BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fisiologi Pendengaran Manusia Telinga merupakan alat indera yang memiliki fungsi untuk mendengar suara yang berada di sekitar manusia dan sebagai alat keseimbangan (Soetirtio, 1990). Telinga tersusun atas telinga bagian luar, telinga bagian tengah dan telinga bagian dalam (Adams, dkk., 1997). Proses mendengar diawali dengan getaran suara yang ditangkap oleh daun telinga dan mengenai membran timpani sehingga membran timpani bergetar. Getaran tersebut diteruskan ke telinga tengah melalui tulang-tulang pendengaran dan akan melalui membrane reissner yang mendorong endolimfa sehingga menimbulkan gerak antara membran basilaris dan membran tektoria. Gerakan yang dihasilkan oleh membran basilaris dan membran tektoria mengakibatkan rangsangan pada organ korti yang bersambungan dengan ujung saraf pendengaran. Impuls kemudian dibawa ke pusat sensorik pendengaran melalui saraf pusat yang ada di lobus temporalis dan dipersepsikan sebagai bunyi tertentu (Nusyirawan, 2008). 2.2 Gangguan Pendengaran Definisi gangguan pendengaran Gangguan pendengaran terjadi karena peningkatan ambang dengar dari batas nilai normal (0 25 dba) pada salah satu telinga ataupun keduanya (Soepardi, dkk., 2012). 1

2 Telinga manusia hanya mampu menangkap suara yang ukuran intensitasnya 85 dba (batas aman) dan dengan frekuensi suara berkisar antara 20 sampai dengan Hz (Chandra, 2007). Batas intensitas suara tertinggi adalah 140 dba dimana jika seseorang mendengarkan suara dengan intensitas tersebut maka akan timbul perasaan sakit pada alat pendengaran dan memicu seseorang terkena gangguan pendengaran atau peningkatan ambang dengar (Utamiati, 2012). Menurut Soepardi, dkk., (2012), seseorang dikatakan memiliki pendengaran yang normal apabila mampu mendengar suara dengan intensitas 25 dba sedangkan seseorang yang mengalami peningkatan ambang pendengaran atau derajat ketulian akan dibagi menjadi tuli ringan, tuli sedang, tuli sedang berat, tuli berat dan tuli sangat berat (Tabel 2.1). Tabel 2.1 Klasifikasi Derajat Peningkatan Ambang Pendengaran Klasifikasi Ambang Pendengaran Normal 0 25 dba Tuli ringan dba Tuli sedang dba Tuli sedang berat dba Tuli berat dba Tuli sangat berat lebih dari 90 dba Sumber: Soepardi, Iskandar, Bashiruddin dan Ratna (2012) Jenis-jenis gangguan pendengaran Terdapat tiga jenis gangguan pendengaran (Soepardi, dkk., 2012) yakni: 1. Tuli konduktif Pada gangguan jenis tuli konduktif terdapat gangguan hantaran suara yang disebabkan oleh kelainan/penyakit di telinga luar atau di telinga tengah. Gangguan pendengaran konduktif biasanya pada tingkat ringan atau menengah

3 dan bersifat sementara. Gangguan pendengaran konduktif dapat diatasi dengan alat bantu dengar atau implan telinga tengah. 2. Tuli sensorineural Gangguan jenis tuli sensorineural disebabkan oleh kerusakan sel rambut pada organ korti yang terjadi akibat suara yang keras, infeksi virus, meningitis, dan proses menua. Gangguan pendengaran sensorineural biasanya pada tingkat ringan hingga berat dan bersifat permanen. Pada tingkat ringan dapat diatasi dengan alat bantu dengar atau implan telinga tengah. Sedangkan implan rumah siput seringkali merupakan solusi atas gangguan pendengaran berat atau parah. 3. Tuli campuran Tuli campuran merupakan kombinasi dari tuli konduktif serta tuli sensorineural dan kedua gangguan tersebut bisa terjadi bersama-sama seperti contoh radang telinga tengah dengan komplikasi ke telinga dalam atau merupakan dua penyakit yang berlainan, misalnya tumor nervus VIII (sensorineural) dengan radang telinga tengah (konduktif). 2.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Daya Dengar Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi daya dengar menurut Kusumawati (2012) adalah sebagai berikut: 1. Kebisingan Menurut Kementrian Lingkungan Hidup (1996), kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari suatu kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat

4 menimbulkan gangguan kesehatan manusia khususnya gangguan pendengaran dan kenyamanan lingkungan. Gangguan pendengaran yang diakibatkan oleh kebisingan berkaitan erat dengan masa kerja dan intensitas kerja. Jika dilihat berdasarkan masa kerja, pekerja yang pernah/sedang bekerja di lingkungan bising selama lima tahun atau lebih maka berisiko terkena penyakit gangguan pendengaran dan jika dilihat berdasarkan intensitas kerja, pekerja akan berisiko terkena penyakit gangguan pendengaran bila bekerja lebih dari 8 jam/hari dengan intensitas bising yang melebihi 85 dba (Kusumawati, 2012). Pada Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP.51/MEN/1999 tentang nilai ambang batas faktor fisika di tempat kerja dijelaskan bahwa seseorang tidak boleh terpajan bising lebih dari 140 dba walaupun sesaat atau dengan tingkat kebisingan 85 dba selama lebih dari 8 jam kerja (Tabel 2.2) Penelitian yang dilakukan pada pabrik baja di Desa Janti Sidoarjo menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara tingkat kebisingan dengan kejadian kehilangan pendengaran (Harmadji dan Heri, 2004). Hal yang sama juga ditemukan pada penelitian di pabrik semi konduktor Taiwan dimana pekerja yang terpapar bising 85 dba selama 8 jam dan 12 jam mengalami gangguan pendengaran (Chou, 2009). Tabel 2.2 Nilai Ambang Batas Kebisingan Waktu Pemajanan Intensitas Kebisingan dalam dba 24 Jam

5 30 Menit Detik Catatan : Tidak boleh lebih dari 140 dba walaupun Seaat. Sumber: Kepmenaker No. 51 Tahun 1999 Jenis-jenis kebisingan menurut Suma mur (2009) adalah sebagai berikut: a. Kebisingan kontinyu Kebisingan kontinyu adalah kebisingan yang datangnya secara terus menerus dalam jangka waktu yang cukup lama. Kebisingan kontinyu dikelompokkan menjadi dua yakni kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas seperti kipas angin dan air conditioner serta kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi sempit seperti gergaji sirkuler. b. Kebisingan impulsif Kebisingan impulsif adalah kebisingan yang karena adanya bunyi yang menyentak seperti tembakan meriam dan ledakan.

