Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (edisi 2010)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (edisi 2010)"

Transkripsi

1

2 Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (edisi 2010) Penyusun: 1. Triyono 2. Aris Wahyu Widodo 3. M. Qisthi Amarona 4. Eko Artanto Pengarah: Dr. Budi Sulistiyo Kol. (KH) Ir. Trismadi, M.Si Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir Badan Penelitian dan Pengembangan kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan 2011

3

4

5 KATA PENGANTAR Indonesia merupakan Negara Kepulauan yang dua pertiga dari wilayahnya merupakan laut, memiliki sumberdaya yang besar dalam menopang pembangunan nasionalnya. Keragaman dan kuantitas sumberdaya laut yang besar tersebut harus dimanfaatkan dengan mengedepankan aspek kelestarian, kerentanan, dan keberlanjutan. Salah satu langkah esensial dalam pengelolaan sumberdaya laut adalah dengan membagi wilayah laut berdasarkan karakteristik fisik dan geobioekologinya kedalam Wilayah Pengelolaan Perikanan. Wilayah Pengelolaan Perikanan RI terbagi menjadi sebelas satuan WPP RI. Dari sebelas WPP RI tersebut, WPP 711 (Laut China selatan, Laut Natuna, dan Selat Karimata) dan WPP 712 (Laut Jawa) merupakan WPP yang intensif dimanfaatkan, baik sumberdaya laut maupun jasa maritim. Undang-Undang RI nomor 45 tahun 2009 tentang Perikanan mengamanatkan adanya kebijakan pengelolaan sumberdaya ikan secara lestari, didukung dengan pendugaan potensi, pengendalian dan pengawasan yang sistematis. Untuk melakukan pendugaan potensi, pengendalian dan pengawasan tersebut diperlukan satuan wilayah pengelolaan yang mencerminkan karakteristik wilayah dan sumberdaya. Amanat ini disikapi dengan penyusunan willayah-wilayah pengelolaan perikanan dan komponen sistem pengelolaannya. Berbagai kerawanan akibat IUU (Ilegal, Unreported, Unregulated) Fishing dan konflik antar pemegang kewenangan pengelolaan perlu diantisipasi. Kawasan rawan IUU Fishing, seperti kawasan perairan perbatasan antar negara, menjadi prioritas dalam pengelolaan WPP. Satuan-satuan WPP ini dalam perkembangan selanjutnya harus memiliki kemampuan untuk: 1. menjadi peta dasar dengan sistem koordinat nasional, bagi kegiatan pendugaan potensi, perizinan dan pengawasan ditetapkan sebagai satuan spasial dengan batasan deskripsi maupun koordinat yang jelas dan standar. 2. ditetapkan sebagai satuan spasial dengan batasan deskripsi maupun koordinat yang jelas dan standar. 3. diolah dalam sistem digital, sehingga memudahkan pertukaran data dalam pengelolaan sumberdaya. 4. disajikan dalam format standar kartografi dan mudah dicetak sebagai lampiran perijinan yang diterbitkan. iv Wilayah Pengelolaan Perikanan 2 Penataan Wilayah Pengelolaan Perikanan

6

7 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... 1 DAFTAR ISI... 1 DAFTAR GAMBAR... 2 BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Cakupan Geografis... 1 B. Perkembangan Peta Wilayah Pengelolaan Perikanan Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia berdasarkan KepMentan No. 995/Kpts/IK210/9/ Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia Tahun Pemutakhiran peta Wilayah Pengelolaan Perikanan Tahun BAB II FAKTA TERKAIT WPP RI... 1 A. Penamaan Perairan... 1 B. Kodefikasi Satuan WPP RI... 1 C. Batas Maritim Republik Indonesia... 1 BAB III DAFTAR KOORDINAT DAN PETA WPP RI WPP RI WPP RI WPP RI WPP RI WPP RI WPP RI WPP RI WPP RI WPP RI WPP RI WPP RI vi Wilayah Pengelolaan Perikanan 2 Penataan Wilayah Pengelolaan Perikanan

8 BAB I. PENDAHULUAN A. Cakupan Geografis Pengelolaan sumberdaya perikanan di perairan laut Indonesia salah satunya dilakukan dengan penyusunan peta Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP RI). Peta WPP RI mengalami perubahan dan pemutakhiran sesuai dengan tuntutan perkembangan pengelolaan perikanan dan status administrasi. Peta WPP RI pertama kali diterbitkan pada tahun 1999 melalui Keputusan Menteri Pertanian No.995/Kpts/IK 210/9/99 tentang Potensi Sumber Daya Ikan dan Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan (JTB) dimana didalamnya dilampirkan Peta Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) yang ditetapkan 9 WPP. Dengan berjalannya waktu serta perkembangan dalam pengelolaan perikanan dan mulai dikembangkannya konsep Monitoring, Controlling and Survailance (MCS), maka fungsi WPP selain diperlukan untuk penentuan potensi dan tingkat pemanfaatan juga dapat pula berperan sebagai dasar pengelolaan didalam hal perijinan dan pengawasan. C. Perkembangan Peta Wilayah Pengelolaan Perikanan Peta Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia merupakan salah satu dinamika pengelolaan perikanan laut di Indonesia. Dimulai sejak terbitnya Kepmentan No. 995/Kpts/IK/210/9/99 tentang Potensi Sumberdaya Ikan dan Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan (JTB) di Wilayah Perairan Indonesia hingga terbitnya Permen KP No. 001 tahun 2009 tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP RI) dan pemutakhiran data spasial yang dilakukan: 1. Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia berdasarkan KepMentan No. 995/Kpts/IK210/9/99 tentang Potensi SDI dan Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan (JTB) di Wilayah Perairan Indonesia Latar belakang diterbitkannya KepMentan No. 995/Kpts/ IK210/9/99 adalah kesadaran atas perlunya memanfaatkan potensi sumberdaya ikan berdasarkan ketersediaan sumberdaya ikan di seluruh WPP RI yang sesuai dengan daya dukung lingkungannya Wilayah Pengelolaan Perikanan 2 Penataan Wilayah Pengelolaan Perikanan 1

9 BAB I. PENDAHULUAN untuk kepentingan usaha penangkapan dan pembudidayaan ikan berwawasan kelestarian sumberdaya ikan dan lingkungannya. Pemerintah perlu untuk mengatur penangkapan ikan di perairan Republik Indonesia sehingga tidak melebihi kapasitas atau mengambil dalam Jumlah Tangkapan Yang Diperbolehkan (JTB). Selanjutnya sumberdaya ikan dikelompokkan dalam Kelompok Sumberdaya Ikan, yaitu pengelompokan sumberdaya ikan yang terdiri atas beberapa jenis ikan yang mempunyai sifat atau karakteristik biologi dan lingkungan yang sama atau hampir sama. Berdasarkan pengelompokan tersebut, potensi sumberdaya ikan dan JTB di Wilayah Pengelolaan Perikanan yang ditetapkan sebagai berikut: a. Di perairan Indonesia 1. Potensi sumberdaya ikan sebesar: + 6,258 juta ton/tahun, dan + 1,518 milyar ekor/tahun (khusus ikan hias) 2. JTB sebesar: + 5,006 juta ton/tahun, dan + 1,214 milyar ekor/tahun (khusus ikan hias) b. Di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia 1. Potensi sumberdaya ikan sebesar + 1,858 juta ton/tahun 2. JTB sebagai +1,487 juta ton/tahun Ketetapan ini selanjutnya digunakan untuk memberikan Izin Usaha Perikanan (IUP), Surat Penangkapan Ikan (SPI) dan atau Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI), serta untuk melakukan pengendalian dan pengawasan pemanfaatan sumberdaya ikan. Berdasarkan KepMentan No. 995/Kpts/IK210/9/99, Wilayah Perikanan Indonesia dibagi menjadi 9 (sembilan) Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP): 2 Wilayah Pengelolaan Perikanan 2 Penataan Wilayah Pengelolaan Perikanan

10 BAB I. PENDAHULUAN 1. Perairan Selat Malaka 2. Perairan Laut Natuna dan Laut Cina Selatan 3. Perairan Laut Jawa dan Selat Sunda 4. Perairan Selat Makassar dan Laut Flores 5. Perairan Laut Banda 6. Perairan Laut Arafura 7. Perairan Laut Seram dan Teluk Tomini 8. Perairan Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik 9. Perairan Samudera Hindia Gambar 1. Peta WPP dalam KepMentan No. 995/Kpts/IK210/9/99 Wilayah Pengelolaan Perikanan 2 Penataan Wilayah Pengelolaan Perikanan 3

11 BAB I. PENDAHULUAN 2. Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia Tahun 2009 Pada tanggal 21 Januari 2009 ditetapkan Peraturan Menteri Kelautan dan perikanan RI No. Per. 01/MEN/2009 tentang Wilayah Pengelolaan perikanan Republik Indonesia (WPP RI). Dalam Permen KP ini dijelaskan, yang disebut dengan Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia merupakan wilayah pengelolaan perikanan untuk penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, konservasi, penelitian, dan pengembangan perikanan yang meliputi perairan pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial, zona tambahan, dan zona ekonomi eksklusif Indonesia. Dengan demikian, berlakunya WPP RI tidak terbatas pada manajemen penangkapan ikan, tetapi jauh hingga budidaya dan penelitian perikanan. Hal ini menunjukkan terbukannya peluang digunakannya satuan WPP RI sebagai satuan wilayah penelitian dan pengelolaan budidaya perikanan. Penyusunan WPP RI dilakukan dengan memperhatikan peta Wilayah Pengelolaan Perikanan seperti tercantum dalam KepMentan No. 995/Kpts/IK210/9/99. Selain itu WPP RI dikaji berdasarkan pendekatan bio-ekologis, keragaman sumberdaya ikan, kaidah toponim laut dengan memperhatikan kondisi morfologi dasar laut, pembagian wilayah perairan berdasarkan IMO dan IHO, serta memperhatikan perkembangan pemekaran wilayah otonomi daerah dan perkembangan penataan batas martim Indonesia. Berbagai masukan komprehensif dan konstruktif dari tim Ditjen P2SDKP, Ditjen Perikanan Tangkap, Ditjen P2HP dan KOMNAS KAJISKAN menjadi pertimbangan dalam melakukan delineasi batas peta WPP RI. Sebagai pengejewantahan dari kepentingan bangsa Indonesia untuk dapat mengelola sumberdaya perikanannya secara baik dan benar serta melindungi kepentingan nelayan nasional terhadap aksi-aksi illegal perikanan dari negara lain di dalam wilayah pengelolaan perikanan nasional, penyusunan Peta WPP RI dilakukan secara bersama (teamwork) lintas departemen atau interdep ( saat ini disebut lintas kementerian atau interkem) untuk dapat diaplikasikan bersama sehingga dapat melindungi kepentingan nasional. 4 Wilayah Pengelolaan Perikanan 2 Penataan Wilayah Pengelolaan Perikanan

