BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 9 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bayesian Model Averaging (BMA) Definisi Bayesian Model Averaging (BMA) adalah suatu metode yang dapat memprediksi model terbaik berdasarkan rata-rata terboboti dari seluruh model. BMA bekerja dengan merata-ratakan distribusi posterior dari semua model yang mungkin terbentuk. Tujuan BMA adalah menggabungkan model yang tidak pasti sehingga didapat satu model yang terbaik. Hasil dari estimasi mencakup semua model yang kemungkinan terbentuk sehingga bisa mendapatkan hasil estimasi yang lebih baik (Montgomery & Nyhan, 2010) Estimasi BMA Dasar dari model regresi linear adalah hubungan yang linear antara variabel prediktor dengan variabel respon. Model persamaan regresi adalah sebagai berikut: Y = Xβ + Ɛ Dimana; X : matrik berukuran n x (p+1) untuk variabel prediktor Y : variabel respon Ɛ N (0, σ 2 I) 9

2 10 Jika terdapat p variabel independen maka akan ada q=2 p model yang mungkin terbentuk. BMA menggunakan data yang berasal dari model kombinasi hirarki. Jika M = M 1, M 2,... M q adalah model yang mugkin terbentuk dan Δ merupakan nilai yang akan diprediksi maka estimasi BMA dimulai dari penentuan distribusi probabilitas posterior dari parameter model β, σ 2, dan model M k. Distribusi posterior dari Δ jika diketahui data D adalah: Pr (ΔǀD) = ଵ Pr ( ΔǀM k, D) Pr (M k ǀD) Dengan q adalah jumlah dari semua model yang mungkin. Distribusi posterior dari Δ jika diketahui D adalah rata-rata dari distribusi posterior jika diketahui model diboboti oleh probabilitas model posterior sedangkan probabilitas posterior dari model M k adalah: Dimana: Pr (M k ǀD) = ( ǀ ୩) ( ౡ) ( ǀ సభ ) ( ) Pr( DǀM ୩ ) = Pr ( Dǀθ ୩, ܯ ) Pr( θ ୩ ܯǀ ) dθ ୩ Adalah marginal likelihood dari model ܯ, Pr( θ ୩ ܯǀ ) adalah densitas prior dari θ ୩ jika diketahui model ܯ, Pr(D ǀθ ୩, ܯ ) adalah likelihood, dan Pr( ܯ ) adalah probabilitas prior jika model ܯ benar. Semua probabilitas secara implisit bergantung pada model ܯ sehingga nilai ekspektasi dari koefisien Δ didapat. ܯ dengan merata ratakan model (ܦ, ܯΔǀ ) ǀD) E ܯ) E (ΔǀD) = Pr

3 11 E (ΔǀD) menunjukkan nilai ekspektasi terboboti dari Δ di setiap model kombinasi yang mungkin (bobot ditentukan oleh prior dan model). Sedangkan varians dari ΔǀD adalah: = (ܦǀ߂)ݎ ݒ 2 (ܦǀ߂) ܧ (ܦǀ ܯ) ଶ ) Pr [(ܦ, ܯǀ߂)ܧ] + ) ܯ,ܦǀ߂ )ݎ ݒ) Kriteria untuk menentukan variabel prediktor termasuk variabel yang signifikan atau tidak dalam model yaitu berdasarkan persentase probabilitas posterior yang dihasilkan pada setiap variabel prediktor. Aturan konvensional mengatakan bahwa jika Pr [β k 0ǀD] kurang dari 50% maka tidak ada bukti yang kuat untuk X 1 menjadi faktor penyebab. Jika diantara 50%-75% maka ada bukti yang lemah untuk menyatakan X 1 sebagai faktor penyebab, jika diantara 75%-95% maka ada bukti yang cukup kuat, jika diantara 95%-99% maka ada bukti yang kuat, Jika diantara >99% maka ada bukti yang sanagt kuat untuk menyatakan X 1 sebagai faktor penyebab (Robert et al., 2009). 2.2 Metode Markov Chain Monte Carlo (MCMC) Estimasi parameter dengan menggunakan metode Bayesian terdapat dua komponen yaitu distribusi prior dan distribusi posterior. Distribusi prior digunakan untuk membentuk distribusi posterior. Distribusi posterior diperlukan untuk menentukan nilai estimasi parameter. Menurut Nurmalitasari et al., (2012) nilai estimasi parameter diperoleh dengan simulasi pengambilan sampel parameter dari distribusi posterior kompleks menggunakan metode Markov Chain Monte Carlo (MCMC).

4 12 Kasus dengan distribusi peluang yang memiliki bentuk umum dan dikenal seperti distribusi normal, beta, gamma, dan dapat diselesaikan dengan cara simulasi langsung. Namun, untuk kasus yang memiliki bentuk distribusi peluang yang belum dikenal, penyelesaiannya dilakukan dengan cara simulasi tidak langsung. Metode simulasi tak langsung yang sering digunakan adalah MCMC. Konsep utama dalam MCMC adalah membuat sampel pendekatan dari distribusi posterior parameter, dengan membangkitkan sebuah rantai Markov yang memiliki distribusi limit mendekati distribusi posterior parameter. MCMC adalah sebuah metode untuk membangkitkan variabel acak yang didasarkan pada rantai markov. Dengan MCMC akan diperoleh sebuah barisan sampel acak yang berkorelasi, yakni nilai ke j dari barisan (θ j ) disampling dari sebuah distribusi peluang yang bergantung pada nilai sebelumnya (θ j-1 ). Distribusi eksak dari (θ j ) umumnya tidak diketahui, namun distribusi pada setiap iterasi dalam barisan nilai sampel tersebut akan konvergen pada distribusi yang sesungguhnya untuk nilai j yang cukup besar. Oleh karena itu, jika ukuran sampel yang diperbaharui cukup besar maka kelompok terakhir dari nilai yang disampling dalam barisan tersebut, misal (θ P+1, θ P+2,... ) akan mendekati sebuah sampel yang berasal dari distribusi yang diinginkan. Notasi P bisaanya disebut sebagai burn in period (Mukid & Sugito, 2012). MCMC sering digunakan dalam inferensi Bayesian, khususnya jika distribusi posterior dari parameter yang diperhatikan memiliki bentuk yang tidak standar dan rumit. Dalam inferensi Bayesian, parameter dianggap sebagai sebuah peubah acak yang mengikuti sebuah distribusi tertentu. Jika suatu populasi

5 13 mengikuti distribusi tertentu dengan suatu parameter didalamnya, misal θ, maka dimungkinkan bahwa parameter θ itu sendiri juga mengikuti suatu distribusi probabilitas tertentu, yang disebut sebagai distribusi prior. Distribusi prior seringkali dituliskan dengan notasi f (θ), sehingga dapat dituliskan θ~f(θ). Bisaanya ditemui masalah dalam memilih fungsi densitas dari prior f (θ) dan dalam beberapa kasus θ dapat diasumsikan sebagai suatu variabel random, baik variabel random diskrit ataupun variabel random kontinu (Anifa, et al., 2012). Distribusi posterior adalah fungsi densitas bersyarat θ jika nilai observasi x diketahui dan dapat dituliskan sebagai berikut: (θǀx ୧ ) = (θ, x ୧) (x ୧ ) Jika θ kontinu, distribusi prior dan posterior θ dapat disajikan dengan fungsi kepadatan. Fungsi kepadatan bersyarat satu variabel random jika diketahui nilai variabel random kedua hanyalah fungsi kepadatan bersama dua variabel random itu dibagi dengan fungsi kepadatan marginal variabel random kedua. Tetapi fungsi kepadatan bersama (θ, x ୧ ) dan fungsi kepadatan margial (x ୧ ) pada umumnya tidak diketahui, hanya distribusi prior dan fungsi likelihood yang bisaanya dinyatakan. Fungsi kepadatan bersama dan marginal yang diperlukan dapat ditulis dalam bentuk distribusi prior dan fungsi likelihood, yaitu: (θ, x ୧ ) = (θ) (x ୧ ǀθ) Dimana (x ୧ ǀθ) merupakan fungsi likelihood dan (θ) merupakan distribusi prior. Selanjutnya diketahui bahwa: (x ୧ ) = න ஶ (θ, x ୧ )dθ = න (θ) ஶ (x ୧ ǀθ)dθ

6 14 Sehingga fungsi kepadatan posterior untuk variabel random kontinu dapat ditulis sebagai: (θǀx ୧ ) = ஶ ஶ (θ) (x ୧ ǀθ) (θ) (x ୧ ǀθ)dθ Dengan menjalankan sebuah algoritma MCMC, maka kemungkinan nilainilai simulasi θ (ଵ),..., θ (ᇱ) setiap terdistribusi ke distribusi posterior f(θǀx ୧ ). Penduga dari parameter θ diperoleh dari nilai rata-rata dari nilai-nilai sampel yang tersimulasi, yaitu: = ߠ ᇱ ௧ ଵ ( ௧ )ߠ Perhitungan penting lain pada analisis output setelah didapat dugaan parameter adalah standard error. Untuk menghitung standard error dari estimasi ini dapat dilakukan dengan metode batch means. Metode batch means merupakan salah satu metode yang sederhana dan mudah diterapkan. Metode ini dilakukan dengan membagi lagi urutan nilai-nilai simulasi θ (ଵ),..., θ ( ᇲ) menjadi b kelompok dengan setiap kelompoknya berukuran v, sehingga ᇱ=bv. Untuk setiap kelompok dihitung rata-rata sampel, misal rata-rata kelompok sampel adalah ߠ ଵ,..., ߠ. Misalkan bahwa, ukuran kelompok v yang telah dipilih cukup besar sehingga autokorelasi (lag 1) pada rangkaian batch means kecil, misalnya dibawah 0,1 maka estimasi standard error dapatߠ diduga dengan standard deviasi dari batch means, yaitu: ఏ = ඨ ଵ ߠ) ( ߠ ଶ ( 1)

7 15 Standard error ini sangat berguna untuk menentukan ketelitian dari rata-rata posterior yang dihitung dalam simulasi yang dijalankan. Pada kejadian tersebut, jika standard error terlalu besar, maka algoritma MCMC sebaiknya dijalankan kembali menggunakan jumlah iterasi yang lebih besar (Anifa et al., 2012). MCMC telah banyak diaplikasikan di berbagai bidang untuk menyelesaikan bermacam macam permasalahan, khususnya yang terkait dengan inferensi Bayesian dan berkaitan dengan persoalan mendapatkan suatu distribusi posterior dan juga distribusi prior pada beberapa studi kasus. Metode MCMC dapat digunakan baik untuk kasus univariat maupun multivariat. Metode ini memiliki 2 algoritma yang sering digunakan yaitu algoritma Metropolis-Hastings dan algoritma Gibbs sampling (Walsh, 2004). 2.3 Algoritma Gibbs sampling Gibbs sampling merupakan algoritma yang terdapat dalam metode MCMC yang digunakan untuk pengambilan sampel dari distribusi kompleks berdimensi tinggi. Algoritma Gibbs sampling menggunakan sampel sebelumnya untuk membangkitkan nilai sampel berikutnya secara random sehingga akan didapatkan rantai yang disebut rantai markov. Konsep utama dalam Gibbs sampling adalah menemukan bentuk distribusi bersyarat univariat dimana dalam distribusi tersebut memuat semua variabel random dengan satu variabel yang akan ditentukan nilainya (Mukid & Sugito, 2012). Gibbs sampling memerlukan distribusi bersyarat (conditional distribution) dari tiap-tiap variabel. Pada Gibbs sampling semua simulasi adalah univariate dan

8 16 semua sampel hasil simulasi diterima. Gibbs sampling bisa diterapkan apabila distribusi probabilitas bersama (joint probability distribution) tidak diketahui secara eksplisit, tetapi distribusi bersyarat (conditional distribution) dari tiap-tiap variabel diketahui. Algoritma ini merupakan kasus khusus dari komponen tunggal algoritma Metropolis-Hastings yang menggunakan densitas proposal q(x ǀx (t) ), yaitu distribusi target bersyarat penuh f (x j ǀx ij ), dimana x ij = (x 1,..., x j-1, x j+1,..., x p ) T. Distribusi proposal seperti ini menghasilkan peluang penerimaan α = 1, dan oleh karena itu perpindahan yang diusulkan diterima untuk semua iterasi. Meskipun Gibbs sampling merupakan kasus khusus dari algoritma Metropolis Hasting, bisaanya disebut juga sebagai teknik simulasi yang terpisah karena kepopuleran dan kemudahannya (Anifa et al., 2012). Anifa et al. (2012) juga menyatakan bahwa salah satu keuntungan dari Gibbs sampling tersebut yaitu pada setiap langkah, nilai random harus dibangkitkan dari distribusi dimensi tunggal yang mana alat-alat komputasi yang tersedia beragam jenisnya. Seringkali, distribusi bersyarat ini memiliki bentuk yang diketahui, sehingga sejumlah nilai random dapat disimulasi dengan mudah menggunakan fungsi standar pada software statistik dan komputasi. Gibbs sampling selalu bergerak ke nilai-nilai baru dan yang paling penting adalah tidak memerlukan spesifikasi dari distribusi-distribusi proposal. Pada sisi lain, hal tersebut dapat tidak berguna saat ruang parameter rumit atau parameter sangat berkorelasi. Algoritma Gibbs sampling dapat diringkas dengan langkah-langkah sebagai berikut:

9 17 Misalkan x = (x 1, x 2, x 3,... x p ) a. Menentukan nilai awal x (o) b. Untuk t = 1,...,T ulangi langkah-langkah berikut 1). Menetukan x = x (t-1) 2). Untuk j = 1,...,p perbaharui x j dari x j ~ (x j x ij ). Proses lengkapnya sebagai berikut: ), (௧ ଵ) ݔ,... (௧ ଵ) ଷ ݔ, (௧ ଵ) ଶ ݔ ଵ ݔ) ଵ (௧) dari ݔ ), (௧ ଵ) ݔ,... (௧ ଵ) ଷ ݔ, (௧) ଵ ݔ ଶ ݔ) ଶ (௧) dari ݔ ) (௧ ଵ) ݔ,... (௧ ଵ) ସ ݔ (௧) ଶ ݔ, (௧) ଵ ݔ ଷ ݔ) ଷ (௧) dari ݔ (௧) ݔ dari ݔ) ݔ (௧) ଵ (௧) ଶ ݔ, (௧) ଵ ݔ,, (௧ ଵ) ଵ ݔ, ) (௧ ଵ) ݔ (௧) ଵ ݔ ݔ) (௧) dari ݔ (௧) ଶ ݔ, (௧) ଵ ݔ,... ) 3). Membentuk ݔ ௧ dan menyimpannya sebagai himpunan nilai-nilai yang dibangkitkan pada iterasi ke- (t+1) dari algoritma Membangkitkan nilai nilai dari ݔ) x ij ) = ݔ) ݔ (௧) ଵ (௧) ଵ ݔ,..., (௧ ଵ) ଵ ݔ, ) (௧ ଵ) ݔ,... relatif mudah karena merupakan distribusi univariat dimana semua variabel kecuali ݔ dipertahankan tetap pada nilai-nilai yang diberikannya (Ntzoufras, 2009).

10 Bayesian Information Criterion (BIC) Pengujian hipotesis kelayakan model pada Bayesian dapat menggunakan beberapa uji statistik. Cavanaugh (2012) mengajukan Bayesian Information Criterion (BIC) untuk model regresi berganda. Pemilihan model terbaik dengan menggunakan BIC adalah dengan menentukan model yang mempunyai nilai BIC minimum atau terkecil. BIC menentukan estimator dari transformasi probabilitas posterior Bayesian dari model yang terbentuk, sehingga memilih model dengan nilai minimum BIC sama dengan memilih model terbaik dengan Probabilitas Model Posterior (PMP) tertinggi. Pemilihan model BIC merupakan salah satu kriteria pemilihan model terbaik pada kasus time series atau multivariate. Cavanaugh (2012) menyebutkan bahwa model dengan nilai BIC 0-2 adalah model yang tidak layak digunakan atau tidak sesuai, model dengan nilai BIC 2-6 adalah model yang cukup layak, model dengan nilai BIC 6-10 adalah model yang layak, nilai BIC >10 adalah model yang sangat layak. Rumus BIC adalah sebagai berikut: ݍ( ) +( ߠ) ln 2 = ܥܫܤ Dimana; l(θ) N Q : nilai maksimum fungsi likelihood model yang diestimasi : jumlah observasi : jumlah parameter

11 Regresi Linear Berganda Definisi Regresi linear berganda (multiple regression analysis) adalah analisis yang digunakan untuk membuat perkiraan nilai beberapa variabel prediktor terhadap satu variabel respon. Analisis regresi berganda menjelaskan hubungan antara variabel respon dengan faktor yang mempengaruhi lebih dari satu variabel independen. Regresi linear berganda hampir sama dengan regresi linear sederhana, namun pada regresi linear berganda variabel bebasnya lebih dari satu variabel penduga (Wicaksono, 2005). Model regresi linear adalah: Dimana; n+ɛ ߚ+ + ଷ 3 ߚ+ ଶ 2 ߚ+ ଵ 1 ߚ + ߚ = adalah koefisien atau parameter model ߚ, ଶ ߚ, ଵ ߚ, ߚ Persamaan regresi linear berganda adalah: ప = + ଵ ଵ + ଶ ଶ + ଷ ଷ + +ɛ Dimana; ప : nilai penduga bagi variabel Y pada pengamatan ke-i : dugaan bagi parameter β0, β1, β2,..., βn Signifikansi koefisien regresi berganda Kutner et al., (2004) menyebutkan bahwa uji signifikansi koefisien regresi dilakukan setelah uji signifikansi persamaan regresi dengan menggunakan uji F. Uji ini didasarkan pada asumsi bahwa persamaan regresi ganda yang diperoleh adalah linear. Asumsi ini digunakan karena keterbatasan kemampuan melakukan

12 20 pengujian linearitas pada regresi berganda. Uji F juga dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel prediktor secara bersama sama terhadap variabel respon dan dapat digunakan untuk uji kesesuaian model. Hipotesis pengujian ini adalah: H 0 : β 1 =β 2= β 3=...=β p =0 H 1 : minimal ada satu β i 0, i=1,2,...n Rumus statistika F hitung adalah: = ௧௨ ܨ / ( ഥݕ ଶ ప ప ݕ) ଵ 1 / ଶ ) ݕ ݕ) ଵ Penentuan daerah kritis (penolakan H0) dengan membandingkan antara F hitung dengan F tabel, H0 ditolak jika F hitung > F tabel. Selain itu juga bisa dilihat dengan membandingkan p value dengan α, H0 ditolak jika nilai p value < α. Setelah persamaan regresi linear ganda telah terbukti signifikan maka tahap selanjutnya adalah melihat kontribusi setiap variabel prediktor terhadap variabel respon sehingga perlu dilakukan uji koefisien regresi dengan menggunakan uji t. Tujuan dari uji t adalah untuk menguji koefisien regresi secara individual. Hipotesis dari pengujian secara individu adalah: H0: β i = 0 H1: βi 0, i = 1,2,...n Rumus uji t adalah: ௧௧௨ ௦() Dengan: = koefisien regresi ke-i = simpangan baku koefisien b yang ke-i ( ) ݏ

13 21 Keputusan H0 ditolak jika t hitung > t tabel dengan df = n-p-1 dimana n adalah jumlah sampel dan p adalah jumlah variabel prediktor. Selain itu juga bisa dilihat dengan membandingkan p value dengan α, H0 ditolak jika nilai p value < α Estimasi Parameter Model Regresi Linear Berganda Estimasi parameter bertujuan untuk mendapatkan model regresi linear berganda yang akan digunakan dalam analisis. Metode yang digunakan untuk mengestimasi parameter model regresi linear berganda adalah metode kuadrat terkecil atau sering juga disebut dengan metode ordinary least square (OLS). Metode OLS ini bertujuan meminimumkan jumlah kuadrat error (Sembiring, 2003; Gujarati, 2003; dan Widarjono, 2007) Asumsi Regresi linnier berganda Gujarati (2003) menyatakan bahwa asumsi pada model regresi linear berganda adalah sebagai berikut: a. Model regresinya adalah linear dalam parameter. b. Nilai rata-rata dari error adalah nol. c. Variansi dari error adalah konstan (homoskedastik). d. Tidak terjadi autokorelasi pada error. e. Tidak terjadi multikolinearitas pada variabel bebas. f. Error berdistribusi normal.

14 Hal yang harus diperhatikan dalam Regresi Linear Berganda Sebelum menggunakan analisis regresi linear berganda perlu dilakukan kontrol terhadap beberapa kondisi yang berkaitan dengan data yang dimiliki karena analisis regresi linear berganda menuntut adanya beberapa syarat serta mengandung keterbatasan dalam analisisnya. Dalam analisis regresi linear berganda terdapat beberapa pelanggaran-pelanggaran yang seringkali dilakukan terhadap asumsi-asumsi, diantaranya: a. Multikolinearitas Multikolinearitas adalah terjadinya hubungan linear antara variabel bebas dalam suatu model regresi linear berganda. Hubungan linear antara variabel bebas dapat terjadi dalam bentuk hubungan linear yang sempurna (perfect) dan hubungan linear yang kurang sempurna (imperfect). untuk mendeteksi adanya multikolinearitas dalam model regresi linear berganda dapat digunakan nilai variance inflation faktor (VIF) dan tolerance (TOL) dengan ketentuan jika nilai VIF melebihi angka 10, maka terjadi multikolinearitas dalam model regresi. Kemudian jika nilai TOL sama dengan 1, maka tidak terjadi multikolinearitas dalam model regresi (Gujarati, 2003). b. Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas adalah variansi dari error model regresi tidak konstan atau variansi antar error yang satu dengan error yang lain berbeda. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas dalam model regresi adalah dengan Metode Glejser. Glejser merupakan seorang ahli ekonometrika dan mengatakan bahwa nilai variansi variabel error model regresi

15 23 tergantung dari variabel bebas. Selanjutnya untuk mengetahui apakah pola variabel error mengandung heteroskedastisitas Glejser menyarankan untuk melakukan regresi nilai mutlak residual dengan variabel bebas. Jika hasil uji F dari model regresi yang diperoleh tidak signifikan, maka tidak ada heteroskedastisitas dalam model regresi (Widarjono, 2007). c. Autokorelasi Autokorelasi adalah terjadinya korelasi antara satu variabel error dengan variabel error yang lain. Autokorelasi seringkali terjadi pada data time series dan dapat juga terjadi pada data cross section (Widarjono, 2007). untuk mendeteksi adanya autokorelasi dalam model regresi linear berganda dapat digunakan metode Durbin-Watson. Durbin-Watson telah berhasil mengembangkan suatu metode yang digunakan untuk mendeteksi adanya masalah autokorelasi dalam model regresi linear berganda menggunakan pengujian hipotesis dengan statistik uji yang cukup populer seperti pada persamaan berikut: Dengan: d = nilai Durbin Watson Ʃe i = jumlah kuadrat eror = ௧ ଶ ( ௧ ௧ ଵ ) ଶ ௧ ଵ ௧ଶ Nilai Durbin Watson dibandingkan dengan nilai d tabel (d L ) yang merupakan batas bawah dan d U yang merupakan batas atas. Kesimpulan diambil dari hasil perbandingan berdasar kriteria:

16 24 Tabel 2.1 Nilai Durbin-Watson Nilai Statistik Durbin-Watson Hasil 0 < d < d L Menolak hipotesis nol; ada autokorelasi positif d L d d u Daerah keragu-raguan; tidak ada keputusan d u d 4 - d u Menerima hipotesis nol; tidak ada autokorelasi positif/negatif 4 d u d 4 d L Daerah keragu-raguan; tidak ada keputusan 4 d L d 4 Menolak hipotesis nol; ada autokorelasi positif Selain Kriteria uji seperti pada Tabel diatas, dapat juga digunakan kriteria lain untuk mendeteksi adanya autokorelasi dalam model regresi linear berganda adalah sebagai berikut (Santoso, 2000): 1. Jika nilai d < -2, maka ada autokorelasi positif. 2. Jika -2 d 2, maka tidak ada autokorelasi. 3. Jika nilai d > 2, maka ada autokorelasi negatif. d. Model Linear Model linear pada regresi linear berganda merupakan pola hubungan yang linear antara variabel prediktor dan respon. Untuk mengetahui pola hubungan tersebut dilakukan dengan menggunakan scatterplot. Jika titik-titik pengamatan mengikuti garis lurus maka terdapat hubungan yang linear (Kutner, 2004). 2.6 Konsep Pneumonia Definisi Pneumonia merupakan batuk pilek yang disertai nafas sesak atau nafas cepat. Pneumonia sering menyerang anak balita namun juga dapat ditemukan pada orang dewasa dan lanjut usia. Pneumonia merupakan penyakit infeksi

17 25 saluran pernapasan akut (ISPA) yang paling sering menyebabkan kematian pada bayi dan balita. Namun pada sebagian besar masyarakat ISPA sering disalah artikan dengan infeksi saluran pernapasan atas sehingga para ahli mengusulkan ISPA sebagai batuk pilek ringan dan Pneumonia (batuk pilek yang disertai nafas sesak atau nafas cepat). Pneumonia pada balita sering disebabkan oleh virus pernapasan dan puncaknya terjadi pada umur 2-3 tahun. Terjadinya pneumonia pada bayi sering kali bersamaan dengan proses infeksi akut pada bronchus yang bisaanya disebut sebagai broncho pneumonia (Hidayat, 2008) Penyebab Pneumonia Pneumonia termasuk penyakit infeksi dan menular serta disebabkan oleh bakteri patogen Staphylococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Mycoplasma pneumoniae, serta patogen atypik yang dapat berupa atypik pneumonia, Legionella spp. dan dapat pula disebabkan oleh virus influenza. Pneumonia adalah infeksi yang menyebabkan paru-paru meradang sehingga kemampuan kantung udara dalam menyerap oksigen menjadi berkurang. Kekurangan oksigen membuat sel sel tubuh tidak bisa bekerja sehingga menyebabkan penyebaran infeksi ke seluruh tubuh pasien dan pneumonia bisa meninggal. Secara garis besar pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme yaitu bakteri, virus, jamur, protozoa. Yang termasuk golongan bakteri seperti Streptokokkus pneumoniae, Stafilokokus aureus, Stafilokokus piogenes, Klebsiella pneumonia (Friedlander bacillus), Escherichia Coli,

18 26 Pseudomonas aeruginosa. Virus yang menyebabkan pneumonia seperti influenza, Para influenza, respiratory syncytial virus (RSV), Adenovirus. Sedangkan golongan jamur seperti Actinomyces israeli, Aspergillus fumigatus, Histoplasma capsulatum. Dan golongan protozoa yakni Pneumocystis carinii dan Toxoplasma gondii (Misnadiarly, 2008) Tanda dan Gejala Pneumonia Program pemberantasan penyakit ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasikan pneumonia sebagai berikut : a. Pneumonia berat : ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam (chest indrawing) b. Pneumonia : ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat c. Bukan pneumonia : ditandai secara klinis oleh batuk pilek, disertai demam, tanpa tarikan dinding dada ke dalam, serta tanpa napas cepat. Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat dibuat suatu klasifikasi penyakit pneumonia. Klasifikasi ini dibedakan untuk golongan umur di bawah 2 bulan dan untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun. Untuk golongan kurang 2 bulan ada 2 klasifikasi penyakit yaitu: a. Pneumonia: di tandai dengan napas cepat, batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu 60 kali per menit. b. Bukan pneumonia: batuk pilek bisaa, tidak ditemukannya tanda tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau napas cepat.

19 27 Untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun ada tiga klasifikasi penyakit yaitu : a. Pneumonia berat: bila disetai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah kedalam, pada waktu anak menarik napas pada saat diperiksa anak harus dalam keadaan tenang serta tidak menangis. b. Pneumonia: bila disertai napas, batas napas cepat ialah untuk usia 2-12 bulan adalah 50 kali permenit atau lebih dan usia 1-4 tahun adalah 40 kali per menit atau lebih. c. Bukan pneumonia: batuk pilek bisaa, tidak ditemukannya tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat (Hidayat, 2008) Faktor yang Mempengaruhi Pneumonia Balita Menurut teori segitiga epidemiologi status kesehatan secara simultan dipengaruhi oleh tiga faktor penentu yang saling berinteraksi satu dengan yang lainnya yaitu faktor lingkungan (environment), host, agent. 1. Faktor Lingkungan (environment) Lingkungan adalah segala sesuatu yang berada disekitar manusia, yang terdiri atas lingkungan fisik, biologi, kimia dan sosial budaya. Jadi lingkungan adalah kumpulan dari semua kondisi dari luar yang mempunyai kehidupan dan perkembangan dari organisme hidup manusia. Lingkungan hidup manusia pada dasarnya terdiri dari dua bagian, yaitu internal dan eksternal. Lingkungan internal merupakan suatu keadaan dinamis dan seimbang (homeostatis), sedangkan

20 28 lingkungan eksternal merupakan lingkungan diluar manusia yang terdiri dari lingkungan fisik, biologis dan sosial. Lingkungan fisik bersifat abiotik (benda mati) seperti air, udara, tanah, cuaca/iklim, geografis, perumahan, pangan, panas, radiasi dan lain-lain. Lingkungan fisik berinteraksi secara konstan dengan manusia sepanjang waktu dan masa serta memegang peranan penting dalam proses terjadinya penyakit pada masyarakat, misal perumahan yang lembab dan kumuh akan menjedi media yang baik untuk perkembangbiakan mikroorganisme penyebab pneumonia sehingga peluang terjadinya pneumonia semakin besar (Chandra, 2006). Lingkungan biologis, bersifat biotik (benda hidup) seperti mikroorganisme, serangga, binatang, jamur, parasit, dan lain-lain yang dapat berperan sebagai agent penyakit, reservoir infeksi, vektor penyakit dan hospes intermediat. Hubungannya dengan manusia bersifat dinamis dan pada keadaan tertentu dimana tidak terjadi keseimbangan diantara hubungan tersebut maka manusia menjadi sakit. Lingkungan sosial berupa kultur, adat istiadat, kebisaaan, kepercayaan, agama, sikap/perilaku, standar dan gaya hidup, pekerjaan, kehidupan kemasyarakatan, organisasi sosial dan politik. Manusia dipengaruhi oleh lingkungan sosial daerah manusia tersebut berada dan lingkungan sosial inilah yang mempengaruhi keadaan kesehatan sesorang. Misalnya seseorng yang berada dalam lingkungan sosial yang mempunyai kebisaaan melakukan kunjungan bayi ke posyandu atau puskesmas untuk memeriksakan kesehatan bayi secara berkala akan memiliki status kesehatan yang lebih baik daripada keluarga yang tidak pernah memeriksakan bayi (Chandra, 2006).

21 29 Pelayanan kesehatan merupakan fasilitas bagi masyarakat untuk untuk mendukung terciptanya derajat kesehatan yang baik. Pelayanan kesehatan sebagai wadah untuk membantu masyarakat dalam menyelesaikan masalah kesehatan, namun kurangnya pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh masyarakat dapat memungkinkan rantai penularan penyakit tidak bisa diputuskan. Ketidaktahuan, ketidakmampuan, dan ketidakmauan masyarakat dalam memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan menjadi salah satu faktor ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan pada individu, keluarga, kelompok dan komunitas. Peran pelayanan kesehatan sangat dibutuhkan dan diperlukan pada populasi berisiko pneumonia. Tempat pelayanan kesehatan yang kurang strategis, jumlah dan jenis pelayanan kesehatan yang minim meningkatkan risiko terjadinya pneumonia. Petugas kesehatan yang tercakup dalam pelayanan kesehatan memberikan pelayanan dengan berfokus pada strategi pelayanan kesehatan primer (primary health care) terutama pada kebutuhan komunitas dan melibatkan peran komunitas, serta memberikan pelayanan kesehatan yang dapat diakses (accessible), dapat diterima (acceptable), terjangkau (affordable), dan sesuai (appropriate) (Anderson & McFarlane, 2006). 2. Faktor Host Faktor perilaku yang mempengaruhi terjadinya pneumonia diantaranya yaitu: a. ASI eksklusif Kandungan kolostrum pada susu ibu terkonsentrasi sebagai sumber vitamin A. Untuk balita 6-12 bulan pertama kehidupan bayi banyak bergantung hampir sepenuhnya pada vitamin A yang diberikan dalam ASI, yang mudah

22 30 diserap. Bila ibu kekurangan vitamin A jumlah yang disediakan dalam susu ibu berkurang. Kandungan dalam ASI yang diminum bayi selama pemberian ASI Eksklusif sudah mencukupi kebutuhan bayi dan sesuai dengan kesehatan bayi. Bayi di bawah usia enam bulan yang tidak diberi ASI eksklusif 5 kali berisiko mengalami kematian akibat pneumonia dibanding bayi yang mendapat ASI Eksklusif untuk enam bulan pertama kehidupan (UNICEF-WHO, 2006). b. Status Gizi balita Nutrisi dibutuhkan oleh individu untuk proses pertumbuhan dan perkembangan serta meningkatkan imunitas individu. Proses penyakit membutuhkan asupan nutrisi sehingga pemenuhan nutrisi yang adekuat dapat membantu proses penyembuhan. Asupan nutrisi yang cukup akan mendukung dan memperkuat status imunitas seseorang. Asupan nutrisi diperlukan untuk membantu menyediakan energi untuk fungsi organ tubuh dan pergerakan badan, mempertahankan suhu tubuh, penyediaan material mentah untuk fungsi enzim, pertumbuhan, dan penempatan kembali dan perbaikan sel (Potter & Perry, 2005). Nutrisi merupakan elemen penting untuk proses dan fungsi tubuh. Fungsi nutrisi yaitu menjaga keseimbangan daya tahan tubuh (imunitas). Daya tahan tubuh sangat diperlukan untuk mencegah dan melawan agen asing yang masuk ke dalam tubuh yang dapat menyebabkan penyakit. Jika kondisi tubuh mengalami malnutrisi atau kekurangan gizi maka jumlah limfosit mengalami penurunan, sehingga imunitas seluler akan rusak dan terganggu (Brunner & Suddarth, 2004).

23 31 Kekurangan nutrisi pada anak mempunyai resiko tinggi terhadap kematian pada anak usia 0-4 tahun. Kekurangan nutrisi merupakan faktor resiko terjadinya penyakit pneumonia, hal ini disebabkan karena lemahnya sistem kekebalan tubuh karena asupan protein dan energi berkurang, dan kekurangan gizi dapat melemahkan otot pernafasan (WHO-UNICEF, 2006). c. Konsumsi Vitamin A Vitamin A berinteraksi dengan vitamin C, vitamin E, dan selenium sebagai zat anti oksidan. Karoten berperan dalam meningkatkan sistem imunitas tubuh melalui efek anti oksidan. Vitamin A juga menjamin perkembangan kulit yang sehat, membran mukosa, kelenjar thymus dan jaringan lymphoid, dan semua hal yang berhubungan dengan sistem kekebalan tubuh. Vitamin A IU per hari dapat membantu meningkatkan respons imunitas. Keadaan kadar serum vitamin A yang rendah berhubungan dengan menurunnya daya tahan tubuh sehingga berdampak pada meningkatnya angka kesakitan dan angka kematian balita. Upaya pencegahan dan penanggulangan Kurang Vitamin A dilakukan melalui suplementasi kapsul vitamin A dosis tinggi untuk sasaran prioritas Bayi (umur 6 11 bulan), anak balita (umur 1 4 tahun), dan ibu nifas. Vitamin A berhubungan dengan daya tahan tubuh balita, sehingga jika balita tidak mendapatkan kapsul vitamin A sesuai dosis maka semakin meningkatkan peluang terjadinya pneumonia (Depkes, 2005). d. Imunisasi Imunisasi DPT dapat mencegah terjadinya penyakit difteri, pertusis, dan tetanus. Menurut UNICEF-WHO (2006) pemberian imunisasi ini dapat mencegah

24 32 infeksi yang dapat menyebabkan pneumonia sebagai komplikasi dari penyakit pertusis ini. Pertusis dapat diderita oleh semua orang tetapi penyakit ini lebih serius bila terjadi pada bayi. Oleh karena itulah pemberian imunisasi DPT sangatlah tepat mencegah anak terhindar dari penyakit pneumonia. e. BBLR Dachi (2009) mengugkapkan bahwa resiko kesakitan hingga resiko kematian pada BBLR cukup tinggi oleh karena adanya gangguan pertumbuhan dan imaturitas organ. Penyebab utama kematian pada BBLR adalah afiksia, sindroma gangguan pernapasan, infeksi dan komplikasi hipotermia. Pada bayi BBLR, pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi terutama Pneumonia dan sakit saluran pernapasan lainnya. Tetapi pada penelitian ini menunjukkan bahwa anak-anak dengan riwayat berat badan lahir rendah cenderung tidak mengalami penyakit saluran pernapasan lebih tinggi, tetapi mengalami infeksi yang berulang. 3. Faktor Agent Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme yaitu bakteri, virus, jamur, protozoa. Golongan bakteri seperti Streptokokkus pneumoniae, Stafilokokus aureus, Stafilokokus piogenes, Klebsiella pneumonia (Friedlander bacillus), Escherichia Coli, Pseudomonas aeruginosa. Virus yang menyebabkan pneumonia seperti influenza, Para influenza, RSV (respiratory syncytial virus), Adenovirus. Golongan jamur seperti Actinomyces israeli, Aspergillus fumigatus, Histoplasma capsulatum. Dan golongan protozoa yakni Pneumocystis carinii dan Toxoplasma gondii (Misnadiarly, 2008).

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB 1 PENDAHULUAN. metode yang bisaanya digunakan dalam estimasi parameter yakni Ordinary Least

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB 1 PENDAHULUAN. metode yang bisaanya digunakan dalam estimasi parameter yakni Ordinary Least BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Data populasi dalam suatu penelitian berguna untuk mengetahui karakteristik objek yang akan menghasilkan gambaran akurat mengenai karakteristik objek tersebut. Statistik

Lebih terperinci

Pemodelan Bayesian Model Averaging (BMA) Pada Kasus Pneumonia Balita

Pemodelan Bayesian Model Averaging (BMA) Pada Kasus Pneumonia Balita Pemodelan Bayesian Model Averaging (BMA) Pada Kasus Pneumonia Balita Debbiyatus Sofia 1, Kuntoro 2 dan Soenarnatalina 2 1 AKBID Ibrahimy Sukorejo Situbondo 2 Departemen Biostatistika dan Kependudukan Fakultas

Lebih terperinci

REGRESI LINIER BERGANDA

REGRESI LINIER BERGANDA REGRESI LINIER BERGANDA 1. PENDAHULUAN Analisis regresi merupakan salah satu teknik analisis data dalam statistika yang seringkali digunakan untuk mengkaji hubungan antara beberapa variabel dan meramal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Analisis regresi adalah suatu metode yang digunakan untuk menganalisa hubungan antara variabel respon dan variabel prediktor. Pada umumnya analisis regresi

Lebih terperinci

ESTIMASI PARAMETER MODEL REGRESI ZERO-INFLATED POISSON (ZIP) MENGGUNAKAN METODE BAYESIAN

ESTIMASI PARAMETER MODEL REGRESI ZERO-INFLATED POISSON (ZIP) MENGGUNAKAN METODE BAYESIAN ESTIMASI PARAMETER MODEL REGRESI ZERO-INFLATED POISSON (ZIP) MENGGUNAKAN METODE BAYESIAN Karima Puspita Sari, Respatiwulan, dan Bowo Winarno Program Studi Matematika FMIPA UNS Abstrak. Model regresi zero-inflated

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Balita 2.1.1 Definisi Balita Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu tahun atau lebih popular dengan pengertian anak usia di bawah lima tahun (Muaris

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. Untuk memperjelas dan memudahkan pemahaman terhadap variabelvariabel

METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. Untuk memperjelas dan memudahkan pemahaman terhadap variabelvariabel 43 III. METODE PENELITIAN A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Untuk memperjelas dan memudahkan pemahaman terhadap variabelvariabel yang akan dianalisis dalam penelitian ini, maka perlu dirumuskan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu berkaitan dengan data yang waktu dikumpulkannya bukan (tidak harus) untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Analisis regresi merupakan teknik statistik untuk investigasi dan pemodelan hubungan antar variabel. Hubungan antara dua variabel dapat dilihat dengan analisis

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Data merupakan bentuk jamak dari datum. Data merupakan sekumpulan

BAB II LANDASAN TEORI. Data merupakan bentuk jamak dari datum. Data merupakan sekumpulan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Data Data merupakan bentuk jamak dari datum. Data merupakan sekumpulan datum yang berisi fakta-fakta serta gambaran suatu fenomena yang dikumpulkan, dirangkum, dianalisis, dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Pneumonia Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan terjadinya proses infeksi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Upah

III. METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Upah 63 III. METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Belanja Barang dan Jasa (BBJ) terhadap pembangunan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, penyakit ini sering menyerang anak balita, namun juga dapat ditemukan pada orang dewasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit saluran pernapasan akut yang mengenai saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang disebabkan oleh agen infeksius disebut infeksi saluran pernapasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan terhadap penyakit. Salah satu penyebab terbesar kematian pada anak usia balita di dunia adalah pneumonia.

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan salah satunya adalah penyakit infeksi. Masa balita juga merupakan masa kritis bagi

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan salah satunya adalah penyakit infeksi. Masa balita juga merupakan masa kritis bagi BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indikator derajat kesehatan masyarakat di Indonesia salah satunya di lihat dari angka kematian dan kesakitan balita. Masa balita merupakan kelompok yang rawan akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang melibatkan organ saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah. Infeksi ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini dibahas tentang matriks, metode pengganda Lagrange, regresi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini dibahas tentang matriks, metode pengganda Lagrange, regresi BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini dibahas tentang matriks, metode pengganda Lagrange, regresi linear, metode kuadrat terkecil, restriksi linear, multikolinearitas, regresi ridge, uang primer, dan koefisien

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, penulis akan melaksanakan langkah-langkah sebagai

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, penulis akan melaksanakan langkah-langkah sebagai BAB III METODE PENELITIAN A. Langkah Penelitian Dalam penelitian ini, penulis akan melaksanakan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Merumuskan spesifikasi model Langkah ini meliputi: a. Penentuan variabel,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. deposito berjangka terhadap suku bunga LIBOR, suku bunga SBI, dan inflasi

METODE PENELITIAN. deposito berjangka terhadap suku bunga LIBOR, suku bunga SBI, dan inflasi III. METODE PENELITIAN Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah tingkat suku bunga deposito berjangka terhadap suku bunga LIBOR, suku bunga SBI, dan inflasi pada bank umum di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. 2.1 Konsep Dasar Infeksi, Saluran Pernafasan, Infeksi Akut, dan Infeksi

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. 2.1 Konsep Dasar Infeksi, Saluran Pernafasan, Infeksi Akut, dan Infeksi BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Dasar Infeksi, Saluran Pernafasan, Infeksi Akut, dan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) 2.1.1 Infeksi Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Analisis regresi adalah suatu metode analisis data yang menggambarkan

TINJAUAN PUSTAKA. Analisis regresi adalah suatu metode analisis data yang menggambarkan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Regresi Analisis regresi adalah suatu metode analisis data yang menggambarkan hubungan fungsional antara variabel respon dengan satu atau beberapa variabel prediktor.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data time series tahunan Data

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data time series tahunan Data 40 III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data time series tahunan 2002-2012. Data sekunder tersebut bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung. Adapun data

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Berdasarkan sifat penelitiannya, penelitian ini merupakan sebuah penelitian

III. METODE PENELITIAN. Berdasarkan sifat penelitiannya, penelitian ini merupakan sebuah penelitian III. METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Berdasarkan sifat penelitiannya, penelitian ini merupakan sebuah penelitian deskriptif. Definisi dari penelitian deskriptif adalah penelitian yang menggambarkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Hasil Setelah melalui beberapa tahap kegiatan penelitian, dalam bab IV ini diuraikan analisis hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian. Analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak dibawah lima tahun atau balita adalah anak berada pada rentang usia nol sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang sangat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. di peroleh dari Website Bank Muamlat dalam bentuk Time series tahun 2009

BAB III METODE PENELITIAN. di peroleh dari Website Bank Muamlat dalam bentuk Time series tahun 2009 17 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang di peroleh dari Website Bank Muamlat dalam bentuk Time series tahun 2009

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berawal dari kebutuhan analisis data untuk memprediksi suatu nilai bila diberikan suatu nilai-nilai variabel prediktor (x) pada beberapa kasus, maka metode regresi

Lebih terperinci

Pemodelan Pneumonia pada Balita di Surabaya Menggunakan Spatial Autoregressive Models

Pemodelan Pneumonia pada Balita di Surabaya Menggunakan Spatial Autoregressive Models JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3520 (2301-928X Print) D-89 Pemodelan Pneumonia pada Balita di Surabaya Menggunakan Spatial Autoregressive Models Ilhamna Aulia, Mutiah Salamah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (b) Variabel independen yang biasanya dinyatakan dengan simbol

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (b) Variabel independen yang biasanya dinyatakan dengan simbol BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Regresi Regresi adalah suatu studi statistik untuk menjelaskan hubungan dua variabel atau lebih yang dinyatakan dalam bentuk persamaan. Salah satu variabel merupakan variabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumonia merupakan penyakit infeksi akut saluran pernafasan yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Penyakit ini merupakan infeksi serius yang dapat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ISPA adalah proses infeksi akut berlangsung selama 14 hari, yang disebabkan oleh mikroorganisme dan menyerang salah satu bagian, dan atau lebih dari saluran napas, mulai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Analisis Regresi adalah analisis statistik yang mempelajari bagaimana memodelkan sebuah model fungsional dari data untuk dapat menjelaskan ataupun meramalkan suatu

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, penyakit ini sering menyerang anak balita, namun juga dapat ditemukan pada orang dewasa,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi dari penelitian ini adalah CV.Nusaena Konveksi yang beralamat di

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi dari penelitian ini adalah CV.Nusaena Konveksi yang beralamat di BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Lokasi dan waktu penelitian Lokasi dari penelitian ini adalah CV.Nusaena Konveksi yang beralamat di Jalan Pembangunan Gg. Samoa No. 12 Rumbai - Pekanbaru. Penelitian ini di

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Objek Penelitian Objek penelitian merupakan sumber diperolehnya data dari penelitian yang dilakukan. Objek dalam penelitian ini yaitu nilai tukar rupiah atas dollar Amerika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah, yang disebabkan oleh agen infeksius yang dapat menimbulkan berbagai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif-korelasional (kausal) yang menjelaskan adakah hubungan dan seberapa besar pengaruh tiap-tiap variabel

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Regresi Linier Sederhana Dalam beberapa masalah terdapat dua atau lebih variabel yang hubungannya tidak dapat dipisahkan karena perubahan nilai suatu variabel tidak selalu terjadi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Deret Fourier Dalam bab ini akan dibahas mengenai deret dari suatu fungsi periodik. Jenis fungsi ini sering muncul dalam berbagai persoalan fisika, seperti getaran mekanik, arus

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Modal Kerja, Inflasi, dan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung. Deskripsi

III. METODE PENELITIAN. Modal Kerja, Inflasi, dan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung. Deskripsi III. METODE PENELITIAN Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Suku Bunga Kredit Modal Kerja, Inflasi, dan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung. Deskripsi tentang satuan pengukuran,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. keperluan tertentu. Jenis data ada 4 yaitu data NPL Bank BUMN, data inflasi, data

METODE PENELITIAN. keperluan tertentu. Jenis data ada 4 yaitu data NPL Bank BUMN, data inflasi, data IV. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data adalah semua hasil observasi atau pengukuran yang telah dicatat untuk suatu keperluan tertentu. Jenis data ada 4 yaitu data NPL Bank BUMN, data inflasi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan Berdasarkan pendekatan kebutuhan dasar, ada tiga indikator kemiskinan yang digunakan, Pertama Head Count Index (HCI- P0) yaitu persentase penduduk yang dibawah garis

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. Untuk memperjelas dan memudahkan pemahaman terhadap variabelvariabel

METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. Untuk memperjelas dan memudahkan pemahaman terhadap variabelvariabel III METODE PENELITIAN A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Untuk memperjelas dan memudahkan pemahaman terhadap variabelvariabel yang akan dianalisis dalam penelitian ini, maka perlu dirumuskan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit, namun penyakit sering datang tiba-tiba sehingga tidak dapat dihindari.

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit, namun penyakit sering datang tiba-tiba sehingga tidak dapat dihindari. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan prioritas utama manusia dalam menjalani kehidupan. Setiap orang berharap mempunyai tubuh yang sehat dan kuat serta memiliki kekebalan tubuh yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering dijumpai pada anak-anak maupun orang dewasa di negara

BAB I PENDAHULUAN. sering dijumpai pada anak-anak maupun orang dewasa di negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pneumonia merupakan salah satu dari infeksi saluran napas yang sering dijumpai pada anak-anak maupun orang dewasa di negara berkembang. Pneumonia adalah salah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Pusat Statistik (BPS) Kota Bandar Lampung yang berupa cetakan atau publikasi

III. METODE PENELITIAN. Pusat Statistik (BPS) Kota Bandar Lampung yang berupa cetakan atau publikasi III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari publikasi dinas atau instansi pemerintah, diantaranya adalah publikasi dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah pembunuh utama balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti AIDS, malaria, dan campak. Infeksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu peubah prediktor dengan satu peubah respon disebut analisis regresi linier

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu peubah prediktor dengan satu peubah respon disebut analisis regresi linier BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Regresi Linier Berganda Analisis regresi pertama kali dikembangkan oleh Sir Francis Galton pada abad ke-19. Analisis regresi dengan satu peubah prediktor dan satu peubah

Lebih terperinci

Msi = x 100% METODE PENELITIAN

Msi = x 100% METODE PENELITIAN 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari Biro Pusat Statistik (BPS), Perpustakaan IPB,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi yang menyerang saluran nafas mulai dari hidung sampai alveoli termasuk organ di sekitarnya seperti sinus, rongga

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder berupa data

III. METODOLOGI PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder berupa data III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder berupa data tahunan dari periode 2003 2012 yang diperoleh dari publikasi data dari Biro

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. wilayah Kecamatan Karawang Timur dijadikan sebagai kawasan pemukiman dan

METODE PENELITIAN. wilayah Kecamatan Karawang Timur dijadikan sebagai kawasan pemukiman dan IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilakukan di Kecamatan Karawang Timur, Kabupaten Karawang. Pemilihan lokasi tersebut didasarkan atas wilayah

Lebih terperinci

BAB 3 METODA PENELITIAN. industri penghasil bahan baku sektor pertambangan yang terdaftar di

BAB 3 METODA PENELITIAN. industri penghasil bahan baku sektor pertambangan yang terdaftar di BAB 3 METODA PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Peneliti memperoleh data penelitian ini yang terdapat pada sumber data historis berupa laporan keuangan perusahaan yang telah diaudit dengan benar serta

Lebih terperinci

Pemodelan Jumlah Uang yang Beredar Menggunakan Regresi Komponen Utama. Money Supply Modelling Using Principal Component Regression

Pemodelan Jumlah Uang yang Beredar Menggunakan Regresi Komponen Utama. Money Supply Modelling Using Principal Component Regression Pemodelan Jumlah Uang yang Beredar Menggunakan Regresi Komponen Utama Money Supply Modelling Using Principal Component Regression Desi Yuniarti Program Studi Statistika FMIPA Universitas Mulawaraman Abstract

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL REGRESI LINIER BAYESIAN UNTUK MENGESTIMASI PARAMETER DAN INTERVAL KREDIBEL

PENERAPAN MODEL REGRESI LINIER BAYESIAN UNTUK MENGESTIMASI PARAMETER DAN INTERVAL KREDIBEL PENERAPAN MODEL REGRESI LINIER BAYESIAN UNTUK MENGESTIMASI PARAMETER DAN INTERVAL KREDIBEL Vania Mutiarani 1, Adi Setiawan, Hanna Arini Parhusip 3 1 Mahasiswa Program Studi Matematika FSM UKSW, 3 Dosen

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 1. Apakah investasi mempengaruhi kesempatan kerja pada sektor Industri alat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 1. Apakah investasi mempengaruhi kesempatan kerja pada sektor Industri alat 43 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tujuan Penelitian Berdasarkan masalah-masalah yang telah peneliti rumuskan, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Apakah investasi mempengaruhi kesempatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Pneumonia 1. Definisi Pneumonia Pneumonia adalah penyakit infeksi akut yang mengenai jaringan paru (alveoli) yang disebabkan terutama oleh bakteri dan merupakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pertumbuhan

III. METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pertumbuhan 49 III. METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi, inflasi dan kualitas sumber daya manusia terhadap tingkat pengangguran

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Obyek dari penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah besarnya

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Obyek dari penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah besarnya BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Obyek Penelitian Obyek dari penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah besarnya yield to maturity (YTM) dari obligasi negara seri fixed rate tenor 10 tahun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 45 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil penelitian 1. Gambaran umum Penelitian ini dilakukan di desa Kebondalem Kabupaten Batang dengan batas wilayah barat berbatasan dengan desa Yosorejo, sebelah

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai model regresi robust dengan

BAB III PEMBAHASAN. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai model regresi robust dengan BAB III PEMBAHASAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai model regresi robust dengan metode estimasi-s. Kemudian akan ditunjukkan model regresi robust menggunakan metode estimasi-s untuk memprediksi Indeks

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 21 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Babakan Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Pemilihan tersebut dengan pertimbangan bahwa wilayah tersebut merupakan

Lebih terperinci

3. METODE. Kerangka Pemikiran

3. METODE. Kerangka Pemikiran 25 3. METODE 3.1. Kerangka Pemikiran Berdasarkan hasil-hasil penelitian terdahulu serta mengacu kepada latar belakang penelitian, rumusan masalah, dan tujuan penelitian maka dapat dibuat suatu bentuk kerangka

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. series dan (2) cross section. Data time series yang digunakan adalah data tahunan

III. METODE PENELITIAN. series dan (2) cross section. Data time series yang digunakan adalah data tahunan 29 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder berupa data panel, yaitu data yang terdiri dari dua bagian : (1)

Lebih terperinci

DEA YANDOFA BP

DEA YANDOFA BP SKRIPSI HUBUNGAN STATUS GIZI DAN PEMBERIAN ASI PADA BALITA TERHADAP KEJADIAN PNEUMONIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS AMBACANG KECAMATAN KURANJI PADANG TAHUN 2011 Penelitian Keperawatan Anak DEA YANDOFA BP.07121016

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. menganalisis data, penulis menggunakan alat bantu komputer seperti paket

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. menganalisis data, penulis menggunakan alat bantu komputer seperti paket 49 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan penulis adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode regresi linier berganda sebagai alat analisis data. Dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis pengaruh antara upah

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis pengaruh antara upah 40 BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis pengaruh antara upah minimum, Indeks Pembangunan Manusia (IPM), dan pengangguran terhadap tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hubungan antar variabel sering menjadi objek yang akan diamati bentuknya dalam sebuah pemodelan. Dua buah variabel yang diduga mempunyai hubungan sebab akibat, atau

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Prima Artha, Sleman. Sedangkan subjek penelitiannya adalah Data

BAB III METODE PENELITIAN. Prima Artha, Sleman. Sedangkan subjek penelitiannya adalah Data BAB III METODE PENELITIAN A. Objek dan Subjek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah Koperasi Jasa Keuangan Syariah Prima Artha, Sleman. Sedangkan subjek penelitiannya adalah Data Tingkat Bagi Hasil

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. ke manusia. Timbulnya gejala biasanya cepat, yaitu dalam waktu beberapa jam

BAB 1 : PENDAHULUAN. ke manusia. Timbulnya gejala biasanya cepat, yaitu dalam waktu beberapa jam BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit yang

Lebih terperinci

PEMODELAN KEMATIAN BALITA MALNUTRISI DENGAN PENDEKATAN ZERO-INFLATED POISSON (ZIP) REGRESSION DI PROVINSI JAWA TENGAH

PEMODELAN KEMATIAN BALITA MALNUTRISI DENGAN PENDEKATAN ZERO-INFLATED POISSON (ZIP) REGRESSION DI PROVINSI JAWA TENGAH PEMODELAN KEMATIAN BALITA MALNUTRISI DENGAN PENDEKATAN ZERO-INFLATED POISSON (ZIP) REGRESSION DI PROVINSI JAWA TENGAH 1 Prisca Shery Camelia, 2 Indah Manfaati Nur, 3 Moh. Yamin Darsyah 1,2,3 Program Studi

Lebih terperinci

PENDUGAAN DATA HILANG DENGAN MENGGUNAKAN DATA AUGMENTATION. Abstract

PENDUGAAN DATA HILANG DENGAN MENGGUNAKAN DATA AUGMENTATION. Abstract Pendugaan Data Hilang Mesra Nova) PENDUGAAN DATA HILANG DENGAN MENGGUNAKAN DATA AUGMENTATION Mesra Nova 1, Moch. Abdul Mukid 2 1 Alumni Program Studi Statistika UNDIP 2 Staf Pengajar Program Studi Statistika

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Kabupaten Tapanuli Selatan yang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Kabupaten Tapanuli Selatan yang BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Kabupaten Tapanuli Selatan yang mempunyai jumlah peternak sapi IB dan non IB di tiga Kecamatan yaitu Kecamatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengetahui pengaruh belanja daerah, tenaga kerja, dan indeks pembangunan

BAB III METODE PENELITIAN. mengetahui pengaruh belanja daerah, tenaga kerja, dan indeks pembangunan BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian empiris yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh belanja daerah, tenaga kerja, dan indeks pembangunan manusia terhadap

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam proses penelitian untuk mengkaji karakteristik penduga GMM pada data

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam proses penelitian untuk mengkaji karakteristik penduga GMM pada data 5 II. TINJAUAN PUSTAKA Dalam proses penelitian untuk mengkaji karakteristik penduga GMM pada data panel ini, penulis menggunakan definisi, teorema dan konsep dasar yang berkaitan dengan pendugaan parameter,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan kajian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan kajian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi 41 BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan kajian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan terhadap ekonomi Indonesia dalam waktu 1996-2013, oleh karena

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. waktu penelitian di laksanakan selama 1 bulan dari tanggal 10 Mei sampai

BAB III METODE PENELITIAN. waktu penelitian di laksanakan selama 1 bulan dari tanggal 10 Mei sampai 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Lokasi penelitian di Puskesmas Bonepantai Kabupaten Bone Bolango dan waktu penelitian di laksanakan selama 1 bulan dari tanggal 10 Mei sampai tanggal

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Persamaan Regresi Linear Analisis regresi merupakan suatu model matematis yang dapat digunakan untuk mengetahui pola hubungan antara dua atau lebih variabel. Analisis regresi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian dalam penelitian ini adalah Kontribusi Usaha Kecil Menengah (UKM)

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian dalam penelitian ini adalah Kontribusi Usaha Kecil Menengah (UKM) 45 BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian Obyek penelitian merupakan sasaran untuk mendapatkan suatu data. Obyek penelitian dalam penelitian ini adalah Kontribusi Usaha Kecil Menengah (UKM) yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. Populasi dalam penelitian ini adalah PT. Bank Syariah Mandiri dan Bank

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. Populasi dalam penelitian ini adalah PT. Bank Syariah Mandiri dan Bank BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah PT. Bank Syariah Mandiri dan Bank Indonesia. Sampel adalah wakil dari populasi yang diteliti. Dalam

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi/Objek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Jawa Timur. Pemilihan Provinsi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi/Objek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Jawa Timur. Pemilihan Provinsi BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi/Objek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Jawa Timur. Pemilihan Provinsi Jawa Timur ini didasarkan pada pertimbangan bahwa Jawa Timur merupakan provinsi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Struktur, Perilaku, dan Kinerja Industri Kakao di Indonesia. Kegiatan penelitian ini

METODE PENELITIAN. Struktur, Perilaku, dan Kinerja Industri Kakao di Indonesia. Kegiatan penelitian ini IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bogor, Provinsi Jawa Barat dengan studi kasus Struktur, Perilaku, dan Kinerja Industri Kakao di Indonesia. Kegiatan penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Objek dan Subjek Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan data kuantitatif, sesuai dengan namanya, banyak dituntut menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. digunakan untuk mengetahui deskripsi suatu data, analisis ini digunakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. digunakan untuk mengetahui deskripsi suatu data, analisis ini digunakan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Statistik Deskriptif Statistik deskriptif digunakan untuk melihat gambaran secara umum data yang telah dikumpulkan dalam penelitian ini. Analisis statistik deskriptif

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini daerah yang akan dijadikan lokasi penelitian adalah

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini daerah yang akan dijadikan lokasi penelitian adalah BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Dalam penelitian ini daerah yang akan dijadikan lokasi penelitian adalah Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Dan yang menjadi objek penelitian adalah pengusaha

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. runtut waktu (time series) atau disebut juga data tahunan. Dan juga data sekunder

III. METODE PENELITIAN. runtut waktu (time series) atau disebut juga data tahunan. Dan juga data sekunder 42 III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder yang mempunyai sifat runtut waktu (time series) atau disebut juga data tahunan. Dan juga data

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Di dalam penelitian ilmiah diperlukan adanya objek dan metode penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Di dalam penelitian ilmiah diperlukan adanya objek dan metode penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Di dalam penelitian ilmiah diperlukan adanya objek dan metode penelitian Menurut Winarno Surakhmad dalam Suharsimi Arikunto (1997:8) metode penelitian merupakan

Lebih terperinci

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA)

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) 1. Pengertian ISPA Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai spectrum

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pneumonia adalah peradangan yang mengenai jaringan paru-paru yang bisa diklasifikasikan sebagai radang infeksi dan non-infeksi. Penyebab faktor infeksi bisa karena bakteri,

Lebih terperinci

Pemodelan Regresi Linier untuk Data Deret Waktu. Linear Regression Modeling for Time Series Data

Pemodelan Regresi Linier untuk Data Deret Waktu. Linear Regression Modeling for Time Series Data Pemodelan Regresi Linier untuk Data Deret Waktu Linear Regression Modeling for Time Series Data M. Fathurahman dan Haeruddin Program Studi Statistika FMIPA Universitas Mulawarman Samarinda Abstract Regression

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akhir tahun 2011 sebanyak lima kasus diantara balita. 1

BAB I PENDAHULUAN. akhir tahun 2011 sebanyak lima kasus diantara balita. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran napas mulai hidung sampai alveoli termasuk

Lebih terperinci

Daerah Jawa Barat, serta instansi-instansi lain yang terkait.

Daerah Jawa Barat, serta instansi-instansi lain yang terkait. IV. METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan data sekunder untuk keperluan penelitian ini dilaksanakan pada awal bulan juli hingga bulan agustus 2011 selama dua bulan. Lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. umum dari obyek penelitian. Pada penelitian ini peneliti mengambil data waktu tiga

BAB III METODE PENELITIAN. umum dari obyek penelitian. Pada penelitian ini peneliti mengambil data waktu tiga BAB III METODE PENELITIAN 1.1 Waktu dan Tempat Penelitian Waktu dan tempat penelitian menguraikan tentang jadwal penelitian dilaksanakan dan lokasi dimana penelitian dilakukan, yang juga mencakup gambaran

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari

III. METODE PENELITIAN. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari 46 III. METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode lainya. Dari satu periode ke periode lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit ISPA merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa sekarang ini, berada di lingkungan bisnis yang kompleks menuntut perusahaan untuk mampu bersaing dengan para kompetitornya. Perubahan-perubahan radikal yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, time series triwulan dari

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, time series triwulan dari 34 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, time series triwulan dari tahun 2005-2012, yang diperoleh dari data yang dipublikasikan

Lebih terperinci

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN STATUS IMUNISASI DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN STATUS IMUNISASI DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA HUBUNGAN STATUS GIZI DAN STATUS IMUNISASI DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA Erni Yuliastuti Poltekkes Kemenkes Banjarmasin Jurusan Kebidanan email : yuliastutierni @ymail.com Abstrak Latar Belakang : Infeksi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN UPAYA PENCEGAHAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS NGORESAN SURAKARTA

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN UPAYA PENCEGAHAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS NGORESAN SURAKARTA HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN UPAYA PENCEGAHAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS NGORESAN SURAKARTA SKRIPSI Disusun oleh: WAHYU PURNOMO J 220 050 027 FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci