LABORATORIUM KESMAVET DALAM MENUNJANG KEAMANAN PANGAN ASAL HEWAN
|
|
- Djaja Rachman
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 LABORATORIUM KESMAVET DALAM MENUNJANG KEAMANAN PANGAN ASAL HEWAN ENDANG EKOWATI dan HASAN ABD. SANYATA Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner PENDAHULUAN Di era perdagangan bebas posisi komoditas peternakan Indonesia akan semakin sulit dan memprihatinkan. Berbagai negara maju di dunia sudah mulai melakukan berbagai cara untuk menghambat ekspor Indonesia, bukan hanya dengan tarif atau proteksi melainkan melalui hambatan teknis dan isu lingkungan. Caracara ini dapat mengakibatkan lemahnya daya saing produk peternakan Indonesia dan hal ini merupakan tantangan bagi Indonesia sebagai implikasi perdagangan bebas yang benarbenar perlu mendapatkan perhatian. Untuk menghadapi tantangan dimasa mendatang, maka Indonesia harus mampu menghasilkan pangan asal hewan yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH). Keamanan pangan (food safety) merupakan persyaratan utama yang menjadi semakin penting tidak saja untuk kesehatan penduduk Indonesia akan tetapi juga untuk seluruh konsumen yang mengkonsumsinya. Kejadian yang muncul belakangan ini menunjukkan bahwa keamanan pangan mendapat perhatian yang semakin serius di dunia seperti kasus penyakit Sapi Gila (Mad Cow Disease), Foot and Mouth Disease, Flu Burung (Avian Influenza), kontaminan akibat mikroba menimbulkan kasus keracunan makanan dan kasus residu obat hewan pada ikan sehingga ekspor udang Indonesia ditolak serta adanya pemalsuan pada produk hewan dengan bahan pengawet dan pewarna (formalin, borak, nitrat, dll). Tuntutan konsumen dalam hal keamanan pangan akan semakin tinggi seiring dengan pemerataan pendidikan bagi masyarakat dan meningkatnya pendapatan. Aspek keamanan dari suatu produk bukan hanya berarti tidak mengandung bibit penyakit yang dapat menular kepada manusia, akan tetapi juga tidak mengandung residu yang dapat membahayakan kesehatan manusia. Persyaratan pangan asal hewan yang bebas residu baik terhadap bahan hayati, bahan kimia, pestisida, logam berat, antibiotika, hormon maupun obatobatan, tidak tercemar mikroba yang dapat menularkan penyakit serta memiliki mutu yang tinggi akan dapat terpenuhi, apabila pengawasan yang ketat dilakukan sejak dari teknik pembudidayaan, pemberian pakan dan obatobatan, proses pengolahan, penanganan pascapanen, penyimpanan dan pendistribusiannya sampai ke konsumen. Untuk dapat memenuhi tuntutan konsumen tersebut di atas maka pengawasan kualitas (mutu) produk hewan harus didukung oleh perangkat operasional yang cukup seperti standar batas maksimum residu, metoda pengambilan contoh, metoda dan prosedur pengujian residu dan cemaran mikroba, dan lain sebagainya. Untuk melaksanakan pengawasan tersebut dibutuhkan prasarana dan sarana yang memadai berupa laboratorium lengkap dengan peralatannya yang didukung oleh tenaga ahli dengan penguasaan teknologi yang memadai dan pengalaman yang cukup serta didukung oleh penyediaan biaya yang cukup pula. RUANG LINGKUP LABORATORIUM PENGUJIAN VETERINER Pemeriksaan/pengujian laboratorium dapat dilakukan terhadap pangan asal hewan yang diperdagangkan dan pemerintah dapat menetapkan persyaratan agar pangan asal hewan terlebih dahulu diuji secara laboratories sebelum peredarannya. Sesuai dengan UU Pangan Nomor 6/997 pasal 0c, pengujian secara laboratories dilakukan pada laboratorium yang ditunjuk dan atau yang telah memperoleh Akreditasi dari pemerintah/komite Akreditasi Nasional. 8
2 Terhadap pangan yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia, pemerintah dapat menetapkan pangan terlebih dahulu diuji dan atau diperiksa di Indonesia dari segi keamanan, mutu dan atau gizi sebebelum peredarannya (Pasal 7c UU Pangan). Pengujian mutu produk hewan terutama pangan asal hewan dan hasil olahannya mencakup pengujian fisik, kimia, mikrobiologi dan organoleptik merupakan serangkaian kegiatan pengawasan kualitas produksi dalam mendeteksi adanya penyimpangan terhadap praktek pengelolaan yang baik (good manufacturing practices), dan memastikan bahwa produk yang dihasilkan sesuai dengan kriteria yang ditentukan sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). Disamping itu pengujian produk hewan juga berfungsi sebagai kegiatan penyidikan dalam menentukan penyebab penyakit yang ditularkan melalui makanan (foodborne desease) dan atau masalah pembusukan makanan (food deterioration). UNIT PELAYANAN TEKNIS (UPT) PUSAT Keputusan Menteri Pertanian No. 0 tahun 99 telah menunjuk Balai Penyidikan Penyakit Hewan (BPPH) di Indonesia dan Balai Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan (BPMSOH) untuk melakukan Pengujian Cemaran Mikroba dan Residu di Dalam Bahan Makanan Asal Hewan. Pada tahun 00 telah dilaksanakan upaya peningkatan jenjang eselonisasi Balai Penyidikan dan Penyakit Hewan menjadi Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner Regional I s/d VII sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 57/Kpts/OT.0/00 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner. Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner (BPPV) merupakan Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Peternakan. Di dalam melaksanakan tugas sebagaimana tersebut di atas di bidang kesmavet, BPPV menyelenggarakan fungsi: ). Pelaksanaan pengujian veteriner produk asal hewan (food borne disease dan zoonosis). ). Pelaksanaan sertifikasi hasil uji produk asal hewan. ). Pemberian pelayanan teknis laboratorium kesehatan masyarakat veteriner. ). Pelayanan teknis kegiatan penyidikan, pengujian veteriner, pengamanan produk asal hewan. Dengan bertambahnya fungsi BPPV maka pada tahun 00 ada (dua) BPPV yaitu BPPV Regional VII Maros dan BPPV Regional IV Wates yang meningkat menjadi Balai Besar Veteriner (BBV) melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor 69 Tahun 00, maka di dalam melaksanakan tugas di bidang kesmavet BBV menyelenggarakan fungsi : ). Pelaksanaan pengujian veteriner produk asal hewan (food borne disease dan zoonosis). ). Pelaksanaan sertifikasi hasil uji produk asal hewan. ). Pemberian pelayanan teknis laboratorium kesehatan masyarakat veteriner. ). Pelayanan teknis kegiatan penyidikan, pengujian veteriner, pengamanan produk asal hewan. 5). Penyusunan teknik dan metoda pengujian veteriner. Disamping itu berdasarkan SK. Menteri Pertanian No. 66/99 tentang Organisasi dan Tata Kerja Loka Pengujian Mutu Produk Peternakan (LPMPP), maka Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan mempunyai Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang mempunyai fungsi melakukan pemeriksaan/pengujian terhadap produk peternakan. Dalam rangka meningkatkan pelayanan pengujian mutu produk peternakan status LPMPP menjadi Balai Pengujian Mutu Produk Peternakan (BPMPP) sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian No. 59/Kpts/ OT.0/8/00 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pengujian Mutu Produk Peternakan. Dalam melaksanakan tugasnya BPMPP melaksanakan fungsi : ). Pelaksanaan penyiapan sampel mutu produk peternakan. Pelaksanaan pemeriksaan keamanan produk peternakan. 8
3 ). Penyiapan perumusan hasil pengujian mutu produk peternakan. ). Pengembangan tehnik dan metode pemeriksaan dan pengujian mutu produk peternakan. ). Pelayanan teknik kegiatan pemeriksaan dan pengujian mutu produk peternakan. 5). Pelaksanaan pemantauan dan survei mutu produk peternakan. Wilayah kerja BPMPP adalah seluruh Indonesia dan mempunyai jaringan ke bawah yaitu laboratoriumlaboratorium kesmavet di tingkat Propinsi, laboratoriumlaboratorium daging yang berlokasi di RPH/RPU dan laboratoriumlaboratorium susu di Kabupaten/ Kota. LABORATORIUM KESMAVET DAERAH Sejak diberlakukan Otonomi Daerah, maka Struktur Organisasi Dinas Peternakan di daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota belum semua melakukan fungsi di bidang Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet), sehingga pada tahun 00 Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner Direktorat Jenderal Peternakan melaksanakan inventarisasi keberadaan Laboratorium Kesmavet Daerah. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran sampai sejauhmana keberadaan, status dan kemampuan laboratoium pengujian veteriner yang ada dapat menguji mutu pangan asal hewan dan hasil olahannya, serta mendorong laboratorium dimaksud untuk selalu meningkatkan kemampuannya melalui akreditasi yang mampu memberikan jaminan mutu pelayanan yang efisien dan mandiri sesuai dengan tuntutan globalisasi. Berdasarkan hasil inventarisasi laboratorium kesmavet daerah berjumlah buah Laboratorium Kesmavet Propinsi dan 7 buah Laboratorium Kesmavet Kabupaten/Kota. JENIS PELAYANAN PEMERIKSAAN/PENGUJIAN Dengan maraknya penggunaan bahan kimia, bahan pengawet pada pangan asal hewan serta kasuskasus yang ada, maka berdasarkan kemampuan ujinya dapat diklasifikasikan ke dalam (empat) tingkat, antara lain: A, B, C dan D untuk laboratorium pada tingkat D bila kemampuan ujinya dan persyaratan lainnya memadai dapat ditingkatkan menjadi tingkat C, begitu pula laboratorium tingkat C bila kemampuan uji dan persyaratan lainnya memadai dapat ditingkatkan menjadi laboratorium kesmavet tingkat B, dan seterusnya. KOMODITI YANG DIPERIKSA/DIUJI Umumnya pemeriksaan/pengujian dilakukan pada produk peternakan baik pangan (daging, susu dan telur serta hasil olahannya) maupun non pangan asal hewan (bulu, kulit, tulang dan tepung daging untuk pakan ternak, dll), dan juga produk perikanan (ikan asin). PERALATAN Peralatan yang tersedia disesuaikan dengan kemampuan pengujian pemeriksaan/pengujian. UPT Pusat untuk penegujian residu yaitu High Performance Liquid Chromatography (HPLC) dan Gas Chromatography (GC), Atomic Adsorben Spectophotometri (AAS), LC MS MS., PCR untuk uji spesies, selain peralatan untuk menunjang pemeriksaan fisika dan kimia sederhana termasuk pemalsuan dan mikrobiologi. Pada Laboratorium Kesmavet Daerah sebagian besar kemampuan uji masih terbatas pada pemeriksaan organoleptik dan kimiawi sederhana serta mikrobiologi kecuali untuk Laboratorium Kesmavet DKI sehingga peralatan yang dimiliki sesuai dengan kemampuannya. SUMBERDAYA MANUSIA Tenaga penguji pada laboratorium kesmavet berasal dari berbagai latar belakang pendidikan antara lain Dokter hewan, Analis kimia dan SMA yang terlatih. 85
