupakan masalah utama kesehatan kerja. Diperkirakan sekitar sembilan juta pekerja di Amerika mengalami penurunan pendengaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. industrialisasi di Indonesia maka sejak awal disadari tentang kemungkinan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan serta keselamatan kerja merupakan masalah penting dalam setiap proses operasional di tempat kerja. Dengan berkembangnya industrialisasi di Indonesia maka
Lebih terperinciANALISIS FAKTOR RISIKO GANGGUAN PENDENGARAN SENSORINEURAL PADA PEKERJA PT. X SEMARANG
ANALISIS FAKTOR RISIKO GANGGUAN PENDENGARAN SENSORINEURAL PADA PEKERJA PT. X SEMARANG Sinta Marlina, Ari Suwondo, Siswi Jayanti ABSTRAK Gangguan pendengaran sensorineural merupakan gangguan pada sistem
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi lingkungan kerja yang nyaman, aman dan kondusif dapat meningkatkan produktivitas pekerja. Salah satu diantaranya adalah lingkungan kerja yang bebas dari kebisingan.
Lebih terperinci- BUNYI DAN KEBISINGAN -
ERGONOMI - BUNYI DAN KEBISINGAN - Universitas Mercu Buana 2011 Telinga http://id.wikipedia.org/wiki/telinga) TELINGA LUAR TELINGA TENGAH TELINGA DALAM http://v-class.gunadarma.ac.id/mod/resource/view.php?id=2458
Lebih terperinciPendahuluan Meniere s disease atau penyakit Meniere atau dikenali juga dengan hydrops endolimfatik. Penyakit Meniere ditandai dengan episode berulang
MENIERE S DISEASE Pendahuluan Meniere s disease atau penyakit Meniere atau dikenali juga dengan hydrops endolimfatik. Penyakit Meniere ditandai dengan episode berulang dari vertigo yang berlangsung dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Memasuki
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Telinga 2.1.1. Anatomi Telinga Luar Telinga luar terdiri dari aurikula dan kanalis auditorius eksternus dan dipisahkan dari telinga tengah oleh membrana timpani. Aurikula
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menimbulkan bisingan dalam proses produksi. Kebisingan dapat. memicu terjadinya Noise Induced Hearing Loss (NIHL).
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pabrik speaker (pengeras suara) menggunakan mesin yang menimbulkan bisingan dalam proses produksi. Kebisingan dapat membuat pekerja disekitar mesin produksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Telah diketahui bahwa gangguan pendengaran (hearing impairment) atau ketulian (deafness) mempunyai dampak yang merugikan bagi penderita, keluarga, masyarakat maupun
Lebih terperinciGAMBARAN RESIKO GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA SARANA NON MEDIS DI AREA PLANTROOM RUMAH SAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA JAKARTA
GAMBARAN RESIKO GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA SARANA NON MEDIS DI AREA PLANTROOM RUMAH SAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA JAKARTA Nurul Fajaria Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas
Lebih terperinciSENSASI PENDENGARAN Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Umum I yang dibina oleh Ibu Dyah Sulistyorini, M, Psi. Oleh
SENSASI PENDENGARAN Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Umum I yang dibina oleh Ibu Dyah Sulistyorini, M, Psi Oleh Diar Arsyianti ( 406112402734) Universitas Negeri Malang Fakultas Ilmu
Lebih terperinciSistem Saraf Tepi (perifer)
SISTIM SYARAF TEPI Sistem Saraf Tepi (perifer) Sistem saraf tepi berfungsi menghubungkan sistem saraf pusat dengan organ-organ tubuh Berdasarkan arah impuls, saraf tepi terbagi menjadi: - Sistem saraf
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Survei yang dilakukan oleh Multi Center Study (MCS) menunjukkan bahwa
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gangguan pendengaran atau tuli merupakan salah satu masalah yang cukup serius dan banyak terjadi di seluruh negara di dunia. Gangguan pendengaran adalah hilangnya
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bunyi merupakan suatu gelombang berupa getaran dari molekul-molekul zat
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bunyi atau Suara dan Sifatnya Bunyi merupakan suatu gelombang berupa getaran dari molekul-molekul zat yang saling beradu satu dengan yang lain secara terkoordinasi sehingga
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. bunyi. Indera pendengaran merupakan indera yang sangat penting bagi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indera pendengaran merupakan salah satu indera manusia yang berfungsi untuk mengenali berbagai macam bunyi menentukan lokasi sumber bunyi. Indera pendengaran merupakan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Transmigrasi Republik Indonesia No. 13 tahun 2011 tentang Nilai. maupun suara secara fisik sama (Budiono, 2003).
