PENDIDIKAN MATEMATIKA SD 2 ( KPD 325 / 4 sks ) Oleh: M. Coesamin FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDIDIKAN MATEMATIKA SD 2 ( KPD 325 / 4 sks ) Oleh: M. Coesamin FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN"

Transkripsi

1 PENDIDIKAN MATEMATIKA SD 2 ( KPD 325 / 4 sks ) Oleh: M. Coesamin FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2012

2 DAFTAR ISI I. Teori Belajar Matematika... 1 II. Strategi Pembelajaran Matematika... 9 III. Pemecahan Masalah Matematika IV. Pendekatan Keterampilan Proses V. Pendidikan Matematika Realistik VI. Merancang Pembelajaran Matematika... 22

3 BAB I TEORI BELAJAR MATEMATIKA A. Teori Belajar Thorndike, Skinner, dan Gagne 1. Teori belajar Thorndike Teori belajar Thorndike menggunakan stimulus-respon (S R), dan disebut koneksionisma. Menurut teori belajar S R, belajar adalah pembentukan asosiasi (hubungan) antara stimulus (rangsangan) dan respon (tanggapan). Terbentuknya hubungan antara rangsangan dan tanggapan menurut Thorndike berdasarkan pada hukum kesiapan (Law of Readiness), hukum latihan (Law of Exercise) dan hukum akibat (Law of Effect). Menurut hukum kesiapan, keberhasilan anak dalam mempelajari konsep atau struktur matematika tergantung dari kesiapannya untuk mempelajari konsep atau struktur itu. Jadi belajar akan sukses jika siswa telah siap untuk belajar. Kecenderungan anak untuk melakukan tindakan belajar matematika beserta kesiapannya dapat dipelajari dengan membaca tabel berikut. Cenderung bertindak Cenderung bertindak Tidak cenderung bertindak Bertindak Tidak bertindak Bertindak Puas. Tidak melakukan tindakan lain. Tidak puas. Melakukan tindakan lain. Tidak puas. Melakukan tindakan lain. Menurut hukum latihan, pengulangan terhadap konsep-konsep yang dipelajari akan menguatkan hubungan yang telah terjadi antara stimulus dan respon. Makin sering latihan (pengulangan) diberikan makin kuatlah pemahaman anak terhadap yang dilatihkan itu. Menurut hukum akibat, jika hubungan yang terjadi antara stimulus dan respon diikuti oleh kondisi peristiwa yang sesuai, maka hubungan itu akan meningkat kekuatannya. Tindakan yang diikuti akibat yang menyenangkan akan cenderung kali lain diulangi lagi, dan sebaliknya. Ganjaran (mis. nilai baik) berakibat anak ingin melakukan kegiatan serupa, dam hukuman (mis. nilai jelek) berakibat anak enggan mengerjakan matematika.

4 Mempelajari suatu materi matematika dapat efektif dan efisien jika bahan itu dibagi menjadi beberapa bagian. Belajar bagian pertama dulu, kemudian bagian kedua, bagian pertama dan kedua secara bersamaan, dan seterusnya. Eksperimen Watson (dalam Hudojo, 1990:18) menunjukkan adanya banyak sikap negatip peserta didik terhadap suatu mata pelajaran karena peserta didik itu mengasosiasikan kepada suatu mata pelajaran yang tidak menyenangkan. 2. Teori belajar Skinner B.F Skinner berpendapat bahwa dalam belajar matematika, ganjaran atau penguatan merupakan hal penting. Ganjaran merupakan tanggapan yang menggembirakan, sifatnya subjektif, sedangkan penguatan merupakan sesuatu yang mengakibatkan meningkatnya kemungkinan suatu respon, lebih mengarah ke hal-hal yang dapat diamati dan diukur. Ada penguatan positip dan ada penguatan negatip. Penguatan yang mengiringi perilaku siswa sehingga meningkatkan pengulangan perilaku itu disebut penguatan positip. Penguatan dengan cara meniadakan sesuatu yang lain dan meningkatkan hubungan stimulus-respon disebut penguatan negatip. Ganjaran dapat diberikan dengan pujian, cemberut, nilai baik, ataupun nilai jelek, asal meningkatkan perilaku siswa. 3. Teori belajar Gagne Menurut Robert M. Gagne, orientasi belajar itu mengarah pada hasil belajar, bukan pada prosesnya. Tujuan belajar menurut Gagne adalah perolehan kemampuan-kemampuan yang telah dideskripsikan secara khusus dan dinyatakan dalam istilah tingkah laku. Menurut Gagne, tahap belajar lebih tinggi itu berdasarkan atas tahap belajar yang lebih rendah. Berbeda dengan pendapat Piaget, Gagne menyatakan bahwa ingatan merupakan klise realitas. Objek belajar matematika secara langsung menurut Gagne adalah fakta, konsep, aturan, dan keterampilan. Contoh fakta misalnya: angka, sudut, ruas garis, simbol, notasi. Konsep yaitu ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk mengelompokkan objekobjek ke dalam contoh dan bukan contoh. Dalam teori belajar Gagne dikatakan : a concept in mathematics is an abstract idea which enables people to classify objects or events and to specify whether the objects and events are examples or nonexamples of the abstract

5 idea (dari Teaching and Learning Mathematics by Frederick H. Bell, Iowa Wm. C.Brown Publishers, tahun 1981, halaman 108). Aturan dalam matematika dapat berupa sifat, dalil, teorema, dan rumus. Keterampilan yaitu kemampuan untuk menjawab atau mengerjakan dengan cepat dan benar. Misalnya keterampilan membagi ruas garis menjadi dua sama panjang. Objek taklangsung yang dapat diperoleh dari belajar matematika yaitu transfer belajar, kemampuan menyelidik dan memecahkan masalah, disiplin pribadi dan mandiri (dalam bekerja, belajar), tahu bagaimana seharusnya belajar, bersikap positip terhadap matematika, apresiasi pada struktur matematika, dan lain-lain. B. Teori Belajar Piaget, Bruner, Dienes, dan Ausubel 1. Teori Belajar Piaget Menurut Jean Piaget, struktur mental (Scheme) manusia berkembang secara bertahap dari berpikir secara konkret ke arah berpikir secara abstrak. Ada empat tahap perkembangan struktur mental anak, yaitu: (a) Tahap sensori motorik Dalam usia 0 2 tahun ini anak mengalami perkembangan mental yang ditandai adanya gerakan-gerakan sebagai reaksi langsung dari rangsangan. Guru perlu menyadari bahwa dasar-dasar pertumbuhan mental dan belajar matematika sudah mulai dikembangkan sejak usia dalam tahap tersebut. (b) Tahap praoperasional Dalam usia 2 7 tahun ini anak sudah mulai mampu mengaitkan kata atau istilah dengan objek yang diwakili oleh kata atau istilah itu. Periode ini juga dikenal dengan nama periode pemberian simbol. Anak mulai menggunakan bahasa untuk menyatakan ide, tetapi ide tersebut masih sangat tergantung pada persepsi. (c) Tahap operasi konkret

6 Logika berpikir anak dalam usia 7 12 tahun ini masih didasarkan pada manipulasi fisik dari objek-objek. Ide tentang konservasi dapat diterima secara baik (mantap) oleh anak pada tahap operasional konkret ini. Guru sekolah dasar perlu mengetahui secara detail perkembangan scheme anak pada tahap operasi konkret karena usia anak sekolah dasar mengindikasikan bahwa mereka berada pada tahap operasi konkret.operasi logik anak pada tahap ini didasarkan atas manipulasi fisik dari objek-objek. Pengerjaan-pengerjaan logik dapat dilakukan dengan berorientasi ke objek-objek atau peristiwa- peristiwa yang langsung dialami anak, masih terikat pada pengalaman-pengalaman pribadi. (d) Tahap operasional formal Anak mulai berpikir secara abstrak, dapat mengaitkan hal-hal yang abstrak dengan dunia nyata, dan tidak terlalu bergantung kepada benda-benda konkret. Anak-anak pada periode ini sudah mampu memberikan alasan dengan menggunakan lebih banyak simbol atau gagasan dalam cara berpikirnya, dapat mengoperasikan argumen-argumen tanpa dikaitkan dengan benda-benda empirik. Anak-anak pada tahap ini dikelompokkan ke dalam empat taraf berpikir, yaitu: (1) taraf berpikir konkret, (2) taraf berpikir semi konkret, (3) taraf berpikir semi abstrak, dan (4) taraf berpikir abstrak. Menurut Piaget, belajar merupakan proses asimilasi dan atau akomodasi informasi ke dalam struktur mental. Asimilasi adalah terpadunya informasi dan pengalaman baru ke dalam struktur mental (Scheme). Asimilasi dapat terjadi jika informasi baru yang diterima anak sesuai dengan struktur mental anak. Jika informasi atau pengalaman baru yang diterima anak tidak cocok dengan struktur mental yang telah dimiliki anak sebelumnya, maka struktur mental dapat mengalami akomodasi. Akomodasi yaitu perubahan pikiran sebagai suatu akibat adanya informasi dan pengalaman baru. Ada kalanya informasi baru yang diterima anak itu bertentangan dengan struktur mental yang telah dimiliki sebelumnya, sehingga dalam struktur mental anak itu terjadi disekuliberasi (ketidakseimbangan). Dalam kondisi inipun perlu adanya akomodasi dalam scheme anak, yang selanjutnya dapat diikuti dengan asimilasi. 2. Teori Belajar Bruner

