IIFF: DRAFT KERANGKA KERJA PERLINDUNGAN LINGKUNGAN HIDUP DAN SOSIAL (ESSF) 1

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IIFF: DRAFT KERANGKA KERJA PERLINDUNGAN LINGKUNGAN HIDUP DAN SOSIAL (ESSF) 1"

Transkripsi

1 Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized IPP361 IIFF: DRAFT KERANGKA KERJA PERLINDUNGAN LINGKUNGAN HIDUP DAN SOSIAL (ESSF) 1 A. Latar Belakang 1. Infrastruktur saat ini dilihat sebagai hambatan kritis bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia, dimana serangkaian upaya untuk menarik kembali para investor swasta, banyak diantaranya adalah investor asing, yang telah mendorong pembangunan infrastruktur lewat investasi swasta di awal era 1990-an, telah gagal. Pemerintah Indonesia telah meluncurkan sejumlah besar langkah-langkah untuk mengajak keikutsertaan investasi swasta, khususnya dalam negeri, agar tertarik ikut mengembangkan infrastruktur. Satu elemen penting dari upaya tersebut adalah mengembangkan kemampuan dalam negeri untuk mendanai sendiri proyek-proyek infrastruktur yang secara komersial dianggap menguntungkan, dengan cara mendukung lembagalembaga pembiayaan dalam negeri yang sudah ada. Sebagai bagian dari upaya ini, Pemerintah Indonesia telah memutuskan untuk mendirikan satu lembaga pendanaan baru dan khusus, yang disebut sebagai Fasilitas Pembiayaan Infrastruktur Indonesia (Indonesian Infrastructure Financing Facility atau disingkat IIFF ), yang akan menawarkan pembiayaan bagi proyekproyek pembangunan infrastruktur, dalam jangka panjang dan menggunakan mata uang setempat. 2. IIFF sedang didirikan sebagai satu lembaga pembiayaan komersial, untuk memobilisasi program pembiayaan dalam mata uang setempat dalam tenor, ketentuan serta harga yang tepat, untuk proyek-proyek infrastruktur yang dianggap pantas didanai, dengan cara: (i) menggunakan rating kreditnya yang bagus untuk meminjam dana dari lembaga investasi dan perbankan dalam negeri yang mencari cara menempatkan dana mereka dalam jangka panjang dengan marjin yang lebih tinggi daripada yang ditawarkan oleh korporasi besar atau pihak sovereign lainnya, dan dengan cara (ii) menyediakan produk-produk pendanaan/keuangan yang memenuhi kebutuhan infrastruktur PPP dan proyek yang sepenuhnya didanai oleh swasta. IIFF akan menjadi semacam pihak perantara keuangan non-bank yang memiliki kapasitas untuk menilai kelaikan proyekproyek infrastruktur dan dengan kewajiban bayar jangka panjang yang sesuai dengan suatu portofolio dari aset-aset jangka panjang. Diharapkan lembaga ini akan berfokus pada senior jangka panjang dan subordinated debt serta minority equity position, namun rangkaian produk yang ditawarkannya kemungkinan dapat meluas sampai meliputi jasa credit enhancement, securitization, advisory services serta mekanisme lainnya yang diperlukan untuk meningkatkan investasi di bidang pembangunan infrastruktur. 3. IIFF akan beroperasi sebagai suatu badan usaha komersial, menggunakan tingkat rate dan fee yang berlaku di pasar. Badan usahan ini akan menanggapi kebutuhan pasar, dan mengikuti metode praktek terbaik di dunia internasional dalam hal tata laksana korporasi yang baik, dengan menjalankan kebijakan serta langkah manajemen resiko; memberikan Indonesia suatu ketrampilan pengelolaan pembiayaan infrastruktur yang sangat dibutuhkan saat ini. Pemerintah Indonesia telah memasukkan konsep ini ke dalam pernyataan kebijakannya mengenai IIFF dan hal tersebut akan ditunjukkan dalam struktur serta pengelolaan lembaga keuangan ini. 1 Rancangan ESSF ini diberikan sebagai draft awal saja, draft ini akan diperbarui dan difinalisasi sebelum pemberlakuan pinjaman.

2 B. Tujuan Proyek Ini 4. Usulan proyek ini memiliki dua tujuan menyeluruh, yaitu: (i) memperkuat dan mengembangkan lebih jauh kerangka kerja kelembagaan dari sektor finansial untuk mempermudah pembiayaan dari proyek-proyek infrastruktur yang dianggap layak secara komersial; dan hal ini berakibat pada (ii) peningkatan jumlah infrastruktur di Indonesia. IIFF diharapkan dapat mencapai tujuan pertamanya dengan cara membangun kapasitas dan kemampuan yang dibutuhkan, dengan cara menyediakan jasa pembiayaan jangka panjang, produk-produk keuangan lain yang inovatif, serta layanan advisory. Tujuan akhir dari IIFF adalah meningkatkan pengadaan infrastruktur di Indonesia guna mendukung suatu iklim investasi yang lebih menarik, pertumbuhan yang terus terjaga, serta pengurangan tingkat kemiskinan dalam jangka panjang. 5. IIFF akan menjadi satu lembaga pembiayaan swasta non-bank yang akan meminjam dana dari pasar hutang lokal dan meminjamkannya ke proyek-proyek infrastruktur yang dianggap layak. Dalam tahap awal pembentukannya, lembaga ini akan mendapatkan sumber dana dari pinjaman ADB dan IBRD, serta dari IFC, KfW, ADB dan penyertaan modal oleh Pemerintah Indonesia sendiri. 6. Amanat yang diemban IIFF akan bersifat fleksibel, guna memungkinkan investasi dilakukan pada pembangunan infrastruktur berdasarkan penghitungan komersial. Pada awalnya, dana yang disediakan akan dipusatkan pada sektor-sektor pembangunan yang memungkinkan proyek pembangunan dilakukan berdasarkan penghitungan komersial, guna menarik perhatian investasi pihak swasta. Sektor-sektor pembangunan yang menjadi bagian dari mandat investasi IIFF adalah, antara lain: enerji (termasuk pembangkitan, transmisi dan distribusi tenaga listrik), air bersih dan sanitasi, transportasi publik (termasuk jalan, kereta api, pelabuhan laut dan bandar udara), infrastruktur di sektor industri dan komersial, serta proyek-proyek pembangunan telekomunikasi. C. Komponen Proyek Ini serta Produk-Produk Keuangan 7. Proyek ini akan memiliki satu komponen: suatu pinjaman investasi kepada Pihak Peminjam Dana (Borrower) yang akan disediakan kepada IIFF sebagai subordinated debt oleh Pihak Peminjam Dana. Pihak World Bank termasuk juga para partner pembangunan yang mendukung proyek ini akan menyetujui suatu Operations Manual (OM) yang membentuk dasar dari proses seleksi oleh IIFF untuk menentukan proyek-proyek pembangunan infrastruktur manakah yang akan didanai, melalui instrumen-instrumen finansial yang disediakan. World Bank tidak akan terlibat dalam persetujuan untuk masing-masing sub-proyek yang dipilih oleh IIFF untuk didanai, dengan syarat bahwa Unit Lingkungan Hidup dan Sosial di IIFF telah memiliki kapasitas yang memadai untuk memastikan bahwa kebijakan-kebijakan IIFF di bidang lingkungan hidup dan sosial akan terpenuhi. Meskipun demikian, World Bank (dan IFC) akan mengkaji ulang pelaksanaan dari sub-sub proyek tersebut guna memastikan agar kebijakan perlindungan yang ada telah diikuti dengan benar. 8. Di awal operasinya, IIFF akan berpusat pada sektor-sektor berikut ini: (i) enerji; (ii) air bersih dan sanitasi; (iii) transportasi publik; serta (iv) infrastruktur industrial dan komersial. Dengan mempertimbangkan bahwa program pembangunan infrastruktur oleh dana swasta di Indonesia masih dalam taraf pengembangan awal, dan fakta bahwa IIFF sendiri diharapkan memainkan peran yang signifikan dalam dalam pengembangan cara penyaluran dana ini kedepannya, maka tim World Bank dengan sengaja mengasumsikan pola pertumbuhan yang lambat di dalam balance sheet IIFF. Pinjaman dari World Bank diharapkan dapat sepenuhnya diserap dalam kurun waktu empat tahun ini (tahun ).

