PROPOSAL TUGAS AKHIR (LK 1347)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PROPOSAL TUGAS AKHIR (LK 1347)"

Transkripsi

1 PROPOSAL TUGAS AKHIR (LK 1347) Fm : 01 I. RINGKASAN 1. PENGUSUL a. Nama : Kusuma Satya Perdana b. NRP : c. Semester / Tahun Ajaran : Genap, 2008 / 2009 d. Semester yg ditempuh : 12 (Dua Belas) e. Batas Waktu Studi : 2 (Dua) semester f. Jumlah SKS Lulus tahap Sarjana (min C) : 141 SKS g. Prasyarat Tugas Akhir, telah lulus kuliah: 1. Tugas Perencanaan Transportasi 2. Metodologi Penelitian 3. Bidang Keahlian: a. Perencanaan b. Hidrodinamika c. Konstruksi dan kekuatan d. Produksi e. Transportasi 2. MATERI TUGAS AKHIR a. Judul Tugas Akhir ANALISIS RISIKO PIPA BAWAH AIR PADA ALUR PELAYARAN. STUDI KASUS : PELABUHAN TANJUNG PERAK b. Ikhtisar Tugas Akhir Pemasangan pipa gas bumi di jalur menuju Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya membahayakan arus pelayaran karena pemasangan yang terlalu dangkal. Pipa-pipa gas itu seharusnya ditanam minimal 6 meter dari dasar laut, tapi sekarang penanaman hanya sekitar 1 meter. Bahkan, ada beberapa pipa yang hanya diletakkan begitu saja di dasar laut. Jika kapal hanya sekadar melewati alur tersebut, kecelakaan masih bisa terhindari. Akan tetapi, ancaman bahaya muncul jika kapal sewaktuwaktu melego jangkar dan kemudian mengenai pipa gas bumi yang melintas di bawahnya. c. Tempat Pelaksanaan / Pengerjaan / Survei 1. PT Kodeco Energy Co. Ltd. 2. Pelabuhan Tanjung Perak 3. Laboratorium Komputasi Jurusan Teknik Perkapalan ITS 4. Laboratorium Transportasi Laut Jurusan Teknik Perkapalan ITS Halaman 1 dari 10

2 3. CALON DOSEN PEMBIMBING a. Nama :... b. NIP :... c. Tanda Tangan : KATEGORI PEKERJAAN TUGAS AKHIR Eksperimen Laboratorium / Survei Lapangan Evaluasi / Pengembangan Teori / Metode / Teknik Analisis Desain dan Perancangan Kapal / Sistem Pembuatan Program Komputer Studi Kasus / Studi Kelayakan Lain-lain (disebutkan)... II. PENDAHULUAN 1 LATAR BELAKANG MASALAH Saat ini terdapat pipa gas sepanjang 25 kilometer yang tepat berada di sekitar alur pelayaran. Agar pipa tersebut tidak terkena jangkar kapal, pipa akan ditanam tiga meter dari sea belt atau di bawah dasar laut yang keras. Namun, hingga sekarang, penambahan kedalaman penanaman pipa belum dilakukan. Secara umum jalur pelayaran menuju Pelabuhan Tanjung Perak, khususnya di sekitar bouy delapan semakin tidak aman. Perairan di lokasi tersebut terlalu dangkal. Lebar alur pelayaran di bouy delapan yang dapat dilalui kapal hanya berkisar 100 meter. Karena itu, kapal-kapal yang akan melintas di perairan tersebut harus bergantian satu per satu. Agar dapat dilalui kapal-kapal berukuran besar seharusnya kedalaman perairan minimal 12 meter hingga 13 meter. Namun, saat ini kedalaman laut di sekitar bouy delapan rata-rata hanya 9 meter. Kapal-kapal yang melintasi alur pelayaran tersebut sangat berbahaya karena risiko kecelakaan mungkin terjadi. Hal ini dapat menimbulkan kerugian diberbagai pihak, sehingga perlu suatu kajian yang membahas tentang hal ini agar dapat menghindari kerugian yang lebih besar dengan menganalisa risiko yang mungkin ditimbulkan. Sehingga hal ini menjadi dasar penulis untuk melakukan kajian terhadap masalah ini. Halaman 2 dari 10

3 2 PERUMUSAN MASALAH Perumusan masalah dalam penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut : Bagaimana cara mengidentifikasi risiko-risiko yang mungkin terjadi. Bagaimana cara mengelola risiko-risiko yang ada. Bagaimana mengukur tingkat risiko pipa dengan metode FSA 3 TUJUAN Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut : Untuk mengetahui risiko-risiko yang mugkin terjadi Untuk mengevaluasi risiko-risiko yang terjadi. Untuk mendapatkan langkah-langkah penyelesaian dengan metode FSA. 4 MANFAAT Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat membantu perusahaan menghindari semaksimal mugkin biaya-biaya yang harus dikeluarkan dan membantu perusahaan dalam mengambil keputusan. 5 HIPOTESIS Alur pelayaran di Selat Madura menuju Pelabuhan Tanjung Perak terdapat pipa gas yang tidak dipasang sesuai dengan aturan, risiko yang mungkin terjadi adalah kecelakaan kapal karena pipa gas yang ada dibawahnya. 6 BATASAN MASALAH Adapun batasan-batasan masalah dalam penulisan tugas akhir ini antara lain : Pembahasan yang dilakukan tidak sampai pada perhitungan konstruksi dan kekuatan pipa Pembahasan yang dilakukan tidak sampai pada perhitungan konstruksi dan kekuatan bangunan kapal. Pengambilan data dan survei dilakukan di PT. Kodeco Energy Co. Ltd dan Pelabuhan Tanjung Perak. Analisa dilakukan tanpa memperhitungkan aspek-aspek eksternalitas yang mungkin ditimbulkan. Halaman 3 dari 10

4 III. STUDI LITERATUR AWAL 1 LANDASAN TEORI A. Pipa Laut Pipelines digunakan untuk berbagai maksud dalam pengembangan sumber daya hidrokarbon di lepas pantai, termasuk pipa transportasi untuk ekspor, pipa penyalur untuk mengangkut produksi dari suatu platform ke pipa ekspor, pipa pengalir untuk injeksi air atau injeksi bahan kimia, pipa pengalir untuk mengangkutproduksi antarplatform. Pemilihan rute pipa pada dasarnya rute langsung dan terdekat merupakan yang terbaik, meskipun hal tersebut tidak selalu mungkin untuk dilaksanakan. Pemilihan awal rute pipa ini didasarkan pada infomasi kondisi dasar laut yang telah ada dan persyaratan umum rute pipa. Kemudian perlu ditentukan lorong pipa yang memungkinkan, dan dipastikan dengan informasi survey lapangan. Hal yang perlu diperhatikan : 1. Bahaya dasar laut seperti kerangka kapal karam, batu, karang dan tumbuhan laut, gas-gas yang mungkin terdapat pada perairan dangkal, sarana atu fasilitas laut yang ada. 2. Keadaan dasar laut meliputi : profil, sifat tanah dasar laut, pasir dan lempung yang bergelombang. 3. Penggunaan lingkungan pantai, hambatan pada waktu pemasangan pola kapalkapal lego jangkar dan toleransi untuk peletakan pipa. Pada saat merancang rute pipa di kawasan shore approach harus dibuat rute yang optimum termasuk memilh lokasi landfall yang sesuai. Untuk proteksi pipa terhadap kapal-kapal yang tenggelam atau kandas, lego jangkar dan tarikan jangkar, kegiatan pengerukan, kegiatan perikanan serta masyarakat biasanya dilakukan QRA (Quantitative Risk Assesment). B. Manajemen Risiko Manajemen risiko adalah pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen dalam penanggulangan risiko, terutama risiko yang dihadapi oleh organisasi/perusahaan, keluarga dan masyarakat. Jadi mencakup kegiatan merencanakan,, mengorganisir, menyusun, memimpin dan mengawasi termasuk mengevaluasi program penanggulangan risiko. Program manajemen risiko mencakup tugas-tugas : Mengidentifikasi risiko-risiko yang dihadapi. Mengukur atau menentukan besarnya risiko tersebut. Mencari jalan untuk menanggulangi risiko. Menyusun serta mengevaluasi program penanggulangan. Setelah berbagai tipe kerugian potensial berhasil diidentifikasi, maka untuk mengatasinya perlu dilakukan pengukuran atas exposure-exposure tersebut harus diukur. Dalam pengukuran risiko yang diukur adalah besarnya frekuensi kerugian dan tingkat keparahan dari kerugian-kerugian tersebut. Dalam penanggulangan risiko perusahaan ada dua pendekatan penanggulangan yaitu penanganan risiko (risk control) dan pembiayaan risiko (risk financing). Halaman 4 dari 10

5 C. Formal Safety Assessment FSA atau Formal Safety Assessment adalah metode yang diterapkan untuk keamanan dan keselamatan jiwa, dalam penerapannya ada 5 langkah yaitu : 1. Hazard Identification 2. Risk Assessment 3. Risk Control 4. Cost-Benefit Assessment 5. Recommendation for Decision Making FSA dapat digunakan sebagai alat untuk membantu mengevaluasi regulasi yang baru untuk keselamatan dalam pelayaran dan melindungi lingkungan di laut. 2 METODOLOGI DAN MODEL ANALISIS Penelitian dilakukan dengan metodologi dan analisa model sebagai berikut: a. Studi Literatur dan Identifikasi Masalah Penulisan Tugas Akhir ini berdasarkan literatur-litaratur yang mendukung dan punya relevansi dan korelasi dengan permasalahan yang ada. b. Studi Lapangan dan Pengumpulan Data Untuk mengetahui kondisi geografis untuk mengetahui situasi atau kondisi yang sedang terjadi yang dijadikan alasan utama dalam melakukan penelitian. c. Analisa dan Pembahasan Melakukan analisa dari serangkaian data yang diperoleh dari hasil survey dan membahas untuk mencari solusi dari permasalahan yang ada. Data yang diperoleh adalah data data tentang risiko-risiko yang mungkin terjadi yang digunakan untuk menjadi acuan untuk mengambil suatu keputusan. d. Kesimpulan dan Saran Halaman 5 dari 10

6 RENCANA KEGIATAN Dalam mengerjakan Tugas Akhir ini adapun langkah-langkah yang dikerjakan, sebagai berikut : Data Primer : Kondisi Alur Kedalaman Alur Kondisi Pemasangan Pipa Pengumpulan Data Data Sekunder : Arus Barang Arus Air Tingkat Kepadatan Arus Kapal Identifikasi Risiko Memonitor Risiko Menetapkan Kebijakan Melaksanakan Kebijakan Analisa dan Pembahasan Studi Literatur Kesimpulan dan Saran Halaman 6 dari 10

7 3 DAFTAR PUSTAKA AWAL Umar, Husein Manajemen Resiko Bisnis. Gramedia. Jakarta. Soegiono Pipa Laut. Airlangga University Press. Surabaya Djojosoedarso, Soeisno Prinsip-Prinsip Manajemen Risiko Asuransi. Salemba Empat. Jakarta. IMO (1997). "Interim Guidelines for the Application of Formal Safety Assessment (FSA) to the IMO-Rule Making Process", MSC/Circ.829, International Maritime Organization, London. IV. RENCANA SISTEMATIKA SKRIPSI LEMBAR JUDUL LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I. PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG I.2 PERUMUSAN MASALAH I.3 TUJUAN I.4 MANFAAT I.5 BATASAN MASALAH BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB III. METODOLOGI PENELITIAN BAB IV. HASIL PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN BAB V. PENUTUP V.1 KESIMPULAN V.2 SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN Halaman 7 dari 10

8 V. RENCANA DAFTAR KEGIATAN Rencana Kegiatan Studi Literatur Pelaksanaan Survey Pencarian Data Pengolahan Data Analisa Hasil dan Pembahasan Pembuatan Laporan TA BULAN MINGGU MINGGU MINGGU MINGGU VI. LEMBAR EVALUASI PROPOSAL TUGAS AKHIR Setelah membaca, mempelajari dan menimbang proposal tugas akhir ini, maka tim dosen penilai tersebut pada daftar di bawah ini menyatakan: Kelayakan proposal : (Beri tanda centang - sesuai dengan alasan) Sudah pernah dilakukan oleh mahasiswa lain Permasalahan terlalu tinggi untuk tingkat S1 Permasalahan terlalu rendah untuk tingkat S1 Tidak jelas hubungan judul dengan teori yang dipakai Metode analisis tidak cocok dengan permasalahan yang dibahas Survei / Perolehan Data / Percobaan terlalu sulit untuk dilakukan Diperlukan peralatan / piranti canggih untuk penyelesaian dan belum tersedia di jurusan Tujuan penelitian tidak jelas Manfaat penelitian tidak jelas Lain-lain (disebutkan): Keputusan Tim: a. Menolak dan ganti judul dan/atau ganti topik. b. Menerima dengan tanpa perbaikan dan diteruskan c. Menerima dengan perbaikan proposal. Daftar perbaikan dapat dilihat pada daftar perbaikan Halaman 8 dari 10

9 VII. DAFTAR PERBAIKAN PROPOSAL TUGAS AKHIR a. Judul :... b. Ikhtisar Tugas Akhir :... c. Latar Belakang Masalah :... d. Perumusan Masalah :... e. Tujuan / Manfaat :... f. Tambahan Literatur :... g. Metodologi :... h. Waktu Penyelesaian :... i. Catatan Tambahan :... (Tambahan bimbingan pada dosen bidang lain yang relevan, jika diperlukan) Halaman 9 dari 10