7 Menurut Jerome S. Bruner, belajar matematika berarti belajar tentang konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat pada materi matematika yang dipelajari, dan mencari hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika tersebut. Menurut Bruner, siswa lebih mudah mengingat suatu materi matematika jika materi tersebut mempunyai pola dan struktur. Dalam pandangan Bruner, anak belajar matematika itu melalui tiga tahap sebagai berikut. (1) Tahap enaktif, (2) Tahap ikonik, (3) Tahap simbolik. Ketika anak belajar pada tahap enaktif, anak yang belajar matematika haruslah memanipulasi secara langsung objek-objek yang dipelajarinya. Misalnya anak belajar tentang konsep bilangan asli kurang dari lima, berarti anak harus mengamati secara langsung bendabenda yang dikaitkan dengan banyak benda itu, seperti satu batang lidi, dua batang lidi, tiga batang lidi, empat batang lidi, dan lima batang lidi. Pada belajar tahap ikonik, anak memanipulasi gambar dari objek-objek. Misalnya anak belajar tentang konsep bilangan asli kurang dari lima, anak tersebut tidak lagi mengamati benda-benda secara langsung, melainkan hanya mengamati gambar atau gambaran dari benda-benda yang dikaitkan dengan banyaknya, seperti gambar satu butir kelereng, gambar dua butir kelereng, dan seterusnya sampai gambar lima butir kelereng. Anak yang belajar pada tahap simbolik tidak lagi memanipulasi objek-objek fisik, tetapi menggunakan simbol-simbol secara langsung. Misalnya anak belajar tentang konsep perkalian bilangan asli, anak bekerja langsung dengan lambang-lambang bilangan dan lambang-lambang operasi penjumlahan dan perkalian. Dalil-dalil teori belajar yang dikemukakan oleh Bruner yaitu: dalil konstruksi, dalil notasi, dalil perbedaan dan variasi, dan dalil pengaitan. Menurut dalil konstruksi, anak belajar konsep dan prinsip matematika itu dimulai dengan mengkonstruksi (menyusun) sendiri gagasan-gagasan yang dipelajarinya. Gagasan-gagasan yang disusun oleh anak melalui

8 benda-benda konkret akan menimbulkan pengertian bagi anak itu sendiri sehingga anak itu mudah mengingat gagasan tersebut. Dalam dalil notasi, Bruner mengemukakan bahwa konstruksi permulaan belajardibuat lebih sederhana secara kognisi dan dapat dimengerti lebih baik oleh anak jika konstruksi itu menggunakan notasi yang sesuai dengan tingkat perkembangan mental anak. Sesuai dengan dalil perbedaan dan variasi, Bruner mengemukakan bahwa anak lebih mudah memahami konsep-konsep contoh dan non-contoh, serta melalui contoh-contoh yang bervariasi. Menurut dalil pengaitan, setiap konsep, struktur, dan keterampilan dalam matematika selalu berhubungan atau berkaitan dengan konsep, struktur, dan keterampilan yang lain. Konsep-konsep, struktur-struktur, dan keterampilan-keterampilan matematika yang dipelajari siswa menjadi bermakna jika dikaitkan dengan konsep, struktur, dan keterampilan yang lain dalam matematika. 3. Teori Belajar Dienes Zoltan P.Dienes mengemukakan bahwa setiap konsep atau prinsip matematika dapat dimengerti secara sempurna hanya jika pertama-tama disajikan kepada anak dalam bentuk konkret. Dienes menekankan pentingnya memanipulasi objek-objek dalam bentuk permainan. Konsep-konsep dalam matematika dipelajari menurut tahap-tahap bertingkat dalam bentuk permainan. 4. Teori Belajar Ausubel Belajar dikatakan bermakna (meaningful) menurut D.P. Ausubel bila informasi yang akan dipelajari siswa disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa. Dengan demikian siswa mampu untuk mengaitkan informasi baru dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Dengan belajar bermakna, ingatan siswa menjadi kuat dan transfer belajar mudah dicapai. Dalam penyajian informasi diperlukan pengatur lanjut (advance organizer) agar informasi baru itu menjadi bermakna bagi siswa.

9 Menurut Ausubel, pengatur (organizer) itu lebih dahulu ada sebelum informasi baru dipelajari. Jika hirarki belajar Gagne itu dari yang sederhana meningkat ke yang lebih inklusif, tetapi menurut hirarki Ausubel, belajar itu dari yang inklusif ke yang sederhana. C. Teori Belajar Van Hiele Van Hiele pernah mengadakan penelitian tentang bagaimana belajar anak geometri. Menurut van Hiele, siswa yang belajar geometri mengalami 5 tahap belajar, yaitu: (a) pengenalan, (b) analisis, (c) pengurutan, (d) deduksi, dan (e) akurasi. Pada tahap pengenalan, siswa belajar mengenal bentuk-bentuk geometri. Pada tahap ini, anak baru pada tahap mengenal bangunbangun geometri seperti tabung, kotak, bola, kubus, segitiga, persegi, dan lain-lain. Anak belum dapat menyebutkan sifat-sifat. Yang perlu diperhatikan ialah bahwa, pada tahai ini jangan sampai anak diajarkan sifat-sifat bangun-bangun geometri Pada tahap analisis siswa belajar sifat-sifat yang dimiliki benda geometri yang diamati, dan menyebutkan keteraturan yang terdapat pada benda geometri itu. Anak sudah dapat memahami sifat-sifat dari bangun-bangun geometri, sudah mengenal sifat-sifat bangun geometri, seperti banyak sisi sebuah kubus ada 6 buah, sedangkan banyak rusuknya ada 12. Anak belum mampu mengetahui hubungan yang terkait antara suatu bangun geometri dengan bangun geometri lainnya. (mis. belum dapat membedakan balok dengan kubus). Pada tahap pengurutan, siswa dapat mengurutkan benda-benda geometri, termasuk memahami bahwa persegi termasuk jajargenjang. Anak belajar sifat-sifat yang dimiliki benda geometri yang diamati, dan menyebutkan keteraturan yang terdapat pada benda geometri itu. Anak sudah mampu mengetahui hubungan yang terkait antara suatu bangun geometri dengan bangun geometri lainnya. Anak dapat mengurutkan benda-benda geometri, termasuk memahami bahwa persegi termasuk jajargenjang,memahami jajargenjang itu trapesium, belah ketupat adalah layang-layang, kubus itu adalah balok. Penarikan kesimpulan secara deduktif dipahami, tetapi kurang baik. Pada tahap deduksi siswa belajar manarik simpulan secara deduktif. Siswa menyadari pentingnya unsur-unsur yang tidak didefinisikan dan yang didefinisikan. Siswa juga mulai mampu menggunakan aksioma atau postulat dalam pembuktian. Anak mulai mampu

10 menggunakan aksioma atau postulat dalam pembuktian. Anak sudah dapat memahami deduksi, yaitu mengambil kesimpulan secara deduktif. Contoh: untuk menunjukkan bahwa jumlah sudut-sudut dalam jajargenjang adalah 360 secara deduktif dibuktikan dengan menggunakan prinsip kesejajaran. Anak sudah mengerti pentingnya peranan unsur-unsur yang tidak didefinisikan, unsur-unsur yang didefinisikan, aksioma atau postulat, dan teorema. Anak belum memahami kegunaan dari suatu sistem deduktif, belum dapat menjawab pertanyaan mengapa sesuatu itu dijadikan teorema atau dalil. Pada tahap akurasi, siswa menyadari pentingnya ketepatan prinsip-prinsip dasar yang mendasari suatu pembuktian. Anak sudah memahami betapa pentingnya ketepatan dari prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Anak sudah memahami mengapa sesuatu itu dijadikan postulat atau dalil. Menurut van Hiele, terdapat tiga unsur utama dalam pengajaran geometri, yaitu: waktu, meteri pengajaran, dan metode pengajaran. Apabila ketiga unsur itu dikelola secara terpadu dengan baik, maka peningkatan kemampuan berpikir anak lebih tinggi. Bila dua orang mempunyai tahap berpikir yang berlainan, kemudian mereka bertukar pikiran, maka keduanya tidak akan saling mengerti. Menurut Van Hiele seorang anak yang berada pada tingkat yang lebih rendah tidak mungkin dapat mengerti atau memahami materi yang berada pada tingkat yang lebih tinggi dari anak tersebut. Kalaupun anak itu dipaksakan untuk memahaminya, anak itu baru bisa memahami melalui hafalan saja bukan melalui pengertian. Untuk mendapatkan hasil yang diinginkan yaitu anak memahami geometri dengan pengertian, kegiatan belajar anak harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak atau disesuaikan dengan taraf berpikirnya. Menurut van Hiele, pengurutan topik-topik geometri harus disesuaikan dengan tingkat kesukarannya.