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Kebisingan a. Pengertian Kebisingan Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.Per/718/Menkes/XI/1987 kebisingan adalah terjadinya bunyi yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. meningkat menjadi 464,2 TWh pada tahun 2024 dengan rata-rata pertumbuhan 8,7% per
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsumsi energi listrik setiap tahunnya terus meningkat sejalan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional. Berdasarkan laporan proyeksi kebutuhan listrik PLN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber. Transmigrasi Nomor Per.13/Men/X/2011 Tahun 2011).
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan/atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan
Lebih terperinciStudi Analisis Pengaruh Kebisingan dan Karakteristik Pekerja Terhadap Gangguan Pendengaran Pekerja di Bagian Produksi
Studi Analisis Pengaruh Kebisingan dan Karakteristik Pekerja Terhadap Gangguan Pendengaran Pekerja di Bagian Produksi (Studi Kasus: PT. Industri Kemasan Semen Gresik, Tuban Jawa Timur) Rochana Fathona
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan beban tambahan bagi tenaga kerja.
2.1 Kebisingan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Defenisi Kebisingan Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No 13 tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemampuan mendengar dan berkomunikasi dengan orang lain. Gangguan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telinga adalah organ penginderaan yang berfungsi ganda untuk pendengaran dan keseimbangan dengan anatomi yang kompleks. Indera pendengaran berperan penting dalam
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran (Anizar, mengganggu daripada frekuensi rendah (Soeripto, 2009)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Kebisingan a. Definisi kebisingan Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat reproduksi dan atau alat-alat kerja yang
Lebih terperinciTuli pada Lingkungan Kerja
100 Sains Medika, Vol. 1, No. 1, Januari Juni 2009 Tuli pada Lingkungan Kerja Deaf in the Workplace Rochmat Soemadi 1 ABSTRACT Deaf according to Indro Soetirto and Jenny Bashiruddin is loss of hearing
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pembangunan industri di Indonesia telah mengalami
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pembangunan industri di Indonesia telah mengalami kemajuan yang sangat pesat. Hal ini dapat dilihat dengan semakin banyak industri yang berdiri di Indonesia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perkembangan teknologi yang semakin meningkat mendorong Indonesia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan teknologi yang semakin meningkat mendorong Indonesia mencapai tahap industrialisasi, yaitu adanya berbagai macam industri yang ditunjang dengan
Lebih terperinciPentingnya Menjaga Kesehatan Telinga KAMI BEKERJA UNTUK BANGSA INDONESIA YANG LEBIH SEHAT
Pentingnya Menjaga Kesehatan Telinga KAMI BEKERJA UNTUK BANGSA INDONESIA YANG LEBIH SEHAT Hari Kesehatan Telinga & Pendengaran Sedunia 03 Maret 2018 i Indonesia sejak tahun 2010, Dtelah mencanangkan tanggal
Lebih terperinciKesehatan Lingkungan Kerja By : Signage16
Kesehatan Lingkungan Kerja By : Signage16 Adanya Ancaman zat zat dan kondisi lingkungan yang berbahaya perlu mendapatkan perhatian khusus untuk melindungi dan mencegah pekerja dari dampak buruk yang dapat
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan mist blower merek Yanmar tipe MK 15-B. Sistem yang digunakan pada alat tersebut didasarkan oleh hembusan aliran udara berkecepatan tinggi. Oleh karena
Lebih terperinciTINGKAT KEBISINGAN PETUGAS GROUND HANDLING DI BANDARA NGURAH RAI BALI