3 9. IIFF akan mempunyai tiga kategori produk finansial utama: Fee based products yaitu produk-produk yang mendatangkan pembayaran fee bagi IIFF (misalnya: memberikan layanan penasihat/advisory) dan hal ini tidak menyangkut pengeluaran apapun dari dana IIFF. Fund based products yaitu produk pembiayaan atau pendanaan, (sebagai contohnya: senior debt, subordinated debt, mezzanine funding, equity investment, bridge finance, refinancing, securitization) yang hal tersebut melibatkan pengucuran dana aktual dari World Bank (melalui IIFF). 5 kategori pertama, yaitu senior debt, subordinated debt, mezzanine funding, equity investment, bridge finance kesemuanya melibatkan pembiayaan bagi infrastruktur yang baru. Dua kategori terakhir (refinancing dan securitization) lebih melibatkan pembiayaan yang didapat atas dasar infrastruktur yang sudah ada (yang digunakan secara efektif sebagai collateral atau jaminan pinjaman), untuk tujuan membangun infrastruktur baru. Non-fund based products atau produk-produk yang tidak berdasarkan pendanaan - contohnya penjaminan melibatkan penyaluran dana secara terpisah (contingent disbursement) dari dana World Bank (melalui IIFF). Jika IIFF menyatakan akan menjaminsuatu sub-proyek dengan guarantee defaults atas kewajiban pembayaran hutangnya ke lembaga pembiayaan lain atau investor lain, maka hanya jika demikian, IIFF diharuskan membayar pinjaman untuk menggantikan posisi sub-proyek tersebut. Dengan demikian, ini menjadi suatu pengeluaran dana terpisah oleh dana World Bank. Meskipun demikian, mengingat adanya kemungkinan bahwa dana World Bank mungkin dapat didistribusikan, secara ex-ante, maka persyaratan keamanan yang sama sebagaimana produk berdasarkan pendanaan akan harus diterapkan juga. D. Jenis Sub-proyek Sesuai Dengan Tingkat Kesiapan 10. IIFF akan menawarkan produk-produk keuangan yang berbeda, serta mempertimbangkan sub-sub proyek berdasarkan tingkat kesiapan implementasi yang berbeda-beda. Ada empat kategori sub-proyek, yang masing-masing akan membutuhkan jenis prosedur kajian yang berbeda pula: Jenis 1 Sub-proyek selama tahap-tahap awal persiapan (dimana lokasi proyek belum ditentukan dan opsi-opsi desain proyek masih terbuka): Klien IIFF akan mempersiapkan dan memaparkan semua dokumen Asesmen Lingkungan (EA) (yaitu EIA, EMP, SIA, RAP, IPP, dll.) sebelum persetujuan pendanaan sub-proyek tersebut oleh IIFF. Jenis 2 Sub-proyek yang telah dianggap sepenuhnya siap (dimana para perusahaan konstruksi telah diundang ikut tender): IIFF akan mengkaji dokumen-dokumen EA yang sudah ada dan meminta klien untuk melengkapi atau mengembangkan dokumen yang baru. Semua dokumen yang dipersyaratkan harus dipaparkan sebelum persetujuan pendanaan sub-proyek. Jenis 3 Sub-proyek yang masih dalam tahap pembangunan atau fasilitas yang telah selesai dibangun: dalam hal ini IIFF akan menjalankan kajian kelayakan atau due diligence guna memastikan bahwa: (a) sub-proyek ini telah menjalankan kepatuhan atas semua aturan serta hukum nasional terkait perlindungan lingkungan dan sosial; (b) tidak ada resiko reputasi bagi IIFF dan bagi pihak World Bank Group (WBG); dan (c) tidak ada masalah yang dibawa dari masa lalu, atau ketidak-sepakatan atau tanggungjawab pembayaran yang belum selesai dari masa sebelumnya. Berdasarkan

4 temuan-temuan asesmen tersebut, maka IIFF akan meminta klien untuk menerapkan langkah remedial atau perbaikan, sejauh diperlukan, atau untuk melakukan mitigasi bagi resiko reputasi potensial, atau menangani masalah-masalah atau tunggakan kewajiban pembayaran dari periode sebelumnya. Jenis 4 Layanan advisory berdasarkan fee: ESSF harus memasukkan prosedur yang dapat memastikan agar semua layanan advisory berdasarkan fee disediakan dengan cara yang konsisten dengan tujuan kebijakan IIFF dan yang tidak menimbulkan resiko reputasi bagi World Bank Group. E. Tujuan dari Kerangka Kerja Perlindungan Lingkungan Hidup dan Sosial (Environmental & Social Safeguard Framework atau ESSF) 11. Tujuan dari ESSF adalah memberikan bagi IIFF, khususnya Unit Lingkungan Hidup dan Sosial IIFF, di dalam struktur organisasinya, satu rangkaian kebijakan dan panduan yang akan membantu Unit tersebut menyeleksi, menilai dan mengawasi aspek-aspek lingkungan hidup dan sosial dari suatu sub-proyek. 12. Kerangka kerja ini menjelaskan garis besar (1) Kebijakan World Bank Group (WBG) yang akan diterapkan pada sub-proyek yang didukung oleh IIFF dan (2) pengaturan implementasi guna memastikan agar kebijakan-kebijakan ini diterapkan sepenuhnya dan bahwa sub-proyek tersebut memenuhi semua persyaratan yang harus diterapkan sesuai permintaan WBG, sebagaimana juga sesuai dengan hukum dan peraturan Indonesia. 13. IIFF akan mengembangkan prosedur terinci untuk melakukan kajian lingkungan hidup dan sosial atas suatu sub-proyek. Prosedur-prosedur tersebut, yang akan diintegrasikan ke dalam Operations Manual IIFF, akan mencakup seleksi, penilaian dan pengawasan sub-proyek. F. Kebijakan yang Dapat Diterapkan 14. Tidaklah mungkin sebelum implementasi proyek ini untuk menentukan cakupan beragam kegiatan yang akan membutuhkan pendanaan dari lembaga ini nantinya. Yang jelas, pembiayaan tersebut disediakan untuk sub-sub proyek ukuran menengah dan besar yang memenuhi berbagai kriteria kelayakan. 15. IIFF, sebagai suatu Badan Perantara Pendanaan atau Financial Intermediary (FI) yang didukung oleh baik World Bank dan IFC, akan mendanai sebagian besar dari sub-proyek sektor swasta. Untuk alasan inilah, maka ESSF akan menggunakan Performance Standards (PSs) dari IFC sebagai inti dari aturan dan standar dasar. ESSF dalam bentuk final akan menggabungkan komponen-komponen yang berbeda antara PSs dan kebijakan WB dengan mengikuti panduan yang disediakan di dalam dokumen Environment and Social Policy dan Procedural Guidelines for Projects Financed Jointly by World Bank, IFC and/or MIGA, tertanggal 21 Januari Dokumen Operations Manual saat ini sedang disusun dengan mempertimbangkan: Hukum dan peraturan Indonesia; Delapan Standar Kinerja / Performance Standard (PS) dari IFC (PS 1: Asesmen Lingkungan Hidup dan Lingkungan Sosial dan Sistem Manajemen; PS 2: Kondisi Pekerja dan Lingkungan Kerja; PS 3: Pencegahan dan Penanganan Polusi; PS 4: Kesehatan, Keselamatan dan Keamanan Masyarakat; PS 5: Pembebasan Lahan dan Pemukiman Kembali ; PS 6: Konservasi Keragaman Hayati dan Pengelolaan Sumber Alam secara Keberlanjutan; PS 7: Masyarakat Asli Daerah atau Indigenous Peoples; dan PS 8: Warisan Budaya);

5 Tujuh Kebijakan Perlindungan World Bank yang dapat terpicu oleh sub-sub proyek IIFF adalah (Asesmen Lingkungan (OP/BP 4.01); Habitat Alamiah (OP/BP 4.04); Hak Milik Budaya (OP 4.11); Pemukiman Kembali secara Sukarela (OP/BP 4.12); Masyarakat Asli Daerah (OP 4.10); Hutan (OP/BP 4.36); dan Keamanan Bendungan (OP/BP 4.37); dan Panduan yang disediakan di dalam dokumen Environment & Social Policy and Procedural Guidelines for Projects Financed Jointly by World Bank, IFC and/or MIGA, tertanggal 21 Januari 2009 diharapkan dapat memecahkan perbedaan yang ada antara standar IFC dan kebijakan World Bank. 17. IIFF akan mengikuti satu set standar yang akan ditetapkan, sebagaimana dijelaskan dalam dokumen ESSF dan Operations Manual. G. Seleksi Aspek Lingkungan 18. Setiap sub-proyek akan diseleksi untuk menentukan cakupan kesesuaiannya dan jenis Asesmen Lingkungan (EA)-nya. Satu kategori lingkungan akan dimasukkan ke dalam sub-proyek yang disetujui, tergantung dari jenis, lokasi, sensitivitas, dan skala dari sub-proyek tersebut dan sifat serta besaran dari potensi dampaknya terhadap lingkungan. Proses seleksi tersebut juga akan menentukan cakupan instrumen perlindungan yang harus disiapkan (misalnya EA, RAP). 19. Investasi di bidang sub-proyek pembangunan infrastruktur (Jenis 1, 2 dan 3) dalam proyek ini kemungkinan besar akan berdampak di tingkat sedang ke signifikan dalam hal lingkungan hidup dan lingkungan sosial; yang akan dianggap sebagai Sub-Proyek Kategori A atau B sesuai dokumen OP 4.12 Asesmen Lingkungan World Bank dan Prosedur IFC bagi Kajian Lingkungan Hidup dan Sosial dari Proyek). Sub-proyek yang melibatkan fee-based advisory services (Jenis 4) akan dimasukkan kedalam Kategori C. H. Pengaturan Implementasi 20. Prosedur yang harus diikuti untuk setiap jenis akan ditegaskan di dalam dokumen Operations Manual, yang saat ini sedang disusun. Dokumen OM tersebut yang akan sesuai dengan persyaratan WBG akan disusun sebelum pemberlakuan pinjaman. Dokumen OM tersebut akan berisi prosedur-prosedur untuk melakukan seleksi sub-proyek dan untuk memastikan agar semua dampak negatif yang terkait dengan proyek ini telah diidentifikasi, dimitigasi secara efektif, dan diawasi pelaksanaannya. 21. OM bagi proyek ini akan mengarah ke pembentukan dari Sistem Manajemen Lingkungan Hidup dan Sosial (Environmental and Social Management System/ESMS) IIFF. Suatu Unit Lingkungan Hidup dan Sosial akan diciptakan di bawah struktur organisasi IIFF. Unit ini akan mempekerjakan para spesialis lingkungan hidup dan sosial. 22. Dokumen OM tersebut akan berisi semua prosedur yang diperlukan guna memastikan agar sub-proyek yang disetujui memenuhi persyaratan IFC di bidang PS dan Kebijakan Perlindungan World Bank. Prosedur seleksi akan mencakup aspek-aspek berikut ini: seleksi lingkungan dan penentuan kategori lingkungan; identifikasi dampak sub-proyek terhadap lingkungan hidup dan sosial serta resikoresiko lainnya; asesmen dan manajemen dampak dari suatu sub-proyek, termasuk dampaknya atas habitat alamiah, hutan, dan keamanan bendungan, sejauh dapat diterapkan;