11 BAB II STRATEGI PEMBELAJARAN MATEMATIKA A. Pembelajaran Matematika Menurut Pandangan Konstruktivisme Sebelum membahas tentang pandangan konstruktivisme, pandanglah perbedaan aliran tingkah laku dengan aliran perkembangan mental dalam dunia pendidikan. Terdapat perbedaan antara pandangan tingkah laku dengan aliran perkembangan mental terhadap anak. Menurut pandangan tingkah laku, anak merupakan organisme pasif yang bisa dikontrol dari luar. Pembelajaran berarti membentuk perilaku anak dari luar dalam mempersiapkan anak tersebut agar mengalami perubahan tingkah laku yang semula tidak mampu menjadi mampu melakukan sesuatu. Pembentukan perilaku anak dilakukan melalui stimulus-respon secara teratur, terarah, pemberian penghargaan (hadiah atau nilai), penguatan, dan sebagainya. Keberhasilan pembelajaran berorientasi pada hasil pembelajaran, bukan pada prosesnya. Motivasi dalam pandangan tingkah laku berasal dari luar. Dalam aliran perkembangan mental, pembelajaran cenderung mengarah kepada pemberian kesempatan kepada siswa untuk dapat menemukan sesuatu. Keberhasilan pembelajaran lebih berorientasi kepada proses dengan cakupan yang luas. Dengan demikian kesiapan mental anak sangat menentukan keberhasilan belajarnya. Motivasi dalam pandangan perkembangan mental berasal dari dalam diri siswa. Pembelajaran berdasarkan pandangan konstruktivisme tampaknya sejalan dengan psikologi perkembangan mental. Belajar matematika berarti proses pemerolehan pengalaman bagi siswa melalui serangkaian kegiatan yang telah direncanakan oleh pengajar sehingga siswa memperoleh kemampuan (kompetensi) tentang materi matematika yang dipelajarinya. Empat pilar belajar menurut UNESCO yaitu: (a) learning to kno, (b) learning to do, (c) learning tobe, dan (d) learning to live together Dalam pembelajaran, siswa dihadapkan kepada serangkaian kegiatan sehingga memiliki pengalaman belajar yang berkaitan dengan: pengetahuan, ketermpilan, dan sikap. Proses memperoleh pengalaman itu merupakan unsur yang sangat penting agar diperoleh hasil belajar yang baik.

12 Untuk membekali siswa agar memiliki kompetensi yang memadai dengan tuntutan perkembangan masa kini dan masa mendatang maka proses pembelajaran hendaknya mempunyai prinsip sebagai berikut. 1. Pembelajaran berorientasi pada siswa 2. Mengembangkan strategi yang tepat dan beragam 3. Pembelajaran mengacu pada teori pendidikan dan teori belajar 4. Suasana belajarnya demokratis, partisipatif, dan kooperatif 5. Evaluasi hendaknya menyeluruh dan beragam ( selain tes, juga tugas, portofolio, karya tulis, kinerja, dan lain lain). 6. Memperhatikan ciri pokok keilmuan dari bidang atau materi yang sedang dipelajari. Pendekatan Konstruktivisme Pendekatan konstruktivisme mendasarkan pada teori belajar Piaget. Menurut Piaget, manusia memiliki struktur kognitif yang berupa skemata, yaitu kotak-kotak informasi (skema) yang berbeda-beda. Setiap pengalaman akan dihubungkan dengan kotak-kotak informasi ini. Struktur kognitif seseorang berkembang melalui dua cara, yaitu asimilasi dan akomodasi, sebagai hasil interaksinya dengan lingkungan. Asimilasi adalah proses memasukkan pengalaman baru secara langsung ke dalam kotak informasi yang sudah ada. Ini terjadi bila pengalaman baru itu sama dengan isi kotak informasi yang tersimpan dalam struktur kognitif seseorang. Akomodasi adalah proses memasukkan pengalaman baru secara tidak langsung ke dalam kotak informasi yang sudah ada. Ini terjadi bila pengalaman baru tidak sesuai dengan informasi yang sudah ada, dalam hal ini informasi yang sudah tersimpan dalam struktur kognitif seseroang akan mengalami modifikasi. Sebagai contoh, seorang anak yang melihat macan untuk pertama kali mungkin akan menganggapnya sebagai seekor kucing besar karena dalam struktur kongnitif anak itu sudah ada kotak informasi mengenai kucing dan dia berusaha memasukkan macan ke dalam kotak informasi kucing. Bila anak itu sudah mulai mengerti bahwa macan bukan kucing, maka dia akan membentuk kotak informasi baru mengenai macan atau memodifikasi kotak informasi kucing yang ada di dalam struktur kognitifnya. Dengan cara inilah struktur kognitif seseorang berkembang semakin lengkap dan rinci sesuai dengan pengalamannya. Karakteristik utama belajar menurut pendekatan konstruktivisme adalah sebagai berikut

13 Belajar adalah proses aktif dan terkontrol yang maknanya dikonstruksi oleh masingmasing individu; Belajar adalah aktivitas sosial yang ditemukan dalam kegiatan bersama dan memiliki sudut pandang yang berbeda; dan Belajar melekat dalam pembangunan suatu artifak yang dilakukan dengan saling berbagi dan dikritik oleh teman sebaya. Beberapa prinsip pembelajaran berdasarkan pendekatan konstruktivisme adalah sebagai berikut: o Menciptakan lingkungan dunia nyata dengan menggunakan konteks yang relevan; o Menekankan pendekatan realistik guna memecahkan masalah dunia nyata; o Analisis strategi yang dipakai untuk memecahkan masalah dilakukan oleh siswa; o Tujuan pembelajaran tidak dipaksakan tetapi dinegosiasikan bersama; o Menekankan antar hubungan konseptual dan menyediakan perspektif ganda mengenai isi; o Evaluasi harus merupakan alat analisis diri sendiri; o Menyediakan alat dan lingkungan yang membantu siswa menginterpretasikan perspektif ganda tentang dunia; dan o Belajar harus dikontrol secara internal oleh siswa sendiri dan dimediasi oleh guru. Prinsip-prinsip konstruktivisme yang banyak digunakan dalam pembelajaran matematika antara lain: Pengetahuan dibangun sendiri oleh siswa, baik secara personal maupun sosial; Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke siswa; Pengetahuan diperoleh siswa hanya dengan keaktifan sendiri; Siswa terus aktif mengkonstruksi pengetahuannya sehingga konsep yang dimilikinya menjadi semakin rinci, lengkap, dan ilmiah; Guru hanya menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi berjalan mulus. Beberapa strategi pembelajaran matematika yang konstruktivis yaitu: 1. problems solving (pemecahan masalah) 2. problems posing 3. open-ended problems 4. mathematical investigation (penyelidikan matematis) 5. guided discovery (penemuan terbimbing)

14 6. contextual learning 7. cooperative learning Dalam belajar menemukan dan menstranformasikan informasi menjadi miliknya sendiri, siswa harus melakukan atau mengalaminya secara individu. Perubahan kognitif hanya terjadi ketika konsepsi sebelumnya melewati suatu proses ketidakseimbangan/ disekuilibrasi. Dalam teori belajar social, belajar melibatkan pikiran siswa dengan konsep yang bermanfaat dan berdayaguna. Pengetahuan dikonstruksi oleh siswa ketika siswa itu harus menjelaskan pengalamannya. Siswa merupakan organisme aktif yang berusaha mencari makna tentang pengalaman yang dialaminya. Proses konstruksi berlangsung secara terus menerus, dari membentuk, mengelaborasi, dan menilai struktur mental sampai memuaskannya. Belajar merupakan kegiatan dalam konteks yang bermakna. Tujuan utama belajar`adalah berpikir. Dalam pembelajaran konstruktivis, guru mendorong siswa untuk dapat mengingat, memahami konsep, menggunakan konsep, pengetahuan serta keterampilan secara aktiv untuk memecahkan masalah. Dengan demikian, guru memfasilitasi terpenuhi kebutuhan siswa untuk mencapai fleksibilitas kognitif. Pembelajaran dalam pandangan konstruktivis, berarti mendorong siswa melakukan pemecahan masalah, memiliki kemampuan menalar, berpikir kritis, menggunakan pengetahuan yg telah dimiliki utk memecahkan masalah yg dihadapi. Berkembangnya aliran konstruktivisme berdampak pada munculnya kesadaran tentang pentingnya kekuatan atau tenaga matematikal (mathematical power). Kekuatan matematikal tersebut antara lain kemampuan untuk: Mengkaji, menduga, dan memberi alasan secara logis. Menyelesaikan masalah-masalah yang tidak rutin Mengkomunikasikan gagasan atau informasi melalui matematika Mengaikan ide-ide di dalam matematika dan ide-ide antara matematika dan kegiatan intelektual yang lain

15 Mengembangkan rasa percaya diri, watak atau karakter untuk mencari dan mengevaluasi serta menggunakan informasi kuantitatif dan special dalam menyelesaikan masalah dan membuat keputusan. Hal-hal yang dapat menumbuhkan kesadaran tentang mathematical power ketekunan/keuletan/kekerasan hati, minat (interest), keingintahuan (curiosity), dan daya temu atau daya cipta (inventiness). Untuk mendukung usaha pembelajaran matematika yang menumbuhkan mathematical power dibutuhkan guru matematika yang professional dan kompeten. Guru matematika agar professional hendaknya menguasai berikut ini. (1) Menguasai dan mampu melaksanakan pembelajaran matematika, (2) Menguasai dan mampu melakukan evaluasi pembelajaran matematika (3) Menguasai pengembangan profesional guru matematika (4) Menguasai pendukung dan pengembang guru matematika dan pembelajaran matematika. B. Pembelajaran Matematika Berbasis Kompetensi Seiring dengan perkembangan paradigma tentang strategi pembelajaran dari berpusat pada guru (teacher centered) menjadi berpusat pada siswa (student centered), cara pandang tentang bagaimana siswa belajar dan memperoleh pengetahuan juga mengalami perkembangan. Siswa merupakan makhluk hidup yang mempunyai kemampuan berpikir, maka siswa juga mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya baik lingkungan belajar maupun lingkungan hidupnya. Secara individual maupun kelompok mampu membangun sendiri pengetahuannya melalui berbagai sumber belajar di sekitarnya, tidak hanya bahan yang berasal dari guru. Pembelajaran matematika berarti pemberian pengalaman belajar kepada siswa melalui serangkaian kegiatan yang telah direncanakan sehingga siswa memperoleh kompetensi tentang materi matematika yang dipelajari. Strategi pembelajaran matematika merupakan salah satu komponen yang menentukan dalam pencapaian kompetensi yang diharapkan. Strategi tersebut perlu menyesuaikan dengan: (1) topik yang sedang dibahas atau dipelajari (2) tingkat perkembangan siswa

16 (3) prinsip dan teori belajar (4) keterlibatan aktif siswa (5) keterkaitan dengan kehidupan siswa sehari-hari (6) pengembangan dan pemahaman penalaran matematis A. Pengertian Masalah matematika BAB III PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA Masa depan siswa penuh dengan masalah yang tidak bias diprediksi semuanya dari sekarang. Di pihak lain, guru berkewajiban untuk menyiapkan siswa agar di kelak kemudioan hari dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya. Guru perlu menyadari betul bahwa di masa depan kelak banyak masalah-masalah yang akan dihadapi oleh siswanya.

17 Kemampuan memecahkan masalah di masa depan perlu disiapkan dari sekarang. Siswa perlu memiliki kompetensi untuk memecahkan atau menyelesaikan masalah. Kompetensi untuk memecahkan masalah akan dimiliki jika siswa membiasakan diri dengan latihan memecahkan masalah Sesuatu itu merupakan masalah atau tidak bergantung dari pengetahuan yang dimiliki si penjawab. Suatu pertanyaan merupakan masalah jika dalam menjawabnya siswa perlu atau harus mengorganisasikan pengetahuan-pengetahuan yang dimilikinya untuk menemukan jawabannya. Suatu pertanyaan merupakan masalah jika orang tersebut belum mempunyai prosedur rutin yang segera dapat dipergunakan untuk menjawab pertanyaan itu. Pertanyaan merupakan masalah jika dapat dimengerti tetapi tidak dapat dijawab dengan prosedur yang rutin. Pertanyaan merupakan masalah jika dapat dimengerti tetapi tidak dapat dijawab dengan prosedur yang rutin. Pemecahan masalah pada dasarnya adalah proses yang ditempuh oleh seseorang untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya sampai masalah itu tidak lagi menjadi masalah baginya. Suatu soal cerita berbentuk pemecahan masalah jika keberadaannya bukan merupakan hal yang rutin. Suatu soal cerita berbentuk pemecahan masalah jika keberadaannya bukan merupakan hal yang rutin. Latihan memecahkan masalah untuk mengembangkan keterampilan memecahkan masalah perlu diberikan kepada anak sejak di sekolah dasar. Di dalam matematika, soal matematika nonrutin yang prosedur penyelesaiannya tidak sejelas atau tidak sama dengan prosedur yang sudah dipelajari siswa dapat dikatakan sebagai soal pemecahan masalah. Pedoman mengajar yang sifatnya teoritis atau konseptual untuk melatihkan siswa memecahkan masalah-masalah matematika dengan menggunakan berbagai strategi pemecahan masalah yang ada disebut sebagai pendekatan pemecahan masalah (Problem Solving Approach). Pemecahan masalah penting untuk diajarkan pada siswa Sekolah Dasar, karena pemecahan masalah dapat melatih siswa untuk mampu menggunakan berbagai konsep, prinsip dan keterampilan matematikan yang telah atau sedang dipelajarinya untuk memecahkan masalah matematika bahkan untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari B. Strategi Pemecahan Masalah Matematika

18 Guru perlu memiliki keterampilan untuk menyusun dan memecahkan masalah yang sesuai dengan perkembangan siswa. Di ihak lain pedoman untuk menyelesaikan masalah memang tidak ada (tidak ada cara pasti tentang bagaimana mengajarkan matematika dengan pendekatan pemecahan masalah). Namun demikian ada semacam petunjuk bagi guru dalam membantu siswa agar terampil memecahkan masalah. Guru perlu berusaha membantu siswa agar siswa mampu memecahkan masalah. Guru perlu mengaktifkan siswa untuk menyelesaikan masalah Strategi pemecahan masalah matematika adalah suatu teknik penyelesaian soal-soal pemecahan masalah matematika yang bersifat praktis. Strategi ini memuat komponen materi matematika sebagai komponen yang paling penting. Ada sebelas strategi yang sering digunakan dalam pemecahan masalah matematika, yaitu: (1) Beraksi (2) Membuat gambar atau diagram (3) Membuat pola (4) Membuat table (5) Menghitung semua kemungkinan secara sistematis (6) Menebak dan menguji (7) Bekerja mundur (8) Mengidentifikasi Informasi yang Diinginkan dan diberikan (9) Menulis Kalimat terbuka (10) Menyelesaikan Masalah yang lebih sederhana atau serupa (11) Mengubah pandangan. Secara garis besar ada empat langkah di dalam pendekatan pemecahan masalah matematika, yaitu: (1) Memahami masalah (2) Membuat rencana untuk menyelesaikan masalah (3) Melaksanakan rencana yang dibuat pada langkah kedua (4) Memeriksa ulang jawaban yang diperoleh Penerapan keempat langkah di atas di dalam pembelajaran pemecahan masalah di sekolah dasar dapat dilakukan secara klasikal maupun kelompok dengan mengacu kepada empat

19 langkah umum pembelajaran di sekolah dasar, yaitu (1) pendahuluan, (2) pengembangan, (3) penerapan, dan (4) penutup. Agar keempat langkah pembelajaran di atas dapat dilakukan dengan baik, guru harus mempertimbangkan kemampuan siswa dalam memahami substansi materi yang ada pada permasalahan, keterampilan siswa melakukan perhitungan-perhitungan matematika, dan kemampuan guru menyiapkan soal-soal pemecahan masalah. Guru harus mampu membantu siswa agar mampu memecahkan masalah dengan cara: 1) memberikan masalah kepada siswa setiap hari 2) menyelidiki apakah siswa sudah memahami masalah 3) merencanakan strategi penyelesaian 4) menyelesaikan masalah 5) mengecek hasil/jawaban Cara mengaktifkan siswa untuk menyelesaikan masalah: o Melatih siswa memahami masalah o Menyajikan masalah tanpa bilangan o Menyajikan masalah tanpa ada yang ditanyakan o Menyajikan masalah dengan data yang kurang o Menyajikan masalah dengan kelebihan data yang disyaratkan untuk memecahkan masalah. BAB IV PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES A. Pengertian dan Prinsip Pendekatan Keterampilan Proses Pendekatan keterampilan proses merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang sangat relevan dengan prinsip-prinsip Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) dan pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Prinsip-prinsip yang harus muncul di dalam CBSA ada delapan, yaitu: (1) motivasi siswa, (2) pengetahuan prasyarat, (3) tujuan yang akan dicapai, (4) hubungan sosial, (5) belajar sambil bekerja, (6) perbedaan individu, (7) menemukan, dan (8) pemecahan masalah.

