HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN DENGAN RIWAYAT PENYAKIT KRONIS DI RUANG BOUGENVILE RSUD CIAMIS 2016

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN DENGAN RIWAYAT PENYAKIT KRONIS DI RUANG BOUGENVILE RSUD CIAMIS 2016"

Transkripsi

1 HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN DENGAN RIWAYAT PENYAKIT KRONIS DI RUANG BOUGENVILE RSUD CIAMIS 2016 PROPOSAL SKRIPSI Diajukan Untuk Melakukan Penelitian Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan Pada Program Studi S1 Keperawatan Oleh : YESI FUZI SUSANTI NIM.12SP PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS 2016

2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan salah satu bentuk sarana kesehatan, baik diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat, yang berfungsi untuk melakukan upaya kesehatan dasar atau kesehatan rujukan dan upaya kesehatan penunjang. Rumah sakit dalam menjalankan fungsinya diharapkan senantiasa memperhatikan fungsi sosial dalam memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat. Keberhasilan rumah sakit dalam menjalankan fungsinya ditandai dengan adanya mutu pelayanan prima rumah sakit. Mutu pelayanan prima rumah sakit sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya yang paling dominan adalah sumber daya manusia (Depkes, 2012). Sumber daya manusia dalam pelayanan kesehatan rumah sakit diantaranya tenaga perawat, hal ini di sebabkan profesi perawat memilikii proforsi yang relative besar, yaitu lebih dari 60% dari seluruh Sumber Daya Manusia (SDM) Rumah Sakit (Nursalam, 2011). Komunikasi merupakan cara untuk membina hubungan yang terapetik, dalam proses komnunikasi terjadi penyampaian informasi dan pertukaran perasaan serta pikiran, komunikasi yang di gunakan adalah komunikasi terapeutik (Dyijayanti, 2011). Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi personal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antar perawat dengan pasien (Arwani, 2009). 1

3 2 Kecemasan tersebut dimanifestasikan secara langsung melalui perubahan fisiologis seperti (gemetar, berkeringat, detak jantung meningkat, nyeri abdomen, sesak nafas) dan perubahan perilaku seperti (gelisah, bicara cepat, reaksi terkejut) dan secara tidak langsung melalui timbulnya gejala sebagai upaya untuk melawan kecemasan (Stuart & Laria, 2005). Untuk mengatasi kecemasan ini diantaranya melazimkan membaca doa, sebagaimana Nabi Shallallahu A laihi Wassallam pernah mewasiatkan kepada seseorang, beliau bersabda: Apabila kamu hendak tidur dan merasa cemas ataupun gelisah, maka ucapkanlah : Artinya : wahai Allah aku berlindung kepadamu dari resah dan gelisah, dari sedsih dan derita, dari kelemahan dan kemalasan, dari sifat pelit dan pengecut, dan dari lilitan hutang dan dari orang yang lalim (H.R Imam Bukhari). Al-Qur an sudah mendahului ilmu kedokteran modern dalam memberikan perhatian untuk mengarahkan manusia supaya mengontrol dan menguasai emosi mereka, ujar Ahmad Husain Ali Salim. Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, maka ada ayat alqur an surat Al Imran ayat 160 mengatakan :

4 3 Artinya : jika Allah menolong kamu, maka tidak ada yang dapat mengalahkanmu, tetapi jika Allah membiarkanmu maka siapa yang dapat menolongmu setelah itu? karena itu hendaklah kepada Allah saja orangorang mukmin bertawakal. Berdasarkan survey yang dilakukan di Queens, Nassau dan Suffolk Newyork, AS pada pengalaman pasien di rumah sakit perawat yang selalu berperilaku dengan sopan dan berkomunikasi dengan baik dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Pada tahun 2005 perawat yang berperilaku sopan dan berkomunikasi baik menunjukkan 81%, mendengarkan keluhan pasien sebayak 71% dan selalu menjelaskan sesuatu dengan cara mereka sendiri sebanyak 72% sedangkan pada tahun 2006 perawat yang berperilaku sopan dan berkomunikasi dengan baik menjadi 77%, mendengarkan keluhan pasien menjadi 66%. Selalu menjelaskan sesuatu dengan cara sendiri menjadi 65% (Heffernan, 2007). Pada tahun 2006 dilakukan penelitian oleh Hafferna dari Depatemen Kesehatan di Rumah Sakit yang terletak di Queens, Nassau Dan Suffolk New York, AS terhadap perawat dengan metode penelitian deskripitf korelasional dan diperoleh hasil r hitung adalah 0,88 (n = 1119) dengan P<0,01 berarti ada hubungan signifikan antara komunikasi dengan kecemasan semakin tinggi. Menurut laporan data sensus Nasional 2013 pelayanan kesehatan untuk rawat inap yang banyak dimanfaatkan adalah rumah sakit pemerintah (37,1%) dan rumah sakit swasta (34,3%) sisanya adalah rumah sakit bersalin dan puskesmas, sedangkan untuk pelayanan komunikasi terapeutik disimpulkan bahwa ketidakpuasan dari pelayanan komunikasi terapeutik dirawat inap semakin meningkat. Dirumah sakit secara umum lebih rendah di

5 4 bandingkan dengan rumah sakit swasta karena masih tingginya kasus pulang paksa (Depkes, 2013 ). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mulyani tahun 2014 tentang Hubungan komnunikasi Terapeutik dengan Tingkat Kecemasan Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang menunjukkan yang mengalami kecemasan ringan (52,5%) dan kecemasan sedang (47,5%) dari 40 pasien klien rawat inap. Penelitian ini dilakukan kepada pasien dengan riwayat penyakit kronik yang mengalami kecemasan ringan (22,4%), kecemasan sedang (37,9%), kecemasan berat (13,8%) dan kecemasan berat sekali (3,5%). Berdasarkan hasil penelitian tersebut yang mempunyai penyakit kronik yang diantaranya adalah diabetes miletus, tb paru perlu diberikan support dan motivasi sebagai upaya mengurangi kecemasan. Berdasarkan hasil studi pendahuluan di Ruang Bougenvile Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis pada bulan Juni 2016 kepada 10 pasien dengan riwayat penyakit kronis. Sebanyak 8 orang ditemukan keluhan dari pasien mengenai keramahan perawat dalam berkomunikasi dengan pasien. Perawat belum melakukan komunikasi secara optimal sehingga informasi yang diterima pasien kurang lengkap sehingga menimbulkan kecemasan yang dialami pasien selama menjalani perawatan di rumah sakit. Pasien berharap perawat dapat melaksanakan komunikasi terapeutik dengan baik sesuai prosedur sehingga pasien merasa nyaman dan tidak cemas pada saat dirawat di rumah sakit terutama dalam berkomunikasi untuk memberikan asuhan keperawatan. Apabila dalam rumah sakit tidak menjalankan komunikasi terapeutik dengan baik mengakibatkan kecemasan

6 5 pasien meningkat. Berdasarkan hasil data (Rekam Medik, ) RSUD Ciamis menunjukkan angka pasien dengan riwayat penyakit kronis pada tahun 2014 sebanyak 612 pasien dan pada tahun 2015 jumlah angka pasien dengan riwayat penyakit kronik sebanyak 540 pasien. Dari penjelasan di atas peneliti ingin meneliti lebih lanjut tentang Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Tingkat Kecemasan Pasien Dengan Riwayat Penyakit Kronis Di Ruang Bougenvile RSUD Ciamis. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan kecemasan pasien dengan riwayat penyakit kronis merupakan masalah yang cukup kompleks bagi pasien. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan antara komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan pasien dengan riwayat penyakit kronis di RSUD Ciamis? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan antara komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan pasien dengan riwayat penyakit kronis di RSUD Ciamis. 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi komunikasi terapetik perawat pada pasien pasien dengan riwayat penyakit kronis di Ruang Bougenvile RSUD Ciamis.

7 6 b. Mengidentifikasi tingkat kecemasan pada pasien pasien dengan riwayat penyakit kronis di Ruang Bougenvile RSUD Ciamis. c. Menganalisis hubungan antara komunikasi terapetik pada pasien pasien dengan riwayat penyakit kronis di Ruang Bougenvile RSUD Ciamis. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengembangan keilmuan dalam bidang keperawatan khususnya dalam komunikasi terapetik pasien dengan riwayat penyakit kronis. 2. Manfaat Praktis a. Institusi Rumah sakit Sebagai bahan masukan dan evaluasi dalam meningkatkan pelayanan keperawatan mengenai penggunaan komunikasi terapetik bagi pasien yang akan menghadapi tindakan pasien dengan riwayat penyakit kronis. b. Institusi Pendidikan Sebagai pengembang ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang keperawatan, tentang komunikasi terapeutik tindakan pasien dengan riwayat penyakit kronis Perawat Sebagai informasi dan masukan dalam peningkatan melaksanakan tentang pentingnya komunikasi terapeutik sebelum melakukan tindakan keperawatan pada pasien dengan riwayat penyakit kronis.

8 7 c. Bagi Peneliti Lain Sebagai referensi dalam melaksanakan penelitian lebih lanjut terkait kecemasan pasien dengan riwayat penyakit kronis.

