TINJAUAN PUSTAKA Kota
|
|
- Sudomo Sutedja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 TINJAUAN PUSTAKA 10 Kota What is a city but its people. Itulah kata bijak William Shakespeare mengenai gambaran sebuah kota. Sebuah kota sudah tentu merupakan gambaran orang-orang yang berdomisili di dalamnya. Bagaimana orang-orang yang tinggal didalamnya, maka itulah sebenarnya wajah kota. Kota adalah kumpulan orangorang yang berdomisili dalam jangka waktu lama maupun sementara. Sebuah kota tidak akan nyaman jika orang-orangnya tidak menciptakan kenyamanan bagi lingkungannya. Kota yang baik dan berkesan adalah kota-kota dimana masyarakatnya memberikan kenyamanan terhadap eksistensi lingkungannya. Jadi dengan membicarakan kenyamanan berarti sebuah kota adalah kumpulan nilainilai yang dianut masyarakatnya (Budiharjo, 1997). Fungsi kota sebagai pusat pelaya nan (service center) membawa konsekuensi areal kota akan dipenuhi oleh kegiatan-kegiatan komersial dan sosial, selain kawasan perumahan dan permukiman. Pembangunan ruang kota bertujuan untuk: (1) Memenuhi kebutuhan masyarakat akan tempat berusaha dan tempa t tinggal, baik dalam kualitas maupun kuantitas; (2) Memenuhi kebutuhan akan suasana kehidupan yang memberikan rasa aman, damai, tenteram dan sejahtera. (Budiharjo, 1997). Berkenaan dengan hal tersebut pembangunan kota harus ditujukan untuk lebih meningkatkan produktif itas yang selanjutnya akan dapat mendorong sektor perekonomian. Namun dalam pengembangannya, tentu perlu diperhatikan ketersediaan sumberdaya, sehingga perlu dicermati efisiensi pemanfaatan sumberdaya maupun efisiensi pelayanan prasarana dan sarana kota. Pembangunan perkotaan dilaksanakan dengan mengacu pada pengembangan investasi yang berwawasan lingkungan, sehingga tidak membawa dampak negatif terhadap lingkungan dan tidak merusak kekayaan budaya daerah. Selain itu juga diharapkan untuk selalu mengarah kepada terciptanya keadilan yang tercermin pada pemerataan kemudahan dalam memperoleh penghidupan perkotaan, baik dari segi prasarana dan sarana maupun dari lapangan pekerjaan.
2 Penataan Ruang 11 Disadari bahwa ketersediaan ruang itu sendiri tidak terbatas. Bila pemanfaatan ruang tidak diatur dengan baik, kemungkinan besar terjadi inefisiensi dalam pemanfaatan ruang dan penurunan kualitas ruang serta dapat mendorong kearah adanya ketidakseimbangan pembangunan antar wilayah serta kelestarian lingkungan hidup. Oleh karena itu diperlukan penataan ruang untuk mengatur pemanfaatannya berdasarkan besaran kegiatan, jenis kegiatan, fungsi lokasi, kualitas ruang dan estetika lingkungan. Oleh karena pengelolaan subsistem yang satu akan berpengaruh pada subsistem yang lain, yang pada akhirnya akan mempengaruhi sistem ruang secara keseluruhan, pengaturan ruang menuntut dikembangkannya suatu sistem keterpaduan sebagai ciri utamanya. Seiring dengan maksud tersebut, maka pelaksanaan pembangunan, baik ditingkat pus at maupun tingkat daerah harus sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Dengan demikian pemanfaatan ruang tidak bertentangan dengan rencana tata ruang yang sudah ditetapkan (Sastrowihardjo et al., 2001). Dalam konteks pembangunan wilayah, perencanaan penataan ruang dipandang sebagai salah satu bentuk intervensi atau upaya pemerintah untuk menuju keterpaduan pembangunan melalui kegiatan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang guna menstimulasi sekaligus mengendalikan pertumbuhan dan perkembangan pemanfaatan ruang suatu wilayah. Hal ini dipandang strategis mengingat bahwa kondisi aktual pemanfaatan ruang di suatu wilayah pada dasarnya merupakan gambaran hasil akhir dari interaksi antara aktivitas kehidupan manusia dengan alam lingkungannya, baik direncanakan maupun tidak direncanakan. Jika tidak direncanakan, maka sejalan dengan pertumbuhan pembangunan, laju pertumbuhan penduduk, serta aktivitas masyarakat yang semakin dinamis, pemanfaatan sumberdaya akan cenderung mengikuti suatu mekanisme yang secara alamiah akan mengejar maksimalisasi ekonomi, namun eksploitatif dalam pemanfaatan sumberdaya yang ada. Mekanisme tersebut menciptakan iklim kompetisi yang pada akhirnya akan menggeser aktivitas yang intensitas pemanfaatan ruangnya lebih rendah dengan aktivitas lain yang lebih produktif. Meskipun mekanisme alamiah tersebut dapat saja menciptakan efisiensi secara ekonomi, namun belum tentu sejalan dengan
3 12 pencapaian tujuan dari pembangunan. Belum lagi jika harus dikaitkan dengan masalah polarisasi kemampuan yang berkembang di masyarakat dalam menikmati pemerataan manfaat pembangunan (Sastrowihardjo et al., 2001). Penataan Ruang Wilayah Kabupaten/Kota Menurut UU 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, ruang didefinisikan sebagai wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya. Sedangkan wilayah didefinisikan sebagai ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. Lebih lanjut pengertian wilayah terbagi menjadi dua, yaitu wilayah yang batas dan sistemnya ditentuka n berdasarkan aspek administratif disebut wilayah pemerintahan dan wilayah yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional disebut kawasan. Dengan demikian penyusunan RTRW harus memperhatikan aspek administratif dan kawasan fungsional. Kawasan terbagi menjadi dua, yaitu kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan lindung meliputi hutan lindung, kawasan bergambut, kawasan resapan air, sempadan pantai, sempadan kawasan sekitar waduk/danau, sungai, sekitar mata air, kawasan suaka alam, kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya, kawasan pantai berhutan bakau, taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam, kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan dan kawasan rawan bencana. Kawasan budidaya adalah kawasan hutan produksi, kawasan pertanian, kawasan permukiman, kawasan industri, kawasan berikat, kawasan pariwisata, kawasan tempat pertahanan keamanan. Kawasan yang meliputi lebih dari satu wilayah kabupaten/kota (kecuali kawasan tertentu), koordinasi penyusunan rencana tata ruang diselenggarakan oleh gubernur. Selanjutnya bagian dari masing-masing kawasan dipadukan dan menjadi dasar dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah. Selain berdasarkan kawasan fungsional, sesuai dengan amanat Pasal 19, 20 dan 21, maka penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota mengacu pada rencana tata ruang
4 13 yang lebih tinggi, dalam hal ini Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan Provinsi (UU 24 Tahun 1992). Penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Penataan ruang merupakan kebijakan dinamis yang mengakomodasikan aspek kehidupan pada suatu kawasan, dimana setiap keputusan merupakan hasil kesepakatan berbagai pihak sebagai bentuk kesinergian kepentingan. Menurut UU tersebut, penataan ruang disusun berasaskan: (a) Pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu, berdaya guna dan berhasil guna, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan. (b) keterbukaan, persamaan, keadilan dan perlindungan hukum. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan ruang dalam wujud struktur dan pola pemanfaatan ruang. Adapun yang dimaksud struktur pemanfaatan ruang adalah susunan unsur-unsur pembentuk lingkungan secara hierarkis dan saling berhubungan satu dengan lainnya, sedangkan yang dimaksud dengan pola pemanfaatan ruang adalah tata guna tanah, air, udara, dan sumberdaya alam lainnya dalam wujud penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah, air, udara dan sumberdaya alam lainnya. Rencana tata ruang merupakan produk kebijakan koordinatif dari berbagai pihak yang berkepentingan, baik pemerintah maupun masyarakat, sehingga penyusunannya harus bertolak pada data, informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang berlaku (Sastrowihardjo et al., 2001). RTRW kabupaten/kota menurut UU 24 Tahun 1992 merupakan pedoman yang digunakan untuk mewujudkan keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan perkembangan antar sektor secara komprehensif, terpadu dan berkelanjutan, serta menjadi pedoman dalam memanfaatkan ruang bagi kegiatan pembangunan. Penatagunaan tanah merupakan bagian dari penataan ruang yang meliputi pengaturan penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah. Dengan mengacu pada RTRW, maka langkah-langkah dalam penatagunaan tanah meliputi kegiatankegiatan penyerasian penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah sesuai dengan RTRW yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Sastrowihardjo et al., 2001). Oleh karena itu, kebijakan yang harus dirumuskan adalah bagaimana
5 14 mewujudkan penggunaan tanah yang pada saat ini tidak sesuai dengan rencana tata ruang menjadi sesuai dan serasi dengan rencana tata ruang. Terkait dengan perencanaan, penyusunan RTRW diharapkan dapat mengakomodasikan berbagai perubahan dan perkembangan di wilayah perencanaan. RTRW kabupaten/kota disusun berdasarkan perkiraan kecenderungan dan arahan perkembangannya untuk memenuhi kebutuhan pembangunan di masa depan sesuai dengan jangka waktu perencanaannya. Tujuan dari perencanaan tata ruang wilayah adalah mewujudkan ruang wilayah yang memenuhi kebutuhan pembangunan dengan senantiasa berwawasan lingkungan, efisien dalam alokasi investasi, bersinergi dan dapat dijadikan acuan dalam penyusunan program pembangunan untuk tercapainya kesejahteraan masyarakat. Sasaran dari perencanaan tata ruang wilayah (Perda Nomor 5 Tahun 2001 tentang RTRW Provinsi Lampung) adalah: a. Terkendalinya pembangunan di wilayah, baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat; b. Terciptanya keserasian antara kawasan lindung dan kawasan budidaya; c. Tersusunnya rencana dan keterpaduan program-program pembangunan di wilayah; d. Terdorongnya minat investasi masyarakat dan dunia usaha di wilayah; e. Terkoordinasinya pembangunan antar wilayah dan antar sektor pembangunan. Fungsi dari rencana tata ruang wilayah (Perda Nomor 5 Tahun 2001 tentang RTRW Provinsi Lampung) adalah: Sebagai matra keruangan dari pembangunan daerah; Sebagai dasar kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di daerah; Sebagai alat untuk mewujudkan keseimbangan perkembangan antar wilayah dan antar kawasan serta keserasian antar sektor ; Sebagai alat untuk mengalokasikan investasi yang dilakukan pemerintah, masyarakat dan swasta; Sebagai pedoman untuk penyusunan rencana rinci tata ruang kawasan; Sebagai dasar pengendalian pemanfaatan ruang dan pemberian izin lokasi. Gambar 5 menunjukkan bahwa RTRW kabupaten/kota disusun dengan memperhatikan RTRW provinsi. Selanjutnya RTRW kabupaten/kota dan Rencana
6 15 Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) kabupaten/kota menjadi dasar dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) kabupaten/kota. Selain itu RTRW kabupaten/kota perlu dirinci dalam rencana yag lebih detail, yaitu Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Rencana Teknik Ruang (RTR). RPJP NASIONAL RPJP PROVINSI RPJP KAB/KOT RTRW NASIONAL RTRW KWS TERTENTU NASIONAL RTRW PROVINSI RPJM PROVINSI RTRW KWS TERTENTU PROVINSI RTRW KAB/KOTA RTRW KWS TERTENTU KAB/KOTA RDTR KAWASAN RPJM KAB/KOTA RENCANA TEKNIK RUANG (RTR) Keterangan: = Produk yang saat ini belum tersedia, tetapi dimungkinkan tersedia Sumber: RTRW Provinsi Lampung tahun 2000 Gambar 5 RTRW dalam sistem perencanaan pembangunan Pemanfaatan ruang adalah rangkaian program kegiatan pelaksanaan pembangunan yang memanfaatkan ruang menurut jangka waktu yang telah ditetapkan dalam rencana tata ruang. Dengan kata lain pemanfaatan ruang
7 16 merupakan usaha memanifestasikan rencana tata ruang ke dalam bentuk programprogram pemanfaatan ruang oleh sektor-sektor pembangunan yang secara teknis didasarkan pada pola pengelolaan tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara dan tata guna sumberdaya alam lainnya, misalnya hutan, perkebunan dan pertambangan. Di dalam pemanfaatan ruang tersebut, batas-batas fisik tanah diatur dan dimanfaatkan secara jelas oleh penatagunaan tanah. Dari usaha pemanfaatan ruang ini diharapkan dapat tercapai keseimbangan lingkungan serta mencerminkan pembangunan yang berwawasan lingkungan. Tujuan pemanfaatan ruang adalah pemanfaatan ruang secara berdaya guna dan berhasil guna untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan secara berkelanjutan melalui upaya-upaya pemanfaatan sumberdaya alam didalamnya secara berdaya guna dan berhasil guna, keseimbangan antar wilayah dan antar sektor, pencegahan kerusakan fungsi dan tatanan serta peningkatan kualitas lingkungan hidup (PP 47 Tahun 1997). Pemanfaatan ruang diselenggarakan secara bertahap melalui penyiapan program kegiatan pelaksanaan pembangunan yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang yang akan dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat, baik secara sendirisendiri maupun bersama-sama, sesuai dengan rencana tata ruang ya ng telah ditetapkan. Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan agar pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan melalui kegiatan pengawasan dan penertiba n pemanfaatan ruang. Untuk menjamin penataan ruang dapat terlaksana dan mampu mengakomodasi kepentingan stakeholder, diperlukan peranserta aktif masyarakat dalam penataan ruang, baik dalam proses perencanaan, pemanfaatan maupun pengendalian pemanfaatan ruang. Hal ini sesuai dengan amanat UU 24 Tahun 1992 dan ditindaklanjuti dengan PP 69 Tahun 1996 serta diperjelas dengan Permendagri No 9 Tahun 1998 tentang Bentuk dan Tata Cara Peranserta Masyarakat dalam Penataan Ruang. Perencanaan partisipatif dalam penataan ruang merupakan suatu proses pengambilan keputusan yang sistematis dengan menggunakan berbagai informasi yang dikumpulkan dari berbagai sumber dan melibatkan berbagai stakeholder dalam proses perencanaan tata ruang serta keseluruhan proses manajemen dalam suatu siklus manajemen.
8 17 Menurut PP 47 Tahun 1997 tentang RTRWN, kawasan andalan didefinisikan sebagai bagian dari kawasan budidaya yang diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan tersebut dan kawasan di sekitarnya. Pusat Kegiatan Nasional (PKN) didefinisikan sebagai kota yang mempunyai potensi sebagai pintu gerbang ke kawasan-kawasan internasional, pusat ekonomi perkotaan (jasa & industri) nasional dan simpul transportasi yang melayani nasional dan atau beberapa provinsi. Pusat Kegiatan Wilayah/Regional (PKW/PKR) adalah kota sebagai pusat aktivitas ekonomi perkotaan (jasa dan industri) regional dan simpul transportasi yang melayani provinsi dan beberapa Kabupaten di sekitarnya. Manajemen Kota di Negara Berkembang Kemurnian konsep manajemen kota adalah mengkompilasi berbagai isu perkotaan dalam kaitannya dengan masalah kelembagaan, untuk dapat menghasilkan suatu strategi yang tepat dan tanggap terhadap struktur pelaksanaan yang terintegrasi dalam suatu manajemen kota. Pengujian proses manajemen kota harus dilihat sebagai provision infrastruktur. Hal ini tidak akan hanya mendukung perkembangan ekonomi, tetapi juga distribusi spasial dari pertumbuhan kota (McGill, 1998). Arti sebenarnya dari manajemen kota adalah: Perencanaan untuk menyediaka n dan memelihara infrastruktur serta pelayanan kota. Memberikan keyakinan bahwa pemerintah kota dalam keadaan baik secara organisasional maupun finansial. Substansi esensi dari manajemen kota adalah: Pengembangan lokasi yang efisien Tersedianya air bersih Sanitasi yang baik Jalanan yang terpelihara Penertiban/minimalisasi permukiman ilegal Pelayanan kesehatan dasar dan pendidikan.
9 18 Keluaran-keluaran tersebut harus dapat dirasakan dampaknya oleh masyarakat, misalnya berkurangnya kemiskinan dan tercapainya kondisi lingkungan yang semakin baik. Hal inilah yang saat ini menjadi fokus dari program manajemen kota (McGill,1998). Ketimpangan Pembangunan Menurut Anwar (2005), beberapa hal yang menyebabkan terjadinya disparitas antar wilayah adalah: 1) perbedaan karakteristik limpahan sumberdaya alam (resource endowment); 2) perbedaan demografi; 3) perbedaan kemampuan sumberdaya manusia (human capital); 4) perbedaan potensi lokasi; 5) perbedaan dari aspek aksesibilitas dan kekuasaan dalam pengambilan keputusan; dan 6) perbedaan dari aspek potensi pasar. Faktor-faktor di atas menyebabkan perbedaan karakteristik wilayah ditinjau dari aspek kemajuannya, yaitu: 1) wilayah maju; 2) wilayah sedang berkembang; 3) wilayah belum berkembang; dan 4) wilayah tidak berkembang. Wilayah maju adalah wilayah yang telah berkembang yang biasanya dicirikan sebagai pusat pertumbuhan. Di wilayah ini terdapat pemusatan penduduk, industri, pemerintahan, dan sekaligus pasar yang potensial. Ciri lain adalah tingkat pendapatan, tingkat pendidikan dan kualitas sumberdaya manusia yang tinggi serta struktur ekonomi yang secara relatif didominasi oleh sektor industri, jasa dan komersil. Wilayah yang sedang berkembang dicirikan oleh pertumbuhan yang cepat dan biasanya merupakan wilayah penyangga dari wilayah maju, ka rena itu mempunyai aksesibilitas yang sangat baik terhadap wilayah maju. Wilayah belum berkembang dicirikan oleh tingkat pertumbuhan yang masih rendah, baik secara absolut maupun secara relatif, namun memiliki potensi sumberdaya alam yang belum dikelola atau dimanfaatkan. Wilayah ini masih didiami oleh tingkat kepadatan penduduk yang masih rendah dengan tingkat pendidikan yang juga relatif rendah. Wilayah yang tidak berkembang dicirikan oleh dua hal, yaitu: 1) wilayah tersebut memang tidak memiliki potensi baik potensi sumberdaya alam maupun potensi lokasi sehingga secara alamiah sulit berkembang dan mengalami pertumbuhan; b) wilayah tersebut sebenarnya memiliki potensi, baik sumberdaya alam atau lokasi maupun memiliki keduanya
10 19 tetapi tidak dapat berkembang karena tidak memiliki kesempatan dan cenderung dieksploitasi oleh wilayah yang lebih maju. Wilayah ini dicirikan oleh tingkat kepadatan penduduk yang jarang dan kualitas sumberdaya manusia yang rendah, tingkat pendapatan yang rendah, tida k memiliki infrastruktur yang lengkap, dan tingkat aksesibilitas yang rendah (Anwar, 2005). Indikator lain dalam perkembangan wilayah adalah tingkat interaksi antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Wilayah yang lebih berkembang pada dasarnya mempunya i tingkat interaksi yang lebih tinggi dibanding daerah lain yang belum berkembang. Interaksi ini sendiri terjadi karena adanya faktor aksesibilitas daerah itu ke daerah lain. Kemudahan akses ini menjadi faktor yang cukup penting dalam mendukung perkembanga n suatu wilayah. Wilayah dengan akses yang lebih baik akan menyebabkan tingkat interaksi yang tinggi dengan wilayah lain sehingga menjadi lebih cepat berkembang. Faktor lain yang mendorong perkembangan wilayah adalah lokasinya, terutama terhadap pusat ekonomi atau pemerintahan. Lokasi yang berdekatan dengan pusat umumnya akan lebih terpacu perkembangannya, dan umumnya akan sangat terpegaruh oleh pusat dibanding wilayah-wilayah yang relatif lebih jauh dan akan lebih berkembang menjadi hinterland yang menyangga wilayah pusat (Anwar, 2005). Analisa Spasial Berbeda dengan ahli geografi yang memandang spasial sebagai segala hal yang menyangkut lokasi atau tempat dan menekankan pada bagaimana mendeskripsikan fenomena spasial yang dikaji tanpa harus mendalami permasalahan sosial ekonomi yang ada di dalamnya, analisis spasial lebih terfokus pada kegiatan investigasi pola -pola dan berbagai atribut atau gambaran di dalam studi kewilayahan dan dengan menggunakan permodelan berbagai keterkaitan untuk meningkatkan pema haman dan prediksi atau peramalan. Lebih lanjut, Haining (Rustiadi et al., 2004) mendefinisikan analisa pasial sebagai sekumpulan teknik-teknik untuk pengaturan spasial dari kejadian-kejadian tersebut. Kejadian geografis (geographical event) dapat berupa sekumpulan obyek-obyek titik, garis atau areal yang berlokasi di ruang geografis dimana melekat suatu gugus nilainilai atribut. Dengan demikian, analisis spasial membutuhkan informasi, baik
11 20 berupa nilai-nilai atribut maupun lokasi-lokasi geografis obyek-obyek dimana atribut-atribut melekat di dalamnya. Berdasarkan proses pengumpulan informasi kuantitatif yang sistematis, tujuan analisis spasial adalah : 1. Mendeskripsikan kejadian-kejadian di dalam ruangan geografis (termasuk deskripsi pola) secara cermat da n akurat. 2. Menjelaskan secara sistematik pola kejadian dan asosiasi antar kejadian atau obyek di dalam ruang, sebagai upaya meningkatkan pemahaman proses yang menentukan distribusi kejadian yang terobservasi. 3. Meningkatkan kemampuan melakukan prediksi atau pengendalian kejadiankejadian di dalam ruang geografis. Para perencana dapa t menggunakan sebuah model sebagai alat untuk mempermudah melakukan analisis spasial. Dengan pendekatan sebuah model akan mempermudah penggambaran dalam menganalisis suatu obyek serta kejadian untuk tujuan diskripsi, penjelasan, peramalan dan untuk keperluan perencanaan. Model spasial adalah model yang digunakan untuk mengolah data spasial dan data atribut/variabel. Menurut Wegener, terdapat tiga kategori model spasial, yaitu model skala, model konseptual dan model matematik. Model skala adalah model yang merepresentasikan kondisi fisik yang sebenarnya, seperti data ketinggian. Model konseptual adalah model yang menggunakan pola -pola aliran dari komponen-komponen sistem yang diteliti dan menggambarkan hubungan antar kedua komponen tersebut. Model matematik digunakan dalam model konseptual yang merepresentasikan beberapa komponen dan interaksinya dengan hubungan matematik (Wegener, 2001). Sistem Informasi Geografis Sistem informasi geografis (SIG) merupakan suatu sistem (berbasiskan komputer) yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasiinformasi geografis. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan dan menganalisis obyek-obyek dan fenomena-fenomena dimana lokasi geografis merupakan karakteristik yang penting atau kritis untuk dianalisis. Menurut Aronoff, SIG merupakan sistem komputer yang memiliki empat kemampuan
12 21 dalam menganalisis data yang bereferensi geografis, yaitu masukan, keluaran, manajemen data (penyimpanan da n pemanggilan data) serta analisis dan manipulasi data (Prahasta, 2005). SIG memungkinkan pengguna untuk memahami konsep-konsep lokasi, posisi, koordinat, peta, ruang dan permodelan spasial secara mudah. Selain itu dengan SIG pengguna dapat membawa, meleta kkan dan menggunakan data yang menjadi miliknya sendiri kedalam sebuah bentuk (model) representasi miniatur permukaan bumi untuk kemudian dimanipulasi, dimodelkan atau dianalisis baik secara tekstual, secara spasial maupun kombinasinya (analisis melalui query atribut dan spasial), hingga akhirnya disajikan dalam bentuk sesuai dengan kebutuhan pengguna (Prahasta, 2005). Teknologi SIG akan mempermudah para perencana dalam mengakses data, menampilkan informasi-informasi geografis terkait dengan substansi perencanaan dan meningkatkan keahlian para perencana serta masyarakat dalam menggunakan sistem informasi spasial melalui komputer. SIG dapat membantu para perencana dan pengambil keputusan dalam memecahkan masalah-masalah spasial yang sangat kompleks. Salah satu contoh aplikasi SIG adalah dalam Sistem Pendukung Keputusan (DSS). Dalam sistem ini SIG digunakan untuk mengevaluasi skenario pertumbuhan/perkembangan kota. DSS akan mengevaluasi pelaksanaan Tata Guna Tanah (TGT) dan infrastruktur serta memberikan alternatif solusi terbaik untuk mengatasi berbagai permasalahan yang terjadi (Marquez, 1996). Salah satu metode dalam SIG adalah teknik tumpang tindih (overlay). Jika pengolahan data dilakukan secara manual, pengguna harus bekerja dengan beberapa peta analog dan beberapa informasi atribut yang diperlukan. Selanjutnya pengguna dapat menganalisis kedua data (peta dan data atribut) untuk kemudian memplotkan hasil akhirnya kedalam peta. Untuk tumpang tindih (overlay) peta juga dapat dilakukan hal yang sama. Beberapa kelemahan dari proses tersebut adalah selain membutuhkan waktu yang relatif lama, tingkat ketelitian dan akurasinya sangat bergantung pada kemampuan dan ketelitian penggunanya dalam melakukan proses olah data tersebut. Dengan teknologi SIG, pengguna memerlukan data spasial dan atribut dalam bentuk digital, sehingga prosesnya dapat dilakukan dengan cepat dengan tingkat ketelitian cukup baik dan prosesnya
13 dapat diulang kapan saja, oleh siapa saja, dan hasilnya dapat disajikan dalam berbagai bentuk sesuai dengan kebutuhan pengguna. 22
BAB 2 KETENTUAN UMUM
BAB 2 KETENTUAN UMUM 2.1 PENGERTIAN-PENGERTIAN Pengertian-pengertian dasar yang digunakan dalam penataan ruang dan dijelaskan di bawah ini meliputi ruang, tata ruang, penataan ruang, rencana tata ruang,
Lebih terperinciANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) ENDANG WAHYUNI
ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) ENDANG WAHYUNI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI
Lebih terperinciBAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN
BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang desentralisasi membuka peluang bagi daerah untuk dapat secara lebih baik dan bijaksana memanfaatkan potensi yang ada bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta 1.1. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kawasan Pantai Utara Jakarta ditetapkan sebagai kawasan strategis Provinsi DKI Jakarta. Areal sepanjang pantai sekitar 32 km tersebut merupakan pintu gerbang dari
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinciSTRATEGI UMUM DAN STRATEGI IMPLEMENTASI PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG
STRATEGI UMUM DAN STRATEGI IMPLEMENTASI PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Pembangunan daerah seyogyanya dilakukan melalui penataan ruang secara lebih terpadu dan terarah, agar sumberdaya yang terbatas dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien.
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik
Lebih terperinciPENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG:
MATERI 1. Pengertian tata ruang 2. Latar belakang penataan ruang 3. Definisi dan Tujuan penataan ruang 4. Substansi UU PenataanRuang 5. Dasar Kebijakan penataan ruang 6. Hal hal pokok yang diatur dalam
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinci20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991);
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan dengan dua
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinciLaporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN
BA B PENDAHULUAN I 1.1. Latar Belakang Sebagai bangsa yang besar dengan kekayaan potensi sumber daya alam yang luar biasa, sebenarnya Indonesia memiliki peluang yang besar untuk menjadi pelaku ekonomi
Lebih terperinciDasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG
Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 gg Tentang Penataan Ruang 1 Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciDasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG
Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa yang tidak terhingga nilainya bagi seluruh umat manusia. Sebagai anugerah, hutan mempunyai nilai filosofi yang
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang
4 TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang Ruang (space) dalam ilmu geografi didefinisikan sebagai seluruh permukaan bumi yang merupakan lapisan biosfer, tempat hidup tumbuhan, hewan dan manusia (Jayadinata
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SIAK SRI INDRAPURA KABUPATEN SIAK TAHUN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SIAK SRI INDRAPURA KABUPATEN SIAK TAHUN 2002-2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, Menimbang : a.
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SIAK SRI INDRAPURA KABUPATEN SIAK TAHUN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SIAK SRI INDRAPURA KABUPATEN SIAK TAHUN 2002-2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, Menimbang : a.
Lebih terperinci*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperincioleh para pelaku pembangunan dalam mengembangkan Kabupaten Pacitan.
1.1 LATAR BELAKANG Kabupaten Pacitan merupakan bagian dari Koridor Tengah di Pantai Selatan Jawa yang wilayahnya membentang sepanjang pantai Selatan Pulau Jawa. Berdasarkan sistem ekonomi, geokultural
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinciPENATAAN RUANG Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 Tanggal 13 Oktober 1992 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,
PENATAAN RUANG Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 Tanggal 13 Oktober 1992 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemanfaatan ruang wilayah nasional
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SIAK SRI INDRAPURA KABUPATEN SIAK TAHUN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SIAK SRI INDRAPURA KABUPATEN SIAK TAHUN 2002-2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, Menimbang : a.
Lebih terperinciKEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG
Oleh : Ir. Bahal Edison Naiborhu, MT. Direktur Penataan Ruang Daerah Wilayah II Jakarta, 14 November 2013 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG Pendahuluan Outline Permasalahan
Lebih terperinciP E N J E L A S A N A T A S PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI MALUKU
P E N J E L A S A N A T A S PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI MALUKU I. UMUM Sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Lebih terperinciKeterkaitan Rencana Strategis Pesisir dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten Kutai Timur
P E M E R I N T A H KABUPATEN KUTAI TIMUR Keterkaitan Rencana Strategis Pesisir dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten Kutai Timur Oleh: Ir. Suprihanto, CES (Kepala BAPPEDA Kab. Kutai Timur)
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG
MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1996 TENTANG PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN, SERTA BENTUK DAN TATA CARA PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciPENDEKATAN ASPEK LINGKUNGAN DALAM KEBIJAKAN PENATAAN RUANG NASIONAL
PENDEKATAN ASPEK LINGKUNGAN DALAM KEBIJAKAN PENATAAN RUANG NASIONAL Ir. Iman Soedradjat, MPM DIREKTUR PENATAAN RUANG NASIONAL disampaikan pada acara: SEMINAR NASIONAL PERTIMBANGAN LINGKUNGAN DALAM PENATAAN
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN 2011-2031 I. UMUM Proses pertumbuhan dan perkembangan wilayah Kabupaten
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1996 TENTANG PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN, SERTA BENTUK DAN TATA CARA PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Transportasi sebagai urat nadi kehidupan berbangsa dan bernegara, mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong dan penunjang pembangunan. Transportasi merupakan suatu
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Otonomi daerah sudah dilaksanakan sejak tahun 2001. Keadaan ini telah memberi kesadaran baru bagi kalangan pemerintah maupun masyarakat, bahwa pelaksanaan otonomi tidak bisa
Lebih terperinciRencana Strategis Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Lingga
BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI III.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan SKPD Terbitnya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Lebih terperinciGambar 1. Kedudukan RD Pembangunan DPP, KSPP, KPPP dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan RIPPARNAS RIPPARPROV
LAMPIRAN I PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2011-2031 I. UMUM Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG
MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG
Lebih terperinciBAB II KETENTUAN UMUM
BAB II KETENTUAN UMUM 2.1. Pengertian Umum Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk lainnya hidup dan melakukan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undangundang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang perlu
Lebih terperinciUndang Undang No. 24 Tahun 1992 Tentang : Penataan Ruang
Undang Undang No. 24 Tahun 1992 Tentang : Penataan Ruang Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 24 TAHUN 1992 (24/1992) Tanggal : 13 OKTOBER 1992 (JAKARTA) Sumber : LN 1992/115; TLN NO. 3501 DENGAN
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan sumberdaya yang ada dalam rangka memberikan kontribusi untuk
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH NOMOR 69 TAHUN 1996 TENTANG PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN, SERTA BENTUK DAN TATA CARA PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 69 TAHUN 1996 TENTANG PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN, SERTA BENTUK DAN TATA CARA PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,
Copyright 2002 BPHN UU 24/1992, PENATAAN RUANG *8375 Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 24 TAHUN 1992 (24/1992) Tanggal: 13 OKTOBER 1992 (JAKARTA) Sumber: LN 1992/115;
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan, pencemaran, dan pemulihan kualitas lingkungan. Hal tersebut telah menuntut dikembangkannya berbagai
Lebih terperinciBAB 5 RTRW KABUPATEN
BAB 5 RTRW KABUPATEN Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten terdiri dari: 1. Rencana Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang; 2. Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung dan Budidaya; 3. Rencana Pengelolaan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT, Menimbang
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PP 69/1996, PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 69 TAHUN 1996 (69/1996) Tanggal: 3 DESEMBER 1996 (JAKARTA) Sumber: LN 1996/104; TLN
Lebih terperinciKETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP
LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI
Lebih terperinciTPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN
TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 08 Teknik Analisis Aspek Fisik & Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Tata Ruang Tujuan Sosialisasi Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik ik & Lingkungan,
Lebih terperinci2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah
7 2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah Dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait
Lebih terperinciMENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL
MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENINJAUAN
Lebih terperinciRENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) IBUKOTA KECAMATAN TALANG KELAPA DAN SEKITARNYA
1.1 LATAR BELAKANG Proses perkembangan suatu kota ataupun wilayah merupakan implikasi dari dinamika kegiatan sosial ekonomi penduduk setempat, serta adanya pengaruh dari luar (eksternal) dari daerah sekitar.
Lebih terperinciRencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan
RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KOTA BANJARMASIN 2013-2032 APA ITU RTRW...? Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan Pola Ruang Wilayah Kota DEFINISI : Ruang : wadah yg meliputi
Lebih terperinciKAJIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR
KAJIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: HENDRA WIJAYA L2D 307 014 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2009 i ABSTRAK
Lebih terperinciKementerian Kelautan dan Perikanan
Jakarta, 6 November 2012 Wilayah Pesisir Provinsi Wilayah Pesisir Kab/Kota Memiliki 17,480 pulau dan 95.181 km panjang garis pantai Produktivitas hayati tinggi dengan keanekaragaman hayati laut tropis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. banyak, masih dianggap belum dapat menjadi primadona. Jika diperhatikan. dialihfungsikan menjadi lahan non-pertanian.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk kemakmuran rakyat, memerlukan keseimbangan antar berbagai sektor. Sektor pertanian yang selama ini merupakan aset penting karena
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1490, 2014 KEMENPERA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Daerah. Pembangunan. Pengembangan. Rencana. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciRencana Struktur Tata Ruang Kawasan Perkotaan Metropolitan. Skala peta = 1: Jangka waktu perencanaan = 20 tahun
Rencana Struktur Tata Ruang Kawasan Perkotaan Metropolitan Skala peta = 1: 100.000 Jangka waktu perencanaan = 20 tahun Fungsi : Menciptakan keserasian pembangunan kota inti dengan Kawasan Perkotaan sekitar
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 15 2002 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 4 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN GARUT DENGAN MENGHARAP BERKAT DAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHU
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN BENER MERIAH
PEMERINTAH KABUPATEN BENER MERIAH QANUN KABUPATEN BENER MERIAH NOMOR : 13 TAHUN 2006 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH ( RTRW ) KABUPATEN BENER MERIAH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BENER
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG
I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor
Lebih terperinciBAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI
BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan SKPD 3.1.1 Permasalahan Infrastruktur Jalan dan Sumber Daya Air Beberapa permasalahan
Lebih terperinciTUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI
TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2.1. Tujuan Penataan Ruang Kota Bengkulu Tujuan penataan ruang wilayah kota dirumuskan berdasarkan: 1) visi dan misi pembangunan wilayah kota; 2) karakteristik wilayah kota;
Lebih terperinci6 Semua negara di Oceania, kecuali Australia dan Selandia Baru (New Zealand).
GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM 2013 24 Sesi NEGARA MAJU DAN NEGARA BERKEMBANG : 2 A. PENGERTIAN NEGARA BERKEMBANG Negara berkembang adalah negara yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi rendah, standar
Lebih terperinciANALISIS KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN YANG BERKELANJUTAN DI PULAU BUNAKEN MANADO
Sabua Vol.7, No.1: 383 388, Maret 2015 ISSN 2085-7020 HASIL PENELITIAN ANALISIS KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN YANG BERKELANJUTAN DI PULAU BUNAKEN MANADO Verry Lahamendu Staf Pengajar JurusanArsitektur,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah
II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Wilayah dan Hirarki Wilayah Secara yuridis, dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pengertian wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta
Lebih terperinciBAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI
BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Dinas Bina Marga Kabupaten Grobogan. Permasalahan berdasarkan tugas dan fungsi
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor 24
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara kepulauan dengan garis pantai kurang lebih 81.900 km dan memiliki kawasan yang berbatasan dengan sepuluh negara,
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso
KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS
KATA PENGANTAR Sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 11 ayat (2), mengamanatkan pemerintah daerah kabupaten berwenang dalam melaksanakan penataan ruang wilayah kabupaten
Lebih terperinciTABEL PERSANDINGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DAN PERUBAHANNYA
TABEL PERSANDINGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DAN PERUBAHANNYA NASKAH UU No.24/1992 PENATAAN RUANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG
Lebih terperinciBAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI
BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor tidak terlepas
Lebih terperinciKoesnadi Hardjasoemantri
Penataan Ruang 467 ASPEK-ASPEK PENEGAKKAN HUKUM DALAM PENATAAN RUANG* Koesnadi Hardjasoemantri Penataan ruang yang baik merupakan aspek penting bagi upaya penegakan hukum lingkungan. VU Hukum Lingkungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Dalam rangka
Lebih terperinciBAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN
BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN Bab ini menjelaskan aspek-aspek yang dianalisis dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten dan data (time-series) serta peta
Lebih terperinciBab VI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN. 6.1 Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kota Tidore Kepulauan
Bab VI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN 6.1 Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kota Tidore Kepulauan Tujuan penataan ruang wilayah Kota adalah Terwujudnya Kota Tidore
Lebih terperinciBAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH
RANCANGAN RPJP KABUPATEN BINTAN TAHUN 2005-2025 V-1 BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH Permasalahan dan tantangan yang dihadapi, serta isu strategis serta visi dan misi pembangunan
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1996 TENTANG PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN, SERTA BENTUK DAN TATA CARA PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL
PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI, KABUPATEN, DAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI
Lebih terperinciPeraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1996 Tentang : Pelaksanaan Hak Dan Kewajiban, Serta Bentuk Dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang
Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1996 Tentang : Pelaksanaan Hak Dan Kewajiban, Serta Bentuk Dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 69 TAHUN
Lebih terperinci