20 Prinsip-prinsip pembelajaran kontekstual ada tujuh, yaitu : (1) konstruktivis (constructivism), (2) inkuiri (inquiry), (3) bertanya (questioning),(4) masyarakat belajar (learning community), (5) pemodelan (modeling), (6) refleksi (reflection) dan (7) penilaian yang sebenarnya (authentic assestment). Pendekatan keterampilan proses pada hakikatnya adalah suatu pengelolaan kegiatan belajarmengajar yang berfokus pada pelibatan siswa secara aktif dan kreatif dalam proses pemerolehan hasil belajar. Secara garis besar, ada sepuluh prinsip yang harus muncul di dalam pendekatan keterampilan proses, yaitu: (1) kemampuan mengamati, (2) kemampuan menghitung, (3) kemampuan mengukur, (4) kemampuan mengklasifikasikan, (5) kemampuan menemukan hubungan, (6) kemampuan membuat prediksi (ramalan), (7) kemampuan melaksanakan penelitian, (8) kemampuan mengumpulkan dan menganalisis data, (9) kemampuan menginterpretasikan data, dan (10) kemampuan mengkomunikasikan hasil B. Implementasi Pendekatan Keterampilan Proses Untuk menerapkan pendekatan keterampilan proses dalam pembelajaran matematika di Sekolah Dasar perlu mempertimbangan pengorganisasian kelas, metode/teknik pembelajaran yang sesuai, dan penilaian pembelajaran. Pengelolaan kelas dalam pembelajaran dengan pendekatan keterampilan proses dilaksanakan dengan pengaturan kelas, baik secara fisik maupun nonfisik. Pengaturan dilakukan sedemikian rupa agar siswa mempunyai keluasaan gerak, merasa aman, bergembira, dan bersemangat dalam belajar. Dengan kondisi yang demikian, hasil belajar yang diperoleh siswa akan maksimal. Penggunaan metode dalam pembelajaran dengan pendekatan keterampilan harus dirancang sedemikian rupa sehingga prinsip-prinsip keterampilan proses dapat muncul semaksimal mungkin di dalam pembelajaran. Metode-metode tersebut antara lain adalah ceramah, diskusi, dan penugasan (resitasi). Untuk menilai kegiatan belajar dengan keterampilan proses, alat penilaian yang digunakan meliputi penilaian kognitif, afektif, dan psimotorik.

21 BAB V PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK A. Pengertian Pendidikan Matematika Realistik Pendekatan matematika realistik merupakan sebuah teori pembelajaran matematika yang berawal dari pandangan Hans Freudenthal. Pendidikan Matematika Realistik (PMR) atau Realistic mathematics education (RME) ini memandang matematika sebagai kegiatan manusia dan harus dikaitkan dengan realitas. Matematika harus dekat dan relevan dengan kehidupan siswa sehari-hari. Selanjutnya, pembelajaran matematika dikemas sebagai proses penemuan kembali yang terbimbing. Di sini siswa dapat mengalami proses yang sama dengan proses penemuan ide dan konsep matematika. Proses penemuan kembali ide dan konsep matematika ini dilakukan melalui matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal.

22 Matematisasi horizontal adalah proses penyelesaian soal-soal kontekstual dari dunia nyata. Dalam matematika horizontal, siswa mencoba menyelesaikan soal-soal dari dunia nyata dengan cara mereka sendiri, dan menggunakan bahasa dan simbol mereka sendiri. Matematisasi horizontal berarti bergerak dari dunia nyata ke dalam dunia symbol. Matematisasi vertikal adalah proses formalisasi konsep matematika. Dalam matematisasi vertikal, siswa mencoba menyusun prosedur umum yang dapat digunakan untuk menyelesaikan soal-soal sejenis secara langung tanpa bantuan konteks. Matematisasi vertikal berarti bergerak di dalam dunia simbol itu sendiri Karakteristik pembelajaran matematika realistik adalah sebagai berikut: (1) menggunakan masalah kontekstual yang realistik; (2) menggunakan model sebagai jembatan dunia abstrak dan dunia nyata; (3) menghargai keanekaragaman jawaban siswa ; (4) bersifat interaktif; (5) berkaitan dengan bagian lain dalam matematika, mata pelajaran lain, dan kehidupan nyata. B. Strategi Pendidikan Matematika Realistik Langkah-langkah pembelajaran matematika realistik adalah sebagai berikut. 1 Persiapan a. Menentukan masalah kontekstual yang sesuai dengan pokok bahasan yang akan diajarkan b. Mempersiapkan model atau alat peraga yang dibutuhkan 2 Pembukaan a. Memperkenalkan masalah kontekstual kepada siswa b. Meminta siswa menyelesaikan masalah dengan cara mereka sendiri 3 Proses Pembelajaran a. Memperhatikan kegiatan siswa baik secara individu ataupun kelompok b. Memberi bantuan jika diperlukan

23 c. Memberi kesempatan kepada siswa untuk menyajikan hasil kerja mereka dan mengomentari hasil kerja temannya d. Mengarahkan siswa untuk mendapatkan strategi terbaik untuk menyelesaikan masalah e. Mengarahkan siswa untuk menemukan aturan atau prinsip yang bersifat umum 4 Penutup a. Mengajak siswa menarik kesimpulan tentang apa yang telah mereka lakukan dan pelajari b. Memberi evaluasi berupa soal matematika dan pekerjaan rumah BAB VI MERANCANG PEMBELAJARAN MATEMATIKA A. Rancangan Pembelajaran Matematika Rencana pembelajaran matematika adalah rencana kegiatan operasional yang dirancang oleh guru yang didalamnya berisi skenario tahap demi tahap tentang kegiatan matematika yang nantinya harus dilakukan guru di kelas. Rencana pembelajaran matematika ini disusun mengacu kepada hakikat pembelajaran matematika yang menekankan penguasaan konsep dan algoritma di samping kemampuan memecahkan masalah, dan mengacu juga kepada prinsip-prinsip mempelajari matematika yang harus hirarkis. Rencana pembelajaran matematika penting untuk disusun oleh guru sebelum melaksanakan pembelajaran, karena rencana pembelajaran inilah yang nantinya merupakan arah atau petunjuk bagi guru dalam melaksanakan proses pembelajaran matematika yang efektif dan efisien.

24 Komponen-komponen yang harus diperhatikan dalam merancang pembelajaran matematika adalah: (1) tujuan atau kompetensi yang harus dikuasai siswa, (2) materi pembelajaran, (3) metode pembelajaran, (4) media pembelajaran, dan (5) evaluasi pembelajaran. Ciri-ciri rencana pembelajaran matematika yang sekaligus merupakan prinsip-prinsip dalam menyusun Rencana pembelajarann matematika, yaitu ilmiah, relevan, sistematis, konsisten, memadai, aktual dan kontekstual, serta fleksibel. Penyusunan rencana pembelajaran sebaiknya dilakukan secara mandiri oleh guru yang akan menggunakan rencana pembelajaran tersebut. B. Langkah-langkah Penyusunan Rancangan Pembelajaran Ada lima komponen penting dalam menyusun rencana pembelajaran yang satu sama lain saling berkaitan secara sistematis di dalam rencana pembelajaran. Kelima komponen tersebut yaitu: (1) tujuan, (2) materi, (3) sumber belajar/media pembelajaran, (4) strategi/langkah-langkah pembelajaran, (5) penilaian. Tujuan merupakan komponen yang paling penting di dalam menyusun rencana pembelajaran dan dijabarkan dari kompetensi dasar serta dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional. Materi disusun berdasarkan tujuan dan dijabarkan ke dalam fakta, konsep, prinsip, dan pengerjaan matematika. Sumber belajar/media pembelajaran dan strategi/langkah-langkah pembelajaran disusun berdasarkan tujuan dan materi pembelajaran. Begitupun penilaian pembelajaran disusun juga berdasarkan tujuan pembelajaran. Secara garis besar ada sembilan langkah dalam penyusunan rencana pembelajaran matematika, yaitu:

25 (1) melakukan identifikasi mata pelajaran, (2) mengkaji Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar, (3) merumuskan tujuan pembelajaran, (4) merumuskan indikator pencapaian kempetensi, (5) menyusun uraian materi pembelajaran, (6) mengembangkan kegiatan pembelajaran, (7) menentukan sumber belajar, (8) menentukan jenis penilaian, dan (9) menentukan alokasi waktu. DAFTAR PUSTAKA Muhsetyo, Gatot Materi Pokok Pembelajaran Matematika SD. Jakarta: Universitas terbuka. Sa dijah, Cholis. 1999/1998. Pendidikan Matematika II. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti Proyek PGSD. Karim, Muchtar A. dkk. 1996/1997. Pendidikan Matematika 1. Jakarta: Penerbit Depdikbud Dirjen Dikti BPPPGSD