4 Tabel. Jenis pengujian Jenis Pengujian BPMPP A BBV dan BPPV B Propinsi C Kab/Kota D Organoleptis Parasit: (nematoda, protozoa dan insecta) Mikrobilogi: TPC Coliform E. Coli Staphylococcus sp. Salmonella sp Sel somatik Campylobacter sp. Listeria sp. Bakteri pembentuk Spora (antrax + subtilis) Kimia: Formaldehid Residu antibiotika: Kualitatif dan kuantitatif Residu hormon Residu pestisida Residu logam berat Uji kadar lemak, BJ Alkohol test (SNI susu) Pemalsuan Patologi anatomi Histopatologi Prion GMO PERMASALAHAN. Ketergantungan bahan kimia (obat hewan/ antibiotika, hormon, pestisida dan logam berat) yang melebihi Standar Nasional Indonesia.. Meningkatnya kesadaran konsumen akan keamanan pangan, sehingga konsumen lebih memilih pangan yang bergizi, aman dan berkualitas.. Meningkatnya Persyaratan Negara Mitra Bisnis.. Lemahnya kemampuan pemerintah dan pelaku bisnis pangan yang diakibatkan karena belum adanya Sistem Monitoring dan Surveilans Residu dan Cemaran Mikroba. Belum adanya jaringan kerja laboratorium veteriner yang kredibel dalam melakukan monitoring dan surveilans residu dan cemaran mikroba, dan belum adanya Competent Authority. LANGKAHLANGKAH YANG DITEMPUH. Mengingat sebagian besar kondisi laboratorium veteriner yang ada pada saat ini masih jauh dari yang diharapkan, maka kegiatan pemeriksaam/pengujian pada produk hewan terutama pangan asal hewan terhadap kandungan residu dan cemaran mikroba perlu ditingkatkan dan dilakukan secara berkala dan terus menerus pada industri pangan asal hewan pada setiap tahap kegiatan sampai produk tersebut dikonsumsi, sehingga segala jenis residu (antibiotik, hormon, logam berat, pestisida) dan cemaran mikroba yang terkandung dalam pangan asal hewan dapat diketahui dan dikendalikan lebih dini. 86
5 Tabel.. Prioritas jenis pengujian Jenis Pengujian BPMPP A BBV & BPPV B Propinsi C Kab/Kota D Organoleptis Parasit: (nematoda, protozoa dan insecta) Mikrobilogi: TPC Coliform E. Coli Staphylococcus sp. Salmonella sp Sel somatik Campylobacter sp. Listeria sp. Bakteri pembentuk Spora (antrax + subtilis) Kimia : Formaldehid Residu antibiotika: Kualitatif dan kuantitatif) Residu hormon Residu pestisida Residu logam berat Uji kadar lemak, BJ Alkohol test (SNI susu) Pemalsuan Patologi anatomi Prion GMO =. Menetapkan Sistem Kesehatan Masyarakat Veteriner Indonesia (Siskesmavetindo) meliputi Subsistem yaitu () Subsistem Keamanan Pangan Asal Hewan, () Subsistem Pengendalian Zoonosis, () Subsistem Pembinaan Kesejahteraan Hewan.. Dalam rangka menyusun pedoman dan panduan penggunaan, persyaratan aplikasi, distribusi bahan kimia termasuk obat hewan, pestisida, logam berat dan hormon.. Peningkatan Sumberdaya manusia pengawas kesmavet dan penguji veteriner dan petugas pengambil contoh yang profesional/ kredibel. STRATEGI YANG DITEMPUH Dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna pelaksanaan tugas dan fungsi laboratorium Kesmavet perlu dilaksanakan melalui:. Melakukan identifikasi potensi laboratorium penguji veteriner di seluruh Indonesia. Berdasarkan hasil inventarisasi laboratorium kesmavet daerah ada 9 buah laboratorium yang terdiri dari buah laboratorium kesmavet di Propinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat, DI. Yogyakarta, Jawa Timur, NTT, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat dan Sulawesi Selatan. Dan 7 buah laboratorium kesmavet yang berada di Kabupaten/Kota yaitu Kabupaten Medan, Kota Medan, Kota Bogor, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Karawang, Kota Cirebon, Kota Bandung, Kabupaten Semarang, Kota Magelang, Kabupaten Pati, Kota Surakarta, Kota Semarang, Kabupaten Boyolali, Kota Salatiga, Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Sleman, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Malang, Kota Surabaya, Kota 87