63 TINGKAT KEBISINGAN PETUGAS GROUND HANDLING DI BANDARA NGURAH RAI BALI Nyoman Surayasa 1), I Made Tapayasa 2), I Wayan Putrayadnya 3) 1) Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Warmadewa
Lebih terperinciANALISIS KEBISINGAN PADA KAWASAN COMPRESSOR HOUSE UREA-1 PT. PUPUK ISKANDAR MUDA, KRUENG GEUKUEH ACEH UTARA
ANALISIS KEBISINGAN PADA KAWASAN COMPRESSOR HOUSE UREA-1 PT. PUPUK ISKANDAR MUDA, KRUENG GEUKUEH ACEH UTARA Sabri 1* dan Suparno 2 1 Jurusan Teknik Mesin, Universitas Syiah Kuala Jl. Tgk Syech Abdurrauf
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN. A. Karakteristik Responden. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui karakteristik subjek. penelitian tenaga kerja meliputi :
BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui karakteristik subjek penelitian tenaga kerja meliputi : 1. Umur Umur merupakan salah satu faktor yang juga memiliki
Lebih terperinciAUDIOLOGI. dr. Harry A. Asroel, Sp.THT-KL BAGIAN THT KL FK USU MEDAN 2009
AUDIOLOGI dr. Harry A. Asroel, Sp.THT-KL BAGIAN THT KL FK USU MEDAN 2009 Definisi : Ilmu yang mempelajari pendengaran MENDENGAR diperlukan 1.Rangsang yg Adekuat bunyi 2.Alat penerima rangsang telinga BUNYI
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. bisa ditanggulangi secara baik sehingga dapat menjadi ancaman serius bagi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bising industri sudah lama merupakan masalah yang sampai sekarang belum bisa ditanggulangi secara baik sehingga dapat menjadi ancaman serius bagi pendengaran para
Lebih terperinciADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. dilahirkan (perinatal) dan sesudah lahir (postnatal) (Suhardiyana, 2010).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Telinga adalah organ pengindraan dengan fungsi ganda dan kompleks yaitu fungsi pendengaran dan fungsi keseimbangan (Hermanto, 2010). Rentang frekuensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 2007). Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan gangguan fisiologis,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Badan kesehatan dunia (WHO) melaporkan, tahun 1988 terdapat 8-12% penduduk dunia menderita dampak kebisingan dalam berbagai bentuk (Nanny, 2007). Bising dengan intensitas
Lebih terperinciMembahas bio-akustik berarti berusaha mengurai keterkaitan antara bunyi. gelombang bunyi, getaran dan sumber bunyi dengan kesehatan.
_Bio Akustik_01 Membahas bio-akustik berarti berusaha mengurai keterkaitan antara bunyi gelombang bunyi, getaran dan sumber bunyi dengan kesehatan. Apa sih yang dimaksud gelombang itu? dan apa hubungannya
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian merupakan tahap yang harus dibuat sebelum melakukan penelitian, karena pada bab ini akan membahas dan menjelaskan tentang langkah-langkah yang akan di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Semua suara yang tidak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk meningkatkan produktivitas perusahaan pemerintah telah mengambil kebijakan khususnya tentang kesehatan dan keselamatan kerja. Selain bermanfaat untuk perusahaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan pemeriksaan audiometri nada murni (Hall dan Lewis, 2003; Zhang, 2013).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi adalah suatu kebutuhan yang mendasar bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat. Ketulian dapat menimbulkan gangguan dalam berkomunikasi saat bersosialisasi.
Lebih terperinciKONDISI LINGKUNGAN KERJA YANG MEMPENGARUHI KEGIATAN MANUSIA
KONDISI LINGKUNGAN KERJA YANG MEMPENGARUHI KEGIATAN MANUSIA 1. Temperatur Tubuh manusia bisa menyesuaikan diri karena kemampuannya utk melakukan proses konveksi, radiasi dan penguapan jika terjadi kekurangan
Lebih terperinciLingkungan Kerja. Dosen Pengampu : Ratih Setyaningrum,MT.