6 persyaratan keharusan melakukan konsultasi dan penyebarluasan informasi/publikasi (disclosure) untuk setiap jenis dari sub-proyek, konsisten dengan peraturan di Indonesia dan kebijakan World Bank Group; Pembebasan lahan dan pemukiman kembali, termasuk prosedur pemberian kompensasi dan rehabilitasi warga masyarakat setempat yang terkena imbas proyek; Masyarakat Asli Daerah (Indigenous Peoples), termasuk prosedur-prosedur untuk konsultasi yang bebas dan konstruktif yang dilakukan di awal ; serta kajian atas dokumen-dokumen EA (Environmental Assessment) dan kapasitas yang dimiliki oleh klien IIFF dalam mengelola masalah-masalah terkait lingkungan hidup dan sosial. 23. Dokumen OM tersebut akan termasuk pula suatu Kerangka Kerja Kebijakan Masyarakat Asli Daerah (Indigenous Peoples Policy Framework/IPPF) dan Kerangka Kerja Kebijakan Pemukiman Kembali (Resettlement Policy Framework/RPF), dengan kepatuhan pada persyaratan-persyaratan dalam dokumen OP 4.10 dan OP 4.12, serta konsisten dengan persyaratan-persyaratan dalam PS5 dan PS7. Versi awal dari dokumen-dokumen tersebut telah dimasukkan ke dalam Lampiran 1 dan 2 pada Draft ESSF ini. I. Konsultasi dan Publikasi ESSF 24. Draft ESSF ini dikembangkan atas dasar dokumen Safeguards Planning Document yang telah disetujui oleh ADB, yang mempersyaratkan dilakukannya beberapa kali perundingan dan akan dipublikasikan secara setempat dan di Website ADB dalam bahasa Inggris. Draft ini telah dibicarakan dengan para pemangku kepentingan proyek ini, termasuk para partner yang berpartisipasi dalam pengembangan. 25. Kebijakan-kebijakan di bidang lingkungan hidup dan sosial yang diadopsi di dalam draft ESSF ini telah dibicarakan di antara para pemangku kepentingan kunci proyek ini, termasuk IFC, World Bank, ADB dan Pihak Peminjam Dana (yaitu Direktorat Jendral Aset Negara). Telah disepakati bahwa IIFF akan memegang satu ESSF yang disetujui dan sejalan dengan kebijakankebijakan di bidang lingkungan hidup dan sosial yang diberlakukan oleh semua pihak yang akan turut mendanai IIFF. Draft ESSF ini akan diperbarui setelah adanya konsultasi tambahan yang dilakukan dengan para pemangku kepentingan kunci proyek ini, termasuk masyarakat. Versi final dari dokumen ESSF ini, yang telah akan siap sebelum pemberlakuan pinjaman, akan dipublikasikan secara setempat dan di InfoShop World Bank. Versi final tersebut akan menjadi dasar dari bagian penjelasan mengenai prosedur lingkungan hidup dan lingkungan sosial dalam dokumen Operations Manual. 26. Kegiatan konsultasi dan penyebarluasan informasi yang dijalankan sampai hari ini sudah tepat, sesuai dengan fakta bahwa sub-sub proyek spesifik yang akan didanai lewat IIFF saat ini belumlah diidentifikasi. Pihak Peminjam Dana akan melanjutkan kegiatan konsultasi dan penyebarluasan informasi tersebut sejalan dengan pembaruan dokumen ESSF ini. Instrumen perlindungan bagi sub-proyek tertentu akan diharuskan untuk dikonsultasikan dan dipublikasikan oleh klien IIFF, sebagaimana dituntut oleh kebijakan World Bank. 27. Klien IIFF akan mempublikasikan laporan Kajian Lingkungan (Environmental Assessment/EA), Rencana Pembebasan Lahan dan Pemukiman Kembali (Land Acquisition and Resettlement Action Plan/LARAP), Rencana Masyarakat Asli Daerah (Indigenous Peoples Plan/IPP), dll., di suatu lokasi publik yang dapat diakses oleh kelompok masyarakat yang terkena dampak, LSM setempat dan para pemangku kepentingan lainnya.

7 J. Daftar Pengecualian 28. IIFF tidak akan mendanai aktivitas-aktivitas yang dianggap tidak layak mendapatkan pembiayaan dari World Bank atau IFC (lihat Lampiran 3).

8 Lampiran 1 Kerangka Kerja Kebijakan Pembebasan Lahan dan Pemukiman Kembali TUJUAN DAN CAKUPAN PELAKSANAAN 1. Tujuan dari Kerangka Kerja Kebijakan Pembebasan Lahan dan Pemukiman Kembali (Land Acquisition and Resettlement Policy Framework/LARPF) ini adalah untuk mengklarifikasi prinsip, prosedur dan pengaturan organisasi yang perlu diterapkan pada pembebasan lahan untuk sub-sub proyek yang didanai lewat IIFF ini, dimana pihak yang bertanggungjawab untuk pembebasan lahan adalah pemerintah daerah atau badan pemerintahan lainnya. LARPF akan memberikan panduan bagi persiapan melakukan Pembebasan Lahan dan Pemukiman kembali (Land Acquisition and Resettlement Action Plan/LARAP) bagi sub-sub proyek semacam ini. Dalam kasus dimana area lahan untuk suatu sub-proyek dibeli secara langsung oleh satu sektor swasta dari IIFF, tanpa adanya bantuan atau intervensi dari pemerintah daerah atau badan pemerintahan lainnya, maka aturan Performance Standard 5 dari IFC akan berlaku Kerangka kerja ini berlaku bagi semua sub-sub proyek yang menjadi bagian kepentingan publik, sebagaimana dijelaskan dalam Peraturan Presiden No.36/2005 mengenai Penyediaan Lahan untuk Aktivitas Pembangunan yang Menjadi Kepentingan Publik, sebagaimana direvisi oleh Peraturan Presiden No.65/2006, dan Panduan Pelaksanaan No.3/2007 untuk Perpres No.36/2005 dan Perpres No.65/2006 yang diterbitkan oleh BPN (Badan Perlahanan Nasional). Sesuai dengan peraturan-peraturan tersebut, maka proyek-proyek berikut ini dianggap sebagai bagian dari kepentingan publik: yaitu konstruksi jalan umum, jalan toll, rel kereta api, sistem pasokan air bersih, sistem pembuangan air dan sanitasi; bendungan, sistem irigasi; bandar udara, pelabuhan laut, stasiun kereta api dan kendaraan lainnya; fasilitas pembuangan sampah padat, sumberdaya budaya dan alamiah; pembangkit tenaga listrik, jalur transmisi dan distribusi listrik; serta keselamatan publik. PRINSIP-PRINSIP UTAMA 3. Prinsip-prinsip berikut ini akan memandu persiapan dan pelaksanaan suatu sub-proyek yang mengharuskan suatu kegiatan pembebasan lahan: Pembebasan lahan dan pemukiman kembali haruslah dihindari sejauh mungkin, atau diminimalkan sesedikit mungkin. Selama proses persiapan suatu sub-proyek, dampakdampak potensial dari pembebasan lahan sudah harus dikaji, sehingga, apabila memungkinkan, dapat merancang alternatif untuk meminimalisir dampak merugikan secepat mungkin. Mereka yang akan kehilangan lahan dan/atau aset lainnya di atas lahan tersebut sebagai dampak dari pembebasan lahan untuk sub-proyek harus mendapatkan suatu bentuk kompensasi yang segera dan adil. Warga masyarakat setempat yang terkena imbas proyek (PAP) yang harus dipindahkan ke lokasi lainnya sebagai dampak dari pembebasan lahan untuk sub-proyek tersebut haruslah (i) sudah diajak bicara dan menyetujui pilihan-pilihan kompensasi dan relokasi 2 Prosedur khusus terkait pelaksanaan PS5 ini akan dikembangkan tersendiri dalam dokumen OM IIFF.

