Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia ISSN JTMGB. Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi. Society of Indonesian Petroleum Engineers

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia ISSN JTMGB. Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi. Society of Indonesian Petroleum Engineers"

Transkripsi

1 ISSN JTMGB Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi Vol. : 3 No. : 2 Agustus 2012 Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia Society of Indonesian Petroleum Engineers JTMGB Vol. 3 No. 2 Hal Jakarta Agustus 2012 ISSN

2 Keterangan gambar cover: Sebuah kegiatan operasi di lapangan tua Bunyu yg dioperasikan oleh PERTAMINA EP masih produktif utk Indonesia.

3 JTMGB Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi ISSN Vol. : 3 No. : 2 Desember 2012 Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi adalah majalah ilmiah yang diterbitkan sebagai kontribusi para professional ahli teknik perminyakan Indonesia yang tergabung dalam Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) dalam menyediakan media komunikasi kepada anggota IATMI pada khususnya dan mensosialisasikan dunia industri minyak dan gas bumi kepada masyarakat luas pada umumnya. KEPUTUSAN KETUA UMUM IATMI PUSAT NO: 03/SK/ IATMI/I/2011 Penanggung Jawab : DR. Ir. Salis S. Aprilian Peer Review : Prof. DR. Ir. Pudjo Sukarno (Integrated Production System) Prof. DR. Ing. Ir. HP Septoratno Siregar, DEA (EOR) Prof. Ir. Doddy Abdassah, PhD. (Teknik Reservoir) DR. Ir. Arsegianto (Ekonomi & Regulasi MIGAS) DR. Ir. Sudjati Rachmat, DEA (Well Stimulation and Hydraulic Fracturing) DR. Ir. Sudarmoyo,SE, MT (Penilaian Formasi) Ir. Aris Buntoro, MT (Teknik Pemboran) DR. Ir. Ratnayu Sitaresmi, MT (Teknik Reservoir) Ir. Syamsul Irham, MT (Ekonomi MIGAS) DR. Ir. Taufiq Fathaddin (EOR/Simulasi) DR. Ir. Andang Kustamsi (Teknik Pemboran) Dewan Redaksi Ketua : DR. Ir. Taufan Marhaendrajana (Engineering Mathematics and Well Testing/Performances) Anggota : DR. Ir. Asep K. Permadi (Karakterisasi dan Pemodelan Reservoir) DR. Ir. Tutuka Ariadji (Production Optimization) DR. Ir. Bambang Widarsono (Penilaian Formasi) Redaktur Pelaksana : Ir. IGK. Budiartha Ir. Elly M.Jusuf, MSc. Ir. Ana Masbukhin Sekretariat : Ir. Bambang Pudjianto Layout Desain : Endy Hadianto, S.Kom Alief Syahru Sirkulasi : Abdul Manan Alamat Redaksi: Patra Office Tower Lt.1 R.1C Jln. Jendral Gatot Subroto Kav Jakarta Indonesia. Tel/Fax: website: pusat@iatmi.or.id Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi (ISSN ) diterbitkan oleh Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia, Jakarta Didukung oleh Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan ITB

4 JTMGB Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi ISSN Vol. : 3 No. : 2 Desember 2012 DAFTAR ISI Pengembangan Prosedur Estimasi Profil Data Mekanika Batuan Bagi Sumur-sumur Migas Dengan Data Log Yang Minim Bambang Widarsono, Fakhriyadi Saptono Penentuan Gas Content Dengan Menggunakan Data Logging Pada Sumur Gas Metana Batubara (CBM) Asri Nugrahanti, Ratnayu Sitaresmi Studi Laboratorium Peningkatan Perolehan Gas Metana Batubara Melalui Pendekatan Kapasitas Adsorpsi Langmuir dari CO 2 Utomo P. Iskandar, Kosasih, Usman Pasarai Studi Laboratorium Peningkatan Perolehan Reservoir Minyak Dengan Injeksi Polimer Edward ML Tobing Determination Of Reservoir Flow Connectivity By Use Of Production Data In Highly Faulted System Taufan Marhaendrajana Metode Quick Look: Percepatan Persetujuan Plan Of Development (POD) Tutuka Ariadji, Hernansyah, I Made Rommy Permana

5 KATA PENGANTAR Para Pembaca JTMGB yang budiman, Dengan kesibukan kita maing-masing tak terasa waktu berjalan dengan cepat, bulan Agustus yang sangat barokah bagi bangsa Indonesia yang memperingati hari kemerdekaan RI yang ke 67 tahun dan melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadhan serta merayakan Idul Fitri 1 Syawal 1443 H. Bagi kaum muslimin/muslimat, kami atas nama Pengurus dan Segenap Anggota IATMI mengucapkan Selamat Idul Fitri 1433 H, Taqobalallohu minna wa minkum, mohon maaf lahir dan bathin. Maka melalui media ini, kami dengan senang hati bisa kembali menjumpai para pembaca dengan aneka materi bacaan ilmiah yang tersaji dalam JTMGB Edisi Agustus 2012 ini. Pada JTMGB edisi ini, kita juga ingin membahas persoalan-persoalan (parameter) yang sederhana tetapi yang memiliki implikasi signifikan terhadap hasilnya. Tulisan yang menyangkut pengembangan prosedur estimasi profil data mekanika batuan bagi sumur-sumur migas dengan data log yang Minim, di bidang CBM ada 2 tulisan yaitu Penentuan gas content dengan menggunakan data logging pada sumur gas metana batubara (CBM) dan Studi Laboratorium Peningkatan Perolehan Gas Metana Batubara. Tulisan lain dibidang reservoir ada 2 yaitu tentang Pendekatan Kapasitas Adsorpsi Langmuir dari CO2 dan Studi Laboratorium Peningkatan Perolehan Reservoir minyak dengan injeksi Polimer. Tulisan di bidang produksi adalah penggunaan data produksi dalam menentukan konektivitas aliran antar kompartemen dengan metode pengembangan aplikasi model. Dalam upaya membantu percepatan persetujuan POD, tulisan berikutnya sangat menarik yaitu penggunaan metode quick look: dalam percepatan persetujuan Plan Of Development (POD). Selamat menikmati bacaan edisi kali ini.!*** (SSA)

6

7 Pengembangan Prosedur Estimasi Profil Data Mekanika Batuan Bagi Sumur-Sumur Migas Dengan Data Log Yang Minim Bambang Widarsono (1) dan Fakhriyadi Saptono (2) (1,2) Researcher at PPPTMGB LEMIGAS Jl. Ciledug Raya, Kav 109, Cipulir, Kebayoran Lama. Telp.: (1,2) , Fax: , (1) Sari Berbagai desain dan pelaksanaan operasi di industri perminyakan sektor hulu membutuhkan data sifat mekanis/elastik batuan seperti Young s modulus, bulk modulus, dan Poisson ratio. Beberapa contoh adalah desain perekahan hidrolik, kestabilan sumur saat pemboran, dan pencegahan permasalahan terproduksinya pasir pada reservoir batupasir tidak kompak. Permasalahan yang timbul berkaitan dengan kebutuhan data tersebut adalah masih langkanya hasil survei yang dilakukan untuk mendapatkan data tersebut baik melalui survei log sumur maupun pengukuran langsung atas sampel batuan di laboratorium. Kelangkaan ini diperburuk lagi dengan sering terjadinya sumur-sumur yang ada memiliki data log yang minim sehingga menyulitkan dilakukannya estimasi atas data sifat elastik batuan yang diperlukan. Untuk mengatasi hal tersebut praktek yang selama ini dilakukan untuk memperoleh data tersebut adalah dengan melakukan perkiraan atau dengan memakai korelasi-korelasi yang tersedia meskipun seringkali tidak memuaskan. Untuk itu perlu dicari alternatif yang memberikan solusi yang baik tanpa perlu melakukan survei lagi secara langsung dan dengan menggunakan data-data yang secara minim tersedia. Metoda dan prosedur yang dibangun di dalam studi ini dapat dikategorikan sebagai kombinasi antara analisis empiris dan penggunaan model analitik sebagai dukungan. Model-model tersebut dipakai untuk memodelkan sifat elastik batuan yang dibutuhkan dan pemodelan (hard computing) dilakukan secara terintegrasi atas data laboratorium dan data sumur. Untuk sumur-sumur dengan data log yang minim, data log yang diperlukan oleh pemodelan diciptakan dengan bantuan soft computing (artificial neural network, ANN). Penerapan percobaan atas sebuah sumur dengan data log minim di lapangan T menunjukkan hasil yang baik dimana data log akustik yang absen dapat diciptakan dan data sifat elastik batuan yang dibutuhkan dapat diperoleh. Kombinasi hard computing dan soft computing yang dipakai dalam studi ini terbukti dapat memenuhi kebutuhan data yang dibutuhkan untuk sumur dengan data log yang minim. Kata kunci: sifat elastik batuan, log sumur, estimasi, uji lab, soft computing. Abstract Various operational applications and designs in the upstream sector of petroleum industry require data of rock elastic/mechanical properties such as Young s modulus, bulk modulus, and Poisson ratio. Some examples are designs of hydraulic fracturing, wellbore stability during drilling, and mitigation of sand problem in unconsolidated sandtone reservoir. Problem that arises is the data s scarcity whether data obtained from well-log survey or directly from laboratory testing on rock samples. This data rarity is often worsened by the fact that many wells simply do not have sufficient data from which the needed elastic properties can be inferred. Practices that are often carried out to estimate the rock elastic property data include use of default (i.e assumed) values and utilisation of some empirical relationships derived from other fields or even from other region. Use of these approaches often produces unsatisfactory data estimates. An alternative solution is therefore needed. Method and procedure that is established in this study is essentially a combination between 77

8 78 empirical and analytical approaches. The models in these two approaches are used to model the needed elastic property data using combined well and laboratory data. In cases of wells with insuficient log data, the absent log data is generated through the support of soft computing method of artificial neural network (ANN). Application of the established method and procedure on a well in T field exhibits good results in which missing acoustic log data can be subtituted and the needed rock elastic prperties can be calculated and obtained. Combination of hard computing (i.e conventional computing) and soft computing in this study has proved useful to estimate data in wells with very limited log data. Keywords: rock elastic properties, well log, estimation, lab test, soft computing. I. Latar Belakang Berbagai kegiatan pada sektor hulu industri minyak dan gas bumi membutuhkan data sifat elastik (sifat mekanika) batuan seperti Poisson ratio, Young s modulus, dan bulk modulus untuk desain dan perhitungan-perhitungan yang harus dilakukan. Beberapa contoh yang memerlukan data tersebut adalah desain perekahan hidrolik (hydraulic fracturing), antisipasi kemungkinan terproduksinya pasir dari reservoar (sand problem), dan desain kestabilan dinding sumur (wellbore stability). Perkembangan teknologi seismik untuk karakterisasi reservoar akhirakhir ini bahkan menunjukkan bahwa data sifat mekanika batuan seperti Poisson ratio dapat dipakai untuk mendapatkan indikasi berkaitan dengan porositas batuan dan saturasi fluida di dalamnya. Hal yang menjadi permasalahan adalah data yang dibutuhkan tersebut umumnya tidak dapat diperoleh karena memang tidak adanya kesadaran untuk memperoleh data tersebut melalui survei langsung di sumur-sumur minyak dan gas. Telah umum diketahui bahwa jangankan untuk data sifat mekanika batuan, banyak sumur-sumur migas di Indonesia bahkan tidak memiliki data log sumur yang standar dan mendasar (jenisjenis log yang dipakai untuk memperkirakan porositas dan saturasi air). Di Indonesia, untuk sebuah reservoar saja jarang sekali dilakukan pengukuran yang dapat menghasilkan sifat elastik batuan. (Survei yang dapat dipakai untuk memperoleh data tersebut adalah dalam bentuk log sumur (full waveform log, Mechpro dari Schlumberger misalnya) dan pengukuran statik yang berupa pengujian kompresi di laboratorium atas sampel batuan.) Disebabkan oleh kelangkaan data tersebut maka diperlukan suatu metoda yang dapat memberikan data tersebut tanpa perlu melakukan pengujian secara khusus dan dengan memakai data masukan yang minim. Penelitian-penelitian dan studi-studi terdahulu telah mengusulkan berbagai metoda dan telah menghasilkan data investigasi dalam jumlah yang cukup besar yang mencakup dari survei sumuran sampai pengukuran langsung atas sampel batuan di laboratorium, dari pendekatan empiris penuh sampai model matematis, dan dari analisis atas sumber tunggal sampai pendekatan kombinasi dari metoda-metoda. Sebagai contoh, Charlez dkk (1987) mengusulkan metoda inversi untuk mengestimasi data-data yang diinginkan tersebut dengan memakai survei fracmeter langsung di sumur, Harrison dkk (1990) menyajikan suatu cara untuk mengekstrak kecepatan gelombang S dari kombinasi antara log akustik monopole dan dipole yang kemudian dapat dipakai mengestimasi sifat elastik batuan, sementara koleksi intensif hasil investigasi langsung atas sampel batuan disajikan oleh Ellis (1987) dan Gebrande dkk (1982) sebagai contohnya. Hubungan-hubungan empiris juga diambil sebagai pendekatan (mis: Birch, 1961; Gebrande dkk, 1982) disamping pengkombinasian hubungan-hubungan tersebut dengan aplikasi model kecepatan gelombang akustik (mis: Montmayeur and Graves, 1986). Seperti yang secara umum diakui, tidak ada satupun dari hubungan-hubungan empiris yang diusulkan memiliki validitas dan dapat diterapkan secara umum. II. Kajian Teoritis: Sifat Elastik batuan Berbagai studi di masa yang lalu telah memperlihatkan bahwa sifat-sifat fisik batuan (mis: porositas dan saturasi air) memiliki pengaruh yang sangat kuat atas sifat-sifat elastik batuan. Sebagai contoh, laporan-laporan yang termasuk awal untuk areanya yaitu King (1966) dan Domenico

9 79 (1977) memperlihatkan secara eksperimental efek dari saturasi air dan tekanan pada kecepatan gelombang akustik. Hasil investigasi tersebut belakangan didukung oleh hasil penelitian Wren (1984) yang memperlihatkan bahwa Poisson ratio (salah satu sifat elastik batuan; yaitu rasio antara deformasi pada lateral dan deformasi pada arah axial (tegak lurus terhadap arah lateral) akibat adanya kompresi pada arah axial) ternyata sensitif terhadap keberadaan fluida (atau saturasi fluida). Belakangan Munadi dan Saptono (2000) bahkan memperlihatkan potensi dari kompresibilitas dan impedansi akustik untuk mengestimasi saturasi air pada suatu reservoar batugamping dengan sistem fluida dua fasa gas-air. Sifat elastik sebagai bagian dari sifat mekanika batuan secara sederhana dapat didefinisikan sebagai respon dari suatu medium terhadap kompresi secara fisik. Respon dari kompresi tersebut adalah dalam bentuk deformasi atau strain (rasio antara deformasi dan dimensi awal). Secara umum sifat mekanika batuan dapat didefinisikan sebagai seluruh respon mekanis yang diberikan oleh suatu medium terhadap kompresi secara fisik dan langsung. Medium tersebut bisa berupa medium elastik maupun nonelastik. Pembahasan mengenai sifat elastik dan non-elastik batuan dapat dilihat pada berbagai buku referensi mekanika batuan (mis: Fjaer dkk, 1992). Logam-logam, batuan beku (igneous rocks), batuan metamorfik (methamorphic rocks), dan batuan sedimen seperti batupasir kompak dan batu gamping biasanya bersifat elastik. Dengan demikian, untuk studi ini perhatian hanya diberikan pada deformasi elastik saja karena untuk banyak hal data mengenai deformasi elastik inilah yang banyak dibutuhkan oleh berbagai kegiatan. Jika pada suatu uji kompresi atas percontoh batuan diperoleh suatu kurva hubungan antara stress dan deformasi maka dari kurva tersebut sifat elastik batuan percontoh diperoleh dengan menggunakan: dengan F E = A L L D v = D L L dan E G = 2 ( 1+ v) 2 ( 1+ v) K = G 3 ( 1 2v)... (1) E = ν = G = K = L = L = D = D = F = L/L = D/D = Young s modulus Poisson ratio shear modulus bulk modulus deformasi aksial panjang sampel silindris batuan deformasi radial diameter sebenarnya sampel gaya aksial yang diaplikasikan pd sampel strain aksial strain radial Dalam pengertian secara fisik sifat-sifat elastik batuan memiliki arti sendiri-sendiri. Young s modulus mewakili kekerasan dari batuan, makin tinggi harganya makin keras medium yang diuji. Poisson ratio adalah rasio antara strain radial dan strain aksial. Tergantung sistem isotropinya, makin keras suatu batuan, ia cenderung akan menunjukkan harga Poisson ratio yang mengecil. Shear modulus merefleksikan kekakuan (rigidity) dari medium terhadap gaya yang bersifat menyobek. Sedangkan bulk modulus adalah resistensi terhadap tekanan yang mengungkung (confining pressure). Bulk modulus adalah kebalikan dari kompresibilitas. Pengujian kompresi di laboratorium dan penggunaan persamaan (1) untuk menurunkan sifat-sifat elastik batuan disebut sebagai pendekatan statik. Getaran akustik yang merupakan penjalaran energi mekanis di dalam tubuh medium yang dilaluinya pada dasarnya adalah penjalaran gelombang tekanan (pressure wave) yang berwujud penjalaran deformasi elastik. Untuk kategori gelombang badan (body waves) ada dua jenis gelombang yaitu gelombang primer (primary wave) atau gelombang P dan gelombang sekunder (secondary wave) atau gelombang S. Gelombang P dicirikan dengan arah deformasi yang searah dengan arah rambat gelombang sedangkan gelombang S dicirikan dengan arah deformasi yang tegak lurus terhadap arah rambat gelombang. Untuk suatu jenis medium, kecepatan rambat gelombang P selalu lebih tinggi dibanding kecepatan rambat gelombang S. Gambar 1 memperlihatkan penggambaran singkat dari kedua jenis gelombang badan. Seperti halnya dengan kompresi statik, mekanisme yang bekerja pada penjalaran gelombang akustik adalah deformasi sebagai

10 80 Dengan menggunakan persamaan (2) di atas dan dengan mengasumsikan kondisi isotropik maka shear modulus (G) dan bulk modulus (K) dapat ditentukan dengan menggunakan kedua persamaan di atas jika V p, V s, dan ρ diketahui. Young s modulus (E) ditentukan dengan menggunakan persamaan isotropik berikut : E = ( ) V 3V 4V ρ s p s V V 2 2 p s... (3) Gambar 1. Penggambaran singkat dari kedua jenis gelombang badan. respon terhadap kompresi yang diberikan oleh gelombang akustik. Hal yang membedakannya dari kompresi statik adalah deformasi yang terjadi sangat kecil, dengan amplitudo yang kecil, tapi dengan frekuensi tinggi (frekuensi ultrasonik bisa mencapai sekitar sejuta penerapan gaya kompresi (compression force application) dalam satu detik. Berlainan halnya dengan uji kompresi dimana deformasi yang terjadi mencapai maksimum (sampai mencapai puncak kekuatan batuan) dengan frekuensi yang dikatakan sebagai nol. Hal ini yang menyebabkan timbulnya istilah bahwa proses uji kompresi sebagai pengujian statis sedangkan pengujian dengan menggunakan gelombang akustik sebagai pengujian dinamik. Pengujian dinamik dengan menggunakan gelombang akustik pada dasarnya adalah mengukur waktu yang dibutuhkan gelombang akustik untuk merambat sepanjang tubuh sampel medium/batuan (transit time). Waktu rambat ini kemudian dikonversikan ke kecepatan rambat jika panjang dari sampel diketahui. Untuk mendapatkan elastik modulus, hubungan berikut diperlukan : K G V = +133, p ρ dimana G dan V =... (2) 8 ρ K = bulk modulus (1/kompresibilitas), psi atau MPa G = shear modulus (kekakuan), psi atau MPa ρ = rapat massa, lb/cuft atau kg/m 3 Rasio antara strain dengan arah tegak lurus terhadap arah kompresi dan strain dengan arah searah dengan kompresi, yang disebut Poisson ratio (V), ditentukan dengan menggunakan persamaan : 2 ( 1+ v) K = G 3 ( 1 2v)... (4) Seperti yang dinyatakan sebelumnya, kecepatan gelombang akustik berhubungan erat dengan modulus elastik; jadi dengan mengetahui data rapat massa (misalnya dari log densitas) maka jika diperoleh data dari log full waveform seharusnya modulus elastik yang diinginkan akan dengan mudah dapat dihitung dengan menggunakan persamaan-persamaan (2) sampai (4). Namun kenyataannya tidak semudah itu karena meskipun log full waveform dapat diperoleh untuk suatu sumur (dan itu jarang sekali di Indonesia) tetap ada suatu permasalahan konseptual yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Sebuah gelombang akustik memiliki amplitudo yang kecil dengan frekuensi tertentu, sementara parameter-parameter yang diperlukan untuk menganalisis aplikasi-aplikasi mekanika batuan (perekahan hidrolik misalnya) adalah statik sifatnya dan harus bisa dianggap valid untuk berbagai variasi amplitudo stres. Berbagai bukti eksperimental memperlihatkan bahwa ada perbedaan yang cukup besar (berkisar dari beberapa sampai beberapa ratus persen) antara modulus statik dan dinamik. Secara umum, perbedaan terbesar terjadi pada batuan yang tidak begitu keras, dan berkurang dengan bertambahnya tekanan (King, 1970). Untuk batupasir kering yang tidak begitu kompak rasio antara modulus dinamik dan statik dapat mencapai 5 10 bahkan lebih.

11 81 Tidak ada penjelasan yang memuaskan berkaitan dengan problem perbedaan antara modulus statik dan dinamik ini. Beberapa penyebab yang diperkirakan memiliki peran dapat dilihat pada Johnston dkk (1979). Dalam studi ini yang dimaksud dengan profil modulus elastik di sumur masih terbatas pada modulus elastik yang diperoleh melalui proses dinamik (akustik) karena memang tulisan ini memberikan usul mengenai suatu cara untuk menghasilkan data sifat elastik batuan dari perangkat data yang minim. Pencarian suatu cara untuk mengkonversi data modulus dinamik ke modulus statik adalah suatu hal yang lain dan dapat dianggap sebagai penyempurnaan lebih lanjut dari metoda yang diusulkan ini. Ide utama yang melandasi metoda dan pendekatan yang dipakai dalam studi adalah menggunakan model kecepatan gelombang akustik untuk menentukan modulus elastik dengan data masukan utama adalah data log akustik dan didukung data-data lain baik dari sumur maupun dari laboratorium. Untuk keperluan tersebut model yang dipakai adalah model yang diciptakan oleh Gassmann (Gassmann, 1951) yang meskipun telah berumur lebih dari setengah abad masih dianggap sebagai model klasik yang bisa menerangkan hal-hal fundamental yang berkaitan dengan pengaruh modulus elastik atas kecepatan gelombang akustik. Teori Gassmann yang didasarkan atas penerapan teori deformasi elastik pada sebuah medium yang dibentuk oleh bola-bola ini adalah merupakan ekspresi teoritis yang pertama untuk menerangkan kelakuan elastik dari medium berpori yang tersaturasi fluida. Kecepatan rambat gelombang P pada zero-frequency (frekuensi rendah) menurut teori ini dapat diekspresikan secara sederhana, seperti yang tersaji pada persamaan (5) sebagai V 2 p = P f K d + ( f )... (5) r b dimana P d adalah modulus gelombang P untuk kerangka matriks batuan (atau dapat juga disebut sebagai modulus gelombang P dalam keadaan kering atau tidak mengandung cairan apapun di dalam sistem porinya), dan f(k f ) adalah fungsi dari inkompresibilitas dari fluida yang ada pada rongga pori batuan. Modulus gelombang P secara fisik dapat diartikan sebagai sifat mekanis yang merepresentasikan tingkat kekerasan dari batuan pada keadaan kering, sedangkan inkompresibilitas fluida pori yang merupakan variabel utama dalam f(k f ) adalah gambaran resistensi dari fluida terhadap tekanan/stress yang diberikan oleh gelombang P pada saat merambat. Makin tinggi harga kedua variabel tersebut makin tinggi kecepatan gelombang P untuk menjalar melewatinya. Sedangkan P d pada persamaan (5), modulus gelombang P untuk medium pada keadaan kering dapat diekspresikan sebagai (pada Timur, 1987): Pd = Kd + 4 Gd 3... (6) dan fungsi f(k f ), sebagai 2 K d 1 Km f ( K f )= K f K K K K f 1 φ + ( m d) Km K ( ) f m... (7) dimana K adalah inkompresibilitas (atau sering juga disebut sebagai modulus bulk ), G adalah modulus shear, dan notasi d, f, dan m menandakan masing-masing untuk sistem kerangka batuan, fluida yang terkandung di dalam pori, dan matriks batuan. Untuk batuan yang mengandung air dan hidrokarbon, rapat massa batuan diekspresikan sebagai: ρ = φ ρ + 1 φ ρ... (8) b f m dimana ( ) ρ = S ρ + 1 S ρ K f w w w hc f 1 1 = = c S c + 1 S c ( ) f w w w hc... (9) dan inkompresibilitas fluida, K f, yang sesungguhnya merupakan kebalikan dari kompresibilitas, c f, adalah... (10) dimana S adalah simbol dari saturasi dan w dan hc menandakan masing-masing saturasi air dan saturasi hidrokarbon.

