KOAGULASI LATEKS DENGAN EKSTRAK GADUNG (DIOSCOREA HISPIDA DENNTS)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KOAGULASI LATEKS DENGAN EKSTRAK GADUNG (DIOSCOREA HISPIDA DENNTS)"

Transkripsi

1 KOAGULASI LATEKS DENGAN EKSTRAK GADUNG (DIOSCOREA HISPIDA DENNTS) Farida Ali, Arta Sihombing, dan Ahmad Fauzi Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Abstrak Lateks adalah cairan berwarna putih menyerupai susu yang keluar dari tanaman yang dilukai yang berasal dari tanaman Hevea brasiliensi. Lateks Hevea brasiliensi dapat diolah menjadi karet karena memiliki sifat yang baik yang memiliki kandungan partikel karet berupa hidrokarbon poli isopropena yang merupakan komponen utama karet. Pada penelitian ini koagulasi lateks menggunakan ekstrak gadung. Variabel yang digunakan adalah jenis koagulan, volume ekstrak gadung, dan waktu. Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah lateks dengan koagulan ekstrak gadung. Kondisi optimal berat karet yang didapatkan adalah pada saat volume ekstrak gadung berkulit 25 ml dengan volume lateks 20 ml yaitu sebesar 29,0564 gram. Waktu menggumpal terbaik yaitu selama 50 detik. Kata kunci : lateks, karet, koagulasi, gadung. Abstract Latex is a white colored that resembles milk out derived from planta wounded Havea Brasiliensi. Havea Brasiliensi latex can be processed into rubber because it has a good nature that has the content of rubber particles in the form of hydrocarbon poly isopropena which is the main component of the rubber. Manufacture of rubber can be done to dense of latex with a coagulant called coagulation with coagulation materials. In research, the coagulation latex used gadung extract. The variables are used type of coagulant, volume of gadung s extract, and time. The material used for this research is latex with gadung s extract. The optimum condition obtained when volume extract of gadung skin 25 ml with volume latex 20 ml is 29,0465 gram. The best time of latex dense is 50 second. Keyword : latex, rubber, coagulation, gadung. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lateks segar merupakan koloid dari sistem emulsi dimana karet menjadi yang terdispersi sedangkan pendispersinya berupa cairan yang disebut serum lateks dengan emugator protein dan lipid (Yohannes 1992:162). Koagulasi lateks merupakan suatu tahapan yang penting dalam pengolahan karet alam karena beberapa modifikasi karakteristik molekuler yang dapat terjadi karenanya, misalnya sifat-sifat dasar, karakteristik vulkanisasi, dan sifat-sifat fisik vulkanisasi karet alam (Santoso 1991:88). Koagulasi lateks yang biasa dilakukan petani di Sumatera Selatan dengan cara menambahkan cuka asam (asam sulfat) dan asam formiat kedalam lateks. Gadung adalah golongan tanaman umbiumbian yang termasuk sumber karbohidrat, namun di Sumatera Selatan umbi gadung belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakatnya padahal gadung memiliki nilai ekonomis. Hal ini disebabkan gadung mengandung alkaloid dioskrin yang dapat terurai menjadi hydrogen sianida (HCN), senyawa ini bersifat toksik (Rindit 1998:5). Menurut (Webster & Boulkwill 1989:80) muatan negatif dari lateks disebabkan oleh protein yang merupakan polimer asam amino. Asam amino mempunyai gugus karboksilat (-COOH) dan gugus amina (NH 2 ). Penggumpalan lateks dengan menggunakan gadung disebabkan karena adanya reaksi netralisasi dimana emulgator dari lateks yang bermuatan negatif akan bereaksi dengan asam sehingga netralisasi dan emulgator akan kehilangan muatannya Permasalahan Permasalahan yang akan ditinjau adalah mengenai penambahan ekstrak gadung berkulit dan tidak berkulit sebagai bahan pengganti asam sintetis terhadap koagulasi lateks yang dihasilkan. Oleh karena itu, harus dicari faktor-faktor yang 8 Jurnal Teknik Kimia, No. 3, Vol. 17, Agsutus 2010

2 mempengaruhi penggumpalan lateks dan kondisi optimum dari masing-masing faktor seperti: volume ekstrak gadung berkulit dan tidak berkulit, waktu koagulasi, dan waktu pencampuran untuk mendapatkan hasil yang maksimal Tujuan Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1). Mengetahui apakah lateks dapat digumpalkan dengan menggunakan gadung. 2). Mengetahui pengaruh volume ekstrak gadung yang berkulit dan yang tidak berkulit terhadap berat karet yang diperoleh. 3). Mengetahui pengaruh variasi waktu terhadap berat karet yang diperoleh. 4). Menentukan jenis koagulan mana yang dapat menghasilkan berat karet yang lebih besar. 5). Mengetahui waktu menggumpal lateks dengan ekstrak gadung Manfaat Penelitian 1) Sebagai salah satu cara pemanfaatan gadung. 2) Dapat memberikan sumbangan ekonomis bagi rakyat. 3) Dapat menambah wawasan masyarakat petani karet tentang bahan penggumpal karet yang alami. II. FUNDAMENTAL Karet adalah polimer hidrokarbon yang terbentuk dari emulsi kesusuan (dikenal sebagai lateks)atau getah pada beberapa jenis tumbuhan tetapi dapat juga diproduksi secara sintetis. Lateks karet adalah suspensi koloid poliisopren yang diperoleh dari tumbuhan Havea Brasiliensi. Lateks merupakan sistem koloid, yaitu sistem yang terdiri dari zat pendispersi dari zat terdispersi. Lateks adalah suatu system disperse dari polyisoprena (C 5 H 8 ) n di dalam medium yang disebut serum. System ini adalah system dua fasa, dimana sebagai fasa tidak tetap adalah butiran karet dan fasa tetap adalah serum. Berikut ini akan dijelaskan komopisis dari lateks terlihat pada Tabel 2.1 dibawah ini. Tabel 2.1. komposisi Havea Brasiliensis Komposisi Persentase (%) hidrokarbon air Protein Lipid Garam-garam Mineral Ammonia Sumber : Robert (1988:68) 37,69 59,62 1,06 0,23 0,40 0,68 0,32 Gadung merupakan salah satu jenis umbiumbian yang terdapat di Indonesia. Tumbuhan ini mula-mula ditemukan di daerah India bagian barat, kemudian menyebar ke Asia Tenggara (Sastrapraja, 1997). Tanaman gadung tumbuh liar diberbagai daerah di Indonesia seperti Jawa, Sumatera, Kalimantan, maupun Sulawesi (Heyne, 1987). Tanaman gadung mempunyai produktivitas tinggi yang mencapai 20 ton/ha bila dibandingkan dengan ubi kayu yang hanya 7,4 ton/ha. Secara intensifikasi, produktivitas tanaman gadung dapat mencapai 116 ton (Bahri dan raimon, 1994). Tumbuhan gadung (Dioscorea hispida Dennts) adalah salah satu jenis tumbuhan merambat yang kurang mendapatkan perhatian karena mengandung racun berupa senyawa hydrogen sianida (HCN). Lingga et al (1995) menyatakan bahwa gadung yang tidak mengandung racun dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi dan sebagai bahan makanan tambahan untuk berbagai keperluan antara lain keripik, pati gadung yang berguna untuk substitusi dalam pembuatan kue, beras instan, dan bahan baku obat. Tabel 2.2. Komposisi kimia gadung per 100 gram. Komponen Satuan Jumlah Kadar Abu % 0,61 Kadar Air % 9,30 HCN Ppm 14,31 Pati % 75,24 Amilosa % 12,58 Amilopektin % 87,42 Tabel 2.3. Komposisi tepung gadung setiap 100 gram. Kandungan Satuan Jumlah Energi Kal 101 Air % 73,5 Karbohidrat Gram 23,2 Protein Gram 2,1 Lemak Gram 0,2 Vitamin B1 Mili Gram 0,1 Vitamin C Mili Gram 9 Fosfor Mili Gram 69 Besi Mili Gram 0,2 Kalsium Mili Gram 20 Bagian yang dapat dikonsumsi % 85 Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1996). Jurnal Teknik Kimia, No. 3, Vol. 17, Agsutus

3 Koagulasi lateks adalah peristiwa terjadinya perubahan fase sol menjadi gel dengan bantuan koagulan. Koagulasi lateks dapat terjadi karena: a. Dehidrasi Koagualasi lateks secara dehidrasi deilakukan dengan menambah bahan atau zat menyerap lapisan molekul air disekeliling partikel karet yang bersifat sebagai pelindung pada lateks, zat yang dapat digunakan misalnya alcohol, aseton, dan sebagainya. b. Penurunan ph lateks Penurunan ph terjadi karena terbentuknya asam hasil penguraian oleh bakteri. Apabila lateks ditambahkan dengan asam akan terjadi penurunan ph sampai pada titik isoelektrik sehingga partikel karet menjadi tidak bermuatan. Protein pada lateks yang kehilangan muatan akan mengalami denaturasi sehingga selubung protein yang berfungsi melindungi partikel karet akan terjadi tumbukan yang menyebabkan terjadinya koagulasi. Koagulasi akan terjadi di daerah dimana potensial tidak mantap (stabil) yang dinamakan daerah potensial stabilitas kritis yaitu dengan ph sekitar 3,7 sampai 5,5. c. Penambahan Elektrolit Penambahan larutan elektrolit yang mengandung kation berlawanan dengan partikel karet akan menurunkan potensial elektro kinetik sehingga lateks menjadi koagulasi. Kation dari logam alkali dapat juga digunakan sebagai koagulan. d. Pengaruh Enzim Enzim yang terdapat didalam lateks, terutama enzim proteolitik akan menghidrolisa ikatan peptida dari protein menjadi asam amino akibatnya partikel karet kehilangan selubung sehingga partikel karet menjadi tidak bermuatan maka lateks menjadi tidak stabil atau mengalami koagulasi. Reaksi koagulasi lateks pada dasarnya adalah reaksi netralisasi dimana emulgator dari lateks yang bermuatan negatif akan bereaksi dengan asam sehingga netralisasi dan emulgator akan kehilangan muatannya sehingga terjadi penggumpalan dari lateks. III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian penggumpalan lateks dengan menggunakan gadung (Dioscorea hispida Dennts) dilakukan dengan percobaan di Laboratorium Dasar Bersama (LDB) Universitas Sriwijaya, Indralaya. Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 19 Oktober 2009 sampai dengan tanggal 8 Desember Alat dan Bahan Alat yang digunakan : Pipet tetes, gelas ukur 100 ml, gelas ukur 10 ml, beker gelas 500 ml, erlenmeyer 250 ml, kain, corong, ph meter digital, blender, neraca digital, saringan kawat, spatula. Bahan yang digunakan : Lateks karet, umbi gadung berkulit 1 kg, umbi gadung tak berkulit 1 kg Prosedur Penelitian Persiapan Bahan Baku Sediakan gadung berkulit dan tak berkulit masing-masing 1 kg. Cuci samapai bersih lalu tiriskan. Potong kecil-kecil gadung tersebut. Persiapkan blender dan kain. Ambil gadung secukupnya lalu masukkan dalam blender, tunggu sampai gadungnya halus. Setelah itu tuang kedalam wadah kemudian disaring menggunakan kain, lalu hasil dari penyaringan tersebut diperas. Lalu gadung itu diukur ph-nya. Siapkan lateks segar dalam wadah. Untuk menghindari lateks dari kotoran, lateks disaring menggunakan saringan kawat. Setelah penyaringan, lataks tersebut diukur ph-nya. Proses Koagulasi Lateks Koagulasi lateks adalah proses peristiwa terjadinya perubahan fase sol menjadi gel dengan bantuan koagulan. Koagulan yang digunakan disini adalah ekstrak gadung. Setelah persiapan bahan, yaitu ekstrak gadung dan lateks, lalu bahan tersebut diletakkan dalam masing-masing beker gelas 500 ml. Kemudian volume ekstrak gadung divariasikan dengan berbagai volume lateks, yaitu; 5 ml, 10 ml, 15 ml, 20 ml dan 25 ml. Begitu juga dengan lateks, divariasikan dengan berbagai volume, yaitu; 5 ml, 10 ml, 15 ml dan 20 ml. Masukkan lateks dengan volume 5 ml kedalam erlenmeyer kemudian tambahkan volume ekstrak gadung yang telah ditentukan yaitu: 5 ml, 10 ml, 15 ml, 20 ml, dan 25 ml. Catat waktu pertama lateks menggumpal. Setelah lateks benar-benar menggumpal, pindahkan dalam wadah dengan posisi wadah mempunyai kemiringan yang tepat. Timbang berat karet yang diperoleh dengan variasi waktu, yaitu ; 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam, dan 5 jam. Selanjutnya proses tersebut di atas diulang dengan variasi volume lateks 10 ml, 15 ml, dan 20 ml. 10 Jurnal Teknik Kimia, No. 3, Vol. 17, Agsutus 2010

4 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Ekstrak Gadung Berkulit Terhadap Berat Karet Yang Grafik 4.1. Hubungan Volume Lateks (5 Ml), Ml, 25 Ml), dan Variasi Waktu (1 Jam, 2 Jam, 3 Jam, Dari Grafik 4.1 terlihat bahwa pada saat volume lateks 5 ml dengan variasi volume gadung yang sama menghasilkan berat karet akhir pada jam ke-5 yaitu 10,2228 gram pada saat volume gadung 25 ml. Grafik 4.3. Hubungan Volume Lateks (15 Ml), Dari Grafik 4.3 terlihat bahwa pada jam ke-3 ampe jam ke-5 terjadi penurunan berat karet yang masih jauh, hal ini diakibatkan kesalahan pada saat akan menimbang karet tersebut. Berat karet yang dihasilkan pada saat volume lateks 15 ml adalah 17,7192 gram dengan volume gadung 25 ml. Grafik 4.2.Hubungan Volume Lateks (10 Ml), Ml, 25 Ml), dan Variasi Waktu (1 Jam, 2 Jam, 3 Jam, Dari Grafik 4.2 terlihat bahwa pada saat volume lateks 10 ml dengan variasi volume gadung yang sama menghasilkan berat karet akhir pada jam ke-5 yaitu 17,8457 gram pada saat volume gadung 25 ml. Grafik 4.4.Hubungan Volume Lateks (20 Ml), Dari Grafik 4.4 terlihat bahwa pada saat volume lateks 20 ml dengan variasi volume gadung yang sama menghasilkan berat karet akhir pada jam ke-5 yaitu 29,0564 gram pada saat volume gadung 25 ml Dari grafik diatas secara keseluruhan telihat bahwa, semakin bertambahnya volume ekstrak gadung maka berat karet yang dihasilkan juga semakin bertambah. Hal itu terlihat dengan grafik yang semakin meningkat. Dimana, besarnya kandungan air pada ekstrak gadung yaitu sekitar 73 % sehingga ekstrak gadung berkulit tersebut menyatu dengan lateks yang dapat menambah berat karet yang dihasilkan. Pada Jurnal Teknik Kimia, No. 3, Vol. 17, Agsutus

5 kondisi ini ekstrak gadung cukup stabil dan sesuai yang dibutuhkan sehingga interaksi antara air dengan asam meningkat. Oleh karena itu partikelpartikel terdispersi akan lebih mudah bergabung untuk membentuk agregat yang lebih besar sehingga menyebabkan emulsi pecah berat karet yang dihasilkan meningkat. Dari hasil penelitian ini juga terlihat bahwa berat karet yang dihasilkan setelah divariasikan dengan lama waktu (1 jam - 5 jam) terjadi penurunan berat karet. Hal ini disebabkan koagulan yang digunakan menurun kemampuannya dalam menurunkan muatan negative dari protein lateks untuk mencapai terjadinya keseimbangan muatan akan ikut menurun. Hal ini menyebabkan semakin sulitnya protein mengalami denaturasi sehingga karet yang terbentuk mengecil dengan ditandai keluarnya air yang semakin besar dari karet tersebut. Pada waktu terjadinya pemecahan emulsi lateks, ada dua gaya yang mempengaruhi proses pemecahan lateks tersebut. Ketika air dan asam ekstrak gadung saling berinteraksi maka diatara dua permukaan tersebut timbul tegangan permukaan yaitu gaya kohesi dan gaya adhesi. Gaya kohesi yaitu gaya tarik-menarik antara molekul sejenis sedangkan gaya adhesi gaya tarik-menarik antara molekul-molekul yang tidak sejenis ialah asam dan air. Bila adhesi lebih kecil dari kohesi, maka air akan sulit berinteraksi dengan asam. Kemampuan interaksi asam terhadap air bisa dikatakan sangat tinggi sehingga asam akan menurunkan energy barrier molekul terdispersi sehingga partikel-partikel terdispersi akan membentuk agregat yang lebih besar maka kestabilan struktur sekunder, struktur tersier maupun struktur kuartener protein (emulgator) akan hilang, seperti putusnya ikatan hydrogen, interaksi elektrostatik, interaksi hidrofobik, dan interaksi hidrofilik. Akibatnya struktur dari lateks akan pecah yang menyebabkan air keluar, pada peristiwa ini hidrolisis protein mungkin terjadi karena asam memiliki ion H +. Emulsi pada karet dapa dipercepat dengan cara merusak zat ketiga yang berfungsi sebagai emulgator yaitu protein. Emulsi ini dapat dipecahkan dengan cara menurunkan kestabilan emulgator dan kestabilan emulsi. Berat akhir karet yang paling tinggi adalah sebesar 29,0564 gram pada saat volume ekstrak gadung berkulit 25 ml dengan volume lateks 20 ml. Dari grafik secara keseluruhan juga menunjukkan bahwa dari jam ke-3 sampai jam ke- 5 sudah terjadi kesetabilan berat karet, hal ini disebabkan penurunan berat karet yang sudah sangat sedikit dengan ditandai grafik yang saling bertindihan Pengaruh Ekstrak Gadung Tidak Berkulit Terhadap Berat Karet Yang Grafik 4.5. Hubungan Volume Lateks (5 Ml), Dari Grafik 4.5 terlihat bahwa pada saat volume lateks 5 ml dengan variasi volume gadung yang sama menghasilkan berat karet akhir pada jam ke-5 yaitu 8,3312 gram pada saat volume gadung 25 ml. Grafik 4.6.Hubungan Volume Lateks (10 Ml), Dari Grafik 4.6 terlihat bahwa pada saat volume lateks 10 ml dengan variasi volume gadung yang sama menghasilkan berat karet akhir pada jam ke-5 yaitu 14,8350 gram pada saat volume gadung 25 ml. 12 Jurnal Teknik Kimia, No. 3, Vol. 17, Agsutus 2010

6 Grafik 4.7.Hubungan Volume Lateks (15 Ml), Dari Grafik 4.7 terlihat bahwa pada saat volume lateks 15 ml dengan variasi volume gadung yang tidak berkulit yang sama menghasilkan berat karet akhir pada jam ke-5 yaitu 19,5003 gram pada saat volume gadung 25 ml. membentuk agregat yang lebih besar sehingga menyebabkan emulsi pecah berat karet yang dihasilkan meningkat. Berat akhir karet yang paling tinggi adalah sebesar 23,2614 gram pada saat volume ekstrak gadung tak berkulit 25 ml dan volume lateks 20 ml. Grafik secara keseluruhan juga menunjukkan bahwa dari jam ke-3 sampai jam ke-5 sudah terjadi kesetabilan berat karet, hal ini disebabkan penurunan berat karet yang sudah sangat sedikit dengan ditandai grafik yang saling bertindihan. Dari hasil penelitian ini juga terlihat bahwa berat karet yang dihasilkan setelah divariasikan dengan lama waktu (1 jam - 5 jam) terjadi penurunan berat karet. Hal ini disebabkan koagulan yang digunakan menurun kemampuannya dalam menurunkan muatan negative dari protein lateks untuk mencapai terjadinya keseimbangan muatan akan ikut menurun. Hal ini menyebabkan semakin sulitnya protein mengalami denaturasi sehingga karet yang terbentuk mengecil dengan ditandai keluarnya air yang semakin besar dari karet tersebut Perbandingan antara ekstrak gadung berkulit dengan ekstrak gadung tidak berkulit terhadap berat karet yang dihasilkan. Grafik 4.8.Hubungan Volume Lateks (20 Ml), Dari Grafik 4.8 terlihat bahwa pada saat volume lateks 20 ml dengan variasi volume gadung yang sama menghasilkan berat karet akhir pada jam ke-5 yaitu 23,2614 gram pada saat volume gadung 25 ml. Dari grafik diatas secara keseluruhan terlihat bahwa, semakin bertambahnya volume ekstrak gadung dengan volume lateks tetap maka berat karet yang dihasilkan juga semakin bertambah. Hal itu ditunjukkan dengan grafik yang semakin meningkat. Dimana, besarnya kandungan air pada ekstrak gadung yaitu sekitar 73 % sehingga ekstrak gadung berkulit tersebut menyatu dengan lateks yang dapat menambah berat karet yang dihasilkan. Pada kondisi ini ekstrak gadung cukup stabil dan sesuai yang dibutuhkan sehingga interaksi antara air dengan asam meningkat. Oleh karena itu partikel-partikel terdispersi akan lebih mudah bergabung untuk Grafik 4.9. Hubungan Volume Lateks 20 Ml dan Volume Ekstrak Gadung Berkulit 25 Ml pada Jam Ke-5 terhadap Berat Karet yang Grafik Hubungan Volume Lateks 20 Ml dan Volume Ekstrak Gadung Tidak Berkulit 25 Ml pada Jam Ke-5 terhadap Berat Karet yang Jurnal Teknik Kimia, No. 3, Vol. 17, Agsutus

7 Dari grafik diatas secara keseluruhan perbandingan ekstrak gadung berkulit dengan ekstrak gadung tidak berkulit terlihat bahwa berat karet yang dihasilkan oleh ekstrak gadung berkulit lebih besar daripada ekstrak gadung yang tidak berkulit. Hal ini disebabkan oleh komponen utama gadung selain air adalah karbohidrat. Komponen karbohidrat utama adalah pati(75,24 %) Pengaruh kecepatan waktu menggumpal lateks dengan koagulan ekstrak gadung berkulit. Grafik Pengaruh Kecepatan Waktu Menggumpal Lateks (5 Ml), Volume Ekstrak Gadung yang Berkulit (5 Ml,10 Ml, 15 Ml, 20 Ml, 25 Ml) terhadap Berat Karet yang Grafik Pengaruh Kecepatan Waktu Menggumpal Lateks (10 Ml), Volume Ekstrak Gadung yang Berkulit (5 Ml,10 Ml, 15 Ml, 20 Ml, 25 Ml) terhadap Berat Karet yang Grafik Pengaruh Kecepatan Waktu Menggumpal Lateks (20 Ml), Volume Ekstrak Gadung yang Berkulit (5 Ml,10 Ml, 15 Ml, 20 Ml, 25 Ml) terhadap Berat Karet yang Dari grafik diatas terlihat bahwa terjadinya penurunan grafik seiring dengan bertambahnya volume ekstrak gadung yang menunjukkan bahwa waktu menggumpal yang paling cepat adalah 50 detik. Hal ini ditunjukkan pada volume ekstrak gadung berkulit 25 ml dengan volume lateks 5 ml dan 15 ml. Pada umumnya kondisi asam ekstrak gadung meningkat interaksinya sehingga partikelpartikel terdispersinya akan lebih mudah bergabung untuk membentuk agregat yang lebih besar yang menyebabkan pecahnya emulsi dan berat karet yang dihasilkan meningkat. Asam ini bila dilarutkan dengan air akan mengion yaitu melepaskan ion H +. Lateks yang terdiri dari protein bersifat amfoter, bila ditambahkan ion H + akan terjadi penambahan muatan listrik dan akan menurunkan ph lateks. Apabila semakin besar kandungan asam yang terdapat pada ekstrak gadung yang dicampurkan dengan volume lateks, maka semakin cepat lateks tersebut akan menggumpal Pengaruh kecepatan waktu menggumpal lateks dengan koagulan ekstrak gadung tidak berkulit. Grafik Pengaruh Kecepatan Waktu Menggumpal Lateks (15 Ml), Volume Ekstrak Gadung yang Berkulit (5 Ml,10 Ml, 15 Ml, 20 Ml, 25 Ml) Terhadap Berat Karet yang Grafik Pengaruh Kecepatan Waktu Menggumpal Lateks (5 Ml), Volume Ekstrak Gadung yang Tidak Berkulit (5 Ml,10 Ml, 15 Ml, 20 Ml, 25 Ml) terhadap Berat Karet yang 14 Jurnal Teknik Kimia, No. 3, Vol. 17, Agsutus 2010

8 Grafik Pengaruh Kecepatan Waktu Menggumpal Lateks (10 Ml), Volume Ekstrak Gadung yang Tidak Berkulit (5 Ml,10 Ml, 15 Ml, 20 Ml, 25 Ml) Terhadap Berat Karet yang Pada kondisi asam ekstrak gadung meningkat interaksinya sehingga partikel-partikel terdispersinya akan lebih mudah bergabung untuk membentuk agregat yang lebih besar yang menyebabkan pecahnya emulsi dan berat karet yang dihasilkan meningkat. Asam ini bila dilarutkan dengan air akan mengion yaitu melepaskan ion H +. Lateks yang terdiri dari protein bersifat amfoter, bila ditambahkan ion H + akan terjadi penambahan muatan listrik dan akan menurunkan ph lateks. Apabila semakin besar kandungan asam yang terdapat pada ekstrak gadung yang dicampurkan dengan volume lateks, maka semakin cepat lateks tersebut akan menggumpal. Grafik Pengaruh Kecepatan Waktu Menggumpal Lateks (15 Ml), Volume Ekstrak Gadung yang Tidak Berkulit (5 Ml,10 Ml, 15 Ml, 20 Ml, 25 Ml) Terhadap Berat Karet yang Grafik Pengaruh Kecepatan Waktu Menggumpal Lateks (20 Ml), Volume Ekstrak Gadung yang Tidak Berkulit (5 Ml,10 Ml, 15 Ml, 20 Ml, 25 Ml) Terhadap Berat Karet yang V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1) Ekstrak gadung dapat digunakan sebagai penggumpal lateks. 2) Semakin besar volume ekstrak gadung berkulit dan tidak berkulit maka semakin besar berat karet yang diperoleh yaitu ditandai dengan grafik yang menaik. 3) Variasi waktu mempengaruhi berat akhir karet yang diperoleh yaitu dimana terjadi penurunan berat karet seiring dengan bertambahnya waktu koagulasi. 4) Koagulan ekstrak gadung berkulit menghasilkan berat karet yang lebih tinggi pada volume lateks 20 ml yaitu sebesar 29,0564 gram. 5) Waktu menggumpal yang paling cepat adalah 50 detik pada volume ekstrak gadung 25 ml dengan volume lateks 10 ml. Saran 1) Disarankan agar dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh ph terhadap berat karet yang diperoleh. 2) Disarankan untuk menguji kualitas karet yang sudah terbentuk sehingga dapat diketahui kegunaan dari karet hasil penelitian ini. Dari grafik diatas secara keseluruhan terlihat bahwa terjadinya penurunan grafik seiring dengan bertambahnya volume ekstrak gadung yang menunjukkan bahwa waktu menggumpal yang paling cepat yaitu 50 detik yang ditunjukkan pada volume ekstrak gadung 25 ml dengan volume lateks 5 ml. Jurnal Teknik Kimia, No. 3, Vol. 17, Agsutus

9 DAFTAR PUSTAKA Rahutami, Syntia, 2009, Koagulasi Lateks dengan menggunakan ekstrak Jeruk Nipis, Teknik KimiaUniversitas Sriwijaya. Helina, Merry, 2009, Koagulasi Lateks dengan menggunakan ekstrak Rambutan, Teknik KimiaUniversitas Sriwijaya., 2008, Koagulasi Lateks dengan menggunakan air Belimbing Wuluh, Teknik KimiaUniversitas Sriwijaya. Faisyal, Muhammad, 2000, Pengaruh waktu kontak dengan ph pada proses penggumpalan lateks secara elektrodeposisi, Mipa Kimia Universitas Sriwijaya. Senpri, 2002, Pemecahan emulsi Lateks menggunakan air Belimbing Wuluh, Mipa Kimia Universitas Sriwijaya. PS, Tim Pustaka, 2008, Panduan lengkap Karet, Penebar Swadaya : Jakarta. Hayati, Rita, 1999, Studi Penggumpalan Lateks dengan metode elektrodeposisi pada suasana asam, Mipa Kimia Universitas sriwijaya. 16 Jurnal Teknik Kimia, No. 3, Vol. 17, Agsutus 2010

PENGARUH ASAM ASKORBAT DARI EKSTRAK NANAS TERHADAP KOAGULASI LATEKS (STUDI PENGARUH VOLUME DAN WAKTU PENCAMPURAN)

PENGARUH ASAM ASKORBAT DARI EKSTRAK NANAS TERHADAP KOAGULASI LATEKS (STUDI PENGARUH VOLUME DAN WAKTU PENCAMPURAN) PENGARUH ASAM ASKORBAT DARI EKSTRAK NANAS TERHADAP KOAGULASI LATEKS (STUDI PENGARUH VOLUME DAN WAKTU PENCAMPURAN) Septriani Laoli, Imelda Magdalena S *, Farida Ali Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik

Lebih terperinci

PENGGUNAAN EKSTRAK BUAH RAMBUTAN SEBAGAI PENGGUMPAL LATEKS PASCA PANEN (STUDI PENGARUH VOLUME,WAKTU DAN PH PENCAMPURAN)

PENGGUNAAN EKSTRAK BUAH RAMBUTAN SEBAGAI PENGGUMPAL LATEKS PASCA PANEN (STUDI PENGARUH VOLUME,WAKTU DAN PH PENCAMPURAN) PENGGUNAAN EKSTRAK BUAH RAMBUTAN SEBAGAI PENGGUMPAL LATEKS PASCA PANEN (STUDI PENGARUH VOLUME,WAKTU DAN PH PENCAMPURAN) Farida Ali, Merry Helina, Yulia Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

Pengaruh Dosis Serum Lateks terhadap Koagulasi Lateks (Hevea brasiliensis) (The Effect of Dose Latex Serum to Latex Coagulation [Hevea brasiliensis])

Pengaruh Dosis Serum Lateks terhadap Koagulasi Lateks (Hevea brasiliensis) (The Effect of Dose Latex Serum to Latex Coagulation [Hevea brasiliensis]) Jurnal Agro Industri Perkebunan Pengaruh Dosis Serum Lateks terhadap Koagulasi Lateks (Hevea brasiliensis) (The Effect of Dose Latex Serum to Latex Coagulation [Hevea brasiliensis]) Maryanti 1)* dan Rachmad

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lateks adalah cairan koloid yang berwarna putih susu yang diperoleh dari pohon karet (Havea Brasiliensis) dengan partikel-partikel karet terdispersi air. Lateks dikenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Tanaman kelapa (Cocos nucifera L) sering disebut tanaman kehidupan karena bermanfaat bagi kehidupan manusia diseluruh dunia. Hampir semua bagian tanaman

Lebih terperinci

PEMANFAATAN SARI MENGKUDU SEBAGAI BAHAN PENGGUMPAL LATEKS

PEMANFAATAN SARI MENGKUDU SEBAGAI BAHAN PENGGUMPAL LATEKS PEMANFAATAN SARI MENGKUDU SEBAGAI BAHAN PENGGUMPAL LATEKS Rizka Hardiyanty, Ade Heri Suheri, Farida Ali * Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Jln. Raya Palembang Prabumulih Km. 32

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Adapun alat alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

BAB 3 METODE PENELITIAN. Adapun alat alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 30 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat Adapun alat alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Beaker glass 250 ml Blender Cawan platina Gelas ukur 200 ml Gunting Kertas saring

Lebih terperinci

PENGARUH VOLUME KOAGULAN, WAKTU KONTAK DAN TEMPERATUR PADA KOAGULASI LATEKS DARI KAYU KARET DAN KULIT KAYU KARET

PENGARUH VOLUME KOAGULAN, WAKTU KONTAK DAN TEMPERATUR PADA KOAGULASI LATEKS DARI KAYU KARET DAN KULIT KAYU KARET PENGARUH VOLUME KOAGULAN, WAKTU KONTAK DAN TEMPERATUR PADA KOAGULASI LATEKS DARI KAYU KARET DAN KULIT KAYU KARET Farida Ali*, Wulan Novi Astuti, Nahdia Chairani *) Dosen Jurusan Teknik Kimia Universitas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Indonesia kaya akan berbagai jenis tanaman umbi-umbian, baik

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Indonesia kaya akan berbagai jenis tanaman umbi-umbian, baik BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia kaya akan berbagai jenis tanaman umbi-umbian, baik yang dibudidayakan maupun yang hidup liar di hutan. Umbi merupakan tanaman yang banyak mengandung

Lebih terperinci

kimia KTSP & K-13 KOLOID K e l a s A. Sistem Dispersi dan Koloid Tujuan Pembelajaran

kimia KTSP & K-13 KOLOID K e l a s A. Sistem Dispersi dan Koloid Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 kimia K e l a s XI KOLOID Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami definisi koloid serta perbedaannya dengan larutan dan suspensi.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa, dan (7) Waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri tapioka, yaitu : BOD : 150 mg/l; COD : 300 mg/l; TSS : 100 mg/l; CN - :

BAB I PENDAHULUAN. industri tapioka, yaitu : BOD : 150 mg/l; COD : 300 mg/l; TSS : 100 mg/l; CN - : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri tapioka merupakan industri rumah tangga yang memiliki dampak positif bila dilihat dari segi ekonomis. Namun dampak pencemaran industri tapioka sangat dirasakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Lateks karet alam didapat dari pohon Hevea Brasiliensis yang berasal dari famili Euphorbia ceae ditemukan dikawasan tropikal Amazon, Amerika Selatan. Lateks karet

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. nabati yang penting di Indonesia. Kelapa minyak sawit mengandung kurang lebih

TINJAUAN PUSTAKA. nabati yang penting di Indonesia. Kelapa minyak sawit mengandung kurang lebih II. TINJAUAN PUSTAKA A. Cangkang Kelapa Sawit Kelapa Sawit (Elleis Guinensis) merupakan salah satu sumber minyak nabati yang penting di Indonesia. Kelapa minyak sawit mengandung kurang lebih 80% pericarp

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA II KLINIK

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA II KLINIK LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA II KLINIK NAMA NIM KEL.PRAKTIKUM/KELAS JUDUL ASISTEN DOSEN PEMBIMBING : : : : : : HASTI RIZKY WAHYUNI 08121006019 VII / A (GANJIL) UJI PROTEIN DINDA FARRAH DIBA 1. Dr. rer.nat

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK PERCOBAAN H-3 SOL LIOFIL

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK PERCOBAAN H-3 SOL LIOFIL LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK PERCOBAAN H-3 SOL LIOFIL Nama : Winda Amelia NIM : 90516008 Kelompok : 02 Tanggal Praktikum : 11 Oktober 2017 Tanggal Pengumpulan : 18 Oktober 2017 Asisten : LABORATORIUM

Lebih terperinci

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti yang paling utama) adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan A. Protein Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANYUMAS DINAS PENDIDIKAN SMA NEGERI PATIKRAJA Jalan Adipura 3 Patikraja Telp (0281) Banyumas 53171

PEMERINTAH KABUPATEN BANYUMAS DINAS PENDIDIKAN SMA NEGERI PATIKRAJA Jalan Adipura 3 Patikraja Telp (0281) Banyumas 53171 PEMERINTAH KABUPATEN BANYUMAS DINAS PENDIDIKAN SMA NEGERI PATIKRAJA Jalan Adipura 3 Patikraja Telp (0281) 6844576 Banyumas 53171 ULANGAN KENAIKAN KELAS TAHUN PELAJARAN 2010/ 2011 Mata Pelajaran : Kimia

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Protein Kasar. Tabel 4. Rataan Kandungan Protein Kasar pada tiap Perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Protein Kasar. Tabel 4. Rataan Kandungan Protein Kasar pada tiap Perlakuan 29 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Protein Kasar Rataan kandungan protein kasar asal daun singkong pada suhu pelarutan yang berbeda disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. penduduk sehingga terjadi masalah hal ketersediaan pangan. Ketergantungan pada

PENDAHULUAN. penduduk sehingga terjadi masalah hal ketersediaan pangan. Ketergantungan pada PENDAHULUAN Latar Belakang Produksi pangan di negara-negara sedang berkembang terus meningkat. Namun demikian peningkatan ini tidak seimbang dengan pertambahan jumlah penduduk sehingga terjadi masalah

Lebih terperinci

Pembuatan Koloid, Denaturasi Protein dan Lem Alami

Pembuatan Koloid, Denaturasi Protein dan Lem Alami Pembuatan Koloid, Denaturasi Protein dan Lem Alami I. Tujuan Pada percobaan ini akan dipelajari beberapa hal mengenai koloid,protein dan senyawa karbon. II. Pendahuluan Bila garam dapur dilarutkan dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji pendahuluan Mikrokapsul memberikan hasil yang optimum pada kondisi percobaan dengan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN BIJI ASAM JAWA (TAMARINDUS INDICA) SEBAGAI KOAGULAN ALTERNATIF DALAM PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI

PEMANFAATAN BIJI ASAM JAWA (TAMARINDUS INDICA) SEBAGAI KOAGULAN ALTERNATIF DALAM PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI 85 Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan Vol.7 No.2 PEMANFAATAN BIJI ASAM JAWA (TAMARINDUS INDICA) SEBAGAI KOAGULAN ALTERNATIF DALAM PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI Fitri Ayu Wardani dan Tuhu Agung. R Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan makanan pada umumnya sangat sensitif dan mudah mengalami penurunan kualitas karena faktor lingkungan, kimia, biokimia, dan mikrobiologi. Penurunan kualitas bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. s n. Pengujian Fitokimia Biji Kelor dan Biji. Kelor Berkulit

HASIL DAN PEMBAHASAN. s n. Pengujian Fitokimia Biji Kelor dan Biji. Kelor Berkulit 8 s n i1 n 1 x x i 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Fitokimia Kelor dan Kelor Berkulit s RSD (%) 100% x Pengujian Fitokimia Kelor dan Kelor Berkulit Pengujian Alkaloid Satu gram contoh dimasukkan ke dalam

Lebih terperinci

R E A K S I U J I P R O T E I N

R E A K S I U J I P R O T E I N R E A K S I U J I P R O T E I N I. Tujuan Percobaan Memahami proses uji adanya protein (identifikasi protein) secara kualitatif. II. Teori Dasar Protein adalah suatu polipeptida yang mempunyai bobot molekul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejumlah kecil bagian bukan karet, seperti lemak, glikolipid, fosfolid, protein,

BAB I PENDAHULUAN. sejumlah kecil bagian bukan karet, seperti lemak, glikolipid, fosfolid, protein, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lateks alam adalah subtansi yang diperoleh dari getah karet (Hevea Brasilliensis). Lateks alam tersusun dari hidrokarbon dan mengandung sejumlah kecil bagian bukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Organik Cair Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan sebagian unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman. Peran pupuk sangat dibutuhkan oleh tanaman

Lebih terperinci

Menu Utama SK/KD SK/KD. Komponen utama minyak bumi INDIKATOR SIFAT LARUTAN KOLOID. Fraksi fraksi minyak bumi PENJERNIHAN AIR MINUM

Menu Utama SK/KD SK/KD. Komponen utama minyak bumi INDIKATOR SIFAT LARUTAN KOLOID. Fraksi fraksi minyak bumi PENJERNIHAN AIR MINUM Menu Utama SK/KD SK/KD Komponen utama minyak bumi INDIKATOR SIFAT LARUTAN KOLOID Fraksi fraksi minyak bumi PENJERNIHAN AIR MINUM Bensin dan mutu bensin KOLOID LIOFIL DAN LIOFOB Dampak penggunaan minyak

Lebih terperinci

I. PERANAN AIR DI DALAM BAHAN PANGAN. terjadi jika suatu bahan pangan mengalami pengurangan atau penambahan kadar air. Perubahan

I. PERANAN AIR DI DALAM BAHAN PANGAN. terjadi jika suatu bahan pangan mengalami pengurangan atau penambahan kadar air. Perubahan I. PERANAN AIR DI DALAM BAHAN PANGAN A. PENDAHULUAN Air merupakan komponen yang penting dalam pangan. Banyak perubahan kimia yang terjadi jika suatu bahan pangan mengalami pengurangan atau penambahan kadar

Lebih terperinci

Pengendapan Timbal Balik Sol Hidrofob

Pengendapan Timbal Balik Sol Hidrofob Pengendapan Timbal Balik Sol Hidrofob I. TUJUAN PERCOBAAN Menentukan konsentrasi relatif sol hidrofob Fe 2 O 3 dan As 2 O 3 pada saat terjadi pengendapan timbal balik sempurna. II. TEORI DASAR Sol adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Aktivitas pencemaran lingkungan yang dihasilkan dari suatu kegiatan industri merupakan suatu masalah yang sangat umum dan sulit untuk dipecahkan pada saat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Ubi Kayu Ubi kayu yang sering pula disebut singkong atau ketela pohon merupakan salah satu tanaman penghasil bahan makanan pokok di Indonesia. Tanaman ini tersebar

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II PEMBUATAN TAWAS DARI ALUMINIUM

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II PEMBUATAN TAWAS DARI ALUMINIUM LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II PEMBUATAN TAWAS DARI ALUMINIUM DISUSUN OLEH FITRI RAMADHIANI KELOMPOK 4 1. DITA KHOERUNNISA 2. DINI WULANDARI 3. AISAH 4. AHMAD YANDI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging TDTLA Pedaging HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam yang dilakukan sebanyak satu kali proses pembuatan pada waktu yang

Lebih terperinci

Buku Saku. Sistem Koloid. Nungki Shahna Ashari

Buku Saku. Sistem Koloid. Nungki Shahna Ashari Buku Saku 1 Sistem Koloid Nungki Shahna Ashari 2 Daftar Isi Pengertian koloid... 3 Pengelompokan koloid... 4 Sifat-sifat koloid... 5 Pembuatan koloid... 12 Kegunaan koloid... 13 3 A Pengertian & Pengelompokan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 18 BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Air bersih merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang diperoleh dari berbagai sumber, tergantung pada kondisi daerah setempat. Kondisi sumber air pada setiap

Lebih terperinci

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab

Lebih terperinci

Skala ph dan Penggunaan Indikator

Skala ph dan Penggunaan Indikator Skala ph dan Penggunaan Indikator NAMA : ENDRI BAMBANG SUPRAJA MANURUNG NIM : 4113111011 KELAS PRODI : DIK A : PENDIDIKAN JURUSAN : MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Singkong atau ubi kayu merupakan tanaman umbi umbian yang dikenal luas di masyarakat Indonesia. Pada tahun 2013 produksi singkong di Indonesia mencapai 23 juta ton

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi enzim fibrinolitik Cacing tanah P. excavatus merupakan jenis cacing tanah yang agresif dan tahan akan kondisi pemeliharaan yang ekstrim. Pemeliharaan P. excavatus dilakukan

Lebih terperinci

merupakan komponen terbesar dari semua sel hidup. Protein dalam tubuh pembangun, dan zat pengatur dalam tubuh (Diana, 2009). Protein sangat penting

merupakan komponen terbesar dari semua sel hidup. Protein dalam tubuh pembangun, dan zat pengatur dalam tubuh (Diana, 2009). Protein sangat penting BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Protein merupakan zat yang sangat penting bagi setiap organisme serta merupakan komponen terbesar dari semua sel hidup. Protein dalam tubuh berfungsi sebagai sumber

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI 39 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 PENDAHULUAN Hasil eksperimen akan ditampilkan pada bab ini. Hasil eksperimen akan didiskusikan untuk mengetahui keoptimalan arang aktif tempurung kelapa lokal pada

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

KEGUNAAN. Merupakan polimer dari sekitar 21 jenis asam amino melalui ikatan peptida Asam amino : esensial dan non esensial

KEGUNAAN. Merupakan polimer dari sekitar 21 jenis asam amino melalui ikatan peptida Asam amino : esensial dan non esensial PROTEIN KEGUNAAN 1. Zat pembangun dan pengatur 2. Sumber asam amino yang mengandung unsur C, H, O dan N 3. Sumber energi Merupakan polimer dari sekitar 21 jenis asam amino melalui ikatan peptida Asam amino

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya status ekonomi masyarakat dan banyaknya iklan produk-produk pangan menyebabkan perubahan pola konsumsi pangan seseorang. Salah satunya jenis komoditas pangan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

UJI KADAR PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK DAGING SAPI REBUS YANG DILUNAKKAN DENGAN SARI BUAH NANAS (Ananas comosus) NASKAH PUBLIKASI

UJI KADAR PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK DAGING SAPI REBUS YANG DILUNAKKAN DENGAN SARI BUAH NANAS (Ananas comosus) NASKAH PUBLIKASI UJI KADAR PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK DAGING SAPI REBUS YANG DILUNAKKAN DENGAN SARI BUAH NANAS (Ananas comosus) NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: DIAN WIJAYANTI A 420 100 074 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

Lebih terperinci

KROMATOGRAFI PENUKAR ION Ion-exchange chromatography

KROMATOGRAFI PENUKAR ION Ion-exchange chromatography KROMATOGRAFI PENUKAR ION Ion-exchange chromatography Merupakan pemisahan senyawa senyawa polar dan ion berdasarkan muatan Dapat digunakan untk hampir semua molekul bermuatan termasuk proteins, nucleotides

Lebih terperinci

PERPINDAHAN MASSA KARBOHIDRAT MENJADI GLUKOSA DARI BUAH KERSEN DENGAN PROSES HIDROLISIS. Luluk Edahwati Teknik Kimia FTI-UPNV Jawa Timur ABSTRAK

PERPINDAHAN MASSA KARBOHIDRAT MENJADI GLUKOSA DARI BUAH KERSEN DENGAN PROSES HIDROLISIS. Luluk Edahwati Teknik Kimia FTI-UPNV Jawa Timur ABSTRAK Perpindahan Massa Karbohidrat Menjadi Glukosa (Luluk Edahwati) 1 PERPINDAHAN MASSA KARBOHIDRAT MENJADI GLUKOSA DARI BUAH KERSEN DENGAN PROSES HIDROLISIS Luluk Edahwati Teknik Kimia FTI-UPNV Jawa Timur

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Tujuan Percobaan 1.1 Menguji daya hantar listrik berbagai macam larutan. 1.2 Mengetahui dan mengidentifikasi larutan elektrolit kuat,

PENDAHULUAN 1. Tujuan Percobaan 1.1 Menguji daya hantar listrik berbagai macam larutan. 1.2 Mengetahui dan mengidentifikasi larutan elektrolit kuat, PENDAHULUAN 1. Tujuan Percobaan 1.1 Menguji daya hantar listrik berbagai macam larutan. 1.2 Mengetahui dan mengidentifikasi larutan elektrolit kuat, elektrolit lemah, dan non elektrolit. 2. Dasar teori

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PEMBUATAN SAUS TOMAT Oleh: Masnun Balai Pelatihan Pertanian Jambi I. PENDAHULUAN

TEKNOLOGI PEMBUATAN SAUS TOMAT Oleh: Masnun Balai Pelatihan Pertanian Jambi I. PENDAHULUAN Page1 TEKNOLOGI PEMBUATAN SAUS TOMAT Oleh: Masnun Balai Pelatihan Pertanian Jambi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) merupakan salah satu komoditi sayuran buah yang sangat

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA TEGANGAN PERMUKAAN KELOMPOK 1 SHIFT A 1. Dini Mayang Sari (10060310116) 2. Putri Andini (100603) 3. (100603) 4. (100603) 5. (100603) 6. (100603) Hari/Tanggal Praktikum

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN NATRIUM KARBONAT SEBAGAI ANTIKOAGULAN LATEKS (Havea bracileansis)

PENGARUH PENAMBAHAN NATRIUM KARBONAT SEBAGAI ANTIKOAGULAN LATEKS (Havea bracileansis) Serambi Saintia, Vol. IV, No. 2, Oktober 2016 ISSN : 2337-9952 26 PENGARUH PENAMBAHAN NATRIUM KARBONAT SEBAGAI ANTIKOAGULAN LATEKS (Havea bracileansis) Ratu Fazlia Inda Rahmayani 1, Abdul Mujala 2 Fakultas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang berasal dari bagian biji pada kebanyakan tanaman lebih banyak. diantaranya adalah daun singkong (Manihot utilisima).

PENDAHULUAN. yang berasal dari bagian biji pada kebanyakan tanaman lebih banyak. diantaranya adalah daun singkong (Manihot utilisima). 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber perolehan protein untuk ternak berasal dari bahan nabati dan hewani. Bahan-bahan sumber protein nabati diperoleh dari tanaman. Bagian tanaman yang banyak mengandung

Lebih terperinci

TANAMAN PENGHASIL PATI

TANAMAN PENGHASIL PATI TANAMAN PENGHASIL PATI Beras Jagung Sagu Ubi Kayu Ubi Jalar 1. BERAS Beras (oryza sativa) terdiri dari dua jenis, yaitu Japonica yang ditanam di tanah yang mempunyai musim dingin, dan Indica atau Javanica

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan)

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) 4. PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) Karakteristik mekanik yang dimaksud adalah kuat tarik dan pemanjangan

Lebih terperinci

KAJIAN PENGGUNAAN BIJI KELOR SEBAGAI KOAGULAN PADA PROSES PENURUNAN KANDUNGAN ORGANIK (KMnO 4 ) LIMBAH INDUSTRI TEMPE DALAM REAKTOR BATCH

KAJIAN PENGGUNAAN BIJI KELOR SEBAGAI KOAGULAN PADA PROSES PENURUNAN KANDUNGAN ORGANIK (KMnO 4 ) LIMBAH INDUSTRI TEMPE DALAM REAKTOR BATCH Spectra Nomor 8 Volume IV Juli 06: 16-26 KAJIAN PENGGUNAAN BIJI KELOR SEBAGAI KOAGULAN PADA PROSES PENURUNAN KANDUNGAN ORGANIK (KMnO 4 ) LIMBAH INDUSTRI TEMPE DALAM REAKTOR BATCH Sudiro Ika Wahyuni Harsari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya kebutuhan susu merupakan salah satu faktor pendorong bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi peningkatan konsumsi susu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daratan Malaya. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) banyak ditemui

I. PENDAHULUAN. daratan Malaya. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) banyak ditemui I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belimbing wuluh merupakan salah satu tanaman buah asli Indonesia dan daratan Malaya. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) banyak ditemui sebagai tanaman pekarangan

Lebih terperinci

BAB V. PEMBAHASAN. 5.1 Amobilisasi Sel Lactobacillus acidophilus FNCC116. Amobilisasi sel..., Ofa Suzanti Betha, FMIPA UI, 2009

BAB V. PEMBAHASAN. 5.1 Amobilisasi Sel Lactobacillus acidophilus FNCC116. Amobilisasi sel..., Ofa Suzanti Betha, FMIPA UI, 2009 26 BAB V. PEMBAHASAN 5.1 Amobilisasi Sel Lactobacillus acidophilus FNCC116. Hasil foto SEM dengan perbesaran 50 kali memperlihatkan perbedaan bentuk permukaan butiran yang sudah mengandung sel Lactobacillus

Lebih terperinci

Mn 2+ + O 2 + H 2 O ====> MnO2 + 2 H + tak larut

Mn 2+ + O 2 + H 2 O ====> MnO2 + 2 H + tak larut Pengolahan Aerasi Aerasi adalah salah satu pengolahan air dengan cara penambahan oksigen kedalam air. Penambahan oksigen dilakukan sebagai salah satu usaha pengambilan zat pencemar yang tergantung di dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kadar proksimat dari umbi talas yang belum mengalami perlakuan. Pada penelitian ini talas yang digunakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, TEMPERATUR DAN WAKTU PEMASAKAN PADA PEMBUATAN PULP BERBAHAN BAKU SABUT KELAPA MUDA (DEGAN) DENGAN PROSES SODA

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, TEMPERATUR DAN WAKTU PEMASAKAN PADA PEMBUATAN PULP BERBAHAN BAKU SABUT KELAPA MUDA (DEGAN) DENGAN PROSES SODA PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, TEMPERATUR DAN WAKTU PEMASAKAN PADA PEMBUATAN PULP BERBAHAN BAKU SABUT KELAPA MUDA (DEGAN) DENGAN PROSES SODA H.Abdullah Saleh,, Meilina M. D. Pakpahan, Nowra Angelina Jurusan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

PEMBUATAN TELUR ASIN RASA BAWANG SEBAGAI ALTERNATIF PENINGKATAN NILAI JUAL TELUR BEBEK Oleh : Dr. Das Salirawati, M.Si

PEMBUATAN TELUR ASIN RASA BAWANG SEBAGAI ALTERNATIF PENINGKATAN NILAI JUAL TELUR BEBEK Oleh : Dr. Das Salirawati, M.Si PEMBUATAN TELUR ASIN RASA BAWANG SEBAGAI ALTERNATIF PENINGKATAN NILAI JUAL TELUR BEBEK Oleh : Dr. Das Salirawati, M.Si Pendahuluan Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) khususnya IPA yang makin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. supaya dapat dimanfaatkan oleh semua makhluk hidup. Namun akhir-akhir ini. (Ferri) dan ion Fe 2+ (Ferro) dengan jumlah yang tinggi,

BAB 1 PENDAHULUAN. supaya dapat dimanfaatkan oleh semua makhluk hidup. Namun akhir-akhir ini. (Ferri) dan ion Fe 2+ (Ferro) dengan jumlah yang tinggi, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan salah satu sumber daya alam yang dapat diperbaharui dan salah satu yang banyak diperlukan oleh semua makhluk hidup. Oleh sebab itu, air harus dilindungi

Lebih terperinci

PETANI DI BABEL MASIH MENGGUNAKAN TAWAS SEBAGAI KOAGULAN LATEKS

PETANI DI BABEL MASIH MENGGUNAKAN TAWAS SEBAGAI KOAGULAN LATEKS Anjloknya harga karet Indonesia akhir-akhir ini berkaitan erat dengan kualitas bokar (bahan olah karet) yang diproduksi oleh petani, dimana dalam pengolahan bokar-nya masih banyak petani karet yang mempergunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. III. 1 Alat dan Bahan Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam proses pembuatan sabun pencuci piring ialah :

BAB III METODOLOGI. III. 1 Alat dan Bahan Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam proses pembuatan sabun pencuci piring ialah : BAB III METODOLOGI III. 1 Alat dan Bahan Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam proses pembuatan sabun pencuci piring ialah : III.1.1 Pembuatan Ekstrak Alat 1. Loyang ukuran (40 x 60) cm 7. Kompor

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN MESA off grade merupakan hasil samping dari proses sulfonasi MES yang memiliki nilai IFT lebih besar dari 1-4, sehingga tidak dapat digunakan untuk proses Enhanced Oil Recovery

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan

Lebih terperinci

SIDANG TUGAS AKHIR PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA FTI-ITS

SIDANG TUGAS AKHIR PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA FTI-ITS Nama Mahasiswa : Violita Anggraeni (2310030053) Siti Nisa Syakirina (2310030092) DOSEN PEMBIMBING Prof. Dr. Ir. Suprapto, DEA Saidah Altway, M.eng, M.Sc SIDANG TUGAS AKHIR PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA

Lebih terperinci

LAPORAN KIMIA FISIK KI-3141

LAPORAN KIMIA FISIK KI-3141 LAPORAN KIMIA FISIK KI3141 Percobaan H1 PENGENDAPAN SOL HIDROFOB OLEH ELEKTROLIT Percobaan H2 PENGENDAPAN TIMBAL BALIK SOL HIDROFOB Nama : Nisrina Rizkia NIM : 10510002 Kelompok :1 Tanggal Percobaan :

Lebih terperinci

PEMBUATAN TAWAS DARI ALUMINIUM (Aluminium Foil)

PEMBUATAN TAWAS DARI ALUMINIUM (Aluminium Foil) PEMBUATAN TAWAS DARI ALUMINIUM (Aluminium Foil) K[Al(SO 4 ) 2 ] atau 2K[Al(SO 4 )] 2.12H 2 O Widya Kusumaningrum (1112016200005), Ipa Ida Rosita, Nurul Mu nisah Awaliyah, Ummu Kalsum A.L, Amelia Rachmawati.

Lebih terperinci

KISI-KISI TES KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISTEM KOLOID. Prediksi Andre jika filtrasi dikenakan cahaya

KISI-KISI TES KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISTEM KOLOID. Prediksi Andre jika filtrasi dikenakan cahaya Lampiran B.1 KISI-KISI TES KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISTEM KOLOID Tujuan Siswa mampu menganalisis sifat efek Tyndall melalui latihan prediksi 1 Andre melakukan percobaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Tahapan penelitian secara umum tentang pemanfaatan daun matoa sebagai adsorben untuk menyerap logam Pb dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1. Preparasi

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi Faktor yang mempengaruhi laju reaksi adalah sebagai berikut. Konsentrasi Jika konsentrasi suatu larutan makin besar, larutan akan mengandung jumlah partikel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh terpenuhinya kebutuhan gizi dalam makanannya. Pada usia 6 bulan pertama,

BAB I PENDAHULUAN. oleh terpenuhinya kebutuhan gizi dalam makanannya. Pada usia 6 bulan pertama, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Fase perkembangan fisik dan fungsi fisiologis bayi sangat didukung oleh terpenuhinya kebutuhan gizi dalam makanannya. Pada usia 6 bulan pertama, kebutuhan gizi bayi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karet Alam Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet termasuk tanaman tahunan yang tergolong dalam famili Euphorbiaceae, tumbuh baik di dataran

Lebih terperinci

LAPORAN KIMIA ANORGANIK II PEMBUATAN TAWAS DARI LIMBAH ALUMUNIUM FOIL

LAPORAN KIMIA ANORGANIK II PEMBUATAN TAWAS DARI LIMBAH ALUMUNIUM FOIL LAPORAN KIMIA ANORGANIK II PEMBUATAN TAWAS DARI LIMBAH ALUMUNIUM FOIL KELOMPOK : 3 NAMA NIM APRIANSYAH 06111010020 FERI SETIAWAN 06111010018 ZULKANDRI 06111010019 AMALIAH AGUSTINA 06111010021 BERLY DWIKARYANI

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM II.3 BIOKIMIA (AKKC 223) DENATURASI PROTEIN

LAPORAN PRAKTIKUM II.3 BIOKIMIA (AKKC 223) DENATURASI PROTEIN LAPORAN PRAKTIKUM II.3 BIOKIMIA (AKKC 223) DENATURASI PROTEIN Dosen Pengasuh : Drs. H. Hardiansyah, M. Si Dra. Noorhidayati, M. Si Asisten : Istiqamah Muhammad Robbi Febian Oleh: Widya Rizky Amalia A1C211018

Lebih terperinci

ANALISIS KADAR BIOETANOL DAN GLUKOSA PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA KARET (Monihot glaziovii Muell) DENGAN PENAMBAHAN H 2 SO 4

ANALISIS KADAR BIOETANOL DAN GLUKOSA PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA KARET (Monihot glaziovii Muell) DENGAN PENAMBAHAN H 2 SO 4 ANALISIS KADAR BIOETANOL DAN GLUKOSA PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA KARET (Monihot glaziovii Muell) DENGAN PENAMBAHAN H 2 SO 4 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1

Lebih terperinci

TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN

TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memilik rasa yang lezat, mudah dicerna, dan bergizi tinggi. Selain itu telur mudah diperoleh dan harganya murah. Telur dapat

Lebih terperinci

PENGARUH VOLUME KOAGULAN, WAKTU KONTAK DAN TEMPERATUR PADA KOAGULASI LATEKS DARI ASAM GELUGUR

PENGARUH VOLUME KOAGULAN, WAKTU KONTAK DAN TEMPERATUR PADA KOAGULASI LATEKS DARI ASAM GELUGUR PENGARUH VOLUME KOAGULAN, WAKTU KONTAK DAN TEMPERATUR PADA KOAGULASI LATEKS DARI ASAM GELUGUR Farida Ali*, Euniwati Situmeang, Vinsensia O *Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Jl.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon

I PENDAHULUAN. mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon I PENDAHULUAN Tanaman kelapa merupakan tanaman serbaguna atau tanaman yang mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon kehidupan (tree of life) karena hampir seluruh bagian dari

Lebih terperinci

laporan praktikum penentuan kadar protein metode biuret

laporan praktikum penentuan kadar protein metode biuret laporan praktikum penentuan kadar protein metode biuret V.1 HASIL PENGAMATAN 1. TELUR PUYUH BJ = 0,991 mg/ml r 2 = 0,98 VOLUME BSA ( ml) y = 0,0782x + 0,0023 KONSENTRASI ( X ) 0,1 0,125 0,010 0,2 0,25

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Peneltian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Plastik adalah bahan yang banyak sekali di gunakan dalam kehidupan manusia, plastik dapat di gunakan sebagai alat bantu yang relative kuat, ringan, dan mempunyai

Lebih terperinci

Laporan Kimia Fisika Penentuan Tegangan Permukaan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyak fenomena-fenomena alam yang kurang kita perhatikan akan

Laporan Kimia Fisika Penentuan Tegangan Permukaan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyak fenomena-fenomena alam yang kurang kita perhatikan akan Laporan Kimia Fisika Penentuan Tegangan Permukaan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyak fenomena-fenomena alam yang kurang kita perhatikan akan tetapi fenomenafenomena tersbut mempunyai hubungan

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. Alat yang digunakan pada praktikum penelitian, meliputi alat autoklaf

BAB V METODOLOGI. Alat yang digunakan pada praktikum penelitian, meliputi alat autoklaf BAB V METODOLOGI 5.1 Alat dan Bahan yang Digunakan 5.1.1 Alat yang Digunakan Alat yang digunakan pada praktikum penelitian, meliputi alat autoklaf 24 L yang merupakan alat hasil rancangan tugas akhir angkatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. penyamakan kulit dengan menggunakan Spektrofotometer UV-VIS Mini

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. penyamakan kulit dengan menggunakan Spektrofotometer UV-VIS Mini 43 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Proses elektrokoagulasi terhadap sampel air limbah penyamakan kulit dilakukan dengan bertahap, yaitu pengukuran treatment pada sampel air limbah penyamakan kulit dengan menggunakan

Lebih terperinci