(Studi Kasus di Sekolah Menengah Pertama Ariya Metta Tangerang) ARTIKEL SKRIPSI. Oleh: DARIYANTO NIM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "(Studi Kasus di Sekolah Menengah Pertama Ariya Metta Tangerang) ARTIKEL SKRIPSI. Oleh: DARIYANTO NIM"

Transkripsi

1 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD (STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS) UNTUK MENINGKATKAN SIKAP KRITIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA (Studi Kasus di Sekolah Menengah Pertama Ariya Metta Tangerang) ARTIKEL SKRIPSI Oleh: DARIYANTO NIM SEKOLAH TINGGI AGAMA BUDDHA NEGERI SRIWIJAYA TANGERANG BANTEN 2014

2 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD (STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS) UNTUK MENINGKATKAN SIKAP KRITIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA (Studi Kasus di Sekolah Menengah Pertama Ariya Metta Tangerang) 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dilakukan dengan sengaja, teratur, dan berencana dengan maksud untuk mengembangkan perilaku dan kemampuan yang diinginkan. Sekolah sebagai lembaga formal merupakan sarana dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan sehingga siswa dapat belajar berbagai macam hal. Dalam keseluruhan proses pendidikan, kegiatan pembelajaran adalah hal pokok yang harus dilalui oleh seorang guru. Berhasil tidaknya suatu tujuan pendidikan bergantung bagaimana proses pembelajaran yang dirancang dan disajikan. Pembaharuan sistem pendidikan berpengaruh terhadap perkembangan manusia yang menjadi faktor penting untuk memajukan bangsa dalam pendidikan. Pengajaran yang efektif adalah yang menyediakan kesempatan belajar atau melakukan aktivitas, sehingga siswa belajar sambil bekerja dengan kelompoknya. Dengan kerja kelompok mereka memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan aspek-aspek tingkah laku lainnya, serta mengembangkan keterampilan yang bermakna untuk hidup di masyarakat. Salah satu masalah yang dihadapi proses pendidikan lemahnya sistem pengelola kelas ketika proses pembelajaran berlangsung. Dalam proses pembelajaran, anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di dalam kelas anak diarahkan kepada kemampuan siswa untuk menghafal informasi. Proses

3 mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut pemahaman yang tinggi. Pemahaman yang rendah membuat siswa kesulitan dalam mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari (hasil observasi penulis pada tanggal 04 Februari 2014 di Sekolah Ariya Metta). Metode mengajar yang tepat sangat berperan dalam membantu siswa untuk memahami materi yang disampaikan. Bahkan siswa akan semakin bersemangat dan merasa senang untuk belajar bila metode mengajar guru sangat menarik dan mudah dipahami. Sebaliknya bila metode yang digunakan tidak menarik, sukar dimengerti justru membosankan bagi siswa. penggunaan metode pembelajaran yang lama sudah kurang efektif seperti hasil pengamatan Rohmah (2010:21) menunjukkan bahwa motivasi dan keaktifan belajar siswa kelas XI IPS 2 MAN Malang 1 terlihat menurun, hal ini disebabkan guru lebih sering menggunakan metode lama berupa ceramah dan tanya jawab tanpa memperhatikan siswa. Oleh sebab itu, siswa akan merasa bosan dengan metode yang digunakan oleh guru, kemampuan diskusi siswa menurun dan mengakibatkan siswa tidak aktif karena mereka lebih sering disuguhkan dengan pertanyaan-pertanyaan dari guru, diperkirakan menjadi penyebab rendahnya kemampuan siswa untuk aktif belajar dan menurunnya prestasi belajar siswa. Dengan mengetahui masalah yang terjadi maka seorang guru dapat mengubah pola pengajarannya dengan menggunakan metode pembelajaran yang sesuai. Metode pembelajaran tersebut hendaknya tidak hanya berpusat pada guru namun juga siswa, agar dapat mendorong siswa untuk lebih aktif dan kritis. Oleh sebab itu, guru harus mencari serta menerapkan sebuah metode yang baru dan mudah untuk dipahami oleh siswa. Masih banyak ditemukan guru dalam

4 pembelajaran pendidikan agama Buddha yang menggunakan metode pembelajaran yang monoton sehingga menyebabkan siswa merasa jenuh (hasil observasi pada tanggal 15 Februari 2014 di Sekolah Ariya Metta). Penggunaan metode yang efektif dapat memberikan kesempatan siswa untuk menjadi aktif dan memiliki sikap yang kritis dalam mengeluarkan pendapat atau argumennya pada pembelajaran pendidikan agama Buddha. Penggunaan metode mengajar yang tepat akan membantu siswa untuk mudah memahami materi yang disampaikan. Sebab itu, siswa akan semakin bersemangat dan merasa senang untuk belajar bila metode mengajar guru sangat menarik. Sebaliknya bila metode yang digunakan tidak menarik, akan menimbulkan kebosanan bagi siswa. Melihat hal tersebut dalam proses pembelajaran, seorang guru harus dapat menguasai bahan dan materi ajar serta mampu menyampaikan dengan baik sesuai dengan karakter siswa yang berbeda-beda. Seorang guru juga harus mampu memiliki suatu keterampilan dalam mengelola kelas yang baik dan nyaman sehingga siswa dapat menerima materi yang disampaikan dengan baik. Selain itu, seorang guru diwajibkan memiliki banyak pengetahuan tentang pendekatan dan teori-teori serta model pembelajaran yang baik untuk dapat diterapkan di dalam kelas. Pelajaran pendidikan agama Buddha jika diamati lebih mendalam perlu adanya sikap-sikap kritis dalam menyikapi serta memahami materi. Penggunaan model pembelajaran yang kurang tepat akan menimbulkan kebosanan, sulit dipahami dan monoton sehingga siswa kurang termotivasi untuk mengikuti pelajaran. Pembelajaran pendidikan agama Buddha yang menggunakan metode

5 konvensional akan membuat siswa kurang aktif, karena tidak dapat mengembangkan keterampilan dalam kehidupan sosial (hasil observasi pada tanggal 24 Februari 2014 di Sekolah Ariya Metta). Siswa tidak memiliki sikap sosial dan mau bekerja sama dengan orang lain. Hal ini terjadi karena guru hanya menjadi pusat perhatian siswa itu sendiri dan siswa cenderung menggantungkan diri pada guru dalam kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu, model pembelajaran kooperatif tipe student teams achievement divisions (STAD) sangat dibutuhkan untuk membentuk sikap sosial dan mau bekerja sama dengan siswa lain. Sebagai contoh, pelaksanaan mata pelajaran pendidikan agama Buddha yang sangat kurang diminati oleh anak-anak. Hal ini disebabkan oleh pelaksanaan pendidikan agama Buddha secara monoton dan masih menggunakan metode konvensional. Banyak siswa yang kurang disiplin, ribut dengan temannya dalam mengikuti proses pembelajaran, dan tidak menghargai guru menjelaskan di depan kelas. Untuk mengatasi masalah tersebut sebagai guru berusaha menciptakan bagaimana menjadikan siswa agar mampu memiliki sifat tersebut dengan menerapkan metode pembelajaran yang tepat serta mudah untuk dipahami siswa sehingga dapat mencapai keberhasilan dalam pembelajaran. Pembelajaran yang efektif dapat membuat anak senang dan dapat berinteraksi satu sama lain. Dalam pembelajaran yang efektif guru memberikan kesempatan kepada anak untuk aktif dan kreatif. Metode pembelajaran yang tepat dapat meningkatkan afektif siswa terutama pada mata pelajaran pendidikan agama Buddha. Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang dirancang untuk mengembangkan kecakapan akademik sekaligus keterampilan

