Lampiran 1: Rumusan Kebijakan Bantuan Luar Negeri dalam Ketetapan-ketetapan MPRS/MPR. (Ditetapkan di Bandung 19 November 1960)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Lampiran 1: Rumusan Kebijakan Bantuan Luar Negeri dalam Ketetapan-ketetapan MPRS/MPR. (Ditetapkan di Bandung 19 November 1960)"

Transkripsi

1 Lampiran 1: Rumusan Kebijakan Bantuan Luar Negeri dalam Ketetapan-ketetapan MPRS/MPR I. Periode Ketetapan MPRS No. I/MPRS 1960 tentang Manifesto Politik Republik Indonesia sebagai Garis-Garis Besar Daripada Haluan Negara Pasal 1: Memperkuat Manifesto Politik Republik Indonesia serta perinciannya sebagai Garis-Garis Besar Daripada Haluan Negara; Pasal 2: Amanat Presiden pada sidang pleno Depernas mengenai Pembangunan Semesta Berencana pada tanggal 28 Agustus 1959 yang diucapkan dan yang tertulis adalah Garis-Garis Besar Daripada Haluan Pembangunan; Pasal 3: Amanat Presiden tanggal 17 Agustus 1960 yang terkenal dengan nama Jalannya Revolusi Kita dan pidato Presiden tanggal 30 September 1960 di muka Sidang Umum PBB yang berjudul To Build the World A New (Membangun Dunia Kembali) adalah pedoman-pedoman pelaksanaan Manifesto Politik Republik Indonesia. (Ditetapkan di Bandung 19 November 1960) 2. Ketetapan MPRS No. II/MPRS/1960 tentang Garis-Garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahapan Pertama Pasal 7: Bidang Keuangan Negara 1. Sumber pembiayaan bagi Pembangunan Nasional Semesta Berencana itu pertama-tama harus diusahakan atas dasar kekuatan dalam negeri sendiri dengan mengerahkan semua modal dan potensi (funds and forces) yang progresif dengan sejauh mungkin tidak menambah beban rakyat. 2. Jika modal nasional guna pembiayaan pembangunan belum mencukupi, dapat diadakan kerjasama ekonomi dan teknik dalam arti luas dengan luar negeri, dengan ketentuan bahwa hal tersebut: a. Tidak bertentangan dengan Manifesto Politik dan Amanat Presiden tentang pembangunan; b. Disusun dalam perundang-undangan bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. (Ditetapkan di Bandung, 3 Desember 1960, Tap ini dicabut dengan Tap MPRS No. XXXVIII/MPR/1968) 3. Ketetapan MPRS No. IV/MPRS/1963 tentang Pedoman Pelaksanaan Garis-Garis Besar Haluan Negara dan Haluan Pembangunan - Pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1961 berjudul Resopim (Revolusi Sosialisme Indonesia Pimpinan Nasional) dan Pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1962 berjudul Tahun Kemenangan adalah pedoman-pedoman pelaksanaan Manifesto Politik Republik Indonesia # 15

2 - Deklarasi Ekonomi adalah pedoman pelaksanaan garis-garis besar haluan pembangunan di bidang ekonomi - Ambeg Paramaarta adalah landasan kerja dalam melaksanakan konsepsi pembangunan seperti terkandung dalam Tap MPRS No. I dan II tahun 1960 (Ditetapkan di Bandung, 22 Mei 1963, Tap ini dicabut dengan Tap MPRS No. XXXVIII/MPR/1968) Deklarasi Ekonomi Butir 32: Pembiayaan untuk mensukseskan politik ekonomi jangka pendek tersebut di atas harus dapat diusahakan sebagai berikut: a. Dengan kekuatan funds and forces nasional (termasuk domestik) kita sendiri b. Bilamana tidak mencukupi maka baru dicarikan kredit luar negeri dengan syarat-syarat sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam Ketetapan MPRS No. II/MPRS/ Ketetapan MPRS No. VI/MPRS/1965 tentang Banting Stir untuk Berdiri di atas Kaki Sendiri di Bidang Ekonomi dan Pembangunan Bab II: Kebijaksanaan dalam Bidang Pembangunan Pasal 6: 1. Sumber pembiayaan bagi Pembangunan Nasional Semesta Berencana itu pertama-tama harus diusahakan atas dasar kekuatan dalam negeri sendiri dengan mengerahkan semua modal dan potensi (funds and forces) yang progresif dengan sejauh mungkin tidak menambah beban rakyat. 2. Pembiayaan pembangunan didasarkan atas kekuatan dan kemampuan yang kita miliki sendiri ialah usaha-usaha dari: - unit-unit ekonomi negara, - rakyat pekerja: buruh, tani,nelayan, dan angkatan bersenjata - koperasi - swasta progresif. 3. Harus diciptakan syarat-syarat cost-accounting yang manipolis yaitu berdasarkan management yang efisien dengan memberantas salah urus dan pemborosan material, uang, tenaga dan waktu. Pasal 14: 1. Sesuai dengan azas Berdiri di atas Kaki Sendiri dan untuk melindungi industri dalam negeri, maka pembelian barang-barang dari luar negeri hanya dilakukan jika tidak dapat dibuat sendiri dalam negeri 2. Penggunaan hasil ekspor dan/atau kredit ditujukan untuk memperkuat produksi dalam negeri. (Ditetapkan di Bandung 16 April 1965, Tap ini dicabut dengan Tap MPRS No. XXXVIII/MPR/1968) # 16

