BAB 15 PERWUJUDAN LEMBAGA DEMOKRASI YANG MAKIN KUKUH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 15 PERWUJUDAN LEMBAGA DEMOKRASI YANG MAKIN KUKUH"

Transkripsi

1 BAB 15 PERWUJUDAN LEMBAGA DEMOKRASI YANG MAKIN KUKUH Pada kuartal akhir tahun 2005 hingga semester pertama tahun 2006 ini, terlihat kecenderungan adanya pemanfaatan ruang publik yang kurang sejalan dengan arah pelembagaan demokrasi yang berintikan pada penegakan proses politik yang demokratis dan penegakan supremasi hukum. Hal ini antara lain terlihat dari cukup kuatnya kecenderungan penggunaan cara-cara kekerasan serta sering terjadinya gejala-gejala pemaksakan pendapat dan kepentingan suatu kelompok tertentu terhadap kelompok lainnya. Berkaitan dengan gejala-gejala kurang positif ini, berbagai pihak menghimbau bahwa Pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan lembaga-lembaga penegak hukum perlu menegaskan kembali komitmen bersama mengenai perlunya perlakuan yang adil dan sama secara hukum bagi setiap warganegara tanpa kecuali; tanpa memandang afiliasi politik dan pengelompokan kemasyarakatan yang bersangkutan. Selain itu, penyelesaian perbedaan pendapat dapat ditempuh melalui cara-cara damai dan demokratis, serta mengikuti aturan hukum yang ada. Masih kurangnya pengalaman bersama dalam berdemokrasi; masih cukup besarnya kekosongan dalam struktur peraturan perundangan yang ada untuk mengatur berbagai perilaku dan tatakrama dalam berpolitik; serta masih rendahnya kapasitas kelembagaan demokrasi yang ada

2 merupakan kelemahan yang harus diakui memberikan andil bagi terciptanya suasana-suasana demikian. Namun, belum sempurnanya berbagai struktur dan kelembagaan demokrasi yang sedang dibangun, tidak dapat menjadi alasan ataupun pembenaran (justifikasi) untuk melakukan tindakan-tindakan pemaksaan kehendak melalui ancaman dan tindakan kekerasan secara melawan hukum. I. PERMASALAHAN YANG DIHADAPI Pada tahun 2006 ada beberapa perkembangan dalam proses demokratisasi yang secara khusus perlu dicermati oleh semua lembaga penyelenggara negara maupun masyarakat pada umumnya. Pada tingkat masyarakat, wacana mengenai amandemen Konstitusi merupakan salah satu pembicaraan penting yang muncul kembali di kalangan masyarakat. Setiap aspirasi yang berkaitan dengan dasar negara tentu dapat saja secara terbuka dikemukakan ke wacana politik, termasuk adanya keinginan-keinginan untuk kembali kepada Undang Undang Dasar UUD 1945 yang asli. Masyarakat umumnya sepakat bahwa segala aspirasi politik yang ada sebaiknya dikembalikan saja kepada proses politik dan kelembagaan yang ada. Setiap kelompok masyarakat memiliki hak untuk tidak menyetujui amandemen Konstitusi yang sudah dilakukan. Amandemen UUD 1945 adalah sesuatu yang dilakukan secara konstitusional karena dilaksanakan oleh parlemen yang dipilih oleh rakyat melalui pemilu yang demokratis pula. Sebaiknya, apabila menghendaki kembali kepada UUD 1945 yang asli, membatalkan sebagian amandemen, ataupun melanjutkan amandemen diharapkan dapat dilakukan melalui proses/prosedur yang sama sesuai konstitusi, dan, bukan dengan cara-cara inkonstitusional. Di dalam masyarakat telah kembali pula wacana yang sudah muncul sejak awal era reformasi serta merupakan isu politik yang cukup peka, yakni apakah anggota TNI dan Polri sebaiknya sudah diizinkan untuk menggunakan hak pilih mereka dalam Pemilu Nasional pada tahun 2009 mendatang. Pada satu pihak, ada kelompok masyarakat yang mengacu pada Tap MPR No.VII Tahun 2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang memberikan batas waktu keberadaan TNI dan Polri di MPR paling lama sampai dengan Tahun Menurut 15-2

3 kelompok ini, sudah saatnya anggota TNI dan Polri menggunakan hak pilihnya secara normal sebagaimana halnya warganegara Indonesia yang lain, dan seperti normalnya setiap anggota angkatan bersenjata di negara-negara demokrasi maju. Di lain pihak, ada kelompok yang berpendapat, sebaiknya TNI menunda penggunakan hak pilihnya sampai dengan Pemilu selanjutnya, yakni tahun Pemilu 2009 telah mulai menjadi isu hangat yang dibicarakan di dalam masyarakat, terutama terkait dengan perlunya penyempurnaan terhadap undangundang penyelenggaraan pemilu, undang-undang partai politik dan pemilu anggota DPR, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan berbagai persiapan teknis operasional Pemilu Pada tingkat penyelenggaraan negara, satu hal yang perlu diperhatikan adalah adanya aspirasi-aspirasi bagi penyempurnaan mekanisme checks and balances, terutama yang menyangkut keterkaitan hubungan kelembagaan antara DPR dengan DPD. Aspirasi-aspirasi yang ke luar dari para anggota DPD umumnya menginginkan peningkatan peran, fungsi, hak dan kedudukan DPD terhadap DPR, karena menganggap posisi DPD masih jauh di bawah DPR. Menurut aspirasi yang berkembang, sesuai dengan asas-asas demokrasi, kelembagaan yang ada di dalam sistem parlemen bikameral (DPR dan DPD) diharapkan memiliki posisi yang berimbang. Berbagai kalangan menilai bahwa Konstitusi maupun perundang-undangan yang ada dianggap memberikan ruang yang terbatas bagi lembaga DPD, bahkan terkesan berada di bawah (subordinat) lembaga DPR. Sebelum menentukan posisi terbaik DPD dalam parlemen di era konsolidasi demokrasi diperlukan pertukaran pemikiran, wacana politik, serta diskusi intensif di antara semua kekuatan lembaga hukum dan politik yang terkait dan relevan, termasuk DPR dan DPD itu sendiri. Disamping itu, keputusan apa pun yang akan diambil harus dilakukan dengan cara-cara konstitusional. Pada prinsipnya, keputusan mengenai fungsi, hak dan kedudukan DPD di masa mendatang diharapkan dapat memperkuat parlemen sebagai lembaga legislasi, bukan sebaliknya memperlemahnya dalam konteks konsolidasi demokrasi di masa mendatang. 15-3