6 sosial. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas, setiap siswa harus bekerja sama dan saling membantu dalam memahami materi pelajaran. Oleh karena itu, pembelajaran kooperatif ini dikatakan belum selesai apabila salah satu teman dalam kelompoknya belum menguasai materi pelajaran. Dalam meningkatkan sikap kritis siswa saat pembelajaran pendidikan agama Buddha dengan ini dapat mengunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD) sebagai salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan di kelas. Penggunaan model STAD ini sangat sederhana dan dapat dapat diterapkan dalam pembelajaran pendidikan agama Buddha. Pada model STAD ini sangat bermanfaat bagi siswa dalam bersosialisasi dengan kelompok dalam menanggapi materi yang disajikan. Dengan ini maka siswa akan cenderung lebih aktif dalam pembelajaran. Pada dasarnya pembelajaran merupakan upaya guru untuk membantu siswa melakukan kegiatan belajar serta menumbuhkan sikap yang kritis, aktif, kreatif, terbuka, dan demokratis. Oleh sebab itu, pembelajaran kooperatif sesuai digunakan dalam menumbuhkan sikap kritis untuk memecahkan suatu masalah dan mengeluarkan pendapat yang luas ketika dalam proses pembelajaran. Oleh Sebab itu, dalam pembelajaran ini sangat penting bagaimana siswa untuk memiliki sikap yang kritis serta dapat melatih keberanian dalam berpendapat dan saling bersosialisaai dengan kelompok untuk memecahkan suatu masalah untuk menemukan solusi yang terbaik dengaan teman anggotanya.

7 Dalam konteks ini, siswa perlu memahami makna belajar, apa manfaatnya, dan bagaimana siswa harus mencapainya. Siswa mampu memahami sehingga yang dipelajari akan berguna bagi kehidupannya, sehingga siswa belajar hal-hal yang bermananfaat dan berusaha untuk menaggapinya. Dalam proses ini, siswa membutuhkan guru sebagai pembimbing dan pengarah. Dalam kelas kooperatif ini seorang guru bertugas sebagai fasilitator, mediator, motivator, dan evaluator. Dengan ini, guru mampu menciptakan kelas yang demokratis supaya siswa terlatih dan terbiasa berpikir kritis. Hal ini dapat terlihat dari cara memecahkan masalah, mengambil keputusan, bersosialisasi dengan anggota, dan menganalisis hasil, serta dapat mengakui kekurangannya dan siap menerima pendapat orang lain yang lebih baik, sehingga mampu mencari pemecahan masalah yang ada. Perbedaan pendapat yang mengarah pada konflik interpersonal asalkan menurut aturan diskusi yang baik disertai sikap yang positif dapat membantu menumbuhkan mental siswa. Di samping itu, guru juga berperan dalam menyediakan sarana pembelajaran agar suasana belajar tidak monoton dan membosankan. Dengan kreativitasnya, guru dapat mengatasi keterbatasan sarana, sehingga proses pembelajaran tidak terhambat sehingga siswa merasa nyaman dalam belajar. Sikap siswa yang pasif juga menjadi salah satu penghambat keberhasilan belajar siswa. Siswa yang bersikap pasif cenderung hanya duduk diam mendengarkan gurunya mengajar namun belum tentu mengerti dan memahami apa yang diajarkan oleh gurunya. Oleh sebab itu hal ini harus menjadi perhatian bagi para guru untuk menumbuhkan rasa percaya diri siswa tersebut untuk

8 bersikap aktif. Dalam hal ini seorang guru harus bisa menjadi motivator bagi siswa yang mempunyai kecenderungan sikap pasif. Melihat keadaan tersebut maka, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian pembelajaran agama Buddha dengan pendekatan pembelajaran kooperatif. Dengan ini peneliti mengambil judul skripsi Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD ( Student Teams Achievement Divisions) untuk Meningkatkan Sikap Kritis Siswa dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Buddha di Sekolah Menengah Pertama Ariya Metta. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, permasalahan dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut: a. Kurangnya penggunaan model pembelajaran yang tepat dalam pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama Buddha. b. Siswa tidak memiliki sifat sosial dan mau bekerja sama dengan orang lain. c. Penyampaian materi pendidikan agama Buddha masih monoton. d. Siswa pasif dalam proses pembelajaran. 1.3 Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah yang diuraikan di atas, maka masalah dalam penelitian dibatasi pada kurangnya penggunaan model pembelajaran yang tepat dalam pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama Buddha. 1.4 Perumusan Masalah Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah di atas, maka penulis merumuskan masalah: bagaimana penerapan model pembelajaran tipe Student

9 Teams Achievement Devisions (STAD) untuk meningkatkan sikap kritis siswa dalam pendidikan agama Buddha? 1.5 Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: mendeskripsikan model pembelajaran tipe Student Teams Achievement Devisions (STAD) untuk meningkatkan sikap kritis siswa dalam pembelajaran pendidikan agama Buddha. 1.6 Kegunaan Penelitian Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat memiliki manfaat sebagai berikut: 1) Manfaat Teoritis Secara teoritis penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan terhadap pendekatan teori dan model pembelajaran melalui pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) untuk meningkatkan sikap kritis siswa dalam pembelajaran pendidkan agama Buddha. 2) Manfaat Praktis a) Bagi siswa, menumbuhkan rasa kritis dan prestasi belajar siswa secara optimal dalam pelaksanaan proses belajar sehingga lebih bermakna. b) Bagi guru Pendidikan Agama Buddha, sebagai referensi dalam proses pembelajaran terhadap ketepatan dan keefektifan penggunaan model pembelajaran.

10 c) Bagi sekolah, memberikan sumbangan yang berarti dalam rangka meningkatkan kualitas proses pembelajaran sehingga dapat menjadikan sekolah sebagai lembaga pendidikan yang dinamis dan inisiatif. d) Bagi peneliti, mendapatkan pengalaman langsung pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama Buddha dan sebagai dasar teori untuk melakukan penelitian selanjutnya. 2. PEMBAHASAN 2.1 Kemampuan Sikap Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Buddha Di Sekolah Menengah Pertama Ariya Metta Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 1303) sikap merupakan perbuatan yang berdasarkan pendirian, dan keyakinan. Trow dan Allport (Djaali, 2009: 114) mendefinisikan sikap sebagai salah satu kesiapan mental atau emosional dalam beberapa jenis tindakan pada situasi yang tepat. Menurut Allport menunjukan bahwa sikap tidak muncul seketika atau dibawa lahir, tetapi disusun dan dibentuk melalui pengalaman serta memberikan pengaruh langsung kepada respons seseorang. Bruno (Syah, 2008: 120) berpendapat sikap adalah kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 742) kritis merupakan bersifat selalu berusaha menemukan kesalahan atau kekeliruan. Definisi dari kritis itu sendiri adalah sikap kritis itu, sebenarnya sikap spontan seseorang terhadap sesuatu yang terjadi secara tidak terduga, terjadi lewat perkataan, atau perbuatan.

