BAB II TINJAUAN PUSTAKA
|
|
- Teguh Budiaman
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir Penelitian ini mengacu terhadap referensi-referensi yang terkait dengan penelitian yang telah ada, dimana masing-masing penulis menggunakan metode penelitian yang berbeda tergantung atas permasalahan yang akan dikaji. Penggunaan beberapa referensi ini akan membedakan pembahasan yang dibahas penulis dengan Tugas Akhir yang telah ada sebelumnya. Berikut referensi dari Tugas Akhir yang telah ada. 1. Referensi yang pertama merupakan sebuah penelitian berjudul Analisis Performansi Adaptive Coding And Modulation (ACM) Padadigital Video Broadcasting Over Satellite- Second Generation(DVB-S2) oleh Mita Ariani, Dalam penelitian ini, menganalisa performansi ACM pada DVB-S2, Hasil penelitian ini, yaitu keempat jenis modulasi yang digunakan, yakni QPSK, 8PSK, 16APSK, dan 32APSK, FEC coderate yang memberikan performansi bit error rate terkecil adalah coderate ½ untuk Eb/No yang sama. Semakin besar orde modulasi dan FEC coderate, maka daya pancar yang dibutuhkan pada sisi pengirim juga akan semakin besar. Dengan asumsi coderate tetap, orde modulasi yang tinggi akan memberikan konsumsi bandwith yang lebih kecil. Desain sistem komunikasi satelit harus memperhatikan trade off antara daya pancar dan bandwith yang dibutuhkan. Pada modulasi QPSK ¾ dan 8PSK ½ dibutuhkan bandwith yang sama yakni 4.34 MHz. Sehingga dengan ukuran kapasitas yang sama, QPSK ¾ akan memberikan performansi yang lebih baik bila dibandingkan dengan 8PSK ½, dari segi besarnya daya pancar yang dibutuhkan untuk target availability tertentu. Format Adaptive Coding and Modulation akan memberikan performansi yang lebih baik dibandingkan dengan metode non adaptive, yang ditandai dengan semakin kecilnya BER 5
2 6 yang dihasilkan untuk nilai Eb/No yang sama. 7. Pada kondisi clear sky, sistem akan memilih modulasi dengan orde rendah dan pada kondisi kondisi kanal yang buruk atau heavy rain sistem akan memilih modulasi dengan orde tinggi. 2. Referensi yang kedua adalah penelitian yang berjudul Simulasi Low-Density Parity-Check (LDPC) Dengan Standar DVB-T2 oleh Yusuf Kurniawan dan Idham Hafizh, Penelitian ini melakukan implementasi simulasi encoding-decoding menggunakan LDPC sesuai standar DVB-T2 pada lingkungan MATLAB, dan menganalisa pengaruh pemilihan code rate dan karakteristik kanal pada kualitas transmisi sesuai standar DVB-T2. Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah Pemilihan code rate yang digunakan pada LDPC memerlukan tradeoff antara keandalan transmisi dan beban komputasi, dimana code rate yang lebih tinggi pada LDPC akan menurunkan keandalan transmisi. 3. Referensi yang ketiga adalah sebuah penelitian yang berjudul Perbandingan Kinerja LDPC Pada Kanal AWGN dengan Modulasi QPSK dan BPSK Shahih Ilmiawan, Pada penelitian ini membandingkan kinerja LDPC pada kanal AWGN dengan modulasi QPSK dan BPSK, dan menggunakan dua metode, metode yang digunakan adalah bit flip dan sum product. Perbandingan yang dilihat adalah perbandingan antara kedua modulasi yang digunakan dengan metode yang sama dan membandingkan hasil dari tiap metode dan tiap modulasi yang digunakan. Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah Modulasi QPSK memiliki jumlah bit error yang lebih besar dibanding dengan modulasi BPSK, dikarenakan informasi yang diproses pada modulasi QPSK dibagi menjadi dua bagian yang kemudian dikodekan, sehingga mempengaruhi proses pengkodean dan pengkoreksian error. 2.2 Satelit Satelit adalah benda-benda yang mengorbit lain dengan periode revolusi dan rotasi tertentu. Ada dua jenis satelit yakni satelit alam dan satelit buatan. Satelit alam adalah benda-benda luar angkasa bukan buatan manusia yang mengorbit
3 7 sebuah planet atau benda lain yang lebih besar daripada dirinya, seperti misalnya Bulan adalah satelit Bumi. Satelit buatan adalah benda buatan manusia yang beredar mengelilingi benda lainnya misalnya satelit Palapa yang mengelilingi Bumi. (Luthfy, 2014) Macam-macam satelit diantaranya : 1. Satelit Astronomi, adalah satelit yang digunakan untuk mengamati planet, galaksi, dan objek angkasa lainnya yang jauh. 2. Satelit Pengamat Bumi, adalah satelit yang dirancang khusus untuk mengamati Bumi dari orbit. Satelit ini ditujukan untuk penggunaan nonmiliter seperti pengamatan lingkungan, meteorologi, dan pembuatan peta. 3. Satelit Navigasi, adalah satelit yang menggunakan sinyal radio yang disalurkan ke penerima di permukaan tanah untuk menentukan lokasi sebuah titik di permukaan bumi. 4. Satelit mata-mata, adalah satelit yang juga berfungsi untuk mengmati bumi tetapi digunakan untuk tujuan militer atau mata-mata. 5. Satelit Cuaca, adalah satelit yang digunakan untuk mengamati cuaca dan iklim di Bumi. 6. Satelit Komunikasi. Dari keenam macam satelit tersebut yang akan dibahas penyusun hanya satelit komunikasi saja. Satelit komunikasi adalah sebuah satelit buatan yang ditempatkan di angkasa dengan tujuan untuk telekomunikasi. Satelit berfungsi sebagai repeater atau pengulang sinyal informasi yang ditempatkan di luar angkasa. Prinsip kerjanya yaitu, antenna satelit menerima sinyal yang di pancarkan dari antenna di stasiun bumi kemudian diperkuat dan dipancarkan kembali ke bumi dengan frekuensi yang berbeda. Satelit komunikasi tersebut mempunyai fungsi sebagai berikut : 1. Sebagai stasiun pengulang (repeater) 2. Memperkuat frekuensi (radio frequency) 3. Merubah sinyal RF uplink stasiun bumi menjadi downlink satsiun bumi.
4 Orbit Satelit Teknologi satelit berawal dari keterbatasan jarak untuk transmisi teresterial (permukaan bumi). Pada dasarnya telekomunikasi melalui teresterial bisa dilakukan menjangkau seluruh permukaan bumi apabila kita menempatkan tiga buah stasiun pengulang sinyal radio (relay station) di ruang angkasa pada suatu jarak tertentu. (Luthfy, 2014) Stasiun relay (satelit) tersebut ditempatkan pada suatu lintasan yang disebut orbit. Pembagian jenis orbit menurut jaraknya dari permukaan bumi adalah: 1. Low Earth Orbit (LEO) Orbit ini dapat menjangkau keseluruh permukaan bumi secara merata, oleh sebab itu orbit ini digunakan untuk satelit-satelit keperluan riset ilmu pengetahuan, meteorologi/cuaca, militer, dan navigasi. Namun untuk keperluan komunikasi, diperlukan sejumlah satelit agar hubungan komunikasi tetap konstan, adapun karakteristiknya adalah sebagi berikut: a. Tinggi Orbit : km diatas permukaan bumi b. Peride Orbit : 1.5 jam c. Kecepatan Putar : km/jam d. Waktu Tampak : < 15 menit e. Delay Time : 10 ms f. Jumlah satelit : 50 g. Penggunaan : Satelit Citra, Cuaca, Mata-mata, System telekomunikasi bergerak (mobile)contohnya satelit Iridium dan global star. 2. Medium Earth Orbit (MEO) Bentuk orbit ini unik, dimana sudut inclinasinya adalah 63 derajat, dan untuk sekali putar dibutuhkan 12 jam. Untuk membentuk komunikasi yang kionstan perku disusun beberapa satelit ( minim al 3 satelit ) yang saling bergantian. Keuntungan dari orbit ini adalah dapat melampaui kutub utara dan selatan, segingga orbit ini dipakai oleh system komunikasi satelit Soviet. Adapun karakteristiknya adalah sebagai berikut :
5 9 a. Tinggi Orbit : Sekitar km di atas permukaan bumi b. Periode Orbit : 12 jam c. Kecepatan putar : km/jam d. Waktu tampak : 2-4 jam/hari e. Delay Time : 80 ms f. Jumlah Satelit : Satelit Citra, Cuaca, Mata-mata, System telekomunikasi bergerak (mobile)misalnya satelit Oddeysey dan ICO. 3. Highly Elliptic Orbit (HEO) Bidang orbit ini memotong bidang equator, dan jaraknya dari permukaan bumi sejauh km. Satelit yang terletak di orbit ini kecepatannya sama dengan kecepatan bumi, oleh karena itu orbit ini disebut juga orbit GEOSTASIONER. Karena satelit pada orbit ini kecepatannya sama dengan kecepatan bumi, maka untuk keperluan komunikasi dapat berlangsung 24 jam. Orbit ini banyak dipakai oleh satelit komunikasi domestic maupun internasional. Untuk system INTELSAT, satelitnya berada pada orbit ini. Untuk menjangkau keseluruhan permukaan bumi maka INTELSAT membagi tiga kawasan yaitu Pacific Ocean Region, Indian Ocean Region, dan Atlantic Ocean Region. Adapun karakteristiknya adalah sebagai berikut : a. Tinggi Orbit : Sekitar km di atas permukaan bumi b. Periode Orbit : 24 jam c. Kecepatan putar : km/jam d. Waktu Tampak : Selalu tampak (karena kecepatan putar satelit sama dengan kecepatan putar bumi) e. Delay Time : 250 ms f. Jumlah Satelit : Low Density Parity Check (LDPC) Low-Density-Parity-Check (LDPC) codes ditemukan oleh Robert Gallager dalam tesisnya tahun Kode LDPC merupakan kode blok linier yang
6 10 diperoleh dari sparse bipartite graph (Tanner Graph). Graph terdiri dari n message atau bit nodes dan r check nodes. Graph memunculkan kode block linier dengan panjang n. Codeword merupakan vektor (c1,c2,...,cn) yang oleh seluruh check node jumlah posisi bersebelahan berdasarkan message node adalah nol. Pada pengkodean LDPC kita dapat mendefinisikan dua numbers describing pada matrik n m, w r untuk jumlah 1 pada masing-masing baris dan w c untuk kolom. (Yusuf, 2014). m. Matrix dikatakan low density apabila memenuhi dua kondisi w c n dan w r Gambar 2.1 Tanner Graph dan Marked Path Tanner Graph dari kode LDPC dikatakan reguler jika w c konstan untuk masing-masing kolom dan w r = w c.(n / m) juga konstan untuk masing-masing baris. Jika matrix H low density tetapi jumlah bit 1 pada masing-masing baris dan kolom tidak konstan, code tersebut dikatakan irregular LDPC code. (Siska, 2012)
7 11 Bipartite Graph sama dengan Tanner Graph yang dikenal sebagai representasi grafik yang efektif untuk pengkodean LDPC. Tanner Graph memiliki arti bahwa node dari graph disebar ke dalam dua jalur khusus yang hanya menghubungkan node-node dari dua tipe yang berbeda. Dua tipe node yang berbeda pada graph yaitu: check node dan variable node. Check node digunakan untuk mendefinisikan bagian baris dari matrik generator, sedangkan variable node digunakan untuk mendefinisikan bagian kolom dari matrik generator Kode Paritas Kode cek paritas merupakan kode block, di mana deretan pesan (jumlah bit yang ditransmit) dibagi atas blok-blok. Bentuk pengkodean pada kode cek paritas yaitu menambahan satu bit redudan pada sinyal informasi, nilai bit paritas yaitu 0 dan 1, tergantung dari jumlah bit 1 yang terdapat pada sinyal yang dikirimkan (jenis paritas ganjil atau genap). Jika digunakan jenis paritas ganjil jumlah bit 1 pada codeword adalah ganjil, begitu pula bila digunakan jenis paritas genap jumlah bit 1 pada codeword adalah genap. Sebagai contoh kode ASCII 4 (empat) bit untuk simbol 1011 karena jumlah bit 1 ganjil, maka jumlah bit 1 pada codeword pasti ganjil yaitu akan memiliki codeword 10111, bila jumlah bit 1 genap untuk simbol 1001, maka codeword yang akan dihasilkan yaitu (Siska, 2012) Proses pengiriman sinyal informasi melalui kanal komunikasi dapat menyebabkan terjadinya kesalahan/error. Sebagai contoh bila bit yang dikirimkan transmitter adalah 0 penerima menerimanya sebagai bit 1. Bila digunakan cek bit
8 12 paritas genap dan pada penerima dideteksi terdapat jumlah bit 1 dalam jumlah ganjil, maka pada kode yang diterima telah terjadi kesalahan. Bila pada kanal terjadi 2 kesalahan bit, kode akan dideteksi sebagai kode yang valid (benar). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa cek paritas genjil dan genap hanya mampu mendeteksi bit salah dengan kemampuan terbatas. Untuk mendeteksi terjadinya kesalahan secara lebih handal diperlukan matrik cek paritas. Sebagai ilustrasinya dapat dilihat sebagai berikut: c =merupakan codeword, yang berisi bilangan biner( 0 dan 1) c = c 1 c 2 c 3 c 4 c 5 c 6... (2.1) c0 + c 3 +c 4 + c 5 + c 6 = 0 c1 + c 3 + c 5 = 0 c1 + c 2 = 0 c0 + c 2 + c 4 + c 6 = 0 Dalam bentuk matriks didapat c =[c 1 c 2 c 3 c 4 c 5 c 6 ], yang dikatakan sebagai codeword jika dan hanya jika memenuhi persyaratan H.c T = Sum-Product Decoding Algoritma decoding sum product atau yang disebut decoding belief propagation pertama kali di perkenalkan oleh Gallagher tahun 1962 pada thesisnya. Dimana decoding yang di pergunakan adalah Pseudorandom.Pengoptimalan yang tinggi pada decoding irregular LDPC code
9 13 dengan menggunakan Algoritma Sum Product mampu mendekati teori Shannon limit. Algoritma sum product di sebut dengan belief propagation decoding.algoritma sum product mirip dengan algoritma bit flip,hanya pesan yang dipertukarkan antara message node dan check node adalah nilai probabilitas yang direpresentasikan dengan Log-likehood ratio.pendekode soft decision yang diterima dan menggunakan informasi kanal untuk mendapatkan ekspresi probabilistic dari sinyal yang ditransmisikan. Initialization j j j i = 1/[1 + exp(2 / )] = 1/[1 + exp 4 ]... (2.2) = 1... (2.3) dan = = 1 =... (2.4) = 1... (2.5) Dimana adalah bit yang diterima yang telah terkena noise dan = /2 adalah varian dari dari Kanal AWGN. Mesagge Passing 1. check nodes to bit nodes j j j i
10 14 = -... (2.6) = (j = 1,2,, n dan j j)... (2.7) Jadi, = (1 + )... (2.8) (j = 1,2,, n dan j j) = (1 )... (2.9) 2. Bit nodes to check nodes =...(2.10) (i = 1,2,,m dan i i) =...(2.11) Dan skala dan oleh faktor yang sama sehingga, + = 1 =...(2.12) (i = 1,2,,m) =...(2.13) Dan skala dan oleh faktor yang sama sehingga, + = 1 3. Decoding and soft output Untuk j = 1,2,, n = 0... jika ln( / ) 0...(2.14) Digital Video Broadcasting-over-Satellite Second Generation DVB-S (EN ) dan DVB -S2 (EN ) adalah standar pengkodean kanal dan pemodulasian yang digunakan untuk penyiaran satelit
11 15 digital untuk layanan multi-program TV, HDTV, dengan menggunakan band frekuensi FSS, dan BSS yang ditujukan kepada pengguna yang menggunakan IRD sesuai dengan yang diterima oleh antena penerima. Standar DVB-S menggunakan modulasi QPSK dan menggabungkan strategi penanggulangan error yang berbasis pada convolutional code dan Reed- Solomon code. Sistem ini cocok digunakan pada bada bandwidth transponder yang berbeda. Sistem ini kompetibel dengan pengkodean MPEG-2, dengan struktur transmisi yang sinkron yang dipaketkan dengan multiplex. Semua layanan di-multiplex menggunakan TDM pada carrier tunggal. (Edmond, 2012) Tabel 2.1 Pebandingan DVB-S dan DVB-S2 Satellite EIRP (dbw) System DVB-S DVB-S2 DVB-S DVB-S2 Modulation and Coding QPSK 2/3 QPSK 3/4 QPSK 7/8 8PSK 2/3 Symbol rate (Mbaud) 27.5 (α=0.35) 30.9 (α=0.2) (α=0.25) (α=0.35) C/N (in 27.5MHz) (db) Useful Bitrate (Mbit/s) (gain Number od SDTV Programmers 7 MPEG-2 15 AVC =36%) 10 MPEG-2 21 AVC 10 MPEG-2 20 AVC (gain=32%) 13 MPEG-2 26 AVC Number of HDTV Programmers 1-2 MPEG AVC 2 MPEG-2 5AVC 2 MPEG-2 5AVC 3 MPEG-2 6 AVC Pengembangan lebih lanjut kemudian diimplementasikan pada DVB-S2 ketika peningkatan kecepatan data pada C dan Kuband menyebabkan transponder bekerja di daerah saturasi. Inti dari desain DVB-S2 ini adalah penerapan ACM yang kemudian menggantikan teknik CCM (Constant Coding and Modulation) pada DVB-S konvensional. Salah satu fitur utama yang perlu digarisbawahi secara detail bahwa, DVB-S2 menyediakan pendekatan skema Shannon forward error correcting yang berdasar pada low-density parity check codes (LDPC), sehingga memberikan efisiensi daya lebih besar 30% dibandingkan DVB-S. Selain itu, efisiensi spectral meningkat dengan kemungkinan yang didukung oleh symbol shaping a square-root raised-cosine filter yang turun hingga 0.2, mengganti nilai 0.35 yang didukung oleh DVB-S. Terdapat beberapa kunci parameter yang
12 16 responsible untuk variasi SNIR yang bekerja pada sebuah coverage satelit. Variasi SNIR dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu : 1. Parameter yang bergantung pada kondisi geografis suatu daerah seperti: Variasi level Interferensi Redaman Atmosfir (redaman hujan) 2. Parameter yang bergantung pada waktu seperti redaman atmosfir (terutama redaman hujan). Dalam menanggulangi variasi SNIR yang disebabkan oleh parameter-parameter di atas, DVB-S2 kemudian dirancang untuk memberikan: a. Peningkatan efisiensi 30 % bila dibandingkan dengan DVB-S b. Meningkatkan range aplikasi melalui teknik combining agar tetap dapat mendukung layanan dengan DVB-S c. Teknik adaptive coding untuk memaksimalkan penggunaan transponder satelit. (Mita, 2009) Tabel 2.2 Coding Parameter Karakteristik Teknis Untuk meningkatkan fleksibilitas kebutuhan dan perancangan sistem dengan peningkatan performansi rata-rata 30 persen diatas DVB-S, DVB-S2 memiliki karakteristik :
13 17 1. Mode Modulasi Terdapat empat mode modulasi yang didukung, yaitu : QPSK dan 8PSK yang digunakan untuk aplikasi broadcasting yang digunakan pada non-linear transponder satelit dan dioperasikan mendekati saturasi, serta 16QAM dan 32QAM untuk aplikasi pada semi-linear transponder. Skema ini merupakan tradeoff efisiensi daya untuk memperoleh throughput yang lebih tinggi. 2. Forward Error Correction DVB-S2 menggunakan sistem FEC yang berbasis concatenation menggunakan BCH (Bose -Chaudhuri-Hocquenghem) dengan inner coding LDPC (Low Density Parity Check) dan kecepatan pengkodean yang bersifat dinamis. (Mita, 2009) Mode Modulasi dan Forward Error Correction Sistem komunikasi sangat bergantung pada tiga kategori yaitu : efisiensi bandwith, efisiensi daya, ataupun efisiensi biaya. Efisiensi bandwith dapat digambarkan dengan ukuran kemampuan skema modulasi untuk mengakomodasi data dengan bandwith yang terbatas. Efisiensi daya dapat digambarkan dengan ukuran kemampuan system untuk mengirimkan informasi pada level daya yang rendah. Dari kategori-kategori ini, sebagian besar system akan memprioritaskan efisiensi bandwith. Hubungan antara modulasi dan format pengkodean dalam mengakomodasi kebutuhan efisiensi daya dan bandwith. 2.5 BCH (Bose-Chaudhuri-Hocquenghem) Dalam teori kode (coding theory), kode BCH (Bose-Chaudhuri- Hocquenghem) adalah salah satu jenis kode pengoreksi error bertipe siklik yang dibangun menggunakan azas himpunan terbatas. Kode BCH sendiri dibuat pada tahun 1959 oleh matematikawan asal Prancis bernama Alexis Hocquenghem, dan juga secara terpisah oleh Raj Bose dan D. K. Ray-Chaudhuri pada tahun 1960 Istilah BCH sendiri merupakan singkatan dari nama depan ketiga nama penemu ini. Bose, Chaudhuri, and Hocquenghem (BCH) code merupakan sebuah
14 18 metode error correction yang dibangun pada bidang finite (terbatas). Kode ini merupakan generalisasi dari Hamming code untuk multiple error correction. Kode BCH diperkenalkan pertama kali oleh A. Hocquenghem pada tahun 1959 dan secara tepisah pada tahun 1960 oleh R. C. Bose dan Ray-Chaudhuri. Kode BCH merupakan Cyclic codes dimana beberapa simbol tersusun dari m-bit yang berurutan, dimana m adalah integer positif yang lebih besar dari 2. Pada binary BCH code terdapat beberapa parameter sebagai berikut: Panjang blok : n = 2 1 Jumlah digit parity-check : n k mt Jarak minimal : 2t + 1 Kode ini mampu mengoreksi berbagai kombinasi dari t atau lebih kecil dalam blok n digit. Kita menyebutnya kode BCH t-error-correcting. (Rainbow, 2012) Decoding BCH Decoder BCH Pada bagian penerima terdapat decoder yang berfungsi untuk mendeteksi dan mengkoreksi error data yang diterima.(mita, 2009). Beberapa proses dilakukan dalam proses decoding, antara lain: 1. Sindrom Error Pencarian sindrom mempunyai tujuan yakni untuk menentukan lokasi dimana terdapat error atau kesalahan bit. Sindrom didapat dengan meninjau polinomial terima. 2. Polinomial error-locator Polinomial error-locator dapat dicari dengan menggunakan beberapa metode, antara lain algoritma Peterson, Berlekamp- Massey serta Euclid. 3. Lokasi Error Penentuan lokasi error diperoleh dengan menggunakan polinomial Λ(x) yang telah diperoleh sebelumnya. Masingmasing data pada posisinya akan dicek satu persatu dengan mensubtitusi variable x pada Λ(x) dengan nilai inverse α. 4. Koreksi Error dilakukan setelah mengetahui lokasi error. Dengan mengubah nilai bit dari 0 ke 1. maupun sebaliknya.
15 AWGN (Additive White Gausian Noise) AWGN (Additive White Gausian Noise) merupakan suatu proses stokastik yang terjadi pada kanal dengan karakteristik memiliki rapat daya spectral noise merata di sepanjang range frekuensi. AWGN mempunyai karakteristik respon frekuensi yang sama disepanjang frekuensi dan variannya sama dengan satu. Pada kanal transmisi selalu terdapat penambahan derau yang timbul karena akumulasi derau termal dari perangkat pemancar, kanal transmisi, dan perangkat penerima. Derau yangmenyertai sinyal pada sisi penerima dapat didekati dengan model matematis statistik AWGN. Derau AWGN merupakan gangguan yang bersifat Additive atau ditambahkan terhadap sinyal transmisi,dimodelkan dalam pola distribusi acak Gaussian dengan mean (m) = 0, standar deviasi (σ) = 1, power spectral density (pdf) = No/2 (W/Hz), dan mempunyai rapat spektral daya yang tersebar merata pada lebar pita frekuensi tak berhingga. Distribusi AWGN dengan pdf : ( ) = [ ( ) / ]... (2.15) dimana: p(x) = probabilitas kemunculan derau σ = standar deviasi m = rataan (mean) x = variable (tegangan atau daya sinyal) AWGN merupakan model kanal sederhana dan umum dalam suatu sistem komunikasi. Model kanal ini dapat digambarkan seperti berikut: Gambar 2.2 Model Kanal Pada gambar diatas, Jika sinyal yang kirim STx(t), pada kanal akan dipengaruhi oleh derau n(t) sehingga sinyal yang diterima menjadi: SRx(t) =
16 20 STx(t) + n(t), 0 t T dimana n(t)) merupakan noise yang terjadi selama proses transmisi sinyal kirim sampai diterima bagian receiver Pembangkitan Noise Kanal AWGN Salah satu jenis noise yang ada pada setiap sistem komunikasi adalah noise thermal. Noise thermal disebabkan oleh pergerakan elektron-elektron di dalam konduktor yang ada pada sistem komunikasi, misalnya pada perangkat pengirim. Karakteristik noise thermal ini disebut white noise. Pergerakan elektron penyebab noise thermal bersifat acak, sehingga besarnya noise thermal juga berubah secara acak terhadap waktu. Perubahan secara acak tersebut dapat diperkirakan secara statistik, yaitu mengikuti Distribusi Gaussian, dengan ratarata nol. Noise thermal yang terdapat pada kanal Additive White Gaussian Noise (AWGN) ini dibangkitkan dengan menggunakan fungsi Distribusi Gaussian yang mewakili AWGN seperti pada persamaan. F(n)=... (2.16) Dimana: mean = 0 dan varians = σ2. Varians memiliki nilai: =... (2.17) Dimana = adalah kerapatan spectral daya dari noise dan adalah laju bit. Sehingga : =... (2.18)
17 21 Dimana: k = konstanta Boltzman (1, J/K) Ts = temperatur noise (K) B = bandwith noise (Hz) 2.7 Bit Error Rate (BER) Bit Error Rate Bit Error Rate (BER) adalah jumlah kesalahan bit dibagi dengan jumlah bit yang ditransfer selama interval waktu tertentu. BER merupakan ukuran performansi unitless atau tidak mempunyai ukuran, sering dinyatakan dalam prosentase. Dalam saluran yang terdistorsi noise, BER sering dinyatakan sebagai fungsi dari normalisasi rasio ukuran carrier- to noise dilambangkan Eb/N0 atau Es/N Quatenary Phase Shift Keying (QPSK) Quatenary Phase Shift Keying (QPSK) adalah salah satu modulasi digital amplitudo tetap termodulasi sudut. Dengan QPSK memungkinkan empat keluaran fasa untuk frekuensi pembawa tunggal, karena terdapat empat fasa keluaran yang berbeda untuk empat kondisi input yang berbeda pula, yaitu 00, 01, 11 dan 10. Masing-masing level sinyal disimbolkan pada perbedaan fasa sebesar 90 o. Sinyal QPSK dipresentasikan dalam persamaan matematis adalah : S QPSK = A 2 sin( t c 135 ) ; untuk binary 00 A 2 sin( t c 45 ) ; untuk binary 01 A 2 sin( t c 135 ) ; untuk binary 10 A 2 sin( t c 45 ) ; untuk binary 11
18 22 Dibit Input Q I 1 0 Q I 0 1 Q I 1 1 Q I 0 0 Phasa output PSK Gambar 2.3 Sinyal QPSK -135 Dari Gambar diatas terlihat bahwa jika masukan biner adalah 10 maka keluaran merupakan sinyal sinus dari frekuensi pembawa yang telah digeser sebesar +135 o, dan juga untuk kombinasi lainnya dari masukan biner akan menghasilkan pergeseran fasa yang berbeda Modulator QPSK Modulator terdiri dari pengubah seri ke paralel, modulator I/Q, penjumlah sinyal, dan BPF. Dua bit diumpankan ke serial to parallel. Setelah keduanya masuk secara serial, kemudian diumpankan serempak secara paralel. Bit yang satu menuju kanal I dan yang lainnya menuju kanal Q. Pada QPSK logic 1 diwakili +1 Volt sedangkan logic 0 diwakili -1 Volt. Gambar 2.4 blok diagram modulator QPSK Keluaran modulator QPSK ini berupa penjumlahan linear dari kanal I dan kanal Q seperti yang terlihat pada Tabel 2.3
19 23 Tabel 2.3 Keluaran Modulator QPSK Binary input QPSK Output I Phase Demodulator QPSK Pada demodulator QPSK, sinyal masukan demodulatormerupakan sinyal OFDM yang telah terdistorsi dengan kanal transmisi yang disebabkan AWGN dan Fading Rayleigh yang dimasukkan ke kanal I dan Q. Sinyal pada kanal I dikalikan dengan, sedangkan pada kanal Q dikalikan dengan. Kemudian kedua keluaran kanal tersebut dilewatkan LPF untuk menperoleh sinyal hasil keluarannya, yaitu data digit 0 dan 1. Gambar 2.5 diagram blok Demodulator QPSK
SIMULASI LOW DENSITY PARITY CHECK (LDPC) DENGAN STANDAR DVB-T2. Yusuf Kurniawan 1 Idham Hafizh 2. Abstrak
SIMULASI LOW DENSITY PARITY CHECK (LDPC) DENGAN STANDAR DVB-T2 Yusuf Kurniawan 1 Idham Hafizh 2 1,2 Sekolah Teknik Elektro dan Informatika, Intitut Teknologi Bandung 2 id.fizz@s.itb.ac.id Abstrak Artikel
Lebih terperinciImplementasi Encoder dan decoder Hamming pada TMS320C6416T
Implementasi Encoder dan decoder Hamming pada TMS320C6416T oleh : ANGGY KUSUMA DEWI WISMAL (2211105016) Pembimbing 1 Dr. Ir. Suwadi, MT Pembimbing 2 Titiek Suryani, MT Latar Belakang Pada pengiriman data,
Lebih terperinciBAB III PEMODELAN MIMO OFDM DENGAN AMC
BAB III PEMODELAN MIMO OFDM DENGAN AMC 3.1 Pemodelan Sistem Gambar 13.1 Sistem transmisi MIMO-OFDM dengan AMC Dalam skripsi ini, pembuatan simulasi dilakukan pada sistem end-to-end sederhana yang dikhususkan
Lebih terperinciBAB II KONSEP DASAR. 2.1 Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM)
BAB II KONSEP DASAR 2.1 Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) OFDM merupakan sebuah teknik transmisi dengan beberapa frekuensi (multicarrier) yang saling tegak lurus (orthogonal). Pada prinsipnya,
Lebih terperinciSIMULASI LOW DENSITY PARITY CHECK PADA STANDAR DVB-S2 MENGGUNAKAN MODULASI QPSK
SKRIPSI SIMULASI LOW DENSITY PARITY CHECK PADA STANDAR DVB-S2 MENGGUNAKAN MODULASI QPSK JUDUL I KADEK DENA BAHARI JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA BUKIT JIMBARAN 2015 SKRIPSI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 Latar Belakang
1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Teknik pengkodean Low-Density Parity-Check Code (LDPCC) pertama kali diperkenalkan oleh Gallager, PhD pada tahun 1960. LDPC merupakan salah satu kelas dari pengkodean
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Seluruh mata rantai broadcasting saat ini mulai dari proses produksi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seluruh mata rantai broadcasting saat ini mulai dari proses produksi hingga ke distribusi televisi telah dilakukan secara digital, namun mata rantai terakhir
Lebih terperinciANALISIS UNJUK KERJA CODED OFDM MENGGUNAKAN KODE CONVOLUTIONAL PADA KANAL AWGN DAN RAYLEIGH FADING
ANALISIS UNJUK KERJA CODED OFDM MENGGUNAKAN KODE CONVOLUTIONAL PADA KANAL AWGN DAN RAYLEIGH FADING F. L. H. Utomo, 1 N.M.A.E.D. Wirastuti, 2 IG.A.K.D.D. Hartawan 3 1,2,3 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas
Lebih terperinciPERBANDINGAN KINERJA LDPC PADA KANAL AWGN DENGAN MODULASI QPSK DAN BPSK
PERBANDINGAN KINERJA LDPC PADA KANAL AWGN DENGAN MODULASI QPSK DAN BPSK Shahih Ilmiawan Mahasiswa Politeknik Elektronika Negeri Surabaya, Jurusan Teknik Telekomunikasi Politeknik Elektronika Negeri Surabaya
Lebih terperinciBAB 3 MEKANISME PENGKODEAAN CONCATENATED VITERBI/REED-SOLOMON DAN TURBO
BAB 3 MEKANISME PENGKODEAAN CONCATENATED VITERBI/REED-SOLOMON DAN TURBO Untuk proteksi terhadap kesalahan dalam transmisi, pada sinyal digital ditambahkan bit bit redundant untuk mendeteksi kesalahan.
Lebih terperinciBAB II NOISE. Dalam sistem komunikasi, keberhasilan penyampaian informasi dari pengirim
BAB II NOISE.1 Umum Dalam sistem komunikasi, keberhasilan penyampaian informasi dari pengirim (transmitter) kepada penerima (receiver) tergantung pada seberapa akurat penerima dapat menerima sinyal yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Modulation. Channel. Demodulation. Gambar 1.1. Diagram Kotak Sistem Komunikasi Digital [1].
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tujuan Meneliti dan menganalisis Turbo Convolutional Coding dan Turbo Block Coding dalam hal (BER) Bit Error Rate sebagai fungsi Eb/No. 1.2. Latar Belakang Dalam sistem komunikasi
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Sistem Modulasi Modulasi (mapping) adalah proses perubahan karakteristik dari sebuah gelombang carrier atau pembawa aliran bit informasi menjadi simbol-simbol. Proses
Lebih terperinci2. Teori Penunjang Latar Belakang LDPC LDPC pertama kali ditemukan oleh Galagher pada 1960 dan hampir tidak dianggap. Abstrak
Analisa Kinerja Penggunaan Kode (LDPC) Low Density Parity Check Code Pada Kanal Multipath Fading Hamka, Yoedi Moegiharto 2 Mahasiswa Politeknik Elektronika Negeri Surabaya, Jurusan Teknik Telekomunikasi
Lebih terperinciKampus ITS, Surabaya
Perbandingan Kinerja LDPC (Low Density Parity Check) Dengan Metode Decoding Bit Flip Pada Kanal AWGN dan Kanal Multipath Fading Beny Nur Prasetyo 1, Ir.Yoedy Moegiharto MT 2 1 Mahasiswa Politeknik Elektronika
Lebih terperinciJURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: ( Print) A-192
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) A-192 Implementasi Dan Evaluasi Kinerja Encoder-Decoder Reed Solomon Pada M-Ary Quadrature Amplitude Modulation (M-Qam) Mengunakan
Lebih terperinciImplementasi dan Evaluasi Kinerja Kode Konvolusi pada Modulasi Quadrature Phase Shift Keying (QPSK) Menggunakan WARP
JURNAL TEKNIK ITS Vol., No. 1, (215) ISSN: 2337539 (231-9271 Print) A Implementasi dan Evaluasi Kinerja Kode Konvolusi pada Modulasi Quadrature Phase Shift Keying (QPSK) Menggunakan WARP Desrina Elvia,
Lebih terperinciModulasi Digital. Levy Olivia Nur, MT
Modulasi Digital Levy Olivia Nur, MT Model Komunikasi Digital Sumber informasi Analog atau digital Format Simbol digital Modulator Channel Baseband atau bandpass Noise Tujuan Informasi Unformat Demodulat
Lebih terperinciBab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah
Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini teknologi telekomunikasi, khususnya pada teknologi wireless, harus dapat menyediakan layanan data berkecepatan tinggi. Salah satu teknik yang digunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa yang akan datang teknologi komunikasi satelit akan bertambah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa yang akan datang teknologi komunikasi satelit akan bertambah banyak digunakan untuk mendukung layanan multimedia termasuk transmisi data. Teknologi ini menuntut
Lebih terperinciANALISIS KINERJA MOBILE SATELLITE SERVICE (MSS) PADA FREKUENSI L-BAND DI INDONESIA
ANALISIS KINERJA MOBILE SATELLITE SERVICE (MSS) PADA FREKUENSI L-BAND DI INDONESIA Prameswari R. Kusumo 1, Sugito 2, Indrarini D. I. 3 1,2,3 Departemen Teknik Elektro Institut Teknologi Telkom Jln. Telekomunikasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sangat pesat, sehingga penggunaan komputer sebagai media komunikasi bagi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini perkembangan di bidang telekomunikasi menunjukkan grafik yang sangat pesat, sehingga penggunaan komputer sebagai media komunikasi bagi perusahaan untuk
Lebih terperinciPEDOMAN PENGGUNAAN SIMULATOR PENYANDIAN DAN PENGAWASANDIAN SISTEM KOMUNIKASI BERBASIS PERANGKAT LUNAK VISUAL C#
PEDOMAN PENGGUNAAN SIMULATOR PENYANDIAN DAN PENGAWASANDIAN SISTEM KOMUNIKASI BERBASIS PERANGKAT LUNAK VISUAL C# Simulator penyandian dan pengawasandian ini dirancang untuk meyimulasikan 10 jenis penyandian
Lebih terperinciTUGAS AKHIR ANALISIS BER OFDM DENGAN MENGGUNAKAN LOW-DENSITY PARITY-CHECK (LDPC) PADA SISTEM DVB-T (DIGITAL VIDEO BROADCASTING TERRESTRIAL)
TUGAS AKHIR ANALISIS BER OFDM DENGAN MENGGUNAKAN LOW-DENSITY PARITY-CHECK (LDPC) PADA SISTEM DVB-T (DIGITAL VIDEO BROADCASTING TERRESTRIAL) Diajukan untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan
Lebih terperinciBAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISIS
BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISIS Simulasi ini bertujuan untuk meneliti Turbo Coding dalam hal Bit Error Rate (). Pada bagian ini akan ditunjukkan pengaruh jumlah shift register, interleaver, jumlah iterasi
Lebih terperinciAnalisa Sistem DVB-T2 di Lingkungan Hujan Tropis
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-5 1 Analisa Sistem DVB-T2 di Lingkungan Hujan Tropis Nezya Nabillah Permata dan Endroyono Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi
Lebih terperinciBAB III Perencanaan Jaringan VSAT Pada Bank Mandiri dengan CDMA
BAB III Perencanaan Jaringan VSAT Pada Bank Mandiri dengan CDMA Pada Tugas Akhir ini, akan dilakukan perencanaan jaringan VSAT CDMA pada Bank Mandiri, dengan hasil akhir nanti akan didapatkan apakah perlu
Lebih terperinciError Correcting Code Menggunakan Kode Low Density Parity Check (LDPC) Kristy Purba ( ) ABSTRAK
Error Correcting Code Menggunakan Kode Low Density Parity Check (LDPC) Kristy Purba (0722012) Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Jalan Prof. Drg. Suria Sumantri 65 Bandung 40164, Indonesia E-mail
Lebih terperinciBAB IV SIMULASI DAN UNJUK KERJA MODULASI WIMAX
BAB IV SIMULASI DAN UNJUK KERJA MODULASI WIMAX Sebelum pembuatan perangkat lunak simulator, maka terlebih dahulu dilakukan pemodelan terhadap sistem yang akan disimulasikan. Pemodelan ini dilakukan agar
Lebih terperinciANALISIS UNJUK KERJA TEKNIK MIMO STBC PADA SISTEM ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING
ANALISIS UNJUK KERJA TEKNIK MIMO STBC PADA SISTEM ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING T.B. Purwanto 1, N.M.A.E.D. Wirastuti 2, I.G.A.K.D.D. Hartawan 3 1,2,3 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,
Lebih terperinciPERBANDINGAN KINERJA KODE HAMMING PADA CHANNEL AWGN
PERBANDINGAN KINERJA KODE HAMMING PADA CHANNEL AWGN Staf Pengajar Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran Bali, 836 Email : sukadarmika@unud.ac.id Intisari Noise merupakan
Lebih terperinciDalam sistem komunikasi saat ini bila ditinjau dari jenis sinyal pemodulasinya. Modulasi terdiri dari 2 jenis, yaitu:
BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka Realisasi PLL (Phase Locked Loop) sebagai modul praktikum demodulator FM sebelumnya telah pernah dibuat oleh Rizal Septianda mahasiswa Program Studi Teknik
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI. Dasar teori yang mendukung untuk tugas akhir ini adalah teori tentang device atau
7 BAB II DASAR TEORI Dasar teori yang mendukung untuk tugas akhir ini adalah teori tentang device atau komponen yang digunakan, antara lain teori tentang: 1. Sistem Monitoring Ruangan 2. Modulasi Digital
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Blok Diagram Modulator 8-QAM. menjadi tiga bit (tribit) serial yang diumpankan ke pembelah bit (bit splitter)
BAB II DASAR TEORI 2.1 Modulator 8-QAM Gambar 2.1 Blok Diagram Modulator 8-QAM Dari blok diagram diatas dapat diuraikan bahwa pada modulator 8-QAM sinyal data yang dibangkitkan oleh rangkaian pembangkit
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1. Pemancar dan Penerima Sistem MC-CDMA [1].
BAB II DASAR TEORI 2.1. Sistem Multicarrier Code Divison Multiple Access (MC-CDMA) MC-CDMA merupakan teknik meletakkan isyarat yang akan dikirimkan dengan menggunakan beberapa frekuensi pembawa (subpembawa).
Lebih terperinciANALISA KINERJA ESTMASI KANAL DENGAN INVERS MATRIK PADA SISTEM MIMO. Kukuh Nugroho 1.
ANALISA KINERJA ESTMASI KANAL DENGAN INVERS MATRIK PADA SISTEM MIMO Kukuh Nugroho 1 1 Jurusan Teknik Telekomunikasi, Sekolah Tinggi Teknologi Telematika Telkom Purwokerto e-mail :kukuh@st3telkom.ac.id
Lebih terperinciSimulasi Channel Coding Pada Sistem DVB-C (Digital Video Broadcasting-Cable) dengan Kode Reed Solomon
Simulasi Channel Coding Pada Sistem DVB-C (Digital Video Broadcasting-Cable) dengan Kode Reed Solomon Ruliyanto, Idris Kusuma Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik dan Sains, Universitas Nasional
Lebih terperinciAnalisa Kinerja Alamouti-STBC pada MC CDMA dengan Modulasi QPSK Berbasis Perangkat Lunak
Analisa Kinerja Alamouti-STBC pada MC CDMA dengan Modulasi QPSK Berbasis Perangkat Lunak ABSTRAK Nur Hidayati Hadiningrum 1, Yoedy Moegiharto 2 1 Mahasiswa Politeknik Elektronika Negeri Surabaya, Jurusan
Lebih terperinciBAB III INTERFERENSI RADIO FM DAN SISTEM INTERMEDIATE DATA RATE (IDR)
BAB III INTERFERENSI RADIO FM DAN SISTEM INTERMEDIATE DATA RATE (IDR) 3.1 Interferensi Radio FM Pada komunikasi satelit banyak ditemui gangguan-gangguan (interferensi) yang disebabkan oleh banyak faktor,
Lebih terperinciPERBANDINGAN KINERJA KODE REED-SOLOMON
PERBANDINGAN KINERJA KODE REED-SOLOMON DENGAN KODE BOSE- CHAUDHURI-HOCQUENGHEM MENGGUNAKAN MODULASI DIGITAL FSK, DPSK, DAN QAM PADA KANAL AWGN, RAYLEIGH, DAN RICIAN oleh Liang Arta Saelau NIM : 612011023
Lebih terperinciBAB II PENGKODEAN. yang digunakan untuk melakukan hubungan komunikasi. Pada sistem komunikasi analog, sinyal
BAB II PENGKODEAN 2.1 Sistem Komunikasi Digital Dalam sistem telekomunikasi digital tedapat dua jenis sistem telekomunikasi, yaitu sistem komunikasi analog dan sistem komunikasi digital. Perbedaan keduanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sistem radio digital (Digital Audio Broadcasting, DAB, sekarang ini lazim
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem radio digital (Digital Audio Broadcasting, DAB, sekarang ini lazim disebut dengan radio digital) sangat inovatif dan merupakan sistem penyiaran multimedia
Lebih terperinciPraktikum Sistem Komunikasi
UNIT V Modulasi BPSK dan DPSK 1. Tujuan Praktikum 1. Mengetahui perbedaan komunikasi analog dengan komunikasi digital 2. Mengetahui jenis-jenis format data coding 3. Mampu memahami sistem komunikasi digital
Lebih terperinciHAND OUT EK. 481 SISTEM TELEMETRI
HAND OUT EK. 481 SISTEM TELEMETRI Dosen: Ir. Arjuni BP, MT Drs. Yuda Muladi, ST, M.Pd PENDIDIKAN TEKNIK TELEKOMUNIKASI JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN UNIVERSITAS
Lebih terperinciCARA KERJA SATELIT. Dalam hal perencanaan frekuensi ini (frequency planning), dunia dibagi menjadi 3, yaitu:
CARA KERJA SATELIT Primo riveral primo@raharja.info Abstrak Satelit Komunikasi adalah sebuah satelit buatan yang di tempatkan di angkasa dengan tujuan telekomunikasi. Satelit komunikasi modern menggunakan
Lebih terperinciSIMULASI PENGIRIMAN DAN PENERIMAAN INFORMASI MENGGUNAKAN KODE BCH
SIMULASI PENGIRIMAN DAN PENERIMAAN INFORMASI MENGGUNAKAN KODE BCH Tamara Maharani, Aries Pratiarso, Arifin Politeknik Elektronika Negeri Surabaya Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS, Surabaya
Lebih terperinciPRINSIP UMUM. Bagian dari komunikasi. Bentuk gelombang sinyal analog sebagai fungsi waktu
TEKNIK MODULASI PRINSIP UMUM PRINSIP UMUM Bagian dari komunikasi Bentuk gelombang sinyal analog sebagai fungsi waktu PRINSIP UMUM Modulasi merupakan suatu proses dimana informasi, baik berupa sinyal audio,
Lebih terperinciBAB II KANAL WIRELESS DAN DIVERSITAS
BAB II KANAL WIRELESS DAN DIVERSITAS.1 Karakteristik Kanal Nirkabel Perambatan sinyal pada kanal yang dipakai dalam komunikasi terjadi di atmosfer dan dekat dengan permukaan tanah, sehingga model perambatan
Lebih terperinciBlock Coding KOMUNIKASI DATA OLEH : PUTU RUSDI ARIAWAN ( )
Block Coding KOMUNIKASI DATA OLEH : (0804405050) JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2010 Block Coding Block coding adalah salah satu kode yang mempunyai sifat forward error
Lebih terperinciKode Sumber dan Kode Kanal
Kode Sumber dan Kode Kanal Sulistyaningsih, 05912-SIE Jurusan Teknik Elektro Teknologi Informasi FT UGM, Yogyakarta 8.2 Kode Awalan Untuk sebuah kode sumber menjadi praktis digunakan, kode harus dapat
Lebih terperinciSistem Telekomunikasi
Sistem Telekomunikasi Pertemuan ke,4 Modulasi Digital Taufal hidayat MT. email :taufal.hidayat@itp.ac.id ; blog : catatansangpendidik.wordpress.com 1 I II III IV V VI outline Konsep modulasi digital Kelebihan
Lebih terperinciUNJUK KERJA REF : FREEMAN FAKULTAS TEKNIK ELEKTRO
UNJUK KERJA REF : FREEMAN BLOK SISTEM KOMUNIKASI RADIO DIGITAL HPA LNA Up Converter LO LO Down Converter IF Amplifier IF Amplifier Digital Modulator LO LO Digital Demodulator Signal Predistorter Regenerator
Lebih terperinciAnalisa Kinerja Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) Berbasis Perangkat Lunak
Analisa Kinerja Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) Berbasis Perangkat Lunak Kusuma Abdillah, dan Ir Yoedy Moegiharto, MT Politeknik Elektro Negeri Surabaya Institut Teknologi Sepuluh November
Lebih terperinciANALISA KINERJA OFDM MENGGUNAKAN TEKNIK PENGKODEAN HAMMING
ANALISA KINERJA OFDM MENGGUNAKAN TEKNIK PENGKODEAN HAMMING Daud P. Sianturi *, Febrizal, ** *Teknik Elektro Universitas Riau **Jurusan Teknik Elektro Universitas Riau Kampus Binawidya Km 12,5 Simpang Baru
Lebih terperinciAnalisis Kinerja Convolutional Coding dengan Viterbi Decoding pada Kanal Rayleigh Tipe Frequency Non-Selective Fading
1 / 6 B. Ari Kuncoro Ir. Sigit Haryadi, M.T. (ari.kuncoro1987@gmail.com) (sigit@telecom.ee.itb.ac.id) KK. Telekomunikasi Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Insitut Teknologi Bandung Abstrak Salah satu
Lebih terperinciBAB II TEKNOLOGI DIGITAL VIDEO BROADCASTING-TERRESTRIAL (DVB-T) standar DVB dalam penyiaran televisi digital terrestrial (DVB-T) dan hand-held
BAB II TEKNOLOGI DIGITAL VIDEO BROADCASTING-TERRESTRIAL (DVB-T) 2.1 Umum Saat ini salah satu pengembangan DVB yang menarik adalah penggunaan standar DVB dalam penyiaran televisi digital terrestrial (DVB-T)
Lebih terperinciMODULASI. Adri Priadana. ilkomadri.com
MODULASI Adri Priadana ilkomadri.com Pengertian Modulasi Merupakan suatu proses penumpangan atau penggabungan sinyal informasi (pemodulasi) kepada gelombang pembawa (carrier), sehingga memungkinkan sinyal
Lebih terperinciBAB IV PEMODELAN SIMULASI
BAB IV PEMODELAN SIMULASI Pada tugas akhir ini akan dilakukan beberapa jenis simulasi yang bertujuan untuk mengetahui kinerja dari sebagian sistem Mobile WiMAX dengan menggunakan model kanal SUI. Parameter-parameter
Lebih terperinciSimulasi Dan Analisa Efek Doppler Terhadap OFDM Dan MC-CDMA
Simulasi Dan Analisa Efek Doppler Terhadap OFDM Dan MC-CDMA Ruliyanto, Rianto ugroho Program Studi Teknik Elektro, Fakukultas Teknik dan Sains, Universitas asional Jakarta Korespondensi: Rully_33@yahoo.co.id
Lebih terperinciBAB 3 ALGORITMA DAN MODEL 2K FFT-IFFT CORE
BAB 3 ALGORITMA DAN MODEL 2K FFT-IFFT CORE Pada Bab ini dibahas mengenai penentuan algoritma, menentukan deskripsi matematis dari algoritma, pembuatan model fixed point menggunakan Matlab, dan pengukuran
Lebih terperinciPENGARUH ERROR SINKRONISASI TRANSMISI PADA KINERJA BER SISTEM MIMO KOOPERATIF
PENGARUH ERROR SINKRONISASI TRANSMISI PADA KINERJA BER SISTEM MIMO KOOPERATIF Yuwanto Dwi Saputro 0600007 Jurusan Teknik Elektro-FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS, Keputih-Sukolilo, Surabaya-60
Lebih terperinciImplementasi Encoder dan Decoder BCH Menggunakan DSK TMS320C6416T
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6 1 Implementasi Encoder dan Decoder BCH Menggunakan DSK TMS320C6416T Mohammad Sutarto, Dr. Ir. Suwadi, MT 1), Ir. Titiek Suryani, MT. 2) Jurusan Teknik Elektro,
Lebih terperinci1.2 Tujuan Penelitian 1. Penelitian ini bertujuan untuk merancang bangun sirkit sebagai pembangkit gelombang sinus synthesizer berbasis mikrokontroler
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dewasa ini dunia telekomunikasi berkembang sangat pesat. Banyak transmisi yang sebelumnya menggunakan analog kini beralih ke digital. Salah satu alasan bahwa sistem
Lebih terperinciHAND OUT EK. 462 SISTEM KOMUNIKASI DIGITAL
HAND OUT EK. 462 SISTEM KOMUNIKASI DIGITAL Dosen: Ir. Arjuni BP, MT Dr. Enjang A. Juanda, M.Pd., MT PENDIDIKAN TEKNIK TELEKOMUNIKASI JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN
Lebih terperinciBAB II ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING (OFDM) (multicarrier) yang saling tegak lurus (orthogonal). Pada prinsipnya, teknik OFDM
BAB II ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEING (OFDM) 21 Umum OFDM merupakan sebuah teknik transmisi dengan beberapa frekuensi (multicarrier) yang saling tegak lurus (orthogonal) Pada prinsipnya, teknik
Lebih terperinciSIMULASI PENGUATAN SINYAL PADA TWTA SATELIT GEOSTASIONER
SIMULASI PENGUATAN SINYAL PADA TWTA SATELIT GEOSTASIONER M. Feriansyah, NIM L2F398318 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Abstrak Kanal satelit memiliki 4 elemen dasar yaitu
Lebih terperinciTTG3B3 - Sistem Komunikasi 2 Linear Block Code
TTG3B3 - Sistem Komunikasi 2 Linear Block Code S1 Teknik Telekomunikasi Fakultas Teknik Elektro Universitas Telkom Oleh: Linda Meylani Agus D. Prasetyo Tujuan Pembelajaran Memahami fungsi dan parameter
Lebih terperinciANALISIS KINERJA OSTBC (Orthogonal Space Time Block Code) DENGAN RATE ½ DAN ¾ MENGGUNAKAN 4 DAN 3 ANTENA MODULASI M-PSK BERBASIS PERANGKAT LUNAK
ANALISIS KINERJA OSTBC (Orthogonal Space Time Block Code) DENGAN RATE ½ DAN ¾ MENGGUNAKAN 4 DAN 3 ANTENA MODULASI M-PSK BASIS PERANGKAT LUNAK Nizal Fanani, Yoedy Moegiharto 2 1 Mahasiswa Jurusan Teknik
Lebih terperinciBAB 2 SISTEM KOMUNIKASI VSAT
BAB 2 SISTEM KOMUNIKASI VSAT 2.1 Konfigurasi Sistem Komunikasi Satelit VSAT Dalam jaringan VSAT, satelit melakukan fungsi relay, yaitu menerima sinyal dari ground segment, memperkuatnya dan mengirimkan
Lebih terperinciTeknik modulasi dilakukan dengan mengubah parameter-parameter gelombang pembawa yaitu : - Amplitudo - Frekuensi - Fasa
BAB II PEMBAHASAN Modulasi adalah proses menumpangkan sinyal informasi kepada sinyal pembawa, biasanya berupa gelombang sinus berfrekuensi tinggi. Terdapat tiga parameter kunci pada suatu gelombang sinusoidal
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN ANALISIS
BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 Pendahuluan Pada bab ini akan diuraikan hasil simulasi pengaruh K - factor pada kondisi kanal yang terpengaruh Delay spread maupun kondisi kanal yang dipengaruhi oleh frekuensi
Lebih terperinciTTG3B3 - Sistem Komunikasi 2 Modulasi Digital: PSK dan ASK
TTG3B3 - Sistem Komunikasi 2 Modulasi Digital: PSK dan ASK S1 Teknik Telekomunikasi Fakultas Teknik Elektro Universitas Telkom Oleh: Linda Meylani Agus D. Prasetyo Tujuan Pembelajaran Mengetahui jenis-jenis
Lebih terperinciLAMPIRAN PEDOMAN PENGGUNAAN ALAT
LAMPIRAN PEDOMAN PENGGUNAAN ALAT Simulator modulasi digital menggunakan perangkat lunak Matlab ini akan menampilkan hasil proses modulasi dan demodulasi, mulai dari isyarat masukan, isyarat pembawa, isyarat
Lebih terperinciKINERJA MODULASI DIGITAL DENGAN METODE PSK (PHASE SHIFT KEYING)
KINERJA MODULASI DIGITAL DENGAN METODE PSK (PHASE SHIFT KEYING) Agha Kurniawan Hapsara 1, Imam Santoso 2, Ajub Ajulian 2 Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang, Indonesia
Lebih terperinciImplementasi Encoder dan Decoder BCH Menggunakan DSK TMS320C6416T
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) A-29 Implementasi Encoder dan Decoder BCH Menggunakan DSK TMS320C6416T Mohammad Sutarto, Dr. Ir. Suwadi, MT 1), Ir. Titiek Suryani,
Lebih terperinciLatihan Soal dan Pembahasan SOAL A
Latihan Soal dan Pembahasan SOAL A 1. Jelaskan jenis-jenis modulasi digital? 2. Apa keuntungan modulasi FM jika dibandingkan dengan modulasi AM? 3. Sebutkan interface mux SDH dan dapan menampung sinyal
Lebih terperinciBAB 2 SISTEM KOMUNIKASI VSAT
BAB 2 SISTEM KOMUNIKASI VSAT 2.1 Konfigurasi Jaringan VSAT Antar stasiun VSAT terhubung dengan satelit melalui Radio Frequency (RF). Hubungan (link) dari stasiun VSAT ke satelit disebut uplink, sedangkan
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Waktu : Nopember 2009 - Maret 2010 Tempat : Laboratorium Teknik Telekomunikasi Jurusan Teknik Elektro Universitas Lampung. B. Metode Penelitian Metode
Lebih terperinciBAB IV SATELLITE NEWS GATHERING
BAB IV SATELLITE NEWS GATHERING Satellite News Gathering (SNG) adalah peralatan yang mentransmisikan sinyal informasi yang bersifat sementara dan tidak tetap dengan menggunakan sistem stasiun bumi uplink
Lebih terperinciJurnal JARTEL (ISSN (print): ISSN (online): ) Vol: 3, Nomor: 2, November 2016
ANALISIS MULTIUSERORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING (OFDM) BASIS PERANGKAT LUNAK Widya Catur Kristanti Putri 1, Rachmad Saptono 2, Aad Hariyadi 3 123 Program Studi Jaringan Telekomunikasi Digital,
Lebih terperinciSimulasi MIMO-OFDM Pada Sistem Wireless LAN. Warta Qudri /
Simulasi MIMO-OFDM Pada Sistem Wireless LAN Warta Qudri / 0122140 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Jl. Prof.Drg.Suria Sumantri, MPH 65, Bandung, Indonesia, Email : jo_sakato@yahoo.com ABSTRAK Kombinasi
Lebih terperinciEncoding dan Decoding Kode BCH (Bose Chaudhuri Hocquenghem) Untuk Transmisi Data
SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2016 Encoding dan Decoding Kode BCH (Bose Chaudhuri Hocquenghem) Untuk Transmisi Data A-3 Luthfiana Arista 1, Atmini Dhoruri 2, Dwi Lestari 3 1,
Lebih terperinciBINARY PHASA SHIFT KEYING (BPSK)
BINARY PHASA SHIFT KEYING (BPSK) Sigit Kusmaryanto http://sigitkus@ub.ac.id I Pendahuluan Modulasi adalah proses penumpangan sinyal informasi pada sinyal pembawa sehingga menghasilkan sinyal termodulasi.
Lebih terperinciQuadrature Amplitudo Modulation-16 Sigit Kusmaryanto,
Quadrature Amplitudo Modulation-16 Sigit Kusmaryanto, http://sigitkus@ub.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat, kebutuhan
Lebih terperinciRijal Fadilah. Transmisi & Modulasi
Rijal Fadilah Transmisi & Modulasi Pendahuluan Sebuah sistem komunikasi merupakan suatu sistem dimana informasi disampaikan dari satu tempat ke tempat lain. Misalnya tempat A yang terletak ditempat yang
Lebih terperinciBAB III PEMODELAN SISTEM
BAB III PEMODELAN SISTEM Untuk mengetahui unjuk kerja sistem MIMO MC-CDMA, dilakukan perbandingan dengan sistem MC-CDMA. Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, bahwa sistem MIMO MC-CDMA merupakan
Lebih terperinciKuliah 5 Pemrosesan Sinyal Untuk Komunikasi Digital
TKE 8329W Sistem Transmisi Telekomunikasi Kuliah 5 Pemrosesan Sinyal Untuk Komunikasi Digital (lanjutan) Indah Susilawati, S.T., M.Eng. Program Studi Teknik Elektro Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Universitas
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI. 7. Menuliskan kode karakter dimulai dari level paling atas sampai level paling bawah.
4 BAB II DASAR TEORI 2.1. Huffman Code Algoritma Huffman menggunakan prinsip penyandian yang mirip dengan kode Morse, yaitu tiap karakter (simbol) disandikan dengan rangkaian bit. Karakter yang sering
Lebih terperinciMODULASI. Ir. Roedi Goernida, MT. Program Studi Sistem Informasi Fakultas Rekayasa Industri Institut Teknologi Telkom Bandung
MODULASI Ir. Roedi Goernida, MT. (roedig@yahoo.com) Program Studi Sistem Informasi Fakultas Rekayasa Industri Institut Teknologi Telkom Bandung 2010 1 Pengertian Modulasi Merupakan suatu proses penumpangan
Lebih terperinciTEKNIK MODULASI DIGITAL LINEAR
TEKNIK MODULASI DIGITAL LINEAR I. Teknik Modulasi Dalam pengiriman sinyal pada sistem selular adalah berupa pengiriman sinyal baseband (sekumpulan data biner yang tidak dapat secara langsung ditransmisikan
Lebih terperinciSINYAL & MODULASI. Ir. Roedi Goernida, MT. Program Studi Sistem Informasi Fakultas Rekayasa Industri Institut Teknologi Telkom Bandung
SINYAL & MODULASI Ir. Roedi Goernida, MT Program Studi Sistem Informasi Fakultas Rekayasa Industri Institut Teknologi Telkom Bandung 2012 1 Pengertian Sinyal Merupakan suatu perubahan amplitudo dari tegangan,
Lebih terperinciPERBANDINGAN BIT ERROR RATE KODE REED-SOLOMON DENGAN KODE BOSE-CHAUDHURI-HOCQUENGHEM MENGGUNAKAN MODULASI 32-FSK
PERBANDINGAN BIT ERROR RATE KODE REED-SOLOMON DENGAN KODE BOSE-CHAUDHURI-HOCQUENGHEM MENGGUNAKAN MODULASI 3-FSK Eva Yovita Dwi Utami*, Liang Arta Saelau dan Andreas A. Febrianto Program Studi Teknik Elektro,
Lebih terperinciBAB III PERANCANGAN SISTEM DAN SIMULASI
BAB III PERANCANGAN SISTEM DAN SIMULASI Pada Tugas Akhir ini akan dianalisis sistem Direct Sequence CDMA dengan menggunakan kode penebar yang berbeda-beda dengan simulasi menggunakan program Matlab. Oleh
Lebih terperinciPENGERTIAN GELOMBANG RADIO
PENGERTIAN GELOMBANG RADIO PENGERTIAN GELOMBANG RADIO Sebelumnya kita bahas tentang Pengertian Radio Terlebih Dahulu. Radio adalah teknologi yang digunakan untuk pengiriman sinyal dengan cara Radiasi dan
Lebih terperinciBAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISIS
BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISIS Simulasi MIMO OFDM dengan teknik spatial multiplexing ini menggunakan berbagai macam parameter, yang mana dapat dilihat pada tabel 4.1. Pada simulasi, digunakan tiga
Lebih terperinciBAB II POWER CONTROL CDMA PADA KANAL FADING RAYLEIGH
BAB II POWER CONTROL CDMA PADA KANAL FADING RAYLEIGH 2.1 Multipath fading pada kanal nirkabel Sinyal yang ditransmisikan pada sistem komunikasi bergerak nirkabel akan mengalami banyak gangguan akibat pengaruh
Lebih terperinciDATA ANALOG KOMUNIKASI DATA SUSMINI INDRIANI LESTARININGATI, M.T. Transmisi Analog (Analog Transmission) Data Analog Sinyal Analog DATA ANALOG
Transmisi Analog (Analog Transmission) DATA ANALOG SINYAL ANALOG PROJECT KOMUNIKASI DATA DATA DIGITAL SUSMINI INDRIANI LESTARININGATI, M.T DATE GENAP 2013/2014 MATERI 4. TRANSMISI ANALOG Data Analog Sinyal
Lebih terperinciTeknik Sistem Komunikasi 1 BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Model Sistem Komunikasi Sinyal listrik digunakan dalam sistem komunikasi karena relatif gampang dikontrol. Sistem komunikasi listrik ini mempekerjakan sinyal listrik untuk membawa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tuntutan kebutuhan manusia untuk dapat berkomunikasi di segala tempat,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuntutan kebutuhan manusia untuk dapat berkomunikasi di segala tempat, waktu, dan kondisi (statis dan bergerak) menyebabkan telekomunikasi nirkabel (wireless) berkembang
Lebih terperinciTeknik Pengkodean (Encoding) Dosen : I Dewa Made Bayu Atmaja Darmawan
Teknik Pengkodean (Encoding) Dosen : I Dewa Made Bayu Atmaja Darmawan Pendahuluan Pengkodean karakter, kadang disebut penyandian karakter, terdiri dari kode yang memasangkan karakter berurutan dari suatu
Lebih terperinci