6 Malang, Kota Samarinda dan Kota Balikpapan.. Menerbitkan Pedoman dan Standar Metoda Pengujian yang dapat digunakan sebagai pegangan laboratorium Kesmavet Daerah dalam melaksanakan tugasnya antara lain pedoman Good Laboratory Practice, Pedoman Laboratorium Kesmavet, SNI Metoda Pengujian Residu Antibiotika pada Pangan Asal Hewan dan Cara Uji Cemaran Mikroba Pada Pangan Asal Hewan.. Membentuk Jaringan Kerja Laboratorium Veteriner (Veterinary Laboratory network) yang kredibel untuk melakukan pelayanan pengawasan produk hewan ekspor dan impor serta meningkatkan kredibilats laboratorium veteriner melalui Program Akreditasi.. Melaksanakan Risk Analysis terhadap produk pangan asal hewan impor. 5. Melakukan penyusunan Sistem Monitoring dan Surveilans Residu dan Cemaran Mikroba, berdasarkan persayaratan Monitoring dan Surveilans Residu yang telah dilakukan oleh negaranegara maju. 6. Dalam meningkatkan kinerja SDM penguji dengan melaksanakan Pelatihan/magang pada laboratorium veteriner dalam negeri maupun luar negeri (sudah terlaksana dengan Veterinary Public Health of Singapore), Pelatihan Sistem Informasi Laboratorium Veteriner, Penerapan Sistem Mutu Laboratorium, Petugas Pengambil Contoh Terakreditasi dari Komite Akreditasi Nasional (sudah 6 orang petugas pengambil contoh yang terakreditasi) PENUTUP Peranan laboratorium dalam rangka keamanan produk peternakan sudah cukup jelas yaitu melakukan pemeriksaan dan memberikan rekomendasi kepada pengambil keputusan, namun masih perlu adanya pengembangan dan penyempurnaan sesuai dengan fungsinya yang sangat dibutuhkan dalam kegiatan peningkatan sistem jaminan keamanan pangan asal hewan. Keamanan suatu pangan asal hewan bukan hanya ditentukan oleh derajat kandungan residu (obat hewan/antibiotika, pestisida dan hormon serta logam berat ) dalam pangan asal hewan, tetapi juga ditentukan oleh tingkat kontaminan dari cemaran mikroba. Dengan makin berkembangnya tuntutan perdagangan khususnya dalam era perdagangan bebas serta semakin meningkatnya tuntutan konsumen terhadap kualitas produk hewan, maka seluruh perangkat aparatur pemerintah dibidang kesmavet harus mampu menjawab tantangan tersebut. Disamping itu dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan partisipasi konsumen terhadap pentingnya kualitas produk peternakan, perlu dilanjutkan Gerakan Peduli ASUH. Dengan Gerakan Peduli ASUH tersebut diharapkan kepedulian, kesadaran dan partisipasi masyarakat baik di tingkat produsen maupun konsumen dapat ditingkatkan dengan lebih nyata. 88
KAJIAN HASIL MONITORING DAN SURVEILANS CEMARAN MIKROBA DAN RESIDU OBAT HEWAN PADA PRODUK PANGAN ASAL HEWAN DI INDONESIA
KAJIAN HASIL MONITORING DAN SURVEILANS CEMARAN MIKROBA DAN RESIDU OBAT HEWAN PADA PRODUK PANGAN ASAL HEWAN DI INDONESIA YOKI YOGASWARA dan LOKA SETIA Subdit Residu, Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner
Lebih terperinciPROFIL LABORATORIUM KESMAVET KOTA METRO
PROFIL LABORATORIUM KESMAVET KOTA METRO DINAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KOTA METRO BIDANG PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DINAS DAN KESEHATAN HEWAN Jln. Jend. Sudiman No 155, Kota Metro, Lampung
Lebih terperinciKEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENGAMANAN PANGAN ASAL HEWAN
KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENGAMANAN PANGAN ASAL HEWAN ETTY WURYANINGSIH Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian PENDAHULUAN Dalam era globalisasi,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang dan sedang berusaha mencapai
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang dan sedang berusaha mencapai pembangunan sesuai dengan yang telah digariskan dalam propenas. Pembangunan yang dilaksakan pada hakekatnya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pembangunan sesuai dengan yang telah digariskan dalam propenas. Pembangunan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang dan sedang berusaha mencapai pembangunan sesuai dengan yang telah digariskan dalam propenas. Pembangunan yang dilaksakan pada hakekatnya
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 15/Permentan/OT.140/2/2008 TENTANG PEDOMAN MONITORING DAN SURVEILANS RESIDU DAN CEMARAN MIKROBA PADA PRODUK HEWAN
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 15/Permentan/OT.140/2/2008 TENTANG PEDOMAN MONITORING DAN SURVEILANS RESIDU DAN CEMARAN MIKROBA PADA PRODUK HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 2012). Sapi berasal dari famili Bovida, seperti halnya bison, banteng, kerbau
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi merupakan hewan ternak yang menghasilkan daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% kebutuhan daging di dunia, 95% kebutuhan
Lebih terperinciLAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi
Lebih terperinciMENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 381/Kpts/OT.140/10/2005 TENTANG
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 381/Kpts/OT.140/10/2005 TENTANG PEDOMAN SERTIFIKASI KONTROL VETERINER UNIT USAHA PANGAN ASAL HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciSeminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
47 KEBIJAKAN TEKNIS KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DALAM MENDUKUNG EKSPOR PRODUK PETERNAKAN BACHTIAR MOERAD 48 Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner, Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan ABSTRAK
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 381/Kpts/OT.140/10/2005 TENTANG PEDOMAN SERTIFIKASI KONTROL VETERINER UNIT USAHA PANGAN ASAL HEWAN
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 381/Kpts/OT.140/10/2005 TENTANG PEDOMAN SERTIFIKASI KONTROL VETERINER UNIT USAHA PANGAN ASAL HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak asasi setiap orang untuk keberlangsungan hidupnya. Makanan adalah unsur terpenting dalam menentukan
Lebih terperinciSURAT KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 629/Kpts/OT.140/12/2003 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BESAR VETERINER MENTERI PERTANIAN,
285 SURAT KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 629/Kpts/OT.140/12/2003 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BESAR VETERINER MENTERI PERTANIAN, Menimbang : bahwa dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil
Lebih terperinciKeamanan Pangan Asal Ternak: Situasi, Permasalahan dan Prioritas Penanganannya di Tingkat Hulu
Keamanan Pangan Asal Ternak: Situasi, Permasalahan dan Prioritas Penanganannya di Tingkat Hulu Keamanan Pangan Asal Ternak: Situasi, Permasalahan dan Prioritas Penanganannya di Tingkat Hulu Penyusun:
Lebih terperinciIX. PERMASALAHAN KEAMANAN PANGAN ASAL TERNAK DI INDONESIA
IX. PERMASALAHAN KEAMANAN PANGAN ASAL TERNAK DI INDONESIA Indonesia sebagai negara tropis dengan curah hujan dan kelembaban udara yang tinggi merupakan lingkungan yang cocok untuk berkembangbiaknya berbagai
Lebih terperinciLAPORAN RAPAT KOORDINASI KESEHATAN HEWAN DAN KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER SE WILAYAH PELAYANAN BALAI VETERINER LAMPUNG TAHUN 2015
LAPORAN RAPAT KOORDINASI KESEHATAN HEWAN DAN KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER SE WILAYAH PELAYANAN BALAI VETERINER LAMPUNG TAHUN 2015 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH
GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 77 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciPEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL MEDIK VETERINER DAN PARAMEDIK VETERINER BAB I PENDAHULUAN
5 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA Nomor 83/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL MEDIK VETERINER DAN PARAMEDIK VETERINER PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 42/Permentan/OT.140/9/2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA STANDAR BALAI BESAR VETERINER DENPASAR
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 42/Permentan/OT.140/9/2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA STANDAR BALAI BESAR VETERINER DENPASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang Mengingat
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 83/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL MEDIK VETERINER DAN PARAMEDIK VETERINER
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 83/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL MEDIK VETERINER DAN PARAMEDIK VETERINER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut Direktorat Jenderal Peternakan (2011), dalam survey yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan asal hewan dibutuhkan manusia sebagai sumber protein hewani yang didapat dari susu, daging dan telur. Protein hewani merupakan zat yang penting bagi tubuh manusia
Lebih terperinciGUBERNUR SUMATERA BARAT
GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 103TAHUN 2017 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DAERAH DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI SUMATERA
Lebih terperinciIV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK
IV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK Pada umumnya sumber pangan asal ternak dapat diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) macam, yaitu berupa daging (terdiri dari berbagai spesies hewan yang lazim dimanfaatkan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2012 TENTANG ALAT DAN MESIN PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2012 TENTANG ALAT DAN MESIN PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA... 70 LAMPIRAN DAFTAR TABEL Tabel 2.1. komposisi Kimia Daging Tanpa Lemak (%)... 12 Tabel 2.2. Masa Simpan Daging Dalam Freezer... 13 Tabel 2.3. Batas Maksimum Cemaran Mikroba Pada Pangan...
Lebih terperinciDAFTAR KODE & TARIF PNBP BALAI BESAR UJI STANDAR KARANTINA PERTANIAN (berdasarkan PP No. 35/2016)
PENGUJIAN LABORATORIUM KARANTINA TUMBUHAN DAFTAR KODE & TARIF PNBP BALAI BESAR UJI STANDAR KARANTINA PERTANIAN (berdasarkan PP No. 35/2016) NO. JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK KODE SATUAN TARIF KET.