9 yang tersedia untuk mereka, (ii) ditawarkan untuk berpartisipasi dalam kegiatan perencanaan dan implementasi rencana relokasi, dan (iii) dibantu selama proses relokasi. PAP yang kehilangan sumber penghasilan atau sarana penghidupan sebagai dampak dari pembebasan lahan untuk sub-proyek tersebut harus mendapatkan bantuan dalam mengembalikan cara hidup dan penghidupan mereka, serta standar kehidupan mereka seperti semula. KELOMPOK WARGA MASYARAKAT YANG TERKENA DAMPAK PROYEK (PROJECT AFFECTED PERSONS/PAP) DAN HAK-HAK MEREKA 4. Secara umum, ada dua kelompok PAP yang dibagi sesuai haknya, dalam LARPF: PAP yang memiliki hak atas lahan yang terkena dampak sub-proyek tersebut PAP yang tidak memiliki hak atas lahan yang terkena dampak sub-proyek tersebut 5. PAP yang memiliki hak atas lahan yang terkena dampak sub-proyek. Sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia, warga masyarakat yang memiliki hak atas lahan yang terkena dampak suatu proyek yang menjadi kepentingan publik berhak mendapatkan kompensasi untuk hilangnya lahan dan aset mereka terkait ke lahan tersebut. Warga masyarakat dalam kelompok ini termasuk para pemilik tanah sah, yang terkena dampak, atau siapapun yang memegang hak-hak atas lahan tersebut, dan dalam hal ini termasuk Nazhir atau penerima dari tanah wakaf yang dihibahkan Hak atas tanah di Indonesia diatur oleh UU No.5/ dan aturan yang diterbitkan oleh BPN. Hak-hak atas tanah tersebut, atau juga disebut sertifikat tanah, termasuk: HM - Hak Milik atau hak untuk memiliki kepemilikan atas tanah, dalam hal ini memberikan hak-hak kepemilikan secara sepenuhnya atas lahan dan kira-kira sama dengan pengertian Freehold Title dalam jurisdiksi hukum negara Barat; HGB - Hak Guna Bangunan atau hak untuk membangun, memberikan hak kepada satu pihak untuk membangun dan memiliki bangunan tersebut, di atas lahan milik negara; 5 HP - Hak Pakai atau hak untuk menggunakan lahan, memberikan hak kepada satu pihak untuk menggunakan lahan tersebut untuk tujuan apapun; 6 dan 3 Perpres No.36/2005, Pasal 16 (1) ; Panduan Pelaksanaan BPN, Pasal 43 (1). Wakaf adalah cara seorang Muslim untuk mendedikasikan suatu hak miliknya melalui suatu surat wasiat, atau cara lain, untuk digunakan untuk tujuan-tujuan yang dianggap dalam ajaran agama Islam sebagai cara yang suci, relijius serta sosial. 4 UU No.5/1960, atau dikenal sebagai UUPA (Undang-undang Pokok Agraria). Walaupun kata Agraria dipakai dalam judulnya, namun UU No.5/1960 ini tidak hanya mengatur tanah pedesaan, melainkan semua jenis lahan, yaitu perkotaan, hutan, ladang dan sawah, perkebunan, pertambangan, dan wilayah perairan/pantai, termasuk perikanan. 5 HGB memberikan suatu hak untuk membangun dan mempergunakan suatu bangunan kepada warga negara Indonesia untuk periode maksimum 30 tahun, dan dapat diperbaharui setiap 20 tahun sekali. Hak ini dapat dikonversikan menjadi sertifikat HM. 6 Suatu HP pada umumnya diberikan untuk periode 25 tahun, dan dapat diperbaharui setiap 20 tahun sekali.

10 HGU - Hak Guna Usaha adalah hak untuk memanfaatkan lahan tersebut, memberikan hak kepada satu pihak untuk menggunakan suatu lahan milik negara untuk tujuan pertanian/perkebunan Meskipun demikian, sebagian besar lahan di Indonesia tidaklah didaftarkan di BPN. Hak atas tanah tersebut berdasarkan hak adat atau dokumen diterbitkan oleh pejabat setempat yang menunjukkan kepemilikan atas suatu bidang tanah, misalnya adalah tanda terima pembayaran pajak PBB dan kontrak jual-beli tanah dan sebagainya. 8. Dalam proposal sub-proyek, warga masyarakat dan komunitas setempat akan disebut sebagai para pemegang hak atas tanah, yaitu, warga masyarakat atau sekelompok masyarakat yang memiliki hak atas lahan, yang terkena dampak suatu sub-proyek tersebut: PAP yang memegang hak atas tanah atau sertifikat tahan yang diterbitkan oleh kantor BPN setempat, termasuk hak milik penuh, hak guna bangunan, hak pakai, atau hak hak guna usaha. PAP yang memegang dokumen yang diterbitkan oleh pejabat setempat 8 yang menunjukkan kepemilikan tanah (biasanya suatu tanda terima bayar pajak PBB, 9 yang disertai oleh dokumen lain, contohnya kontrak jual-beli tanah dan tanda terima pembayaran layanan utilitas publik, contohnya air bersih dan listrik); Kelompok masyarakat yang memiliki hak traditional atas tanah (hak ulayat); Individual PAP yang memiliki hak adat atas tanah; dan Nazhir atau pihak penerima tanah wakaf. 9. Sesuai dengan Perpres 36/2005, semua pemegang hak atas tanah yang terkena dampak oleh suatu sub-proyek akan berhak mendapatkan kompensasi untuk hilangnya lahan dan aset-aset lainnya di atas tanah tersebut. Dalam proposal suatu sub-proyek, pemegang hak atas tanah adalah juga berhak mendapatkan bantuan relokasi (jika mereka harus dipindahkan sebagai dampak dari pembebasan lahan proyek ini) dan dukungan rehabilitasi (jika mereka menderita kehilangan sumber mata pencaharian dan/atau cara penghidupan). 10. Dalam suatu proposal sub-proyek, PAP yang tidak termasuk satu dari kategori dalam paragraf diatas pada saat dilakukan sensus penduduk di daerah itu, namun mengajukan klaim kepemilikan atas lahan atau aset tersebut (akibat, contohnya, kepemilikan yang dipindahkan atau pendudukan suatu lahan kosong selama bertahun-tahun tanpa ada upaya pemerintah untuk mengosongkan tanah tersebut), akan diperlakukan sebagai para pemegang hak atas tanah, sejauh 7 Hak Guna Usaha (HGU) diberikan kepada para warga Indonesia untuk periode waktu 25 sampai 35 tahun, dan dapat diperbaharui setiap 25 tahun jika lahan tersebut dianggap telah dikelola dan digunakan dengan baik. 8 Camat atau Lurah (perkotaan) atau Kepala Desa (pedesaan). 9 Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

11 klaim mereka tersebut dapat dianggap sah sesuai hukum di Indonesia 10 atau melalui suatu proses yang dijelaskan di dalam rencana pemukiman kembali. 11. PAP yang tidak memiliki hak atas lahan dan terkena dampak sub-proyek tersebut. PAP yang menempati lahan-lahan yang diperlukan bagi pembangunan sub-proyek tersebut, namun mereka tidak memiliki hak apapun atas tanah yang mereka tempati, akan dimasukkan ke dalam dua kelompok: para penyewa atau tenant, termasuk disini petani penggarap tanah dan pemanen. penghuni lahan tidak resmi atau liar, tanpa memiliki sertifikat tanah atau klaim atas tanah tersebut (berdasarkan suatu bukti pembayaran pajak tanah atau bukti kepemilikan lainnya, hak adat, atau bukti lain yang sah), termasuk: - Para penghuni liar dari suatu tanah yang dimiliki oleh perseorangan (baik dalam zona residensial, pertanian, komersial ataupun industrial) yang tidak memiliki hak untuk lahan tersebut, tidak membayar sewa, tidak memiliki perjanjian sewa atau bentuk sah lainnya; dan - Para penghuni liar dari suatu tanah negara yang tidak memiliki klaim apapun atas tanah tersebut, namun sudah bertahun-tahun tinggal di lahan kosong tersebut, tanpa ada upaya pemerintah untuk mengusir mereka, termasuk penghuni dari pinggir jalan, taman kota, atau fasilitas publik dan sebagainya. 12. Para penyewa atau tenant. Sesuai dengan UU No.20/1961 mengenai Pembatalan Hak atas Tanah, warga yang kehilangan tempat tinggal ataupun sumber mata pencaharian akibat dari pembatalan atas hak tanah tersebut harus mendapatkan tempat penampungan (rumah pengganti) atau lahan pengganti Dalam suatu proposal sub-proyek, para penyewa yang dipindahkan tersebut, yang pada saat dilakukan sensus penduduk terdaftar, akan dibantu menemukan rumah sewa lainnya, atau fasilitas perumahan yang ukurannya sama dengan yang sudah mereka tinggali selama ini, yang dapat disewa, atau disewa-beli melalui cicilan yang terjangkau. 14. Para penghuni lahan tidak resmi (liar). Penghuni yang tidak memiliki hak atas tanah tidak berhak mendapatkan kompensasi apapun, bantuan relokasi atau dukungan rehabilitasi sesuai hukum di Indonesia, kecuali untuk warga masyarakat yang menempati tanah sebagai lahan garapan dan hak pakai tanah lainnya, mereka akan berhak mendapatkan kompensasi untuk hilangnya aset dan pekerjaan terkait ke lahan tersebut. 12 Para penghuni lahan tidak resmi dan liar yang tidak memiliki hak apapun atas suatu lahan tidak disebutkan di dalam Perpres No.36/2005 (yang telah diperbarui oleh Perpres No.65/2006) atau dalam Aturan BPN No.3/2007; meskipun demikian, sudah dianggap biasa di kalangan pemerintah daerah atau pemerintah kota untuk memberikan kepada mereka sejumlah kecil uang kontan untuk mendorong mereka meninggalkan 10 Sesuai Peraturan Pemerintah PP No.24/1997, seseorang yang telah menempati sebidang tanah selama dua puluh tahun secara terus menerus berhak untuk mendapatkan hak atas tanah, atau sertifikat atas tanah yang mereka telah tempati tersebut. 11 UU No.20/1961, Penjelasan Pasal UU No.20/1961, Penjelasan Pasal 2 dan Panduan Pelaksanaan BPN, Pasal 43 (2).