4 Permasalahan berikutnya adalah masih belum terjalinnya harmonisasi yang optimal di antara lembaga-lembaga konstitusional baru yang dibentuk berdasarkan perundang-undangan dengan lembaga-lembaga yang sudah ada, seperti Mahkamah Agung (MA), Komisi Yudisial (KY), Mahkamah Konstitusi (MK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Di antara isu yang banyak mendapatkan sorotan masyarakat adalah silang pendapat antara Mahkamah Agung (MA) dengan Komisi Yudisial (KY) berkaitan dengan penafsiran konstitusional dan perundangan-undangan mengenai peran, fungsi, dan kewenangan masing-masing dalam menyelesaikan kasus-kasus tertentu. Agar tidak mengganggu kinerja kelembagaan secara keseluruhan, kekurang harmonisan yang terjadi dalam hubungan kelembagaan dapat diatasi dengan beberapa alternatif misalnya melalui perbaikan mekanisme dan prosedur kerja, atau dapat juga melalui revisi atau mengamandemen perundang-undangan yang menjadi dasar pembentukan lembaga-lembaga baru tersebut untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang dianggap cukup prinsipil. Dapat diprediksi bahwa akan ada konsekuensi yang cukup berat bagi penegakan demokrasi dan supremasi hukum apabila lembaga-lembaga penting yang ada masih terus mencari-cari peran dan kewenangan, serta masih lemahnya koordinasi antara lembaga-lembaga yang secara konstitusional setara. Salah satu permasalahan yang terjadi saat ini adalah masih terpuruknya wibawa aparatur penegak hukum di tanah air. Padahal penegakan supremasi hukum dan pemenuhan rasa keadilan masyarakat merupakan salah satu tonggak terpenting berhasilnya upaya demokratisasi di Indonesia. Apabila hukum di Indonesia sudah berhasil menegakkan asas persamaan di muka hukum dan keadilan bagi setiap warganegara, berarti salah satu prinsip penting demokrasi sudah berhasil dijalankan. Sebaliknya, selama wibawa hukum dan lembaga peradilan belum mampu menjaga rasa keadilan masyarakat, maka demokrasi pun tidak mungkin ditegakkan. Permasalahan berikutnya yang perlu dikemukakan adalah berkaitan erat dengan terus berlanjutnya proses desentralisasi kewenangan pemerintahan pusat melalui penerapan kebijakan otonomi daerah secara konsisten dan berkelanjutan. Dengan 15-4

5 mempertimbangkan berbagai keberhasilan, maupun permasalahan dan tantangan yang ada selama kurang lebih 10 bulan terakhir, maka Pemerintah mengharapkan sampai dengan akhir 2006, seluruh peraturan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah akan dapat dituntaskan. Selain itu, walaupun merupakan pengalaman baru, seperti halnya pemilihan presiden dan wakil presiden, pelaksanaan Pilkada secara umum sudah dapat dilaksanakan secara baik, antara lain karena antusiasme masyarakat dalam menyukseskan pelaksanaannya. Hal ini diungkapkan dengan tanpa mengingkari adanya berbagai permasalahan yang timbul selama dan sesudah pelaksanaan proses Pilkada. Adanya berbagai tuntutan belum lama berselang dari sejumlah besar kepala desa agar dilakukan perubahan-perubahan terhadap pasal-pasal di dalam Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 72 Tahun 2005 tentang Desa sangat tergantung terhadap visi Pemerintah Pusat dan DPR mengenai pemerintahan desa seperti yang tercantum di dalam UU No 32 Tahun Pertama, apakah desa akan dikembangkan lebih lanjut untuk menjadi daerah dengan otonomi tersendiri, seperti halnya kabupaten/kota. Kalau hal ini menjadi pilihan, maka akan membawa konsekuensi-konsekuensi politik lanjutan. Kedua, apakah desa dikembangkan lebih lanjut untuk menjadi organ daerah otonomi kabupaten/kota, seperti halnya kecamatan, yang merupakan organ pemerintahan daerah. Pemerintah bersedia membuka diri untuk membicarakan hal ini lebih lanjut, demi kepentingan penataan desentralisasi dan Otonomi Daerah. Erat kaitannya dengan otonomi Daerah dan Pilkada adalah persoalan pemantapan pelaksanaan otonomi khusus (Otsus), baik Otonomi Khusus Papua (UU No. 21 Tahun 2001) maupun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (UU PA). Hal ini berkaitan dengan masih adanya upaya-upaya mengganggu pelaksanaan Otsus di Papua, dengan melakukan propaganda-propaganda politik dan gerakangerakan yang dapat merugikan kedaulatan NKRI atas Propinsi Papua. Menyangkut penerapan lebih lanjut Otsus Aceh dan pelaksanaan kesepakatan yang dituangkan dalam MoU Helsinki tahun 2005 mengenai Kesepakatan Damai di Aceh, akhirnya pada tanggal 11 Juli 2006 Sidang Paripurna DPR telah menetapkan UU PA dan 15-5

6 diharapkan dapat menjadi dasar bagi pembentukan pemerintahan Aceh yang baru. Sikap kompromistis dari masing-masing pihak yang berkepentingan sangat menentukan berhasilnya pembentukan UU PA ini menjadi produk perundang-undangan, sekaligus diharapkan menyelesaikan secara tuntas permasalahan separatisme Aceh. Satu hal yang tidak kurang penting dalam pelembagaan demokrasi adalah memperkuat kelembagaan media massa, termasuk lembaga pers dan penyiaran. Media massa adalah pengawal utama kekuatan masyarakat sipil (civil society) dari semua lembaga masyarakat yang ada dalam demokrasi. Media massa merupakan pencerminan kekuatan langsung masyarakat, tanpa perwakilan, dalam menggunakan dan mengimplementasikan hak-hak asasinya dalam sebuah demokrasi. Antara lain berupa hak-hak mengetahui, hak-hak mengemukakan dan membentuk pendapat, hak-hak melakukan kontrol atas lembaga-lembaga penyelenggara negara, serta hak-hak ikut serta dalam proses perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan politik. Diakui masih cukup banyak persoalan yang menjadi hambatan kalangan media massa dalam menjalankan tugas-tugasnya dalam menyebarluaskan informasi kepada publik. Banyak keluhan bahwa media massa masih seringkali kurang mendapatkan perlindungan keamanan karena seringkali menjadi korban tindak kekerasan dari pihak-pihak yang merasa dirugikan nama baik dan kedudukan penting mereka karena pemberitaan media massa; namun pada sisi lain adanya kenyataan masih lemahnya profesionalisme media massa dalam menjalankan perannya. Selain itu, khusus di bidang penyiaran, sejumlah kalangan masih mempertanyakan itikad baik Pemerintah dalam menjamin hak masyarakat untuk mengatur dan menyampaikan informasi sesuai dengan UUD 1945 Pasal 28 F serta perundangundangan bidang penyiaran. Empat PP di bidang penyiaran, yaitu PP No. 49 Tahun 2005 tentang Pedoman Kegiatan Peliputan Lembaga Penyiaran Asing, PP No. 50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta, PP No. 51 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Komunitas, dan PP No.52 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Berlangganan oleh sejumlah pihak dianggap sebagai upaya Pemerintah untuk melakukan kontrol secara berlebihan terhadap 15-6

7 lembaga-lembaga penyiaran, antara lain berupa pengaturan mengenai perizinan khusus dalam memperoleh hak penyiaran tertentu dengan mengecilkan peranan KPI. Padahal, menurut berbagai pihak tersebut, media cetak sudah tidak lagi menuntut berbagai perizinan tertentu. Lebih jauh, KPI berpendapat bahwa PP No. 50 Tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Swasta belum sejalan dengan semangat otonomi daerah dan desentralisasi penyiaran. PP tersebut menyatakan pula program siaran nasional yang hanya memberi porsi siaran lokal sebanyak 10 persen, sedangkan 90 persennya didominasi oleh siaran TV yang bersiaran nasional. Sementara itu, UU Penyiaran mengamanatkan adanya penyiaran yang berjejaringan dengan tujuan untuk menciptakan pengembangan potensi lokal baik perekonomian maupun SDM dan memenuhi syarat utama keragaman isi (diversity of content) dan keragaman kepemilikan (diversity of ownership). Sedangkan terhadap 3 (tiga) PP sebelumnya yaitu PP No. 11 Tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Publik, PP No. 12 Tahun 2005 tentang TVRI dan PP No. 13 Tahun 2005 tentang RRI sedang dilakukan review, dan saat ini masih dalam pembahasan dengan DPR dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Keberatan-keberatan yang ada ini tentu menjadi perhatian Pemerintah bagi upaya-upaya pemecahan masalah dan penyempurnaan peraturan perundangan khususnya tentang perizinan. Perhatian Pemerintah tentu juga dengan memperhatikan masukan-masukan dari DPR dan KPI. Hal lain yang menjadi persoalan saat ini adalah pengaruh negatif maraknya media penyiaran pasca reformasi. Dikhawatirkan persoalan ini akan menghasilkan dampak yang bertentangan dengan tujuan pembangunan untuk mencerdaskan bangsa dan proses demokratisasi di Indonesia. II. LANGKAH-LANGKAH KEBIJAKAN DAN HASIL-HASIL YANG DICAPAI Langkah-langkah kebijakan pada semester pertama 2006 ini masih merupakan kelanjutan dari semester terakhir 2005 lalu untuk menjaga konsistensi dan menghindarkan penerapan kebijakan yang berlawanan dengan upaya konsolidasi demokrasi. Langkah kebijakan yang diambil antara lain tetap terarah pada penataan hubungan 15-7

8 kelembagaan negara, baik antara lembaga-lembaga politik yang sudah mantap keberadaannya, maupun lembaga-lembaga baru yang dalam prakteknya masih mencari bentuk dan peranan yang sesuai seperti yang digariskan oleh peraturan dan perundang-perundangan yang relevan. Langkah kebijakan lainnya adalah penguatan dan penyempurnaan struktur peraturan dan perundang-undangan yang diharapkan mampu memberikan fondasi lebih kokoh bagi pengaturan hubungan kelembagaan dan penguatan kelembagaan (capacity building), termasuk lembaga perwakilan (DPR, DPD, DPRD), penguatan Pemerintah daerah dan pemantapan status otonomi khusus, pengaturan lebih lanjut hubungan pusat dan daerah, dan hal-hal lainnya yang berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat sipil dan organisasi politik (parpol) serta organisasi kemasyarakatan (ormas). Pemerintah juga sedang berusaha mewujudkan kelembagaan KKR berdasarkan perundang-undangan yang ada. Menyangkut peningkatan peran DPD, Pemerintah sejak awal, baik melalui Rencana Pebangunan Jangka Panjang Menengah (RPJM) maupun melalui Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2005, Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2006, dan RKP 2007 di bawah payung program penyempurnaan dan penguatan kelembagaan demokrasi, secara prinsip sudah mencantumkan pentingnya peningkatan capacity building lembaga legislatif, termasuk DPD. Mengingat pentingnya upaya desentralisasi politik dan perlunya menyempurnakan pelaksanaan otonomi daerah dalam kerangka konsolidasi demokrasi, maka gagasan mengembangkan Rumah Aspirasi (House of Aspirations) yang bertujuan memperkuat komunikasi politik antara wakil-wakil rakyat yang ada di DPD dengan konstituennya perlu mendapatkan dukungan. Gagasan mengembangkan Rumah Aspirasi dapat dianggap sebagai upaya strategis untuk membangun legitimasi dari bawah. Dengan membesarnya legitimasi dari bawah, maka diharapkan landasan konstitusional dapat diubah melalui proses politik. Akan sulit bagi DPD kalau hanya menuntut perubahan terhadap landasan konstitusional keberadaannya, kalau tidak mengubah realitas politik di tingkat akar rumput. Lebih jauh lagi, dengan mengamati perkembangan realitas politik yang ada dewasa ini, DPD memiliki peluang untuk maju memperkuat eksistensinya. 15-8

9 Dalam konteks penataan sistem pemerintahan secara nasional, berbagai regulasi, pembagian tugas dan hubungan kerja antara lembaga-lembaga pemerintahan yang ada, termasuk di tingkat daerah, secara bertahap telah dirumuskan. Upaya penyempurnaan struktur, fungsi dan mekanisme penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 terus dilakukan dengan mengacu pada prinsip-prinsip dasar yang diamanatkan dalam Konstitusi, serta memperhatikan berbagai peraturan perundangan yang berlaku. Penataan sistem pemerintahan, antara lain diwujudkan dalam pengaturan pembagian urusan pemerintahan yang dapat menciptakan hubungan antar tingkat pemerintahan yang sinergis dan harmonis. Hal lain, dalam upaya memantapkan pelaksanaan Otonomi Daerah (Otda), telah diimplementasikan secara sinergis penyelenggaraan asas-asas pemerintahan yang relevan, yakni desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan, dengan penekanan pada upaya pemantapan fungsi dan peran Gubernur dalam melakukan koordinasi pusat-daerah, pembinaan, pengawasan dan supervisi terhadap pelaksanaan asas-asas penyelenggaraan pemerintahan di daerah, termasuk pada tingkat kabupaten/kota, serta dukungan pembangunan sarana dan prasarana perkantoran di daerah otonom baru. Dalam penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), selama Juni 2005 hingga akhir Juni 2006, telah dilaksanakan 252 Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, Walikota) di seluruh wilayah NKRI, yaitu pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur di 10 provinsi, pemilihan Bupati/Wakil Bupati di 204 kabupaten, dan pemilihan Walikota/Wakil Walikota di 38 kota. Secara umum pelaksanaan Pilkada telah dapat diselenggarakan dengan cukup demokratis, dengan hasil yang dapat diterima oleh masyarakat pemilihnya. Namun, di berbagai daerah terjadi berbagai letupan ketidakpuasan masyarakat, baik dikemukakan melalui cara-cara yang damai tanpa kekerasan, dengan membawa berbagai kasus dugaan pelanggaran ke Komisi Pengawasan Pemilihan Umum (KPPU/KPPUD) dan pengadilan, maupun yang dilampiaskan melalui cara-cara kekerasan dan perusakan gedung dan sarana-sarana publik. 15-9

10 Dalam kaitan dengan keinginan KY untuk memperbesar wewenang kelembagaannya dan mengharapkan Pemerintah memberikan dukungan, dengan mengeluarkan Perpu, maka kebijakan Pemerintah adalah memutuskan untuk tidak megelukan Perpu, karena dapat menyebabkan komplikasi politik yang serius dalam hubungan kelembagaan. Menurut KY, rancangan Perpu harus dibuat sehubungan dengan perlunya tambahan kewenangan KY untuk menjatuhkan sanksi kepada hakim yang menurut KY telah melanggar etika profesi hakim. Sedangkan sesuai dengan UU No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, KY hanya memiliki kewenangan untuk merekomendasikan kepada MA berkaitan dengan pelanggaran yang dilakukan oleh hakim. Pemerintah menghargai permintaan KY untuk mengeluarkan Perpu, namun tidak melihat adanya satu alasan yang konstitusisoal hal ikhwal kepentingan yang memaksa terkait dengan dikeluarkannya Perpu tersebut. Berkenaan dengan peningkatan peran parpol, pemerintah telah mengeluarkan PP No. 29 Tahun 2005 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik serta Permendagri No. 32 Tahun 2005 tentang Pedoman Pengajuan, Penyerahan, dan Laporan Penggunaan Bantuan Keuangan kepada Parpol. Dikeluarkannya PP tersebut merupakan penjabaran pasal 17 ayat (4) UU No. 31 tahun 2002 tentang Partai Politik. Dalam kerangka mewujudkan kehidupan demokrasi di Indonesia serta mengingat pembentukan partai politik merupakan perwujudan kedaulatan rakyat dan partai politik merupakan juga asset negara, maka pemerintah perlu memberikan bantuan keuangan. Bantuan keuangan ini diberikan bertujuan untuk membantu kelancaran administrasi dan/atau sekretariat partai politik yang mendapatkan kursi di Lembaga Perwakilan Rakyat guna memperjuangkan tujuan partai politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara guna memperkokoh integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan terkait dengan upaya meningkatkan peran masyarakat sipil dalam penyelenggaraan pemerintahan dan negara, pemerintah telah melakukan berbagai forum untuk memperoleh masukan bagi penyempurnaan UU No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan yang ditengarai sudah tidak relevan lagi di dalam mengakomodasi perkembangan proses demokrasi saat ini dan ke depan. Diharapkan revisi/amandemen terhadap undang-undang 15-10

11 tersebut dapat segera dilakukan, dan saat ini sudah masuk dalam daftar undang-undang yang diprioritaskan untuk diselesaikan pada tahun Langkah kebijakan lain adalah bersangkutan dengan media massa. Disadari sepenuhnya, bahwa media massa yang terjamin kebebasan dan independensinya pada gilirannya menguntungkan semuanya, baik negara maupun masyarakat. Walaupun seringkali dianggap merugikan kepentingan-kepentingan politik tertentu (vested interest), namun precision journalism (berdasarkan investigative reporting), justru dapat menjadi semacam early warning system terhadap ancaman-ancaman laten terhadap negara dan masyarakat, termasuk praktek-praktek yang merongrong kekayaan rakyat seperti Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Oleh karena itulah, UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers dan UU No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, beserta 7 PP di bidang Penyiaran, kemudian diberlakukan untuk menjamin kebebasan dan independensi media massa. Walaupun masih ada juga pihak yang mempertanyakan apakah kedua undangundang ini termasuk peraturan pelaksanaannya sudah cukup mampu menjamin pers sebagai kekuatan keempat (fourth estate) dari demokrasi. Lebih jauh, dalam konteks mencerdaskan kehidupan bangsa dan mendorong proses demokratisasi di Indonesia, KPI telah mengawal momen penting kenegaraan dalam regulasi penyiaran informasi politik pada pemilu legislatif maupun pemilihan presiden secara langsung pada tahun Juga telah disusun Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3-SPS) sebagai pedoman bagi perilaku dan isi lembaga penyiaran di Indonesia. Penerbitan P3-SPS ini diikuti dengan kegiatan pemantauan intensif terhadap pelanggaran program siaran yang dilakukan semua stasiun TV yang bersiaran nasional. Hal lain yang telah dilakukan adalah dibangunnya kerja sama antara KPI dengan pihak Kepolisian untuk mengefektifkan pasal-pasal dalam UU Penyiaran 2002 khususnya untuk menetapkan ancaman pidana terhadap pelanggaran mengenai sejumlah jenis siaran yang antara lain terlalu menonjolkan kekerasan, pornografi dan lain sebagainya. Saat ini telah diefektifkan pula forum/dialog dengan berbagai pihak yang relevan, yang difasilitasi oleh KPI, untuk 15-11

12 meningkatkan kualitas lembaga penyiaran yang dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan pendidikan. Dalam rangka mengatasi hambatan penyebaran informasi ke daerah, saat ini masih terus dibangun hubungan fungsional dan kerja sama dengan pemerintah daerah melalui Badan Koordinasi Kehumasan (BAKOHUMAS), dan telah disusun konsep pedoman koordinasi dan pertukaran informasi antarpemerintah, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Hal lain adalah telah disusun konsep pengembangan, pemberdayaan dan pemanfaatan lembaga komunikasi masyarakat sebagai mitra pemerintah dalam penyebaran informasi. Hal lain terkait bidang komunikasi dan informasi yang telah dilakukan oleh Pemerintah adalah telah disusunya: draft akademik untuk penyempurnaan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers; rancangan Permen tentang Lembaga Penyiaran Swasta, Lembaga Penyiaran Berlangganan Eksisting, Surat Edaran No. 80/SE/DJSKDI/4/2006 tentang Pelaporan Keberadaan Lembaga Penyiaran Online dan Surat Edaran No. 02/SE/M/Kominfo/3/2006 tentang Pelaporan Keberadaan Lembaga Penyiaran Publik, Lembaga Penyiaran Swasta dan Lembaga Penyiaran Berlangganan; Peraturan Menteri Kominfo No. 14/P/M Kominfo/6/2006 tentang Tata Cara Penyesuaian Izin Penyelenggaraan Penyiaran; Penyusunan Pedoman Kelompok Informasi Masyarakat (KIM); dan telah dilakukan sosialisasi UU Penyiaran serta Peraturan Pemerintahnya. Sedangkan terkait dengan pelayanan komunikasi dan informasi, beberapa hal yang telah dilakukan adalah antara lain Meet The Press/Media Gathering dengan Perwakilan Asing, Dialog Interaktif Indonesia Bersatu melalui RRI, pelaksanaan forum komunikasi dan dialog untuk peningkatan manajemen layanan informasi dan diseminasi informasi, serta forum pemberdayaan lembaga komunikasi perdesaan, pemantau media dan media tradisional. III. TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN Pada satu sisi, pembangunan kelembagaan demokrasi merupakan sebuah upaya jangka panjang yang berkelanjutan. Pada saat yang sama dalam jangka pendek dan menengah pengembangan kelembagaan demokrasi memerlukan berbagai kemampuan 15-12

13 memahami perkembangan realitas yang ada secara domestik maupun internasional. Hal ini bukan berarti demokratisasi harus menyerah pada hambatan dan tantangan yang mungkin datang dari berbagai kelompok kepentingan yang tidak menghendaki keberlanjutan konsolidasi demokrasi di Indonesia. Pada sisi lain, perwujudan lembaga demokrasi yang kukuh selain membutuhkan penyempurnaan struktur peraturan dan perundang-undangan serta penyesuaian-penyesuaian dalam proses politik, diperlukan pula kemampuan menumbuhkan budaya politik yang relevan dengan nilai-nilai universal demokrasi, seperti nilai-nilai HAM dan budaya egalitarianisme. Pemerintah menyadari sosialisasi dan internalisasi nilai-nilai demokrasi ke dalam semangat masyarakat dan bangsa Indonesia membutuhkan investasi yang bersifat jangka panjang, serta memerlukan kebersamaan dan persatuan semua unsurunsur masyarakat sipil tanpa kecuali. Selain itu, tidak mungkin demokrasi yang sehat dapat dibangun apabila masih ada kelompok masyarakat yang mengalami diskriminasi sosial ataupun mendapatkan stigma politik tanpa alasan yang dapat diterima oleh masyarakat terbuka yang berdasarkan hukum. Dalam kerangka di atas, seperti pada tahun-tahun sebelumnya, beberapa hal penting perlu diperhatikan keberlanjutannya. Hal itu terutama terkait dengan reformasi struktur politik serta peraturan perundang-undangan. Berbagai evaluasi terhadap pelaksanaan undang-undang pemerintahan daerah yang berkaitan dengan pengembangan otonomi daerah lebih lanjut adalah salah satu kegiatan yang perlu diutamakan bersamaan dengan penerapan ketetapanketetapan yang sudah ada. Sehubungan dengan adanya usulan-usulan untuk memperbaiki proses Pilkada, Pemerintah juga memberikan catatan kelembagaan mengenai perlunya pengkajian mengenai UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, apakah hal yang berkaitan dengan Pilkada dijadikan perundang-undangan tersendiri atau tetap menjadi ketentuan-ketentuan yang tercakup ke dalam UU No. 32 Tahun Penilaian yang obyektif perlu melibatkan berbagai pihak, mengingat luasnya lingkup Pemerintah Daerah dan Pilkada. Pada sisi lain, demi menuntaskan pembenahan yang menyeluruh terhadap pemerintahan daerah, Pemerintah perlu mengakomodasikan seluas mungkin kepentingan-kepentingan yang 15-13

14 berkaitan dengan pengembangan PP No. 72 Tahun 2005 tentang Desa. Pemerintah menyadari masih banyaknya hal-hal yang perlu diperbaiki untuk memperbaiki kelembagaan perdesaan, termasuk posisi Kepala Desa dan perangkat desa lainnya. Hal ini penting untuk dijadikan perhatian mengingat kecamatan dan desa merupakan ujung tombak pembangunan di tingkat masyarakat terbawah. Untuk itu, ke depan harus dilakukan pengkajian yang menyeluruh mengenai posisi Desa, Kepala Desa serta perangkat kelembagaan pendukungnya seperti yang diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan PP No. 72 Tahun 2005 tentang Pemerintah Desa. Misalnya, perlu adanya kajian mengenai apakah cukup alasan berdasarkan konstitusi dan perundang-undangan yang berlaku untuk menerapkan larangan berpolitik bagi Kepala Desa seperti tercantum pada PP No. 72 tahun 2005 tentang Pemerintah Desa, dan larangan yang diterapkan kepada PNS serta TNI/Polri aktif. Dengan makin mendekatnya waktu penyelenggaraan Pemilu 2009, Pemerintah mengajak DPR untuk sejak saat ini mulai menyusun jadwal yang lebih terinci bagi kemungkinan mempercepat penyelesaian atau penyempurnaan undang-undang penyelenggaraan pemilu, undang-undang partai politik dan pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD, yang akan digunakan sebagai landasan operasional penyelenggaraan Pemilu 2009, sehingga diharapkan produk final perundang-undangan termaksud sudah disahkan pada Maret Hal ini dimaksudkan agar persiapan Pemilu sampai dengan pengadaan sarana keperluan Pemilu 2009 dapat dilaksanakan pada tahun 2007 dan 2008, sehingga pada tahun 2009 KPU hanya tinggal menyelesaikan tahap distribusi barang. KPU mengusulkan perlunya definisi tentang daerah pemilihan dimasukkan ke dalam ketentuan umum UU tersebut; sedangkan di dalam batang tubuh UU secara khusus menjelaskan standar alokasi perolehan kursi berdasarkan kondisi geografis dan perkembangan jumlah penduduk serta pemekaran wilayah. KPU juga mengusulkan klausul dalam perangkat peraturan perundang-undangan yang memungkinkan dapat direkrutnya kembali anggota KPU yang ikut serta dalam pelaksanaan Pemilu 2004 untuk memanfaatkan pengalaman yang sudah dimilikinya

15 KPU saat ini telah memberikan pendapat bahwa apabila sampai dengan bulan Maret 2007 ketiga perundang-undangan tersebut belum ditetapkan/disahkan, mengusulkan kepada Pemerintah untuk mengeluarkan PP tentang Pengadaan Barang dan Jasa khusus untuk penyelenggaraan Pemilu Hal ini diperlukan untuk menjamin legalitas KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan Pemilu yang tertib administrasi, transparan dan akuntabel. Pada tahun-tahun mendatang, penguatan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan merupakan kebijakan politik yang sebaiknya jangan ditunda-tunda dalam pembangunan demokrasi. Salah satu alat untuk mencapai kebersamaan dan persaudaraan yang dibutuhkan dalam membangun masyarakat demokratis yang sehat adalah menuntaskan upaya-upaya rekonsiliasi nasional seperti yang sudah diamanatkan oleh UU No. 27/2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Nasional (KKR). Pemerintah menyadari masih adanya ganjalan-ganjalan politik tertentu bagi pembentukan KKR karena erat berkaitan dengan persoalan-persoalan pelanggaran HAM dan kejahatan-kejahatan politik pada masa lalu dalam perjalanan sejarah Republik Indonesia ini. Namun, Pemerintah tetap mengajak DPR serta lembaga-lembaga yang berkaitan untuk bersama-sama menyelesaikan permasalahan ini, karena sudah merupakan amanat perundang-undangan yang kita susun bersama. Pada tahun 2006 ini, Pemerintah menargetkan penyelesaian UU tentang Kebebasan Memperoleh Informasi Publik (KMIP). Hal ini sebagai upaya memperkuat UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dan UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran beserta 7 PP bidang penyiaran yang sudah efektif berlaku. Hal ini terkait dengan adanya keragu-raguan terhadap itikad baik Pemerintah sendiri terhadap pemenuhan hak publik untuk memiliki akses yang seluas-luasnya kepada semua sumber informasi yang berkaitan langsung dengan hajat hidup orang banyak, serta pemberdayaan peran lembaga-lembaga independen di bidang media massa seperti Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang merupakan lembaga negara independen di bidang penyiaran dan Dewan Pers yang merupakan lembaga independen yang mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik. Dengan akan diberlakukannya UU KMIP ini, maka diharapkan tidak 15-15

16 ada lagi keragu-raguan tentang keinginan Pemerintah menjamin kebebasan masyarakat dalam mendapatkan informasi yang seluasluasnya tanpa pembatasan-pembatasan yang tidak perlu. Pada tahun 2006 ini, KPI akan membuat ketentuan siaran iklan di Indonesia sesuai amanat UU Penyiaran pasal 46. Disamping itu, secara umum pada masa depan Pemerintah akan menyelesaikan berbagai persoalan mengenai PP sebagai penjabaran UU Penyiaran, menyelesaikan kebijakan Menteri untuk mendukung pelaksanaan berbagai PP Penyiaran, serta menyelesaikan pedoman pelaksanaan yang saat ini telah dipersiapkan. Melanjutkan program kegiatan yang diarahkan pada peningkatan kerja sama dengan lembaga informasi masyarakat dan media, serta melakukan fasilitasi peningkatan SDM bidang komunikasi dan informasi tetap menjadi prioritas yang akan dilakukan pada tahun 2006 dan

BAB 14 PERWUJUDAN LEMBAGA DEMOKRASI YANG MAKIN KUKUH

BAB 14 PERWUJUDAN LEMBAGA DEMOKRASI YANG MAKIN KUKUH BAB 14 PERWUJUDAN LEMBAGA DEMOKRASI YANG MAKIN KUKUH A. KONDISI UMUM Keberhasilan menempatkan proses pembangunan kelembagaan politik demokrasi pada jalur dan arah yang benar selama tahun 2004 dan 2005

Lebih terperinci

BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK

BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK A. KONDISI UMUM Setelah melalui lima tahun masa kerja parlemen dan pemerintahan demokratis hasil Pemilu 1999, secara umum dapat dikatakan bahwa proses demokratisasi telah

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG 1 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN KAMPANYE PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MATERI AUDIENSI DAN DIALOG DENGAN FINALIS CERDAS CERMAT PANCASILA, UUD NEGARA RI TAHUN 1945, NKRI, BHINNEKA TUNGGAL IKA, DAN KETETAPAN MPR Dr. H. Marzuki Alie

Lebih terperinci

BAB 15 PERWUJUDAN LEMBAGA DEMOKRASI YANG MAKIN KUKUH

BAB 15 PERWUJUDAN LEMBAGA DEMOKRASI YANG MAKIN KUKUH BAB 15 PERWUJUDAN LEMBAGA DEMOKRASI YANG MAKIN KUKUH Untuk mewujudkan lembaga demokrasi yang makin kukuh, seperti pada periode- periode sebelumnya, pada kuartal terakhir tahun 2006 dan semester pertama

Lebih terperinci

MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG. Oleh : Nurul Huda, SH Mhum

MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG. Oleh : Nurul Huda, SH Mhum MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG Oleh : Nurul Huda, SH Mhum Abstrak Pemilihan Kepala Daerah secara langsung, yang tidak lagi menjadi kewenangan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.98, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAWASLU. Dana Kampanye Pemilihan Umum. Anggota DPR, DPD, DPRD. Pengawasan. Pedoman. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN

Lebih terperinci

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di KETERANGAN PENGUSUL ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN DANA KAMPANYE PESERTA PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bergulirnya reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 membawa dampak banyak perubahan di negeri ini, tidak terkecuali terhadap sistem dan praktik ketatanegaraan

Lebih terperinci

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P No.29, 2018 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEGISLATIF. MPR. DPR. DPD. DPRD. Kedudukan. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6187) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH

PROVINSI JAWA TENGAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG MEKANISME PENYUSUNAN PROGRAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

BAB 9 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM

BAB 9 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM BAB 9 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM Mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis merupakan upaya yang terus-menerus dilakukan, sampai seluruh bangsa Indonesia benar-benar merasakan keadilan dan

Lebih terperinci

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH A. KONDISI UMUM 1. PENCAPAIAN 2004 DAN PRAKIRAAN PENCAPAIAN 2005 Pencapaian kelompok Program Pengembangan Otonomi Daerah pada tahun 2004, yaitu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Teknologi informasi dipercaya sebagai kunci utama dalam sistem informasi manajemen. Teknologi informasi ialah seperangkat alat yang sangat penting untuk bekerja

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.97,2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN KAMPANYE PESERTA PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN KAMPANYE PESERTA PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN

Lebih terperinci

BAB 15 PERWUJUDAN LEMBAGA DEMOKRASI YANG MAKIN KUKUH

BAB 15 PERWUJUDAN LEMBAGA DEMOKRASI YANG MAKIN KUKUH BAB 15 PERWUJUDAN LEMBAGA DEMOKRASI YANG MAKIN KUKUH Dalam upaya mewujudkan lembaga demokrasi yang makin kukuh, kita memasuki tahap yang sangat krusial sejak kuartal terakhir tahun 2007 dan semester pertama

Lebih terperinci

BAB 15 PERWUJUDAN LEMBAGA DEMOKRASI YANG MAKIN KUKUH

BAB 15 PERWUJUDAN LEMBAGA DEMOKRASI YANG MAKIN KUKUH BAB 15 PERWUJUDAN LEMBAGA DEMOKRASI YANG MAKIN KUKUH Tahun 2009 merupakan tahun terakhir masa pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu periode 2004 2009. Selama lima tahun terakhir, berbagai upaya dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 1 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 1 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 1 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah salah satu hak asasi warga negara yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah salah satu hak asasi warga negara yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan umum adalah salah satu hak asasi warga negara yang sangat prinsipil. Karenanya dalam rangka pelaksanaan hak-hak asasi adalah suatu keharusan bagi pemerintah

Lebih terperinci

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI Lembaga negara merupakan lembaga pemerintahan negara yang berkedudukan di pusat yang fungsi, tugas, dan kewenangannya diatur secara tegas dalam

Lebih terperinci

BAB III PEMBANGUNAN HUKUM

BAB III PEMBANGUNAN HUKUM BAB III PEMBANGUNAN HUKUM A. UMUM Berbagai kebijakan dan program yang diuraikan dalam bab ini adalah dalam rangka mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan nasional yang kedua, yaitu mewujudkan supremasi

Lebih terperinci

BAWASLU. Dana Kampanye. Pemilihan Umum. Presiden dan Wakil Presiden. Pengawasan.

BAWASLU. Dana Kampanye. Pemilihan Umum. Presiden dan Wakil Presiden. Pengawasan. No.848, 2014 BAWASLU. Dana Kampanye. Pemilihan Umum. Presiden dan Wakil Presiden. Pengawasan. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGAWASAN DANA KAMPANYE

Lebih terperinci

PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS

PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS Anang Dony Irawan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surabaya Jl. Sutorejo No. 59 Surabaya 60113 Telp. 031-3811966,

Lebih terperinci

Reformasi Kelembagaan MPR Pasca Amandemen UUD 1945

Reformasi Kelembagaan MPR Pasca Amandemen UUD 1945 Reformasi Kelembagaan MPR Pasca Amandemen UUD 1945 Oleh: Jamal Wiwoho Disampaikan dalam Acara Lokakarya dengan tema Penyelenggaraan Sidang Tahunan MPR : Evaluasi Terhadap Akuntablitas Publik Kinerja Lembaga-Lembaga

Lebih terperinci

BAGIAN I AGENDA MENCIPTAKAN INDONESIA YANG AMAN DAN DAMAI

BAGIAN I AGENDA MENCIPTAKAN INDONESIA YANG AMAN DAN DAMAI BAGIAN I AGENDA MENCIPTAKAN INDONESIA YANG AMAN DAN DAMAI BAB 1 PENINGKATAN RASA SALING PERCAYA DAN HARMONISASI ANTAR KELOMPOK MASYARAKAT BAB 1 PENINGKATAN RASA SALING PERCAYA DAN HARMONISASI ANTAR KELOMPOK

Lebih terperinci

KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. A. PERKEMBANGAN KONTEMPORER SISTEM ETIKA PUBLIK Dewasa ini, sistem etika memperoleh

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGAWASAN DANA KAMPANYE PESERTA PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL

Lebih terperinci

Pertama-tama perkenankan saya secara tulus mengucapkan puji. syukur ke hadirat Allah SWT atas ridha Nya sehingga kita dapat hadir

Pertama-tama perkenankan saya secara tulus mengucapkan puji. syukur ke hadirat Allah SWT atas ridha Nya sehingga kita dapat hadir REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAI{ PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL SAMBUTAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NAS IONAL/KE PALA BAP P E NAS Pada Rapat Kerja (RAKERNAS)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diberitakan kemungkinan bakal menjadi calon tunggal dalam pemilihan presiden tahun 2009. Kemungkinan calon tunggal dalam pilpres

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD. 5 2010 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG MEKANISME PENYUSUNAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang BUPATI

Lebih terperinci

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH A. KONDISI UMUM 1. PENCAPAIAN 2004 DAN PRAKIRAAN PENCAPAIAN 2005 Pencapaian kelompok

Lebih terperinci

MATRIKS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

MATRIKS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN MATRIKS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NO. UU NOMOR 10 TAHUN 2004 1. Menimbang: Menimbang: a. bahwa pembentukan peraturan perundang undangan merupakan salah satu syarat dalam rangka pembangunan hukum nasional

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PROBLEM OTONOMI KHUSUS PAPUA Oleh: Muchamad Ali Safa at

PROBLEM OTONOMI KHUSUS PAPUA Oleh: Muchamad Ali Safa at PROBLEM OTONOMI KHUSUS PAPUA Oleh: Muchamad Ali Safa at Latar Belakang dan Tujuan Otonomi Khusus Otonomi khusus baru dikenal dalam sistem pemerintahan Negara Indonesia di era reformasi. Sebelumnya, hanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENINGKATAN RASA SALING PERCAYA DAN HARMONISASI ANTARKELOMPOK MASYARAKAT

BAB 1 PENINGKATAN RASA SALING PERCAYA DAN HARMONISASI ANTARKELOMPOK MASYARAKAT BAB 1 PENINGKATAN RASA SALING PERCAYA DAN HARMONISASI ANTARKELOMPOK MASYARAKAT A. KONDISI UMUM Konflik berdimensi kekerasan di beberapa daerah yang antara lain dilatarbelakangi oleh adanya faktor kompleksitas

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 23 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGAWASAN DANA KAMPANYE PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGAWASAN DANA KAMPANYE PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH 1 PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGAWASAN DANA KAMPANYE PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN

Lebih terperinci

UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH Copyright (C) 2000 BPHN UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH *14124 UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI (OBYEK PENELITIAN) hukum kenamaan asal Austria, Hans Kelsen ( ). Kelsen menyatakan

BAB II DESKRIPSI (OBYEK PENELITIAN) hukum kenamaan asal Austria, Hans Kelsen ( ). Kelsen menyatakan BAB II DESKRIPSI (OBYEK PENELITIAN) 2.1 Sejarah Singkat Organisasi Keberadaan Mahkamah Konstitusi (MK) baru diperkenalkan oleh pakar hukum kenamaan asal Austria, Hans Kelsen (1881-1973). Kelsen menyatakan

Lebih terperinci

BUPATI SAMBAS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH

BUPATI SAMBAS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH BUPATI SAMBAS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMBAS, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 12 TAHUN 2011 T E N T A N G KETERBUKAAN INFORMASI DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATEN

Lebih terperinci

PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PROVINSI KALIMANTAN BARAT PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMBAS, Menimbang : Mengingat : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan oleh lembaga legislatif.

BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan oleh lembaga legislatif. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semenjak demokrasi menjadi atribut utama Negara modern, maka lembaga perwakilan merupakan mekanisme utama untuk merealisasi gagasan normatif bahwa pemerintahan

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL SAMBUTAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BAPPENAS Pada Penandatanganan MoU

Lebih terperinci

2 2. Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib (Berita Negara Republik Indonesia Nomor 1607); MEMUTU

2 2. Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib (Berita Negara Republik Indonesia Nomor 1607); MEMUTU No.547, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DPR-RI. Kode Etik. PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG KODE ETIK DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DENGAN

Lebih terperinci

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN A. Komisi Yudisial Komisi Yudisial merupakan lembaga tinggi negara yang bersifat independen. Lembaga ini banyak berkaitan dengan struktur yudikatif

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENEGUHKAN PROFESIONALISME DPRD SEBAGAI PILAR DEMOKRASI DAN INSTRUMEN POLITIK LOKAL DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN RAKYAT H. Marzuki Alie, SE. MM. Ph.D. KETUA DPR-RI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG top PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH I. UMUM 1. Dasar

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.792, 2013 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM. Pemberian Keterngan. Perselisihan Hasil Pemilu. MK. Bawaslu. Tata Cara. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 13 TAHUN

Lebih terperinci

bab IIi Agenda Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokratis III -

bab IIi Agenda Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokratis III - bab IIi Agenda Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokratis III - Laporan Kinerja Dua Tahun Pemerintahan SBY-JK Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK)

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG 1 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN PENETAPAN JUMLAH KURSI DAN DAERAH PEMILIHAN PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPRD

Lebih terperinci

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.59, 2008 OTONOMI. Pemerintah. Pemilihan. Kepala Daerah. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

ASAS HUKUM TATA NEGARA. Riana Susmayanti, SH.MH

ASAS HUKUM TATA NEGARA. Riana Susmayanti, SH.MH ASAS HUKUM TATA NEGARA Riana Susmayanti, SH.MH SUMBER HTN Sumber hukum materiil, yaitu Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia dan falsafah negara. Sumber hukum formil, (menurut Pasal7 UU No.

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law Modul ke: 07 PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law Fakultas PSIKOLOGI Program Studi PSIKOLOGI Rizky Dwi Pradana, M.Si Sub Bahasan 1. Pengertian dan Definisi Konstitusi 2. Hakikat dan Fungsi

Lebih terperinci

KETUA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN HADIRI PERTEMUAN PIMPINAN LEMBAGA NEGARA

KETUA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN HADIRI PERTEMUAN PIMPINAN LEMBAGA NEGARA KETUA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN HADIRI PERTEMUAN PIMPINAN LEMBAGA NEGARA bpk.go.id Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melakukan pertemuan dengan pimpinan lembaga negara di Majelis Permusyawaratan Rakyat

Lebih terperinci

LEMBAGA NEGARA DALAM PERSPEKTIF AMANDEMEN UUD 1945 H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI

LEMBAGA NEGARA DALAM PERSPEKTIF AMANDEMEN UUD 1945 H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI LEMBAGA NEGARA DALAM PERSPEKTIF AMANDEMEN UUD 1945 H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI LATAR BELAKANG MASALAH SEBELUM AMANDEMEN Substansial (regulasi) Struktural Cultural (KKN) Krisis Pemerintahan FAKTOR YANG

Lebih terperinci

PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILU REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU PENYELENGGARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses panjang sistem ketatanegaraan dan politik di Indonesia telah mengalami suatu pergeseran atau transformasi yang lebih demokratis ditandai dengan perkembangan

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN VERIFIKASI KELENGKAPAN DOKUMEN PEMBERHENTIAN ANTARWAKTU, PENGGANTIAN ANTARWAKTU,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.23, 2015 PEMERINTAHAN DAERAH. Pemilihan. Gubernur. Bupati. Walikota. Penetapan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5656) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi, desentralisasi dan globalisasi. Jawaban yang tepat untuk menjawab

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi, desentralisasi dan globalisasi. Jawaban yang tepat untuk menjawab BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Memasuki abad 21, hampir seluruh negara diberbagai belahan dunia (termasuk Indonesia) menghadapi tantangan besar dalam upaya meningkatkan sistem demokrasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. media yang didesain secara khusus mampu menyebarkan informasi kepada

BAB I PENDAHULUAN. media yang didesain secara khusus mampu menyebarkan informasi kepada 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Media massa adalah istilah yang digunakan sampai sekarang untuk jenis media yang didesain secara khusus mampu menyebarkan informasi kepada masyarakat secara luas.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1582, 2013 KOMISI PEMILIHAN UMUM. Partisipasi. Masyarakat. Penyelenggaraan. Pemilihan Umum. PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 23 TAHUN 2013 TENTANG PARTISIPASI MASYARAKAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA MENJADI UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Soal LCC 4 Pilar kehidupan berbangsa dan bernegara :)

Soal LCC 4 Pilar kehidupan berbangsa dan bernegara :) Soal LCC 4 Pilar kehidupan berbangsa dan bernegara :) Berikut ini adalah contoh soal tematik Lomba cerdas cermat 4 pilar kehidupan berbangsa dan bernegara. Ayoo siapa yang nanti bakalan ikut LCC 4 Pilar

Lebih terperinci

RANCAANPERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 1 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH

RANCAANPERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 1 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH NO.1 2010 SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO. 1 2010 SERI. E RANCAANPERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 1 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD DALAM PEMBUATAN RAPERDA INISIATIF. Edy Purwoyuwono Dosen Fakultas Hukum Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda

PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD DALAM PEMBUATAN RAPERDA INISIATIF. Edy Purwoyuwono Dosen Fakultas Hukum Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda YURISKA, VOL. 2, NO. 1, AGUSTUS 2010 72 PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD DALAM PEMBUATAN RAPERDA INISIATIF Edy Purwoyuwono Dosen Fakultas Hukum Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda ABSTRAK Hubungan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 119/PUU-XII/2014 Pengujian Formil Perppu 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota dan Perppu 2/2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

Tugas dan Wewenang serta Dasar Hukum Lembaga Negara

Tugas dan Wewenang serta Dasar Hukum Lembaga Negara Tugas dan Wewenang serta Dasar Hukum Lembaga Negara Bagan Lembaga Negara Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Tugas dan Wewenang MPR Berikut tugas dan wewenang dari Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Lebih terperinci

Penghormatan dan Penegakan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Penghormatan dan Penegakan Hukum dan Hak Asasi Manusia XVIII Penghormatan dan Penegakan Hukum dan Hak Asasi Manusia Pasal 1 ayat (3) Bab I, Amandemen Ketiga Undang-Undang Dasar 1945, menegaskan kembali: Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Artinya, Negara

Lebih terperinci

I. UMUM. serasi... serasi antara Pemerintah dan Daerah serta antar Daerah untuk menjaga keutuhan

I. UMUM. serasi... serasi antara Pemerintah dan Daerah serta antar Daerah untuk menjaga keutuhan PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG TATACARA PEMILIHAN, PENGESAHAN PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH I. UMUM Sejalan dengan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan

Lebih terperinci

Berdasarkan Pasal 22E ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia,

Berdasarkan Pasal 22E ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH I. UMUM 1. Dasar

Lebih terperinci

Konsekuensi dari Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara Langsung?

Konsekuensi dari Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara Langsung? Konsekuensi dari Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara Langsung? Perubahan Konstitusi dan Pengaruhnya terhadap Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Walikota dan Wakil Walikota, dan Bupati dan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN KETERANGAN DALAM PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN

Lebih terperinci

BANTUAN DAN FASILITAS PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PELAKSANAAN PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TAHUN 2014

BANTUAN DAN FASILITAS PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PELAKSANAAN PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TAHUN 2014 BANTUAN DAN FASILITAS PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PELAKSANAAN PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TAHUN 2014 SUMATERA JAVA KALIMANTAN Disampaikan pada: IRIAN JAYA Rapat Koordinasi Nasional dalam

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.387, 2012 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM. Pengawas. Dana Kampanye. Pemilu. Kepala Daerah. Wakil Kepala Daerah. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 4 TAHUN 2012

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD 42 2008 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 27 TAHUN 2008 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI KECAMATAN DAN KELURAHAN KABUPATEN GARUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Penegakan Hukum Pemilu

Penegakan Hukum Pemilu Penegakan Hukum Pemilu Ketika Komisi Pemilihan Umum menetapkan dan mengumumkan hasil pemilu, kalangan masyarakat umum menilai legitimasi suatu proses penyelenggaraan pemilu dari dua segi. Pertama, apakah

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA HUBUNGAN LEGISLATIF DAN EKSEKUTIF DALAM PELAKSANAAN LEGISLASI, BUDGETING, DAN PENGAWASAN

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA HUBUNGAN LEGISLATIF DAN EKSEKUTIF DALAM PELAKSANAAN LEGISLASI, BUDGETING, DAN PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA HUBUNGAN LEGISLATIF DAN EKSEKUTIF DALAM PELAKSANAAN LEGISLASI, BUDGETING, DAN PENGAWASAN Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI Disampaikan pada Forum Konsolidasi Pimpinan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.245, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Pemilihan. Gubernur. Bupati. Walikota. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5588) PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keempat daerah khusus tersebut terdapat masing-masing. kekhususan/keistimewaannya berdasarkan payung hukum sebagai landasan

BAB I PENDAHULUAN. Keempat daerah khusus tersebut terdapat masing-masing. kekhususan/keistimewaannya berdasarkan payung hukum sebagai landasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia terdapat empat provinsi yang diberikan dan diakui statusnya sebagai daerah otonomi khusus atau keistimewaan yang berbeda dengan Provinsi lainnya,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA MENJADI UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT ACEH NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG KODE ETIK DEWAN PERWAKILAN RAKYAT ACEH

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT ACEH NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG KODE ETIK DEWAN PERWAKILAN RAKYAT ACEH DRAFT PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT ACEH NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG KODE ETIK DEWAN PERWAKILAN RAKYAT ACEH BISMILLAHIRRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHU WATA ALA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

Lebih terperinci

POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI)

POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI) A. Pengertian Politik POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI) Dalam bahasa Indonesia, politik dalam arti politics mempunyai makna kepentingan umum warga negara suatu bangsa. Politik merupakan rangkaian

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS I. PENDAHULUAN

PETUNJUK TEKNIS I. PENDAHULUAN Komisi Penyiaran Indonesia PETUNJUK TEKNIS GUGUS TUGAS PENGAWASAN DAN PEMANTAUAN PEMBERITAAN, PENYIARAN, DAN IKLAN KAMPANYE PEMILIHAN GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR, BUPATI DAN WAKIL BUPATI, DAN/ATAU WALIKOTA

Lebih terperinci