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno-Hatta (BBKPSH) merupakan unit pelaksana teknis (UPT) lingkup Badan Karantina Pertanian yang berkedudukan di Bandara Udara Internasional
Lebih terperinciDINAS PETERNAKAN KABUPATEN KUPANG. Bagian Pertama. Dinas. Pasal 21
DINAS PETERNAKAN KABUPATEN KUPANG Bagian Pertama Dinas Pasal 21 Dinas Peternakan mempunyai tugas pokok membantu Bupati dalam melaksanakan sebagian urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN KANTOR SERTA SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KABUPATEN BENGKAYANG DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciRENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) BALAI PENGUJIAN MUTU DAN SERTIFIKASI PRODUK HEWAN (BPMSPH) BOGOR TAHUN 2018
RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) BALAI PENGUJIAN MUTU DAN SERTIFIKASI PRODUK HEWAN (BPMSPH) BOGOR TAHUN 2018 A. DATA UMUM 1 UNIT KERJA 2 TUGAS DAN FUNGSI BALAI PENGUJIAN MUTU DAN SERTIFIKASI PRODUK HEWAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keamanan pangan (food safety) merupakan hal-hal yang membuat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keamanan pangan (food safety) merupakan hal-hal yang membuat makanan itu aman untuk dimakan, bebas dari faktor-faktor penyebab penyakit misalnya banyak mengandung sumber
Lebih terperinciRENCANA KINERJA TAHUNAN
RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI BESAR PENGUJIAN MUTU DAN SERTIFIKASI OBAT HEWAN TAHUN ANGGARAN 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN BALAI BESAR PENGUJIAN MUTU DAN
Lebih terperinciBALAI PENGUJIAN MUTU DAN SERTIFIKASI PRODUK HEWAN DIREKTORAT KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN PASCAPANEN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN
RENCANA STRATEJIK 2015-2019 BALAI PENGUJIAN MUTU DAN SERTIFIKASI PRODUK HEWAN BALAI PENGUJIAN MUTU DAN SERTIFIKASI PRODUK HEWAN DIREKTORAT KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN PASCAPANEN DIREKTORAT JENDERAL
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Profil UPTD Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner
I. PENDAHULUAN Dalam era globalisasi, aspek perlindungan konsumen, terutama terhadap kemungkinan kontaminasi/pencemaran kuman dan bahan kimia pada pangan, telah menjadi isu sentral dalam perdagangan pangan,
Lebih terperinciLAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi
Lebih terperinciGUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 64 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN
SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 64 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 02/MEN/2007 TENTANG
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 02/MEN/2007 TENTANG MONITORING RESIDU OBAT, BAHAN KIMIA, BAHAN BIOLOGI, DAN KONTAMINAN PADA PEMBUDIDAYAAN IKAN MENTERI KELAUTAN DAN
Lebih terperinci(Rp.) , ,04
LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN APBD PROVINSI SUMATERA BARAT BELANJA LANGSUNG URUSAN : PILIHAN ( PERTANIAN ) KEADAAN S/D AKHIR BULAN : DESEMBER 2015 DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI SUMATERA
Lebih terperinciGUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 94 TAHUN 2015 TENTANG
SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 94 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATAKERJA UNIT PELAKSANA
Lebih terperinciBAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF
BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF Pada bab ini dikemukakan rencana program dan kegiatan, indikator kinerja, kelompok sasaran, dan pendanaan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/OT.140/1/2007 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PENGENDALI PENYAKIT AVIAN INFLUENZA REGIONAL
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/OT.140/1/2007 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PENGENDALI PENYAKIT AVIAN INFLUENZA REGIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI PERTANIAN Menimbang : a.
Lebih terperinciSusu segar-bagian 1: Sapi
Standar Nasional Indonesia Susu segar-bagian 1: Sapi ICS 67.100.01 Badan Standardisasi Nasional Copyright notice Hak cipta dilindungi undang undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian atau seluruh
Lebih terperinciTanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI
Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN 2012 DAFTAR ISI 1. Apa Kandungan gizi dalam Daging ayam? 2. Bagaimana ciri-ciri
Lebih terperinciBUPATI MOJOKERTO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO,
BUPATI MOJOKERTO PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN MOJOKERTO DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF
BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF Pada bab ini dikemukakan rencana program dan kegiatan, indikator kinerja, kelompok sasaran, dan pendanaan
Lebih terperinciI. PROGRAM DAN KEGIATAN TAHUN 2016
I. PROGRAM DAN KEGIATAN TAHUN 2016 A. Program. Sebagai upaya untuk mewujudkan sasaran pembangunan peternakan ditempuh melalui 1 (satu) program utama yaitu Program Pengembangan Agribisnis. Program ini bertujuan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT
PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO. 17 2008 SERI. C PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI JASA PENGUJIAN PENYAKIT HEWAN, BAHAN ASAL HEWAN DAN MUTU PAKAN/BAHAN
Lebih terperinciKEAMANAN PANGAN PRODUK PETERNAKAN DITINJAU DARI ASPEK PASCA PANEN: PERMASALAHAN DAN SOLUSI (ULASAN)
KEAMANAN PANGAN PRODUK PETERNAKAN DITINJAU DARI ASPEK PASCA PANEN: PERMASALAHAN DAN SOLUSI (ULASAN) TANTAN R. WIRADARYA Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor ABSTRAK Pangan produk peternakan yang
Lebih terperinciGUBERNUR SUMATERA BARAT
GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PANGAN SEGAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 75/Permentan/OT.140/11/2011 TENTANG LEMBAGA SERTIFIKASI PRODUK BIDANG PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 75/Permentan/OT.140/11/2011 TENTANG LEMBAGA SERTIFIKASI PRODUK BIDANG PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa untuk menjamin
Lebih terperinciWALIKOTA BANJARBARU PERATURAN WALIKOTA BANJARBARU NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG
WALIKOTA BANJARBARU PERATURAN WALIKOTA BANJARBARU NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciTabel. 2.1 Pencapaian Kinerja Pelayanan Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan Aceh Provinsi Aceh
No. Indikator Kinerja sesuai Tugas dan Fungsi Tabel. 2.1 Pencapaian Kinerja Pelayanan Dinas Kesehatan Hewan dan Aceh Target Indikator Lainnya Target Renstra ke- Realisasi Capaian Tahun ke- Rasio Capaian
Lebih terperinciX. STRATEGI MENGHASILKAN PANGAN ASAL TERNAK YANG AMAN
X. STRATEGI MENGHASILKAN PANGAN ASAL TERNAK YANG AMAN A. Penguatan Aspek Kelembagaan Keamanan Pangan Asal Ternak Kelembagaan yang paling berkepentingan dalam mewujudkan keamanan pangan asal ternak di Indonesia
Lebih terperinci2017, No Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 227, Tambahan Lembaran Negar
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1712, 2017 BPOM. Pangan Olahan. Batas Maksimum Cemaran Logam Berat. PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 23 TAHUN 2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM CEMARAN LOGAM
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daging adalah semua jaringan hewan, baik yang berupa daging dari karkas, organ, dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak menimbulkan gangguan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. media pertumbuhan mikroorganisme. Daging (segar) juga mengandung enzim-enzim
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging adalah salah satu pangan asal hewan yang mengandung zat gizi yang sangat baik untuk kesehatan dan pertumbuhan manusia, serta sangat baik sebagai media pertumbuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bakso merupakan makanan jajanan yang paling populer di Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bakso merupakan makanan jajanan yang paling populer di Indonesia. Penggemar makanan jajanan ini merata mulai dari anak-anak sampai orang dewasa sehingga pedagang makanan
Lebih terperinciBUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN BUPATI MADIUN,
BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN BUPATI MADIUN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal
Lebih terperinciLAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 47 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 47 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciPERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 19-P TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA DINAS PERTANIAN WALIKOTA SURAKARTA,
PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 19-P TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA DINAS PERTANIAN WALIKOTA SURAKARTA, Menimbang : a. bahwa sebagai tindaklanjut ditetapkannya Peraturan
Lebih terperinciBAB III. AKUNTABILITAS KINERJA. Berikut ini merupakan gambaran umum pencapaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur :
BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA 3.1. CAPAIAN KINERJA ORGANISASI 3.1.1. Capaian Kinerja Berikut ini merupakan gambaran umum pencapaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur : Tujuan 1 Sasaran : Meningkatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. - Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Daging ayam memiliki nilai gizi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ayam potong (broiler) merupakan sumber hayati produk peternakan yang diperuntukkan sebagai makanan manusia, menurut ketentuan Pasal 1 ayat (1) Undang - Undang Nomor
Lebih terperinciBAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI
BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Isu-isu strategis berdasarkan tugas dan fungsi Dinas Peternakan adalah kondisi atau hal yang harus diperhatikan atau dikedepankan dalam perencanaan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 14/Permentan/OT.140/2/2008 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN DAN PENGUJIAN KEAMANAN DAN MUTU PRODUK HEWAN
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 14/Permentan/OT.140/2/2008 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN DAN PENGUJIAN KEAMANAN DAN MUTU PRODUK HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang Mengingat
Lebih terperinciLAPORAN EVALUASI INDEKS KEPUASAN MASYARAKAT BALAI VETERINER BANJARBARU PERIODE DESEMBER 2015
LAPORAN EVALUASI INDEKS KEPUASAN MASYARAKAT BALAI VETERINER BANJARBARU PERIODE DESEMBER 2015 KEMENTERIAN PERTANIAN DITJEN PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN BALAI VETERINER BANJARBARU 2015 DAFTAR ISI KATA
Lebih terperinciBUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,
BUPATI LOMBOK BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN, PETERNAKAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciLAPORAN KINERJA BALAI PENGUJIAN MUTU DAN SERTIFIKASI PRODUK HEWAN
LAPORAN KINERJA BALAI PENGUJIAN MUTU DAN SERTIFIKASI PRODUK HEWAN 2015 Jln. Pemuda No. 29A, Bogor 16161, Telp. 0251 8377111, Fax. 0251 8353712 Web Site : www.bpmsph.org, Email : info@bpmsph.org, bpmsph@yahoo.com
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 08/Permentan/OT.140/2/2008 TENTANG
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 08/Permentan/OT.140/2/2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI BESAR PERBENIHAN DAN PROTEKSI TANAMAN PERKEBUNAN SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI
Lebih terperinci(1), Kepala Dinas mempunyai fungsi sebagai berikut: a. penyusunan rencana strategis dinas, berdasarkan rencana strategis pemerintah daerah; b. perumus
BAB XII DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN Bagian Kesatu Susunan Organisasi Pasal 224 Susunan Organisasi Dinas Pertanian dan Peternakan, terdiri dari: a. Kepala Dinas; b. Sekretaris, membawahkan: 1. Sub Bagian
Lebih terperinciBUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR
BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PETERNAKAN KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciPERANAN NOMOR KONTROL VETERINER (NKV) SEBAGAI PERSYARATAN DASAR UNTUK PRODUKSI PANGAN HEWANI YANG AMAN, SEHAT, UTUH DAN HALAL (ASUH)**
PERANAN NOMOR KONTROL VETERINER (NKV) SEBAGAI PERSYARATAN DASAR UNTUK PRODUKSI PANGAN HEWANI YANG AMAN, SEHAT, UTUH DAN HALAL (ASUH)** Oleh : Dr.drh. I Wayan Suardana, MSi* *Dosen Bagan Kesmavet Fakultas
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN. Jaminan Mutu Pangan.
