BAHAN AJAR HUKUM KELUARGA DAN HARTA KEKAYAAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAHAN AJAR HUKUM KELUARGA DAN HARTA KEKAYAAN"

Transkripsi

1 BAHAN AJAR HUKUM KELUARGA DAN HARTA KEKAYAAN A. Pengantar Hukum Keluarga dan Harta Kekayaan 1. Pengertian Hukum Keluarga dan Harta Kekayaan Hukum mengatur hak dan kewajiban dalam hidup bermasyarakat dan mengatur bagaimana cara melaksanakan dan mempertahankan hak dan kewajiban itu. Tuhan menciptakan manusia berjenis kelamin pria dan wanita dan sesuai dengan kodrat mereka maka mereka akan hidup saling berpasang-pasangan. Hidup berpasang-pasangan tersebut akan diikat dengan suatu tali perkawinan diantara mereka dan kemudian dalam hubungan tersebut dapat melahirkan anak yang mengakibatkan adanya hubungan antara anak dengan orang tuanya.dalam hubungan yang demikian ini maka lahirlah Hukum Keluarga. Manusia sebagai mahluk social dalam hidup selalu saling berinteraksi satu sama lain untuk memenuhi kepentingan/kebutuhannya. Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya tersebut manusia mengadakan hubungan hukum dalam bentuk perjanjian-perjanjian seperti jual beli, sewa menyewa, tukar menukar dan lain-lain. Dalam hidup yang demikian itulah maka akan melahirkan Hukum Orang dan Hukum Keluarga; Hukum Benda dan Hukum Perikatan yang tergabung dalam Hukum Harta Kekayaan. Sesuai dengan kodratnya di dunia ini tidak ada yang abadi, begitu juga manusi sebagai mahluk ciptaan Tuhan pada saatnya mereka akan meninggal dunia yang otomatis akan meninggalkan semua yang dimilikinya baik anak keturunan dan harta bendanya. Untuk mengatur harta benda yang ditinggalkan dan mengatur siapa saja yang berhak menerimanya, maka lahirlah Hukum Waris. Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian Hukum Keluarga dan Hukum Harta Kekayaan adalah hukum yang mengatur hubungan mengenai perorangan, baik dalam hubungan keluarga dan dalam masyarakat. 2. Luas Lapangan Hukum Keluarga dan Harta Kekayaan Dalam Hukum Keluarga dan Harta Kekayaan ada empat materi hokum yang dibicarakan, yaitu Hukum Perjanjian, Hukum Jaminan, Hukum Perkawinan beserta akibat-akibatnya dan Hukum Waris.

2 Hukum Perjanjian akan membahas beberapa perjanjian bernama dan perjanjian tidak bernama (perjanjian jenis baru). Perjanjian bernama adalah perjanjian-perjanjian yang sudah dikenal dengan nama-nama tertentu serta telah diatur secara khusus di dalam undang-undang, sedangkan perjanjian tidak bernama (perjanjian jenis baru) adalah perjanjian-perjanjian yang belum diatur secara khusus di dalam undang-undang dan timbulnya karena kebutuhan di dalam masyarakat. Perjanjian tidak bernama jumlahnya lebih banyak dari pada perjanjian bernama. Perjanjian Jaminan adalah perjanjian yang bersifat accesoir (tambahan), artinya Jaminan timbul setelah adanya perjanjian pokok. Berdasarkan sifatnya jaminan dibedakan menjadi dua, yaitu Jaminan Kebendaan dan Jaminan Perorangan. Jaminan Kebendaan masih dapat dibedakan lagi menjadi Jaminan Kebendaan Umum dan Jaminan Kebendaan Khusus. Ada beberapa macam jaminan kebendaan khusus, yaitu gadai, fiducia, hipotik atas kapal dan hak tanggungan. Sedangkan Jaminan Perorangan adalah jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu, hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap harta kekayaan debitur seumumnya. Termasuk jaminan perorangan adalah borgtocht. Perkawinan yang sah dan mempunyai akibat hukum adalah perkawinan yang dilakukan menurut ketentuan undang-undang yang berlaku. Secara garis besar akibat hukum dari perkawinan dapat terjadi pada suami-isteri, anak-anak yang dilahirkan dan harta perkawinanselanjutnya dalam Hukum Waris akan dibicarakan hukum waris karena undang-undang (ab intestate), yang terdiri dari ahli waris golongan I, II, III dan IV dan hal-hal yang berkenaan dengan pewarisan. B. Hukum Perjanjian 1. Perjanjian Jual Beli Perjajian jual beli diatur dalam bab V buku III Pasal KUHperdata. Pengertian perjanjian jual beli menurut Pasal 1457 KUHPerdata adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Dari pengertian perjanjian jual beli tersebut, maka ada beberapa hal pokok dalam perjanjian jual beli: 1. Ada dua pihak Pihak penjual yaitu pihak yang berjanji untuk menyerahkan

3 hak milik atas suatu barang. Pihak pembeli yaitu pihak yang berjanjian untuk membayar harga suatu barang. 2. Adanya unsur essensialia dari perjanjian jual beli yaitu barang dan harga. 3. Perjanjian jual beli merupakan perjanjian timbal balik, artinya kedua belah pihak mempunyai hak dan kewajiban yang saling berhadap-hadapan (bertimbal balik). Selanjutnya disamping hal-hal pokok tersebut dapat dikemukakan sifat-sifat perjanjian jual beli, yaitu : 1. Bersifat Konsensuil (Pasal 1458 KUHPerdata) Artinya perjanjian jual beli telah terjadi dengan adanya kata sepakat diantara para pihak mengenai barang dan harga meskipun barang belum diserahkan. 2. Bersifat Obligatoir Artinya perjanjian jual beli hanya menimbulkan hak dan kewajiban. Perjanjian jual beli tidak mengakibatkan perpindahan hak milik. Hak milik atas suatu benda baru berpindah apabila sudah ada penyerahan (levering). Penyerahan (Levering) adalah suatu perbuatan hukum yang bertujuan untuk memindahkan hak milik. Untuk sahnya levering harus dipenuhi dua syarat : 1. Sahnya title (alas title) yang menjadi dasar dilakukannya levering 2. Levering dilakukan oleh dua orang yang berhak berbuat bebas terhadap barang yang dilever Berkaitan dengan levering, di dalam KUHPerdata dikenal cara levering berdasarkan macam barang, yaitu : Barang bergerak Diatur dalam Pasal 612 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa penyerahan kebendaan bergerak, terkecuali yang tak bertubuh dilakukan dengan penyerahan nyata akan kebendaan itu oleh atau atas nama pemilik atau dengan penyerahan kunci-kunci dari bangunan dalam mana kebendaan itu berada. Artinya untuk barang bergerak penyerahannya dari tangan ketangan, akan tetapi dimungkinkan juga penyerahan secara simbolis atau dengan suatu pernyataan saja (traditio brevi manu)

4 Barang tetap Diatur dalam Pasal 616 jo 620 KUHPerdata, dimana penyerahan barang dengan balik nama. Barang tak bertubuh (piutang) ada tiga cara : a. Piutang atas bawa (aan order) dengan penyerahan nyata b. Piutang atas tunjuk (aan toonder) dengan endosemen c. Piutang atas nama dengan cessie. Disebutkan bahwa perjanjian jual beli bersifat konsensual obligatoir, artinya perjanjian jual beli lahir / terbentuk begitu ada sepakat diantara para pihak tentang pokok-pokok perjanjian dan hanya menimbulkan hak dan kewajiban diantara penjual dan pembeli tersebut. Kewajiban Penjual antara lain : 1. Menyerahkan hak milik atas barang yang diperjual belikan 2. Menanggung (vrijwaren), dari : a. Gangguan pihak ketiga dalam hal sipembeli menikmati bendanya (perbuatan melawan hukum) b. Gangguan dari pihak ke tiga yang menyatakan benda tersebut miliknya (wit winning) c. Adanya pembebanan pada barang yang dijual 3. Menanggung cacad tersembunyi, apabila barang tersebut dapat digunakan sebagai mana mestinya atau mengurangi kenikmatan dalam menggunakan barang tersebut. Apabila dalam perjanjian jual beli terdapat cacat tersembunyi, maka pembeli dapat menuntut penjual : a. pengembalian harga pembelian (action redhibitoria) b. pengurangan harga pembelian (action quanti minoris) Hak Penjual dalam perjanjian jual beli ; 1. menerima harga pembelian 2. hak reklame (Pasal 1145 KUHPerdata) yaitu hak penjual untuk menuntut kembali barangnya dari pembeli kalau pembeli melakukan wanprestasi (tidak melaksanakan kewajibannya). Syarat-syarat hak reklame menurut KUHPerdata: a. jual beli harus tunai / kontan. b. barangnya masih ada ditangan pembeli. c. jangka waktunya 30 hari dihitung sejak perjanjian jual beli terjadi.

5 Syarat-syarat hak reklame menurut KUHD: a. jual beli bisa kredit atau tunai b. barangnya bisa ditangan pembeli atau ditangan pihak ketiga c. jangka waktunya 60 hari. 3. Hak untuk membeli kembali barangnya (Pasal 1519 KUHPerdata) 2. Kewajiban Pembeli a. membayar harga pembelian pada waktu dan tempat yang ditentukan dalam perjanjian (Pasal KUHperdata). b. Menanggung biaya-biaya yang timbul sehubungan dengan perjanjian jual beli, kecuali diperjanjikan sebaliknya. Dalam perjanjian jual beli dapat terjadi gugatan yang diajukan oleh salah satu pihak. Ada tiga macam dasar yang dapat digunakan dalam mengajukan gugatan, yaitu : 1. gugatan berdasarkan wanprestasi, dapat diajukan dalam jangka waktu 30 hari. 2. gugatan berdasarkan kesesatan / paksaan / penipuan dapat diajukan dalam jangka waktu lima tahun. 3. gugatan berdasarkan adanya cacat tersembunyi dapat diajukan dalam jangka waktu pendek, tergantung dari sifat cacat dan kebiasaan setempat. Selanjutnya menurut Pasal 1471 KUHPerdata apabila terjadi jual beli benda milik orang lain, maka perjanjian jual beli tersebut batal dan dapat digunakan sebagai dasar untuk penggantian biaya, kerugian dan bunga. Berkaitan dengan risiko, artinya siapa yang menanggung kerugian dalam hal terjadi overmacht / force majeur (keadaan memaksa). Ada tiga ketentuan yang mengatur mengenai risiko dalam perjanjian jual beli yaitu : 1. Untuk barang tertentu diatur dalam Pasal 1460 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa untuk barang yang sudah tertentu risiko ada pada pembeli begitu barang dibelinya, meskipun belum dilakukan levering. Ketentuan semacam ini adalah pengaruh dari system hukum perdata perancis. Namun ketentuan Pasal 1460 KUHPerdata tersebut oleh MA dengan SEMA No.3 Tahun 1963 dianggap tidak berlaku karena dirasa tidak adil dalam pelaksanaannya. 2. Untuk barang yang dijual menurut berat, jumlah / ukuran berlaku ketentuan