11 Sehingga akan terjadi komunikasi secara dua arah dan tidak adanya doktrin yang salah. Sikap kritis dapat menjadikan siswa terbiasa bersikap logis sehingga ia tidak mudah dipermainkan sekaligus memiliki keteguhan dalam memegang suatu prinsip dan keyakinan (Aunillah, 2011: 93). Sikap kritis itu mempunyai tiga artinya yaitu sikap tidak mudah percaya, besusaha selalu menemukan kesalahan, dan rasa ingin tahu yang tajam (Nathan, 2013). Oleh sebab itu, dapat dijelaskan bahwa rasa ingin tahu yang tajam merupakan penting dimiliki oleh seseorang yang memiliki sikap kritis karena banyak orang biang semakin banyak kita mengetahui sesuatu semakin banyak ilmu yang kita miliki. Sehingga sikap kritis rasa ingin tahu yang tajam merupakan hal yang dasar untuk berani saat berbicara di depan umum dan berbicara kepada setiap orang terdekat kita. Oleh sebab itu, ketika sudah memiliki banyak tahu dan berani memberikan pendapat atau solusi maka akan mudah memiliki sikap kritis dalam diri seseorang. Siswa SMP Ariya Metta hendaknya memiliki sikap yang kritis terhadap materi pembelajaran agama Buddha yang diajarkan. Sikap kritis ini akan mendorong siswa tersebut untuk mempelajari lebih dalam tentang ajaran Buddha. sikap ini sangat dibutuhkan oleh siswa SMP Ariya Metta sebagai generasi penerus agama Buddha daalam rangka pelestarian Dhamma. Memiliki sikap kritis memerlukan adanya beberapa hal yang mendukung seperti; berpikir kritis, perilaku berpikir, percaya diri, dan sikap berbicara.

12 2.2 Sikap Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Buddha Di Sekolah Menengah Pertama Ariya Metta Sikap kritis adalah sikap seseorang yang selalu menemukan masalah dan dapat menemukan cara penyelesaiannya. sikap kritis merupakan sikap spontan seseorang yang terjadi secara tidak diduga, terjadi lewat perkataan atau perbuatan. Sehingga terjadi komunikasi dua arah dan tidak ada doktrin yang salah. Sikap kritis ini dapat menjadikan siswa terbiasa bersikap logis sehingga tidak mudah dipermainkan meskipun memiliki prinsip yang kuat. Sikap kritis mempunyai tiga arti yaitu tidak mudah percaya, berusaha selalu menemukan kesalahan, dan rasa ingin tahu yang tajam. Sikap kritis ini hendaknya dimiliki oleh siswa SMP Ariya Metta dalam kegiatan pembelajaran agama Buddha. Namun dalam kenyataannya sikap kritis siswa tersebut masih tergolong rendah. Faktanya siswa masih banyak yang tergolong pasif dan rasa ingin tahunya masih kurang. Hal ini terlihat ketika guru pendidikan agama Buddha sedang memberikan materi tidak ada yang bertanya maupun mengemukakan pendapat tentang materi yang disampaikan. 2.3 Pembelajaran Kooperatif Tipe Student teams achievement divisions (STAD) Seperti yang dapat diketahui bahwa dalam pembelajaran di kelas jika penggunaan metode atau model pembelajaran yang monoton akan mempercepat menimbulkan rasa kebosanan pada siswa. Oleh sebab itu, sebagai pedidik harus berperan aktif, kreatif, dan berinovatif agar dalam penyampaian pembelajaran menjadi menarik sehingga siswa akan mudah tertarik dan mampu mengeluarkan pendapatnya. Hal ini dapat dilakukan dengan penerapan model pembelajaran

13 kooperatif tipe STAD yang sesuai dengan materi pembelajaran agama Buddha dengan demikian siswa akan belajar dengan kelompok serta mampu melakukan diskusi untuk memecahkan masalah dan saling berbagi pengetahuan dengan siswa lainnya. Penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD ini selain belajar kekompakan dalam kelompok siswa juga akan dapat mengenali sikap satu sama lain dan saling membantu teman lain untuk membantu temannya mencapai serta memahami materi yang diberikan oleh guru. Oleh sebab itu, peserta diharapkan untuk saling bekerja sama dan saling membantu satu sama lain untuk mencapai keberhasilan individu maupun kelompok. Pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam kegiatan kelompok memiliki sikap untuk saling membantu, tidak menimbulkan kececokan, dan kerukunan dalam anggota, seperti sang Buddha bersabda dalam Anguttara Nikaya, Saraniyadhamma Sutta (Ñanamoli dan Bodhi, 2008: 12) yaitu: Seorang bhikkhu memiliki sikap dalam perbuatan, ucapan, dan pikiran yang disertai dengan cinta kasih terhadap sesama brahmacari, baik di depan ataupun dibelakang mereka. Inilah hal yang membuat saling dikenang, dicintai, dihormati, membantu, tidak menimbulkan kececokan, kerukunan, dan kesatuan. Oleh sebab itu, pembelajaran kooperatif untuk menbentuk kelompok yang baik perlu memiliki sikap yang saling menghormati, membantu, tidak menimbulkan kececokan, kerukunan, dan kesatuan pada setiap individu. Yuriani (Priastana 2003: 55) menjelaskan bahwa untuk meningkatkan kualitas Pendidikan Agama Buddha. Sekolah pada level mikro, mengembangkan konsep-konsep ajaran agama Buddha lebih universal, mengembangkan pola-pola

14 pembelajaran yang sesuai dengan karakter siswa, memanfaatkan media pembelajaran, termasuk bahan ajar, mengembangkan strategi atau metode pembelajaran yang lebih variatif yang dapat memenuhi berbagai karakteristik siswa. Kegiatan pembelajaran memerlukan strategi dan metode pembelajaran yang variatif untuk menghindari rasa kebosanan siswa dalam proses pembelajaran. Penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD akan memberikan pengetahuan yang lebih luas tentang Buddha Dhamma dengan cara melakukan diskusi kelompok. Isjoni (2007: 51) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD dikembangkan oleh Slavin merupakan salah satu tipe pembelajaraan kooperatif yang menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pembelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Pembelajaran kooperatif tipe STAD menuntut adanya aktivitas dan interaksi siswa untuk saling membantu dalam menguasai pembelajaran yang disampaikan oleh guru guna mencapai prestasi yang baik. Dalam pembelajaran ini guru bertindak sebagai fasilitator ketika proses pembelajaran berlangsung. Ruhadi (2008: 48) STAD merupakan salah satu metode pendekatan dalam pembelajaraan kooperatif yang paling sederhana dan merupakan sebuah model pendekatan yang cocok untuk guru yang baru mulai menggunakan pendekatan kooperatif. Selain itu, STAD juga merupaka suatu metode pembelajaran kooperatif yang efektif. Pembelajaran kooperatif ini dilakukan guru dengan cara mengajarkan salah satu siswa dalam kelompok untuk dapat memahami materi pembelajaran yang disampaikan kemudian hasil dari materi yang didapat disampaikan kepada anggota kelompoknya. Strategi ini merupakan pendekatan

15 pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Guru yang menggunakan STAD juga mengacu kepada belajar kelompok siswa, menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu menggunakan prestasi verbal atau teks. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu model pembelajaran secara berkelompok yang heterogen dengan mengintegrasikan keterampilan sosial yang bermuatan akademis untuk mencapai suatu pengalaman belajar siswa baik secara individu maupun kelompok. Partisipasi siswa dalam kelompok sangat diperlukan dalam diskusi secara aktif. Pada kegiatan ini akan terjadi interaksi antarsiswa seperti saling bertanya, saling menjelaskan, dan mempraktikkan kemampuan-kemampuan lain dalam wadah kelompok diskusi. Kegiatan pembelajaran ini diharapkan mampu menarik peserta didik untuk berfikir kritis, inovatif, aktif, dan inovatif untuk mencapai standar kompetensi yang diharapkan. 2.4 Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD untuk Meningkatkan Sikap Kritis Siswa dalam Pendidikan Agama Buddha Penelitian yang dilakukan adalah penelitian tindakan kelas. Penelitian ini dilakukan melalui siklus I dan siklus II. Setiap siklus memiliki beberapa tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Pada siklus II peneliti melakukan tahapan-tahapan yang sama dengan siklus I. Pada siklus II peneliti mulai melakukan perbaikan dari tahap-tahap yang terjadi di siklus I. Perbaikan ini bertujuan agar kekurangan yang terjadi di siklus I dapat diperbaiki di siklus II. Hasil penelitian ini diperoleh dari data observasi sikap kritis siswa pada siklus I maupun siklus II. Hasil dari kedua siklus ini digunakan untuk mengetahui peningkatan sikap kritis siswa pada pembelajaran pendidikan agama Buddha.

16 Pada pelaksanaan kedua siklus tersebut bertujuan untuk mengetahui peningkatan sikap kritis siswa terhadap pembelajaran pendidikan agama Buddha dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe student teams achievement divisions (STAD). Hasil yang dicapai pada kedua siklus tersebut menunjukan peningkatan sikap kritis siswa yang sangat baik. Sikap kritis ini ditandai dengan sikap siswa sangat antusias untuk bertanya, menjawab, dan mengemukakan pendapat ketika pembelajaran berlangsung. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe student teams achievement divisions (STAD) membuat siswa lebih semangat, antusias, dan menyukai kegiatan pembelajaran pendidikan Agama Buddha. Dari hasil penelitian di atas dapat dikatakan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe student teams achievement divisions (STAD) mampu meningkatkan sikap kritis siswa. Hal ini dapat diketahui melalui perubahan sikap kritis siswa dari hasil penelitian pratindakan, siklus I ke siklus ke II yang mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat pada siklus I sikap kritis siswa tahap kemandirian mendapatkan persentase 45,93% dan naik pada siklus II mencapai 79,26%. Persentase sikap kritis siswa tahap kerja sama pada siklus I mendapatkan 58,52% dan naik pada siklus II mencapai 85,18%. Pada sikap kritis siswa tahap kemandirian di siklus I mendapatkan persentase 57,04% dan naik di siklus II menjadi 82,22%. Keberhasilan peningkatan sikap krtis siswa sesuai dengan indikator yang peneliti buat yaitu siswa dapat bersemangat, aktif, dan tidak merasa bosan pada saat pembelajaran berlangsung, siswa dapat bersosialisasi dengan temannya melalui pendekatan kooperatif tipe student teams achievement divisions (STAD),

17 siswa mampu mengungkapkan pendapat dan tidak ragu-ragu dalam bertanya atau mengemukakan melului penerapan model pembelajaran kooperatif tipe student teams achievement divisions (STAD), dan adanya peningkatan sikap kritis siswa yang dapat dilihat dari lembar observasi yang mengalami kenaikan pada setiap siklusnya. Dengan ini peneliti menyimpulkan bahwa penelitian ini sudah cukup dan tidak perlu dilanjutkan pada siklus selanjutnya karena sudah mengalami peningkatan. Dari pembahasan hasil penelitian di atas penerapan model pembelajaran kooperatif tipe student teams achievement divisions (STAD) merupakan model pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan sikap kritis siswa SMP Ariya Metta kelas VIII C dalam pembelajaran pendidikan agama Buddha. Model pembelajaran kooperatif tipe student teams achievement divisions (STAD) juga dapat meningkatkan sikap sosial siswa dan kerja sama dengan orang lain. Penyampaian materi pendidikan agama Buddha sudah tidak monoton dengan penerapan model pembelajran kooperatif tipe student teams achievement divisions (STAD) sehingga membuat siswa lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran. 3. PENUTUP 3.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan sebanyak dua siklus dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya maka peneliti menyimpulkan bahwa: 1. Penerapan model pembelajaran koopereatif tipe student teams achievement divisions (STAD) untuk meningkatkan sikap kritis siswa dalam pendidikan agama Buddha kelas VIII C SMP Ariya Metta, dimulai dari pembentukan

18 kelompok, menyusun pembelajaran, serta menyiapkan sumber belajar yang diperlukan. 2. Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe student teams achievement divisions (STAD) untuk meningkatkan sikap kritis siswa kelas VIII C SMP Ariya Metta, menempatkan guru sebagai fasilitator dan siswa diberikan kesempatan bekerja sama dengan timnya dalam menyelesaikan tugas untuk menemukan pengetahuan yang baru hingga dapat menarik kesimpulan dari materi yang dibahas. 3. Penerapan model pembelajaran koopereatif tipe student teams achievement divisions (STAD) siswa menjadi lebih percaya diri serta mampu memberikan sikap kritis dengan baik dalam berinteraksi terhadap guru maupun dengan temannya. Komunikasi dan sikap kritis yang dimiliki oleh siswa dapat membangun kerja sama dengan baik pada kelompok serta dapat membantu. 4. Dari hasil evaluasi pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran koopereatif tipe student teams achievement divisions (STAD) untuk meningkatkan sikap kritis siswa dalam pendidikan agama Buddha kelas VIII C SMP Ariya Metta, memberikan hasil yang cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil peningkatan dalam proses diskusi tim, sikap kritis, dan pemahaman materi siswa pada setiap siklusnya. Sikap kritis siswa dinilai selama proses pembelajaran berlangsung dan peningkatan pemahaman siswa dilihat dari hasil tes formatif yang dilakukan pada setiap akhir siklus. Selain itu data secara empiris juga menunjukkan peningkatan yang baik pada sikap kritis siswa yaitu pada aspek kemandirian, kerja sama, dan keberanian. Pada siklus I aspek kemandirian 45,93% meningkat pada siklus II sebesar 79,26%, aspek kerja

19 sama sebesar 58,52% meningkat pada siklus II sebsar 85,18%, dan aspek kemandirian 57,04% meningkat pada siklus II sebesar 82,22%. 3.2 Saran Berdasarkan kesimpulan dari penelitian ini, peneliti meberikan saran-saran sebagai berikut: 1. Bagi Sekolah Diharapkan sekolah menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe student teams achievement divisions (STAD) ini diterapkan dalam kegiatan pembelajaran untuk dapat menimbulkan pembelajaran yang aktif. Hal ini dapat dilihat berdasarkan hasil penelitian yang terbukti meningkatkan sikap kritis siswa. 2. Bagi Para Guru Guru hendaknya memilih dan menggunakan model pembelajaran yang melibatkan keaktifan siswa seperti model pembelajaran kooperatif tipe student teams achievement divisions (STAD) sehingga lebih meningkatkan motivasi belajar dan sikap untuk berpikir lebih aktif dan kritis dalam bertanya, berargumen atau mengeluarkan pendapat, maupun menjawab pertanyaan. 3. Bagi Siswa Agar siswa selalu antusias dalam kegiatan pembelajaran, percaya diri dengan kemampuannya, menghargai pendapat orang lain, berani bertanya, menjawab, dan berargumen serta membiasakan kerja sama dengan teman kelompoknya, dan membiasakan aktif dalam pembelajaran.

20 4. Bagi Peneliti Penelitian ini dapat menjadi landasan teoritik bagi peneliti-peneliti selanjutnya dalam penulisan karya ilmiahnya tentang penerapan model pembelajaran kooperatif tipe student teams achievement divisions (STAD) terhadap variabel yang berbeda. Daftar Pustaka Aunillah, Nurla Isna Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah. Jogjakarta: Laksana. Djaali Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara. Isjoni Cooperativ Learning. Bandung: Alfabeta. Ñanamoli dan Bodhi Anguttara Nikaya, Saraniyadhamma Sutta. Klaten: Wisma Sambodhi. Nathan, Daniel Sikap Kritis itu Penting, Lebih Penting jika kita Mengetahuinya. (online), ( di akses 24 Desember Priastana, Jo Mencari Format Pendidikan Buddhis Abad 21. Jakarta: Sarana Aksara Grafika. Ruhadi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Salah Satu Alternatif dalam Mengajarkan Sains IPA yang Menggunakan Kurikulum Berbasis Kompetensi dalam Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Vol. 6. Syah, Muhibbin Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Sugono, Dendy Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Percetakan PT Gramedia.

BAB I PENDAHULUAN. mengajar dirancang dan disajikan. Dengan dilaksanakannya Kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. mengajar dirancang dan disajikan. Dengan dilaksanakannya Kurikulum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam keseluruhan proses pendidikan, kegiatan belajar mengajar adalah proses pokok yang harus dilalui oleh seorang pendidik atau guru. Berhasil tidaknya suatu

Lebih terperinci

Suherman Guru Fisika SMA Negeri 1 Stabat dan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Fisika Pascasarjana Unimed

Suherman Guru Fisika SMA Negeri 1 Stabat dan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Fisika Pascasarjana Unimed MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PELAJARAN FISIKA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISIONS DI SMA NEGERI 1 STABAT Suherman Guru Fisika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sementara itu, bangsa Indonesia masih mengalami hambatan dalam menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. Sementara itu, bangsa Indonesia masih mengalami hambatan dalam menciptakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan ujung tombak bagi pembangunan peradaban. Sumber daya manusia yang unggul akan mengantarkan sebuah bangsa menjadi bangsa yang maju dan kompetitif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan mutu pendidikan di sekolah dasar merupakan prioritas utama di kalangan pendidikan dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia. Sekolah dasar merupakan

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) DISERTAI AUTHENTIC ASSESSMENT

PENERAPAN METODE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) DISERTAI AUTHENTIC ASSESSMENT PENERAPAN METODE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) DISERTAI AUTHENTIC ASSESSMENT UNTUK MENINGKATKAN PARTISIPASI DAN PENGUASAAN KONSEP DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI SISWA KELAS VIIA SMP NEGERI 3 NGUTER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan masyarakat berpikir kritis dan bertindak demokratis (Zamroni dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga materi yang disampaikan oleh guru kurang diserap oleh siswa.

BAB I PENDAHULUAN. sehingga materi yang disampaikan oleh guru kurang diserap oleh siswa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era pendidikan yang sudah maju seperti sekarang ini, tentunya sistem pembelajaran ceramah tidak lagi menjadi sistem pembelajaran yang efektif bagi siswa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin tinggi pula tingkat keberhasilan pembelajaran. dasar untuk pengembangan materi lebih lanjut.

BAB I PENDAHULUAN. semakin tinggi pula tingkat keberhasilan pembelajaran. dasar untuk pengembangan materi lebih lanjut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Keberhasilan proses belajar mengajar dapat diukur dari keberhasilan siswa mengikuti kegiatan pembelajaran. Keberhasilan tersebut dapat terlihat dari tingkat pemahaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kritis, kreatif dan mampu bersaing menghadapi tantangan di era globalisasi nantinya.

BAB I PENDAHULUAN. kritis, kreatif dan mampu bersaing menghadapi tantangan di era globalisasi nantinya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Guru merupakan pemegang peran utama dalam proses pembelajaran karena guru mempunyai peranan penting dalam keberhasilan siswa menerima dan menguasai pelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan di sekolah baik di tingkat SD, SLTP maupun SLTA. Di tingkatan sekolah dasar dan lanjutan tingkat pertama,

Lebih terperinci

sekolah dasar (SD/MI). IPA merupakan konsep pembelajaran alam dan Pembelajaran IPA sangat berperan dalam proses pendidikan dan juga

sekolah dasar (SD/MI). IPA merupakan konsep pembelajaran alam dan Pembelajaran IPA sangat berperan dalam proses pendidikan dan juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah sebuah mata pelajaran di tingkat sekolah dasar (SD/MI). IPA merupakan konsep pembelajaran alam dan mempunyai hubungan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. pasal 25 ayat 1 menyatakan beban kerja guru mencakup kegiatan pokok

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. pasal 25 ayat 1 menyatakan beban kerja guru mencakup kegiatan pokok BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Undang-Undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 25 ayat 1 menyatakan beban kerja guru mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pada dasarnya pembelajaran merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh seorang guru, dalam menyampaikan suatu materi untuk diajarkan kepada siswa dalam suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelajaran fisika adalah salah satu mata pelajaran yang sampai saat ini masih dianggap sulit oleh siswa,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelajaran fisika adalah salah satu mata pelajaran yang sampai saat ini masih dianggap sulit oleh siswa, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelajaran fisika adalah salah satu mata pelajaran yang sampai saat ini masih dianggap sulit oleh siswa, sedangkan ilmu fisika dapat ditemui dan dipelajari di kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan ujung tombak bagi pembangunan peradaban.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan ujung tombak bagi pembangunan peradaban. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan ujung tombak bagi pembangunan peradaban. Sumber daya manusia yang unggul akan mengantarkan sebuah bangsa menjadi bangsa yang maju dan kompetitif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saja, melainkan membutuhkan waktu yang relatif panjang. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. saja, melainkan membutuhkan waktu yang relatif panjang. Pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dan utama dalam upaya pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan yang ideal untuk jenjang pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menduduki posisi sentral dalam pembangunan. Kualitas sumber daya manusia merupakan aspek yang dominan terhadap kemajuan suatu bangsa. Manusia dituntut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mendorong terjadinya belajar. Pembelajaran dikatakan berhasil apabila tujuantujuan

I. PENDAHULUAN. mendorong terjadinya belajar. Pembelajaran dikatakan berhasil apabila tujuantujuan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran merupakan suatu proses interaksi yang mempengaruhi siswa dalam mendorong terjadinya belajar. Pembelajaran dikatakan berhasil apabila tujuantujuan yang diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses pembentukan manusia yang memungkinkan untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi dan kemampuan yang ada pada dirinya.

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN KOOPERATIF STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PENJASKES SISWA SMP

PEMBELAJARAN KOOPERATIF STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PENJASKES SISWA SMP PEMBELAJARAN KOOPERATIF STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PENJASKES SISWA SMP MUHAMMAD IDRIS Guru SMP Negeri 3 Tapung iidris.mhd@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingkah laku pada diri pribadinya. Perubahan tingkah laku inilah yang

BAB I PENDAHULUAN. tingkah laku pada diri pribadinya. Perubahan tingkah laku inilah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hakikat pendidikan merupakan proses interaksi antar manusia yang ditandai dengan keseimbangan antara peserta didik dengan pendidik. Proses interaksi yang dilakukan

Lebih terperinci

STUDI KOMPARASI HASIL BELAJAR BIOLOGI MENGGUNAKAN MIND MAP

STUDI KOMPARASI HASIL BELAJAR BIOLOGI MENGGUNAKAN MIND MAP STUDI KOMPARASI HASIL BELAJAR BIOLOGI MENGGUNAKAN MIND MAP DAN LKS PADA PEMBELAJARAN KOOPERATIF STUDENTS TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) SISWA KELAS VIII SMP AL HADI SUKOHARJO TAHUN AJARAN 2009/2010.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Guru tidak hanya sebagai pengajar tapi juga fasilitator yang membimbing dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Guru tidak hanya sebagai pengajar tapi juga fasilitator yang membimbing dan BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Proses pembelajaran merupakan serangkaian interaksi yang baik antar siswa dengan guru yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif serta kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif serta kemampuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mata pelajaran matematika diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai bangsa yang menginginkan kemajuan. pendidikan, karena pendidikan berperan penting dalam meningkatkan potensi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai bangsa yang menginginkan kemajuan. pendidikan, karena pendidikan berperan penting dalam meningkatkan potensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai bangsa yang menginginkan kemajuan membutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas terutama dalam bidang pendidikan, karena pendidikan berperan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan menentukan kualitas sumber daya manusia di suatu negara,

I. PENDAHULUAN. Pendidikan menentukan kualitas sumber daya manusia di suatu negara, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan menentukan kualitas sumber daya manusia di suatu negara, sebagaimana yang tercantum dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pada bab 2 pasal 3 menyatakan:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kelangsungan kehidupan dalam masyarakat, bangsa dan negara, karena dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kelangsungan kehidupan dalam masyarakat, bangsa dan negara, karena dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan kehidupan dalam masyarakat, bangsa dan negara, karena dengan pendidikan dapat meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan merupakan mata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan merupakan mata 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang penting diajarkan sejak dini. Pendidikan kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasai saat ini suatu bangsa dituntut bersaing dan selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasai saat ini suatu bangsa dituntut bersaing dan selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasai saat ini suatu bangsa dituntut bersaing dan selalu meningkatkan kualitas bangsa baik pada bidang ekonomi, politik, sosial budaya, maupun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam merupakan salah satu yang termasuk mata pelajaran yang wajib diajarkan di Sekolah Dasar. Terdapat berbagai aspek dalam ruang lingkup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sasaran utama pendidikan di SD adalah memberikan bekal secara maksimal tiga kemampuan dasar yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sasaran utama pendidikan di SD adalah memberikan bekal secara maksimal tiga kemampuan dasar yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sasaran utama pendidikan di SD adalah memberikan bekal secara maksimal tiga kemampuan dasar yang meliputi kemampuan baca, tulis, dan hitung. Dalam standar isi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan dasar merupakan peranan penting dalam usaha meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan dasar merupakan peranan penting dalam usaha meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan dasar merupakan peranan penting dalam usaha meningkatkan kualitas daya manusia di masa yang akan datang. Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dasar, fungsi, dan tujuan pendidikan nasional di Indonesia telah ditetapkan

BAB I PENDAHULUAN. Dasar, fungsi, dan tujuan pendidikan nasional di Indonesia telah ditetapkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat bagi manusia. Pendidikan sangat penting, sebab dengan proses pendidikan manusia dapat mengembangkan semua potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelas, merupakan inti dari setiap lembaga pendidikan formal. Sekolah Menengah

BAB I PENDAHULUAN. kelas, merupakan inti dari setiap lembaga pendidikan formal. Sekolah Menengah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mutu pendidikan sangat bergantung kepada kualitas pelaksanaan pendidikan di sekolah, yang tercermin dari keberhasilan belajar siswa. Proses belajar mengajar di kelas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana yang tertuang dalam Undang Undang Nomor 20 tahun negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana yang tertuang dalam Undang Undang Nomor 20 tahun negara yang demokratis dan bertanggung jawab. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, oleh karena itu setiap individu yang terlibat dalam pendidikan dituntut berperan serta

Lebih terperinci

2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD TERHADAP KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI TULISAN DAN PENGUASAAN KONSEP SISTEM EKSKRESI SISWA KELAS XI

2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD TERHADAP KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI TULISAN DAN PENGUASAAN KONSEP SISTEM EKSKRESI SISWA KELAS XI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dalam pandangan tradisional selama beberapa dekade dipahami sebagai bentuk pelayanan sosial yang harus diberikan kepada masyarakat. Namun demikian pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mencakup tiga segmen

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mencakup tiga segmen 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mencakup tiga segmen yaitu produk, proses dan sikap. Produk IPA berupa fakta-fakta, konsep, prinsip, hukum dan teori

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada bab pendahuluan ini akan dibahas beberapa hal mengenai gambaran umum

I. PENDAHULUAN. Pada bab pendahuluan ini akan dibahas beberapa hal mengenai gambaran umum I. PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan ini akan dibahas beberapa hal mengenai gambaran umum penelitian yang terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah,

Lebih terperinci

Oleh. Sarlin K. Dai Meyko Panigoro La Ode Rasuli Pendidikan Ekonomi

Oleh. Sarlin K. Dai Meyko Panigoro La Ode Rasuli Pendidikan Ekonomi MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DENGAN MENGGUNAKAN LKS PADA MATA PELAJARAN AKUNTANSI DI KELAS XI IPS 3 SMA NEGERI 1 TILAMUTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengalaman merupakan hal yang penting bagi generasi muda, bukan hanya sekedar diingat tetapi juga sebagai cara bagi anak-anak untuk berkenalan dengan nilai-nilai

Lebih terperinci

Siti Suci Winarni, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Siti Suci Winarni, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guru dan peserta didik merupakan komponen utama dalam proses pembelajaran. Guru harus dapat membimbing peserta didik agar mereka dapat mengembangkan pengetahuannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan guru secara sadar dan dengan sistematis serta berpedoman pada