12 82 Inkompresibilitas kerangka batuan, K d, pada persamaan (11), yang merupakan inversi dari kompresibilitas batuan kering, c d, memiliki hubungan dengan kompresibilitas volume pori melalui K d 1 1 = = c φ c + c d p m... (11) Hubungan antara kecepatan rambat gelombang P (V p ) dan saturasi air (S w ) terlihat jelas dari persamaan-persamaan (5) sampai (11). Dengan jelas terlihat adanya dua variabel, yang dianggap sangat berpengaruh pada persamaan (5), yang terpengaruh oleh variasi dari S w. Meskipun kedua variabel pada persamaan (5) tersebut adalah pada dasarnya berbanding terbalik tetapi naiknya S w cenderung untuk menaikkan harga V p, terutama pada sistem dua fasa minyak-air. Teori Gassmann dengan jelas menunjukkan pengaruh nilai porositas dan saturasi air terhadap kecepatan rambat gelombang akustik, meskipun dari orde relasinya dengan kecepatan rambat terlihat bahwa porositas lebih berpengaruh atas kecepatan rambat dibandingkan dengan saturasi air. Meskipun demikian, berhubung kedua parameter petrofisika tersebut adalah merupakan variabel yang sangat penting secara umum dan dapat dianggap sebagai mempengaruhi setiap properti dari batuan maka keduanya akan memainkan peran yang penting dalam pemodelan yang akan dilakukan kemudian. III. Studi Kasus Sebagai contoh penerapan, suatu lapangan minyak di Jawa Timur diambil. Litologi utama yang membentuk zona-zona produktifnya adalah batupasir dengan tipe porositas intergranular yang merupakan karakter sistem pori klastik. Untuk lapangan tersebut secara keseluruhan pada umumnya zona-zona produktif memiliki porositas yang berkisar antara 7% sampai 35% dengan permeabilitas yang berkisar, untuk selang porositas tersebut, dari 3 md sampai sekitar 320 md. Sebagai catatan, harga pancung untuk porositas dan permeabilitas yang dipakai untuk memisahkan zona produktif dari zona yang tidak produktif masing-masing adalah 5 md untuk permeabilitas yang mana menurut evaluasi petrofisika yang kami lakukan harga tersebut berkaitan dengan harga porositas 12%. Dengan demikian semua zona-zona batupasir di lapangan tersebut yang diinterpretasikan sebagai memiliki harga-harga porositas di bawah 12% bukanlah dianggap sebagai zona-zona produktif dan tidak diikutkan dalam pemetaan reservoar. Untuk keperluan studi ini 4 sumur dari area yang berdekatan yaitu TX 4, TX 7ST, TX 9, dan TX 12. Dari keempat sumur tersebut, TX 9 memiliki data sampel batuan (core), sementara TX 7ST, TX 9, dan TX 12 memiliki data log sumur standar (log log SP, gamma ray, resistivity, neutron - CNL, density - FDC, dan akustik Sonic) yang dapat dipakai untuk memperoleh data-data kandungan lempung, porositas, saturasi air, dan impedansi akustik. (Sumur TX 12 bahkan memiliki log PEF yang surveinya dilaksanakan bersamaan dengan alat density LDL.) Ketiga sumur tersebut juga memiliki log akustik yang merupakan masukan utama bagi estimasi profil sifat mekanika batuan (yang dalam studi ini akan lebih difokuskan pada poisson ratio saja). Sedangkan sumur TX 4 memiliki data yang relatif lebih minim yaitu tidak memiliki log akustik sehingga perlu dihasilkan log akustik sintetik sehingga estimasi profil sifat mekanika batuan juga bisa dilakukan untuk sumur tersebut. Pengukuran Akustik atas Percontoh Batuan Di laboratorium Untuk kebutuhan pengukuran sebanyak delapan sampel batuan (plug) yang diambil dari sumur TX 12. Sampel-sampel batu pasir tersebut dari tipe yang cukup kompak dengan ukuran butir yang tergolong halus dan sedikit kasar. Sebelum pengukuran atas kecepatan rambat gelombang akustik dilakukan, dilakukan pencucian, pengeringan dan pengukuran untuk memperoleh sifat-sifat petrofisika dasarnya (porositas, permeabilitas, dan densitas matriks). Pada tahap berikutnya, pengujian cepat rambat gelombang akustik dilakukan atas kedelapan sampel batuan tersebut. (Kedelapan sampel batuan tersebut mewakili spektrum porositas 7% - 30%). Pengukuran dilakukan dibawah temperatur ruang dan tekanan overburden efektif 1800 psia (12,36 MPa), sesuai dengan perkiraan untuk reservoar yang bersangkutan. Pengukuran dilakukan baik dalam keadaan

13 83 kering dan tersaturasi yang bervariasi antara S w = 0 % sampai S w = 100 %. Proses pensaturasian dilakukan dengan kombinasi proses pendesakan dan pengvakuman. Pada setiap pergantian tekanan overburden efektif, periode stabilisasi dilaksanakan sebelum dilakukan pencatatan waktu rambat gelombang. Fluida yang digunakan dalam pengukuran adalah air formasi dan minyak sintetik. Sesuai dengan data komposisi air yang diperoleh maka air formasi direkonstruksi dengan air payau dengan konsentrasi pada sekitar ppm NaCl. Minyak sintetik dengan viskositas 10,27 cp dan densitas 0,8 gr/cc (800 Kg/m 3 ) dipilih untuk menggantikan minyak formasi pada T res = 176,4 o F (80,2 o F) dan P res = 1120 psia (7,72 MPa). Dengan demikian, patut untuk diperhatikan bahwa dengan tekanan gelembung minyak P b = 955 psia maka sistem fluida pada reservoar adalah minyak - air. Minyak sintetik yang dipakai memiliki kompresibilitas 8 x 10-6 psi -1, sedikit lebih kecil dibanding kompresibilitas minyak formasi 10,2 x 10-6 psi -1. Mengingat peran penting dari kompresibilitas dalam mengatur penjalaran gelombang akustik, perbedaan ini sedikit banyak akan tercermin dalam perbedaan antara kecepatan gelombang P pada keadaan laboratorium dan reservoar. Gambar 2 memperlihatkan contoh dari hasil pengukuran yang telah ditransformasikan menjadi impedansi akustik (AI). Hasil-hasil yang diperoleh memang sesuai dengan yang diharapkan dan sejalan dengan apa yang pernah dilaporkan oleh Gregory (1976) dan Domenico (1976). Suatu lonjakan atau jump dari V p sampel kering ke V p sampel tersaturasi air 100% yang biasa terjadi pada saat saturasi air mencapai sekitar 90% 95% jika fasa yang menemani air adalah gas/udara, dan bukan minyak sintetik seperti yang dipakai dalam pengukuran ini, tidak terjadi. Hal ini juga sesuai dengan ekspektasi dan sesuai dengan teori Gassmann yang meramalkan kenaikan secara gradual dari V p dengan semakin meningginya saturasi air (dan menurunnya saturasi minyak). Sebagai data tambahan, saturasi air, dan kecepatan rambat gelombang S (V s ) juga direkam meskipun tidak dipakai dalam studi ini sehingga poisson ratio (ν) bisa ditentukan seperti yang tersaji pada Gambar 3. Dengan demikian satu set data laboratorium yang terdiri dari V p, V s, S w, φ, ρ b, ν, dan AI telah siap untuk dipakai pada tahap berikutnya. Gambar 3. Hasil pengukuran akustik (telah dikonversikan menjadi Poisson ratio). Pemodelan Matematis Gambar 2. Hasil pengukuran akustik (telah dikonversikan menjadi impedansi akustik, AI). Seperti yang telah dinyatakan sebelumnya, modulus elastik ditentukan dengan menggunakan model Gassmann dan teori kecepatan rambat gelombang akustik pada media elastik. Untuk keperluan tersebut, secara umum kegiatan pemodelan dan aplikasi meliputi: 1. Pemodelan dan validasi atas data laboratorium 2. Pemodelan dan validasi atas data log sumur key wells dengan menggunakan data-data yang diperoleh pada pemodelan atas data laboratorium

14 84 Pemodelan atas data laboratorium Tujuan utama dari pengukuran sampel batuan dari reservoar pemodelan yang kemudian diikuti dengan pemodelan atas data yang diperoleh adalah untuk membuktikan bahwa teori atau model yang akan kita pakai untuk memodelkan data dari log sumur adalah valid untuk batuan reservoar tersebut. Disamping itu, hasil samping yang tidak kalah pentingnya adalah dapat diperolehnya data-data intrinsik batuan yang tidak dapat diperoleh dari sumber lain. Sebagai contoh, dalam studi ini data-data intrinsik tersebut adalah bulk modulus kering (K d ) dan shear modulus kering (G d ) pada persamaan (7) versus porositas yang didapat setelah model Gassmann yang diterapkan pada data laboratorium telah dianggap valid. K d dan G d untuk berbagai harga porositas akan sangat diperlukan jika persamaan (7) akan dipakai untuk pemodelan batuan reservoar yang umumnya memiliki variasi porositas yang cukup tinggi. Hanya di laboratorium kedua parameter tersebut bisa diukur dan diperoleh datanya. Permasalahan utama untuk mendapatkan K d dan G d untuk berbagai harga porositas adalah terbatasnya jumlah sampel batuan yang ada. Batuan yang ada pun sering tidak mencakup selang porositas yang ada. Untuk mengatasi hal ini pemodelan atas data laboratorium diperlukan. Hal ini juga merupakan salah satu tujuan dari pemodelan yang dilakukan. Dengan mengikuti prosedur yang diusulkan oleh Widarsono dan Saptono (2000) model Gassmann juga dipakai untuk menghasilkan kedua parameter kering yang dibutuhkan, sebagai fungsi dari porositas, setelah tercapai kecocokan (agreement) dengan data teramati (observed). Secara urut kegiatan pemodelan atas data laboratorium adalah sebagai berikut: 1. Pemrosesan data pengukuran laboratorium menurut prosedur standar sehingga dihasilkan data porositas, saturasi air, densitas, kecepatan rambat gelombang P dan S velocities, impedansi akustik, dan modulus elastik yang dalam studi ini hanya dibatasi sebagai poisson ratio saja. 2. Pemodelan hubungan antara parameter petrofisika (porositas dan saturasi air) dan impedansi akustik serta poisson ratio dengan menggunakan model kecepatan rambat Gambar 4. Model hubungan antara kecepatan gelombang P, Poisson ratio, porositas, dan saturasi air untuk data laboratorium 3. gelombang. Saturasi air adalah keluaran dari model. Contoh model relasi dapat dilihat pada Gambar 4. Perbandingan antara saturasi air terhitung dengan saturasi air teramati dilakukan untuk melihat validitas model. Selama belum didapatkan kecocokan yang dapat diterima maka dilakukan pengubahan-pengubahan (adjustments) dari parameter K d dan G d dalam batas toleransi yang telah ditentukan (modifikasi 4% dari data K d dan G d yang dipakai pada awalnya). Pada saat kecocokan antara saturasi air terhitung dengan saturasi air teramati telah masuk dalam batas-batas yang dapat diterima (Gambar 5) maka kurva K d dan G d versus porositas yang terakhir (Gambar 6) dipakai adalah yang dianggap valid untuk model yang dipakai. Data ini yang kemudian akan dipakai sebaga first guess dalam pemodelan pada data log sumur. Patut untuk dicatat disini bahwa harga K d dan G d Sw-model, % Sw- lab, % Gambar 5. Perbandingan antara saturasi air terhitung (calculated) dan saturasi air teramati (observed) untuk sata laboratorium.

15 85 Gambar 6. Modulus bulk kering (Kd) dan modulus shear kering (Gd) vs. porositas sebagai hasil dari pemodelan atas data laboratorium. Gambar 7. Perbandingan antara saturasi hasil kalkulasi dan saturasi air hasil log analisis untuk titik kedalaman yang sama. Contoh: sumur TX 7. yang sebenarnya untuk suatu harga porositas tertentu belum tentu akan sama dengan yang semula diukur secara langsung pada sampel kering, lihat White (1983). Pemodelan atas data log sumur Dengan menggunakan data dari hasil analisis log sumur dan dengan dukungan data K d dan G d versus porositas dari laboratorium sebagai first guess pemodelan dilakukan untuk data log sumur dengan mengikuti urutan kegiatan sebagai berikut: 1. Pemodelan dengan cara yang sama dengan di laboratorium dilakukan atas data log sumur dari key wells yaitu TX-7. Modifikasi dari data K d dan G d versus porositas dilakukan dengan membandingkan saturasi air hasil kalkulasi (S w model ) dengan saturasi hasil analis log sumur (S w log ) untuk titik-titik kedalaman yang sama. Akhir dari modifikasi ditandai dengan kecocokan yang dapat terima, seperti disajikan pada Gambar Dengan dianggap validnya model Gassmann yang diterapkan pada data log sumur maka kurva-kurva K d dan G d versus porositas yang telah dimodifikasi (modifikasi maksimal adalah 5% dari harga awal) dapat dianggap valid (Gambar 8). Dengan diperolehnya perangkat K d dan G d versus porositas yang dianggap valid untuk skala sumuran (Gambar 8) maka korelasi V p poisson ratio porositas saturasi air untuk struktur TX dapat dibuat (Gambar 9). Catatan: V p diekspresikan dalam bentuk impedansi akustik Gambar 8. Modulus bulk kering (Kd) dan modulus shear kering (Gd) vs. porositas akhir yang dianggap valid untuk data log struktur TX. Gambar 9. Model hubungan antara kecepatan gelombang P (dinyatakan dalam AI, Poisson ratio, porositas, dan saturasi air untuk data log. (AI) yang merupakan produk dari perkalian V p dengan rapat massa (ρ b ). Dengan diperolehnya korelasi pada Gambar 9 maka profil sifat mekanika batuan, dalam hal ini poisson ratio, dapat dibuat (Gambar 10). Dengan diperolehnya hubungan K d dan G d versus

16 86 Gambar 10. Profil Poisson ratio (V) untuk sumur TX 9. porositas yang sudah valid untuk tingkat sumur (Gambar 8) maka kecepatan rambat gelombang S (V s ) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2) dengan mengasumsi G adalah sama dengan G d untuk porositas yang sama. Asumsi ini dapat dibenarkan untuk diambil Gambar 12. Profil Young s modulus (E) untuk sumur TX 9 karena G memang secara teoritis tidak berubah dengan ada atau tidak adanya cairan di dalam rongga pori batuannya. Gelombang S memang tidak dapat merambat melalui fluida. Gambar 11 memperlihatkan hasil profil V s untuk sumur TX 9. Dengan menggunakan persamaan (3) dan (4) Gambar 11. Profil kecepatan gelombang S (Vs) untuk sumur TX 9 Gambar 13. Profil bulk modulus (E) untuk sumur TX 9.

17 87 maka profil Young s modulus dan bulk modulus untuk sumur tersebut (Gambar 12 dan 13) dapat dihasilkan. Penerapan Neural Network untuk Menghasilkan Log Akustik Sintetik Seperti telah dinyatakan sebelumnya, masukan utama bagi pemodelan dengan menggunakan model Gassmann adalah kecepatan rambat gelombang P (V p ) yang diperoleh dari data waktu rambat ( t p ) survei log akustik. Dalam studi yang menggunakan 4 sumur sebagai studi kasus, tiga sumur memiliki log akustik yaitu TX 7ST, TX 9, dan TX 12 dan satu sumur tidak memilikinya yaitu TX 4. Sesuai dengan pendekatan yang diambil untuk studi ini, yaitu pemakaian teori Gassmann untuk memprediksi sifat-sifat mekanika dari batuan reservoir, log akustik adalah masukan utama yang diperlukan. Tidak dimilikinya log akustik oleh sumur TX 4 adalah suatu hambatan terhadap aplikasi dari pendekatan yang diambil dalam studi ini. Untuk itu perlu dicari suatu cara untuk menghasilkan suatu jenis log akustik sintetik yang dapat dipercaya tingkat kebenarannya. Salah satu cara untuk mengatasi hal ini adalah dengan menerapkan pendekatan analitik yaitu memakai teori perambatan gelombang akustik seperti halnya teori Gassmann. Tetapi teori Gassmann inilah yang justru dipakai untuk memperoleh modulus-modulus elastik yang diinginkan dengan memakai log akustik, data yang justru tidak ada, sebagai masukan utamanya. Dengan demikian perlu dicari suatu alternatif pendekatan lain. Hal yang menarik perhatian dari sumur TX 4 ini, dan juga tentu sumur-sumur yang memiliki data yang minim, bahwa ia masih memiliki data-data lain (log SP, log resistivity, dan satu jenis log porositas yaitu log densitas) yang dapat dipastikan sama-sama memiliki keterkaitan secara kausatif dengan sifat-sifat fisik dan mekanika dari batuan yang sedang distudi. Dengan demikian, adalah suatu hal yang masuk akal bahwa satu cara yang dapat digunakan untuk merealisasikan hal ini adalah dengan cara mempelajari pola hubungan antara keluaran survei log akustik dengan log-log (maupun keluarannya) yang lain. Pola hubungan yang sudah dipelajari dan dianggap valid kemudian akan dipakai untuk menghasilkan data profil log akustik sintetik bagi sumur-sumur yang tidak memiliki data log akustik. Log akustik sintetik inilah yang kemudian dijadikan input utama model Gassman (yang telah dianggap valid) bagi estimasi profil sifat mekanika di sumur. Untuk itu maka pendekatan soft computing dengan menggunakan artificial neural network (ANN) diambil. ANN yang digunakan pada studi ini adalah jaringan supervised backpropagation. Backprogation adalah suatu algoritma yang dikendalikan oleh suatu gradien yang dipakai untuk mengestimasi koefisien-koefisien (kekuatan hubungan antara neuron) dengan jalan meminimumkan suatu fungsi kesalahan. Detil-detil teknis secara lebih dalam dapat dilihat pada Bishop 1995). Sumur-sumur TX 7ST, TX 9 (sumur yang dipakai uji coba untuk penentuan profil sifat mekanika batuan), dan TX 12 dipakai sebagai sumur-sumur yang akan memberikan data-data yang diperlukan bagi pemelajaran pola hubungan. Dalam operasinya, ANN memiliki tiga tahap yang harus dilakukan secara berturutan. Tahap pertama adalah tahap pembelajaran (training stage) di mana ANN akan dipaksa untuk mempelajari pola hubungan antara porositas neutron, saturasi air, kandungan serpih, dan rapat massa (densitas) dengan waktu rambat ( t p ) log akustik pada ketiga sumur training di atas. Pada tahap kedua, yaitu tahap validitas, ANN akan dipakai untuk memberikan estimasi atas log akustik sintetik pada sumur-sumur yang dipakai dalam tahap pembelajaran. Pada tahap ketiga, tahap prediksi, ANN yang telah dianggap valid akan dipakai untuk menghasilkan log akustik untuk sumur yang tidak memiliki log akustik dalam hal ini sumur TX 4. Dalam prakteknya, data dari ketiga sumur yang tersebut diatas dipakai dalam tahap pembelajaran di mana jumlah hidden layer yang ada dalam ANN dibatasi untuk tidak lebih dari 8 saja. (Hal ini disebabkan oleh suatu kenyataan bahwa dengan makin banyaknya hidden layers maka ANN akan makin dapat dengan detil mempelajari pola dari hubungan antar data. Tetapi di sisi lain, dengan makin mendetilnya pola yang dapat dipelajari oleh ANN, ANN akan kehilangan kemampuannya untuk melihat pola hubungan secara lebih umum. Hal ini biasanya

18 88 ditandai dengan training error yang sangat kecil tapi dengan kesalahan prediksi yang besar.) Dalam studi ini akhirnya diperoleh jumlah hidden layer sebanyak 6 yang memberikan training error di bawah 2% atau sekitar 1 2 mdetik/kaki. Dalam tahap ke dua, yaitu tahap validasi, masing-masing sumur yang datanya dipakai untuk training masing-masing diberi estimasi log akustik sintetiknya. Dari hasil yang diperoleh, perbedaan antara t p estimasi (calculated) dan pengamatan (observed) tidaklah terlalu besar dan masih dalam ambang yang bisa diterima (< 1-2%). Akurasi ini dapat dimengerti karena ANN telah dapat mempelajari pola hubungan dengan baik, dengan jumlah hidden layer yang tidak terlalu besar sehingga dapat diharapkan hasil prediksi yang cukup akurat. Dengan demikian ANN dapat dianggap siap pakai untuk memprediksi log akustik sintetik bagi sumur TX 4. Pada tahap prediksi, data porositas (data ini mungkin bahkan tidak ada untuk sumursumur di tempat lain di Indonesia), saturasi air, dan data log lainnya dari sumur TX 4 dipakai sebagai masukan. Dengan memakai pola hubungan yang telah dipelajari maka ANN memberikan data t p log akustik yang diinginkan untuk selang kedalaman asal data-data masukan yang dipakai. Gambar 14 menyajikan hasil yang diperoleh, yang disajikan bersama dengan data Gambar 14. Contoh log akustik sintetik (kiri) hasil penerapan ANN (sumur TX 4). Disajikan bersama dengan log density untuk membuktikan konsistensinya. log densitas (density log) untuk kedalaman yang sama. Terlihat dengan jelas konsistensi antara kedua kurva dimana menurunnya rapat massa (ρ b ) dibarengi dengan membesarnya t p yang merefleksikan porositas batuan yang membesar, dan demikian juga sebaliknya. Dari hasil yang diperoleh, terlihat manfaat yang sangat besar dari ANN untuk memberikan data sintetik bagi loglog yang tidak pernah dilakukan surveinya. IV. Pembahasan Lanjut Dalam menerapkan prosedur dan metode ini dalam kegiatan praktis sehari-hari memang membutuhkan data yang memadai dan aktivitas yang cukup intensif dalam pemodelan ANN. Keberadaan data pengukuran laboratorium atas percontoh memang akan sangat membantu karena sifat datanya yang dapat diukur dengan tingkat keakuratan yang tinggi sehingga memberikan first guess hubungan properti kering elastik versus porositas yang baik. Hal ini akan membantu sekali dalam membimbing bentuk hubungan tersebut pada saat pemodelan naik ke tingkat sumur. Meskipun demikian, jika data pengukuran laboratorium yang dibutuhkan tersebut tidak tersedia maka pemodelan ANN bisa langsung menuju pemodelan dengan menggunakan data log pada sumur kunci. Dalam keadaan seperti demikian hubungan properti elastik versus porositas tetap dapat dibuat dengan mengacu pola hubungan seperti yang tersaji pada Gambar 6. Dengan mempergunakan hubungan tersebut sebagai first guess, modifikasi tetap dapat dilakukan sejalan dengan pemodelan ANN yang dilakukan atas data log sumur. Untuk penelitian pada tahap ini, penelitian baru dilakukan pada tahap penerapan model untuk menghasilkan data profil properti elastik pada sumur-sumur TX yang tidak memiliki data log properti elastik batuan. Dengan demikian maka perbandingan antara properti elastik hasil perhitungan dengan menggunakan model ANN dan properti elastik dari log properti elastik (misal: Mechpro Schlumberger) tidak dapat dilakukan. Untuk tahap lanjut penelitian, perlu diperoleh sumur yang memiliki data ini sehingga dapat dipelajari apa kelebihan dan kekurangan dari pendekatan ini. Seperti halnya properti elastik batuan yang dihasilkan dari data kecepatan gelombang akustik,

19 89 maka profil properti elastik batuan reservoir yang dihasilkan dari model masih bersifat properti elastik dinamis dan belum bersifat properti elastik statik yang merupakan data yang dibutuhkan dalam berbagai aplikasi mekanika batuan di sumur. Data tersebut umumnya diperoleh dari pengujian kompresi atas percontoh batuan yang dilakukan di laboratorium. Properti elastik statik inilah yang merupakan properti elastik yang sebenarnya. Dengan demikian, penelitian lanjut dari studi juga dapat diarahkan menuju penciptaan suatu metode untuk mengkonversi properti elastik dinamik yang sudah dapat dihasilkan dari studi ini menjadi properti elastik statik yang siap pakai. V. Kesimpulan Dari studi yang telah dilakukan dapat ditarik beberapa kesimpulan utama yaitu 1. Sebuah prosedur untuk menghasilkan profil data sifat mekanika (modulus elastik) batuan telah dapat dihasilkan. Prosedur tersebut merupakan kombinasi antara pengukuran di laboratorium atas sampel batuan, pemodelan matematis dengan menggunakan teori perambatan gelombang, dan penerapan artificial neural network (ANN). Rangkuman dari prosedur yang diusulkan dapat dilihat pada Lampiran. 2. Pemodelan pada tingkat laboratorium lebih mudah daripada pemodelan pada tingkat sumuran. Heterogenitas batuan dan perbedaan resolusi dari alat alat log sumur adalah penyebab utamanya. 3. Kesulitan dalam pemodelan dengan menggunakan model Gassmann dapat diatasi dengan menyeleksi data dan menyingkirkan data-data yang terlalu jauh menyimpang dari kaidah-kaidah normal hubungan antara data. 4. Kesulitan dalam proses training dalam penerapan ANN sebaiknya diatasi dengan cara menyeleksi data secara lebih seksama daripada dengan cara menambah jumlah hidden layer secara membabi buta. 5. Kurva-kurva K dan G versus porositas d d yang terakhir digunakan, setelah beberapa kali modifikasi selama proses pemodelan, adalah hasil utama dari pemodelan itu sendiri karena darinya dapat dihasilkan kecepatan gelombang P (V p ) dan kecepatan gelombang S (V s ) sintetik yang dapat dipakai menghasilkan semua modulus elastik yang diperlukan. Daftar Pustaka Birch, F. (1961). The Velocity of Compressional Waves in Rocks to 10 Kilobars (Part II). Journ. Geophys. Res., 66, Bishop, C.M. Neural Network for Pattern recognition, Oxford University Press, London, Charlez, P., Saleh, K. and Despax, D. (1987). The Fracmeter: A New Numerical Method to Evaluate the State of Stress and the Elastic Properties of Rocks. SPE 15773, presented at 5 th SPE Middle East Oil Show, Manama- Bahrain, March Domenico, S.N. (1976). Effect of Brine-gas Mixture on Velocity in An Unconsolidated Sand Reservoir. Geophysics, 41: Ellis, D.V. (1987). Well Logging for Earth Scientists. Elsevier Sc. Publ., New York, Amsterdam, London. Gassmann, F. (1951). Elastic Waves Through a Packing of Spheres. Geophysics, 16: Gebrande, H., Kern, H. and Rummel, F. (1982). Elasticity and Inelasticity. In: Landolt- Bornstein Numerical Data and Functional Relationships in Science and Technology (K. H. Hellwedge, ed), New Series; Group V. Geophysics and Space Research, Vol. 1 Physical Properties of Rocks, Subvolume b, Springer-Verlag Berlin, Heidelberg, New York. Gregory,A.R.: Fluid Saturation Effects on Dynamic Elastic Properties of Sedimentary Rocks, Geophysics, (1976) 41, Harrison, A.R., Randall, C.J., Aron, J.B., Morris, C.F., Wignall, A.H., Dworak, R.A., Rutledge, L.L. and perkins, J.L. (1990). Acquisition and Analysis of Sonic Waveforms from a Borehole Monopole and Dipole Source for the Determination of Compressional and Shear Speed and Their Relation to Rock Mechanical Properties and Surface Seismic Data. SPE 20557, 65 th Annual technical Conference and Exhibition, New Orleans, September