6 c. Kebisingan impulsif berulang Kebisingan ini hampir sama dengan kebisingan impulsif, hanya saja bising ini terjadi berulang-ulang. Contoh kebisingan impulsif berulang adalah kebisingan yang bersumber dari mesin tempa di perusahaan. d. Kebisingan terputus-putus Kebisingan terputus-putus adalah kebisingan yang berlangsung secara berkala seperti suara lalu lintas kendaraan dan pesawat terbang. Pesawat merupakan sumber kebisingan terbesar yang berada di area bandara. Kebisingan yang ditimbulkan oleh pesawat berasal dari mesin pesawat terutama pada pergerakan fan dan compressor dimana kebisingan yang tinggi terjadi pada saat pesawat akan terbang lepas landas atau takeoff (Kandou dan Mulyono, 2014). Pada penelitian kajian kebisingan di Bandara Ahmad Yani Semarang yang dilakukan oleh Chaeran (2008) menyatakan bahwa tingkat kebisingan di saat pesawat terbang akan take off lebih tinggi dari pada pesawat pesawat terbang menuju apron (landing). Instrumen yang dapat digunakan dalam pengukuran kebisingan antara lain: a. Sound level meter Sound level meter digunakan untuk mengetahui intensitas kebisingan di tempat kerja yang terdiri dari mikrofon, amplifier, dan sirkuit attenuator, alat inidapat mengukur kebisingan antara dba dan dari frekuensi Hz (Utami, 2010). Terdapat dua metode pengukuran tingkat kebisingan dengan menggunakan instrumen sound level meter yaitu dengan cara sederhana dan cara langsung (MENLH, 1996). Metode pengukuran dengan cara sederhana adalah mengukur tingkat tekanan bunyi selama 10 menit untuk tiap titik pengukuran dan pembacaan

7 dilakukan setiap lima detik. Metode pengukuran dengan cara langsung adalah dengan melakukan pengukuran selama 24 jam dengan cara pada siang hari selama 16 jam dan malam hari selama 8 jam pada tiap titik pengukuran.setiap pengukuran harus dapat mewakili selang waktu tertentu dengan menetapkan paling sedikit 4 waktu pengukuran pada siang hari dan pada malam hari paling sedikit 3 waktu pengukuran. Terdapat tiga cara dalam menentukan titik pengukuran yakni dengan titik sampling, pembuatan peta kontur dan pengukuran dengan grid. Pengukuran dengan titik sampling dilakukan bila kebisingan diduga melebih ambang batas hanya pada satu atau beberapa lokasi saja. Pengukuran dengan peta kontur dilakukan dengan membuat gambar isoplet pada kertas berkala dan kode pewarnaan untuk menggambarkan keadaan kebisingan. Warna hijau untuk kebisingan dibawah 85 dba, warna orange untuk kebisingan diatas 90 dba dan warna kuning untuk kebisingan dengan intensitas antara 85 sampai 90 dba. Pengukuran dengan grid adalah dengan membuat contoh data kebisingan pada lokasi yang diinginkan dimana titik-titik pengukuran tersebut harus dibuat dengan jarak interval yang sama di seluruh lokasi misalnya lokasi pengukuran dibagi menjadi beberapa kotak dengan ukuran dan jarak yang sama yakni 10 x 10 meter. b. Noise dosimeter Noise dosimeter adalah alat untuk mengukur dan menyimpan level kebisingan selama waktu pajanan dan digunakan untuk personal monitoring. Dosimeter mengukur jumlah bunyi yang didengar pekerja selama shiftnya yakni 8 jam, 10 jam,

8 12 jam atau berapapun lamanya. Dosimeter dipasang pada sabuk pinggang dan sebuah microphone kecil dipasang di dekat telinga. Pekerja yang bekerja di lingkungan bising dapat menggunakan alat pelindung telinga untuk mencegah terkena gangguan pendengaran. Pemilihan alat pelindung telinga disesuaikan dengan tingkat kebisingan yang ada di lingkungan kerja. Terdapat berbagai jenis alat pelindung telinga yakni sumbat telinga (ear plugs) yang dapat mengurangi bising hingga 30 dba, tutup telinga (ear muffs) yang dipergunakan untuk mengurangi bising 40 dba sampai 50 dba dan enclosure dipergunakan untuk mengurangi bising maksimum 35 dba. Alasan ketika pekerja tidak menggunakan alat pelindung telinga padahal mereka mengetahui bahaya kebisingan yang ada di sekitar mereka dikarenakan adanya rasa ketidaknyamanan, kurang kepedulian terhadap keselamatan, desain alat pelindung telinga yang mengganggu proses kerja dan kurangnya pengetahuan terhadap NIHL (Bogoch, 2005). Selain menggunakan alat pelindung telinga, pengendalian kebisingan di tempat kerja juga dapat berupa pengendalian secara teknis dan administratif (Babba, 2007). Pengendalian secara teknis dapat dilakukan pada sumber bising, media yang dilalui bising serta jarak sumber bising terhadap pekerja. Terdapat beberapa cara yang bisa dilakukan pada pengendalian teknis yakni dengan mengganti peralatan yang lama dengan peralatan baru, melumasi semua bagian yang bergerak, mengisolasi peralatan yang menjadi sumber kebisingan, memberikan bantalan karet pada peralatan untuk mengurangi getaran yang ditimbulkan dan menambah sekat dengan menggunakan bahan yang dapat menyerap bising. Pengendalian administratif meliputi rotasi jam kerja pada

9 pekerja yang terpapar kebisingan dengan intensitas tinggi ke tempat yang memiliki intensitas kebisingan yang lebih rendah. 2. Umur Gangguan pendengaran akibat bertambahnya umur disebabkan oleh perubahan patologi pada organ auditori (Kusumawati, 2012). Perubahan patologi yang terjadi antara lain pada telinga luar dengan perubahan yang paling jelas berupa berkurangnya elastisitas jaringan daun telinga dan liang telinga. Perubahan lainnya adalah adanya penyusutan jaringan lemak yang memiliki fungsi sebagai bantalan pada telinga. Penyusutan jaringan lemak tersebut menyebabkan kulit daun telinga dan liang telinga menjadi kering dan mudah mengalami trauma. Pada bagian membran timpani, tulang pendengaran serta otot-otot di bagian telinga tengah juga mengalami perubahan yakni adanya penipisan dan kekakuan pada membran timpani. Persendian yang berada di antara tulang-tulang pendengaran juga mengalami artritis sendi, hal tersebut terjadi karena adanya degenerasi serabut otot pendengaran. Selain telinga bagian luar dan telinga bagian tengah, telinga bagian dalam juga mengalami perubahan patologi. Bagian yang paling rentan mengalami perubahan adalah koklea. Proses degenerasi terjadi pada bagian sel rambut luar di bagian basal koklea. Koklea atau yang sering disebut dengan rumah siput berfungsi untuk mengubah bunyi dari getaran menjadi sinyal. Sinyal tersebut akan dikirimkan ke otak melalui saraf auditori. Proses tersebut dilakukan oleh sel rambut yang berada di dalam koklea. Jika rambut-rambut tersebut tidak berfungsi dengan baik maka seseorang akan mengalami ketulian (Adams, dkk., 1997). 3. Penggunaan obat-obatan yang bersifat ototoksik

10 Mengkonsumsi obat-obatan yang memiliki sifat ototoksik seperti antibiotik aminoglikosid selama 14 hari baik diminum ataupun melalui suntikan akan dapat menyebabkan terjadinya gangguan pendengaran (Kusumawati, 2012). Ototoksik adalah gangguan pendengaran yang terjadi akibat efek samping dari konsumsi obatobatan. Beratnya gangguan pendengaran yang terjadi sebanding dengan lama pemakaian, jenis obat dan jumlah obat yang diberikan serta kondisi ginjal. Gangguan pendengaran yang disebabkan oleh penggunaan obat yang bersifat ototoksik tidak dapat diobati maka sangat penting dilakukan proses pencegahan ataupun penanggulangan seperti menghentikan konsumsi obat yang bersifat ototoksik dan melakukan rehabilitasi dengan menggunakan alat bantu dengar. 4. Riwayat infeksi telinga Otitis media (OA) merupakan peradangan telinga tengah yang disebabkan oleh virus ataupun bakteri. Otitis media merupakan suatu infeksi yang memicu terjadinya peradangan dan penumpukan cairan pada telingag tengah. Bakteri yang dapat menyebabkan otitis media adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae dan Moraxella cattarhalis. Sedangkan virus yang dapat menyebabkan otitis media adalah Respiratory syncytial virus, Influenza virus, Rhinovirus dan Adenovirus. Telinga yang terinfeksi bakteri atau virus dapat memicu timbulnya tinnitus. Tinnitus adalah suara yang berdengung di satu atau pada kedua telinga. Tinnitus dapat timbul pada telinga bagian luar, telinga bagian tengah, atau telinga bagian dalam. 5. Kebiasaan merokok

11 Kebiasaan merokok adalah kebiasaan membakar tembakau kemudian menghisap asapnya baik menggunakan rokok ataupun melalui pipa (Fawzani, dkk., 2005). Kebiasaan merokok merupakan salah satu penyebab terkena penyakit gangguan pendengaran (Kusumawati, 2012). Kandungan pada rokok yang menjadi penyebab terjadinya gangguan pendengaran adalah zat nikotin. Zat nikotin merupakan zat yang bersifat ototoksik. Karbonmonoksida yang terkandung dalam rokok juga mempunyai dampak menimbulkan penyakit gangguan pendengaran. Kandungan karbonmonoksida pada rokok menyebabkan iskemia melalui produksi karboksi-hemoglobin (ikatan antara CO dan hemogoblin), dengan terbentuknya ikatan tersebut maka menyebabkan hemoglobin tidak efisien dalam mengikat oksigen. Suplai oksigen ke organ korti di koklea menjadi terganggu dan menimbulkan efek iskemia. Seorang perokok yang mengkonsumsi rokok kurang dari 10 batang rokok/hari disebut sebagai perokok ringan. Perokok sedang adalah seseorang yang mengkonsumsi rokok antara 10 sampai dengan 20 batang per hari sedangkan perokok berat adalah seseorang yang mengkonsumsi rokok lebih dari 20 batang per hari (Bustan, 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Baktiansyah (2004) tentang hubungan merokok dengan gangguan pendengaran di kalangan pekerja pria PT-X menyatakan bahwa perokok dengan klasifikasi perokok sedang dan perokok berat memiliki risiko 5,4 kali lebih besar terkena gangguan pendengaran dibandingkan dengan perokok ringan. 2.4 Tes Pendengaran Untuk mengetahui seseorang mengalami gangguan pendengaran maka perlu dilakukan tes pendengaran dengan menggunakan tes berbisik, tes garputala atau audiometri. 1. Tes Berbisik

12 Pemeriksaan ini bersifat semi kuantitatif yakni menentukan derajat ketulian secara kasar dengan hasil tes berupa jarak pendengaran (jarak antara pemeriksa dengan pasien). Hal yang perlu diperhatikan dalam tes berbisik ini adalah ruangan yang cukup tenang dengan panjang minimal 6 meter (Soepardi, dkk., 2012). Seseorang yang mampu mendengar dengan jarak 6 sampai dengan 8 meter dikatagorikan normal, kurang dari 6 sampai dengan empat meter dikatagorikan tuli ringan, kurang dari empat sampai dengan satu meter dikatagorikan tuli sedang, kurang dari satu meter sampai dengan 25 cm dikatagorikan tuli berat dan kurang dari 25 cm dikatagorikan sebagai tuli total. 2. Tes Audiometri Pemeriksaan audiometri bertujuan untuk mengetahui derajat ketulian secara kuantitatif dan mengetahui keadaan fungsi pendengaran secara kualitatif (pendengaran normal, tuli konduktif, tuli sensoneural dan tuli campuran). Pemeriksaan audiometri diawali dengan menempatkan pasien pada ruangan kedap suara, selanjutnya pasien akan mendengarkan bunyi yang dihasilkan oleh audiogram melalui earphone. Pasien harus memberi tanda saat mulai mendengar bunyi dan saat bunyi tersebut menghilang. Cara membaca hasil audiometri adalah dengan melihat grafik yang dihasilkan. Grafik Air Conductor (AC) untuk menunjukan hantaran udara, sedangkan grafik Bone Conductor (BC) untuk melihat hantaran tulang. Telinga kiri ditandai dengan warna biru, sedangkan telinga kanan ditandai dengan warna merah. Derajat ketulian dapat dihitung dengan menggunakan indeks Fletcher, adapun rumus dari indeks Fletcher yaitu: Ambang Dengar (AD) = AD 500 Hz + AD Hz + AD Hz + AD Hz (Soepardi, dkk., 2012). Derajat pendengaran seseorang yang

13 masih berada diantara 0 sampai dengan 25 dba dikatagorikan normal, 26 sampai 40 dba dikatagorikan sebagai penurunan gangguan pendengaran ringan, 41 sampai 55 dba dikatagorikan sebagai penurunan gangguan pendengaran sedang, 56 sampai 70 dba dikatagorikan sebagai tuli sedang berat, 71 sampai 90 dba dikatagorikan sebagai tuli berat dan jika lebih dari 90 dba maka dikatagorikan sebagai tuli sangat berat. Jika dilihat berdasarkan hasil grafik audiogram, seseorang dikatagorikan normal apabila konduksi udara lebih bagus dari konduksi tulang. Hal ini dapat teridentifikasi apabila grafik BC berimpit dengan grafik AC dan AC serta BC sama atau kurang dari 25 dba. Gangguan pendengaran konduktif dapat teridentifikasi jika grafik AC turun lebih dari 25 dba dan BC normal atau kurang dari 25 dba. Kondisi gangguan pendengaran konduktif terjadi jika konduksi tulang lebih baik dari konduksi udara. Kemudian, seseorang dikatakan gangguan pendengaran sensorineural jika konduksi udara lebih baik dari konduksi tulang. Letak grafik pada penderita gangguan sensorineural adalah grafik BC berimpit dengan grafik AC, namun kedua grafik turun lebih dari 25 dba. Sedangkan gangguan pendengaran campuran terjadi jika grafik BC turun lebih dari 25 dba dan AC turun lebih besar dari BC (Soepardi, dkk., 2012). 3. Tes Garputala Pemeriksaan menggunakan garputala atau tes penala merupakan pemeriksaan secara kualitatif. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui jenis gangguan pendengaran. Terdapat berbagai macam tes garputala seperti tes Rinne, tes Weber dan tes Schwabach. a. Tes Rinne

14 Pada saat dilakukannya tes, pasien harus fokus terlebih dahulu setelah pasien fokus maka tindakan selanjutnya adalah menggetarkan garputala. Garputala yang sedang bergetar diletakkan di prosesus mastoid setelah tidak terdengar maka garputala diletakkan di depan telinga kira-kira 2,5 cm. Apabila bunyi garputala masih terdengar maka disebut tes Rinne positif (+) namun apabila bunyi garputala tidak terdengar maka disebut tes Rinne negatif (-). b. Tes Weber Garputala yang bergetar diletakkan pada garis tengah kepala (di vertex, dahi, pangkal hidung, ditengah-tengah gigi seri atau dagu). Apabila bunyi garputala tedengar lebih keras pada salah satu telinga maka disebut lateralisasi kepada telinga yang mendengar bunyi tersebut. Bila pasien tidak dapat membedakan telinga yang mendengar bunyi lebih keras maka disebut Weber tidak ada lateralisasi. c. Tes Schwabach Garputala yang bergetar didekatkan pada prosesus mastoideus sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian garputala dipindahkan pada prosesus mastoideus telinga pemeriksa yang pendengarannya normal. Bila pemeriksa masih dapat mendengar bunyi garputala maka disebut Schwabach memendek. Namun jika pemerika tidak mendengar, pemeriksaan akan diulang dengan cara sebaliknya yakni garputala yang sudah digetarkan diletakkan pada prosesus mostoideus pemeriksa lebih dahulu. Bila pasien masih dapat mendengar bunyi garputala maka disebut Schwabach memanjang namun bila pemeriksa dan pasien samasama mendengar maka disebut Schwabach sama dengan pemeriksa.

15 Adapun hasil pemeriksaan pendengaran dengan menggunakan garputala dapat dilihat pada Tabel 2.3. Tabel 2.3 Hasil Pemeriksaan Menggunakan Garputala Tes Rinne Tes Weber Tes Schwabach Diagnosis Positif Tidak ada lateralisasi Sama dengan pemeriksa Normal Negatif Lateralisasi ke telinga Memanjang Tuli konduktif yang sakit Positif Lateralisasi ke telinga yang sehat Memendek Tuli sensorineural Sumber: Soepardi, Iskandar, Bashiruddin dan Ratna (2012)

Pemeriksaan Pendengaran

Pemeriksaan Pendengaran Komang Shary K., NPM 1206238633 Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia LTM Pemicu 4 Modul Penginderaan Pemeriksaan Pendengaran Pendahuluan Etiologi penurunan pendengaran dapat ditentukan melalui pemeriksaan

Lebih terperinci

Audiometri. dr. H. Yuswandi Affandi, Sp. THT-KL

Audiometri. dr. H. Yuswandi Affandi, Sp. THT-KL Audiometri dr. H. Yuswandi Affandi, Sp. THT-KL Definisi Audiogram adalah suatu catatan grafis yang diambil dari hasil tes pendengaran dengan menggunakan alat berupa audiometer, yang berisi grafik batas

Lebih terperinci

ASKEP GANGGUAN PENDENGARAN PADA LANSIA

ASKEP GANGGUAN PENDENGARAN PADA LANSIA ASKEP GANGGUAN PENDENGARAN PADA LANSIA I. PENGERTIAN Berkurangnya Pendengaran adalah penurunan fungsi pendengaran pada salah satu ataupun kedua telinga. Tuli adalah penurunan fungsi pendengaran yang sangat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Telinga Dan Mekanisme Mendengar Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau

Lebih terperinci

Tabel 2.1 Tangga Intensitas dari Kebisingan Skala Intensitas Desibels Batas Dengar Tertinggi

Tabel 2.1 Tangga Intensitas dari Kebisingan Skala Intensitas Desibels Batas Dengar Tertinggi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisingan Bising umumnya didefinisikan sebagai bunyi yang tidak dikehendaki 3). Bunyi adalah sensasi yang timbul dalam telinga akibat getaran udara

Lebih terperinci

Vertigo. DR. Dr. Wiratno, Sp.THT-KL (K)

Vertigo. DR. Dr. Wiratno, Sp.THT-KL (K) Vertigo DR. Dr. Wiratno, Sp.THT-KL (K) Pendahuluan Vertigo merupakan masalah yang menyebabkan kesulitan bagi dokter maupun pasien Pasien sulit menjelaskan keluhannya (simptom), dokter juga sulit menangkap

Lebih terperinci

12/3/2010 YUSA HERWANTO DEPARTEMEN THT-KL FK USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN FISIOLOGI PENDENGARAN

12/3/2010 YUSA HERWANTO DEPARTEMEN THT-KL FK USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN FISIOLOGI PENDENGARAN YUSA HERWANTO DEPARTEMEN THT-KL FK USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN FISIOLOGI PENDENGARAN 1 Skala vestibuli, berisi perilimf Helikotrema Skala tympani, berisi perilimf Foramen rotundum bergetar Menggerakkan

Lebih terperinci

1. TES BATAS ATAS BATAS BAWAH

1. TES BATAS ATAS BATAS BAWAH TES GARPU TALA Tes garpu tala adalah suatu tes untuk mengevaluasi fungsi pendengaran individu secara kualitatif dengan menggunakan alat berupa seperangkat garpu tala frekuensi rendah sampai tinggi 128

Lebih terperinci

(Assessment of The Ear)

(Assessment of The Ear) Pengkajian Pada Telinga (Assessment of The Ear) RIWAYAT KESEHATAN Keluhan Utama Riwayat Kesehatan Masa Lalu Pola Hidup dan Psikososial Review System 1. Keluhan Utama Kehilangan Pendengaran Nyeri Drainase

Lebih terperinci

Tujuan Praktikum Menentukan ketajaman penglihatan dan bitnik buta, serta memeriksa buta warna

Tujuan Praktikum Menentukan ketajaman penglihatan dan bitnik buta, serta memeriksa buta warna BAB IV SISTEM INDERA A. PEMERIKSAAN PENGLIHATAN Tujuan Praktikum Menentukan ketajaman penglihatan dan bitnik buta, serta memeriksa buta warna Dasar teori Mata merupakan organ sensorik yang kompleks, yang

Lebih terperinci

Tes pendengaran rutin untuk diagnosis gangguan pendengaran Rinne, Weber, Schwabah test. Test penala nada tinggi dan nada rendah

Tes pendengaran rutin untuk diagnosis gangguan pendengaran Rinne, Weber, Schwabah test. Test penala nada tinggi dan nada rendah TEST PENALA & AUDIOMETRI NADA MURNI Yusa Herwanto Departemen THT-KL FK USU/ Rs.Adam Malik Medan GARPU PENALA (Turning Fork) Tes pendengaran rutin untuk diagnosis gangguan pendengaran Rinne, Weber, Schwabah

Lebih terperinci

Telinga. Telinga tersusun atas tiga bagian yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam.

Telinga. Telinga tersusun atas tiga bagian yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Telinga Telinga adalah alat indra yang memiliki fungsi untuk mendengar suara yang ada di sekitar kita sehingga kita dapat mengetahui / mengidentifikasi apa yang terjadi di sekitar kita tanpa harus melihatnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suara dan gelombang tersebut merambat melalui media udara atau penghantar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suara dan gelombang tersebut merambat melalui media udara atau penghantar BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebisingan 2.1.1. Definisi Kebisingan Bunyi atau suara didengar sebagai rangsangan pada sel saraf pendengar dalam telinga oleh gelombang longitudinal yang ditimbulkan getaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses pendengaran merupakan salah satu hal yang penting dalam kehidupan manusia yang memungkinkan manusia dapat berkomunikasi satu sama lain. Dalam ilmu kedokteran,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Telinga 2.1.1 Anatomi telinga luar Telinga luar terdiri dari daun telinga (aurikula), liang telinga (meatus acusticus eksterna) sampai membran timpani bagian lateral.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada telinga oleh getaran-getaran melalui media elastis, dan jika tidak dikehendaki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada telinga oleh getaran-getaran melalui media elastis, dan jika tidak dikehendaki BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebisingan 2.1.1. Bunyi dan Sifatnya Suma mur (1996) menyatakan bahwa bunyi adalah rangsangan-rangsangan pada telinga oleh getaran-getaran melalui media elastis, dan jika tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mesin memiliki kebisingan dengan suara berkekuatan tinggi. Dampak negatif yang ditimbulkannya adalah kebisingan yang berbahaya bagi karyawan. Kondisi ini dapat mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendengaran terganggu, aktivitas manusia akan terhambat pula. Accident

BAB I PENDAHULUAN. pendengaran terganggu, aktivitas manusia akan terhambat pula. Accident BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Produktivitas manusia sangat ditunjang oleh fungsi pendengaran. Apabila pendengaran terganggu, aktivitas manusia akan terhambat pula. Accident Compensation

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan disektor industri dengan berbagai proses produksi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan disektor industri dengan berbagai proses produksi yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan disektor industri dengan berbagai proses produksi yang dilaksanakan menggunakan teknologi modern dapat menimbulkan dampak yang kurang baik bagi lingkungan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan Bising umumnya didefinisikan sebagai bunyi yang tidak dikehendaki. Bunyi adalah sensasi yang timbul dalam telinga akibat getaran udara atau media lain 5). Apabila

Lebih terperinci

GANGGUAN PENDENGARAN DI KAWASAN KEBISINGAN TINGKAT TINGGI (Suatu Kasus pada Anak SDN 7 Tibawa) Andina Bawelle, Herlina Jusuf, Sri Manovita Pateda 1

GANGGUAN PENDENGARAN DI KAWASAN KEBISINGAN TINGKAT TINGGI (Suatu Kasus pada Anak SDN 7 Tibawa) Andina Bawelle, Herlina Jusuf, Sri Manovita Pateda 1 GANGGUAN PENDENGARAN DI KAWASAN KEBISINGAN TINGKAT TINGGI (Suatu Kasus pada Anak SDN 7 Tibawa) Andina Bawelle, Herlina Jusuf, Sri Manovita Pateda 1 Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Telinga 2.1.1. Telinga Luar Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit.

Lebih terperinci

BIOAKUSTIK. Akustik membahas segala hal yang berhubungan dengan bunyi,

BIOAKUSTIK. Akustik membahas segala hal yang berhubungan dengan bunyi, BIOAKUSTIK Akustik membahas segala hal yang berhubungan dengan bunyi, Bioakustik membahas bunyi yang berhubungan dengan makhluk hidup, terutama manusia. Bahasan bioakustik: proses pendengaran dan instrumen

Lebih terperinci

ASKEP GANGGUAN PENDENGARAN PADA LANSIA

ASKEP GANGGUAN PENDENGARAN PADA LANSIA ASKEP GANGGUAN PENDENGARAN PADA LANSIA I. PENGERTIAN Berkurangnya Pendengaran adalah penurunan fungsi pendengaran pada salah satu ataupun kedua telinga. Tuli adalah penurunan fungsi pendengaran yang sangat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Anatomi Organ Pendengaran Telinga adalah organ yang berfungsi dalam pendengaran dan juga keseimbangan tubuh. Telinga dapat dibagi menjadi

Lebih terperinci

PERAMBATAN BUNYI MELALUI TULANG TENGKORAK

PERAMBATAN BUNYI MELALUI TULANG TENGKORAK LAPORAN RESMI PRAKTIKUM BIOLOGI FUNGSI KEGIATAN 5 PERAMBATAN BUNYI MELALUI TULANG TENGKORAK Disusun oleh: Nama : Atik Kurniawati NIM : 11708251025 Kelompok : 5 PRODI PENDIDIKAN SAINS PROGRAM PASCASARJANA

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Telinga Dalam Telinga dalam berada pada bagian petrosus tulang temporal yang bertanggung jawab pada proses pendengaran dan keseimbangan. Telinga dalam atau labirin

Lebih terperinci

ANATOMI, FISIOLOGI TELINGA, HIDUNG, TENGGOROKAN

ANATOMI, FISIOLOGI TELINGA, HIDUNG, TENGGOROKAN ANATOMI, FISIOLOGI TELINGA, HIDUNG, TENGGOROKAN gelombang suara mencapai membran tympani. Membran tympani bergetar menyebabkan tulang-tulang pendengaran bergetar. FungsiMT: a. Vibrasi: sensitifitasamauntuk

Lebih terperinci

Kebisingan KEBISINGAN. Dedy Try Yuliando Mahasiswa Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Andalas Padang

Kebisingan KEBISINGAN. Dedy Try Yuliando Mahasiswa Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Andalas Padang KEBISINGAN Dedy Try Yuliando Mahasiswa Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Andalas Padang diartikan sebagai suara yang tidak dikehendaki, misalnya yang merintangi terdengarnya suara-suara,

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan dan keselamatan kerja. Industri besar umumnya menggunakan alat-alat. yang memiliki potensi menimbulkan kebisingan.

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan dan keselamatan kerja. Industri besar umumnya menggunakan alat-alat. yang memiliki potensi menimbulkan kebisingan. 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di Indonesia berkembang semakin pesat khususnya dalam bidang teknologi dan industri. Peningkatan pemanfaatan teknologi dalam dunia industri memberikan

Lebih terperinci

asuhan keperawatan Tinnitus

asuhan keperawatan Tinnitus asuhan keperawatan Tinnitus TINNITUS A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. DEFINISI Tinnitus adalah suatu gangguan pendengaran dengan keluhan perasaan mendengar bunyi tanpa rangsangan bunyi dari luar. Keluhannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan sekret yang keluar terus-menerus atau hilang timbul yang terjadi lebih dari 3

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan sekret yang keluar terus-menerus atau hilang timbul yang terjadi lebih dari 3 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan salah satu penyakit inflamasi kronik telinga tengah yang ditandai dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fisiologi Pendengaran Manusia Proses mendengar diawali dengan gelombang suara yang ditangkap oleh daun telinga yang kemudian melalui udara atau hantaran tulang mencapai membran

Lebih terperinci

AUDIOMETRI NADA MURNI

AUDIOMETRI NADA MURNI AUDIOMETRI NADA MURNI I. Definisi Audiometri Audiometri berasal dari kata audire dan metrios yang berarti mendengar dan mengukur (uji pendengaran). Audiometri tidak saja dipergunakan untuk mengukur ketajaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. inflamasi kronik telinga tengah yang ditandai dengan perforasi membran timpani

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. inflamasi kronik telinga tengah yang ditandai dengan perforasi membran timpani BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan salah satu penyakit inflamasi kronik telinga tengah yang ditandai dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari telinga, syaraf-syaraf dan otak. Manusia dapat mendengar dari 20 Hz

BAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari telinga, syaraf-syaraf dan otak. Manusia dapat mendengar dari 20 Hz BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendengaran adalah kemampuan untuk mengenali suara. Dalam manusia dan binatang bertulang belakang, hal ini dilakukan terutama oleh sistem pendengaran yang terdiri dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan dan keselamatan kerja (Novianto, 2010). kondusif bagi keselamatan dan kesehatan kerja (Kurniawidjaja, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan dan keselamatan kerja (Novianto, 2010). kondusif bagi keselamatan dan kesehatan kerja (Kurniawidjaja, 2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri di Indonesia sekarang ini berlangsung sangat pesat seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Proses industrialisasi masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. Lanjut Usia 2.. Defenisi lanjut usia Pengertian lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai kemasakan dalam ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran sejalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri untuk senantiasa memperhatikan manusia sebagai human center dari

BAB I PENDAHULUAN. industri untuk senantiasa memperhatikan manusia sebagai human center dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses industrialisasi di suatu negara merupakan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kehidupan global telah mendorong dunia industri untuk senantiasa memperhatikan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN III.

METODE PENELITIAN III. III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kawasan Industri Kota Tangerang, khususnya di Kecamatan Jatiuwung (Gambar 4) dan dilaksanakan pada Bulan April sampai dengan Mei

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebisingan 2.1.1. Definisi Bunyi Bunyi merupakan sensasi yang timbul di dalam telinga akibat getaran udara atau media lain (WHO, 1993). Namun secara fisika, bunyi adalah getaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dapat mempermudah segala kegiatan di bidang industri. Penerapan teknologi dapat mempermudah segala kegiatan kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di negara-negara industri, bising merupakan masalah utama kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di negara-negara industri, bising merupakan masalah utama kesehatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di negara-negara industri, bising merupakan masalah utama kesehatan kerja. Diperkirakan sekitar sembilan juta pekerja di Amerika mengalami penurunan pendengaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industrialisasi di Indonesia maka sejak awal disadari tentang kemungkinan

BAB I PENDAHULUAN. industrialisasi di Indonesia maka sejak awal disadari tentang kemungkinan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan serta keselamatan kerja merupakan masalah penting dalam setiap proses operasional di tempat kerja. Dengan berkembangnya industrialisasi di Indonesia maka

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR RISIKO GANGGUAN PENDENGARAN SENSORINEURAL PADA PEKERJA PT. X SEMARANG

ANALISIS FAKTOR RISIKO GANGGUAN PENDENGARAN SENSORINEURAL PADA PEKERJA PT. X SEMARANG ANALISIS FAKTOR RISIKO GANGGUAN PENDENGARAN SENSORINEURAL PADA PEKERJA PT. X SEMARANG Sinta Marlina, Ari Suwondo, Siswi Jayanti ABSTRAK Gangguan pendengaran sensorineural merupakan gangguan pada sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi lingkungan kerja yang nyaman, aman dan kondusif dapat meningkatkan produktivitas pekerja. Salah satu diantaranya adalah lingkungan kerja yang bebas dari kebisingan.

Lebih terperinci

- BUNYI DAN KEBISINGAN -

- BUNYI DAN KEBISINGAN - ERGONOMI - BUNYI DAN KEBISINGAN - Universitas Mercu Buana 2011 Telinga http://id.wikipedia.org/wiki/telinga) TELINGA LUAR TELINGA TENGAH TELINGA DALAM http://v-class.gunadarma.ac.id/mod/resource/view.php?id=2458

Lebih terperinci

Pendahuluan Meniere s disease atau penyakit Meniere atau dikenali juga dengan hydrops endolimfatik. Penyakit Meniere ditandai dengan episode berulang

Pendahuluan Meniere s disease atau penyakit Meniere atau dikenali juga dengan hydrops endolimfatik. Penyakit Meniere ditandai dengan episode berulang MENIERE S DISEASE Pendahuluan Meniere s disease atau penyakit Meniere atau dikenali juga dengan hydrops endolimfatik. Penyakit Meniere ditandai dengan episode berulang dari vertigo yang berlangsung dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Memasuki

BAB I PENDAHULUAN. dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Memasuki 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Telinga 2.1.1. Anatomi Telinga Luar Telinga luar terdiri dari aurikula dan kanalis auditorius eksternus dan dipisahkan dari telinga tengah oleh membrana timpani. Aurikula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan bisingan dalam proses produksi. Kebisingan dapat. memicu terjadinya Noise Induced Hearing Loss (NIHL).

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan bisingan dalam proses produksi. Kebisingan dapat. memicu terjadinya Noise Induced Hearing Loss (NIHL). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pabrik speaker (pengeras suara) menggunakan mesin yang menimbulkan bisingan dalam proses produksi. Kebisingan dapat membuat pekerja disekitar mesin produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Telah diketahui bahwa gangguan pendengaran (hearing impairment) atau ketulian (deafness) mempunyai dampak yang merugikan bagi penderita, keluarga, masyarakat maupun

Lebih terperinci

GAMBARAN RESIKO GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA SARANA NON MEDIS DI AREA PLANTROOM RUMAH SAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA JAKARTA

GAMBARAN RESIKO GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA SARANA NON MEDIS DI AREA PLANTROOM RUMAH SAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA JAKARTA GAMBARAN RESIKO GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA SARANA NON MEDIS DI AREA PLANTROOM RUMAH SAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA JAKARTA Nurul Fajaria Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas

Lebih terperinci

SENSASI PENDENGARAN Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Umum I yang dibina oleh Ibu Dyah Sulistyorini, M, Psi. Oleh

SENSASI PENDENGARAN Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Umum I yang dibina oleh Ibu Dyah Sulistyorini, M, Psi. Oleh SENSASI PENDENGARAN Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Umum I yang dibina oleh Ibu Dyah Sulistyorini, M, Psi Oleh Diar Arsyianti ( 406112402734) Universitas Negeri Malang Fakultas Ilmu

Lebih terperinci

Sistem Saraf Tepi (perifer)

Sistem Saraf Tepi (perifer) SISTIM SYARAF TEPI Sistem Saraf Tepi (perifer) Sistem saraf tepi berfungsi menghubungkan sistem saraf pusat dengan organ-organ tubuh Berdasarkan arah impuls, saraf tepi terbagi menjadi: - Sistem saraf

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Survei yang dilakukan oleh Multi Center Study (MCS) menunjukkan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. Survei yang dilakukan oleh Multi Center Study (MCS) menunjukkan bahwa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gangguan pendengaran atau tuli merupakan salah satu masalah yang cukup serius dan banyak terjadi di seluruh negara di dunia. Gangguan pendengaran adalah hilangnya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bunyi merupakan suatu gelombang berupa getaran dari molekul-molekul zat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bunyi merupakan suatu gelombang berupa getaran dari molekul-molekul zat BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bunyi atau Suara dan Sifatnya Bunyi merupakan suatu gelombang berupa getaran dari molekul-molekul zat yang saling beradu satu dengan yang lain secara terkoordinasi sehingga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bunyi. Indera pendengaran merupakan indera yang sangat penting bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. bunyi. Indera pendengaran merupakan indera yang sangat penting bagi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indera pendengaran merupakan salah satu indera manusia yang berfungsi untuk mengenali berbagai macam bunyi menentukan lokasi sumber bunyi. Indera pendengaran merupakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Transmigrasi Republik Indonesia No. 13 tahun 2011 tentang Nilai. maupun suara secara fisik sama (Budiono, 2003).

BAB II LANDASAN TEORI. Transmigrasi Republik Indonesia No. 13 tahun 2011 tentang Nilai. maupun suara secara fisik sama (Budiono, 2003). BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Kebisingan a. Pengertian Kebisingan Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.Per/718/Menkes/XI/1987 kebisingan adalah terjadinya bunyi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat menjadi 464,2 TWh pada tahun 2024 dengan rata-rata pertumbuhan 8,7% per

BAB I PENDAHULUAN. meningkat menjadi 464,2 TWh pada tahun 2024 dengan rata-rata pertumbuhan 8,7% per BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsumsi energi listrik setiap tahunnya terus meningkat sejalan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional. Berdasarkan laporan proyeksi kebutuhan listrik PLN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber. Transmigrasi Nomor Per.13/Men/X/2011 Tahun 2011).