3 II. Periode 1966 Ketetapan MPRS No. XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaharuan Kebijaksanaan Landasan Ekonomi Keuangan dan Pembangunan Bab VII: Kebijaksanaan Pembiayaan Pasal 47: Dalam penyusunan anggaran pendapatan dan belanja negara harus diusahakan agar defisit dalam waktu yang singkat dapat dihapuskan sehingga dengan demikian sumber utama inflasi dapat ditiadakan Bab VIII: Hubungan Ekonomi Internasional Pasal 59: Penggunaan devisa negara yang diperoleh dari hasil ekspor ataupun hutang luar negeri harus benar-benar dilakukan secara rasional dan jujur. Pasal 60: Untuk keperluan program stabilisasi dan rehabilitasi diperlukan kredit luar negeri. Kredit-kredit ini hanya dapat dibenarkan apabila benar-benar merupakan bagian yang integral dari rencana stabilisasi dan rehabilitasi sebagai keseluruhan. Pasal 61: Besarnya kredit luar negeri yang masih dapat diterima tergantung kepada kemampuan untuk membayarnya kembali di kemudian hari tanpa menambah lagi beban rakyat yang sudah berlebih-lebih. Pasal 64: Sungguhpun kredit luar negeri dan modal asing dapat dimanfaatkan (a.l. production sharing) dalam penanggulangan kemerosotan ekonomi serta pembangunan ekonomi namun harus ada teladan untuk membebaskan diri dari ketergantungan dari luar negeri. (Ditetapkan di Jakarta, 5 Juli 1966) III. Periode Ketetapan MPRS No. XLI/MPRS/1968 tentang Tugas Pokok Kabinet Pembangunan Pasal 1: a. Menciptakan stabilisasi politik dan ekonomi sebagai syarat untuk berhasilnya pelaksanaan Rencana Pembangunan Lima Tahun dan Pemilu b. Menyusun dan melaksanakan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Ditetapkan di Jakarta, 27 Maret 1968) 2. Nota Pimpinan MPRS Nota Pimpinan MPRS No.: Nota 4/PIMP/1968 perihal Penyempurnaan Nota MPRS No. Nota I/MPRS/1966 tentang Politik Luar Negeri Berdasarkan Pancasila. Nota ini ditujukan kepada Presiden RI Mandataris MPR dan Pimpinan DPR-GR tanggal 30 Maret Isi Nota antara lain: Butir VIII.13 Masalah Hubungan Ekonomi Internasional diadakan penambahan: d. Bantuan-bantuan luar negeri serta kerjasama ekonomi internasional harus disinkronisasikan dengan pembangunan nasional. Kredit-kredit dan bantuan asing itu harus mempunyai peranan pembantu (supplementary). # 17

4 3. Ketetapan MPR No. IV/MPR/1973 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara Bab III. Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang B. Arah Pembangunan Jangka Panjang 11. Pembangunan Nasional memerlukan investasi dalam jumlah yang besar yang pelaksanaannya harus berlandaskan kemampuan sendiri, sedangkan bantuan luar negeri merupakan pelengkap. Oleh karena itu diperlukan usaha yang sungguhsungguh untuk mengerahkan dana-dana investasi yang bersumber pada tabungan masyarakat, tabungan pemerintah serta penerimaan devisa yang berasal dari ekspor dan jasa-jasa. Pengerahan dari dana-dana investasi tersebut harus ditingkatkan dengan cepat sehingga peranan bantuan luar negeri yang merupakan pelengkap tersebut semakin berkurang dan pada akhirnya mampu membiayai sendiri seluruh pembangunan. (Ditetapkan di Jakarta, 22 Maret 1973) 4. Ketetapan MPR No. IV/MPR/1978 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara Bab III. Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang B. Arah Pembangunan Jangka Panjang 11. Pembangunan Nasional memerlukan investasi dalam jumlah yang besar yang pelaksanaannya harus berlandaskan kemampuan sendiri, sedangkan bantuan luar negeri merupakan pelengkap. Oleh karena itu diperlukan usaha yang sungguhsungguh untuk mengerahkan dana-dana investasi yang bersumber pada tabungan masyarakat, tabungan pemerintah serta penerimaan devisa yang berasal dari ekspor dan jasa-jasa. Pengerahan dari dana-dana investasi tersebut harus ditingkatkan dengan cepat sehingga peranan bantuan luar negeri yang merupakan pelengkap tersebut semakin berkurang dan pada akhirnya mampu membiayai sendiri seluruh pembangunan Bab IV. Pola Umum Pelita Ketiga D. Arah dan Kebijaksanaan Pembangunan Umum 10. Untuk pelaksanaan Pelita Ketiga diperlukan pembiayaan yang memadai, yang terutama harus bersumber dri kemampuan dalam negeri sedangkan sumber-sumber luar negeri merupakan sumber pelengkap. (Ditetapkan di Jakarta, 22 Maret 1978) 5. Ketetapan MPR No. II/MPR/1983 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara Bab III. Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang B. Arah Pembangunan Jangka Panjang 11. Pembangunan Nasional memerlukan investasi dalam jumlah yang besar yang pelaksanaannya harus berlandaskan kemampuan sendiri, sedangkan bantuan luar negeri merupakan pelengkap. Oleh karena itu diperlukan usaha yang sungguhsungguh untuk mengerahkan dana-dana investasi yang bersumber pada tabungan masyarakat, tabungan pemerintah serta penerimaan devisa yang berasal dari ekspor dan jasa-jasa. Pengerahan dari dana-dana investasi tersebut harus ditingkatkan sengan cepat sehingga peranan bantuan luar negeri yang merupakan # 18

5 pelengkap tersebut semakin berkurang dan pada akhirnya mampu membiayai sendiri seluruh pembangunan Bab IV. Pola Umum Pelita Keempat D. Arah dan Kebijaksanaan Pembangunan Umum 16. Dalam rangka memperlancar pelaksanaan pembangunan maka pinjaman luar negeri dapat diterima sepanjang pinjaman-pinjaman tersebut tidak dikaitkan dengan ikatan-ikatan politik, syarat-syarat pinjaman tidak akan memberatkan dan dalam batas-batas kemampuan untuk pembayaran kembali, sedang penggunaan pinjaman tersebut haruslah untuk proyekproyek produktif yang bermanfaat bagi negara dan masyarakat. (Ditetapkan di Jakarta, 9 Maret 1983) 6. Ketetapan MPR No. II/MPR/1988 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara Bab III. Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang B. Arah Pembangunan Jangka Panjang 11. Pembangunan Nasional memerlukan investasi dalam jumlah yang besar yang pelaksanaannya harus berlandaskan kemampuan sendiri, sedangkan bantuan luar negeri merupakan pelengkap. Oleh karena itu diperlukan usaha yang sungguhsungguh untuk mengerahkan dana-dana investasi yang bersumber pada tabungan masyarakat, tabungan pemerintah serta penerimaan devisa yang berasal dari ekspor dan jasa-jasa. Pengerahan dari dana-dana investasi tersebut harus ditingkatkan dengan cepat sehingga peranan bantuan luar negeri yang merupakan pelengkap tersebut semakin berkurang dan pada akhirnya mampu membiayai sendiri seluruh pembangunan Bab IV. Pola Umum Pelita Kelima D. Arah dan Kebijaksanaan Pembangunan Umum 14. Pelaksanaan Pelita Kelima memerlukan pembiayaan yang memadai dan diutamakan sumber dalam negeri, baik sumber pemerintah maupun masyarakat, sedangkan sumber luar negeri merupakan pelengkap. 19. Pinjaman luar negeri sebagai unsur pelengkap dana pembiayaan dapat diterima sepanjang tidak ada ikatan politik, syarat-syaratnya tidak memberatkan dan dalam batas kemampuan untuk membayar kembali serta penggunannya ditujukan untuk proyek yang diberi prioritas, produktif dan bermanfaat bagi masyarakat dan negara. Sesuai dengan sifat pinjaman luar negeri sebagai pelengkap maka kemampuan bangsa dan negara untuk membiayai kegiatan pembangunan perlu lebih ditingkatkan sehingga peranan pinjaman luar negeri dalam keseluruhan pembiayaan pembangunan diusahakan semakin kuat. (Ditetapkan di Jakarta, 9 Maret 1988) 7. Ketetapan MPR No. II/MPR/1993 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara Bab III. Pembangunan Jangka Panjang Kedua Arah Pembangunan Jangka Panjang Kedua # 19

6 Bab IV. 9. Dana untuk pembiayaan pembangunan terutama digali dari sumber kemampuan sendiri. Sumber dana luar negeri yang masih diperlukan merupakan pelengkap dengan prinsip peningkatan kemandirian dalam pembangunan dan mencegah keterikatan serta campur tangan asing. Pembangunan Lima Tahun Keenam A. Kondisi Umum 5. Dana pembangunan yang diperoleh dari sumber dalam negeri makin meningkat. Pembangunan yang makin meningkat memerlukan biaya yang makin besar yang tidak dapat sepenuhnya dibiayai dari sumber dana dalam negeri. Oleh karena itu, juga diperlukan pembiayaan dari sumber dana luar negeri sebagai pelengkap yang peranannya telah diupayakan agar makin kecil. F. Kebijaksanaan Pembangunan Lima Tahun Keenam Umum 22. Sumber dana luar negeri berfungsi sebagai pelengkap yang diperoleh dengan syarat lunak, tidak memberatkan dan tanpa ikatan politik dan digunakan untuk pembiayaan kegiatan pembangunan yang produktif sesuai prioritas dan yang memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat serta peranannya secara bertahap harus dikurangi. Ekonomi 15. Keuangan i. Sumber dana dari luar negeri dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi pembangunan nasional sebagai sumber pelengkap pembiayaan pembangunan dan sebagai wahana alih teknologi yang efektif. Bantuan luar negeri dan pinjaman luar negeri dimanfaatkan sepanjang tidak ada ikatan politik, tidak memberatkan perekonomian dan digunakan untuk membiayai kegiatan yang produktif sesuai dengan prosedur dan yang memberikan dampak sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat. (Ditetapkan di Jakarta, 9 Maret 1993) 8. Ketetapan MPR No. II/MPR/1998 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara Bab IV. Pembangunan Lima Tahun Ketujuh F. Kebijaksanaan Pembangunan Lima Tahun Ketujuh Ekonomi 17. Keuangan g. Sumber dana dari luar negeri dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi pembangunan nasional sebagai sumber pelengkap pembiayaan pembangunan dan sebagai wahana alih teknologi yang efektif. Bantuan luar negeri dan pinjaman luar negeri dimanfaatkan sepanjang tidak ada ikatan politik, tidak memberatkan perekonomian dan digunakan untuk membiayai kegiatan yang produktif sesuai dengan prosedur dan yang memberikan dampak sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat. (Ditetapkan di Jakarta, 9 Maret 1998) IV. Periode # 20

7 1. Ketetapan MPR No. X/MPR/1998 tentang Pokok-Pokok Reformasi Pembangunan Dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara Bab IV. Kebijaksanaan Reformasi Pembangunan A. Ekonomi 2. Pelaksanaan reformasi di bidang ekonomi adalah untuk mendukung upaya penanggulangan krisis. Agenda yang harus dijalankan adalah: g. Membentuk sistem pengawasan dan pemantauan utang luar negeri baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun dunia usaha. (Ditetapkan di Jakarta, 13 November 1998) 2. Ketetapan MPR No. IV/MPR/1998 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara Tahun Bab IV. Arah Kebijakan Ekonomi 9. Mengoptimalkan penggunaan pinjaman luar negeri pemerintah untuk kegiatan ekonomi produktif yang dilaksanakan secara transparan, efektif dan efisien. Mekanisme dan prosedur peminjaman luar negeri harus dengan persetujuan DPR dan diatur dengan undang-undang. 23. Menyehatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dengan mengurangi defisit anggaran melalui peningkatan disiplin anggaran, pengurangan subsidi dan pinjaman luar negeri secara bertahap, peningkatan penerimaan pajak progresif yang adil dan jujur serta penghematan pengeluaran. 26. Melakukan renegosiasi dan mempercepat restrukturisasi utang luar negeri bersama-sama dengan Dana Moneter Internasional, Bank Dunia, lembaga keuangan internasional lainnya dan negara donor dengan memperhatikan kemampuan bangsa dan negara, yang pelaksanaannya dilakukan secara transparan dan dikonsultasikan dengan Dewan Perwakilan Rakyat. (Ditetapkan di Jakarta, 19 Oktober 1999) # 21

8 Lampiran 2: Rumusan Kebijakan Bantuan Luar Negeri dalam Garis-Garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana, Rencana Pembangunan Lima Tahun I, III, VI, dan Program Pembangunan Nasional 1. Garis-Garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahap I Lampiran A (Penyempurnaan) VI. Bidang Keuangan dan Pembiayaan 3. Mempergunakan bantuan-bantuan luar negeri yang telah ada, sedang kemungkinan memakai bantuan luar negeri yang baru berupa kredit harus memenuhi ketentuanketentuan sebagai-berikut; a. Sesuai dengan Manipol dan Amanat Pembangunan Presiden; b. Tiap-tiap kredit harus melalui peraturan perundangan, caranya dan proyeknya; c. Jumlah kredit luar negeri untuk pembangunan harus dibatasi. - Lampiran C (Harapan) 2. Apabila terpaksa karena kurangnya pembiayaan devisa, dapat diusahakan bantuan luar negeri berupa pinjaman atau kredit dengan syarat-syarat yang sesuai dengan Amanat Pembangunan Presiden dan tidak melebihi 20% daripada volume pembiayaan Pola Pembangunan. (Ditetapkan tanggal 16 April 1965) 2. Rencana Pembangunan Lima Tahun 1969/ /75 Sumber-Sumber Pembiayaan Sumber-sumber pembiayaan anggaran pembangunan negara terdiri dari tabungan pemerintah, nilai lawan bantuan program dan bantuan proyek serta bantuan tehnis. Kebijaksanaan Fiskal Pembayaran hutang-hutang luar negeri diusahakan agar dapat dikurangi melalui penundaan hutang-hutang yang berasal dari negara-negara barat maupun timur. 3. Rencana Pembangunan Lima Tahun Ketiga 1979/ /85 Bab 1 Tujuan dan Sasaran-Sasaran Pokok Pembangunan Dana-dana luar negeri ini merupakan pelengkap bagi dana-dana yang tersedia di dalam negeri bagi pembiayaan pembangunan dan terdiri dari dana-dana bantuan luar negeri serta pemasukan modal asing. Disamping itu dana-dana luar negeri tersebut dapat kita gunakan untuk mendatangkan barang-barang modal, keahlian dan teknologi yang belum kita punyai. Sebagai pelengkap maka bantuan luar negeri akan terus kita manfaatkan sepanjang memenuhi tiga syarat. Pertama, bantuan tersebut tidak boleh disertai ikatan-ikatan politik, kedua, bantuan itu harus digunakan sesua dengan rencana pembangunan kita dan ketiga, persyaratan pengembaliannya harus cukup ringan sehingga pembayarannya kembali tetap berada di dalam batas kemampuan kita. Bab 3 Keuangan Negara dan Kebijaksanaan Moneter Dana-dana devisa/atau dana luar negeri dikerahkan dan disalurkan melalui kebijaksanaan # 22

9 neraca pembayaran untuk membiayai pelbagai kegiatan pembangunan sedangkan dana-dana rupiah yang merupakan dana-dana tabungan dalam negeri dikerahkan dan disalurkan melalui kebijaksanaan fiskal dan moneter. 4. Rencana Pembangunan Lima tahun Keenam 1994/ /2000 Bab 5: Keuangan Negara... Dana bantuan luar negeri akan dimanfaatkan untuk pembangunan secara maksimal dengan tetap memperhatikan batas-batas yang aman bagi kepentingan nasional dan pembangunan. Hal penting yang diamanatkan oleh GBHN adalah bahwa dana luar negeri diterima dengan tidak ada ikatan politik, bersyarat lunak, dan dalam batas kemampuan untuk membayar kembali.... Kebijaksanaan pengelolaan pinjaman luar negeri tetap dilakukan dengan berhati-hati. Disamping memperhatikan kegunaan dana untuk proyek-proyek pembangunan serta meningkatkan efisiensi penggunaannya, juga mempertimbangkan kemampuan untuk membayar kembali pinjaman tersebut di masa yang akan datang. Untuk menghindari beban pinjaman yang memberatkan senantiasa dipertimbangkan dengan teliti jumlah pinjaman luar negeri yang dianggap wajar dengan menitikberatkan pada pinjaman yang bersyarat lunak, yaitu dengan tingkat suku bunga yang rendah serta jangka waktu pengembalian dan masa tenggang yang panjang. 5. Program Pembangunan Nasional Program Pengelolaan Utang Pemerintah Program ini bertujuan untuk mewujudkan kemandirian pembiayaan pembangunan. Adapun sasarannya adalah tercapainya penggunaan pinjaman pemerintah, baik dalam negeri maupun luar negeri, untuk keperluan pembangunan secara optimal dan menurunnya beban pinjaman luar negeri. Kegiatan pokok yang dilakukan adalah (1) mengurangi secara bertahap pembiayaan luar negeri bersih, yang merupakan selisih antara pencairan pinjaman baru dan pembayaran pokok utang. Sejalan dengan peningkatan penerimaan dalam negeri, tingkat pinjaman luar negeri, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, diupayakan menurun setiap tahunnya; (2) membenahi mekanisme dan prosedur peminjaman luar negeri, termasuk perencanaan, proses seleksi, pemanfaatan dan pengawasannya. Pinjaman luar negeri pemerintah harus dikelola secara transparan dan selalu dikonsultasikan dengan DPR dan diatur dengan undang-undang. Dalam kaitan itu perlu disusun peraturan-peraturan perundang-undangan yang melandasi dan memayungi berbagai pinjaman luar negeri, khususnya yang terkait dengan pinjaman pemerintah, langsung ataupun melalui jaminan, baik pemerintah pusat maupun daerah; (3) memanfaatkan pinjaman secara optimal sesuai dengan prioritas pembangunan dan dilaksanakan secara transparan, efektif dan efisien; (4) mengkaji secara menyeluruh kemampuan setiap proyek dan mempertajam prioritas pengeluaran anggaran dengan memperkuat pengawasan yang sistemik, utamanya bagi proyekproyek yang dibiayai dari utang luar negeri; (5) meningkatkan kemampuan diplomasi dan negosiasi pinjaman luar negeri untuk memperoleh jangka waktu dan pola persyaratan (terms and conditions) yang memudahkan proses pencairan dan memperingan beban pembayaran; (6) melakukan restrukturisasi utang, termasuk permohonan pemotongan utang dan penjadwalan kembali utang luar negeri dengan para donor secara transparan dan dikonsultasikan dengan DPR. Dalam upaya restrukturisasi utang, proyek-proyek yang sudah disetujui pendanaannya namun mengalami banyak hambatan dalam persiapan pelaksanaannya ataupun kinerja pelaksanaannya sangat buruk maka proyek-proyek tersebut akan dibatalkan;... # 23