12 BAB I. PENDAHULUAN Saat ini, peta WPP RI sudah mengalami re-delineasi dengan mempertimbangkan anasir-anasir ekologi bawah laut yang tercermin pada morfologi dasar laut dan anasir administratiftoponimik yaitu pembagian wilayah laut oleh International Maritime Organisation (IMO) dan International Hydrography Organisation (IHO). Peta WPP RI mengatur wilayah pengelolaan perikanan untuk penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, konservasi, penelitian, dan pengembangan perikanan yang meliputi perairan pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial, zona tambahan, dan zona ekonomi eksklusif Indonesia. Saat ini, Indonesia memiliki sebelas Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) dan tertuang dalam Peraturan Menteri KP No. 001 tahun 2009, yaitu: 1. WPP RI 571 meliputi perairan Selat Malaka dan Laut Andaman; 2. WPP RI 572 meliputi perairan Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera dan Selat Sunda; 3. WPP RI 573 meliputi perairan Samudera Hindia sebelah Selatan Jawa hingga sebelah Selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu, dan Laut Timor bagian Barat; 4. WPP RI 711 meliputi perairan Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut China Selatan; 5. WPP RI 712 meliputi perairan Laut Jawa; 6. WPP RI 713 meliputi perairan Selat Makassar, Teluk Bone,Laut Flores, dan Laut Bali; 7. WPP RI 714 meliputi perairan Teluk Tolo dan Laut Banda; 8. WPP RI 715 meliputi perairan Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram dan Teluk Berau; 9. WPP RI 716 meliputi perairan Laut Sulawesi dan sebelah Utara Pulau Halmahera 10. WPP RI 717 meliputi perairan Teluk Cendrawasih dan Samudera Pasifik; 11. WPP RI 718 meliputi perairan Laut Aru, Laut Arafuru, dan Laut Timor bagian Timur. Penyusunan peta WPP RI 2009 merupakan suatu proses panjang dalam upaya mempertemukan berbagai pendapat dan persepsi sehingga tersusun peta yang sinergis dalam pemanfaatannya. Kronologi penyusunan peta WPP RI 2009 dapat dideskripsikan Wilayah Pengelolaan Perikanan 2 Penataan Wilayah Pengelolaan Perikanan 5

13 BAB I. PENDAHULUAN sebagai berikut: 1) 2004, 6 Oktober, dimulai dengan terbitnya terbitnya UU No: 31 tahun 2004 tentang Perikanan yang mengatur secara legal pengelolaan perikanan di Indonesia. 2) 2005, Identifikasi dukungan terhadap kebijakan REVITALISASI PERIKANAN yang selanjutnya dihasilkan rekomendasi bahwa: a. perlu penyempurnaan penataan Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP). b. Peta WPP yang digunakan selama ini diterbitkan pada tahun 1999 sesuai dengan Lampiran Kep. Mentan No. 995/Kpts/ lk 210/9/99. 3) , kajian toponimi laut oleh Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Non-hayati (saat ini Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir) menemukan ada kesesuaian batas-batas toponim laut dengan morfologi dasar laut. 4) 2006, menindaklanjuti kebijakan Revitalisasi Perikanan, maka dilakukan konsultasi arah dan format Wilayah Pengelolaan Perikanan dengan satuan kerja terkait di lingkup Departemen Kelautan dan Perikanan dan Komisi Nasional Pengkajian Sumberdaya Ikan (KOMNAS KAJISKAN). 5) 2007, Juli, presentasi hasil sementara pada rapat pimpinan Departemen Kelautan dan Perikanan yang dipimpin langsung oleh Menteri Kelautan dan Perikanan. Dari diskusi terhadap presentasi ini diperoleh masukan sebagai berikut: a. rekomendasi peta WPP RI sebagai lampiran PerMen KP, b. Sebelum diterbitkan perlu konsultasikan dengan institusi terkait yaitu Departemen Luar Negeri, Jawatan Hidro- Oseanografi (Janhidros TNI AL), KOMNAS KAJISKAN dan pakar hukum laut. 6 Wilayah Pengelolaan Perikanan 2 Penataan Wilayah Pengelolaan Perikanan

14 BAB I. PENDAHULUAN 6) 2007, Agustus Oktober, dilakukan langkah-langkah antara lain: a. Pengecekan rinci batas-batas Zona Ekonomi Eksklusif sebagai batas luar WPP dengan Dinas Hidro Oseanografi TNI AL(DISHIDROS TNI-AL); baik untuk batas maritim yang sudah disepakati maupun skenario klaim maksimal. b. Pertemuan koordinasi lintas sektor. 7) 2007, Desember, sebagai langkah lanjut, maka dilakukan: a. Finalisasi Peta WPP. b. Penyerahan Hasil Kajian WPP dari Kepala Badan Riset Kelautan dan Perikanan (saat ini Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan) kepada Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan sebagai bahan pembahasan PerMen mengenai WPP. 8) 2008, Januari Februari, koordinasi dilakukan untuk: a. Pembahasan draft PerMen. b. Pengiriman Surat Kementerian Kelautan dan Perikanan kepada Kemeterian Luar Negeri, Dishidros TNI AL dan Komisi Nasional Pengkajian Stok Ikan (Komnas Kajiskan) untuk mendapat masukan terakhir terhadap Peta WPP-RI sebelum penerbitan PerMen KP, yang ditindaklanjuti dengan pertemuan internal kementerian. Pada waktu itu, masukan dari Biro Hukum dan Organis Kementerian Kelautan dan Perikanan berupa: - Peta WPP Baru disepakati sebagai Unified Map untuk kepentingan pengelolaan perikanan secara luas. - Definisi dari WPP perlu dirumuskan lebih lugas dan jelas. Wilayah Pengelolaan Perikanan 2 Penataan Wilayah Pengelolaan Perikanan 7

15 BAB I. PENDAHULUAN - Masa Transisi WPP Lama ke WPP Baru perlu dipertimbangkan dan dicantumkan sebagai pasal dalam PerMen. - Sosialisasi WPP Baru selayaknya menjadi agenda pada tahap implementasi PerMen ini. - Dibentuk tim kecil untuk pembahasan lebih lanjut yang terdiri dari perwakilan Dirjend PT, PB, P2SDKP, Biro Hukum, Komnas KAJISKAN dan Badan Litbang KP. - Pembahasan Draft PerMen berikutnya dilakukan dalam waktu yang tidak lama. 9) 2008, 27 November, Pertemuan Interdep di Bogor. Pertemuan ini kemudian dikenal sebagai pertemuan Novus Bogor mengacu pada lokasi diadakannya pertemuan, yaitu di Hotel Novus. Pada pertemuan yang dihadiri oleh elemen Mabes TNI, Kemeterian Luar Negeri (Dirjen Hukum dan Perjanjian Internasional), elemen Direktorat Jenderal di Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta dari pakar-pakar perikanan, oseanografi, batas wilayah, dan geomorfologi dasar laut berhasil memutuskan batas terluar peta WPP yang didasarkan pada klaim maksimal batas maritim. 3. Pemutakhiran peta Wilayah Pengelolaan Perikanan Tahun 2009 Dalam perkembangannya, aksi-aksi perikanan illegal dari negara asing terus mencoba mengusik kedaulatan perekonomian Indonesia atas sumberdaya perikanan melalui pelanggaran batas WPP RI. Ilegal fishing oleh negara asing bahkan mendapat dukungan negara bersangkutan dengan mengirimkan kapal patroli perairan. Situasi semacam ini dianggap sebagai suatu pelanggaran atas kedaulatan, baik secara ekonomi maupun kewilayahan sehingga perlu dilakukan protes ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan negara pelanggar. Secara internal, peninjauan kembali terhadap peta WPP RI terutama terkait dengan segmen-segmen batas negara lain juga dilakukan. Beberapa pertemuan inter-kementerian telah dilaksanakan dan disepakati untuk dilakukan pemutakhiran atas batas luar WPP 8 Wilayah Pengelolaan Perikanan 2 Penataan Wilayah Pengelolaan Perikanan

16 BAB I. PENDAHULUAN RI yang berbatasan langsung dengan negara lain. Terdapat tiga segmen yang menjadi fokus kaji ulang batas, yaitu batas utara WPP RI 711, segmen barat WPP RI 716 yang berbatasan dengan Malaysia dan batas utara WPP RI 716 yang berbatasan langsung dengan Filipina. Wilayah Pengelolaan Perikanan 2 Penataan Wilayah Pengelolaan Perikanan 9

17 BAB I. PENDAHULUAN 10 Wilayah Pengelolaan Perikanan 2 Penataan Wilayah Pengelolaan Perikanan

18 BAB II. FAKTA TERKAIT WPP RI Penyusunan peta WPP RI tahun 2009 dilakukan dengan mempertimbangkan standarisasi data dan sinkronisasi dengan data spasial lainnya. Setidaknya beberapa hal yang dipertimbangkan adalah sebagai berikut: 1. Disusun berdasarkan standar sistem koordinat nasional dalam format digital berbasis Geographic Information System (GIS). 2. Dirancang mendukung pertukaran data antar pengguna. 3. Batas-batas terluar adalah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia yang telah dikaji pada setiap segmen perbatasan dengan status terkini, di bawah supervisi tim Dinas Hidro Oseanografi dan telah dikonsultasikan dengan Kementerian Luar Negeri. 4. Penamaan dan Penomoran WPP RI disesuaikan dan mengacu pada International Maritime Organisation (IMO), International Hydrography Organisation (IHO) dan Food and Agriculture Organisation (FAO). 5. Merupakan awal upaya revitalisasi perikanan dari aspek pengelolaan wilayah perikanan. A. Penamaan Perairan Penamaan dan pembakuan nama-nama unsur geografi telah menjadi perhatian masyarakat internasional sejak lama, hal ini ditunjukkan dengan dibentuknya UNGEGN (United Nation Groups of Expert on Geographical Name) melalui resolusi UN ECOSOC (United Nation Economic and Social Council) pada tanggal 23 April Laut sebagai salah satu unsur geografi juga sudah seharusnya memiliki nama-nama yang baku dan memiliki batas-batas yang jelas, sehingga penamaan laut beserta batas-batasnya menjadi jelas. PBB merekomendasikan kepada UNGEGN untuk melakukan studi tentang penarikan batas samudera dan laut secara nasional dan internasional yang pernah dan sedang dilakukan, termasuk subdivisi integralnya, tanpa mencampuri urusan yuridiksi nasional terhadap batas, dan dengan maksud memberikan rekomendasi pembaharuan cara penamaan dan prosedurnya. UNGEGN sebagai pihak yang Wilayah Pengelolaan Perikanan 2 Penataan Wilayah Pengelolaan Perikanan 11

19 BAB II. FAKTA TERKAIT WPP RI mendapat rekomendasi dari PBB selanjutnya menunjuk kepada International Hydrographic Organization (IHO) untuk membantu program-program PBB (UNGEGN) yang berhubungan dengan unsurunsur maritim. Sesuai dengan rekomendasi dari UNGEGN kepada IHO maka sebagai organisasi internasional kemaritiman, IHO telah menerbitkan batas-batas laut berdasarkan nama yang dipublikasikan dalam bentuk Special Publication 23 Tahun 1953 (SP ) dengan judul: LIMITS OF OCEANS AND SEAS (Special Publication No. 23), batas batas laut tersebut baru meliputi laut laut utama di Indonesia. Selain IHO, International Maritime Organization (IMO) menerbitkan peta wilayah laut berdasarkan nama-nama laut dengan kode-kode spesifik untuk keperluan kenavigasian. Pada tahun 2001 International Maritime Organization (IMO) mempublikasikan batas-batas laut yang diantaranya (chapter 6) memuat wilayah perairan Indonesia yang termasuk dalam SOUTH CHINA AND EASTERN ARCHIPELAGIC SEAS AND ITS SUB-DIVISIONS dalam bentuk Draft 23 May Kajian batas wilayah laut menurut kedua sumber resmi (IHO dan IMO) tersebut bisa dijadikan referensi sementara, sebelum batas-batas laut di seluruh wilayah periaran Indonesia dideliniasi, walaupun namanama laut tersebut sudah tergambar dalam peta laut. 12 Wilayah Pengelolaan Perikanan 2 Penataan Wilayah Pengelolaan Perikanan

20 BAB II. FAKTA TERKAIT WPP RI Gambar 2. Special Publication No. 23 Wilayah Pengelolaan Perikanan 2 Penataan Wilayah Pengelolaan Perikanan 13

21 BAB II. FAKTA TERKAIT WPP RI Gambar 3. Draft 23 May 2001 Chapter 6 IMO 14 Wilayah Pengelolaan Perikanan 2 Penataan Wilayah Pengelolaan Perikanan

22 BAB II. FAKTA TERKAIT WPP RI B. Kodefikasi Satuan WPP RI Sebagaimana dasar penentuan wilayah pengelolaan perikanan yang mengacu pada kondisi fisik, ekologi dan oseanografi perairan Indonesia, WPP RI dalam kodefikasinya juga mengacu pada kodefikasi FAO untuk dapat digunakan secara regional dan internasional. Peta WPP RI pada lampiran Permen dilengkapi dengan daftar koordinat sebagai acuan batas-batas antar wilayah pengelolaan perikanan. Pada bagian luar perairan Indonesia, titik-titik koordinat mengacu pada daftar koordinat batas maritim Indonesia. Kode satuan WPP RI menurut kodefikasi internasional yang diterapkan oleh Food and Agriculture Organzation (FAO) pada bidang perikanan terutama untuk keperluan statistik perikanan. Di dunia, perairan untuk perikanan dibagi menjadi dua yaitu perairan umum dan perairan darat. Perairan umum berupa laut dan samudera memiliki kode statistik kawasan-kawasan perikanan dengan pertimbangan antara lain: 1. Batas alami wilayah dan pembagian alami lautan dan laut. 2. Kawasan yang dikembangkan oleh badan-badan perikanan yang dibentuk berdasarkan konvensi dan perjanjian antar negara. 3. Praktek-praktek umum yang berlaku secara nacional. 4. Batas-batas maritim negara. 5. Sistem grid bujur dan lintang. 6. Distribusi fauna aquatik. 7. Distribusi sumberdaya dan kondisi lingkungan di kawasan tersebut. Wilayah Pengelolaan Perikanan 2 Penataan Wilayah Pengelolaan Perikanan 15

23 BAB II. FAKTA TERKAIT WPP RI Gambar 4. Peta kawasan statistic FAO 16 Wilayah Pengelolaan Perikanan 2 Penataan Wilayah Pengelolaan Perikanan

24 BAB II. FAKTA TERKAIT WPP RI Menurut pembagian wilayah statistik perikanan FAO, perairan Indonesia berada pada dua area, yaitu area 57 kawasan Samudera Hindia bagian timur (Eastern Indian Ocean) dan area 71 (the Western Central Pacific) kawasan Indo-Pasifik bagian barat. Selanjutnya, satuan penomoran WPP RI mengikuti kedua area tersebut dengan kode lokal berurutan dari nomor 1 dan seterusnya dimulai dari arah barat ke timur untuk kode regional 57 sesuai dengan sistem koordinat internasional; sedangkan untuk area 71 dimulai dari Laut Cina Selatan, Laut Jawa, Selat Makassar, Laut banda, Laut Seram, Laut Sulawesi, Samudera Pasifik, dan Laut Arafura. Area 57 kawasan Samudera Hindia bagian timur dan area 71 kawasan Indo-Pasifik bagian barat. Perikanan utama di area 57 adalah shad, catfish, ponyfishes, croackers, mullets, carangids, sarden, anchovies, tuna dan spesies mirip tuna, makarel, hiu, prawns, udang, lobster, cockles, dan cephalopoda. Untuk area 71 yang berada di Pasifik bagian barat didominasi oleh kawasan dengan paparan benua yang luas, dimana kearah barat berawal dari Vietnam dan Thailand kemudian turun melalui Malaysia dan Indonesia bagian barat dan berakhir di Laut Jawa. Kea rah timur, paparan mencapai Indonesia bagian timur, Papua Nugini dan Australia. Kawasan ini sangat kaya akan sumberdaya demersal, termasuk udang bungkuk (penaeid shrimp), dan sumberdaya pelagis kecil. Di kawasan lepas pantai yang meliputi perluasan pulau-pulau Samudera Pasifik, adalah kawasan yang sangat kaya akan ikan tuna. C. BATAS MARITIM REPUBLIK INDONESIA Sebagai Negara Kepulauan, Indonesia mempunyai batas maritim dengan 10 negara tetangga, yaitu : India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, Palau, Papua Nugini, Australia, dan Timor Leste. Batas maritim terdiri dari batas laut wilayah (laut teritorial), batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan batas Landas Kontinen. Penentuan batas maritim perlu dilaksanakan dalam rangka penegakan kedaulatan dan hukum di wilayah yurisdiksi Indonesia di Laut, pengelolaan sumber daya alam serta pengembangan ekonomi kelautan. Penentuan dan Perundingan batas maritim dengan negara tetangga dilaksanakan oleh tim Interkem yang beranggotakan Wilayah Pengelolaan Perikanan 2 Penataan Wilayah Pengelolaan Perikanan 17

25 BAB II. FAKTA TERKAIT WPP RI Departemen Luar Negeri, Departemen Pertahanan, Dishidros TNI AL, Bakosurtanal, Departemen ESDM, Departemen Perhubungan, Departemen Kelautan dan Perikanan, serta Tim Pakar. Hasil Perjanjian yang telah dilaksanakan antara Indonesia dengan negara tetangga adalah sebagai berikut: 1. Batas Laut Teritorial dengan Malaysia (1970), Singapura untuk segmen Tengah (1973) dan untuk segmen Barat (2010, telah diratifikasi). 2. Batas ZEE dengan Australia (2003, belum diratifikasi). 3. Batas Landas Kontinen dengan Malaysia (1969), Australia (1971 dan 1972), Thailand (1971 dan 1975), Malaysia dan 4. Thailand (1971), India (1974 dan 1977), Thailand dan India (1978), dan Vietnam (2003). 5. Batas tertentu Republik Indonesia - Papua New Guinea dengan Australia (1973). 6. Batas Maritim dengan Papua New Guinea (1971). Batas maritim yang masih dalam proses perundingan adalah batas laut teritorial dengan Malaysia di perairan sebelah Timur Pulau Sebatik dan Selat Malaka bagian Selatan serta batas ZEE dengan Filipina di Laut Sulawesi dan Samudra Pasifik. Beberapa batas maritim yang belum dirundingkan dengan negara tetangga yang tergambar pada atlas ini adalah klaim Unilateral Indonesia, antara lain: 1. Batas Laut Teritorial dengan Singapura dan Malaysia di perairan sebelah Utara Pulau Bintan dan di Selat Malaka bagian Selatan serta Batas Laut Teritorial dengan Timor Leste di Laut Sawu, Selat Ombai dan Laut Timor. 2. Batas ZEE dengan India di Laut Andaman, dengan Thailand dan Malaysia di Selat Malaka, dengan Malaysia dan Vietnam di Laut China Selatan, dengan Palau di Samudera Pasifik serta dengan Timor Leste di Laut Timor. 3. Batas Landas Kontinen dengan Filipina, Palau dan Timor Leste. Pemutakhiran data spasial WPP dilakukan terhadap batas-batas maritim terluar Indonesia melalui pertemuan inter-kementerian. Pada 18 Wilayah Pengelolaan Perikanan 2 Penataan Wilayah Pengelolaan Perikanan