12 tanah kosong tersebut. Praktek ini lalu mendorong para penghuni liar tersebut untuk pindah menempati ruang-ruang terbuka publik ataupun wilayah berbahaya, tanpa memiliki akses ke infrastruktur dasar atau layanan hidup. 15. Dalam suatu proposal sub-proyek, para penghuni liar yang tidak memiliki hak atas tanah, sebagaimana dijelaskan dalam paragraf 11, berhak mendapatkan kompensasi untuk hilangnya aset lain selain tanah tersebut, plus bantuan relokasi (jika mereka harus pindah sebagai dampak dari pembebasan lahan untuk proyek ini) dan dukungan rehabilitasi (jika mereka kehilangan mata pencaharian dan/atau cara penghidupannya). Para warga yang dipindahkan tanpa memiliki hak atas tanah termasuk juga penghuni daerah berbahaya, contohnya di pinggir-pinggir jalan, di bawah jalan toll, dan daerah publi terbuka lainnya, dimana hak atas tanah tidak dapat diberikan. PERSIAPAN, PERSETUJUAN DAN PELAKSANAAN INSTRUMEN PEMUKIMAN KEMBALI 16. Persiapan dan Persetujuan Instrumen Pemukiman Kembali. Pihak sub-borrower akan mempersiapkan suatu Rencana Tindakan Pembebasan Lahan dan Pemukiman kembali (LARAP) atau suatu dokumen LARAP yang lebih singkat (LARAP Sederhana), tergantung dari dampak yang diantisipasi dari kegiatan pembebasan lahan untuk suatu sub-proyek, yang akan diidentifikasi lewat Asesmen Lingkungan dan Sosial. Jika kurang dari 200 PAP diidentifikasikan untuk harus dipindahkan, atau jika tidak satupun dari PAP tersebut kehilangan lebih daripada 20% aset produktif mereka, maka suatu dokumen LARAP Sederhana dapat disusun. Jika tidak, maka suatu dokumen LARAP Penuh akan harus disusun. Isi dari suatu dokumen LARAP Penuh ataupun Sederhana dijelaskan di dalam Operation Manual (OM) IIFF. 17. Dalam kasus dimana dokumen LARAP Penuh atau LARAP Sederhana dibuat dalam kerjasama dengan pihak pemerintah daerah, maka IIFF akan memastikan agar dokumen-dokumen tersebut konsisten dengan panduan LARPF ini sebelum diserahkan ke IIFF untuk mendapatkan persetujuan. 18. IIFF akan memberikan Surat Tidak Berkeberatan (No Objection Latter/NOL) jika LARAP tersebut telah konsisten dengan LARPF. Setelah IIFF memberikan persetujuan, maka pihak sub-borrower tersebut akan memberikan konfirmasi tertulis bahwa mereka berkomitmen untuk mematuhi kewajiban-kewajiban semacam itu, termasuk pengadaan anggaran yang memadai bagi aktivitas yang menjadi tanggungjawab mereka. Proses pembebasan lahan hanya dapat dimulai setelah dokumen LARAP disetujui oleh IIFF. 19. Pelaksanan Instrumen Pemukiman Kembali. Selama pelaksanaan LARAP Penuh ataupun Sederhana pihak sub-borrower akan memberikan laporan kemajuan perkembangan proyek secara reguler ke IIFF (unit E&S). IIFF akan menerbitkan Surat Tidak Berkeberatan (NOL) untuk pekerjaan konstruksi fisik dari sub-proyek tersebut pada saat pembebasan lahan selesai sepenuhnya dan PAP telah menerima kompensasi sesuai dengan LARAP. Konstruksi dapat dimulai hanya setelah PAP menerima dan menyepakati kompensasi yang ditawarkan, dan kemudian menyerah-terimakan hak mereka atas tanah dan aset yang ada diatasnya, untuk kepentingan proyek ini Perpres No.36/2005, Pasal 3, paragraph 1; Panduan Pelaksanaan BPN, Pasal 67, paragraph 1.

13 PROSEDUR PEMBEBASAN LAHAN 20. Prosedur yang harus diikuti dalam pembebasan lahan untuk kepentingan publik telah dijelaskan dalam (1) Peraturan Presiden No.36/2005 mengenai Penyediaan Lahan untuk Aktivitas Pembangunan yang Menjadi Kepentingan Publik, sebagaimana telah direvisi oleh Peraturan Presiden No.65/2006 dan (2) Panduan Pelaksanaan No.3/2007 untuk Perpres No.36/2005 dan Perpres No.65/2006 yang diterbitkan oleh BPN. Prosedur-prosedur tersebut dijelaskan secara rangkumannya di bawah ini, termasuk dengan tindakan tambahan yang perlu dilakukan dalam menanggapi proposal sub-sub proyek (tindakan tambahan akan dijelaskan dalam paragraf yang menjorok ke dalam). A. Definisi Area Proyek 21. Lembaga pemerintah yang memerlukan lahan untuk sub-proyek menyerahkan proposal proyek terlebih dahulu kepada Bupati/Walikota dimana sub-proyek tersebut berlokasi, atau ke Gubernur Jakarta dalam kasus dimana suatu sub-proyek berada di wilayah DKI Jakarta. 14 Jika Bupati, Walikota atau Pemda DKI Jakarta tersebut memutuskan bahwa sub-proyek tersebut layak dilaksanakan, mereka akan menerbitkan suatu penunjukan wilayah proyek, yang menegaskan area tertentu untuk digunakan sebagai lokasi sub-proyek tersebut. 15 B. Pembentukan Panitia Pengadaan Tanah 22. Bupati/Walikota (atau Pemda DKI Jakarta) kemudian akan mendirikan Panitia Pengadaan Tanah (P2T) untuk mempermudah urusan pembebasan lahan. P2T tersebut dipimpin oleh Sekda dan terdiri dari para pemimpin pemerintahan setempat termasuk pula anggota dari instansi pemerintah setempat yang relevan (misalnya, BPN, Badan Teknis yang membutuhkan lahan tersebut, Badan Administratif, para Camat dan Lurah setempat. C. Konsultasi dengan masyarakat yang terkena dampak sub-proyek dan/atau para pemegang hak atas tanah 23. Setelah lokasi lahan sub-proyek tersebut ditegaskan, P2T akan menjelaskan keberadaan sub-proyek tersebut kepada anggota / kelompok masyarakat yang akan terkena dampak dan /atau para pemegang hak atas tanah tersebut, melalu konsultasi publik, konsultasi tatap muka, dan sosialisasi informasi melalui media yang ada. 16 Tindakan atau prosedur tambahan: Rapat-rapat konsultasi perlu diorganisir melibatkan semua tingkatan PAP (tidak hanya para pemilik tanah). PAP akan mendapatkan informasi mengenai dampakdampak potensial proyek ini serta hak dan kewajiban-kewajiban mereka sesuai dengan LARPF. 14 Panduan Pelaksanaan BPN No.3/2007, Pasal 2, sub-bagian (1); Pasal 5, sub-bagian (3). 15 Ibid, Pasal 5, sub-bagian (1) sampai (3). 16 Perpres No.36/2005, Pasal 7, sebagaimana telah direvisi oleh Perpres No.65/2006; Panduan Pelaksanaan BPN, Pasal 8.

14 Kekhawatiran yang diutarakan oleh PAP selama rapat-rapat konsultasi tersebut dan tanggapan atas usulan ataupun tindakan untuk menanggapi kekhawatiran tersebut perlu didokumentasikan di dalam dokumen LARAP. D. Inventarisasi lahan dan aset-aset lainnya yang terkena dampak 24. P2T tersebut melaksanakan suatu inventarisasi atas lahan dan aset-aset lainnya yang akan terkena dampak sub-proyek. 17 Inventarisasi lahan dan aset-aset lainnya yang terkena dampak tersebut dijalankan setelah rancangan sub-proyek tersebut tersedia. Tindakan atau prosedur tambahan: P2T tersebut akan melaksanakan inventarisasi atas lahan dan aset-aset lainnya yang terkena dampak dengan bantuan satu konsultan proyek, jika bantuan tersebut dibutuhkan oleh P2T. Inventarisasi atas lahan dan aset-aset lainnya yang terkena dampak termasuk informasi-informasi mengenai hal-hal berikut dari setiap rumahtangga yang kehilangan tanah atau aset mereka, yaitu: (i) berapa total ukuran dari tanah yang terkena dampak, wilayah yang digunakan untuk sub-proyek tersebut, dan tanah sisa lahan; (ii) bangunan yang terkena dampak, yang menunjukkan berapa persen bangunan yang akan terkena dampak sub-proyek tersebut; status legal dari tanah yang terkena tersebut; dan (iii) penjelasan untuk tanah yang terkena dampak itu apakah daerah residensial, lahan komersial, atau pertanian. Inventarisasi tersebut akan membedakan antara tanah yang diambil seluruhnya dan sebagian saja. Dalam hal tanah yang diambil sebagian, daftar inventaris tersebut akan menunjukkan berapa sisa lahan yang masih ada nilainya. Dalam hal terdapat bangunan rumah tinggal dan bisnis, maka daftar inventaris tersebut akan menunjukkan apakah sisa lahan/gedung itu cukup untuk masih dijadikan tempat tinggal atau tempat bekerja. E. Identifikasi dari orang/keluarga yang harus pindah (displaced) 25. P2T tersebut menghasilkan suatu daftar berisi nama-nama dari para pemilik tanah atau pemegang hak atas tanah yang terkena dampak sub-proyek tersebut. 18 Tindakan/prosedur tambahan P2T akan melaksanakan suatu sensus untuk menghitung semua penghuni wilayah yang terkena dampak, termasuk para penyewa dan penghuni yang tidak memiliki hak atas lahan. Tanggal selesainya sensus tersebut menjadi tanggal batas waktu (cut-off date) dalam menentukan berapa dan siapa warga masyarakat di atas lahan sub-proyek tersebut yang akan berhak mendapatkan kompensasi, bantuan rehabilitasi dan 17 Panduan Pelaksanaan BPN No.3/2007, Pasal 20 sampai Panduan Pelaksanaan BPN No.3/2007, Pasal 20 sampai 24.