9 8 E. Keaslian Penelitian Tabel 1.1 Keaslian Penelitian Nama Peneliti Edi Soesanto, (2008) Sri Mulyani, Ira Paramastri, (2008) Judul Peneltian Hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan kecemasan pasien gangguan kardiovaskuler yang pertama kali di rawat di intensive coronary care unit RSU Tugurejo Semarang Komunikasi dan hubungan terapeutik perawatklien terhadap kecemasan pra bedah mayor. Metode Penelitian Desain penelitian yang di gunakan adalah correlation study, dengan rancangan penelitian cross sectional Desain penelitian yang di gunakan adalah kuasi eksperimen, dengan rancangan penelitian pre test and post test with control group design. Hasil Penelitian Hasil penelitian menunjukan sebagian besar (76,9%) pasien gangguan kardiovaskuler yang pertama kali di rawat di ICCU mengalami kecemasan yang di alami bervariasi. Bila di rinci llagi sebagian besar (41,0 %) mengalami kecemasan ringan, sebagian besar perawat (82,1%) melaksnakan komunikasi terapeutik. Ada perbedaan yang signifikan sebelum dan sesudah yang di lakukan komunikasi terapeutik (pemberian inormasi pra bedah) terhadap tingakat kecemasan pada pasien pra bedah mayor. Perbedaan hasil tersebut di tandai dengan adanya penurunan tingkat kecemasan setelah dilakukan komunikasi terapeutik pada pasien pra bedah mayor fraktur femur di RSUI Kustati Surakarta.

10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Komunikasi Terapeutik a. Definisi Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang direncanakan secara sadar, tujuan dan kegiatannya difokuskan untuk kesembuhan klien (Ina & Wahyu, 2010). Komunikasi terapeutik memberikan pengertian antara perawat dan klien dengan tujuan membantu klien memperjelas dan mengurangi beban pikiran serta diharapkan dapat menghilangkan kecemasan (Mulyani, 2008). b. Manfaat Komunikasi Terapeutik Manfaat komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien, mengidentifikasi dan mengungkap perasaan serta mengkaji masalah dan juga mengevaluasi tindakan yang dilakukan perawat, memberikan pengertian tingkah laku pasien dan membantu pasien mengatasi masalah yang dihadapi, dan mencegah tindakan yang negatif terhadap pertahanan diri pasien (Indrawati, 2003). c. Tujuan Komunikasi Terapeutik Tujuan komunikasi terapeutik adalah untuk membantu pasien yaitu mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat 9

11 10 mengambil tindakan yang efektif untuk pasien, membantu mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan diri sendiri (Indrawati, 2003). Tujuan komunikasi terapeutik adalah untuk perkembangan klien (Stuart & Sundeen) : 1) Kesadaran diri, penerimaan diri, penghargaan diri yang meningkat. 2) Identitas diri jelas, peningkatan integritas diri 3) Membina hubungan interpersonal yang intim, interdependen, memberi dan menerima dengan kasih saying. 4) Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk mencapai tujuan yang realistis. d. Jenis Komunikasi Terapeutik Jenis komunikasi terdiri dari verbal dan non verbal yang dimanifestasikan secara terapeutik (Mubarak, 2009) : 1) Komunikasi verbal Komunikasi yang menggunakan kata-kata mencakup komunikasi bahasa terbanyak dan terpenting yang digunakan dalam berkomunikasi. Hal ini disebabkan karena bahasa dapat mewakili kenyataan kongkrit. Keuntungan komunikasi verbal dalam tatap muka yaitu memungkinkan tiap individu untuk berespon secara langsung. Komunikasi verbal yang efektif harus: a) Jelas dan ringkas Komunikasi yang efektif harus sederhana, pendek

12 11 dan langsung. Penerimaan pesan perlu mengetahui apa, mengapa, bagaimana, kapan, siapa dan dimana. Ringkas dengan menggunakan kata-kata yang mengekspresikan ide secara sederhana. b) Perbendaharaan kata (mudah dipahami) Komunikasi tidak akan berhasil, jika pengirim pesan tidak mampu menerjemahkan kata dan ucapan. Banyak istilah teknis yang digunakan dalam keperawatan dan kedokteran, dan jika ini digunakan oleh perawat, klien dapat menjadi bingung dan tidak mampu mengikuti petunjuk atau mempelajari informasi penting. c) Arti denotatif dan konotatif Arti denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap kata yang digunakan, sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan atau ide yang terdapat dalam suatu kata. Kata serius dipahami klien sebagai suatu kondisi mendekati kematian, tetapi perawat akan menggunakan kata kritis untuk menjelaskan keadaan yang mendekati kematian. d) Selaan dan kesempatan berbicara Kecepatan dan tempo bicara yang tepat turut menentukan keberhasilan komunikasi verbal. Selaan yang lama dan pengalihan yang cepat pada pokok pembicaraan lain mungkin akan menimbulkan kesan bahwa perawat sedang menyembunyikan sesuatu terhadap klien.

13 12 Perawat sebaiknya tidak berbicara dengan cepat sehingga kata-kata tidak jelas. Selaan perlu digunakan untuk menekankan pada hal tertentu, memberi waktu kepada pendengar untuk mendengarkan dan memahami arti kata. Selaan yang tepat dapat dilakukan dengan memikirkan apa yang akan dikatakan sebelum mengucapkannya, menyimak isyarat non verbal dari pendengar yang mungkin menunjukkan. Perawat juga bisa menanyakan kepada pendengar jika ia berbicara terlalu lambat atau terlalu cepat dan apakah perlu untuk diulang?. e) Waktu dan relevansi Waktu yang tepat sangat penting untuk menangkap pesan. Bila klien sedang menangis kesakitan, tidak waktunya untuk menjelaskan resiko operasi. Kendatipun pesan diucapkan secara jelas dan singkat, tetapi waktu tidak tepat dapat menghalangi penerimaan pesan secara akurat. Oleh karena itu, perawat harus peka terhadap ketepatan waktu untuk berkomunikasi. Begitu pula komunikasi verbal akan lebih bermakna jika pesan yang disampaikan berkaitan dengan minat dan kebutuhan klien. f) Humor Sullivan dan Deane (1988) dalam Mubarak (2009) melaporkan bahwa humor merangsang produksi catecholamines dan hormon yang menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit,

14 13 mengurangi ansietas, memfasilitasi relaksasi pernafasan dan menggunakan humor untuk menutupi rasa takut dan tidak enak atau menutupi ketidakmampuannya untuk berkomunikasi dengan klien. 2) Komunikasi non verbal Komunikasi non verbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan kata kata. Merupakan cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Perawat perlu menyadari pesan verbal dan non verbal yang disampaikan klien mulai dari saat pengkajian sampai evaluasi asuhan keperawatan, karena isyarat non verbal menambah arti terhadap pesan verbal. Perawat yang mendeteksi suatu kondisi dan menentukan kebutuhan asuhan keperawatan. Komunikasi non verbal teramati pada: a) Metakomunikasi Komunikasi tidak hanya tergantung pada pesan tetapi juga pada hubungan antara pembicara dengan lawan bicaranya. Metakomunikasi adalah suatu komentar terhadap isi pembicaraan dan sifat hubungan antara yang berbicara, yaitu pesan di dalam pesan yang menyampaikan sikap dan perasaan pengirim terhadap pendengar. b) Penampilan personal Penampilan seseorang merupakan salah satu hal pertama yang diperhatikan selama komunikasi

15 14 interpersonal. Kesan pertama timbul dalam 20 detik sampai 4 menit pertama. Delapan puluh empat persen dari kesan terhadap seseorang berdasarkan penampilannya. Bentuk fisik, cara berpakaian dan berhias menunjukkan kepribadian, status sosial, pekerjaan, agama, budaya dan konsep diri. Walaupun penampilan tidak sepenuhnya mencerminkan kemampuan perawat, tetapi mungkin akan lebih sulit bagi perawat untuk membina rasa percaya terhadap klien jika perawat tidak memenuhi citra klien. c) Intonasi (nada suara) Nada suara pembicara mempunyai dampak yang besar terhadaparti pesan yang dikirimkan, karena emosi seseorang dapat secara langsung mempengaruhi nada suaranya. Perawat harus menyadari emosinya ketika sedang berinteraksi dengan klien, karena maksud untuk menyamakan rasa tertarik yang tulus terhadap klien dapat terhalangi oleh nada suara perawat. d) Ekspresi wajah Hasil suatu penelitian menunjukkan enam keadaan emosi utama yang tampak melalui ekspresi wajah: terkejut, takut, marah, jijik, bahagia dan sedih. Ekspresi wajah sering digunakan sebagai dasar penting dalam menentukan pendapat interpesonal. Kontak mata sangat penting dalam komunikasi interpersonal. Orang yang mempertahankan kontak mata selama pembicaraan

16 15 diekspresikan sebagai orang yang dapat dipercaya, dan memungkinkan untuk menjadi pengamat yang baik. Perawat sebaiknya tidak memandang ke bawah ketika sedang berbicara dengan klien, oleh karena itu ketika berbicara sebaiknya duduk sehingga perawat tidak tanpak dominan jika kontak mata dengan klien dilakukan dalam keadaan sejajar. e) Sikap tubuh dan langkah Sikap tubuh dan langkah menggambarkan sikap, emosi, konsep diri dan keadaan fisik. Perawat dapat mengumpulkan informasi yang bermanfaat dengan mengamati sikap tubuh dan langkah klien. Langkah dapat dipengaruhi oleh faktor fisik seperti rasa sakit. f) Sentuhan Kasih sayang, dukungan emosional, dan perhatian disampaikan melalui sentuhan. Sentuhan merupakan bagian yang penting dalam hubungan perawat dan klien, namun harus memperhatikan norma sosial. Perlu disadari bahwa keadaan sakit membuat klien tergantung kepada perawat untuk melakukan kontak interpersonal sehingga sulit untuk menghindarkan sentuhan. e. Ciri Komunikasi Terapeutik Ada tiga hal mendasar yang memberi ciri-ciri komunikasi terapeutik (Arwani, 2003) :

