BAB II TINJAUAN TEORI. Perilaku Pencegahan Infeksi Menular. memang terdapat bentuk bentuk perilaku instinktif (species specific

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN TEORI. Perilaku Pencegahan Infeksi Menular. memang terdapat bentuk bentuk perilaku instinktif (species specific"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN TEORI A. TINJAUAN TEORI Perilaku Pencegahan Infeksi Menular Psikologi memandang perilaku manusia (human behavior) sebagai reaksi yang dapat bersifat sederhana maupun bersifat kompleks. Pada manusia khususnya dan pada berbagai spesies hewan umumnya memang terdapat bentuk bentuk perilaku instinktif (species specific behavior) yang didasari oleh kodrat untuk mempertahankan kehidupan. Salah satu karakteristik reaksi perilaku manusia yang menarik adalah sifat diverensialnya. Maksudnya, satu stimulus dapat menimbulkan lebih dari satu respon yang berbeda dan beberapa stimulus yang berbeda dapat saja menimbulkan satu respon yang sama. Kurt Lewin (1951, dalam buku Azwar, 2009, p.10) merumuskan suatu model hubungan perilaku yang mengatakan bahwa perilaku adalah fungsi karakteristik individu dan lingkungan. Karakteristik individu meliputi berbagai variabel seperti motif, nilai nilai, sifat kpribadian dan sikap yang saling berinteraksi pula dengan faktor faktor lingkungan dalam menentukan perilaku. Faktor lingkungan memiliki kekuatan besar dalam menentukan perilaku, bahkan kadang kadang kekuatannya lebih besar dari pada karakteristik individu. Hal inilah yang menjadikan prediksi perilaku lebih kompleks. 9

2 10 Teori tindakan beralasan mengatakan bahwa sikap mempengaruhi perilaku lewat suatu proses pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan dan dampaknya terbatas hanya pada 3 hal yaitu : A. Perilaku tidak banyak ditentukan oleh sikap umum tetapi oleh sikap yang spesifik terhadap sesuatu. B. Perilaku dipengaruhi tidak hanya oleh sikap tetapi juga oleh norma norma subjektif (subjective norms) yaitu keyakinan kita mengenai apa yang orang lain inginkan agar kita perbuat. C. Sikap terhadap suatu perilaku bersama norma norma subjektif membentuk suatu intensi atau niat untuk berperilaku tertentu. Secara sederhana, teori ini mengatakan bahwa seseorang akan melakukan suatu perbuatan apabila ia memandang perbuatan itu positif dan bila ia percaya bahwa orang lain ingin agar ia melakukannya. Dalam teori perilaku terencana keyakinan keyakinan berpengaruh pada sikap terhadap perilaku tertentu, pada norma norma subjektif dan pada control perilaku yang dia hayati. Ketiga komponen ini berinteraksi dan menjadi determinan bagi intensi yang pada gilirannya akan menentukan apakah perilaku yang bersangkutan akan dilakukan atau tidak (Azwar, 2009, pp.10-12). Menurut Green (1980) dalam buku Notoatmodjo (2003, pp ) menganalisis bahwa perilaku manusia dari tingkatan kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yakni faktor perilaku (behaviour causer) dan faktor dari luar perilaku

3 11 (non behaviour causer). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor yaitu : Faktor faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai nilai dan sebagainya. Faktor faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas fasilitas atau sarana - sarana kesehatan misalnya Puskesmas, obat obatan, alat alat kontrasepsi, jamban dan sebagainya. Faktor faktor pendorong (reinforcing factors), yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas yang lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku. Menurut Leavel dan Clark yang disebut pencegahan adalah segala kegiatan yang dilakukan baik langsung maupun tidak langsung untuk mencegah suatu masalah kesehatan atau penyakit. Pencegahan berhubungan dengan masalah kesehatan atau penyakit yang spesifik dan meliputi perilaku menghindar (Romauli, 2009, p.134).

4 12 Tingkatan pencegahan penyakit menurut Leavel dan Clark ada 5 tingkatan yaitu (Maryati, 2009, p.146): a. Peningkatan kesehatan (Health Promotion). 1) Penyediaan makanan sehat cukup kualitas maupun kuantitas. 2) Perbaikan higiene dan sanitasi lingkungan. 3) Peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat antara lain pelayanan kesehatan reproduksi bagi remaja yang hamil diluar nikah, yang terkena penyakit infeksi akibat seks bebas dan Pelayanan Keluarga Berencana. b. Perlindungan umum dan khusus terhadap penyakit tertentu (Spesific Protection). 1) Memberikan imunisasi pada golongan yang rentan untuk mencegah terhadap penyakit penyakit tertentu. 2) Isolasi terhadap penyakit menular. 3) Perlindungan terhadap keamanan kecelakaan di tempat tempat umum dan ditempat kerja. 4) Perlindungan terhadap bahan bahan yang bersifat karsinogenik, bahan bahan racun maupun alergi. c. Menggunakan diagnosa secara dini dan pengobatan yang cepat dan tepat (Early Diagnosis and Promotion). 1) Mencari kasus sedini mungkin. 2) Melakukan pemeriksaan umum secara rutin.

5 13 3) Pengawasan selektif terhadap penyakit tertentu misalnya kusta, TBC, kanker serviks. 4) Meningkatkan keteraturan pengobatan terhadap penderita. 5) Mencari orang orang yang pernah berhubungan dengan penderita berpenyakit menular. 6) Pemberian pengobatan yang tepat pada setiap permulaan kasus. d. Pembatasan kecacatan (Dissability Limitation) 1) Penyempurnaan dan intensifikasi pengobatan lanjut agar terarah dan tidak menimbulkan komplikasi. 2) Pencegahan terhadap komplikasi dan kecacatan. 3) Perbaikan fasilitas kesehatan bagi pengunjung untuk dimungkinkan pengobatan dan perawatan yang lebih intensif. e. Pemulihan kesehatan (Rehabilitation) 1) Mengembangkan lembaga lembaga rehablitasi dengan mengikutsertakan masyarakat. 2) Menyadarkan masyarakat untuk menerima mereka kembali dengan memberi dukungan moral, setidaknya bagi yang bersangkutan untuk bertahan. 3) Mengusahakan perkampungan rehabilitasi sosial sehingga setiap penderita yang telah cacat mampu mempertahankan diri. 4) Penyuluhan dan usaha usaha kelanjutannya harus tetap dilakukan seseorang setelah ia sembuh dari suatu penyakit.

6 14 Karakteristik Wanita Pekerja Seks a. Umur Umur adalah bilangan tahun terhitung sejak lahir sampai dengan tahun terakhir seseorang melakukan aktifitas. Umur seseorang demikian besarnya dalam mempengaruhi pengetahuan, sikap dan perilaku. Semakin lanjut umurnya semakin lebih bertanggung jawab, lebih tertib, lebih bermoral dan lebih berbakti dari pada usia muda (Notoatmodjo, 2003, p.82). Menurut Hidayat (2003, p.21) umur yaitu usia individu yang dihitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun. Semakin cukup umur maka tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Tahapan masa remaja sampai dewasa tua yaitu remaja (12 18 tahun), dewasa muda (18 35 tahun), dewasa tengah (35 60 tahun) (Ahmadi, 2005, p.78). b. Pendidikan 1) Definisi Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat (Notoatmodjo, 2003, p.16). Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

7 15 belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (UU No 20 Tahun 2003). Sedangkan menurut Notoatmodjo (2007, p.108) pendidikan adalah ilmu yang mempelajari serta memproses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang. Usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan proses dan cara. 2) Menurut UU RI no 20 tahun 2003, ditinjau dari sudut tingkatannya jalur pendidikan terdiri dari : a) Pendidikan Dasar : - SD / MI - SMP / MTS b) Pendidikan Menengah : - SMU dan Kejuruan - Madrasah Aliyah c) Pendidikan Tinggi : - Akademi - Institut - Sekolah Tinggi - Universitas Pendidikan yang tinggi dipandang perlu bagi kaum wanita karena tingkat pendidikan yang tinggi maka mereka dapat meningkatkan taraf hidup, membuat keputusan yang menyangkut masalah kesehatan mereka sendiri. Seorang wanita yang lulus dari

8 16 perguruan tinggi akan lebih mudah mendapatkan pekerjaan dan mampu berperilaku hidup sehat bila dibandingkan dengan seorang wanita yang memiliki pendidikan rendah. Semakin tinggi pendidikan seorang wanita maka ia semakin mampu mandiri dengan sesuatu yang menyangkut diri mereka sendiri. Semakin tinggi pendidikan wanita akan mudah menerima hal hal yang baru dan mudah menyesuaikan diri dengan masalah masalah baru (Widyastuti, 2009, p.161). Pengetahuan a. Definisi Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensoris khususnya mata dan telinga terhadap obyek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku terbuka (overt behavior). Perlaku yang didasari pengetahuan yang umumnya bersifat langgeng (Sunaryo, 2000). Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyektifitas tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003, p.108). Berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia (2005) pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui berkaitan dengan proses belajar.

9 17 Pengetahuan adalah segala sesuatu yang telah diketahui. Adapun cara mengetahui sesuatu dapat dilakukan dengan cara mendengar, melihat, merasa dan sebagainya (Saebani, 2008, p.2). b. Tingkatan Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2007, pp ) pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan antara lain : 1) Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall). Sesuatu yang spesifik dari sebuah bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja yang mewakili adalah menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, mengatakan dan sebagainya. 2) Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Kata kerja operasional yang mewakili adalah menyimpulkan, menjelaskan, meramalkan dan sebagainya. 3) Aplikasi (Aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondiai

10 18 real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau pungguna hukum hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Kata kerja operasional yang mewakili adalah mendemonstrasikan, menghubungkan, membuktikan dan lain lain. 4) Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu komponen untuk menjabarkan materi atau suatu obyek kedalam komponen komponen, tetapi masih dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kata kerja operasional yang mewakili adalah memisahkan, membedakan, mengelompokan dan sebagainya. 5) Sintesis (Syntesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada. Kata kerja operasional yang mewakili adalah mengkatagorikan, mengkombinasikan, menyusun, merangkaikan dan lain-lain. 6) Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian penilaian ini didasarkan pada satu kriteria yang

11 19 ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang ada. Kata kerja operasional yang mewakili memperbandingkan, membahas, memberikan argumen. c. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2007, p.124) ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang yaitu : 1) Pendidikan Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kriteria dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar. Makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut menerima informasi. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dipendidikan formal, tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan nonformal. 2) Mass media informasi Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun nonformal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia bermacam macam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio,

12 20 surat kabar, majalah dan lain lain mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang. 3) Sosial budaya dan ekonomi Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan sesuatu. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang. 4) Lingkungan Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu baik lingkungan fisik, biologis dan sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan kedalam individu yang berada di lingkungan tersebut. 5) Pengalaman Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran. d. Cara Memperoleh Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2005, pp.11-18) ada 2 cara untuk memperoleh pengetahuan yaitu :

13 21 1) Cara tradisional Cara tradisional ini dipakai orang untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sebelum ditemukannya metode ilmiah atau metode penemuan secara sistematik dan logis. Cara cara penemuan pengetahuan pada periode ini antara lain : a) Cara coba coba (trial and error) Cara ini dipakai orang sebelum adanya kebudayaan bahkan mungkin sebelum adanya peradaban. Cara ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain. b) Cara kekuasaan (otoritas) Pengetahuan ini diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan baik tradisi otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama maupun ahli ilmu agama. Dari sejarah kita ketahui dan kita pelajari bahwa kekuasaan pada zaman dulu adalah mutlak sehingga apapun yang keluar dari mulut raja adalah kebenaran yang mutlak dan harus diterima oleh masyarakat atau rakyatnya. c) Berdasarkan pengalaman pribadi Pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Dilakukan dengan cara mengulang kembali

14 22 pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang ada pada masa lalu. Oleh sebab itu pengalaman pribadipun digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan. d) Melalui jalan pikiran Manusia telah mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya. Dengan kata lain, dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan jalan pikirannya, baik melalui induksi maupun deduksi. 2) Cara modern (Ilmiah) Cara baru modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis dan ilmiah. Dalam memperoleh kesimpulan dilakukan dengan jalan mengadakan observasi langsung dan membuat pencatatan - pencatatan terhadap semua fakta sebelumnya dengan obyek penelitian. Infeksi Menular Seksual ( IMS ) a. Definisi Infeksi menular seksual (IMS) merupakan salah satu infeksi saluran kelamin yang ditularkan melalui hubungan seksual dengan pasangan yang berganti ganti baik secara vaginal, anal maupun oral.. Kuman penyebab infeksi dapat berupa jamur, virus dan parasit. Perempuan lebih mudah terkena IMS dibandingkan laki laki karena saluran reproduksi perempuan lebih dekat ke anus dan saluran kencing.

15 23 Infeksi menular seksual pada perempuan juga sering tidak dikerahui karena gejalanya kurang jelas dibandingkan dengan laki laki. Pada perempuan IMS dapat menyebabkan kehamilan di luar kandungan, kemadulan, kanker leher rahim, kelainan pada janin / bayi dapat menyebabkan BBLR dan prematur (Widyastuti, 2009, pp.38-39). Infeksi menular seksual adalah penyakit menular melalui hubungan seksual. Akan tetapi, terdapat beberapa jenis yang menular melalui pemakaian jarum suntik secara bersama sama. Penyakit ini ditularkan melalui lendir darah dan cairan tubuh (Suryoprajogo, 2009, p, 138). Secara garis besar IMS dapat digolongkan menjadi 4 kelompok yaitu IMS yang memberi gejala klinis berupa keluarnya duh tubuh (cairan) dari alat kelamin contohnya penyakit gonore, IMS yang memberi gejala klinis berupa luka di alat kelamin contohnya chancroid, sifilis dan herpes genetalis, IMS dengan gejala klinis berupa benjolan atau tumor contohnya penyakit kondiloma akuminata dan IMS yang tidak memberi gejala pada tahap permulaan contohnya penyakit hepatitis B dan infeksi HIV/AIDS (Daili, 2004, p.251). Infeksi menular seksual menular lewat kegiatan seksual memang kebanyakan dari penyakit ini dapat disembuhkan. Namun ironisnya banyak sekali korban IMS yang tidak dapat terselamatkan, lebih parahnya kebanyakan adalah generasi muda.

16 24 Terkadang IMS tidak menunjukan gejala gejala apapun. IMS dapat bersifat simptomatik (tidak memiliki gejala) baik pria maupun wanita. Beberapa IMS ada yang baru menunjukkan gejalanya setelah berhari hari, berminggu minggu bahkan bertahun tahun (Andira, 2010, pp ). b. Jenis IMS Jenis jenis IMS diantaranya (Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2009) antara lain gonore, sifilis, clamidia, herpes genetalis, trikomonas vaginitis, condyloma acuminata, candidiasis, HIV/AIDS, vaginitis bacterial dan chancroid. c. Gejala IMS Menurut UNAIDS dan WHO 2000, gejala gejala umum IMS sebagai berikut : Tabel 2.1 Gejala IMS Gejala Perempuan Laki-laki Luka Luka dengan atau tanpa rasa sakit, disekitar alat kelamin, anus, mulut atau bagian tubuh yang lain. Tonjolan kecil kecil, diikuti luka yang sangat sakit disekitar alat kelamin. Cairan tidak Cairan dari vagina bisa gatal, Cairan bening atau berwarna, normal kekuningan, kehijauan, berbau atau berlendir. Duh tubuh bisa juga keluar dari anus berasal dari pembukaan kepala penis Sakit pada saat buang air kecil Perubahan warna kulit Tonjolan seperti jengger ayam Sakit pada bagian bawah perut PMS pada wanita biasanya tidak menyebabkan sakit atau burning urination Rasa terbakar atau rasa sakit selama atau setelah urination terkadang diikuti dengan duh tubuh dari penis Terutama di bagian telapak tangan atau kaki. Perubahan biasanya menyebar ke seluruh bagian tubuh Tumbuh tonjolan seperti jengger ayam di sekitar alat kelamin Bagian bawah perut terasa nyeri

17 25 Kemerahan Kemerahan di sekitar alat kelamin atau diantara kaki antara lain : Kemerahan pada sekitar alat kelamin, kemerahan dan sakit di kantong zakar Menurut Suryoprajogo (2009, p.139) tanda dan gejala IMS 1) Keluar lendir yang berbau busuk dari vagina atau saluran kencing. 2) Ulkus di mulut atau alat kelamin. 3) Gatal pada daerah kemaluan. 4) Sakit di bagian bawah abdomen. 5) Bengkak pada pangkal paha. Menurut Widyastuti (2009, pp.41-44) penyakit kelamin dan gejalanya yaitu sebagai berikut : 1) Gonore Penyebabnya : Nisseria Gonnoreae Gejala pada wanita : a. Keputihan kental berwarna kekuningan b. Rasa nyeri di rongga panggul c. Dapat juga tanpa gejala Gejala pada laki laki : a. Rasa nyeri pada saat kencing 2) Sifilis b. Keluarnya nanah kental kuning kehijauan Penyebabnya : Kuman Treponema Pallidum Gejala : a. Luka pada kemaluan tanpa nyeri c. Ujung penis agak merah dan bengkak

18 26 b. Bintil, bercak merah pada tubuh c. Kelainan saraf, jantung, pembuluh darah 3) Klamidia Penyebabnya : Clamidia Trachomatis Gejala : a. Keputihan encer berwarna putih kekuningan b. Nyeri di rongga panggul c. Perdarahan setelah hubungan seksual 4) Herpes Genetalis Penyebabnya : Virus Herpes Genetalis Gejala : a. Bintil bintil berair dan nyeri pada kemaluan b. Luka akibat pecahnya bintil bintil c. Dapat muncul lagi seperti gejala awal karena stres, haid, makan/ minuman berakohol, hubungan seks berlebihan 5) Trikomonas Vaginitis Penyebabnya : Semacam Protozoa Gejala : a. Keputihan encer, berwarna kekuning kuningan, berbusa dan berbau busuk b.vulva agak membengkak, kemerahan, gatal dan menggangu 6) Kondiloma Akuminata Penyebabnya : Virus Human Papilloma Gejala : Timbulnya kutil disekitar kemaluan yang dapat membesar dan dapat menyebabkan kanker mulut rahim

19 27 7) Kandidiasis Penyebabnya : Kandida Albicans Gejalanya : Keputihan yang banyak 8) HIV/AIDS Penyebabnya : Virus HIV Gejalanya : Sering menampakan gejalanya sampai bertahun tahun (5 10 tahun) yaitu penurunan daya tahan tubuh 9) Chancroid Penyebab : Bakteri Haemopillus Ducreyi Gejala : a. Luka dan nyeri tanpa radang jelas b. Benjolan mudah pecah dilipatan paha disertai sakit d. Cara Penularan IMS Cara penularan IMS termasuk HIV/AIDS sebagai berikut (Widyastuti, 2009, p.40) : 1) Hubungan seksual penetratik yang tidak terlindungi, baik melalui vagina, anus maupun oral. Cara ini merupakan paling utama (lebih dari 90%). 2) Penularan dari ibu kejanin selama kehamilan (HIV/AIDS, klamidia, ghonore), pada persalinan dan sesudah bayi lahir. 3) Melalui transfusi darah, suntikan atau kontak langsung dengan cairan darah atau produk darah. 4) Tidak memakai kondom saat melakukan hubungan seksual dengan pasangan yang berisiko.

20 28 5) Pemakaian jarum suntik secara bersama sama secara bergantian misalnya pada penderita ketergantungan narkotika. e. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Penularan IMS Faktor faktor yang dapat mempengaruhi penularan IMS dimasyarakat antara lain (Daili, 2004, p. 4) : 1) Faktor dasar : A. Adanya penularan penyakit B. Berganti ganti pasangan seksual 2) Faktor medis A. Gejala klinis pada wanita dan homoseksual yang asimtomatik B. Pengobatan modern C. Pengobatan yang mudah, murah, cepat dan efektif sehingga risiko resistensi tinggi dan apabila disalahgunakan akan meningkatkan risiko penyebaran infeksi 3) Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) dan pil KB hanya bermanfaat bagi pencegahan kehamilannya saja, berbeda dengan kondom yang juga dapat digunakan sebagai alat pencegahan terhadap penularan IMS. 4) Faktor sosial a) Mobilitas penduduk b) Prostitusi c) Waktu yana santai d) Kebebasan individu

21 29 e) Ketidaktahuan f. Perilaku Berisiko Terhadap Penularan Menurut Depkes RI (2000) perilaku yang dapat mempermudah penularan IMS antara lain : a) Berhubungan seks tidak aman (tanpa menggunakan kondom) b) Ganti ganti pasangan seks c) Prostitusi d) Melakukan hubungan seks secara anal Perilaku yang memudahkan seseorang tertular IMS, termasuk HIV/AIDS adalah (Widyastuti, 2009, pp.40-41) yaitu : 1) Sering berganti ganti pasangan seksual / mempunyai lebih dari satu pasangan seksual, baik yang dikenal maupun yang tidak dikenal / WTS. 2) Mempunyai pasangan seksual yang mempunyai pasangan seksual lainnya. 3) Terus melakukan hubungan seksual walaupun mempunnyai keluhan IMS dan tidak diberitahukan kepada pasangannya tentang hal tersebut. 4) Tidak menggunakan kondom pada saat berhubungan seksual dengan pasangan yang berisiko. 5) Pemakaian jarum suntik secara bersama sama secara bergantian misalnya pada penderita ketergantungan narkotika atau kelalaian petugas kesehatan dalam menjaga sterilitas alat suntik

22 30 g. Akibat dari IMS IMS jika dibiarkan saja tanpa ditangani, IMS dapat menghancurkan orang yang terinfeksi seperti (UNAIDS dan WHO, 2005) : 1) Kemandulan baik pria atau wanita 2) Kanker leher rahim pada wanita 3) Kehamilan di luar rahim 4) Infeksi yang menyebar 5) Bayi lahir dengan kelahiran yang tidak seharusnya seperti lahir sebelum cukup umur, BBLR atau terinfeksi IMS Pada perempuan infeksi menular seksual dapat menyebabkan antara lain (Widyastuti, 2009, pp.38-39) : 1) Kehamilan diluar kandungan 2) Kemandulan 3) Kanker leher rahim 4) Kelainan pada janin/ bayi misalnya bayi berat lahir rendah (BBLR), infeksi bawaan sejak lahir, bayi lahir mati dan bayi lahir belum cukup umur Akibat yang ditimbulkan dari IMS yaitu (Suryoprajogo, p.139) 1) Penyakit radang pelvis 2) Kandungan di luar rahim 3) Kanker servik 4) Menularkan kepada bayi semasa proses kelahiran

23 31 5) Keguguran, kematian janin dan kecacatan pada bayi baru lahir 6) Kematian h. Upaya Pencegahan IMS Upaya yang dilakukan sebagai berikut (Yani Widyastuti, 2009, p. 40) yaitu : 1) Melakukan hubungan seksual hanya dengan pasangan setia 2) Menggunakan kondom ketika melakukan hubungan seksual 3) Bila terinfeksi IMS mencari pengobatan bersama pasangan seksual 4) Menghindari hubungan seksual bila ada gejala IMS seperti borok pada alat kelamin / keluarnya duh (cairan) dari alat kelamin Upaya pencegahan infeksi menular seksual ada 3 antara lain (Emilia, 2008, pp.7-8) : 1) Pencegahan Primer Pencegahan primer dilakukan pada masing masing individu sebelum menderita sakit. Upaya yang dilakukan ialah: a) Promosi kesehatan yang ditujukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap masalah kesehatan. b) Perlindungan khusus (Specific protection) yaitu perlindungan spesifik untuk mencegah terjadinya penularan penyakit tertentu misalnya melakukan imunisasi, penggunaan kondom dalam melayani pelanggan.

24 32 2) Pencegahan Sekunder Pencegahan dilakukan pada masa individu yang mulai sakit. Upaya yang dilakukan ialah : a) Diagnosis dini dan pengobatan segera (Early diagnosis and promptreatment) yang ditujukan untuk mencegah penyebaran penyakit bila penyakit ini merupakan penyakit menular, mengobati dan menghentikan proses penyakit, menyembuhkan orang sakit dan mencegah terjadinya komplikasi serta cacat misalnya melakukan tes skrinning secara teratur. b) Pembatasan kecacatan (Disability limitation) pada tahap ini cacat yang terjadi harus diatasi, terutama untuk mencegah penyakit menjadi berkelanjutan misalnya pengobatan secara rutin. 3) Pencegahan Tersier Pencegahan tersier meliputi rehabilitasi, pada proses ini diusahakan agar cacat yang diderita tidak menjadi hambatan sehingga individu yang menderita dapat berfungsi optimal secara fisik, mental dan sosial. Wanita Pekerja Seks (WPS) a. Definisi Wanita Pekerja Seks (WPS) istilah yang akhir akhir ini sering muncul, walaupun tidak semua orang familier mendengar. Istilah wanita penjaja seks adalah istilah baru yang mengandung pengertian

25 33 sama dengan pekerja seks komersial, wanita tuna susila maupun pelacur. Istilah wanita penjaja seks saat ini sering dipakai oleh para pakar, praktisi, dinas kesehatan, aktifis perempuan dan HIV/AIDS untuk mengganti istilah pelacur, dengan pertimbangan istilah ini terasa lebih halus dan terkesan tidak memojokan pekerjaan mereka sebagai pelacur (Koentjoro, 2004). PSK / WPS adalah umumnya wanita (ada juga pria) yang pekerjaannya menjual diri kepada siapa saja atau banyak laki laki yang membutuhkan pemuas hubungan seksual dengan bayaran. Sedangkan pelacuran atau prostitusi adalah peristiwa penyerahan tubuh oleh wanita kepada laki laki (lebih dari satu orang) dengan imbalan pembayaran untuk disetubuhi sebagai pemuas nafsu seks si pembayar yang dilakukan diluar pernikahan (Wartono, 2000). Pekerja Seks Komersial (PSK) atau wanita tuna susila atau disebut juga pelacur adalah perempuan yang menyerahkan badannya untuk berbuat cabul (Romauli, 2009, p.70). Pekerja seks komersial adalah suatu pekerjaan dimana seorang perempuan menggunakan atau mengeksploitasi tubuhnya untuk mendapatkan uang. Saat ini tingkat kemoralan bangsa Indonesia semakin terpuruk, hal ini terbukti dengan tingginya jumlah pekerja seks komersial. Akibatnya semakin banyak ditemukan penyakit menular seksual. Profesi sebagai pekerja seks komersial dengan penyakit menular seksual merupakan satu lingkaran setan. Biasanya

26 34 penyakit menular seksual ini sebagian besar diidap oleh wanita pekerja seks, dimana dalam menjajakan dirinya terhadap pasangan kencan berganti ganti tanpa menggunakan pengaman seperti kondom (Widyastuti, 2009, p.115). Hubungan seksual yang dilakukan PSK biasanya berupa hubungan seksual genito genital (penis vagina) tetapi pelayanan orogenital (penis dimasukkan ke mulut) juga dilakukan dikalangan para PSK. Selain itu dalam jumlah terbatas juga ada yang melakukan hubungan onogenital (seks anal). Biasanya mereka sering disukai oleh pelanggan sekalipun yang bersangkutan sedang menstruasi tetap saja dapat melakukan hubungan seksual dengan cara bukan vaginal. (Koentjoro, 2004). Sedangkan pelacuran atau prostitusi adalah peristiwa penjualan diri dengan jalan menjualbelikan badan, kehormatan dan kepribadian kepada banyak orang untuk memuaskan nafsu dengan imbalan atau bayaran. Dalam kegiatan pelacuran dikenal adanya mucikari yaitu laki laki atau wanita yang mata pencahariannya baik sambilan maupun sepenuhnya, menyediakan, mengadakan atau turut serta mengadakan, membiayai, memimpin serta mengatur tempat pelacuran. Tugas dari germo pada hakekatnya adalah mempertemukan PSK dengan lelaki yang akan menyetubuhinya (Romauli, 2009, p.70).

27 35 b. Faktor Penyebab Berlangsungnya perubahan perubahan sosial yang serba cepat dan perkembangan yang tidak sama dalam kebudayaan, mengakibatkan ketidakmampuan banyak individu untuk menyesuaikan diri, mengakibatkan timbulnya disharmoni, konflik konflik eksternal dan internal juga diorganisasi dalam masyarakat dan dalam diri pribadi, sehngga memudahkan individu menyimpang dari pola pola umum yang berlaku. Beberapa faktor penyebab timbulnya pelacur antara lain (Romauli, 2009, pp.71-72) : 1) Tidak adanya undang undang yang melarang pelacur, juga tidak adanya larangan larangan terhadap orang orang yang melakukan pelacuran. 2) Adanya keinginan dan dorongan manusia untuk menyalurkan kebutuhan seks, khususnya diluar ikatan pernikahan. 3) Memberontak terhadap otoritas orang tua. 4) Adanya kebutuhan seks yang normal akan tetapi tidak dapat dipuaskan oleh pihak suami, misalnya karena suami impoten. 5) Ajakan teman teman sekampung atau sekota yang sudah terjun lebih dahulu dalam dunia pelacuran. 6) Dekadensi moral, merosotnya norma norma susila dan keagamaan pada saat orang mengenyang kesejahteraan hidup dan memutarbalikan nilai nilai pernikahan sejati.

28 36 7) Kebudayaan eksploitasi pada zaman modern ini, khususnya mengeksplotir kaum lemah yaitu wanita untuk tujuan komersial. 8) Bertemunya macam macam kebudayaan asing dan kebudayaan setempat. 9) Perkembangan kota kota, daerah daerah, pelabuhan dan industri yang sangat cepat dan menyerap banyak tenaga buruh serta pegawai pria. Faktor faktor penyebab adanya WPS / PSK antara lain (Widyastuti, 2009, pp ) : 1) Kemiskinan Diantara alasan penting yang melatarbelakangi adalah kemiskinan yang sering bersifat struktural. Struktural kebijakan tidak memihak kepada kaum yang lemah sehingga yang miskin semakin miskin, sedangkan orang yang kaya semakin menumpuk harta kekayaannya. Kebutuhan yang semakin banyak pada seorang perempuan memaksa dia untuk mencari sebuah pekerjaan dengan penghasilan yang memuaskan namun kadang dari beberapa mereka harus bekerja sebagai PSK untuk pemenuhan kebutuhan.

29 37 2) Kekerasan seksual Penelitian menunjukan banyak faktor penyebab perempuan menjadi PSK diantaranya kekerasan seksual seperti perkosaan oleh bapak kandung, paman, guru dan sebagainya. 3) Penipuan Faktor lain yaitu, penipuan dan pemaksaan dengan berkedok agen penyalur kerja. Kasus penjual anak perempuan oleh orang tua sendiripun juga kerap ditemui. 4) Pornografi Menurut definisi Undang Undang Anti Pornografi, pornografi adalah bentuk ekspresi visual berupa gambar, lukisan, foto, film atau yang dipersamakan dengan film, video, tayangan atau media komunikasi lainnya yang sengaja dibuat untuk memperlihatkan secara terang terangan atau tersamar kepada publik alat vital dan bagian bagian tubuh serta gerakan gerakan erotis yang menonjolkan sensualitas dan/ seksualitas serta segala bentuk perilaku seksual dan hubungan seks manusia yang patut diduga menimbulkan rangsangan nafsu birahi pada orang lain.

30 38 c. Masalah dan Dampak yang Dihadapi (Romauli, 2009, pp.72-73) 1) Pada keluarga Merusak kehidupan keluarga, dimana suami suami tergoda oleh pelacur biasanya melupakan fungsinya sebagai kepala keluarga sehingga keluarga menjadi berantakan. 2) Pada wanita Ancaman kesehatan tinggi : a) Risiko tinggi tertular dan menularkan penyakit menular seksual (PMS) terutama penyakit kelamin seperti gonorrhoea, sifilis, herpes genetalis, kondiloma akuminata dan ulcus mole. Penyakit tersebut bisa menimbulkan cacat jasmani dan rokhani pada diri sendiri dan anak keturunan. Selain itu dapat pula tertular penyakit infeksi menular seksual seperti kandidiasis, vaginasis bacterial dan HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immunodeficiency Syndrome). b) Risiko terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan. Wanita tuna susila yang melakukan hubungan seks tanpa pengaman akan menyebabkan terjadinya kehamilan. Karena kehamilan yang tidak diinginkan, maka wanita akan melakukan aborsi yang tidak aman yang dapat mengancam jiwanya. c) Gangguan pada kesehatan reproduksi. Karena seringnya ganti ganti pasangan maka akan mengganggu kesehatan reproduksi wanita tersebut dimana

31 39 wanita akan terkena infeksi pada alat reproduksinya yang dapat menyebabkan kemandulan dan kanker serviks. Menurut tempat penggolongan atau lokasinya, pelacuran dapat dibagi menjadi (Kartono, 2003, pp ) : 1) Segresi atau lokalisasi, tempatnya terisolisir atau terpisah dari penduduk lainnya. Kompleks ini dikenal sebagai daerah lampu merah atau petak petak daerah tertutup. 2) Rumah rumah panggilan (call houses, tempat rendezvous, parlour) 3) Dibalik front organisasi atau dibalik bisnis bisnis terhormat (apotek, salon kecantikan, rumah makan, tempat mandi uap, tempat pijat dan lain lain) Tujuan dari lokalisasi adalah (Kartono, 2003, pp ) : 1) Untuk menjauhkan masyarakat umum terutama anak anak, remaja dan dewasa muda dari pengaruh immoral dari praktek pelacuran. 2) Memudahkan pengawasan para WPS terutama mengenai kesehatan, memudahkan tindakan preventif dan kuratif terhadap penyakit kelamin. 3) Memudahkan bimbingan mental bagi para WPS dalam usaha rehabilitasi dan resolisasi.

32 40 B. KERANGKA TEORI Faktor predisposisi : - Pengetahuan - Sikap - Keyakinan - Kepercayaan - Karakteristik WPS (umur, pendidikan Factor pendukung: - Ketersediaan waktu - Ketersediaan fasilitas kesehatan Perilaku Pencegahan IMS pada WPS Faktor penguat: - Sikap dan perilaku petugas kesehatan Gambar 2.1 Modifikasi Lawrence Green (1980) dalam buku Notoatmodjo (2003) C. KERANGKA KONSEP Variabel independent Variabel dependent Umur WPS Pendidikan WPS Pengetahuan WPS Gambar 2.2 Kerangka Konsep Perilaku pencegahan IMS pada WPS

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia, baik di negara maju (industri) maupun di negara berkembang.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA BAB II 2.1. HIV/AIDS Pengertian HIV/AIDS. Menurut Departemen Kesehatan (2014), HIV atau

TINJAUAN PUSTAKA BAB II 2.1. HIV/AIDS Pengertian HIV/AIDS. Menurut Departemen Kesehatan (2014), HIV atau BAB II 2.1. HIV/AIDS TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1. Pengertian HIV/AIDS Menurut Departemen Kesehatan (2014), HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yang

Lebih terperinci

PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DAN HIV / AIDS

PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DAN HIV / AIDS PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DAN HIV / AIDS Kasus PMS dan HIV/AIDS cukup banyak terjadi di kalangan remaja. Berbagai jenis PMS serta HIV/AIDS sangat berpengaruh pada tingkat kesehatan seseorang pada umumnya

Lebih terperinci

Menggunakan alat-alat tradisional yang tidak steril seperti alat tumpul. Makan nanas dan minum sprite secara berlebihan

Menggunakan alat-alat tradisional yang tidak steril seperti alat tumpul. Makan nanas dan minum sprite secara berlebihan Agar terhindar dari berbagai persoalan karena aborsi, maka remaja harus mampu menahan diri untuk tidak melakukan hubungan seks. Untuk itu diperlukan kemampuan berpikir kritis mengenai segala kemungkinan

Lebih terperinci

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB II Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka A. HIV/AIDS 1. Definisi HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus yaitu virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Sistem kekebalan tubuh dianggap menurun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bisa sembuh, menimbulkan kecacatan dan juga bisa mengakibatkan kematian.

BAB 1 PENDAHULUAN. bisa sembuh, menimbulkan kecacatan dan juga bisa mengakibatkan kematian. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) sudah diketahui sejak dari zaman dahulu kala dan tetap ada sampai zaman sekarang. Penyakit infeksi menular seksual ini penyebarannya

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP WARIA DENGAN TINDAKAN PEMAKAIAN KONDOM DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENULARAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS) DI KOTA MEDAN TAHUN 2010 No. Responden: I. IDENTITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukan hubungan seksual, yang telah sah dan diakui oleh hukum (kartono. M, 2000

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukan hubungan seksual, yang telah sah dan diakui oleh hukum (kartono. M, 2000 BAB II TINJAUAN PUSTAKA B. Pasangan suami istri Seorang laki-laki dan perempuan yang telah menikah, dan sudah boleh melakukan hubungan seksual, yang telah sah dan diakui oleh hukum (kartono. M, 2000 hal

Lebih terperinci

Buku Kesehatan dan Hak Seksual serta Reproduksi GWLmuda. - Keluar nanah dari lubang kencing, dubur dan vagina,

Buku Kesehatan dan Hak Seksual serta Reproduksi GWLmuda. - Keluar nanah dari lubang kencing, dubur dan vagina, BAB 4 IMS Buku Kesehatan dan Hak Seksual serta Reproduksi GWLmuda Kamu tahu ga sih apa itu IMS? Infeksi menular seksual (IMS) adalah infeksi atau penyakit yang salah satu cara penularannya melalui hubungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ANC (Antenatal Care) 1. Pengertian ANC Antenatal care adalah perawatan yang diberikan kepada ibu selama masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), Antenatal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan modal awal seseorang untuk dapat beraktifitas dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan modal awal seseorang untuk dapat beraktifitas dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan modal awal seseorang untuk dapat beraktifitas dan mengaktualisasikan dirinya. Kesehatan juga berarti keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial

Lebih terperinci

HIV/AIDS. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

HIV/AIDS. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH HIV/AIDS Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH 1 Pokok Bahasan Definisi HIV/AIDS Tanda dan gejala HIV/AIDS Kasus HIV/AIDS di Indonesia Cara penularan HIV/AIDS Program penanggulangan HIV/AIDS Cara menghindari

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.2. Sifilis. Epididimitis. Kanker prostat. Keputihan

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.2. Sifilis. Epididimitis. Kanker prostat. Keputihan SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.2 1. Kelainan pada sistem reproduksi yang disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum adalah... Sifilis Epididimitis Kanker prostat Keputihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggal dalam darah atau cairan tubuh, bisa merupakan virus, mikoplasma, bakteri,

BAB I PENDAHULUAN. tinggal dalam darah atau cairan tubuh, bisa merupakan virus, mikoplasma, bakteri, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan infeksi yang bisa didapat melalui kontak seksual. IMS adalah istilah umum dan organisme penyebabnya, yang tinggal dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan akan seks merupakan kebutuhan yang dimiliki oleh setiap individu yang telah mencapai kematangan fisik dan psikis baik pada wanita maupun laki-laki terutama

Lebih terperinci

Faktor-faktor resiko yang Mempengaruhi Penyakit Menular Seksual

Faktor-faktor resiko yang Mempengaruhi Penyakit Menular Seksual Faktor-faktor resiko yang Mempengaruhi Penyakit Menular Seksual a. Penyebab penyakit (agent) Penyakit menular seksual sangat bervariasi dapat berupa virus, parasit, bakteri, protozoa (Widyastuti, 2009).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit menular seksual adalah penyakit yang ditularkan melalui

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit menular seksual adalah penyakit yang ditularkan melalui BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyakit Menular Seksual 1. Pengertian Penyakit Menular Seksual Penyakit menular seksual adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. Penyakit menular seksual akan

Lebih terperinci

IMS Dan Pemeriksaan Kesehatan Rutin

IMS Dan Pemeriksaan Kesehatan Rutin IMS Dan Pemeriksaan Kesehatan Rutin Untuk Kalangan Terbatas www.aidsindonesia.or.id IMS Dan Pemeriksaan Kesehatan Rutin Apa itu IMS? IMS adalah infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual (vaginal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemahaman masyarakat tentang seksualitas masih amat kurang sampai saat ini. Kurangnya pemahaman ini amat jelas yaitu dengan adanya berbagai ketidaktahuan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Menyadarkan para wanita tuna susila tentang bahaya HIV/AIDS itu perlu dilakukan untuk menjaga kesehatan masyarakat. Hal ini penting karena para wanita tuna susila itu dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pencegahan IMS yang dilaksanakan di banyak negara, nampaknya belum

BAB 1 PENDAHULUAN. pencegahan IMS yang dilaksanakan di banyak negara, nampaknya belum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Insiden maupun prevalensi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan insidens dan penyebaran infeksi menular seksual (IMS) di seluruh dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan insidens dan penyebaran infeksi menular seksual (IMS) di seluruh dunia, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peningkatan insidens dan penyebaran infeksi menular seksual (IMS) di seluruh dunia, tidak dapat diperkirakan secara tepat. Di beberapa negara disebutkan bahwa

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyakit Menular Seksual 2.1.1. Definisi Penyakit Menular Seksual Infeksi Menular Seksual (IMS) didefinisikan sebagai penyakit yang disebabkan karena adanya invasi organisme

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian Kesehatan Reproduksi. reproduksi, serta fungsi dan prosesnya (Yani Widyastuti, 2009:5)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian Kesehatan Reproduksi. reproduksi, serta fungsi dan prosesnya (Yani Widyastuti, 2009:5) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Kesehatan Reproduksi a. Pengertian Kesehatan Reproduksi Kesehatan Reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan social secara utuh, semata-mata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial secara utuh yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan,

BAB I PENDAHULUAN. sosial secara utuh yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan, dalam segala hal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di seluruh dunia, baik di negara maju (industri) maupun di

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di seluruh dunia, baik di negara maju (industri) maupun di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia, baik di negara maju (industri) maupun di negara berkembang.

Lebih terperinci

SURAT PERSETUJUAN SEBAGAI SUBJEK PENELITIAN (INFORMED CONSENT)

SURAT PERSETUJUAN SEBAGAI SUBJEK PENELITIAN (INFORMED CONSENT) SURAT PERSETUJUAN SEBAGAI SUBJEK PENELITIAN (INFORMED CONSENT) Judul Penelitian : Tingkat Pengetahuan Wanita Pekerja Seks Komersial Tentang Kesehatan Reproduksi di Lokasi Pantai Nirwana Wilayah Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, seseorang paling tepat dan murah apabila tidak menunggu

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, seseorang paling tepat dan murah apabila tidak menunggu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan dasar masyarakat, oleh karena itu setiap individu dituntut untuk menjaga kesehatannya. Dalam usaha menjaga kesehatan, seseorang paling

Lebih terperinci

Bab II. Solusi Terhadap Masalah-Masalah Kesehatan. Cerita Juanita. Apakah pengobatan terbaik yang dapat diberikan? Berjuang untuk perubahan

Bab II. Solusi Terhadap Masalah-Masalah Kesehatan. Cerita Juanita. Apakah pengobatan terbaik yang dapat diberikan? Berjuang untuk perubahan Bab II Solusi Terhadap Masalah-Masalah Kesehatan Cerita Juanita Apakah pengobatan terbaik yang dapat diberikan? Berjuang untuk perubahan Untuk pekerja di bidang kesehatan 26 Beberapa masalah harus diatasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena hubungan seksual (Manuaba,2010 : 553). Infeksi menular

BAB I PENDAHULUAN. karena hubungan seksual (Manuaba,2010 : 553). Infeksi menular BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Servisitis merupakan infeksi pada serviks uteri sering terjadi karena luka kecil bekas persalinan yang tidak dirawat atau infeksi karena hubungan seksual (Manuaba,2010

Lebih terperinci

A. Landasan Teori. 1. Pengetahuan. a. Definisi BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu

A. Landasan Teori. 1. Pengetahuan. a. Definisi BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pengetahuan a. Definisi Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya. Dengan sendirinya,

Lebih terperinci

KUESIONER. Data Pribadi. 2. Pekerjaan :... 3.Pendidikan formal terakhir : a. Tidak sekolah. b. SD/sederajat. c. SLTP/sederajat. d.

KUESIONER. Data Pribadi. 2. Pekerjaan :... 3.Pendidikan formal terakhir : a. Tidak sekolah. b. SD/sederajat. c. SLTP/sederajat. d. KUESIONER Data Pribadi 1.Usia :... tahun 2. Pekerjaan :... 3.Pendidikan formal terakhir : a. Tidak sekolah b. SD/sederajat c. SLTP/sederajat d. SLTA/sederajat e. Akademik/Perguruan Tinggi 4.Apakah Saudara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui hubungan seksual. PMS diantaranya Gonorrhea, Syphilis, Kondiloma

BAB I PENDAHULUAN. melalui hubungan seksual. PMS diantaranya Gonorrhea, Syphilis, Kondiloma BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit menular seksual (PMS) adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. PMS diantaranya Gonorrhea, Syphilis, Kondiloma Akuminata, HIV/ Acquired Immuno

Lebih terperinci

MAKALAH. Di susun oleh MOHAMMAD SHIDDIQ SURYADI IIA

MAKALAH. Di susun oleh MOHAMMAD SHIDDIQ SURYADI IIA MAKALAH Di susun oleh MOHAMMAD SHIDDIQ SURYADI 09.03 IIA AKADEMI KEPERAWATAN PAMEKASAN Jl. Jokotole (belakang SMU 2) Telp. (0324) 321076 2010 1 KATA PENGANTAR Alhamdulillah, penyusun haturkan ke-hadirat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Data kasus HIV/AIDS mengalami peningkatan dari tahun Menurut

BAB 1 PENDAHULUAN. Data kasus HIV/AIDS mengalami peningkatan dari tahun Menurut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Data kasus HIV/AIDS mengalami peningkatan dari tahun 2008-2009. Menurut data per 31 Desember 2008 dari Komisi Penanggulangan AIDS Pusat, di 10 Propinsi jumlah kasus

Lebih terperinci

Statistics. Total skor sikap responden. N Valid Missing Mean Median Std. Deviation

Statistics. Total skor sikap responden. N Valid Missing Mean Median Std. Deviation 1. Analisis Univariat Frequencies Statistics Total skor pengetahuan Total skor sikap Total skor tindakan N Valid 8 8 8 Missing 0 0 0 Mean 2.14 1.1 1.33 Median 2.00 1.00 1.00 Std. Deviation.350.35.501 Minimum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pernikahan Usia Dini/ Usia Muda a. Pengertian Pernikahan usia muda adalah pernikahan yang dilakukan pada wanita dengan usia kurang dari 16 tahun dan pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhea,

BAB 1 PENDAHULUAN. seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhea, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi menular seksual (IMS) adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. Menurut WHO (2009), terdapat lebih kurang dari 30 jenis mikroba (bakteri, virus,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di negara berkembang, dimana penyakit IMS membuat

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di negara berkembang, dimana penyakit IMS membuat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan masalah besar dalam kesehatan masyarakat di negara berkembang, dimana penyakit IMS membuat individu rentan terhadap

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 2, Oktober 2014 ISSN KONSEP DIRI PADA WANITA PEKERJA SEKSUAL YANG MENGALAMI PENYAKIT MENULAR SEKSUAL

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 2, Oktober 2014 ISSN KONSEP DIRI PADA WANITA PEKERJA SEKSUAL YANG MENGALAMI PENYAKIT MENULAR SEKSUAL PENELITIAN KONSEP DIRI PADA WANITA PEKERJA SEKSUAL YANG MENGALAMI PENYAKIT MENULAR SEKSUAL Ade Septia Lumban Gaol*, Hernawilly**, Gustop Amatiria ** Penyakit menular seksual (PMS) adalah salah satu penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lagi dan diubah menjadi PMS (penyakit menular seksual) karena seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. lagi dan diubah menjadi PMS (penyakit menular seksual) karena seiring dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kelamin (veneral diseases) merupakan suatu fenomena yang telah lama kita kenal seperti sifilis, gonore, ulkus mole, limfogranuloma venerum dan granuloma inguinal.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Menular Seksual (PMS) disebut juga veneral (dari kata venus yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Menular Seksual (PMS) disebut juga veneral (dari kata venus yang BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penyakit Menular Seksual (PMS) disebut juga veneral (dari kata venus yang berarti Dewi cinta dari Romawi kuno) yang didefinisikan sebagai salah satu akibat yang ditimbulkan

Lebih terperinci

Seksualitas Remaja dan Kesehatan Reproduksi Rachmah Laksmi Ambardini Fakultas Ilmu Keolahragaan UNY

Seksualitas Remaja dan Kesehatan Reproduksi Rachmah Laksmi Ambardini Fakultas Ilmu Keolahragaan UNY Seksualitas Remaja dan Kesehatan Reproduksi Rachmah Laksmi Ambardini Fakultas Ilmu Keolahragaan UNY Pendahuluan Sampai saat ini masalah seksualitas selalu menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gonore atau penyakit kencing nanah adalah penyakit infeksi menular seksual (IMS) yang paling sering terjadi. Gonore disebabkan oleh bakteri diplokokus gram negatif,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meliputi kesejahteraan fisik, mental, dan sosial bukan semata-mata bebas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meliputi kesejahteraan fisik, mental, dan sosial bukan semata-mata bebas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pengertian Kesehatan Reproduksi Menurut WHO (1992), sehat adalah suatu keadaan yang lengkap meliputi kesejahteraan fisik, mental, dan sosial bukan semata-mata

Lebih terperinci

DETEKSI DINI MASALAH KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA MELALUI PENJARINGAN ANAK USIA SEKOLAH LANJUTAN ( SMP/MTs & SMA/ MA sederajat )

DETEKSI DINI MASALAH KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA MELALUI PENJARINGAN ANAK USIA SEKOLAH LANJUTAN ( SMP/MTs & SMA/ MA sederajat ) DETEKSI DINI MASALAH KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA MELALUI PENJARINGAN ANAK USIA SEKOLAH LANJUTAN ( SMP/MTs & SMA/ MA sederajat ) Kesehatan reproduksi merupakan keadaan sehat baik secara fisik, jiwa maupun

Lebih terperinci

ANDA DAN HIV/AIDS, IMS

ANDA DAN HIV/AIDS, IMS ANDA DAN HIV/AIDS, IMS Tahun 2008 APAKAH AIDS ITU? AIDS adalah sekumpulan gejala penyakit akibat menurunnya kekebalan tubuh. AIDS = A c q u i r e d I m m u n e D e f i c i e n c y Syndrome. AIDS bukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Upaya

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Upaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Upaya pencegahan IMS yang dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Veneral Disease ini adalah Sifilis, Gonore, Ulkus Mole, Limfogranuloma Venerum

BAB 1 PENDAHULUAN. Veneral Disease ini adalah Sifilis, Gonore, Ulkus Mole, Limfogranuloma Venerum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit kelamin sudah lama dikenal dan sering disebut sebagai Veneral Disease (VD) yang berasal dari kata Venus (dewi cinta) dan yang termasuk ke dalam Veneral Disease

Lebih terperinci

b/c f/c Info Seputar AIDS HIV IMS Informasi di dalam buku saku ini dipersembahkan oleh: T A T

b/c f/c Info Seputar AIDS HIV IMS Informasi di dalam buku saku ini dipersembahkan oleh: T A T S A S D P L b/c f/c Info Seputar AIDS HIV Informasi di dalam buku saku ini dipersembahkan oleh: IMS N C Y F O R IN R N A I ON AG AL V D O I UN N M inside f/c inside b/c Apakah HIV itu? HIV, yang merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut tidak sesuai lagi dan diubah menjadi sexual transmitted disease. (STD) atau penyakit menular seksual (Fahmi dkk, 2014).

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut tidak sesuai lagi dan diubah menjadi sexual transmitted disease. (STD) atau penyakit menular seksual (Fahmi dkk, 2014). BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kelamin ( veneral disease) sudah lama dikenal dan beberapa diantaranya sangat popular di Indonesia yaitu sifilis dan gonorhea. Semakin majunya ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. diteliti (Sutana dan Sudrajat, 2001). Penelitian ini menggunakan pendekatan cross

BAB III METODE PENELITIAN. diteliti (Sutana dan Sudrajat, 2001). Penelitian ini menggunakan pendekatan cross BAB III METODE PENELITIAN A. JENIS DAN RANCANGAN PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dimana peneliti menyajikan suatu fakta untuk menggambarkan secara keseluruhan peristiwa yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang sering disebut jenis kelamin. Seksualitas menyangkut berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang sering disebut jenis kelamin. Seksualitas menyangkut berbagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN TEORI 1. PERILAKU SEKSUAL Seks adalah perbedaan badani atau biologis perempuan dan laki-laki, yang sering disebut jenis kelamin. Seksualitas menyangkut berbagai dimensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku seksual yang berisiko di kalangan remaja khususnya remaja yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa hasil penelitian bahwa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak anak ke masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas. Masa pubertas adalah masa ketika seseorang anak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sifilis merupakan Infeksi Menular Seksual (IMS) yang disebabkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Sifilis merupakan Infeksi Menular Seksual (IMS) yang disebabkan oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sifilis merupakan Infeksi Menular Seksual (IMS) yang disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum. Sifilis bersifat kronik dan sistemik karena memiliki masa laten, dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek. tertentu.penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek. tertentu.penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pengetahuan (Knowledge) a. Pengertian Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.penginderaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs), sebuah deklarasi global yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs), sebuah deklarasi global yang telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu masalah internasional dalam bidang kesehatan adalah upaya menghadapi masalah Infeksi Menular Seksual (IMS) yang tertuang pada target keenam Millennium Development

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL TERHADAP PERUBAHAN PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SMAN 8 SURAKARTA

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL TERHADAP PERUBAHAN PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SMAN 8 SURAKARTA PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL TERHADAP PERUBAHAN PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SMAN 8 SURAKARTA SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk meraih gelar sarjana Keperawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat umum dan penting, sedangkan infeksi bakteri lebih sering

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat umum dan penting, sedangkan infeksi bakteri lebih sering BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Infeksi menular seksual merupakan infeksi yang rute transmisinya terutama adalah melalui hubungan seksual. Infeksi menular seksual dapat disebabkan oleh bakteri,

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, PERILAKU, DAN LINGKUNGAN SISWI SMU SANTA ANGELA TERHADAP KESEHATAN REPRODUKSI

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, PERILAKU, DAN LINGKUNGAN SISWI SMU SANTA ANGELA TERHADAP KESEHATAN REPRODUKSI LAMPIRAN 1 GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, PERILAKU, DAN LINGKUNGAN SISWI SMU SANTA ANGELA TERHADAP KESEHATAN REPRODUKSI Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan lingkari pada jawaban yang paling

Lebih terperinci

2015 GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA SISWI KELAS XI TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI SMA NEGERI 24 BANDUNG

2015 GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA SISWI KELAS XI TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI SMA NEGERI 24 BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit menular seksual (PMS) adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus, parasit atau jamur, yang penularannya terutama melalui hubungan seksual dari seseorang

Lebih terperinci

Beberapa Penyakit Organ Kewanitaan Dan Cara Mengatasinya

Beberapa Penyakit Organ Kewanitaan Dan Cara Mengatasinya Beberapa Penyakit Organ Kewanitaan Dan Cara Mengatasinya Organ seksual pada wanita, seperti rahim, vagina, dan payudara, masing-masing mempunyai fungsi tersendiri. Kadangkala fungsi organ-organ tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Perilaku Semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati pihak luar (Notoatmodjo, 2005) Lawrence Green

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada sejarah, United National HIV/AIDS (UNAIDS) & Word Health. diperkirakan sebanyak 1.6 juta orang diseluruh dunia.

BAB I PENDAHULUAN. pada sejarah, United National HIV/AIDS (UNAIDS) & Word Health. diperkirakan sebanyak 1.6 juta orang diseluruh dunia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang HIV/AIDS sebagai salah satu epidemik yang paling menghancurkan pada sejarah, United National HIV/AIDS (UNAIDS) & Word Health Organization (WHO) 2012 menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terhadap respon individu pada semua objek dan situasi yang berkaitan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terhadap respon individu pada semua objek dan situasi yang berkaitan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sikap 1. Definisi Sikap Sikap adalah keadaan mental dan saraf dari kesiapan yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon individu

Lebih terperinci

Lemeshow, S.Dkk, Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan. Gajah Mada University press. Yogya

Lemeshow, S.Dkk, Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan. Gajah Mada University press. Yogya Lemeshow, S.Dkk, 1997. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan. Gajah Mada University press. Yogya Widyastuti, Yani, dkk, 2009. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Fitramaya Markum, A.H, 1991. Buku Ajar

Lebih terperinci

BAB III PEMAHAMAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI

BAB III PEMAHAMAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI BAB III PEMAHAMAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI A. Kesehatan Reproduksi Remaja Masyarakat Internasional secara konsisten telah mengukuhkan hak-hak remaja akan informasi tentang kesehatan reproduksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. a. Pengertian Kanker Leher Rahim

BAB II TINJAUAN TEORI. a. Pengertian Kanker Leher Rahim 7 BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori 1. Kanker Serviks a. Pengertian Kanker Leher Rahim Kanker adalah pertumbuhan abnormal dari suatu sel atau jaringan dimana sel atau jaringan tersebut tumbuh dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengideraan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengideraan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pengetahuan a. Pengertian Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengideraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. uterus. Pada organ reproduksi wanita, kelenjar serviks bertugas sebagai

BAB I PENDAHULUAN. uterus. Pada organ reproduksi wanita, kelenjar serviks bertugas sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Serviks merupakan bagian penghubung vagina uterus. Kelenjar serviks berfungsi sebagai pelindung terhadap masuknya organisme lain yang bersifat parasit pada saluran vagina

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdiri dari Persepsi (perception), Respon terpimpin (Guided Respons),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdiri dari Persepsi (perception), Respon terpimpin (Guided Respons), BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku 1. Pengertian perilaku Semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik dapat diamati secara langsung maupun tidak dapat diamati oleh pihak luar. Dimana perilaku terdiri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. HIV/AIDS 1. Pengertian HIV/AIDS Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah sejenis virus yang menyerang/menginfeksi sel darah putih yang menyebabkan turunnya kekebalan tubuh manusia.

Lebih terperinci

Lembar Persetujuan Menjadi Responden. saya sedang melakukan penelitian tentang Efektifitas PIK-KRR Terhadap Peningkatan

Lembar Persetujuan Menjadi Responden. saya sedang melakukan penelitian tentang Efektifitas PIK-KRR Terhadap Peningkatan Lampiran I Lembar Persetujuan Menjadi Responden Saya yang bernama Nur Apni Aryani (095102021) adalah mahasiswi Program Studi D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan. Saat ini saya sedang melakukan penelitian

Lebih terperinci

KUESIONER KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PONDOK PESANTREN GEDONGAN KABUPATEN CIREBON

KUESIONER KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PONDOK PESANTREN GEDONGAN KABUPATEN CIREBON KUESIONER KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PONDOK PESANTREN GEDONGAN KABUPATEN CIREBON Disusun oleh: Nama : NIP : LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan satu periode dalam kehidupan manusia yang batasan usia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesehatan Reproduksi 2.1.1 Pengertian Kesehatan Reproduksi Menurut WHO, kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang utuh bukan hanya bebas

Lebih terperinci

Kanker Serviks. 2. Seberapa berbahaya penyakit kanker serviks ini?

Kanker Serviks. 2. Seberapa berbahaya penyakit kanker serviks ini? Kanker Serviks Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, penyakit kanker serviks merupakan penyebab utama kematian akibat kanker. Di dunia, setiap dua menit seorang wanita meninggal dunia akibat kanker

Lebih terperinci

Tentang Penyakit SIPILIS dan IMPOTEN...!!! Posted by AaZ - 12 Aug :26

Tentang Penyakit SIPILIS dan IMPOTEN...!!! Posted by AaZ - 12 Aug :26 Tentang Penyakit SIPILIS dan IMPOTEN...!!! Posted by AaZ - 12 Aug 2009 19:26 1. SIFILIS Sifilis adalah penyakit kelamin yang bersifat kronis dan menahun walaupun frekuensi penyakit ini mulai menurun, tapi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pola penyakit yang masih banyak diderita oleh masyarakat adalah penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Pola penyakit yang masih banyak diderita oleh masyarakat adalah penyakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pola penyakit yang masih banyak diderita oleh masyarakat adalah penyakit infeksi dan salah satunya adalah penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS). Selain itu, pada

Lebih terperinci

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Serviks Kanker serviks merupakan penyakit yang umum ditemui di Hong Kong. Kanker ini menempati peringkat kesepuluh di antara kanker yang diderita oleh wanita dengan lebih dari 400 kasus baru setiap

Lebih terperinci

DINAMIKA KOGNISI SOSIAL PADA PELACUR TERHADAP PENYAKIT MENULAR SEKSUAL

DINAMIKA KOGNISI SOSIAL PADA PELACUR TERHADAP PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DINAMIKA KOGNISI SOSIAL PADA PELACUR TERHADAP PENYAKIT MENULAR SEKSUAL SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan oleh : WENY KUSUMASTUTI

Lebih terperinci

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG SEKS BEBAS PADA MAHASISWA TINGKAT I TAHUN AJARAN 2013-2014 FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia termasuk negara dengan jumlah penduduk yang besar. Penduduk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia termasuk negara dengan jumlah penduduk yang besar. Penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia termasuk negara dengan jumlah penduduk yang besar. Penduduk yang besar, sehat dan produktif merupakan potensi dan kekuatan efektif bangsa. Begitu pula sebaliknya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang, sampai dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang, sampai dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku Kesehatan Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akibat pesatnya pembangunan fisik dan pertambahan penduduk di suatu kota

BAB I PENDAHULUAN. Akibat pesatnya pembangunan fisik dan pertambahan penduduk di suatu kota BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Akibat pesatnya pembangunan fisik dan pertambahan penduduk di suatu kota dan perubahan sosial budaya yang tidak sesuai dan selaras, menimbulkan berbagai masalah antara

Lebih terperinci

SISTEM PAKAR PRE DIAGNOSIS PENYAKIT MENULAR SEKSUAL BERBASIS ANDROID DENGAN METODE FORWARD CHAINING

SISTEM PAKAR PRE DIAGNOSIS PENYAKIT MENULAR SEKSUAL BERBASIS ANDROID DENGAN METODE FORWARD CHAINING SISTEM PAKAR PRE DIAGNOSIS PENYAKIT MENULAR SEKSUAL BERBASIS ANDROID DENGAN METODE FORWARD CHAINING Fajar Rianda 1) LuthfiaRahman 2) Choirotun Jum iyyatin Nisak 3) Krisna Nuresa Qodri 4) 1)2)4) Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan banyak hal tentang sisi gelap kehidupan manusia, tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan banyak hal tentang sisi gelap kehidupan manusia, tidak hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelacuran merupakan fenomena sosial yang senantiasa hadir dan berkembang di setiap putaran roda zaman dan keadaan. Keberadaan pelacuran tidak pernah selesai dikupas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk mengatur fertilitas mempunyai pengaruh yang bermakna

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk mengatur fertilitas mempunyai pengaruh yang bermakna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah di dunia yang sedang berkembang sudah terbukti dengan jelas, kemampuan untuk mengatur fertilitas mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap mortalitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masa remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dengan dewasa dan relatif belum mencapai tahap kematangan mental dan sosial sehingga mereka harus menghadapi

Lebih terperinci

Virus tersebut bernama HIV (Human Immunodeficiency Virus).

Virus tersebut bernama HIV (Human Immunodeficiency Virus). AIDS (Aquired Immune Deficiency Sindrome) adalah kumpulan gejala penyakit yang timbul akibat menurunnya kekebalan tubuh. Penyebab AIDS adalah virus yang mengurangi kekebalan tubuh secara perlahan-lahan.

Lebih terperinci

12/21/2011. Pendidikan Seks Remaja: Menuju Reproduksi Sehat. Pengertian. Karakteristik remaja

12/21/2011. Pendidikan Seks Remaja: Menuju Reproduksi Sehat. Pengertian. Karakteristik remaja Pendidikan Seks Remaja: Menuju Reproduksi Sehat dr dini FIK UNY Mengapa informasi kesehatan reproduksi remaja diperlukan? Jumlah remaja (10-19 th): 30% dari jumlah penduduk (lebih kurang 65 juta jiwa).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masuk dan berkembang biak di dalam tubuh yang ditularkan melalui free

BAB I PENDAHULUAN. masuk dan berkembang biak di dalam tubuh yang ditularkan melalui free BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit menular seksual adalah bagian dari infeksi saluran reproduksi (ISR) yang disebabkan oleh kuman seperti jamur, virus, dan parasit yang masuk dan berkembang biak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Dalam masa ini remaja mengalami pubertas, yaitu suatu periode

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Dalam masa ini remaja mengalami pubertas, yaitu suatu periode BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa. Dalam masa ini remaja mengalami pubertas, yaitu suatu periode ketika terjadi perubahan kadar hormon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paling sulit dikendalikan, apalagi di tengah dunia yang makin bebas

BAB I PENDAHULUAN. paling sulit dikendalikan, apalagi di tengah dunia yang makin bebas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seksualitas manusia merupakan salah satu dorongan naluriah yang paling sulit dikendalikan, apalagi di tengah dunia yang makin bebas mengeksploitasi seks. Agama dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi inilah akan mudah terkena infeksi jamur. Keputihan yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. kondisi inilah akan mudah terkena infeksi jamur. Keputihan yang terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian tentang kesehatan reproduksi menunjukkan bahwa 75% wanita di dunia pasti mengalami keputihan paling tidak sekali seumur hidup dan 45% diantaranya dapat mengalami

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang mengakibatkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang mengakibatkan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang mengakibatkan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Virus ini menyerang sistem kekebalan (imunitas) tubuh

Lebih terperinci

memang terdapat bentuk-bentuk perilaku instinktif (species-specific behavior) yang didasari

memang terdapat bentuk-bentuk perilaku instinktif (species-specific behavior) yang didasari TUGAS PILIH SATU PERTANYAAN DIBAWAH INI DAN JAWAB SECARA RINCI JAWABAN HARUS 2 SPASI SEBANYAK 2000 KATA 1. Langkah awal dalam melakukan perubahan peri laku terkait gizi adalah membangkitkan motivasi. Bagaimana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1987). Penyakit Menular Seksual (PMS) dewasa ini kasuanya semakin banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. 1987). Penyakit Menular Seksual (PMS) dewasa ini kasuanya semakin banyak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit menular seksual (PMS) adalah infeksi yang dapat menular dari satu orang ke orang lain melalui kontak seperti genitor genital, oro genita lmaupun anogenital

Lebih terperinci