Oleh, EMIL DARMAWAN NPM Pembimbing : H. Tedi Rustendi, SE., M.Si, Ak. Iwan Hermansyah, SE., M.Si, Ak. ABSTRACT
|
|
- Sonny Kusuma
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PENGARUH DANA BAGI HASIL (DBH), DANA ALOKASI UMUM (DAU), DAN DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) TERHADAP BELANJA MODAL (Studi Kasus di Pemerintah Daerah ) Oleh, EMIL DARMAWAN NPM Pembimbing : H. Tedi Rustendi, SE., M.Si, Ak. Iwan Hermansyah, SE., M.Si, Ak. ABSTRACT This study aims to describe the shared revenues, general fund allocations, and a special allocation fund, as well as partial and simultaneous influence on capital expenditure. The data obtained from the local government district of Tasikmalaya year period from 2003 to Descriptive analytical method with a case study approach, test data analysis techniques and assumptions of classical regression. Results reveal DBH, DAU, DAK and the largest capital expenditure both in 2012, while the smallest DBH in 2005, the smallest 2004 DAU, DAK smallest capital expenditures in 2003 and lowest in Simultaneously DBH, DAU and DAK influential and significant capital expenditures. Partially DAU significant effect, while the significant negative effect of DBH and DAK no significant effect on the local capital expenditures. Need to study intensively against DBH allocation and oversight of the activities and costs of the DAK, in order to improve the ability of capital expenditure, while also capital expenditure should be focused on sectors that could support the increasing economic self-reliance and sustainable community. Keywords : Revenue Sharing, General Allocation Fund, Special Allocation Fund, Capital Expenditure. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan mengenai dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus, serta pengaruhnya secara parsial dan simultan terhadap belanja modal. Data-data diperoleh dari pemerintah daerah periode tahun Metode deskriptif analitis dengan pendekatan studi kasus, Teknik analisis data uji asumsi klasikal dan uji regresi. Hasil penelitian diketahui DBH, DAU, DAK dan belanja modal terbesar sama-sama pada tahun 2012, sedangkan DBH terkecil tahun 2005, DAU terkecil tahun 2004, DAK terkecil tahun 2003 dan belanja modal terendah tahun Secara simultan DBH, DAU, dan DAK berpengaruh dan signifikan terhadap belanja modal. Secara parsial DAU berpengaruh signifikan, sedangkan DBH berpengaruh negatif tidak signifikan dan DAK berpengaruh tidak signifikan terhadap belanja modal daerah. Perlu pengkajian secara intensif terhadap alokasi DBH dan pengawasan terhadap dan kegiatan dengan biaya dari DAK, agar meningkatkan kemampuan belanja modal, selain itu juga belanja modal harus lebih difokuskan pada sektor-sektor yang mampu mendorong peningkatan ekonomi dan kemandirian masyarakat secara berkelanjutan. Kata Kunci : Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Belanja Modal.
2 I. Pendahuluan 1. Latar Belakang Salah satu perwujudan pelaksanaan otonomi daerah adalah pelaksanaan desentralisasi, dimana kepada daerah diserahkan urusan, tugas dan wewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dengan tetap berpedoman pada peraturan perundang-undangan yaitu Undang- Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004, tentang perimbangan keuangan antara pemerintah daerah dan pusat sebagai perubahan Undang-Undang No. 22 tahun 1999 dan Undang-Undang No. 25 tahun Seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah daerah kabupaten/kota dihadapkan pada tantangan baru, yaitu pemenuhan sendiri kebutuhan pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Adanya kebijakan otonomi daerah tersebut, pemerintah daerah diberikan kesempatan yang lebih leluasa untuk melakukan berbagai kebijakan publik daerah. Dalam rangka membiayai pengeluaran publik, pemerintah daerah tidak hanya melakukan penggalian pendapatan asli daerah tetapi juga memperoleh alokasi dana perimbangan dari pusat. Pengeluaran pemerintah pada umumnya memiliki keterbatasan dalam pembiayaan. Pembiayaan pengeluaran pemerintah yang berasal dari sumber APBN tergantung kebijakan dari pemerintah pusat, sementara pengeluaran pemerintah yang berasal dari APBD sangat tergantung dari besaran dana perimbangan yang berasal dari transfer pemerintah pusat yang berupa, Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH), karena Pendapatan Asli Daerah pada umumnya relatif kecil dan belum dapat diandalkan sebagai sumber pembiayaan. Data menunjukkan bahwa laju pertumbuhan belanja pemerintah daerah cenderung lebih cepat dari pada laju pertumbuhan PAD. Proporsi dana PAD hanya mampu membiayai paling tinggi sebesar 20% (Kuncoro, 2007:7). Belanja modal merupakan belanja pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada Kelompok Belanja Administrasi Umum (Halim, 2004: 73). Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 53 ayat 1 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Belanja modal merupakan pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/ pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan. Pengeluaran pemerintah dalam bentuk alokasi belanja modal didasarkan pada kebutuhan sarana dan prasarana baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas publik berupa tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya (Halim, 2004: 75). Melalui peningkatan belanja modal APBD tersebut diharapkan menjadi faktor pendorong timbulnya berbagai investasi baru di daerah dalam mengoptimalkan pemanfaatan berbagai sumber daya dan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Penggunaan dana perimbangan pada umumnya sepenuhnya merupakan kewenangan pemerintah daerah dengan ketentuan sesuai dengan ketentuannya atau alokasinya. sehingga pemerintah daerah harus secara bijak dalam menggunakannya agar diperoleh hasil yang baik dalam meningkatkan pembangunan untuk mengurangi ketergantungan terhadap pemerintah pusat. Dana bagi hasil yang penerimaannya didasarkan oleh potensi daerah penghasil, memiliki peranan dalam menyelenggarakan otonomi daerah. Melalui pengaturan dana bagi hasil, daerah diharapkan mampu mengelola keuangannya dan mengalokasikannya untuk belanja-belanja pembangunan daerah secara tepat sesuai dengan kebutuhan pembangunan. Dana bagi hasil merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang cukup potensial dan merupakan salah satu sumber pendapatan daerah di luar PAD dan DAU, serta dapat menjadi modal dasar pemerintah daerah untuk belanja modal Dana Alokasi Umum merupakan komponen terbesar pembentuk anggaran pemerintah daerah, dengan adanya transfer DAU, pemerintah daerah dapat lebih fokus terhadap penggunaan PAD yang dimiliki guna untuk membiayai belanja modal, sehingga semakin besar DAU yang diterima pemerintah daerah, maka akan semakin optimal belanja modal pemerintah daerah dan hal itu memberi peluang kepada pemerintah daerah lebih meningkatkan pendapatannya melalui pengelolaan terhadap potensi yang ada di daerah. DAK dimaksudkan untuk membantu membiayai kegiatan-kegiatan khusus di daerah tertentu yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional, khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat yang belum mencapai standar tertentu atau untuk mendorong percepatan pembangunan daerah. Sehingga, Jika DAK yang diterima oleh pemerintah daerah dapat membiayai seluruh kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan masyarakat, maka pemerintah daerah memiliki kesempatan untuk belanja modal secara optimal melalui pendapatan yang berasal dari daerahnya. DBH, DAU, dan DAK yang memadai dalam hal ini sesuai dengan alokasinya akan mempengaruhi terhadap terpenuhinya kebutuhan belanja modal pemerintah daerah, hal itu sejalan dengan penelitian yang dilakukan Sri (2012) yang mengungkapkan bahwa Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh terhadap belanja modal, hasil penelitian Askam (2008) mengungkapkan DAU, dan DAK, berpengaruh positif terhadap alokasi belanja modal daerah. DBH, DAU, dan DAK tidak hanya mempengaruhi kemampuan pemerintah dalam belanja modal tetapi saja, tetapi dapat mempengaruhi pembangunan dan peningkatan ekonomi daerah, hal itu ditunjukkan oleh hasil penelitian Puji (2012) yang mengungkapkan bahwa Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) berpengaruh terhadap Konsumsi Pemerintah, Penanaman Modal dan Ekspor Daerah.
3 2. Rumusan Masalah Dana perimbangan (DBH, DAU, dan DAK ) bertujuan untuk mengurangi ketimpangan sumber pendanaan pemerintahan antara pusat dan daerah serta untuk mengurangi kesenjangan pendanaan pemerintahan antar-daerah. Sehingga dengan adanya dana perimbangan tersebut, diharapkan setiap daerah dapat membiayai berbagai aktivitas pembangunan, salah satunya belanja modal yang pemanfaatnya diharapkan dapat meningkatkan pembangunan daerah. Berdasarkan uraian tersebut penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut : a. Bagaimana DBH, DAU, DAK, dan Belanja Modal di Pemerintah Daerah b. Bagaimana pengaruh DBH, DAU, DAK secara simultan dan parsial terhadap belanja modal di Pemerintah Daerah 3. Tujuan Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut a. Untuk mengetahui DBH, DAU, DAK, dan Belanja Modal di Pemerintah Daerah b. Untuk mengetahui pengaruh DBH, DAU, DAK secara simultan dan parsial terhadap belanja modal di Pemerintah Daerah II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 1. Tinjauan Pustaka Dana Bagi Hasil selanjutnya disebut DBH adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. (PP No. 55 Tahun 2005, Pasal 1, ayat 9). Dana Bagi Hasil (DBH) yang berasal dari pajak terdiri dari : Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21. Sedangkan Dana Bagi Hasil (DBH) yang berasal dari sumber daya alam adalah kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, pertambangan panas bumi (UU No. 33 Tahun 2004). Dana Alokasi Umum, selanjutnya disebut DAU, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi (PP No. 55 Tahun 2005, Pasal 1, ayat 23). Secara definisi DAU diartikan sebagai salah satu komponen dari dana perimbangan pada APBN, yang pengalokasiannya didasarkan atas konsep kesenjangan fiskal atau celah fiskal (Fiscal Gap), yaitu selisih antara Kebutuhan Fiskal dengan Kapasitas Fiskal. 2) Instrumen untuk mengatasi horizontal imbalance, yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah di mana penggunaannya ditetapkan sepenuhnya oleh daerah. 3) Equalization grant, yaitu berfungsi untuk menetralisasi ketimpangan kemampuan keuangan dengan adanya PAD, Bagi Hasil Pajak dan Bagi Hasil Sumber Daya Alam yang diperoleh daerah (Sidik dalam Kuncoro, 2007:3). Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional (PP No. 55 Tahun 2005, Pasal 1, ayat 24). Kebutuhan khusus yang dapat dibiayai oleh DAK adalah kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan secara umum dengan menggunakan rumus DAU, dan kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional. Berdasarkan ketentuan Pasal 162 Ayat (4) UU Nomor 32 Tahun 2004 yang mengamanatkan agar DAK ini diatur lebih lanjut dalam bentuk PP, Pemerintah telah mengeluarkan PP Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan. Pelaksanaan DAK sendiri diarahkan pada kegiatan investasi pembangunan, pengadaan, peningkatan, dan/atau perbaikan sarana dan prasarana fisik pelayanan masyarakat dengan umur ekonomis yang panjang, termasuk pengadaan sarana fisik penunjang, dan tidak termasuk penyertaan modal. Belanja modal merupakan belanja pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi umum. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 53 ayat 1 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Belanja Modal merupakan pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/ pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan. Belanja Modal ini digunakan untuk kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya. 2. Kerangka Pemikiran Sumber dana dari dalam negeri yang utama berasal dari daerah sendiri, sumber yang cukup potensial untuk membiayai berbagai aktivitas pembangunan adalah dari sektor pajak. Melalui pengaturan dana bagi hasil pajak, diharapkan pemerintah daerah mampu mengelola keuangannya dan mengalokasikannya untuk belanja-belanja pembangunan daerah secara tepat sesuai dengan kebutuhan pembangunan (Darise, 2008:80). Sehingga melalui kebijakan Dana Bagi Hasil (DBH) diharapkan mampu mengelola keuangannya dan mengalokasikannya untuk belanja-belanja pembangunan daerah secara tepat sesuai dengan kebutuhan pembangunan. Semakin besar DBH
4 yang diterima pemerintah daerah maka akan semakin besar modal dasar pemerintah daerah di luar DAU dan DAK, sehingga kemampuan daerah untuk belanja modal akan semakin besar. DAU dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah dimaksudkan untuk menutup kesenjangan fiskal dan pemerataan kemampuan fiskal antar daerah dalam rangka membantu kemandirian pemerintah daerah menjalankan fungsi dan tugasnya melayani masyarakat (Darise, 2008:83). Sehingga semakin besar Dana Alokasi Umum yang diterima, maka daerah akan lebih fokus terhadap penggunaan PAD yang dimiliki guna untuk membiayai belanja modal. DAK dimaksudkan untuk membantu membiayai kegiatan-kegiatan khusus di daerah tertentu yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional, khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat yang belum mencapai standar tertentu atau untuk mendorong percepatan pembangunan daerah (Darise, 2008:84) Dengan demikian, jika DAK yang diterima oleh pemerintah daerah dapat membiayai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan masyarakat, maka pemerintah daerah memiliki kesempatan untuk belanja modal secara optimal melalui pendapatan yang berasal dari daerahnya. Sejalan dengan pembagian kewenangan setiap daerah diberi kewenangan menerima dana perimbangan, yang meliputi Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil. Transfer pemerintah pusat ini merupakan salah satu sumber dana utama pemerintah daerah untuk membiayai belanja daerah yang nantinya akan dilaporkan dalam perhitungan APBD. Tujuan dari transfer ini adalah mengurangi kesenjangan fiskal antarpemerintahan dan menjamin tercapainya standar pelayanan publik minimum di seluruh daerah (Simanjuntak, 2001). Menurut PP No 55 Tahun 2005 dana perimbangan (DAU, DAK, dan DBH) diperuntukkan untuk: menjamin terciptanya perimbangan secara vertikal di bidang keuangan antar tingkat pemerintahan, menjamin terciptanya perimbangan horizontal di bidang keuangan antar pemerintah di tingkat yang sama; dan menjamin terselenggaranya kegiatan-kegiatan tertentu di daerah yang sejalan dengan kepentingan nasional. Sehingga semakin banyak pendapatan yang dihasilkan oleh daerah, baik dari DBH, DAU maupun DAK, maka kemampuan daerah dalam belanja modal akan semakin besar sehingga dapat meningkatkan pelayanan publik dan pertumbuhan ekonomi masyarakat, yang sekaligus dapat meningkatkan pendapatan daerah sebagai modal dasar dalam pembangunan. 3. Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, hipotesis dalam penelitian ini adalah : a. DBH, DAU, dan DAK secara simultan berpengaruh signifikan terhadap belanja modal pemerintah daerah b. Dana Bagi Hasil (DBH) secara parsial berpengaruh signifikan terhadap belanja modal pemerintah daerah c. Dana Alokasi Umum (DAU) secara parsial berpengaruh signifikan terhadap belanja modal pemerintah daerah d. Dana Alokasi Khusus (DAK) secara parsial berpengaruh signifikan terhadap belanja modal pemerintah daerah III. OBJEK DAN METODE PENELITIAN 1. Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini terdiri dari 4 variabel yaitu dana bagi hasil (X 1 ), dana alokasi umum (X 2 ), dana alokasi khusus (X 3 ) dan belanja modal (Y), sedangkan yang menjadi subjek penelitian (satuan pengamatan) dalam penelitian ini adalah pemda yang beralamat di jalan By Pass Bojong Koneng Singaparna. 2. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analitis dengan pendekatan studi kasus. Metode analisis deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang (Mohammad Nazir, 2007 : 63). 3. Operasionalisasi Variabel Variabel Definisi Indikator Skala Dana Bagi Hasil (Variabel X 1 ) Dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. (PP No. 55 Tahun 2005) 1. Dana bagi hasil pajak a. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) b. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTP) c. PPH Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (WPOPDN) dan PPh Pasal Dana bagi hasil sumber daya alam a. Kehutanan b. Pertambangan Umum c. Perikanan d. Pertambangan Minyak Bumi e. Pertambangan Gas Bumi f. Pertambangan Panas Bumi Rasio
5 Variabel Definisi Indikator Skala Dana Alokasi Umum (Variabel X 2 ) Dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi (PP No. 55 Tahun 2005) 1. Anggaran Dasar (Belanja Pegawai) 2. Celah Fiskal (Kebutuhan Fiskal Kapasitas Fiskal) Rasio Dana Alokasi Khusus (Variabel X 3 ) Dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. (PP No. 55 Tahun 2005) Biaya sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat Seperti: 1. Bidang Pendidikan 2. Bidang Kesehatan 3. Bidang Infrastruktur Jalan, Infrastruktur Irigasi dan Infrastruktur Air Minum dan Sanitasi 4. Bidang Prasarana Pemerintahan 5. Bidang Kelautan dan Perikanan 6. Bidang Pertanian 7. Bidang Lingkungan Hidup 8. Bidang Keluarga Berencana 9. Bidang Kehutanan 10. Bidang Sarana dan Prasaranan Pedesaan 11. Bidang Perdagangan Rasio Belanja Modal (Variabel Y) Belanja Modal merupakan belanja pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin. (Halim, 2004) 1. Belanja modal tanah 2. Belanja modal peralatan dan mesin 3. Belanja modal gedung dan bangunan 4. Belanja modal jalan, irigasi dan jaringan 5. Belanja modal fisik lainnya Rasio 4. Teknik Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari laporan keuangan pemerintah daerah. Data diperoleh dari pemerintah daerah periode tahun Teknik Analisis Data a. Uji Asumsi Klasikal 1) Uji Normalitas Uji normalitas yang digunakan adalah rasio skewness yaitu nilai skewness dibagi dengan standar eror skewness dan rasio kurtosis yaitu nilai kurtosis dibagi dengan standar eror kurtosis. Kriteria pengambilan keputusannya adalah jika rasio skewness dan kurtosis berada di antara -2 hingga +2 maka dada berdistribusi normal 2) Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas yang digunakan uji statistik Glejser. Terdapat gangguan atau mengandung heteroskedastisitas jika tingkat signifikasninya < 0,05 3) Uji Autokorelasi Uji autokorelasi yang digunakan uji Durbin Watson. Pengambilan Keputusan dapat dilihat melalui Tabel atuokorelasi 4) Uji Multikolinearitas Untuk menguji multikolinearitas dengan cara melihat nilai VIF masing-masing variabel independen, jika nilai VIF < 10, maka dapat disimpulkan data bebas dari gejala multikolinearitas b. Uji Regresi Untuk mengetahui pengaruh dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus terhadap belanja modal digunakan analisis regresi berganda dengan asumsi : Data semua variabel berdistribusi normal atau membentuk kurva normal, tidak ada hubungan yang linear antarvariabel independen (tidak ada multikolinieritas), variabel X 1, X 2, X 3 tidak berpengaruh terhadap nilai absolutnya atau memiliki varian regresi yang konstan (tidak mengalami heroskedastisitas), dan tidak ada korelasi antara variabel X 1, X 2, X 3 atau tidak adanya autokorelasi pada variabel independen. Uji Statistik yang digunakan meliputi : 1) Pengujian Koefisien Korelasi 2) Pengujian Simultan 3) Pengujian Faktor Residu/ Sisa 4) Pengujian Hipotesis dengan menggunakan uji t dan F
6 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian a. Dana Bagi Hasil (DBH) Pada Pemerintah Daerah Tahun Komponen DBH Pajak SDA DBH , , , , , ,07 5, , , ,68 (16,27) , , ,49 18, , , ,29 8, , , ,00 7, , , ,53 22, , , ,00 8, , , ,33 10, , , ,46 6,41 Perkembangan (%) b. Dana Alokasi Umum (DAU) Pada Pemerintah Daerah Tahun Dana Alokasi Umum (DAU) Perkembangan (%) , ,00 (4,58) ,00 5, ,00 36, ,00 9, ,00 8, ,44 1, ,11 12, ,54 (4,52) ,00 18,65 c. Dana Alokasi Khusus (DAK) Pada Pemerintah Daerah Tahun Dana Alokasi Khusus (DAK) Perkembangan (%) , ,00 59, ,00 49, ,00 1, ,00 29, ,00 (3,67) ,00 13, ,50 (28,06) ,60 21, ,00 27,57 d. Belanja Modal Pada Pemerintah Daerah Tahun Belanja Modal Perkembangan (%) , ,93 10, ,67 5, ,85 61, ,56 (0,23) ,12 (7,39) ,14 (28,21) ,21 11, ,63 (11,06) ,00 52,85
7 2. Uji Asumsi Klasikal Berdasarkan uji asumsi klasikal terhadap model regresi linear berganda diketahui terdapat masalah autokorelasi, sehingga untuk mengatasi masalah autokorelasi data yang diperoleh dari hasil penelitian dilakukan transformasi ke dalam bentuk Ln. Adapun hasil uji asumsi klasikal terhadap data setelah ditransformasi ke dalam bentuk Ln dapat penulis deskripsikan sebagai berikut : a. Uji Normalitas Uji normalitas yang digunakan adalah rasio skewness dan kurtosis. Berdaskan hasil perhitungan diketahui nilai koefisien skewness = 0,766, standard error of skewness = 0,687, sedangkan koefisien kurtosis = - 0,768 dan standard erros of kurtosis = 1,334. Sehingga diperoleh nilai rasio skewness =1,115 dan kurtosis =-0,576 berada pada rentang antara -2 sampai dengan +2. Sehingga dapat disimpulkan bahwa data variabel DBH, DAU, DAK, dan belanja modal dapat dinyatakan berdistribusi normal. b. Uji Autokorelasi Uji yang digunakan adalah uji Durbin-Watson. Hasil perhitungan di peroleh nilai Durbin-Watson sebesar 1,685 dengan n = 10 dan variabel independen sebanyak 3, maka diperoleh nilai d L = dan d U = , kemudian dilakukan perhitungan 4 d U = 4 1,6413 = Sehingga diketahui nilai 1,685 berada diantara nilai d U dan 4-d U (1,6413 < 1,685 > 2,3357). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa setelah semua data ditransformasi ke dalam bentuk Ln tidak terjadi masalah autokorelasi diantara variabel, dengan kata lain data hasil penelitian dapat dinyatakan bebas dari autokorelasi. c. Uji Heroskedastisitas Uji heteroskedastisitas yang digunakan adalah uji Glejser. Hasil perhitungan diketahui nilai t hitung DBH terhadap nilai absolut residualnya adalah 0,635 dengan nilai sig. 0,549, sedangkan t hitung DAU sebesar - 0,319 dengan nilai sig , dan t hitung DAK terhadap nilai absolut residualnya adalah 0,647 dengan nilai sig Hal itu menunjukkan semua variabel memperoleh nilai sig. yang lebih besar dari 0,05, artinya tidak ada hubungan antara variabel bebas dengan residual absolutnya, sehingga dapat disimpulkan bahwa data yang diperoleh tidak terdapat masalah heteroskedastisitas. d. Uji Multikolinearitas Uji multikolineritas yang adalah Uji VIF. Hasil perhitungan diketahui korelasi DBH terhadap belanja modal memperoleh harga koefisien VIF sebesar 5,630, harga koefisien VIF DAU sebesar 9,292, dan harga koefisien VIF DAK sebesar 3,261, dimana semua variabel independent memperoleh harga koefisien VIF < 10. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa tidak terhadap hubungan antara variabel-variabel independent atau tidak terjadi multikolinearitas antara variabel DBH, DAU dan DAK. 3. Pembahasan a. Pengaruh DBH, DAU, dan DAK secara Simultan Terhadap Belanja Modal Pada Pemerintah Daerah Berdasarkan hasil penelitian dan uji statistik, DBH, DAU, dan DAK secara simultan berpengaruh signifikan terhadap belanja modal pada pemerintah daerah, dengan nilai F hitung = 17,657, nilai probabilitas (Sig.) sebesar 0,002 yang lebih kecil dari 0,05, nilai korelasi 0,948 dan besar pengaruhnya adalah 89,8%. Hal itu menunjukkan bahwa tinggi rendahnya penerimaan dana bagi hasil, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan pemerintah daerah dalam melakukan belanja modal. Dengan demikian, adanya berbagai sumber penerimaan dalam hal ini Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil, serta didukung dengan pendapatan asli daerah diharapkan dapat mendorong pendapatan perkapita daerah melalui peningkatan berbagai jenis pengeluaran atau belanja pemerintah yang dapat merangsang aktivitas sosial ekonomi masyarakat. Dengan peningkatan pengeluaran pemerintah, khususnya belanja modal diharapkan dapat mendorong peningkatan ekonomi masyarakat yang pada gilirannya dapat memacu pertumbuhan pendapatan perkapita. Menurut Khusaini, (2006) menegaskan bahwa dengan diserahkan beberapa kewenangan ke pemerintah daerah diharapkan pelayanan masyarakat semakin efisien dan pada gilirannya akan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah dan kesejahteraan masyarakat lokal. Pandangan ini menandakan bahwa bila pemerintah daerah memahami benar karakteristik daerahnya maka alokasi anggaran pembangunan lebih terarah, dan sebaliknya jika tidak dipahami dengan baik maka alokasi anggaran publik dalam bentuk belanja publik tidak akan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal. b. Analisis Pengaruh DBH secara Parsial Terhadap Belanja Modal Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya Berdasarkan hasil penelitian dan uji statistik DBH secara parsial berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap belanja modal pemerintah daerah, dengan nilai probabilitas (sig.) sebesar 0,071 dan besar pengaruhnya adalah 66,7%, hal itu menunjukkan DBH tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan belanja modal pemerintah daerah, yang berarti pula kebutuhan belanja modal pemerintah daerah tidak hanya dapat mengandalkan DBH yang ditransfer pemerintah pusat, dalam artian DBH yang diterima pemerintah daerah tidak dapat membiayai belanja modal pemerintah daerah.
8 Tidak signifikannya pengaruh DBH terhadap belanja modal disebabkan dana yang diterima pemerintah daerah masih relatif kecil dibanding dengan kebutuhan belanja modal pemerintah daerah, hal itu dapat dilihat dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pada periode tahun 2003 sampai rata-rata DBH yang diterima pemerintah daerah adalah Rp ,15,- juta per tahun sedangkan belanja modal rata-rata per tahunnya adalah Rp ,29,- juta per tahun, hal itu menunjukkan bahwa rata-rata per tahunnya DBH hanya mampu membiayai 25,62% dari total belanja modal pemerintah daerah. Sehingga untuk membiayai kebutuhan belanja modal, maka pemerintah daerah harus menambah dari sumber pendapatan lain, salah satunya sumber pendapatan yang digunakan adalah pendapatan asli daerah seperti pendapatan dari penerimaan pajak atau retribusi. Dengan demikian untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan belanja modal, maka pemerintah daerah harus mampu mengelola DBH dan pendapatan yang berasal dari daerah, ada kebutuhan belanja daerah dapat terpenuhi guna meningkatkan pertumbuhan daerah, Menurut Darise, (2008:80) Sumber dana dari dalam negeri yang utama berasal dari daerah sendiri, sumber yang cukup potensial untuk membiayai berbagai aktivitas pembangunan adalah dari sektor pajak. Melalui pengaturan dana bagi hasil pajak, diharapkan pemerintah daerah mampu mengelola keuangannya dan mengalokasikannya untuk belanjabelanja pembangunan daerah secara tepat sesuai dengan kebutuhan pembangunan. c. Analisis Pengaruh DAU secara Parsial Terhadap Belanja Modal Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya DAU secara parsial berpengaruh signifikan terhadap belanja modal, dengan nilai t hitung sebesar 3,586 dengan nilai sig. 0,012 dan besar pengaruhnya adalah 82,6%, hal itu menunjukkan semakin besar DAU yang diterima pemerintah daerah maka akan meningkatkan kemampuan belanja modal pemerintah daerah. DAU merupakan dana perimbangan yang paling besar diterima oleh pemerintah daerah Kabupaten Tasikmalaya, sehingga pemerintah daerah memiliki keleluasaan dalam melakukan pengelolaan, bila pemerintah daerah memiliki kepekaan yang tinggi dalam meningkatkan kesejahteraan daerah, maka pemerintah daerah berusaha melakukan penghematan dalam penggunaan anggaran dan berusaha untuk melakukan pengeluaran, terutama belanja modal yang diprioritaskan pada upaya peningkatan kemampuan ekonomi masyarakat, sehingga dapat menumbuhkan pendapatan asli daerah, dan dengan adanya peningkatan pendapatan asli daerah, maka kemampuan belanja modal pemerintah daerah akan mengalami peningkatan. Ini berarti tingkat kemandirian pemerintah daerah dalam membiayai pembangunan di daerah, terutama untuk belanja modal masih sangat tergantung pada transfer pemerintah pusat. Menurut Darise, (2008:80) Sumber dana dari dalam negeri yang utama berasal dari daerah sendiri, sumber yang cukup potensial untuk membiayai berbagai aktivitas pembangunan adalah dari sektor pajak. Melalui pengaturan dana bagi hasil pajak, diharapkan pemerintah daerah mampu mengelola keuangannya dan mengalokasikannya untuk belanja-belanja pembangunan daerah secara tepat sesuai dengan kebutuhan pembangunan. d. Pengaruh DAK secara Parsial Terhadap Belanja Modal Pada Pemerintah Daerah Dana Alokasi Khusus (DAK) secara parsial berpengaruh tidak signifikan terhadap belanja modal pemerintah daerah, dengan besar pengaruhnya sebesar 17,1%, nilai t hitung sebesar 1,775, dan nilai sig. 0,119. Hal itu menunjukkan bahwa DAK yang diterima pemerintah daerah belum mampu meningkatkan kemampuan belanja modal pemerintah daerah, yang berarti pula bahwa pemerintah daerah untuk memenuhi kebutuhan belanja modalnya tidak tergantung pada DAK. Pada dasarnya DAK dimaksudkan untuk mendanai kegiatan khusus yang menjadi urusan daerah dan merupakan prioritas nasional, sesuai dengan fungsi yang merupakan perwujudan tugas kepemerintahan di bidang tertentu, khususnya dalam upaya pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat, mengingat pemerintah sedang melakukan pembangunan kota, maka terjadi peningkatan pada pembangunan dan/atau pengadaan dan/atau perbaikan sarana dan prasarana fisik pelayanan dasar masyarakat dengan umur ekonomis yang panjang, termasuk pengadaan sarana fisik penunjang, dan hal itu memicu meningkatnya biaya operasional yang tidak dapat dibiayai oleh pendapatan yang bersumber DAK, atau akan mempengaruhi alokasi pembiayaan pada sektor lain, salah satunya anggaran biaya belanja modal dan hal itu menjadi salah satu faktor yang menyebabkan tidak signifikannya pengaruh DAK terhadap belanja modal. Menurut Bapenas (2011) Kewenangan untuk membelanjakan dana yang dimiliki akan sangat tergantung kepada jenis pendapatan. Pendapatan daerah seperti Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil adalah jenis pendapatan yang kewenangan penggunaannya ada di tangan Pemerintah Daerah. Berbeda dengan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang tidak dapat digunakan secara bebas oleh Pemda karena sudah tertentu penggunaannya dari Pemerintah Pusat.
9 V. Simpulan dan saran 1. Simpulan a. Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan belanja modal terbesar sama-sama pada tahun 2012, sedangkan DBH terkecil tahun 2005, DAU terkecil tahun 2004, DAK terkecil tahun 2003, dan belanja modal terendah tahun b. DBH, DAU, dan DAK secara simultan berpengaruh dan signifikan terhadap belanja modal pada pemerintah daerah, hal itu berdasarkan seluruh data yang telah ditransformasi ke dalam bentuk Ln. c. Secara parsial DBH berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap belanja modal pemerintah daerah, hal itu berdasarkan data DBH dan belanja modal yang telah ditransformasi ke dalam bentuk Ln. d. Secara parsial DAU berpengaruh dan signifikan terhadap belanja modal pemerintah daerah Kabupaten Tasikmalaya, hal itu berdasarkan data DAU dan belanja modal yang telah ditransformasi ke dalam bentuk Ln. e. Secara parsial DAK berpengaruh dan tidak signifikan terhadap belanja modal pemerintah daerah, hal itu berdasarkan data DAK dan belanja modal yang telah ditransformasi ke dalam bentuk Ln. 2. Saran a. Penggunaan DBH harus terus dilakukan pengkajian secara intensif, agar alokasi dana dapat direalisasikan pada sektor yang tepat sesuai dengan potensi yang ada di daerah sehingga dapat memberikan dampak yang lebih optimal terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat dan pendapatan daerah, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kemampuan belanja modal pemerintah daerah. b. Pemerintah daerah diharapkan selalu melakukan pengawasan terhadap kegiatan yang menggunakan Dana Alokasi Khusus, sehingga selain sesuai dengan sasaran dan tujuan yang ditepatkan pemerintah pusat, juga dapat memberikan dampak yang optimal pada pembangunan Kabupaten Tasikmalaya terutama kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat. c. Manajemen pengeluaran pemerintah daerah dalam bentuk belanja modal perlu lebih diprioritaskan pada peningkatan kesejahteraan rakyat yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Hal ini menandakan bahwa pengeluaran pemerintah daerah, khususnya untuk belanja modal harus lebih difokuskan pada sektor-sektor yang mampu mendorong peningkatan ekonomi dan kemandirian masyarakat secara berkelanjutan, sehingga dapat mewujudkan kemandirian dalam pengelolaan keuangan daerah, dan dapat mengurangi ketergantungan atas transfer dana perimbangan dari pemerintah pusat. DAFTAR PUSTAKA Abimanyu, Yoopi. (2004) Ekonomi Manajerial. Jakarta : Ghalia Indonesia Arikunto, Suharsimi (2006) Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta Bapenas (2011) Analisis Perspektif, Permasalahan dan Dampak Dana Alokasi Khusus (DAK). Jakarta : Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Darise, Nurlan. (2008) Akuntansi Keuangan Daerah (Akuntansi Sektor Publik). Indeks, Jakarta. Ghozali (2005) Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Edisi. Ketiga. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro Halim, Abdul (2004) Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta : Salemba Empat. Khusaini, Mohammad. (2006) Ekonomi Publik: Desentralisasi Fiskal dan Pembangunan Daerah, BPFE Unibraw. Mardiasmo (2004) Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: ANDI Mohammad. Nazir, (2007) Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia Penjelasan PP No.55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan. Penjelasan UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Pemerintah Daerah Peraturan Menteri Keuangan no.171.1/pmk.07/2008 tentang Penetapan Alokasi Dana Alokasi Khusus Tahun Anggaran 2009 Pipin Syarifin dan Dedah Jubaedah (2005) Pemerintahan Daerah di Indonesia. Bandung: CV Pustaka Setia Simanjuntak, Robert (2001) Kebijakan Pengutan Daerah di Era Otonomi, Domestik Trade, Decentralization and Globalization. Conference LPEM UI Jakarta. Sudarmanto, Gunawan R (2013) Statistik Terapan Berbasis Komputer. Jakarta : Mitra Wacana Media. Sugiyono (2010) Metode Penelitian Bisnis. Penerbit Alfabeta. Bandung Suliyanto (2011) Ekonometrika Terapan: Teori dan Aplikasi dengan SPSS. Yogyakarta: ANDI Syaiful (2008) Pengertian dan Perlakuan Akuntansi Belanja Barang dan Belanja Modal dalam Kaidah Akuntansi Pemerintahan. Jakarta : Ghalia Indonesia Syukriy Abdullah Dan Jhon Andra Asmara (2006) Perilaku Oportunistik Legislatif Dalam Penganggaran Daerah; Bukti Empiris atas Aplikasi Agency Theory di Sektor Publik. Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang. Wijaya, H.A.W. (2007) Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada
BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengelolaan Pemerintah Daerah di Indonesia sejak tahun 2001 memasuki era baru yaitu dengan dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai dengan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1 Pengertian dan unsur-unsur APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya merupakan salah satu instrumen
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1 Pengertian dan unsur-unsur APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya merupakan salah satu instrumen
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Realitas menunjukkan tidak semua daerah mampu untuk lepas dari pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka dalam kenyataannya,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan pemerintahan daerah dapat terselenggara dengan baik karena adanya beberapa faktor sumber daya yang mampu menggerakkan jalannya organisasi pemerintah daerah
Lebih terperinciNASKAH PUBLIKASI. Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Akuntansi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), DANA BAGI HASIL (DBH), DANA ALOKASI UMUM (DAU), DAN DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) TERHADAP PENGALOKASIAN BELANJA MODAL (Studi Empiris Pada Provinsi Jawa Tengah Periode
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak, wewenang, dan kewajiban daerah
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Objek/Subjek Penelitian Objek penelitian data ini adalah Pemerintah Daerah pada 35 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah. Subjek penelitiannya, yaitu data PAD, DAU, DAK, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi menjadi UU No. 32 Tahun 2004, daerah diberi kewenangan yang luas dalam mengurus dan mengelola
Lebih terperinciANALISIS BELANJA MODAL DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (Studi Empiris pada Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun )
ANALISIS BELANJA MODAL DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (Studi Empiris pada Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011-2013) Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah Otonomi selalu dikaitkan atau disepadankan dengan pengertian kebebasan dan kemandirian. Sesuatu akan dianggap otonomi jika ia menentukan diri sendiri, membuat
Lebih terperinciDisusun dan Diajukan untuk Melengkapi dan Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat Guna
PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), DANA ALOKASI UMUM (DAU), DAN DANA ALOKASI KHUSUS (DAK), DANA BAGI HASIL (DBH), DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP PENGALOKASIAN BELANJA MODAL (Studi Empiris Pada Provinsi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Menurut Halim (2007:232) kemandirian keuangan daerah ditunjukkan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan pendapatan
Lebih terperinciPENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL (Studi Empiris di Wilayah Karesidenan Surakarta)
PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL (Studi Empiris di Wilayah Karesidenan Surakarta) NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada pemerintah Provinsi Jawa Timur. Provinsi Jawa Timur yang terdiri dari 29 Kabupaten dan 9 Kota, akan tetapi ada penelitian
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Belanja Langsung Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Pasal 36 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja langsung merupakan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
10 BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Otonomi Daerah Perkembangan akuntansi sektor publik di Indonesia tumbuh semakin pesat seiring dengan adanya otonomi daerah
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. berupa data kuantitatif, yaitu Data Laporan Realisasi Anggaran APBD pemerintah
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data penelitian ini menggunakan jenis data sekunder yang dikumpulkan dari dokumen pemerintah daerah di Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi DIY berupa
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pemerintahan Kota/Kabupaten
36 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pemerintahan Kota/Kabupaten di Provinsi Lampung berjumlah 14 kabupaten dan kota. Sampel yang
Lebih terperinciPENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP ALOKASI BELANJA DAERAH PADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR
PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP ALOKASI BELANJA DAERAH PADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR Dwi Wahyu Setyowati Program Studi Pendidikan Akuntansi FPIPS ABSTRAK
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Kemandirian Keuangan Daerah. Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 32 tahun
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Kemandirian Keuangan Daerah 2.1.1.1 Pengertian Kemandirian Keuangan Daerah Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 bahwa kemandirian
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Halim (2001) adalah penerimaan yang diperoleh daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan peundang-undangan. Hal tersebut
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Masa sentralisasi pemerintahan telah berakhir diganti dengan otonomi daerah. Berdasarkan UU No. 32 tahun 2004, setiap daerah diberi kewenangan yang luas
Lebih terperinci: Central Government Transfer, Tax Effort, Local Revenu
PENGARUH TRANSFER PEMERINTAH PUSAT TERHADAP UPAYA PAJAK PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA SE-JAWA TENGAH TAHUN 2008-2010 Prihatin Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang, Indonesia
Lebih terperinciABSTRAK. Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Flypaper Effect.
Judul : Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Bagi Hasil Pada Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Nama : Ni Nyoman Widiasih Nim : 1315351081 ABSTRAK Belanja modal merupakan
Lebih terperinciPENGARUH DANA ALOKASI UMUM, DANA ALOKASI KHUSUS, DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP ALOKASI BELANJA MODAL
PENGARUH DANA ALOKASI UMUM, DANA ALOKASI KHUSUS, DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP ALOKASI BELANJA MODAL Dian Novita Sari Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Slamet Riyadi Surakarta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada era reformasi seperti saat ini sangat penting diberlakukannya otonomi daerah untuk memberikan kesempatan kepada pemerintah agar dapat lebih meningkatkan
Lebih terperinciPENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), DANA BAGI HASIL (DBH), DANA ALOKASI UMUM (DAU), DAN ALOKASI KHUSUS (DAK) TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI (PDRB)
PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), DANA BAGI HASIL (DBH), DANA ALOKASI UMUM (DAU), DAN ALOKASI KHUSUS (DAK) TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI (PDRB) (Studi Empiris Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah)
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Statistik Deskriptif Dari hasil pengumpulan data sekunder mengenai Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota di Jawa Timur
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memasuki era baru tata pemerintahan sejak tahun 2001 yang ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah ini didasarkan pada UU
Lebih terperinciPENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL PADA KABUPATEN GORONTALO
PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL PADA KABUPATEN GORONTALO HELDY ISMAIL Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Negeri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pemerintah pusat sehingga dengan demikian pembangunan daerah diupayakan sejalan
Lebih terperinciPENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN DANA ALOKASI UMUM (DAU) TERHADAP BELANJA LANGSUNG
PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN DANA ALOKASI UMUM (DAU) TERHADAP BELANJA LANGSUNG (Studi Kasus pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Tasikmalaya) SITI HOTIMAH
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kota Bengkulu adalah salah satu kota, sekaligus ibu kota Provinsi Bengkulu. Kota Bengkulu berdiri berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967
Lebih terperinciGitta Dewi (Mahasiswa Program Studi Magister Manajemen Pascasarjana Universitas Tadulako)
Pengaruh Realisasi Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus terhadap Target Pendapatan Daerah (Survei pada Kabupaten/Kota Se-Sulawesi Tengah) Gitta Dewi (Mahasiswa Program Studi
Lebih terperinciPENGARUH PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM DAN DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP BELANJA DAERAH
PENGARUH PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM DAN DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP BELANJA DAERAH (Studikasus di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2007-2013) Nur Harjiyanti
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi membawa perubahan-perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Di Indonesia, reformasi di bidang keuangan dimulai dengan berlakukanya Undang-undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia mengacu pada Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah direvisi menjadi Undang-Undang
Lebih terperinciPENGARUH ANGGARAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL SKRIPSI
PENGARUH ANGGARAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Manajemen pemerintah daerah di Indonesia memasuki era baru seiring dengan diberlakukannya desentralisasi fiskal. Kebijakan terkait yang tertuang dalam UU
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK),
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Objek Penelitian Pada penelitian ini dilakukan analisis hasil pengumpulan data penelitian dari 34 provinsi di Indonesia. Data yang digunakan meliputi
Lebih terperinciDANA BAGI HASIL DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA DAERAH PADA PROVINSI ACEH
AGREGAT: Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol. 1, No. 2, September 2017 http://journal.uhamka.ac.id/index.php/agregat p-issn: 2549-5658 e-issn: 2549-7243 DOI: 10.22236/agregat_vol1/is2pp211-220 Hal 211-220 DANA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi telah menjadi suatu fenomena global, tak terkecuali di Indonesia. Tuntutan demokratisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola kehidupan sosial, politik dan ekonomi di Indonesia. Desentralisasi keuangan dan otonomi daerah
Lebih terperinciHUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH
HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH DASAR PEMIKIRAN HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PUSAT DAN DAERAH DAERAH HARUS MEMPUNYAI SUMBER-SUMBER KEUANGAN YANG MEMADAI DALAM MENJALANKAN DESENTRALISASI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU No.23 Tahun 2014 yaitu desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Desentralisasi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. atau lebih individu, kelompok, atau organisasi. Agency problem muncul ketika
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan menganalisis hubungan kontraktual di antara dua atau lebih individu, kelompok,
Lebih terperinciPengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum terhadap Anggaran Belanja Modal Pemerintah Provinsi di Pulau Jawa
Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum terhadap Anggaran Belanja Modal Pemerintah Provinsi di Pulau Jawa Bambang Suprayitno 1 1 Universitas Pancasila, Jl. Srengseng
Lebih terperinciPengaruh Desentralisasi Fiskal dan Kinerja Keuangan terhadap Alokasi Belanja Modal
Prosiding Akuntansi ISSN: 2460-6561 Pengaruh Desentralisasi Fiskal dan Kinerja Keuangan terhadap Alokasi Belanja Modal 1 Muhammad Miftah Falah, 2 Sri Fadilah, dan 3 Edi Sukarmanto 1,2,3 Prodi Akuntansi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era otonomi daerah yang ditandai dengan adanya Undang- Undang Nomor 32 tahun 2004 mengatur mengenai kewenangan pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam tahun anggaran tertentu yang berisi sumber pendapatan dan penggunaan
Lebih terperinciMia Rachmawati. Abstract. Keyword : General Allocation Fund (DAU), Special Allocation Fund (DAK), Regional Own Revenue (PAD), Capital Expenditure.
PENGARUH DANA ALOKASI UMUM, DANA ALOKASI KHUSUS, DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP ALOKASI BELANJA MODAL (Studi Kasus pada Kabupaten di Provinsi Papua dan Papua Barat) Mia Rachmawati Abstract The purposes
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Otonomi daerah Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004, otonomi daerah merupakan kewenangan daerah otonom untuk mengurus dan mengatur kepentingan masyarakat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variable Penelitian 2.1.1 Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah, pendapatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejak big bang decentralization yang menandai era baru pemerintahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Sejak big bang decentralization yang menandai era baru pemerintahan pasca-orde baru, pemerintah pusat tetap memainkan peranan penting dalam mendukung pelaksanaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat daerah terhadap tiga permasalahan utama, yaitu sharing of power,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia merupakan strategi yang bertujuan ganda. Yuwono, dkk (2005) menyatakan strategi tersebut adalah (1) pemberian
Lebih terperinciANALISIS PENGARUH PAD, DBH, DAU, DAK DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP BELANJA MODAL KABUPATEN NGAWI TAHUN
ANALISIS PENGARUH PAD, DBH, DAU, DAK DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP BELANJA MODAL KABUPATEN NGAWI TAHUN 2003-2015 M. Agus Sudrajat Irma Diastuti Purniawati Universitas PGRI Madiun irmadias23@yahoo.com
Lebih terperinciPENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), DANA ALOKASI UMUM (DAU), DAN DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) TERHADAP BELANJA MODAL
PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), DANA ALOKASI UMUM (DAU), DAN DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) TERHADAP BELANJA MODAL (Studi Kasus Di Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2011-2012)
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah dan APBD Menurut Mamesah (1995), keuangan daerah dapat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu
Lebih terperinciANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DAN DANA ALOKASI UMUM, PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO TERHADAP REALISASI BELANJA MODAL
ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DAN DANA ALOKASI UMUM, PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO TERHADAP REALISASI BELANJA MODAL Didik Purwanto Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi politik yang dilancarkan pada tahun 1988 telah berhasil menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan dengan pemerintahan yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. berakar pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Teori
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan Teori yang menjelaskan hubungan prinsipal dan agen ini salah satunya berakar pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. APBN/APBD. Menurut Erlina dan Rasdianto (2013) Belanja Modal adalah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Belanja Modal Belanja Modal merupakan salah satu jenis Belanja Langsung dalam APBN/APBD. Menurut Erlina dan Rasdianto (2013) Belanja Modal adalah pengeluaran
Lebih terperinciINUNG ISMI SETYOWATI B
PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL (STUDI EMPIRIS PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA SE JAWA TENGAH PERIODE 2006-2007)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan diberlakukannya UU Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah yang kemudian direvisi dengan UU Nomor 32 tahun 2004, memberikan wewenang seluasnya kepada
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Otonomi Daerah Di dalam pembangunan ekonomi terutama pembangunan di daerah, peranan yang sangat penting dari keuangan daerah adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dirubahnya sistem pemerintahan di Indonesia yang pada awalnya menganut sistem sentralisasi menjadi sistem desentralisasi atau dikenal dengan sebutan otonomi daerah
Lebih terperinciJurusan Akuntansi Program S1 Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Di Provinsi Bali Tahun 2011-2015 1 Shanti Widianing Santosa,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan di Indonesia saat ini semakin pesat seiring dengan adanya era reformasi. Negara Indonesia yang awalnya menggunakan sistem sentralisasi dalam pemerintahannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. landasan hukum dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang. menjadi UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia sejak tahun 1997 memberikan dampak besar bagi semua aspek kehidupan, yakni era reformasi. Reformasi yang terjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undang-Undang Nomor
Lebih terperinciPENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA PERIMBANGAN TERHADAP PENGALOKASIAN BELANJA PEGAWAI
PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA PERIMBANGAN TERHADAP PENGALOKASIAN BELANJA PEGAWAI Henni Indriyani 1, Septiani Fransisca 2, M. Ridho Akbar 3 Universitas Bina Darma Jalan Jenderal Ahmad Yani No.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah sebagai wujud dari desentralisasi sistem pemerintahan telah dilaksanakan secara efektif di Indonesia sejak 1 Januari 2001. Kebijakan otonomi
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Statistik Deskriptif Pada hasil pengumpulan data sekunder mengenai Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus ( DAK ), Pertumbuhan
Lebih terperinciDINAMIKA EKONOMI Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol 8. No.1. Maret 2015
PENGARUH DANA BAGI HASIL, DANA ALOKASI UMUM, DAN DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP PENDAPATAN PERKAPITA PADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2010-2013 Ida Mentayani Rusmanto Lidya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang kemudian direvisi dengan UU Nomor 32 Tahun 2004, daerah diberi kewenangan yang luas
Lebih terperinciARTIKEL Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meneyelesaikan Program S1 Akuntansi IKHWAN PRASETYA / 2011
PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM, DANA ALOKASI KHUSUS, DANA BAGI HASIL DAN BELANJA PEGAWAI TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL (Studi Empiris pada Pemerintah Provinsi di Indonesia)
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pemerintahan Daerah Pemerintahan Daerah menurut Ketentuan Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Lebih terperinciPENGARUH BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP PENDAPATAN PER KAPITA
PENGARUH BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP PENDAPATAN PER KAPITA (Studi pada Pemerintah Kabupaten dan Kota Se-Provinsi Jawa Tengah dari tahun 2009-2011 ) NASKAH PUBLIKASI Diajukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman bagi pemerintah daerah dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah sering
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. LANDASAN TEORITIS 2.1.1 Alokasi Anggaran Belanja Modal Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap berwujud yang memberi manfaaat lebih dari satu tahun
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. dan pertumbuhan ekonomi adalah laporan keuangan pemerintah daerah
BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian Objek penelitian dampak kinerja keuangan terhadap alokasi belanja modal dan pertumbuhan ekonomi adalah laporan keuangan pemerintah daerah kabupaten/kota Provinsi
Lebih terperinciPENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA LANGSUNG
Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi Volume 6, Nomor 2, Februari 2017 ISSN : 2460-0585 PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA LANGSUNG Nanda Eka Octaviani nandaekaoctaviani61@gmail.com
Lebih terperinciA. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah secara efektif
Lebih terperinciPENGARUH DANA ALOKASI UMUM (DAU), PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN
PENGARUH DANA ALOKASI UMUM (DAU), PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN (SiLPA) DAN LUAS WILAYAH TERHADAP BELANJA MODAL STUDI EMPIRIS PADA KABUPATEN DI KARESIDENAN PATI PERIODE 2009-2013
Lebih terperinciPENGARUH DANA ALOKASI UMUM, DANA ALOKASI KHUSUS DAN BELANJA MODAL TERHADAP TINGKAT KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH
PENGARUH DANA ALOKASI UMUM, DANA ALOKASI KHUSUS DAN BELANJA MODAL TERHADAP TINGKAT KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH (Studi Kasus pada Kabupaten/Kota di DIY periode 2007-2014) ARTIKEL OLEH PUTRI IKASARI 11133100058
Lebih terperinciPENGARUH PENDAPATAN DAERAH TERHADAP BELANJA MODAL PADA KABUPATEN/KOTA JAWA TIMUR
PENGARUH PENDAPATAN DAERAH TERHADAP BELANJA MODAL PADA KABUPATEN/KOTA JAWA TIMUR Isti Permatasari Isti_permata@yahoo.com Titik Mildawati Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya ABSTRACT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Otonomi Daerah Suparmoko (2002: 18) Otonomi Daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah merupakan bagian dari anggaran daerah, hal ini disebabkan adanya
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Belanja Daerah Belanja daerah sangat berkaitan dengan anggaran daerah karena belanja daerah merupakan bagian dari anggaran daerah, hal ini disebabkan
Lebih terperinciFLYPAPER EFFECT PADA PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), DAN DANA ALOKASI UMUM (DAU) TERHADAP BELANJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN NGANJUK PERIODE
FLYPAPER EFFECT PADA PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), DAN DANA ALOKASI UMUM (DAU) TERHADAP BELANJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN NGANJUK PERIODE 2012-2016 Susanti Eka Wahyuni* Indrian Supheni Program Studi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diterapkan otonomi daerah pada tahun Undang-Undang Nomor 32 Tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan mendasar paradigma pengelolaan keuangan daerah terjadi sejak diterapkan otonomi daerah pada tahun 2001. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan pemerintah daerah, baik tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya Undang-Undang (UU) No. 22 Tahun
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif. Metode
36 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif. Metode kuantitatif dinamakan metode tradisional, karena metode ini sudah cukup lama digunakan sehingga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang telah merasakan dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah menyebabkan pemerintah daerah
Lebih terperinciPENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN DANA ALOKASI UMUM (DAU) TERHADAP BELANJA MODAL
PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN DANA ALOKASI UMUM (DAU) TERHADAP BELANJA MODAL (Studi Kasus Di Kabupaten Sragen Tahun Anggaran 2003-2011) NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN UMUM DANA PERIMBANGAN
44 BAB III GAMBARAN UMUM DANA PERIMBANGAN Adanya UU No. 32 dan No. 33 Tahun 2004 merupakan penyempurnaan dari pelaksanaan desentralisasi setelah sebelumnya berdasarkan UU No. 22 dan No. 25 Tahun 1999.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah, mengurangi kesenjangan antar
Lebih terperinci