26 BAB II. FAKTA TERKAIT WPP RI tanggal 22 Juli 2010 Badan Riset Kelautan dan Perikanan melaluli Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Non Hayati mengadakan pertemuan teknis interkem membahas review terhadap Peta Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP). Pertemuan yang diselenggarakan sebagai tindak lanjut salah satu rekomendasi hasil rapat oleh Dirjen Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan tanggal 08 Juli 2010 perihal Tindak Lanjut Laporan Rapat Koordinasi Penyusunan Posisi Indonesia terhadap Masalah Patroli RRT dan Praktek Penangkapan Ikan Tanpa Ijin Nelayan RRT di Laut China Selatan ini dihadiri berbagai instansi terkait yang kemudian menyetujui dilakukannya perubahan batas terluar pada tiga segmen, yaitu: 1. Segmen ZEEI di WPP 711 Laut China Selatan, Selat Karimata dan Laut Natuna, dilakukan dengan menarik titik dan a ke arah barat dengan membentuk busur radius 200 NM. 2. Segmen ZEEI di WPP 716, terdapat 3 (tiga) titik yang tidak dapat dilakukan penarikan garis secara sepihak, utara Pulau Sebatik, dimana garis zig-zag diusulkan untuk ditarik lurus pada Pada batas WPP 2009, batas diwujudkan dalam bentuk garis zigzag berdasarkan konsesi minyak dimana handrock masuk dalam wilayah Indonesia, padahal RI telah mengakui handrock sebagai milik Malaysia. Dengan demikian batas P. Sebatik digunakan untuk 4 10 LU kearah tenggara sampai handrock dan Karang Unarang. 3. Segmen ZEEI WPP 717 utara Pulau Miangas diusulkan penarikan garis alternatif dengan pertimbangan lebih menguntungkan pihak Indonesia. Peraturan perundang-undangan terkait wilayah perairan NKRI adalah: a. Umum: 1. UU No. 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia 2. UU No. 17 tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut). 3. UU No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia 4. UU No. 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara 5. PP No. 37 Tahun 2002 tentang Hak dan Kewajiban Kapal Wilayah Pengelolaan Perikanan 2 Penataan Wilayah Pengelolaan Perikanan 19

27 BAB II. FAKTA TERKAIT WPP RI Pesawat Udara Asing dalam Melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan Melalui Alur Laut Kepulauan yang Ditetapkan. 6. PP No. 38 Tahun 2002 No.37 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2002 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia. b. Khusus: b.1 Batas Laut Wilayah (Teritorial) 1. UU No. 2 Tahun 1971 tentang Perjanjian Antara Republik Indonesia dan Malaysia Tentang Penetapan Garis batas Laut Wilayah Kedua Negara di Selamat Malaka. 2. UU No. 6 Tahun 1973 tentang Perjanjian Antara Indonesia dan Australia mengenai Garis-garis Batas tertentu antara Indonesia Papua New Guinea. 3. UU No. 7 Tahun 1973 tentang Perjanjian Antara Indonesia dan Singapura Tentang Penetapan Garis Batas Laut Wilayah Kedua Negara di Selat Singapura. 4. UU No. 4 Tahun 2010 tentang Perjanjian Antara Republik Indonesia dan Republik Singapura Tentang Penetapan Garis Batas Laut Wilayah Kedua Negara di Bagian Barat Selat Singapura. b.2. Batas Wilayah yurisdiksi 1. UU No. 18 Tahun 2007 tentang Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Sosialis Vietnam tentang Penetapan Batas Landas Kontinen tanggal 26 Juni Keppres No. 89 Tahun 1969 tentang Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Malaysia Tentang Penetapan Garis-garis Landas Kontinen antara Kedua Negara. 3. Keppres No. 42 Tahun 1971 tentang Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah 20 Wilayah Pengelolaan Perikanan 2 Penataan Wilayah Pengelolaan Perikanan

28 BAB II. FAKTA TERKAIT WPP RI Commonwealth Australia Tentang Penetepan Batasbatas Dasar Laut Tertentu 4. Keppres No. 20 Tahun 1972 tentang Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia, Pemerintah Malaysia dan Pemerintah Kerajaan Thailand tentang Penetapan Garis-garis Batas Landas Kontinen Bagian Utara Selat Malaka. 5. Keppres No. 21 Tahun 1972 tentang Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Thailand tentang Penetepan Suatu Garis Batas Landas Kontinen antara Kedua Negara di Bagian Utara selat Malaka dan Laut Andaman. 6. Keppres No. 66 tahun 1972 tentang Persetujuan antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Commonwealth Australia tentang Penetapan Batas-batas Dasar Laut Tertentu di Laut Timor dan Laut Australia. 7. Keppres No. 51 Tahun 1974 tentang Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah India tentang Penetapan Garis Batas Landas Kontinen antara Kedua Negara. 8. Keppres No. 1 Tahun tentang Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Thailand tentang Penetapan Suatu Garis Batas Dasar laut antara Kedua Negara di Laut Andaman. 9. Keppres No. 26 Tahun 1977 tentang Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik India tentang Perpanjangan Garis Batas Landas Kontinen tahun 1974 di Laut Andaman dan Samudera Hindia. 10. Keppres No. 24 Tahun 1978 tentang Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia, Pemerintah Republik India dan Pemerintah Kerajaan Thailand tentang Penetapan Titik Pertemuan Tiga Garis Batas dan Penetapan Garis Batas Ketiga Negara di Laut Andaman. 11. Perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Australia tentang Penetapan Batas Zona Ekonomi Eksklusif dan batas Laut Tertentu ditandatangani tanggal 14 Maret Keppres No. 21 Tahun 1982 tentang Persetujuan Hasil Wilayah Pengelolaan Perikanan 2 Penataan Wilayah Pengelolaan Perikanan 21

29 BAB II. FAKTA TERKAIT WPP RI Perundingan antara Republik Indonesia dengan Papua New Guinea tahun 1980 tentang Batas-batas Laut Tertentu. 13. MoU antara Republik Indonesia dan Australia tentang Pengawasan dan Pelaksanaan Pengaturan Perikanan Sementara MoU 1982 tentang Provisional Fisheries Surveillance and Enforcement Line. 14. Recommendations of the Commission on the Continental Shelf in regard to the submission made by Indonesia in respect of the area North West Sumatra on 16 june 2008 (Rekomendasi Komisi Batas Landas Kontinen tentang submisi yang disampaikan oleh Indonesia untuk area sebelah barat Laut Sumatera tertanggal 16 Juni 2008). Rekomendasi tersebut disahkan pada tanggal 28 Maret Atas dasar hal tersebut luas wilayah yurisdiksi landas kontinen Indonesia bertambah seluas km2. Perubahan delineasi pada batas WPP RI tahun 2010 digambarkan pada peta-peta berikut. Garis merah adalah batas WPP RI hingga tahun 2009, sedangkan garis biru adalah batas WPP RI yang disepakati pada tahun Wilayah Pengelolaan Perikanan 2 Penataan Wilayah Pengelolaan Perikanan

30 BAB II. FAKTA TERKAIT WPP RI Gambar 5. Perubahan garis terluar WPP RI 711 Wilayah Pengelolaan Perikanan 2 Penataan Wilayah Pengelolaan Perikanan 23

31 BAB III. DAFTAR KOORDINAT DAN PETA WPP RI Gambar 6. Perubahan garis terluar WPP RI 716 segmen P. Sebatik 24 Wilayah Pengelolaan Perikanan 2 Penataan Wilayah Pengelolaan Perikanan

32 BAB II. FAKTA TERKAIT WPP RI Gambar 7. Perubahan garis terluar WPP RI 716 segmen P. Miangas Wilayah Pengelolaan Perikanan 2 Penataan Wilayah Pengelolaan Perikanan 25

33 BAB II. FAKTA TERKAIT WPP RI 26 Wilayah Pengelolaan Perikanan 2 Penataan Wilayah Pengelolaan Perikanan

34 BAB III. DAFTAR KOORDINAT DAN PETA WPP RI Pada Bab III ini, ditampilkan Daftar Koordinat dan Peta WPP RI untuk masing-masing satuan WPP yaitu: 12. WPP RI 571 NO NO TITIK LINTANG BUJUR D M S L D M S B ,27 LU ,44 BT ,58 LU ,63 BT ,59 LU ,88 BT ,56 LU ,29 BT ,01 LU ,99 BT ,99 LU ,49 BT ,00 LU ,98 BT ,44 LU ,24 BT ,69 LU ,88 BT ,22 LU ,48 BT ,38 LU ,15 BT ,35 LU ,24 BT ,66 LU ,51 BT ,11 LU ,14 BT ,38 LU ,69 BT ,60 LU ,77 BT ,08 LU ,21 BT ,85 LU ,93 BT ,84 LU ,82 BT ,53 LU ,30 BT ,61 LU ,49 BT ,90 LU ,57 BT ,06 LU ,91 BT ,13 LU ,05 BT ,86 LU ,53 BT ,68 LU ,34 BT Wilayah Pengelolaan Perikanan 2 Penataan Wilayah Pengelolaan Perikanan 27

35 BAB III. DAFTAR KOORDINAT DAN PETA WPP RI ,08 LU ,22 BT ,90 LU ,36 BT ,83 LU ,72 BT ,44 LU ,36 BT ,64 LU ,87 BT ,94 LU ,99 BT ,00 LU ,99 BT ,00 LU ,99 BT ,12 LU ,12 BT ,01 LU ,00 BT ,00 LU ,88 BT ,12 LU ,88 BT ,99 LU ,00 BT ,00 LU ,00 BT ,00 LU ,00 BT ,11 LU ,77 BT ,79 LU ,07 BT ,34 LU ,03 BT ,28 LU ,84 BT ,18 LU ,78 BT ,74 LU ,07 BT ,54 LU ,54 BT ,06 LU ,34 BT ,54 LU ,34 BT ,32 LU ,62 BT ,01 LU ,43 BT ,78 LU ,92 BT ,52 LU ,03 BT 28 Wilayah Pengelolaan Perikanan 2 Penataan Wilayah Pengelolaan Perikanan

36 BAB III. DAFTAR KOORDINAT DAN PETA WPP RI Wilayah Pengelolaan Perikanan 2 Penataan Wilayah Pengelolaan Perikanan 29

37 BAB III. DAFTAR KOORDINAT DAN PETA WPP RI 13. WPP RI 572 NO NO TITIK LINTANG BUJUR D M S L D M S B ,27 LU ,44 BT ,58 LU ,63 BT ,59 LU ,88 BT ,56 LU ,29 BT ,67 LS ,27 BT ,09 LS ,68 BT ,22 LS ,49 BT ,92 LS ,24 BT ,11 LS ,38 BT ,95 LS ,08 BT ,80 LS ,71 BT ,56 LS ,63 BT ,71 LS ,59 BT ,49 LS ,39 BT ,35 LS ,00 BT ,48 LS ,08 BT ,98 LS ,69 BT ,41 LS ,93 BT ,71 LS ,25 BT ,17 LS ,67 BT ,98 LS ,18 BT ,41 LS ,30 BT ,91 LS ,13 BT ,29 LS ,97 BT ,16 LS ,82 BT ,32 LS ,74 BT ,86 LS ,42 BT ,55 LU ,29 BT ,40 LU ,54 BT 30 Wilayah Pengelolaan Perikanan 2 Penataan Wilayah Pengelolaan Perikanan

38 BAB III. DAFTAR KOORDINAT DAN PETA WPP RI ,18 LU ,78 BT ,22 LU ,15 BT ,51 LU ,94 BT ,17 LU ,84 BT ,91 LU ,66 BT ,44 LU ,06 BT ,30 LU ,70 BT ,47 LU ,71 BT ,36 LS ,69 BT ,70 LS ,57 BT Wilayah Pengelolaan Perikanan 2 Penataan Wilayah Pengelolaan Perikanan 31

39 BAB III. DAFTAR KOORDINAT DAN PETA WPP RI 32 Wilayah Pengelolaan Perikanan 2 Penataan Wilayah Pengelolaan Perikanan

40 BAB III. DAFTAR KOORDINAT DAN PETA WPP RI 14. WPP RI 573 NO NO TITIK LINTANG BUJUR D M S L D M S B ,67 S ,27 BT ,09 S ,68 BT ,90 S ,62 BT ,78 S ,80 BT ,89 S ,33 BT ,24 S ,72 BT ,08 S ,33 BT ,82 S ,10 BT ,10 S ,56 BT ,56 S ,37 BT ,14 S ,70 BT ,83 S ,58 BT ,78 S ,93 BT ,46 S ,17 BT ,88 S ,01 BT ,38 S ,81 BT ,28 S ,35 BT ,88 S ,10 BT ,60 S ,06 BT ,39 S ,85 BT ,06 S ,08 BT ,78 S ,70 BT ,33 S ,62 BT ,42 S ,33 BT ,22 S ,56 BT ,39 S ,57 BT ,80 S ,85 BT ,56 S ,16 BT ,74 S ,32 BT Wilayah Pengelolaan Perikanan 2 Penataan Wilayah Pengelolaan Perikanan 33

41 BAB III. DAFTAR KOORDINAT DAN PETA WPP RI ,99 S ,75 BT ,84 S ,19 BT ,08 S ,56 BT ,08 S ,65 BT ,57 S ,53 BT ,33 S ,58 BT ,10 S ,03 BT ,54 S ,61 BT ,65 S ,56 BT ,42 S ,94 BT ,15 S ,61 BT ,30 S ,48 BT ,26 S ,85 BT ,88 S ,02 BT ,88 S ,25 BT ,06 S ,87 BT ,61 S ,18 BT ,82 S ,50 BT ,00 S ,01 BT ,00 S ,00 BT ,01 S ,00 BT ,01 S ,00 BT ,00 S ,01 BT ,00 S ,99 BT ,01 S ,00 BT ,82 S ,71 BT ,81 S ,03 BT ,37 S ,21 BT ,43 S ,14 BT ,49 S ,62 BT ,79 S ,19 BT ,82 S ,09 BT ,74 S ,57 BT 34 Wilayah Pengelolaan Perikanan 2 Penataan Wilayah Pengelolaan Perikanan

42 BAB III. DAFTAR KOORDINAT DAN PETA WPP RI ,04 S ,74 BT ,48 S ,03 BT ,19 S ,03 BT ,26 S ,54 BT ,50 S ,09 BT ,04 S ,40 BT ,55 S ,70 BT ,73 S ,98 BT ,60 S ,16 BT ,83 S ,19 BT ,83 S ,60 BT ,34 S ,65 BT ,73 S ,60 BT ,19 S ,28 BT ,72 S ,44 BT ,83 S ,48 BT ,21 S ,07 BT ,19 S ,47 BT ,20 S ,18 BT ,00 S ,00 BT ,00 S ,01 BT ,00 S ,01 BT ,39 S ,35 BT ,11 S ,33 BT ,74 S ,40 BT ,45 S ,53 BT ,04 S ,97 BT ,05 S ,67 BT ,14 S ,70 BT ,94 S ,69 BT ,15 S ,56 BT ,53 S ,94 BT ,66 S ,04 BT Wilayah Pengelolaan Perikanan 2 Penataan Wilayah Pengelolaan Perikanan 35

43 BAB III. DAFTAR KOORDINAT DAN PETA WPP RI ,43 S ,05 BT ,52 S ,97 BT ,88 S ,57 BT ,33 S ,53 BT ,45 S ,12 BT ,26 S ,64 BT ,09 S ,36 BT ,52 S ,56 BT ,99 S ,08 BT ,60 S ,79 BT ,80 S ,39 BT ,00 S ,96 BT ,82 S ,11 BT ,23 S ,36 BT ,98 S ,76 BT ,94 S ,96 BT ,07 S ,92 BT ,40 S ,67 BT ,21 S ,29 BT ,38 S ,97 BT ,00 S ,19 BT ,55 S ,90 BT ,18 S ,04 BT ,03 S ,39 BT ,52 S ,17 BT ,36 S ,49 BT ,73 S ,46 BT S ,06 BT ,70 S ,27 BT ,16 S ,02 BT ,55 S ,92 BT ,35 S ,45 BT 36 Wilayah Pengelolaan Perikanan 2 Penataan Wilayah Pengelolaan Perikanan

44 BAB III. DAFTAR KOORDINAT DAN PETA WPP RI ,44 S ,04 BT ,65 S ,97 BT ,46 S ,84 BT ,14 S ,73 BT ,22 S ,30 BT ,66 S ,98 BT ,73 S ,00 BT ,50 S ,65 BT ,86 S ,33 BT ,40 S ,32 BT ,86 S ,46 BT ,15 S ,19 BT Wilayah Pengelolaan Perikanan 2 Penataan Wilayah Pengelolaan Perikanan 37

45 BAB III. DAFTAR KOORDINAT DAN PETA WPP RI 38 Wilayah Pengelolaan Perikanan 2 Penataan Wilayah Pengelolaan Perikanan

46 BAB III. DAFTAR KOORDINAT DAN PETA WPP RI 15. WPP RI 711 NO NO TITIK LINTANG BUJUR D M S L D M S B ,11 LU BT ,79 LU BT ,34 LU BT ,28 LU BT ,18 LU BT ,74 LU BT ,54 LU BT ,06 LU BT ,54 LU BT ,32 LU BT ,01 LU BT ,78 LU BT ,52 LU BT ,69 LU BT ,80 LU BT ,50 LU BT ,41 LU BT ,98 LU BT ,30 LU BT ,04 LU BT ,24 LU BT ,28 LU BT ,20 LU BT ,53 LU BT ,99 LU BT ,54 LU BT ,60 LU BT ,61 LU BT ,07 LU BT ,99 LU BT ,85 LU BT Wilayah Pengelolaan Perikanan 2 Penataan Wilayah Pengelolaan Perikanan 39

47 BAB III. DAFTAR KOORDINAT DAN PETA WPP RI ,78 LU BT ,76 LU BT ,69 LU BT ,49 LU BT ,75 LU BT ,42 LU BT ,99 LU BT ,89 LU BT ,32 LU BT ,65 LU BT ,79 LU BT ,26 LU BT ,07 LU BT ,28 LU BT ,20 LU BT ,00 LU BT ,32 LU BT ,08 LU BT ,00 LU BT ,18 LU BT ,94 LU BT ,10 LU BT ,60 LU BT ,52 LU BT ,69 LU BT ,86 LU BT ,18 LU BT ,63 LU BT ,39 LU BT ,99 LU BT ,96 LS BT ,98 LS BT ,86 LS BT ,19 LS BT ,66 LS BT 40 Wilayah Pengelolaan Perikanan 2 Penataan Wilayah Pengelolaan Perikanan

48 BAB III. DAFTAR KOORDINAT DAN PETA WPP RI Wilayah Pengelolaan Perikanan 2 Penataan Wilayah Pengelolaan Perikanan 41

49 BAB III. DAFTAR KOORDINAT DAN PETA WPP RI 16. WPP RI 712 NO NO TITIK LINTANG BUJUR D M S L D M S B ,964 LS ,30 BT ,98 LS ,42 BT ,864 LS ,56 BT ,188 LS ,37 BT ,664 LS ,52 BT ,72 LS ,73 BT ,488 LS ,76 BT ,044 LS ,58 BT ,78 LS ,05 BT ,712 LS ,88 BT ,516 LS ,48 BT ,644 LS ,35 BT ,124 LS ,67 BT ,144 LS ,27 BT ,8 LS ,72 BT ,356 LS ,69 BT ,7 LS ,57 BT 42 Wilayah Pengelolaan Perikanan 2 Penataan Wilayah Pengelolaan Perikanan