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan guru secara sadar dan dengan sistematis serta berpedoman pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu aspek dasar bagi pembangunan bangsa dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah, yang menjadikan adanya interaksi belajar mengajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan sosial sebagai bagian dari kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SD/MI/SDLB dimaksudkan untuk mengenal, menyikapi, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk menunjang keberhasilan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk menunjang keberhasilan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk menunjang keberhasilan kegiatan pembangunan nasional. Dalam pembangunan nasional, pendidikan diartikan sebagai upaya meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut John Holt ( 1981 ) dalam bukunya How Children Fail

BAB I PENDAHULUAN. Menurut John Holt ( 1981 ) dalam bukunya How Children Fail BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menurut John Holt ( 1981 ) dalam bukunya How Children Fail dinyatakan bahwa siswa yang masuk pendidikan menengah, hampir 40 persen putus sekolah. Bahkan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah. Mata pelajaran IPS memberikan pengetahuan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan satu sektor yang paling penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan satu sektor yang paling penting dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan satu sektor yang paling penting dalam pembangunan nasional. Melalui sektor pendidikan dapat dibentuk manusia yang berkualitas, berakhlak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Dasar Negeri Petung Panceng Gresik sebagai lembaga pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Dasar Negeri Petung Panceng Gresik sebagai lembaga pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekolah Dasar Negeri Petung Panceng Gresik sebagai lembaga pendidikan formal yang didirikan oleh pemerintah, merupakan lembaga tempat diselenggarakannya pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Latar belakang penelitan ini untuk mencoba mempraktekan metode yang belum pernah dicoba di SMAN 5 Surakarta. Seorang guru harus mampu menyampaikan bahan ajar

Lebih terperinci

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Stad Pada Mata Pelajaran IPA di Kelas V SDN 10 Biau

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Stad Pada Mata Pelajaran IPA di Kelas V SDN 10 Biau Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Stad Pada Mata Pelajaran IPA di Kelas V SDN 10 Biau Harsono M. Timumun, Muchlis L. Djirimu, Lestari M.P. Alibasyah Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, pendidikan di Indonesia telah berkembang seiring berkembangan zaman. Pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu wahana untuk mengembangkan semua

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu wahana untuk mengembangkan semua 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu wahana untuk mengembangkan semua potensi yang dimiliki siswa, termasuk kemampuan bernalar, kreativitas, kebiasaan bekerja keras,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingkah laku, hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. tingkah laku, hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan tidak pernah terlepas dari kegiatan belajar. Belajar merupakan suatu proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku, hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas agar kualitas

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas agar kualitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Arus globalisasi yang semakin meluas mengakibatkan munculnya persaingan dalam berbagai bidang kehidupan terutama lapangan kerja, dibutuhkan sumber daya manusia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor penentu kelestarian dan kemajuan bangsa. Pada konteks ini, pendidikan bukan hanya sekedar media dalam menyampaikan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu kompleks perbuatan yang sistematis untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu kompleks perbuatan yang sistematis untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu kompleks perbuatan yang sistematis untuk membimbing anak menuju pada pencapaian tujuan ilmu pengetahuan. Proses pendidikan yang diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Upaya memperbaiki dan meningkatkan mutu pendidikan seakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Upaya memperbaiki dan meningkatkan mutu pendidikan seakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Upaya memperbaiki dan meningkatkan mutu pendidikan seakan tidak pernah berhenti. Beragam progam inovatif dirancang guna meningkatkan mutu pendidikan. Pendidikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi. Keberhasilan proses pembelajaran biologi dapat diukur dari

BAB I PENDAHULUAN. teknologi. Keberhasilan proses pembelajaran biologi dapat diukur dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan biologi menjadi bagian dari pendidikan sains dan sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah yang diharapkan dapat mencapai tujuan pendidikan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi seperti sekarang ini, segala sesuatu berkembang secara pesat dan sangat cepat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi seperti sekarang ini, segala sesuatu berkembang secara pesat dan sangat cepat. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi seperti sekarang ini, segala sesuatu berkembang secara pesat dan sangat cepat. Globalisasi ini juga meliputi dalam perkembangan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Pendidikan. Menurut Undang-Undang No 20 Tahun 2003:

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Pendidikan. Menurut Undang-Undang No 20 Tahun 2003: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses yang berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Pendidikan memegang peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang dipelajari sejak SD. sampai SMA bahkan perguruan tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang dipelajari sejak SD. sampai SMA bahkan perguruan tinggi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu yang mendasari perkembangan sains dan teknologi di era modern ini. Dalam mempelajari matematika tidak cukup bila hanya dibaca dihafal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikannya, karena kualitas pendidikan merupakan. tingkat kesejahteraan masyarakat pada suatu negara. Melalui pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikannya, karena kualitas pendidikan merupakan. tingkat kesejahteraan masyarakat pada suatu negara. Melalui pendidikan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era kompetitif, semua negara berusaha untuk meningkatkan kualitas pendidikannya, karena kualitas pendidikan merupakan salah satu indikator tingkat kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu komponen yang memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan. Pendidikan dapat menjamin kelangsungan kehidupan dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan dewasa ini semakin berkembang. Pendidikan disebut sebagai kunci dari kemajuan Negara. Pendidikan dapat meningkatkan pola pikir seseorang.

Lebih terperinci

Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol. 4 No. 4 ISSN X

Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol. 4 No. 4 ISSN X Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol. 4 No. 4 ISSN 2354-614X Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement Division) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Derajat Sarjana S-1 Program Studi. Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Diajukan Oleh : YULITA PRALISTI A54B111011

NASKAH PUBLIKASI. Derajat Sarjana S-1 Program Studi. Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Diajukan Oleh : YULITA PRALISTI A54B111011 PENERAPAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS KELAS IV SD KANISIUS NGLINGGI KECAMATAN KLATEN SELATAN KABUPATEN KLATEN TAHUN AJARAN 2013/2014 NASKAH PUBLIKASI

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. dibahas dalam bab ini yaitu rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan

1. PENDAHULUAN. dibahas dalam bab ini yaitu rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan 1. PENDAHULUAN Bagian pertama ini membahas beberapa hal mengenai latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah. Adapun hal lain yang perlu juga dibahas dalam bab ini yaitu rumusan

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ARIAS TERINTEGRASI PADA PEMBELAJARAN KOOPERATIF STAD UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ARIAS TERINTEGRASI PADA PEMBELAJARAN KOOPERATIF STAD UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ARIAS TERINTEGRASI PADA PEMBELAJARAN KOOPERATIF STAD UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA ( PTK Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 3 Colomadu Tahun 2011/2012 ) Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan Internet Comunication and Tehnology (ITC) dewasa ini tidak lepas dari perkembangan ilmu pengetahuan sejalan dengan adanya perubahan dalam sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, merumuskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hasil belajar siswa disekolah. Kurikulum yang digunakan saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. hasil belajar siswa disekolah. Kurikulum yang digunakan saat ini adalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebijakan pemerintah dalam pendidikan mengacu pada perubahan kurikulum yang menuntut guru agar lebih aktif dan inovatif dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pendidikan merupakan usaha sadar dan sistemastis yang dilakukan oleh orang yang diserahi tanggung jawab untuk mempengaruhi peserta didik agar mempunyai sifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sasaran utama pendidikan di Sekolah Dasar adalah memberikan bekal secara maksimal tiga kemampuan dasar yang meliputi kemampuan baca,tulis dan hitung. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi seorang individu di muka bumi ini, tanpa pendidikan berarti seseorang tidak berilmu, padahal kita tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan karya bersama yang berlangsung dalam. suatu pola kehidupan insan tertentu serta pendidikan merupakan tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan karya bersama yang berlangsung dalam. suatu pola kehidupan insan tertentu serta pendidikan merupakan tuntutan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan karya bersama yang berlangsung dalam suatu pola kehidupan insan tertentu serta pendidikan merupakan tuntutan bagi setiap warga negara, baik tua

Lebih terperinci

Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Dalam Pembelajaran IPA Dengan Metode Demonstrasi di Kelas IV SDN 14 Ampana

Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Dalam Pembelajaran IPA Dengan Metode Demonstrasi di Kelas IV SDN 14 Ampana Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol. 4 No. 4 ISSN 2354-614X Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Dalam Pembelajaran IPA Dengan Metode Demonstrasi di Kelas IV SDN 14 Ampana Hadijah S. Pago, I Nengah Kundera,

Lebih terperinci

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Biologi. Disusun Oleh:

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Biologi. Disusun Oleh: MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN KONSEP KLASIFIKASI DAN KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKU (Pteridophyta) DI KELAS VII B MELALUI METODE EKSPERIMEN DENGAN STRATEGI STAD DI SMP MUHAMMADIYAH 10 SURAKARTA TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tri Wulan Sari, 2014 Pengaruh Model Cooperative Learning Tipe Stad Terhadap Kemampuan Analisis Siswa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tri Wulan Sari, 2014 Pengaruh Model Cooperative Learning Tipe Stad Terhadap Kemampuan Analisis Siswa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas dan daya saing dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa adalah efektivitas pembelajaran melalui kurikulum. Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai hasil yang maksimal dalam dunia pendidikan, diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. mencapai hasil yang maksimal dalam dunia pendidikan, diperlukan 1 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pendidikan merupakan peranan yang sangat penting bagi perkembangan dan peningkatan sumber daya manusia Indonesia. Pendidikan merupakan wadah atau kegiatan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Setiap negara menganggap penting pendidikan. Pendidikan berperan penting bagi

I. PENDAHULUAN. Setiap negara menganggap penting pendidikan. Pendidikan berperan penting bagi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara menganggap penting pendidikan. Pendidikan berperan penting bagi proses peningkatan kemampuan dan daya saing suatu bangsa. Menjadi bangsa yang maju tentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kondisi Awal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kondisi Awal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu aspek yang sangat penting untuk menentukan kemajuan suatu bangsa. Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu proses dalam rangka

Lebih terperinci

KOLABORASI MEDIA GAMBAR DAN MODEL PEMBELAJARAN BOTLE DANCE PADA MATERI PENINGGALAN SEJARAH

KOLABORASI MEDIA GAMBAR DAN MODEL PEMBELAJARAN BOTLE DANCE PADA MATERI PENINGGALAN SEJARAH KOLABORASI MEDIA GAMBAR DAN MODEL PEMBELAJARAN BOTLE DANCE PADA MATERI PENINGGALAN SEJARAH Siti Halimatus Sakdiyah dan Kurnia Tri Yuli Prodi PGSD-FIP Universitas Kanjuruhan Malang E-mail: halimatus@unikama.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di Indonesia ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang. Tuntutan masyarakat semakin kompleks dan persaingan pun semakin ketat. Sejalan dengan perkembangan

Lebih terperinci

PADA SISWA KELAS XI IPS 4 DI SMAN 1 BARABAI TAHUN PELAJARAN

PADA SISWA KELAS XI IPS 4 DI SMAN 1 BARABAI TAHUN PELAJARAN MENINGKATKAN HASIL BELAJAR EKONOMI MATERI JURNAL PENYESUAIAN DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DEVISIONS (STAD) PADA SISWA KELAS XI IPS 4 DI SMAN 1 BARABAI

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENDESKRIPSIKAN NKRI MELALUI PENERAPAN PEMBELAJARAN MODEL THINK-PAIR-SHARE. Erly Pujianingsih

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENDESKRIPSIKAN NKRI MELALUI PENERAPAN PEMBELAJARAN MODEL THINK-PAIR-SHARE. Erly Pujianingsih Didaktikum: Jurnal Penelitian Tindakan Kelas Vol. 17, No. 2, Mei 2016 (Edisi Khusus) ISSN 2087-3557 PENINGKATAN KEMAMPUAN MENDESKRIPSIKAN NKRI MELALUI PENERAPAN SD Negeri 02 Kebonsari, Karangdadap, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan, pendidikan memegang peranan penting karena

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan, pendidikan memegang peranan penting karena 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan, pendidikan memegang peranan penting karena pendidikan merupakan tempat untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia.

Lebih terperinci

Charlina Ribut Dwi Anggraini

Charlina Ribut Dwi Anggraini METODE PEMBELAJARAN TGT MELALUI PERMAINAN ULAR TANGGA SEBAGAI ALTERNATIF MENINGKATKAN PEMAHAMAN DAN MINAT BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS III SD NEGERI BEDIWETAN KECAMATAN BUNGKAL KABUPATEN PONOROGO Charlina

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses belajar mengajar merupakan suatu proses interaksi atau hubungan timbal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses belajar mengajar merupakan suatu proses interaksi atau hubungan timbal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses belajar mengajar merupakan suatu proses interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa dalam satuan pembelajaran. Guru sebagai salah satu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan tujuan, isi, dan bahan

I. PENDAHULUAN. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan tujuan, isi, dan bahan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini dunia pendidikan dihadapkan pada tantangan yang mengharuskan untuk mampu melahirkan sumber daya manusia yang dapat memenuhi tuntutan global. Matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permendiknas RI No. 41 tahun 2007 tentang Standar Proses Pendidikan menyatakan bahwa proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam menciptakan generasi penerus yang berkualitas dan mengembangkan potensi yang dimiliki setiap manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pembelajaran adalah suatu proses yang tidak hanya sekedar menyerap

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pembelajaran adalah suatu proses yang tidak hanya sekedar menyerap 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembelajaran adalah suatu proses yang tidak hanya sekedar menyerap informasi dari guru tetapi juga melibatkan berbagai kegiatan dan tindakan yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Menulis berkaitan erat dengan keterampilan mendengarkan, gagasan secara runtut. Menulis memiliki peranan yang sangat penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Menulis berkaitan erat dengan keterampilan mendengarkan, gagasan secara runtut. Menulis memiliki peranan yang sangat penting dalam BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya menulis merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa. Menulis berkaitan erat dengan keterampilan mendengarkan, berbicara, dan membaca. Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan yang amat penting untuk menjamin kelangsungan hidup Negara, juga merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas

Lebih terperinci