BAB I PENDAHULUAN. Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber. Transmigrasi Nomor Per.13/Men/X/2011 Tahun 2011). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan/atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan

Lebih terperinci

Studi Analisis Pengaruh Kebisingan dan Karakteristik Pekerja Terhadap Gangguan Pendengaran Pekerja di Bagian Produksi

Studi Analisis Pengaruh Kebisingan dan Karakteristik Pekerja Terhadap Gangguan Pendengaran Pekerja di Bagian Produksi Studi Analisis Pengaruh Kebisingan dan Karakteristik Pekerja Terhadap Gangguan Pendengaran Pekerja di Bagian Produksi (Studi Kasus: PT. Industri Kemasan Semen Gresik, Tuban Jawa Timur) Rochana Fathona

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan beban tambahan bagi tenaga kerja.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan beban tambahan bagi tenaga kerja. 2.1 Kebisingan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Defenisi Kebisingan Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No 13 tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan mendengar dan berkomunikasi dengan orang lain. Gangguan

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan mendengar dan berkomunikasi dengan orang lain. Gangguan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telinga adalah organ penginderaan yang berfungsi ganda untuk pendengaran dan keseimbangan dengan anatomi yang kompleks. Indera pendengaran berperan penting dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran (Anizar, mengganggu daripada frekuensi rendah (Soeripto, 2009)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran (Anizar, mengganggu daripada frekuensi rendah (Soeripto, 2009) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Kebisingan a. Definisi kebisingan Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat reproduksi dan atau alat-alat kerja yang

Lebih terperinci

Tuli pada Lingkungan Kerja

Tuli pada Lingkungan Kerja 100 Sains Medika, Vol. 1, No. 1, Januari Juni 2009 Tuli pada Lingkungan Kerja Deaf in the Workplace Rochmat Soemadi 1 ABSTRACT Deaf according to Indro Soetirto and Jenny Bashiruddin is loss of hearing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pembangunan industri di Indonesia telah mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pembangunan industri di Indonesia telah mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pembangunan industri di Indonesia telah mengalami kemajuan yang sangat pesat. Hal ini dapat dilihat dengan semakin banyak industri yang berdiri di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perkembangan teknologi yang semakin meningkat mendorong Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perkembangan teknologi yang semakin meningkat mendorong Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan teknologi yang semakin meningkat mendorong Indonesia mencapai tahap industrialisasi, yaitu adanya berbagai macam industri yang ditunjang dengan

Lebih terperinci

Pentingnya Menjaga Kesehatan Telinga KAMI BEKERJA UNTUK BANGSA INDONESIA YANG LEBIH SEHAT

Pentingnya Menjaga Kesehatan Telinga KAMI BEKERJA UNTUK BANGSA INDONESIA YANG LEBIH SEHAT Pentingnya Menjaga Kesehatan Telinga KAMI BEKERJA UNTUK BANGSA INDONESIA YANG LEBIH SEHAT Hari Kesehatan Telinga & Pendengaran Sedunia 03 Maret 2018 i Indonesia sejak tahun 2010, Dtelah mencanangkan tanggal

Lebih terperinci

Kesehatan Lingkungan Kerja By : Signage16

Kesehatan Lingkungan Kerja By : Signage16 Kesehatan Lingkungan Kerja By : Signage16 Adanya Ancaman zat zat dan kondisi lingkungan yang berbahaya perlu mendapatkan perhatian khusus untuk melindungi dan mencegah pekerja dari dampak buruk yang dapat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan mist blower merek Yanmar tipe MK 15-B. Sistem yang digunakan pada alat tersebut didasarkan oleh hembusan aliran udara berkecepatan tinggi. Oleh karena

Lebih terperinci

TINGKAT KEBISINGAN PETUGAS GROUND HANDLING DI BANDARA NGURAH RAI BALI

TINGKAT KEBISINGAN PETUGAS GROUND HANDLING DI BANDARA NGURAH RAI BALI 63 TINGKAT KEBISINGAN PETUGAS GROUND HANDLING DI BANDARA NGURAH RAI BALI Nyoman Surayasa 1), I Made Tapayasa 2), I Wayan Putrayadnya 3) 1) Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Warmadewa

Lebih terperinci

ANALISIS KEBISINGAN PADA KAWASAN COMPRESSOR HOUSE UREA-1 PT. PUPUK ISKANDAR MUDA, KRUENG GEUKUEH ACEH UTARA

ANALISIS KEBISINGAN PADA KAWASAN COMPRESSOR HOUSE UREA-1 PT. PUPUK ISKANDAR MUDA, KRUENG GEUKUEH ACEH UTARA ANALISIS KEBISINGAN PADA KAWASAN COMPRESSOR HOUSE UREA-1 PT. PUPUK ISKANDAR MUDA, KRUENG GEUKUEH ACEH UTARA Sabri 1* dan Suparno 2 1 Jurusan Teknik Mesin, Universitas Syiah Kuala Jl. Tgk Syech Abdurrauf

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Karakteristik Responden. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui karakteristik subjek. penelitian tenaga kerja meliputi :

BAB V PEMBAHASAN. A. Karakteristik Responden. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui karakteristik subjek. penelitian tenaga kerja meliputi : BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui karakteristik subjek penelitian tenaga kerja meliputi : 1. Umur Umur merupakan salah satu faktor yang juga memiliki

Lebih terperinci

AUDIOLOGI. dr. Harry A. Asroel, Sp.THT-KL BAGIAN THT KL FK USU MEDAN 2009

AUDIOLOGI. dr. Harry A. Asroel, Sp.THT-KL BAGIAN THT KL FK USU MEDAN 2009 AUDIOLOGI dr. Harry A. Asroel, Sp.THT-KL BAGIAN THT KL FK USU MEDAN 2009 Definisi : Ilmu yang mempelajari pendengaran MENDENGAR diperlukan 1.Rangsang yg Adekuat bunyi 2.Alat penerima rangsang telinga BUNYI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bisa ditanggulangi secara baik sehingga dapat menjadi ancaman serius bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. bisa ditanggulangi secara baik sehingga dapat menjadi ancaman serius bagi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bising industri sudah lama merupakan masalah yang sampai sekarang belum bisa ditanggulangi secara baik sehingga dapat menjadi ancaman serius bagi pendengaran para

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. dilahirkan (perinatal) dan sesudah lahir (postnatal) (Suhardiyana, 2010).

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. dilahirkan (perinatal) dan sesudah lahir (postnatal) (Suhardiyana, 2010). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Telinga adalah organ pengindraan dengan fungsi ganda dan kompleks yaitu fungsi pendengaran dan fungsi keseimbangan (Hermanto, 2010). Rentang frekuensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2007). Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan gangguan fisiologis,

BAB I PENDAHULUAN. 2007). Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan gangguan fisiologis, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Badan kesehatan dunia (WHO) melaporkan, tahun 1988 terdapat 8-12% penduduk dunia menderita dampak kebisingan dalam berbagai bentuk (Nanny, 2007). Bising dengan intensitas

Lebih terperinci

Membahas bio-akustik berarti berusaha mengurai keterkaitan antara bunyi. gelombang bunyi, getaran dan sumber bunyi dengan kesehatan.

Membahas bio-akustik berarti berusaha mengurai keterkaitan antara bunyi. gelombang bunyi, getaran dan sumber bunyi dengan kesehatan. _Bio Akustik_01 Membahas bio-akustik berarti berusaha mengurai keterkaitan antara bunyi gelombang bunyi, getaran dan sumber bunyi dengan kesehatan. Apa sih yang dimaksud gelombang itu? dan apa hubungannya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian merupakan tahap yang harus dibuat sebelum melakukan penelitian, karena pada bab ini akan membahas dan menjelaskan tentang langkah-langkah yang akan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Semua suara yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Semua suara yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk meningkatkan produktivitas perusahaan pemerintah telah mengambil kebijakan khususnya tentang kesehatan dan keselamatan kerja. Selain bermanfaat untuk perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemeriksaan audiometri nada murni (Hall dan Lewis, 2003; Zhang, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemeriksaan audiometri nada murni (Hall dan Lewis, 2003; Zhang, 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi adalah suatu kebutuhan yang mendasar bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat. Ketulian dapat menimbulkan gangguan dalam berkomunikasi saat bersosialisasi.

Lebih terperinci

KONDISI LINGKUNGAN KERJA YANG MEMPENGARUHI KEGIATAN MANUSIA

KONDISI LINGKUNGAN KERJA YANG MEMPENGARUHI KEGIATAN MANUSIA KONDISI LINGKUNGAN KERJA YANG MEMPENGARUHI KEGIATAN MANUSIA 1. Temperatur Tubuh manusia bisa menyesuaikan diri karena kemampuannya utk melakukan proses konveksi, radiasi dan penguapan jika terjadi kekurangan

Lebih terperinci

Lingkungan Kerja. Dosen Pengampu : Ratih Setyaningrum,MT.

Lingkungan Kerja. Dosen Pengampu : Ratih Setyaningrum,MT. Lingkungan Kerja Dosen Pengampu : Ratih Setyaningrum,MT. Definisi Kebisingan Adalah bunyi yang tidak menyenangkan, bunyi yg menggangu. Pengukuran : - Sound level meter - Mikrofon - Sound Analyzer ALAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otitis media supuratif kronis (OMSK) merupakan peradangan dan infeksi kronis pada telinga tengah dan rongga mastoid yang ditandai dengan adanya sekret yang keluar terus

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 28 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian dan Waktu Pelaksanaan Lokasi penelitian dilaksanakan di sekitar kawasan PLTD Telaga Kota Gorontalo dan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat. Waktu penelitian

Lebih terperinci

1. Sklera Berfungsi untuk mempertahankan mata agar tetap lembab. 2. Kornea (selaput bening) Pada bagian depan sklera terdapat selaput yang transparan

1. Sklera Berfungsi untuk mempertahankan mata agar tetap lembab. 2. Kornea (selaput bening) Pada bagian depan sklera terdapat selaput yang transparan PANCA INDERA Pengelihatan 1. Sklera Berfungsi untuk mempertahankan mata agar tetap lembab. 2. Kornea (selaput bening) Pada bagian depan sklera terdapat selaput yang transparan (tembus cahaya) yang disebut

Lebih terperinci

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #9 Genap 2014/2015. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #9 Genap 2014/2015. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #9 Definisi 2 Noise (bising) adalah bunyi yang tidak dikehendaki, suatu gejala lingkungan (environmental phenomenon) yang mempengaruhi manusia sejak dalam kandungan dan sepanjang hidupnya. Bising

Lebih terperinci

seperti transportasi darat, laut dan udara. Manusia sebagai makluk yang kompleks Bandar Udara Djalaludin Gorontalo merupakan satu-satunya bandara yang

seperti transportasi darat, laut dan udara. Manusia sebagai makluk yang kompleks Bandar Udara Djalaludin Gorontalo merupakan satu-satunya bandara yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi telah membawa kemajuan pada bidang transportasi seperti transportasi darat, laut dan udara. Manusia sebagai makluk yang kompleks membutuhkan sarana

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kerja telinga, akan sangat membantu memahami masalah gangguan pendengaran.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kerja telinga, akan sangat membantu memahami masalah gangguan pendengaran. 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1. Derajat Gangguan Pendengaran 2.1.1.1. Anatomi Telinga Ridley (2008 : 192) menjelaskan bahwa telinga adalah organ halus yang mampu mendeteksi tentang

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 2, Oktober 2014 ISSN ANALISIS KARAKTERISTIK PEKERJA DENGAN GANGGUAN KETULIAN PEKERJA PABRIK KELAPA SAWIT

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 2, Oktober 2014 ISSN ANALISIS KARAKTERISTIK PEKERJA DENGAN GANGGUAN KETULIAN PEKERJA PABRIK KELAPA SAWIT PENELITIAN ANALISIS KARAKTERISTIK PEKERJA DENGAN GANGGUAN KETULIAN PEKERJA PABRIK KELAPA SAWIT Merah Bangsawan*, Holidy Ilyas* Hasil survey di pabrik es di Jakarta menunjukkan terdapat gangguan pendengaran

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebisingan 2.1.1. Definisi Secara umum bising adalah bunyi yang tidak diinginkan, secara audiologi bising adalah campuran bunyi nada murni dengan berbagai frekuensi, secara

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: Gangguan Pendengaran, Audiometri

ABSTRAK. Kata Kunci: Gangguan Pendengaran, Audiometri ABSTRAK Gangguan pendengaran merupakan ketidakmampuan secara parsial atau total untuk mendengarkan suara pada salah satu atau kedua telinga. Deteksi dini berupa pemeriksaan audiometri banyak digunakan

Lebih terperinci

Kebisingan Kereta Api dan Kesehatan

Kebisingan Kereta Api dan Kesehatan Kebisingan Kereta Api dan Kesehatan Salah satu jenis transportasi darat yang cukup diminati oleh masyarakat adalah kereta api. Perkeretaapian tidak saja memberi dampak yang positif bagi masyarakat sekitarnya,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA HUBUNGAN TINGKAT KEBISINGAN DI LINGKUNGAN KERJA DENGAN KEJADIAN GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA DI PT X 2012 SKRIPSI

UNIVERSITAS INDONESIA HUBUNGAN TINGKAT KEBISINGAN DI LINGKUNGAN KERJA DENGAN KEJADIAN GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA DI PT X 2012 SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA HUBUNGAN TINGKAT KEBISINGAN DI LINGKUNGAN KERJA DENGAN KEJADIAN GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA DI PT X 2012 SKRIPSI INDAH KUSUMAWATI 0806336305 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM

Lebih terperinci

Struktur dan Mekanisme Pendengaran Pada Manusia

Struktur dan Mekanisme Pendengaran Pada Manusia Struktur dan Mekanisme Pendengaran Pada Manusia Lodowina Eresyen Rumaratu Nim : 102011092 Email : dewirumaratu@yahoo.co.id Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Pendahuluan Manusia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gangguan pendengaran merupakan masalah utama pada pekerja-pekerja yang bekerja di tempat yang terpapar bising, misalnya pekerja di kawasan industri antara lain pertambangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. guna tenaga kerja dengan mengusahakan pekerjaan dan lingkungan kerja yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. guna tenaga kerja dengan mengusahakan pekerjaan dan lingkungan kerja yang lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan kesehatan kerja adalah berusaha meningkatkan daya guna dan hasil guna tenaga kerja dengan mengusahakan pekerjaan dan lingkungan kerja yang lebih serasi dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rokok Pengetahuan tentang merokok yang perlu diketahui antara lain meliputi definisi merokok, racun yang terkandung dalam rokok dan penyakit yang dapat ditimbulkan oleh rokok.

Lebih terperinci

Definisi Bell s palsy

Definisi Bell s palsy Definisi Bell s palsy Bell s palsy adalah penyakit yang menyerang syaraf otak yg ketujuh (nervus fasialis) sehingga penderita tidak dapat mengontrol otot-otot wajah di sisi yg terkena. Penderita yang terkena

Lebih terperinci