Lingkungan Kerja Dosen Pengampu : Ratih Setyaningrum,MT. Definisi Kebisingan Adalah bunyi yang tidak menyenangkan, bunyi yg menggangu. Pengukuran : - Sound level meter - Mikrofon - Sound Analyzer ALAT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otitis media supuratif kronis (OMSK) merupakan peradangan dan infeksi kronis pada telinga tengah dan rongga mastoid yang ditandai dengan adanya sekret yang keluar terus
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
28 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian dan Waktu Pelaksanaan Lokasi penelitian dilaksanakan di sekitar kawasan PLTD Telaga Kota Gorontalo dan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat. Waktu penelitian
Lebih terperinci1. Sklera Berfungsi untuk mempertahankan mata agar tetap lembab. 2. Kornea (selaput bening) Pada bagian depan sklera terdapat selaput yang transparan
PANCA INDERA Pengelihatan 1. Sklera Berfungsi untuk mempertahankan mata agar tetap lembab. 2. Kornea (selaput bening) Pada bagian depan sklera terdapat selaput yang transparan (tembus cahaya) yang disebut
Lebih terperinciTIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #9 Genap 2014/2015. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan
Materi #9 Definisi 2 Noise (bising) adalah bunyi yang tidak dikehendaki, suatu gejala lingkungan (environmental phenomenon) yang mempengaruhi manusia sejak dalam kandungan dan sepanjang hidupnya. Bising
Lebih terperinciseperti transportasi darat, laut dan udara. Manusia sebagai makluk yang kompleks Bandar Udara Djalaludin Gorontalo merupakan satu-satunya bandara yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi telah membawa kemajuan pada bidang transportasi seperti transportasi darat, laut dan udara. Manusia sebagai makluk yang kompleks membutuhkan sarana
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. kerja telinga, akan sangat membantu memahami masalah gangguan pendengaran.
8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1. Derajat Gangguan Pendengaran 2.1.1.1. Anatomi Telinga Ridley (2008 : 192) menjelaskan bahwa telinga adalah organ halus yang mampu mendeteksi tentang
Lebih terperinciJurnal Keperawatan, Volume X, No. 2, Oktober 2014 ISSN ANALISIS KARAKTERISTIK PEKERJA DENGAN GANGGUAN KETULIAN PEKERJA PABRIK KELAPA SAWIT
PENELITIAN ANALISIS KARAKTERISTIK PEKERJA DENGAN GANGGUAN KETULIAN PEKERJA PABRIK KELAPA SAWIT Merah Bangsawan*, Holidy Ilyas* Hasil survey di pabrik es di Jakarta menunjukkan terdapat gangguan pendengaran
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebisingan 2.1.1. Definisi Secara umum bising adalah bunyi yang tidak diinginkan, secara audiologi bising adalah campuran bunyi nada murni dengan berbagai frekuensi, secara
Lebih terperinciABSTRAK. Kata Kunci: Gangguan Pendengaran, Audiometri
ABSTRAK Gangguan pendengaran merupakan ketidakmampuan secara parsial atau total untuk mendengarkan suara pada salah satu atau kedua telinga. Deteksi dini berupa pemeriksaan audiometri banyak digunakan
Lebih terperinciKebisingan Kereta Api dan Kesehatan
Kebisingan Kereta Api dan Kesehatan Salah satu jenis transportasi darat yang cukup diminati oleh masyarakat adalah kereta api. Perkeretaapian tidak saja memberi dampak yang positif bagi masyarakat sekitarnya,
Lebih terperinciUNIVERSITAS INDONESIA HUBUNGAN TINGKAT KEBISINGAN DI LINGKUNGAN KERJA DENGAN KEJADIAN GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA DI PT X 2012 SKRIPSI
UNIVERSITAS INDONESIA HUBUNGAN TINGKAT KEBISINGAN DI LINGKUNGAN KERJA DENGAN KEJADIAN GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA DI PT X 2012 SKRIPSI INDAH KUSUMAWATI 0806336305 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM
Lebih terperinciStruktur dan Mekanisme Pendengaran Pada Manusia
Struktur dan Mekanisme Pendengaran Pada Manusia Lodowina Eresyen Rumaratu Nim : 102011092 Email : dewirumaratu@yahoo.co.id Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Pendahuluan Manusia
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gangguan pendengaran merupakan masalah utama pada pekerja-pekerja yang bekerja di tempat yang terpapar bising, misalnya pekerja di kawasan industri antara lain pertambangan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. guna tenaga kerja dengan mengusahakan pekerjaan dan lingkungan kerja yang lebih
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan kesehatan kerja adalah berusaha meningkatkan daya guna dan hasil guna tenaga kerja dengan mengusahakan pekerjaan dan lingkungan kerja yang lebih serasi dan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rokok Pengetahuan tentang merokok yang perlu diketahui antara lain meliputi definisi merokok, racun yang terkandung dalam rokok dan penyakit yang dapat ditimbulkan oleh rokok.
Lebih terperinciDefinisi Bell s palsy
Definisi Bell s palsy Bell s palsy adalah penyakit yang menyerang syaraf otak yg ketujuh (nervus fasialis) sehingga penderita tidak dapat mengontrol otot-otot wajah di sisi yg terkena. Penderita yang terkena
Lebih terperinci