15 dukungan rehabilitasi. Para pendatang yang tidak memiliki hak atas tanah dikecualikan dari program ganti rugi ini. Sensus terhadap penduduk yang akan dipindahkan dijalankan dengan bantuan satu konsultan proyek, jika bantuan tersebut memang diperlukan oleh P2T. Sensus penduduk tersebut mengidentifikasi orang/keluarga yang harus dipindahkan ke lokasi lain, dan dibeda-bedakan antara: - PAP yang harus pindah secara permanen dan PAP yang harus pindah sementara waktu saja; dan - PAP yang dapat membangun rumah baru dengan sisa tanah yang masih ada, dan PAP yang harus pindah lokasi baru lain karena tanah sisa mereka tidak lagi memungkinkan untuk membangun rumah baru. Sensus penduduk tersebut juga mengidentifikasi warga masyarakat atau rumahtangga yang harus dipindahkan itu yang kehilangan lebih daripada 20% aset produktif mereka (aset yang digunakan untuk mendapatkan penghasilan). Satu studi sosial-ekonomi perlu dilaksanakan, mencakup semua warga/rumah tangga yang terkena (PAP/PAHs) yang kehilangan lebih daripada 20% aset produktif mereka tersebut dan/atau yang terpaksa pindah ke lokasi lain. Dalam kasus tersebut, relokasi warga setempat ini dapat berdampak pada peluang mereka mendapatkan penghasilan dan penghidupan bagi orang-orang yang terpaksa pindah ini, dan dengan demikian perlu mengumpulkan data dasar kondisi sosial-ekonomi sebelum dipindahkan, termasuk data pendapatan, sumber penghasilan dan kondisi kesejahteraan, apabila dipandang perlu. Survei ini akan menghasilkan suatu data baseline atau dasar dari kondisi sosial dan ekonomi masyarakat setempat sebelum pelaksanaan sub-proyek tersebut. Kemajuan dari pelaksanaan langkah dan upaya pengembalian penghasilan atau penghidupan ini nantinya akan diawasi dan dibandingkan dengan data baseline yang dihasilkan oleh survei tersebut. 19 F. Diseminasi informasi bagi warga masyarakat dan aset yang terkena imbas proyek 26. Daftar berisi aset-aset yang akan terkena imbas proyek dan para pemilik dari aset-aset tersebut akan diumumkan di kantor desa atau kantor kecamatan / walikota, dan di website selama 7 hari dan/atau dalam dua koran lokal, agar dapat memberi tahu para pihak yang akan terkena dampak untuk menyampaikan keberatan-keberatan mereka. 20 Tindakan/prosedur tambahan: Hasil dari pendaftaran nama warga masyarakat serta aset mereka yang terkena imbas proyek dipajang selama 30 hari di kantor kelurahan untuk wilayah perkotaan dan kantor desa untuk wilayah pedesaan) agar para warga masyarakat yang terkena imbas proyek dapat mengajukan keberatan-keberatan mereka. Jika warga masyarakat yang 19 Survei tersebut harus memungkinkan dilakukannya asesmen atau penilaian atas dampak dari pembebasan lahan dan/atau relokasi penduduk pada pola-pola kegiatan ekonomi dan sosial penduduk yang akan dipindahkan (PAP), termasuk dampak pada jejaring sosial dan sistem pendukung sosial mereka. Survei tersebut harus menghasilkan semua informasi yang penting yang nantinya akan dipakai untuk memantau kemajuan dari program rehabilitasi sepenuhnya dari para warga dan keluarga-keluarga yang terpaksa dipindahkan. 20 Panduan Pelaksanaan BPN No 3/2007, Pasal 23 (3).

16 terkena imbas proyek tersebut menyatakan keberatan selama masa tersebut, maka prosedur penanganan keluhan akan diaktifkan (lihat paragraf 33 dan 38). G. Penilaian atas lahan dan aset-aset lainnya yang terkena dampak 27. Penilaian atas lahan. Nilai dari lahan yang terkena dampak ditentukan melalui bantuan satu Lembaga Apraisal Nilai Tanah 21 yang ditunjuk oleh Bupati/Walikota atau Pemda DKI Jakarta. Dalam kasus dimana tidak ada Lembaga Apraisal Nilai Tanah di kota atau kabupaten tersebut, dimana proyek ini berlokasi, atau di kota-kota sekitarnya, maka Bupati/Walikota atau Pemda DKI Jakarta akan membentuk suatu Tim Penilai Harga Lahan (LAT), yang menilai harga tanah berdasarkan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) atau dengan cara melihat berapa NJOP tanah di wilayah tersebut pada tahun tersebut. Tim LAT ini dapat juga mempertimbangkan faktor lain yang mempengaruhi harga lahan, misalnya lokasinya. 22 Tindakan/prosedur tambahan: Nilai dari lahan yang terkena dampak akan ditentukan oleh satu Lembaga Apraisal Nilai Tanah atau seorang penilai tanah berlisensi. 28. Penilaian harga bangunan dan obyek lain terkait ke lahan tersebut. Penilaian harga bangunan dan obyek lainnya terkait ke lahan (termasuk pepohonan dan tanaman) akan dilakukan oleh kantor pemerintah di Kabupaten atau Kotamadya yang bertanggungjawab atas gedung, tanaman dan obyek lainnya terkait ke lahan tersebut, berdasarkan standar harga yang telah dijelaskan dalam undang-undang yang berlaku. 23 Tindakan/prosedur tambahan: Bangunan dan obyek lainnya terkait ke lahan tersebut akan diberi suatu biaya penggantian ( replacement cost ), yaitu, harga pasar dari bahan bangunan yang digunakan untuk membangun suatu bangunan pengganti di tempat dan dengan kualitas yang sama dengan bangunan yang akan terkena dampak sub-proyek tersebut, atau biaya untuk mengganti sebagian bangunan yang akan terkena dampak, ditambah biaya transportasi bahan bangunan ke lokasi pembangunan gedung pengganti tersebut, ditambah biaya tukang, buruh dan biaya kontraktor lainnya. Dalam menerapkan metode valuasi semacam ini, depresiasi aset dan bangunan tidaklah dimasukkan ke dalam penghitungan. 21 Lembaga Apraisal Nilai Tanah dijelaskan di dalam Pasal 1 Panduan Pelaksanaan BPN No 3/2007 sebagai lembaga profesional dan independen yang memiliki ketrampilan dan kemampuan menilai harga tanah. Pasal 25, sub-bagian 2, pada Panduan yang sama, juga menjelaskan bahwa Lembaga Apraisal Nilai Tanah tersebut haruslah terdaftar di BPN. 22 Panduan Pelaksanaan BPN No. 3/2007, Pasal 26, sub-bagian (1); Pasal Ibid, Pasal 29.

17 H. Kompensasi 29. Musyawarah mengenai kompensasi. hasil dari valuasi / penilaian tersebut akan diserahkan ke P2T dan digunakan sebagai dasar dalam musyawarah mengenai bentuk dan / atau jumlah kompensasi antara lembaga pemerintah yang memerlukan lahan tersebut dan pemilik lahan yang terkena dampak. 24 Musyawarah dilakukan secara langsung dan kolektif antara lembaga pemerintah dan pemilik lahan. 25 Jika jumlah pemilik lahannya banyak sekali sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan musyawarah secara langsung, maka musyawarah dapat dilakukan secara bertahap. 26 Proses musyawarah dapat makan waktu sampai 120 hari kalender. 27 Tindakan/prosedur tambahan: Sebelum memulai musyawarah mengenai bentuk dan/atau jumlah kompensasi yang akan dibayarkan, P2T akan membagikan dulu hasil penilaian yang dijalankan oleh Lembaga Apraisal Nilai Tanah atau penilai tanah yang berijin tersebut, kepada para pemilik lahan-lahan yang terkena dampak. Dalam kasus dimana sebuah sub-proyek terpaksa memindahkan warga masyarakat yang penghidupannya berdasarkan atas sumberdaya lahan, maka warga masyarakat tersebut akan ditawari lahan pengganti apabila memungkinkan. 30. Pembayaran atau Tawaran Kompensasi. Setelah akhir periode musyawarah, lembaga pemerintah yang membutuhkan lahan tersebut mengajukan tawaran kompensasi atau pembayaran kompensasi, dan ini dilakukan dalam suatu laporan resmi. Jika kompensasi tersebut akan diberikan dalam bentuk uang, P2T akan memerintahkan lembaga yang membutuhkan lahan tersebut untuk membayar kompensasi dalam waktu paling lambat 60 hari sejak tanggal keputusan P2T Lahan yang menyebutkan bentuk dan jumlah ganti ruginya. 28 Undangan menerima pembayaran kompensasi haruslah sudah diterima oleh para pemilik tanah paling tidak 3 hari sebelum tanggal pembayaran. 29 Jika kompensasi dibagikan dalam bentuk bukan uang, maka penentuan waktu pemberian kompensasi akan disepakati bersama dengan para pemilik dan lembaga pemerintah yang membutuhkan lahan tersebut. Warga masyarakat yang kehilangan 24 Panduan Pelaksanaan BPN No. 3/2007, Pasal 30 dan Ibid, Pasal 32, sub-bagian (1). Jika ada hak tanah kolektif yang terkena dampak, maka keputusan diambil harus juga melibatkan semua pemegang hak di dalam kepemilikan kolektif tersebut; dan jika suatu tanah atau bangunan wakaf terkena dampaknya, keputusan diambil bersama pihak yang disebutkan di dalam UU No.41/2004 mengenai wakaf (Pasal 32, sub-bagian (2). Wakif didefinisikan di dalam Pasal 1, sub-bagian (1) dari UU No.41/2004 sebagai tindakan legal seorang Wakif (donatur) dalam membagi dan/atau menyerahkan hak sebagian dari kekayaannya, baik secara permanen ataupun untuk waktu tertentu, bagi tujuan aktivitas keagamaan dan kesejahteraan sosial sesuai dengan hukum islam Syar iyah. 26 Panduan Pelaksanaan BPN No. 3/2007, Pasal Ibid, Pasal 37, sub-bagian (1). 28 Ibid, Pasal 40 dan Ibid, Pasal 44.

18 tanah atau aset-aset lainnya haruslah mendapatkan kompensasi sebelum tanah atau aset lainnya tersebut diambil alih untuk keperluan pembangunan sub-proyek tersebut. 31. Bentuk-bentuk Kompensasi. Kompensasi atau ganti rugi dapat diberikan dalam bentuk (1) uang kontan; (2) lahan pengganti dan/atau gedung pengganti; (3) pemukiman kembali warga yang terkena proyek; atau (4) suatu kombinasi satu atau lebih metode kompensasi yang sebelumnya dijelaskan disini. 30 Kompensasi dalam bentuk lahan pengganti dan/atau gedung pengganti akan diberikan sesuai permintaan si pemilik dan sebagaimana disetujui oleh lembaga pemerintah yang membutuhkan lahan tersebut. 31 Tindakan/prosedur tambahan: Jika lahan pengganti memang ditawarkan, lahan tersebut harus setara atau lebih tinggi nilainya, dengan pertimbangan faktor antara lain ukuran, lokasi, potensi, dll. Dalam kasus dimana satu sub-proyek memindahkan warga masyarakat yang cara penghidupannya bergantung pada sumberdaya lahan, warga masyarakat semacam itu akan harus ditawari lahan pengganti apabila memungkinkan. Pengadaan ganti rugi uang kontan untuk jenis warga seperti ini tidak cocok diterapkan, kecuali dalam kasus dimana lahan yang diambil untuk proyek ini hanya sebagian kecil (kurang dari 20%) dari keseluruhan lahan produktif, dan sisa lahan yang ada masih dapat diolah secara ekonomis, atau ada cadangan lahan yang luas di dekat lahan sub-proyek tersebut dan memungkinkan untuk melakukan pertukaran lahan. Jika tidak mungkin menawarkan lahan pengganti bagi warga masyarakat yang cara penghidupannya bergantung pada sumberdaya lahan dan yang akan kehilangan lebih daripada 20% aset produktif mereka, maka prosedur yang telah dijelaskan di paragraf 37 akan dijalankan. 32. Dalam kasus tanah/bangunan wakaf (yaitu yang hak kepemilikannya didonasikan untuk tujuan agamis atau sosial dan dikelola oleh satu trust) maka kompensasi akan disediakan dalam bentuk lahan pengganti dan/atau gedung dan/atau fasilitas pengganti yang paling tidak nilainya sama dengan properti yang diwakafkan tersebut. 32 Dalam kasus dimana tanah ulayat (lahan dimana satu masyarakat adat memiliki hak secara turun-temurun) akan terkena dampak suatu subproyek, maka kompensasi yang ditawarkan akan dalam bentuk fasilitas publik atau fasilitas lain yang mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat yang terkena dampak sub-proyek. 33 Tindakan/prosedur tambahan: Masyarakat yang terkena dampak oleh hilangnya lahan yang menjadi bagian dari suatu tanah ulayat akan ditawari kompensasi berdasarkan konsultasi / pembicaraan 30 Perpres 65/2006, Pasal 13 ; Panduan Pelaksanaan BPN No. 3/2007, Pasal Panduan Pelaksanaan BPN No. 3/2007, Pasal 45 (a). 32 Panduan Pelaksanaan BPN No. 3/2007, Pasal 45 (b). 33 Ibid, Pasal 45 (c).

RP817 IIFF: DRAFT KERANGKA KERJA PERLINDUNGAN LINGKUNGAN HIDUP DAN SOSIAL (ESSF) 1. A. Latar Belakang

RP817 IIFF: DRAFT KERANGKA KERJA PERLINDUNGAN LINGKUNGAN HIDUP DAN SOSIAL (ESSF) 1. A. Latar Belakang Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized IIFF: DRAFT KERANGKA KERJA PERLINDUNGAN LINGKUNGAN HIDUP DAN SOSIAL (ESSF) 1 A. Latar

Lebih terperinci

IIF: KERANGKA KERJA PERLINDUNGAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL (ESSF) 1

IIF: KERANGKA KERJA PERLINDUNGAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL (ESSF) 1 IIF: KERANGKA KERJA PERLINDUNGAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL (ESSF) 1 A. Latar belakang 1. Infrastruktur dipandang sebagai aspek penting dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia, akan tetapi serangkaian upaya

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH KABUPATEN KEBUMEN DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

GLossary. Badan Pembangunan Perancis (French Development Agency) Penilaian Dampak Lingkungan (Environmental Impact Assessment)

GLossary. Badan Pembangunan Perancis (French Development Agency) Penilaian Dampak Lingkungan (Environmental Impact Assessment) GLossary ADB AFD AMDAL EIA EMP ESIA ESMF ESS ESSBCM FS IFC IPP LARAP MFI PT SMI RKL-RPL SIA ToR UKL-UPL Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank) Badan Pembangunan Perancis (French Development Agency)

Lebih terperinci

KAJIAN ATAS DASAR HUKUM PENGADAAN TANAH BANJIR KANAL TIMUR TA 2008 DAN Landasan hukum pelaksanaan pengadaan tanah Banjir Kanal Timur (BKT)

KAJIAN ATAS DASAR HUKUM PENGADAAN TANAH BANJIR KANAL TIMUR TA 2008 DAN Landasan hukum pelaksanaan pengadaan tanah Banjir Kanal Timur (BKT) KAJIAN ATAS DASAR HUKUM PENGADAAN TANAH BANJIR KANAL TIMUR TA 2008 DAN 2009 1. Latar Belakang Landasan hukum pelaksanaan pengadaan tanah Banjir Kanal Timur (BKT) yaitu Peraturan Kepala BPN No.3 Tahun 2007

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DI DAERAH

BUPATI BANGKA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DI DAERAH BUPATI BANGKA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, Menimbang

Lebih terperinci

Latar Belakang Gambar 1. Kriteria Pinjaman Daerah

Latar Belakang Gambar 1. Kriteria Pinjaman Daerah Ringkasan Kerangka Pengelolaan Lingkungan dan Sosial (ESMF-Environmental and Social Management Framework) Regional Infrastructure Development Fund (RIDF) PT SARANA MULTI INFRASTRUKTUR Latar Belakang RIDF

Lebih terperinci

PANDUAN OPERASI (Operation Manual)

PANDUAN OPERASI (Operation Manual) PT INDONESIA INFRASTRUCTURE FINANCE PANDUAN OPERASI (Operation Manual) S I S T E M M A N A J E M E N S O S I A L & L I N G K U N G A N (SEMS) Desember 2014 i Disclaimer Dokumen SEMS versi Bahasa Indonesia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Definisi hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Definisi hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hak Atas Tanah Definisi hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang yang mempunyai hak untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah tersebut.

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2006 TENTANG PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22,2012 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan yang memiliki

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan yang memiliki potensi dan manfaat ekonomi perlu

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 159, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4459) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 7

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 7 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 7 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.118, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Infrastruktur. Perusahaan. Pembiayaan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.118, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Infrastruktur. Perusahaan. Pembiayaan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.118, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Infrastruktur. Perusahaan. Pembiayaan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 100/PMK.010/2009 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI GARUT, : a. bahwa

Lebih terperinci

5 Informasi Sosial-Ekonomi

5 Informasi Sosial-Ekonomi 41 5 Informasi Sosial-Ekonomi Perencanaan dan pelaksanaan pemukiman kembali memerlukan data yang dapat dipercaya dan benar yang menunjukkan dampak yang sebenarnya terhadap OTD sehingga dapat disusun dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN DAN PEMBARUAN KEBIJAKAN PENGAMANAN BANK DUNIA RENCANA KONSULTASI

TINJAUAN DAN PEMBARUAN KEBIJAKAN PENGAMANAN BANK DUNIA RENCANA KONSULTASI TINJAUAN DAN PEMBARUAN KEBIJAKAN PENGAMANAN BANK DUNIA RENCANA KONSULTASI Bank Dunia memulai proses selama dua tahun untuk meninjau dan memperbaharui (update) kebijakan-kebijakan pengamanan (safeguard)

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pengelolaan

Lebih terperinci

PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012

PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012 PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012 Apa saja prasyaarat agar REDD bisa berjalan Salah satu syarat utama adalah safeguards atau kerangka pengaman Apa itu Safeguards Safeguards