Teori Belajar dalam Pembelajaran Matematika

Teori Belajar dalam Pembelajaran Matematika Teori Belajar dalam Pembelajaran Matematika I. Aliran Psikologi Tingkah Laku Teori Thorndike Teori Skinner Teori Ausubel Teori Gagne Teori Pavlov Teori baruda Teori Thorndike Teori belajar stimulus-respon

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MENULIS. oleh Isah Cahyani Diadaptasi dari berbagai sumber dan hasil diskusi

PEMBELAJARAN MENULIS. oleh Isah Cahyani Diadaptasi dari berbagai sumber dan hasil diskusi PEMBELAJARAN MENULIS oleh Isah Cahyani Diadaptasi dari berbagai sumber dan hasil diskusi Assalamualakium Hakikat Menulis Menulis ialah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA SD

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA SD PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA SD Sufyani Prabawanto Sufyani_prabawanto@yahoo.com 6/3/2010 1 Belajar dan Pembelajaran Belajar? Upaya memperoleh kepandaian, memperoleh perubahan tingkah laku, memberi

Lebih terperinci

Pertemuan Ke-4. Oleh: M. Jainuri, S.Pd., M.Pd. Pendidikan Matematika. STKIP YPM Bangko. Teori Belajar Kognitif_M. Jainuri, S.Pd., M.

Pertemuan Ke-4. Oleh: M. Jainuri, S.Pd., M.Pd. Pendidikan Matematika. STKIP YPM Bangko. Teori Belajar Kognitif_M. Jainuri, S.Pd., M. Pertemuan Ke-4 Oleh: M. Jainuri, S.Pd., M.Pd Pendidikan Matematika Teori Belajar Kognitif_M. Jainuri, S.Pd., M.Pd STKIP YPM Bangko 1 Teori Belajar Kognitif Secara umum kognitif diartikan potensi intelektual

Lebih terperinci

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Jalan Jenderal Sudirman, Senayan Jakarta Email : dikti@dikti.org homepage: www.dikti.org Naskah Soal Ujian Petunjuk: Naskah soal terdiri

Lebih terperinci

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat Naskah Soal Ujian Pengembangan Pembelajaran Matematika SD Petunjuk: Naskah soal terdiri atas 5 halaman. Anda tidak diperkenankan membuka buku / catatan dan membawa kalkulator (karena soal yang diberikan

Lebih terperinci

TEORI BELAJAR MATEMATIKA DAN PENERAPANNYA DI SEKOLAH DASAR

TEORI BELAJAR MATEMATIKA DAN PENERAPANNYA DI SEKOLAH DASAR TEORI BELAJAR MATEMATIKA DAN PENERAPANNYA DI SEKOLAH DASAR PEMBELAJARAN MATEMATIKA SD kelas awal oleh Rahayu Condro Murti, M.Si Belajar dan Pembelajaran Belajar : berusaha untuk memperoleh kepandaian atau

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MATEMATIKA MEMBANGUN KONSERVASI MATERI PELAJARAN Dudung Priatna*)

PEMBELAJARAN MATEMATIKA MEMBANGUN KONSERVASI MATERI PELAJARAN Dudung Priatna*) PEMBELAJARAN MATEMATIKA MEMBANGUN KONSERVASI MATERI PELAJARAN Dudung Priatna*) Abstrak Ketercapaian suatu pembelajaran matematika ditentukan oleh guru dalam menggunakan strategi pembelajaran matematika

Lebih terperinci

Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang tidak pernah lepas dari segala bentuk aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari,

Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang tidak pernah lepas dari segala bentuk aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan umum pendidikan di Indonesia tercantum dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No. 20 tahun 2003 adalah untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Pendidikan diyakini akan dapat mendorong memaksimalkan potensi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Hasil Belajar Belajar adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam proses pembelajaran. Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. hakekatnya adalah belajar yang berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur

BAB II KAJIAN TEORI. hakekatnya adalah belajar yang berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur 9 BAB II KAJIAN TEORI A. Pembelajaran Matematika Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL. contextual teaching and learning

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL. contextual teaching and learning PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL contextual teaching and learning Strategi Pembelajaan Kontekstual Strategi pembelajaran CTL (contextual teaching and learning) merupakan strategi yang melibatkan siswa secara penuh

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN GEOMETRI BIDANG DATAR DI SEKOLAH DASAR BERORIENTASI TEORI BELAJAR PIAGET

PEMBELAJARAN GEOMETRI BIDANG DATAR DI SEKOLAH DASAR BERORIENTASI TEORI BELAJAR PIAGET PEMBELAJARAN GEOMETRI BIDANG DATAR DI SEKOLAH DASAR BERORIENTASI TEORI BELAJAR PIAGET Mursalin Dosen Prodi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Malikussaleh E-mail: mursalin@unimal.ac.id

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CTL PADA BAHAN AJAR GEOMETRI DAN PENGUKURAN DI SEKOLAH DASAR. Oleh TITA ROSTIAWATI 1 MAULANA 2 ABSTRAK

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CTL PADA BAHAN AJAR GEOMETRI DAN PENGUKURAN DI SEKOLAH DASAR. Oleh TITA ROSTIAWATI 1 MAULANA 2 ABSTRAK PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CTL PADA BAHAN AJAR GEOMETRI DAN PENGUKURAN DI SEKOLAH DASAR Oleh TITA ROSTIAWATI 1 MAULANA 2 ABSTRAK Salah satu masalah yang dihadapi dalam pembelajaran matematika adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata pelajaran matematika di tingkat Sekolah Menengah Pertama adalah agar peserta didik memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meringankan kerja manusia. Matematika diberikan kepada siswa sebagai bekal

BAB I PENDAHULUAN. meringankan kerja manusia. Matematika diberikan kepada siswa sebagai bekal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern dan mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu untuk memajukan daya pikir

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika memiliki peran yang sangat luas dalam kehidupan. Salah satu contoh sederhana yang dapat dilihat adalah kegiatan membilang yang merupakan kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan bagian terpenting di dalam kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan bagian terpenting di dalam kehidupan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menghadapi tantangan era globalisasi saat ini diperlukan sumber daya manusia yang handal yang memiliki pemikiran kritis, sistematis, logis, kreatif, dan kemauan kerjasama

Lebih terperinci

UNIT 5 MERANCANG PEMBELAJARAN MATEMATIKA

UNIT 5 MERANCANG PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNIT 5 MERANCANG PEMBELAJARAN MATEMATIKA PENDAHULUAN Kesuksesan pelaksanaan pembelajaran karena adanya rancangan pembelajaran yang dilakukan dengan baik. Hal ini menjadi kewajiban bagi para guru termasuk

Lebih terperinci

PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.)

PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.) PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.) 1. PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DALAM PENDIDIKAN IPS DI SMP 1.1. Latar Belakang Pembelajaran Kontekstual Ada kecenderungan dewasa ini utnuk

Lebih terperinci

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Mata pelajaran Matematika

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembelajaran terjadi karena adanya aktivitas guru dan aktivitas siswa. Anwar

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembelajaran terjadi karena adanya aktivitas guru dan aktivitas siswa. Anwar BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Aktivitas Belajar Dalam kehidupan sehari-hari semua orang melakukan aktivitas. Proses pembelajaran terjadi karena adanya aktivitas guru dan aktivitas siswa. Anwar (2005) berpendapat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. lemah menjadi kuat, dari tidak bisa menjadi bisa. Seperti diakatakan oleh Slameto

II. TINJAUAN PUSTAKA. lemah menjadi kuat, dari tidak bisa menjadi bisa. Seperti diakatakan oleh Slameto II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hakekat Belajar Matematika Belajar merupakan proses berpikir seseorang dalam rangka menuju kesuksesan hidup, perubahan aspek kehidupan dari taraf tidak mengetahui

Lebih terperinci

Rumusan masalahan. Tujuan Penelitian. Kajian Teori. memahaminya. Demikian pula dengan siswa kelas IX SMP Negeri 1 Anyar masih

Rumusan masalahan. Tujuan Penelitian. Kajian Teori. memahaminya. Demikian pula dengan siswa kelas IX SMP Negeri 1 Anyar masih memahaminya. Demikian pula dengan siswa kelas IX SMP Negeri 1 Anyar masih mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal soal yang berkaitan dengan menghitung luas selimut tabung, kerucut dan bola, sehingga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu teori belajar yang cukup dikenal dan banyak implementasinya dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu teori belajar yang cukup dikenal dan banyak implementasinya dalam 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kontekstual Salah satu teori belajar yang cukup dikenal dan banyak implementasinya dalam proses pembelajaran adalah teori belajar konstruktivisme. Piaget (Suherman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) saat ini semakin pesat. Manusia dituntut memiliki kemampuan berpikir kritis, sistematis, logis, kreatif, bernalar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu pengetahuan universal yang mendasari perkembangan teknologi modern dan memiliki peranan penting yang dapat diterapkan dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau menangkap segala perisitiwa disekitarnya. Dalam kamus bahasa Indonesia. kesanggupan kecakapan, atau kekuatan berusaha.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau menangkap segala perisitiwa disekitarnya. Dalam kamus bahasa Indonesia. kesanggupan kecakapan, atau kekuatan berusaha. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kemampuan Komunikasi Matematika 2.1.1.1 Kemampuan Kemampuan secara umum diasumsikan sebagai kesanggupan untuk melakukan atau menggerakkan segala potensi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam dunia yang terus berubah dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang pesat, manusia dituntut memiliki kemampuan berpikir kritis, sistematis,

Lebih terperinci

DASAR FILOSOFI. Manusia harus mengkontruksikan pengetahuan pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.