No.81, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN. Jaminan Mutu Pangan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 20/Permentan/OT.140/2/2010 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU PANGAN
Lebih terperinciII. KETENTUAN HUKUM TERKAIT KEAMANAN PANGAN. A. UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
II. KETENTUAN HUKUM TERKAIT KEAMANAN PANGAN A. UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dalam BAB XA mengenai Hak Asasi Manusia pada pasal
Lebih terperinciBAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI
BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Isu-isu strategis berdasarkan tugas dan fungsi Dinas Pean adalah kondisi atau hal yang harus diperhatikan atau dikedepankan dalam perencanaan pembangunan
Lebih terperinciDINAS PETERNAKAN KABUPATEN KUPANG. Bagian Pertama. Dinas. Pasal 21
DINAS PETERNAKAN KABUPATEN KUPANG Bagian Pertama Dinas Pasal 21 Dinas Peternakan mempunyai tugas pokok membantu Bupati dalam melaksanakan sebagian urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah
Lebih terperinciAnalisa Mikroorganisme
19 Analisa Mikroorganisme Pemeriksaan awal terhadap 36 sampel daging ayam dan 24 sampel daging sapi adalah pemeriksaan jumlah mikroorganisme. Hasil yang diperoleh untuk rataan jumlah mikroorganisme daging
Lebih terperinci2 adanya standar alat dan mesin peternakan dan kesehatan hewan yang harus ditetapkan dengan Peraturan Menteri. Pada prinsipnya, setiap orang yang beru
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KESEHATAN. Hewan. Peternakan. Alat. Mesin. Penggunaan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 72) PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciRevisi ke : 04 Tanggal : 31 Desember 2014
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN : SATU SET DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN A. DASAR HUKUM : 1. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. 2. UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 58/Permentan/OT.140/8/2007 TENTANG PELAKSANAAN SISTEM STANDARDISASI NASIONAL DI BIDANG PERTANIAN
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 58/Permentan/OT.140/8/2007 TENTANG PELAKSANAAN SISTEM STANDARDISASI NASIONAL DI BIDANG PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Pengembangan sub sektor peternakan perlu untuk dilakukan karena sub
Lebih terperinciGUBERNUR SULAWESI TENGAH
GUBERNUR SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PENGAWASAN KEAMANAN PANGAN SEGAR TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Susu
TINJAUAN PUSTAKA Susu segar Susu adalah susu murni yang belum mendapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya. Susu murni adalah cairan yang berasal dari ambing sapi
Lebih terperinciRENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT)
RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2014 BALAI BESAR PERBENIHAN DAN PROTEKSI TANAMAN PERKEBUNAN (BBPPTP) SURABAYA Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian KATA PENGANTAR Rencana Kinerja Tahun
Lebih terperinciGUBERNUR SUMATERA BARAT
GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 30 TAHUN 2017 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI SUMATERA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN LALU LINTAS TERNAK DAN PEREDARAN BAHAN ASAL HEWAN DI KABUPATEN BULUKUMBA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN LALU LINTAS TERNAK DAN PEREDARAN BAHAN ASAL HEWAN DI KABUPATEN BULUKUMBA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA,
Lebih terperinciLAPORAN IKM JUNI
LAPORAN IKM JUNI 2016 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam rangka akuntabilitas pelayanan publik, Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan pendayagunaan aparatur negara bidang pelayanan publik melalui
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dengan kondisi daratan yang subur dan iklim yang menguntungkan. Pertanian menjadi sumber mata pencaharian sebagian penduduk dan berkontribusi
Lebih terperinciRENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKA DINAS PERKEBUNAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKA DINAS PERKEBUNAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Tujuan Sasaran RPJMD Kinerja Utama Program dan Kegiatan Indikator
Lebih terperinciPEDOMAN IDENTIFIKASI DAN PENGAWASAN TERNAK RUMINANSIA BESAR BAB I PENDAHULUAN
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 16/Permentan/OT.140/1/2010 TANGGAL : 29 Januari 2010 PEDOMAN IDENTIFIKASI DAN PENGAWASAN TERNAK RUMINANSIA BESAR A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Ternak
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Keberadaan Residu Antibiotik
HASIL DAN PEMBAHASAN Keberadaan Residu Antibiotik Pengujian residu antibiotik pada daging ayam dan sapi dalam penelitian ini dilakukan dengan metode uji tapis (screening test) secara bioassay, sesuai dengan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN MUTU HASIL PERIKANAN
PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN MUTU HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN BARAT, Menimbang : a. bahwa pengawasan
Lebih terperinciGUBERNUR KALIMANTAN TENGAH
GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 28 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 63 TAHUN 2016 TENTANG
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 63 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciLAPORAN KINERJA BALAI PENGUJIAN MUTU DAN SERTIFIKASI PRODUK HEWAN
LAPORAN KINERJA BALAI PENGUJIAN MUTU DAN SERTIFIKASI PRODUK HEWAN 2016 Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner Jln. Pemuda No.
Lebih terperinciLAPORAN REALISASI KEGIATAN APBN PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2015 KEADAAN s/d AKHIR BULAN : DESEMBER 2015
LAPORAN REALISASI KEGIATAN APBN PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2015 KEADAAN s/d AKHIR BULAN : DESEMBER 2015 SKPD : DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI SUMATERA BARAT REALISASI RUPIAH MURNI REALISASI
Lebih terperinciBAB III BAHAN DAN METODE
BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 27 Mei 2013 sampai dengan 5 Juni 2013 di PT. Awindo Internasional Jakarta. PT. Awindo Internasional terletak
Lebih terperinciFOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESWAN TAHUN 2016
DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESWAN TAHUN 2016 Disampaikan pada: MUSRENBANGTANNAS 2015 Jakarta, 04 Juni 2015 1 TARGET PROGRAM
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 289/Kpts/OT.210/4/2002
KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 289/Kpts/OT.210/4/2002 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENGUJIAN MUTU DAN SERTIFIKASI OBAT HEWAN MENTERI PERTANIAN Menimbang Meningat Memperhatikan : bahwa dalam
Lebih terperinci