20 90 Johnston, D.H., Toksoz, M.N. & Timur, A. (1979). Attenuation of Seismic Waves in Dry and Saturated Rocks: II. Mechanisms. Geophysics, 44: King, M.S., 1966: Static and dynamic elastic moduliof rocks under pressure. Proc. 11th US Symp. On Rock Mechanics, p King, M.S., 1970: Static and Dynamic Elastic Moduli of Rocks Under Pressure. Proceeding 11th US Symposium on Rock Mechanics, p Montmayeur, H. and Graves, R.M. (1986). Prediction of Static Elastic/mechanical Properties of Consolidated and Unconsolidated Sands From Acoustic measurements: Correlations. SPE 15644, presented at 51 st Annual Technical Conference and Exhibition of the Society of Petroleum Engineers, New Orleans, October 5 8. Munadi, S. & Saptono, F.: Rock elastic compressibility as a potential indicator for gas detection in limestone, (in Bahasa Indonesia), Proceeding, 18 th National Symposium on Physics, (April 2000), Timur, A.: Acoustic Logging, in Petroleum Engineering Handbook by H.W. Bradley (editor-in-chief), Chapter 51, First printing, Society of Petroleum Engineer, Richardson, TX USA (1987). White, J.B. (1983). Underground Sound. Elsevier, New York. Widarsono, B. and Saptono, F. (2000) A New Method in Preparing Laboratory Core Acoustic Data for Assisting Seismic-based Reservoir Characterization, Proceedings, extended abstract presented at the 2000 Symposium of Society of Core Analyst (SCA/SPWLA), Abu Dhabi. Wren, A.E.: Seismic techniques in cardian exploration, Jour. of Can. Soc. Expl. Geoph., (1984) 20,

21 91 Lampiran Prosedur yang diusulkan untuk menghasilkan data modulus elastik dari sumursumur dengan data minim dapat dirangkum sebagai: 1. Persiapan sampel batuan. Sampel diambil secara teliti dengan memperhatikan keterwakilan dari selang porositas dan variasi litologi yang ada. 2. Pengukuran di laboratorium. Pengukuran sifat fisik dasar batuan seperti porositas dan saturasi air. Pengukuran waktu rambat gelombang P ( t p ) dan S ( t s ) pada berbagai tingkat saturasi air (S w ) yang kemudian dikonversikan menjadi kecepatan rambat (V p dan V s ). Impedansi akustik (AI) dan modulus elastik seperti Young s modulus, Poisson ratio, shear modulus, dan bulk modulus kemudian dihitung. 3. Pemodelan atas data laboratorium. Pemodelan dengan teori/model Gassmann (atau model lainnya) dilakukan untuk menghasilkan hubungan AI Poisson ratio porositas saturasi air untuk batuan yang diuji. Data bulk modulus kering (K d ) dan shear modulus kering (G d ) versus porosity pada saat model hubungan dinyatakan valid (validitas dicapai jika kecocokan antara S w yang dihasilkan model Gassmann dengan S w terukur) dapat dipakai pada pemodelan atas data log sumur sebagai first guess. 4. Penciptaan log akustik sintetik. Jika pada beberapa sumur tidak memiliki log akusti (masukan utama untuk model Gassmann) maka artificial neural network (ANN) dapat dipakai. Untuk itu harus dipilih satu atau lebih sumur yang memiliki data log akustik disamping data log lainnya. Kemudian dilakukan tahap training atas data-data tersebut untuk membuat ANN dapat mengerti pola hubungan antara log akustik dengan log-log lainnya. Kesulitan dalam mencapai tingkat training error yang cukup rendah (sebaiknya < 0,5% atau lebih kecil) sebaiknya dicapai dengan tidak menggunakan hidden layer yang terlalu besar (sebaiknya tidak lebih dari 6 8) tetapi dengan menyeleksi dan mengoreksi data dengan seperlunya sesuai dengan kaidah hubungan antar data yang berlaku. Pada tahap berikutnya, tahap validasi, ANN diaplikasikan untuk memberi estimasi data log sintetik untuk sumur-sumur yang dipakai dalam training, Validitas tercapai jika data estimasi dan data log akustik yang sebenarnya memperlihatkan kecocokan yang memadai. Tahap akhir adalah tahap estimasi, dimana ANN diaplikasikan untuk menghasilkan log akustik sintetik untuk sumur-sumur yang tidak memiliki data survei log akustik dengan data masukan data log-log lain yang dimiliki sumur-sumur tersebut. 5. Pemodelan atas data log sumur. Pemodelan serupa dengan pemodelan data laboratorium dengan teori/model Gassmann (atau model lainnya) dilakukan untuk menghasilkan hubungan AI Poisson ratio porositas saturasi air untuk data-data log yang sumurnya hendak diberikan profil modulus elastik. Data bulk modulus kering (K d ) dan shear modulus kering (G d ) versus porosity dari laboratorium dipakai sebagai first guess. G d dapat dianggap sama dengan shear modulus untuk batuan tersaturasi fluida (G). Data tersebut diubaha-ubah sambil perbandingan dilakukan dengan cara melihat kecocokan antara S w yang dihasilkan model Gassmann dengan S w yang dihasilkan oleh log analisis). Validitas dapat dianggap tercapai jika kecocokan antara kedua harga S w dapat mencapai tingkat yang dapat diterima. Pada tingakat validitas tersebut diperoleh kurva K d dan G d versus porositas yang valid untuk tingkat sumuran dan dapat dipakai untuk aplikasi-aplikasi tingkat sumur. 6. Penentuan profil data Poisson ratio. Profil Poisson ratio ditentukan dengan memasukkan data porositas, saturasi air, dan impedansi akustik (AI = V p. ρ b ) kedalam model AI Poisson ratio porositas saturasi air yang telah dianggap valid. Kecepatan rambat gelombang S (V s ) juga dapat ditentukan dengan menggunakan kurva G d versus porositas yang telah valid sehingga profil besaran-besaran modulus elastik yang lain dapat ditentukan.

22 92

23 Penentuan Gas Content Dengan Menggunakan Data Logging Pada Sumur Gas Metana Batubara (CBM) Asri Nugrahanti (1), Ratnayu Sitaresmi (2) Teknik Perminyakan, Fakultas Teknologi Kebumian Dan Energi, Universitas Trisakti (1) (2) Telp.: (1) , (2) Sari Data Logging dapat digunakan untuk menentukan coal thickness dan gas content pada sumur atau interval lapisan batubara yang tidak di-core. Analisa dari hasil Logging dapat diperoleh lebih cepat dan relatif lebih murah dari pada melaksanakan coring dan menganalisanya di laboratorium. Selain itu juga lapisan permeabel dapat diprediksi dari pengaruh invasi mud filtrat yg terdeteksi di microlog atau resistivity log. Kata kunci: Coalbed Methane, Gas Content, Logging Abstract Wireline loggs can be used to estimate coal parameters such as thickness and its gas content in CBM wells or in un-cored coal intervals. In some circumstances, well log analysis can be considered faster and cheaper rather than taking the core samples and then performing analysis in the laboratory. In addition, coal permeable zones could be predicted from the effects of mud filtrat invasion which can be detected from Microlog or any other types of resistivity logs. Keywords: Coalbed Methane, Gas Content, Logging I. Pendahuluan Gas alam adalah salah satu sumber energi yang relatif ramah lingkungan dan telah digunakan cukup lama, baik sebagai sumber energi maupun sebagai bahan baku untuk industri petrokimia dan industri lainnya. Sebelum ditemukan teknologi Gas Metana Batubara atau Coalbed methane (CBM), gas alam yang kita kenal saat ini, walaupun sebagian ada yang bersumber dari batubara, pada umumnya gas alam dieksploitasi dan diproduksi dari reservoir gas alam. Namun dengan meningkatnya kebutuhan energi, salah satu sumber alternatif gas alam adalah metana yang bersumber dari batubara (CBM). Seperti yang tercantum dalam Permen ESDM no. 36 tahun 2008 bahwa CBM adalah gas bumi (hidrokarbon) dengan gas metana merupakan komponen utamanya yang terjadi secara alamiah dalam proses pembentukan batubara (coalification) dalam kondisi terperangkap dan terserap (terabsorbsi) didalam batubara dan/atau lapisan batubara. Sehingga pada dasarnya CBM adalah sama seperti gas alam konvensional yang kita kenal saat ini, namun perbedaannya adalah CBM berasosiasi dengan batubara sebagai source rock dan reservoirnya. CBM pertamakali dikenal karena keberadaannya menimbulkan masalah dalam penambangan bawah tanah. Apabila CBM terganggu keberadaannya misalnya berasosiasi dengan oksigen maka dapat meledak, karena itu perlu dihindari. Adapun jumlah kandungan gas metana pada lapisan batubara adalah bervariasi. Namun dalam dua dekade terakhir ini, industri minyak di Amerika Serikat cukup jeli melihat adanya peluang bisnis yang menguntungkan untuk mengeksploitasikan gas metena batubara tersebut, karena cukup hanya menggunakan sumur-sumur dangkal (berkisar 600 sampai 900 meter) namun berpeluang mempunyai masa produksi yang panjang (long well life). Sebenarnya di Indonesiapun mengenal CBM sudah dipelajari cukup lama, namun tidak dikembangkan mengingat pada waktu itu harga 93

24 94 minyak bumi maupun gas masih relatif murah. Semenjak harga minyak bumi melambung maka teknologi memproduksi gas alam yang bersumber dari CBM terus dikembangkan. Informasi dan data-data awal yang diperlukan untuk evaluasi kelayakan mengeksploitasikan CBM tidak berbeda jauh dengan kelayakan untuk mengeksploitasikan reservoir-reservoir gas alam yang kita kenal di dunia perminyakan dewasa ini, yaitu berapa besar jumlah cadangan (gas in place) nya, berapa banyak gas yang bisa diproduksikan dan dengan laju produksi berapa besar, lalu berapa kira-kira biaya mengeksploitasikan gas tersebut. Perbedaan menyolok adalah pada karakteristik lapisan batubara yang bertindak sebagai reservoir gas metana, yang ternyata secara dramatis berbeda jauh dari karakteristik reservoir klasik, yang seperti kita ketahui merupakan batuan inter-granular atau inter-crystalline. Memahami bagaimana lapisan batubara berfungsi sebagai reservoir sangat penting dalam upaya mengembangkan cara atau metode untuk menentukan jumah kandungan metana di dalam lapisan batubara menggunakan pengukuran wireline logging. Kajian ini membahas metoda bagaimana beberapa sample yang telah diukur kandungan gasnya di laboratorium dapat digunakan untuk menentukan kandungan gas bagi sumur lain yang tidak dilakukan sampling dengan menentukan hubungan kandungan gas dengan density batubara yang diperoleh dari data log. Nilai cut-off untuk menentukan ketebalan didasarkan pada densitas lapisan dari data log. Langkah-Langkah untuk menentukan kandungan gas metana batubara menggunakan wireline logging dari suatu lapisan batubara, antara lain : Tahap 1 adalah mempelajari kembali informasi yang telah tersedia tentang karakteristik batubara (coal properties) di area geografis/ formasi geologi yang diinginkan. Tahap 2 adalah mengumpulkan data wireline log, data contoh batuan (core) dari sumur (well) yang baru dibor. Tahap 3 adalah menganalisa data core, log, dan menentukan jumlah kandungan gas menggunakan analisa logging. Pre-drilling Data Sources Data struktur, stratigrafi, dan ketebalan batubara relatif dikenal disebabkan oleh banyaknya hasil studi geologi. Gross-thickness dan kandungan non-batubara di zona batubara dapat ditentukan dengan well log dari sumur yang dibor lebih dalam. Kandungan gas-content belum bisa ditentukan dari log-log ini, kecuali telah dilakukan pemeriksaan laboratorium atas sampel batubara dari daerah ini, sehingga dapat diketahui karakteristiknya, yaitu antara lain data kandungan gas-content-nya. Sample Collection and Gas content Estimates Analisa laboratorium lengkap (Major Laboratory Analysis) atas sampel batubara biasanya mencakup pengukuran-pengukuran karakteristik sebagai berikut: Proxymate Analysis : mengukur ash, FC (Fixed Carbon) dan FM (Fixed Material), Ultimate Analysis : mengukur prosentase berat dari atom-atom pembentuk batubara, Desorption Tests: mengukur gas content per satuan berat sampel batubara, dan Maceral Tests: mengukur jumlah dan menentukan tipe microscopic coal constituent yang terdapat pada sampel batubara. Obyektif utama dalam pengumpulan sampel batubara adalah memperkirakan in-situ gas content (gas volume/rock mass ratio). Perkiraan akurat dari coal-gas content perlu pengukuran wellsite dari volume gas yang dilepaskan dari sampel batubara. Tipe-tipe sampel batubara yang bisa didapatkan antara lain: shaleshaker drill cutting; conventional core; drilled sidewall core; wireline-retrieveable core; dan pressure core. Tujuan utama untuk pengumpulan sampel batubara adalah untuk pengukuran Gas Storage Capacity, deskripsi natural fracture geometry, laboratory flow experiment, dan untuk menentukan coal rank dan komposisi batubara. Ada dua metode yang tersedia secara umum untuk evaluasi ini: metode langsung [USBM] dan metode Smith and Williams. Kedua metode ini mengasumsikan bahwa difusi batubara terjadi dari sampel yang bulat-penuh dan prosesnya adalah isothermal. Asumsi kedua adalah metode langsung berasumsi bahwa konsentrasi gas eksternal langsung berkurang hingga mendekati nol. Ini sama dengan berasumsi bahwa tekanan sampel langsung berubah dari kondisi reservoir menjadi

25 95 kondisi atmosfir. Asumsi ini tidak dapat dibuat untuk sampel batubara yang didapat dari mud coring. Teknik Smith and Williams mencoba memperhitungkan perubahan tekanan secara perlahan tetapi tetap terbatas kepada asumsi bahwa perubahan terjadi secara linear perubahan ini biasanya tidak terjadi secara linear. Teknik ini juga berasumsi bahwa sampel telah tersaturasi oleh gas dan kapasitas penyimpanan coal-gas adalah fungsi linear dari tekanan reservoir dan kondisi atmosfir. Besarnya kandungan gas dari suatu lapisan batubara bervariasi dari suatu tempat tergantung komposisinya yang juga merefleksikan besarnya densitas. Dengan demikian dapat ditentukan densitas maksimum dari batu bara yang masih mempunyai gas content. II. Analisa Core Key well merupakan sumur yang telah dicore pada tahap awal program pengembangan untuk memperoleh data yang dipaparkan. Pada Tabel 1 menjelaskan tipe-tipe serta tujuan dari pengukuran core batubara. Tujuan utama dari analisis core untuk memperkirakan laju produksi gas (gas production rate) dan laju produksi air (water production rate) secara akurat. Analisis kepentingan sekunder dibutuhkan untuk berbagai tujuan & direkomendasikan untuk semua sampel key well. Studi untuk menentukan gas content dan coal rank direkomendasikan untuk setiap sumur CBM. Analisis-analisis ini, ditandai dengan asterisk (*) di Tabel 1, akan dilakukan bersamaan dengan drill cutting untuk routine well dan core sample serta cutting untuk key well. Penggunaan Wireline Well Logging Untuk Menentukan Gas content Cara wireline-logging menginter pretasikan coalbed methane adalah melalui pengukuran bulk density. Data bulk density ini selanjutnya digunakan untuk menentukan ash content dan coal rank. Data ash content dan coal rank tersebut selanjutnya dipakai untuk menghitung gas content menggunakan persamaan: Tabel 1. Core analyses Core analysis Purpose Importance Lithotype Description Data Core description/photographs Lithology Secondary Polished block descriptions Composition Secondary /fracture frequency Maceral composition* Coal composition Primary Bulk Volume Data Porosity CAT-scan bulk density PV compressibility Water production prediction Depth shifting /sample selection Water production prediction Primary Secondary Secondary Coal Characterization Data Proximate* Coal composition/ Primary rank Ultimate Coal composition/ Secondary rank Vitrinite reflectance* Coal rank Primary Gas content Data Gas desorption measurements* Gas content Primary Sorption isotherm Storage capacity Primary Fracture/Cleat Data Fracture orientation Cleat geometry Primary Fracture spacing/apeture Cleat geometry /permeability Primary Mechanical Property Data Triaxal/unixial stress** Anelastic strain recovery Mechanical properties Secondary In-situ strain orientation Secondary Transmissivity Data Relative permeability Permeability Primary *Recommended for routine application on drill cuttings or other samples on all wells. **Recommended when hydraulic-fracture stimulation is planned Gc = x f ad (ash fraction dry)(scf/ton)... (1) f ad = (Rhob-Rhocoal)/(Rhoash-Rhocoal)... (2) Sedangkan untuk menentukan Gas Storage Capacity dan Gas In Place dapat menggunakan persamaan : G = x A x h x Rhob x Gc (scf)... (3) Gs = VLx(1-f ad)x(p/(p+pl)) (scf/ton)... (4)

26 96 Tabel 2. Hasil analisa perbandingan antara densitas ash dengan coal. Coal Density Ash Density Regression Well (gr/cc) (gr/cc) Coefficient Hamilton No ± ±0.12 0,989 Northeast Blanco Unit No ± ±0.17 0,965 Southern Ute-Mobil ± ±0.09 0,965 All data 1.21± ±0.06 0,96 Tabel 3. Beberapa alat logging yang digunakan untuk menentukan lapisan batubara. Log Type Purpose Importance Lithotype Logs Mud log* Correlation/lithology Secondary Photoelectirc factor** Lithology/ash and gas Secondary content Spontaneous potential Lithology/correlation Tertiary Gamma ray**, Lithology/correlation Secondary Natural gamma spectroscopy** Lithology/clay typing Tertiary Schlumberger geochemical/carbon oxygen Lithology/clay typing Tertiary Porosity Logs Neutron** Lithology/correlation Secondary High resolution density**, Ash and gas content/porosity Primary Conventional sonic Porosity Tertiary Dual induction** Dual laterolog Shall resistivity** Microlaterolog (microlog)**, Schlumberger dipmeter/ formation microscanner Electromagnetic propagantion Long spaced with wave form, Schlumberger borehole televiwer Resistivity Logs Sand hydrocarbon saturations Sand hydrocarbon saturation Sand hydrocarbon saturation Permeability Depositional environment Sand hydrocarbon saturation Sonic Logs Mechanical properties/permeability Fracture identification Tertiary Tertiary Tertiary Primary Tertiary Tertiary Secondary Tertiary Borehole Condition Logs Caliper**, Hole geometry Secondary Cable tension**, Data quality control Tertiary sampai dengan 5 ft, maka untuk mendapatkan hasil pengukuran yang akurat (reliable), telah digunakan seperangkat alat wireline logging dengan high vertical resolution, sebagai berikut : CALI, yaitu density caliper, SGR, yaitu total Gamma Ray count rate in API, DRHO, yaitu differential bulk density, PEF, yaitu photoelectric measurement, TENS, yaitu cable tension, RHOB, yaitu standard vertical resolution bulk density, dan NRHO, yaitu alpha process bulk density, untuk vertical resolution enhancement. Berdasarkan data-data pengukuran wireline logging hingga saat ini, maka dapat disimpulkan bahwa seperangkat alat logging yang terdiri dari NGS, LDT, CNL, merupakan kebutuhan minimal yang bisa memberikan hasil kwantitatip yang cukup akurat untuk menentukan besarnya gas content di lapisan batu bara, terutama apabila lapisan batubaranya tidak terlalu tipis (lebih kurang > 1 ft). Gas content dari hasil pengukuran wireline logging tersebut ditentukan sebagai berikut : dengan bantuan ELAN, dari hasil pengukuran bulk density, dan sebagainya yang diperoleh dari wireline logging survey tersebut dihitung besarnya ash, VC, VM. Harus ada pengukuran laboratorium atas core batubara dari daerah terkait, yang memberikan data kwantitatip besarnya ash, VC, VM dan gas content, serta rumus hubungan matematik yang menyatakan hubungan besarnya ash, VC dan VM content vs. Gas content. (lihat Tabel 4, untuk Black Warrior Basin). Dengan penggunaan rumus matematik tersebut, dan dengan menggunakan harga besaran ash, VC, VM yang diperoleh dari log (ELAN) maka dapat ditentukan besarnya gas content dari pengukuran wireline logging. Hal ini dapat dilihat pada tampilan rekaman log hasil poses COALAN pada Gambar 5 dan 6. Schlumberger wireline formation tester Pressure Pressure/permeabilty Secondary *Recommended when coring or when logging is not performed. **Recommended for coal and interbedded rock evaluation. Recommended for coal evaluation only. Recommended when running in-situ stress test for stimulation design. Pengukuran wireline-logging di Black Warrior Basin di Alabama, di mana lapisan batubaranya sangat tipis, yaitu dari kurang lebih 1 inch

27 97 Tabel 4. Hubungan antara ash,vc,vm vs gas content. Sample No. Coal Location (County and State) Pittsburgh Pittsburgh Pittsburgh Pittsburgh Pocahontas No.3 Pocahontas No.4 Upper Freeport Upper Freeport Upper Freeport Lower Freeport Lower Kittanning Lower Kittanning Beckley Caslegate Mammoth Sewell No. 5 Block Rosebud Somerset B Mary Lee Mary Lee Mary Lee Marion, WV Greene, PA Washington, PA Washington, PA Buchanan, VA Wyoming, WV Indiana, PA Indiana, PA Indiana, PA Indiana, PA Cambria, PA Cambria, PA Raleigh, WV Carbon, UT Schuylkill, PA Randolph, WV Boone, WV Rosebud, MT Gunnison, CO Jefferson, AL Walker, AL Jefferson, AL Gambar 1. Contoh hasil rekaman log GR dan density. Proximate Analysis, pct Fixed Volatile Moisture Ash Carbon Matter Gambar 2. Perbandingan antara core dan log derived ash content.

28 98 Gambar 3. Perbandingan antara core dan log derived gas content. Gambar 6. Hasil CoalAN terdiri dari depth, caliper, GR, volumes, estimated proximate analyses, gas content and cleats porosity. Gambar 4. Hasil perbandingan log derived ash, fc dan gas content vs core measurement. Gambar 7. Perbandingan antara log derived vs core measured gas content. Gambar 5. Hasil CoalAN terdiri dari depth, caliper, GR, volumes, estimated proximate analyses dan gas content.

29 99 Penentuan Gas Content Pada Lapisan Batubara Menggunakan Wireline log crossplot antara densitas sampel dengan densitas log dan selanjutnya dapat ditentukan nilai cut-off untuk menentukan ketebalan lapisan. IV. Kesimpulan 1. Wireline log dapat digunakan untuk menentukan coal thickness dan gas contentnya pada sumur atau interval lapisan batubara yang tidak di-core. 2. Dengan membuat hubungan antara log derived dengan core dapat menghasilkan suatu persamaan empiris yang dapat digunakan pada sumur lain yang tidak mempunyai core, sehingga gas content dapat diketahui. 3. Nilai cut-off density ditentukan untuk mendapatkan harga ketebalan lapisan untuk digunakan dalam menentukan Gas In-Place. Daftar Pustaka : III. Pembahasan Untuk menentukan gas content pada sumur yang tidak di-core maka digunakan metode korelasi yaitu dengan membuat hubungan antara densitas batubara yang diperoleh dari log dengan gas content. Untuk itu perlu dilakuan pengujian kandungan gas dari beberapa sample dengan desorption test. Selanjutnya densitas dan komposisi sampel batubara ditentukan dengan dengan proximate analysis. Dari kedua hubungan tersebut, dibuat Colson, J.L., Evaluating Gas content of Black Warrior Basin Coalbeds From Wireline log Data, SPE, Schlumberger Well Services., July/August Hawkins,J.M., Schraufnagel, R.A., Olszewski, A.J., SPE 24905,1992. Mavor. M.J. Formation Evaluation of Exploration Coalbed-Methane Wells, SPE Formation Evaluation, December Ego Syahrial, Pilot Proyek CBM Lapangan Rambutan dan R&D CBM Seminar Nasional Menyikapi Krisis Energi Nasinal dengan Energi Terbarukan CBM, FTKE-Usakti, 20 Mei A. Edy Hermantoro, Program Pengembangan Coalbed Methane (CBM) / Gas Metana Batubara di Indonesia, Seminar Nasional Menyikapi Krisis Energi Nasinal dengan Energi Terbarukan CBM, FTKE-Usakti, 20 Mei Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pengusahaan Gas Metana Batubara.