50 BAB III. DAFTAR KOORDINAT DAN PETA WPP RI Wilayah Pengelolaan Perikanan 2 Penataan Wilayah Pengelolaan Perikanan 43

51 BAB III. DAFTAR KOORDINAT DAN PETA WPP RI 17. WPP RI 713 NO NO TITIK LINTANG BUJUR D M S L D M S B ,72 LS ,73 BT ,49 LS ,76 BT ,04 LS ,58 BT ,78 LS ,05 BT ,71 LS ,88 BT ,52 LS ,48 BT ,64 LS ,35 BT ,12 LS ,67 BT ,14 LS ,27 BT ,80 LS ,72 BT ,95 LS ,28 BT ,21 LS ,05 BT ,77 LS ,23 BT ,50 LS ,13 BT ,68 LS ,86 BT ,81 LS ,96 BT ,12 LS ,90 BT ,82 LS ,11 BT ,23 LS ,36 BT ,98 LS ,76 BT ,94 LS ,96 BT ,07 LS ,92 BT ,40 LS ,67 BT ,21 LS ,29 BT ,38 LS ,97 BT ,00 LS ,19 BT ,55 LS ,90 BT ,18 LS ,04 BT 44 Wilayah Pengelolaan Perikanan 2 Penataan Wilayah Pengelolaan Perikanan

52 BAB III. DAFTAR KOORDINAT DAN PETA WPP RI ,03 LS ,39 BT ,52 LS ,17 BT ,36 LS ,49 BT ,73 LS ,46 BT ,93 LS ,06 BT ,70 LS ,27 BT ,16 LS ,02 BT ,55 LS ,92 BT ,35 LS ,45 BT Wilayah Pengelolaan Perikanan 2 Penataan Wilayah Pengelolaan Perikanan 45

53 BAB III. DAFTAR KOORDINAT DAN PETA WPP RI 46 Wilayah Pengelolaan Perikanan 2 Penataan Wilayah Pengelolaan Perikanan

54 BAB III. DAFTAR KOORDINAT DAN PETA WPP RI 18. WPP RI 714 NO NO TITIK LINTANG BUJUR D M S L D M S B ,77 LS ,23 BT ,50 LS ,13 BT ,68 LS ,86 BT ,81 LS ,96 BT ,12 LS ,90 BT ,84 LS ,18 BT ,04 LS ,20 BT ,43 LS ,12 BT ,74 LS ,73 BT ,73 LS ,21 BT ,41 LS ,60 BT ,86 LS ,74 BT ,10 LS ,80 BT ,39 LS ,44 BT ,32 LS ,94 BT ,10 LS ,40 BT ,80 LS ,66 BT ,38 LS ,36 BT ,60 LS ,39 BT ,30 LS ,05 BT ,48 LS ,10 BT ,09 LS ,74 BT ,94 LS ,04 BT ,78 LS ,48 BT ,79 LS ,26 BT ,82 LS ,38 BT ,96 LS ,07 BT ,10 LS ,01 BT ,66 LS ,22 BT Wilayah Pengelolaan Perikanan 2 Penataan Wilayah Pengelolaan Perikanan 47

2 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3260); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the La

2 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3260); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the La BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.503, 2014 KEMEN.KP. Perikanan Negara Republik Indonesia. Wilayah Pengelolaan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PERMEN-KP/2014

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PERMEN-KP/2014 TENTANG WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PERMEN-KP/2014 TENTANG WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PERMEN-KP/2014 TENTANG WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.503, 2014 KEMEN.KP. Perikanan Negara Republik Indonesia. Wilayah Pengelolaan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PERMEN-KP/2014

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penetapan batas wilayah teritorial laut telah menjadi permasalahan antar negaranegara bertetangga sejak dulu. Kesepakatan mengenai batas teritorial adalah hal penting

Lebih terperinci

Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III

Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III Gambar Batas-batas ALKI Lahirnya Konvensi ke-3 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai hukum laut (United Nation Convention on the Law of the Sea/UNCLOS),

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50/KEPMEN-K P/2017 TENTANG ESTIMASI POTENSI, JUMLAH TANGKAPAN YANG DIPERBOLEHKAN, DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sering perkembangan zaman terutama dalam era globalisasi saat ini kemajuan penggunaan komputer begitu pesat, teknologi informasi dan komputer yang sangat pesat ini

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.01/MEN/2009 TENTANG WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.01/MEN/2009 TENTANG WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA 1 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.01/MEN/2009 TENTANG WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

No b. pemanfaatan bumi, air, dan udara serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; c. desentralis

No b. pemanfaatan bumi, air, dan udara serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; c. desentralis TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.4925 WILAYAH NEGARA. NUSANTARA. Kedaulatan. Ruang Lingkup. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 177 ) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 3 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim yang kaya akan sumber daya hayati maupun non hayati. Letak Indonesia diapit oleh Samudera Pasifik dan Samudera Hindia yang merupakan

Lebih terperinci

IUU FISHING DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA. Oleh Prof. Dr. Hasjim Djalal. 1. Wilayah perbatasan dan/atau kawasan perbatasan atau daerah perbatasan

IUU FISHING DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA. Oleh Prof. Dr. Hasjim Djalal. 1. Wilayah perbatasan dan/atau kawasan perbatasan atau daerah perbatasan IUU FISHING DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA Oleh Prof. Dr. Hasjim Djalal 1. Wilayah perbatasan dan/atau kawasan perbatasan atau daerah perbatasan Wilayah perbatasan: a. Internal waters/perairan pedalaman.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perbatasan darat dengan tiga negara tetangga, yaitu Malaysia, Papua Nugini dan Timor Leste. Sementara perbatasan laut dengan sepuluh negara tetangga,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK SINGAPURA TENTANG PENETAPAN GARIS BATAS LAUT WILAYAH KEDUA NEGARA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK FILIPINA MENGENAI PENETAPAN BATAS ZONA EKONOMI EKSKLUSIF,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK SOSIALIS VIETNAM TENTANG PENETAPAN BATAS LANDAS KONTINEN,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK FILIPINA MENGENAI PENETAPAN BATAS ZONA EKONOMI EKSKLUSIF,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF

ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF Ardigautama Agusta. Analisis Undang-undang Kelautan di Wilayah Zona Ekonomi Eksklusif 147 ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF Ardigautama Agusta Teknik Geodesi dan Geomatika,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK SOSIALIS VIETNAM TENTANG PENETAPAN BATAS LANDAS KONTINEN,

Lebih terperinci

xvii MARITIM-YL DAFTAR ISI

xvii MARITIM-YL DAFTAR ISI xvii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... vii SAMBUTAN... x UCAPAN TERIMA KASIH... xiii DAFTAR ISI... xvii DAFTAR GAMBAR... xxii BAB 1 DELIMITASI BATAS MARITIM: SEBUAH PENGANTAR... 1 BAB 2 MENGENAL DELIMITASI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1982, tepatnya tanggal 10 Desember 1982 bertempat di Jamaika

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1982, tepatnya tanggal 10 Desember 1982 bertempat di Jamaika I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tahun 1982, tepatnya tanggal 10 Desember 1982 bertempat di Jamaika merupakan hari bersejarah bagi perkembangan Hukum Laut Internasional. Saat itu diadakan Konferensi

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2002 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL DAN PESAWAT UDARA ASING DALAM MELAKSANAKAN HAK LINTAS ALUR LAUT KEPULAUAN MELALUI ALUR LAUT KEPULAUAN YANG DITETAPKAN

Lebih terperinci

pres-lambang01.gif (3256 bytes)

pres-lambang01.gif (3256 bytes) pres-lambang01.gif (3256 bytes) Menimbang Mengingat PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2002 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL DAN PESAWAT UDARA ASING DALAM MELAKSANAKAN HAK LINTAS ALUR

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 37/2002, HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL DAN PESAWAT UDARA ASING DALAM MELAKSANAKAN HAK LINTAS ALUR LAUT KEPULAUAN MELALUI ALUR LAUT KEPULAUAN YANG DITETAPKAN *39678 PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

POTENSI GEOGRAFIS INDONESIA II

POTENSI GEOGRAFIS INDONESIA II K-13 Geografi K e l a s XI POTENSI GEOGRAFIS INDONESIA II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami batas wilayah. 2. Memahami laut dangkal,

Lebih terperinci

Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional

Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional Wilayah Negara Pasal 1 Konvensi Montevideo 1933 menyatakan bahwa: The state as a person of international law should possess the following qualifications: (a) a

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dulu. Namun hingga sekarang masalah illegal fishing masih belum dapat

BAB I PENDAHULUAN. dulu. Namun hingga sekarang masalah illegal fishing masih belum dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Illegal fishing merupakan masalah klasik yang sering dihadapi oleh negara yang memiliki banyak pantai karena masalah tersebut sudah ada sejak dulu. Namun hingga

Lebih terperinci

LAPORAN SINGKAT KOMISI I DPR RI

LAPORAN SINGKAT KOMISI I DPR RI LAPORAN SINGKAT KOMISI I DPR RI KEMENTERIAN PERTAHANAN, KEMENTERIAN LUAR NEGERI, KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA, TENTARA NASIONAL INDONESIA, BADAN INTELIJEN NEGARA, DEWAN KETAHANAN NASIONAL, LEMBAGA

Lebih terperinci

PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com

PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si khodijah5778@gmail.com www. Khodijahismail.com POKOK BAHASAN Kontrak Perkuliahan dan RPKPS (Ch 01) Terminologi Ilmu dan Teknologi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK SINGAPURA TENTANG PENETAPAN GARIS BATAS LAUT WILAYAH KEDUA NEGARA DI BAGIAN BARAT