6 Pasal 1461 KUHPerdata, dimana risiko baru beralih kepada pembeli apabila barang sudah ditimbang, dihitung atau diukur (diindividualisir). 3. Untuk barang yang dijual menurut tumpukan berlaku ketentuan Pasal 1462, dimana risiko ada pada pembeli meskipun barang belum diserahkan. 2.Perjanjian Sewa menyewa Pengertian perjanjian sewa menyewa adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari suatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga (Pasal 1548 KUHPerdata). Dalam perjanjian sewa menyewa yang diserahkan adalah kenikmatan suatu barang yang meliputi pemakaian dan pemungutan hasil atas barang tersebut. Dari pengertian perjanjian sewa menyewa tersebut dapat disimpulkan adanya beberapa unsure dalam perjanjian sewa menyewa, yaitu : 1. Unsur benda 2. unsur waktu 3. unsur harga Perjanjian sewa menyewa bersifat persoonlijk, artinya perjanjian sewa menyewa hanya berlaku bagi orang tertentu saja, maksudnya perjanjian ini hanya berlaku bagi pihak penyewa dan yang menyewakan saja. Selain itu bersifat hak kebendaan, artinya hak sewa mengikuti bendanya (droit de suit atau zaakgevolg). Hal itu tersimpul dari ketentuan Pasal 1576 KUHPerdata yang menyetakan bahwa dengan dijualnya barang yang disewa, suatu persewaan yang dibuat sebelumnya, tidaklah diputuskan kecuali apabila telah diperjanjikan pada waktu menyewakan barang. Berlakulah asas koop breeks geen huur, artinya jual beli tidak menghentikan sewa menyewa. Kewajiban pokok pihak yang menyewakan adalah : 1. menyerahkan barang yang disewakan kepada penyewa. 2. Memelihara barang yang disewakan sedemikian sehingga barang tersebut dapat dipakai si penyewa. 3. memberikan kenikmatan yang tentram selama masa sewa, artinya pihak yang menyewakan wajib menangkis tuntutan-tuntutan hukum daari pihak ketiga. Sebaliknya kewajiban penyewa adalah :

7 1. menggunakan barang yang disewa sebagai bapak rumah tangga yang baik (als een goedvader) 2. membayar uang sewa pada waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian. 3. mengembalikan barang yang disewanya dalam keadaan baik 4. bertanggung jawab terhadap segala kerusakan yang timbul, kecuali diluar kesalahannya. Lebih lanjut ketentuan Pasal 1561 KUHPerdata menyebutkan bahwa jika penyewa menggunakan barang yang disewanya tidak sesuai dengan tujuan pemakaiannya atau menyebabkan kerugian pada pihak yang menyewakan, maka pihak yang menyewakan dapat minta pembatalan sewanya. Risiko dalam perjanjian sewa menyewa diatur dalam Pasal 1553 KUHPerdata yang menyebutkan jika selama perjanjian sewa menyewa barang yang disewakan musnah karena kejadian yang tidak disengaja, maka perjanjian sewa menyewa gugur demi hukum. Dari pasal ini dapat disimpulkan bahwa jika terjadi keadaan memaksa (overmacht) maka risiko ada pada pihak yang menyewa. Dalam hal berakhirnya perjanjian sewa menyewa, ada dua cara untuk mengetahui berakhirnya perjanjian sewa menyewa tersebut, yaitu: 1. perjanjian sewa menyewa berakhir demi hukum, yaitu lampaunya waktu yang telah ditentukan. 2. Perjanjian sewa menyewa berakhir setelah dihentikan dengan memperhatikan tenggang waktu menurut kebiasaan. 3. Perjanjian Pemberian Kuasa Pemberian kuasa (lastgeving) adalah suatu perjanjian dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada orang lain, yang menerimanya untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan. Pihak-pihak dalam perjanjian pemberian kuasa adalah pemberi kuasa dan penerima kuasa / juru kuasa. Adapun yang dapat dikuasakan adalah penyelenggaraan suatu urusan (suatu perbuatan hukum). Artinya tidak setiap perbuatan hukum dapat dikuasakan kepada orang lain. Hal yang berkaitan erat dengan pribadi seseorang tidak dapat dikuasakan. Penerima kuasa melakukan suatu perbuatan hukum "atas nama" atau "mewakili" orang yang member kuasa.

8 Bentuk perjanjian pemberian kuasa adalah bebas (Pasal 1793 KUHPerdata), karena perjanjian pemberian kuasa merupakan perjanjian konsensuil. Jadi bentuk perjanjiannya bisa lisan atau tertulis. Ada beberapa macam pemberian kuasa menurut Pasal 1795 KUHPerdata, yang meliputi: 1. Kuasa Umum, hanya memberikan kewenangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan pengurusan (beheeren). 2. Kuasa Khusus, memberikan kewenangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan tertentu yang harus disebutkan secara tegas, misalnya ketentuan Pasal 123 HIR yang menyatakan surat kuasa untuk beracara dimuka pengadilan disyaratkan suatu kuasa khusus tertulis. Kewajiban si kuasa ada tiga, yaitu : 1. menyelesaikan urusan yang telah dimulai dikerjakannya pada waktu pemberi kuasa meninggal dan menanggung segala biaya, kerugian, bunga yang sekirannya dapat timbul karena tidak dilaksanakannya kuasa tersebut (Pasal 1800 KUHPerdata) 2. membuat laporan tentang apa yang telah diperbuatnya (Pasal 1802 KUHPerdata). 3. bertanggung jawab jika ia menggunakan hak substitusi (hak untuk menunjuk orang lain sebagai penggantinya dalam melaksanakan kuasanya) (Pasal 1803 KUHPerdata). Sedangkan kewajiban pemberi kuasa ada empat, yaitu : 1. memenuhi perikatan-perikatan yang dibuat oleh si kuasa (Pasal 1807 KUHPerdata). 2. mengembalikan persekot-persekot dan biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh si kuasa untuk melaksanakan kuaasnya (Pasal 1808; KUHPerdata). 3. memberikan ganti rugi yang diderita si kuasa sewaktu manjalankan kuasanya (Pasal 1809 KUHPerdata). 4. membayar bunga atas persekot-persekot yang telah dikeluarkan oleh si kuasa (Pasal 1810 KUHPerdata). Di dalam perjanjian kuasa juga dikenal suatu hak yang disebut hak retensi, yaitu hak untuk menahan barang milik pemberi kuasa, sampai pemberi kuasa memenuhi segala kewajibannya terhadap si kuasa. Berakhirnya perjanjian pemberian kuasa diatur dalam Pasal 1813

9 KUHPerdata. Ada tiga cara untuk berakhirnya perjanjian pemberian kuasa, yaitu : 1. dengan ditariknya kembali kuasanya si kuasa. 2. dengan pemberitahuan penghentian kuasa oleh si kuaas. 3. dengan meninggalnya, pengampuan atau pailitnya pemberi kuasa maupun si si kuasa. 4. Perjanjian Pemborongan Perjanjian pemborongan di dalam KUHPerdata Pasal 1601 b disebut dengan istilah Pemborongan Pekerjaan, yaitu perjanjian dengan mana pihak yang satu, si pemborong mengikatkan diri untuk menyelesaikan suatu pekerjaan bagi pihak lainnya, pihak yang memborongkan, dengan menerima suatu harga yang ditentukan. Perjanjian pemborongan di atur dalam Buku III Bab 7A Pasal 1601 b, Pasal Pasal 1616 KUHPerdata. Perjanjian Pemborongan merupakan salah satu macam perjanjian dari perjanjian melakukan pekerjaan. Pihak-pihak dalam perjanjian pemborongan ada dua, pihak pertama disebut sebagai pihak yang memborongkan / principal / bouwheer / aan bestencter / pemberi tugas, sedangkan pihak ke-dua disebut pemborong / kontraktor / rekanan / annemer / pelaksana.adapun obyek pemborongan adalah pembuatan suatu karya (het maken van werk). Perjanjian pemborongan selain diatur dalam KUHperdata juga diatur dalam Keppres No. 16 Tahun 1994 tentang pelaksanaan APBN jo. Keppres No.24 Tahun 1995 perubahan atas Keppres No.16 Tahun 1994, serta AV 1941 (Algemene voorwaarden voorde uitvoering bij aanneming van openbare werken in Indonesia, artinya syarat-syarat umum untuk pelaksanaan pemborongan pekerjaan umum di Indonesia). AV terdiri dari tiga bagian, yaitu: 1. Bagian ke-1 memuat syarat-syarat administrasi 2. Bagian ke-2 memuat syarat-syarat bahan 3. Bagian ke-3 memuat syarat-syarat teknis Perjanjian pemborongan bersifat konsensuil dan bentuknya bebas (vormvrij) artinya dapat dibuat secara lisan atau tertulis. Namun demikian perjanjian pemborongan pada proyek-proyek pemerintah harus dibuat secara tertulis dan dalam bentuk standar.

10 Adapun macam dan isi perjanjian pemborongan di dalam KUHPerdata dikenal ada dua macam perjanjian pemborongan : 1. Perjanjian pemborongan dimana pemborong hanya melakukan pekerjaan saja. 2. Perjanjian Pemborongan dimana pemborong selain melakukan pekerjaan juga menyediakan bahan-bahan / materialnya. Isi dari perjanjian pemborongan tidak ditentukan dalam KUHPerdata, hal ini sesuai dengan asas kebebasan berkontrak (Pasal 1338 ayat (1) ), sedangkan di dalam Keppres No. 16 Tahun 1994 isi perjanjian pemborongan ditentukan sebagai berikut : 1. Akta dibawah tangan, isinya terserah pada pihak yang memborongkan (tidak diatur dalam Keppres No. 16 Tahun 1994). 2. Surat Perintah Kerja (SPK) isinya sekurang-kurangnya harus memuat sebagaimana diatur dalam Pasal 22 ayat (1) Keppres No. 16 Tahun Surat perjanjian pemborongan kontrak, isinya sekurang-kurangnya harus memuat sebagaimana diatur pada Pasal 22 ayat (2) Keppres No.16 Tahun Perjanjian pemborongan berakhir apabila : 1. Pekerjaan tidak diselesaikan oleh pemborong setelah masa pemeliharaan selesai atau dengan akta lain pada penyerahan kedua dan harga borongan telah dibayar oleh pihak yang memborongkan. 2. Pembatalan perjanjian pemborongan (Pasal 1611 KUHPerdat). 3. Kematian pemborong (Pasal 1612 KUHPerdata) 4. Kepailitan. 5. Pemutusan perjanjian pemborongan. Disamping perjanjian bernama, di dalam KUHPerdata juga dikenal perjanjian-perjanjian yang tidak bernama. Hal ini tampak pada ketentuan Pasal 1319 KUHPerdata yang menyatakan bahwa semua perjanjian, baik yang mempunyai suatu nama khusus, maupun yang tidak terkenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan-peraturan umum, yang termuat didalam bab ini dan bab yang lalu. Artinya, KUHPerdata berlaku bagi semua bentuk perjanjian dengan kata lain baik perjanjian bernama maupun yang tidak bernama tunduk pada ketentuan umum, yaitu Bab I - IV Buku III KUHPerdata. Ada dua macam

11 perjanjian tidak bernama : 1. Perjanjian Campuran, yaitu perjanjian yang didalamnya terkandung unsur dari berbagai perjanian bernama. Misalnya : Perjanjian Beli-Sewa. 2. Perjanjian Jenis Baru Mandiri, yaitu perjanjian yang di dalamnya terdapat berbagai unsure perjanjian bernama yang bercampur menjadi satu sehingga tidak dapat dipilah-pilah dan sifat yang demikian memberi karakter yang khusus dalam perjanjian tersebut.misalnya: Perjanjian Beli Sewa, Perjanjian Leasing, Perjanjian Kredit Sindikasi. 1. Perjanjian Beli-Sewa Perjanjian beli sewa adalah suatu perjanjian jual beli dimana pada saat perjanjian diadakan hak milik barang belum beralih. Hak milik baru akan beralih setelah sewa terakhir dibayar. Jadi tujuan akhir dari perjanjian beli sewa adalah peralihan hak milik, selama pembayaran belum lunas, maka status barang adalah barang sewa dan pembeli masih berstatus sebagai penyewa karena barang masih milik penjual. Hak Milik berpindah tangan apabila angsuran lunas. Jika angsuran tidak selesai maka barang dapat diambil kembali oleh si penjual dan uang angsuran yang telah dibayarkan dianggap sebagai uang sewa. 2. Perjanjian Leasing Pengertian leasing menuirut Keputusan Menteri Keuangan Rl No. 1169/KMK/.01/1991 adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (financial lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan lesee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala. Dari pengertian tersebut diketahui ada beberapa unsur perjanjian leasing, yaitu : 1. Pihak Lessor, yaitu pihak yang memiliki suatu benda yang bersedia memberikan hak pakai atas benda-benda miliknya kepada pihak lain untuk suatu jangka waktu tertentu, dengan pembayaran sejumlah uang yang disepakati bersama. 2. Pihak Lessee, yaitu pihak yang bermaksud untuk memakai benda milik orang lain untuk jangka waktu tertentu, dengan pembayaran sejumlah uang yang besarnya telah disepakati bersama. 3. Ada benda yang menjadi obyek perjanjian tersebut.

12 4. Ada suatu jangka waktu tertentu. 5. Ada sejumlah uang yang merupakan harga lease yang besarnya telah disepakati bersama. Selanjutnya setelah unsur-unsur dari perjanjian leasing diketahui, maka dapat ditinjau ciri-ciri dasar suatu leasing, yaitu : 1. Benda yang menjadi obyek leasing adalah alat produksi atau barang modal dalam lalu lintas ekonomi yang mewakili nilai tertentu. 2. Para pihak yang terikat dalam perjanjian leasing badan usaha dan/atau perorangan yang melakukan usaha. 3. Jangka waktu leasing selalu berkaitan dengan umur ekonomis obyek leasing. 4. Ada pemisahan antara hak milik yang tetap ada pada lessor dan hak pakai ada pada lessee. Dalam perjanjian leasing dikenal beberapa jenis leasing yang dibedakan berdasarkan kriteria-kriteria tertentu, yaitu: 1.berdasarkan risiko ekonomis, ada dua jenis leasing a. Financial Leasing b. Operational Leasing 2.berdasarkan pembagian Obyek Leasing, ada dua jenis leasing: a. leasing benda tetap b. Leasing benda bergerak Perjanjian leasing merupakan perjanjian timbal balik, karena menimbulkan hak dan kewajiban diantara kedua belah pihak, meskipun ketentuan dalam perjanjian telah ditentukan oleh salah satu pihak yaitu lessor dalam suatu formulir yang siap ditanda tangani oleh lessee, oleh karenanya perjanjian leasing juga merupakan perjanjian standar. Obyek perjanjian leasing adalah barang modal dan harga leasing. Barang modal adalah setiap aktiva tetap yang berwujud termasuk tanah sepanjang diatas tanah tersebut melekat aktiva tetap berupa bangunan (plant) dan tanah serta aktiva dimaksud merupakan satu kesatuan kepemilikan, yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun dan digunakan secara langsung untuk menghasilkan atau meningkatkan ataupun memperlancar produksi barang atau jasa oleh lessee (Pasal 1 b. Kepmenkeu Rl No.1169/KMK.01/1991 tentang

13 Kegiatan Sewa Guna Usaha (leasing)). Berakhirnya perjanjian leasing dapat terjadi secara normal dan tidak normal. Perjanjian leasing berakhir secara normal jika kewajiban-kewajiban semua pihak telah dilaksanakan sebagaimana mestinya menurut perjanjian leasing, yaitu sejak lessee melunasi pembayaran uang sewa terakhir ditambah biaya-biaya lain jika ada. Sedangkan suatu perjanjian leasing berakhir secara tidak normal apabila jangka waktu berlakunya perjanjian leasing belum berakhir, tetapi kewajiban salah astu pihak terhenti karena adanya suatu peristiwa tertentu. Perjanjian leasing berakhir secara tidak normal baik karena consensus, wanprestasi maupun overmacht. 3.Perjanjian Kredit Sindikasi Pengertian Perjanjian Kredit Sindikasi menurut Stanley Hum seperti dikutip oleh Remy Sjahdeini adalah suatu pinjaman yang dibuat oleh dua atau lebih lembaga keuangan, berdasarkan syarat-syarat yang sama bagi masing-masing peserta Sindikasi, menggunakan dokumen kredit tunggal dan diadministrasikan oleh satu agen yang sama untuk semua peserta Sindikasi tujuannya untuk membiayai suatu obyek fasilitas kredit milik debitur dan dalam jangka waktu yang disepakati oleh para pihak. Ada dua cara terbentuknya kredit Sindikasi, yang pertama atas permintaan nasabah dan yang kedua atas inisiatif bank yang memandang perlu untuk membiayai suatu proyek milik nasabah dalam bentuk Sindikasi. Ada beberapa tahap pembentukan kredit Sindikasi, yaitu (1) penawaran (offer) bisa dari bank atau dari pihak debitur yang memerlukan dana, (2) pembentukan arrangers yang terdiri dari bank-bank yang akan menjadi bagian dari kredit Sindikasi yang tidak harus menjadi peserta Sindikasi, (3) Pembentukan lead manager dan managing group, (4) Penyampaian penawaran (offer) dan Penerimaan Mandat, (5) Penyiapan information memorandum dan Perjanjian Kredit, (6) Penunjukan Agen Bank yang dilakukan sebelum perjanjian kredit sindikasi ditanda tangani, (7) Upacara penandatanganan perjanjian kredit sindikasi yang disebut loan signing ceremony, (8) Perlaksanaan pubiisitas yang tujuannya untuk transparansi agar masyarakat dapat mengukur tingkat risiko dari debitur. Perjanjian kredit sindikasi adalah perjanjian pokok dimana sebagai

14 perjanjian pokok selalu diikuti dengan perjanjian-perjanjian tambahan, yaitu Perjanjian Pembagian Hasil Jaminan (Security Sharing Agreement) dan Perjanjian Pengikatan jaminan. Berakhirnya perjanjian kredit sindikasi terjadi apabila debitur telah melaksanakan kewajiban-kewajibannya yaitu melakukan pembayaran, baik pembayaran utang pokok, bunga, denda dan biaya-biaya lain yang timbul akibat perjanjian tersebut. C. HUKUM JAMINAN 1. Pengertian Jaminan Pengertian jaminan tidak dijumpai dalam undang-undang, namun dalam literature dijumpai istilah zackerheidsrechten yang lazim diterjemahkan sebagai hukum jaminan. Pitlo seorang ahli hukum mengartikan zackerheidsrechten sebagai hak (een recht) yang memberikan kepada seorang kreditur kedudukan yang lebih baik dari pada kreditur-kreditur lainnya. Recht dalam istilah zackerheidsrechten diartikan sebagai hak dan bukan hukum. Namun demikian meskipun undang-undang tidak memberikan pengertian tentang hukum jaminan, dalam KUHPerdata dapat dijumpai pasal yang mengatur tentang jaminan secara umum yaitu Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUHPerdata. Pasal 1131 KUHPerdata menyebutkan bahwa semua barang milik debitur baik yang bergerak maupun tetap, yang sudah ada maupun yang masih akan ada menjadi tanggungan/jaminan untuk seluruh utang debitur. Jadi ada dua macam unsur, yaitu schuld (utang) dan haftung (tanggung jawab) yang ada pada diri debitur. Sedang Pasal 1132 KUHPerdata menyebutkan bahwa kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya, pendapatan penjual dari benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang-piutang, kecuali apabila diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan. Jadi hasil dari penjualan seluruh kebendaan milik debitur digunakan untuk membayar kreditur secara berimbang menurut besar kecil piutangnya, kecuali apabila ada hak didahulukan. Oleh karena itu seseorang yang akan meminjam uang, tidak hanya wajib mengembalikan uang yang dipinjamnya itu saja, akan tetapi diapun wajib