17 16 1) Keikhlasan (genuiness) Perawat harus menyadari tentang nilai, sikap dan perasaan yang dimiliki terhadap keadaan klien. Perawat yang mampu menunjukkan rasa ikhlasnya mempunyai kesadaran mengenai sikap yang dipunyai terhadap pasien sehingga mampu belajar untuk mengkomunikasikan secara tepat. 2) Empati (emphaty) Empati merupakan perasaan pemahaman dan penerimaan perawat terhadap perasaan yang dialami klien dan kemampuan merasakan dunia pribadi pada klien. Empati merupakan sesuatu yang jujur, sensitif dan tidak dibuat-buat (objektif) didasarkan atas apa yang dialami orang lain. Empati cenderung bergantung pada kesamaan pengalaman di antara orang yang terlibat komunikasi. 3) Kehangatan (warmth) Dengan kehangatan, perawat akan mendorong klien untuk mengekspresikan ide-ide dan menuangkannya dalam bentuk perbuatan tanpa rasa takut dimaki atau dikonfrontasi. Suasana yang hangat, permisif, dan tanpa adanya ancaman menunjukkan adanya rasa penerimaan perawat terhadap pasien. Sehingga pasien akan mengekspresikan perasaannya secara lebih mendalam. f. Prinsip komunikasi terapeutik Prinsip komunikasi terapeutik menurut Carl Rogers : 1) Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti

18 17 menghayati, memahami dirinya sendiri serta nilai yang dianut. 2) Komunikasi harus ditandai dengan sikap menerima, saling percaya dan saling menghargai. 3) Perawat harus memahami, menghayati nilai yang dianut oleh pasien. 4) Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun mental. 5) Perawat harus dapat menciptakan suasana yang memungkinkan pasien bebas berkembang tanpa rasa takut. 6) Perawat harus dapat menciptakan suasana yang memungkinkan pasien memiliki motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap maupun tingkah lakunya sehingga tumbuh makin matang dan dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. 7) Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan maupun frustasi. 8) Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan konsistensinya. 9) Memahami betul arti simpati sebagai tindakan yang terapeutik dan sebaliknya simpati bukan tindakan yang terapeutik. 10) Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan terapeutik. 11) Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan dan meyakinkan orang lain tentang kesehatan. Oleh karena itu,

19 18 perawat perlu mempertahankan suatu keadaan sehat fisik mental, spiritual dan gaya hidup. 12) Disarankan untuk mengekspresikan perasaan yang dianggap mengganggu. 13) Mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain secara manusiawi. 14) Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin mengambil keputusan berasarkan prinsip kesejahteraan manusia. 15) Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap diri sendiri atau tindakan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap orang lain. g. Tahapan komunikasi terapeutik Tahapan dalam komunikasi terapeutik adalah (Damayanti, 2008) : 1) Fase pre interaksi Pre interaksi dimulai sebelum kontrak pertama dengan klien. Perawat mengumpulkan data tentang klien, mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan diri dan membuat rencana pertemuan dengan klien. 2) Fase orientasi Pada tahap orientasi, perawat dapat mengucapkan salam saat menemui pasien, memperkenalkan dirinya, membuat kontrak awal dengan pasien, menanyakan kabar pasien, menunjukan sikap siap membantu dan tidak memaksa

20 19 pasien untuk bercerita keadaannya pada perawat. 3) Kerja Pada fase kerja perawat menggunakan komunikasi dua arah, menanggapi keluhan pasien dengan serius, bersikap jujur kepada pasien, menepati janji yang telah diberikan, menciptakan suasana lingkungan yang nyaman sehingga mendukung terjadinya komunikasi yang efektif, mengulang pertanyaan dengan lebih jelas jika pasien belum mengerti tentang pertanyaan yang disampaikan perawat, jangan mendesak pasien untuk segera menjawab pertanyaan yang diajukan, jangan memotong di tengah-tengah pembicaraan pasien, dan jangan membandingkan dengan pasien lain. 4) Fase terminasi Perawat dapat mengucapkan salam perpisahan, membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya, memberikan pendidikan kesehatan, mengevaluasi respon pasien terhadap komunikasi yang telah disampaikan dan meninggalkan petunjuk cara menghubungi perawat. 2. Kecemasan a. Definisi kecemasan Kecemasan adalah gangguan alam perasaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai kenyataan, kepribadian masih tetap utuh atau tidak mengalami keretakan kepribaadian normal (Hawari, 2008).

21 20 Kecemasan adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami perasaan gelisah dan aktivasi sistem saraf autonom dalam merespon ancaman yang tidak jelas. Kecemasan akibat terpejan pada peristiwa traumatik yang dialami individu yang mengalami, menyaksikan atau menghadapi satu atau beberapa peristiwa yang melibatkan kematian aktual atau ancaman kematian atau cidera serius atau ancaman fisik diri sendiri (Doenges, 2006). b. Tahapan Kecemasan Kecemasan diidentifikasikan menjadi 4 tingkat yaitu, ringan, sedang, berat dan panik. Semakin tinggi tingkat kecemasan individu maka akan mempengaruhi kondisi fisik dan psikis. Kecemasan berbeda dengan rasa takut, yang merupakan penilaian intelektual terhadap bahaya. Kecemasan merupakan masalah psikiatri yang paling sering terjadi, tahapan tingkat kecemasan akan dijelaskan sebagai berikut (Stuart, 2007) : 1) Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan persepsi. 2) Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah. 3) Kecemasan berat sangat mengurangi persepsi seseorang yang cenderung memusatkan pada sesuatu yang terinci, spesifik dan tidak dapat berpikir tentang hal lain.

22 21 4) Tingkat panik (sangat berat) berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror. Karena mengalami kehilangan kendali, orang yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. c. Manifestasi kecemasan National Health Committee (1998) dalam Wangmuba (2009), menyebutkan beberapa manifestasi kecemasan secara umum yang dapat muncul berupa : 1) Respons fisik seperti sulit tidur, dada berdebar-debar, tubuh berkeringat meskipun tidak gerah, tubuh panas atau dingin, sakit kepala, otot tegang atau kaku, sakit perut atau sembelit, terengah- engah atau sesak nafas. 2) Respons perasaan seperti merasa diri berada dalam khayalan, derealization, merasa tidak berdaya dan ketakutan pada sesuatu yang akan terjadi. 3) Respons pikiran seperti mengira hal yang paling buruk akan terjadi dan sering memikirkan bahaya. 4) Respons tingkah laku seperti menjauhi situasi yang menakutkan, mudah terkejut, hyperventilation dan mengurangi rutinitas. d. Faktor-faktor yang mempengaruhi respon kecemasan. 1) Faktor Presipitasi Ada dua faktor presipitasi yangmempengaruhi kecemasan menurut Stuart (2007) dan Tomb (2004), yaitu : a) Faktor eksternal

23 22 (1) Ancaman integritas fisik, meliputi ketidakmampuan fisiologis atau gangguan terhadap terhadap kebutuhan dasar (penyakit, trauma fisik, pembedahan yang akan dilakukan). (2) Ancaman sistem diri antara lain : ancaman terhadap identitas diri, harga diri, dan hubungan interpersonal, kehilangan serta perubahan status atau peran. b) Faktor internal (1) Potensi stressor Stressor psikososial merupakan setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang sehingga orang itu terpaksa mengadakan adaptasi. (2) Maturitas Individu yang memiliki kematangan kepribadian lebih sukar mengalami gangguan akibat kecemasan, karena individu yang matur mempunyai daya adaptasi yang lebih besar terhadap kecemasan. (3) Pendidikan dan status ekonomi Tingkat pendidikan dan status ekonomi yang rendah akan menyebabkan orang tersebut mudah mengalami kecemasan. Tingkat pendidikan seseorang atau individu akan berpengaruh terhadap kemampuan berpikir, semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin mudah berpikir rasional dan

24 23 menangkap informasi baru termasuk dalam menguraikan masalah yang baru. (4) Keadaan fisik Seorang yang akan mengalami gangguan fisik seperti cidera, operasi akan mudah mengalami kelelahan fisik sehingga lebih mudah mengalami kecemasan, di samping itu orang yang mengalami kelelahan fisik mudah mengalami kecemasan. (5) Tipe kepribadian Orang yang berkepribadian A lebih mudah mengalami gangguan akibat kecemasan daripada orang dengan kepribadian B. Adapun ciri- ciri orang dengan kepribadian A adalah tidak sabar, kompetitif, ambisius, ingin serba sempurna, merasa diburu waktu, mudah gelisah, tidak dapat tenang, mudah tersinggung, otot-otot mudah tegang. Sedang orang dengan tipe kepribadian B mempunyai ciri-ciri berlawanan dengan tipe kepribadian A. Karena tipe keribadian B adalah orang yang penyabar, teliti, dan rutinitas. (6) Lingkungan dan situasi Seseorang yang berada dilingkungan asing ternyata lebih mudah mengalami kecemasan dibanding bila dia berada dilingkungan yang bisa dia tempati.

25 24 (7) Umur Seseorang yang mempunyai umur lebih muda ternyata lebih mudah mengalami gangguan akibat kecemasan daripada seseorang yang lebih tua, tetapi ada juga yang berpendapat sebaliknya. (8) Jenis kelamin Gangguan panik merupakan suatu gangguan cemas yang ditandai oleh kecemasan yang spontan dan episodik. Gangguan ini lebih sering dialami ole wanita dari pada pria. 2) Faktor prediposisi a) Teori psikoanalisis Pandangan teori psikoanalisis memaparkan bahwa cemas merupakan konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian yaitu id dan superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls primitif, sedangkan superego mencerminkan hati nurani dan dikendalikan oleh norma budaya. Ego berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan tersebut dan fungsi kecemasan untuk mengingatkan ego bahwa ada bahaya. b) Teori interpersonal Teori interpersonal menyatakan bahwa cemas timbul dari perasaan takut terhadap ketidak setujuan dan penolakan interpersonal. Cemas juga berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan

26 25 kehilangan, yang menimbulkan kerentanan tertentu. Individu dengan harga diri rendah rentan mengalami kecemasan yang berat. c) Teori perilaku Teori perilaku menyatakan bahwa cemas merupakan produk frustasi. Frustasi merupakan segala sesuatu yang menggangu kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dan dikarakteristikkan sebagai suatu dorongan yang dipelajari untuk menghindari kepedihan. Teori pembelajaran meyakini individu yang terbiasa sejak kecil dihadapkan pada ketakutan yang berlebihan lebih sering menunjukkan kecemasan pada kehidupan selanjutnya. Teori konflik memandang cemas sebagai pertentangan antara dua kepentingan yang berlawanan. Kecemasan terjadi karena adanya hubungan timbal balik antara konflik dan kecemasan : konflik menimbulkan kecemasan, dan cemas menimbulkan perasaan tak berdaya, yang pada gilirannya meningkatkan konflik yang dirasakan. d) Teori kajian keluarga Kajian keluaraga menunjukkan bahwa gangguan cemas terjadi didalam keluarga. Gangguan kecemasan juga tumpang tindih antara gangguan kecemasan dan depresi. e. Penatalaksanaan kecemasan

27 26 Pengobatan yang paling efektif untuk pasien dengan gangguan kecemasan umum adalah kemungkinan pengobatan yang mengkombinasikan psikoterapi, farmakoterapi dan pendekatan suportif (Smeltzer and Bare, 2000). 1) Psikoterapi Teknik utama yang digunakan adalah pendekatan perilaku misalnya relaksasi dan bio feed back (proses penyediaan suatu informasi pada keadaan satu atau beberapa variabel fisiologi seperti denyut nadi, tekanan darah dan temperatur kulit). 2) Farmakoterapi Dua obat utama yang dipertimbangkan dalam pengobatan kecemasan umum adalah buspirone dan benzodiazepin. Obat lain yang mungkin berguna adalah obat trisiklik sebagai contonya imipramine (tofranil) antihistamin dan antagonis adrenergik beta sebagai contonya propanolol (inderal). 3) Pendekatan suportif Dukungan emosi dari keluarga dan orang terdekat akan memberi kita cinta dan perasaan berbagai beban. Kemampuan berbicara kepada seseorang dan mengekspresikan perasaan secara terbuka dapat membantu dalam menguasai keadaan. f. Pengukur kecemasan Untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan seseorang apakah ringan, sedang, berat dan berat sekali.

28 27 Menggunakan alat ukur (instrumen) yang dikenal dengan nama Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A ) dikutip Hawari (2013). Alat ukur ini terdiri 14 kelompok gejala, meliputi gejala perasaan cemas, gejala ketegangan, ketakutan, gangguan tidur, gangguan kecerdasan, perasaan depresi, gejala somatik, gejala somatik fisik atau somatik, gejala kardiovaskuler dan pembuluh darah, gejala respiratori, gejala gastrointestinal, gejala urogenital, gejala autonom, sikap dan tingkah laku. Masing- masing kelompok gejala diberi panilaian angka (skor) antara 0-4, yang artinya adalah tidak ada gejala diberi skor 0, gejala ringan diberi skor 1, gejala sedang diberi skor 2, gejala berat diberi skor 3, gejala berat sekali diberi skor 4. Masing- masing nilai angka (skor) dari 14 kelompok gejala tersebut dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat kecemasan seseorang, yaitu: tidak ada kecemasan kurang dari 14, kecemasan ringan 14-20, kecemasan sedang 21-27, kecemasan berat 28-41, kecemasan berat sekali / panik (Hawari, 2013). 3. Penyakit kronis a. Definisi penyakit kronis Penyakit kronis adalah suatu penyakit yang perjalanan penyakit berlangsung lama sampai bertahun-tahun, bertambah berat, menetap dan sering kambuh. (Purwaningsih dan Karbina, 2009). Ketidakmampuan/ketidakberdayaan merupakan persepsi individu bahwa segala tindakannya tidak akan mendapatkan hasil atau suatu keadaan dimana individu kurang dapat mengendalikan

29 28 kondisi tertentu atau kegiatan yang baru dirasakan. (Purwaningsih dan Karbina, 2009). Berdasarkan pengertian diatas kelompok menyimpulkan bahwa penyakit kronik yang dialami oleh seorang pasien dengan jangka waktu yang lama dapat menyebabkan seorang klien mengalami ketidakmampuan contohnya saja kurang dapat mengendalikan kondisi tertentu atau kegiatan yang baru dirasakan. Contoh : penyakit diabetes mellitus, penyakit cord pulmonal deases, penyakit arthritis. b. Sifat penyakit kronis Menurut Wristht Le (1987) mengatakan bahwa penyakit kronik mempunyai beberapa sifat diantaranya adalah : 1) Progresif Penyakit kronis yang semakin lama semakin bertambah parah. Contoh : penyakit jantung. 2) Menetap Setelah seseorang terserang penyakit, maka penyakit tersebut akan menetap pada individu. Contoh penyakit diabetes mellitus. 3) Kambuh Penyakit kronis yang dapat hilang timbul sewaktu-waktu dengan kondisi yang sama atau berbeda. Contoh : penyakit arthritis. c. Dampak penyakit kronis terhadap klien

30 29 Dampak yang dapat ditimbulkan dari penyakit kronik terhadap klien diantaranya (Purwaningsih dan kartina, 2009) adalah : 1) Dampak psikologis Dampak ini dimanifestasikan dalam perubahan perilaku, yaitu : a) Klien menjadi pasif b) Tergantung c) Kekanak-kanakan d) Merasa tidak nyaman e) Bingung f) Merasa menderita 2) Dampak somatic Dampak somatic adalah dampak yang ditimbulkan oleh tubuh karena keadaan penyakitnya. Keluhan somatic sesuai dengan keadaan penyakitnya. Contoh : DM 3) Dampak terhadap gangguan seksual Merupakan akibat dari perubahan fungsi secara fisik (kerusakan organ) dan perubahan secara psikologis (persepsi klien terhadap fungsi seksual). 4) Dampak gangguan aktivitas Dampak ini akan mempengaruhi hubungan sosial sehingga hubungan sosial dapat terganggu baik secara total maupun sebagian. d. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit kronik

31 30 1) Persepsi klien terhadap situasi 2) Beratnya penyakit 3) Tersedianya dukungan 4) Temperamen dan kepribadian 5) Sikap dan tindakan lingkungan 6) Tersedianya fasilitas kesehatan e. Respon Klien Terhadap Penyakit Kronik Penyakit kronik dan keadaan terminal dapat menimbulkan respon Bio-Psiko-Sosial-Spritual ini akan meliputi respon kehilangan. (Purwaningsih dan kartina, 2009). f. Fase kehilangan pada penyakit kronis dan tekhnik komunikasi Tiap fase yang di alami oleh psien kritis mempunyai karakteristik yang berbeda. Sehingga perawat juga memberikan respon yang berbeda. Dalam berkomunikasi perawat juga harus memperhatikan pasien tersebut berada di fase mana, sehingga mudah bagi perawat dalam menyesuaikan fase kehilangan yang di alami pasien. 1) Fase Denial (pengikraran) Reaksi pertama individu ketika mengalami kehilangan adalah syok. Tidak percaya atau menolak kenyataan bahwa kehilangn itu terjadi dengan mengatakan Tidak, saya tidak percaya bahwa itu terjadi. Bagi individu atau keluarga yang mengalami penyakit kronis, akan terus menerus mencari informasi tambahan. Reaksi fisik yang terjadi pada fase pengikraran adalah letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan

32 31 pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah dan tidak tau harus berbuat apa. Reaksi tersebut di atas cepat berakhir dalam waktu beberapa menit sampai beberapa tahun. Teknik komunikasi yang di gunakan : a) Memberikan kesempatan untuk menggunakan koping yang kontruktif dalam menghadapi kehilangan dan kematian b) Selalu berada di dekat klien c) Pertahankan kontak mata 2) Fase anger (marah) Fase ini di mulai dari timbulnya kesadaran akan kenyataan yang terjadinya kehilangan. Individu menunjukkan perasaan yang meningkat yang sering di proyeksikan kepada orang yang ada di sekitarnya, orang orang tertentu atau di tunjukkan pada dirinya sendiri. Tidak jarang dia menunjukkan prilaku agresif, bicara kasar, menolak pengobatan, dan menuduh perawat ataupun dokter tidak becus. Respon fisik yang sering terjadi pada fase ini antara lain, muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan menggepai. Teknik komunikasi yang digunakan adalah memberikan kesempatan pada pasien untuk mengekspresikan perasaannya. 3) Fase bargening (tawar menawar) Apabila individu sudah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara intensif, maka ia akan maju pada fase tawar menawar dengan memohon kemurahan tuhan. Respon ini