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 1993 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 1993 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 1993 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.92, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. Barang Milik Negara. Barang Milik Daerah. Pengelolaan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5533) PERATURAN

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN TANAH KAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pengelolaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pengelolaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pengelolaan

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN PELAKSANAAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 36 TAHUN 2005

Lebih terperinci

SALINAN NO : 14 / LD/2009

SALINAN NO : 14 / LD/2009 SALINAN NO : 14 / LD/2009 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 14 TAHUN 2008 SERI : D.8 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 14 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) Laboratorium Fakultas Hukum. Universitas Islam Indonesia

Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) Laboratorium Fakultas Hukum. Universitas Islam Indonesia PROSES-PROSES DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN KEPENTINGAN UMUM Oleh : Dwi Apriliati Puspitasari 1 ABSTRAKSI Kegiatan pembangunan untuk fasilitas umum selalu membutuhkan tanah sebagai lahan sehingga

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL 1 tahun ~ pemberian izin masuk kembali bagi pemegang izin tinggal terbatas pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 816 TAHUN : 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DAN KEKAYAAN DESA Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

2 Mengingat d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu mengatur kerjasama Pemerintah dan badan u

2 Mengingat d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu mengatur kerjasama Pemerintah dan badan u No.62, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA EKONOMI. Kerja Sama. Infrastruktur. Badan Usaha. Pencabutan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.101 2016 KESRA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Penyelenggaraan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5883) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG NOMOR :. TAHUN TENTANG

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG NOMOR :. TAHUN TENTANG RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR :. TAHUN TENTANG KOMPENSASI ATAS TANAH, BANGUNAN DAN TANAMAN YANG DILINTASI TRANSMISI TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

DOKUMEN INFORMASI PROYEK (PID) TAHAP KONSEP. Proyek Persiapan Kesiapan Indonesia (Indonesia Readiness Preparation Project) Kawasan Regional EAP Sektor

DOKUMEN INFORMASI PROYEK (PID) TAHAP KONSEP. Proyek Persiapan Kesiapan Indonesia (Indonesia Readiness Preparation Project) Kawasan Regional EAP Sektor DOKUMEN INFORMASI PROYEK (PID) TAHAP KONSEP Laporan No.: Nama Proyek Proyek Persiapan Kesiapan Indonesia (Indonesia Readiness Preparation Project) Kawasan Regional EAP Sektor Lingkungan dan Pedesaan ID

Lebih terperinci

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

Kerangka Kebijakan Pembebasan Lahan dan Pemukiman Kembali

Kerangka Kebijakan Pembebasan Lahan dan Pemukiman Kembali Lampiran 6 : Kerangka Kebijakan Pembebasan Lahan dan Pemukiman Kembali 1. Definisi-definisi a. Definisi-definisi yang digunakan dalan kerangka kebijakan ini adalah : 1). Sensus adalah hitungan per kepala

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH Bagian Hukum Setda Kabupaten Bandung Tahun 2017 2 BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

MODUL 1 KEBIJAKAN PENYUSUNAN DOKUMEN KONTRAK

MODUL 1 KEBIJAKAN PENYUSUNAN DOKUMEN KONTRAK MODUL 1 KEBIJAKAN PENYUSUNAN DOKUMEN KONTRAK (UU 2/2017 & PP 29/2000 Jo PP 54/2016) admikon2@gmail.com MODUL BIMBINGAN TEKNIS ADMINISTRASI KONTRAK KONSTRUKSI Modul 1 : Kebijakan Penyusunan Dok. Kontrak

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA SELATAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2010 NOMOR 38 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2010 NOMOR 38 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2010 NOMOR 38 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 671 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN KEKAYAAN DESA BUPATI BANJARNEGARA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup

Lebih terperinci

DIREKTORAT PENGATURAN DAN PENGADAAN TANAH PEMERINTAH

DIREKTORAT PENGATURAN DAN PENGADAAN TANAH PEMERINTAH REFORMASI PERATURAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM SERTA PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM MELALUI KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN SWASTA (KPS) (Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERAUKE NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERAUKE NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERAUKE NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI MERAUKE, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 140/PMK.06/2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 140/PMK.06/2014 TENTANG of 33 06/11/2014 11:19 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 140/PMK.06/2014 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN ASET PADA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN

Lebih terperinci

SKEMA PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

SKEMA PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM SKEMA PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM DISELENGGARAKAN MELALUI 4 TAHAPAN, YAITU: I. TAHAP PERENCANAAN PENGADAAN Instansi yang memerlukan tanah

Lebih terperinci

xvii Damage, Loss and Preliminary Needs Assessment Ringkasan Eksekutif

xvii Damage, Loss and Preliminary Needs Assessment Ringkasan Eksekutif xvii Ringkasan Eksekutif Pada tanggal 30 September 2009, gempa yang berkekuatan 7.6 mengguncang Propinsi Sumatera Barat. Kerusakan yang terjadi akibat gempa ini tersebar di 13 dari 19 kabupaten/kota dan

Lebih terperinci

CONTOH BENTUK/MODEL KERJA SAMA DAERAH

CONTOH BENTUK/MODEL KERJA SAMA DAERAH LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 22 TAHUN 2009 TANGGAL : 22 Mei 2009 CONTOH BENTUK/MODEL KERJA SAMA DAERAH Bentuk /model kerja sama daerah dapat dilaksanakan sebagai berikut : A. Bentuk/Model

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 7 TAHUN 2017 TENTANG

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 7 TAHUN 2017 TENTANG WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 7 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 084 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 084 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 084 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERSIAPAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN Disebarluaskan Oleh: KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL PENYEDIAAN PERUMAHAN DIREKTORAT PERENCANAAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.138, 2010 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERTAMBANGAN. Reklamasi. Pasca Tambang. Prosedur. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5172) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.662, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/BAPPENAS Kerjasama Pemerintah. Badan Usaha. Infrastruktur. Panduan Umum. PERATURAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DAN KEKAYAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : BUPATI GROBOGAN, a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/21/PBI/2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/21/PBI/2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/21/PBI/2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PELEPASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI UNTUK PEMBANGUNAN DILUAR KEGIATAN KEHUTANAN

KEBIJAKAN PELEPASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI UNTUK PEMBANGUNAN DILUAR KEGIATAN KEHUTANAN KEBIJAKAN PELEPASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI UNTUK PEMBANGUNAN DILUAR KEGIATAN KEHUTANAN SOLUSI PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN UNTUK KEGIATAN NON KEHUTANAN Disampaikan oleh : Kementerian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN DESA GIRIPANGGUNG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN TANAH DESA

PERATURAN DESA GIRIPANGGUNG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN TANAH DESA PERATURAN DESA GIRIPANGGUNG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN TANAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA GIRIPANGGUNG, Menimbang : a. bahwa Tanah Desa merupakan kekayaan

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEKAYAAN DESA BUPATI MADIUN,

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEKAYAAN DESA BUPATI MADIUN, BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEKAYAAN DESA BUPATI MADIUN, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan Pasal 16 Peraturan Menteri Dalam Negeri

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH. A. Pengertian Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH. A. Pengertian Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH A. Pengertian Pengelolaan Barang Kata pengelolaan dapat disamakan dengan manajemen, yang berarti pula pengaturan atau pengurusan. 8 Banyak

Lebih terperinci

BAB III TANGGUNG JAWAB PERHIMPUNAN PEMILIK DAN PENGHUNI DALAM MENYELENGGARAKAN PENGURUSAN SATUAN RUMAH SUSUN

BAB III TANGGUNG JAWAB PERHIMPUNAN PEMILIK DAN PENGHUNI DALAM MENYELENGGARAKAN PENGURUSAN SATUAN RUMAH SUSUN 44 BAB III TANGGUNG JAWAB PERHIMPUNAN PEMILIK DAN PENGHUNI DALAM MENYELENGGARAKAN PENGURUSAN SATUAN RUMAH SUSUN 1. Tugas dan Wewenang Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Sebagai badan hukum, pengurus perhimpunan

Lebih terperinci

R-188 REKOMENDASI AGEN PENEMPATAN KERJA SWASTA, 1997

R-188 REKOMENDASI AGEN PENEMPATAN KERJA SWASTA, 1997 R-188 REKOMENDASI AGEN PENEMPATAN KERJA SWASTA, 1997 2 R-188 Rekomendasi Agen Penempatan kerja Swasta, 1997 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 20 TAHUN 2007

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 20 TAHUN 2007 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 20 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DAN KEKAYAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.156, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESRA. Jaminan Sosial. Hari Tua. Program. Penyelenggaraan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5716). PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan yang memiliki

Lebih terperinci

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2017 PEMBANGUNAN. Konstruksi. Jasa. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6018) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

TENTANG BUPATI PATI,

TENTANG BUPATI PATI, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

Lebih terperinci

KERANGKA KEBIJAKAN SEKTOR AIR MINUM PERKOTAAN RINGKASAN EKSEKUTIF

KERANGKA KEBIJAKAN SEKTOR AIR MINUM PERKOTAAN RINGKASAN EKSEKUTIF KERANGKA KEBIJAKAN SEKTOR AIR MINUM PERKOTAAN a. Pada akhir Repelita V tahun 1994, 36% dari penduduk perkotaan Indonesia yang berjumlah 67 juta, jiwa atau 24 juta jiwa, telah mendapatkan sambungan air

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN HARI TUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN HARI TUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN HARI TUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci