BAB 29 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 29 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL"

Transkripsi

1 BAB 29 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL Pembangunan di bidang perlindungan sosial merupakan salah satu prioritas pemerintah, terutama perlindungan terhadap mereka yang kurang beruntung. Upaya pemerintah dalam bidang perlindungan sosial meliputi pemberian bantuan sosial dan menyempurnakan sistem jaminan sosial berbasis asuransi terutama bagi masyarakat miskin. Upaya pemerintah berkaitan dengan pemberian bantuan sosial meliputi bantuan sosial, baik bagi perseorangan maupun bagi kelompok yang mengalami kehilangan peranan sosial atau yang menjadi korban bencana, sedangkan upaya pemerintah dalam bidang jaminan sosial bertujuan untuk memelihara taraf kesejahteraan sekiranya masyarakat menghadapi risiko atas perubahan kehidupan yang mendadak karena terjadinya musibah atau kejadian lain yang berdampak pada penghidupannya. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya dalam menangani masalah sosial seperti kemiskinan, ketelantaran, kecacatan, ketunaan sosial, keterpencilan, dan korban bencana alam. Selain itu, pemerintah secara bertahap terus menyempurnakan sistem jaminan sosial berbasis asuransi, terutama bagi mereka yang miskin.

2 I. Permasalahan yang Dihadapi Selain yang telah disebutkan di atas, permasalahan sosial yang masih dihadapi oleh sebagian masyarakat adalah kerawanan sosial ekonomi, penyimpangan perilaku, eksploitasi yang berlebihan, dan diskriminasi. Pembangunan sosial diharapkan dapat menyentuh seluruh permasalahan tersebut, namun tidak dapat dihindari bahwa pembangunan masih menyisakan sejumlah persoalan yang mengakibatkan sekelompok orang menjadi terabaikan dan tidak ikut menikmati hasil pembangunan secara layak. Terabaikannya mereka menimbulkan kerawanan sosial ekonomi dan berpotensi meningkatkan jumlah penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS). Persoalan pokoknya terletak pada belum terpenuhinya kebutuhan dasar, seperti pangan, sandang, dan perumahan, dan belum sepenuhnya terpenuhi aksesibilitas masyarakat yang memiliki keterbatasan kemampuan terhadap berbagai sumber pelayanan sosial dasar. Terjadinya kenaikan harga bahan bakar minyak beberapa waktu lalu berimbas pada kenaikan harga barang kebutuhan pokok masyarakat yang mengurangi tingkat kemampuan konsumsi masyarakat. Untuk mengurangi ekses kejadian tersebut dan mengantisipasi penurunan kesejahteraan masyarakat, pemerintah berinisiatif menyalurkan bantuan yang berbentuk subsidi langsung tunai (SLT) yang dialokasikan kepada 19,1 juta rumah tangga miskin (RTM) yang dilaksanakan sejak awal tahun 2006 dan berakhir pada bulan September pada tahun yang sama. Sasaran penerima bantuan SLT tersebut adalah RTM yang meliputi rumah tangga sangat miskin/fakir miskin (poorest), rumah tangga miskin (poor) dan rumah tangga hampir miskin (near poor). Ketelantaran umumnya dialami oleh mereka (bayi, anak-anak dan lanjut usia/lansia) yang tanggung jawab pengasuhannya berada di pihak lain, tetapi tidak dapat dilaksanakan dengan baik sehingga kebutuhan dasarnya tidak terpenuhi, baik secara jasmani, rohani maupun sosial. Berdasarkan Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kesejahteraan Sosial Departemen Sosial (Depsos), pada tahun 2004 terungkap bahwa jumlah anak telantar di Indonesia sekitar 3,3 juta anak atau sekitar 5,4 persen dari jumlah anak-anak, pada tahun 2006 jumlah anak telantar turun menjadi anak. Untuk kelompok 29-2

3 lanjut usia, tantangannya adalah penyediaan pelayanan bagi lansia sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia. Saat ini, jumlah orang lanjut usia telantar, berdasarkan data Pusdatin Kesejahteraan Sosial tahun 2006, adalah jiwa. Jumlah ini menurun bila dibandingkan dengan data tahun 2004 yaitu sebesar jiwa. Tantangan yang dihadapi dalam melayani para lansia adalah penyediaan jaminan sosial, baik formal maupun informal, terutama mereka yang telantar dan tidak potensial. Penyediaan lapangan kerja yang sesuai dengan kemampuan fisik lansia yang masih potensial juga merupakan tantangan tersendiri yang perlu mendapat perhatian. Kecacatan dapat menyebabkan hak dasar penyandangnya untuk tumbuh kembang dan berkreasi sebagaimana manusia yang sempurna menjadi terkendala. Undang-Undang No. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat mendefinisikan penyandang cacat sebagai orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental yang dapat mengganggu dan menjadi rintangan serta hambatan baginya dalam melakukan aktivitas kesehariannya secara layak. Data Pusdatin Departemen Sosial tahun 2006 memperlihatkan bahwa jumlah penyandang cacat sebanyak orang, sedangkan jumlah penyandang cacat eks penderita penyakit kronis sebanyak orang. Kecacatan akan menjadi permasalahan yang lebih kompleks apabila dikaitkan dengan masalah sosial lainnya seperti kemiskinan. Kekurangmampuan sosial ekonomi menambah keterbatasan pada penyandang cacat yang mempengaruhi keleluasaan aktivitas fisik, kepercayaan, harga diri, dan interaksi sosial mereka, baik antarmanusia maupun antarlingkungan sekitarnya. Penyandang cacat cenderung mengalami kesulitan untuk memperoleh pekerjaan. Selain terbatasnya jumlah lapangan kerja bagi mereka, pemberi kerja cenderung mempekerjakan orang tidak cacat. Dengan sedikitnya lapangan pekerjaan saat ini, menyebabkan kedudukan penyandang cacat dalam mencari kerja menjadi semakin terdesak. Selain itu, permasalahan yang terjadi adalah akibat terbatasnya sarana dan prasarana pelayanan sosial, pendidikan dan kesehatan serta pelayanan lainnya yang dibutuhkan oleh penyandang cacat, termasuk aksesibilitas terhadap pelayanan umum yang mempermudah kehidupan penyandang cacat. 29-3

4 Kecacatan juga dapat diakibatkan oleh konflik sosial dan kontak senjata yang terjadi di suatu wilayah. Selain mereka yang terlibat langsung dalam konflik tersebut, anak-anak dan perempuan termasuk kelompok yang sering menjadi korban. Sampai saat ini, penyandang cacat perempuan belum terjangkau oleh program pemberdayaan perempuan. Kecacatan dapat pula terjadi akibat malnutrisi terkait dengan buruknya kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi. Berdasarkan Laporan Perkembangan Millenium Development Goals (MDGs), pada tahun 2003 di Indonesia terdapat 8,3 persen balita yang mengalami gizi buruk. Kecelakaan lalu lintas juga dapat mengakibatkan kecacatan seperti cacat anggota tubuh, kerusakan otak, dan kelainan perilaku. Kecacatan akibat kecelakaan lalu lintas cenderung meningkat. Hal itu dapat terjadi akibat urbanisasi dan semakin tingginya intensitas pergerakan penduduk yang tidak diimbangi oleh meningkatnya disiplin berlalu lintas. Menurut data Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas) Mabes Polri, korban kecelakaan lalu lintas di Indonesia selama tahun 2004, sebesar 34,7 persen di antaranya meninggal dunia 27,8 persen mengalami luka berat, dan 37,5 persen mengalami luka ringan. Kecacatan juga bisa terkait dengan usia tua, seperti buta, tuli, penyakit tulang, dan kelainan mental. Hal itu banyak ditemukan di negara-negara dengan komposisi penduduk yang semakin menua. Dalam mendukung pemberian pelayanan kepada penyandang cacat, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional telah mengeluarkan Surat Edaran No.3064/M.PPN/05/2006 tanggal 19 Mei 2006 tentang Perencanaan Pembangunan yang Memberi Aksesibilitas bagi Penyandang Cacat. Surat tersebut menegaskan bahwa masyarakat dan pemerintah wajib menyediakan aksesibilitas sarana dan prasarana umum bagi penyandang cacat pada bangunan umum, jalan umum, pertamanan, pemakaman umum, dan angkutan umum yang dilaksanakan secara bertahap dengan memerhatikan prioritas aksesibilitas yang dibutuhkan penyandang cacat. Sebelumnya, juga telah dijabarkan aturan mengenai dukungan fasilitas terhadap penyandang cacat dalam Surat Edaran Menteri Sosial No.A/A164/VIII/2002/MS tanggal 13 Agustus 2002, yang menyatakan agar ketentuan tersebut dapat dikoordinasikan pelaksanaannya. Hal-hal yang perlu dikoordinasikan mencakup (1) 29-4

5 penyediaan fasilitas/aksesibilitas bagi para penyandang cacat di gedung-gedung pemerintah dan sarana umum seperti yang telah dilaksanakan oleh sebagian instansi/lembaga di Indonesia; dan (2) pembangunan gedung baru agar menyediakan aksesibilitas bagi penyandang cacat dengan memperhitungkan proses rancang bangun sesuai dengan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum (Kepmen PU) No. 468/KPTS/1998 tentang Persyaratan Teknis Aksesibilitas pada Bangunan Umum dan Lingkungan tanggal 1 Desember Kepmen PU tersebut telah diganti dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2006 tanggal 1 Desember 2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan. Populasi tuna sosial berdasarkan Data Pusdatin Departemen Sosial pada tahun 2006, berjumlah kurang lebih orang, yang terdiri atas pengemis sebanyak orang, gelandangan sebanyak orang, tuna susila sebanyak orang, bekas warga binaan pemasyarakatan sebanyak orang, dan penyandang HIV/AIDS sebanyak orang. Hingga saat ini, kelompok tuna sosial tersebut masih terus ditangani dan diatasi dengan memerhatikan hak-hak mereka sebagai warga negara Indonesia. Permasalahan sosial akibat bencana alam dan kerusuhan ataupun konflik sosial tetap mendapat perhatian, karena bencana umumnya menimbulkan korban dan kejadiannya sulit untuk diperkirakan. Sebagian besar wilayah Indonesia termasuk daerah yang rawan bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, letusan gunung api, banjir, dan kekeringan. Akibat yang ditimbulkan bencana tersebut adalah korban jiwa, kehilangan harta benda, kerusakan rumah, sarana dan prasarana umum, pengungsian, dan kekurangan makanan. Kejadian bencana alam seperti banjir bandang, tanah longsor, gempa, angin puting beliung selama tahun 2006 terjadi di beberapa tempat. Gempa bumi berskala besar terjadi di DI Yogyakarta dan Jawa Tengah beberapa waktu lalu dan gempa bumi yang diikuti Tsunami terjadi pula di Pantai Selatan Jawa Barat dan Jawa Tengah. Selain permasalahan akibat bencana alam, berbagai bencana sosial seperti konflik masih berlangsung secara simultan. Hal itu terjadi di antaranya akibat masih kentalnya faktor kedaerahan, kesukuan, dan keagamaan. Untuk itu, penanganan 29-5

6 bencana sosial lebih diarahkan pada upaya pencegahan. Pelaporan data dari daerah, khususnya data tentang korban bencana, sering mengalami kelambatan sehingga terkesan bantuan bagi para korban bencana lamban atau tidak sampai kepada yang membutuhkan. Hal itu diperkuat dengan masih adanya keterbatasan peralatan evakuasi korban, pembenahan, pembersihan lokasi bencana yang rusak, minimnya sarana dan prasarana umum serta jalur transportasi menuju ke lokasi bencana. Terbatasnya jumlah tenaga lapangan yang terdidik dan terlatih serta berkemampuan dalam bidang kesejahteraan sosial menyebabkan terbatasnya jangkauan dan kemampuan pelayanan pelaku pembangunan kesejahteraan sosial dari unsur masyarakat. Sumber dan potensi mereka dalam peningkatan kesejahteraan sosial terkendala oleh belum tertatanya sistem dan standar pelayanan minimal bidang kesejahteraan sosial. Terbatasnya jumlah SDM dalam bidang kesejahteraan sosial yang profesional disebabkan oleh antara lain, masih terbatasnya jumlah sarana dan prasarana bagi penyelenggaraan kegiatan pelayanan, rehabilitasi, dan reintegrasi. Selain itu, masih beragamnya kriteria PMKS menyebabkan hambatan pelaksanaan program kesejahteraan sosial, terutama dalam penentuan sasaran. Jaringan kerja antartenaga kerja sosial masyarakat juga masih lemah. Hal itu berdampak pada koordinasi kerja antarinstansi, baik pada tingkat nasional maupun daerah dan koordinasi antarkeduanya. Untuk mengatasi berbagai permasalahan yang diperkirakan masih akan terus dihadapi dalam beberapa tahun mendatang, pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial perlu diperkuat dengan lebih mengutamakan peran aktif masyarakat yang diikuti dengan penggalian dan pengembangan nilai-nilai sosial budaya, seperti kesetiakawanan sosial dan gotong royong. Selain itu, perlu ditingkatkan profesionalisme pelayanan kesejahteraan sosial dan keserasian kebijakan kesejahteraan sosial, baik pada tingkat nasional maupun daerah. 29-6

7 II. Langkah Kebijakan dan Hasil yang Dicapai Kebijakan yang ditempuh dalam meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan masyarakat akan terus dilanjutkan guna menjaga kesinambungan program dan kegiatan pelayanan sosial kepada masyarakat. Untuk memberdayakan masyarakat miskin, dilanjutkan pelaksanaan program bantuan langsung pemberdayaan sosial (BLPS) dalam bentuk pemberian bantuan modal usaha ekonomi produktif (UEP) bagi kelompok usaha bersama (KUBE) produktif. UEP ditujukan untuk memberdayakan masyarakat miskin yang telah membentuk KUBE. Sasaran dari langkah kebijakan itu, antara lain, adalah: (1) memberikan bantuan modal UEP kepada KK atau KUBE di 33 provinsi, 99 kabupaten dan 198 kecamatan; (2) menetapkan pendamping sosial baik tingkat Desa/Kelurahan, Kecamatan dan Tingkat Kabupaten/Kota; dan (3) melaksanakan kegiatan pemantauan (monitoring) dan evaluasi terhadap program. Dalam pelaksanaan pemberdayaan komunitas adat terpencil (KAT), hasil yang dapat dicapai pada tahun 2006 dari kebijakan pemberian bantuan KAT adalah KK atau terjadi kenaikan sebesar 5,19 persen untuk program yang sama di tahun sebelumnya. Kegiatan-kegiatan pokok yang dilaksanakan adalah: (1) persiapan kegiatan pemberdayaan yang meliputi pemetaan, penjajagan, studi kelayakan dan pemantapan kesiapan masyarakat; (2) pelaksanaan kegiatan pemberdayaan yang berkaitan dengan pemukiman dan penempatan warga serta pemberian stimulus; dan (3) pelaksanaan pemantapan kegiatan terkait dengan lingkungan sosial, sumber daya manusia, dan kerja sama pemberdayaan. Pelaksanaan pelayanan dan perlindungan kesejahteraan sosial anak dengan sasaran keseluruhan sebanyak anak yang terdiri atas anak telantar sebanyak orang di 33 provinsi, anak jalanan sebanyak orang di 24 provinsi, anak nakal sebanyak anak di 31 provinsi, dan anak cacat sebanyak anak di 31 provinsi. Kegiatan tersebut bertujuan meningkatkan kelangsungan hidup, tumbuh kembang, dan partisipasi anak; menghindarkan anak dari tindak kekerasan, perlakuan salah, eksploitasi dan diskriminatif; serta meningkatkan kepedulian masyarakat dalam menangani masalah sosial anak di lingkungannya. 29-7

8 Sasaran pelaksanaan program pelayanan dan perlindungan kesejahteraan sosial bagi para lanjut usia telantar pada tahun 2007 yang berjumlah orang di 33 provinsi dilakukan, antara lain, melalui pemberian dana jaminan sosial bagi lanjut usia telantar yang bertujuan meringankan beban pengeluaran untuk pemenuhan kebutuhan dasar, pemeliharaan kesehatan lansia, dan peningkatan kesejahteraan sosial bagi lansia agar dapat menikmati taraf hidup sewajarnya. Pemberian dana jaminan sosial bagi lanjut usia telantar diberikan dengan syarat tertentu, yaitu kepada lansia yang tidak produktif dan sudah tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari lagi, berusia 60 tahun ke atas, menderita sakit-sakitan, bukan penyandang cacat fisik, mental, dan cacat ganda. Selain itu, lansia tersebut juga belum pernah mendapatkan perawatan/pelayanan secara permanen dan tidak sedang menerima bantuan/santunan, baik dari pemerintah maupun lembaga sosial serta tidak memiliki sumber penghasilan, baik dari diri sendiri maupun orang lain untuk memenuhi kebutuhan dasar. Kegiatan pemberian dana jaminan sosial lanjut usia (JSLU) untuk tahun 2007 dialokasikan kepada lansia telantar sebagai penjabaran Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, perluasan perlindungan sosial dan aksesibilitas bagi lanjut usia, pengembangan model pelayanan Day Care Services Temporary Care, Trauma Center, pelaksanaan subsidi silang dan model persiapan pralanjut usia serta perluasan uji coba model pemberian jaminan sosial untuk lansia telantar. Komisi Nasional Lanjut Usia telah berperan dalam memberikan saran dan pertimbangan dalam penentuan kebijakan pemerintah di bidang lanjut usia. Pelaksanaan program yang terkait dengan penyandang cacat adalah pelayanan dan rehabilitasi penyandang cacat dengan alokasi sasaran kepada orang di 33 provinsi. Salah satu kegiatannya adalah rehabilitasi sosial berupa pelayanan dalam panti dan pemberian dana jaminan sosial. Sebanyak penyandang cacat berat, yaitu yang tingkat kecacatannya tidak dapat direhabilitasi dan sangat bergantung kepada bantuan orang lain serta tidak dapat menafkahi dirinya sendiri, tetapi terdaftar sebagai penduduk setempat, diberi bantuan dana jaminan sosial untuk memenuhi kebutuhan dasar minimal. 29-8

9 Selama tahun 2006, hasil yang telah dicapai dalam penanganan ketunaan sosial adalah pelayanan dan rehabilitasi sosial terhadap orang tuna sosial (terdiri atas wanita tuna susila, gelandangan, pengemis dan bekas narapidana), dan orang korban penyalahgunaan napza di 31 provinsi. Selain itu, juga terdapat pelaksanaan kegiatan melalui 34 unit pelaksana teknis (UPT) untuk pelayanan dan rehabilitasi sosial yang terdiri atas 3 balai besar rehabilitasi sosial, 30 panti sosial dan 1 balai penerbitan Braille. Kegiatan UPT tersebut mencapai sasaran sebanyak orang di 33 UPT. Selain itu, telah dilaksanakan pula pemberian subsidi untuk tambahan pemenuhan kebutuhan dasar kepada klien di panti sosial. Bantuan UEP telah diberikan kepada 855 panti sosial, sedangkan kegiatan peningkatan sarana dan prasarana dilakukan di 36 panti eks Depsos yang tersebar di 16 provinsi. Program Keluarga Harapan (PKH) merupakan program pemberian uang tunai kepada rumah tangga sangat miskin (RTSM) yang memenuhi persyaratan tertentu, sebagai upaya pengembangan sistem perlindungan sosial. Uji coba PKH tahun 2007 ditujukan kepada RTSM yang memiliki anak berusia 0-15 tahun dan/atau ibu hamil pada saat dilakukan survei registrasi untuk menyusun beneficiary roster dengan metode pendataan yang disempurnakan untuk mengurangi tingkat kesalahan (inclusion error dan exclusion error). Lokasi yang dipilih sebagai uji coba PKH berdasarkan pada kriteria kesediaan daerah, kondisi kemiskinan, gizi buruk, angka putus sekolah dan kesiapan supply side pelayanan kesehatan dan pendidikan yang menghasilkan terpilihnya 348 kecamatan, 48 kabupaten dan 7 provinsi sebagai lokasi uji coba PKH yaitu sebagai berikut: DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Barat, Sulawesi Utara, Gorontalo dan Nusa Tenggara Timur. Hasil yang telah dicapai dalam pelaksanaan Program SLT- RTM, antara lain, adalah tahap I (Oktober Desember 2005) diperuntukan bagi 14,4 juta RTM, tahap II (1 Januari - 31 Maret 2006) bagi 17,2 juta RTM, tahap III (1 April - 30 Juni 2006) bagi 12,2 juta RTM, dan tahap IV (Juli September 2006) bagi 19,1 juta RTM. 29-9

10 Selain itu, melalui program kemitraan usaha antarkelompok usaha bersama fakir miskin (KUBE FM) dengan swasta, pemberian modal usaha ekonomi produktif (UEP), dan modal usaha bergulir untuk KUBE fakir miskin telah diberi bantuan kepada 309 LKM dengan pendekatan bagi hasil (syariah). Keluarga fakir miskin yang dibantu usahanya pada tahun 2005 sebanyak KK atau sekitar KUBE. Secara umum, program pemberdayaan fakir miskin itu ditujukan kepada rumah tangga di 33 provinsi meningkat sebesar 13,04 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Kegiatan yang dilakukan dalam pelaksanaan bantuan dan jaminan kesejahteraan sosial, antara lain dengan: (1) menyediakan bantuan dasar berupa pangan, sandang, papan, dan fasilitas bantuan tanggap darurat dan bantuan pemulangan/terminasi, serta stimulan bahan bangunan rumah bagi korban bencana alam, bencana sosial dan PMKS; (2) memberikan bantuan kepada pengungsi akibat konflik sosial dan pekerja migran telantar; (3) memberikan bantuan kepada korban tindak kekerasan melalui perlindungan dan advokasi sosial; dan (4) menyelenggarakan bantuan dan jaminan sosial kepada fakir miskin dan PMKS lainnya. Dalam penanganan masalah bencana, beberapa hasil yang telah dicapai adalah: (1) pemberian bantuan fisik dan nonfisik kepada korban bencana alam yang terjadi pada berbagai wilayah; (2) pemberian santunan sosial kepada ahli waris yang anggotanya meninggal dunia/hilang akibat bencana alam, sebanyak 798 jiwa; (3) pemberian bantuan evacuation kit, terdiri atas tenda peleton, tenda regu, genset, perahu karet bermesin, velbed, rompi pelampung, alat dapur, mobil dapur umum lapangan (dumlap), dan alat komunikasi bagi 60 kabupaten/kota yang rawan bencana alam; (4) pemberian bantuan bahan bangunan rumah (BBR) bagi korban bencana alam pada berbagai wilayah di tiga provinsi bagi kepala keluarga di 15 provinsi; dan (5) pemantapan taruna siaga bencana (Tagana), instruktur, Satgasos PB, tim reaksi cepat, dan penyelenggaraan mobil dapur umum lapangan di 33 provinsi. Bantuan sosial lainnya yang telah diberikan kepada korban bencana sosial di beberapa daerah, antara lain, adalah: (1) pemberian bantuan tanggap darurat untuk pengungsi akibat konflik sosial; (2) pemberian bantuan untuk pemulangan pengungsi/terminasi sebanyak 29-10

11 KK di 12 provinsi; dan (3) pemberian bantuan pemulangan pekerja migran bermasalah sebanyak jiwa. Penelitian dan pengembangan kesejahteraan sosial dilakukan dengan beberapa kegiatan antara lain: (1) meningkatkan keterampilan para perencana program dalam mengembangkan mekanisme perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi pelayanan kesejahteraan sosial; (2) mengkaji dan meneliti upaya peningkatan kualitas pelayanan kesejahteraan sosial, termasuk manajemen, sarana, dan prasarana; (3) melaksanakan sosialisasi pengarusutamaan gender bidang sosial pada tingkat akar rumput (grass root level) di 33 provinsi; dan (4) melaksanakan kegiatan keterampilan dan pengembangan kapasitas berwawasan gender bagi warga binaan sosial. Hasil yang dicapai dalam pelaksanaan kegiatan penelitian dan pengembangan kesejahteraan sosial adalah: (1) terlaksananya pelatihan dan pendidikan kedinasan bagi pelaksana pembangunan kesejahteraan sosial untuk program pendidikan bagi D-4, S-1, S-2, dan S-3; (2) terlaksananya kegiatan penelitian dan pengkajian bidang kesejahteraan sosial sebanyak 17 judul penelitian; (3) terlaksananya sosialisasi pengarusutamaan gender bidang sosial pada tingkat akar rumput (grass root level) di 33 provinsi; dan (4) pelatihan keterampilan bidang kewirausahaan, khususnya bagi kelompok miskin perempuan. Dalam rangka pemberdayaan kelembagaan kesejahteraan sosial, kegiatan yang dilakukan, antara lain, adalah: (1) meningkatkan peran aktif masyarakat dalam mendukung upaya penyelenggaraan pelayanan kesejahteraan sosial bagi PMKS; (2) meningkatkan kualitas SDM bidang kesejahteraan sosial dan masyarakat (PSM/relawan sosial, Karang Taruna, organisasi sosial, termasuk kelembagaan sosial di tingkat lokal); (3) meningkatkan kerja sama pelaku-pelaku Usaha Kesejahteraan Sosial (UKS), masyarakat dan dunia usaha, termasuk organisasi sosial tingkat lokal; dan (4) meningkatkan pelestarian nilai kepahlawanan, keperintisan, dan kejuangan. Hasil yang dicapai, antara lain, adalah: (1) terbentuknya kelompok wahana kesejahteraan sosial berbasis masyarakat melalui 29-11

12 pertemuan lembaga sosial komunitas lokal di berbagai desa yang tersebar di 33 provinsi; (2) terberdayakannya organisasi sosial, karang taruna dan pekerja sosial masyarakat; (3) terjalinnya kerja sama kemitraan dengan dunia usaha; (4) terlaksananya pelestarian nilai-nilai kepahlawanan, keperintisan, dan kejuangan; dan (5) terpugar serta terpeliharanya 37 Taman Makam Pahlawan (TMP), 93 Makam Pahlawan Nasional (MPN), pemberian bantuan rumah bagi 93 Perintis Kemerdekaan, dan pemberian bantuan kesehatan kepada 435 Perintis Kemerdekaan, Janda Perintis Kemerdekaan dan 74 Keluarga Pahlawan, serta penelitian kesejarahan terhadap 8 orang Pahlawan Nasional. Penyuluhan kesejahteraan sosial selama tahun 2006 dilakukan dengan: (1) meningkatkan penyuluhan kesejahteraan sosial, khususnya untuk daerah terpencil, rawan/pascakonflik, daerah rawan bencana dan daerah gugus pulau; (2) meningkatkan kualitas penyuluhan sosial melalui media massa cetak dan elektronik; dan (3) meningkatkan kualitas penyuluh kesejahteraan sosial melalui pelatihan bimbingan tenaga penyuluh. Penyuluhan kesejahteraan sosial yang telah dilaksanakan selama ini, mencakup: (1) penyuluhan sosial di daerah terpencil, rawan/pascakonflik, rawan bencana dan daerah gugus pulau; (2) kegiatan penyuluhan sosial dan penyuluhan sosial keliling di gugus pulau dan perdesaan di daerah perbatasan, (3) penyuluhan sosial melalui film, media massa cetak (majalah, koran, pamplet), dan media elektronik (televisi dan radio). Kegiatan pengembangan dan keserasian kebijakan kesejahteraan rakyat untuk kepentingan masyarakat, dilakukan dengan: (1) melakukan koordinasi dengan instansi terkait untuk menyinergikan pendanaan dalam upaya penanggulangan kemiskinan; (2) mendorong terbentuknya Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan di Daerah; dan (3) melaksanakan koordinasi pelaksanaan kebijakan pemenuhan kebutuhan dasar dan pangan bagi keluarga miskin; (4) mendukung koordinasi pelaksanaan kegiatan yang menyangkut tanggap cepat kesejahteraan rakyat, seperti kejadian luar biasa (merebaknya penyakit, korban bencana alam, dan konflik sosial); (5) melaksanakan koordinasi dalam rangka Program Nasional Pengembangan Masyarakat (PNPM) Mandiri, dan PKH; (6) melaksanakan koordinasi penyusunan peraturan perundang

13 undangan yang menyangkut kesejahteraan rakyat, terutama fakir miskin dan orang tidak mampu. Hasil yang telah dicapai selama ini, antara lain, adalah: (1) tersusunnya kesepakatan mengenai kebijakan dan pelaksanaan peningkatan kesejahteraan rakyat dengan berbagai instansi; (2) terbentuknya tim koordinasi penanggulangan kemiskinan di daerah; (3) tertanganinya masalah strategis yang menyangkut tanggap cepat kesejahteraan rakyat, seperti kejadian luar biasa (merebaknya penyakit, korban bencana alam, dan konflik sosial); (4) terlaksananya koordinasi pemberian bantuan bencana yang selama ini terjadi di berbagai wilayah; dan (5) terserasinya penanganan masalah yang menyangkut kesejahteraan rakyat, terutama fakir miskin dan orang tidak mampu. III. Tindak Lanjut yang Diperlukan Untuk mewujudkan suatu sistem jaminan sosial yang lebih efektif, mendidik dan tepat sasaran, pengembangan PKH melalui pemberian bantuan langsung bersyarat kepada RTSM secara berkesinambungan diharapkan menjadi suatu rintisan yang akan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Melalui PKH, mereka yang miskin dan berada pada usia wajib belajar atau putus sekolah dasar, serta ibu yang sedang hamil akan mendapatkan pelayanan pendidikan dan kesehatan yang memadai. Untuk menanggulangi kemiskinan, Program Bantuan Langsung Pemberdayaan Sosial sebagai pendukung PNPM Mandiri diharapkan menjadi suatu gerakan nasional. Program itu berwujud pembangunan berbasis masyarakat yang menjadi kerangka kebijakan serta acuan dan pedoman pelaksanaan berbagai program pemberdayaan masyarakat. PNPM Mandiri diharapkan dapat menjadi suatu gerakan yang terintegrasi dan terkoordinasi secara multisektoral untuk melepaskan masyarakat dari jerat kemiskinan. Pelaksanaannya dilakukan secara bertahap yang diawali oleh tahap internalisasi program, tahap pelembagaan, dan tahap keberlanjutan. Untuk mengatasi berbagai masalah yang masih dihadapi, tindak lanjut yang akan dilaksanakan dalam pembangunan 29-13

14 perlindungan dan kesejahteraan sosial antara lain adalah: (1) meningkatkan penyempurnaan sistem jaminan kesejahteraan sosial bagi penduduk fakir miskin, rentan, dan PMKS; (2) meningkatkan jangkauan pemberdayaan sosial dengan memperhatikan kondisi sasaran program dan arah pemberdayaan sosial yang ditetapkan; dan (3) memantapkan dan meningkatkan kinerja program serta percepatan pemberdayaan sosial. Sebagai tindak lanjut penyediaan pelayanan kepada anak dan lanjut usia telantar, akan ditingkatkan pelatihan keterampilan dan praktik belajar kerja bagi anak telantar, terutama anak jalanan, anak cacat, dan anak nakal. Selain itu, juga ditingkatkan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan sosial dan hukum bagi korban eksploitasi, perdagangan perempuan dan anak, serta korban kekerasan. Untuk lanjut usia telantar sangat miskin, akan dilaksanakan peningkatan pelayanan dan jaminan sosial bagi orang. Untuk mendukung pelayanan kepada penyandang cacat, tindak lanjut yang akan dilaksanakan adalah meningkatkan layanan dan jaminan sosial bagi orang penyandang cacat berat. Selain itu, juga disampaikan bantuan operasional kepada panti yang melayani para penyandang cacat untuk memulihkan fungsi sosial dan melindungi mereka dari berbagai bentuk kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi, serta pemenuhan hak penyandang cacat khususnya dalam bidang pendidikan, kesehatan, hukum, dan ketenagakerjaan. Untuk mengatasi permasalahan sosial akibat bencana, akan dilaksanakan beberapa kegiatan, di antaranya: (1) meningkatkan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia dalam penanggulangan bencana seperti pelatihan taruna siaga bencana (Tagana), Tim Reaksi Cepat (TRC), petugas Posko Penanggulangan Bencana (Posko PB), Satuan Tugas Logistik; dan (2) menjamin ketersediaan bantuan darurat pada tingkat pusat dan daerah seperti beras, lauk-pauk, sandang, dan peralatan dapur keluarga sebagai buffer stock kesiapsiagaan menghadapi bencana. Pembangunan kesejahteraan sosial perlu diperkuat sehubungan dengan berbagai permasalahan yang diperkirakan masih akan terus dihadapi dalam beberapa tahun mendatang. Untuk itu, diperlukan 29-14

15 pelaksanaan beberapa kegiatan sebagai berikut: (1) meningkatkan peran aktif masyarakat dan kemitraan dengan dunia usaha; (2) meningkatkan kualitas penyuluhan, khususnya di daerah kumuh, perbatasan, daerah rawan konflik, dan daerah gugus pulau melalui media massa cetak dan elektronik; (3) meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan pengawasan sehingga mampu mendorong terlaksananya pembangunan kesejahteraan sosial, mempunyai daya cegah dan deteksi dini terhadap kemungkinan terjadinya penyimpangan; dan (4) memperbaiki dan meningkatkan kualitas sistem pendataan serta pelaporan, baik tingkat pusat maupun daerah

BAB 29 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

BAB 29 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAB 29 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL Perlindungan dan kesejahteraan sosial diperlukan bagi seluruh rakyat Indonesia untuk meningkatkan kualitas kehidupan yang layak dan bermartabat.

Lebih terperinci

BAB 28 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

BAB 28 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAB 28 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL A. KONDISI UMUM Pelaksanaan pembangunan bidang kesejahteraan sosial selama periode 2001-2004 memperlihatkan kondisi yang menggembirakan, terutama

Lebih terperinci

BAB 28 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

BAB 28 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAB 28 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAB 28 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL A. KONDISI UMUM Pelaksanaan pembangunan bidang kesejahteraan sosial selama periode 2001-2004

Lebih terperinci

BAB 29 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

BAB 29 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAB 29 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL Peningkatan hasil pembangunan telah dilakukan dalam memenuhi hak-hak dasar manusia dan memutus rantai kemiskinan. Upaya mewujudkan suatu sistem

Lebih terperinci

BAB 29 PENINGKATAN PERLINDUNGAN

BAB 29 PENINGKATAN PERLINDUNGAN BAB 29 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL Perlindungan dan kesejahteraan sosial merupakan hal-hal yang berkaitan dengan keterlantaran baik anak maupun lanjut usia, kecacatan, ketunasosialan,

Lebih terperinci

BAB 29 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

BAB 29 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAB 29 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL Peningkatan perlindungan dan kesejahteraan sosial merupakan salah satu prioritas pembangunan bidang sosial terutama perlindungan terhadap mereka

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK IND()NESIA BAB 28 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

PRESIDEN REPUBLIK IND()NESIA BAB 28 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL REPUBLIK IND()NESIA BAB 28 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAB 28 PENINGKATAN PE RLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL A. KONDISI UMUM Pembangunan kesejahteraan sosial di Indonesia saat

Lebih terperinci

IV.B.22. Urusan Wajib Sosial

IV.B.22. Urusan Wajib Sosial 22. URUSAN SOSIAL UUD 45 telah mengamanatkan bahwa Negara wajib memberi perlindungan dan jaminan kesejahteraan sosial. Beberapa masalah yang masih perlu mendapat perhatian diantaranya masih rendahnya kualitas

Lebih terperinci

IV.B.22. Urusan Wajib Sosial

IV.B.22. Urusan Wajib Sosial 22. URUSAN SOSIAL Perlindungan dan kesejahteraan sosial diperlukan bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945. Meskipun telah banyak dicatat beberapa keberhasilan, beberapa masalah

Lebih terperinci

- 1 - WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

- 1 - WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL - 1 - WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang

Lebih terperinci

Jl. Sukarno Hatta Giri Menang Gerung Telp.( 0370 ) , Fax (0370) Kode Pos TELAAHAN STAF

Jl. Sukarno Hatta Giri Menang Gerung Telp.( 0370 ) , Fax (0370) Kode Pos TELAAHAN STAF PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK BARAT DINAS SOSIAL, TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI Jl. Sukarno Hatta Giri Menang Gerung Telp.( 0370 ) 681150, 681156 Fax (0370) 681156 Kode Pos 83363 TELAAHAN STAF Kepada : Bapak

Lebih terperinci

7. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Banyuasin di Provinsi Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

7. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Banyuasin di Provinsi Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 70 Menimbang : Mengingat : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUASIN, a. bahwa setiap warga

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 63 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS SOSIAL PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 63 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS SOSIAL PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 63 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS SOSIAL PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

- 1 - PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS SOSIAL TIPE C DAERAH KABUPATEN/KOTA (PENGELOMPOKAN TUGAS BERDASARKAN FUNGSI)

- 1 - PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS SOSIAL TIPE C DAERAH KABUPATEN/KOTA (PENGELOMPOKAN TUGAS BERDASARKAN FUNGSI) - 1 - LAMPIRAN VI PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS SOSIAL DAERAH PROVINSI DAN DINAS SOSIAL DAERAH KABUPATEN/KOTA. PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS

Lebih terperinci

IV.B.22. Urusan Wajib Sosial

IV.B.22. Urusan Wajib Sosial 22. URUSAN SOSIAL Pembangunan Bidang Kesejahteraan Sosial adalah bagian yang tidak terpisahkan dengan pembangunan nasional. Sasaran utama pembangunan Kesejahteraan Sosial adalah Penyandang Masalah Kesejahteraan

Lebih terperinci

- 1 - PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS SOSIAL TIPE B DAERAH KABUPATEN/KOTA (PENGELOMPOKAN TUGAS BERDASARKAN FUNGSI)

- 1 - PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS SOSIAL TIPE B DAERAH KABUPATEN/KOTA (PENGELOMPOKAN TUGAS BERDASARKAN FUNGSI) - 1 - LAMPIRAN V PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS SOSIAL DAERAH PROVINSI DAN DINAS SOSIAL DAERAH KABUPATEN/KOTA. PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS

Lebih terperinci

- 1 - PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS SOSIAL TIPE A DAERAH KABUPATEN/KOTA (PENGELOMPOKAN TUGAS BERDASARKAN FUNGSI)

- 1 - PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS SOSIAL TIPE A DAERAH KABUPATEN/KOTA (PENGELOMPOKAN TUGAS BERDASARKAN FUNGSI) - 1 - LAMPIRAN IV PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS SOSIAL DAERAH PROVINSI DAN DINAS SOSIAL DAERAH KABUPATEN/KOTA. PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS

Lebih terperinci

LAMPIRAN III PERATURAN BUPATI KARANGASEM NOMOR 41 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS DINAS DAERAH KABUPATEN KARANGASEM. Dinas Sosial 1.

LAMPIRAN III PERATURAN BUPATI KARANGASEM NOMOR 41 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS DINAS DAERAH KABUPATEN KARANGASEM. Dinas Sosial 1. 57 Dinas Sosial 1. KEPALA DINAS LAMPIRAN III PERATURAN BUPATI KARANGASEM NOMOR 41 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS DINAS DAERAH KABUPATEN KARANGASEM Kepala Dinas Sosial Kabupaten Karangasem mempunyai tugas

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 12 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS SOSIAL KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 80 TAHUN 2008 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 80 TAHUN 2008 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 80 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN TUGAS SEKRETARIAT, BIDANG, SUB BAGIAN DAN SEKSI DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR MENIMBANG : bahwa

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 23 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS SOSIAL PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

- 1 - PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS SOSIAL TIPE B DAERAH PROVINSI (PENGELOMPOKAN TUGAS BERDASARKAN FUNGSI)

- 1 - PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS SOSIAL TIPE B DAERAH PROVINSI (PENGELOMPOKAN TUGAS BERDASARKAN FUNGSI) - 1 - LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS SOSIAL DAERAH PROVINSI DAN DINAS SOSIAL DAERAH KABUPATEN/KOTA. PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 10 TAHUN

PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 10 TAHUN SALINAN BUPATI TOLITOLI PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEJAHTERAAN SOSIAL KABUPATEN TOLITOLI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TOLITOLI, Menimbang

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : Mengingat : a. bahwa Pancasila

Lebih terperinci

- 1 - PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS SOSIAL TIPE A DAERAH PROVINSI (PENGELOMPOKAN TUGAS BERDASARKAN FUNGSI)

- 1 - PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS SOSIAL TIPE A DAERAH PROVINSI (PENGELOMPOKAN TUGAS BERDASARKAN FUNGSI) - 1 - LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS SOSIAL DAERAH PROVINSI DAN DINAS SOSIAL DAERAH KABUPATEN/KOTA. PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SIDOARJO PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS SOSIAL KABUPATEN SIDOARJO DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 85 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 85 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 85 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS SOSIAL KOTA BATU DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015 DINAS SOSIAL PROVINSI SULAWESI SELATAN

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015 DINAS SOSIAL PROVINSI SULAWESI SELATAN PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015 DINAS SOSIAL PROVINSI SULAWESI SELATAN NO SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET (1) (2) (3) (4) 1 2 Berkontribusinya menurunkan jumlah Penyandang Masalah Kesejahteraan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 71 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 71 TAHUN 2016 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 71 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak untuk

Lebih terperinci

WALIKOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN

WALIKOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN WALIKOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG NOMOR 63 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

RANCANGAN. PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Nomor : Tahun 2016

RANCANGAN. PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Nomor : Tahun 2016 1 RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Nomor : Tahun 2016 TENTANG PENANGANAN DAN PEMBERDAYAAN PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL SAMARINDA, Pebruari 2016 2 RANCANGAN PERATURAN DAERAH

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Banjarmasin, 10 Januari 2015 KEPALA DINAS SOSIAL PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

KATA PENGANTAR. Banjarmasin, 10 Januari 2015 KEPALA DINAS SOSIAL PROVINSI KALIMANTAN SELATAN KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan yang Maha Esa, Laporan Kinerja Dinas Sosial Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2015 dapat diselesaikan. Laporan kinerja merupakan bentuk

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR KESEJAHTERAAN RAKYAT URUSAN SOSIAL

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR KESEJAHTERAAN RAKYAT URUSAN SOSIAL SALINAN ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA Jalan Ampera Raya No. 7, Jakarta Selatan 12560, Indonesia Telp. 62 21 7805851, Fax. 62 21 7810280 http://www.anri.go.id, e-mail: info@anri.go.id PERATURAN KEPALA

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN TINGKAT SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH

RENCANA KINERJA TAHUNAN TINGKAT SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH RENCANA KINERJA TAHUNAN TINGKAT SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH : DINAS SOSIAL KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL PEMERINTAH PROVINSI NTB TAHUN ANGGARAN : 2016 SASARAN STRATEGIS

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 83 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS SOSIAL, PENGENDALIAN PENDUDUK

Lebih terperinci

RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN

RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN Lampiran III Peraturan Daerah Nomor Tanggal : : Tahun 2017 27 Januari 2017 PEMERINTAH KOTA MEDAN RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka implementasi Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-undang Nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial dan untuk mendukung

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL I. UMUM Pembangunan kesejahteraan sosial merupakan perwujudan dari upaya mencapai tujuan

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS DINAS SOSIAL PROVINSI BALI TAHUN

RENCANA STRATEGIS DINAS SOSIAL PROVINSI BALI TAHUN RENCANA STRATEGIS DINAS SOSIAL PROVINSI BALI TAHUN 2013-2018 Tujuan Sasaran Strategis Target Strategi Satuan Uraian Indikator Tujuan Target Tujuan Uraian Indikator Kinerja 2014 2015 2016 2017 2018 Kebijakan

Lebih terperinci

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 62 TAHUN 2016

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 62 TAHUN 2016 BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 62 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI, KEDUDUKAN, TUGAS POKOK DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 71 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS SOSIAL, PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

ANALISIS EFESIENSI DAN EFEKTIFITAS KEGIATAN TAHUN 2014

ANALISIS EFESIENSI DAN EFEKTIFITAS KEGIATAN TAHUN 2014 ANALISIS EFESIENSI DAN ITAS KEGIATAN TAHUN 2014 INSTANSI : DINAS SOSIAL KABUPATEN BULELENG PROGRAM URAIAN INPUT TK PEN Pelayanan 1. Penyediaan 100,00 100,00 100,00 1. Input (Masukan) Administrasi Jasa

Lebih terperinci

Memberikan jaminan sosial kepada warga masyarakat, khususnya penyandang masalah sosial;

Memberikan jaminan sosial kepada warga masyarakat, khususnya penyandang masalah sosial; 22. URUSAN SOSIAL Konsep pembangunan sosial merupakan bentuk evaluasi dan kritik terhadap konsep pembangunan ekonomi yang hanya terfokus pada kemajuan ekonomi dan tidak memperhatikan aspek sosial, dan

Lebih terperinci

BUPATI LUWU UTARA PROPINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI LUWU UTARA PROPINSI SULAWESI SELATAN SALINAN BUPATI LUWU UTARA PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI LUWU UTARA NOMOR 56 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI DAN URAIAN TUGAS SERTA TATA KERJA DINAS SOSIAL DENGAN

Lebih terperinci

PENETAPAN RENCANA KERJA DINAS SOSIAL KABUPATEN MALANG TAHUN 2017 BAB I PENDAHULUAN

PENETAPAN RENCANA KERJA DINAS SOSIAL KABUPATEN MALANG TAHUN 2017 BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN KEPUTUSAN KEPALA DINAS SOSIAL KABUPATEN MALANG NOMOR : 188.4/ 08/KEP/35.07.104/2017 TENTANG PENETAPAN RENCANA KERJA DINAS SOSIAL KABUPATEN MALANG TAHUN 2017 PENETAPAN RENCANA KERJA DINAS SOSIAL

Lebih terperinci

Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan BAB III Urusan Desentralisasi. Hasil pelaksanaan urusan Sosial tahun 2012 dapat dijelaskan sebagai berikut :

Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan BAB III Urusan Desentralisasi. Hasil pelaksanaan urusan Sosial tahun 2012 dapat dijelaskan sebagai berikut : 22. URUSAN SOSIAL a. Program dan Kegiatan. Program pokok pelaksanaan urusan Sosial tahun 2012 adalah: 1) Program Pemberdayaan Fakir Miskin, Komunitas Adat Terpencil (KAT) dan Penyandang Masalah Kesejahteraan

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN SOSIAL BAGI KORBAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN SOSIAL BAGI KORBAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN SOSIAL BAGI KORBAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA.

BAB II PERENCANAAN KINERJA. BAB II PERENCANAAN KINERJA. A. RENCANA STRATEGIS Perencanaan Strategis Dinas Sosial Provinsi Gorontalo Tahun 2012 2017 adalah suatu proses yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai dan dilaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Gedung DitJend. Peraturan Perundang-undangan Jln. Rasuna Said Kav. 6-7, Kuningan, Jakarta Selatan Email: admin@legalitas.org Go Back Tentang Kami Forum Diskusi FAQ Web Mail. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR TAHUN 2017 TENTANG BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR TAHUN 2017 TENTANG TUGAS, FUNGSI, URAIAN TUGAS DAN TATA KERJA UNSUR-UNSUR ORGANISASI DINAS SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

URUSAN WAJIB SOSIAL. Hal Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Walikota Semarang Akhir Tahun Anggaran 2016

URUSAN WAJIB SOSIAL. Hal Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Walikota Semarang Akhir Tahun Anggaran 2016 13. A. KEBIJAKAN PROGRAM Kebijakan pada urusan sosial diarahkan untuk mewujudkan kesejahteraan sosial masyarakat terutama bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas pelayanan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN Menimbang : a. Bahwa untuk melaksanakan salah satu urusan

Lebih terperinci

RINCIAN RANCANGAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN

RINCIAN RANCANGAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN Lampiran III Peraturan Daerah Kab. Demak Nomor Tanggal : 12 TAHUN 2016 : 23 DESEMBER 2016 PEMERINTAH KABUPATEN DEMAK RINCIAN RANCANGAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 44 TAHUN 2012 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 44 TAHUN 2012 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 44 TAHUN 2012 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT, BUPATI LOMBOK BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS SOSIAL, TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI KABUPATEN LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

: SOSIAL ORGANISASI : DINAS SOSIAL Halaman sebelum perubahan

: SOSIAL ORGANISASI : DINAS SOSIAL Halaman sebelum perubahan URUSAN PEMERINTAHAN : 1.13. - SOSIAL ORGANISASI : 1.13.01. - DINAS SOSIAL Halaman. 113 Jumlah 1.13.1.13.01.00.00.4. PENDAPATAN 1.13.1.13.01.00.00.4.1. PENDAPATAN ASLI DAERAH 1.13.1.13.01.00.00.4.1.2. RETRIBUSI

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA

INDIKATOR KINERJA UTAMA INDIKATOR KINERJA UTAMA Instansi : DINAS SOSIAL TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI Visi : Terwujudnya Peningkatan Kualitas Tenaga Kerja yang Produktif dan Percepatan Penanganan Masalah Mendukung Terwujudnya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH (RENJA - SKPD) TAHUN ANGGARAN 2019

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH (RENJA - SKPD) TAHUN ANGGARAN 2019 PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH (RENJA - SKPD) TAHUN ANGGARAN 9 Organisasi / SKPD :... -DINAS SOSIAL Halaman dari 4 Program.. SOSIAL.9.445.3.9... PROGRAM PELAYANAN

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS SOSIAL

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS SOSIAL SALINAN NOMOR 29/2016 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2009 Kepala Pusat Penanggulangan Krisis, Dr. Rustam S. Pakaya, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2009 Kepala Pusat Penanggulangan Krisis, Dr. Rustam S. Pakaya, MPH NIP KATA PENGANTAR Berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, buku Buku Profil Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana Tahun 2008 ini dapat diselesaikan sebagaimana yang telah direncanakan. Buku ini menggambarkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BIMA DINAS SOSIAL Jl. Garuda No. 2 Tlp. (0374) 43229

PEMERINTAH KABUPATEN BIMA DINAS SOSIAL Jl. Garuda No. 2 Tlp. (0374) 43229 PEMERINTAH KABUPATEN BIMA DINAS SOSIAL Jl. Garuda No. 2 Tlp. (0374) 43229 PENETAPAN KINERJA DINAS SOSIAL KABUPATEN BIMA Satuan Kerja Perangkat Daerah : Dinas Sosial Kab. Bima Tahun Anggaran : 2013 No Sasaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan bencana, baik yang disebabkan kejadian alam seperi gempa bumi, tsunami, tanah longsor, letusan

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA.

BAB II PERENCANAAN KINERJA. BAB II PERENCANAAN KINERJA. 2.1. RENCANA STRATEGIS Perencanaan Strategis Dinas Sosial Provinsi Gorontalo Tahun 2012 2017 adalah suatu proses yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai dan dilaksanakan

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 DINAS SOSIAL KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NO

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 DINAS SOSIAL KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NO Lampiran PK PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 DINAS SOSIAL KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NO. SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA 1 2 3 4 TARGET 1 Tersedianya Layanan

Lebih terperinci

- 1 - PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS SOSIAL TIPE C DAERAH PROVINSI (PENGELOMPOKAN TUGAS BERDASARKAN FUNGSI)

- 1 - PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS SOSIAL TIPE C DAERAH PROVINSI (PENGELOMPOKAN TUGAS BERDASARKAN FUNGSI) - 1 - LAMPIRAN III PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS SOSIAL DAERAH PROVINSI DAN DINAS SOSIAL DAERAH KABUPATEN/KOTA. PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS

Lebih terperinci

BUPATI PULANG PISAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI PULANG PISAU NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PULANG PISAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI PULANG PISAU NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI PULANG PISAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI PULANG PISAU NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS SOSIAL KABUPATEN

Lebih terperinci

PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 65 TAHUN 2016 TENTANG

PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 65 TAHUN 2016 TENTANG 1 PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 65 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI, DAN TATA KERJA DINAS SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS SOSIAL KABUPATEN SUBANG BUPATI SUBANG,

PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS SOSIAL KABUPATEN SUBANG BUPATI SUBANG, PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS SOSIAL KABUPATEN SUBANG BUPATI SUBANG, Menimbang : a. bahwa Dinas Sosial Kabupaten Subang telah dibentuk dengan Peraturan

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS ( RS ) TAHUN 2011 s/d 2015

RENCANA STRATEGIS ( RS ) TAHUN 2011 s/d 2015 Instansi : Dinas Sosial Kabupaten Bima Visi : Terwujudnya Kesejahteraan Sosial yang Adil, Dari, Oleh, dan Untuk Masyarakat Misi : a. Menumbuhkembangkan dan menggalang potensi sosial masyarakat b. Meningkatkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN, BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KLATEN NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN SUSUNAN ORGANISASI TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS SOSIAL PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERLINDUNGAN ANAK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR REHABILITASI SOSIAL DENGAN PENDEKATAN PROFESI PEKERJAAN SOSIAL

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR REHABILITASI SOSIAL DENGAN PENDEKATAN PROFESI PEKERJAAN SOSIAL PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR REHABILITASI SOSIAL DENGAN PENDEKATAN PROFESI PEKERJAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK

Lebih terperinci

BUPATI JEMBER PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 8 TAHUN 2015

BUPATI JEMBER PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 8 TAHUN 2015 1 BUPATI JEMBER PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 8 TAHUN 2015 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DI KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL

PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL I. UMUM PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL Pembangunan kesejahteraan sosial merupakan perwujudan dari upaya mencapai tujuan bangsa yang

Lebih terperinci

PMKS YANG MENERIMA BANTUAN SOSIAL

PMKS YANG MENERIMA BANTUAN SOSIAL PMKS YANG MENERIMA BANTUAN SOSIAL Tujuan pembangunan kesejahteraan sosial Pemerintah Provinsi DKI Jakarta adalah mengatasi atau mengurangi masalah sosial yang dihadapi individu, keluarga, atau komunitas,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANGERANG

PEMERINTAH KOTA TANGERANG RINGKASAN RENJA DINAS SOSIAL KOTA TANGERANG TAHUN 2016 Dinas Sosial Kota Tangerang di bentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 13 Tahun 2014. Organisasi dan tata kerja Dinas Sosial Kota

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Secara konsepsional, pembangunan yang telah dan sedang dilaksanakan pada

I. PENDAHULUAN. Secara konsepsional, pembangunan yang telah dan sedang dilaksanakan pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara konsepsional, pembangunan yang telah dan sedang dilaksanakan pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, memperluas kesempatan kerja dan

Lebih terperinci

RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN

RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN Lampiran III Peraturan Daerah Nomor Tanggal : : 1 Tahun 2016 3 Februari 2016 PEMERINTAH PROVINSI BENGKULU RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 111 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS SOSIAL ACEH

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 111 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS SOSIAL ACEH 1 GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 111 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS SOSIAL ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.43, 2015 KEMENSOS. Rehabilitasi Sosial. Profesi. Pekerjaan Sosial. Standar. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR REHABILITASI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANGERANG

PEMERINTAH KOTA TANGERANG RINGKASAN RENJA DINAS SOSIAL KOTA TANGERANG TAHUN 2015 Dinas Sosial Kota Tangerang di bentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 13 Tahun 2014. Organisasi dan tata kerja Dinas Sosial Kota

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN KINERJA BAB II PERENCANAAN KINERJA A. PERENCANAAN STRATEGIS DAN RENCANA KINERJA Rencana Strategis Dinas Sosial Provinsi Sumatera Barat secara lengkap termuat dalam Rencana Strategis (Renstra) yang merupakan suatu

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 92 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS SOSIAL KABUPATEN CILACAP DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS SOSIAL PROVINSI BALI PERIODE 2013-2018

INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS SOSIAL PROVINSI BALI PERIODE 2013-2018 INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS SOSIAL PROVINSI BALI PERIODE 2013-2018 Tugas Pokok Dinas Provinsi Bali Fungsi Dinas Provinsi Bali : Membantu Gubernur Bali dalam menyelenggarakan Pemerintahan di Bidang Kesejahteraan

Lebih terperinci

Laporan Kinerja Instansi Pemerintahan

Laporan Kinerja Instansi Pemerintahan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Laporan Kinerja merupakan bentuk akuntabilitas dari pelaksanaan tugas dan fungsi yang dipercayakan kepada setiap instansi pemerintah atas penggunaan anggaran. Tujuan

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS DINAS SOSIAL Penyebab utama dari permasalahan sosial adalah kemiskinan. Karena kondisi yang kurang

RENCANA STRATEGIS DINAS SOSIAL Penyebab utama dari permasalahan sosial adalah kemiskinan. Karena kondisi yang kurang RENCANA STRATEGIS DINAS SOSIAL 2008-2013 Masalah kesejahteraan sosial adalah suatu kondisi/permasalahan yang dialami baik oleh individu, keluarga maupun masyarakat karena terhambatnyanya peranan dan fungsi

Lebih terperinci

-2- MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS SOSIAL PROVINSI BALI.

-2- MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS SOSIAL PROVINSI BALI. GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 76 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS SOSIAL PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 97 TAHUN 2016 T E N T A N G KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS SOSIAL KOTA PEKANBARU DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

CAPAIAN KINERJA INDIKATOR INDIKATOR DAMPAK (IMPACT)

CAPAIAN KINERJA INDIKATOR INDIKATOR DAMPAK (IMPACT) LAMPIRAN PERATURAN MENTERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 111 / HUK / 2009 TANGGAL : 19 OKTOBER 2009 TENTANG : INDIKATOR KINERJA PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN INDIKATOR INDIKATOR DAMPAK (IMPACT) PENINGKATAN KUALITAS

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. Mengingat : 1. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS SOSIAL KABUPATEN SUMBAWA BUPATI SUMBAWA

PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS SOSIAL KABUPATEN SUMBAWA BUPATI SUMBAWA PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS SOSIAL KABUPATEN SUMBAWA BUPATI SUMBAWA Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam pasal 2, pasal

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Bantuan logistik. Pedoman. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Bantuan logistik. Pedoman. Perubahan. No.2081, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Bantuan logistik. Pedoman. Perubahan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 24 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA

Lebih terperinci