IHWAL GBHN, DARI TEKS KE KONTEKS

IHWAL GBHN, DARI TEKS KE KONTEKS IHWAL GBHN, DARI TEKS KE KONTEKS GEDE MARHAENDRA WIJA ATMAJA AR 2016 SEMINAR HUKUM TATA NEGARA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 30 AGUSTUS SEPTEMBER 2016 AR 2016 Dinamika GBHN UUD 1945 praperubahan

Lebih terperinci

PINJAMAN LUAR NEGERI DAN KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH. Oleh : Ikak G. Patriastomo 1

PINJAMAN LUAR NEGERI DAN KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH. Oleh : Ikak G. Patriastomo 1 PINJAMAN LUAR NEGERI DAN KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH Oleh : Ikak G. Patriastomo 1 PENDAHULUAN Bantuan luar negeri dapat berupa pinjaman maupun hibah luar negeri. Pinjaman luar negeri lebih mendesak dibahas

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN INDONESIA. Kebijakan Fiskal Dan APBN. Rakhman, SP., MM. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi S1-Manajemen.

PEREKONOMIAN INDONESIA. Kebijakan Fiskal Dan APBN. Rakhman, SP., MM. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi S1-Manajemen. Modul ke: 10 Sitti Fakultas FEB PEREKONOMIAN INDONESIA Kebijakan Fiskal Dan APBN Rakhman, SP., MM Program Studi S1-Manajemen http://www.mercubuana.ac.id Bagian Isi KEBIJAKAN FISKAL DAN APBN Instrumen dan

Lebih terperinci

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT SEMENTARA REPUBLIK INDONESIA,

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT SEMENTARA REPUBLIK INDONESIA, KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT SEMENTARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR VI/MPRS/1965 TAHUN 1965 TENTANG BANTING STIR UNTUK BERDIRI DIATAS KAKI SENDIRI DIBIDANG EKONOMI DAN PEMBANGUNAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN

Lebih terperinci

PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1965 TENTANG KEBIJAKSANAAN EKONOMI KEUANGAN TAHUN 1966 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1965 TENTANG KEBIJAKSANAAN EKONOMI KEUANGAN TAHUN 1966 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PENETAPAN PRESIDEN NOMOR 26 TAHUN 1965 TENTANG KEBIJAKSANAAN EKONOMI KEUANGAN TAHUN 1966 PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa untuk menyelamatkan dan mensukseskan revolusi pada tingkat perjoangan dewasa ini,

Lebih terperinci

Tinjauan Singkat Kebijakan Dasar Bantuan Luar Negeri Pemerintah Indonesia

Tinjauan Singkat Kebijakan Dasar Bantuan Luar Negeri Pemerintah Indonesia Tinjauan Singkat Kebijakan Dasar Bantuan Luar Negeri Pemerintah Indonesia 1960 1999 Kurniawan Ariadi *) I. Pendahuluan Secara umum kebijakan publik (public policy) dapat dipahami sebagai segala kebijakan

Lebih terperinci

Tentang: KEBIJAKSANAAN EKONOMI KEUANGAN TAHUN 1966 EKONOMI KEUANGAN TAHUN KEBIJAKSANAAN.

Tentang: KEBIJAKSANAAN EKONOMI KEUANGAN TAHUN 1966 EKONOMI KEUANGAN TAHUN KEBIJAKSANAAN. Bentuk: Oleh: PENETAPAN PRESIDEN (PENPRES) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 26 TAHUN 1965 (26/1965) Tanggal: 22 NOPEMBER 1965 (JAKARTA) Sumber: LN 1965/99 Tentang: KEBIJAKSANAAN EKONOMI KEUANGAN TAHUN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1964 TENTANG BADAN MUSYAWARAH PENGUSAHA NASIONAL SWASTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1964 TENTANG BADAN MUSYAWARAH PENGUSAHA NASIONAL SWASTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1964 TENTANG BADAN MUSYAWARAH PENGUSAHA NASIONAL SWASTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka Struktur Ekonomi dan Demokrasi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA, KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR II/MPR/2002 TENTANG REKOMENDASI KEBIJAKAN UNTUK MEMPERCEPAT PEMULIHAN EKONOMI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1964 TENTANG BADAN MUSYAWARAH PENGUSAHA NASIONAL SWASTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1964 TENTANG BADAN MUSYAWARAH PENGUSAHA NASIONAL SWASTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN NOMOR 2 TAHUN 1964 TENTANG BADAN MUSYAWARAH PENGUSAHA NASIONAL SWASTA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka Struktur Ekonomi dan Demokrasi Terpimpin sebagaimana yang digariskan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/1996

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/1996 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/1996 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KETENTUAN-KETENTUAN POKOK MENGENAI PEMBANGUNAN PERUSAHAAN DAN PROYEK NEGARA DALAM RANGKA MENGGERAKKAN DANA, DAYA DAN TENAGA MASYARAKAT Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1964 Tanggal 26 Maret 1964 PRESIDEN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 7 TAHUN 1964 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK MENGENAI PEMBANGUNAN PERUSAHAAN DAN PROYEK NEGARA DALAM RANGKA MENGGERAKKAN DANA, DAYA DAN TENAGA MASYARAKAT PRESIDEN, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi suatu negara di satu sisi memerlukan dana yang relatif besar.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi suatu negara di satu sisi memerlukan dana yang relatif besar. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi suatu negara di satu sisi memerlukan dana yang relatif besar. Sementara di sisi lain, usaha pengerahan dana untuk membiayai pembangunan tersebut

Lebih terperinci

Fungsi Otorisasi Fungsi Perencanaan

Fungsi Otorisasi Fungsi Perencanaan Sesuai dengan berbagai literatur dan sejarah APBN, fungsi APBN selalu dikaitkan dengan tiga fungsi yaitu alokasi, distribusi dan stabilisasi. Tetapi secara normatif untuk Indonesia, maka fungsi APBN secara

Lebih terperinci

K E T E T A P A N MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT SEMENTARA REPUBLIK INDONESIA

K E T E T A P A N MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT SEMENTARA REPUBLIK INDONESIA K E T E T A P A N MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT SEMENTARA REPUBLIK INDONESIA No. II/MPRS/1960 TENTANG GARIS-GARIS BESAR POLA PEMBANGUNAN NASIONAL SEMESTA BERENCANA TAHAPAN PERTAMA 1961-1969 MAJELIS PERMUSYAWARATAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/96

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/96 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/96 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

Sumber : Perpustakaan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan

Sumber : Perpustakaan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Penjelasan UU No.2 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2000 Menimbang : Mengingat : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2000

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2000 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2000 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN, PENGAJUAN USULAN, PENILAIAN,

Lebih terperinci

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL NOMOR 4

Lebih terperinci

SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode

SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode 1999-2005 Cakupan : Halaman 1. Sekilas Sejarah Bank Indonesia di Bidang Moneter Periode 1999-2 2005 2. Arah Kebijakan 1999-2005 3 3. Langkah-Langkah Strategis 1999-2005

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2000

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2000 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2000 UMUM Berbagai tekanan ekonomi baik internal maupun eksternal, yang

Lebih terperinci

1. Pembentukan Badan Perencana Pembangunan Nasional

1. Pembentukan Badan Perencana Pembangunan Nasional I. Persiapan a. Tujuan - Untuk mengetahui sistem ekonomi pada masa demokrasi terpimpin - Untuk memahami usaha pemerintah dalam mengatasi krisis ekonomi pada masa demokrasi terpimpin b. Topik - Perkembangan

Lebih terperinci

Ketetapan MPRS No. XV/MPRS/1966 tentang Pemilihan/ penunjukan Wakil Presiden dan tata cara pengangkatan Pejabat Presiden

Ketetapan MPRS No. XV/MPRS/1966 tentang Pemilihan/ penunjukan Wakil Presiden dan tata cara pengangkatan Pejabat Presiden D A F T A R I S I KATA SAMBUTAN...iii KATA PENGANTAR...v Ketetapan-ketetapan MPRS-RI Tahun 1960 Ketetapan MPRS No. I/MPRS/1960 tentang Manifesto Politik Republik Indonesia sebagai Garis-garis Besar dari

Lebih terperinci

2011, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nom

2011, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nom BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.761, 2011 BAPPENAS. Prosedur Kegiatan. Biaya Luar Negeri. Hibah. PERATURAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL, SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN, PENGAJUAN USULAN, PENILAIAN, PEMANTAUAN,

Lebih terperinci

TAP MPRS No.XXIII/MPRS/1966 1

TAP MPRS No.XXIII/MPRS/1966 1 K E T E T A P A N MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT SEMENTARA REPUBLIK INDONESIA No. XXIII/MPRS/1966 TENTANG PEMBAHARUAN KEBIJAKSANAAN LANDASAN EKONOMI, KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG PAKET KEBIJAKAN EKONOMI MENJELANG DAN SESUDAH BERAKHIRNYA PROGRAM KERJASAMA DENGAN INTERNATIONAL MONETARY FUND PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Pengaruh utang luar negeri dan defisit anggaran terhadap kondisi makro ekonomi OLEH: Siti Hanifah NIM.F BAB I PENDAHULUAN

Pengaruh utang luar negeri dan defisit anggaran terhadap kondisi makro ekonomi OLEH: Siti Hanifah NIM.F BAB I PENDAHULUAN Pengaruh utang luar negeri dan defisit anggaran terhadap kondisi makro ekonomi OLEH: Siti Hanifah NIM.F 0102058 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam menyelenggarakan pemerintahan, suatu negara memerlukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2001

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2001 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2001 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1966 TENTANG OTORITAS JALAN RAYA JAGORAWI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1966 TENTANG OTORITAS JALAN RAYA JAGORAWI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1966 TENTANG OTORITAS JALAN RAYA JAGORAWI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Membaca: Surat Menteri Koordinator Kompartimen Pekerjaan Umum dan Tenaga tanggal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2003 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2004

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2003 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2004 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2003 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2004 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

KETETAPAN MPR HASIL ST 2002

KETETAPAN MPR HASIL ST 2002 KETETAPAN MPR HASIL ST 2002 Enam Ketetapan dihasilkan ST MPR 2002 dan Perubahan Amandemen Keempat UUD 1945. Selengkapnya putusan Majelis yang menjadi hasil ST MPR Tahun 2002 ini sebagai berikut: 1.Perubahan

Lebih terperinci

KRISIS EKONOMI DI INDONESIA MATA KULIAH PEREKONOMIAN INDONESIA

KRISIS EKONOMI DI INDONESIA MATA KULIAH PEREKONOMIAN INDONESIA KRISIS EKONOMI DI INDONESIA MATA KULIAH PEREKONOMIAN INDONESIA Definisi Krisis ekonomi : Suatu kondisi dimana perekonomian suatu negara mengalami penurunan akibat krisis keuangan Krisis keuangan/ moneter

Lebih terperinci

KEBIJAKAN SELAMA PERIODE

KEBIJAKAN SELAMA PERIODE KEBIJAKAN-KEBIJAKAN PEMERINTAH DR. MOHAMMAD ABDUL MUKHYI, SE., MM FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS GUNADARMA JAKARTA KEBIJAKAN SELAMA PERIODE 1966-1969 Pembersihan proses-proses kebijakan orde lama yang tidak

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 250, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4052) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH. Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya

PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH. Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DR. TJAHJANULIN DOMAI, MS Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya 1. Pendahuluan - Pengantar - Tujuan - Definisi 2. Ketentuan Pengelolaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1989 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1989/1990

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1989 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1989/1990 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1989 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1989/1990 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa guna mewujudkan masyarakat adil dan

Lebih terperinci

K E T E T A P A N MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR XVI/MPR/1998 TENTANG POLITIK EKONOMI DALAM RANGKA DEMOKRASI EKONOMI

K E T E T A P A N MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR XVI/MPR/1998 TENTANG POLITIK EKONOMI DALAM RANGKA DEMOKRASI EKONOMI K E T E T A P A N MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR XVI/MPR/1998 TENTANG POLITIK EKONOMI DALAM RANGKA DEMOKRASI EKONOMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 1964 TENTANG PERUBAHAN DAN TAMBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NO. 1 TAHUN 1955 TENTANG PENGAWASAN TERHADAP URUSAN KREDIT PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka usaha

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1964 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1964 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1964 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Badan Pemeriksa Keuangan sekarang pada hakekatnya adalah

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1964 TENTANG PERUBAHAN DAN TAMBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NO. 1 TAHUN 1955 TENTANG PENGAWASAN TERHADAP URUSAN KREDIT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa guna mewujudkan masyarakat adil dan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan estimasi yang telah dilakukan maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Hasil uji Impulse Response Function menunjukkan variabel nilai

Lebih terperinci

Perekonimian Indonesia

Perekonimian Indonesia Perekonimian Indonesia Sumber : 2. Presentasi Husnul Khatimah 3. Laporan Bank Indonesia 4. Buku Aris Budi Setyawan 5. Sumber lain yg relevan (Pertemuan 1-11) Peraturan Perkuliahan Hadir dengan berpakaian

Lebih terperinci

NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA

NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa guna mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1999/2000

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1999/2000 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1999/2000 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1999/2000

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1999/2000 UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1999/2000 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja

Lebih terperinci

UU No.19 Tahun 2001 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara TA 2002

UU No.19 Tahun 2001 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara TA 2002 1 of 7 27/04/2008 2:30 PM UU No.19 Tahun 2001 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara TA 2002 Menimbang : d. e. Mengingat : 1. 2. 3. 4. 5. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2001 TENTANG

Lebih terperinci

PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1965 TENTANG PENDIRIAN BANK TUNGGAL MILIK NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1965 TENTANG PENDIRIAN BANK TUNGGAL MILIK NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1965 TENTANG PENDIRIAN BANK TUNGGAL MILIK NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa pada saat dilaksanakan pengintegrasian Bank-bank Umum

Lebih terperinci

EKONOMI INDONESIA MENGHADAPI REFORMASI, GLOBALISASI DAN ERA PERDAGANGAN BEBAS

EKONOMI INDONESIA MENGHADAPI REFORMASI, GLOBALISASI DAN ERA PERDAGANGAN BEBAS EKONOMI INDONESIA MENGHADAPI REFORMASI, GLOBALISASI DAN ERA PERDAGANGAN BEBAS Oleh: Ginandjar Kartasasmita Menteri Negara Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri Bogor, 29 Agustus 1998 I. SITUASI

Lebih terperinci

1 SUMBER :

1 SUMBER : 1 UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1990 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1990/1991 1 NOMOR: 1 TAHUN 1990 (1/1990) TANGGAL: 14 MARET 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1985 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1985/1986

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1985 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1985/1986 UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1985 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1985/1986 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa Anggaran Pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun spiritual. Masyarakat seperti ini akan tercapai dengan dihapuskannya

BAB I PENDAHULUAN. maupun spiritual. Masyarakat seperti ini akan tercapai dengan dihapuskannya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi suatu negara memiliki arah dan strategi untuk senantiasa mewujudkan masyarakat adil dan makmur secara merata, baik materiil maupun spiritual. Masyarakat

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PEMBERIAN JAMINAN DAN SUBSIDI BUNGA OLEH PEMERINTAH PUSAT DALAM RANGKA PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1963 TENTANG TABUNGAN DAN ASURANSI PEGAWAI NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1963 TENTANG TABUNGAN DAN ASURANSI PEGAWAI NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1963 TENTANG TABUNGAN DAN ASURANSI PEGAWAI NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. perlu melaksanakan ketentuan tersebut dalam pasal 1 ayat

Lebih terperinci

*13423 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 24 TAHUN 2002 (24/2002) TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

*13423 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 24 TAHUN 2002 (24/2002) TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Copyright (C) 2000 BPHN UU 24/2002, SURAT UTANG NEGARA *13423 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 24 TAHUN 2002 (24/2002) TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN

Lebih terperinci

Keuangan Negara dan Perpajakan. Avni Prasetia Putri Fadhil Aryo Bimo Nurul Salsabila Roma Shendry Agatha Tasya Joesiwara

Keuangan Negara dan Perpajakan. Avni Prasetia Putri Fadhil Aryo Bimo Nurul Salsabila Roma Shendry Agatha Tasya Joesiwara Keuangan Negara dan Perpajakan Avni Prasetia Putri Fadhil Aryo Bimo Nurul Salsabila Roma Shendry Agatha Tasya Joesiwara SUMBER-SUMBER PENERIMAAN NEGARA SUMBER PENERIMAAN Pajak Retribusi Keuntungan BUMN/BUMD

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2002 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1986 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1986/1987

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1986 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1986/1987 UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1986 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1986/1987 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2006

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2006 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2006 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2000

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2000 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2000 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PEMBERIAN JAMINAN DAN SUBSIDI BUNGA OLEH PEMERINTAH PUSAT DALAM RANGKA PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan, meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk melaksanakan tugas mewujudkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1999/2000

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1999/2000 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1999/2000 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang merata baik material/spiritual berdasarkan Pancasila di dalam Negara

I. PENDAHULUAN. yang merata baik material/spiritual berdasarkan Pancasila di dalam Negara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata baik material/spiritual berdasarkan Pancasila di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

Tentang: ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1988/1989 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

Tentang: ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1988/1989 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia, Bentuk: Oleh: UNDANG-UNDANG (UU) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 3 TAHUN 1988 (3/1988) Tanggal: 10 MARET 1988 (JAKARTA) Sumber: LN 1988/5; TLN NO. 3370 Tentang: ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN INDONESIA

PEREKONOMIAN INDONESIA Modul ke: PEREKONOMIAN INDONESIA Sejarah Perekenomian Indonesia Periode Orde Baru Fakultas FEB Sitti Rakhman, SP., MM. Program Studi Manajemen Latar belakang lahirnya Orde Baru Terjadinya peristiwa Gerakan

Lebih terperinci

UU 2/2000, ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2000

UU 2/2000, ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2000 UU 2/2000, ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2000 Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 2 TAHUN 2000 (2/2000) Tanggal: 21 MARET 2000 (JAKARTA) Tentang: ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA

Lebih terperinci

Vegitya Ramadhani Putri, SH, S.Ant, MA, LLM

Vegitya Ramadhani Putri, SH, S.Ant, MA, LLM Sistem keuangan adalah suatu sistem yg dibentuk oleh lembaga-2 yg mempunyai kompetensi yg berkaitan dengan seluk-beluk di bidang keuangan. Sistem keuangan (financial system) merupakan satu kesatuan sistem

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

QANUN ACEH NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PINJAMAN DAN HIBAH KEPADA PEMERINTAH ACEH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA

QANUN ACEH NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PINJAMAN DAN HIBAH KEPADA PEMERINTAH ACEH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA QANUN ACEH NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PINJAMAN DAN HIBAH KEPADA PEMERINTAH ACEH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT

Lebih terperinci

SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode

SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode 1983-1997 Cakupan : Halaman 1. Sekilas Sejarah Bank Indonesia di Bidang Moneter Periode 1983-2 1997 2. Arah Kebijakan 1983-1997 5 3. Langkah-Langkah Strategis 1983-1997

Lebih terperinci

SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode 1997-1999

SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode 1997-1999 SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode 1997-1999 Cakupan : Halaman 1. Sekilas Sejarah Bank Indonesia di Bidang Moneter Periode 1997-2 1999 2. Arah Kebijakan 1997-1999 3 3. Langkah-Langkah Strategis 1997-1999

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN PREPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1965 TENTANG PEROBAHAN ATAU PENAMBAHAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 17 TAHUN 1964, TENTANG OTORITA JALAN RAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1966 TENTANG PENARIKAN DIRI REPUBLIK INDONESIA DARI KEANGGOTAAN DANA MONETER INTERNASIONAL (INTERNATIONAL MONETARY FUND) DAN BANK INTERNASIONAL UNTUK REKONSTRUKSI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsisten, perekonomian dibangun atas dasar prinsip lebih besar pasak dari pada

BAB I PENDAHULUAN. konsisten, perekonomian dibangun atas dasar prinsip lebih besar pasak dari pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Utang luar negeri yang selama ini menjadi beban utang yang menumpuk yang dalam waktu relatif singkat selama 2 tahun terakhir sejak terjadinya krisis adalah

Lebih terperinci

faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, kualitas birokrasi. Sistem ekonomi yang dianut oleh suatu negara akan

faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, kualitas birokrasi. Sistem ekonomi yang dianut oleh suatu negara akan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu negara sangat ditentukan oleh berbagai faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, ketersediaan sumber daya, teknologi,

Lebih terperinci

UU 2/1991, ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1991/1992. Tentang: ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1991/1992

UU 2/1991, ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1991/1992. Tentang: ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1991/1992 Copyright 2002 BPHN UU 2/1991, ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1991/1992 *7726 Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 2 TAHUN 1991 (2/1991) Tanggal: 20

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1994 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1994/1995

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1994 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1994/1995 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1994 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1994/1995 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

UU 7/1999, ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1999/2000

UU 7/1999, ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1999/2000 UU 7/1999, ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1999/2000 Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 7 TAHUN 1999 (7/1999) Tanggal: 29 MARET 1999 (JAKARTA) Tentang: ANGGARAN PENDAPATAN DAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1976 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1976/1977

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1976 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1976/1977 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1976 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1976/1977 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

-1- RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

-1- RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA -1- DRAFT RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1978 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1978/1979

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1978 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1978/1979 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1978 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1978/1979 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/96

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/96 UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/96 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

Lebih terperinci

Andri Helmi M, SE., MM. Sistem Ekonomi Indonesia

Andri Helmi M, SE., MM. Sistem Ekonomi Indonesia Andri Helmi M, SE., MM Sistem Ekonomi Indonesia Pemerintah bertugas menjaga stabilitas ekonomi, politik, dan sosial budaya kesejahteraan seluruh masyarakat. Siapa itu pemerintah? Bagaimana stabilitas di

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT. dan syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT. dan syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PIDATO KETUA DPR Rl PADA RAPAT PAR1PURNA DPR-RI PEMBUKAAN MASA PERSIDAN(3AN I TAHUN SIDANX3 201D-2011 SENIN,16AGUSTUS2010 Assalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1992 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1992/1993

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1992 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1992/1993 UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1992 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1992/1993 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2009 Ekonomi. Lembaga. Pembiayaan. Ekspor. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4957) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1984 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1984/1985 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

VII. SIMPULAN DAN SARAN

VII. SIMPULAN DAN SARAN VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum dalam perekonomian Indonesia terdapat ketidakseimbangan internal berupa gap yang negatif (defisit) di sektor swasta dan

Lebih terperinci