Lebih terperinci

BAB II PERMASALAHAN IUU FISHING DI LAUT ARAFURA DAN UPAYA INDONESIA DALAM MENANGANINYA

BAB II PERMASALAHAN IUU FISHING DI LAUT ARAFURA DAN UPAYA INDONESIA DALAM MENANGANINYA BAB II PERMASALAHAN IUU FISHING DI LAUT ARAFURA DAN UPAYA INDONESIA DALAM MENANGANINYA Bab ini akan menjelaskan tentang permasalahan kegiatan IUU fishing yang terjadi di wilayah perairan Indonesia, dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah-masalah hukum. Di Indonesia, salah satu masalah hukum

BAB I PENDAHULUAN. masalah-masalah hukum. Di Indonesia, salah satu masalah hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat internasional, pasti tidak lepas dari masalah-masalah hukum. Di Indonesia, salah satu masalah hukum internasional yang sering muncul

Lebih terperinci

Sejarah Peraturan Perikanan. Indonesia

Sejarah Peraturan Perikanan. Indonesia Sejarah Peraturan Perikanan Indonesia Peranan Hukum Laut dalam Kedaulatan RI Laut Indonesia pada awalnya diatur berdasarkan Ordonansi 1939 tentang Wilayah Laut dan Lingkungan Maritim yg menetapkan laut

Lebih terperinci

2008, No hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,

2008, No hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.177, 2008 WILAYAH NEGARA. NUSANTARA. Kedaulatan. Ruang Lingkup. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4925) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.20/MEN/2010 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PERTIMBANGAN TEKNIS PENYELENGGARAAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERIKANAN BAGI PENYELENGGARA

Lebih terperinci

6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Rancangbangun hukum pulau-pulau perbatasan merupakan bagian penting dari ketahanan negara.

6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Rancangbangun hukum pulau-pulau perbatasan merupakan bagian penting dari ketahanan negara. 243 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Rancangbangun hukum pulau-pulau perbatasan merupakan bagian penting dari ketahanan negara. Untuk itu setiap negara mempunyai kewenangan menentukan batas wilayah

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia perikanan tangkap kini dihadang dengan isu praktik penangkapan ikan yang ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur atau yang disebut IUU (Illegal, Unreported, and

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/MEN/2009 TENTANG PENANGKAPAN IKAN DAN/ATAU PENGANGKUTAN IKAN DI LAUT LEPAS

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/MEN/2009 TENTANG PENANGKAPAN IKAN DAN/ATAU PENGANGKUTAN IKAN DI LAUT LEPAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/MEN/2009 TENTANG PENANGKAPAN IKAN DAN/ATAU PENGANGKUTAN IKAN DI LAUT LEPAS MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1. BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara maritim dengan luas wilayah laut

Lebih terperinci

MASALAH PERBATASAN NKRI

MASALAH PERBATASAN NKRI MASALAH PERBATASAN NKRI Disusun oleh: Nama : Muhammad Hasbi NIM : 11.02.7997 Kelompok Jurusan Dosen : A : D3 MI : Kalis Purwanto STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Jl. Ring Road Utara, Condong Catur Yogyakarta ABSTRAK

Lebih terperinci

SISTEMATIKA PEMAPARAN

SISTEMATIKA PEMAPARAN PENYELESAIAN BATAS MARITIM DENGAN NEGARA-NEGARA TETANGGA SEBAGAI SALAH SATU UPAYA MEMINIMALISIR KEGIATAN IUU FISHING I Surabaya 22 September 2014 Seminar Hukum Laut Nasional 2014 Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN LAPORAN PENELITIAN KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN Oleh: Drs. Simela Victor Muhamad, MSi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan investasi atau penanaman modal merupakan salah satu kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan investasi atau penanaman modal merupakan salah satu kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan investasi atau penanaman modal merupakan salah satu kegiatan pembangunan karena investasi dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Era

Lebih terperinci

VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN

VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN Voluntary National Review (VNR) untuk Tujuan 14 menyajikan indikator mengenai rencana tata ruang laut nasional, manajemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkelahi di laut dan saling bakar kapal-kapal penangkap ikannya. 1

BAB I PENDAHULUAN. berkelahi di laut dan saling bakar kapal-kapal penangkap ikannya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Laut sepanjang sejarah merupakan salah satu akses perdagangan dunia dimana lalu lintas kapal dari berbagai Negara. Sejak Zaman kerajaan Kerajaan Jawa hingga

Lebih terperinci

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN. Oleh : Ida Kurnia*

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN. Oleh : Ida Kurnia* PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN Oleh : Ida Kurnia* Abstrak KHL 1982 tentang Hukum Laut yang telah diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-Undang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut Arafura merupakan salah satu bagian dari perairan laut Indonesia yang terletak di wilayah timur Indonesia yang merupakan bagian dari paparan sahul yang dibatasi oleh

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.29/MEN/2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.29/MEN/2012 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.29/MEN/2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN PERIKANAN DI BIDANG PENANGKAPAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Berdasarkan data PBB pada tahun 2008, Indonesia memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 95.181 km, serta

Lebih terperinci

Gambar 2. Zona Batas Maritim [AUSLIG, 2004]

Gambar 2. Zona Batas Maritim [AUSLIG, 2004] ASPEK GEODETIK DALAM HUKUM LAUT (Studi Kasus : Batas Maritim Indonesia dengan Negara Tetangga) Oleh : Ratih Destarina I. PENDAHULUAN Indonesia adalah negara kepulauan yang berbatasan dengan sepuluh Negara

Lebih terperinci

2. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3647);

2. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3647); Lampiran 1 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2002 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL DAN PESAWAT UDARA ASING DALAM MELAKSANAKAN HAK LINTAS ALUR LAUT KEPULAUAN MELALUI ALUR LAUT KEPULAUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Peta Wilayah Spawing Ground dan Migrasi Tuna Sirip Biru (Anthony Cox, Matthew Stubbs and Luke Davies, 1999)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Peta Wilayah Spawing Ground dan Migrasi Tuna Sirip Biru (Anthony Cox, Matthew Stubbs and Luke Davies, 1999) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) di Samudera Hindia bagian selatan Jawa, Bali dan Nusa Tenggara memiliki arti strategis bagi industri perikanan, karena wilayah

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.legalitas.org PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2002 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL DAN PESAWAT UDARA ASING DALAM MELAKSANAKAN HAK LINTAS ALUR LAUT KEPULAUAN MELALUI ALUR LAUT

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI BATAS WILAYAH dan KEPULAUAN TERLUAR INDONESIA terhadap KEDAULATAN NKRI

IMPLEMENTASI BATAS WILAYAH dan KEPULAUAN TERLUAR INDONESIA terhadap KEDAULATAN NKRI IMPLEMENTASI BATAS WILAYAH dan KEPULAUAN TERLUAR INDONESIA terhadap KEDAULATAN NKRI Dr. Sri Handoyo dan Ir. Tri Patmasari, M.Si Pusat Pemetaan Batas Wilayah BAKOSURTANAL Disampaikan pada Dialog Publik

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.307, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Kapal Penangkap. Pengangkut. Ikan. Pemantau. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/PERMEN-KP/2013

Lebih terperinci

I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 5. A. TUJUAN AJAR: Dapat menjelaskan evolusi batas maritim nasional di Indonesia

I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 5. A. TUJUAN AJAR: Dapat menjelaskan evolusi batas maritim nasional di Indonesia I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 5 A. TUJUAN AJAR: Dapat menjelaskan evolusi batas maritim nasional di Indonesia B.POKOK BAHASAN/SUB POKOK BAHASAN: Konsep Negara kepulauan Evolusi

Lebih terperinci

BAB III JALUR ALUR LAUT KEPULAUAN INDONESIA (ALKI) dapat segera membuka jalur ALKI Timur Barat, atau jalur ALKI IV.

BAB III JALUR ALUR LAUT KEPULAUAN INDONESIA (ALKI) dapat segera membuka jalur ALKI Timur Barat, atau jalur ALKI IV. BAB III JALUR ALUR LAUT KEPULAUAN INDONESIA (ALKI) Bab ini akan membahas tentang jalur-jalur Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) yang telah diberlakukan atau telah dibuka. Mulai dari jalur ALKI I, ALKI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2002 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2002 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL ASING DALAM MELAKSANAKAN LINTAS DAMAI MELALUI PERAIRAN INDONESIA Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a.

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.10, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA AGREEMENT. Pengesahan. RI - Republik Singapura. Timur Selat Singapura. Wilayah. Laut. Garis Batas. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1996 WILAYAH. KEPULAUAN. PERAIRAN. Wawasan Nusantara (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Setelah Mahkamah Hukum Internasional menjatuhkan putusan kepemilikan pulau Sipadan dan Ligitan kepada Malaysia pada tanggal 17 Desember 2002, Indonesia memasuki suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan industri bioteknologi kelautan merupakan asset yang sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia,

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamb

2017, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamb No.580, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. Pengamanan Perbatasan. Pengerahan Tentara Nasional Indonesia. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGERAHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK SINGAPURA TENTANG PENETAPAN GARIS BATAS LAUT WILAYAH KEDUA NEGARA DI BAGIAN

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal. Fishing (IUUF) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia.

BAB V PENUTUP. 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal. Fishing (IUUF) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia. 161 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Menjawab rumusan masalah dalam Penulisan Hukum ini, Penulis memiliki kesimpulan sebagi berikut : 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal Asing yang Melakukan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2002 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL ASING DALAM MELAKSANAKAN LINTAS DAMAI MELALUI PERAIRAN INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Garis pantainya mencapai kilometer persegi. 1 Dua pertiga wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Garis pantainya mencapai kilometer persegi. 1 Dua pertiga wilayah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim terbesar ketiga di dunia yang memiliki luas laut mencapai 7.827.087 km 2 dengan jumlah pulau sekitar 17.504 pulau. Garis pantainya

Lebih terperinci

BAGANISASI DI PERAIRAN PULAU SEBATIK DALAM MENGATASI ILLEGAL FISHING ( Baganisasi in the Sebatik Island Waters on Combating Illegal Fishing)

BAGANISASI DI PERAIRAN PULAU SEBATIK DALAM MENGATASI ILLEGAL FISHING ( Baganisasi in the Sebatik Island Waters on Combating Illegal Fishing) BULETIN PSP ISSN: 0251-286X Volume 20 No. 2 Edisi April 2012 Hal 205-211 BAGANISASI DI PERAIRAN PULAU SEBATIK DALAM MENGATASI ILLEGAL FISHING ( Baganisasi in the Sebatik Island Waters on Combating Illegal

Lebih terperinci

RENCANA AKSI KEBIJAKAN KELAUTAN INDONESIA

RENCANA AKSI KEBIJAKAN KELAUTAN INDONESIA Lampiran Surat Nomor: Tanggal: PENANGGUNGJAWAB: KEMENTERIAN LUAR NEGERI RENCANA AKSI KEBIJAKAN KELAUTAN INDONESIA 2016 2019 NO. A. BATAS MARITIM, RUANG LAUT, DAN DIPLOMASI MARITIM A.1 PERUNDINGAN DAN PENYELESAIAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 37 TAHUN 2002 (37/2002) TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL DAN PESAWAT UDARA ASING DALAM MELAKSANAKAN HAK LINTAS ALUR LAUT KEPULAUAN MELALUI ALUR LAUT KEPULAUAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA Kementerian Kelautan dan Perikanan 2017 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan dilakukannya penelitian, batasan masalah dalam penelitian, serta pada bagian akhir sub bab juga terdapat sistematika penulisan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2010 TENTANG TUNJANGAN OPERASI PENGAMANAN BAGI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2010 TENTANG TUNJANGAN OPERASI PENGAMANAN BAGI PERATURAN PRESIDEN NOMOR 49 TAHUN 2010 TENTANG TUNJANGAN OPERASI PENGAMANAN BAGI PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA DAN PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG BERTUGAS DALAM OPERASI PENGAMANAN PADA PULAU-PULAU KECIL

Lebih terperinci

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL ASING DALAM MELAKSANAKAN LINTAS DAMAI MELALUI PERAIRAN INDONESIA.

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL ASING DALAM MELAKSANAKAN LINTAS DAMAI MELALUI PERAIRAN INDONESIA. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 36 TAHUN 2002 (36/2002) TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL ASING DALAM MELAKSANAKAN LINTAS DAMAI MELALUI PERAIRAN INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

2 Indonesia Tahun 1996 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3647); 3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lemb

2 Indonesia Tahun 1996 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3647); 3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lemb No.1618, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN KKP. Penangkapan. Ikan. Log Book. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48/PERMEN-KP/2014 TENTANG LOG BOOK PENANGKAPAN

Lebih terperinci

PREDIKSI HASIL TANGKAP IKAN PELAGIS BESAR DI INDONESIA MENGGUNAKAN RANTAI MARKOV. Firdaniza 1), Nurul Gusriani 2)

PREDIKSI HASIL TANGKAP IKAN PELAGIS BESAR DI INDONESIA MENGGUNAKAN RANTAI MARKOV. Firdaniza 1), Nurul Gusriani 2) PREDIKSI HASIL TANGKAP IKAN PELAGIS BESAR DI INDONESIA MENGGUNAKAN RANTAI MARKOV Firdaniza 1), Nurul Gusriani 2) 1,2) Departemen Matematika FMIPA Universitas Padjadjaran, Jalan Raya Bandung-Sumedang Km.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, 1 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39/PERMEN-KP/2016 TENTANG TATA CARA PEMULANGAN NELAYAN INDONESIA YANG DITANGKAP DI LUAR NEGERI KARENA MELAKUKAN PENANGKAPAN IKAN DI NEGARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perubahan arah kebijakan pembangunan dari yang berbasis pada sumber daya terestrial ke arah sumber daya berbasis kelautan merupakan tuntutan yang tidak dapat dielakkan. Hal ini dipicu

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.668,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.12/MEN/2012 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP DI LAUT LEPAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PUSAT KAJIAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL LAN (2006) 1

PUSAT KAJIAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL LAN (2006) 1 ABSTRAK KAJIAN KERJASAMA ANTARA PEMERINTAH INDONESIA, MALAYSIA DAN SINGAPURA DALAM MENANGANI MASALAH KEAMANAN DI SELAT MALAKA Selat Malaka merupakan jalur pelayaran yang masuk dalam wilayah teritorial

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kewenangan dalam rangka menetapkan ketentuan yang berkaitan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. kewenangan dalam rangka menetapkan ketentuan yang berkaitan dengan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan panjang garis pantai yang mencapai 95.181 km 2, yang menempatkan Indonesia berada diurutan keempat setelah Rusia,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 /KEPMEN-KP/2013 TENTANG PROGRAM LEGISLASI KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

Perkembangan Hukum Laut dan Wilayah Perairan Indonesia

Perkembangan Hukum Laut dan Wilayah Perairan Indonesia Modul 1 Perkembangan Hukum Laut dan Wilayah Perairan Indonesia Dr. Budi Sulistiyo M PENDAHULUAN odul 1 ini berisi penjelasan tentang perkembangan hukum laut dan wilayah perairan Indonesia, wilayah laut

Lebih terperinci

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 7 HARI KEDEPAN

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 7 HARI KEDEPAN BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Jl Angkasa 1 No.2 Kemayoran, Jakarta 10720 Telp. 021-6546318 Fax. 021-6546314 / 6546315 Email : kontak.maritim@bmkg.go.id PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 7

Lebih terperinci

PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terbentang memanjang dari Sabang hingga Merauke dan dari Pulau Miangas di ujung Sulawesi Utara sampai ke Pulau Dana di selatan

Lebih terperinci

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 13 Agustus 2016 s/d 17 Agustus 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 13 Agustus 2016 s/d 17 Agustus 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 13 Agustus 2016 s/d 17 Agustus 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Jakarta, 13 Agustus 2016 Sabtu, 13 Agustus 2016 Teluk Thailand, Laut Cina

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1388, 2015 ANRI. Arsip Terjaga. Pengelolaan. Pencabutan. PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN ARSIP TERJAGA DENGAN

Lebih terperinci

MENEGOSIASIKAN BATAS WILAYAH MARITIM INDONESIA DALAM BINGKAI NEGARA KEPULAUAN

MENEGOSIASIKAN BATAS WILAYAH MARITIM INDONESIA DALAM BINGKAI NEGARA KEPULAUAN TINJAUAN BUKU MENEGOSIASIKAN BATAS WILAYAH MARITIM INDONESIA DALAM BINGKAI NEGARA KEPULAUAN Vivian Louis Forbes. 2014. Indonesia s Delimited Maritime Boundaries. Heidelberg: Springer. xvii + 266 hlm. Sandy

Lebih terperinci

STRATEGI PENANGGULANGAN IUU FISHING (ILLEGAL, UNREPORTED, UNREGULATED FISHING) MELALUI PENDEKATAN EKONOMI (STUDI KASUS DI PERAIRAN LAUT ARAFURA)

STRATEGI PENANGGULANGAN IUU FISHING (ILLEGAL, UNREPORTED, UNREGULATED FISHING) MELALUI PENDEKATAN EKONOMI (STUDI KASUS DI PERAIRAN LAUT ARAFURA) 2005 Dedy H Sutisna 18 February 2005 Makalah Pribadi Falsafah Sains (PPS 702) Sekolah Pasca Sarjana / S3, Program TKL-Khusus Institut Pertanian Bogor Februari 2005 Dosen: Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN TERAKHIR BATAS MARITIM INDONESIA DENGAN NEGARA TETANGGA

PERKEMBANGAN TERAKHIR BATAS MARITIM INDONESIA DENGAN NEGARA TETANGGA PERKEMBANGAN TERAKHIR BATAS MARITIM INDONESIA DENGAN NEGARA TETANGGA Tri Patmasari, Eko Artanto dan Astrit Rimayanti Pusat Pemetaan Batas Wilayah - Badan Informasi Geospasial Jl. Raya Jakarta Bogor KM

Lebih terperinci

BAB 3 PROSES REALISASI PENETAPAN BATAS LAUT (ZONA EKONOMI EKSKLUSIF) INDONESIA DAN PALAU DI SAMUDERA PASIFIK

BAB 3 PROSES REALISASI PENETAPAN BATAS LAUT (ZONA EKONOMI EKSKLUSIF) INDONESIA DAN PALAU DI SAMUDERA PASIFIK BAB 3 PROSES REALISASI PENETAPAN BATAS LAUT (ZONA EKONOMI EKSKLUSIF) INDONESIA DAN PALAU DI SAMUDERA PASIFIK Batasan masalah dalam tugas akhir ini adalah penetapan batas laut yang lebih tepatnya Zona Ekonomi

Lebih terperinci

PUSANEV_BPHN. Prof. Dr. Suhaidi,SH,MH

PUSANEV_BPHN. Prof. Dr. Suhaidi,SH,MH Prof. Dr. Suhaidi,SH,MH Disampaikan pada Diskusi Publik Analisis dan Evaluasi Hukum Dalam Rangka Penguatan Sistem Pertahanan Negara Medan, 12 Mei 2016 PASAL 1 BUTIR 2 UU NO 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN

Lebih terperinci

Oleh Ir. SAID ASSAGAFF Gubernur Maluku

Oleh Ir. SAID ASSAGAFF Gubernur Maluku Oleh Ir. SAID ASSAGAFF Gubernur Maluku Disampaikan pada : Rapat Monev Gerakan Nasional Penyelamatan Sumberdaya Alam Indonesia Sektor Kelautan Untuk Provinsi Maluku, Papua dan Papua Barat Ambon, 12 Mei

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 45/MEN/2011

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 45/MEN/2011 KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 45/MEN/2011 TENTANG ESTIMASI POTENSI SUMBER DAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci