Kata kunci: saprofit, antagonis, Trichoderma, Fusarium, pisang Keywords: saprophyte, antagonist, Trichoderma, Fusarium, bananas
|
|
- Ari Lie
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 06 UJI NTGONISME BEBERP JENIS JMUR SPROFIT TERHDP JMUR Fusarium oxysporum f. sp. cubense PENYEBB PENYKIT LYU PD TNMN PISNG SERT POTENSINY SEBGI GENS PENGURI SERSH NTGONISM TEST OF SOME SPECIES OF SPROPHYTIC FUNGI GINST Fusarium oxysporum f. sp. cubense CUSING WILT DISESE ON BNN PLNTS ND ITS POTENTIL S LITTER DECOMPOSING GENTS I Made Sudantha *), I Gusti Made Kusnarta *) dan I Nyoman Sudana **) *) Fakultas Pertanian Universitas Mataram **) Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura NTB BSTRK Tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui potensi beberapa jenis jamur saprofit yang ada di rhizosfer tanaman pisang sebagai antagonis terhadap jamur F. oxysporom f. sp. cubense penyebab penyakit layu pada tanaman pisang dan mekanisme antagonismenya serta potensinya sebagai agens pengurai serasah daun. Penelitian menggunakan metode eksperimental yang dilaksanakan di Laboratorium Produksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Mataram. Sebagai perlakuan adalah 20 jenis jamur saprofit yang diuji antagonismenya terhadap jamur F. oxysporum f. sp. cubense menggunakan metode oposisi langsung dan uap biakan jamur saprofit. Selain itu, diuji pula potensi jamur saprofit antagonis sebagai pengurai serasah dengan cara menumbuhkan pada medium serasah daun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jamur saprofit yaitu T. harzianum isolat SPRO-20, T. koningii isolat SPRO-2, T. aureoviride isolat SPRO-22, T. hamatum isolat SPRO-23, T. viride isolat SPRO-24 dan T. koningii isolat SPRO-25 efektif menghambat pertumbuhan jamur F. oxysporum f. sp. cubense secara in-vitro. Mekanisme penghambatan tersebut melalui kompetisi ruang, mikoparasit dan antibiosis. Jamur saprofit Trichoderma spp. dapat juga berperan sebagai pengurai serasah pada daun kopi, banten, lamtoro, gamal, kakao dan dadap. BSTRCT This research was aimed to determine the potential of some species of saprophytic fungi in rhizosfer of banana plants as antagonist of F. oxysporom f. sp. cubense fungus causing wilt disease on banana plants, and mechanism of its antagonism and its potential as litter decomposing agent. Research using experimental methods was conducted in the Laboratory of Plant Production, the Faculty of griculture, University of Mataram. The treatment consisted of 20 species of saprophytic fungi tested for their antagonism against F. oxysporum f. sp. cubense using the method of direct opposition and steam from the saprophytic fungus culture. In addition, potential of the antagonistic saprophytic fungi as litter decomposing agents was also tested by growing them on leaf litter medium. The results showed that the saprophytic fungus T. harzianum isolates SPRO-20, T. koningii isolates SPRO-2, T. aureoviride SPRO-22 isolates, T. hamatum SPRO-23 isolates, T. viride isolates SPRO-24 and T. koningii isolates SPRO-25 effectively inhibited growth of the fungus F. oxysporum f. sp. cubense in-vitro. The inhibitory mechanism was through space competition, mycoparasite and antibiosis. The saprophytic fungus Trichoderma spp. can also act as decomposers of leaf litter from coffee, offerings, lamtoro (Leucaena sp.), gamal (Glyricidia), cacao and dadap (Erythrina sp.) Kata kunci: saprofit, antagonis, Trichoderma, Fusarium, pisang Keywords: saprophyte, antagonist, Trichoderma, Fusarium, bananas PENDHULUN Pisang (Musa sp. L.) merupakan komoditas hortikultura yang penting bagi gizi masyarakat. Buah pisang dikonsumsi dalam keadaan segar atau bahan olahan seperti selai, tepung pisang dan keripik. Sisa bunga pisang yang tidak berkembang jadi buah atau jantung pisang dapat dijadikan sayur. Daun pisang dapat digunakan untuk membungkus kue atau barang jualan di pasar (shari, 995). I.M. Sudantha dkk: Uji antagonisme beberapa...
2 07 Salah satu kendala dalam usaha pengembangan tanaman pisang untuk meningkatkan mutu dan produksi adalah adanya penyakit layu Fusarium yang disebabkan oleh jamur Fusarium oxysporum f. sp. cubense. Penyakit layu Fusarium ini dijumpai hampir di seluruh tanaman pisang di Indonesia (Semangun, 987). Pada 0 tahun terakhir ini penyakit layu Fusarium menyebabkan produksi buah pisang dan luas pertanaman pisang menjadi berkurang seperti yang terjadi di Lampung, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara Barat. Penyakit layu Fusarium pada tanaman pisang mulai terjadi di NTB pada tahun 994. kibat dari adanya penyakit ini pada tahun 2002 terjadi pengurangan tanaman pisang seluas.000 ha dan pada tahun 2006 seluas 500 ha atau terjadi pengurangan sekitar 50%. Demikian pula terjadi penurunan produksi buah pisang, yaitu pada tahun 2002 sebanyak ton dan pada tahun 2006 sebanyak ton atau terjadi penurunan sekitar 30% (Dinas Pertanian NTB, 2007). Pengurangan luas pertanaman pisang dan produksi pisang ini erat kaitannya dengan peningkatan luas serangan layu Fusarium yaitu pada tahun 2002 seluas 73,00 ha dan pada tahun 2006 seluas 2.26,00 ha atau terjadi peningkatan sekitar 96,0 % (Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura NTB, 2007). Intensitas keparahan penyakit layu Fusarium pada tanaman pisang di Kebun Kota Mataram mencapai rata-rata 7,70 %, kebun pisang Kabupaten Lombok Barat rata-rata 24,80 %, Kabupaten Lombok Timur rata-rata 2,70 %, Kabupaten Lombok Tengah rata-rata 3,0 %, Kabupaten Sumbawa Barat rata-rata 68,20 %, Kabupaten Sumbawa rata-rata 94,0 %, Kabupaten Dompu rata-rata 70,70 % dan Kabupaten Bima rata-rata 73,20 %. Khusus untuk lokasi kebun pisang di Kecamatan Plampang (Kabupaten Sumbawa) intensitas penyakit layu Fusarium mencapai 00 % sehingga dilakukan pembakaran tanaman pisang oleh petani sebagai tindakan eradikasi. Varietas pisang yang mengalami kerusakan yang terberat akibat penyakit layu Fusarium adalah varietas kepok rata-rata 85,0 %, varietas susu rata-rata 2,70 %, varietas hijau rata-rata 5,30 % dan varietas ketip rata-rata 0,20 % (Sudantha et al., 2008). Sampai saat ini penyakit layu Fusarium merupakan salah satu penyakit pada tanaman pisang yang sulit dikendalikan, karena jamur F. oxysporum f. sp. cubense memiliki struktur bertahan berupa klamidospora yang dapat bertahan dalam tanah sebagai saprofit dalam waktu relatif lama sekitar tiga sampai empat tahun walau tanpa tanaman inang (Booth, 97). Selain itu sulitnya pengendalian penyakit ini disebabkan karena penularannya melalui bibit pisang yang sudah terinfeksi, sehingga penyebarannya menjadi cepat dan meluas. Di NTB pengendalian penyakit layu Fusarium dilakukan dengan penyemprotan fungisida dan eradikasi, namun belum mampu mengendalikan penyakit ini (Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura NTB, 2007). Informasi tentang keragaman varietas pisang terhadap penyakit layu Fusarium belum diketahui secara pasti, sehingga penggunaan varietas tahan untuk pengendalian penyakit layu Fusarium belum dilakukan secara intensif (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB, 2007). Dengan demikian perlu dicari alternatif pengendalian yang efektif dan efisien. Salah satu cara pengendalian yang mempunyai prospek baik adalah pengendalian hayati menggunakan jamur saprofit antagonis. Penelitian tentang jamur saprofit antagonis pada pertanaman pisang di NTB dilaporkan oleh Sudantha et al. (2008) bahwa ditemukan 20 jamur saprofit dengan karakteristik yang berbeda baik secara makroskopis maupun mikroskopis. Berdasarkan pengamatan makroskopis diperoleh empat marga yaitu Trichoderma (6 jenis), Gliocladium (3 jenis), Penicillium (2 jenis), dan spergillus (9 jenis). Penelitian tentang jamur saprofit antagonis untuk pengendalian patogen tular tanah yang menyerang berbagai tanaman telah banyak dilakukan. badi (987) melaporkan bahwa Trichoderma harzianum, T. viride dan Penicillium citrinum merupakan jamur yang bersifat antagonistik terhadap Ganoderma boninense pada kelapa sawit. rifin et al.(989) juga melaporkan bahwa jamur Trichoderma spp. merupakan jamur antagonis yang berpotensi mengendalikan jamur G. pseudoferrum pada tanaman teh. Sudantha (2007) melaporkan bahwa terdapat 9 jenis jamur saprofit pada rhizosfer tanaman vanili sehat, namun ada 2 jenis jamur Trichoderma spp. efektif mengendalikan penyakit busuk batang yang disebabkan oleh jamur F. oxysporum f. sp. vanillae. Jamur saprofit antagonis dapat menekan jamur patogen tular tanah melalui tiga mekanisme, seperti jamur T. viride mampu hidup sebagai mikoparasit yang dapat melakukan penetrasi ke miselium dan klamidospora jamur patogen sehingga terjadi lisis dan pengkristalan, menghasilkan antibiotik (gliotoksin dan viridin) yang dapat menghambat pertumbuhan jamur patogen, dan mempunyai kemampuan tumbuh yang lebih cepat sehingga groteksos Vol.2 No.2-3, Desember 20
3 08 terjadi persaingan dalam ruang dan nutrisi dengan jamur lainnya (Baker dan Cook, 982). Bharat et al. (988) melaporkan bahwa jamur Trichoderma sp. selain bersifat antagonis terhadap jamur patogenik juga dapat bertindak sebagai pengurai limbah organik. Widyastuti et al. (998) mengemukakan bahwa jamur Trichoderma spp. mempunyai kemampuan sebagai jasad pengurai aktif dari serasah cacia mangium. Menurut Harman dan Taylor (988), kemampuan jamur Trichoderma spp. sebagai agen pengurai serasah disebabkan karena kemampuannya untuk menghasilkan enzim chitinolitik dan selulase yang dapat menguraikan selulosa, hemi selulosa dan lignin yang tinggi menjadi senyawa yang lebih sederhana. Berdasarkan uraian di atas maka dilakukan penelitian tentang uji antagonisme saprofit antagonis terhadap jamur F. oxysporom f. sp. cubense penyebab penyakit layu Fusarium pada tanaman pisang dan potensinya sebagai pengurai serasah. Tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui potensi beberapa jenis jamur saprofit yang ada di rhizosfer tanaman pisang sebagai antagonis terhadap jamur F. oxysporom f. sp. cubense penyebab penyakit layu pada tanaman pisang dan mekanisme antagonismenya serta potensinya sebagai agens pengurai serasah daun. METODE PENELITIN Penelitian menggunakan metode eksperimental yang dilaksanakan di Lab Produksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Mataram dengan tahapan sebagai berikut:. Uji ntagonisme Jamur Saprofit terhadap Jamur F. oxysporum f.sp. cubense dengan Metode Oposisi Langsung Uji antagonisme dilakukan dengan cara inokulum isolat jamur F. oxysporum f.sp. cubense dan setiap isolat jamur saprofit ditumbuhkan pada jarak 4 cm di tengah medium PD (ph 6) dalam cawan Petri berdiameter 9 cm. Inokulum jamur F. oxysporum f.sp. cubense berupa potongan biakan berdiameter 4 mm pada medium PD. Pengujian dilakukan dengan tiga ulangan, kemudian biakan tersebut diinkubasi pada keadaan suhu ruang. Peubah yang diamati yaitu: pertumbuhan koloni jamur F. oxysporum f.sp. cubense dan adanya zona hambatan di antara dua koloni jamur saprofit yang beroposisi. Makin terhambat pertumbuhan jamur F. oxysporum f.sp. cubense, makin besar potensi jamur saprofit yang beroposisi sebagai antagonis. Pada percobaan ini, tingkat penghambatan antagonis dihitung dengan rumus serta diadakan pengamatan mikroskopis terhadap adanya kerusakan hifa jamur F. oxysporum f.sp. cubense yang berinteraksi dengan jamur saprofit. Isolat jamur saprofit yang diuji dalam penelitian ini berasal dari koleksi Sudantha et al. (2008) seperti yang disajikan pada Tabel. Penghambatan pertumbuhan miselium jamur F. oxysporum f.sp. cubense oleh jamur saprofit dihitung berdasarkan rumus yang diadaptasikan dari rumus yang dikemukakan oleh Fokkema (973 dalam Skidmore, 976) yaitu: I = ( r r2 ) ( r ) x 00% I = persentase hambatan, r = jari-jari koloni jamur F. oxysporum f.sp. cubense yang tumbuh ke arah berlawanan dengan tempat jamur saprofit, dan r 2 = jari-jari koloni jamur F. oxysporum f.sp. cubense yang tumbuh ke arah jamur saprofit. Selain jari-jari koloni, diukur pula jarak zona hambatan (d) yaitu zona ujung koloni saprofit dengan ujung koloni jamur F. oxysporum f.sp. cubense. Perhitungan persentase hambatan dilakukan pada hasil pengukuran jari-jari koloni jamur F. oxysporum f.sp. cubense pada hari ketiga setelah inokulasi jamur. Selain itu dilakukan pula pengamatan terhadap miselium jamur F. oxysporum f.sp. cubense secara mikroskopis dua hari setelah inokulasi jamur saprofit. Cara pengamatan ini diadaptasi dari cara yang dilakukan oleh Dennis dan Webster (97), yaitu: di daerah kontak miselium jamur F. oxysporum f.sp. cubense dengan miselium jamur saprofit diberikan satu tetes air destilata, kemudian diletakkan kaca penutup di atasnya. Selanjutnya miselium diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 20 x 0. Pengamatan dilakukan terhadap adanya lisis dan kerusakan lainnya pada miselium jamur F. oxysporum f.sp. cubense dan jamur yang beroposisi dengannya. Peubah lain yang juga diamati adalah pengamatan mikroskopis terhadap ujung koloni jamur F. oxysporum f.sp. cubense pada tepi zona hambatan. Keefektifan jamur saprofit sebagai antagonis berdasarkan banyaknya hifa jamur F. oxysporum f.sp. cubense dan jamur saprofit yang mengalami lisis di daerah kontak hifa dinyatakan dalam skor seperti Tabel 2 I.M. Sudantha dkk: Uji antagonisme beberapa...
4 09 Tabel. Hasil identifikasi jamur saprofit yang diisolasi dari rhizosfer atau tanah sekitar perakaran tanaman pisang di NTB No. Kode isolat dan asal tanah Jenis jamur saprofit. SPRO-20 dari pisang ketip di Sayang-Sayang Trichoderma harzianum Rifai aggr. Mataram 2. SPRO-2 dari pisang susu di Monjok Mataram Trichoderma koningii Oud. ggr. 3. SPRO-22 dari pisang hijau di Monjok Mataram Trichoderma aureoviride Rifai aggr. 4. SPRO-23 dari pisang ketip di Lembar Lobar Trichoderma hamatum (Bon.) Bain aggr 5. SPRO-24 dari pisang kepok di ikmel Lotim Trichoderma viride Pers. Ex S. F. Gray aggr 6. SPRO-25 dari pisang susu di Masbagik Lotim Trichoderma koningii Oud. ggr. 7. SPRO-26 dari pisang ketip di ikmel Lotim Gliocladium virens Matr 8. SPRO-27 dari pisang hijau di mpenan Gliocladium catenulatum Gilm. bbott Mataram 9. SPRO-28 dari pisang susu di Masbagik Lotim Gliocladium roseum Matr 0. SPRO-29 dari pisang kepok di Lembar Lobar Penicillium citrinum Thom. SPRO-30 dari pisang kepok di mpenan Penicillium frequentans Westling Mataram 2. SPRO-3 dari pisang susu di ikmel Lotim spergillus niger van Teighem 3. SPRO-32 dari pisang kepok di ikmel Lotim spergillus japonicus Saito 4. SPRO-33 dari pisang susu di Masbagik Lotim spergillus flavus Link ex Gray 5. SPRO-34 dari pisang ketip di Praya Loteng spergillus flavus Link ex Gray 6. SPRO-35 pisang susu Praya Loteng spergillus flavus Link ex Gray 7. SPRO-36 pisang hijau Monjok Mataram spergillus parasiticus Speare 8. SPRO-37 dari pisang hijau di Sayang-Sayang spergillus flavus Link ex Gray Mataram 9. SPRO-38 dari pisang ketip di Sumbawa, spergillus niger van Teighem Sumbawa Barat, Dompu dan Bima 20. SPRO-39 dari pisang ketip di Sumbawa, Sumbawa Barat, Dompu dan Bima spergillus flavus Link ex Gray Tabel 2. Deskripsi lisis hifa jamur F. oxysporum f.sp. cubense untuk menentukan keefektifan jamur saprofit sebagai antagonis (badi, 987) Deskripsi lisis Skor Keterangan Hifa jamur F. oxysporum f.sp. cubense 0 tidak lisis Hifa jamur F. oxysporum f.sp. cubense Skor ditambah satu (+) apabila hifa jamur F. oxysporum f.sp. cubense mengalami pengecilan dibandingkan dengan hifa normal. kan tetapi, Hifa jamur F. oxysporum f.sp. cubense 2 skor akan dikurangi ½ (-½) apabila hifa jamur lisis ± 50 % saprofit juga mengalami lisis ± 0 %, dan Hifa jamur F. oxysporum f.sp. cubense 3 dikurang (-) apabila. lisis ± 90 % Untuk mengetahui aktivitas enzim ekstraseluler dari jamur saprofit antagonis secara kualitatif maka dilakukan pula percobaan sebagai berikut: Jamur saprofit antagonis ditumbuhkan pada medium Malt gar (M) yang mengandung asam galat atau asam tanat yang mempunyai formula: 5 g ekstrak malt, 20 g agar,.000 ml air destilata, dan 5 g asam galat (Nobles, 965 dalam badi, 987). Medium tersebut sebanyak 5 ml ditempatkan dalam cawan Petri berdiameter 9 cm. Selanjutnya, inokulum setiap isolat jamur saprofit berupa potongan biakan berdiameter 4 mm pada medium PD berumur delapan hari ditanam di bagian tengah cawan berisi medium M yang mengandung asam galat. Peubah yang diamati adalah perubahan warna yang terjadi pada medium di sekitar koloni, hal ini menunjukkan adanya substansi ekstraseluler yang dikeluarkan oleh jamur saprofit antagonis. groteksos Vol.2 No.2-3, Desember 20
5 0 Data semua hasil pengamatan dianalisis secara statistik menggunakan nalisis Keragaman dengan taraf nyata 0,05, kemudian apabila antar perlakuan berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Jujur pada taraf nyata yang sama. 2. Uji ntagonisme Jamur Saprofit terhadap Pertumbuhan Jamur F. oxysporum f.sp. cubense dengan Metode Uap Biakan Pada pengujian ini biakan jamur saprofit dan biakan jamur F. oxysporum f.sp. cubense dalam cawan Petri yang terpisah ditangkupkan satu sama lain. Hal ini bertujuan untuk mengetahui adanya uap biakan jamur saprofit yang mengandung antibiotik terhadap jamur F. oxysporum f.sp. cubense. Untuk itu dibuat biakan jamur F. oxysporum f.sp. cubense dengan cara menanam sepotong biakan berdiameter 4 mm pada medium PD dalam cawan Petri (sebanyak 5 ml). Dibuat juga biakan jamur saprofit pada medium PD dalam cawan Petri berdiameter 9 cm. Caranya dengan menanam sepotong biakan jamur saprofit yang berdiameter 4 mm dari biakan berumur tiga hari dalam medium PD di tengah cawan Petri yang telah berisi 5 ml medium PD. Di atas dasar cawan Petri berisi biakan jamur saprofit ini kemudian ditangkupkan biakan jamur F. oxysporum f. sp. cubense. Peubah yang diamati adalah pertumbuhan jamur F. oxysporum f. sp. cubense yang dilakukan dengan cara mengukur diameter koloni biakan setiap 24 jam sampai biakan berumur lima hari. Data semua hasil pengamatan dianalisis secara statistik menggunakan nalisis Keragaman dengan taraf nyata 0,05, kemudian apabila antar perlakuan berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Jujur pada taraf nyata yang sama. 3. Uji Potensi Jamur Saprofit ntagonis Trichoderma spp. sebagai Pengurai Serasah Pada percobaan ini digunakan serasah daun berbagai tanaman yang banyak terdapat di kebun pisang. Serasah daun yang digunakan sebagai substrat sebelumnya dipotong-potong terlebih dahulu menjadi bagian yang lebih kecil, kemudian dikeringkan dan digiling, selanjutnya disterilisasi dalam autoclave. Masing-masing substrat sebanyak 5 g selanjutnya ditempatkan ke dalam cawan Petri berdiameter 9 cm. Inokulum isolat biakan jamur saprofit antagonis berdiameter 4 mm ditanam di tengah cawan Petri yang telah berisi media serasah daun. Peubah yang diamati yaitu: Pertumbuhan jamur saprofit antagonis dilakukan dengan jalan mengukur diameter koloninya setiap 24 jam sampai berumur 0 hari. Selain itu dianalisis pula serasah daun yang diuji meliputi: unsur N total (Metode Kjeldhal) dan C organik (Metode Walkey & Black). Data semua hasil pengamatan dianalisis secara statistik menggunakan nalisis Keragaman dengan taraf nyata 0,05, kemudian apabila antar perlakuan berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Jujur pada taraf nyata yang sama. HSIL DN PEMBHSN. Uji ntagonisme Jamur Saprofit dengan Jamur F. oxysporum f. sp. cubense menggunakan Metode Oposisi Langsung Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa semua isolat jamur saprofit berbeda nyata dalam menghambat pertumbuhan jamur F. oxysporum f. sp. cubense. Rata-rata persentase hambatan pertumbuhan jamur F. oxysporum f. sp. cubense yang beroposisi dengan beberapa jamur saprofit disajikan pada Tabel 3. Pada Tabel 3 terlihat bahwa semua isolat jamur saprofit dapat menghambat pertumbuhan jamur F. oxysporum f. sp. cubense, namun tingkat penghambatannya berbeda-beda. Jamur saprofit yang paling mampu menghambat pertumbuhan jamur F. oxysporum f. sp. cubense adalah semua isolat jamur saprofit Trichoderma spp. (yaitu T. harzianum isolat SPRO-20, T. koningii isolat SPRO-2, T. aureoviride isolat SPRO-22, T. hamatum isolat SPRO-23, T. viride isolat SPRO-24 dan T. koningii isolat SPRO-25) dengan persentase hambatan berkisar antara 43,28-47,33%, kemudian diikuti dengan jamur Gliocladium spp. dengan persentase hambatan berkisar antara 22,44-22,67%, dan jamur Penicillium spp. berkisar antara 6,33 6,50%, sedang persentase hambatan yang paling rendah adalah jamur spergillus spp. yaitu berkisar antara 9,66 2,33%. I.M. Sudantha dkk: Uji antagonisme beberapa...
6 Tabel 3. Rata-rata persentase hambatan pertumbuhan jamur F. oxysporum f. sp. cubense yang beroposisi dengan beberapa jamur saprofit No. Perlakuan jamur saprofit yang beroposisi langsung Rata-rata hambatan (%) dengan jamur F. oxysporum f. sp. cubense T. harzianum isolat SPRO-20 47,33 e*) 2 T. koningii isolat SPRO-2 46,56 e 3 T. aureoviride isolat SPRO-22 45,94 e 4 T. hamatum isolat SPRO-23 44,6 e 5 T. viride isolat SPRO-24 44,44 e 6 T. koningii isolat SPRO-25 43,28 e 7 G. virens isolat SPRO-26 22,67 e 8 G. catenulatum isolat SPRO-27 22,44 d 9 G. roseum isolat SPRO-28 2,67 d 0 P. citrinum isolat SPRO-29 6,33 c P. frequentans isolat SPRO-30 6,50 c 2. niger isolat SPRO-3 2, b 2. japonicus isolat SPRO-32, b 4. flavus isolat SPRO-33 0,56 b 5. flavus isolat SPRO-34 2,33 b 6. flavus isolat SPRO-35 0,67 b 7. parasiticus isolat SPRO-36 0,67 b 8. flavus isolat SPRO-37 9, b 9. niger isolat SPRO-38 9,83 b 20. flavus isolat SPRO-39 9,66 b 2 Kontrol (tanpa jamur saprofit) 0,00 a *) ngka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata 5%. F F F T T T T. harzianum isolat SPRO-20 T. koningii isolat SPRO-2 T. hamatum isolat SPRO-23 F F F G G. virens isolat SPRO-26. niger isolat SPRO-3. flavus isolat SPRO-33 Gambar. ntagonisme antara beberapa isolat jamur saprofit Trichoderma spp. (T), Gliocladium sp. (G) dan spergillus spp. () dengan F. oxysporum f. sp. cubense (F) groteksos Vol.2 No.2-3, Desember 20
7 2 Pada Gambar memperlihatkan bahwa semua isolat jamur saprofit Trichoderma spp. dalam uji ini tidak menampakkan zona hambatan, namun dapat tumbuh terus melewati koloni jamur F. oxysporum f. sp. cubense sehingga menyebabkan pertumbuhan jamur F. oxysporum f. sp. cubense terhambat. Demikian pula jamur Gliocladium spp., Penicillium spp. dan spergillus spp. tidak terlihat adanya zona hambatan dalam menghambat pertumbuhan jamur F. oxysporum f. sp. cubense. Tabel 4. Deskripsi hasil pengamatan mikroskopis hifa jamur F. oxysporum f. sp. cubense yang berinteraksi dengan beberapa jamur saprofit No. Perlakuan jamur saprofit yang berinteraksi dengan jamur F. oxysporum f. sp. cubense Deskripsi. T. harzianum isolat SPRO-20 Hifa jamur F. oxysporum f.sp. cubense lisis ± 90 % dan hifa mengecil 2. T. koningii isolat SPRO-2 Hifa jamur F. oxysporum f.sp. cubense lisis ± 90 % dan hifa mengecil 3. T. aureoviride isolat SPRO-22 Hifa jamur F. oxysporum f.sp. cubense lisis ± 90 % dan hifa mengecil 4. T. hamatum isolat SPRO-23 Hifa jamur F. oxysporum f.sp. cubense lisis ± 90 % dan hifa mengecil 5. T. viride isolat SPRO-24 Hifa jamur F. oxysporum f.sp. cubense lisis ± 90 % dan hifa mengecil 6. T. koningii isolat SPRO-25 Hifa jamur F. oxysporum f.sp. cubense lisis ± 90 % dan hifa mengecil 7. G. virens isolat SPRO-26 Hifa jamur F. oxysporum f.sp. cubense lisis ± 50 % 8. G. catenulatum isolat SPRO-27 Hifa jamur F. oxysporum f.sp. cubense lisis ± 50 % 9. G. roseum isolat SPRO-28 Hifa jamur F. oxysporum f.sp. cubense lisis ± 50 % 0. P. citrinum isolat SPRO-29 Hifa jamur F. oxysporum f.sp. cubense lisis ± 50 %. P. frequentans isolat SPRO-30 Hifa jamur F. oxysporum f.sp. cubense lisis ± 50 % 2.. niger isolat SPRO-3 Hifa jamur F. oxysporum f.sp. cubense 3.. japonicus isolat SPRO-32 Hifa jamur F. oxysporum f.sp. cubense 4.. flavus isolat SPRO-33 Hifa jamur F. oxysporum f.sp. cubense 5.. flavus isolat SPRO-34 Hifa jamur F. oxysporum f.sp. cubense 6.. flavus isolat SPRO-35 Hifa jamur F. oxysporum f.sp. cubense 7.. parasiticus isolat SPRO-36 Hifa jamur F. oxysporum f.sp. cubense 8.. flavus isolat SPRO-37 Hifa jamur F. oxysporum f.sp. cubense 9.. niger isolat SPRO-38 Hifa jamur F. oxysporum f.sp. cubense 20.. flavus isolat SPRO-39 Hifa jamur F. oxysporum f.sp. cubense Skor efektivitas antagonis *) I.M. Sudantha dkk: Uji antagonisme beberapa...
8 3 Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa jamur saprofit yang mempunyai skore efektivitas antagonis tinggi (nilai 4) adalah jamur Trichoderma spp. artinya jamur tersebut menyebabkan lisis pada hifa jamur F. oxysporum f. sp. vanillae ± 90 % dan hifanya mengecil. Hasil yang sama pernah dilaporkan oleh badi (987), yaitu jamur T. harzianum menyebabkan hifa jamur Ganoderma boninense mengalami lisis apabila terjadi kontak hifa antar kedua jamur tersebut dengan skor efektivitas antagonis yaitu empat. Menurut Cook dan Baker (983), pada umumnya mekanisme antagonisme jamur Trichoderma spp. dalam menekan patogen sebagai mikoparasitik dan kompetitor yang agresif. Mula-mula pertumbuhan miselia jamur Trichoderma spp. memanjang, kemudian membelit dan mempenetrasi hifa jamur inang, sehingga hifa inang mengalami vakoulasi, lisis dan akhirnya hancur. Selanjutnya antagonis tumbuh di dalam hifa patogen. Chet dan Baker (980 dalam Cook dan Baker, 983) melaporkan bahwa jamur T. harzianum dan T. hamatum bertindak sebagai mikoparasit terhadap jamur Rhizoctonia solani dan Sclerotium rolfsii, menghasilkan enzim ß- (,3) glucanase dan chitinase yang menyebabkan eksolisis pada hifa inang. Lebih lanjut Chet dan Baker (98 dalam Cook dan Baker, 983) mengungkapkan bahwa Jamur T. hamatum juga menghasilkan enzim selulase, sehingga menambah kemampuannya sebagai mikoparasit pada jamur Phytium spp. Menurut Tronsmo dan Hjeljord (998 dalam Kethan, 200), kombinasi kedua enzim tersebut meningkatkan sinergistik jamur T. harzianum sebagai antifungal. Jones dan Watson (969 dalam Cook dan Baker, 983) melaporkan bahwa enzim ß-(,3) glucanase dihasilkan oleh jamur T. viride, sehingga mampu menghancurkan miselia jamur Sclerotinia sclerotiorum. M M M T. harzianum isolat SPRO-20 pada medium M T. koningii isolat SPRO-2 pada medium M T. hamatum isolat SPRO-23 pada medium M MG MG MG T. harzianum isolat SPRO-20 pada medium MG T. koningii isolat SPRO-2 pada medium MG T. hamatum isolat SPRO-23 pada medium MG Gambar 2. Produksi enzim ekstraseluler oksidase oleh jamur Trichoderma spp. isolat SPRO-20, SPRO-2 dan SPRO-23 pada medium agar malt (M) yang diberi asam galat (MG). Warna coklat kehitaman pada medium menunjukkan adanya enzim groteksos Vol.2 No.2-3, Desember 20
9 4 ktifitas enzim oleh jamur Trichoderma spp. pada pengujian ini dapat dijelaskan melalui percobaan berikut ini, yaitu jamur Trichoderma spp. isolat SPRO-20, SPRO-2 dan SPRO- 23 mengeluarkan enzim ekstraseluler oksidase pada medium M yang mengandung 5 mg asam galat per liter air medium (MG). Hal ini ditunjukkan dengan perubahan warna medium dari warna asal coklat muda bening menjadi coklat tua gelap di sekitar tempat tumbuh jamur tersebut (Gambar 2). Jamur Trichoderma spp. isolat SPRO-20, SPRO-2 dan SPRO-23 dapat tumbuh dengan baik pada medium M, namun pertumbuhannya menjadi terhambat pada medium MG. Hal ini diduga dengan adanya asam galat yang merupakan hidroksilfenol bersifat racun terhadap jamur Trichoderma spp., tetapi karena jamur ini mengeluarkan enzim ekstraseluler, maka jamur Trichoderma spp. masih dapat tumbuh meskipun pertumbuhannya sangat terhambat. Davidson, Campbell dan Blaisdell (938, dalam badi, 987), mengemukakan bahwa uji ekstraseluler oksidase menggunakan asam medium M yang mengandung asam galat menyebabkan terjadinya perubahan medium M menjadi coklat gelap di sekitar tempat tumbuhnya jamur apabila jamur tersebut mengeluarkan enzim ekstraseluler oksidase. Warna coklat merupakan hasil oksidasi dari asam galat. 2. Uji Uap Biakan Jamur Saprofit terhadap Pertumbuhan Jamur F. oxysporum f. sp. cubense Hasil analisis keragaman diameter koloni jamur F. oxysporum f. sp. cubense pada medium PD dalam cawan Petri yang ditangkupkan di atas biakan beberapa jamur saprofit setelah diinkubasikan delapan hari disajikan pada Tabel 5. Dari hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa jamur saprofit secara nyata dapat menghambat pertumbuhan jamur F. oxysporum f. sp. cubense. Tabel 5. Rata-rata diameter koloni jamur F. oxysporum f. sp. cubense pada medium PD dalam cawan Petri yang ditangkupkan di atas biakan beberapa jamur saprofit setelah diinkubasikan delapan hari No. Perlakuan jamur F. oxysporum f. sp. cubense yang ditangkupkan di atas biakan jamur Saprofit Rata-rata diameter koloni jamur F. oxysporum f. sp. cubense (mm). T. harzianum isolat SPRO-20 24,67 a*) 2. T. koningii isolat SPRO-2 24,67 a 3. T. aureoviride isolat SPRO-22 25,00 a 4. T. hamatum isolat SPRO-23 25,67 a 5. T. viride isolat SPRO-24 25,33 a 6. T. koningii isolat SPRO-25 25,67a 7. G. virens isolat SPRO-26 44,00 b 8. G. catenulatum isolat SPRO-27 47,33 b 9. G. roseum isolat SPRO-28 48,00 b 0. P. citrinum isolat SPRO-29 49,67 b. P. frequentans isolat SPRO-30 50,67 b 2.. niger isolat SPRO-3 6,00 c 3.. japonicus isolat SPRO-32 64,67 c 4.. flavus isolat SPRO-33 59,33 c 5.. flavus isolat SPRO-34 63,33 c 6.. flavus isolat SPRO-35 62,33 c 7.. parasiticus isolat SPRO-36 60,67 c 8.. flavus isolat SPRO-37 60,67 c 9.. niger isolat SPRO-38 6,00 c 20.. flavus isolat SPRO-39 60,00 c 2. Kontrol (tanpa jamur saprofit) 90,00 d *) ngka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata 5%. I.M. Sudantha dkk: Uji antagonisme beberapa...
