BAB II QUALITY CONTROL TERHADAP PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II QUALITY CONTROL TERHADAP PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA"

Transkripsi

1 BAB II QUALITY CONTROL TERHADAP PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA II.1. UMUM Mutu pekerjaan pada suatu kontruksi perkerasan lentur jalan raya akan sangat mempengaruhi dari umur rencana konstruksi tersebut. Pengendalian kualitas terhadap mutu terpadu sangat diperlukan untuk mencapai produk konstruksi mutu tinggi dan dapat diandalkan. Untuk itu perlu dilakukan quality control atau pengendalian kualitas pada suatu pekerjaan konstruksi agar dapat menghasilkan produk konstruksi yang baik sesuai dengan keinginan. Perkerasan adalah struktur yang terdiri dari banyak lapisan yang dibuat untuk menambah daya dukung tanah agar dapat memikul repetisi beban lalu-lintas sehingga tanah tadi tidak mengalami deformasi yang berarti (Croney, D, 1977). Perkerasan atau struktur perkerasan didefenisikan sebagai struktur yang terdiri dari satu atau lebih lapisan perkerasan yang dibuat dari bahan yang memiliki kualitas yang baik (Basuki, H, 1986). Jadi, perkerasan jalan adalah suatu konstruksi yang dibangun di atas lapisan tanah dasar (subgrade), yang berfungsi untuk menopang beban lalu lintas (NAASRA, 1987).

2 Perkerasan dimaksudkan untuk memberikan permukaan yang halus dan aman pada segala kondisi cuaca, serta tebal dari setiap lapisan harus cukup aman untuk memikul beban yang bekerja di atasnya. Perkerasan dapat berupa agregat bermutu tinggi yang diikat dengan aspal yang disebut perkerasan lentur, atau dapat juga pelat beton yang disebut perkerasan kaku. Konsep dasar desain lapis perkerasan jalan menurut (Dr. Ir. Erizal, Magr.), yaitu (22) : Memperbaiki atau meningkatkan harga CBR dari subbase ataupun basecourse dengan bahan yang lebih baik. Meng-improve (memperbaiki mutu) lapis tanah dasar dengan cara : a. Stabilisasi kimia b. Stabilisasi mekanis c. Menimbun tanah dasar asli dengan bahan tanah timbunan yang lebih baik (CBR yang lebih tinggi). Mempertebal lapisan subbase maupun basecourse. Dengan cara-cara modern, antara lain dengan menambah lapisan penguat tipis antara tanah dasar (subgrade) dan lapisan pondasi (base/subbase) dengan menggunakan bahan-bahan geosintetik (geotextile, geogrid, dll) Menurut Yoder, E. J dan Witczak (1975), Pada umumnya jenis konstruksi perkerasan jalan ada 2 jenis (21) : 1. Perkerasan Kaku (Rigid Pavement) Yaitu perkerasan yang menggunakan semen (Portland cement) sebagai bahan pengikat. Pelat beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan diatas tanah dasar

3 dengan atau tanpa lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh pelat beton. Gambar 2.1.A Strukur Perkerasan Kaku Dengan Peraspalan B Struktur Perkerasan Kaku Tanpa Peraspalan (31). Perkerasan kaku (rigid pavement) dapat dikelompokkan sebagai berikut : a. Perkerasan beton semen, yaitu perkerasan kaku dengan beton semen sebagai lapisan aus. Ada 3 (tiga) jenis perkerasan beton semen, yaitu : perkerasan beton semen bersambung tanpa tulangan, perkerasan beton semen bersambung dengan tulangan, perkerasan beton semen menerus dengan tulangan. b. Perkerasan komposit, yaitu perkerasan kaku dengan pelat beton semen sebagai lapis pondasi dan aspal beton sebagai lapis permukaan. Menurut Manu (1995), bahan-bahan yang digunakan pada perkerasan kaku adalah semen, agregat, air, besi tulangan dan material pengisi sambungan. 2. Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) Yaitu pekerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisanlapisan perkerasannya bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar (Sukirman,1995).

4 Gambar 2.2. Model-model Lapisan Perkerasan (22). Terdapat berbagai macam perbandingan antara rigid pavement dan flexible pavement, yaitu (22) : a. Perkerasan Kaku Bila dibebani praktis tidak akan melentur karena lenturan kecil. Fungsi perkerasan terutama untuk mendukung sebagian besar beban roda kendaraan. Biaya perkerasan relative mahal. Pemeliharaan minimal dan biaya pemeliharaan relative murah. Bahan beton perkerasan pada umumnya tidak terpengaruh oleh adanya genangan air atau banjir. Lapisan perkerasan tidak dapat menerima perbedaan penurunan yang agak besar dari tanah dasar. b. Perkerasan Lentur

5 Bila dibebani maka akan melentur dan ketika beban hilang lenturan akan kembali. Fungsi perkerasan terutama sebagai penyebar tegangan dari roda kendaraan langsung ke tanah dasar. Biaya perkerasan relative lebih murah. Pemeliharaan harus teratur dan berkala dan untuk biaya pemeliharaannya relative lebih mahal. Bahan aspal dan material lapis pondasi akan mudah rusak apabila jalan tergenang air atau banjir. Lapis perkerasan dapat menerima perbedaan penurunan (differential settlement) yang agak besar dari tanah dasar. Dapat disimpulkan bahwa perkerasan merupakan lapisan tambahan yang berada antara beban kendaraan dan tanah dasar, yang bersifat konstruktif sehingga memiliki nilai struktural dan fungsional. Nilai struktural berkaitan dengan daya dukung perkerasan untuk mendukung repetisi beban lalu lintas kendaraan dan kemampuannya untuk tetap stabil, mantap dan aman terhadap pengaruh infiltrasi air permukaan dan perubahan cuaca (Bennet et al., 2007). Penurunan nilai struktural diindikasikan dengan terjadinya kerusakan dini perkerasan di awal umur pelayanan, seperti retak (cracking), lubang (pothole), penurunan (deformation), bekas alur roda kendaraan (rutting), pelepasan butiran permukaan perkerasan (ravelling) dan permukaan yang keriting (corrugation) (23). Nilai fungsional berkaitan dengan performansi permukaan jalan dalam melayani lalu lintas kendaraan dengan aman dan nyaman yang meliputi aspekaspek teknis, antara lain : kerataan, kekesatan dan kemiringan permukaan.

6 Penurunan nilai fungsional diindikasikan dengan penurunan tingkat keamanan dan kenyamanan berkendaraan karena kondisi performansi hasil pemeliharaan berkala maupun peningkatan jalan kurang memenuhi standar indek performansi yang disyaratkan (23). Selain dari dua jenis perkerasan tersebut, sekarang telah banyak digunakan jenis gabungan (composite pavement), yaitu perpaduan antara perkerasan lentur dan kaku. Dapat berupa perkerasan lentur diatas perkerasan kaku, atau perkerasan kaku diatas perkerasan lentur. Dalam tugas akhir ini membahas mengenai quality control pada perkerasan lentur (flexible pavement) khususnya untuk lapisan pondasi atas (base course). II.2. STRUKTUR PERKERASAN LENTUR (FLEXIBLE PAVEMENT) Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan diatas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya ke lapisan di bawahnya (6). Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement) terdiri dari (6) :

7 Gambar 2.3. Lapisan-lapisan Pada Perkerasan Lentur (FlexiblePavement) 1. Lapisan permukaan (surface course) Lapisan yang terletak paling atas disebut lapis permukaan, dimana lapis permukaan ini memiliki fungsi sebagai berikut : a. Lapis perkerasan penahan beban roda, lapisan mempunyai stabilitas tinggi untuk menahan beban roda selama masa pelayanan. b. Lapis kedap air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya tidak meresap kelapisan di bawahnya dan melemahkan lapisan tersebut. c. Lapisan aus (wearing course), lapisan yang langsung menderita gesekan akibat rem kendaraan sehingga mudah menjadi aus. d. Lapis yang menyebarkan beban ke lapisan bawah, sehingga dapat dipikul oleh lapisan lain yang mempunyai daya dukung yang lebih jelek. Guna dapat memenuhi fungsi tersebut diatas, pada umumnya lapisan permukaan dibuat dengan menggunakan bahan pengikat aspal sehingga menghasilkan lapisan yang kedap air dengan stabilitas yang tinggi dan daya tahan yang lama. Bahan yang umum yang digunakan untuk lapisan permukan (surface course) ialah : Aspal campuran panas (Hot Mix)

8 Aspal campuran dingin (Cold Mix) Lapisan Penetrasi Macadam (Lapen) Labur aspal satu lapis (Burtu) Labur aspal dua lapis (Burda) Laburan Aspal (Buras) Lapisan tipis as buton murni (Latasbum) Lapisan as buton agregat (Lasbutag) Lapisan tipis aspal pasir (Latasir) 2. Lapisan pondasi atas (base course) Lapisan pondasi atas (base course) merupakan lapisan perkerasan yang terletak diantara lapis pondasi bawah dan lapis permukaan. Fungsi dari lapisan pondasi atas ini antara lain sebagai berikut : a. Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan menyebarkan beban ke lapisan di bawahnya. b. Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah. c. Bantalan terhadap lapisan permukaan. Material yang digunakan untuk lapisan pondasi atas adalah material yang cukup kuat. Untuk lapisan pondasi atas tanpa bahan pengikat umumnya

9 menggunakan material dengan CBR > 50% dan Plastisitas Index (PI) < 4%. Bahan-bahan alam seperti batu pecah, kerikil pecah, stabilitas tanah dengan semen dan kapur dapat digunakan sebagai lapis pondasi atas. Di Indonesia terdapat berbagai macam jenis lapis pondasi atas yang umum digunakan, antara lain : 1. Agregat bergaradasi baik,yaitu : batu pecah kelas A, batu pecah kelas B, batu pecah kelas C. Batu pecah kelas A mempunyai gradasi yang lebih kasar dari pada batu pecah kelas B, batu pecah kelas B lebih kasar dari pada batu pecah kelas C. Kriteria dari masing-masing jenis lapisan di atas dapat diperoleh pada spesifikasi yang diberikan. 2. Pondasi Macadam 3. Pondasi Telford 4. Penetrasi Macadam (Lapen) 5. Aspal beton pondasi (Asphalt Concrete Base/Asphalt Treated Base) 6. Stabilisasi yang terdiri dari : a. Stabilisasi agregat dengan semen (Cemen Treated Base) b. Stabilisasi agregat dengan kapur (Lime Treated Base) c. Stabilisasi agregat dengan aspal (Asphalt Treated Base) 3. Lapisan pondasi bawah (subbase course)

10 Lapisan pondasi bawah (subbase course) merupakan lapisan lapis permukaan yang terletak antara lapis pondasi atas dan tanah dasar. Lapisan pondasi bawah ini memiliki berbagai macam fungsi, yaitu : 1. Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda ke tanah dasar. Lapisan ini harus cukup kuat, mempunyai CBR 20% dan Plastisitas Index (PI) 10%. 2. Effisiensi penggunaan material. Material pondasi bawah relative murah dibandingkan dengan lapisan perkerasan diatasnya. 3. Mengurangi tebal lapisan diatasnya yang lebih mahal. 4. Lapisan peresapan, agar air tanah tidak berkumpul di pondasi. 5. Lapisan pertama, agar pekerjaan dapat berjalan lancar. Hal ini dikarenakan dengan kondisi lapangan yang memaksa harus segera menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca, atau lemahnya daya dukung tanah dasar menahan roda-roda alat besar. 6. Lapisan untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar naik ke lapis pondasi atas. Untuk itu lapisan pondasi bawah harus memenuhi syarat filter, yaitu : D15subbase D15subgrade 5 D15subbase D15subgrade 5

11 Dimana : D15 = diameter butir pada keadaan banyaknya persen yang lolos = 15% D85 = diameter butir pada keadaan banyaknya persen yang lolos = 85% Jenis lapisan pondasi bawah yang umum dipergunakan di Indonesia, antara lain : 1. Agregat bergradasi baik, yaitu : sirtu/pitrun kelas A, sirtu/pitrun kelas B, sirtu/pitrun kelas C. Sirtu kelas A bergradasi lebih kasar dari sirtu kelas B, sesuai dengan spesifikasi yang ada. 2. Stabilisasi a. Stabilisasi agregat denagn semen (Cemen Treated Base) b. Stabilisasi agregat dengan kapur (Lime Treated Base) c. Stabilisasi tanah dengan semen (Soil Cement Stabilization) d. Stabilisasi tanah dengan kapur (Soil Lime Stabilization) 4. Lapisan tanah dasar (subgrade) Subgrade ialah lapisan tanah dasar dibawah perkerasan. Kekuatan dan keawetan maupun tebal dari lapisan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung pada sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar ini. Lapisan tanah dasar dapat berupa tanah asli yang dipadatkan jika tanah aslinya baik, tanah yang didatangkan dari tempat lain dan dipadatkan atau tanah yang distabilisasi

12 dengan kapur atau bahan lainnya. Subgrade berfungsi untuk mendukung perkerasan. Ditinjau dari muka tanah asli, maka lapisan tanah dasar dibedakan atas : a. Lapisan tanah dasar, tanah galian. b. Lapisan tanah dasar, tanah timbunan. c. Lapisan tanah dasar, tanah asli. Gambar 2.4. Jenis Tanah Dasar Ditinjau Dari Muka Tanah Asli Tanah-tanah subgrade menjadi lebih kokoh dibandingkan dengan tanah aslinya dikarenakan adanya pemadatan atau karena adanya tanah urug dengan material yang lebih baik yang biasa disebut dengan Improved Subgrade.

13 Material tanah sebagai pembentuk tanah dasar ini memiliki persyaratan teknik sebagai berikut (Joni Harianto,2003) : Bukan tanah organis. Sebaiknya tidak termasuk tanah yang plastisitasnya. Bahan yang mempunyai plastisitas tinggi hanya boleh digunakan pada daerah/lapisan dibawah 80cm dari tanah dasar ataupun pada bagian dasar urugan. Ataupun urugan kembali yang tidak memerlukan daya dukung yang tinggi. Memiliki harga CBR tidak kurang dari 6% setelah perendaman 4 hari dan dipadatkan 100% dari kepadatan kering maksimum. Dimana peryaratan kepadatan yaitu : a. Harus dipadatkan sampai dengan 95% dari kepadatan kering maksimum pada lapisan 30cm ke bawah dari subgrade. b. 30cm ke atas harus dipadatkan 100% dari kepadatan kering maksimum Penggunaan tanah sebagai bahan untuk pembuatan jalan umumnya hanya terbatas pada penyiapan badan jalan yaitu untuk membentuk lapisan pendasar (subgrade) pada daerah timbunan ataupun pada daerah yang kondisi tanah aslinya tidak memenuhi spesifikasi sehingga memerlukan penggantian tanah. Dalam perencanaan dan pelaksanaan perkerasan lentur jalan terdapat berbagai hal penting yang harus diperhatikan, yaitu :

14 1. Perencanaan tebal lapisan masing-masing perkerasan. Dengan memperhatikan daya dukung tanah dasar, beban lalu lintas yang akan dipikulnya, keadaan lingkungan dan jenis lapisan yang dipilih, dapatlah ditentukan tebal masing-masing lapisan berdasarkan beberapa metoda yang ada. 2. Analisa campuran bahan. Dengan memperhatikan mutu dan jumlah bahan yang tersedia, maka direncanakan suatu susunan campuran tertentu sehingga memenuhi spesifikasi dari jenis lapisan yang dipilih. 3. Pengawasan pelaksanaan pekerjaan. Perencanaan tebal pekerasan yang baik, susunan campuran yang memenuhi syarat, belum dapat menjamin menghasilkan lapisan perkerasan sesuai dengan apa yang diinginkan. Jika tidak dilakukan pengawasan dengan cermat dari mulai tahap penyiapan lokasi dan material sampai tahap pencampuran atau penghamparan dan akhirnya pada tahap pemadatan dan pemeliharaan. Menurut Sukirman (1995), konstruksi perkerasan lentur dipandang dari keamanan dan kenyamanan berlalu lintas haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1. Permukaan yang tidak merata, tidak bergelombang dan tidak melendut. 2. Permukaan cukup kaku, sehingga tidak mudah berubah bentuk akibat beban yang bekerja diatasnya.

15 3. Permukaan cukup kesat, memberikan gesekkan yang baik antara ban dengan permukaan jalan sehingga tidak mudah selip. 4. Permukaan tidak mengkilap dan tidak silau jika terkena sinar matahari. Gambar 2.4. Model-model Lapisan Perkerasan Lentur (22).

16 II.3. QUALITY CONTROL TERHADAP KINERJA PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA Jaringan jalan nasional dan provinsi merupakan salah satu infrastruktur dasar yang memilki peran sentral dalam meningkatkan aksesibilitas wilayah dan mobilitas penduduk. Oleh karena itu, mutu perkerasan jalan harus dijamin mampu memberikan pelayanan prima kepada masyarakat dengan cara melakukan quality control. Namun demikian jaringan jalan nasional dan propinsi sering mengalami kerusakan struktural sebelum umur layanan selesai, kondisi ini memunculkan pertanyaan mendasar tentang bagaimana sesungguhnya pemberlakuan pengendalian kualitas perkerasan jalan. Kerusakan tersebut dievaluasi karena pengaruh air dan bebabn kendaraan berlebih, sementara itu fakta dilapangan menunjukkan bahwa kegagalan dilapangan disebabkan tidak tercapainya kualitas pelaksanaan sesuai dengan standar mutu yang ada (23). Berbagai pengalaman empirik menyatakan bahwa kegagalan mutu perkerasan jalan dapat disebabkan oleh banyak hal, antara lain : kesalahan perencanaan dan desain perkerasan, ketidaksesuain pelaksanaan konstruksi perkerasan terhadap spesifikasi teknis, ketidaksesuaian laporan administrasi proyek terhadap fakta dilapangan, dan ketidaktepatan pengendalian mutu pelaksanaan pekerjaan terhadap standar mutu yang digunakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 5 (lima) faktor dominan yang signifikan mempengaruhi pemberlakuan quality control atau standar mutu secara sistematik, yaitu : sumber daya manusia, sosialisasi standar mutu, pencapaian mutu, kekuatan struktural dan kemantapan jalan (23).

17 Perkerasan lentur memiliki beberapa lapisan pondasi, setiap lapisan pondasi terdapat beberapa indikator teknis untuk mengukur mutunya.untuk lapis permukaan (surface course) yaitu : tingkat kepadatan yang merupakan perbandingan antara kepadatan lapangan dan kepadatan laboratorium. Kepadatan lapangan minimal 95% terhadap kepadatan laboratorium atau tingkat kepadatan minimal agar mutu lapis permukaan dapat diterima jika lebih besar dari 95%. Untuk lapis pondasi atas (base course) yaitu : nilai CBR lapangan disyaratkan minimal 80%, nilai kepadatan lapangan minimal 95% dari kepadatan kering maksimum dilaboratorium, dan nilai kadar air lapangan berada pada rentang toleransi 2% terhadap nilai kadar air optimum laboratorium. Untuk lapis pondasi bawah (subbase course) yaitu : nilai CBR lapangan disyaratkan minimal 20%, nilai kepadatan lapangan minimal 95% dari kepadatan kering maksimum laboratorium, dan nilai kadar air lapangan berada pada rentang toleransi 2% terhadap nilai kadar air optimum laboratorium. Untuk tanah dasar (subgrade) antara lain : nilai CBR dilapangan disyaratkan lebih besar atau sama dengan 90% dari CBR laboratorium, nilai kepadatan lapangan disyaratkan lebig besar atau sama dengan 95% dengan kepadatan laboratorium, dan nilai kadar air lapangan berada pada toleransi 2% terhadap nilai kadar air optimum (23). Konstruksi perkerasan lentur dipandang dari segi kemampuan memikul dan menyebarkan beban, haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut (23) : 1. Ketebalan yang cukup sehingga mampu menyebarkan beban atau muatan lalu lintas ke tanah dasar.

18 2. Kedap terhadap air, sehingga air tidak mudah meresap ke lapisan yang ada dibawahnya. 3. Permukaan mudah mengalirkan air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya bias cepat dialirkan. 4. Kekauan untuk memikul beban yang bekerja tanpa menimbulkan deformasi yang berarti.. Hasil identifikasi menunjukkan kerusakan struktural perkerasan jalan nasional dan provinsi banyak terjadi pada awal umur pelayanannya karena ketidaktepatan prosedur (tata cara) pelaksanaan dan pengawasan kualitasnya terhadap standar mutu yang digunakan. Secara umum, jenis kerusakan struktural tersebut adalah (23) : 1. Permukaan perkerasan hasil pembangunan jalan baru mengalami penurunan (ambles) dan bergelombang. 2. Permukaan perkerasan hasil peningkatan dan pemeliharaan berkala mengalami retak (cracking) dan berlubang (pothole). II.3.1. STANDAR MUTU PERKERASAN LENTUR JALAN Yates & Aniftos (1998) mendefinisikan standar adalah sesuatu yang digunakan sebagai basis (dasar) untuk perbandingan dan evaluasi karakteristik material dan prosedur kerja beserta hasil implementasinya yang selalu siap pakai jika diperlukan dan selalu mengutamakan aspek keselamatan dan keamanan bagi manusia dan lingkungan. Standar adalah dokumen yang berisi ketentuan teknis

19 dari sebuah produk, metode, proses atau system yang dirumuskan secara consensus (komitmen bersama) dan diterapkan oleh instansi yang berwenang (Haryono, 2005). Standar disusun dengan tujuan untuk menciptakan keteraturan optimum dalam konteks tertentu untuk menuju keamanan dan keselamatan umat manusia dan lingkungan. Standar merupakan produk inti (core product) dari kegiatan standarisasi, yakni kegiatan yang dilakukan badan standarisasi, baik secara nasional maupun internasional (Haryono, 2005) (23). Standar mutu perkerasan lentur jalan di Indonesia sebelum tahun 1985, pengelolaan perkerasan jalan sebagian besar dilaksanakan dengan mengacu pada standar Amerika (AASHTO dan ASTM) karena masih banyak belum tersedia standar mutu produk Indonesia yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan daerah di wilayah kerja Indonesia. Dalam perkembangannya, Balitbang Departemen PU (2005) telah membuat Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan sebagai standar mutu untuk pembangunan perkerasan jalan dan peningkatan serta pemeliharaan jalan lama, yang terdiri dari 11 divisi (23). II.3.2. FAKTOR-FAKTOR PEMBERLAKUAN STANDAR MUTU PERKERASAN JALAN Pemberlakuan standar mutu diperlakukan sebagai suatu proses yang berlangsung secara terus-menerus yang berkelanjutan, artinya proses pemantauan, pengawasan, penilaian, dan evaluasi implementasi standar mutu harus dilakukan sejak tahapan konstruksi sampai pasca konstruksi. Pemberlakuan standar mutu memerlukan monitoring dan evaluasi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhinya sehingga dapat diketahui pada bagian mana factor yang kuat

20 dan lemah, kemudian dapat dirumuskan solusinya. Faktor dimaksudkan keadaan atau peristiwa yang mempengaruhi terjadinya sesuatu atau sesuatu yang secara berkontribusi terhadap suatu penyelesaian, hasil dan proses (23). Menurut Agah (2006) dan Palgunadi (2006) telah menyimpulkan beberapa faktor yang signifikan berpengaruh terhadap pemberlakuan standar mutu perkerasan jalan, antara lain (23) : Diseminasi atau sosialisasi dan distribusi merpakan kegiatan yang tidak terpisahkan dari keberhasilan pencapaian mutu jalan karena sangat berpengaruh dalam peningkatan pemahaman substansi standar mutu dan keseragaman kualitas konstruksi jalan. Peningkatan mutu SDM melalui program pelatihan atau pendidikan khusus secara regular akan mampu meningkatkan kemampuan dan kemauan untuk lebih meningkatkan mutu jalan. II.4. AGREGAT LAPISAN PONDASI ATAS (BASE COURSE) Pada lapisan pondasi atas (base course) umumya menggunakan klasifikasi agregat kelas A. Untuk agregat kasar terdiri atas batu pecah atau kerikil yang keras dan awet. Untuk lapis pondasi agregat kelas A diperlukan agregat kasar yang mempunyai paling sedikit satu bidang pecah. Sedangkan untuk agregat halus dapat berupa abu batu dan pasir. Agregat campuran merupakan gabungan dari agregat kasar dan halus. Untuk mendapatkan agregat gabungan bisa dilakukan dengan cara analitis maupun grafis. Campuran kombinasi agregat minimum terdiri

21 atas 2 (dua) fraksi yaitu fraksi kasar dan fraksi halus. Pencampuran bahan untuk memenuhi ketentuan yang disyaratkan harus dikerjakan dilokasi instalasi pemecah batu atau pencampur. Pencampuran bahan ini menggunakan pemasok mekanis yang telah dikalibrasi untuk memperoleh aliran yang menerus dari komponenkomponen campuran dengan proporsi yang benar. Dalam keadaan apapun tidak dibenarkan melakukan campuran dilapangan (23). Seluruh lapis pondasi agregat harus bebas dari bahan organik, gumpalan lempung atau bahan-bahan yang tidak dikehendaki lainnya. Terdapat berbagai hal yang dilakukan apabila menemukan lapis pondasi agregat yang tidak memenuhi ketentuan yang ada, yaitu dengan cara : 1. Lokasi hamparan dengan tebal atau kerataan permukaan yang tidak memenuhi toleransi yang disyaratkan atau permukannya menjadi tidak rata baik selama pelaksanaan atau setelah pelaksanaan, harus segera memperbaiki dengan cara membongkar lapis permukaan tersebut dan mengurangi atau menambahkan bahan sebagaimana diperlukan, kemudian dilakukan pembentukan dan pemadatan kembali. 2. Lapis pondasi agregat yang terlalu kering untuk pemadatan, dalam hal rentang kadar air seperti yang dipersyaratkan atau seperti yang diperintahkan dalam pekerjaan harus digaru dan dilakukan penyemprotan air dalam kuantitas yang cukup serta digaruk kembali hingga kadar air campuran menjadi merata. 3. Lapis pondasi agregat yang terlalu basah harus digaru dengan cara berulangulang pada cuaca kering dengan menggunakan alat yang telah disetujui,

22 disertai waktu jeda dalam pelaksanannya. Alternatif lain bila dalam pengeringan yang memadai tidak dapat diperoleh dengan cara tersebut diatas, maka bahan yang sudah ada dapat diganti dengan bahan lain yang lebih memadai atau memenuhi ketentuan. 4. Perbaikan atas lapisan pondasi agregat yang tidak memenuhi kepadatan yang disyaratkan dalam spesifikasi ini, maka dilakukan sesuai dengan prosedur pekerjaan seperti pemadatan tambahan, penggaruan disertai penyesuaian kadar air dan pemadatannya kembali. II QUALITY CONTROL MATERIAL (AGREGAT) Berdasarkan Pedoman Konstruksi dan Bangunan, dalam pengendalian mutu jumlah data pendukung untuk persetujuan awal harus sesuai dengan pekerjaan yang diperintahkan, namun harus mencakup seluruh pengujian yang disyaratkan untuk gradasi dan sifat-sifat agregat. Untuk masing-masing sumber bahan yang diusulkan diperlukan minimum 3 contoh yang mewakili rentang bahan mutu tersebut. Setelah persetujuan mutu bahan lapis pondasi agregat yang diusulkan, seluruh jenis pengujian bahan harus diulangi lagi bila terdapat perubahan sumber, mutu bahan atau metode produksinya. Program pengujian rutin pengendalian mutu bahan harus dilaksanakan untuk mengendalikan ketidakseragaman bahan yang dibawa ke lokasi pekerjaan. Pengujian lebih lanjut harus dilakukan untuk setiap 1000 meter kubik bahan yang diproduksi paling sedikt 5 (lima) pengujian indeks plastisitas, 5 (lima) pengujian gradasi dan 1 (satu) penentuan kepadatan kering maksimum menggunakan SNI ,

23 metode D. Kemudian kepadatan dan kadar air yang dipadatkan harus secara rutin diperiksa. Pengujian harus dilakukan sampai seluruh kedalaman lapis terpasang dengan selang jarak tidak boleh lebih 200m (23). Pengujian awal dilakukan masing-masing minimal 3 (tiga) sample terhadap sumber material (quarry) untuk mengetahui nilai CBR laboratorium, nilai kepadatan kering maksimum dan kadar air optimum (23). Pengujian yang dilakukan adalah jumlah minimum penguji kualitas yang diperlukan. Pengujian yang lebih luas dapat diminta untuk menentukan kekerasan dan kebagusan kualitas dan bagian yang halus

24 Gambar 2.5. Diagram Pengendalian Mutu Material (Agregat) (23).

25 II.5. SPESIFIKASI TEKNIS PERENCANAAN, PELAKSANAAN DAN PENGENDALIAN MUTU LAPIS PONDASI AGREGAT Lapis Pondasi merupakan bagian perkerasan jalan raya yang terletak antara lapis permukaan jalan dan tanah dasar, dimana salah satu fungsi utamanya pada perkerasan lentur adalah untuk menyebarkan beban kendaraan agar tegangan yang sampai ke tanah dasar tidak melampaui tegangan yang dapat menimbulkan deformasi berlebih. Atas pertimbangan efisiensi bahan lapis pondasi terdiri atas dua bagian yaitu lapis pondasi atas dan lapis pondasi bawah. Karena letaknya yang lansung dibawah lapis permukaan sehingga menerima tegangan yang besar akibat beban roda kendaraan, maka lapis pondasi atas dan lapis pondasi bawah pada perkerasan lentur harus mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap deformasi. Karena posisinya yang terletak di bawah lapis pondasi atas, maka lapis pondasi bawah mempunyai mutu yang dapat lebih rendah dari pada mutu untuk lapis pondasi atas (4). Lapis pondasi atas pada perkerasan lentur biasanya terdiri atas lapisan hasil pemadatan batu pecah, kerikil atau slag yang bergradasi tertentu, atau bahan hasil stabilisasi; sedangkan lapis pondasi bawah dapat terdiri atas bahan yang sama seperti untuk lapis pondasi, tetapi dengan mutu yang lebih rendah. Untuk mencegah terjadinya keruntuhan akibat tegangan yang terjadi langsung di bawah permukaan, lapis pondasi atas harus terdiri dari bahan yang bermutu tinggi. Apabila lapis pondasi atas terdiri atas agregat, maka fraksi agregat tersebut harus sesuai dengan gradasi yang dicantumkan dalam spesifikasi. Lapis pondasi atas yang terdiri atas bahan yang distabilisasi aspal atau semen dapat menghemat biaya, karena ketebalannya akan menjadi tipis. Sedangkan untuk lapis pondasi

26 bawah dapat digunakan bahan pilihan, missal kerikil alam. Bahan pilihan biasanya mempunyai stabilitas cukup tinggi, tetapi mempunyai karakteristik lain yang menjadi bahan tersebut tidak sepenuhnya memenuhi syarat sebagai lapis pondasi atas. II.5.1. LAPIS PONDASI AGREGAT Lapis pondasi agregat adalah lapis pondasi yang bahan utamanya terdiri atas agregat atau batu atau granular material. Agregat adalah material berbutir yang keras dan kompak dan yang dimaksud agregat mencakup antara lain batu bulat, batu pecah, abu batu dan pasir. Disamping untuk lapis pondasi, agregat mempunyai peranan yang sangat penting dalam prasarana transportasi, khusunya dalam hal ini perkerasan jalan. Daya dukung perkerasan jalan ditentukan sebagian besar oleh karakteristik agregat yang digunakan. Pemilihan agregat yang tepat dan memenuhi persyaratan akan sangat menentukan dalam keberhasilan pembangunan atau pemeliharaan jalan (4). A. Sifat-sifat campuran lapis pondasi agregat Lapis pondasi agregat setelah dipadatkan harus memenuhi sifat-sifat yang ditunjukkan dalam table berikut : B. Persyaratan Agregat dan Campuran Agregat 1. Agregat Kasar

27 a. Agregat kasar ( tertahan pada ayakan 4,75mm ) harus terdiri atas partikel yang keras dan awet. b. Agregat kasar kelas A yang berasal dari batu kali harus 100% mempunyai paling sedikit satu bidang pecah. c. Agregat kasar kelas B yang berasal dari batu kali harus 50% mempunyai paling sedikit sati bidang pecah. 2. Fraksi Agregat Halus Agregat halus ( lolos ayakan 4,75mm ) harus terdiri atas partikel pasir atau batu pecah halus. Pengujian agregat diperlukan untuk mengetahui karakteristik fisik dan mekanik agregat sebelum digunakan sebagai bahan lapis pondasi. Jenis pengujian agregat dan campuran lapis pondasi atas serta lapis pondasi bawah agregat ditunjukkan pada tabel sebagai berikut : Tabel 2.1. Jenis Pengujian Agregat, Campuran Lapis Pondasi dan Lapis Pondasi Bawah Agregat No. Jenis Pengujian Standar 1 Metode Pengujian Batas Plastis SNI Metode Pengujian Batas Cair dengan Alat Cassagrande SNI Metode Pengujian Gumpalan Lempung dan Butir-butir Mudah Pecah dalam 3 Agregat SNI Metode Pengujian Keausan Agregat dengan Mesin Abrasi Los Angeles SNI Metode Pengujian Tentang Analisa Saringan Agregat Halus dan Kasar SNI Metode Pengujian Kepadatan Berat untuk Tanah SNI Metode Pengujian CBR Laboratorium SNI

28 8 Metode Pengujian Kepadatan Lapangan dengan Alat Konus Pasir SNI Gradasi Agregat Campuran/Gabungan Agregat untuk lapis pondasi harus bebas dari bahan organic dan gumpalan lempung atau bahan-bahan lain yang tidak dikehendaki, harus memenuhi persyaratan gradasi agregat campuran/gabungan yang disajikan pada table dibawah. C. Toleransi Dimensi 1. Elevasi Permukaan Elevasi permukaan lapis akhir harus sesuai dengan Gambar Rencana, dengan toleransi yang ditunjukkan pada tabel. Tabel 2.2. Toleransi Elevasi Permukaan Bahan dan Lapisan Pondasi Agregat Agregat kelas C digunakan sebagai lapis pondasi bawah Agregat kelas B atau kelas A digunakan untuk lapis pondasi jalan yang akan ditutup dengan lapis resap pengikat atau pelaburan Toleransi Tinggi Permukaan +1,5 cm s/d -1,5 cm +1 cm s/d -1 cm

29 2. Ketebalan Lapis Pondasi Agregat Tebal total minimum lapis pondasi kelas A dan kelas C atau kelas B dan kelas C tidak boleh kurang dari tabel yang disyaratkan sebagaimana ditunjukkan pada tabel. Tabel 2.3. Toleransi Ketebalan Bahan dan Lapisan Pondasi Agregat Agregat kelas C digunakan sebagai lapis pondasi bawah Agregat kelas B atau kelas A digunakan untuk lapis pondasi jalan yang akan ditutup dengan lapis resap pengikat atau pelaburan Toleransi Ketebalan +1 cm s/d -1cm +1 cm s/d 0 cm 3. Penyimpangan Kerataan Permukaan Pengukuran kerataan permukaan dengan mistar lurus sepanjang 3 meter yang diletakkan sejajar dan melintang sumbu jalan untuk sepanjang lokasi pekerjaan. Pengukuran kerataan dilakukan setelah semua bahan yang lepas dibersihkan. Toleransi kerataan permukaan lapis pondasi untuk ke 3 (tiga) kelas agregat ditunjukkan pada tabel. Tabel 2.4. Toleransi Kerataan Permukaan Bahan dan Lapisan Pondasi Agregat Agregat kelas C digunakan sebagai lapis pondasi bawah Agregat kelas B atau kelas A digunakan untuk lapis pondasi jalan yang akan ditutup dengan lapis resap Toleransi Kerataan -1cm -0,8 cm

30 pengikat atau pelaburan D. Persyaratan Peralatan Peralatan dan mesin-mesin yang digunakan dalam pelaksanaan pekerjaan sebelum pekerjaan dimulai harus layak pakai dan selama pelaksanaan harus dirawat agar selalu dalam kondisi yang baik. Peralatan processing harus direncanakan, dipasang, dioperasikan dan dengan kapasitasnya dapat mencampur agregat, air secara merata sehingga menghasilkan campuran yang homogen, seragam yang diperlukan untuk pemadatan. Bilamana instalasi pencampur digunakan maka instalasi pencampur tersebut harus dikalibrasi terlebih dahulu untuk memperoleh aliran yang menerus dan komponen-komponen campuran dengan proporsi yang benar. Lapis pondasi harus dipadatkan dengan alat pemadat seperti alat pemadat roda besi dengan penggetar, alat pemadat roda besi, alat pemadat roda karet. Alat pemadat roda besi dengan penggetar hanya boleh digunakan pada awal pemadatan. 1. Alat Penghampar Alat penghampar agregat harus menggunakan peralatan mekanis yang mampu menyebarkan bahan lapis pondasi agregat dengan lebar dan toleransi permukaan yang diinginkan serta tidak menimbulkan segregasi. 2. Alat Pemadat Alat pemadat roda besi dengan penggeta, pemadat roda besi tanpa penggetar atau pemadat roda karet, harus digunakan untuk pemadatan pondasi agregat yang sudah dalam keadaan kadar air optimum untuk

31 pemadatan. Alat pemadat roda besi dengan penggetar hanya boleh digunakan pada awal pemadatan. 3. Alat Pengangkut Dump truk dengan penutup terpal harus digunakan untuk pengangkutan bahan ke lokasi pekerjaan. Bahan harus digelar dalam dalam keadaan kadar air optimum untuk pemadatan dengan penggilas. 4. Peralatan Lain Mistar pengecek kerataan manual dan alat perata dengan manual merupakan peralatan yang harus disediakan dengan jumlah yang cukup. Permukaan lapis pondasi yang telah dipadatkan biasanya harus dibentuk dan siratakan sehingga mempunyai kemiringan melintang dan kerataan yang ditetapkan. Peralatan spesifikasi yang biasa ditetapkan untuk mengukur kemiringan melintang dan kerataan adalah mal ( template ) dan mistar 3 meter. Apabila mal tidak tersedia, maka sebagai alternative dapat digunakan segitiga mal. II.5.2. Perencanaan Campuran Lapis Pondasi Agregat A. Pembuatan Formula Campuran Rancangan ( FCR ) Sebelum pembuatan campuran rancangan, terlebih dahulu agregat yang akan digunakan harus sudah diuji dan hasilnya memenuhi persyaratan. Prosedur FCR yaitu (4) :

32 1. Siapkan contoh uji agregat yang direncanakan akan digunakan sebagai bahan lapis pondasi agregat dan contoh uji agregat tersebut diiambil dari stockpile. 2. Lakukan pengujian kualitas agregat termasuk analisa ukuran butir pada masing-masing fraksi agregat. 3. Evaluasi hasil pengujian kualitas dan penggabungan beberapa fraksi apakah memenuhi persyaratan. Bila kualitas agregat tidak memenuhi persyaratan harus diganti dan bila memenuhi persyaratan tetapi hasil penggabungan beberapa agregat tidak memenuhi persyaratan maka untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menggunakan agregat atau fraksi baru sebagai agregat tambahan. 4. Bila kualitas agregat dan gradasi agregat campuran sudah memenuhi persyaratan maka langkah selanjutnya adalah pengujian kepadatan dengan tahapan sebagai berikut : a. Siapkan contoh-contoh uji dengan variasi kadar air 4%, 6%, 8%, 10% dan 12% terhadap berat kering agregat. b. Lakukan percobaan pemadatan berat ( modified ) sesuai SNI pada setiap variasi kadar air. c. Tentukan hubungan antara kadar air dengan kepadatan dan dapatkan kadar air optimum dan kepadatan kering maksimum, yaitu puncak dari garis lengkung grafik darri hubungan kadar air dan kepdatan kering maksimum.

33 d. Berdasarkan hasil pengujian pemadatan, yaitu untuk kepadatan kering maksimum dan kadar air optimum, langkah selanjutnya buatkan benda uji untuk pengujian CBR sesuai dengan SNI dan hasilnya harus sesuai dengan tabel persyaratan lapis pondasi agregat. e. Bila memenuhi persyaratan maka bahan, gradasi agregat campuran dan kadar air optimum dan hasil uji pemadatan tersebut adalah merupakan formula campuran rancangan sehingga nilai kadar air optimum dan kepadatan kering maksimum ini dapat menentukan angka kepadatan maksimum. Apabila tidak memenuhi maka harus mengganti atau menambah agregat atau fraksi baru. B. Pembuatan Formula Campuran Kerja ( FCK ) Untuk memperoleh homogenitas campuran dan memenuhi ketentuan yang disyaratkan harus langsung dari instalansi pemecah batu atau alat pencampur yang disetujui dengan menggunakan pemasok mekanis yang telah dikalibrasi untuk memperoleh aliran yang menerus dan komponen-komponen campuran dengan proporsi yang benar. Dalam keadaan apapun tidak dibenarkan melakukan pencampuran dilapangan dengan grader, loader atau backhoe kecuali dengan alat khusu yaitu pulvi mixer (4). 1. Setelah FCR diperoleh, langkah berikutnya adalah membuat FCK. 2. Selanjutnya lakukan pembuatan campuran melalui pulvi mixer tersebut dan kemudian campuran tersebut di uji coba di lapangan

34 dengan luas 150 m2 dengan tebal sesuai rencana dan lokasi uji coba lapangan harus dilakukan diluar lokasi pekerjaan. 3. Ambil contoh campuran yang dihasilkan oleh pulvimixer tersebut selanjutnya lakukan pengujian analisa saringan untuk memperoleh agregat gradasi campuran yang dihasilkan. Kemudian lakukan pengujian hingga diperoleh kadar air dan kepadatan optimum serta nilai daya dukung yang dicerminkan dengan nilai CBR. 4. Percobaan lapangan, sebagai berikut : a. Penghamparan dilakukan dengan menggunakan alat peralatan mekanis yang mampu menyebarkan bahan lapis pondasi agregat dengan lebar dan toleransi permukaan yang diinginkan serta tidak menimbulkan segregasi. b. Langkah berikutnya adalah pemadatan dan alat pemadat untuk pemadatan pondasi agregat yang sudah dalam keadaan kadar air optimum untuk pemadatan adalah pemadat roda besi dengan penggetar, pemadat roda besi tanpa penggetar atau pemadat roda karet. Alat pemadat roda besi dengan penggetar hanya boleh digunakan pada awal pemadatan. c. Percobaan lapangan dilakukan sesuai SNI d. Bila kepadatan belum tercapai, tambahkan lintasan pemadatan dan test kembali kepadatan lapangan dan kadar air. 5. Berdasarkan hasil coba lapangan ditetapkan menjadi FCK, berlaku untuk agregat yang digunakan memiliki kualitas dan gradasi yang sama serta sumber agregat yang sama.

35 II.5.3. Pelaksanaan Lapis Pondasi Agregat Lapis pondasi agregat tidak boleh ditempatkan, dihampar, atau dipadatkan sewaktu turun hujan dan pemadatan tidak boleh dilakukan setelah hujan atau bila kadar air bahan jadi tidak berada dalam rentang yang ditentukan (4). a. Pekerjaan Persiapan 1). Bilamana Lapis Pondasi Agregat akan dihampar pada perkerasan atau bahu jalan lama, semua kerusakan yang terjadi pada perkerasan atau bahu jalan lama harus diperbaiki terlebih dahulu. 2). Bilamana Lapis Pondasi Agregat akan dihampar pada suatu lapisan perkerasan lama atau tanah dasar baru yang disiapkan atau lapis pondasi yang disiapkan, maka lapisan ini harus diselesaikan sepenuhnya. 3). Lokasi yang telah disediakan untuk pekerjaan Lapisan Pondasi Agregat, sesuai dengan butir 1) dan 2) diatas, harus disiapkan dan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Direksi Pekerjaan paling sedikit 100 meter ke depan dari rencana akhir lokasi penghamparan Lapis Pondasi pada setiap saat. Untuk perbaikan tempat-tempat yang kurang dari 100 meter panjangnya, seluruh formasi itu harus disiapkan dan disetujui sebelum lapis pondasi agregat dihampar. 4). Bilamana Lapis Pondasi Agregat akan dihampar langsung di atas permukaan perkerasan aspal lama, yang menurut pendapat Direksi Pekerjaan dalam kondisi tidak rusak, maka harus diperlukan penggaruan atau pengaluran pada permukaan perkerasan aspal lama agar diperoleh tahanan geser yang lebih baik. b. Penghamparan

36 1). Lapis Pondasi Agregat harus dibawa ke badan jalan sebagai campuran yang merata dan harus dihampar pada kadar air dalam rentang yang disyaratkan. Kadar air dalam bahan harus tersebar secara merata. 2). Setiap lapis harus dihampar pada suatu operasi dengan takaran yang merata agar menghasilkan tebal padat yang diperlukan dalam toleransi yang disyaratkan. Bilamana akan dihampar lebih dari satu lapis, maka lapisan lapisan tersebut harus diusahakan sama tebalnya. 3). Lapis Pondasi Agregat harus dihampar dan dibentuk dengan salah satu metode yang disetujui yang tidak meyebabkan segregasi pada partikel agregat kasar dan halus. Bahan yang bersegregasi harus diperbaiki atau dibuang dan diganti dengan bahan yang bergradasi baik. 4). Tebal padat minimum untuk pelaksanaan setiap lapisan harus dua kali ukuran terbesar agregat lapis pondasi. Tebal padat maksimum tidak boleh melebihi 20 cm. c. Pemadatan 1). Segera setelah pencampuran dan pembentukan akhir, setiap lapis harus dipadatkan menyeluruh dengan alat pemadat yang cocok dan memadai dan disetujui oleh Direksi Pekerjaan, hingga kepadatan paling sedikit 100 % dari kepadatan kering maksimum modifikasi (modified) seperti yang ditentukan oleh SNI , metode D. 2). Direksi Pekerjaan dapat memerintahkan agar digunakan mesin gilas beroda karet digunakan untuk pemadatan akhir, bila mesin gilas statis beroda baja dianggap mengakibatkan kerusakan atau degradasi berlebihan dari Lapis Pondasi Agregat.

37 3). Pemadatan harus dilakukan hanya bila kadar air dari bahan berada dalam rentang 3 % di bawah kadar air optimum sampai 1 % di atas kadar air optimum, dimana kadar air optimum adalah seperti yang ditetapkan oleh kepadatan kering maksimum modifikasi (modified) yang ditentukan oleh SNI , metode D. 4). Operasi penggilasan harus dimulai dari sepanjang tepi dan bergerak sedikit demi sedikit ke arah sumbu jalan, dalam arah memanjang. Pada bagian yang ber superelevasi, penggilasan harus dimulai dari bagian yang rendah dan bergerak sedikit demi sedikit ke bagian yang lebih tinggi. Operasi penggilasan harus dilanjutkan sampai seluruh bekas roda mesin gilas hilang dan lapis tersebut terpadatkan secara merata. 5). Bahan sepanjang kerb, tembok, dan tempat-tempat yang tak terjangkau mesin gilas harus dipadatkan dengan timbris mekanis atau alat pemadat lainnya yang disetujui. II.5.4. Pengendalian Mutu 1. Pengujian a) Jumlah data pendukung pengujian bahan yang diperlukan minimum pada tiga contoh yang mewakili sumber bahan yang diusulkan, yang dipilih untuk mewakili rentang mutu bahan yang mungkin terdapat pada sumber bahan tersebut. b) Setelah persetujuan mutu bahan Lapis Pondasi Agregat yang diusulkan, seluruh jenis pengujian bahan akan diulangi lagi, bila menurut pendapat Direksi Pekerjaan, terdapat perubahan mutu bahan atau metode produksinya.

38 c) Suatu program pengujian rutin pengendalian mutu bahan harus dilaksanakan untuk mengendalikan ketidakseragaman bahan yang dibawa ke lokasi pekerjaan. Pengujian lebih lanjut harus seperti yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan tetapi untuk setiap 1000 meter kubik bahan yang diproduksi paling sedikit harus meliputi tidak kurang dari lima (5) pengujian indeks plastisitas, lima (5) pengujian gradasi partikel, dan satu (1) penentuan kepadatan kering maksimum menggunakan SNI , metode D. Pengujian CBR harus dilakukan dari waktu ke waktu sebagaimana diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan. d) Kepadatan dan kadar air bahan yang dipadatkan harus secara rutin diperiksa, mengunakan SNI Pengujian harus dilakukan sampai seluruh kedalaman lapis tersebut pada lokasi yang ditetapkan oleh Direksi Pekerjaan, tetapi tidak boleh berselang lebih dari 200 m. 2. Perbaikan Lapis Pondasi Agregat Yang Tidak Memenuhi Ketentuan a). Lokasi hamparan dengan tebal atau kerataan permukaan yang tidak memenuhi ketentuan toleransi yang disyaratkan atau yang permukaannya menjadi tidak rata baik selama pelaksanaan atau setelah pelaksanaan, harus diperbaiki dengan membongkar lapis permukaan tersebut dan membuang atau menambahkan bahan sebagaimana diperlukan, kemudian dilanjutkan dengan pembentukan dan pemadatan kembali. b). Lapis Pondasi Agregat yang terlalu kering untuk pemadatan, dalam hal rentang kadar air seperti yang disyaratkan atau seperti yang diperintahkan Direksi Pekerjaan, harus diperbaiki dengan menggaru bahan tersebut yang

39 dilanjutkan dengan penyemprotan air dalam kuantitas yang cukup serta mencampurnya sampai rata. c). Lapis Pondasi Agregat yang terlalu basah untuk pemadatan seperti yang ditentukan dalam rentang kadar air yang disyaratkan atau seperti yang diperintahkan Direksi Pekerjaan, harus diperbaiki dengan menggaru bahan tersebut secara berulang-ulang pada cuaca kering dengan peralatan yang disetujui disertai waktu jeda dalam pelaksanaannya. Alternatif lain, bilamana pengeringan yang memadai tidak dapat diperoleh dengan cara tersebut di atas, maka Direksi Pekerjaan dapat memerintahkan agar bahan tersebut dibuang dan diganti dengan bahan kering yang memenuhi ketentuan. d). Perbaikan atas Lapis Pondasi Agregat yang tidak memenuhi kepadatan atau sifat-sifat bahan yang disyaratkan dalam Spesifikasi ini harus seperti yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan dan dapat meliputi pemadatan tambahan, penggaruan disertai penyesuaian kadar air dan pemadatan kembali, pembuangan dan penggantian bahan, atau menambah suatu ketebalan dengan bahan tersebut. e). Seluruh lubang pada pekerjaan yang telah selesai dikerjakan akibat pengujian kepadatan atau lainnya harus segera ditutup dengan bahan lapis pondasi agregat dan dipadatkan sampai memenuhi kepadatan dan toleransi permukaan. II.5.5. Menentukan Nilai Kepadatan (Berat Isi Kering Maksimum) dan Kadar Air Optimum Laboratorium Dengan Compaction 1. Berat Isi Basah ( )

40 = x 100 = 2. Kadar Air ( ) = = x Berat Isi Kering ( ) = Setelah dan diketahui maka dapat digambarkan grafik hubungan antara berat isi kering ) dan kadar air ) untuk mendapatkan berat isi maksimum dan kadar air optimum. 4. Zero Air Void ( ZAV ) Line ZAV = Dimana adalah berat jenis tanah ( specific gravity ) (5). II.5.6. Menentukan Nilai CBR Dari hasil compaction didapat nilai berat isi kering maksimum dan kadar air optimum, kemudian dilakukan pengujian (tiga) contoh sampel sesuai dengan kadar air optimum yang didapat. Kemudian dipadatkan dengan alat penumbuk modified dengan ketentuan : 1. Mould I dengan 10x tumbukan setiap lapis 2. Mould II dengan 30x tumbukan setiap lapis 3. Mould III dengan 65x tumbukan setiap lapis

41 Perhitungan : 1. Kadar Air ( ) = = x Berat Isi Basah ( ) = x 100 = 3. Berat Isi Kering ( ) = Puncak dari garis lengkung grafik dari hubungan kadar air dan berat isi kering ( kepadatan ) menyatakan berat isi kering maksimum ( kepadatan kering maksimum ) dan kadar air optimum. Nilai puncak kemudian diambil garis lurus grafik CBR maka akan didapat harga CBR maksimum. Nilai CBR tertinggi akan tercapai bila kadar airnya maksimum. Nilai CBR merupakan nilai daya dukung (4). II.5.7. Mencari Nilai Kepadatan Lapangan dengan Sand Cone 1. Berat Isi Kering Pasir ( ) pasir = 2. Berat Pasir Dalam Corong Berat pasir dalam corong = ( berat botol + corong + pasir ) ( berat botol + corong + sisa pasir ) 3. Berat Pasir Dalam Lubang Pemeriksaan

42 Berat pasir dalam lubang pemeriksaan = ( berat botol + corong + pasir ) ( berat botol + corong + sisa pasir ) berat pasir dalam corong 4. Volume Lubang ( V ) V = 5. Berat Tanah Basah Berat tanah basah = ( berat tanah basah + container ) berat container 6. Berat Isi Tanah Basah ( ) = 7. Berat Isi Tanah Kering Lapangan lap = 8. Kadar Air ( ) = = x Persentasi Kepadatan Persentasi kepadatan = Dimana = berat isi kering maksimum dari percobaan compaction (7).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalan merupakan infrastruktur dasar dan utama dalam menggerakan roda perekonomian nasional dan daerah, mengingat penting dan strategisnya fungsi jalan untuk mendorong

Lebih terperinci

DIVISI 5 PERKERASAN BERBUTIR DAN BETON SEMEN

DIVISI 5 PERKERASAN BERBUTIR DAN BETON SEMEN REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIVISI 5 PERKERASAN BERBUTIR DAN BETON SEMEN SPESIFIKASI UMUM BIDANG JALAN DAN JEMBATAN FINAL April 2005 PUSAT LITBANG PRASARANA TRANSPORTASI BADAN PENELITIAN

Lebih terperinci

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) 1 LAPIISAN DAN MATERIIAL PERKERASAN JALAN (Sonya Sulistyono, ST., MT.) A. Jenis dan Fungsi Lapis Perkerasan 1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) Kontruksi perkerasan lentur (flexible Pavement)

Lebih terperinci

PEDOMAN. Penggunaan tailing untuk lapis pondasi dan lapis pondasi bawah DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan

PEDOMAN. Penggunaan tailing untuk lapis pondasi dan lapis pondasi bawah DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Pd T-14-2004-B Penggunaan tailing untuk lapis pondasi dan lapis pondasi bawah DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Daftar isi Daftar isi... i Daftar tabel... i Prakata...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi pada zaman sekarang,

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi pada zaman sekarang, BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi pada zaman sekarang, terutama di daerah perkotaan terus memacu pertumbuhan aktivitas penduduk. Dengan demikian, ketersediaan

Lebih terperinci

METODE PELAKSANAAN LAPIS PONDASI ATAS (BASE COUSE) PADA RUAS JALAN WAILAN-G. LOKON KOTA TOMOHON

METODE PELAKSANAAN LAPIS PONDASI ATAS (BASE COUSE) PADA RUAS JALAN WAILAN-G. LOKON KOTA TOMOHON LAPORAN AKHIR METODE PELAKSANAAN LAPIS PONDASI ATAS (BASE COUSE) PADA RUAS JALAN WAILAN-G. LOKON KOTA TOMOHON Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Menyelesaikan Studi Pada Program Studi Diploma III Teknik

Lebih terperinci

DR. EVA RITA UNIVERSITAS BUNG HATTA

DR. EVA RITA UNIVERSITAS BUNG HATTA PERKERASAN JALAN BY DR. EVA RITA UNIVERSITAS BUNG HATTA Perkerasan Jalan Pada umumnya, perkerasan jalan terdiri dari beberapa jenis lapisan perkerasan yang tersusun dari bawah ke atas,sebagai berikut :

Lebih terperinci

DIVISI 5 PERKERASAN BERBUTIR DAN BETON SEMEN SEKSI 5.1 LAPIS FONDASI AGREGAT. 1) Standar Rujukan Metode Pengujian Kepadatan Berat untuk Tanah.

DIVISI 5 PERKERASAN BERBUTIR DAN BETON SEMEN SEKSI 5.1 LAPIS FONDASI AGREGAT. 1) Standar Rujukan Metode Pengujian Kepadatan Berat untuk Tanah. 5.1.1 UMUM DIVISI 5 PERKERASAN BERBUTIR DAN BETON SEMEN SEKSI 5.1 LAPIS FONDASI AGREGAT 1) Uraian a) Lapis Fondasi Agregat adalah suatu lapisan pada struktur perkerasan jalan yang terletak diantara lapis

Lebih terperinci

LAPIS PONDASI AGREGAT SEMEN (CEMENT TREATED BASE / CTB)

LAPIS PONDASI AGREGAT SEMEN (CEMENT TREATED BASE / CTB) BAB V LAPIS PONDASI AGREGAT SEMEN (CEMENT TREATED BASE / CTB) 5.1. UMUM a. Lapis Pondasi Agregat Semen (Cement Treated Base / CTB) adalah Lapis Pondasi Agregat Kelas A atau Kelas B atau Kelas C yang diberi

Lebih terperinci

LAPISAN STRUKTUR PERKERASAN JALAN

LAPISAN STRUKTUR PERKERASAN JALAN LAPISAN STRUKTUR PERKERASAN JALAN MAKALAH Disusun untuk Memenuhi Tugas Rekayasa Perkerasan Jalan DOSEN PEMBIMBING Donny DJ Leihitu ST. MT. DISUSUN OLEH NAMA : KHAIRUL PUADI NPM : 11.22201.000014 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Umum Perkerasan jalan adalah konstruksi yang dibangun diatas lapis tanah dasar (subgrade), yang berfungsi untuk menopang beban lalu lintas. Apapun jenis perkerasan

Lebih terperinci

gambar 3.1. teriihat bahwa beban kendaraan dilimpahkan ke perkerasan jalan

gambar 3.1. teriihat bahwa beban kendaraan dilimpahkan ke perkerasan jalan BAB HI LANDASAN TEORI 3.1 Konstruksi Perkerasan Konstruksi perkerasan lentur terdiri dan lapisan-lapisan yang diletakkan di atas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkerasan Jalan Perkerasan jalan adalah suatu lapisan yang berada di atas tanah dasar yang sudah dipadatkan, dimana fungsi dari lapisan ini adalah memikul beban lalu lintas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terletak pada lapis paling atas dari bahan jalan dan terbuat dari bahan khusus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terletak pada lapis paling atas dari bahan jalan dan terbuat dari bahan khusus BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkerasan Jalan Menurut Totomihardjo (1995), perkerasan adalah suatu lapis tambahan yang terletak pada lapis paling atas dari bahan jalan dan terbuat dari bahan khusus yang

Lebih terperinci

A. LAPISAN PERKERASAN LENTUR

A. LAPISAN PERKERASAN LENTUR A. LAPISAN PERKERASAN LENTUR Kontruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan di atas tanah dasar yang telah dapadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban

Lebih terperinci

Berdasarkan bahan pengikatnya konstmksi perkerasanjalan dapat dibedakan atas:

Berdasarkan bahan pengikatnya konstmksi perkerasanjalan dapat dibedakan atas: 17 BABUI LANDASAN TEORI 3.1 Perkerasan Jalan Berdasarkan bahan pengikatnya konstmksi perkerasanjalan dapat dibedakan atas: 1. Konstmksi perkerasan lentur ("fleksibel pavement"), yaitu perkerasan yang menggunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pekerasan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pekerasan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pekerasan Jalan Perkerasan jalan merupakan konstruksi yang berfungsi untuk melindungi tanah dasar (subgrade) dan lapisan-lapisan pembentuk perkerasan lainnya supaya tidak mengalami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Berdasarkan pada penelitian penulis yang berjudul Perbandingan Tebal Perkerasan Lentur Metode Manual Desain Perkerasan 2013 dengan Metode AASHTO 1993 (Studi Kasus: Jalur JLS Ruas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan yang berarti. Agar perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan yang berarti. Agar perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkerasan Jalan Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak di antara lapisan tanah dasar dan roda kendaraan, yang berfungsi memberikan pelayanan kepada sarana

Lebih terperinci

DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN

DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN 4.1.1 UMUM 1) Uraian a) Pekerjaan ini harus mencakup penambahan lebar perkerasan lama sampai lebar jalur lalu lintas yang diperlukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Jalan adalah seluruh bagian Jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalulintas umum,yang berada pada permukaan tanah, diatas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aspal Aspal didefinisikan sebagai material berwarna hitam atau coklat tua, pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat. Jika dipanaskan sampai suatu temperatur tertentu

Lebih terperinci

SPESIFIKASI KHUSUS-2 INTERIM SEKSI 6.6 LAPIS PENETRASI MACADAM ASBUTON LAWELE (LPMAL)

SPESIFIKASI KHUSUS-2 INTERIM SEKSI 6.6 LAPIS PENETRASI MACADAM ASBUTON LAWELE (LPMAL) SPESIFIKASI KHUSUS-2 INTERIM SEKSI 6.6 LAPIS PENETRASI MACADAM ASBUTON LAWELE (LPMAL) SKh-2. 6.6.1 UMUM 1) Uraian a) Yang dimaksud dengan Lapis Penetrasi Macadam Asbuton Lawele adalah lapis perkerasan

Lebih terperinci

DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN UMUM PERSYARATAN

DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN UMUM PERSYARATAN 4.1.1 UMUM DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN 1) Uraian a) Yang dimaksud dengan Pelebaran Perkerasan adalah pekerjaan menambah lebar perkerasan pada jalan lama

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Kaku (Rigid Pavement) Pada Ruas Jalan Tol Solo - Ngawi, yaitu :

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Kaku (Rigid Pavement) Pada Ruas Jalan Tol Solo - Ngawi, yaitu : BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan. Kesimpulan Tugas Akhir ini dengan judul Perencanaan Tebal Perkerasan Kaku (Rigid Pavement) Pada Ruas Jalan Tol Solo - Ngawi, yaitu : 1. Berdasarkan metode yang

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA SPESIFIKASI KHUSUS INTERIM SEKSI 6.6

REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA SPESIFIKASI KHUSUS INTERIM SEKSI 6.6 REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA SPESIFIKASI KHUSUS INTERIM SEKSI 6.6 LAPIS MAKADAM ASBUTON LAWELE (SKh-3.6.6.1) SPESIFIKASI KHUSUS-3 INTERIM SEKSI 6.6.1 LAPIS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konstruksi Perkerasan Lentur Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan di atas tanah yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan itu berfungsi untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi dan Klasifikasi Jalan Menurut Peraturan Pemerintah (UU No. 22 Tahun 2009) Jalan adalah seluruh bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan

Lebih terperinci

Spesifikasi lapis fondasi agregat semen (LFAS)

Spesifikasi lapis fondasi agregat semen (LFAS) Standar Nasional Indonesia Spesifikasi lapis fondasi agregat semen (LFAS) ICS 91.100.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. golongan, yaitu : struktur perkerasan lentur (Flexible Pavement) dan struktur

BAB I PENDAHULUAN. golongan, yaitu : struktur perkerasan lentur (Flexible Pavement) dan struktur BAB I PENDAHULUAN I.1. UMUM Secara umum struktur perkerasan dapat dikelompokkan ke dalam 2 golongan, yaitu : struktur perkerasan lentur (Flexible Pavement) dan struktur perkerasan kaku (Rigid Pavement).

Lebih terperinci

DIVISI 5 PERKERASAN BERBUTIR DAN PERKERASAN BETON SEMEN SEKSI 5.1 LAPIS PONDASI AGREGAT

DIVISI 5 PERKERASAN BERBUTIR DAN PERKERASAN BETON SEMEN SEKSI 5.1 LAPIS PONDASI AGREGAT DIVISI 5 PERKERASAN BERBUTIR DAN PERKERASAN BETON SEMEN SEKSI 5.1 LAPIS PONDASI AGREGAT 5.1.1 UMUM 1) Uraian Pekerjaan ini harus meliputi pemasokan, pemrosesan, pengangkutan, penghamparan, pembasahan dan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT SURAT EDARAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR: 04/SE/M/2016 TANGGAL 15 MARET 2016 TENTANG PEDOMAN PERANCANGAN PELAKSANAAN PERKERASAN JALAN TELFORD KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konstruksi Perkerasan Lentur Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement) yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Konstruksi perkerasan lentur terdiri

Lebih terperinci

BAB I. SEJARAH PERKERASAN JALAN.

BAB I. SEJARAH PERKERASAN JALAN. BAB I. SEJARAH PERKERASAN JALAN. 1.1 SEJARAH PERKERASAN JALAN. A. Sebelum Manusia Mengenal Hewan Sebagai Alat Angkut. Setelah manusia diam (menetap) berkelompok disuatu tempat mereka mengenal artinya jarak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konstruksi Perkerasan Jalan Menurut (Sukirman, S 1992) Lapisan perkerasan adalah konstruksi diatas tanah dasar yang berfungsi memikul beban lalu lintas dengan memberikan rasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perkerasan Jalan Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan pengikat yang digunakan untuk melayani beban lalu lintas. Agregat yang digunakan berupa batu pecah

Lebih terperinci

PELATIHAN INSPEKTOR LAPANGAN PEKERJAAN JALAN (SITE INSPECTOR OF ROADS)

PELATIHAN INSPEKTOR LAPANGAN PEKERJAAN JALAN (SITE INSPECTOR OF ROADS) SIR 09 = PEKERJAAN PERKERASAN JALAN PELATIHAN INSPEKTOR LAPANGAN PEKERJAAN JALAN (SITE INSPECTOR OF ROADS) 2007 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Menurunnya tingkat pelayanan jalan ditandai dengan adanya kerusakan pada lapisan perkerasan jalan, kerusakan yang terjadi bervariasi pada setiap segmen di sepanjang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pada dasarnya jalan memiliki umur pelayanan dan umur rencana. Dengan berjalannya waktu tingkat pelayanan jalan akan berkurang, oleh karena itu untuk menjaga tingkat

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. bergradasi baik yang dicampur dengan penetration grade aspal. Kekuatan yang

BAB III LANDASAN TEORI. bergradasi baik yang dicampur dengan penetration grade aspal. Kekuatan yang BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Lapisan Aspal Beton Lapis Aspal Beton adalah suatu lapisan pada konstuksi jalan raya, yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus, dicampur, dihampar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bagian pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas yang berada

Lebih terperinci

Cape Buton Seal (CBS)

Cape Buton Seal (CBS) Cape Buton Seal (CBS) 1 Umum Cape Buton Seal (CBS) ini pertama kali dikenalkan di Kabupaten Buton Utara, sama seperti Butur Seal Asbuton, pada tahun 2013. Cape Buton Seal adalah perpaduan aplikasi teknologi

Lebih terperinci

sampai ke tanah dasar, sehingga beban pada tanah dasar tidak melebihi daya

sampai ke tanah dasar, sehingga beban pada tanah dasar tidak melebihi daya BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Konstruksi Perkerasan Jalan Konstruksi perkerasan jalan adalah lapisan yang terletak di atas tanah dasar yang berfungsi untuk mendukung beban lalulintas dan meneruskannya sampai

Lebih terperinci

TATA CARA PELAKSANAAN BETON ASPAL CAMPURAN DINGIN DENGAN ASPAL EMULSI UNTUK PERKERASAN JALAN

TATA CARA PELAKSANAAN BETON ASPAL CAMPURAN DINGIN DENGAN ASPAL EMULSI UNTUK PERKERASAN JALAN TATA CARA PELAKSANAAN BETON ASPAL CAMPURAN DINGIN DENGAN ASPAL EMULSI UNTUK PERKERASAN JALAN BAB I DESKRIPSI 1.1. Maksud dan Tujuan 1.1.1. Maksud Tata cara ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perkerasan Jalan Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat yang digunakan untuk melayani beban lalulintas. Agregat yang dipakai antara lain adalah batu pecah,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Sejenis Dari penelitian sebelumnya mengenai kekuatan Cement Treated Recycling Base (CTRB) yang pernah dilakukan oleh Nono (2009) dihasilkan kesimpulan sebagai

Lebih terperinci

Lapisan-Lapisan Perkerasan Pada umumnya, perkerasan jalan terdiri dari beberapa jenis lapisan perkerasan yang tersusun dari bawah ke atas,seba

Lapisan-Lapisan Perkerasan Pada umumnya, perkerasan jalan terdiri dari beberapa jenis lapisan perkerasan yang tersusun dari bawah ke atas,seba BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teori 2.1.1 Perkerasan Jalan 2.1.1.1 Pengertian Perkerasan Jalan Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak di antara lapisan tanah dasar ar dan roda

Lebih terperinci

PERHITUNGAN KEPADATAN LAPIS PONDASI ATAS KELAS (A) DENGAN METODE SAND CONE DAN PELAKSANAAN PEKERJAAN JALAN SPT WAWONA-WAWONA

PERHITUNGAN KEPADATAN LAPIS PONDASI ATAS KELAS (A) DENGAN METODE SAND CONE DAN PELAKSANAAN PEKERJAAN JALAN SPT WAWONA-WAWONA LAPORAN AKHIR PERHITUNGAN KEPADATAN LAPIS PONDASI ATAS KELAS (A) DENGAN METODE SAND CONE DAN PELAKSANAAN PEKERJAAN JALAN SPT WAWONA-WAWONA Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Menyelesaikan Studi Pada Program

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak diantara

BAB 1. PENDAHULUAN. Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak diantara BAB 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak diantara lapisan tanah dasar dan roda kendaraan yang berfungsi memberikan pelayanan kepada sarana transportasi,

Lebih terperinci

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN 1. GAMBAR KONSTRUKSI JALAN a) Perkerasan lentur (flexible pavement), umumnya terdiri dari beberapa lapis perkerasan dan menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Gambar 6 Jenis Perkerasan Lentur Tanah

Lebih terperinci

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.4 April 2015 ( ) ISSN:

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.4 April 2015 ( ) ISSN: KAJIAN PERBEDAAN KINERJA CAMPURAN BERASPAL PANAS ANTARA JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON-LAPIS AUS (HRS-WC) BERGRADASI SENJANG DENGAN YANG BERGRADASI SEMI SENJANG Giavanny Hermanus Oscar H. Kaseke, Freddy

Lebih terperinci

Spesifikasi agregat untuk lapis fondasi, lapis fondasi bawah, dan bahu jalan

Spesifikasi agregat untuk lapis fondasi, lapis fondasi bawah, dan bahu jalan Standar Nasional Indonesia Spesifikasi agregat untuk lapis fondasi, lapis fondasi bawah, dan bahu jalan ICS 93.080.10 Badan Standardisasi Nasional BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perkerasan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perkerasan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perkerasan Jalan Perkerasan jalan merupakan suatu lapisan perkerasan yang terletak diantara lapisan tanah dasar dan roda kendaraan, yang berfungsi memberikan pelayanan kepada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perkerasan jalan adalah bagian konstruksi jalan yang terdiri dari beberapa susunan atau lapisan, terletak pada suatu landasan atau tanah dasar yang diperuntukkan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN SIRTU MALANGO SEBAGAI BAHAN LAPIS PONDASI BAWAH DITINJAU DARI SPESIFIKASI UMUM 2007 DAN 2010

PENGGUNAAN SIRTU MALANGO SEBAGAI BAHAN LAPIS PONDASI BAWAH DITINJAU DARI SPESIFIKASI UMUM 2007 DAN 2010 Surabaya, 18 Juni 2014, ISSN 23016752 PENGGUNAAN SIRTU MALANGO SEBAGAI BAHAN LAPIS PONDASI BAWAH DITINJAU DARI SPESIFIKASI UMUM DAN Fadly Achmad dan Nospiati Sunardi Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkerasan jalan raya dibagi menjadi dua jenis yaitu perkerasan kaku (Rigid Pavement) dan perkerasan lentur (flexible Pavement) dan pada perkerasan lentur terdapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Perkerasan Jalan Sampai saat ini ada 3 (tiga) jenis perkerasan jalan yang sering digunakan yaitu : perkerasan lentur, perkerasan kaku dan gabungan dari keduanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, sampai ditemukannya kendaraan bermotor oleh Gofflieb Daimler dan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, sampai ditemukannya kendaraan bermotor oleh Gofflieb Daimler dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Perkerasan jalan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat ditemukan pertama kali di Babylon pada tahun 625 SM, tetapi perkerasan jenis ini tidak berkembang,

Lebih terperinci

Uji Kelayakan Agregat Dari Desa Galela Kabupaten Halmahera Utara Untuk Bahan Lapis Pondasi Agregat Jalan Raya

Uji Kelayakan Agregat Dari Desa Galela Kabupaten Halmahera Utara Untuk Bahan Lapis Pondasi Agregat Jalan Raya Uji Kelayakan Agregat Dari Desa Galela Kabupaten Halmahera Utara Untuk Bahan Lapis Pondasi Agregat Jalan Raya Sandro Carlos Paulus Kumendong Oscar H. Kaseke, Sompie Diantje Universitas Sam Ratulangi Fakultas

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI KANDUNGAN BAHAN PENGISI TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON-LAPIS ANTARA BERGRADASI HALUS

PENGARUH VARIASI KANDUNGAN BAHAN PENGISI TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON-LAPIS ANTARA BERGRADASI HALUS PENGARUH VARIASI KANDUNGAN BAHAN PENGISI TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON-LAPIS ANTARA BERGRADASI HALUS Praesillia Christien Ator J. E. Waani, O. H. Kaseke Fakultas Teknik, Jurusan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada perkerasan Jalan Raya, dibagi atas tiga jenis perkerasan, yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada perkerasan Jalan Raya, dibagi atas tiga jenis perkerasan, yaitu BAB 1 PENDAHULUAN I. UMUM Pada perkerasan Jalan Raya, dibagi atas tiga jenis perkerasan, yaitu Perkerasan Lentur, Perkerasan Kaku, dan gabungan dari keduanya. Perkerasan lentur mengguanakan bahan pengikat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan hal tersebut mengakibatkan peningkatan mobilitas penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan hal tersebut mengakibatkan peningkatan mobilitas penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini perkembangan dan pertumbuhan penduduk sangat pesat. Seiring dengan hal tersebut mengakibatkan peningkatan mobilitas penduduk sehingga muncul banyak kendaraan-kendaraan

Lebih terperinci

KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN FLEXIBLE PAVEMENT DAN RIGID PAVEMENT. Oleh : Dwi Sri Wiyanti

KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN FLEXIBLE PAVEMENT DAN RIGID PAVEMENT. Oleh : Dwi Sri Wiyanti KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN FLEXIBLE PAVEMENT DAN RIGID PAVEMENT Oleh : Dwi Sri Wiyanti Abstract Pavement is a hard structure that is placed on the subgrade and functionate to hold the traffic weight that

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam campuran beraspal, aspal berperan sebagai pengikat atau lem antar partikel

BAB I PENDAHULUAN. Dalam campuran beraspal, aspal berperan sebagai pengikat atau lem antar partikel BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Campuran beraspal adalah suatu kombinasi campuran antara agregat dan aspal. Dalam campuran beraspal, aspal berperan sebagai pengikat atau lem antar partikel agregat, dan agregat

Lebih terperinci

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet Menurut Kementrian Pekerjaan Umum (Bina Marga revisi 2010), lapis tipis aspal beton (lataston) adalah lapisan penutup yang terdiri dari campuran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikenal dengan istilah lateks. Di dalam lateks terkandung 25-40% bahan karet

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikenal dengan istilah lateks. Di dalam lateks terkandung 25-40% bahan karet BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Natural Rubber Natural rubber (karet alam) berasal dari getah pohon karet atau yang biasa dikenal dengan istilah lateks. Di dalam lateks terkandung 25-40% bahan karet mentah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Campuran beraspal adalah suatu kombinasi campuran antara agregat dan aspal.

BAB I PENDAHULUAN. Campuran beraspal adalah suatu kombinasi campuran antara agregat dan aspal. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Campuran beraspal adalah suatu kombinasi campuran antara agregat dan aspal. Dalam campuran beraspal, aspal berperan sebagai pengikat atau lem antar partikel agregat, dan agregat

Lebih terperinci

TINJAUAN MUTU AGGREGAT LAPISAN PONDASI BAWAH PADA PERKERASAN JALAN BATAS KOTA LHOKSEUMAWE - PANTON LABU

TINJAUAN MUTU AGGREGAT LAPISAN PONDASI BAWAH PADA PERKERASAN JALAN BATAS KOTA LHOKSEUMAWE - PANTON LABU TINJAUAN MUTU AGGREGAT LAPISAN PONDASI BAWAH PADA PERKERASAN JALAN BATAS KOTA LHOKSEUMAWE - PANTON LABU Said Jalalul Akbar 1), Mukhlis 2), Burhanuddin 3) Muhibbuddin 4) Jurusan Teknik Sipil Universitas

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN AGREGAT HALUS (PASIR BESI) PASUR BLITAR TERHADAP KINERJA HOT ROLLED SHEET (HRS) Rifan Yuniartanto, S.T.

PENGARUH PENGGUNAAN AGREGAT HALUS (PASIR BESI) PASUR BLITAR TERHADAP KINERJA HOT ROLLED SHEET (HRS) Rifan Yuniartanto, S.T. PENGARUH PENGGUNAAN AGREGAT HALUS (PASIR BESI) PASUR BLITAR TERHADAP KINERJA HOT ROLLED SHEET (HRS) Rifan Yuniartanto, S.T. ABSTRAK Hot rolled sheet Wearing Course (HRS WC) adalah campuran lapis tipis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelebihan dari konstruksi perkerasan kaku adalah sifat kekakuannya yang. sementara kelemahan dalam menahan beban

BAB I PENDAHULUAN. Kelebihan dari konstruksi perkerasan kaku adalah sifat kekakuannya yang. sementara kelemahan dalam menahan beban BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konstruksi perkerasan kaku ( Rigid Pavement) banyak digunakan pada kondisi tanah dasar yang mempunyai daya dukung rendah, atau pada kondisi tanah yang mempunyai daya

Lebih terperinci

SEKSI Skh 6.8 CAPE BUTON SEAL

SEKSI Skh 6.8 CAPE BUTON SEAL SEKSI Skh 6.8 CAPE BUTON SEAL Skh 6.8.1. UMUM 1) Uraian Cape Buton Seal (C BS) adalah jenis lapis permukaan yang dilaksanakan dengan pemberian lapisan aspal cair yang diikuti dengan penebaran dan pemadatan

Lebih terperinci

berlemak, larut dalam CCU serta tidak larut dalam air. Jika dipanaskan sampai suatu

berlemak, larut dalam CCU serta tidak larut dalam air. Jika dipanaskan sampai suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Aspal Aspal didefinisikan sebagai bahan yang berwarna hitam atau coklat tua, pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat, mempunyai sifat lekat baik dan berlemak,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Aspal Beton Aspal Beton merupakan salah satu jenis lapis perkerasan lentur. Jenis perkerasan ini merupakan campuran merata antara agregat dan aspal sebagai bahan pengikat pada

Lebih terperinci

ASPEK GEOTEKNIK PADA PEMBANGUNAN PERKERASAN JALAN

ASPEK GEOTEKNIK PADA PEMBANGUNAN PERKERASAN JALAN ASPEK GEOTEKNIK PADA PEMBANGUNAN PERKERASAN JALAN Prof. Dr.Ir.Hary Christady Hardiyatmo, M.Eng.,DEA Workshop Continuing Profesional Development (CPD) Ahli Geoteknik Hotel Ambara - Jakarta 3-4 Oktober 2016

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan. Ketersediaan jalan adalah

I. PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan. Ketersediaan jalan adalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan merupakan infrastruktur dasar dan utama dalam menggerakkan roda perekonomian nasional dan daerah, mengingat penting dan strategisnya fungsi jalan untuk mendorong

Lebih terperinci

PEDOMAN Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil

PEDOMAN Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil PEDOMAN Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil LAMPIRAN SURAT EDARAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 20/SE/M/2015 TENTANG PEDOMAN SPESIFIKASI TEKNIS BAHAN PERKERASAN JALAN KERIKIL

Lebih terperinci

lapisan dan terletak di atas tanah dasar, baik berupa tanah asli maupun timbunan

lapisan dan terletak di atas tanah dasar, baik berupa tanah asli maupun timbunan BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Perkerasan Jalan Perkerasan jalan adalah salah satu konstruksi yang terdiri dari beberapa lapisan dan terletak di atas tanah dasar, baik berupa tanah asli maupun timbunan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada bidang transportasi adalah pembangunan sarana dan prasarana berupa jalan yang sangat penting bagi suatu daerah atau wilayah sehingga dapat saling

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perkerasan jalan adalah bagian konstruksi jalan yang terdiri dari beberapa susunan atau lapisan, terletak pada suatu landasan atau tanah dasar yang diperuntukkan

Lebih terperinci

KONSTRUKSI JALAN ANGKUT

KONSTRUKSI JALAN ANGKUT KONSTRUKSI JALAN ANGKUT Tujuan utama perkerasan jalan angkut adalah untuk membangun dasar jalan yang mampu menahan beban pada poros roda yang diteruskan melalui lapisan fondasi, sehingga tidak melampaui

Lebih terperinci

KAJIAN PEMANFAATAN SIRTU BUMELA SEBAGAI MATERIAL LAPIS PONDASI BAWAH DITINJAU DARI SPESIFIKASI UMUM 2007 DAN 2010

KAJIAN PEMANFAATAN SIRTU BUMELA SEBAGAI MATERIAL LAPIS PONDASI BAWAH DITINJAU DARI SPESIFIKASI UMUM 2007 DAN 2010 Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 1 (SeNaTS 1) Tahun 2015 Sanur Bali, 25 April 2015 KAJIAN PEMANFAATAN SIRTU BUMELA SEBAGAI MATERIAL LAPIS PONDASI BAWAH DITINJAU DARI SPESIFIKASI UMUM 2007 DAN 2010

Lebih terperinci

STUDI KORELASI DAYA DUKUNG TANAH DENGAN INDEK TEBAL PERKERASAN JALAN MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA

STUDI KORELASI DAYA DUKUNG TANAH DENGAN INDEK TEBAL PERKERASAN JALAN MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA STUDI KORELASI DAYA DUKUNG TANAH DENGAN INDEK TEBAL PERKERASAN JALAN MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA Said Jalalul Akbar 1), Wesli 2) Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Malikussaleh Email:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aspal Menurut Sukirman, (2007), aspal didefinisikan sebagai material perekat berwarna hitam atau coklat tua, dengan unsur utama bitumen. Aspal dapat diperoleh di alam ataupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perkerasan jalan adalah bagian konstruksi jalan yang terdiri dari beberapa susunan atau lapisan, terletak pada suatu landasan atau tanah dasar yang diperuntukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Perkembangan Teknologi Jalan Raya

BAB I PENDAHULUAN Perkembangan Teknologi Jalan Raya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Perkembangan Teknologi Jalan Raya Sejarah perkembangan jalan dimulai dengan sejarah manusia itu sendiri yang selalu berhasrat untuk mencari kebutuhan hidup dan berkomunikasi dengan

Lebih terperinci

PENGARUH KEPADATAN MUTLAK TERHADAP KEKUATAN CAMPURAN ASPAL PADA LAPISAN PERMUKAAN HRS-WC

PENGARUH KEPADATAN MUTLAK TERHADAP KEKUATAN CAMPURAN ASPAL PADA LAPISAN PERMUKAAN HRS-WC PENGARUH KEPADATAN MUTLAK TERHADAP KEKUATAN CAMPURAN ASPAL PADA LAPISAN PERMUKAAN HRS-WC Januardi 1) Abstrak Dalam Ditjen (2011), khusus pada sifat-sifat campuran perkerasan hanya terdapat standar untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menghasilkan suatu perkerasan yang tidak stabil.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menghasilkan suatu perkerasan yang tidak stabil. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengantar Menurut Kore (2008), menyatakan bahwa kadar aspal dalam campuran akan berpengaruh banyak terhadap karakteristik perkerasan. Kadar aspal yang rendah akan menghasilkan

Lebih terperinci

Agus Fanani Setya Budi 1, Ferdinan Nikson Liem 2, Koilal Alokabel 3, Fanny Toelle 4

Agus Fanani Setya Budi 1, Ferdinan Nikson Liem 2, Koilal Alokabel 3, Fanny Toelle 4 STUDI KOMPARASI PENGARUH VARIASI PENGGUNAAN NILAI KONSTANTA ASPAL RENCANA TERHADAP NILAI STABILITAS PADA CAMPURAN ASPAL BETON (HRSWC) TERHADAP KARAKTERISTIK UJI MARSHALL Agus Fanani Setya Budi 1, Ferdinan

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA 2008 SPESIFIKASI KHUSUS INTERIM SEKSI 6.7 PEMELIHARAAN PERMUKAAN JALAN DENGAN BUBUR ASPAL EMULSI (SLURRY) DIMODIFIKASI LATEX

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Lapis Perkerasan Jalan

Gambar 2.1 Lapis Perkerasan Jalan Lampiran TA19. Contoh penulisan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Kontruksi perkerasan lentur (flexible pavement) merupakan jenis perkerasan dengan aspal sebagai bahan pengikat yang telah banyak digunakan

Lebih terperinci

PENERAPAN SPESIFIKASI TEKNIK UNTUK PELAKSANAAN PERKERASAN JALAN BETON. Disampaikan dalam Pelatihan : Pelaksana Lapangan Perkerasan Jalan Beton

PENERAPAN SPESIFIKASI TEKNIK UNTUK PELAKSANAAN PERKERASAN JALAN BETON. Disampaikan dalam Pelatihan : Pelaksana Lapangan Perkerasan Jalan Beton PENERAPAN SPESIFIKASI TEKNIK UNTUK PELAKSANAAN PERKERASAN JALAN BETON Disampaikan dalam Pelatihan : Pelaksana Lapangan Perkerasan Jalan Beton 4.1. PENGERTIAN UMUM 4.1.1. Pendahuluan Empat elemen kompetensi

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR Michael Kevindie Setyawan 1, Paravita Sri Wulandari 2, Harry Patmadjaja

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Jalan Jalan merupakan suatu akses penghubung asal tujuan, untuk mengangkut atau memindahkan orang atau barang dari suatu tempat ke tempat lain. Infrastrukur jalan di Indonesia

Lebih terperinci

Alik Ansyori Alamsyah Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Malang

Alik Ansyori Alamsyah Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Malang PEMANFAATAN ABU AMPAS TEBU (BAGASSE ASH OF SUGAR CANE) SEBAGAI BAHAN PENGISI (FILLER) DENGAN VARIASI TUMBUKAN PADA CAMPURAN ASPAL PANAS ATB (ASPHALT TREATD BASE) Alik Ansyori Alamsyah Fakultas Teknik Jurusan

Lebih terperinci

NILAI KEHANCURAN AGREGAT (AGGREGATE CRUSHING VALUE) PADA CAMPURAN ASPAL

NILAI KEHANCURAN AGREGAT (AGGREGATE CRUSHING VALUE) PADA CAMPURAN ASPAL NILAI KEHANCURAN AGREGAT (AGGREGATE CRUSHING VALUE) PADA CAMPURAN ASPAL M. Aminsyah Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Andalas Abstrak Dalam rangka peningkatan dan pengembangan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Umum 2.2 Dasar Teori Oglesby, C.H Hicks, R.G

BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Umum 2.2 Dasar Teori Oglesby, C.H Hicks, R.G 9 BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Umum Perkerasan jalan adalah konstruksi yang dibangun diatas lapisan tanah dasar (subgrade), yang berfungsi untuk menopang beban lalu-lintas. Jenis konstruksi perkerasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN ` 1

BAB I PENDAHULUAN ` 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan jalan saling berkaitan dengan perkembangan teknologi yang ditemukan umat manusia. Begitu banyak gambaran nyata tentang kerusakan jalan baik berupa retakan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agregat, dan agregat berperan sebagai tulangan. Sifat-sifat mekanis aspal dalam

BAB I PENDAHULUAN. agregat, dan agregat berperan sebagai tulangan. Sifat-sifat mekanis aspal dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 UMUM Campuran beraspal adalah suatu kombinasi campuran antara agregat dan aspal. Dalam campuran beraspal,aspal berperan sebagai pengikat atau lem antar partikel agregat, dan agregat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perencanaan dan perancangan secara umum adalah kegiatan awal dari rangkaian fungsi manajemen. Inti dari sebuah perencanaan dan perancangan adalah penyatuan pandangan

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI RATIO FILLER-BITUMEN CONTENT PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON-LAPIS PONDASI GRADASI SENJANG

PENGARUH VARIASI RATIO FILLER-BITUMEN CONTENT PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON-LAPIS PONDASI GRADASI SENJANG PENGARUH VARIASI RATIO FILLER-BITUMEN CONTENT PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON-LAPIS PONDASI GRADASI SENJANG Fergianti Suawah O. H. Kaseke, T. K. Sendow Fakultas Teknik, Jurusan

Lebih terperinci