DASAR FILOSOFI. Manusia harus mengkontruksikan pengetahuan pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. DASAR FILOSOFI Pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit), dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang diajarkan pada setiap jenjang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Prestasi Belajar Matematika a. Pengertian Prestasi Pengertian prestasi yang disampaikan oleh para ahli sangatlah bermacammacam dan bervariasi. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Hakikat Kemampuan Siswa Mengenal Bangun Datar Sederhana

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Hakikat Kemampuan Siswa Mengenal Bangun Datar Sederhana BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Kemampuan Siswa Mengenal Bangun Datar Sederhana 2.1.1 Pengertian Kemampuan Sebagaimana dikemukakan pada Bab I sebelumnya bahwa kemampuan yang dimaksud dalam bahasan ini

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. tujuan kegiatan belajar adalah perubahan tingka laku, baik yang menyangkut pengetahuan,

BAB II LANDASAN TEORITIS. tujuan kegiatan belajar adalah perubahan tingka laku, baik yang menyangkut pengetahuan, BAB II LANDASAN TEORITIS A. Pengertian Belajar Matematika Belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan, artinya tujuan kegiatan belajar adalah perubahan tingka laku, baik yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI A.

BAB II KAJIAN TEORI A. BAB II KAJIAN TEORI A. Tahap-tahap Berpikir van Hiele Pierre van Hiele dan Dina van Hiele-Geldof adalah sepasang suami-istri bangsa Belanda yang mengabdi sebagai guru matematika di negaranya. Pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan siswa pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Peran guru

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan siswa pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Peran guru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dasar merupakan fondasi pada proses pendidikan selanjutnya. Keberhasilan guru dalam mendidik siswa menjadi prioritas utama bagi keberlangsungan siswa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada

I. PENDAHULUAN. Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada

Lebih terperinci

Kegiatan Belajar 2 HAKIKAT ANAK DIDIK

Kegiatan Belajar 2 HAKIKAT ANAK DIDIK Kegiatan Belajar 2 HAKIKAT ANAK DIDIK A. Pengantar Kita mengetahui bahwa dalam perkembangannya seorang anak berbeda dengan orang dewasa. Hal ini dapat kita lihat dengan jelas baik itu dalam bentuk fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran pokok dalam kurikulum pendidikan di Indonesia, termasuk pada jenjang Sekolah Dasar

Lebih terperinci

E-LAERNING TEORI BELAJAR VAN HIELE VS BARUDA

E-LAERNING TEORI BELAJAR VAN HIELE VS BARUDA E-LAERNING TEORI BELAJAR VAN HIELE VS BARUDA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU KEPENDIDIKAN UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA 2014 TEORI BELAJAR SOSIAL ALBERT BANDURA Pada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL)

BAB II KAJIAN TEORI. A. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL) 10 BAB II KAJIAN TEORI A. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL) Menurut Suprijono Contextual Teaching and Learning (CTL)

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Pembelajaran merupakan proses komunikasi du arah, mengajar dilakukan oleh

BAB II KAJIAN TEORI. Pembelajaran merupakan proses komunikasi du arah, mengajar dilakukan oleh 7 BAB II KAJIAN TEORI A. Pembelajaran IPA di SD 1. Pembelajaran Pembelajaran ialah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi yang harus dimiliki individu dan tujuan yang akan dicapai dalam

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi yang harus dimiliki individu dan tujuan yang akan dicapai dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematik merupakan suatu kompetensi yang harus dimiliki individu dan tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pembelajaran merupakan salah satu pilar upaya

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pembelajaran merupakan salah satu pilar upaya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan kualitas pembelajaran merupakan salah satu pilar upaya peningkatan mutu pendidikan secara keseluruhan. Upaya peningkatan mutu pendidikan adalah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pendekatan Realistic Mathematics Education Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika Realistik merupakan suatu pendekatan pembelajaran dalam pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Sebagai suatu disiplin ilmu, matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang memiliki kegunaan besar dalam kehidupan sehari-hari. Maka dari itu, konsepkonsep dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang harus dipelajari siswa di sekolah. Proses belajar matematika akan terjadi dengan lancar apabila dilakukan

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) Oleh : Iis Holisin Dosen FKIP UMSurabaya ABSTRAK Objek yang ada dalam matermatika bersifat abstrak. Karena sifatnya yang abstrak, tidak jarang guru maupun siswa

Lebih terperinci

B A B I P E N D A H U L U A N

B A B I P E N D A H U L U A N 1 B A B I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika sebagai bagian dari kurikulum sekolah tentunya diarahkan untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan tersebut. Menurut Sumarmo (2005)

Lebih terperinci

TEORI BELAJAR VAN HIELE

TEORI BELAJAR VAN HIELE TEORI BELAJAR VAN HIELE A. Pendahuluan Banyak teori belajar yang berkembang yang dijadikan landasan proses belajar mengajar matematika. Dari berbagai teori tersebut, jarang yang membahas tentang pembelajaran

Lebih terperinci

TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN PLPG PGSD UAD 2016

TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN PLPG PGSD UAD 2016 TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN PLPG PGSD UAD 2016 Kompetensi Inti : Memahami teori belajar dan prinsip pembelajaran yang dapat diterapkan pada Pendidikan Anak Usia Dini Kompetensi Dasar : 1. Menjelaskan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Karakteristik Pembelajaran Matematika SD. Pembelajaran matematika pada tingkat SD berbeda dengan pembelajaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Karakteristik Pembelajaran Matematika SD. Pembelajaran matematika pada tingkat SD berbeda dengan pembelajaran BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Karakteristik Pembelajaran Matematika SD Pembelajaran matematika pada tingkat SD berbeda dengan pembelajaran pada tingkat SMP maupun SMA. Karena disesuaikan dengan perkembangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari- hari maupun dalam ilmu pengetahuan.

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari- hari maupun dalam ilmu pengetahuan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan yang sangat berperan dalam perkembangan dunia. Matematika sangat penting untuk mengembangkan kemampuan dalam pemecahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran di sekolah yang dinilai

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran di sekolah yang dinilai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu mata pelajaran di sekolah yang dinilai cukup memegang peranan penting, baik pola pikirnya dalam membentuk siswa menjadi berkualitas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proyek Kelompok Menurut Thomas (dalam Bell, 1978), pembelajaran metode proyek merupakan model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada guru untuk mengelola pembelajaran

Lebih terperinci

Model Pembelajaran Konstekstual dalam Bidang Studi Ekonomi Pendahuluan

Model Pembelajaran Konstekstual dalam Bidang Studi Ekonomi Pendahuluan Model Pembelajaran Konstekstual dalam Bidang Studi Ekonomi Pendahuluan Ruang lingkup Ekonomi tersebut merupakan cakupan yang amat luas, sehingga dalam proses pembelajarannya harus dilakukan bertahap dan

Lebih terperinci

11 tahun sampai dewasa

11 tahun sampai dewasa TEORI BELAJAR DALAM PEMEBALAJARAN IPA SD 1. TEORI BELAJAR PIAGET Belajar adalah suatu proses yang aktif, konstruktif, berorientasi pada tujuan, semuannya bergantung pada aktifitas mental peserta didik.