10 5 Pada Tabel 5 terlihat bahwa pertumbuhan jamur F. oxysporum f. sp. cubense pada medium PD terhambat secara nyata bila biakan tersebut ditangkupkan di atas biakan jamur saprofit antagonis dibandingkan dengan bila biakan yang sama ditangkupkan di atas medium PD tanpa jamur saprofit antagonis (kontrol). Jamur saprofit yang paling mampu menghambat pertumbuhan jamur F. oxysporum f. sp. cubense adalah jamur saprofit Trichoderma spp. (yaitu T. harzianum isolat SPRO-20, T. koningii isolat SPRO-2, T. aureoviride isolat SPRO- 22, T. hamatum isolat SPRO-23, T. viride isolat SPRO-24 dan T. koningii isolat SPRO-25), kemudian diikuti dengan jamur Gliocladium spp., Penicillium spp. dan spergillus spp. Sebagai gambaran penghambatan pertumbuhan yang terjadi jamur F. oxysporum f. sp. cubense karena pengaruh uap biakan jamur saprofit seperti yang tampak pada Gambar 3. Diameter koloni jamur F. oxysporum f. sp. cubense berkisar antara 24,67-25,67 mm apabila biakan tersebut ditangkupkan di atas biakan jamur Trichoderma spp. setelah diinkubasi selama delapan hari, berbeda halnya apabila ditangkupkan di atas biakan jamur Gliocladium spp. diameter koloni jamur F. oxysporum f. sp. cubense berkisar antara 44,00 48,00 mm, sedang apabila ditangkupkan di atas biakan jamur Penicillium spp. diameter koloni jamur F. oxysporum f. sp. cubense berkisar antara 49,67 50,67 mm. Jamur saprofit yang kurang mampu menghambat pertumbuhan jamur F. oxysporum f. sp. cubense adalah spergillus spp. yaitu koloni jamur F. oxysporum f. sp. cubense berkisar antara 59,33 64,67 mm. Jamur F. oxysporum f. sp. cubense yang ditangkupkan di atas biakan T. harzianum isolat SPRO-20 Jamur F. oxysporum f. sp. cubense yang ditangkupkan di atas biakan T. koningii isolat SPRO-2 Jamur F. oxysporum f. sp. cubense yang ditangkupkan di atas biakan T. aureoviride isolat SPRO-22 Jamur F. oxysporum f. sp. cubense yang ditangkupkan di atas biakan G. virens isolat SPRO-26 Jamur F. oxysporum f. sp. cubense yang ditangkupkan di atas biakan. flavus isolat SPRO-33 Jamur F. oxysporum f. sp. cubense yang ditangkupkan di atas medium PD tanpa jamur saprofit (kontrol) Gambar 3. Pertumbuhan jamur F. oxysporum f. sp. cubense pada medium PD yang ditangkupkan di atas biakan jamur saprofit Trichoderma spp., Gliocladium sp., spergillus sp. dan kontrol setelah diinkubasikan tujuh hari groteksos Vol.2 No.2-3, Desember 20
11 6 Terhambatnya pertumbuhan koloni jamur F. oxysporum f. sp. cubense pada pengujian ini diduga karena semua jamur saprofit mengeluarkan antibiotik atau alkaloid yang mudah menguap. danya perbedaan kemampuan menghambat diantara jamur saprofit diduga karena jumlah dan jenis antibiotik atau alkaloid yang dihasilkan oleh masing-masing jamur saprofit berbeda. Jamur saprofit Trichoderma spp. diduga menghasilkan antibiotik atau alkaloid yang lebih banyak dan efektif dibandingkan dengan jamur saprofit lainnya. Beberapa isolat jamur Trichoderma spp. menghasilkan antibiotik terutama pada ph rendah (Dennis dan Webster, 97 dalam Cook dan Baker, 983). Jamur T. viride menghasilkan gliotoksin dan viridin yang mampu menghambat pertumbuhan jamur lain. Jamur T. viride mengeluarkan bau minyak kelapa terutama pada biakan yang sudah tua seperti yang dilaporkan oleh Rifai (969). Jamur lainnya seperti. flavus menghasilkan aflatoksin, sedang jamur P. citrinum menghasilkan citrin yang berperan sebagai fungistatik yang dapat menghambat pertumbuhan jamur lain (Domsch et al., 980). 3. Pertumbuhan Jamur Saprofit ntagonis Trichoderma spp. pada Serasah Daun Hasil anilisis keragaman tersebut menunjukkan bahwa ada perbedaan nyata antar interakasi perlakuan terhadap diameter pertumbuhan masing-masing jamur saprofit Trichoderma spp.. Rata-rata diameter koloni pertumbuhan jamur saprofit Trichoderma spp. pada berbagai serasah daun disajikan pada Tabel 6. Pada Tabel 6 terlihat bahwa semua isolat jamur Trichoderma spp. dapat tumbuh pada medium serasah daun kopi, banten dan lamtoro, gamal, kakao dan dadap, hanya saja perbedaan kecepatan tumbuh pada masing-masing serasah daun. Semua jamur Trichoderma spp. dapat tumbuh dengan cepat pada medium serasah daun kopi, banten dan lamtoro, namun kecepatan pertumbuhannya menurun pada medium serasah daun gamal, kakao dan dadap. Tabel 6. Rata-rata diameter koloni beberapa jamur saprofit Trichoderma spp. pada medium serasah daun setelah diinkubasi lima hari No. Jenis jamur saprofit. T. harzianum isolat SPRO T. koningii isolat SPRO-2 3. T. aureoviride isolat SPRO T. hamatum isolat SPRO T. viride isolat SPRO T. koningii isolat SPRO-25 Rata-rata diameter koloni jamur saprofit Trichoderma spp. pada berbagai serasah daun (mm) Kopi Banten Lamtoro Gamal Kakao Dadap *) **) 85,00 b 85,00 b 85,00 b 86,00 b 83,33 b 83,33 b 70,00 b 55,00 a 70,00 b 70,00 b 70,00 b 50,67 a *) ngka yang diikuti huruf kecil yang sama di sebelah kanan angka, tidak berbeda nyata antar serasah daun pada taraf nyata 5%. **) ngka yang diikuti huruf kafital yang sama di bawah angka, tidak berbeda nyata antar jenis jamur saprofit pada taraf nyata 5%. I.M. Sudantha dkk: Uji antagonisme beberapa...
12 7 Dari hasil percobaan ini dapat dikatakan bahwa semua isolat jamur saprofit Trichoderma spp. dapat tumbuh dengan baik pada berbagai serasah daun walaupun dengan kecepatan tumbuh yang berbeda, dan berpotensi sebagai pengurai serasah daun. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan semua isolat jamur Trichoderma spp. menurunkan C/N rasio serasah daun kopi, serasah daun banten, serasah daun lamtoro, serasah daun gamal, serasah daun kakao dan serasah daun dadap setelah lima hari diinokulasi dengan jamur tersebut. Bharat et al. (988) melaporkan bahwa jamur Trichoderma sp. selain bersifat antagonis terhadap jamur patogenik juga dapat bertindak sebagai pengurai limbah organik. Widyastuti et al. (998) mengemukakan bahwa jamur Trichoderma spp. mempunyai kemampuan sebagai jasad pengurai aktif dari serasah cacia mangium. Menurut Harman dan Taylor (988), kemampuan jamur Trichoderma spp. sebagai agen pengurai serasah disebabkan karena kemampuannya untuk menghasilkan enzim chitinolitik dan selulase yang dapat menguraikan selulosa, hemi selulosa dan lignin yang tinggi menjadi senyawa yang lebih sederhana. Sedangkan menurut Trautmann dan Olynciw (996) selulosa yang ada pada bahan organik dapat dipisahkan oleh enzim selulase yang telah dihasilkan oleh jamur T. harzianum menjadi ligni selulose, kemudian merombaknya menjadi senyawa yang lebih sederhana yang mampu larut dalam air, sehingga segera dapat dimanfaatkan langsung oleh tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangan. Lebih lanjut Chet dan Baker (98 dalam Cook dan Baker, 983) mengungkapkan bahwa Jamur T. hamatum juga menghasilkan enzim selulase. Menurut Kuter et al. (983 dalam Hoitink et al., 996), jamur T. harzianum dan T. hamatum merupakan hiperparasit pradominan dalam kompos dapat sebagai pengendali biologis penyakit rebah kecambah. Hasil analisis keragaman beberapa serasah daun yang diinokulasi dengan beberapa jamur saprofit Trichoderma spp. menunjukkan beda nyata. Rata-rata C/N rasio beberapa serasah daun disajikan pada Tabel 7. Pada Tabel 7 terlihat bahwa inokulasi jamur saprofit Trichoderma spp. dapat menurunkan C/N rasio pada semua serasah daun. Namun penurunan C/N rasio yang tertinggi diperlihatkan pada serasah daun kopi, serasah daun banten dan serasah daun lamtoro. Hal ini sejalan dengan penelitian Widiyastuti et al. (998) bahwa jamur Trichoderma spp. (T. viride, T. resei dan T. koningii) dapat menurunkan C/N rasio serasah daun cacia mangium. Penurunan ini karena imobilisasi N yang menyebabkan naiknya jumlah kandungan unsur N yang akhirnya menurunkan nilai C/N rasio. Tabel 7. Rata-rata C/N rasio beberapa serasah daun yang diinokulasi dengan jamur saprofit Trichoderma spp. setelah diinkubasi lima hari No. Isolat jamur saprofit. Tanpa jamur saprofit (kontrol) 2. T. harzianum isolat SPRO T. koningii isolat SPRO-2 4. T. aureoviride isolat SPRO T. hamatum isolat SPRO T. viride isolat SPRO T. koningii isolat SPRO-25 C/N rasio beberapa serasah daun Kopi Banten Lamtoro Gamal Kakao Dadap 8,50 bc*) 7,00 b 5,93 ab 3,08 a 20,00 c 7,40 b B**) B B B B B 7,20 a 5,52 a 8,90 a 2,40 b 4,0 c 2,08 b 8,50 a 6,80 a 7,00 a 0,4 b 6,00 c 2,04 b 8,30 a 7,00 a 6,90 a 9,89 a 5,60 c 3,86 b 7,80 a 6,85 a 7,5 a 0,90 b 6,90 d 4,00 c 8,60 a 6,08 a 6,86 a,85 b 4,95 c 5,90 c 8,70 a 8,00 a 7,00 a 2,00 b 5,00 c 3,90 b B *) ngka yang diikuti huruf kecil yang sama di sebelah kanan angka, tidak berbeda nyata antar serasah daun pada taraf nyata 5%. **) ngka yang diikuti huruf kafital yang sama di bawah angka, tidak berbeda nyata antar jenis jamur saprofit pada taraf nyata 5%. groteksos Vol.2 No.2-3, Desember 20
13 8 KESIMPULN Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat diambil suatu kesimpulan sebagai berikut: a. Jamur saprofit yang ada di rhizosfer tanaman pisang yaitu T. harzianum isolat SPRO-20, T. koningii isolat SPRO-2, T. aureoviride isolat SPRO-22, T. hamatum isolat SPRO-23, T. viride isolat SPRO-24 dan T. koningii isolat SPRO-25 efektif menghambat pertumbuhan jamur F. oxysporum f. sp. cubense penyebab penyakit layu pada tanaman pisang secara in-vitro. b. Jamur saprofit T. harzianum isolat SPRO- 20, T. koningii isolat SPRO-2, T. aureoviride isolat SPRO-22, T. hamatum isolat SPRO-23, T. viride isolat SPRO-24 dan T. koningii isolat SPRO-25 dalam menghambat pertumbuhan jamur F. oxysporum f. sp. cubense dilakukan melalui mekanisme kompetisi ruang, mikoparasit dan antibiosis (mengeluarkan antibiotik yang mudah menguap). c. Jamur saprofit T. harzianum isolat SPRO- 20, T. koningii isolat SPRO-2, T. aureoviride isolat SPRO-22, T. hamatum isolat SPRO-23, T. viride isolat SPRO-24 dan T. koningii isolat SPRO-25 dapat juga berperan sebagai pengurai serasah pada daun kopi, banten, lamtoro, gamal, kakao dan dadap. Saran Berdasarkan hasil yang diperoleh maka dapat disarankan hal-hal sebagai berikut: a. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut penggunaan isolat jamur saprofit Trichoderma spp. untuk meningkatkan ketahanan terinduksi bibit dan tanaman pisang terhadap penyakit layu Fusarium pada kondisi rumah kaca dan lapang. b. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut penggunaan isolat jamur saprofit Trichoderma spp. sebagai pengurai serasah pada kondisi lapang. UCPN TERIM KSIH Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian dan Ketua Lembaga Penelitian Universitas Mataram yang telah memberikan dana Penelitian KKP3T (Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi) dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Kegiatan Nomor: 806/LB.620/I./3/2008, tanggal 4 Maret DFTR PUSTK badi,. L Biologi Ganoderma boninense Pat. Pada Kelapa Sawit (Elaes guineensis Jacq) dan Pengaruh Beberapa Mikroba Tanah ntagonistik Terhadap Pertumbuhannya. Fakultas Pasca Sarjana IPB. Disertasi (tidak dipublikasikan). 47 hal. rifin, I. S., B. Dahlan dan U. Dahlan Potensi ntagonisme Jamur Tanah pada real tanaman Teh terhadap Jamur Ganoderma pseudoferrum in-vitro. Kongres Nasional X PFI, Denpasar Bali. shari, S Hortikultura spek Budidaya. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). 485 hal. Baker, K. F. and R. J. Cook Biological Control of Plant Pathogens. The merican Phytopathology Society. Minnessota. 433 p. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB Laporan Kajian Teknologi Budidaya Tanaman di NTB. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB, Mataram. Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura NTB Data Serangan OPT pada Tanaman Pisang. BPTPH NTB, Mataram. Bharat, R., R. S. Upadhayay and. K. Srivastava Utilization of Cellulose and Gallic cid by Litter Inhabiting Fungi and Its Possible Implication in Litter Decomposition of Tropical Deciduous Forest, Pedobiologia. Dept. Bot. Banaes Hindu University, Varanasi, India. Booth, G. 97. The Genus Fusarium. Commonwealth Mycological Institute. Kew, Surrey, England. 237 p. Cook, R. J. and K. F. Baker The Nature and Practice of Biological Control of Plant Pathogens. The merican Phytopathol. Society, St. Paul MN. 539 p. Dennis, C. and J. Webster. 97. ntagonistic Properties of Marga Groups of Trichoderma. I. Production of Non-Volatile ntibiotics. Trans. Brit. Mycol. Soc. 57 (): I.M. Sudantha dkk: Uji antagonisme beberapa...
14 9 Dinas Pertanian NTB, Data Perkembangan Tanaman Pangan dan Hortikultura di NTB. Dinas Pertanian NTB, Mataram. Domsch, K. H.; W. Gams and T. nderson Compendium of Soil Fungi. cademic Press. New York. 859 p. Harman, G. E. and. Taylor, 988. Improved seedling performance by integration of biological control agents at favourable ph levels with solid matrix priming. Phytopatholgy 78: Hoitink, H.. J., L. V. Madden and M. J. Boehm Relationships mong Organic Matter Decomposition Level, Microbial Species Diversity, and Soilborne Disease Severity. In. Hal. R (Ed.) Principles and Practice of Managing Soilborne Plant Pathogens. PS Press, The merican Phytopathological Society. St. Paul, Minnesota. 330 p. Kethan, S. K Microbial Pest Control. Marcel Dekker, Inc. New York Basel. 300p. Rifai, M revision of the marga Trichoderma. Commonwealth Mycological Institute, Mycol. Papers 6: Semangun, H Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 850 hal. Skidmore,. M Intraction in Relation to Biological Control of Plant Pathogens. In Dickinson, C. H. and T. F. Preece (Ed.). Microbiology of Serial Plant Surface. cademic Press, New York Sudantha, I. M Karakterisasi dan Potensi Jamur Endofit dan Saprofit ntagonistik sebagai gens Pengendali Hayati Jamur Fusarium oxysporum f. sp. vanillae pada Tanaman Vanili di Pulau Lombok NTB. Disertasi Program Doktor Ilmu Pertanian Program Pascasarjana Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang. Sudantha, I. M., I G. M. Kusnartha dan I N. Sudana Karakterisasi dan Potensi Jamur Saprofit dan Endofit ntagonistik Untuk Meningkatkan Ketahanan Induksi Tanaman Pisang terhadap Penyakit Layu Fusarium di Nusa Tenggara Barat. Laporan Penelitian KKP3T (Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi) Badan Litbang Pertanian dengan Unram, Mataram. 4 hal. Trautman, N. and E. Olynciw, 996. Compost microorganism. Cornell Composting. Science and Engineering. Cornell University. 6 hal. Widyastuti, S. M., Sumardi dan N. Hidayat Kemampuan Trichoderma spp. untuk Pengendalian Hayati Jamur kar Putih pada cacia mangium secara In-vitro. Buletin Kehutanan No groteksos Vol.2 No.2-3, Desember 20
KARAKTERISASI JAMUR SAPROFIT DAN POTENSINYA UNTUK PENGENDALIAN JAMUR
89 KARAKTERISASI JAMUR SAPROFIT DAN POTENSINYA UNTUK PENGENDALIAN JAMUR Fusarium oxysporum f. sp. vanillae PADA TANAMAN VANILI CHARACTERIZATION OF SAPROPHYTIC FUNGI AND THEIR POTENCY TO CONTROL Fusarium
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit layu fusarium yang disebabkan oleh jamur patogen Fusarium sp.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit layu fusarium yang disebabkan oleh jamur patogen Fusarium sp. merupakan salah satu penyakit yang sering menyerang tanaman pertanian termasuk tanaman
Lebih terperinci68 Media Bina Ilmiah ISSN No
68 Media Bina Ilmiah ISSN No. 1978-3787 PENGARUH DOSIS APLIKASI JAMUR ENDOFIT Trichoderma polysporum ISOLAT ENDO-04 DAN JAMUR SAPROFIT T. harzianum ISOLAT SAPRO-07 DALAM MENINGKATKAN KETAHANAN TERINDUKSI
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Cendawan Rhizosfer Hasil eksplorasi cendawan yang dilakukan pada tanah rhizosfer yang berasal dari areal tanaman karet di PT Perkebunan Nusantara VIII, Jalupang, Subang,
Lebih terperinciISSN No Jurnal Sangkareang Mataram 29
ISSN No. 2355-9292 Jurnal Sangkareang Mataram 29 POTENSI KOMPOS HASIL FERMENTASI JAMUR ENDOFIT DAN SAPROFIT TRICHODERMA SPP. DALAM MENINGKATKAN KETAHANAN TERINDUKSI BEBERAPA VARIETAS PISANG TERHADAP PENYAKIT
Lebih terperinciUJI APLIKASI BEBERAPA JENIS BIOKOMPOS
39 UJI PLIKSI EERP JENIS IOKOMPOS (hasil fermentasi jamur T. koningii isolat ENDO-02 dan T. harzianum isolat SPRO-07) PD DU VRIETS KEDELI TERHDP PENYKIT LYU FUSRIUM DN HSIL KEDELI PPLITION TEST FOR TYPES
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berpotensi sebagai komoditas agribisnis yang dibudidayakan hampir di seluruh
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pisang merupakan komoditas penunjang ketahanan pangan dan juga berpotensi sebagai komoditas agribisnis yang dibudidayakan hampir di seluruh negara beriklim tropik maupun
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tanaman pisang menghasilkan salah satu komoditas unggulan di Indonesia yaitu
1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Tanaman pisang menghasilkan salah satu komoditas unggulan di Indonesia yaitu buah pisang. Buah pisang adalah buah yang sangat bergizi yang merupakan sumber vitamin, mineral
Lebih terperinciPotensi Agen Hayati dalam Menghambat Pertumbuhan Phytium sp. secara In Vitro
Potensi Agen Hayati dalam Menghambat Pertumbuhan Phytium sp. secara In Vitro Liza Octriana Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika, Jl. Raya Solok Aripan Km. 8 PO Box 5, Solok 27301 Telp. (0755) 20137; Faks.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan tanaman sayuran yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan tanaman sayuran yang memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia. Hal tersebut menyebabkan permintaan bawang merah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. serius karena peranannya cukup penting dalam perekonomian nasional. Hal ini
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kakao merupakan salah satu komoditi perkebunan yang mendapatkan perhatian serius karena peranannya cukup penting dalam perekonomian nasional. Hal ini terlihat
Lebih terperinciPENGENDALIAN HAYATI PENYAKIT LAYU FUSARIUM PISANG (Fusarium oxysporum f.sp. cubense) DENGAN Trichoderma sp.
Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia, Vol. 17, No.1, 2011: 31 35 PENGENDALIAN HAYATI PENYAKIT LAYU FUSARIUM PISANG (Fusarium oxysporum f.sp. cubense) DENGAN Trichoderma sp. THE BIOCONTROL OF FUSARIUM
Lebih terperinciKata kunci: endofit, saprofit, Trichoderma, Fusarium, kedelai Keywords: endophyt, saprophyt, Trichoderma, Fusarium, soybean
90 PENGUJIN EERP JENIS JMUR ENDOFIT DN SPROFIT Trichoderma spp. TERHDP PENYKIT LYU FUSRIUM PD TNMN KEDELI EXMINTION OF SOME ENDOPHYTI ND SPROPHYTI SPEIES OF Trichoderma spp. FUNGI TO FUSRIUM WILT DISESE
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tanaman lada (Piper nigrum L.) adalah tanaman perkebunan yang bernilai ekonomi
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman lada (Piper nigrum L.) adalah tanaman perkebunan yang bernilai ekonomi tinggi. Tanaman ini dapat mulai berbuah pada umur 2-3 tahun. Di Lampung, komoditas
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat
BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan di Rumah Kasa Fakultas Pertanian, Medan dengan ketinggian tempat + 25 m dpl pada Bulan Mei
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kentang (Solanum tuberosum L.) adalah tanaman pangan utama keempat dunia setelah
18 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum L.) adalah tanaman pangan utama keempat dunia setelah gandum, jagung dan padi. Di Indonesia kentang merupakan komoditas hortikultura yang
Lebih terperinciPENGARUH Trichoderma viride dan Pseudomonas fluorescens TERHADAP PERTUMBUHAN Phytophthora palmivora Butl. PADA BERBAGAI MEDIA TUMBUH.
0 PENGARUH Trichoderma viride dan Pseudomonas fluorescens TERHADAP PERTUMBUHAN Phytophthora palmivora Butl. PADA BERBAGAI MEDIA TUMBUH (Skripsi) Oleh YANI KURNIAWATI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Teknologi pertanian, khususnya dalam pengendalian penyakit tanaman di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknologi pertanian, khususnya dalam pengendalian penyakit tanaman di Indonesia masih banyak mengandalkan penggunaan pestisida. Penggunaan pestisida yang tidak bijaksana
Lebih terperinciUJI ANTAGONIS JAMUR TRICHODERMA, VERTICILLIUM DAN TORULOMYCES TERHADAP Ganoderma boninense Pat. SECARA IN VITRO
UJI ANTAGONIS JAMUR TRICHODERMA, VERTICILLIUM DAN TORULOMYCES TERHADAP Ganoderma boninense Pat. SECARA IN VITRO ANTAGONISTIC ASSESSMENT OF TRICHODERMA, VERTICILLIUM AND TORULOMYCES TO CONTROL Ganoderma
Lebih terperinciPENGARUH APLIKASI JAMUR
9 PENGRUH PLIKSI JMUR Trichoderma spp. DN SERSH DLM MENINGKTKN KETHNN TERINDUKSI TNMN VNILI TERHDP PENYKIT BUSUK BTNG FUSRIUM EFFECT OF Trichoderma spp. FUNGI ND MNURE PPLICTIONS IN IMPROVING INDUCED RESISTNCE
Lebih terperinciTrichoderma spp. ENDOFIT AMPUH SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI (APH)
Trichoderma spp. ENDOFIT AMPUH SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI (APH) I. Latar Belakang Kebijakan penggunaan pestisida tidak selamanya menguntungkan. Hasil evaluasi memperlihatkan, timbul kerugian yang
Lebih terperinciUJI EFEKTIVITAS BEBERAPA JENIS JAMUR ENDOFIT
64 UJI EFEKTIVITAS BEBERAPA JENIS JAMUR ENDOFIT Trichoderma spp. ISOLAT LOKAL NTB TERHADAP JAMUR Fusarium oxysporum f. sp. vanillae PENYEBAB PENYAKIT BUSUK BATANG PADA BIBIT VANILI (EFFECTIVENESS TEST
Lebih terperinciWASPADA PENYAKIT Rhizoctonia!!
WASPADA PENYAKIT Rhizoctonia!! I. Latar Belakang Luas areal kebun kopi di Indonesia sekarang, lebih kurang 1,3 juta ha, sedangkan produksi kopi Indonesia sekarang, lebih kurang 740.000 ton dengan produksi
Lebih terperinciANTAGONISME ANTARA KAPANG Trichoderma spp. TERHADAP Fusarium solani SECARA IN VITRO SERTA MEKANISME ANTAGONISMENYA
ANTAGONISME ANTARA KAPANG Trichoderma spp. TERHADAP Fusarium solani SECARA IN VITRO SERTA MEKANISME ANTAGONISMENYA Utami Sri Hastuti 1), Siti Aisaroh 1), dan Eriyanto Yusnawan 2) 1) Jurusan Biologi FMIPA
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Jurusan Agroteknologi, Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan mulai
14 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Jurusan Agroteknologi, Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. seluruh dunia dan tergolong spesies dengan keragaman genetis yang besar.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung (Zea mays) merupakan salah satu tanaman serealia yang tumbuh hampir di seluruh dunia dan tergolong spesies dengan keragaman genetis yang besar. Jagung
Lebih terperinciKata kunci : endofit, antagonisme, isolat, mikoparasit dan antibiotik. Key words: endophytic, antagonism, isolate, mycoparasite, and antibiotics.
23 IDENTIFIKASI JAMUR ENDOFIT DAN MEKANISME ANTAGONISMENYA TERHADAP JAMUR Fusarium oxysporum f. sp. vanillae PADA TANAMAN VANILI IDENTIFICATION OF ENDOPHYTIC FUNGI AND THEIR ANTAGONISM MECHANISM TO Fusarium
Lebih terperinciYuricha Kusumawardani, Liliek Sulistyowati dan Abdul Cholil
Jurnal HPT Volume 3 Nomor 1 Januari 2015 ISSN : 2338-4336 POTENSI ANTAGONIS JAMUR ENDOFIT PADA TANAMAN LADA (Piper nigrum L.) TERHADAP JAMUR Phytophthora capsici Leionian PENYEBAB PENYAKIT BUSUK PANGKAL
Lebih terperinciSELEKSI MIKROBA FILOSFER ANTAGONIS DAN MEDIA EKSTRAK KOMPOS: UPAYA PENGENDALIAN JAMUR Alternaria porri PADA TANAMAN BAWANG MERAH
SELEKSI MIKROBA FILOSFER ANTAGONIS DAN MEDIA EKSTRAK KOMPOS: UPAYA PENGENDALIAN JAMUR Alternaria porri PADA TANAMAN BAWANG MERAH Herry Nirwanto dan Tri Mujoko Progdi Agroteknologi FP UPN Vteran Jawa Timur
Lebih terperinciUJI ANTAGONISME Trichoderma sp. TERHADAP JAMUR PATOGEN Alternaria porri PENYEBAB PENYAKIT BERCAK UNGU PADA BAWANG MERAH SECARA In-VITRO
e-j. Agrotekbis 1 (2) : 140-144, Juni 2013 ISSN : 2338-3011 UJI ANTAGONISME Trichoderma sp. TERHADAP JAMUR PATOGEN Alternaria porri PENYEBAB PENYAKIT BERCAK UNGU PADA BAWANG MERAH SECARA In-VITRO Antagonism
Lebih terperinciEKSPLORASI DAN KAJIAN KERAGAMAN JAMUR FILOPLEN PADA TANAMAN BAWANG MERAH : UPAYA PENGENDALIAN HAYATI TERHADAP PENYAKIT BERCAK UNGU (Alternaria porri)
EKSPLORASI DAN KAJIAN KERAGAMAN JAMUR FILOPLEN PADA TANAMAN BAWANG MERAH : UPAYA PENGENDALIAN HAYATI TERHADAP PENYAKIT BERCAK UNGU (Alternaria porri) Herry Nirwanto dan Tri Mujoko ABSTRACT Results of the
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Memasuki pasar global, persyaratan produk-produk pertanian ramah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan penerapan teknologi budidaya tanaman yang dilakukan perlu berorientasi pada pemanfaatan sumber daya alam yang efektif penggunaannya, sehingga
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Isolasi Cendawan Rizosfer
10 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Lokasi pengambilan sampel berada di dua tempat yang berbeda : lokasi pertama, Kabupaten Bogor. Kabupaten Bogor memiliki ketinggian + 400 m dpl (diatas permukaan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitin dan Bakteri Kitinolitik Kitin adalah polimer kedua terbanyak di alam setelah selulosa. Kitin merupakan komponen penyusun tubuh serangga, udang, kepiting, cumi-cumi, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Colletotrichum capsici dan Fusarium oxysporum merupakan fungi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Colletotrichum capsici dan Fusarium oxysporum merupakan fungi patogen tular tanah (Yulipriyanto, 2010) penyebab penyakit pada beberapa tanaman family Solanaceae
Lebih terperinciI. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Uji Antagonis Trichoderma sp. Terhadap Fusarium sp. Secara In Vitro (Metode Dual Kultur)
I. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Antagonis Trichoderma sp. Terhadap Fusarium sp. Secara In Vitro (Metode Dual Kultur) Uji antagonis adalah suatu cara yang digunakan membuktikan bahwa mikroorganisme yang
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cabai Klasifikasi ilmiah cabai adalah Kingdom : Plantae Divisi : Magnolyophyta Kelas : Magnolyopsida Ordo : Solanales Famili : Solanaceae Genus : Capsicum Spesies : Capsicum
Lebih terperinciTabel 1 Persentase penghambatan koloni dan filtrat isolat Streptomyces terhadap pertumbuhan S. rolfsii Isolat Streptomyces spp.
