PROBLEMATIKA PENYELESAIAN PIUTANG BUMN DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Oleh: Wiwin Sri Rahyani, SH., MH *
|
|
- Dewi Tedja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PROBLEMATIKA PENYELESAIAN PIUTANG BUMN DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Oleh: Wiwin Sri Rahyani, SH., MH * Saat ini, peraturan perundangundangan yang berlaku dalam pengurusan piutang negara dan piutang daerah adalah Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN). Dalam Undang-Undang (UU) PUPN tersebut memberikan kewenangan kepada PUPN untuk melakukan pengurusan piutang instansi Pemerintah Pusat, instansi Pemerintah Daerah, lembaga-lembaga negara, dan badan-badan yang secara langsung maupun tidak langsung dikuasai negara (seperti Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)). Hal tersebut sesuai dengan Pasal 8 UU PUPN, piutang negara didefinisikan sebagai berikut: Yang dimaksud dengan piutang Negara atau hutang kepada Negara oleh Peraturan ini, ialah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Negara atau Badan-Badan yang baik secara langsung atau tidak langsung dikuasai oleh Negara berdasarkan suatu Peraturan, perjanjian atau sebab apapun. Berdasarkan UU tersebut, seluruh institusi tersebut wajib menyerahkan pengurusan piutang macetnya kepada PUPN. PUPN dibentuk oleh Presiden dan bersifat interkementerian yang keanggotaannya terdiri dari beberapa unsur, yaitu pejabat Kementerian Keuangan, pejabat-pejabat Angkatan Perang dan pejabat-pejabat Pemerintah lainnya seperti Kejaksaan dan Bank Indonesia. PUPN bertanggungjawab kepada Menteri Keuangan. Dalam perkembangannya, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 89 Tahun 2006 tentang Panitia Urusan Piutang Negara, PUPN Pusat beranggotakan wakil dari Kementerian Keuangan, wakil dari Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan wakil dari Kejaksaan Agung. Sementara itu, PUPN Cabang beranggotakan wakil dari Kementerian Keuangan, wakil dari Kepolisian Daerah, wakil dari Kejaksaan Tinggi, dan wakil dari Pemerintah Daerah. Piutang BUMN dalam Peraturan Perundang-undangan Pengertian keuangan negara dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara adalah segala hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Selanjutnya, dalam Pasal 2 huruf g dijabarkan lebih lanjut bahwa keuangan negara meliputi kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat 1
2 dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah. Sesuai dengan ketentuan tersebut, dapat ditafsirkan bahwa kekayaan BUMN juga termasuk domain dari keuangan negara. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 menyatakan (secara tidak langsung) bahwa piutang BUMN adalah termasuk piutang negara. Tetapi ketentuan di atas menjadi kontradiktif dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) yaitu dalam Pasal 1 angka 1 UU BUMN, disebutkan bahwa BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Dalam Pasal 4 ayat (1) disebutkan pula bahwa modal BUMN merupakan dan berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Dalam penjelasan atas Pasal 4 ayat (1) tersebut, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan dipisahkan adalah pemisahan kekayaan negara dari APBN untuk dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN untuk selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem APBN, namun pembinaan dan pengelolaannya didasarkan pada prinsipprinsip perusahaan yang sehat. Dengan adanya penjelasan Pasal 4 ayat (1) tersebut khususnya frasa pembinaan dan pengelolaannya didasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat dapat diartikan bahwa pembinaan dan pengelolaan BUMN tunduk pada UU yang mengatur mengenai Perseroan Terbatas, yang pada waktu itu masih berlaku adalah Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1995 dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun Sehingga, berdasarkan ketentuan dalam UU BUMN tersebut karena pembinaan dan pengelolaan BUMN tidak lagi didasarkan pada mekanisme APBN melainkan didasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat, maka dapat ditafsirkan bahwa piutang BUMN terlepas dari sistem APBN dan berdampak piutang BUMN tidak dapat lagi disebut sebagai piutang negara sehingga tidak berlaku ketentuan di dalam UU PUPN. Yang perlu menjadi perhatian, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003, diundangkan dalam selisih hitungan bulan saja tetapi memuat rumusan pengaturan yang berbeda. Kondisi regulasi yang berbeda inilah yang membuat BUMN menjadi ragu peraturan perundangundangan mana yang harus dijadikan dasar atau pedoman dalam penyelesaian piutang BUMN nya. Hal ini pun makin menjadi masalah dengan adanya Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Dalam Undang-Undang Perbendaharaan Negara diberikan batasan pengertian yang sama dengan UU PUPN terkait piutang negara dan piutang 2
3 daerah, artinya ketentuan mengenai piutang BUMN menjadi bagian dari pengurusan piutang negara. Kemudian sebagai peraturan pelaksana dari UU Perbendaharaan Negara lahirlah Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah. Dalam Bab V yang mengatur mengenai penghapusan piutang perusahaan negara/daerah yaitu Pasal 19 dan Pasal 20 yang menyatakan Penghapusan Secara Bersyarat dan Penghapusan Secara Mutlak atas piutang Perusahaan Negara/Daerah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Termasuk di dalam pengertian Perusahaan Negara/Daerah antara lain adalah badan usaha yang dimiliki negara/daerah dan berbentuk Perseroan atau Perusahaan Umum. Dapat diartikan bahwa dengan adanya Peraturan Pemerintah ini piutang BUMN menjadi bagian dalam pengurusan piutang negara. Dengan adanya problematika peraturan perundang-undangan dalam pengurusan penyelesaian piutang BUMN, munculah fatwa Mahkamah Agung mengenai piutang negara nomor: WKMA/Yud/20/VIII/2006 tanggal 16 Agustus 2006 yang menitikberatkan pada revisi Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun Dalam fatwa tersebut dijelaskan mengenai kekayaan negara yang dipisahkan. Mahkamah Agung mengutip Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, yang menyebutkan modal BUMN merupakan dan berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Sesuai bagian penjelasan, yang dimaksud dengan dipisahkan adalah pemisahan kekayaan negara dari APBN untuk dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN untuk selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem APBN, melainkan pada prinsipprinsip perusahaan yang sehat. Dengan kata lain, modal BUMN berasal dari kekayaan negara yang telah dipisahkan dari APBN. Fatwa tersebut membawa implikasi hukum terutama dalam penagihan kredit macet di BUMN. Berdasarkan fatwa, bank-bank BUMN seperti Bank Mandiri, BTN, dan BRI, bisa menyelesaikan sendiri piutangnya melalui mekanisme korporasi. Fatwa MA juga mengesampingkan aturan kewajiban membayar piutang kepada negara yang terdapat dalam Pasal 8 UU PUPN. Setelah munculnya fatwa Mahkamah agung tersebut kemudian lahirlah Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006 sebagai perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun Peraturan Pemerintah tersebut menghapus ketentuan Pasal 19 dan Pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 sehingga tidak berlaku lagi. Kemudian dalam Pasal II diatur bahwa Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku: a. Pengurusan Piutang Perusahaan Negara/Daerah untuk selanjutnya dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di 3
4 bidang Perseroan Terbatas dan Badan Usaha Milik Negara beserta peraturan pelaksanaannya. b. Pengurusan Piutang Perusahaan Negara/Daerah yang telah diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara c.q. Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara dan usul penghapusan Piutang Perusahaan Negara/Daerah yang telah diajukan kepada Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Piutang dan Lelang Negara tetap dilaksanakan berdasarkan Undang- Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah beserta peraturan pelaksanaannya. Secara jelas ketentuan Pasal II merubah pengurusan piutang negara yang dapat ditafsirkan bahwa piutang macet milik perusahaan negara/daerah tidak lagi diurus oleh PUPN sebagaimana diatur dalam UU PUPN, melainkan dilakukan berdasarkan mekanisme korporasi pada umumnya. Dari beberapa peraturan perundang-undangan di atas, problem yang muncul dalam pelaksanaannya akhirnya memperhatikan beberapa asas berlakunya undang-undang yang menyatakan bahwa undang-undang yang lebih baru mengalahkan undang-undang yang lebih lama (Lex posteriori derogat legi priori), undang-undang yang lebih khusus menyampingkan undang-undang yang lebih umum (Lex Specialis derogat legi genaralis). Dengan tetap harus memperhatikan hierarki peraturan perundang-undangan. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 77/PUU-IX/2011 Dengan adanya problematika terhadap pengurusan penyelesaian piutang BUMN dalam peraturan perundang-undangan, kemudian pada tanggal 25 September 2012 diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi terkait uji materiil atas Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 77/PUU-IX/2011. Pasalpasal yang diuji dalam uji materiil tersebut antara lain Pasal 4, Pasal 8, Pasal 10, dan Pasal 12 ayat (1). Dalam amar putusannya antara lain menyatakan bahwa frasa atau Badan-badan yang dimaksudkan dalam Pasal 8 Peraturan ini dalam Pasal 4 ayat (1), frasa /Badan-badan Negara dalam Pasal 4 ayat (4), frasa atau Badan-badan yang baik secara langsung atau tidak langsung dikuasai oleh negara dalam Pasal 8, serta frasa dan Badan-badan Negara dalam Pasal 12 ayat (1) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut dapat ditafsirkan bahwa PUPN tidak mempunyai wewenang lagi dalam pengurusan piutang BUMN karena seluruh atau sebagian besar 4
5 modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan dan penyelesaian piutang BUMN ya dikembalikan kepada mekanisme korporasi. Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut berimpilkasi pro dan kontra dalam pelaksanaannya. Meskipun demikian, kita harus menghormati Putusan tersebut dengan banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan antara lain bagi BUMN perlu membuat pedoman pengelolaan piutang atau kredit bermasalah yang efektif pasca putusan Mahkamah Konstitusi. Dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi tersebut seharusnya membuat BUMN semakin yakin dalam melaksanakan pengelolaan piutang dengan memperhatikan manajemen risiko BUMN dan diharapkan tetap menjaga integritasnya Selanjutnya pasca Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, seharusnya DPR dan Pemerintah dapat menyelesaikan revisi terhadap Undang- Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara yang pada periode DPR telah dilakukan pembahasan atas revisi UU tersebut tetapi berhenti karena tidak adanya kesepahaman antara DPR dan Pemerintah. Diharapakan pula dengan adanya UU yang baru nanti dapat menjamin kepastian hukum dalam pengurusan piutang negara. * Penulis adalah Perancang Undang-Undang di Sekretariat Jenderal DPR RI. wiwin.rahyani@dpr.go.id. 5
BAB V PENUTUP. jawaban terhadap permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Penyelesaian piutang perbankan BUMN pra Putusan Mahkamah
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, baik penelitian kepustakaan maupun penelitian lapangan, serta analisis dan pembahasan yang telah penulis lakukan pada bab-bab terdahulu, berikut
Lebih terperinciOleh Oktaviaa Ester Pangaribuan,
Oleh Oktaviaa Ester Pangaribuan, Widyaiswara Muda Pusdiklat KNPK PENDAHULUAN Berdasarkan ketentuan Ung-Ung Tugas berdasarkan Pasal 4 Nomor 49 Prp. Tahun 1960, Kementerian Negara/Lembaga Pemerintah Non
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2006 TENTANG
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1387, 2013 KEMENTERIAN KEUANGAN. Piutang. Pengembalian. BUMN. BUMD. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 168/PMK.06/2013 TENTANG TATA CARA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional yang telah dilaksanakan selama ini telah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional yang telah dilaksanakan selama ini telah menunjukkan kemajuan di berbagai bidang kehidupan masyarakat, yang meliputi bidang sosial budaya
Lebih terperinciPENGELOLAAN PIUTANG BUMN PERSERO PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77/PUU-
SKRIPSI PENGELOLAAN PIUTANG BUMN PERSERO PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77/PUU- IX/2011 TENTANG PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 49 Prp TAHUN 1960 TENTANG PANITIA URUSAN PIUTANG
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.992, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Piutang Negara. Macet. Pengurusan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.40/Menhut-II/2013 TENTANG TATA
Lebih terperinciBAB IV KONSEP TENTANG KEUANGAN NEGARA YANG IDEAL BERDASARKAN TINDAK PEMERINTAHAN
BAB IV KONSEP TENTANG KEUANGAN NEGARA YANG IDEAL BERDASARKAN TINDAK PEMERINTAHAN A. Antinomi Konsep Keuangan Negara Dalam Sistem Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia Dalam sub bab ini penulis hendak
Lebih terperinciMenimbang : a. Mengingat : Peraturan...
1 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.40/Menhut-II/2013 T E N T A N G TATA CARA PENGURUSAN PIUTANG NEGARA MACET LINGKUP KEMENTERIAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI
Lebih terperinciPENYERTAAN MODAL NEGARA
PENYERTAAN MODAL NEGARA A. PENGERTIAN PENYERTAAN MODAL Definisi secara umum penyertaan modal yaitu suatu usaha untuk memiliki perusahaan yang baru atau yang sudah berjalan, dengan melakukan setoran modal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini jumlah perkara tindak pidana korupsi yang melibatkan Badan Usaha Milik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini jumlah perkara tindak pidana korupsi yang melibatkan Badan Usaha Milik Negara berbentuk Persero (selanjutnya disebut BUMN Persero) sering terjadi. Perkara
Lebih terperinciBPK TETAP AUDIT KEUANGAN BADAN USAHA MILIK NEGARA.
BPK TETAP AUDIT KEUANGAN BADAN USAHA MILIK NEGARA http://www.actual.co Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tetap akan mengaudit atau memeriksa laporan keuangan dari 138 (seratus tiga puluh delapan) Badan Usaha
Lebih terperinciMATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN
MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG NEGARA/DAERAH SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN PERATURAN PEMERINTAH
Lebih terperinciMENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 230/PMK.05/2009 TENTANG PENGHAPUSAN PIUTANG BADAN LAYANAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinci2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
No. 428, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. PNBP. Piutang Negara. Pengurusan. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.27/Menlhk/Setjen/Keu-1/2/2016
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 38 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG DAERAH LAINNYA BUPATI BERAU,
SALINAN SALINAN PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 38 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG DAERAH LAINNYA BUPATI BERAU, Menimbang : a. bahwa untuk menindak lanjuti Peraturan Bupati Berau Nomor 12
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 122 / PMK.06 / 2007 TENTANG KEANGGOTAAN DAN TATA KERJA PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA MENTERI KEUANGAN,
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 122 / PMK.06 / 2007 TENTANG KEANGGOTAAN DAN TATA KERJA PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa untuk
Lebih terperincijtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 83 TAHUN 2012
- 1 - jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 83 TAHUN 2012 TENTANG PENGHAPUSAN PIUTANG BADAN LAYANAN UMUM DAERAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciProblematika Pemahaman Unsur Merugikan Keuangan Negara dalam Tindak Pidana Korupsi dari Perspektif Hukum Tata Negara
Problematika Pemahaman Unsur Merugikan Keuangan Negara dalam Tindak Pidana Korupsi dari Perspektif Hukum Tata Negara Prof. Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D. Diskusi Ahli diselenggarakan BHACA, TII, dan
Lebih terperinciBERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2013 NOMOR : 46 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG DAERAH
BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2013 NOMOR : 46 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CILEGON, Menimbang
Lebih terperinciUji Materiil Undang-Undang Keuangan Negara
Uji Materiil Undang-Undang Keuangan Negara nasional.sindonews.com Perdebatan tentang Undang-Undang Keuangan Negara yang menyatakan aset BUMN 1 menjadi bagian dari kekayaan negara masih terus bergulir.
Lebih terperinciHarmonisasi Peraturan Perundang-undangan Oleh: A.A. Oka Mahendera, S.H.
Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan Oleh: A.A. Oka Mahendera, S.H. Disharmonisasi antara Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan dengan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 43
BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 43 PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 43 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 59 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN PIUTANG
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1976 TENTANG PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA DAN BADAN URUSAN PIUTANG NEGARA
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1976 TENTANG PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA DAN BADAN URUSAN PIUTANG NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : Bahwa lebih meningkatkan pelaksanaan
Lebih terperinci2014, No c. bahwa guna memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan Pencegahan dalam rangka pengurusan Piutang Negara dan tidak dilaksanakannya
No.323, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Piutang Negara. Pengurusan. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 /PMK.06/2014 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN
Lebih terperinciPotret Kebijakan Penggunaan Barang Milik Negara Dari Berbagai Sudut Pandang
Potret Kebijakan Penggunaan Barang Milik Negara Dari Berbagai Sudut Pandang Oleh Drs. Herri Waloejo Widyaiswara Pusdiklat KNPK 1 Abstrak Saat ini terdapat beberapa peraturan terkait kebijakan penggunaan
Lebih terperinciBERITA DAERAH KOTA BEKASI
BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 55 2014 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 55 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI, Menimbang
Lebih terperinciLIBERALISASI BADAN USAHA MILIK NEGARA.
LIBERALISASI BADAN USAHA MILIK NEGARA http://www.forbumn.com Sejumlah kalangan meminta Mahkamah Konstitusi (MK) menolak judicial review i atas kewenangan audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 301/KMK.01/2002 TENTANG PENGURUSAN PIUTANG NEGARA KREDIT PERUMAHAN BANK TABUNGAN NEGARA
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 301/KMK.01/2002 TENTANG PENGURUSAN PIUTANG NEGARA KREDIT PERUMAHAN BANK TABUNGAN NEGARA Menimbang : MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Piutang
Lebih terperinci2017, No Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 ten
No.201, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. Penghapusan Piutang Negara/Daerah. Tata Cara. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6119) PERATURAN PEMERINTAH
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/KMK.08/2002 TENTANG PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/KMK.08/2002 TENTANG PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa perubahan Struktur Organisasi Badan Urusan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa:
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi perkembangan perekonomian nasional yang bergerak cepat, kompetitif, dan terintegrasi dengan tantangan yang semakin kompleks serta sistem keuangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merangsang dan menumbuhkan motivasi masyarakat untuk meningkatkan. produktifitas di bidang usahanya. Meningkatnya pembangunan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era pembangunan dewasa ini, peranan kredit sebagai salah satu sumber pembiayaan pembangunan sangatlah penting untuk menunjang, merangsang dan menumbuhkan
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG KEUANGAN NEGARA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG KEUANGAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 378/KMK.01/2004 TENTANG
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 378/KMK.01/2004 TENTANG PENGURUSAN DAN PENGHAPUSAN PIUTANG NEGARA PADA INSTANSI PEMERINTAH BERKAITAN DENGAN OTONOMI DAERAH MENTERI KEUANGAN REPUBLIK
Lebih terperinciKAJIAN PENDALAMAN. Perkara Nomor 1/PUU-XVI/2018
KAJIAN PENDALAMAN Perkara Nomor 1/PUU-XVI/2018 Tentang Pengujian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
Lebih terperinciRechtsVinding Online
KONSTITUSIONALITAS KETENTUAN KONSULTASI YANG MENGIKAT BAGI PENYELENGGARA PEMILU Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 19 Juni 2016; disetujui: 8 Agustus 2016 Pasal 9 huruf a dan Pasal 22B huruf a dalam
Lebih terperinciTENTANG PENGELOLAAN DAN PENGHAPUSAN PIUTANG BADAN LAYANAN UMUM DAERAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DOKTER MOHAMAD SOEWANDHIE KOTA SURABAYA
SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 45 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENGHAPUSAN PIUTANG BADAN LAYANAN UMUM DAERAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DOKTER MOHAMAD SOEWANDHIE KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Universitas Indonesia
120 BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan Dari seluruh penjelasan dan uraian yang diberikan pada bab-bab sebelumnya, secara umum dapat disimpulkan bahwa kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan pada Badan Usaha
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.90, 2013 KEMENTERIAN KEUANGAN. Dana Belanja Pensiun. PT Taspen (PERSERO). Perhitungan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/PMK.02/2013
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 62/PUU-XI/2013 Definisi Keuangan Negara dan Kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 62/PUU-XI/2013 Definisi Keuangan Negara dan Kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan I. PEMOHON 1. Pemohon I, Forum Hukum Badan Usaha Milik Negara dalam hal ini diwakili oleh
Lebih terperinciBAB II KELEMBAGAAN DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA (DJKN)
BAB II KELEMBAGAAN DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA (DJKN) A. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) A.1. Sejarah dan Perkembangan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) adalah suatu Direktorat
Lebih terperinciPENGHARMONISASIAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DIREKTORAT JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM
PENGHARMONISASIAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN OLEH: DIREKTUR HARMONISASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN II Jakarta, 15 Maret 2017 DIREKTORAT JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM
Lebih terperinciKEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA INSTRUKSI JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : INS-003/G/9/1994 TENTANG TATA LAKSANA PELAYANAN HUKUM PERTIMBANGAN HUKUM DAN TINDAKAN HUKUM LAIN JAKSA AGUNG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan yang terlepas dari kekuasaan eksekutif, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (selanjutnya
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 62/PUU-XI/2013 Definisi Keuangan Negara dan Kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 62/PUU-XI/2013 Definisi Keuangan Negara dan Kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan I. PEMOHON 1. Forum Hukum Badan Usaha Milik Negara, sebagai Pemohon I dalam
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 4/PUU-XIII/2015 Penerimaan Negara Bukan Pajak (Iuran) Yang Ditetapkan Oleh Peraturan Pemerintah
RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 4/PUU-XIII/2015 Penerimaan Negara Bukan Pajak (Iuran) Yang Ditetapkan Oleh Peraturan Pemerintah I. PEMOHON PT. Gresik Migas, dalam hal ini diwakili oleh Bukhari dalam
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Piutang Negara. Pengurusan. Perubahan.
No.86, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Piutang Negara. Pengurusan. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88/PMK.06/2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN
Lebih terperinciKEKAYAAN NEGARA YANG DIPISAHKAN
KEKAYAAN NEGARA YANG DIPISAHKAN Definisi definisi yang digunakan dalam pelaksanaan dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan adalah sebagai berikut : a. Penyertaan Modal Negara (PMN) adalah kekayaan
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 16/PUU-X/2012 Tentang KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 16/PUU-X/2012 Tentang KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI I. Pemohon 1. Iwan Budi Santoso S.H. 2. Muhamad Zainal Arifin S.H. 3. Ardion
Lebih terperinciDesain Tata Kelola Kelembagaan Hulu Migas Menuju Perubahan UU Migas Oleh: Wiwin Sri Rahyani * Naskah diterima: 13 April 2015; disetujui: 22 April 2015
Desain Tata Kelola Kelembagaan Hulu Migas Menuju Perubahan UU Migas Oleh: Wiwin Sri Rahyani * Naskah diterima: 13 April 2015; disetujui: 22 April 2015 Sudah lebih dari 2 (dua) tahun tepatnya 13 November
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XIII/2015 Proses Seleksi Pengangkatan Hakim
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUUXIII/2015 Proses Seleksi Pengangkatan Hakim I. PEMOHON 1. Dr. H. Imam Soebechi, S.H., M.H.; 2. Dr. H. Suhadi, S.H., M.H.; 3. Prof. Dr. H. Abdul Manan, S.H., S.IP.,
Lebih terperinciKUASA HUKUM Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Maret 2014.
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 54/PUU-XII/2014 Penetapan Tersangka dan Kewenangan Pegawai Internal BPK Sebagai Ahli Dalam Persidangan Atas Hasil Audit Laporan Internal Badan Pemeriksa
Lebih terperinciPROVINSI JAWA TENGAH
PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR : 59 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN PIUTANG PASIEN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH HJ. ANNA LASMANAH BANJARNEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Tata kerja. Panitia urusan piutang negara.
No.337, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Tata kerja. Panitia urusan piutang negara. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 155/PMK.06/2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS
Lebih terperinci-2-2. Penyempurnaan pengaturan penghapusan Piutang Negara yang bersumber dari penerusan pinjaman luar negeri/rekening dana investasi/rekening pembangu
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I KEUANGAN. Penghapusan Piutang Negara/Daerah. Tata Cara. Perubahan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 201) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan. adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.680, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Piutang. Penyelesaian. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75/PMK.06/2016 TENTANG PENYELESAIAN PIUTANG INSTANSI PEMERINTAH YANG DIURUS/DIKELOLA
Lebih terperinciMENTERIKEUANGAN REPUBUK INDONESIA SALIN AN
MENTERIKEUANGAN REPUBUK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PMK.06/2016 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS PERATURAN MENTER! KEUANGAN NOMOR 128/PMK.06/2007 TENTANG PENGURUSAN
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 40/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 40/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK I. PEMOHON 1. Dr. Harun Al Rasyid, S.H., M.Hum sebagai Pemohon I; 2. Hotman Tambunan, S.T., MBA.sebagai Pemohon II; 3. Dr.
Lebih terperinci2017, No kementerian/lembaga tanpa pernyataan dirampas, serta relevansi harga wajar benda sitaan Rp300,00 (tiga ratus rupiah) yang dapat dijual
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.751, 2017 KEJAKSAAN. Benda Sitaan atau Barang Rampasan Negara atau Sita Eksekusi. Pelelangan atau Penjualan Langsung. PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR:
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 302/KMK.01/2002 TENTANG
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 302/KMK.01/2002 TENTANG PEMBERIAN PERTIMBANGAN ATAS USUL PENGHAPUSAN PIUTANG NEGARA YANG BERASAL DARI INSTANSI PEMERINTAH ATAU LEMBAGA NEGARA MENTERI
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.8, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Penyetoran. PNBP. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/PMK.02/2013 TENTANG TATA CARA PENYETORAN PENERIMAAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 218/PMK. 02/2010 TENTANG TATA CARA PERHITUNGAN, PENYEDIAAN, PENCAIRAN, DAN PERTANGGUNGJAWABAN DANA BELANJA PENSIUN YANG DILAKSANAKAN OLEH PT TASPEN (PERSERO) DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Tata Cara. Sistem Informasi. Treasury National Pooling.
No.64, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Tata Cara. Sistem Informasi. Treasury National Pooling. PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 61 /PMK.05/2009 TENTANG PENERAPAN TREASURY NOTIONAL
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 136/PMK.05/2006 TENTANG
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 136/PMK.05/2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 119/PMK.05/2006 TENTANG TATA CARA PENYEDIAAN, PENCAIRAN, DAN PENGELOLAAN DANA DUKUNGAN INFRASTRUKTUR
Lebih terperinciWALIKOTA LANGSA PERATURAN WALIKOTA LANGSA NOMOR 80 TAHUN 2013 TENTANG
WALIKOTA LANGSA SALINAN PERATURAN WALIKOTA LANGSA NOMOR 80 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA LANGSA NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH KOTA LANGSA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
Lebih terperinciPENGHAPUSAN PIUTANG BADAN LAYANAN UMUM DAERAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TUGUREJO PROVINSI JAWA TENGAH
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TUGUREJO PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TUGUREJO PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR : TENTANG PENGHAPUSAN PIUTANG BADAN LAYANAN UMUM DAERAH RUMAH
Lebih terperinciSISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA DAN PEMERINTAH PUSAT. Created By: Ilma Rafika Andhianty Nur Pratiwi
SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA DAN PEMERINTAH PUSAT Created By: Ilma Rafika Andhianty Nur Pratiwi Pengertian Keuangan Negara Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 125/PUU-XIII/2015 Penyidikan terhadap Anggota Komisi Yudisial
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 125/PUU-XIII/2015 Penyidikan terhadap Anggota Komisi Yudisial I. PEMOHON Dr. H. Taufiqurrohman Syahuri, S.H Kuasa Hukum Dr. A. Muhammad Asrun, S.H., M.H. dkk berdasarkan
Lebih terperinci2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang
No.993, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMKEU. Keanggotaan dan Tata Kerja Panitia. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102/PMK.06/2017 TENTANG KEANGGOTAAN DAN TATA KERJA
Lebih terperinciIndonesia Tahun 2005 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4515); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 138/PMK.06/2010 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA RUMAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,
Lebih terperinciPEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DALAM PERSEPEKTIF DESENTRALISASI. Dr. KURNIASIH, SH, M.Si DIREKTUR PRODUK HUKUM DAERAH
PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DALAM PERSEPEKTIF DESENTRALISASI Dr. KURNIASIH, SH, M.Si DIREKTUR PRODUK HUKUM DAERAH DIREKTORAT JENDERAL OTONOMI DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI 2016 LEMBAGA-LEMBAGA DALAM
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.777, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Piutang. Instansi Pemerintahan. Dikelola. Panitia Usaha Piutang Negara. Ditjen Kekayaan Negara. Penyelesaian. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK
Lebih terperinciBAB III KEDUDUKAN SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 34/PUU- XII/2014
BAB III KEDUDUKAN SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 34/PUU- XII/2014 A. Latar Belakang Keluarnya SEMA No. 7 Tahun 2014 Pada awalnya SEMA dibentuk berdasarkan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 138/PMK.06/2010 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA RUMAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
1 of 14 8/26/2010 12:01 PM MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 138/PMK.06/2010 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA RUMAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 18/PUU-XV/2017 Daluwarsa Hak Tagih Utang Atas Beban Negara
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 18/PUU-XV/2017 Daluwarsa Hak Tagih Utang Atas Beban Negara I. PEMOHON Ir. Sri Bintang Pamungkas, MSISE., Ph.D. II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Pasal 40 ayat (1)
Lebih terperinciAnalis Hukum Senior, Direktorat Hukum Bank Indonesia
PENANGANAN PERMASALAHAN PERBANKAN PASCA BENCANA GEMPA BUMI DAN TSUNAMI DI WILAYAH PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KABUPATEN NIAS PROPINSI SUMATERA UTARA Oleh : Arief R. Permana, S.H.M.H. 1 PENDAHULUAN
Lebih terperinciWALIKOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN WALIKOTA SAMARINDA NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG
SALINAN WALIKOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN WALIKOTA SAMARINDA NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG RETRIBUSI DAERAH ATAU PIUTANG BADAN LAYANAN UMUM DAERAH DENGAN
Lebih terperinciSTATUS KEKAYAAN NEGARA PADA BUMN
STATUS KEKAYAAN NEGARA PADA BUMN BAGIAN ANALISA APBN, SEKRETARIAT JENDERAL DPR RI 2 0 0 7 STATUS KEKAYAAN NEGARA PADA BUMN Abstraksi Kinerja BUMN dalam dua tahun terakhir tidak menunjukkan perkembangan
Lebih terperinci2016, No Investasi pada Badan Usaha Milik Negara/Perseroan Terbatas sebagaimana dimaksud dalam huruf a, belum memuat pengaturan penyelesaian pi
No.147, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Piutang Negara. Optimalisasi. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PMK.05/2016 TENTANG TATA CARA OPTIMALISASI
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.588, 2012 KEMENTERIAN KEUANGAN. Penyelesaian. Piutang. Panitia Urusan Piutang Negara. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88/PMK.06/2012 TENTANG PENYELESAIAN
Lebih terperinciBUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGHAPUSAN PIUTANG BADAN LAYANAN UMUM DAERAH BUPATI MALANG,
BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGHAPUSAN PIUTANG BADAN LAYANAN UMUM DAERAH BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 86 ayat (2) Peraturan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan
Lebih terperinciPENGANTAR ILMU HUKUM. Henry Anggoro Djohan
PENGANTAR ILMU HUKUM Henry Anggoro Djohan Mengatur hubungan antara manusia secara perorangan dengan suatu masyarakat sebagai kelompok manusia. Beberapa definisi hukum dari sarjana hukum 1. E. Utrech memberikan
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Dana Belanja Pensiun. PT. Taspen. Prosedur.
No.593, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Dana Belanja Pensiun. PT. Taspen. Prosedur. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 218/PMK.02/2010 TENTANG TATA CARA PERHITUNGAN,
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.HH-04.AH TAHUN 2011 TENTANG
PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.HH-04.AH.11.01 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENDAFTARAN PENYESUAIAN PARTAI POLITIK BERBADAN HUKUM DAN PARTAI POLITIK
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2014 TENTANG PENJUALAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH BERUPA KENDARAAN PERORANGAN DINAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2014 TENTANG PENJUALAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH BERUPA KENDARAAN PERORANGAN DINAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciTugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan
Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Oleh: Dr. (HC) AM. Fatwa Wakil Ketua MPR RI Kekuasaan Penyelenggaraan Negara Dalam rangka pembahasan tentang organisisasi
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG TIM PENERTIBAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG TIM PENERTIBAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Barang Milik Negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. nasional. Tanggung jawab penyelesaian masalah ini tidak hanya bertumpu pada satu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyelesaian piutang negara macet merupakan salah satu aspek penting dari pengelolaan keuangan negara yang memerlukan perhatian khusus agar dapat terselenggara efektif,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara tersebut menimbulkan hak dan kewajiban bagi negara yang dapat dinilai
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tujuan negara Indonesia 1 sebagaimana tercantum dalam alinea keempat Pembukaan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945) diwujudkan oleh sebuah
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Treasury National Pooling. Bendahara Penerimaan.
No.245, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Treasury National Pooling. Bendahara Penerimaan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 126/PMK.05/2009 TENTANG PENERAPAN
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBAGA SANDI NEGARA. Kerugian Negara. Penyelesaian. Tata Cara.
14 No.154, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBAGA SANDI NEGARA. Kerugian Negara. Penyelesaian. Tata Cara. PERATURAN KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2014 TENTANG PENJUALAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH BERUPA KENDARAAN PERORANGAN DINAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2014 TENTANG PENJUALAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH BERUPA KENDARAAN PERORANGAN DINAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 134/PMK.010/2017 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DITANGGUNG PEMERINTAH ATAS PENGHASILAN DARI
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 134/PMK.010/2017 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DITANGGUNG PEMERINTAH ATAS PENGHASILAN DARI PENGHAPUSAN PIUTANG NEGARA YANG DITERIMA PERUSAHAAN DAERAH AIR
Lebih terperinci