Lebih terperinci

BAB II PEMBELAJARAN CONTEXTUAL, PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA, MATERI MENYELESAIKAN MASALAH BERKAITAN DENGAN PECAHAN

BAB II PEMBELAJARAN CONTEXTUAL, PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA, MATERI MENYELESAIKAN MASALAH BERKAITAN DENGAN PECAHAN 8 BAB II PEMBELAJARAN CONTEXTUAL, PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA, MATERI MENYELESAIKAN MASALAH BERKAITAN DENGAN PECAHAN A. Kajian Pustaka Dalam suatu penelitian, kajian pustaka sangat penting guna memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999), 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ada pandangan umum yang mengatakan bahwa mata pelajaran matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999), matematika merupakan mata

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATERI AJAR VOLUME BANGUN RUANG SISI LENGKUNG. Abu Khaer

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATERI AJAR VOLUME BANGUN RUANG SISI LENGKUNG. Abu Khaer Dinamika: Jurnal Praktik Penelitian Tindakan Kelas Pendidikan Dasar & Menengah Vol. 6, No. 1, Januari 2016 ISSN 0854-2172 IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATERI AJAR VOLUME BANGUN RUANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase. operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase. operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Siswa Sekolah Dasar (SD) umurnya berkisar antara 6 atau 7 tahun, sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase operasional konkret. Kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diberikan pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah penting untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN 4 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hasil Belajar Hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar. Hasil belajar tersebut terjadi terutama berkat evaluasi guru.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang perlu dikuasainya matematika oleh siswa. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era global yang ditandai oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat memungkinkan semua orang untuk mengakses dan mendapatkan informasi dengan

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MATEMATIKA di SD

PEMBELAJARAN MATEMATIKA di SD Kegiatan Belajar 3 PEMBELAJARAN MATEMATIKA di SD A. Pengantar Seorang guru SD atau calon guru SD perlu mengetahui beberapa karakteristik pembelajaran matematika di SD. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembaharuan di bidang pendidikan yang mengacu pada visi dan misi

BAB I PENDAHULUAN. Pembaharuan di bidang pendidikan yang mengacu pada visi dan misi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembaharuan di bidang pendidikan yang mengacu pada visi dan misi pembangunan pendidikan nasional kini telah tertuang dalam undang-undang tentang Sistem Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu disiplin ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dalam kehidupan dan kehadirannya sangat terkait erat dengan dunia pendidikan adalah Matematika.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Guna memahami apa itu kemampuan pemecahan masalah matematis dan pembelajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. Guna memahami apa itu kemampuan pemecahan masalah matematis dan pembelajaran II. TINJAUAN PUSTAKA A. Masalah Matematis Guna memahami apa itu kemampuan pemecahan masalah matematis dan pembelajaran berbasis masalah, sebelumnya harus dipahami dahulu kata masalah. Menurut Woolfolk

Lebih terperinci

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Matematika. Disusun Oleh : DWI NUR JANAH

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Matematika. Disusun Oleh : DWI NUR JANAH UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MELALUI PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATIC EDUCATION (PTK Di SD Negeri 3 Mojopuro, Wuryantoro Kelas III Tahun Ajaran 2009/2010) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Belajar Belajar adalah suatu proses atau usaha yang dilakukan dengan sadar oleh seseorang ditandai adanya perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman dan latihan, baik

Lebih terperinci

TEORI BELAJAR TINGKAH LAKU

TEORI BELAJAR TINGKAH LAKU TEORI BELAJAR TINGKAH LAKU 1. Teori Belajar Tingkah Laku (Behaviorisme) Paham behaviorisme memandang belajar sebagai perkayaan/penambahan materi pengetahuan (material) dan atau perkayaan pola-pola respon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki zaman modern seperti sekarang ini, manusia dihadapkan pada berbagai tantangan yang ditandai oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Benyamin S. Bloom (dalam Siti, 2008 : 9) siswa dikatakan memahami

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Benyamin S. Bloom (dalam Siti, 2008 : 9) siswa dikatakan memahami 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pemahaman Konsep Menurut Benyamin S. Bloom (dalam Siti, 2008 : 9) siswa dikatakan memahami sesuatu apabila siswa tersebut mengerti tentang sesuatu itu tetapi tahap mengertinya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Berbasis Masalah Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model pembelajaran yang menjadikan masalah sebagai dasar atau basis bagi siswa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh seseorang untuk

BAB II LANDASAN TEORI. suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh seseorang untuk 8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Membaca Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui bahasa tulis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika timbul karena pikiran-pikiran manusia yang berhubungan dengan ide,

BAB I PENDAHULUAN. Matematika timbul karena pikiran-pikiran manusia yang berhubungan dengan ide, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika adalah ilmu tentang struktur yang terorganisasikan. Matematika timbul karena pikiran-pikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Konsep, Konsepsi dan Prakonsepsi Konsep adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek, misalnya benda-benda atau kejadian-kejadian yang mewakili kesamaan ciri khas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB II PEMBAHASAN Contextual Teaching and Learning

BAB I PENDAHULUAN BAB II PEMBAHASAN Contextual Teaching and Learning BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi menggingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 787), prestasi belajar diartikan

BAB II KAJIAN TEORI. Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 787), prestasi belajar diartikan BAB II KAJIAN TEORI A. Prestasi Belajar Matematika 1. Pengertian Prestasi Belajar Para ahli memberikan pengertian prestasi belajar yang berbeda-beda. Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 787), prestasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. aplikasi dari konsep matematika. Pengenalan konsep-konsep matematika

BAB II KAJIAN TEORI. aplikasi dari konsep matematika. Pengenalan konsep-konsep matematika BAB II KAJIAN TEORI A. Pendekatan Realistik 1. Pengertian Pendekatan Realistik Pendekatan realistik adalah salah satu pendekatan pembelajaran matematika yang menekankan pada keterkaitan antar konsep-konsep

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Pembelajaran Matematika Matematika (dari bahasa Yunani: mathēmatiká) adalah studi besaran, struktur, ruang, dan perubahan. Para matematikawan mencari berbagai pola, merumuskan

Lebih terperinci

BAB II PEMBELAJARAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING PADA MATERI SEGI EMPAT. A. Hakikat Belajar dan Pembelajaran Matematika

BAB II PEMBELAJARAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING PADA MATERI SEGI EMPAT. A. Hakikat Belajar dan Pembelajaran Matematika BAB II PEMBELAJARAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING PADA MATERI SEGI EMPAT A. Hakikat Belajar dan Pembelajaran Matematika Menurut (Suyono dan Hariyanto, 2011: 75) Hakikat belajar menurut teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hani Handayani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Hani Handayani, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peran pendidikan matematika sangat penting untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Siswa sebagai sumber daya manusia harus memiliki kemampuan

Lebih terperinci

TEORI BELAJAR KOGNITIF

TEORI BELAJAR KOGNITIF Pengertian Teori Kognitif TEORI BELAJAR KOGNITIF Istilah Cognitive berasal dari kata cognition artinya adalah pengertian, mengerti. Pengertian yang luasnya cognition (kognisi) adalah perolehan, penataan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1. Pengertian Belajar Para pakar pendidikan mengemukakan pengertian yang berbeda antara satu dengan yang lainnya mengenai pengertian belajar, namun demikian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORETIS BAB II KAJIAN TEORETIS A. Kajian Teori 1. Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS) Model pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS) pertama kali dikembangkan oleh Pizzini tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses berpikir selalu terjadi dalam setiap aktivitas manusia yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah, membuat keputusan, maupun untuk mencari pemahaman.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. keterampilan-keterampilan tertentu yang disebut keterampilan proses. Keterampilan Proses menurut Rustaman dalam Nisa (2011: 13)

II. TINJAUAN PUSTAKA. keterampilan-keterampilan tertentu yang disebut keterampilan proses. Keterampilan Proses menurut Rustaman dalam Nisa (2011: 13) 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Keterampilan Berkomunikasi Sains Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebagai proses dan sekaligus sebagai produk. Seseorang mampu mempelajari IPA jika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai pendidikan menengah dan merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini menyebabkan kita harus selalu tanggap menghadapi hal tersebut. Oleh karena itu dibutuhkan Sumber Daya

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. Hilman Latief,2014 PENGARUH PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.

BAB. I PENDAHULUAN. Hilman Latief,2014 PENGARUH PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi. 1 BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan segala usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana dan bertujuan mengubah tingkah laku manusia kearah yang lebih baik dan sesuai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hasil Belajar Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004:22). Sedangkan menurut Horwart

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang digunakan manusia untuk memecahkan persoalan sehari-hari dan persoalan ilmu lainnya. Para ahli yang mendefinisikan

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING MENGGUNAKAN TANGRAM GEOGEBRA UNTUK MENEMUKAN LUAS PERSEGI

PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING MENGGUNAKAN TANGRAM GEOGEBRA UNTUK MENEMUKAN LUAS PERSEGI PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING MENGGUNAKAN TANGRAM GEOGEBRA UNTUK MENEMUKAN LUAS PERSEGI Farida Nursyahidah, Bagus Ardi Saputro Program Studi Pendidikan Matematika FPMIPATI Universitas PGRI Semarang Jl.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menurut kurikulum KTSP SD/MI tahun 2006 Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam suatu pembelajaran terdapat dua aktivitas inti yaitu belajar dan mengajar. Menurut Hermawan, dkk. (2007: 22), Belajar merupakan proses perubahan perilaku

Lebih terperinci