33 32 sering di nyataka dengan kata kata kalau saja kejadian ini bisa di tunda, maka saya akan selalu berdoa. apabila proses berduka ini di alami keluarga, maka pernyataan seperti ini sering dijumpai kalau saja yang sakit bukan anak saya Teknik komunikasi yang digunakan adalah memberi kesempatan kepada pasien untuk menawar dan menanyakan kepada pasien apa yang diingnkan 4) Fase depression Individu fase ini sering menunjukkan sikap antara lain menarik diri, tidak mau berbicara, kadang kadang bersikap sebagai pasien yang sangat baik dan menurut atau dengan ungkapan yang menyatakan keputus asaan, perasaan tidak berharga. Gejala fisik yang sering di perlihatkan adalah menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libugo menurun Teknik komunikasi yang di gunakan adalah jangan mencoba menenangkan klien dan biarkan klien dan keluarga mengekspresikan kesedihannya. 5) Fase acceptance (penerimaan) Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Fase menerima ini biasanya di nyatakan dengan kata kata ini apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh? Apabila individu dapat memulai fase fase tersebut dan masuk pada fase damai atau penerimaan, maka dia akan dapat mengakhiri proses berduka dan mengatasi perasaan kehilangannya secara tuntas. Tapi apabila individu tetep berada

34 33 pada salah satu fase dan tidak sampai pada fase penerimaan. Jika mengalami kehilangan lagi sulit baginya masuk pada fase penerimaan. B. Kerangka Konsep Variabel Independen Variabel Dependen Komunikasi terapeutik Tingkat Kecemasan pasien dengan riwayat kronis Gambar 2.1 Kerangka Konsep C. Hipotesis Hipotesis merupakan sebuah pernyataan tentang hubungan yang diharapkan antara dua variabel atau lebih yang dapat diuji secara empiris (Hidayat 2007). Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang sudah dipaparkan, maka hipotesis penelitian ini adalah : H 0 : Tidak ada hubungan antara komunikasi terapeutik dengan tingkat kecemasan pada pasien dengan riwayat penyakit kronis. H a : Ada hubungan antara komunikasi terapeutik dengan tingkat kecemasan pada pasien dengan riwayat penyakit kronis.

35 DAFTAR PUSTAKA Agustin, I. M. (2009). Hubungan Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Dengan Tingkat Kecemasan Pasien Rawat Inap di BP RSUD Kebumen. Ilmiah Kesehatan Keperawatan. 5, Anas, Tamsuri. (2005). Komunikasi Dalam Keperawatan. Jakarta: EGC. Arifah, S & Nuriala, I. (2012). Pengaruh Pemberian Informasi Tentang Persiapan Operasi Dengan Pendekatan Komunikasi Terapeutik Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi di Ruang Bougenville RSUD Sleman. Jurnal Kebidanan. IV, Arwani. (2003). Komunikasi Dalam Keperawatan. Jakarta: EGC. Baradero,M., Dayrit, M.W., Siswadi, Y., Ariani, F., Ester, M. (2008). Keperawatan Perioperatif : Prinsip dan Praktik. Jakarta : EGC. Behavior modification. (2010). Diakses 14 Desember 2014, pembangunan-dalam-proses-keperawatan. Behavior modification. (2013). Diakses 16 Desember 2014, Christianawati, D. (2007). Hubungan Komunikasi Terapeutik Dengan Tingkat Kecemasan Pasien Dalam Menghadapi Tindakan Keperawatan di Ruang Inap RS Panti Wilasa Citarum Semarang. Universitas Diponegoro Semarang. Damayanti, M.N. (2008). Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Humanika. Depkes, RI. (2012). Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit. Jakarta. Dinas Kesehatan Republik Indonesia. Dongoes. (2006). Rencana Asuhan Keperawatan Psikiatri. Jakarta: EGC. Ernawati, D. (2009). Buku Saku Komunikasi Keperawatan. Jakarta: Trans Info Media. Hawari. (2008). Manajemen Stress Cemas dan Depresi. Jakarta: FKUI. Hidayat, A.A. (2007). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis

36 Data. Jakarta: Salemba Medika. Ina, Wahyu. (2010). Asuhan Keperawatan Jiwa.Jogjakarta: Nuha Medika. Indrawati, T.,Sujianto, U., Uripni, C.L. (2003). Komunikasi Kebidanan. Jakarta: EGC. Khotimah, N., Marsito., Iswati, N. (2010). Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Kepuasan Pelayanan Keperawatan di Ruang Inayah RS PKU Muhammadiyah Gombong. Ilmiah Kesehatan Keperawatan. 8, Mubarak, W.I, Sajidin, M., Muhith, A., Nasir, A. (2009). Komunikasi Dalam Keperawatan dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika. Mulyani, S., Paramastri, I., Priyanto, M.A. (2008). Komunikasi dan Hubungan Terapeutik Perawat-Klien Terhadap kecemasan Pra Bedah Mayor. Berita Kedokteran Masyarakat. 24, Nurjanah. (2001). Komunikasi Keperawatan : Dasar Dasar Komunukasi Bagi Perawat. Cetakan : 1. Yogyakarta : Moco Medika. Nursalam. (2008). Konsep dan Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika. Priscylia, A.C.R., Linnie, P., Rivelino, S.H. (2014). Hubungan Komunkasi Terapeutik Perawat Dengan Kepuasan Pasien di Ruang Rawat Inap Iriani A RSUP PROF.DR.R.D.KANDOU MANADO. Universitas Sam Ratulangi Manado. Saryono. (2011). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jogjakarta: Mitra Cendikia. Setiowati, S., Aida, R., Zulfa, Atabaki. (2012). Gambaran Tahapan Komunikasi Terapeutik Perawat Terhadap Pasien RSI PKU Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan. Smeltzer, S.C., Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (Terjemahan). Jakarta: EGC. Soesanto, E., Nurkholis. (2008). Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Kecemasan Pasien Gangguan Kardiovaskuler Yang Pertama Kali di Rawat di Intensive Coronary Care Unit RSU Tugurejo Semarang. Jurna Keperawatan Stuart, W.G. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

37 Sugiyono. (2007). Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Suryani. (2005). Komunikasi Terapeutik : Teori dan Praktik. Cetakan : 1. Jakarta : EGC Tomb, D.A. (2004). Buku Saku Psikiatri. Jakarta: EGC. Wahyu. (2006). Hubungan Pengetahuan Komunikasi Terapeutik Terfadap Kemampuan Komunikasi Perawat Dalam Melaksanakan Asuhan Kepeerawatan di RS Elisabrth Purwokerto. Jurnal Keperawatan Soedirman.

Pengaruh komunikasi terapeutik terhadap tingkat kecemasan pasien pre operasi di RS William Booth Surabaya

Pengaruh komunikasi terapeutik terhadap tingkat kecemasan pasien pre operasi di RS William Booth Surabaya Pengaruh komunikasi terapeutik terhadap tingkat kecemasan pasien pre operasi di RS William Booth Surabaya Siska Kristianingsih Jln. Cimanuk No. 20 Surabaya ABSTRAK Pasien dalam menghadapi pembedahan dapat

Lebih terperinci

HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RS PKU MUHAMMADIYAH SUKOHARJO. Fadilah Anik Arbani

HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RS PKU MUHAMMADIYAH SUKOHARJO. Fadilah Anik Arbani HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RS PKU MUHAMMADIYAH SUKOHARJO Fadilah Anik Arbani Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta ABSTRAK Pasien

Lebih terperinci

Penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan tidak ada obatnya, kematian tidak dapat dihindari dalam waktu yang bervariasi. (Stuard & Sundeen, 1995).

Penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan tidak ada obatnya, kematian tidak dapat dihindari dalam waktu yang bervariasi. (Stuard & Sundeen, 1995). PENYAKIT TERMINAL Pengertian Penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan tidak ada obatnya, kematian tidak dapat dihindari dalam waktu yang bervariasi. (Stuard & Sundeen, 1995). Penyakit pada stadium lanjut,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Definisi Komunikasi Terapeutik

BAB II LANDASAN TEORI Definisi Komunikasi Terapeutik BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Komunikasi Terapeutik 2.1.1 Definisi Komunikasi Terapeutik Menurut Machfoedz, (2009) Komunikasi terapeutik ialah pengalaman interaktif bersama antara perawat dan pasien dalam

Lebih terperinci

BERDUKA DAN KEHILANGAN. Niken Andalasari

BERDUKA DAN KEHILANGAN. Niken Andalasari BERDUKA DAN KEHILANGAN Niken Andalasari DEFENISI KEHILANGAN adalah kenyataan/situasi yang mungkin terjadi dimana sesuatu yang dihadapi, dinilai terjadi perubahan, tidak lagi memungkinkan ada atau pergi/hilang.

Lebih terperinci

dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.

dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tingkat Kecemasan Remaja yang Menjalani Perawatan (Hospitalisasi) Remaja 1. Kecemasan Kecemasan merupakan suatu sinyal yang menyadarkan dan mengingatkan adanya bahaya yang mengancam

Lebih terperinci

HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RS PKU MUHAMMADIYAH SUKOHARJO

HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RS PKU MUHAMMADIYAH SUKOHARJO HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RS PKU MUHAMMADIYAH SUKOHARJO SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan Oleh : FADILAH ANIK ARBANI NIM.

Lebih terperinci

PENYAKIT TERMINAL PERBEDAAN ANAK DENGAN DEWASA DALAM MENGARTIKAN KEMATIAN, 1. Jangan berfikir kognitif dewasa dengan anak tentang arti kematian

PENYAKIT TERMINAL PERBEDAAN ANAK DENGAN DEWASA DALAM MENGARTIKAN KEMATIAN, 1. Jangan berfikir kognitif dewasa dengan anak tentang arti kematian PENYAKIT TERMINAL PENGERTIAN Penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan tidak ada obatnya, kematian tidak dapat dihindari dalam waktu yang bervariasi. (Stuard & Sundeen, 1995). Penyakit pada stadium lanjut,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. Kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian yang

BAB II TINJAUAN TEORI. Kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian yang BAB II TINJAUAN TEORI A. Kecemasan 1. Definisi Kecemasan Kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian yang menggambarkan keadaan khawatir, gelisah, takut, tidak tentram disertai berbagai keluhan

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ANSIETAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ANSIETAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ANSIETAS I. PENGKAJIAN PASIEN ANSIETAS 1. DEFINISI Ansietas adalah suatu perasaan tidak santai yang samar-samar karena ketidaknyamanan atau rasa takut yang disertai suatu

Lebih terperinci

1. Bab II Landasan Teori

1. Bab II Landasan Teori 1. Bab II Landasan Teori 1.1. Teori Terkait 1.1.1. Definisi kecemasan Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa Latin angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik.

Lebih terperinci

PENGARUH ORIENTASI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN ANAK PRA SEKOLAH DI BANGSAL ANAK RUMAH SAKIT BHAKTI WIRA TAMTAMA SEMARANG. Eni Mulyatiningsih ABSTRAK

PENGARUH ORIENTASI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN ANAK PRA SEKOLAH DI BANGSAL ANAK RUMAH SAKIT BHAKTI WIRA TAMTAMA SEMARANG. Eni Mulyatiningsih ABSTRAK PENGARUH ORIENTASI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN ANAK PRA SEKOLAH DI BANGSAL ANAK RUMAH SAKIT BHAKTI WIRA TAMTAMA SEMARANG 6 Eni Mulyatiningsih ABSTRAK Hospitalisasi pada anak merupakan suatu keadaan krisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawat mempunyai kontak paling lama dalam menangani persoalan pasien dan peran perawat dalam upaya penyembuhan pasien menjadi sangat penting. Seorang perawat dituntut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Operasi adalah tindakan pengobatan yang banyak menimbulkan kecemasan,

BAB 1 PENDAHULUAN. Operasi adalah tindakan pengobatan yang banyak menimbulkan kecemasan, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Operasi adalah tindakan pengobatan yang banyak menimbulkan kecemasan, sampai saat ini sebagian besar orang menganggap bahwa semua pembedahan yang dilakukan adalah pembedahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komunikasi Terapeutik 1. Pengertian Komunikasi Terapeutik Menurut Purwanto (2009), komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. operasi melalui tiga fase yaitu pre operasi, intraoperasi dan post. kerja dan tanggung jawab mendukung keluarga.

BAB 1 PENDAHULUAN. operasi melalui tiga fase yaitu pre operasi, intraoperasi dan post. kerja dan tanggung jawab mendukung keluarga. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Tindakan operasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. atau ancaman atau fenomena yang sangat tidak menyenangkan serta ada

BAB II TINJAUAN TEORITIS. atau ancaman atau fenomena yang sangat tidak menyenangkan serta ada BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Kecemasan 1. Defenisi Kecemasan adalah keadaan yang menggambarkan suatu pengalaman subyektif mengenai ketegangan mental kesukaran dan tekanan yang menyertai suatu konflik atau

Lebih terperinci

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012 PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012 Penelitian Keperawatan Jiwa SITI FATIMAH ZUCHRA BP. 1010324031

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membuka dinding perut dan dinding uterus (Sarwono, 2005). Sectio caesarea

BAB I PENDAHULUAN. membuka dinding perut dan dinding uterus (Sarwono, 2005). Sectio caesarea BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Operasi atau pembedahan merupakan salah satu bentuk terapi pengobatan dan merupakan upaya yang dapat mendatangkan ancaman terhadap integritas tubuh dan jiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gagal bisa juga berakibat buruk. Hal ini sangat tergantung kapan, bagaimana,

BAB I PENDAHULUAN. gagal bisa juga berakibat buruk. Hal ini sangat tergantung kapan, bagaimana, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam segala proses kehidupan komunikasi merupakan hal paling pokok. HAM (Hubungan Antar Manusia) bisa terjadi tidak lain karena adanya sistem komunikasi. Berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan penunjang. Rumah sakit dalam menjalankan fungsinya

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan penunjang. Rumah sakit dalam menjalankan fungsinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan salah satu bentuk sarana kesehatan, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah dan atau masyarakat yang berfungsi untuk melakukan upaya kesehatan

Lebih terperinci

Pengertian Kehilangan adalah perubahan dari sesuatu yang ada menjadi tidak ada atau situasi yang diharapkan terjadi tidak tercapai. Kehilangan dapat d

Pengertian Kehilangan adalah perubahan dari sesuatu yang ada menjadi tidak ada atau situasi yang diharapkan terjadi tidak tercapai. Kehilangan dapat d KEHILANGAN & BERDUKA Oleh Mfm Pengertian Kehilangan adalah perubahan dari sesuatu yang ada menjadi tidak ada atau situasi yang diharapkan terjadi tidak tercapai. Kehilangan dapat diartikan juga sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORETIS

BAB II TINJAUAN TEORETIS BAB II TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan pustaka 2.1.1 Komunikasi Teraupetik Menurut Stuart (1998), mengatakan komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara perawat dengan klien dalam memperbaiki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hospitalisasi 1. Pengertian Hospitalisasi merupakan suatu proses karena alasan berencana atau darurat yang mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit untuk menjalani terapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Kecemasan a. Pengertian Kecemasan Kecemasan sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Komunikasi Terapeutik 2.1.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang dilakukan oleh perawat dan tenaga kesehatan lain yang direncanakan

Lebih terperinci

GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN PADA KLIEN PRA BEDAH MAYOR DI RUANG RAWAT INAP MEDIKAL BEDAH GEDUNG D LANTAI 3 RUMAH SAKIT UMUM CIBABAT CIMAHI

GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN PADA KLIEN PRA BEDAH MAYOR DI RUANG RAWAT INAP MEDIKAL BEDAH GEDUNG D LANTAI 3 RUMAH SAKIT UMUM CIBABAT CIMAHI GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN PADA KLIEN PRA BEDAH MAYOR DI RUANG RAWAT INAP MEDIKAL BEDAH GEDUNG D LANTAI 3 RUMAH SAKIT UMUM CIBABAT CIMAHI Ibrahim N. Bolla ABSTRAK Tindakan pembedahan adalah suatu tindakan

Lebih terperinci

HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN GANGGUAN KARDIOVASKULAR YANG DIRAWAT DIRUANGAN ALAMANDA TAHUN 2015

HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN GANGGUAN KARDIOVASKULAR YANG DIRAWAT DIRUANGAN ALAMANDA TAHUN 2015 HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN GANGGUAN KARDIOVASKULAR YANG DIRAWAT DIRUANGAN ALAMANDA TAHUN 2015 Fransisca Imelda Ice¹ Imelda Ingir Ladjar² Mahpolah³ SekolahTinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecemasan adalah suatu keadaan yang sangat serius pada pasien pre operasi yang ditandai dengan perasaan ketakutan dan gelisah serta menggambarkan perasaan keraguraguan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kecemasan sangat berkaitan dengan tidak pasti dan tidak berdaya,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kecemasan sangat berkaitan dengan tidak pasti dan tidak berdaya, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan 1. Pengertian Kecemasan Kecemasan sangat berkaitan dengan tidak pasti dan tidak berdaya, keadaan emosi ini tidak memiliki obyek yang spesifik. Kecemasan berbeda dengan

Lebih terperinci

PERMOHONAN MENJADI PARTISIPAN. Dengan hormat, saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Yantri Nim :

PERMOHONAN MENJADI PARTISIPAN. Dengan hormat, saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Yantri Nim : Lampiran I PERMOHONAN MENJADI PARTISIPAN Dengan hormat, saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Yantri Nim : 462010066 Saya adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan

BAB II TINJAUAN TEORI. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Kecemasan 1. Pengertian Kecemasan sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak merniliki objek yang spesifik. Kecemasan adalah

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Oleh : PARYANTO J

SKRIPSI. Diajukan Oleh : PARYANTO J PERBEDAAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERATIF SELAMA MENUNGGU JAM OPERASI ANTARA RUANG RAWAT INAP DENGAN RUANG PERSIAPAN OPERASI RUMAH SAKIT ORTOPEDI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Oleh : PARYANTO J.210

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembedahan yang dilakukan adalah pembedahan besar. Tindakan operasi atau

BAB 1 PENDAHULUAN. pembedahan yang dilakukan adalah pembedahan besar. Tindakan operasi atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Operasi adalah tindakan pengobatan yang banyak menimbulkan kecemasan, sampai saat ini sebagian besar orang menganggap bahwa semua pembedahan yang dilakukan adalah pembedahan

Lebih terperinci

KECEMASAN (ANSIETAS) Niken Andalasari

KECEMASAN (ANSIETAS) Niken Andalasari KECEMASAN (ANSIETAS) Niken Andalasari 1. Definisi Kecemasan mengandung arti sesuatu yang tidak jelas dan berhubungan dengna perasaan yang tidak menentu dan tidak berdaya (stuart & sundeeen,1995). Kecemasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komunikasi Terapeutik BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Komunikasi Terapeutik Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan atau dirancang untuk tujuan terapi. Seorang penolong atau perawat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jika seringkali pasien dan keluarganya menunjukkan sikap yang agak

BAB I PENDAHULUAN. jika seringkali pasien dan keluarganya menunjukkan sikap yang agak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindakan operasi atau pembedahan merupakan pengalaman yang sulit bagi hampir semua pasien karena akan muncul berbagai kemungkinan masalah dapat terjadi yang akan membahayakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pekerja kesehatan rumah sakit yang terbanyak adalah perawat yang berjumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pekerja kesehatan rumah sakit yang terbanyak adalah perawat yang berjumlah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit adalah salah satu tempat pelayanan yang beroperasi 24 jam di mana pelayanan tersebut dilaksanakan oleh pekerja kesehatan rumah sakit. Pekerja kesehatan rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit gagal ginjal kronik. Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap

BAB I PENDAHULUAN. penyakit gagal ginjal kronik. Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini dengan adanya perubahan gaya hidup berdampak pada penyakit gagal ginjal kronik. Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir merupakan gangguan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang

Lebih terperinci

: Komunikasi Terapeutik, Perawat

: Komunikasi Terapeutik, Perawat GAMBARAN TAHAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT TERHADAP PASIEN RUMAH SAKIT ISLAM PKU MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2012 Siti Setiowati Aida Rusmariana, MAN, Zulfa Atabaki, Skep. Ns

Lebih terperinci

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA LANSIA YANG DILAKUKAN HOME CARE

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA LANSIA YANG DILAKUKAN HOME CARE HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA LANSIA YANG DILAKUKAN HOME CARE DI WILAYAH KERJA RUMAH SAKIT RAJAWALI CITRA BANGUNTAPAN BANTUL NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : AYU PUTRI UTAMI NIM

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I LATAR BELAKANG BAB I LATAR BELAKANG A. Latar Belakang Masalah Operasi adalah suatu bentuk tindakan invasif yang hanya dapat dilakukan oleh tenaga profesional dan harus terlebih dahulu mendapat persetujuan klien dan keluarganya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diri individu atau organisme yang mendorong perilaku kearah tujuan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diri individu atau organisme yang mendorong perilaku kearah tujuan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi 1. Pengertian motivasi Walgito (2004), mendefinisikan motivasi merupakan keadaan dalam diri individu atau organisme yang mendorong perilaku kearah tujuan. Menurut Departemen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ansietas 1. Pengertian Ansietas atau kecemasan adalah respons emosi tanpa objek yang spesifik yang secara subjektif dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal (Suliswati,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prosedur pembedahan. Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) Pembedahan / operasi

BAB I PENDAHULUAN. prosedur pembedahan. Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) Pembedahan / operasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindakan operasi merupakan pengalaman yang biasa menimbulkan kecemasan, kecemasan biasanya berhubungan dengan segala macam prosedur asing yang dijalani pasien dan juga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar belakang. Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar belakang. Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker, BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar belakang Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker, diabetes melitus, cedera dan penyakit paru obstruktif kronik serta penyakit kronik lainnya merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sakit merupakan keadaan dimana terjadi suatu proses penyakit dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sakit merupakan keadaan dimana terjadi suatu proses penyakit dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sakit merupakan keadaan dimana terjadi suatu proses penyakit dan keadaan dimana fungsi fisik, emosional, intelektual, sosial dan perkembangan atau spiritual seseorang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengirim pesan kepada penerima. Komunikasi merupakan aspek. pencapaian kesembuhan pasien (Siti Fatmawati, 2009:1)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengirim pesan kepada penerima. Komunikasi merupakan aspek. pencapaian kesembuhan pasien (Siti Fatmawati, 2009:1) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Komunikasi Terapeutik a. Pengertian Komunikasi Terapeutik Komunikasi merupakan proses pertukaran informasi dari pengirim pesan kepada penerima. Komunikasi merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit adalah tempat pelayanan kesehatan yang bertanggung jawab terhadap kesehatan masyarakat. Rumah sakit tidak membedakan pelayanan terhadap orang sakit dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kecemasan a. Pengertian Kecemasan Ada beberapa pengertian tentang kecemasan, diantaranya disampaikan oleh Kaplan dan Saddok (1997) kecemasan merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Wongkaditi, Kecamatan Kota Utara, Kota Gorontalo. Rumah Sakit ini

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Wongkaditi, Kecamatan Kota Utara, Kota Gorontalo. Rumah Sakit ini BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe Merupakan Rumah Sakit Umum (RSU) terbesar yang ada di Wilayah Provinsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Skripsi 1. Pengertian Skripsi merupakan karya ilmiah yang dibuat oleh mahasiswa setingkat strata satu (S1) dalam rangka persyaratan untuk menyelesaikan tugas akhir atau program

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Kecemasan 1. Pengertian Kecemasan merupakan pengalaman manusia yang universal, suatu respon emosional yang tidak baik dan penuh kekhawatiran. Suatu rasa yang tidak terekspresikan

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI ILMIAH Disusun oleh : CAHYO FIRMAN TRISNO. S J 200 090

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengiris anggota tubuh yang sakit. Biasanya dilaksanakan dengan anastesi,

BAB 1 PENDAHULUAN. mengiris anggota tubuh yang sakit. Biasanya dilaksanakan dengan anastesi, BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Operasi merupakan penyembuhan penyakit dengan jalan memotong dan mengiris anggota tubuh yang sakit. Biasanya dilaksanakan dengan anastesi, dirawat inap dan jenis operasi

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA TN. S DENGAN GANGGUAN MENARIK DIRI DI RUANG ABIMANYU RSJD SURAKARTA

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA TN. S DENGAN GANGGUAN MENARIK DIRI DI RUANG ABIMANYU RSJD SURAKARTA ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA TN. S DENGAN GANGGUAN MENARIK DIRI DI RUANG ABIMANYU RSJD SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai salah satu syarat Mendapatkkan gelar ahli madya keperawatan Disusun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan 1. Pengertian Kecemasan Cemas merupakan suatu reaksi emosional yang timbul oleh penyebab yang tidak pasti dan tidak spesifik yang dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT KECERDASAN SPIRITUAL DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI

HUBUNGAN TINGKAT KECERDASAN SPIRITUAL DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI JURNAL EDU HEALTH, VOL. 1, N0. 1, SEPTEMBER 2010 33 HUBUNGAN TINGKAT KECERDASAN SPIRITUAL DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI Kurniawati, Utomo Heri S, Abstrak Operasi merupakan tindakan medik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan perasaan tegang, pikiran khawatir dan. perubahan fisik seperti meningkatnya tekanan darah.

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan perasaan tegang, pikiran khawatir dan. perubahan fisik seperti meningkatnya tekanan darah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Kazdin (2000) dalam American Psychological Association mengatakan kecemasan merupakan emosi yang ditandai dengan perasaan tegang, pikiran khawatir dan perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penting, sarat dengan tugas, beban, masalah dan harapan yang. memiliki kemampuan dalam menghubungkan aspek-aspek kemanusiaan

BAB I PENDAHULUAN. yang penting, sarat dengan tugas, beban, masalah dan harapan yang. memiliki kemampuan dalam menghubungkan aspek-aspek kemanusiaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan salah satu jaringan pelayanan kesehatan yang penting, sarat dengan tugas, beban, masalah dan harapan yang digantungkan padanya. Rumah sakit yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. operasi/pembedahan (misalnya takut sakit waktu operasi, takut terjadi

BAB I PENDAHULUAN. operasi/pembedahan (misalnya takut sakit waktu operasi, takut terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kecemasan merupakan istilah yang menggambarkan keadaan khawatir dalam kehidupan sehari-hari (Dalami, 2005). Kecemasan dapat ditimbulkan dari peristiwa sehari-hari

Lebih terperinci

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI GUIDED IMAGERY TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA PASIEN PASCA OPERASI FRAKTUR DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI GUIDED IMAGERY TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA PASIEN PASCA OPERASI FRAKTUR DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI PENGARUH TEKNIK RELAKSASI GUIDED IMAGERY TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA PASIEN PASCA OPERASI FRAKTUR DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk meraih gelar Sarjana

Lebih terperinci

MEKANISME KOPING BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN KEMOTERAPI DI RUANG KEMOTERAPI RS URIP SUMOHARJO LAMPUNG

MEKANISME KOPING BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN KEMOTERAPI DI RUANG KEMOTERAPI RS URIP SUMOHARJO LAMPUNG MEKANISME KOPING BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN KEMOTERAPI DI RUANG KEMOTERAPI RS URIP SUMOHARJO LAMPUNG Asri Rahmawati, Arena Lestari, Ferry Setiawan ABSTRAK Salah satu penyakit yang menjadi

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Jawaban dari setiap pernyataan tidak menunjukkan benar atau salah, melainkan hanya pendapat dan persepsi saudara/i belaka.

Kata Pengantar. Jawaban dari setiap pernyataan tidak menunjukkan benar atau salah, melainkan hanya pendapat dan persepsi saudara/i belaka. LAMPIRAN Kata Pengantar Melalui kuesioner ini, kami dari Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha bermaksud untuk melakukan penelitian mengenai Derajat kecemasan pada siswa kelas XI SMA Santa

Lebih terperinci

LEMBAR PENJELASAN KEPADA RESPONDEN

LEMBAR PENJELASAN KEPADA RESPONDEN Lampiran 1 LEMBAR PENJELASAN KEPADA RESPONDEN Saya yang benama Eva Sartika Simbolon sedang menjalani Program Pendidikan D-IV Bidan Pendidik di Fakultas Keperawatan. Untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat kompleks. Hirarki kebutuhan dasar manusia menurut Maslow adalah

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat kompleks. Hirarki kebutuhan dasar manusia menurut Maslow adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk hidup membutuhkan pemenuhan kebutuhan dasar yang sangat kompleks. Hirarki kebutuhan dasar manusia menurut Maslow adalah sebuah teori yang dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Respon Penerimaan Anak 1. Pengertian Respon atau umpan balik adalah reaksi komunikan sebagai dampak atau pengaruh dari pesan yang disampaikan, baik secara langsung maupun tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan keterbaruan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan keterbaruan penelitian. 1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan keterbaruan penelitian. A. Latar belakang Rumah sakit adalah

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KECEMASAN PADA LANJUT USIA DI PANTI WREDHA DHARMA BHAKTI KOTA SURAKARTA SKRIPSI

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KECEMASAN PADA LANJUT USIA DI PANTI WREDHA DHARMA BHAKTI KOTA SURAKARTA SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KECEMASAN PADA LANJUT USIA DI PANTI WREDHA DHARMA BHAKTI KOTA SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Keperawatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Komunikasi 2.1.1 Pengertian Komunikasi Secara Umun Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang disampaikan melalui lambang tertentu, mengandung

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hamilton Rating Scale For Anxiety (HARS) HAMILTON RATING SCALE FOR ANXIETY (HARS)

Lampiran 1. Hamilton Rating Scale For Anxiety (HARS) HAMILTON RATING SCALE FOR ANXIETY (HARS) Lampiran 1. Hamilton Rating Scale For Anxiety (HARS) HAMILTON RATING SCALE FOR ANXIETY (HARS) Nomor Responden : Nama Responden : Tanggal Pemeriksaan : Skor : 0 = tidak ada 1 = ringan 2 = sedang 3 = berat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyakit yang menakutkan karena berpotensi menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyakit yang menakutkan karena berpotensi menyebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan penyakit yang menakutkan karena berpotensi menyebabkan kematian. Dewasa ini tehnologi telah berkembang pesat dalam mendiagnosis dan menangani penyakit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kecemasan Kecemasan merupakan reaksi emosional yang timbul oleh penyebab yang tidak pasti dan tidak spesifik yang dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman dan

Lebih terperinci

PROSES TERJADINYA MASALAH

PROSES TERJADINYA MASALAH PROSES TERJADINYA MASALAH ` PREDISPOSISI PRESIPITASI BIOLOGIS GABA pada sistem limbik: Neurotransmiter inhibitor Norepineprin pada locus cereleus Serotonin PERILAKU Frustasi yang disebabkan karena kegagalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunikasi merupakan elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan seseorang untuk menetapkan, mempertahankan, dan meningkatkan kontak dengan orang lain (Potter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan peranan komunikasi menjadi lebih penting dalam pemberian asuhan

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan peranan komunikasi menjadi lebih penting dalam pemberian asuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan paradigma dalam keperawatan, dari konsep keperawatan individu menjadi keperawatan paripurna serta kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi kedokteran, menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengertian antara pemberi informasi dengan penerima informasi. mendapatkan pengetahuan (Taylor, 1993 dalam Uripni, dkk. 2003).

BAB I PENDAHULUAN. pengertian antara pemberi informasi dengan penerima informasi. mendapatkan pengetahuan (Taylor, 1993 dalam Uripni, dkk. 2003). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi adalah proses pertukaran informasi atau proses yang menimbulkan dan meneruskan makna atau arti, berarti dalam komunikasi terjadi penambahan pengertian antara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. negara-negara maju penyebab kematian karena kanker menduduki urutan kedua

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. negara-negara maju penyebab kematian karena kanker menduduki urutan kedua 15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit kanker kini telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang kompleks di Indonesia, yang perlu ditanggulangi secara menyeluruh, terpadu, efisien, ekonomis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanda-tanda (alamiah atau universal) berupa simbol-simbol (berdasarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanda-tanda (alamiah atau universal) berupa simbol-simbol (berdasarkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Komunikasi 2.1.1 Pengertian komunikasi Komunikasi adalah proses yang melibatkan seseorang untuk menggunakan tanda-tanda (alamiah atau universal) berupa simbol-simbol

Lebih terperinci

Hamilton Rating Scale For Anxiety (HARS) HAMILTON RATING SCALE FOR ANXIETY (HARS)

Hamilton Rating Scale For Anxiety (HARS) HAMILTON RATING SCALE FOR ANXIETY (HARS) 61 Lampiran 1. Hamilton Rating Scale For Anxiety (HARS) HAMILTON RATING SCALE FOR ANXIETY (HARS) Nomor Responden : Nama Responden : Tanggal Pemeriksaan : Skor : 0 = tidak ada 1 = ringan 2 = sedang 3 =

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan laki-laki, yaitu 10,67 juta orang (8,61 % dari seluruh penduduk

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan laki-laki, yaitu 10,67 juta orang (8,61 % dari seluruh penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Orang lanjut usia adalah sebutan bagi mereka yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling banyak ditemui

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling banyak ditemui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling banyak ditemui pada wanita. Setiap tahun lebih dari 250.000 kasus baru kanker payudara terdiagnosa di Eropa dan kurang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Chaplin,gangguan jiwa adalah ketidakmampuan menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data

Lebih terperinci

BAB 2. Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin yaitu communis yang berarti. kata communico yang artinya membagi (Nasir dkk., 2011).

BAB 2. Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin yaitu communis yang berarti. kata communico yang artinya membagi (Nasir dkk., 2011). BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Komunikasi Terapeutik 2.1.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin yaitu communis yang berarti membuat kebersamaan atau membangun

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SUPPORT SYSTEM KELUARGA DENGAN TINGKAT KECEMASAN ANAK SEBELUM TINDAKAN SIRKUMSISI DI BALAI PENGOBATAN ADHIA TUNGGUR SLOGOHIMO WONOGIRI

HUBUNGAN ANTARA SUPPORT SYSTEM KELUARGA DENGAN TINGKAT KECEMASAN ANAK SEBELUM TINDAKAN SIRKUMSISI DI BALAI PENGOBATAN ADHIA TUNGGUR SLOGOHIMO WONOGIRI HUBUNGAN ANTARA SUPPORT SYSTEM KELUARGA DENGAN TINGKAT KECEMASAN ANAK SEBELUM TINDAKAN SIRKUMSISI DI BALAI PENGOBATAN ADHIA TUNGGUR SLOGOHIMO WONOGIRI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Lebih terperinci

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri A. Pengertian Defisit Perawatan Diri Kurang perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Maslim, 2001). Kurang perawatan diri adalah

Lebih terperinci

ARTIKEL EFEKTIVITAS PENGGUNAAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP PENURUNAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG CEMPAKA RSUD UNGARAN

ARTIKEL EFEKTIVITAS PENGGUNAAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP PENURUNAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG CEMPAKA RSUD UNGARAN ARTIKEL EFEKTIVITAS PENGGUNAAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP PENURUNAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG CEMPAKA RSUD UNGARAN OLEH : NOVANA AYU DWI PRIHWIDHIARTI 010214A102 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dukungan Keluarga 1. Pengertian Keluarga Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998) Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seni dari penyembuhan (Anas, 2014). Maka di sini diartikan. penyembuhan/ pemulihan pasien. Komunikasi terapeutik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seni dari penyembuhan (Anas, 2014). Maka di sini diartikan. penyembuhan/ pemulihan pasien. Komunikasi terapeutik 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komunikasi Terapeutik 1. Pengertian komunikasi terapeutik Terapeutik merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni dari penyembuhan (Anas, 2014). Maka di sini diartikan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hamilton Rating Scale For Anxiety (HARS) HAMILTON RATING SCALE FOR ANXIETY (HARS)

Lampiran 1. Hamilton Rating Scale For Anxiety (HARS) HAMILTON RATING SCALE FOR ANXIETY (HARS) Lampiran 1. Hamilton Rating Scale For Anxiety (HARS) HAMILTON RATING SCALE FOR ANXIETY (HARS) Nomor Responden : Nama Responden : Tanggal Pemeriksaan : Skor : 0 = tidak ada 1 = ringan 2 = sedang 3 = berat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biasanya progresif dan berhubungan dengan peningkatan respon inflamasi kronik

BAB I PENDAHULUAN. biasanya progresif dan berhubungan dengan peningkatan respon inflamasi kronik 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati, yang ditandai oleh adanya keterbatasan aliran udara persisten yang biasanya

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya rangsang dari luar. Walaupun tampak sebagai sesuatu yang khayal, halusinasi sebenarnya merupakan bagian

Lebih terperinci

SKRIPSI SULASTRI J

SKRIPSI SULASTRI J PERBEDAAN TINGKAT NYERI ANTARA KELOMPOK KONTROL DAN EKSPERIMEN SETELAH DIBERIKAN TERAPI MUSIK PADA PASIEN POST OP FRAKTUR FEMUR DI RUANG RAWAT INAP BEDAH RUMAH SAKIT KARIMA UTAMA KARTASURA SKRIPSI Untuk

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGGUNAAN MEKANISME KOPING DENGAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN POST OPERASI FRAKTUR FEMUR DI UNIT ORTHOPEDI RSU ISLAM KUSTATI SURAKARTA

HUBUNGAN PENGGUNAAN MEKANISME KOPING DENGAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN POST OPERASI FRAKTUR FEMUR DI UNIT ORTHOPEDI RSU ISLAM KUSTATI SURAKARTA HUBUNGAN PENGGUNAAN MEKANISME KOPING DENGAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN POST OPERASI FRAKTUR FEMUR DI UNIT ORTHOPEDI RSU ISLAM KUSTATI SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajad

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Kuesioner Penelitian KUESIONER. 1. Jenis Kelamin : 2. Usia : Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A)

LAMPIRAN. Lampiran 1. Kuesioner Penelitian KUESIONER. 1. Jenis Kelamin : 2. Usia : Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A) LAMPIRAN Lampiran 1. Kuesioner Penelitian KUESIONER DATA UMUM RESPONDEN NOMOR PIN: 1. Jenis Kelamin : 2. Usia : Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A) Silakan anda memberi tanda di kolom isi sesuai

Lebih terperinci

PENGARUH RELAKSASI PROGRESIF TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI

PENGARUH RELAKSASI PROGRESIF TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI PENGARUH RELAKSASI PROGRESIF TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Keperawatan Oleh:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam dirinya maupun lingkungan luarnya. Manusia yang mempunyai ego yang sehat dapat membedakan antara

Lebih terperinci