30 100

31 Sari Studi Laboratorium Peningkatan Perolehan Gas Metana Batubara Melalui Pendekatan Kapasitas Adsorpsi Langmuir dari CO 2 Utomo P. Iskandar (1), Kosasih (2), Usman Pasarai (3) (1) (2) (3) Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS (1) utomo@lemigas.esdm.go.id, (3) upasarai@lemigas.esdm.go.id Telp. (3) Karbon dioksida yang diinjeksikan ke dalam coal seams akan mengalir masuk ke dalam cleat system dari batubara dan berdifusi ke coal matrix dan teradsorpsi pada permukaan mikropori batubara, dan pada akhirnya membebaskan atau mendesak gas metana yang memiliki afinitas yang rendah terhadap batubara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah gas metana batubara yang akan terdesak akibat dari injeksi CO 2 melalui pendekatan dengan kapasitas adsorpsi langmuir dari CO 2 untuk 4 sampel yang diambil dari seam yang berbeda pada lapangan Rambutan, Sumatera Selatan. CBM rig digunakan untuk melakukan pengukuran isothermal adsorption. Terdapat 4 variasi temperatur yang digunakan selama eksperimen berlangsung yaitu, 49, 50, 51, dan 62 C untuk mencerminkan kondisi masing-masing coal seams sebenarnya di lapangan. Tekanan yang digunakan saat eksperimen bermula dari 123 sampai dengan kpa agar CO 2 berada dalam fasa superkritis. Pemodelan dilakukan dengan persamaan Langmuir untuk menggambarkan jumlah fasa yang teradsorpsi terhadap tekanan. Dari ke-empat seam yang diuji tersebut, memiliki kapasitas adsorpsi CO 2 dalam rentang 22,18-34,12 m3/t dry-ash-free basis. Kapasitas adsorpsi CO 2 ini lebih tinggi ratarata sekitar 3 kali dari kapasitas adsorpsi CH 4 yang pernah diukur pada penelitian sebelumnya. Dengan menggunakan konsep dan data hasil percobaan bahwa setiap 3 molekul CO 2 dapat menggantikan dan/atau mendesak 1 molekul CH 4 yang teradsorp pada matriks batubara maka dari hasil ini dapat disimpulkan injeksi CO 2 kedalam lapisan batubara sedikitnya mampu me-recover 7,39-11,37 m3/t gas metana batubara, yang mana pada umumnya batubara dapat mengandung metana sekitar 25 m3/t. Kata kunci: Enhanced Coal Bed Methane (ECBM), Injeksi CO 2, Kapasitas Adsorpsi Langmuir. Abstract The CO 2 injected at the coal seams will flow into the cleat system and difusse to the coal matrix and eventually adsorbed on micropore. As a result, this process displaces and releases the adsorbed CH 4 due to lower affinity. This study aims to determine the amount of CH 4 displaced by CO 2 injection through Langmuir adsorption capacity of CO 2 approach using 4 core coal samples taken from Rambutan Field, South Sumatera. The experiment was carried out using CBM rig to measure the isothermal adsorption. To mimic the in-situ reservoir condition, 4 different temperatures, 49, 50, 51, and 62 C respectively, were set up correspond to each seam condition. Since the injection of CO 2 will be in the supercritical phase, experimental pressure were gradually increased from 123 until kpa. Langmuir equation is used to model the adsorbed phase versus pressure. The adsorption capacity from 4 samples is in the range m 3 /t dry-ash-free basis. This capacity is much higher, about three times from the CH 4 adsorption capacity. By using the concept and the experiment results that every 3 molecules of CO 2 are able to displace and/or replace single molecule of adsorbed CH 4 on the coal matrix, this study may conclude that injection of CO 2 into the coal seams can recover minimum m 3 /t of CH 4 while in general coal seam can contain around 25 m 3 /t of CH 4. Keywords: Enhanced Coal Bed Methane (ECBM), CO 2 Injection, Langmuir Adsorption Capacity 101

32 102 I. Pendahuluan Sebuah studi yang dilakukan oleh ARI (Advance Resources International) bekerjasama dengan Ditjen Migas dan Asian Development Bank (ADB) menunjukkan bahwa Indonesia memiliki potensi sumberdaya CBM yang berlimpah, yaitu sekitar 453 Tcf. Walaupun pengembangan CBM baru dimulai pada beberapa tahun terakhir, tetapi hasil pilot test yang dilakukan oleh LEMIGAS memperlihatkan ekstraksi jenis sumber unconventional gas bisa dilakukan. Tipikal recovery gas metana yang dapat diperoleh dari kegiatan ekstraksi suatu coal seam dengan cara dewatering dan depressurisation berkisar 40-50% dari gas in place. Dengan menginjeksikan CO 2 kedalam lapisan coal seam yang sedang diekstraksi tadi memungkinkan untuk meningkatkan perolehan gas metana dan sekaligus menyimpan CO 2. Teknik produksi dengan injeksi CO 2 ini dikenal dengan Enhanced Coal Bed Methane (ECBM), yang mana pada waktu yang bersamaan CO 2 yang diinjeksikan akan mendesak dan menggantikan gas metana yang teradsorpsi pada batubara. Dengan menggunakan teknik ini mampu menaikan recovery sampai % gas metana batubara. Hal ini dikarenakan afinitas dari batubara yang lebih tinggi terhadap CO 2 dibandingkan dengan metana sehingga mampu mengabsorpsi sebesar dua kali dari volume gas metana. Produksi gas metana batubara telah dilakukan secara intensif di Amerika dan di lain tempat, tetapi sejauh ini hanya ada satu proyek ECBM skala pilot yang telah dilaksanakan yaitu di Allison Unit di New Mexico, USA dengan lebih dari ton CO 2 telah diinjeksikan dalam periode 3 tahun. Selain ittu terdapat juga micropilot field test yang berada di Alberta (Canada) yang dilakukan oleh the Alberta Research Council (Gunter et al., 1997, 1998). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah gas metana batubara yang akan terdesak akibat dari injeksi CO 2 melalui pendekatan dengan kapasitas adsorpsi langmuir dari CO 2 untuk 4 sampel yang diambil dari seam yang berbeda pada Lapangan Rambutan Sumatera Selatan. Beberapa variasi variabel dilakukan untuk menyerupai keadaan sebenarnya di lapangan. Rancangan Penelitian Sebagaimana yang telah dikemukan sebelumnya bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui informasi kapasitas adsorpsi gas CO 2 pada coal seam dari lapangan rambutan sumatera selatan yang pada nantinya akan digunakan untuk memprediksi seberapa besar perolehan gas metana. Prinsip yang digunakan adalah menggunakan batubara sebagai adsorben CO 2 dengan kondisi eksperimen yang disesuaikan dengan kondisi lapangan. Gambar 1. memperlihatkan langkah-langkah yang dilalui pada penelitian ini sebagaimana yang terangkum pada butir-butir berikut: -- Pemilihan coal seam yang sesuai untuk ECBM. Preparasi sampel yang meliputi grinding dan saturasi. -- Uji adsorpsi isotermal. -- Analisa dan pengolahan data. Gambar 1. Diagram alir penelitian

33 103 II. Permodelan Adsorpsi Isotermal Langmuir Banyak model teori dan empiris telah dikembangkan untuk menerangkan berbagai adsorpsi isotermal. Pada saat ini, tidak ada satupun persamaan yang dapat menerangkan seluruh mekanisme dengan sempurna. Namun terdapat beberapa model yang lazim dapat digunakan yang salah satunya adalah Langmuir. Langmuir isotermal (Bond, 1987; Maron dan Lando 1974) dikembangkan oleh Irving Langmuir pada tahun 1916 untuk menggambarkan hubungan permukaan yang ditutupi oleh gas adsorbat pada tekanan gas di atas permukaan pada temperatur yang tetap. Pemodelan adsorpsi CO 2 dengan Langmuir paling banyak digunakan untuk memodelkan adsorpsi gas pada permukaan solid maupun porous. Selain itu model Langmuir adalah yang paling sesuai untuk memodelkan adsorpsi fisika dan juga mampu memodelkan adsorpsi kimia Pada adsorpsi isotermal Langmuir, tipe adsorpsi isotermis yang digunakan adalah tipe I. Beberapa asumsi yang ada bila menggunakan persamaan Langmuir adalah: Adsorben dilapisi satu lapisan molekul gas adsorbat (unimolekular atau monolayer) Molekul teradsorpsi tidak bebas bergerak pada permukaan Tidak ada interaksi lateral di antara molekulmolekul adsorbat Entalpi adsorpsi sama untuk semua molekul Model ini menggambarkan bahwa pada temperatur dan tekanan tertentu serta setelah beberapa waktu yang cukup, fasa yang teradsorp dan fasa gas bebas berada dalam kesetimbangan kinetik, sebagai contoh laju adsorpsi dan desorpsi dari batubara adalah sama (Laxminarayana dan Crossdale, 1999). Persamaan umum yang biasa digunakan pada Model Langmuir adalah: p y = 1 b + P a a... (1) Persamaan diatas dapat ditulis ulang sebagai berikut: V VL p = p + P L... (2) Parameter langmuir ini ditentukan dengan prosedur least square fitting (Busch, et al., 2003). Kemudian untuk kalkulasi volume gas yang teradsorp berdasarkan persamaan keadaan (equation of state) untuk gas nyata yang ditulis sebagai berikut: n ads Pi P = RT eq V Preparasi Sampel... (3) Sampel batubara harus diuji pada kondisi dimana memiliki kandungan properties yang sama dengan kondisi saat di coal seam sehingga eksperimen yang dilakukan dapat merefleksikan keadaan sebenarnya. Batubara merupakan adsorben bagi CO 2 pada penelitian ini sedangkan CO 2 bersifat sebagai adsorbat. Preparasi adsorben merupakan hal yang terpenting apabila kita ingin mempelajari adsorpsi. Terlebih lagi jika kita ingin bekerja dengan permukaan yang bersih maka ini merupakan sebuah kewajiban untuk menghilangkan pengotor yang tertinggal pada permukaan adsorben. Preparasi adsorben ini dilakukan untuk mengaktivasi sampel batubara agar siap digunakan sebagai adsorben. Proses preparasi ini merupakan proses fisika yang tidak melibatkan reaksi kimia yang dialami oleh sampel batubara. Tujuan utama dari preparasi sampel batubara ini adalah: Menghilangkan impurities agar diperoleh kapasitas adsorpsi yang akurat Memperluas permukaan batubara agar kesetimbangan adsorpsi cepat tercapai. Agar dapat mengkondisikan batubara sedemikian rupa, maka metode preparasi sampel yang digunakan adalah gabungan dan modifikasi metode Vacuum crushing- High temp outgassing. Prinsip utama dari vacuum crushing adalah mencacah permukaan solid untuk memproduksi bubuk dengan butiran yang halus sehingga akan meningkatkan rasio permukaan terhadap volume dan menghilangkan gas yang terperangkap pada butiran sampel. Kemudian High temp outgassing pada dasarnya menghilangkan pengotor/kontaminasi pada permukaan yang awalnya terkontaminasi dengan suhu tinggi guna menghilangkan zat/impurities dan gas yang volatile. Langkah terakhir yang perlu dilakukan adalah dengan mensaturasi sampel sesuai dengan temperatur di coal seam agar memiliki

34 104 kandungan kelembapan yang sama pada kondisi yang sebenarnya. Langkah lengkapnya dapat dlihat pada Gambar 2. dimana kesetimbangan massa gas yang diadsorpsi diukur secara tidak langsung dengan mengukur variasi tekanan gas di dalam cell sebelum dan Gambar 2. Proses preparasi sampel batubara Uji Adsorpsi Isotermal CO 2 Penelitian ini menggunakan peralatan CBM Rig yang telah dirancang oleh Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation (CSIRO) untuk melakukan pengukuran adsorpsi isotermal (Gambar 3). Berbeda dengan uji adsorpsi methane, pada uji adsorpsi CO 2 diperlukan sebuah gas pressure booster untuk meningkatkan tekanan di dalam reference cell yaitu pada saat variasi tekanan mulai dari 8 MPa. Hal ini disebabkan tekanan tabung gas sudah menurun sehingga tidak mampu mencapai tekanan variasi yang kita inginkan. Menurunnya tekanan tabung gas diperkirakan akibat dari tingginya adsorpsi CO 2 sehingga kebutuhan jumlah CO 2 pun meningkat Prinsip uji adsorpsi isotermal yang bekerja pada CBM Rig ini berdasarkan metode volumetrik. Metode ini memiliki mekanisme sesudah batubara tersaturasi oleh gas. Selain itu, diasumsikan pula pada kondisi ini mempunyai persamaan keadaan tertentu untuk gas yang berada dalam apparatus (Mavor et al, 1990). Kriteria Coal Seam Untuk ECBM Proses ECBM hanya dapat diaplikasikan pada coal seams yang memiliki permeabilitas yang cukup dikarenakan peningkatan tekanan membuat adsorpsi CO 2 meningkat dari 2 mol per mol metana pada kedalaman 700 meter sampai dengan 5 mol per mol metana pada kedalaman 1500 meter. Disamping itu kedalaman coal seam sebaiknya tidak lebih dalam dari 2000 meter karena peningkatan temperatur membatasi jumlah kandungan metana yang akan diekstraksi dan dengan semakin bertambahnya kedalaman, kompaksi mengakibatkan permeabilitas dari

35 105 coal seam berkurang. Kandungan gas metana pada coal seam yang dalam dapat bervariasi dari 5-25 m 3 /t coal dan ketebalannya pun beragam, sehingga mengakibatkan potensi CBM per sumur akan bervariasi dengan faktor 5 kalinya atau lebih. (IEA, 2004) Perlu diketahui juga bahwa kriteria yang paling diinginkan untuk ECBM adalah kriteria yang paling tidak diinginkan untuk CO 2 storage yaitu, cadangan coal seam yang dangkal. Kriteria berikut ini harus dipenuhi ketika melakukan screening untuk ECBM: Memiliki reservoir yang homogen, menerus secara lateral, dan secara vertikal terisolasi dari strata sekelilingnya. Memiliki sedikit patahan dan lipatan. Mempunyai permeabilitas minimal 1-5 md. Memiliki kandungan metana yang tinggi. Secara stratigrafi memiliki coal seams yang terkonsentrasi daripada multiple thin seams. Terdapat infrastruktur ( pipeline) dan ketersedian CO 2. Salah satu kendala utama dari ECBM adalah permeabilitas coal yang rendah dan beragam. Selain itu coal juga cenderung swelling ketika kontak dengan CO 2. Densitas CO 2 Injeksi CO 2 bisanya dilakukan pada kedalaman 700 m atau lebih, yang mana pada kedalaman tersebut temperatur dan tekanan disekitarnya membuat CO 2 berubah menjadi fasa liquid atau superkritis. Pada keadaan superkritis (temperatur = 31,1 C dan tekanan = 72,9 atm) menghasilkan properties yang tidak lazim dimana CO 2 mengadsopsi properties antara liquid dan gas. Pada kondisi ini densitas CO 2 berada dalam rentang 50 sampai 80% dari densitas air. Berada dalam fasa yang leibh padat memungkinkan untuk meningkatkan efisiensi pendesakan dan penyapuan (displacement dan sweeping) dari gas metana yang terperangkap di cleat system dan macropore. Oleh karena itu, dalam memodelkan persamaan adsorpsi Langmuir diperlukan nilai densitas CO 2 yang akurat. Untuk menghasilkan densitas pada keadaan termodinamika seperti ini memerlukan sebuah persamaan keadaan (equation of state (EOS)) yang dapat mengakomodasi temperatur dan tekanan tinggi. Maka digunakanlah EOS yang dikembangkan oleh Span dan Wagner (1995) yang mampu mengakomodir kondisi superkritis. Formula baru yang dikembangkan oleh Span dan Wagner dituangkan dalam persamaan keadaan yang eksplisit dalam bentuk Helmholtz Energy, yang didesain untuk mengatasi kelemahan-kelemahan dari persamaan-persamaan keadaan sebelumnya terutama pada daerah kritis. Kapasitas Adsorpsi CH 4 Vs. CO 2 CO 2 yang diinjeksikan melalui sumur akan mengalir dalam cleat system dari batubara dan berdifusi ke coal matrix, teradsorpsi pada permukaan mikropori batubara, dan pada akhirnya membebaskan atau mendesak gas metana yang memiliki afinitas yang rendah terhadap batubara (Gunter et al., 1997a; Bradshaw & Rigg, 2001; IPCC, 2005). Terdapat tiga macam penyimpanan CO 2 pada coal seam yang pada akhirnya bermuara pada pendesakan gas metana, yang pertama CO 2 dapat disimpan sebagai gas fasa bebas di rongga pori, sebagai gas dalam larutan atau langsung teradsorpsi pada permukaan retakan (cleats) di batubara. Terjebaknya CO 2 pada coal seams utamanya disebabkan oleh adsorption trapping yang mana bergantung pada jenis gas, temperatur, tekanan, coal rank, tingkat kelembaban, maceral composition and mineral matter content (White et al., 2005a). Adsorpsi CO 2 pada batubara memiliki komponen waktu yang kuat, karena sejak awal adsorpsi sejumlah gas tertentu dapat diikuti dengan absoprsi (penetrasi molekul gas ke dalam massa) dan penyusunan ulang batubara (White et al., 2005a). Batubara dapat mengadsorpi dan mendifusi gas metana dengan kuat sampai 25 m 3 /ton pada kondisi normal pada tekanan coal seam. CO 2 memiliki afinitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan metana. Pada umumnya rasio ini berkisar 2:1, dan akan lebih tinggi lagi pada batubara peringkat rendah (Burruss, 2003). Pada Gambar 4 dan 5 menunjukkan hasil eksperimen laboratorium yang menggambarkan kemampuan adsorpsi batubara terhadap CO 2 versus CH 4 yang berasal dari lapangan Rambutan. Pada Gambar 3. dan 4. terlihat bahwa kapasitas simpan CO 2 lebih besar dari CH 4 pada sampel batubara yang sama. Diperkirakan rata-rata sekitar 3 kali batubara yang ada di lapangan Rambutan mampu mengadsorpsi CO 2 dibandingkan dengan CH 4. Pada umunya rata-

36 106 Gambar 3. Skema alat CBM Rig Gambar 4. Kapasitas adsorpsi CO 2 versus CH 4 di Seam 2 rata kapasitas adsorpsi CO 2 pada batubara yang mature untuk batubara jenis bituminous adalah 1,5 sampai 2 kali dari CH (Faiz et al., 2007; 4 Saghafi et al., 2007). Sedangkan dari kedua plot data diatas menunjukkan nilai yang lebih dari itu. Hal ini dikarenakan jenis batubara yang terdapat pada lapangan rambutan adalah sub-bituminous (low rank coal) (DIPA, 2007) yang mana hal ini selaras sebagaimana yang dilaporkan di penelitian lainnya (CSLF, 2008) yang menyatakan bahwa rasio volumetrik CO 2 :CH 4 berkisar pada rentang yang rendah untuk batubara yang mature seperti

37 107 Gambar 5. Kapasitas adsorpsi CO 2 versus CH 4 di Seam 3 antrasit dan sampai 10 kali lebih (10 kali sorption capacity CO 2 terhadap CH ) pada yang immature 4 seperti lignit. Walaupun pada awalnya lower rank batubara memiliki total gas content yang lebih rendah karena immaturity-nya tetapi batubara dengan peringkat yang lebih rendah (lower rank) dan dangkal dapat berpotensi mengadsorpsi lebih besar. Bahkan pada beberapa kasus bahkan sorption capacity untuk CO 2 dapat melebihi dari 10% berat (Day et al., 2008). Gambar 6. berikut ini menunjukkan contoh kapasitas adsorpsi batubara yang mature pada salah satu lapangan di Australia, gambar tersebut memperlihatkan rasio volumetrik CO 2 :CH adalah 2:1 (IPCC, 2005). 4 Besarnya kapasitas adsorpsi yang dimiliki oleh CO 2 ini salah satunya disebabkan CO 2 memiliki moment dipole yang lebih besar dari CH 4. Gambar 6. Pure gas absolute adsorption pada Tiffany coals pada suhu 55 C

38 108 CO 2 memiliki perbedaan keelektronegatifan yang lebih besar sehingga atom-atomya membentuk 2 kutub dengan muatan yang berlawanan (δ+ dan δ-) yang menyebabkan terbentuknya suatu dipol. Semakin besar perbedaan keelektronegatifan atom-atom dalam suatu molekul, menyebabkan molekul tersebut bersifat semakin polar. Lain halnya dengan CH 4 dimana tidak ada perbedaan keelektronegatifan (perbedaan keelektronegatian = 0), sehingga tidak terbentuk muatan / dipol. Hal ini disebabkan bahwa molekul CH 4 merupakan senyawa yang memiliki bentuk molekul simetris sehingga bersifat non-polar ( org). Estimasi Perolehan Gas Metana Ke-empat seam yang diuji tersebut, memiliki kapasitas adsorpsi CO 2 dalam rentang 22,18-34,12 m 3 /t dry-ash-free basis (DAF). Dengan membandingkan data hasil percobaan sebelumnya dengan yang sekarang yaitu untuk kapasitas adsorpsi CH 4 dengan CO 2, maka didapatkan korelasi bahwa rata-rata kapasitas adsorpsi CO 2 lebih tinggi 3 kali dibandingkan CH 4. Kemudian dengan menggunakan korelasi tersebut dan mengaplikasikannya ke dalam konsep bahwa molekul CO 2 dapat menggantikan atau mendesak molekul yang memiliki afinitas yang lebih rendah terhadap batubara (metana) (IPCC, 2005), maka gas metana yang mampu diperoleh dapat diketahui. Dengan demikian diperoleh hubungan bahwa 3 molekul CO 2 dapat menggantikan atau mendesak 1 molekul CH 4 (rasio volumetrik CO 2 :CH 4 = 3:1). Dengan menggunakan pendekatan ini maka dapat diestimasi rentang perolehan dari metana yaitu berkisar antara 7,39-11,37 m 3 /t. III. Diskusi Dalam tertiary recovery dengan metode injeksi gas, terdapat beberapa jenis gas yang dapat dijadikan sebagai pendesak diantaranya, N2, hidrokarbon, dan CO2. CO2 dipilih sebagai fluida pendesak dianggap lebih praktis karena tidak bersifat flammable dan tidak beracun serta ketersediaannya yang siap pakai dan melimpah dari hasil proses industri dan antropogenik lainnya. Selain itu CO2 juga secara alami terdapat pada formasi geologi. Dalam perspektif mitigasi perubahan iklim, penggunaan CO2 untuk diinjeksi pada formasi geologi merupakan salah satu usaha untuk menurunkan emisi gas rumah kaca. Sedangkan injeksi CO2 untuk kepentingan perolehan gas pada coal seam lebih disukai lagi karena sifat dari CO2 sendiri yang memiliki afinitas yang lebih tinggi dari CH4 sehingga gas metana yang teradsorpsi pada mikropori tidak hanya terlepas karena tekanan injeksi dari CO2 tetapi juga tergantikan oleh CO2 karena afinitasnya yang lebih tinggi. Pada umumnya kemampuan batubara untuk menarik (mengadsorpsi) molekul CO2 dibandingkan CH4 memiliki rasio berkisar 2:1, dan akan lebih tinggi lagi pada batubara low rank (Burruss, 2003). Karena batubara yang terdapat di lapangan rambutan tergolong dalam kategori sub-bituminous (low rank coal) maka rasionya memang lebih tinggi dan hal ini kemudian dibuktikan dari dari hasil eksperimen yaitu sekitar 3 kali. Maka rasio volumtrik adsorpsi CO2 vs CH4 untuk coal seam dilapangan Rambutan adalah 3:1. Rasio ini lebih besar bila dibandingkan batubara mature pada salah satu lapangan di Australia, yang mana adalah 2:1 (Gambar 6). Dari sisi diameter molekul, jelas terlihat bahwa kemampuan CO2 sebagai fluida pendesak paling efektif karena dari ukurannya untuk masuk dan mencapai mikropori yang ditempati oleh CH4, bila dibandingkan N2, CH2 dan CO2 ketiga molekul tersebut memiliki ukuran diameter berturut-turut 3,6, 3,8 dan 3,3 ( CH4 yang dapat diperoleh dengan reservoirpressure depletion hanya sekitar 50% sedangkan dengan injeksi CO2 (ECBM) dapat mencapai 90% dari gas yang teradsorpsi. Dari eksperimen terdahulu diketahui bahwa volume CH4 yang teradsorpsi dari keempat seam yang sama berada dalam rentang maksimum 3,53-15,79 m3/ ton. Sedangkan kapasitas adsorpsi dengan CO2 berkisar 22,18-34,12 m3/t. Dari perbandingan keduanya diperoleh rasio adsorpsi sekitar 1:3. Jika diasumsikan CO2 dapat mendesak dan menggantikan CH4, maka maksimum sepertiga gas metana dapat direcover dengan injeksi CO2 yaitu, berkisar antara 7,39-11,37 m3/t. Jika kapasitas adsorpsi maksimum dari CH4 sebesar 15,79 m3/ton dan dengan reservoir-pressure depletion hanya dapat diproduksikan sekitar 50%-nya saja yaitu 7,89 m3/ton maka dengan menggunakan rasio adsorpsi dan displacement CH4:CO2 tersebut, CH4 yang dapat direcover maksimum 11,37 m3/t atau meningkat menjadi

39 109 72%. Pada penelitian ini model Langmuir digunakan dalam menggambarkan kapasitas adsorpsi dikarenakan kemampuannya yang paling sesuai untuk memodelkan adsorbat dalam hal ini yang ditutupi oleh lapisan monolayer adsorben, CH4. Kami berpendapat bahwa CH4 yang teradsorpsi pada permukaan batu bara terdiri dari molekul tunggal yang tidak bertumpuk. Pada model adsorpsi isotermis BET (Breunauer- Emmet-Teller) lebih menggambarkan adsorpsi multilayer. Akan tetapi kekurangannya dalam aplikasi adsorpsi CO2 yang memungkinkan molekulnya untuk tersusun menjadi multilayer tidak dapat diakomodasi oleh model Langmuir. IV. Kesimpulan Secara umum coal seams yang berada di lapangan Rambutan memiliki kriteria yang sesuai untuk ECBM. Penentuan densitas yang akurat terutama pada temperatur dan tekanan tinggi memainkan peranan penting dalam estimasi kapasitas simpan adsorpsi suatu batubara dimana persamaan keadaan Span dan Wagner merupakan yang paling tepat dalam mengkalkulasi hal ini karena telah mampu mengkomodir properti CO 2 pada kondisi kritis. Dari ke-empat seam yang diuji, memiliki kapasitas adsorpsi CO 2 dalam rentang 22,18-34,12 m 3 /t dry-ash-free basis Dengan membandingkan data hasil percobaan sebelumnya dengan yang sekarang yaitu kapasitas adsorpsi CH 4 dengan CO 2, maka didapatkan korelasi bahwa rata-rata kapasitas adsorpsi CO 2 lebih tinggi 3 kali dibandingkan CH 4 (rasio volumetrik CO 2 :CH 4 = 3:1). Menggunakan konsep bahwa molekul CO2 dapat menggantikan atau mendesak molekul yang memiliki afinitas yang lebih rendah terhadap batubara (metana) (IPCC, 2005) dan mengaplikasikan data rasio volumetrik hasil percobaan, rentang perolehan dari metana dapat diestimasi yaitu berkisar antara 7,39-11,37 m 3 /t Nomenklatura a dan b adalah konstanta a = k.b b = k 1 /k 2 dengan k 1 adalah konstanta proporsionalitas dan k 2 adalah konstanta laju evaporasi V = gas yang teradsorp (volume gas per unit massa batubara, mmol/g) P = tekanan gas (Mpa) VL dan PL = Langmuir parameter n ads = jumlah molekul yang teradsorpsi (mmol) Pi = Pi = tekanan awal setiap tahapan (Kpa) Peq = tekanan kesetimbangan (Kpa0 R = 8,314 Kpa.m 3 /kmol.k T = temperatur absolut (K Daftar Pustaka Anggara, F., Sasaki, K., Amijaya, H., Sugai, Y., and Setijadji, L.D., CO 2 Injection In Coal Seams, An Option For Geological CO 2 Storage and Enhanced Coal Bed Methane Recovery (ECBM), Proceedings Indonesian Petroleum Association Thirty- Fourth Annual Convention & Exhibition, May, Amijaya, H., and Littke, R., Microfacies and depositional environment of Tertiary Tanjung Enim low rank coal, South Sumatra Basin, Indonesia, International Journal of Coal Geology 61, pp Bachu, S., Screening and ranking of sedimentary basins for sequestration of CO 2 in geological media in response to climate change, Environmental Geology Bae, J.S., and Bhatia, S.K., High-Pressure Adsorption of Methane and Carbon Dioxide on Coal, Energy & Fuels 2006, 20, Book: Introduction to Heterogenous Catalyst Book: Surface Catalysis CCS National Workshop, 2008, Summary of Carbon Capture and Storage National Workshop, Jakarta October CO2CRC, Storage Capacity Estimation, Site Selection and Characterisation for CO 2 Storage Projects, Cooperative Research Centre for Greenhouse Gas Technologies, Canberra. CO2CRC Report No. RPT DOE, Carbon Sequestration Atlas II of The United States and Canada, US Department

40 110 of Energy Office of Fossil Energy and National Energy Technology Laboratory DIPA, Penelitian Penentuan Peringkat Potensi CBM, Fessenden and Fessenden, Kimia Organik: Jilid 2 Edisi Ketiga, Erlangga Forbes, S.M., and Ziegler, M.S., Carbon Dioxide Capture and Storage and the UNFCCC: Recommendations for Addressing Technical Issues, WRI Issue Brief, IEA, Energy Technology Analysis: Prospects of CO 2 Capture and Storage, IPCC, Special report on Carbon Dioxide Capture and Storage, Prepared by Working Group III of the Intergovernmental Panel on Climate Change [Metz, B., O. Davidson, H.C. de Coninck, M. Loos and L.A. Meyer (eds.)]. Cambridge University Press, Cambridge, UK Krooss, B.M., van Bergen, F., Gensterblum, Y., Siemons, N., Pagnier, H.J.M., and David, P., High-pressure methane and carbon dioxide adsorption on dry and moisture-equilibrated Pennsylvanian coals, International Journal of Coal Geology 51, Levy, J., and Saghafi, A., CSIRO Volumetric of Gas Adsorption Measurement, CSIRO Investigation Report ET/IR 806R. July, Massarotto, P., Golding, S.D., Bae, J.S., Lyer, R., and Rudolph, V., Changes in Reservoir Properties From Injection of Supercritical CO 2 Into Coal Seams: A Laboratory Study, International Journal of Geology 82, Reeves, S., D. Davis and A. Oudinot. A Technical and Economic Sensitivity Study of Enhanced Coalbed Methane Recovery and Carbon Sequestration in Coal. DOE Topical Report, March, Saghafi, A., and Hadiyanto. Methane storage properties of Indonesian tertiary coals, Proceedings of the Southeast Asian Coal Geology Conference, Bandung, pp Span, R., and Wagner, W., A New Equation of State for Carbon Dioxide Covering the Fluid Region from the Triple-Point Temperature to 1100 K at Pressures up to 800 Mpa, J. Phys. Chern. Ref. Data, Vol. 25, No Sosrowidjojo, IB., and Saghafi, A., Development of the first coal seam gas exploration in Indonesia: Reservoir properties of the Muaraenim Formation, South Sumatra, International Journal of Coal Geology 79, p Treybal, R.E., Mass-Transfer Operations, McGraw Hill International Editions

41 Studi Laboratorium Peningkatan Perolehan Reservoir Minyak Dengan Injeksi Polimer Edward ML Tobing Peneliti Madya Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS Jl. Ciledug Raya Kav.109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan Sari Tahap awal studi laboratorium untuk peningkatan perolehan pada lapangan minyak T adalah melakukan penyaringan metoda Enhanced Oil Recovery (EOR). Hasil penyaringan tersebut menunjukkan bahwa metoda yang cocok adalah dengan menginjeksikan larutan polimer kedalam reservoir minyak. Studi laboratorium tersebut terdiri dari uji kompatibilitas air formasi dan air injeksi, uji penyaringan polimer dan uji core flooding. Hasil uji kompatibilitas antara air formasi dan air injeksi menunjukkan bahwa campuran air formasi dan air injeksi tidak membentuk endapan baru. Uji penyaringan polimer dilakukan terhadap 2(dua) jenis polimer polyacrylamide C-750 dan 720H adalah uji Rheology, uji thermal stability, uji filtrasi, dan uji adsorpsi statik. Berdasarkan keempat uji tersebut, dipilih polimer polyacrylamide C-750 dengan konsentrasi 1200 ppm yang selanjutnya digunakan dalam uji core flooding. Pengujian core flooding dirancang 3(tiga) tahap secara berurutan, yaitu tahap pertama menginjeksikan air sebanyak 1,3 PV, kemudian dilanjutkan tahap kedua menginjeksikan larutan polimer dengan konsentrasi 1200 ppm sebanyak 0,4 PV, dan tahap ketiga kembali menginjeksikan air sebanyak 0,5 PV. Kumulatif perolehan minyak dari uji core flooding tersebut sebanyak 68,36 % OOIP. Kata kunci : Studi laboratorium, injeksi polimer, perolehan minyak Abstract The first stage in the plan to improve recovery of T field is implementation of enhanced oil recovery (EOR) screening. The screening shows that the most suitable method for the field is polymer injection. In the laboratory, a series of tests is utilized including formation water injection water compatibility test, polymer screening test, and core flooding. Results of formation water injection water compatibility test proves that no additional precipitation occurs upon contacts between the two waters. The polymer screening tests that includes rheology, thermal stability, filtration, and static adsorption tests on two (2) types of polymer - polyacrylamide C-750 and C-720H, reveals that C-750 with 1200 ppm concentration performs better than the other candidate. Consequently, this polymer is used in the core flooding test. The core flooding test itself consists of three subsequent stages; injection of 1.3 PV water, injection of 0.4 PV 1200 ppm polymer solution, and is ended with injection of 0.5 PV water. The test results in cumulative recovery of 68.36% of OOIP. Key words : Laboratory study, polymer injection, oil recovery I. Pendahuluan Dengan bertambahnya waktu produksi suatu reservoir minyak, maka produktivitasnya akan semakin berkurang. Hal ini karena berkurangnya energi atau tekanan reservoir yang diperlukan untuk mengalirkan minyak ke sumur produksi secara alamiah seiring dengan waktu produksi. Untuk dapat memproduksikan minyak setelah energi alamiah reservoir berkurang diperlukan usaha pengurasan tahap lanjut (secondary recovery) secara intensif. Usaha tersebut diantaranya adalah dengan menginjeksikan air, yang ditujukan untuk mempertahankan tekanan reservoir dan mendorong minyak tersisa setelah tahap awal pengurasan. Pada beberapa reservoir minyak, injeksi air ini amat efisien. Namun karena viskositas air lebih 111

42 112 rendah dari vikositas minyak, maka kemungkinan terjadinya fingering amat besar dimana fluida pendesak bergerak mendahului fluida yang didesak, sehingga efisiensi penyapuan minyakpun menjadi kurang efektif. Efektifitas penyapuan dapat ditingkatkan dengan menambahkan polimer ke dalam air injeksi agar mobilitas air injeksi mengecil. Injeksi air yang telah ditambahkan polimer tersebut dikenal sebagai injeksi polimer, dimana metode ini merupakan salah satu metode Enhanced Oil Recovery (EOR). Diharapkan larutan polimer dengan mobility rendah akan mendorong minyak ke sumur produksi, sehingga peningkatan perolehan minyak dapat dicapai bila harga mobility ratio antara air dan minyak menurun. Polimer adalah zat kimia dengan rantai panjang dan mempunyai berat molekul yang besar. Kemampuan polimer untuk meningkatkan perolehan minyak sangat dipengaruhi oleh karakteristik aliran larutan polimer di dalam media berpori. Karakteristik alirannya dipengaruhi oleh sifat polimer sebagai fluida non-newtonian dan sifat polimer itu sendiri yang terdiri dari molekul berat. Selain itu karakteristik aliran polimer juga dipengaruhi oleh jarak antar molekul, kandungan ion, konsentrasi larutan serta faktor lingkungan seperti karakteristik batuan reservoir, salinitas, dan suhu. Lapangan T adalah lapangan minyak tua yang diproduksikan sejak tahun 1948 terletak di cekungan Sumatera Selatan. Reservoir minyak produktif pada lapangan ini terdiri dari 4(empat) reservoir, dan yang menjadi fokus dalam studi laboratorium ini adalah reservoir A. Berdasarkan metoda volumetrik, diperkirakan awal isi minyak di tempat (Original Oil In Place) dari reservoir A sebanyak 101,61 juta bbl. Prakiraan pengambilan maksimum dengan metoda material balance diperoleh sebanyak 26,45 juta bbl atau sekitar 26,03 % dari awal isi minyak di tempat. Produksi kumulatif minyak yang diproduksikan dari reservoir ini sampai dengan akhir tahun 2011 sebesar 25,33 juta bbl. Dengan demikian minyak yang masih tertinggal di dalam reservoir sebesar 76,27 juta bbl, yang kemudian menjadi target untuk diproduksikan dengan menerapkan teknologi EOR. Studi laboratorium ini meliputi: (1) analisis sampel fluida minyak dan air, serta batuan inti (2) uji kompatibilitas, (3) Rheology polimer, (4) uji thermal stability, (5) uji filtrasi, (6) uji adsorpsi statik dan terakhir (4) uji core flooding. Dengan uji core flooding tersebut, maka didapat kumulatif perolehan minyak berdasarkan rancangan injeksi fluida dengan metoda injeksi polimer. II. Penyaringan Metoda EOR Tahap awal studi laboratorium injeksi polimer pada reservoir A adalah melakukan penyaringan dari beberapa metoda EOR yang ada, sehingga Tabel 1. Hasil penyaringan metoda injeksi polimer pada reservoir A. No Karateristik Fluida dan Batuan Reservoir Kriteria Penyaringan Metoda Injeksi Polimer Keterangan 1 Gravity Minyak o API > 15 Memadai Untuk 2 Viskositas Minyak cp < 150, > 10 Injeksi Polimer 3 Saturasi Minyak % 61 > Jenis Batuan SS/CB SS Disukai SS 5 Permeabilitas rata-rata md > Kedalaman ft, ss 3666 < 9,000 7 Suhu Reservoar o F 177 < Tekanan Reservoar psig Porositas rata - rata % Saturasi air rata - rata % 28 = Disarankan untuk harga karakteristik reservoir yang lebih tinggi = Disarankan untuk harga karakteristik reservoir yang lebih rendah 80 = Harga rata-rata karakteristik reservoir yang digunakan

43 113 Tabel 2. Analisis air formasi Kation Anion mg/l me/l mg/l me/l Fe ++ = = CO 3 = Mg ++ = = SO 4 = Ca ++ = HCO 3 = 4, Na + = 2, Cl - = 9, Ba ++ = Specific Gravity, 60/60 o F = - 77 o F = 8.05 Conductivity = ms/cm TDS (Total Dissolved Solids) = 13,900 mg/l Resistivity (ohm-mater) = O F Tabel 3. Analisis air injeksi Kandungan Padatan Kandungan Padatan Kation Anion mg/l me/l mg/l me/l Fe ++ = CO3 = = Mg ++ = SO4 = = Ca ++ = HCO3 - = 2, Na + = 2, Cl - = 10, Ba ++ = Specific Gravity, 60/60 o F = - 77 o F = 8.30 Conductivity = ms/cm TDS (Total Dissolved Solids) = 13,400 mg/l Resistivity (ohm-mater) = o F diperoleh salah satu metoda yang memadai untuk diterapkan. Langkah kerja penyaringan tersebut dilakukan dengan cara membandingkan data karakteristik fluida dan batuan reservoir A terhadap kriteria penyaringan metode EOR yang dikembangkan oleh J.J Taber dan F.D Martin 2). Metoda yang telah dikembangkan tersebut mengacu pada beberapa proyek injeksi polimer yang telah sukses diterapkan. Karakteristik fluida dan batuan reservoir yang digunakan sebagai parameter pembanding adalah o API gravity minyak, viskositas minyak, saturasi minyak, jenis batuan reservoir, permeabilitas rata-rata batuan, kedalaman formasi, suhu reservoir, tekanan reservoir, porositas, dan saturasi air. Data karakteristik fluida dan batuan reservoir A ditampilkan pada Tabel 1. Kemudian data tersebut dibandingkan dengan parameter kriteria penyaringan yang dikembangkan oleh J.J Taber dan F.D Martin. Hasil penyaringan menunjukkan bahwa metoda injeksi kimia polimer cocok untuk diterapkan pada reservoir A. Analisis Fluida Reservoir Sampel fluida reservoir yang diambil terdiri dari minyak, air formasi, dan air injeksi. Sampel minyak dan air formasi berasal dari salah satu sumur di reservoir A, dan sampel air injeksi dari stasiun water injection plant. A. Analisis Air Injeksi dan Air Formasi Hasil analisis air injeksi dan air formasi menunjukkan bahwa total dissolved solids pada air formasi lebih tinggi dari air injeksi, yaitu masing-masing sebesar 13,900 mg/liter dan 13,400 mg/liter. Kandungan kation Mg ++ dan Ca ++ pada air formasi lebih rendah dibandingkan dengan air injeksi yaitu masing-masing sebesar 2,345 mg/liter dan 8,416 mg/liter, serta 17,15 mg/ liter dan 73,00 mg/liter. Kandungan Fe ++ untuk air injeksi enamkali lipat dibandingkan air formasi, yaitu masing-masing sebesar 3,156 mg/liter dan 0,252 mg/liter. Kandungan Na ++ untuk air injeksi dan air formasi masing-masing sebesar 2439 mg/ liter dan 2762 mg/liter. Akan tetapi kandungan Ba ++ untuk air formasi hanya sebesar 1,627 mg/ liter, sedangkan untuk air injeksi sebesar 12,78 mg/liter. Derajat keasaman atau ph diukur pada suhu 77 0 F, dan hasil yang diperoleh sebesar 8,05 untuk air formasi dan 8,30 untuk air injeksi. Hasil lengkap air formasi dan air injeksi ditampilkan pada Tabel 2 dan Tabel 3. B. Analisis Minyak Sampel minyak diambil pada kondisi permukaan di kepala sumur, dan tidak diperoleh gas sebagai gas ikutan. Beberapa sifat minyak telah dianalisis, diantaranya gravity minyak dan viskositas minyak. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa gravity minyak sebesar 25,39 o API pada suhu 60 o F, dan viskositas minyak pada suhu reservoir (177 o F) sebesar 11,09 cp. Analisis Batuan Reservoir Sampel batu inti (core) reservoir A yang tersedia hanya dari kedalaman 1161,8 mbpl, dengan ukuran yang sangat terbatas untuk dapat dilakukan pengukuran karakteristik batuan reservoir seperti porositas dan permeabilitas. Dari hasil pemotongan terhadap sampel core tersebut, hanya 1(satu) core dengan diameter 1,5 inch dan panjang 2,5 inch yang memadai untuk dilakukan pengukuran besaran porositas dan permeabilitas absolut. Hasil pengukuran terhadap parameter porositas dan permeabilitas tersebut, masing masing didapat sebesar 18,1 % dan 522,3 md. Dari sisa pemotongan perconto core batuan reservoir A yang termasuk jenis batu pasir, telah dilakukan analisis x-ray diffraction

44 114 Tabel 4. Hasil analisis x-ray diffraction KEDALA MINERAL CLAY MINERAL KARBONAT MINERAL LAIN TOTAL (%) MAN ILLIT KAO- CAL- DOLO- SIDE- QU- K- PY- GYP CLAY CARBO- MIN (meter) LINIT CITE MITE RITE ARTZ FELDS RITE SUM NATE LAIN (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) untuk mengetahui persentase kandungan mineral di dalamnya. Hasil analisis ditunjukkan pada Tabel 4. Berdasarkan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pada batuan tersebut ditemui mineral clay yang terdiri dari illite dan kaolinite dengan konsentrasi masing-masing 5,0 %. Kandungan mineral karbonat didapat sebesar 15,0 % yang terdiri dari calcite, dolomite dan siderite. Dan mineral lain yang ditemui didomonasi oleh mineral quartz sebanyak 73,0 %, dan mineral pyrite serta gypsum masing-masing 1,0 %. Berat Endapan, grm/liter AF (75 %) : AI (25 %) 3. AF (50 %) : AI (50 %) 4. AF (25 %) : AI (75 %) 5. AF (0 %) : AI (100 %) Setelah dikocok selama kurang lebih 24 jam, campuran kedua cairan ini disaring dengan menggunakan kertas saring berdiameter pori 0,45 mikron dan endapan yang tersaring kemudian dikeringkan dan ditimbang. Dari hasil pengujian tersebut, berat endapan yang terbentuk bervariasi sesuai dengan komposisi perbandingan air formasi (AF) dan air injeksi (AI). Gambar 1 menunjukkan total jumlah endapan terbanyak terdapat pada 100 % air injeksi (0,0060 gr/ liter), dan endapan terendah terdapat pada 100 % air formasi (0,0043 gr/ liter) Uji Kompatibilitas 100% AI + 0% AF 75% AI + 25% AF 50% AI + 50% AF 25% AI + 75% AF 0% AI + 100% AF Perbandingan Campuran, % Gambar 1. Berat endapan terhadap perbandingan campuran air injeksi dan air formasi Tujuan dilakukannya uji kompatibilitas antara air injeksi dan air formasi adalah untuk mengetahui kemungkinan terjadinya endapan baru apabila kedua jenis air ini dicampur. Air injeksi dan air formasi tersebut dicampur dengan berbagai kombinasi komposisi dan dimasukkan dalam suatu bejana, dan dikocok selama 24 jam pada suhu reservoir F di dalam oven. Perbandingan kombinasi komposisi volume antara air formasi (AF) dan air injeksi (AI) adalah sebagai berikut: 1. AF (100 %) : AI (0 %) Uji Kualitas Air M e t o d a pengujian yang di- kembangkan oleh NACE (Standard TM-01-73) digunakan untuk menguji kualitas air formasi dan air injeksi. Pengujian ini dengan cara mengalirkan air formasi atau air injeksi dari suatu tabung yang diberi tekanan 20 psig melalui membrane filter (0,45 mikron), dan ditampung pada gelas ukur. Dari setiap 10,0 ml air yang tertampung dalam gelas ukur, diukur jumlah waktu mengalirnya hingga mencapai volume 300 ml. Plot laju alir terhadap kumulatif volume untuk air formasi dan air injeksi dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3. Secara kuantitatif uji kualitas air dapat ditentukan dari parameter relative plugging index (RPI),

45 115 untuk air formasi adalah 6,56 dan untuk air injeksi sebesar 9, Uji Rheology Polimer Laju Alir, ml/detik dengan persamaan berikut: Kumulatif Volume, ml Gambar 2. Laju alir terhadap kumulatif volume (air formasi) Laju Alir, ml/detik Kumulatif Volume, ml Gambar 3. Laju alir terhadap kumulatif volume (air injeksi) RPI = TSS MSTN...(1) dimana : TSS = Total jumlah endapan, mg/liter MSTN = Millipore test slope number Harga MSTN dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Log (Q a /Q b )(2500) MSTN =...(2) V a V b Dari harga total jumlah endapan untuk air formasi dan air injeksi masing masing sebesar 4,3 mg/liter dan 6,0 mg/liter, maka harga RPI yang diperoleh Rheology polimer dilakukan terhadap 2 (dua) jenis polimer terpilih yaitu C-750 dan C-720H, yang termasuk jenis polimer anionic dry polyacrylamide dalam bentuk solid powder, dan sebagai pelarut yang digunakan adalah air injeksi. Proses pencampuran polimer kedalam pelarutnya dilakukan sedikit demi sedikit dalam keadaan diaduk dengan mengunakan pengocok dengan 300 putaran per menit, dan dilakukan sampai larutan tercampur secara merata. Selanjutnya larutan polimer dibuat pada konsentrasi 600 ppm, 900 ppm, dan 1200 ppm dengan langkah kerja yang mengacu pada API Recommended Practice 63 (RP 63), First Edition, Pengukuran viskositas terhadap larutan polimer tersebut menggunakan viscometer DV-III Ultra Brookfield. Untuk dapat mengukur viskositas larutan polimer tersebut pada suhu reservoir (177 o F), maka dilengkapi dengan UL Adapter yang dihubungkan dengan pemanas. Pengukuran viskositas dapat dilakukan pada berbagai putaran per menit, atau harga shear rate (detik -1 ) sama dengan 1,224 dikalikan putaran per menit. Plot harga viskositas polimer terhadap putaran per menit untuk polimer C-750 dengan konsentrasi 600 ppm, 900 ppm, dan 1200 ppm ditunjukkan pada Gambar 4, dan untuk polimer C-720H ditampilkan pada Gambar 5. Harga viskositas polimer tertinggi pada berbagai konsentrasi dicapai pada putaran per menit sebesar 6 (shear rate = 7,344 detik -1 ), yaitu untuk polimer C-750 dengan konsentrasi 600 ppm, 900 ppm, dan 1200 masing-masing sebesar 9,6 cp, 17,2 cp dan 24,2 cp. Dan untuk polimer C-720H dengan konsentrasi 600 ppm, 900 ppm, dan 1200 harga viskositas masing-masing sebesar 8,0 cp, 13,0 cp, dan 18,6 cp.

46 116 Viskositas Polimer, cp Uji Thermal Stability Polimer Putaran Per Menit Gambar 4. Plot viskositas polimer C-750 terhadap RPM Viskositas Polimer, cp Uji thermal stability penting dilakukan untuk melihat ketahanan larutan polimer terhadap suhu pada perioda waktu tertentu. Pengujian thermal stability dalam hal ini hanya dilakukan terhadap polimer jenis C-750, karena berdasarkan hasil uji Rheology menghasilkan harga viskositas yang lebih tinggi. Pada pengujian ini pengamatan dilakukan setiap 1 minggu satu kali selama 7 minggu terhadap viskositas polimer C-750 dengan konsentrasi 600 ppm, 900 ppm, dan 1200 ppm pada suhu 177 o F (dalam oven). Untuk pengujian ini larutan polimer disiapkan agar terhindar dari berkembang biaknya bakteri dan mengurangi kadar oksigen dengan cara menginjeksikan gas nitrogen dan menempatkan larutan polimer dalam tabung kedap udara. Pengukuran harga 600 PPM viskositas polimer pada 3 (tiga) 900 PPM konsentrasi tersebut dilakukan 1200 PPM pada putaran per menit sebesar 6 (shear rate = 7,344 detik -1 ). Plot viskositas polimer pada suhu reservoir (177 o F) terhadap waktu untuk larutan polimer 600 ppm, 900 ppm, dan 1200 ppm dapat dilihat pada Gambar 6, yang menunjukkan harga viskositas polimer cenderung sama setelah minggu ke 5. Pada minggu ke 7, harga viskositas polimer untuk konsentrasi 600 ppm, 900 ppm, dan 1200 ppm, masing masing sebesar 2,5 cp, 10 cp dan 17,1 cp. 600 PPM 1200 PPM 900 PPM Putaran Per Menit Gambar 5. Plot viskositas polimer C-720H terhadap RPM Viskositas Polimer, c p Uji Filtrasi Waktu, minggu Gambar 6. Plot viskositas polimer C-750 terhadap waktu 600 ppm 900 ppm 1200 ppm Uji filtrasi perlu dilakukan untuk memastikan bahwa larutan polimer bebas dari aggregates yang dapat menyebabkan penyumbatan pada batuan reservoir. Larutan polimer 600 ppm, 900 ppm, dan 1200 ppm (C 750) dipompakan melalui membrane filter (5 mikron) dengan tekanan 2 bar. Selama pengujian, laju alir larutan polimer diusahakan konstan. Waktu (T) yang dibutuhkan untuk setiap penambahan volume 20 ml hingga mencapai 300 ml dicatat. Kemudian digunakan parameter filter ratio (FR) yang

47 117 didefinisikan sebagai = (T 300ml - T 200 ml ) / (T 200ml T 100 ml ). Plot volume larutan polimer terhadap waktu untuk ketiga larutan di atas ditunjukkan pada Gambar 7. Filter ratio untuk larutan polimer 600 ppm, 900 ppm, dan 1200 ppm, masing-masing diperoleh sebesar 0,995, 1,048, dan 1,078. Volume, ml FR = FR = FR = Uji Adsorpsi Statik Uji adsorpsi statik dilakukan untuk mempelajari seberapa banyak molekulmolekul polimer yang melekat pada permukaan batuan reservoir, yaitu dengan mengamati perubahan harga konsentrasi polimer C-750 sebelum dan sesudah batu inti direndam dalam larutan polimer, berdasarkan langkah kerja API RP 63. Pelarut yang digunakan adalah air injeksi dengan kadar kegaraman sebesar mg/l, dan batuan reservoir yang diuji berasal dari perconto batu inti reservoir A dari kedalaman 1161,8 mbpl. Batuan tersebut digerus hingga halus dan lolos dengan saringan ukuran mesh, hingga terkumpul sebanyak 100 gram. Pada kajian ini konsentrasi polimer yang dipilih adalah 600 ppm, 900 ppm, dan 1200 ppm. Batuan yang halus tersebut kemudian direndam dalam botol dengan larutan polimer seberat 50 gram dan dipanaskan hingga suhu F selama 2 hari. Kemudian larutan polimer tersebut didinginkan hingga suhu ruang, dan kembali dihitung konsentrasinya dengan bantuan spektrofotometer ultra violet. Hasil perhitungan konsentrasi polimer sesudah uji adsorpsi statik berdasarkan pengamatan adsorben dari spektrofotometer, ditampilkan pada Tabel 5 yang menunjukkan adanya penurunan konsentrasi antara 8,3 % sampai dengan 9,08 % dari konsentrasi awal untuk ketiga konsentrasi polimer yang diuji Gambar 7. Uji filtrasi polimer C-750 Waktu, detik 600 ppm 900 ppm 1200 ppm sampel core dari reservoir A dengan ukuran yang memadai untuk digunakan pada uji core flooding, maka selanjutnya digunakan sampel core standard dari jenis classhach. Pertimbangan menggunakan sampel core standard tersebut karena: (1) jenis batuan classhach adalah batu pasir yang sama dengan batuan dari reservoir A, (2) harga porositas dan permeabilitas absolut batuan classhach masing-masing sebesar 17,50 % dan 552,4 md, yang hampir sama dengan harga porositas dan permeabilitas dari reservoir A. Sampel core classhach berdiameter 3,75 cm dan panjang 29,7 cm, yang dapat dilihat pada Gambar 8. Dalam bagian ini akan dijelaskan peralatan yang digunakan dalam uji core flooding, rancangan fluida pendesak, dan langkah kerja core flooding. A. Peralatan Core Flooding Untuk dapat melakukan uji core flooding, maka telah dirancang susunan peralatan yang secara skematik dapat dilihat pada Gambar 9. Alat utama yang digunakan terdiri dari: pompa injeksi, tabung fluida (minyak, air dan polimer), core holder, back pressure, dan gelas ukur. Pompa Core Flooding Tujuan dilakukannya uji pendesakan atau core flooding adalah untuk mengetahui seberapa banyak penambahan perolehan minyak dari rancangan fluida injeksi yang telah disiapkan. Karena terbatasnya Gambar 8. Core Classhach

48 118 Tabel 5. Data pengamatan spektrofotometer laruran polimer C-750 Sebelum Adsorbsi Sesudah Adsorbsi Konsentrasi Pengenceran Adsorben Pengenceran Adsorben Konsentrasi (ppm) (kali) (kali) (ppm) oven Gambar 9. Skema rangkaian peralatan core flooding 7 1. Pompa Injeksi 2. Tabung Minyak 3. Tabung Air 4. Tabung Polimer 5. Core Holder 6. Back Pressure 7. Gas Nitrogen 8. Gelas Ukur dapat menginjeksikan fluida (minyak, air, dan polimer) secara bergantian menuju core holder. Core tersimpan pada core holder yang dilengkapi dengan overburden pressure agar fluida pendesak hanya melewati seluruh permukaan core, dan tidak melewati pada bagian sisi luar. Sedangkan back pressure yang mendapat tekanan dari gas nitrogen, berfungsi mempertahankan sistem tekanan pada core holder, akan tetapi tetap dapat mengalirkan fluida ke gelas ukur pada tekanan ruang. injeksi yang digunakan adalah jenis pompa torak Quizix SC-1010 yang dapat menginjeksikan fluida dengan laju alir konstan (minimum laju alir injeksi 0,01 cc/menit). Dengan pompa tersebut Gambar 10. Diagram alir langkah kerja core flooding B. Rancangan Fluida Pendesak Berdasarkan pertimbangan kemungkinan dapat diterapkannya teknologi injeksi polimer di reservoir A, maka rancangan fluida injeksi dilakukan secara bersinambung dengan mengikuti urutan: 1,3 pore volume air injeksi, 0,4 pore volume polimer 1200 ppm (C 750), dan 0,5 pore volume air injeksi. C. Langkah Kerja Core flooding Core flooding dengan rancangan fluida injeksi yang telah disiapkan akan dilakukan dalam 5 (lima) tahap langkah kerja, yang kemudian dapat digambarkan dalam diagram alir (Gambar 10). Kelima tahap langkah kerja tersebut terdiri dari:

49 Resaturasi Air Formasi. Core classhach yang telah disiapkan terlebih dahulu ditimbang dalam keadaaan kering dan kemudian direndam dalam air formasi dan dimasukkan dalam ruang desikator. Selanjutnya ruang desikator tersebut dihubungkan dengan pompa vakum sehingga mencapai tekanan minus 1 atmosfir dalam beberapa jam, sehingga diharapkan seluruh ruang pori dalam core akan tersaturasi oleh air formasi, atau pada kondisi saturasi air (S w ) 100 %. Kemudian core tersebut ditimbang kembali, sehingga diperoleh volume pori atau pore volume (PV) sebanyak 59,337 cc. 2. Injeksi Minyak. (S or1 ) sebesar 30,67 % dan saturasi air-1 (S w1 ) sebesar 69,30 %. 4. Injeksi Polimer Polimer dengan konsentrasi 1200 ppm (C 750) yang terlebih dahulu dimasukkan pada tabung polimer, dan kemudian diinjeksikan pada core setelah tahap-3 berakhir. Dengan laju alir injeksi sebanyak 0,04 cc/menit dan jumlah volume polimer diinjeksikan sebanyak 0,4 PV, maka dilakukan kembali pencatatan produksi minyak dan air. Pada tahap-4 ini perolehan minyak maksimum didapat sebanyak 62,01 % OOIP, dan saturasi minyak tersisa-2 (S or2 ) sebesar 23,96 % dan saturasi air-2 (S w2 ) sebesar 76,04 %. Core yang telah disiapkan pada tahap-1, kemudian dimasukkan dalam core holder dan dipanaskan hingga mencapai suhu reservoir 177 o F dan tekanan operasi sebesar 100 psig. Minyak yang tersedia pada tabung minyak diinjeksikan ke core holder dengan bantuan pompa injeksi sebanyak 8 PV, dengan laju alir injeksi minyak 0,5 cc/menit. Pada awalnya air formasi yang ada di dalam core didesak oleh minyak dan beberapa jam kemudian yang keluar pada gelas ukur adalah campuran air dan minyak. Pendesakan dilanjutkan hingga yang keluar hanya minyak saja, sehingga pada akhir pendesakan diperoleh saturasi water connate (S wc ) 36,93 % dan saturasi minyak initial (S oi ) 63,07 %, atau awal isi minyak di tempat (original oil in place, OOIP) sebanyak 37,42 cc. Perolehan Minyak, % OOIP 5. Injeksi Air - 2 Pada tahap-5 ini, kembali air injeksi (AI) diinjeksikan ke dalam core setelah tahap-4 selesai yaitu sebanyak 0,5 PV dengan laju alir injeksi sama seperti pada tahap sebelumnya yaitu 0,04 cc/menit. Minyak yang dapat diproduksikan setelah penyapuan oleh polimer menghasilkan perolehan minyak sebesar 68,36 % OOIP, dengan saturasi minyak tersisa-3 (S or3 ) sebesar 19,95 % dan saturasi air-3 (S w3 ) sebesar 80,05 %. Plot perolehan minyak terhadap volume injeksi dari lima tahap rancangan fluida injeksi tersebut, ditampilkan pada Gambar 11.. III. Pembahasan Pada umumnya hasil penyaringan metoda EOR yang dilakukan terhadap karakteristik fluida 3. Injeksi Air - 1 Pada tahap-3 ini merupakan kelanjutan dari tahap-2, yaitu menginjeksikan air injeksi (AI) sebanyak 100 1,3 PV dari tabung yang berisi air injeksi. Laju alir injeksi minyak tersebut dirancang 80 agar setara dengan laju alir di reservoir, yaitu dari sumur injeksi ke sumur produksi 60 1 feet/hari, atau setelah dikonversikan dengan skala core di laboratorium, 40 maka laju alir injeksi sebanyak 0,04 cc/ menit. Minyak maupun air yang keluar ditampung pada gelas ukur dan dilakukan pencatatan. Pada tahap-3 ini perolehan minyak maksimum didapat sebanyak 51,32 % OOIP, yang merepresentasikan perolehan minyak pada tahap secondary 20 0 Injeksi Polimer Volume Injeksi, PV recovery, dengan saturasi minyak tersisa-1 Gambar 11. Perolehan minyak terhadap volume injeksi Injeksi air sebelum injeksi Polimer Injeksi air setelah injeksi Polimer

50 120 dan batuan reservoir, dimungkinkan diperoleh metode yang cocok lebih dari satu. Namun hasil penyaringan metoda EOR terhadap karakteristik fluida dan batuan reservoir A menunjukkan bahwa hanya metoda injeksi polimer yang cocok untuk diterapkan. Uji laboratorium untuk menunjang layak tidaknya menerapkan injeksi polimer pada reservoir A telah dilakukan. Berdasarkan hasil analisis air terhadap air formasi dan injeksi disimpulkan bahwa kedua jenis air ini termasuk dalam kategori soft brine. Dengan demikian air injeksi yang akan digunakan sebagai pelarut dalam pembuatan larutan polimer tidak signifikan pengaruhnya terhadap degradasi larutan polimer akibat adanya kation Mg ++ dan Ca ++. Demikian juga bila larutan polimer tersebut diinjeksikan ke dalam batuan reservoir yang didalamnya sebagian telah terdapat air formasi. Derajat keasaman (ph) dari kedua jenis air tersebut menunjukkan suasana basa. Suasana inilah yang dianjurkan dalam penerapan injeksi polimer agar dicapai kondisi memadai terhadap Rheology polimernya. Hasil analisis karakteristik fluida minyak diperoleh gravity minyak sebesar 25,39 o API dan viskositas minyak pada suhu reservoir, 177 o F sebesar 11,09 cp, termasuk kategori jenis minyak sedang. Karena harga viskositas minyak jauh lebih tinggi dari air, sehingga bila dilakukan injeksi air pada reservoir ini, maka kemungkinan terjadinya fingering dimana air bergerak mendahului minyak, sehingga efisiensi penyapuan minyak tidak efektif. Usaha untuk mengatasi hal tersebut yaitu dengan menginjeksikan larutan polimer. Dari analisis x-ray diffraction batuan reservoir didominasi oleh mineral quartz sebesar 73 %, dan kandungan lainnya adalah karbonat 15 %, serta mineral clay 10 % (mineral illit dan kaolinit). Dari hasil analisis yang diperoleh menunjukkan bahwa kemungkinan terjadinya fenomena swelling tidak terbentuk, karena tidak ditemuinya mineral smectite (termasuk mineral clay) yang dapat mendominasi terjadinya swelling. Setelah uji kompatibilitas terhadap air formasi dan air injeksi dilakukan, maka hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa jumlah endapan maksimum sebanyak 0,0060 gr/liter terdapat pada 100 % air injeksi, dan minimum sebanyak 0,0043 gr/liter terdapat pada 100 % air formasi. Endapan yang terbentuk dalam campuran pada komposisi lainnya tidak menunjukkan jumlah yang melebihi dari total jumlah endapan yang terdapat pada air injeksi maupun air formasi. Hal ini berarti bahwa campuran air injeksi dan air formasi cocok dimana keduanya tidak membentuk endapan baru. Sedangkan dari hasil uji kualitas air harga relative plugging index (RPI) yang diperoleh untuk air formasi adalah sebesar 6,56 dan untuk air injeksi sebesar 9,97. Mengacu pada petunjuk peringkat kualitas air yang dikembangkan perusahaan Amoco, maka harga RPI pada rentang 3 sampai dengan 10 menunjukkan kualitas yang baik. Dengan demikian kualitas air formasi dan air injeksi berdasarkan harga RPI yang diperoleh termasuk kategori baik. Hasil uji Rheology yang telah dilakukan terhadap larutan polimer C-750 dan C-720H menunjukkan bahwa harga viskositas larutan polimer berkurang sejalan dengan naiknya putaran per menit. Pada putaran per menit diatas 60, penurunan harga viskositas polimer cenderung lebih kecil atau harga viskositas polimer hampir konstan. Sedangkan penurunan harga viskositas larutan polimer pada putaran per menit antara 6 sampai dengan 60 cukup signifikan. Yang menjadi perhatian adalah harga viskositas pada putaran per menit = 6 atau shear rate = 7,344 detik -1, yang merepresentasikan laju alir larutan polimer di dalam reservoir dari sumur injeksi ke sumur produksi yang diperkirakan sebesar 1 feet/hari. Sedangkan pada shear rate yang tinggi merepresentasikan laju alir di sekitar lubang sumur injeksi. Dari hasil uji Rheology ini, dipilih larutan polimer C-750 untuk uji selanjutnya, karena mempunyai harga viskositas yang lebih tinggi dibandingkan dengan larutan polimer C-720H. Dari uji thermal stability terhadap larutan polimer C-750 dengan konsentrasi 600 ppm, 900 ppm, dan 1200 ppm menunjukkan bahwa harga viskositas polimer tersebut cenderung konstan setelah mengalami pemanasan pada suhu reservoir (177 o F) setelah minggu ke 5. Meskipun pada minggu pertama hingga minggu ke empat harga viskositas larutan polimer mengalami penurunan yang signifikan karena adanya degradasi polimer yang disebabkan pengaruh suhu. Dengan demikian jika diperkirakan pergerakan larutan polimer dari sumur injeksi ke sumur produksi memerlukan waktu kurang lebih 3 bulan, maka harga viskositas polimer setelah 7 minggu uji

51 121 thermal stability dianggap sudah tidak mengalami penurunan harga viskositas. Berdasarkan hasil uji filtrasi terhadap larutan polimer 600 ppm, 900 ppm, dan 1200 ppm, maka harga filter ratio yang didapat masing-masing sebesar 0,995, 1,048, dan 1,078. Dari ketiga harga filter ratio tersebut menunjukkan harga lebih kecil dari 2. Dengan demikian maka jika larutan polimer tersebut diinjeksikan ke dalam reservoir diperkirakan tidak akan terjadi penyumbatan di dalam ruang pori. Dari uji adsorpsi statik yang telah dilakukan terhadap larutan polimer 600 ppm, 900 ppm, dan 1200 ppm tersebut pada batuan reservoir, maka penurunan konsentrasi larutan polimer masingmasing menjadi 548 ppm, 825 ppm dan 1091 ppm, yang menunjukkan penurunan konsentrasi larutan polimer yang tidak signifikan yaitu kurang dari 10 %. Mengacu pada pengujian yang telah dilakukan, maka larutan polimer C-750 dengan konsentrasi 1200 ppm dipilih untuk uji core flooding, karena harga viskositas pada putaran per menit = 6 setelah uji thermal stability selama 7 minggu sebesar 17,1 cp, yang sama dengan 1,54 kali harga viskositas minyak. Sehingga diharapkan dapat meningkatkan efisiensi pendorongan minyak secara makro. Rancangan fluida injeksi yang telah dilakukan secara kontinyu dengan urutan: 1,3 pore volume air injeksi (AI), 0,4 pore volume polimer dan 0,5 pore volume air injeksi (AI). Perolehan minyak akibat injeksi air (1) sebanyak 1,3 PV didapat sebanyak 51,32 % OOIP. Dari plot perolehan minyak terhadap volume injeksi pada Gambar 11, menunjukkan bahwa injeksi air dari 0,85 PV hingga 1,3 PV memberikan penambahan perolehan minyak hanya 1,82 % OOIP. Hal tersebut karena perolehan minyak sudah mendekati saturasi minyak tersisa atau residual oil saturation. Pengaruh injeksi larutan polimer C-750 (1200 ppm) sebanyak 0,4 PV pada core telah menambah perolehan minyak sebanyak 10,69 % OOIP. Perolehan minyak akibat injeksi polimer tersebut masih mungkin untuk ditingkatkan dengan cara menambah jumlah PV injeksi larutan polimer, karena pada bagian akhir dari plot perolehan minyak terhadap volume injeksi masih menunjukkan kecenderungan menaik. Dan penambahan perolehan minyak akibat injeksi air (2) sebanyak 0,5 PV setelah akhir injeksi larutan polimer adalah sebesar 6,35 % OOIP. Sehingga perolehan maksimum yang didapat dari rancangan injeksi fluida tersebut adalah sebesar 68,36 % OOIP. Berdasarkan kajian laboratorium yang telah dilakukan, maka selanjutnya dapat dikembangkan pemodelan simulasi injeksi polimer ke dalam reservoir minyak pada pola sumur injeksi tertentu yang menggunakan simulator injeksi kimia tiga dimensi. Selanjutnya dapat dilakukan uji sensitivitas guna memperoleh rancangan fluida injeksi dan pola sumur injeksi yang optimum untuk diterapkan pada pilot proyek injeksi polimer. IV. Kesimpulan 1. Hasil penyaringan metode EOR terhadap karakteristik fluida dan batuan reservoir A menunjukkan bahwa metode injeksi polimer cocok untuk diterapkan. 2. Dari hasil uji compatibility campuran air injeksi dan air formasi menunjukkan bahwa kedua jenis air tersebut cocok dan tidak membentuk endapan baru. 3. Berdasarkan hasil uji rheologi, thermal stability, filtrasi, dan adsorpsi statik terhadap polimer C-750 dan C-720H, maka polimer C-750 memadai untuk digunakan pada uji core flooding. 4. Injeksi fluida polimer slug C-750 (1200 ppm) terhadap core sebanyak 0.4 PV dapat menambah perolehan minyak sebanyak % OOIP, setelah kondisi residual oil saturation. 5. Dengan urutan rancangan core flooding 1.3 PV (air), 0.4 PV (polimer C-750, 1200 ppm) dan 0.5 PV (air), menghasilkan perolehan minyak sebesar % OOIP. Daftar Simbol mbpl = meter bawah permukaan laut ppm = part per milion V a = kumulatif volume, 100 ml V b = kumulatif volume, 300 ml Q a = laju alir pada V a, ml/detik = laju alir pada V b, ml/detik Q b Kepustakaan Green W. Don dan Willhite, G. Paul, Enhanced Oil Recovery, Society of Petroleum Engineers Richarrdson, Texas, USA,

52 Taber J.J., Martin F.D., Seright, R.S.,: EOR Screening Criteria Revisited-Part 1: Introduction to Screening Criteria and Enhanced Recovery Field Projects, SPE Reservoir Engineering, Agustus 1997, hal Taber J.J., Martin F.D., Seright, R.S.,: EOR Screening Criteria Revisited-Part 2: Aplications and Impact of Oil Prices, SPE Reservoir Engineering, Agustus 1997, hal Recommended Practices for Evaluation of Polymers Used in Enhanced Oil Recovery Operations, API Recommended Practice 63 (RP 63), first Edition, June, Sorbie, K.S, Polymer Improve Oil Recovery, CRC Press Inc., Florida, Borchardt K.J.,: A Novel Polymer for Oilfield Application, SPE 37279, SPE International Symposium on Oilfield Chemistry di Houston, Texas, October 1977.

53 Determination Of Reservoir Flow Connectivity By Use Of Production Data In Highly Faulted System Taufan Marhaendrajana Bandung Institute of Technology Telp.: Abstract The knowledge of lateral reservoir connectivity is an important factor for further development of petroleum reservoirs, particularly for highly faulted reservoir systems. The execution of improved and enhanced recovery programs significantly relies on the ability to identify reservoir connectivity. It becomes a challenging subject that many put a lot of effort to use any data from available sources obtained during seismic, drilling, coring, wire line logging, well testing (pressure transient) and production. Among of those, well testing and production data are most suitable for determination of ow connectivity. However, pressure transient data is expensive and is only available in few wells. Meanwhile, the quantity of production data is comparable with (if not more than) the wire-line log data, since the well production is always recorded for every well. Therefore, analysis conducted from production data analysis should explain the lateral description of the reservoir fairly well. Seismic data interpretation produces fault locations and geometries that divide reservoir into many compartments. This static description provide the big picture of compartmentalization. The missing information is the ow connectivity between compartments (sealing/non-sealing of fault) and even between wells in the same compartment (sand continuity). It is the intention of this paper to utilize the production data to obtain the information about ow connectivity. It extends the application of model derived by Marhaendrajana [1] and it proves to work well for gas and oil reservoirs. Keywords: Reservoir Description, Reservoir Connectivity, Production Data Analysis Sari Pemahaman akan kontinuitas reservoir secara lateral sangat kritikal dalam pengembangan lapangan migas lebih lanjut, terutama reservoir yang memiliki sistem patahan yang rumit. Implementasi metode improved atau enhanced recovery sangat bergantung seberapa jauh kontinuitas reservoir dipahami. Sebegitu pentingnya sehingga berbagai usaha dilakukan melalui pengumpulan dan analisa data seismic, pemboran, core, logging, uji sumur dan produksi. Diantara data atau proses yang disebut, uji sumur dan produksi sangat cocok untuk mengetahui konektivitas (kebersambungan) aliran fluida di reservoir. Bagaimanapun, uji sumur cukup mahal dan umumnya dilakukan di beberapa sumur saja. Sementara itu data produksi tersedia di semua sumur seperti halnya data logging. Oleh karena itu, analisa yang dilakukan terhadap data produksi seharusnya dapat membantu dalam menjelaskan deskripsi reservoir secara lateral dengan cukup baik. Interpretasi dari data seismik menghasilkan lokasi patahan dan geometrinya yang membagi reservoir ke dalam beberapa kompartemen. Hasil interpretasi data statik ini memberikan gambaran besar tentang kompartemen di reservoir. Informasi yang belum diperoleh dari data ini adalah koneksi aliran antar kompartemen. Tujuan dari paper ini adalah untuk menggunakan data produksi dalam menentukan konektivitas aliran antar kompartemen. Metode yang diusulkan adalah pengembangan aplikasi model yang dipresentasikan oleh Marhaendrajana [1] dan dalam paper ini terbukti bekerja dengan sangat baik untuk reservoir minyak dan gas. Kata kunci: Deskripsi Reservoir, Konektivitas Reservoir, Analisa Data Produksi 123

54 124 I. Introduction Figure 1 is a structural map of field R1X that is intersected by two main parallel faults trending Southeast - Northwest and many minor faults in between mostly trending Southwest - Northeast. This field has been produced for about six years from seventeen reservoir layers, and oil recovery factor is only 7% despite the average reservoir pressure decreases from about 2400 psi to 600 psi. Figure 1. Reservoir R1X with complex faults system At this stage, further development need to be implemented to maximize the production from this field. Because of low reservoir, it suggests to conduct pressure maintenance program such as water injection or to improve sweep eficiency using water flooding. The understanding of vertical and lateral continuity becomes important for the program to be successfull. It helps planning the location of injection wells, infill wells, water injection pattern and target reservoir layers (zones) for injection or for producing. This paper focuses only on indentifying lateral continuity between compartments. II. Methodology and Model Development The approach used in this paper is to comprehend the production behavior that is unique for a single closed compartment. Hence, this understanding is expected for being able to distinguish the production behavior of one compartment to the others. To attain this purpose, mathematical model of reservoirs with multiple well producing is developed and solve analytically, which provide a tool for data analysis. The system modeled Figure 2. Bounded reservoir with multiple producing wells. in this paper is illustrated in Figure 2. Within this compartment, the reservoir has specific permeability (k), porosity (φ), thickness (h), area (A), and fluid viscosity (µ). Each well may produces with specific rate and pressure which are function of time. 2 p + 2 nwells p q1 () 1 β x x 2 2 wi y y x y Σ, Ah( k / µ ) δ 11 (, wi, ) φµ ct p =... (1) k t Initially, reservoir is assumed to be in equalibrium condition with uniform initial pressure pi, that is, p( x, yt, = 0 )=... (2) p t The reservoir compartment is considered close and hence there is no-flow across the boundary. This boundary condition can be expressed as p = p = 0 x x... (3) x= 0 x= xe p = p = 0 y y... (4) y= 0 y= ye The solution of Equation 1 to 4, where each well producing at rate of qk and pressure at pwf;k from reservoir with hydrocarbon in place of N, is presented by Marhaendrajana[1], [2] in a form of Equation (5). qk () t 1 = () t pi p 1 wf, k Nc t tot, k+ f t k () 1... (5)

55 125 Presentation of solution in the form of Equation 5 enables us to use graphical analysis by plotting normalize rate (left hand side of Equation 5) with total material balance time, ttot,k. Marhaendrajana [1], [2], states term fk(t) becomes very small at long times (pressure propagation reaches boundary), the plot asymtote to a straight line with negative unit slope on log-log plot. The intercept of the straightline represents the pore volume of compartment. Consequently, this plot suggests that wells in the same compartment at late time will converge approximately at the same straightline which represent the volumetric property of the compartment. Faults dividing reservoir into several compartments where totally eight wells producing gas with arbitrary rate and pressure. Graph on Figure 4 is the analysis proposed in this paper using Equation 5. Although well-1 and well-2 are separated by fault-1, the analysis shows that the late behavior converges at the same line which means that they are flow connected. This is consistent with non-sealing property of fault-1. On the other hand, wells in compartments separated by sealing faults converges at difierent lines which implies no flow connectivity between those compartments. Further test case is made for oil reservoir with dissolve gas initially. During production gas liberated from oil at the surface, and at one time reservoir pressure below bubble point pressure, III. Synthetic Simulation Case gas releases from oil in the reservoir. This gas can The synthetic simulation is used to test also freely flow to wellbore as its saturation exthis idea and it is shown in Figures 3 and 4. Graph ceed gas critical saturation. A synthetic reservoir on Figure 3, fault with yellow color is a non-seal- model, shown by Figure 5, attempts to include ing fault and fault with red color is a sealing fault. variability of porosity and permeability. The reservoir consists of three compartments. Compartment 1 is isolated from the otherd by sealing fault. Figure 3. Synthetic model for a single phase gas reservoir Figure 5. Synthetic model for an oil reservoir: Three phase flow Figure 4. Compartment analysis: Synthetic gas reservoir case Compartment 2 and 3 is separated by partially sealing fault. Five wells are producing from the reservoir and the production profile of each well is shown in Figure 6. While it is not constrained by well basis, the liquid field production is maintain constant, and the simulator assign production for each well based on the deliverability and the accessible uid volume. The analysis for production performance of this case is depicted at Figure 7. As it is seen, curves belong to Well U3,

56 126 At particular at this paper, analysis is conducted for zones R1X-M3, which is the main producing zones. There twenty wells that produce from this zone non-commingly from other zones. Complete data (oil rate, gas rate, water rate, and tubing pressure) are available so proper analysis can be done. At the beginning, oil is produced naturally and at later stage, some wells require pump to lift oil from bottom hole to the surface. Oil production and tubing pressure of these wells are shown in Figures 8 and 9. Location of each well Figure 6. Well production profiles: synthetic oil reservoir case Figure 8. Oil production from reservoir R1X-M3 Figure 7. Compartment analysis: Synthetic oil reservoir case U4 and U5 converges at the same line indicating that they are at the same compartment and are in no communication with Wells U1 and U2. On the other hand, curves of U1 and U2 converges each other. Although these two wells are located at different compartment, the analysis show that there is lateral communication between the two. It agrees with partially sealing fault separating the two compartment. IV. Application to Field R1X The test case results is promising and the application of this method in real case of oil reservoir is presented. As previously stated that field R1X is at the stage for further development to maximize the production from this field. The plan of injecting water as pressure maintenance or as water flooding or drill new wells to find undrained oil should be carefully designed with the knowledge of vertical and lateral continuity. Figure 9. Tubing pressure of wells producing from reservoir R1X-M3 is shown in Figure 10. It is observed from fault configuration, while wells R1X-7 and R1X-17 are separated from the others, both of wells seem to be in communication since fault between these wells leaves an opening. Interestingly, analysis performed to production data shown in Figure 11 tells that well R1X-7 and R1X-17 are not in communication. The curves of R1X-7 and R1X-17 do not asymtote to the same line at late time. To be con-

57 127 sistent with this observation, either the sealing fault between the two need to be extended to the south to close the opening or there is sand discontinuity between the two. As can also be seen from the Figure, fault separating R1X-7/R1X-17 and R1X-15 is indicated as sealing. Meantime, although separated by many faults, wells other than R1X-7 and R1X-17 are in communication indicating lateral sand continuity that connects Figure 10. Well location Figure 11. Compartment analysis of reservoir R1X-M3 those wells. V. Discussion It is important to note that derivation of Equation 5 assumes a single phase flow of slightly compressible fluid (i.e., liquid) with constant reservoir rock properties. Hence, use of this Equation cannot be directly as is for single phase gas or for multiphase-ow condition. Nevertheles, as discussed and proved by Al Hussainy et al. [3], and Agarwal [4], solution derived based on liquid assumption can be used for gas ow when pseudopressure and pseudotime are used instead of presure and time. It is then not surprising when Equation 5 works very well when it is used for synthetic gas case as described and depicted earlier in Figures 3 and 4. The same is also applied for multiphaseow condition (oil, water, and gas are flowing). Marhaendrajana et.al. [5] constructs pseudopressure and pseudotime for multiphase-flow by which a single-phase liquid solution can be used for multiphase flow. However computation of multiphase pseudopressure and psedotime is not trivial, because it requires information of average saturation of each phase in the reservoir. Example shown in Figures 7 use pressure and time function, and it seems that the idea of unique trend as a characteristic of compartment suggested by Equation 5 does still apply. This case is simplified by the water is present as connate water, water volume is limited and there is no support from aquifer. Although water is flowing, the average water saturation does not change significantly. The problem appears when gas starts liberating from oil in the reservoir, because of which gas saturation increases as oil saturation decreases. At this period gas also ows in the reservoir. The appearance and flow of gas, and changes in saturation are represented by the change of asymtote line for each compartment. It is understood that the volumetric property of compartment changes. Having said that, the goal of this paper to identify connectivity of compartments using Equation 5 is still achieved. It is interesting to see if this method using Equation 5 to identify connectivity between compartments can work for reservoir with strong aquifer support. Further work is recommended to investigate the idea. References Marhaendrajana, T.,Modeling and Analysis of Flow Behavior in Single and Multiwell Bounded Reservoir, PhD Dissertation, Texas A M University, Marhaendrajana, T. and Blasingame, T., Decline Curve Analysis Using Type Curves: Evaluation of Well Performance Behavior in a Multiwell Reservoir System, paper SPE 71517, Al-Hussainy, Ramey, H.J., Jr., and Crawford,

Konversi Konstanta Elastik Dinamik ke Statik pada Porositas Hidrokarbon Batupasir (Sandstone)

Konversi Konstanta Elastik Dinamik ke Statik pada Porositas Hidrokarbon Batupasir (Sandstone) Konversi Konstanta Elastik Dinamik ke Statik pada Porositas Hidrokarbon Batupasir (Sandstone) Mochammad Ahied Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Trunojoyo Madura Jalan Raya Telang

Lebih terperinci

KONSTANTA ELASTIK PADA POROSITAS HIDROKARBON BATUGAMPING DENGAN KONVERSI DINAMIK KE STATIK

KONSTANTA ELASTIK PADA POROSITAS HIDROKARBON BATUGAMPING DENGAN KONVERSI DINAMIK KE STATIK Volume 7, No. 1, April 2014 Halaman 19-26 ISSN: 0216-9495 KONSTANTA ELASTIK PADA POROSITAS HIDROKARBON BATUGAMPING DENGAN KONVERSI DINAMIK KE STATIK Mochammad Ahied Program Studi Pendidikan IPA, Universitas

Lebih terperinci

STUDI KOMPARASI KONVERSI MODULUS YOUNG DINAMIK KE STATIK PADA BATUPASIR DAN BATUGAMPING

STUDI KOMPARASI KONVERSI MODULUS YOUNG DINAMIK KE STATIK PADA BATUPASIR DAN BATUGAMPING STUDI KOMPARASI KONVERSI MODULUS YOUNG DINAMIK KE STATIK PADA BATUPASIR DAN BATUGAMPING Mochammad Ahied Program Studi Pendidikan IPA, Universitas Trunojoyo Madura Jl. Raya Telang Po Box 2 Kamal 69162 E-mail:

Lebih terperinci

BAB III TEORI FISIKA BATUAN. Proses perambatan gelombang yang terjadi didalam lapisan batuan dikontrol oleh

BAB III TEORI FISIKA BATUAN. Proses perambatan gelombang yang terjadi didalam lapisan batuan dikontrol oleh BAB III TEORI FISIA BATUAN III.1. Teori Elastisitas Proses perambatan gelombang yang terjadi didalam lapisan batuan dikontrol oleh sifat elastisitas batuan, yang berarti bahwa bagaimana suatu batuan terdeformasi

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI 5.1. Analisis Litologi dari Crossplot Formasi Bekasap yang merupakan target dari penelitian ini sebagian besar tersusun oleh litologi sand dan shale, dengan sedikit konglomerat

Lebih terperinci

Klasifikasi Fasies pada Reservoir Menggunakan Crossplot Data Log P-Wave dan Data Log Density

Klasifikasi Fasies pada Reservoir Menggunakan Crossplot Data Log P-Wave dan Data Log Density JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-127 Fasies pada Reservoir Menggunakan Crossplot Data Log P-Wave dan Data Log Density Ismail Zaky Alfatih, Dwa Desa Warnana, dan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH KATA PENGANTAR ABSTRAK DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISTILAH

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH KATA PENGANTAR ABSTRAK DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISTILAH DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH KATA PENGANTAR ABSTRAK ABSTRACT DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISTILAH i ii iii iv vi vii viii xi xv xvi BAB I.

Lebih terperinci

Fisika Batuan 2 sks/ MFG 2943

Fisika Batuan 2 sks/ MFG 2943 Fisika Batuan 2 sks/ MFG 2943 Fisika Batuan Assesment/ sistem penilaian KONTRAK KERJA/KULIAH 1. Mahasiswa harus hadir minimal 75 % kuliah 2. Hadir tepat waktu, tidak boleh terlambat dari jadwal yang telah

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA RESPON SEISMIK SINTETIK PP DAN PS BERDASARKAN PEMODELAN SUBSTITUSI FLUIDA PADA SUMUR

ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA RESPON SEISMIK SINTETIK PP DAN PS BERDASARKAN PEMODELAN SUBSTITUSI FLUIDA PADA SUMUR Analisis Perbandingan antara... ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA RESPON SEISMIK SINTETIK PP DAN PS BERDASARKAN PEMODELAN SUBSTITUSI FLUIDA PADA SUMUR Nova Linzai, Firman Syaifuddin, Amin Widodo Jurusan Teknik

Lebih terperinci

PENGUKURAN MODULUS ELASTISITAS DINAMIS BATUAN DENGAN METODE SEISMIK REFRAKSI

PENGUKURAN MODULUS ELASTISITAS DINAMIS BATUAN DENGAN METODE SEISMIK REFRAKSI PENGUKURAN MODULUS ELASTISITAS DINAMIS BATUAN DENGAN METODE SEISMIK REFRAKSI Ashadi Salim Mathematics & Statistics Department, School of Computer Science, Binus University Jl. K.H. Syahdan No. 9, Palmerah,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data seismik 3D PSTM Non

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data seismik 3D PSTM Non 39 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Data Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data seismik 3D PSTM Non Preserve. Data sumur acuan yang digunakan untuk inversi adalah sumur

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Cadzow filtering adalah salah satu cara untuk menghilangkan bising dan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Cadzow filtering adalah salah satu cara untuk menghilangkan bising dan V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penerapan Cadzow Filtering Cadzow filtering adalah salah satu cara untuk menghilangkan bising dan meningkatkan strength tras seismik yang dapat dilakukan setelah koreksi NMO

Lebih terperinci

BAB IV PEMODELAN PETROFISIKA RESERVOIR

BAB IV PEMODELAN PETROFISIKA RESERVOIR BAB IV PEMODELAN PETROFISIKA RESERVOIR Pemodelan petrofisika reservoir meliputi pemodelan Vshale dan porositas. Pendekatan geostatistik terutama analisis variogram, simulasi sekuensial berbasis grid (Sequential

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: ANALISA DATA LOG UNTUK MENENTUKAN ZONA PRODUKTIF DAN MEMPERKIRAKAN CADANGAN AWAL PADA SUMUR R LAPANGAN Y Riza Antares, Asri Nugrahanti, Suryo Prakoso Jurusan Teknik Perminyakan Universitas Trisakti Abstrak

Lebih terperinci

BAB 3 TEORI DASAR. Seismik refleksi merupakan salah satu metode geofisika yang digunakan untuk

BAB 3 TEORI DASAR. Seismik refleksi merupakan salah satu metode geofisika yang digunakan untuk BAB 3 TEORI DASAR 3.1 Seismik Refleksi Seismik refleksi merupakan salah satu metode geofisika yang digunakan untuk mengetahui keadaan di bawah permukaan bumi. Metode ini menggunakan gelombang akustik yang

Lebih terperinci

STUDI LABORATORIUM PENGARUH KONSENTRASI SURFAKTAN POLIMER TERHADAP RECOVERY FACTOR DENGAN BERBAGAI SALINITAS

STUDI LABORATORIUM PENGARUH KONSENTRASI SURFAKTAN POLIMER TERHADAP RECOVERY FACTOR DENGAN BERBAGAI SALINITAS STUDI LABORATORIUM PENGARUH KONSENTRASI SURFAKTAN POLIMER TERHADAP RECOVERY FACTOR DENGAN BERBAGAI SALINITAS Ricky 1), Sugiatmo Kasmungin 2), M.Taufiq Fathaddin 3) 1) Mahasiswa Magister Perminyakan, Fakultas

Lebih terperinci

Estimasi Porositas Batuan Reservoir Lapangan F3 Laut Utara Belanda Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Pada Atribut Seismik

Estimasi Porositas Batuan Reservoir Lapangan F3 Laut Utara Belanda Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Pada Atribut Seismik Estimasi Porositas Batuan Reservoir Lapangan F3 Laut Utara Belanda Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Pada Atribut Seismik Afdal Rahman *, Elistia Liza Namigo Laboratorium Fisika Bumi, Jurusan Fisika,

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Data 4.1.1 Data Seismik Penelitian ini menggunakan data seismik Pre Stack Time Migration (PSTM) CDP Gather 3D. Penelitian dibatasi dari inline 870 sampai 1050, crossline

Lebih terperinci

Analisis Atribut Seismik dan Seismic Coloured Inversion (SCI) pada Lapangan F3 Laut Utara, Belanda

Analisis Atribut Seismik dan Seismic Coloured Inversion (SCI) pada Lapangan F3 Laut Utara, Belanda Jurnal Fisika Unand Vol. 5, No. 2, April 2016 ISSN 2302-8491 Analisis Atribut Seismik dan Seismic Coloured Inversion (SCI) pada Lapangan F3 Laut Utara, Belanda Rahayu Fitri*, Elistia Liza Namigo Jurusan

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan berjalannya waktu jumlah cadangan migas yang ada tentu akan semakin berkurang, oleh sebab itu metoda eksplorasi yang efisien dan efektif perlu dilakukan guna

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN. dapat teresolusi dengan baik oleh wavelet secara perhitungan teoritis, dimana pada

V. PEMBAHASAN. dapat teresolusi dengan baik oleh wavelet secara perhitungan teoritis, dimana pada V. PEMBAHASAN 5.1 Tuning Thickness Analysis Analisis tuning thickness dilakukan untuk mengetahui ketebalan reservoar yang dapat teresolusi dengan baik oleh wavelet secara perhitungan teoritis, dimana pada

Lebih terperinci

BAB II GELOMBANG ELASTIK DAN EFEK VIBRASI

BAB II GELOMBANG ELASTIK DAN EFEK VIBRASI BAB II GELOMBANG ELASTIK DAN EFEK VIBRASI 2. 1 Gelombang Elastik Gelombang elastik adalah gelombang yang merambat pada medium elastik. Vibroseismik merupakan metoda baru dikembangkan dalam EOR maupun IOR

Lebih terperinci

BAB IV VALIDASI MODEL SIMULASI DENGAN MENGGUNAKAN DATA LAPANGAN

BAB IV VALIDASI MODEL SIMULASI DENGAN MENGGUNAKAN DATA LAPANGAN BAB IV VALIDASI MODEL SIMULASI DENGAN MENGGUNAKAN DATA LAPANGAN Untuk memperoleh keyakinan terhadap model yang akan digunakan dalam simulasi untuk menggunakan metode metode analisa uji sumur injeksi seperti

Lebih terperinci

BAB III STUDI KASUS 1 : Model Geologi dengan Struktur Lipatan

BAB III STUDI KASUS 1 : Model Geologi dengan Struktur Lipatan BAB III STUDI KASUS 1 : Model Geologi dengan Struktur Lipatan Dalam suatu eksplorasi sumber daya alam khususnya gas alam dan minyak bumi, para eksplorasionis umumnya mencari suatu cekungan yang berisi

Lebih terperinci

Dokumen Kurikulum Program Studi : Magister Teknik Perminyakan Lampiran III

Dokumen Kurikulum Program Studi : Magister Teknik Perminyakan Lampiran III Dokumen Kurikulum 2013-2018 Program Studi : Magister Teknik Perminyakan Lampiran III Fakultas : Teknik Pertambangan dan Perminyakan Institut Teknologi Bandung Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Institut

Lebih terperinci

METODE PENENTUAN LOKASI SUMUR PENGEMBANGAN UNTUK OPTIMASI PENGEMBANGAN LAPANGAN X DENGAN MENGGUNAKAN

METODE PENENTUAN LOKASI SUMUR PENGEMBANGAN UNTUK OPTIMASI PENGEMBANGAN LAPANGAN X DENGAN MENGGUNAKAN METODE PENENTUAN LOKASI SUMUR PENGEMBANGAN UNTUK OPTIMASI PENGEMBANGAN LAPANGAN X DENGAN MENGGUNAKAN PARAMETER POROSITAS, PERMEABILITAS DAN SATURASI MINYAK SECARA SEMI-ANALITIK TUGAS AKHIR Oleh: YOGA PRATAMA

Lebih terperinci

KARAKTERISASI RESERVOIR MENGGUNAKAN METODE INVERSI LAMBDA MU RHO (LMR) DAN ELASTIC IMPEDANCE PADA LAPANGAN X

KARAKTERISASI RESERVOIR MENGGUNAKAN METODE INVERSI LAMBDA MU RHO (LMR) DAN ELASTIC IMPEDANCE PADA LAPANGAN X Youngster Physics Journal ISSN : 30-737 Vol., No. 5, Oktober 03, Hal 99-06 KARAKTERISASI RESERVOIR MENGGUNAKAN METODE INVERSI LAMBDA MU RHO (LMR) DAN ELASTIC IMPEDANCE PADA LAPANGAN X Dian L. Silalahi

Lebih terperinci

Dokumen Kurikulum Program Studi : Doktor Teknik Perminyakan Lampiran III

Dokumen Kurikulum Program Studi : Doktor Teknik Perminyakan Lampiran III Dokumen Kurikulum 2013-2018 Program Studi : Doktor Teknik Perminyakan Lampiran III Fakultas : Teknik Pertambangan dan Perminyakan Institut Teknologi Bandung Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pliosen Awal (Minarwan dkk, 1998). Pada sumur P1 dilakukan pengukuran FMT

BAB I PENDAHULUAN. Pliosen Awal (Minarwan dkk, 1998). Pada sumur P1 dilakukan pengukuran FMT BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Lapangan R merupakan bagian dari kompleks gas bagian Selatan Natuna yang terbentuk akibat proses inversi yang terjadi pada Miosen Akhir hingga Pliosen Awal

Lebih terperinci

INTERPRETASI RESERVOIR HIDROKARBON DENGAN METODE ANALISIS MULTI ATRIBUT PADA LAPANGAN FIAR

INTERPRETASI RESERVOIR HIDROKARBON DENGAN METODE ANALISIS MULTI ATRIBUT PADA LAPANGAN FIAR INTERPRETASI RESERVOIR HIDROKARBON DENGAN METODE ANALISIS MULTI ATRIBUT PADA LAPANGAN FIAR Skripsi Untuk memenuhi persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 diajukan oleh: Saidatul Fitriany J2D 006 041 JURUSAN

Lebih terperinci

AVO FLUID INVERSION (AFI) UNTUK ANALISA KANDUNGAN HIDROKARBON DALAM RESEVOAR

AVO FLUID INVERSION (AFI) UNTUK ANALISA KANDUNGAN HIDROKARBON DALAM RESEVOAR AVO FLUID INVERSION (AFI) UNTUK ANALISA KANDUNGAN HIDROKARON DALAM RESEVOAR Muhammad Edisar 1, Usman Malik 1 1 Computational of Physics and Earth Science Laboratory Physic Dept. Riau University Email :

Lebih terperinci

Pengembangan Resin untuk Mengatasi Kepasiran di Reservoir yang Tidak Terkonsolidasi (Unconsolidated Reservoir)

Pengembangan Resin untuk Mengatasi Kepasiran di Reservoir yang Tidak Terkonsolidasi (Unconsolidated Reservoir) Pengembangan untuk Mengatasi Kepasiran di Reservoir yang Tidak Terkonsolidasi (Unconsolidated Reservoir) Taufan Marhaendrajana, ITB; Gema Wahyudi Purnama, ITB; Ucok W. Siagian, ITB Abstract Terjadinya

Lebih terperinci

Cadangan bahan bakar fosil dalam bentuk minyak dan gas bumi biasanya. terakumulasi dalam batuan reservoir di bawah permukaan bumi.

Cadangan bahan bakar fosil dalam bentuk minyak dan gas bumi biasanya. terakumulasi dalam batuan reservoir di bawah permukaan bumi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cadangan bahan bakar fosil dalam bentuk minyak dan gas bumi biasanya terakumulasi dalam batuan reservoir di bawah permukaan bumi. Batuan reservoir merupakan batuan

Lebih terperinci

Estimasi Porositas pada Reservoir KarbonatMenggunakan Multi Atribut Seismik

Estimasi Porositas pada Reservoir KarbonatMenggunakan Multi Atribut Seismik Estimasi Porositas pada Reservoir KarbonatMenggunakan Multi Atribut Seismik Bambang Hari Mei 1), Eka Husni Hayati 1) 1) Program Studi Geofisika, Jurusan Fisika FMIPA Unhas bambang_harimei2004@yahoo.com

Lebih terperinci

Analisa Injection Falloff Pada Sumur X dan Y di Lapangan CBM Sumatera Selatan dengan Menggunakan Software Ecrin

Analisa Injection Falloff Pada Sumur X dan Y di Lapangan CBM Sumatera Selatan dengan Menggunakan Software Ecrin Analisa Injection Falloff Pada Sumur X dan Y di Lapangan CBM Sumatera Selatan dengan Menggunakan Software Ecrin Yosua Sions Jurusan Teknik Perminyakan Fakultas Teknik Kebumian dan Energi Universitas Trisakti

Lebih terperinci

C iklm = sebagai tensor elastisitas

C iklm = sebagai tensor elastisitas Teori elastisitas menjadi dasar pokok untuk mendiskripsikan perambatan gelombang elastik. Tensor stress σ ik dan tensor strain ε ik dihubungkan oleh persamaan keadaan untuk suatu medium. Pada material

Lebih terperinci

ANALISA INVERSI ACOUSTIC IMPEDANCE (AI) UNTUK KARAKTERISASI RESERVOIR KARBONAT PADA LAPANGAN X FORMASI PARIGI CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA

ANALISA INVERSI ACOUSTIC IMPEDANCE (AI) UNTUK KARAKTERISASI RESERVOIR KARBONAT PADA LAPANGAN X FORMASI PARIGI CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA ANALISA INVERSI ACOUSTIC IMPEDANCE (AI) UNTUK KARAKTERISASI RESERVOIR KARBONAT PADA LAPANGAN X FORMASI PARIGI CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA Luxy Rizal Fathoni, Udi Harmoko dan Hernowo Danusaputro Lab. Geofisika,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lapangan TERRA adalah salah satu lapangan yang dikelola oleh PT.

BAB I PENDAHULUAN. Lapangan TERRA adalah salah satu lapangan yang dikelola oleh PT. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lapangan TERRA adalah salah satu lapangan yang dikelola oleh PT. Chevron Pacific Indonesia (PT. CPI) dalam eksplorasi dan produksi minyak bumi. Lapangan ini terletak

Lebih terperinci

Pemanfaatan Teknologi Seismik 4D dalam Pengelolaan Lapangan Minyak Tua ( Usulan Sumur Tambahan untuk Pengurasan Bypass-Oil )

Pemanfaatan Teknologi Seismik 4D dalam Pengelolaan Lapangan Minyak Tua ( Usulan Sumur Tambahan untuk Pengurasan Bypass-Oil ) Pemanfaatan Teknologi Seismik 4D dalam Pengelolaan Lapangan Minyak Tua ( Usulan Sumur Tambahan untuk Pengurasan Bypass-Oil ) Sugiharto Danudjaja Mahasiswa Magister Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta

Lebih terperinci

III. TEORI DASAR. menjelaskan karakter reservoar secara kualitatif dan atau kuantitatif menggunakan

III. TEORI DASAR. menjelaskan karakter reservoar secara kualitatif dan atau kuantitatif menggunakan III. TEORI DASAR 3.1 Karakterisasi Reservoar Analisis / karakteristik reservoar seismik didefinisikan sebagai sutau proses untuk menjelaskan karakter reservoar secara kualitatif dan atau kuantitatif menggunakan

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA. Pada penelitian ini data seismik yang digunakan adalah data migrasi poststack 3D

BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA. Pada penelitian ini data seismik yang digunakan adalah data migrasi poststack 3D BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Data 4.1.1. Data Seismik Pada penelitian ini data seismik yang digunakan adalah data migrasi poststack 3D (seismic cube) sebagai input untuk proses multiatribut. Data

Lebih terperinci

Perkiraan Luas Reservoir Panas Bumi dan Potensi Listrik Pada Tahap Eksplorasi (Studi Kasus Lapangan X)

Perkiraan Luas Reservoir Panas Bumi dan Potensi Listrik Pada Tahap Eksplorasi (Studi Kasus Lapangan X) Jurnal of Eart, Energy, Engineering ISSN: 2301 8097 Jurusan Teknik perminyakan - UIR Perkiraan Luas Reservoir Panas Bumi dan Potensi Listrik Pada Tahap Eksplorasi (Studi Kasus Lapangan X) Estimation Geothermal

Lebih terperinci

KARAKTERISASI RESERVOAR FORMASI BELUMAI DENGAN MENGGUNAKAN METODE INVERSI IMPENDANSI AKUSTIK DAN NEURAL NETWORK PADA LAPANGAN YPS.

KARAKTERISASI RESERVOAR FORMASI BELUMAI DENGAN MENGGUNAKAN METODE INVERSI IMPENDANSI AKUSTIK DAN NEURAL NETWORK PADA LAPANGAN YPS. KARAKTERISASI RESERVOAR FORMASI BELUMAI DENGAN MENGGUNAKAN METODE INVERSI IMPENDANSI AKUSTIK DAN NEURAL NETWORK PADA LAPANGAN YPS Andri Kurniawan 1, Bagus Sapto Mulyatno,M.T 1, Muhammad Marwan, S.Si 2

Lebih terperinci

I Made Rommy Permana , Semester II 2010/2011 1

I Made Rommy Permana , Semester II 2010/2011 1 Sari KLASIFIKASI TINGKAT KELAYAKAN PLAN OF DEVELOPMENT (POD) DENGAN METODE QUICK LOOK I Made Rommy Permana * Ir. Tutuka Ariadji, M.Sc.,Ph.D.** Perencanaan pengembangan lapangan (Plan Of Development POD)

Lebih terperinci

BAB 2. TEORI DASAR DAN METODE PENELITIAN

BAB 2. TEORI DASAR DAN METODE PENELITIAN 4 BAB 2. TEORI DASAR DAN METODE PENELITIAN Dalam kegiatan eksplorasi hidrokarbon, berbagai cara dilakukan untuk mencari hidrokarbon dibawah permukaan, diantaranya melalui metoda seismik. Prinsip dasar

Lebih terperinci

FENOMENA ELEKTROKINETIK DALAM SEISMOELEKTRIK DAN PENGOLAHAN DATANYA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PENGURANGAN BLOK. Tugas Akhir

FENOMENA ELEKTROKINETIK DALAM SEISMOELEKTRIK DAN PENGOLAHAN DATANYA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PENGURANGAN BLOK. Tugas Akhir FENOMENA ELEKTROKINETIK DALAM SEISMOELEKTRIK DAN PENGOLAHAN DATANYA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PENGURANGAN BLOK Tugas Akhir Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains di Program

Lebih terperinci

Acara Well Log Laporan Praktikum Geofisika Eksplorasi II

Acara Well Log Laporan Praktikum Geofisika Eksplorasi II WELL LOG 1. Maksud dan Tujuan Maksud : agar praktikan mengetahui konsep dasar mengenai rekaman sumur pemboran Tujuan : agar praktikan mampu menginterpretasi geologi bawah permukaaan dengan metode rekaman

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: ANALISA DATA LOG UNTUK PERHITUNGAN VOLUME AWAL GAS DI TEMPAT DENGAN METODA VOLUME TRIK

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: ANALISA DATA LOG UNTUK PERHITUNGAN VOLUME AWAL GAS DI TEMPAT DENGAN METODA VOLUME TRIK ANALISA DATA LOG UNTUK PERHITUNGAN VOLUME AWAL GAS DI TEMPAT DENGAN METODA VOLUME TRIK Dhita Stella Aulia Nurdin Abstract Perhitungan Initial Gas In Place (IGIP) pada Lapangan KIM menjadi langkah awal

Lebih terperinci

seekementerian PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA FAKULTAS TEKNIK SOAL UJIAN PERIODE SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2012/2013

seekementerian PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA FAKULTAS TEKNIK SOAL UJIAN PERIODE SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2012/2013 seekementerian PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA FAKULTAS TEKNIK SOAL UJIAN PERIODE SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2012/2013 Mata Uji : Coal Bed Methane (CBM) Jurusan : Teknik Pertambangan

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan dari tanggal 17 November 2014 sampai dengan

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan dari tanggal 17 November 2014 sampai dengan BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari tanggal 17 November 2014 sampai dengan Januari 2015 yang bertempat di Operation Office PT Patra Nusa Data, BSD-

Lebih terperinci

Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau Kampus Binawidya Pekanbaru, 28293, Indonesia.

Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau Kampus Binawidya Pekanbaru, 28293, Indonesia. PENGUJIAN ELASTISITAS TANAH UNTUK MENENTUKAN KEKUATAN PONDASI RUMAH SAKIT UNIVERSITAS RIAU DENGAN MENGGUNAKAN SONIC WAVE ANALYZER (SOWAN) Hasanuddin Tanjung, Riad Syech, Sugianto Jurusan Fisika Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA Pada bab ini, akan dibahas pengolahan data seismik yang telah dilakukan untuk mendapatkan acoustic impedance (AI), Elastic Impedance (EI), dan Lambda- Mu-Rho (LMR). Tahapan kerja

Lebih terperinci

Penentuan Absolute Open Flow Pada Akhir Periode Laju Alir Plateau Sumur Gas Estimation Absolute Open Flow Of The End Of Plateau Rate Of Gas Well

Penentuan Absolute Open Flow Pada Akhir Periode Laju Alir Plateau Sumur Gas Estimation Absolute Open Flow Of The End Of Plateau Rate Of Gas Well Penentuan Absolute Open Flow Pada Akhir Periode Laju Alir Plateau Sumur Gas Estimation Absolute Open Flow Of The End Of Plateau Rate Of Gas Well NOVRIANTI Jurusan Teknik Perminyakan Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

BAB III ANALISA TRANSIEN TEKANAN UJI SUMUR INJEKSI

BAB III ANALISA TRANSIEN TEKANAN UJI SUMUR INJEKSI BAB III ANALISA TRANSIEN TEKANAN UJI SUMUR INJEKSI Pada bab ini dibahas tentang beberapa metode metode analisis uji sumur injeksi, diantaranya adalah Hazebroek-Rainbow-Matthews 2 yang menggunakan prosedur

Lebih terperinci

Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia Simposium Nasional IATMI 2009 Bandung, 2-5 Desember Makalah Profesional IATMI

Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia Simposium Nasional IATMI 2009 Bandung, 2-5 Desember Makalah Profesional IATMI Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia Simposium Nasional IATMI 29 Bandung, 2- Desember 29 Makalah Profesional IATMI 9-16 ANALISIS DATA WATER OIL RATIO UNTUK MEMPREDIKSI NILAI PERMEABILITAS VERTIKAL

Lebih terperinci

STUDI PENINGKATAN PEROLEHAN MINYAK DI ZONA A LAPANGAN X DENGAN METODE INJEKSI AIR

STUDI PENINGKATAN PEROLEHAN MINYAK DI ZONA A LAPANGAN X DENGAN METODE INJEKSI AIR STUDI PENINGKATAN PEROLEHAN MINYAK DI ZONA A LAPANGAN X DENGAN METODE INJEKSI AIR TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh : RADEN

Lebih terperinci

GELOMBANG SEISMIK Oleh : Retno Juanita/M

GELOMBANG SEISMIK Oleh : Retno Juanita/M GELOMBANG SEISMIK Oleh : Retno Juanita/M0208050 Gelombang seismik merupakan gelombang yang merambat melalui bumi. Perambatan gelombang ini bergantung pada sifat elastisitas batuan. Gelombang seismik dapat

Lebih terperinci

ANALISIS PETROFISIKA DAN PERHITUNGAN CADANGAN GAS ALAM LAPANGAN KAPRASIDA FORMASI BATURAJA CEKUNGAN SUMATERA SELATAN

ANALISIS PETROFISIKA DAN PERHITUNGAN CADANGAN GAS ALAM LAPANGAN KAPRASIDA FORMASI BATURAJA CEKUNGAN SUMATERA SELATAN Analisis Petrofisika dan... ANALISIS PETROFISIKA DAN PERHITUNGAN CADANGAN GAS ALAM LAPANGAN KAPRASIDA FORMASI BATURAJA CEKUNGAN SUMATERA SELATAN M. Iqbal Maulana, Widya Utama, Anik Hilyah Jurusan Teknik

Lebih terperinci

EVALUASI PERHITUNGAN POTENSI SUMUR MINYAK TUA DENGAN WATER CUT TINGGI

EVALUASI PERHITUNGAN POTENSI SUMUR MINYAK TUA DENGAN WATER CUT TINGGI EVALUASI PERHITUNGAN POTENSI SUMUR MINYAK TUA DENGAN WATER CUT TINGGI Agustinus Denny Unggul Raharjo 1* 1 Jurusan Teknik Perminyakan, Fakultas Teknik Perminyakan & Pertambangan, Universitas Papua Jalan

Lebih terperinci

Analisis dan Pembahasan

Analisis dan Pembahasan Bab V Analisis dan Pembahasan V.1 Analisis Peta Struktur Waktu Dari Gambar V.3 memperlihatkan 2 closure struktur tinggian dan rendahan yang diantara keduanya dibatasi oleh kontur-kontur yang rapat. Disini

Lebih terperinci

ANALISIS INDEPENDENT INVERSION GELOMBANG PP DAN PS DENGAN MENGGUNAKAN INVERSI POST-STACK UNTUK MENDAPATKAN NILAI Vp/Vs

ANALISIS INDEPENDENT INVERSION GELOMBANG PP DAN PS DENGAN MENGGUNAKAN INVERSI POST-STACK UNTUK MENDAPATKAN NILAI Vp/Vs Analisis Independent Inversion ANALISIS INDEPENDENT INVERSION GELOMBANG PP DAN PS DENGAN MENGGUNAKAN INVERSI POST-STACK UNTUK MENDAPATKAN NILAI Vp/Vs Gigih Prakoso W, Widya Utama, Firman Syaifuddin Jurusan

Lebih terperinci

Rani Widiastuti Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut t Teknologi Sepuluh hnopember Surabaya 2010

Rani Widiastuti Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut t Teknologi Sepuluh hnopember Surabaya 2010 PEMETAAN BAWAH PERMUKAAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN HIDROKARBON LAPANGAN KYRANI FORMASI CIBULAKAN ATAS CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA DENGAN METODE VOLUMETRIK Rani Widiastuti 1105 100 034 Jurusan Fisika Fakultas

Lebih terperinci

Jurnal OFFSHORE, Volume 1 No. 1 Juni 2017 : ; e -ISSN :

Jurnal OFFSHORE, Volume 1 No. 1 Juni 2017 : ; e -ISSN : Metode Inversi Avo Simultan Untuk Mengetahui Sebaran Hidrokarbon Formasi Baturaja, Lapangan Wine, Cekungan Sumatra Selatan Simultaneous Avo Inversion Method For Estimating Hydrocarbon Distribution Of Baturaja

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Tugas Akhir ini dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan pada 13 April 10 Juli 2015

BAB IV METODE PENELITIAN. Tugas Akhir ini dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan pada 13 April 10 Juli 2015 53 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Tugas Akhir ini dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan pada 13 April 10 Juli 2015 di PT. Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore, TB. Simatupang

Lebih terperinci

BAB III TEORI DASAR Tinjauan Umum Seismik Eksplorasi

BAB III TEORI DASAR Tinjauan Umum Seismik Eksplorasi BAB III TEORI DASAR 3. 1. Tinjauan Umum Seismik Eksplorasi Metode seismik merupakan metode eksplorasi yang menggunakan prinsip penjalaran gelombang seismik untuk tujuan penyelidikan bawah permukaan bumi.

Lebih terperinci

BAB III TEORI DASAR. Metode seismik refleksi adalah metoda geofisika dengan menggunakan

BAB III TEORI DASAR. Metode seismik refleksi adalah metoda geofisika dengan menggunakan 16 BAB III TEORI DASAR 3.1 Seismik Refleksi Metode seismik refleksi adalah metoda geofisika dengan menggunakan gelombang elastik yang dipancarkan oleh suatu sumber getar yang biasanya berupa ledakan dinamit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Peningkatan kebutuhan energi di dunia akan minyak dan gas bumi sebagai bahan bakar fosil yang utama cenderung meningkat seiring dengan perubahan waktu. Kebutuhan dunia

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: STUDI LABORATORIUM MENGENAI PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI SURFAKTAN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI MINYAK PADA INJEKSI SURFAKTAN DENGAN KADAR SALINITAS AIR FORMASI YANG BERVARIASI Tommy Viriya dan Lestari

Lebih terperinci

ISBN

ISBN ISBN 978-979-98831-1-7 Proceeding Simposium Nasional IATMI 25-28 Juli 2007, UPN Veteran Yogyakarta STUDI KEMUNGKINAN PENGGUNAAN FIBER SEBAGAI SARINGAN PASIR DI INDUSTRI MIGAS Oleh : Suwardi UPN VETERAN

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KEBERADAAN REKAHAN PADA FORMASI KARBONAT MELALUI REKAMAN LOG DAN BATUAN INTI

IDENTIFIKASI KEBERADAAN REKAHAN PADA FORMASI KARBONAT MELALUI REKAMAN LOG DAN BATUAN INTI IDENTIFIKASI KEBERADAAN REKAHAN PADA FORMASI KARBONAT MELALUI REKAMAN LOG DAN BATUAN INTI Gerry Gusti Nugraha, Benyamin, Ratnayu Sitaresmi Program Studi Teknik Perminyakan, Universitas Trisakti Abstrak

Lebih terperinci

BAB IV UNIT RESERVOIR

BAB IV UNIT RESERVOIR BAB IV UNIT RESERVOIR 4.1. Batasan Zona Reservoir Dengan Non-Reservoir Batasan yang dipakai untuk menentukan zona reservoir adalah perpotongan (cross over) antara kurva Log Bulk Density (RHOB) dengan Log

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Kiprah dan perjalanan PT. Chevron Pacific Indonesia yang telah cukup lama ini secara perlahan diikuti oleh penurunan produksi minyak dan semakin kecilnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah lapangan gas telah berhasil ditemukan di bagian darat Sub-

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah lapangan gas telah berhasil ditemukan di bagian darat Sub- BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sebuah lapangan gas telah berhasil ditemukan di bagian darat Sub- Cekungan Tarakan, Kalimantan Utara pada tahun 2007. Lapangan gas ini disebut dengan Lapangan BYN

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Diskusi

Bab IV Hasil dan Diskusi Bab IV Hasil dan Diskusi IV.1 Hasil Studi Kelayakan Hasil plot silang antara data sifat reservoir dan data sifat batuan sintetik menunjukkan adanya korelasi yang bagus pada sebagian parameter, dengan koefisien

Lebih terperinci

III. TEORI DASAR. seismik juga disebut gelombang elastik karena osilasi partikel-partikel

III. TEORI DASAR. seismik juga disebut gelombang elastik karena osilasi partikel-partikel III. TEORI DASAR A. Konsep Dasar Seismik Gelombang seismik merupakan gelombang mekanis yang muncul akibat adanya gempa bumi. Pengertian gelombang secara umum ialah fenomena perambatan gangguan atau (usikan)

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN PENERAPAN INJEKSI SURFAKTAN DAN POLIMER DI LAPANGAN X MENGGUNAKAN SIMULATOR NUMERIK TESIS EMA FITRIANI NIM :

STUDI KELAYAKAN PENERAPAN INJEKSI SURFAKTAN DAN POLIMER DI LAPANGAN X MENGGUNAKAN SIMULATOR NUMERIK TESIS EMA FITRIANI NIM : STUDI KELAYAKAN PENERAPAN INJEKSI SURFAKTAN DAN POLIMER DI LAPANGAN X MENGGUNAKAN SIMULATOR NUMERIK TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung

Lebih terperinci

ESTIMASI PERMEABILITAS RESERVOIR DARI DATA LOG MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PADA FORMASI MENGGALA PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA

ESTIMASI PERMEABILITAS RESERVOIR DARI DATA LOG MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PADA FORMASI MENGGALA PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA ESTIMASI PERMEABILITAS RESERVOIR DARI DATA LOG MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PADA FORMASI MENGGALA PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA Liana Zamri *, Juandi M, Muhammad Edisar Jurusan Fisika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

APLIKASI INVERSI SEISMIK UNTUK KARAKTERISASI RESERVOIR

APLIKASI INVERSI SEISMIK UNTUK KARAKTERISASI RESERVOIR Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan MIPA Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 16 Mei 2009 APLIKASI INVERSI SEISMIK UNTUK KARAKTERISASI RESERVOIR Ari Setiawan, Fasih

Lebih terperinci

Analisis Performance Sumur X Menggunakan Metode Standing Dari Data Pressure Build Up Testing

Analisis Performance Sumur X Menggunakan Metode Standing Dari Data Pressure Build Up Testing Abstract JEEE Vol. 5 No. 1 Novrianti, Yogi Erianto Analisis Performance Sumur X Menggunakan Metode Standing Dari Data Pressure Build Up Testing Novrianti 1, Yogi Erianto 1, Program Studi Teknik Perminyakan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. disimpulkan beberapa hal sebagai berikut, yaitu: dibandingkan lapisan lainnya, sebesar MSTB.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. disimpulkan beberapa hal sebagai berikut, yaitu: dibandingkan lapisan lainnya, sebesar MSTB. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan analisa dan perhitungan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut, yaitu: 1. Hasil analisa decline curve dari semua

Lebih terperinci

PERSAMAAN USULAN UNTUK PERAMALAN KINERJA LAJU ALIR MINYAK BERDASARKAN HUBUNGAN WATER OIL RATIO DAN DECLINE EXPONENT

PERSAMAAN USULAN UNTUK PERAMALAN KINERJA LAJU ALIR MINYAK BERDASARKAN HUBUNGAN WATER OIL RATIO DAN DECLINE EXPONENT PERSAMAAN USULAN UNTUK PERAMALAN KINERJA LAJU ALIR MINYAK BERDASARKAN HUBUNGAN WATER OIL RATIO DAN DECLINE EXPONENT PADA RESERVOIR MULTI LAPISAN BERTENAGA DORONG AIR TUGAS AKHIR Oleh: SANDI RIZMAN H NIM

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Oleh: LUSY MARYANTI PASARIBU NIM :

TUGAS AKHIR. Oleh: LUSY MARYANTI PASARIBU NIM : PENGEMBANGAN KORELASI KUMULATIF PRODUKSI MINYAK SUMURAN BERDASARKAN DATA PRODUKSI DAN SIFAT FISIK BATUAN LAPANGAN DALAM KONDISI WATER CONING DENGAN BANTUAN SIMULASI RESERVOIR TUGAS AKHIR Oleh: LUSY MARYANTI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurunnya angka produksi minyak dan gas bumi dewasa ini memberikan konsekuensi yang cukup besar bagi kehidupan masyarakat. Kebutuhan akan sumber daya minyak dan gas

Lebih terperinci

INVERSI SEISMIK MODEL BASED DAN BANDLIMITED UNTUK PENDEKATAN NILAI IMPEDANSI AKUSTIK TESIS

INVERSI SEISMIK MODEL BASED DAN BANDLIMITED UNTUK PENDEKATAN NILAI IMPEDANSI AKUSTIK TESIS INVERSI SEISMIK MODEL BASED DAN BANDLIMITED UNTUK PENDEKATAN NILAI IMPEDANSI AKUSTIK TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister dari Departemen Fisika Institut Teknologi Bandung

Lebih terperinci

KEGIATAN OPERASI DAN PRODUKSI MINYAK DAN GAS BUMI DI PT. MEDCO E&P INDONESIA ( S&C SUMATERA ) FIELD SOKA

KEGIATAN OPERASI DAN PRODUKSI MINYAK DAN GAS BUMI DI PT. MEDCO E&P INDONESIA ( S&C SUMATERA ) FIELD SOKA KEGIATAN OPERASI DAN PRODUKSI MINYAK DAN GAS BUMI DI PT. MEDCO E&P INDONESIA ( S&C SUMATERA ) FIELD SOKA Diajukan untuk Memenuhi Syarat Permohonan Kuliah Kerja Lapangan O l e h Veto Octavianus ( 03111002051

Lebih terperinci

INTERPRETASI DATA PENAMPANG SEISMIK 2D DAN DATA SUMUR PEMBORAN AREA X CEKUNGAN JAWA TIMUR

INTERPRETASI DATA PENAMPANG SEISMIK 2D DAN DATA SUMUR PEMBORAN AREA X CEKUNGAN JAWA TIMUR INTERPRETASI DATA PENAMPANG SEISMIK 2D DAN DATA SUMUR PEMBORAN AREA X CEKUNGAN JAWA TIMUR Nofriadel, Arif Budiman Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas Kampus Unand, Limau Manis, Padang, 25163 e-mail:

Lebih terperinci

RASIO MODEL Vs30 BERDASARKAN DATA MIKROTREMOR DAN USGS DI KECAMATAN JETIS KABUPATEN BANTUL

RASIO MODEL Vs30 BERDASARKAN DATA MIKROTREMOR DAN USGS DI KECAMATAN JETIS KABUPATEN BANTUL J. Sains Dasar 2017 6 (1) 49-56 RASIO MODEL Vs30 BERDASARKAN DATA MIKROTREMOR DAN USGS DI KECAMATAN JETIS KABUPATEN BANTUL RATIO OF Vs30 MODEL BASED ON MICROTREMOR AND USGS DATA IN JETIS BANTUL Nugroho

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang mengambil judul Analisis Reservoar Pada Lapangan

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang mengambil judul Analisis Reservoar Pada Lapangan BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian yang mengambil judul Analisis Reservoar Pada Lapangan FRL Formasi Talangakar, Cekungan Sumatera Selatan dengan Menggunakan Seismik

Lebih terperinci

ESTIMASI FAKTOR KUALITAS SEISMIK SEBAGAI INDIKATOR ZONA GAS

ESTIMASI FAKTOR KUALITAS SEISMIK SEBAGAI INDIKATOR ZONA GAS ESTIMASI FAKTOR KUALITAS SEISMIK SEBAGAI INDIKATOR ZONA GAS Tugas Akhir Diajukan untuk memenuhi syarat kurikulum Program Studi Sarjana Geofisika Oleh: Wrahaspati 12403022 PROGRAM STUDI GEOFISIKA FAKULTAS

Lebih terperinci

Metode Seismik Dalam Usaha Pendeteksian Reservoir Minyak Dan Gas Bumi (Penerapan Metode AVO)

Metode Seismik Dalam Usaha Pendeteksian Reservoir Minyak Dan Gas Bumi (Penerapan Metode AVO) JMS Vol. 5 No. 1, hal. 9-22 April 2000 Metode Seismik Dalam Usaha Pendeteksian Reservoir Minyak Dan Gas Bumi (Penerapan Metode AVO) Awali Priyono Program Studi Geofisika Jurusan Geofisika & Meteorologi

Lebih terperinci

KARAKTERISASI RESERVOAR BATUPASIR PADA LAPANGAN SG MENGGUNAKAN INVERSI ACOUSTIC IMPEDANCE (AI) DAN ELASTIC IMPEDANCE (EI)

KARAKTERISASI RESERVOAR BATUPASIR PADA LAPANGAN SG MENGGUNAKAN INVERSI ACOUSTIC IMPEDANCE (AI) DAN ELASTIC IMPEDANCE (EI) Spektra: Jurnal Fisika dan Aplikasinya, Vol. 15 No. Des 014 KARAKTERISASI RESERVOAR BATUPASIR PADA LAPANGAN SG MENGGUNAKAN INVERSI ACOUSTIC IMPEDANCE (AI) DAN ELASTIC IMPEDANCE (EI) Fajri Akbar 1*) dan

Lebih terperinci

BAB III TEORI DASAR. dimensi pergerakan partikel batuan tersebut. Meskipun demikian penjalaran

BAB III TEORI DASAR. dimensi pergerakan partikel batuan tersebut. Meskipun demikian penjalaran BAB III TEORI DASAR 3.. Seismologi Refleksi 3... Konsep Seismik Refleksi Metoda seismik memanfaatkan perambatan gelombang elastis kedalam bumi yang mentransfer energi gelombang menjadi pergerakan partikel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang dan Pembatasan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang dan Pembatasan Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang dan Pembatasan Masalah Pada tahun 1997, PT CPI mengaplikasikan teknik perolehan dengan metode peripheral waterflood di lapangan Bekasap untuk mengimbangi penurunan

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Angka parameter dalam estimasi potensi energi panas bumi BSN. ICS Badan Standardisasi Nasional

SNI Standar Nasional Indonesia. Angka parameter dalam estimasi potensi energi panas bumi BSN. ICS Badan Standardisasi Nasional SNI 13-6482-2000 Standar Nasional Indonesia Angka parameter dalam estimasi potensi energi panas bumi ICS 07.060 Badan Standardisasi Nasional BSN LATAR BELAKANG Estimasi besarnya potensi energi panas bumi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM

BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM Tujuan utama analisis variogram yang merupakan salah satu metode geostatistik dalam penentuan hubungan spasial terutama pada pemodelan karakterisasi

Lebih terperinci

III. TEORI DASAR. melalui bagian dalam bumi dan biasa disebut free wave karena dapat menjalar

III. TEORI DASAR. melalui bagian dalam bumi dan biasa disebut free wave karena dapat menjalar III. TEORI DASAR 3.1. Jenis-jenis Gelombang Seismik 3.1.1. Gelombang Badan (Body Waves) Gelombang badan (body wave) yang merupakan gelombang yang menjalar melalui bagian dalam bumi dan biasa disebut free

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PEROLEHAN MINYAK MENGGUNAKAN PEMISAHAN SECARA BERTAHAP

OPTIMALISASI PEROLEHAN MINYAK MENGGUNAKAN PEMISAHAN SECARA BERTAHAP OPTIMALISASI PEROLEHAN MINYAK MENGGUNAKAN PEMISAHAN SECARA BERTAHAP Reza Fauzan *Email: reza.fauzan@gmail.com ABSTRAK Penelitian tentang peningkatan jumlah produksi minyak yang diperoleh dari sumur produksi

Lebih terperinci

PENDEKATAN TEORITIK. Elastisitas Medium

PENDEKATAN TEORITIK. Elastisitas Medium PENDEKATAN TEORITIK Elastisitas Medium Untuk mengetahui secara sempurna kelakuan atau sifat dari suatu medium adalah dengan mengetahui hubungan antara tegangan yang bekerja () dan regangan yang diakibatkan

Lebih terperinci

SIFAT FISIK TANAH DAN BATUAN. mekanika batuan dan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

SIFAT FISIK TANAH DAN BATUAN. mekanika batuan dan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu : REKAYASA TANAH & BATUAN 1 SIFAT FISIK TANAH DAN BATUAN Batuan mempunyai sifat-sifat tertentu yang perlu diketahui dalam mekanika batuan dan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu : a. Sifat fisik batuan

Lebih terperinci

PENGARUH INJEKSI POLIMER ATAS STRUKTUR DAN KOMPOSISI SERTA SIFAT FISIK BATUAN RESERVOIR

PENGARUH INJEKSI POLIMER ATAS STRUKTUR DAN KOMPOSISI SERTA SIFAT FISIK BATUAN RESERVOIR PENGARUH INJEKSI POLIMER ATAS STRUKTUR DAN KOMPOSISI SERTA SIFAT FISIK BATUAN RESERVOIR RINGRASAN Masalah penting yang dihadapi pada pendesakan dengan polimer adalah "penyumbatan", yang disebabkan oleh

Lebih terperinci