15 menyediakan harta bendanya sebagai jaminan pelunasan hutang. Hal ini disebut sebagai jaminan yang bersifat umum, artinya seluruh harta benda milik debitur baik benda yang bergerak maupun tetap, yang sudah ada maupun yang masih akan ada dijadikan sebagai jaminan. Disamping jaminan umum dikenal pula jaminan khusus, dimana untuk adanya jaminan itu harus diperjanjikan terlebih dahulu oleh para pihak. Jaminan khusus ini dapat berupa jaminan yang bersifat perorangan (persoonlijke) maupun bersifat kebendaan (zakelijke). Jaminan terhadap harta benda milik debitur ini merupakan jaminan yang bersifat kebendaan, sedangkan jaminan perorangan adalah adanya pihak ketiga baik badan pribadi maupun badan hukum yang sanggup menjamin pemenuhan hutang debitur apabila debitur wanprestasi. Jaminan yang dilembagakan sebagai jaminan khusus yang bersifat kebendaan di dalam KUHPerdata adalah gadai dan hipotik, sedangkan yang diluar KUHPerdata adalah fiducia dan credit verband. Namun setelah berlakunya UU Nomor 4 Tahun 1996, hipotik dan credit verband atas tanah diganti menjadi hak tanggungan. 2. Gadai Pengertian gadai menurut Pasal 1150 KUHPerdata adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada siberpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dari pada orang-orang berpiutang lainnya; dengan perkecualian biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan. Jadi menurut pasal tersebut gadai adalah hak. Syarat gadai adalah benda gadai harus ditaruh dibawah kekuasaan pemegang gadai (inbezitstelling). Tidak semua benda dapat digadaikan. Beberapa contoh benda yang tidak dapat digadaikan, yaitu: binatang ternak, benda yang mudah rusak dan mudah busuk, benda yang harganya tidak stabil, benda milik negara dan lain-lain Adapun hak pemegang gadai, yaitu: 1. Menjual benda gadai 2. Menahan benda gadai mendapat pembayaran lebih dahulu Sedangkan

16 kewajiban pemegang gadai: 1. Bertanggung jawab atas hilangnya benda jaminan 2. Memberitahukan kepada pemberi gadai jika benda akan dijual ulang 3. Memperhitungkan hasil penjualan benda gadai Hapusnya gadai atau berakhirnya hak gadai karena beberapa cara, yaitu: 1. Hapusnya perikatan pokok 2. Benda gadai keluar dari kekuasaan pemegang gadai 3. Musnahnya benda gadai 4. Penyalahgunaan benda gadai (Pasal 1159 ayat (1) KUHPerdata) 5. Pelaksanaan eksekusi 6. Kreditur melepaskan benda gadai secara sukarela (Pasal 1152 ayat(2) KUHPerdata) 3. Fiducia Pengertian fiducia adalah hak kreditur untuk mengambil pelunasan piutangnya dari benda bergerak yang hak miliknya diserahkan kepada pihak debitur. Penyerahan hak milik dalam fiducia ini adalah penyerahan secara kepercayaan, tidak bermaksud memindahkan hak milik tetapi hanya sebagai jaminan. Perbedaan antara fiducia dan gadai, yaitu dalm fiducia yang diserahkan oleh debitur kepada kreditur adalah hak miliknya dan fisik bendanya masih pada debitur, sedangkan pada gadai yang diserahkan oleh debitur kepada kreditur adalah fisik bendanya dan hak miliknya masih ada pada debitur. Benda-benda yang dapat difiduciakan menurut Pasal 1 ayat (2) UU Nomor 42 Tahun 1999 adalah benda-benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda yang tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan. Perjanjian fiducia harus dibuat dengan akta fiducia oleh notaris. Setelah dibuat akta fiducia oleh notaris kemudian harus di adakan pendaftaran jaminan fiducia pada kantor pendaftaran fiducia yang berada di bawah departemen kehakiman. Fiducia dapat hapus atau berakhir karena : 1. Hapusnya hutang pokok 2. Musnahnya benda fiducia

17 3. Keluarnya benda fiducia dari pemegang fiducia karena hilang atau dicuri orang 4. Hak Tanggungan pengertian hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah, untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu daripada kreditur lain. Lahirnya hak tanggungan pada hari tanggal buku tanah hak tanggungan, yaitu pada tanggal hari ke-7 (tujuh) setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftarannya. Peringkat hak tanggungan ditentukan oleh tanggal pendaftarannya, tetapi jika hak tanggungan didaftarkan pada tanggal yang sama, peringkatnya ditentukan oleh tanggal pembuatan akta pemberian hak tanggungan. Janji-janji yang dapat dicantumkan dalam akta pemberian hak tanggungan meliputi: 1. Janji tentang sewa hak tanggungan 2. Janji mengubah objek hak tanggungan 3. Janji untuk mengelola hak tanggungan 4. Janji untuk menyelamatkan hak tanggungan 5. Janji untuk menjual hak tanggungan 6. Janji untuk membersihkan hak tanggungan 7. Janji untuk tidak melepaskan objek hak tanggungan 8. Janji untuk memperoleh ganti rugi dari objek hak tanggungan 9. Janji untuk memperoleh uang asuransi 10. Janji untuk mengosongkan objek hak tanggungan pada waktu eksekusi hak tanggungan 11. Janji bahwa sertifikat hak atas tanah yang telah diberi catatan pembebanan hak tanggungan dipegang oleh penerima hak tanggungan. Sedangkan cara hapus atau berakhirnya hak tanggungan karena: 1. Hapusnya hutang yang dijamin dengan hak tanggungan 2. Dilepas oleh pemegangnya 3. Pembersihan hak tanggungan 4. Hapusnya hak atas tanah

18 5. Borgtocht Pengertian borgtocht menurut Pasal 1820 KUHPerdata adalah suatu perjanjian dimana seorang pihak ketiga guna kepentingan siberhutang, meghikatkan diri untuk memenuhi perikatan siberhutang manakala si berhutang itu wanprestasi. Sari beberapa ketentuan undang-undang dapat disimpulkan bahwa perjanjian penanggungan (borgtocht) bersifat accesoir, dalam arti selalu dikaitkan dengan perjanjian pokok. Adapun ciri-ciri borgtoch: 1. Tidak ada penanggungan tanpa adanya perikatan pokok yang sah 2. Besarnya penanggungan tidak akan melebihi besarnya perikatan pokok 3. Penanggung berhak mengajukan tangkisan-tangkisan yang bersangkutan dengan perikatan pokok 4. Beban pembuktian yang tertuju pada siberhutang dalam batas-batas tertentu mengikat juga si penanggung 5. Penggung pada umumnya akan hapus dengan hapusnya perikatan pokok Dalam kedudukannya sebagai perjanjian yang bersifat accesoir maka perjanjian penanggungan seperti halnya perjanjian-perjanjian accesoir yang lain akan memperoleh akibat-akibat: 1. Adanya perjanjian penggungan tergantung pada perjanjian pokok 2. Jika perjanjian pokok batal maka perjanjian penanggungan juga ikut batal 3. Jika perjanjian pokok hapus maka perjanjian penaggungan juga ikut hapus 4. Dengan beralihnya piutang pada perjanjian pokok maka semua perjanjian accesoir yang melekat pada piutang tersebut akan ikut beralih Hak-hak dari seorang borg adalah: 1. Hak untuk menuntut lebih dahulu 2. Hak untuk membagi hutang 3. Hak untuk mengajukan tangkisan gugat 4. Hak untuk diberhentikan dari penanggungan (karena terhalang melakukan subrogasi sebagai akibat kesalahan kreditur).

19 Penanggung juga mempunyai hak regres dan hak subrogasi dalam hubungan hukum antara penanggung dengan debitur. Hak regres adalah hak menuntut kembali pembayaran tersebut dari si debitur, baik penanggungan itu terjadi dengan sepengetahuan atau tanpa sepengetahuan debitur. D. HUKUM HARTA PERKAWINAN 1. Pengertian, tempat pengaturan dan sifat hukum harta perkawinan Pengertian perkawinan menurut Pasal 1 UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UUP) adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Jadi perkawinan yang sah dan mempunyai akibat hukum hanya perkawinan yang dilakukan menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Akibat hukum adanya perkawinan bersifat komplek, artinya tidak hanya berakibat bagi suami dan isteri yang melangsungkan perkawinan itu saja, akan tetapi juga menimbulkan akibat bagi anak-anak yang dilahirkan dan harta perkawinan. Akibat perkawinan bagi suami dan isteri adalah timbulnya hak dan kewajiban diantara mereka diatur dalam Pasal KUHPerdata (dengan mengingat SEMA No.3 Tahun 1963 yang menghimbau kepada hakim di seluruh Indonesia agar tidak menggunakan Pasal 108 dan 110 KUHPerdata), serta Pasal UUP. Akibat hukum adanya perkawinan terhadap anak yaitu timbulnya hak dan kewajiban yang bersifat timbal balik antara orang tua dan anak yang disebut dengan kewajiban alimentasi, yang diatur dalam Pasal KUHPerdata dan Pasal UUP. Yang dimaksud kewajiban alimentasi misalnya kewajiban anak untuk menghormati orang tuanya sebaliknya kewajiban orang tua adalah mendidik dan memberikan nafkah kepada anak yang belum dewasa sesuai dengan kemampuannya. Sedangkan akibat perkawinan bagi harta perkawinan diatur dalam Pasal KUHPerdata dan Pasal UUP. Akibat adanya perkawinan menimbulkan beberapa macam harta, yaitu harta bawaan suami, harta bawaan isteri dan harta bersama. Timbulnya bermacam-macam harta tersebut dapat menimbulkan konflik yang berkaitan dengan harta perkawinan. Agar konflik itu

20 dapat diselesaikan maka diperlukan Hukum Harta Kekayaan. Hukum Harta Kekayaan di dalam KUHPerdata diatur dalam Buku I Tentang Orang, Bab VI dan IX, Pasal Ketentuan tentang Hukum Harta Kekayaan dalam KUHPerdata bersifat pelengkap (Pasal 119 ayat (1) ), artinya ketentuan itu hanya berlaku apabila suami-isteri tidak membuat perjanjian kawin, apabila mereka membuat janji kawin maka perjanjian kawin itulah yang berlaku. Sedangkan dalam UUP Hukum Harta Kekayaan diatur dalam Pasal 35 ayat (1) dan (2) dan bersifat sebagai hukum pelengkap juga. 2. Terbentuknya hukum harta perkawinan dan macamnya Menurut KUHPerdata ada beberapa cara terbentuknya hukum harta perkawinan, yaitu; 1. Apabila tidak diperjanjikan dan menurut ketentuan KUHPerdata, maka demi hukum terjadi Persatuan Bulat antara harta kekayaan suami dan isteri. 2. Apabila diperjanjikan ada 2 (dua) hal: a. ekstrem (sama sekali tidak ada persatuan), artinya dalam hal ini harta suami dan isteri terpisah sama sekali. b. tidak ekstrem (ada persatuan tetapi terbatas), banyak sekali variasi persatuan terbatas akan tetapi yang diatur dalam KUHPerdata hanya 2 (dua) yaitu persatuan terbatas untung dan rugi, persatuan terbatas hasil dan pendapatan. Menurut UUP, hukum harta perkawinan diatur dalam Pasal 35 ayat (1) dan (2) yang meliputi: 1. Tidak diperjanjikan ada 3 (tiga) macam harta, yaitu a. harta suami b. harta isteri c. harta bersama 2. Diperjanjikan ada 2 macam hukum harta perkawinan, yaitu: a. tidak diperjanjikan terjadi persatuan secara bulat b. diperjanjikan secara ekstrim dan tidak ekstrim 3. Tidak diperjanjikan terjadi Persatuan Secara Bulat Persatuan secara bulat diatur dalam Pasal KUHPerdata.

21 Pengertian Persatuan Bulat terdapat dalam Pasal 119 ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan bahwa mulai saat perkawinan dilangsungkan, demi hukum berlakulah persatuan bulat antara harta kekayaan suami dan isteri, sekedar mengenai itu dengan perjanjian kawin tidak diadakan ketentuan lain. Selanjutnya ayat (2) menyatakan bahwa persatuan harta secara bulat ini tidak dapat dirubah atau ditiadakan dengan persetujuan suami isteri. Adapun rincian harta persatuan diatur dalam Pasal 120 dan Pasal 121 KUHPerdata yang meliputi: 1. Segala harta kekayaan dari suami dan isteri, bergerak ataupun tidak bergerak (tetap) sebelum dan pada waktu perkawinan dilangsungkan. 2. Segala harta kekayaan suami dan isteri, bergerak ataupun tidak bergerak (tetap) selama perkawinan berlangsung. 3. Segala harta kekayaan suami dan isteri bergerak ataupun tidak bergerak (tetap) yang diperoleh secara Cuma-Cuma kecuali pewaris atau pemberi melarang pemberian itu dimasukkan pada persatuan 4. Segala beban yang dapat berupa kerugian dan hutang dari suami dan isteri sebelum dan sesudah perkawinan dilangsungkan. Dalam persatuan bulat dimungkinkan terjadi hutang pesatuan. Pengertian hutang persatuan adalah hutang-hutang yang dibuat oleh suami atau isteri selama perkawinan untuk keperluan rumah tangga dan hutang tersebut merupakan beban persatuan. Selain hutang persatuan, didalam persatuan bulat juga dimungkinkan hutang pribadi. Hutang pribadi adalah hutang yang melekat pada benda pribadi suami atau isteri. Hutang pribadi terjadi ketika pemberian barang yang oleh pemberinya dilarang dimasukkan dalam persatuan tersebut dibebani hak tanggungan. Pembayaran hutang persatuan dibayar dari harta persatuan, jika harta persatuan tidak cukup maka hutang persatuan dibayar dengan harta pribadi orang yang membuat hutang. Sedangkan hutang pribadi dibayar dengan harta pribadi, jika harta pribadi tidak mencukupi maka dibayar dengan harta persatuan karena baik suami atau isteri berhak atas separo harta persatuan. Dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, dikenal ada 3 (tiga) macam harta, yaitu harta suami, harta isteri (diatur dalam Pasal 35 ayat (1), (2) UUP) dan harta bersama (Pasal 36 ayat (1), (2) UUP).

22 Pengurusan harta persatuan menurut KUHPerdata diatur dalam Pasal 124 ayat (1) KUHPerdata, dilakukan oleh suami. Hal ini berpangkal pada Pasal 105 ayat (1) KUHPerdata yang menyebutkan bahwa suami adalah kepala harta persatuan. Pengertian pengurusan meliputi menjual, memindah tangankan, membebani hutang harta kekayaan tanpa campur tangan isteri termasuk juga memutuskan/menetapkan (beschikken). Namun demikian ada pembatasan hak pengurusan suami terhadapa harta persatuan baik yang diatur dalam UU maupun yang diperjanjikan. Pembatasan yang diberikan oleh UU diatur dalam Pasal 124 ayat (3), (4), Pasal 125 dan pembatasan yang diperjanjikan diatur dalam Pasal 140 ayat (3). Sedangkan pengurusan harta persatuan menurut UUP diatur dalam Pasal UUP. Upaya hukum isteri untuk menghadapi penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh suami diatur dalam Pasal 186, 243 dan 434 ayat (3) KUHPerdata. Pasal 186 KUHPerdata mengatur bahwa: "Isteri dapat menuntut suami agar supaya diadakan pemisahan harta kekayaan. Penuntutan di pengadilan ini dapat dilakukan apabila: a. suami melakukan pemborosan. b. suami tidak mengurus harta kekayaan sendiri dengan baik sehingga mengkhawatirkan pekerjaan isteri. Pasal 243 KUHPerdata mengatur bahwa: "Apabila telah terjadi putusan hakim tentang perpisahan meja dan ranjang maka berakibat perpisahan harta persatuan dengan sendirinya." Pasal 434 ayat (3) KUHPerdata mengatur bahwa: "Isteri dapat menuntut agar suami diletakkan di bawah pengampuan (kuratele)." Setelah perkawinan bubar, seorang bekas isteri masih mempunyai upaya hukum dalam menghadapi bekas suami yang kurang bertanggung jawab terhadap tuntutan kreditur selama masa perkawinan (Pasal 132 ayat (1) dan (2) KUHPerdata). Hak isteri untuk melepaskan haknya atas persatuan dapat gugur dalam hal dipenuhinya ketentuan Pasal 133,136 dan 137 KUHPerdata. Harta persatuan juga dapat bubar karena adanya beberapa peristiwa: 1. Kematian 2. Keadaan tidak hadir

23 3. Perceraian 4. Perpisahan meja dan ranjang 5. Perpisahan harta kekayaan Akibat bubarnya persatuan maka terjadi pembagian harta antara suami dan isteri masing-masing setengah bagian. Apabila bubarnya persatuan disebabkan karena kematian, maka berlakulah ketentuan mengenai hukum waris. 4. Perjanjian Kawin Pengertian perjanjian kawin adalah perjanjian yang dibuat oleh calon suami isteri untuk mengatur akibat perkawinan dalam hal harta perkawinan. Perjanjian kawin diatur dalam Bab VII Pasal KUHPerdata. Tujuan diadakannya perjanjian kawin adalah untuk membatasi atau meniadakan persatuan bulat menurut UU, selain itu perjanjian kawin juga untuk membatasi kekuasaan suami yang begitu besar terhadap harta persatuan seperti yang diatur dalam Pasal 124 ayat (2) KUHPerdata. Selain diatur dalam KUHPerdata, perjanjian kawin juga diatur dalam UUP. Ada 5 (lima) perbedaan pokok perjanjian kawin antara KUHPerdata dengan UUP yang meliputi pengaturan, bentuk, saat atau waktu dibuat, saat mulai berlaku dan dapat / tidak diubah perjanjian kawin tersebut. Yang dapat membuat perjanjian kawin adalah orang sudah dewasa dan cakap, karena perjanjian kawin merupakan perbuatan hukum. Dalam KUHPerdata tidak ada satu pasalpun yang memberikan definisi tentang batas dewasa, namun Pasal 330 KUHPerdata memberikan definisi tentang belum dewasa yaitu mereka yang belum mecapai umur genap duapuluh satu tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin. Dari Pasal 330 tersebut dapat disimpulkan bahwa seseorang dikatakan dewasa apabila ia telah berusia 21 tahun atau telah kawin (KUHPerdata batas minimal usia untuk kawin laki-laki 19 tahun, wanita 15 tahun, sedangkan UUP laki-laki 19 tahun, wanita 16 tahun). Namun dalam Pasal 153 yang merupakan perkecualian diatur tentang anak yang belum dewasa tetapi sudah memenuhi syarat-syarat kawin dapat membuat perjanjian kawin dibantu oleh orang yang memberi ijin kawin. Apabila dalam perkawinan diadakan perjanjian kawin yang ekstrim, maka sama sekali tidak ada persatuan. Perjanjian kawin semacam ini diadakan kemungkinan untuk menghindari kesulitan dalam menentukan apa yang dianggap

24 sebagai keuntungan dan kerugian (lihat Pasal 144 jo 140 ayat (2) KUHPerdata). Sedangkan dalam perjanjian kawin yang tidak ekstrirn terjadi persatuan harta kekayaan terbatas. Didalam KUHPerdata dikenal ada 2 (dua) macam persatuan terbatas, yaitu: 1. Persatuan harta kekayaan Terbatas Untung dan Rugi 2. Persatuan harta kekayaan Terbatas Hasil dan Pendapatan 5. Persatuan harta kekayaan Terbatas Untung dan Rugi Pengertian persatuan untung dan rugi adalah perjanjian kawin yang menghendaki supaya tidak semua harta kekayaan dari suami dan isteri dicampur menjadi satu (menjadi milik bersama), melainkan hanya sebagian harta perkawinan saja yaitu segala untung dan rugi. Untung adalah setiap bertambahnya kekayaan sepanjang perkawinan karena hasil harta kekayaan dan pendapatan suami isteri masing-masing dan kerugian adalah setiap berkurangnya kekayaan karena pengeluaran yang melampaui pendapatan. Dalam hal ini yang bercampur hanya keuntungan dan kerugian saja, sedangkan harta kekayaan lainnya menjadi milik pribadi, misalnya: 1. Barang-barang yang dibawa sebelum perkawinan 2. Warisan 3. Hibah wasiat 4. Naik turunnya nilai harta milik pribadi 5. Perbaikan dan kerusakan dari milik pribadi Cara membuat perjanjian terbatas untung dan rugi: 1. Dengan tegas diperjanjikan bahwa mereka menghendaki persatuan untung dan rugi (Pasal 155 KUHPerdata). 2. Dengan memperjanjikan bahwa mereka meniadakan persatuan harta kekayaan secara bulat (Pasal 154 KUHPerdata). 6. Persatuan Terbatas Hasil dan Pendapatan Persatuan Hasil dan Pendapatan diatur dalam Pasal 164, KUHPerdata. Pasal 164 KUHPerdata menyatakan bahwa apabila diperjanjikan persatuan hasil dan pendapatan maka tidak ada persatuan kekayaan secara bulat dan persatuan untung dan rugi.

25 Didalam persatuan terbatas hasil dan pendapatan, persatuan hanya keuntungannya saja, sedangkan kerugian ditanggung oleh suami sebagai kepala keluarga, kecuali hutang itu dibuat oleh suami atau isteri untuk kepentingan pribadi. Dalam hal terjadi hal demikian, maka tanggung jawab ada pada pribadi masing-masing suami atau isteri. Hutang bersama termasuk hutang persatuan, sehingga harus dibayar dengan harta persatuan. Jika harta persatuan tidak cukup maka sisanya harus dibayar oleh suami. E. HUKUM WARIS 1. Pengertian dan Persyaratan Pewarisan Pengertian hukum waris menurut Mr.A.Pittlo adalah suatu rangkaian ketentuan dimana berhubungan dengan meninggalnya seseorang, akiobat-akibatnya di dalam bidang kebendaan diatur, yaitu akibat dari beralihnya harta peninggalan dari seseorang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya baik dalam hubungannya antara mereka sendiri maupun dengan pihak ketiga. Dari pengertian tersebut tampak ada tiga macam hubungan, yaitu: a. Hubungan antara pewaris dengan ahli waris. b. Hubungan antara sesama ahli waris. c. Hubungan antara ahli waris dengan pihak ketiga. Melihat pengertian diatas tampak bahwa didalam hukum waris ada peristiwa yang disebut pewarisan. Pengertian pewarisan adalah peristiwa peralihan hak dan kewajiban dari pewaris kepada orang-orang yang masih hidup (ahli waris). Dari pengertian pewarisan ada tiga unsur pewarisan, yaitu: a. Adanya pewaris b. Adanya ahli waris c. Adanya hak dan kewajiban yang beralih Unsur-unsur tersebut harus memenuhi persyaratan: Ad a. Pewaris Persyaratan untuk pewaris ada dalam Pasal 830 KUHPerdata yang menyatakan bahwa pewaris harus sudah meninggal dunia. Pasal 830 KUHPerdata ini berlaku baik bagi hukum waris ab intestate maupun testamenter

26 Ad b. Ahli Waris Ada tiga macam persyaratan bagi seorang ahli waris, yaitu: 1) Ahli waris harus sudah ada dan masih ada pada saat pewaris meninggal dunia, dengan mengingat Pasal 2 KUHPerdata. 2) Calon ahli waris harus mempunyai hak atas harta peninggalan pewaris. Hak ini timbul karena dua hal: a. Adanya hubungan darah antara ahli waris dengan pewaris (ahli waris ab intestate) b. Adanya pemberian melalui surat wasiat atau testamen (ahli waris testamenter). 3) Calon ahli waris tersebut bukan orang yang dinyatakan tidak patut untuk mewaris (onwaardig), tidak cakap untuk mewaris ataupun orang yang menolak warisan. Ad c. Harta Warisan Hak dan kewajiban yang akan beralih adalah hak dan kewajiban yang bersumber pada hukum harta kekayaan, akan tetapi ada perkecualiannya, yaitu: a. Adanya hak-hak yang bersumber pada hukum harta kekayaan yang dengan tegas dinyatakan tidak dapat diwariskan b. Adanya hak-hak yang tidak bersumber pada hukum harta kekayaan tetapi justru dinyatakan dapat diwariskan. Hak-hak utama ahli waris ada tiga, yaitu: 1. Hak Saisine Hak saisine adalah perpindahan hak dan kewajiban dari seorang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya yang terjadi secara otomatis/demi hukum tanpa si ahli waris wajib melakukan sesuatu. Hak ini diatur dapam Pasal 833 dan Pasal 955 KUHPerdata. 2. Hak menuntut pembagian harta warisan Hak ini diatur dalam Pasal 1066 KUHPerdata yang merupakan sendi penting hukum waris barat, karena menunjukkan karakteristik hukum perdata barat yang individualistis kapitalistik.

27 3. Hak Hereditatis Petitio Hak Hereditatis Petitio adalah hak untuk mengajukan gugat guna mempertahankan barang-barang yang dikuasai oleh orang lain dimasukkan kembali dalam boedel warisannya. Hak ini diatur dalam Pasal 834 dan Pasal 955 ayat (2) KUHPerdata. Hak ini ditujukan kepada: a. Sesama ahli waris b. Orang yang tanpa alas hak apapun menguasai seluruh/sebagian harta warisan c. Orang yang secara licik telah menghentikan penguasaan ahli waris terhadap benda-benda warisan. 2. Tempat Pengaturan Hukum Waris Hukum waris diatur dalam Buku II Bab KUHPerdata. Hukum waris dibedakan menjadi dua bagian, yaitu: a. Hukum Waris menurut ketentuan UU disebut juga Hukum Waris Ab intestate, artinya hukum waris tanpa testamen/wasiat. Diatur dalam Buku II Bab 12 KUHPerdata. b. Hukum waris testamenter, artinya hukum waris menurut ketentuan wasiat/testamen. Diatur dalam Buku II Bab 13 KUHPerdata. Ada dua pendapat yang menyatakan alasan mengapa hukum waris diatur dalam Buku II KUHPerdata: Menurut Vollmar Penempatan hukum waris dalam buku II tidak salah, karena hukum waris dianggap sebagai hak kebendaan. Pembentuk UU memang menganggap bahwa hukum hak waris adalah hak kebendaan. Dasarnya beberapa ketentuan yang ada dalam KUHPerdata, yaitu Pasal 1537 dan Pasal 957 KUHPerdata. Menurut Pitlo Dimasukkannya hukum waris dalam buku II dan dengan demikian dianggap sebagai hak kebendaan, hal itu terjadi karena adanya kerancuan antara dua prinsip yang berasal dari dua sistem hukum yang berbeda yang mempengaruhi KUHPerdata pada saat pembentukannya, yaitu: a. Sistem Hukum Romawi

PERJANJIAN JUAL BELI. Selamat malam. Bagaimana kabarnya malam ini? Sehat semua kan.. Malam ini kita belajar mengenai Perjanjian Jual Beli ya..

PERJANJIAN JUAL BELI. Selamat malam. Bagaimana kabarnya malam ini? Sehat semua kan.. Malam ini kita belajar mengenai Perjanjian Jual Beli ya.. PERJANJIAN JUAL BELI Selamat malam Bagaimana kabarnya malam ini? Sehat semua kan.. Malam ini kita belajar mengenai Perjanjian Jual Beli ya.. 1. PENGERTIAN PERJANJIAN JUAL BELI Dalam suatu masyarakat, dimana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI 25 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI 2.1 Pengertian Gadai Salah satu lembaga jaminan yang obyeknya benda bergerak adalah lembaga gadai yang diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 KUHPerdata.

Lebih terperinci

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A.Pengertian perjanjian pada umumnya a.1 Pengertian pada umumnya istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah Overeenkomst

Lebih terperinci

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA NO. URAIAN GADAI FIDUSIA 1 Pengertian Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditor (si berpiutang) atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitur

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 29 BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 2.1 Pengertian Perkawinan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY. Atik Indriyani*) Abstrak

ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY. Atik Indriyani*) Abstrak ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY Atik Indriyani*) Abstrak Personal Guaranty (Jaminan Perorangan) diatur dalam buku III, bab XVII mulai pasal 1820 sampai dengan pasal 1850 KUHPerdata tentang penanggungan utang.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

Lebih terperinci

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor Menurut sistem terbuka yang mengenal adanya asas kebebasan berkontrak

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani* Al Ulum Vol.61 No.3 Juli 2014 halaman 17-23 17 AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA Istiana Heriani* ABSTRAK Masalah-masalah hukum yang timbul dalam perjanjian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TERHADAP PERJANJIAN SEWA BELI. belum diatur dalam Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para pakar

BAB II TINJAUAN TERHADAP PERJANJIAN SEWA BELI. belum diatur dalam Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para pakar BAB II TINJAUAN TERHADAP PERJANJIAN SEWA BELI A. Pengaturan Sewa Beli di Indonesia Perjanjian sewa beli adalah termasuk perjanjian jenis baru yang timbul dalam masyarakat. Sebagaimana perjanjian jenis

Lebih terperinci

BAB VI PERIKATAN (VERBINTENISSEN RECHT)

BAB VI PERIKATAN (VERBINTENISSEN RECHT) BAB VI PERIKATAN (VERBINTENISSEN RECHT) A. DASAR-DASAR PERIKATAN 1. Istilah dan Pengertian Perikatan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak memberikan rumusan, definisi, maupun arti istilah Perikatan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP WANPRESTASI. bahwa salah satu sumber perikatan yang terpenting adalah perjanjian sebab

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP WANPRESTASI. bahwa salah satu sumber perikatan yang terpenting adalah perjanjian sebab BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP WANPRESTASI Menurut ketentuan pasal 1233 KUH Perdata, perikatan bersumber dari perjanjian dan undang-undang. Dari kedua hal tersebut maka dapatlah dikatakan bahwa salah satu

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut Black s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 44 BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 3.1 Hubungan Hukum Antara Para Pihak Dalam Perjanjian Kartu Kredit 3.1.1

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. Kata wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yang diartikan buruk,

BAB III PEMBAHASAN. Kata wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yang diartikan buruk, BAB III PEMBAHASAN A. Pengertian Wanprestasi Kata wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yang diartikan buruk, tidak memenuhi, terlambat, ceroboh, atau tidak lengkap memenuhi suatu perikatan. Wanprestasi

Lebih terperinci

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT Rochadi Santoso rochadi.santoso@yahoo.com STIE Ekuitas Bandung Abstrak Perjanjian dan agunan kredit merupakan suatu hal yang lumrah dan sudah biasa dilakukan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, BAB I PENDAHULUAN Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, perkawinan, dan kematian. Dengan adanya kelahiran maka berakibat pada timbulnya hak dan kewajban baik dari

Lebih terperinci

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit Kehadiran bank dirasakan semakin penting di tengah masyarakat. Masyarakat selalu membutuhkan

Lebih terperinci

Common Law Contract Agreement Agree Pact Covenant Treaty. Civil Law (Indonesia) Kontrak Sewa Perjanjian Persetujuan Perikatan

Common Law Contract Agreement Agree Pact Covenant Treaty. Civil Law (Indonesia) Kontrak Sewa Perjanjian Persetujuan Perikatan Common Law Contract Agreement Agree Pact Covenant Treaty Civil Law (Indonesia) Kontrak Sewa Perjanjian Persetujuan Perikatan 2 Prof. Subekti Perikatan hubungan hukum antara 2 pihak/lebih, dimana satu pihak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Masalah perjanjian itu sebenarnya merupakan adanya ikatan antara dua belah pihak atau antara 2 (dua)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyalurkan kredit secara lancar kepada masyarakat. Mengingat

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyalurkan kredit secara lancar kepada masyarakat. Mengingat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank sebagai lembaga keuangan yang menggerakkan roda perekonomian, dikatakan telah melakukan usahanya dengan baik apabila dapat menyalurkan kredit secara lancar kepada

Lebih terperinci

PERJANJIAN JUAL BELI

PERJANJIAN JUAL BELI PERJANJIAN JUAL BELI Kelompok 4 1. Mia Elvina 20130610264 2. Achmad Gunawan 20130610266 3. Halimatussadiyah 20130610272 4. Serly Wulandari 20130610290 5. Abdilah fadilah 20130610297 6. Arif Rianto 20130610323

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah sebagai bagian dari pembangunan nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkat bagi dunia usaha atas tersedianya

Lebih terperinci

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan Perikatan dalam bahasa Belanda disebut ver bintenis. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata 23 BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM A. Pengertian Pinjam Meminjam Perjanjian Pinjam Meminjam menurut Bab XIII Buku III KUH Pedata mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata

Lebih terperinci

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang ekonomi yang semakin meningkat mengakibatkan keterkaitan yang erat antara sektor riil dan sektor moneter, di mana kebijakan-kebijakan khususnya

Lebih terperinci

PERJANJIAN KAWIN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN TERHADAP PIHAK KETIGA (PASCA PUTUSAN MAHKMAH KONSTITUSI NOMOR 69/PUU-XIII/2015) Oleh

PERJANJIAN KAWIN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN TERHADAP PIHAK KETIGA (PASCA PUTUSAN MAHKMAH KONSTITUSI NOMOR 69/PUU-XIII/2015) Oleh PERJANJIAN KAWIN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN TERHADAP PIHAK KETIGA (PASCA PUTUSAN MAHKMAH KONSTITUSI NOMOR 69/PUU-XIII/2015) Oleh Ahmad Royani Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita

Lebih terperinci

BAB III SURAT KUASA MUTLAK PADA PERJANJIAN JUAL BELI TANAH SEBAGAI DASAR PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH DIHUBUNGKAN DENGAN INSTRUKSI MENTERI DALAM

BAB III SURAT KUASA MUTLAK PADA PERJANJIAN JUAL BELI TANAH SEBAGAI DASAR PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH DIHUBUNGKAN DENGAN INSTRUKSI MENTERI DALAM BAB III SURAT KUASA MUTLAK PADA PERJANJIAN JUAL BELI TANAH SEBAGAI DASAR PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH DIHUBUNGKAN DENGAN INSTRUKSI MENTERI DALAM NEGERI NO. 14 TAHUN 1982 TENTANG LARANGAN PENGGUNAAN SURAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering kita mendapati perbuatan hukum peminjaman uang antara dua orang atau lebih. Perjanjian yang terjalin antara dua orang atau

Lebih terperinci

SISTEMATIKAN HUKUM PERDATA. Andri Budi Santosa, Drh, MBA

SISTEMATIKAN HUKUM PERDATA. Andri Budi Santosa, Drh, MBA SISTEMATIKAN HUKUM PERDATA Andri Budi Santosa, Drh, MBA 1 Sistematika Hukum Perdata Menurut BW 1. Hk Orang (Van Personen ) 2. Hk Benda (Van Zaken ) 3. Hk Perikatan( Van Verbinsissen ) 4. Pembuktian dan

Lebih terperinci

BENTUK-BENTUK JAMINAN MENURUT HUKUM INDONESIA

BENTUK-BENTUK JAMINAN MENURUT HUKUM INDONESIA BENTUK-BENTUK JAMINAN MENURUT HUKUM INDONESIA PENGERTIAN JAMINAN Kesimpulan Kelompok A mengenai Sistem Hukum Jaminan Nasional dalam Seminar Badan Pembinaan Hukum Nasional mengenai Hipotik dan Lembaga-Lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun selalu hidup bersama serta berkelompok. Sejak dahulu kala pada diri manusia terdapat hasrat untuk berkumpul

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau kepentingan-kepentingan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Manusia di dalam memenuhi

Lebih terperinci

PASAL-PASAL DALAM UNDANG-UNDANG YANG AKTA-AKTANYA HARUS DIBUAT DALAM AKTA NOTARIIL. A. Yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW)

PASAL-PASAL DALAM UNDANG-UNDANG YANG AKTA-AKTANYA HARUS DIBUAT DALAM AKTA NOTARIIL. A. Yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) PASAL-PASAL DALAM UNDANG-UNDANG YANG AKTA-AKTANYA HARUS DIBUAT DALAM AKTA NOTARIIL A. Yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) Buku I tentang Orang: 1. Pasal 70 pencegahan perkawinan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Definisi perjanjian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Selanjutnya

Lebih terperinci

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN Rosdalina Bukido 1 Abstrak Perjanjian memiliki peran yang sangat penting dalam hubungan keperdataan. Sebab dengan adanya perjanjian tersebut akan menjadi jaminan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUHPerdata: Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Oleh: Nama

Lebih terperinci

BAB III HUTANG PIUTANG SUAMI ATAU ISTRI TANPA SEPENGETAHUAN PASANGANNYA MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA

BAB III HUTANG PIUTANG SUAMI ATAU ISTRI TANPA SEPENGETAHUAN PASANGANNYA MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA 53 BAB III HUTANG PIUTANG SUAMI ATAU ISTRI TANPA SEPENGETAHUAN PASANGANNYA MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA A. Pengertian Hutang Piutang Pengertian hutang menurut etimologi ialah uang yang dipinjam dari

Lebih terperinci

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA NO PERBEDAAN BW/KUHPerdata Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 1 Arti Hukum Perkawinan suatu persekutuan/perikatan antara seorang wanita dan seorang pria yang diakui sah oleh UU/ peraturan negara yang bertujuan

Lebih terperinci

Sistem Pembukuan Dan, Erida Ayu Asmarani, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis UMP, 2017

Sistem Pembukuan Dan, Erida Ayu Asmarani, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis UMP, 2017 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Ketentuan mengenai gadai ini diatur dalam KUHP Buku II Bab XX, Pasal 1150 sampai dengan pasal 1160. Sedangkan pengertian gadai itu sendiri dimuat dalam Pasal

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI. Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang

BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI. Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI A. Perjanjian Pemberian Garansi/Jaminan Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang mendahuluinya, yaitu

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG DALAM PERJANJIAN KREDIT NURMAN HIDAYAT / D

TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG DALAM PERJANJIAN KREDIT NURMAN HIDAYAT / D TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG DALAM PERJANJIAN KREDIT NURMAN HIDAYAT / D101 07 022 ABSTRAK Perjanjian kredit merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam pemberian kredit. Tanpa perjanjian kredit yang

Lebih terperinci

Pembebanan Jaminan Fidusia

Pembebanan Jaminan Fidusia Jaminan Fidusia Fidusia menurut Undang-Undang no 42 tahun 1999 merupakan pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut

Lebih terperinci

Benda??? HUKUM/OBYEK HAK Pengertian Benda secara yuridis : Segala sesuatu yang dapat menjadi obyek Hak Milik (Sri soedewi M.

Benda??? HUKUM/OBYEK HAK Pengertian Benda secara yuridis : Segala sesuatu yang dapat menjadi obyek Hak Milik (Sri soedewi M. HUKUM BENDA Benda??? Benda merupakan OBYEK HUKUM/OBYEK HAK Pengertian Benda secara yuridis : Segala sesuatu yang dapat menjadi obyek Hak Milik (Sri soedewi M.,1981:13) Aspek yang diatur dalam Hukum Benda

Lebih terperinci

BAB II FIDUSIA SEBAGAI SALAH SATU BENTUK LEMBAGA JAMINAN KEBENDAAN. Fidusia manurut asal katanya berasal dari fides yang berarti

BAB II FIDUSIA SEBAGAI SALAH SATU BENTUK LEMBAGA JAMINAN KEBENDAAN. Fidusia manurut asal katanya berasal dari fides yang berarti BAB II FIDUSIA SEBAGAI SALAH SATU BENTUK LEMBAGA JAMINAN KEBENDAAN A. Pengertian Jaminan Fidusia Fidusia manurut asal katanya berasal dari fides yang berarti kepercayaan. 23 Sesuai dengan arti kata ini,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kebutuhan yang sangat besar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya 36 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya Perjanjan memiliki definisi yang berbeda-beda menurut pendapat para ahli yang satu dengan

Lebih terperinci

HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG

HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA DEFINISI Hak Tanggungan adalah: Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah, berikut/tidak

Lebih terperinci

II.1 Tinjauan Teoritis Gadai dalam Jaminan Kebendaan II.1.1 Pengertian Jaminan

II.1 Tinjauan Teoritis Gadai dalam Jaminan Kebendaan II.1.1 Pengertian Jaminan 8 BAB II TINJAUAN TEORITIS GADAI DALAM JAMINAN KEBENDAAN DAN KETENTUAN PELAKSANAAN LELANG EKSEKUSI TERHADAP JAMINAN GADAI REKENING BANK SERTA ANALISA KASUS II.1 Tinjauan Teoritis Gadai dalam Jaminan Kebendaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI. 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI. 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli Sebelum membahas tentang pengertian dan pengaturan juali beli, terlebih dahulu perlu dipahami tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II PEMBERIAN KUASA DIREKTUR PADA PROYEK PEMBANGUNAN JALAN

BAB II PEMBERIAN KUASA DIREKTUR PADA PROYEK PEMBANGUNAN JALAN 23 BAB II PEMBERIAN KUASA DIREKTUR PADA PROYEK PEMBANGUNAN JALAN A. Bentuk dan Isi Pemberian Kuasa Apabila dilihat dari cara terjadinya, perjanjian pemberian kuasa dibedakan menjadi enam macam yaitu: 28

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa gejolak moneter yang terjadi di

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 PEMBERLAKUAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK MENURUT HUKUM PERDATA TERHADAP PELAKSANAANNYA DALAM PRAKTEK 1 Oleh : Suryono Suwikromo 2 A. Latar Belakang Didalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan selalu

Lebih terperinci

BAB III BADAN HUKUM SEBAGAI JAMINAN TAMBAHAN DALAM PERJANJIAN KREDIT DI BPR ALTO MAKMUR SLEMAN

BAB III BADAN HUKUM SEBAGAI JAMINAN TAMBAHAN DALAM PERJANJIAN KREDIT DI BPR ALTO MAKMUR SLEMAN BAB III BADAN HUKUM SEBAGAI JAMINAN TAMBAHAN DALAM PERJANJIAN KREDIT DI BPR ALTO MAKMUR SLEMAN A. Pelaksanaan Penanggungan dalam Perjanjian Kredit di BPR Alto Makmur Bank Perkreditan Rakyat adalah bank

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak, yang isinya adalah hak dan kewajiban, suatu hak untuk menuntut sesuatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASAS SUBROGASI DAN PERJANJIANASURANSI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASAS SUBROGASI DAN PERJANJIANASURANSI BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASAS SUBROGASI DAN PERJANJIANASURANSI 2.1 Asas Subrogasi 2.1.1 Pengertian asas subrogasi Subrogasi ini terkandung dalam ketentuan Pasal 284 Kitab Undang- Undang Hukum Dagang

Lebih terperinci

Ketentuan-ketentuan Umum Dalam Hukum Kontrak A. SOMASI l. Dasar Hukum dan Pengertian Somasi 2. Bentuk dan Isi Somasi

Ketentuan-ketentuan Umum Dalam Hukum Kontrak A. SOMASI l. Dasar Hukum dan Pengertian Somasi 2. Bentuk dan Isi Somasi Ketentuan-ketentuan Umum Dalam Hukum Kontrak A. SOMASI l. Dasar Hukum dan Pengertian Somasi Istilah pernyataan lalai atau somasi merupakan terjemahan dari ingebrekestelling. Somasi diatur dalam Pasal 1238

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga. Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,

BAB I PENDAHULUAN. nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga. Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Lembaga perbankan sebagai salah satu lembaga keuangan mempunyai nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga tersebut dimaksudkan sebagai perantara

Lebih terperinci

Dari rumus diatas kita lihat bahwa unsur- unsur perikatan ada empat, yaitu : 1. hubungan hukum ; 2. kekayaan ; 3. pihak-pihak, dan 4. prestasi.

Dari rumus diatas kita lihat bahwa unsur- unsur perikatan ada empat, yaitu : 1. hubungan hukum ; 2. kekayaan ; 3. pihak-pihak, dan 4. prestasi. HUKUM PERIKATAN 1. Definisi Perikatan adalah hubungan yang terjadi diantara dua orang atau lebih, yang terletak dalam harta kekayaan, dengan pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak yang lainnya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana ketentuan hukum mengenai pembuatan suatu kontrak

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING A. Pelaksanaan Jual Beli Sistem Jual beli Pre Order dalam Usaha Clothing Pelaksanaan jual beli sistem pre order

Lebih terperinci

BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT

BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT 56 BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT 1. Hak Tanggungan sebagai Jaminan atas Pelunasan Suatu Utang Tertentu Suatu perjanjian utang-piutang umumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Pembangunan nasional suatu bangsa mencakup di dalamnya pembangunan ekonomi. Dalam pembangunan ekonomi diperlukan peran serta lembaga keuangan untuk

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JAMINAN DALAM HUKUM POSITIF. Istilah jaminan dalam peraturan perundang-undangan dapat dijumpai

BAB II PERJANJIAN JAMINAN DALAM HUKUM POSITIF. Istilah jaminan dalam peraturan perundang-undangan dapat dijumpai BAB II PERJANJIAN JAMINAN DALAM HUKUM POSITIF G. Pengertian Perjanjian Jaminan Istilah jaminan dalam peraturan perundang-undangan dapat dijumpai pada Pasal 1131 KUHPerdata dan penjelasan Pasal 8 UUP, namun

Lebih terperinci

HUKUM KELUARGA ANAK RAHMAD HENDRA FAKULTAS HUKUM UNRI

HUKUM KELUARGA ANAK RAHMAD HENDRA FAKULTAS HUKUM UNRI HUKUM KELUARGA ANAK RAHMAD HENDRA FAKULTAS HUKUM UNRI A N A K Dalam Hukum Keluarga, ada beberapa macam penyebutan anak, yaitu : Anak Sah Anak Luar Kawin Anak Angkat (BW : Anak Adopsi) FH UNRI 2 ANAK SAH

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN HUKUM BILA PENANGGUNG KEHILANGAN KECAKAPAN BERTINDAK DALAM PERJANJIAN PENANGGUNGAN

BAB II KEDUDUKAN HUKUM BILA PENANGGUNG KEHILANGAN KECAKAPAN BERTINDAK DALAM PERJANJIAN PENANGGUNGAN 31 BAB II KEDUDUKAN HUKUM BILA PENANGGUNG KEHILANGAN KECAKAPAN BERTINDAK DALAM PERJANJIAN PENANGGUNGAN A. PENANGGUNGAN ADALAH PERJANJIAN Sesuai defenisinya, suatu Penanggungan adalah suatu persetujuan

Lebih terperinci

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. PRESIDEN, bahwa pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

pada umumnya dapat mempergunakan bentuk perjanjian baku ( standard contract)

pada umumnya dapat mempergunakan bentuk perjanjian baku ( standard contract) Definisi pinjam-meminjam menurut Pasal 1754 KUHPerdata adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian,

Lebih terperinci

Diskusi Mata Kuliah Gemar Belajar Perjanjian dan Waris

Diskusi Mata Kuliah Gemar Belajar Perjanjian dan Waris Diskusi Mata Kuliah Gemar Belajar Perjanjian dan Waris Pembicara : 1. Betric Banjarnahor (2012) : 2. Dian Prawiro Napitupulu (2013) Pemateri : 1. Tioneni Sigiro (2014). 2. Waristo Ritonga (2014) Moderator

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Wanprestasi 1. Pengertian Wanprestasi Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur

Lebih terperinci

Dokumen Perjanjian Asuransi

Dokumen Perjanjian Asuransi 1 Dokumen Perjanjian Asuransi Pada prinsipnya setiap perbuatan hukum yang dilakukan para pihak dalam perjanjian asuransi perlu dilandasi dokumen perjanjian. Dari dokumen tersebut akan dapat diketahui berbagai

Lebih terperinci

(van rechtswege nietig)

(van rechtswege nietig) t.a. 2004/2005 Terjadinya milik bersama : 1. Karena perjanjian, misalnya dua atau lebih orang berjanji untuk membeli suatu benda guna dijadikan milik bersama (inbreng) (joint-property) ex Psl. 1338 ayat

Lebih terperinci

PERLUNYA PEMAHAMAN PENYEDIA DAN PENGGUNA BARANG/JASA TERHADAP PERJANJIAN PEMBORONGAN. Oleh: Taufik Dwi Laksono. Abstraksi

PERLUNYA PEMAHAMAN PENYEDIA DAN PENGGUNA BARANG/JASA TERHADAP PERJANJIAN PEMBORONGAN. Oleh: Taufik Dwi Laksono. Abstraksi PERLUNYA PEMAHAMAN PENYEDIA DAN PENGGUNA BARANG/JASA TERHADAP PERJANJIAN PEMBORONGAN Oleh: Taufik Dwi Laksono Abstraksi Pemahaman terhadap perjanjian pemborongan yang dibuat oleh penyedia dan pengguna

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan 1 BAB V PEMBAHASAN A. Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat BMT Istiqomah Unit II Plosokandang selaku kreditur dalam mencatatkan objek jaminan di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN 21 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian dan Jenis-jenis Perjanjian Definisi perjanjian telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) Pasal 1313, yaitu bahwa

Lebih terperinci

BAB II SEGI HUKUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA

BAB II SEGI HUKUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA BAB II SEGI HUKUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA A. Sejarah dan Pengertian Jaminan Fidusia Fidusia berasal dari kata fides yang artinya adalah kepercayaan. Sesuai dengan arti dari kata ini, maka hubungan hukum

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1169/KMK.01/1991 TENTANG KEGIATAN SEWA GUNA USAHA (LEASING) MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1169/KMK.01/1991 TENTANG KEGIATAN SEWA GUNA USAHA (LEASING) MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1169/KMK.01/1991 TENTANG KEGIATAN SEWA GUNA USAHA (LEASING) MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka untuk lebih memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian Indonesia, khususnya dunia perbankan saat ini mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat baik, walaupun kegiatan bisnis bank umum sempat

Lebih terperinci

PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH TIDAK SERTA MERTA DAPAT MEMUTUSKAN HUBUNGAN SEWA MENYEWA ANTARA PEMILIK DAN PENYEWA RUMAH

PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH TIDAK SERTA MERTA DAPAT MEMUTUSKAN HUBUNGAN SEWA MENYEWA ANTARA PEMILIK DAN PENYEWA RUMAH PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH TIDAK SERTA MERTA DAPAT MEMUTUSKAN HUBUNGAN SEWA MENYEWA ANTARA PEMILIK DAN PENYEWA RUMAH Oleh : Gostan Adri Harahap, SH. M. Hum. Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Labuhanbatu

Lebih terperinci

CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT

CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT PERJANJIAN KREDIT Yang bertanda tangan di bawah ini : I. ------------------------------------- dalam hal ini bertindak dalam kedudukan selaku ( ------ jabatan ------- ) dari

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. dibuat secara sah yaitu berdasarkan syarat sahnya perjanjian, berlaku sebagai undang-undang

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. dibuat secara sah yaitu berdasarkan syarat sahnya perjanjian, berlaku sebagai undang-undang BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Secara umum pengertian perjanjian terdapat dalam Pasal 1313 KUHPdt yaitu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN A. Pengertian Hukum Waris Pengertian secara umum tentang Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang

Lebih terperinci

HUKUM PERDATA (2. HUKUM BENDA) Bagian Hukum Perdata 2012/2013

HUKUM PERDATA (2. HUKUM BENDA) Bagian Hukum Perdata 2012/2013 HUKUM PERDATA (2. HUKUM BENDA) Bagian Hukum Perdata 2012/2013 HUKUM BENDA 1. Tempat Pengaturan 2. Pengertian Benda 3. Macam-macam atau Pembedaan Benda 4. Hak Kebendaan a. Pengertian b. Macam-macam hak

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN GADAI DEPOSITO DALAM KERANGKA HUKUM JAMINAN. mungkin akan terhindar dari itikad tidak baik debitur pemberi jaminan kebendaan

BAB II PENGATURAN GADAI DEPOSITO DALAM KERANGKA HUKUM JAMINAN. mungkin akan terhindar dari itikad tidak baik debitur pemberi jaminan kebendaan BAB II PENGATURAN GADAI DEPOSITO DALAM KERANGKA HUKUM JAMINAN A. Kerangka Hukum Jaminan Lembaga jaminan mempunyai tugas melancarkan dan mengamankan pemberian kredit, hal ini sesuai dengan tugas pokok bank

Lebih terperinci

FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN Oleh : Sriono, SH, M.Kn Dosen Tetap STIH Labuhanbatu ABSTRAK Perkawinan adalah suatu ikatan lahir

Lebih terperinci