UPAYA POSITIVISASI HUKUM PIDANA ISLAM BIDANG PERKAWINAN DALAM RUU HUKUM MATERIL PERADILAN AGAMA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UPAYA POSITIVISASI HUKUM PIDANA ISLAM BIDANG PERKAWINAN DALAM RUU HUKUM MATERIL PERADILAN AGAMA"

Transkripsi

1 UPAYA POSITIVISASI HUKUM PIDANA ISLAM BIDANG PERKAWINAN DALAM RUU HUKUM MATERIL PERADILAN AGAMA PENDAHULUAN Oleh : M. TOYEB Indonesia bukan negara agama, namun juga bukan negara sekuler yang memisahkan agama dalam kehidupan bernegara. Keberadaan agama di Indonesia dijamin dan dilindungi oleh negara untuk tumbuh dan berkembang berdasarkan konstitusi. Islam sebagai salah satu agama resmi diperkirakan masuk ke Indonesia pada abad ke VII masehi dan sekarang menjadi agama yang mayoritas dianut oleh bangsa Indonesia. Berdasarkan jaminan konstitusi tersebut, maka umat Islam Indonesia dapat mengamalkan ajaran Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Jaminan dan perlindungan oleh negara tersebut terdapat dalam ketentuan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Hasil Amandemen pasal 29 ayat (2) sebagai berikut : Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-msing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu 1 Sebagai agama yang mayoritas dianut oleh bangsa Indonesia, tentu keberadaanya memberikan pengaruh dan warna dalam perjalanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Di bidang hukum misalnya, keberadaan hukum Islam banyak mewarnai hukum nasional. Dra. Chuzaimah Batubara, MA menyatakan dalam tulisannya bahwa sejak masa orde baru hingga masa reformasi sekarang ini dapat dikatakan bahwa secara politis-yuridis, Hukum Islam telah mengalami kemajuan dengan adanya keberpihakan pemerintah terhadap umat Islam dengan melegalisasi Hukum Islam menjadi hukum positif yang merupakan bagian 1 ) Prof.Dr.Drs.H. Muhammad Amin Suma,MA.,SH.,MM., Himpunan Undang-Undang Perdata Islam & Peraturan Pelaksanaan Lainnya di Negara Hukum Indonesia, Jakarta, hal. 69.

2 dari hukum nasional. Akan tetapi, legislasi Hukum Islam masih sebatas di wilayah hukum privat yang berkenaan dengan ubudiyah dan mu amalah (perdata Islam) yang diantaranya, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan Syari ah dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf. sedangkan untuk wilayah Hukum Publik sampai sekarang hanya dalam bentuk wacana. 2 Selanjutnya terbit pula Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan pertama Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 dan Undang- Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang perubahan kedua Undang-Undang Nomor 7 Tahun Perkembangan terakhir yang menarik bagi kita semua terhadap perkembangan hukum Islam di Indonesia adalah dengan adanya usaha pemerintah untuk menjadikan hukum terapan Kompilasi Hukum Islam sebagai Rancangan Undang-Undang Hukum Materiil Peradilan Agama. Pada Bab XXI dalam rancangan undang-undang ini dari pasal 143 hingga pasal 151 diatur tentang ketentuan pidana terhadap beberapa hal di bidang perkawinan. Sesuatu yang sama sekali baru dalam perkembangan Hukum Islam di Indonesia berkaitan dengan hukum publik. Padahal menurut A. Rahmat Rosyadi dan H.M. Rais Ahmad sebagaimana diungkap oleh Dra. Chuzaimah Batubara, MA., bahwa upaya untuk mengkodifikasi hukum pidana Islam ke dalam hukum nasional telah dilakukan ketika Menteri Kehakiman dan HAM (Kabinet Gotong Royong) Yusril Ihza Mahendra mengusulkan masalah kodifikasi Hukum Islam ke dalam atau menjadi hukum nasional. Perdebatan pro-kontra lahir dari berbagai kalangan, baik dari para politisi, praktisi maupun ahli Hukum Islam. Ketidakserasian pendapat dapat 2 ) Pusat Pengembangan Hukum Islam dan Msyarakat Madani (PPHIMM), Mimbar Hukum dan Peradilan, Nomor 68, hal

3 dikatakan salah satu penyebab tidak terkodifikasi dan terlegalisasinya Hukum Pidana Islam ke dalam hukum nasional, selain faktor-faktor lainnya. 3 Mahfud MD mengatakan bahwa keberadaan Hukum Islam dalam sistem hukum nasional bersifat dinamis karena terkait dengan kehidupan beragama mayoritas rakyat Indonesia. Perdebatan terjadi di seluruh wilayah hukum standing dengan sifat ajaran yang meliputi seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk hukum perkawinan Islam. Perdebatan itu telah terjadi sejak masa sebelum kemerdekaan hingga sekarang ini. Perdebatan itu melahirkan konstruksi dasar hubungan antara negara dan agama, dalam hal ini khususnya antara Hukum Islam dengan hukum nasional. Konstruksi inilah yang menjadi pedoman bersama segenap komponen bangsa dalam pembangunan hukum nasional, termasuk dalam memposisikan Hukum Islam. 4 PERMASALAHAN Permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah mengenai apakah materi hukum bidang perkawinan yang ada pada Bab XXI tentang ketentuan pidana sudah layak untuk dikodifikasikan, kemudian bagaimana upaya politisi, praktisi dan ahli Hukum Islam dalam memperjuangkan Hukum Pidana Islam Bidang Perkawinan ini menjadi hukum positif? PEMBAHASAN 1. Sejarah Politik Hukum Islam di Indonesia Ketika kita berbicara tentang Hukum Islam di Indonesia, maka tidak terlepas dari pembicaraan sejarah hadirnya agama Islam di Nusantara. Pembicaraannya sangat kompleks dan tentu keberadaannya seiring perkembangan kerajaan Islam yang ada pada saat itu. Selain perjuangan politik para Ulama, pada kenyataanya secara sosiologis dan kultural, Hukum Islam merupakan hukum yang telah mengakar di masyarakat dalam budaya masyarakat, karena pada saat itu masyarakat banyak 3 ) Ibid hal ) Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI), Varia Peradilan, Tahun XXV No. 290 Januari 2009 hal.20

4 menganut agama Islam dan agama Islam mewajibkan pemeluknya untuk melaksanakan kewajiban kewajiban agama. Pada masa penjajah Belanda keberadaan Hukum Islam mengalami pasang surut. Dr. Chuzaimah Batubara, MA., mengatakan bahwa pada zaman VOC ( ) Hukum Islam dalam aspek hukum perdata telah mendapat legalitas, dalam hal ini merupakan kelanjutan dari statuta Batavia, yang menegaskan bahwa hukum kewarisan orang Indonesia yang beragama Islam harus menggunakan Hukum Islam, yaitu hukum yang biasanya dipakai oleh rakyat sehari-hari. Meskipun awal kedatangan dari Belanda tidak ada hubungannya dengan agama, namun dalam perkembangannya demi kepentingan penjajah, tidak bisa dihindari pergesekan dengan masalah Hukum Islam, sehingga ketika pemberlakuan hukum bagi bangsa Indonesia, berlakulah teori, yaitu Receptio in Complexue yang digagas oleh Van Den Berg ( ). 5 Abdul Manan dalam salah satu bukunya mengatakan bahwa untuk menghambat perkembangan Hukum Islam di Nusantara, maka penjajah Belanda melalui ahlinya Snouk Horgronye mencetuskan Teori Resepsi yang berpandangan bahwa hukum yang berlaku bagi orang Islam adalah hukum adat masing-masing. Hukum Islam dapat diberlakukan apabila telah diresepsi atau diterima oleh hukum adat. Jadi hukum adatlah yang menentukan ada atau tidaknya Hukum Islam. 6 Sebagai akibat kebijakan politik penjajah Belanda terhadap keberadaan Hukum Islam, maka penjajah Belanda mengeluarkan beberapa aturan berkaitan dengan keberadaan Hukum Islam antara lain : 1. Resolutie der indiesche Regeering, mulai diterapkan pada tanggal 25 Mei Staatsblad 1882 nomor 152 tentang pembentukan Pengadilan Agama di Jawa dan Madura. Drs. Darmansyah Hsb, SH mengatakan 5 ) Pusat Pengembangan Hukum Islam dan Msyarakat Madani (PPHIMM), Op. cit. hal ) Dr.H.Abdul Manan,SH.,S.Ip.,M.Hum, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia. hal

5 Pengadilan Agama pada saat itu mempunyai kewenangan menangani perkara Hukum Keluarga, Hukum Warisan, Hukum Wakaf dan Shadaqah dan Hukum Pidana dalam hal-hal tertentu Staatsblad 1937 Nomor 116 dan 610, Drs. Mohd. Abdu A. Ramly dalam tulisannya mengatakan bahwa penjajah Belanda memberikan kewenangan kepada Pengadilan Agama untuk menangani perkaraperkara di sekitar nikah, talak dan ruju, termasuk mahar dan pembagian nafkah bagi suami kepada istrinya Staatsblad 1937 Nomor 638 dan 639 (Peraturan tentang Kerapatan Qadi Besar untuk sebagian Residen Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur. Terhadap keberadaan teori resepsi yang diterapkan oleh Penjajah Belanda, banyak bermunculan teori sebagai reaksi dari teori resepsi Snouck Hurgronje, diantaranya adalah Teori Receptie Exit, Teori Receptio A Contrario, Teori Eksistensi dan Teori Pembaharuan. Pada masa jajahan Jepang, menurut Taufiq Hamami dalam tulisannya mengatakan bahwa selama kekuasaan Jepang, tidak ada perubahan terhadap eksistensi Peradilan Agama (sebagai lembaga yang diberi kewenangan menyelesaikan masalah-masalah umat Islam dan Hukum Islam, penulis). Hal ini lebih diakibatkan karena Jepang sibuk menghadapi peperangan di mana-mana. 9 Dra. Hj. Husnaini A.,SH., M.Ag., mengatakan bahwa sewaktu pergantian kekuasaan dari Belanda kepada Jepang, pemuka agama Islam berupaya menjadikan moment tersebut untuk memperoleh kembali wewenang Pengadilan Agama yang telah dialihkan oleh Belanda ke Pengadilan Umum. Pada saat itulah Supomo menyampaikan laporannya tentang Sooryoo Hooin (Pengadilan Agama) dan hukum waris yang intinya menentang pemulihan kembali wewenang Pengadilan Agama tentang waris dan eksekusi. Setidak-tidaknya supomo 7 ) Al Hikmah & DITBINPERA Islam, Mimbar Hukum No. 59 Thn.XIV 2003 hal ) Al Hikmah & DITBINPERA Islam, Mimbar Hukum No. 64 Thn.XV 2004 hal ) Mimbar Hukum No. 59, Op cit. hal. 21

6 telah dapat meyakinkan Jepang bahwa masalah tersebut sangat kompleks dan sebaliknya ditangguhkan sampai Indonesia merdeka. Itulah sebabnya pada zaman Jepang Pengadilan Agama (sebagai lembaga yang diberi kewenangan menyelesaikan masalah-masalah umat Islam dan Hukum Islam, penulis), tidak mengalami kemajuan. 10 Pada masa kemerdekaan, eksistensi Hukum Islam dalam kebijakan pemerintah saat itu mengacu kepada pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 yang menyatakan Segala badan negara peraturan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut undang-undang ini. 11 Jadi sejak kemerdekaan Indonesia hingga dikeluarkannya Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1989, pemerintah cukup memberikan apresiasi terhadap keberadaan Hukum Islam sebagai salah satu sumber hukum nasional. Menurut H. Ichtijanto SA., sebagaimana diungkap oleh Drs. Darmansyah Hsb, SH., mengatakan bahwa ada beberapa peraturan perundangundangan yang Hukum Islam ada di dalam hukum nasional, yaitu : a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 jo Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun b. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun c. Undang-Undang Nomor 32 Tahun d. Undang-Undang Nomor 15 Tahun e. Undang-Undang Nomor 22 tahun 1946 jo Undang-Undang Nomor 32 tahun Setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 29 Desember 1989, merupakan 10 ) Al Hikmah & DITBINPERA Islam, Mimbar Hukum Nomor 66 Thn. XVI 2005 September-Oktober, hal ) Drs.C.S.T. Kansil, SH,Pancasila dan UUD 1945, Jakarta, Pradnya Paramita, 1980, hal ) Mimbar Hukum Nomor 64, hal. 35

7 babak baru pemberlakuan Hukum Islam di negeri ini dengan memberikan kewenangan secara penuh kepada Peradilan Agama sekaligus sejajar dengan peradilan lainnya di bawah Mahkamah Agung Republik Indonesia. Bagir Manan berkomentar sebagaimana diungkap oleh Drs. Darmansyah Hsb, SH bahwa Peradilan Agama sekarang ini tidak lagi memperjuangkan eksistensinya secara legal, akan tetapi sekarang ini Peradilan Agama itu adalah memperjuangkan eksistensinya sebagai sebuah kenyataan. 13 Setelah lahirnya Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1989 tersebut, maka pemerintah semakin terbuka dan mengapresiasi Hukum Islam sebagai salah satu hukum yang memberikan kontribusi besar dalam melahirkan aturan perundang-undangan nasional yang ruhnya diwarnai oleh Hukum Islam. Peraturan perundang-undangan yang Hukum Islam ada di dalamnya antara lain : 1. Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam. 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang mengakui bank berdasarkan syari ah. 3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan 4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. 5. Undang-Undang Nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. 6. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh Sebagai Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. 7. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. 8. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan pertama Undang-Undang Nomor 7 Tahun Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syari ah 13 ) Mimbar Hukum Nomor 64, hal. 39

8 10. Undang-Undang 50 Tahun 2009 tentang perubahan kedua Undang- Undang Nomor 7 Tahun Walaupun telah banyak aturan perundang-undangan nasional yang diwarnai oleh Hukum Islam, namun baru sebatas hukum privat, sedangkan hukum publik yang islami dalam hukum nasional belum ada. 2. Rancangan Undang-Undang Hukum Materiil Peradilan Agama Kehadiran Rancangan Undang-Undang Hukum Materiil Peradilan Agama Bidang Perkawianan seakan-akan mengangkat kembali semangat untuk mengkodifikasikan Hukum Pidana Islam, sebagaimana telah dilakukan sebelumnya untuk mengkodifikasikan Hukum Pidana Islam ke dalam hukum nasional seperti telah diungkap pada awal tulisan ini. Seperti upaya kodifikasi Hukum Pidana Islam sebelumnya, tentu Rancangan Undang-Undang Materiil Peradilan Agama ini juga pasti banyak pro dan kontra di kalangan para politisi, praktisi maupun ahli Hukum Islam. Padahal jika kita meneliti kembali isi ketentuan pidana dalam Rancangan Undang-Undang Hukum Materiil Peradilan Agama yang diajukan oleh pemerintah, hanya 8 pasal saja yang mengatur tentang aturan pidana dan semuanya hanya berkaitan dengan bidang perkawinan. Adapun ketentuan pidana dalam Rancangan Undang-Undang Hukum Materiil Peradilan Agama terdapat pada pasal 143 sampai dengan pasal 151. Ketentuan pidana dimaksud adalah perkara yang terkait dengan : 1. Pelaksanaan perkawinan tidak di hadapan Pejabat Pencatat Nikah. 2. Perkawinan Mut ah, perkawinan poligami tanpa izin pengadilan. 3. Mentalak istri tidak di depan sidang pengadilan. 4. Berzina dengan seorang perempuan yang belum kawin hingga hamil, sementara pelaku laki-laki menolak mengawininya. 5. Pelanggaran kewajiban oleh Pegawai Pencatat Nikah, 6. Siapapun yang bertindak seolah-olah sebagai Pejabat Pencatat nikah atau sebagai wali hakim.

9 7. Siapapun yang tidak berhak menjadi wali nikah, tetapi dengan sengaja bertindak sebagai wali nikah. Barang siapa yang melanggar ketentuan pidana tersebut, maka menurut Rancangan Undang-Undang Hukum Materiil Peradilan Agama akan dikenai sanksi pidana berupa: 1. Pidana denda. 2. Pidana kurungan. 3. Pidana penjara. Ketentuan Pidana dalam Rancangan Undang-Undang Hukum Materiil Peradilan Agama Pasal Bunyi Pasal Keterangan 143 Setiap orang yang dengan sengaja melangsungkan perkawinan tidak dihadapan Pejabat Pencatat Nikah sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (1) dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp ,- (enam juta rupiah) atau hukuman kurungan paling lama 6 (enam) bulan. 144 Setiap orang yang melakukan perkawinan mut ah sebagaimana dimaksud pasal 39 dihukum dengan penjara selama-lamanya 3 (tiga) tahun, dan perkawinannya batal karena hukum. 145 Setiap orang yang melangsungkan perkawinan dengan istri kedua, ketiga atau keempat tanpa mendapat izin terlebih dahulu dari pengadilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp ,- (enam juta Ketentuan ini bagi pelaku akad nikah antara mempelai lakilaki dengan wali yang melangsungkan perkawinan tidak dihadapan Pegawai Pencatat Nikah, pelanggara tindak pidana n terhadap pasal ini termasuk kategori tindak pidana pelanggaran. Ketentuan dalam pasal ini merupakan tindak lanjut dari pasal 39 rancangan undangundang ini. tindak pidana terhadap pasal ini termasuk tindak pidana kejahatan. Ketentuan dalam pasal ini berlaku bagi sumai yang hendak berpoligami dan merupakan tindak lanjut dari pasal 52 ayat (1) rancangan undang-undang ini. tindak pidana terhadap pasal ini termasuk tindak pidana pelanggaran.

10 rupiah) atau hukuman kurungan paling lama 6 (enam) bulan. 146 Setiap orang yang menceraikan istrinya tidak di depan sidang pengadilan sebagaimana dalam pasal 119 dipidana dengan pidana denda paling banya Rp ,- (enam juta rupiah) atau hukuman kurungan paling lama 6 (enam) bulan. 147 Setiap orang yang melakukan perzinaan dengan seorang perempuan yang belum kawin sehingga menyebabkan perempuan tersebut hamil sedang ia menolak mengawininya dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) bulan. 148 Pejabat Pencatat Nikah yang melanggar kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 dikenai hukuman kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp ,- (dua belas juta rupiah). 149 Setiap orang yang melakukan kegiatan perkawinan dan bertindak seolah-olah sebagai pejabat Pencatat Nikah dan/atau wali hakim sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 dan pasal 21 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 150 Setiap orang yang tidak berhak sebagai wali nikah sebagaimana dimaksud dalam pasal 22, dan dengan sengaja bertindak sebagai Ketentuan dalam pasal ini untuk menjaga kemaslahatan dan menjaga hak-hak istri yang dicerai suami. rancangan undang-undang ini. tindak pidana terhadap pasal ini termasuk tindak pidana pelanggaran. Ketentuan dalam pasal ini merupakan tindak lanjut dari pasal 47 rancangan undangundang ini. tindak pidana terhadap pasal ini termasuk tindak pidana kejahatan. Ketentuan ini berlaku bagi Pejabat Pencatat Nikah yang tidak menjalankan kewajibannya untuk mencatatkan setiap peristiwa perkawinan, tindak pidana terhadap pasal ini termasuk kategori tindak pidana pelanggaran. Ketentuan ini berlaku bagi oknum yang bertindak seolaholah Pejabat Pencatat Nikah atau menjadi wali hakim, tindak pidana terhadap pasal ini termasuk tindak pidana kejahatan. Larangan dalam pasal ini merupakan konsekuensi tidak sahnya perkawinan yang dilakukan oleh bukan wali. tindak pidana terhadap pasal

11 wali nikah dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun ini termasuk tindak pidana kejahatan. 3. Urgensi Legalisasi Ketentuan Pidana Dalam RUU Hukum Materiil Peradilan Agama Dra. Chuzaimah Batubara, MA., dalam tulisannya mengatakan bagi umat Islam, tidak ada pilihan lain selain meyakini bahwa menjalankan Hukum Islam merupakan bagian dari menjalani agamanya secara kaffah. Hukum Islam, salah satunya hukum pidana Islam adalah perangkat yang paling sesuai dalam mewujudkan keadilan dan menjamin kebutuhan dasar hidup manusia (maqashidusy syari ah al-khamsah, dlaruriyah), yakni melindungi agama, jiwa, harta, akal dan keturunan. Selain itu, Hukum Islam menjamin keperluan hidup (keperluan sekunder) atau disebut hajjiyah. Ini mencakup hal-hal penting bagi pengaturan berbagai fasilitas utnuk penduduk. Terakhir, Hukum Islam akan memberikan perbaikan di berbagai segi kehidupan, yaitu menjadikan manusia mampu mengatur urusan hidup lebih baik dan menghiasi kehidupan sosialnya sebagai kebutuhan tersier atau tahsiniyah. 14 Berdasarkan maqasidusy syari ah tersebut di atas, bagi umat Islam legalisasi terhadap Rancangan Undang-Undang Hukum Materiil Peradilan Agama merupakan kebutuhan yang sangat mendesak diberlakukan untuk : 1. Menjaga terpenuhinya tujuan syariat dengan melindungi kebutuhan dasar hidup manusia, yakni agama, jiwa, harta, akal dan keturunan. 2. Kemaslahatan umum 3. Mencegah kerusakan dan kerugian di masyarakat 14 ) Pusat Pengembangan Hukum Islam dan Msyarakat Madani (PPHIMM), Op. cit. hal

12 4. Secara keseluruhan terhadap Rancangan Undang-Undang Hukum Materiil Peradilan Agama adalah demi kepastian hukum di bidang perkawinan dan memenuhi kebutuhan para hakim dalam memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara. Oleh karena itu harus ada upaya-upaya aktif, kontineu dan istiqamah dari para politisi, praktisi dan ahli Hukum Islam untuk meyakinkan publik di negeri ini akan pentingnya legalisasi Hukum Pidana Islam bidang perkawinan dalam RUU Hukum Materiil Peradilan Agama, sehingga RUU Hukum Materiil Peradilan Agama khususnya ketentuan pidana bidang perkawinan dapat diterima dan disahkan menjadi undang-undang. KESIMPULAN Dari uraian yang telah diutarakan, penulis berkesimpulan sebagai berikut: 1. Dalam kaitannya dengan politik hukum, upaya positivisasi ketentuan pidana dalam Rancangan Undang-Undang Hukum Materiil Peradilan Agama merupakan kepercayaan pihak pemerintah pada Hukum Pidana Islam sebagai salah satu sumber hukum nasional yang menurut Mahfud MD 15 hukum agama sebagai sumber hukum diartikan sebagai sumber hukum materiil (sumber bahan hukum) dan bukan harus menjadi hukum formal (dalam bentuk tertentu sebagai peraturan perundang-undangan). 2. Bagi umat Islam dengan disahkannya Rancangan Undang-Undang Hukum Materiil Peradilan Agama menjadi undang-undang merupakan perjuangan yang panjang untuk menegakkan kembali hukum Islam, terutama tentang Hukum Pidana Islam yang sudah pernah diberlakukan di negeri ini dahulu pada masa kerajaan Islam dan pada awal masa penjajahan Belanda sesuai ketentuan Staatsblad 1882 Nomor 152 berdasarkan teori Receptio in Complexu. 15 ) Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI), Varia Peradilan, op cit. hal.26

13 3. Diperlukan kerjasama yang sungguh-sungguh umat Islam di Indonesia khususnya politisi, praktisi dan ahli Hukum Islam, ormas Islam beserta segenap muslim Indonesia untuk memperjuangkan pengesahan Rancangan Undang-Undang Hukum Materiil Peradilan Agama.

14 SUMBER PUSTAKA 1. Al Hikmah & DITBINPERA Islam, Mimbar Hukum, No. 59 Thn.IV Al Hikmah & DITBINPERA Islam, Mimbar Hukum, No. 64 Thn.V Al Hikmah & DITBINPERA Islam, Mimbar Hukum, No. 66 Thn.VI Al Hikmah & DITBINPERA Islam, Mimbar Hukum, No. 68 Thn.VI Dr. H. Abdul Manan, SH., S.IP., M.Hum, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam, Jakarta, Kencana Prenada Media Goup, Drs. C.S.T. Kansil, SH, Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, Jakarta Pradnya Paramita, Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI), Varia Peradilan, Majalah Hukum ThnXXV No.290, Jakarta, Januari Prof. Dr. Drs. H. Muhammad Amin Suma, M.A., S.H.,M.M., Himpunan Undang- Undang Perdata Islam & Peraturan Pelaksanaan Lainnya di Negara Hukum Indonesia, Jakarta, Rajawali Pers, 2004.

PERADILAN AGAMA SEBAGAI INSTITUSI PENEGAK HUKUM ISLAM DI INDONESIA Oleh Marzuki

PERADILAN AGAMA SEBAGAI INSTITUSI PENEGAK HUKUM ISLAM DI INDONESIA Oleh Marzuki PERADILAN AGAMA SEBAGAI INSTITUSI PENEGAK HUKUM ISLAM DI INDONESIA Oleh Marzuki Abstrak Peradilan Agama merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman di Indonesia di samping tiga peradilan yang lain,

Lebih terperinci

BAB III PENGERTIAN UMUM TENTANG PENGADILAN AGAMA. peradilan di lingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan di ibu kota

BAB III PENGERTIAN UMUM TENTANG PENGADILAN AGAMA. peradilan di lingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan di ibu kota 37 BAB III PENGERTIAN UMUM TENTANG PENGADILAN AGAMA A. Pengertian Pengadilan Agama Pengadilan Agama (biasa disingkat: PA) merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan

Lebih terperinci

PERKARA PIDANA DI PENGADILAN AGAMA. Oleh: Ahsan Dawi Mansur. Bagi sebagian orang judul di atas terasa aneh, atau bahkan

PERKARA PIDANA DI PENGADILAN AGAMA. Oleh: Ahsan Dawi Mansur. Bagi sebagian orang judul di atas terasa aneh, atau bahkan PERKARA PIDANA DI PENGADILAN AGAMA Oleh: Ahsan Dawi Mansur Bagi sebagian orang judul di atas terasa aneh, atau bahkan mengada-ada. Pengadilan agama yang selama ini sering diidentikkan dengan kasus-kasus

Lebih terperinci

PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014

PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014 PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014 Membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 19/PUU-VI/2008

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 19/PUU-VI/2008 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 19/PUU-VI/2008 I. PEMOHON Nama pekerjaan Alamat : Suryani : Buruh sesuai dengan KTP : Serang Propinsi Banten II. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI : Pemohon dalam

Lebih terperinci

PELEMBAGAAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA. Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag. sendiri. Jadi, hukum Islam mulai ada sejak Islam ada. Keberadaan hukum Islam di

PELEMBAGAAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA. Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag. sendiri. Jadi, hukum Islam mulai ada sejak Islam ada. Keberadaan hukum Islam di PELEMBAGAAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag. I Hukum Islam telah ada dan berkembang seiring dengan keberadaan Islam itu sendiri. Jadi, hukum Islam mulai ada sejak Islam ada. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. yang dapat kita ambil dari pembahasan skripsi ini. Yaitu sebagai berikut:

BAB V PENUTUP. yang dapat kita ambil dari pembahasan skripsi ini. Yaitu sebagai berikut: 99 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari pembahasan di atas, setidaknya ada dua kesimpulan penting yang dapat kita ambil dari pembahasan skripsi ini. Yaitu sebagai berikut: 1. Ketentuan pencatatan perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah

BAB I PENDAHULUAN. rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia pada umumnya tidak lepas dari kebutuhan baik jasmani maupun rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah SWT untuk

Lebih terperinci

BAB III PERKAWINAN SIRI DI INDONESIA. A. Upaya Pemerintah Dalam Menangani Maraknya Perkawinan Siri

BAB III PERKAWINAN SIRI DI INDONESIA. A. Upaya Pemerintah Dalam Menangani Maraknya Perkawinan Siri BAB III PERKAWINAN SIRI DI INDONESIA A. Upaya Pemerintah Dalam Menangani Maraknya Perkawinan Siri Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, merupakan suatu upaya pemerintah untuk mengatasi keanekaragaman,

Lebih terperinci

RINGKASAN PUTUSAN. 1. Pemohon : Suryani 2. Materi pasal yang diuji:

RINGKASAN PUTUSAN. 1. Pemohon : Suryani 2. Materi pasal yang diuji: RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 19/PUU-VI/2008 tanggal 13 Agustus 2008 atas Pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang

Lebih terperinci

Perkembangan Eksistensi Peradilan Agama di Indonesia Menuju ke Peradilan Satu Atap

Perkembangan Eksistensi Peradilan Agama di Indonesia Menuju ke Peradilan Satu Atap Perkembangan Eksistensi Peradilan Agama di Indonesia Menuju ke Peradilan Oleh: Ari Wibowo Judul Buku : Pergumulan Politik dan Hukum I s l a m ; R e p o s i s i P e r a d i l a n Agama dari Peradilan Pupuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan

Lebih terperinci

NIKAH SIRI DARI SUDUT PANDANG HUKUM ISLAM*

NIKAH SIRI DARI SUDUT PANDANG HUKUM ISLAM* NIKAH SIRI DARI SUDUT PANDANG HUKUM ISLAM* Mohamad Hasib Dosen STKIP PGRI Tulungagung ABSTRAKSI : Pada prinsipnya dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 pada Pasal 2 ayat (1) menyebutkan bahwa perkawinan

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN 1. Akibat Hukum Terhadap Kedudukan, Hak dan Kewajiban Anak dalam Perkawinan yang Dibatalkan a. Kedudukan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengabulkan sebagian permohonan uji materi terhadap Pasal 2 ayat (2) dan

BAB I PENDAHULUAN. mengabulkan sebagian permohonan uji materi terhadap Pasal 2 ayat (2) dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kajian terhadap hukum perkawinan akhir-akhir ini menjadi menarik kembali untuk didiskusikan. Hal ini terjadi setelah Mahkamah Konsitusi mengabulkan sebagian permohonan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 39/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 39/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 39/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945 I. PEMOHON Perkumpulan Hisbut Tahrir Indonesia, organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia diciptakan oleh sang kholiq untuk memiliki hasrat dan keinginan untuk melangsungkan perkawinan. Sebagaimana

Lebih terperinci

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum.

Lebih terperinci

RUMUSAN HASIL RAPAT PLENO KAMAR AGAMA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA TANGGAL 03 S/D 05 MEI

RUMUSAN HASIL RAPAT PLENO KAMAR AGAMA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA TANGGAL 03 S/D 05 MEI RUMUSAN HASIL RAPAT PLENO KAMAR AGAMA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA TANGGAL 03 S/D 05 MEI 2012 NO MASALAH JAWABAN 1. Putusan Pengadilan Agama tidak menerima gugatan Penggugat karena bukan termasuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

*14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN UU 4/2004, KEKUASAAN KEHAKIMAN *14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang: a. bahwa Negara Republik Indonesia, sebagai negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Kepastian Hukum Itsbat Nikah Terhadap Status Perkawinan, Status Anak dan Status Harta Perkawinan Oleh: Prof. Dr. H. Suparman Usman, S.H.

Kepastian Hukum Itsbat Nikah Terhadap Status Perkawinan, Status Anak dan Status Harta Perkawinan Oleh: Prof. Dr. H. Suparman Usman, S.H. Kepastian Hukum Itsbat Nikah Terhadap Status Perkawinan, Status Anak dan Status Harta Perkawinan Oleh: Prof. Dr. H. Suparman Usman, S.H. I. Pendahuluan. Dalam pandangan Islam perkawinan (nikah) merupakan

Lebih terperinci

KEKUA U SAAN N KEHAKIMAN

KEKUA U SAAN N KEHAKIMAN KEKUASAAN KEHAKIMAN SEJARAH: UU Nomor 13 Tahun 1964 tentang Kekuasaan Kehakiman UU Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman UU Nomor 35 Tahun 1999 tentang Perubahan UU

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 49, 1989 (AGAMA. KEHAKIMAN. PERADILAN. Perkawinan. Perceraian. Warisan. Warganegara. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3400) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK WARIS ANAK PADA PERKAWINAN SIRRI ABSTRAK

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK WARIS ANAK PADA PERKAWINAN SIRRI ABSTRAK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK WARIS ANAK PADA PERKAWINAN SIRRI Anggyka Nurhidayana 1, Amnawati 2, Kasmawati 3. ABSTRAK Upaya perlindungan hukum dalam perkawinan sirri atau disebut perkawinan tidak dicatatkan

Lebih terperinci

Ditulis oleh Administrator Kamis, 07 Oktober :57 - Terakhir Diperbaharui Kamis, 28 Oktober :12

Ditulis oleh Administrator Kamis, 07 Oktober :57 - Terakhir Diperbaharui Kamis, 28 Oktober :12 KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA Pasal 49 Undang-undang Nomor 3 tahun 2006 Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama

Lebih terperinci

KEWENANGAN ABSOLUT PERADILAN AGAMA DI INDONESIA PADA MASA KOLONIAL BELANDA HINGGA MASA PASCA REFORMASI

KEWENANGAN ABSOLUT PERADILAN AGAMA DI INDONESIA PADA MASA KOLONIAL BELANDA HINGGA MASA PASCA REFORMASI KEWENANGAN ABSOLUT PERADILAN AGAMA DI INDONESIA PADA MASA KOLONIAL BELANDA HINGGA MASA PASCA REFORMASI Abdullah Tri Wahyudi IAIN Surakarta Abstract This article discusses the absolute competencies of the

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG Nomor: 7 TAHUN 1989 Tentang PERADILAN AGAMA Tanggal: 29 DESEMBER 1989 (JAKARTA) LN 1989/49; TLN NO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG Nomor: 7 TAHUN 1989 Tentang PERADILAN AGAMA Tanggal: 29 DESEMBER 1989 (JAKARTA) LN 1989/49; TLN NO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG Nomor: 7 TAHUN 1989 Tentang PERADILAN AGAMA Tanggal: 29 DESEMBER 1989 (JAKARTA) LN 1989/49; TLN NO. 3400 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 24/PUU-XII/2014 Pengumuman Hasil Penghitungan Cepat

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 24/PUU-XII/2014 Pengumuman Hasil Penghitungan Cepat RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 24/PUU-XII/2014 Pengumuman Hasil Penghitungan Cepat I. PEMOHON 1. PT. Indikator Politik Indonesia, diwakili oleh Burhanuddin, selaku Direktur Utama, sebagai Pemohon I;

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. melalui pernyataan bahwa manusia adalah makhluk zoonpoliticon 75, yaitu bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. melalui pernyataan bahwa manusia adalah makhluk zoonpoliticon 75, yaitu bahwa BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepanjang sejarah perkembangan manusia, manusia adalah makhluk yang tidak dapat hidup sendiri, kecuali dalam keadaan terpaksa manusia dapat berpisah dari kelompoknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak mampu. Walaupun telah jelas janji-janji Allah swt bagi mereka yang

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak mampu. Walaupun telah jelas janji-janji Allah swt bagi mereka yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan sangat dianjurkan dalam Islam, terutama bagi mereka yang secara lahir dan batin telah siap menjalankannya. Tidak perlu ada rasa takut dalam diri setiap muslim

Lebih terperinci

Hukum Islam di Indonesia. Lena Hanifah, SH, LLM

Hukum Islam di Indonesia. Lena Hanifah, SH, LLM Hukum Islam di Indonesia Lena Hanifah, SH, LLM Ada 3 aliran pendapat : 1. Islam agama yang sempurna, lengkap dengan pengaturan segala aspek kehidupan termasuk dalam bernegara. Dalam bernegara harus memakai

Lebih terperinci

MENGGALI HUKUM KEWARISAN ISLAM DALAM TATA PERUNDANG-UNDANGAN PERADILAN AGAMA Oleh: Ali Muhtarom, S.H.I, M.H.I. 1

MENGGALI HUKUM KEWARISAN ISLAM DALAM TATA PERUNDANG-UNDANGAN PERADILAN AGAMA Oleh: Ali Muhtarom, S.H.I, M.H.I. 1 MENGGALI HUKUM KEWARISAN ISLAM DALAM TATA PERUNDANG-UNDANGAN PERADILAN AGAMA Oleh: Ali Muhtarom, S.H.I, M.H.I. 1 A. Pendahuluan Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 7

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan suatu hal yang terpenting di dalam realita kehidupan umat manusia. Perkawinan dikatakan sah apabila dilaksanakan menurut hukum masingmasing agama

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XIII/2015 Proses Seleksi Pengangkatan Hakim

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XIII/2015 Proses Seleksi Pengangkatan Hakim RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUUXIII/2015 Proses Seleksi Pengangkatan Hakim I. PEMOHON 1. Dr. H. Imam Soebechi, S.H., M.H.; 2. Dr. H. Suhadi, S.H., M.H.; 3. Prof. Dr. H. Abdul Manan, S.H., S.IP.,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018 Wewenang DPR Memanggil Paksa Setiap Orang Menggunakan Kepolisian Negara Dalam Rapat DPR Dalam Hal Pihak Tersebut Tidak Hadir Meskipun Telah Dipanggil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Tentang Peradilan Agama Jo Undang-Undang nomor 3 tahun 2006 tentang

BAB I PENDAHULUAN Tentang Peradilan Agama Jo Undang-Undang nomor 3 tahun 2006 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN Sebagaimana yang tercantum didalam Pasal 49 ayat 1 huruf b UU No. 7 tahun 1989 Tentang Peradilan Agama Jo Undang-Undang nomor 3 tahun 2006 tentang perubahan Undang-Undang nomor 7 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum, sejalan dengan ketentuan

BAB I PENDAHULUAN. bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum, sejalan dengan ketentuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengadilan merupakan tempat bagi seseorang atau badan hukum untuk mencari keadilan dan menyelesaikan persoalan hukum yang muncul selain alternatif penyelesaian

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN I. UMUM

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN I. UMUM PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 25A Undang - Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 25A Undang - Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa wilayah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 25A Undang - Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa wilayah Indonesia di bagi atas daerah - daerah dengan wilayah batas - batas dan hak - haknya ditetapkan dengan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR:...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR:...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR:...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Oleh Administrator Kamis, 15 Januari :42 - Terakhir Diupdate Rabu, 22 Desember :51

Oleh Administrator Kamis, 15 Januari :42 - Terakhir Diupdate Rabu, 22 Desember :51 KOMPETENSI ABSOLUT PERADILAN AGAMA Kewenangan PA dari masa ke masa: Sebelum Kemerdekaan: Staatsblaad 1882 No. 152 tidak disebutkan secara tegas kewenangan PA, hanya disebutkan bahwa wewenang PA itu berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III KONSEP MAQASID ASY-SYARI AH DAN PENCEGAHAN TERHADAP NIKAH DI BAWAH TANGAN

BAB III KONSEP MAQASID ASY-SYARI AH DAN PENCEGAHAN TERHADAP NIKAH DI BAWAH TANGAN BAB III KONSEP MAQASID ASY-SYARI AH DAN PENCEGAHAN TERHADAP NIKAH DI BAWAH TANGAN Menurut Imam Asy-Syathibi jika aturan/hukum itu membawa kepada kemaslahatan, maka aturan /hukum itu harus dijadikan sebagai

Lebih terperinci

KEWENANGAN MAHKAMAH SYAR IYAH DI ACEH SEBAGAI PENGADILAN KHUSUS DALAM PENYELESAIAN SENGKETA

KEWENANGAN MAHKAMAH SYAR IYAH DI ACEH SEBAGAI PENGADILAN KHUSUS DALAM PENYELESAIAN SENGKETA Kewenangan Mahkamah Syar iyah di Aceh sebagai Pengadilan Khusus Kanun Jurnal Ilmu Hukum Yusrizal, Sulaiman, Mukhlis No. 53, Th. XIII (April, 2011), pp. 65-76. KEWENANGAN MAHKAMAH SYAR IYAH DI ACEH SEBAGAI

Lebih terperinci

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 14 TAHUN 2003 TENTANG KHALWAT (MESUM) BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 14 TAHUN 2003 TENTANG KHALWAT (MESUM) BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 14 TAHUN 2003 TENTANG KHALWAT (MESUM) BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA 1 GUBERNUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Menimbang :

Lebih terperinci

HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA MUHAMMAD MUSLIH, SH, MH

HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA MUHAMMAD MUSLIH, SH, MH HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA MUHAMMAD MUSLIH, SH, MH A. Pendahuluan Pada masa penjajahan Belanda hingga menjelang akhir tahun 1989, Pengadilan Agama di Indonesia exis tanpa Undang-Undang tersendiri dan

Lebih terperinci

PENGADILAN AGAMA POLEWALI

PENGADILAN AGAMA POLEWALI Polewali Sulawesi Barat, 91315 Telepon : (0428) 23234, Fax : (0428) 21334 Kode Dokumen : PO Tanggal Pembuatan : 01 September 2016 Tanggal Revisi : - Tanggal Efektif 13 September 2016 DIBUAT OLEH, Ketua

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 24/PUU-XII/2014 Pengumuman Hasil Penghitungan Cepat

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 24/PUU-XII/2014 Pengumuman Hasil Penghitungan Cepat RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 24/PUU-XII/2014 Pengumuman Hasil Penghitungan Cepat I. PEMOHON 1. PT. Indikator Politik Indonesia, diwakili oleh Burhanuddin, selaku Direktur Utama, sebagai

Lebih terperinci

BAB IV AKIBAT HUKUM PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DALAM HAK PEWARISAN ANAK YANG DILAHIRKAN DALAM PERKAWINAN

BAB IV AKIBAT HUKUM PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DALAM HAK PEWARISAN ANAK YANG DILAHIRKAN DALAM PERKAWINAN 52 BAB IV AKIBAT HUKUM PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DALAM HAK PEWARISAN ANAK YANG DILAHIRKAN DALAM PERKAWINAN Perkawinan dibawah tangan banyak sekali mendatangkan kerugian daripada kebaikan terutama terhadap

Lebih terperinci

WACANA PENAMBAHAN KEWENANGAN PERADILAN AGAMA UNTUK MENGADILI PERKARA TINDAK PIDANA ISLAM DI SELURUH WILAYAH INDONESIA

WACANA PENAMBAHAN KEWENANGAN PERADILAN AGAMA UNTUK MENGADILI PERKARA TINDAK PIDANA ISLAM DI SELURUH WILAYAH INDONESIA WACANA PENAMBAHAN KEWENANGAN PERADILAN AGAMA UNTUK MENGADILI PERKARA TINDAK PIDANA ISLAM DI SELURUH WILAYAH INDONESIA Muchamad Arif Agung Nugroho Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim Semarang agungprogresif@gmail.com

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 98/PUU-XIII/2015 Izin Pemanfaatan Hutan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 98/PUU-XIII/2015 Izin Pemanfaatan Hutan RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 98/PUU-XIII/2015 Izin Pemanfaatan Hutan I. PEMOHON - P.T. Inanta Timber & Trading Coy Ltd.yang diwakili oleh Sofandra sebagai Direktur Utama -------------------------------------

Lebih terperinci

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN, KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN KABUPATEN ATAU KOTA DALAM PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengertian tentang perkawinan di Indonesia tercantum dalam Undangundang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, disana dijelaskan bahwa perkawinan adalah ikatan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENETAPAN HAKIM PENGADILAN AGAMA. MALANG NOMOR 0038/Pdt.P/2014/PA.Mlg

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENETAPAN HAKIM PENGADILAN AGAMA. MALANG NOMOR 0038/Pdt.P/2014/PA.Mlg BAB IV ANALISIS TERHADAP PENETAPAN HAKIM PENGADILAN AGAMA MALANG NOMOR 0038/Pdt.P/2014/PA.Mlg A. Analisis Pertimbangan dan Dasar Hukum Majelis Hakim Pengadilan Agama Malang Mengabulkan Permohonan Itsbat

Lebih terperinci

NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA

NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Republik Indonesia, sebagai negara

Lebih terperinci

BAB II PENGESAHAN ANAK LUAR KAWIN DARI PASANGAN SUAMI ISTRI YANG BERBEDA KEWARGANEGARAAN BERDASARKAN PARTICULARS OF MARRIAGE

BAB II PENGESAHAN ANAK LUAR KAWIN DARI PASANGAN SUAMI ISTRI YANG BERBEDA KEWARGANEGARAAN BERDASARKAN PARTICULARS OF MARRIAGE 30 BAB II PENGESAHAN ANAK LUAR KAWIN DARI PASANGAN SUAMI ISTRI YANG BERBEDA KEWARGANEGARAAN BERDASARKAN PARTICULARS OF MARRIAGE NO. 49/08 YANG TERDAFTAR PADA KANTOR DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL

Lebih terperinci

PARADIGMA BARU PERADILAN AGAMA. Oleh: Ahsan Dawi Mansur. Peradilan Agama merupakan lingkungan peradilan di bawah

PARADIGMA BARU PERADILAN AGAMA. Oleh: Ahsan Dawi Mansur. Peradilan Agama merupakan lingkungan peradilan di bawah PARADIGMA BARU PERADILAN AGAMA Oleh: Ahsan Dawi Mansur Peradilan Agama merupakan lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung sebagai pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia, sebagai negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan

Lebih terperinci

KEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945

KEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945 KEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945 Oleh : Masriyani ABSTRAK Sebelum amandemen UUD 1945 kewenangan Presiden selaku kepala Negara dan kepala pemerintahan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah menguraikan tentang pembahasan dan analisis sesuai dengan memperhatikan pokok-pokok permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini, yang berjudul Pendapat Hakim Pengadilan

Lebih terperinci

BAB III AKTA NIKAH DALAM LINTAS HUKUM. A. Akta Nikah dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974

BAB III AKTA NIKAH DALAM LINTAS HUKUM. A. Akta Nikah dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 BAB III AKTA NIKAH DALAM LINTAS HUKUM A. Akta Nikah dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Perkawinan merupakan institusi kecil yang sangat penting dalam masyarakat. Eksistensi institusi ini adalah

Lebih terperinci

R U J U K A N UNDANG UNDANG DASAR 1945 DALAM PUTUSAN-PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

R U J U K A N UNDANG UNDANG DASAR 1945 DALAM PUTUSAN-PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI R U J U K A N UNDANG UNDANG DASAR 1945 DALAM PUTUSAN-PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Singkatan dalam Rujukan: PUTMK: Putusan Mahkamah Konstitusi HPMKRI 1A: Himpunan Putusan Mahkamah Konstitusi RI Jilid 1A

Lebih terperinci

BAB IV MENGAPA HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA NOMOR 0091/ Pdt.P/ 2013/ PA.Kdl. TIDAK MENJADIKAN PUTUSAN MAHKAMAH

BAB IV MENGAPA HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA NOMOR 0091/ Pdt.P/ 2013/ PA.Kdl. TIDAK MENJADIKAN PUTUSAN MAHKAMAH BAB IV MENGAPA HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA NOMOR 0091/ Pdt.P/ 2013/ PA.Kdl. TIDAK MENJADIKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI DASAR HUKUM PUTUSAN Pengadilan Agama Kendal telah memeriksa dan memberi

Lebih terperinci

BAB IV. Setelah mempelajari putusan Pengadilan Agama Sidoarjo No. 2355/Pdt.G/2011/PA.Sda tentang izin poligami, penulis dapat

BAB IV. Setelah mempelajari putusan Pengadilan Agama Sidoarjo No. 2355/Pdt.G/2011/PA.Sda tentang izin poligami, penulis dapat BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERTIMBANGAN DAN DASAR HUKUM IZIN POLIGAMI DALAM PUTUSAN MAJELIS HAKIM DI PENGADILAN AGAMA SIDOARJO NO. 2355/Pdt.G/2011/PA.Sda A. Analisis Yuridis Pertimbangan Dan Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Qur anul Karim dan Sunnah Rosullulloh saw. Dalam kehidupan didunia ini, Firman Allah dalam Q.S. Adz-Dzaariyat : 49, yang artinya :

BAB I PENDAHULUAN. Qur anul Karim dan Sunnah Rosullulloh saw. Dalam kehidupan didunia ini, Firman Allah dalam Q.S. Adz-Dzaariyat : 49, yang artinya : 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu amalan sunah yang disyari atkan oleh Al- Qur anul Karim dan Sunnah Rosullulloh saw. Dalam kehidupan didunia ini, segala sesuatu

Lebih terperinci

Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 Terhadap Ketentuan Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Perkawinan.

Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 Terhadap Ketentuan Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Perkawinan. Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 Terhadap Ketentuan Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Perkawinan Oleh: Pahlefi 1 Abstrak Tulisan ini bertujuan membahas dan menganalisis apakah

Lebih terperinci

BAB III. 1. Latar belakang lahirnya rancanan Undang-Undang hukum materiil Peradilan Agama bidang Perkawinan

BAB III. 1. Latar belakang lahirnya rancanan Undang-Undang hukum materiil Peradilan Agama bidang Perkawinan BAB III PANDANGAN HAKIM PENGADILAN AGAMA PASURUAN TERHADAP HUKUMAN PELAKU NIKAH SIRRÎ DALAM RANCANGAN UNDANG-UNDANG HUKUM MATERIIL PERADILAN AGAMA BIDANG PERKAWINAN A. Hukuman Pelaku Nikah Sirrî dalam

Lebih terperinci

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. DAMPAK PEMBATALAN PERKAWINAN AKIBAT WALI YANG TIDAK SEBENARNYA TERHADAP ANAK DAN HARTA BERSAMA MENURUT HAKIM PENGADILAN AGAMA KEDIRI (Zakiyatus Soimah) BAB I Salah satu wujud kebesaran Allah SWT bagi manusia

Lebih terperinci

BAB IV. rumah tangga dengan sebaik-baiknya untuk membentuk suatu kehidupan. tangga kedua belah pihak tidak merasa nyaman, tenteram dan mendapaatkan

BAB IV. rumah tangga dengan sebaik-baiknya untuk membentuk suatu kehidupan. tangga kedua belah pihak tidak merasa nyaman, tenteram dan mendapaatkan 58 BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERTIMBANGAN HUKUM PENGADILAN AGAMA SIDOARJO DALAM MEMUTUSKAN PERCERAIAN PASANGAN YANG MENIKAH DUA KALI DI KUA DAN KANTOR CATATAN SIPIL NOMOR: 2655/PDT.G/2012/PA.SDA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agama harus dikukuhkan oleh Peradilan Umum. Ketentuan ini membuat

BAB I PENDAHULUAN. Agama harus dikukuhkan oleh Peradilan Umum. Ketentuan ini membuat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebelum diberlakukan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam pasal 63 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun

Lebih terperinci

BAB III SEJARAH SINGKAT PENGADILAN AGAMA JEPARA. Indonesia sejak Islam masuk dan berdiri kesultanan-kesultanan Islam di

BAB III SEJARAH SINGKAT PENGADILAN AGAMA JEPARA. Indonesia sejak Islam masuk dan berdiri kesultanan-kesultanan Islam di BAB III SEJARAH SINGKAT PENGADILAN AGAMA JEPARA A. Sekilas Tentang Pengadilan Agama 1. Sejarah Pengadilan Agama Jepara Hukum Islam dan pengadilan yang menegakkannya telah berlaku di Indonesia sejak Islam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul amanah dan tanggung jawab.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, suami istri memikul suatu tanggung jawab dan kewajiban.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, suami istri memikul suatu tanggung jawab dan kewajiban. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan hubungan cinta, kasih sayang dan kesenangan. Sarana bagi terciptanya kerukunan dan kebahagiaan. Tujuan ikatan perkawinan adalah untuk dapat membentuk

Lebih terperinci

Per June 2009 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN NIAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Per June 2009 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN NIAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Per June 2009 XII RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN NIAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan hukum

Lebih terperinci

AMANDEMEN II UUD 1945 (Perubahan tahap Kedua/pada Tahun 2000)

AMANDEMEN II UUD 1945 (Perubahan tahap Kedua/pada Tahun 2000) AMANDEMEN II UUD 1945 (Perubahan tahap Kedua/pada Tahun 2000) Perubahan kedua terhadap pasal-pasal UUD 1945 ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 2000. Perubahan tahap kedua ini ini dilakukan terhadap beberapa

Lebih terperinci

Kuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015.

Kuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015. RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 42/PUU-XIII/2015 Syarat Tidak Pernah Dijatuhi Pidana Karena Melakukan Tindak Pidana Yang Diancam Dengan Pidana Penjara 5 (Lima) Tahun Atau Lebih Bagi Seseorang Yang Akan

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MATERI AUDIENSI DAN DIALOG DENGAN FINALIS CERDAS CERMAT PANCASILA, UUD NEGARA RI TAHUN 1945, NKRI, BHINNEKA TUNGGAL IKA, DAN KETETAPAN MPR Dr. H. Marzuki Alie

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT UJI KELAYAKAN (FIT AND PROPER TEST) KOMISI III DPR RI TERHADAP CALON HAKIM AGUNG -------------------------------------------------- (BIDANG HUKUM, HAM DAN KEAMANAN) Tahun Sidang

Lebih terperinci

diajukan oleh pihak :

diajukan oleh pihak : ------Pengadilan Agama Poso yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat pertama telah menjatuhkan penetapan atas perkara Cerai Talak yang diajukan oleh pihak :-------------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 46/PUU-XIV/2016 Perbuatan Perzinaan, Perkosaan, dan Pencabulan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 46/PUU-XIV/2016 Perbuatan Perzinaan, Perkosaan, dan Pencabulan RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 46/PUU-XIV/2016 Perbuatan Perzinaan, Perkosaan, dan Pencabulan I. PEMOHON 1. Prof. Dr. Ir. Euis Sunarti., M.Si (Pemohon I) 2. Rita Hendrawaty Soebagio, Sp.Psi., M.Si.

Lebih terperinci

PENGGUNAAN HUKUM PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN

PENGGUNAAN HUKUM PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN PENGGUNAAN HUKUM PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN (Pengantar Diskusi) Oleh: Dr. M. Arief Amrullah, S.H., M.Hum. 1 A. NDAHULUAN Undang-undang tentang Perkawinan sebagaimana diatur dalam Undangundang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. zoon politicon, yakni sebagai makhluk yang pada dasarnya. selalu mempunyai keinginan untuk berkumpul dengan manusia-manusia lainnya

BAB I PENDAHULUAN. zoon politicon, yakni sebagai makhluk yang pada dasarnya. selalu mempunyai keinginan untuk berkumpul dengan manusia-manusia lainnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam dunia filsafat, para filosof, khususnya Aristoteles menjuluki manusia dengan zoon politicon, yakni sebagai makhluk yang pada dasarnya selalu mempunyai keinginan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Dasar pertimbangan hakim dalam mengabulkan permohonan dispensasi nikah dibawah umur di Pengadilan Agama Bantul

BAB IV PEMBAHASAN. Dasar pertimbangan hakim dalam mengabulkan permohonan dispensasi nikah dibawah umur di Pengadilan Agama Bantul BAB IV PEMBAHASAN Dasar pertimbangan hakim dalam mengabulkan permohonan dispensasi nikah dibawah umur di Pengadilan Agama Bantul Dalam Pasal 7 ayat (1) UUP disebutkan bahwa perkawinan hanya dapat diberikan

Lebih terperinci

PENCATATAN NIKAH, TALAK DAN RUJUK MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 1/1974 DAN PP. NO. 9/1975. Yasin. Abstrak

PENCATATAN NIKAH, TALAK DAN RUJUK MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 1/1974 DAN PP. NO. 9/1975. Yasin. Abstrak PENCATATAN NIKAH, TALAK DAN RUJUK MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 1/1974 DAN PP. NO. 9/1975 Yasin Abstrak Apabila ternyata dari hasil penelitian itu terdapat halangan perkawinan atau belum dipenuhi syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB III PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 718 K/AG/2012 TENTANG BIAYA KEHIDUPAN (NAFKAH) BAGI BEKAS ISTRI YANG DIBERIKAN OLEH SUAMI PASCA PERCERAIAN

BAB III PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 718 K/AG/2012 TENTANG BIAYA KEHIDUPAN (NAFKAH) BAGI BEKAS ISTRI YANG DIBERIKAN OLEH SUAMI PASCA PERCERAIAN BAB III PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 718 K/AG/2012 TENTANG BIAYA KEHIDUPAN (NAFKAH) BAGI BEKAS ISTRI YANG DIBERIKAN OLEH SUAMI PASCA PERCERAIAN A. Mahkamah Agung dalam Sistem Peradilan Agama di Indonesia

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor /PUU-VIII/2010 Tentang UU Pengadilan Anak Sistem pemidanaan terhadap anak

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor /PUU-VIII/2010 Tentang UU Pengadilan Anak Sistem pemidanaan terhadap anak RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor /PUU-VIII/2010 Tentang UU Pengadilan Anak Sistem pemidanaan terhadap anak I. PEMOHON Komisi Perlindungan Anak Indonesia; Yayasan Pusat Kajian Dan Perlindungan

Lebih terperinci

Kecamatan yang bersangkutan.

Kecamatan yang bersangkutan. 1 PENCABUTAN PERKARA CERAI GUGAT PADA TINGKAT BANDING (Makalah Diskusi IKAHI Cabang PTA Pontianak) =========================================================== 1. Pengantar. Pencabutan perkara banding dalam

Lebih terperinci

PUTUSAN NOMOR : 230 K/AG/2007 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G

PUTUSAN NOMOR : 230 K/AG/2007 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G PUTUSAN NOMOR : 230 K/AG/2007 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata agama dalam tingkat kasasi telah memutuskan

Lebih terperinci

BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA TENTANG DUDUK PERKARANYA

BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA TENTANG DUDUK PERKARANYA P U T U S A N Nomor:0099/Pdt.G/2010/PA.Slk BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Solok yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara tertentu dalam

Lebih terperinci

RINGKASAN PUTUSAN. Darmawan, M.M Perkara Nomor 13/PUU-VIII/2010: Muhammad Chozin Amirullah, S.Pi., MAIA Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI), dkk

RINGKASAN PUTUSAN. Darmawan, M.M Perkara Nomor 13/PUU-VIII/2010: Muhammad Chozin Amirullah, S.Pi., MAIA Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI), dkk RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 6-13-20/PUU-VIII/2010 tanggal 13 Oktober 2010 atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 7 2006 SERI E R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN MENGHARAP BERKAT DAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHU

Lebih terperinci

PENTINGNYA PENCATATAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

PENTINGNYA PENCATATAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN PENTINGNYA PENCATATAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN Oleh: Wahyu Ernaningsih, S.H.,M.Hum. Dosen Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya Abstrak Putusan Mahkamah Konstitusi

Lebih terperinci

Kuasa Hukum : - Fathul Hadie Utsman, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 20 Oktober 2014;

Kuasa Hukum : - Fathul Hadie Utsman, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 20 Oktober 2014; RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 8/PUU-XIII/2015 Syarat Pengunduran Diri Bagi Calon Anggota Legislatif dan Calon Kepala Daerah Yang Berasal Dari Pegawai Negeri Sipil I. PEMOHON 1. Prof. DR.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan Pengadilan Agama berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006, merupakan salah satu badan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Lampiran 8 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik Indonesia menjamin

Lebih terperinci