4 Tinggi tanaman kumulatif dikonversi menjadi LADKT (luasan area di bawah kurva perkembangan tinggi tanaman) menggunakan rumus sama seperti perhitungan LADKP. KB dihitung dengan rumus (Sutopo 2002): Perhitungan
Lebih terperinciNandang Suharna Bidang Mikrobiologi, Pusat Penelitian Biologi - LIPI ABSTRACT
Berita Biologi, Volume 6, Nomor 6, Desember 2003 INTERAKSIANTARA Trichoderma harzianum, Penicillium sp. DAN Pseudomonas sp. SERTAKAPASITAS ANTAGONISMENYA TERHADAP Phytophthora capsiciln VITRO [Interaction
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kebun PT NTF (Nusantara Tropical Farm) Way
31 III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kebun PT NTF (Nusantara Tropical Farm) Way Jepara, Lampung Timur dan Laboratorium Penyakit Tumbuhan, Bidang Proteksi
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tumbuhan, Bidang
8 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tumbuhan, Bidang Proteksi Tanaman, Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Lampung
Lebih terperinciPENGENDALIAN HAYATI PATOGEN BUSUK AKAR (Ganoderma sp.) PADA ACACIA MANGIUM DENGAN Trichoderma spp. ISOLAT LOKAL SECARA IN VITRO
PENGENDALIAN HAYATI PATOGEN BUSUK AKAR (Ganoderma sp.) PADA ACACIA MANGIUM DENGAN Trichoderma spp. ISOLAT LOKAL SECARA IN VITRO (Biocontrolling to pathgent of root rot (Ganoderma sp.) in Acacia mangium
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. industri masakan dan industri obat-obatan atau jamu. Pada tahun 2004, produktivitas
2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas unggulan hortikultura Indonesia, selain digunakan untuk keperluan rumah tangga, saat ini cabai juga
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Tanaman Industri dan Penyegar
25 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Tanaman Industri dan Penyegar Cahaya Negeri, Abung Barat, Lampung Utara dan Laboratorium Penyakit
Lebih terperinci*Corresponding author : ABSTRACT
702. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.3, Juni 2013 ISSN No. 2337-6597 PENGGUNAAN JAMUR ANTAGONIS Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN BAWANG
Lebih terperinciFusarium sp. ENDOFIT NON PATOGENIK
INDUKSI KETAHANAN KULTUR JARINGAN PISANG TERHADAP LAYU FUSARIUM MENGGUNAKAN Fusarium sp. ENDOFIT NON PATOGENIK Arif Wibowo, Aisyah Irmiyatiningsih, Suryanti, dan J. Widada Fakultas Pertanian, Universitas
Lebih terperinciPenapisan Cendawan Antagonis Indigenos Rizosfer Jahe dan Uji Daya Hambatnya terhadap Fusarium oxysporum f. sp. zingiberi
ISSN: 0215-7950 Volume 11, Nomor 1, Februari 2015 Halaman 9 13 DOI: 10.14692/jfi.13.1.9 Penapisan Cendawan Antagonis Indigenos Rizosfer Jahe dan Uji Daya Hambatnya terhadap Fusarium oxysporum f. sp. zingiberi
Lebih terperinciJurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Indonesia ABSTRACT
Pemanfaatan kompos sampah plus Trichoderma harzianum sebagai media tanam dan agen pengendali penyakit rebah kecambah (Rhizoctonia oryzae) pada tanaman padi Hersanti/hersanti@plasa.com Jurusan Hama dan
Lebih terperinciEFEKTIVITAS AGENS ANTAGONIS TRICHODERMA SP PADA BERBAGAI MEDIA TUMBUH TERHADAP PENYAKIT LAYU TANAMAN TOMAT
Muhammad Taufik : Efektivitas Agens Antagonis Tricoderma Sp pada Berbagai Media Tumbuh Terhadap Penyakit Layu Tanaman Tomat EFEKTIVITAS AGENS ANTAGONIS TRICHODERMA SP PADA BERBAGAI MEDIA TUMBUH TERHADAP
Lebih terperinciKEMAMPUAN Trichoderma spp. DALAM PENGENDALIAN Patogenitas Rhizoctonia solani PADA TANAMAN KEDELAI
Kemampuan dalam Pengendalian Patogenitas Rhizotonia solani pada Tanaman Kedelai (Poniah Andayaningsih) KEMAMPUAN DALAM PENGENDALIAN Patogenitas Rhizoctonia solani PADA TANAMAN KEDELAI Poniah Andayaningsih
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam rangka memenuhi permintaan dalam negeri dan meningkatkan devisa negara dari sektor non migas, pemerintah telah menempuh beberapa upaya diantaranya pengembangan komoditas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (Mukarlina et al., 2010). Cabai merah (Capsicum annuum L.) menjadi komoditas
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merupakan tanaman hortikultura yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan diusahakan secara komersial baik dalam skala besar maupun skala kecil (Mukarlina et
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Smith.) sudah tidak asing lagi bagi. penting dalam pemenuhan gizi masyarakat. Dalam buah tomat banyak
PENDAHULUAN Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Smith.) sudah tidak asing lagi bagi masyarakat karena sebagai tanaman sayuran, tomat memegang peranan yang penting dalam pemenuhan gizi masyarakat.
Lebih terperinciPERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT
ISSN 1411939 PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT Trias Novita Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Jambi Kampus Pinang Masak, Mendalo Darat, Jambi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Kedelai menjadi tanaman terpenting ketiga setelah padi dan jagung
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max L.) merupakan salah satu komoditas strategis di Indonesia. Kedelai menjadi tanaman terpenting ketiga setelah padi dan jagung (Danapriatna, 2007).
Lebih terperinciFORMULASI Streptomyces sp. DAN Trichoderma sp. BERBAHAN DASAR MEDIA BERAS JAGUNG, BEKATUL DAN KOMPOS
Plumula Volume 5 No.1 Januari 2016 ISSN : 2089 8010 FORMULASI Streptomyces sp. DAN Trichoderma sp. BERBAHAN DASAR MEDIA BERAS JAGUNG, BEKATUL DAN KOMPOS Formulation Streptomyces sp. and Trichoderma sp.
Lebih terperinciPEMANFAATAN JERAMI PADI SEBAGAI MEDIUM PERBANYAKAN Trichoderma harzianum DAN APLIKASINYA PADA TANAMAN CABAI
Program PPM KOMPETITIF Sumber Dana DIPA Universitas Andalas Besar Anggaran Rp 5.000.000,- Tim Pelaksana Nurbailis, Trizelia, Reflin, Haliatur Rahma Fakultas Pertanian Lokasi Kota Padang, Sumatera Barat
Lebih terperinciPenggunaan Trichoderma sp. yang Ditambahkan pada Berbagai Kompos untuk Pengendalian Penyakit Layu Tanaman Stroberi (Fragaria sp.)
Penggunaan Trichoderma sp. yang Ditambahkan pada Berbagai Kompos untuk Pengendalian Penyakit Layu Tanaman Stroberi (Fragaria sp.) LUTFI SURYAWAN GUSTI NGURAH ALIT SUSANTA WIRYA *) I PUTU SUDIARTA Jurusan/Prodi
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Tabel 1 Kombinasi perlakuan yang dilakukan di lapangan
13 BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu Penelitian ini dilaksanakan di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor serta di Laboratorium Bakteriologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. yang cukup penting di Indonesia, yaitu sebagai sumber protein nabati.
PENDAHULUAN Latar Belakang Kacang tanah (Arachis hypogaea L) merupakan salah satu sumber pangan yang cukup penting di Indonesia, yaitu sebagai sumber protein nabati. Berdasarkan luas pertanaman, kacang
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO
PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO Jalan Raya Dringu Nomor 81 Telp. (0335) 420517 Fax. (4238210) PROBOLINGGO 67271 POTENSI JAMUR ANTAGONIS Trichoderma spp PENGENDALI HAYATI PENYAKIT LANAS DI PEMBIBITAN TEMBAKAU
Lebih terperinciI. PENDAFIULUAN. Tanaman kelapa sawit {Elaeis guineensis Jacq') merapakan tanaman
I. PENDAFIULUAN 1.1. Latar Bclakang Tanaman kelapa sawit {Elaeis guineensis Jacq') merapakan tanaman perkebunan yang memegang peranan penting dalam usaha meningkatkan devisa negara dari sektor non migas
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Pengamatan mikroskopis S. rolfsii Sumber :
4 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyebab Penyakit Jamur penyebab penyakit rebah semai ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Fungi : Basidiomycota : Basidiomycetes
Lebih terperinciBAB 5 PENEKANAN PENYAKIT IN PLANTA
65 BAB 5 PENEKANAN PENYAKIT IN PLANTA Pendahuluan Penyakit tanaman terjadi ketika tanaman yang rentan dan patogen penyebab penyakit bertemu pada lingkungan yang mendukung (Sulivan 2004). Jika salah satu
Lebih terperinciCARA APLIKASI Trichoderma spp. UNTUK MENEKAN INFEKSI BUSUK PANGKAL BATANG (Athelia rolfsii (Curzi)) PADA BEBERAPA VARIETAS KEDELAI DI RUMAH KASSA
CARA APLIKASI Trichoderma spp. UNTUK MENEKAN INFEKSI BUSUK PANGKAL BATANG (Athelia rolfsii (Curzi)) PADA BEBERAPA VARIETAS KEDELAI DI RUMAH KASSA SKRIPSI OLEH: RAFIKA HUSNA 110301021/AGROEKOTEKNOLOGI PROGRAM
Lebih terperinciI. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tembakau dalam sistem klasifikasi tanaman masuk dalam famili
I. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Tanaman Tembakau 1.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman tembakau dalam sistem klasifikasi tanaman masuk dalam famili Solanaceae. Secara sistematis, klasifikasi tanaman tembakau
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tembakau (Nicotiana tabacum L.) merupakan jenis tanaman yang dipanen
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tembakau (Nicotiana tabacum L.) merupakan jenis tanaman yang dipanen daunnya dan merupakan bahan baku utama dalam industri rokok. Tanaman ini merupakan salah satu komoditas
Lebih terperinciKARAKTERISTIK PENYEBAB PENYAKIT LAYU BAKTERI PADA TANAMAN TEMBAKAU DI PROBOLINGGO
KARAKTERISTIK PENYEBAB PENYAKIT LAYU BAKTERI PADA TANAMAN TEMBAKAU DI PROBOLINGGO Pendahuluan Tembakau merupakan salah satu komoditas perkebunan yang strategis dan memiliki nilai ekonomi cukup tinggi.
Lebih terperinciDAYA ANTAGONISME Trichoderma spp. TERHADAP BEBERAPA SPESIES KAPANG PATOGEN DARI RHIZOSFER TANAH PERTANIAN KEDELAI
10-096 DAYA ANTAGONISME Trichoderma spp. TERHADAP BEBERAPA SPESIES KAPANG PATOGEN DARI RHIZOSFER TANAH PERTANIAN KEDELAI Utami Sri Hastuti 1, Siti Aisaroh 2, Ahmad Najib 3 1,2,3 Jurusan Biologi FMIPA Universitas
Lebih terperinciTAHAPAN PERBANYAKAN JAMUR Trichoderma harzianum DENGAN MEDIA DEDAK DAN APLIKASINYA PADA TANAMAN MURBEI (Morus sp.)
Tahapan Perbanyakan Jamur Trichoderma harzianum dengan... C. Andriyani Prasetyawati dan A. Sri Rahmah Dania TAHAPAN PERBANYAKAN JAMUR Trichoderma harzianum DENGAN MEDIA DEDAK DAN APLIKASINYA PADA TANAMAN
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Uk'ntiflkasi.lamur Ri/o.sfir Tanaman Ncna» Bcrdasarkan hasil identifikasi di laboratorium, ditemukan beberapa mikroorganisme rizosfir dari tanaman nenas di lahan petani nenas
Lebih terperinciPOTENSI ISOLAT KAPANG KOLEKSI LABORATORIUM MIKROBIOLOGI DAN BIOTEKNOLOGI BIOLOGI ITS DALAM MENDEGRADASI PEWARNA AZO ORANGE II
SIDANG TUGAS AKHIR POTENSI ISOLAT KAPANG KOLEKSI LABORATORIUM MIKROBIOLOGI DAN BIOTEKNOLOGI BIOLOGI ITS DALAM MENDEGRADASI PEWARNA AZO ORANGE II APRILIA FITRIANA NRP. 1509 100 025 Dosen Pembimbing: Nengah
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit darah (blood disease) merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman pisang di Indonesia (Supriadi 2005). Penyakit ini pertama kali dilaporkan pada tahun 1920-an
Lebih terperinciUji Antagonisme Lentinus cladopus LC4 terhadap Ganoderma boninense Penyebab Penyakit Busuk Pangkal Batang Kelapa Sawit
Biosfera Vol 34, No 3 September 2017 : 144-149 DOI: 10.20884/1.mib.2017.34.3.512 Uji Antagonisme Lentinus cladopus LC4 terhadap Ganoderma boninense Penyebab Penyakit Busuk Pangkal Batang Kelapa Sawit Abstract
Lebih terperinciDALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN
UJI KEMAMPUAN Trichoderma harzianum DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN Fusarium oxysporum PENYEBAB PENYAKIT LAYU TANAMAN PEPAYA (Carica papaya L) SECARA IN VITRO Betti Anggrayeni 1, Mades Fifendy 2, Linda Advinda
Lebih terperinci*
Identifikasi Cendawan Mikroskopis yang Berasosiasi dengan Penyakit Busuk Pangkal Batang Tanaman Lada (Piper nigrum L.) di Desa Batuah Kecamatan Loa Janan Kutai Kartanegara Ayu Laila Dewi 1,*, Linda Oktavianingsih
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor mulai bulan Februari
Lebih terperinciDEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATRA UTARA M E D A N
UJI EFEKTIFITAS JAMUR ANTAGONIS Trichoderma sp. DAN Gliocladium sp. UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT REBAH SEMAI (Phytium spp.) PADA TANAMAN TEMBAKAU DELI (Nicotiana tabaccum L.) DI PEMBIBITAN. SKRIPSI OLEH:
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur yang memiliki tubuh buah, serasah daun, ranting, kayu
Lebih terperinciJAMUR AKAR PUTIH (JAP) PADA KOMODITI CENGKEH TRIWULAN II DI WILAYAH KERJA BBPPTP SURABAYA. Effendi Wibowo, SP dan Yudi Yulianto, SP
JAMUR AKAR PUTIH (JAP) PADA KOMODITI CENGKEH TRIWULAN II DI WILAYAH KERJA BBPPTP SURABAYA Effendi Wibowo, SP dan Yudi Yulianto, SP Tanaman yang diserang penyakit jamur akar putih mula-mula daunnya tampak
Lebih terperinciPotensi Bakteri Endofit dari Batang Panili Sehat sebagai Agen Pengendali Hayati Fusarium oxusporum f. sp. vanillae Penyebab Busuk Batang Panili
Potensi Bakteri Endofit dari Batang Panili Sehat sebagai Agen Pengendali Hayati Fusarium oxusporum f. sp. vanillae Penyebab Busuk Batang Panili NI WAYAN SUNITI Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan Kebun
17 III. BAHAN DAN MEODE 3.1 empat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit umbuhan dan ebun Percobaan di dalam kampus di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian,
Lebih terperinciBersama ini kami informasikan beberapa produk/teknologi unggulan kami yang layak untuk digunakan.
Produk Kami: Teknologi Bio-Triba, Bio-Fob, & Mitol 20 Ec Bersama ini kami informasikan beberapa produk/teknologi unggulan kami yang layak untuk digunakan. A. Bio TRIBA Teknologi ini adalah hasil penemuan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Sebagian besar produk perkebunan utama diekspor ke negara-negara lain. Ekspor. teh dan kakao (Kementerian Pertanian, 2015).
12 PENDAHULUAN Latar Belakang Sub-sektor perkebunan merupakan penyumbang ekspor terbesar di sektor pertanian dengan nilai ekspor yang jauh lebih besar dibandingkan nilai impornya. Sebagian besar produk
Lebih terperinciCAMPURAN BERBAGAI BAHAN ORGANIK DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENGEMBANGAN
CAMPURAN BERBAGAI BAHAN ORGANIK DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENGEMBANGAN Trichoderma sp. UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT LAYU Fusarium sp. PADA CABAI KERITING (Capsicum annuum L.) (Mixed Various Organic Materials
Lebih terperinciAPLIKASI BIOKOMPOS DENGAN BEBERAPA SUPLEMEN DAN BIOCHAR HASIL FERMENTASI JAMUR Trichoderma spp. UNTUK MEMACU PERTUMBUHAN KEDELAI DI LAHAN KERING
BioWallacea Jurnal Ilmiah Ilmu Biologi Januari 2016 Vol. 2 No. 1, p. 6-12 ISSN: 2442-2622 1 APLIKASI BIOKOMPOS DENGAN BEBERAPA SUPLEMEN DAN BIOCHAR HASIL FERMENTASI JAMUR Trichoderma spp. UNTUK MEMACU
Lebih terperinciPERANAN TRICHODERMA KONINGII DALAM MENGENDALIKAN JAMUR AKAR PADA TANAMAN KAKAO OLEH : HENDRI YANDRI, SP (WIDYAISWARA PERTAMA)
PERANAN TRICHODERMA KONINGII DALAM MENGENDALIKAN JAMUR AKAR PADA TANAMAN KAKAO OLEH : HENDRI YANDRI, SP (WIDYAISWARA PERTAMA) I. PENDAHULUAN Perkebunan kakao Indonesia mengalami perkembangan pesat semenjak
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tembakau (Nicotiana tabacum L.) merupakan jenis tanaman yang sangat dikenal
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tembakau (Nicotiana tabacum L.) merupakan jenis tanaman yang sangat dikenal di dunia termasuk juga dikalangan masyarakat Indonesia. Tembakau termasuk komoditas yang mempunyai
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Kakao (Theobroma cacao L.), merupakan tanaman yang berasal dari lereng timur
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kakao Kakao (Theobroma cacao L.), merupakan tanaman yang berasal dari lereng timur bawah Pegunungan Andes, Amerika Selatan. Kakao ditanam di Indonesia pada akhir abad ke-18
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan
5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Antraknosa Cabai Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan Colletotrichum yaitu C. acutatum, C. gloeosporioides, dan C. capsici (Direktorat
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Cabai merah adalah salah satu komoditas sayuran penting yang banyak
PENDAHULUAN Latar Belakang Cabai merah adalah salah satu komoditas sayuran penting yang banyak diusahakan oleh petani di dataran rendah, dalam arti luas tanam dan nilai produksinya. Luas pertanaman cabai
Lebih terperinciYulin Lestari 1) Rasti Saraswati 2) Chaerani 2)
PENGEMBANGAN Streptomyces SEBAGAI AGEN PENGENDALI MIKROB PATOGEN TULAR TANAH Yulin Lestari 1) Rasti Saraswati 2) Chaerani 2) 1) Institut Pertanian Bogor 2) Badan Litbang Pertanian LATAR BELAKANG Implementasi
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Masa Inkubasi ( hari) masa inkubasi (hari) setelah dianalisis ragam menimjukkan tidak berpengaruh nyata (Lampiran 7a). Hasil rata-rata masa inkubasi F. oxysporum di pembibitan
Lebih terperinciOleh : Pasetriyani Eddy Tarman
Pengaruh Lama Masa Inkubasi Jamur Antagonis Trichoderma Harzianum Terhadap Daya Hambat Perkembangan Jamur Patogen Fusarium Oxysporum Penyebab Penyakit Layu Tanaman Tomat Secara In Vitro Oleh : Pasetriyani
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Metode Penelitian
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan dan Rumah Kaca University Farm, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Jamur Patogen Sclerotium rolfsii. inang yang sangat luas. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), jamur ini
TINJAUAN PUSTAKA Jamur Patogen Sclerotium rolfsii Sclerotium rolfsii merupakan jamur tular tanah dan mempunyai kisaran inang yang sangat luas. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), jamur ini termasuk Deuteromycetes,
Lebih terperinciII. TELAAH PUSTAKA. bio.unsoed.ac.id
II. TELAAH PUSTAKA Koloni Trichoderma spp. pada medium Malt Extract Agar (MEA) berwarna putih, kuning, hijau muda, dan hijau tua. Trichoderma spp. merupakan kapang Deutromycetes yang tersusun atas banyak
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2010 Maret 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk famili solanaceae dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk famili solanaceae dan merupakan salah satu komoditas sayuran yang memiliki banyak manfaat, bernilai ekonomis tinggi dan mempunyai
Lebih terperinciKEMAMPUAN BERTAHAN HIDUP TRICHODERMA HARZIANUM DAN TRICHODERMA VIRENS SETELAH DITUMBUHKAN BERSAMA DENGAN JAMUR PATOGEN TULAR TANAH SECARA IN VITRO
KEMAMPUAN BERTAHAN HIDUP TRICHODERMA HARZIANUM DAN TRICHODERMA VIRENS SETELAH DITUMBUHKAN BERSAMA DENGAN JAMUR PATOGEN TULAR TANAH SECARA IN VITRO Survivability of Trichoderma harzianum and Trichoderma
Lebih terperinci