10 VIII. USULAN DOSEN PEMBIMBING IX. TIM DOSEN PENILAI PROPOSAL N a m a Tanda Tangan 1. Ketua Tim Anggota Mengetahui dan menyetujui: Surabaya,... KETUA, (...) NIP. Halaman 10 dari 10

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selat Madura merupakan jalur pelayaran paling padat di wilayah Indonesia timur. Tahun 2010 lalu alur selat Madura dilintasi 30.000 kapal per tahun, sementara pada tahun

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN UMUM Kegiatan kenavigasian mempunyai peranan penting dalam mengupayakan keselamatan berlayar guna mendukung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Alur pelayaran merupakan salah satu fasilitas pokok dari peruntukan wilayah perairan sebuah pelabuhan dan memiliki peranan penting sebagai akses keluar dan/atau masuk

Lebih terperinci

STUDI PENETAPAN DAERAH BAHAYA (DANGEROUS AREA) DI PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA BERDASARKAN AIS DATA

STUDI PENETAPAN DAERAH BAHAYA (DANGEROUS AREA) DI PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA BERDASARKAN AIS DATA STUDI PENETAPAN DAERAH BAHAYA (DANGEROUS AREA) DI PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA BERDASARKAN AIS DATA Abstrak (Sangkya Yuda Yudistira/4205100077) Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya merupakan salah satu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN [LN 1992/98, TLN 3493]

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN [LN 1992/98, TLN 3493] UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN [LN 1992/98, TLN 3493] BAB XIII KETENTUAN PIDANA Pasal 100 (1) Barangsiapa dengan sengaja merusak atau melakukan tindakan apapun yang mengakibatkan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pelabuhan merupakan salah satu jaringan transportasi yang menghubungkan transportasi laut dengan transportasi darat. Luas lautan meliputi kira-kira 70 persen dari luas

Lebih terperinci

K : DIMAS CRISNALDI ERNAND DIMAS

K : DIMAS CRISNALDI ERNAND DIMAS Perancangan Sistem Monitoring di Pelabuhan Tanjung Perak Dalam Rangka Meningkatkan Faktor Keamanan Presented By : DIMAS CRISNALDI ERNANDA 4203 109 019 Latar Belakang Kecelakaan yang terjadi pada kapal

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR 300.K/38/M.pe/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI

KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR 300.K/38/M.pe/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI Page 1 of 7 KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR 300.K/38/M.pe/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PEDOMAN KERJA PRAKTEK JURUSAN TEKNIK SISTEM PERKAPALAN

PEDOMAN KERJA PRAKTEK JURUSAN TEKNIK SISTEM PERKAPALAN PEDOMAN KERJA PRAKTEK JURUSAN TEKNIK SISTEM PERKAPALAN MARINE ENGINEERING Daftar Isi 1. TUJUAN... 1 2. RUANG LINGKUP... 1 2.1. Umum... 1 2.2. Tujuan Kerja Praktek... 1 2.3. Waktu Pelaksanaan... 1 2.4.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan (Archipelagic State) memiliki lebih kurang 17.500 pulau, dengan total panjang garis pantai mencapai 95.181 km

Lebih terperinci

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS EKONOMI FRM/FISE/46-00 SILABUS 31 Juli 2008. Nama Mata Kuliah Kode Mata Kuliah Jumlah sks Semester Prodi/Jurusan Standar Kompetensi : MANAJEMEN RISIKO : SSM-319 :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Seiring dengan perkembangan dunia yang menuntut kemajuan IPTEK

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Seiring dengan perkembangan dunia yang menuntut kemajuan IPTEK BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan dunia yang menuntut kemajuan IPTEK disegala kebutuhannya, IPTEK berkembang dengan pesat hampir di seluruh negara. Dari negara maju sampai

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR: 300.K/38/M.PE/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI,

KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR: 300.K/38/M.PE/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI, [Home] KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR: 300.K/38/M.PE/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI, MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI Menimbang: a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. industri penyedia jasa angkutan laut seperti pelayaran kapal laut. (1)

BAB 1 : PENDAHULUAN. industri penyedia jasa angkutan laut seperti pelayaran kapal laut. (1) BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak wilayah perairan dan lautan. Banyak aktifitas yang dilakukan dengan mengandalkan perhubungan melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari ribuan pulau, baik pulau besar maupun kecil, yang mengandung informasi-informasi geospasial untuk digali dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pantai adalah daerah di tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah. Garis pantai adalah garis batas pertemuan antara daratan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bertambahnya penduduk seiring dengan berjalannya waktu, berdampak

BAB I PENDAHULUAN. Bertambahnya penduduk seiring dengan berjalannya waktu, berdampak BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Bertambahnya penduduk seiring dengan berjalannya waktu, berdampak terhadap perkembangan kota di Indonesia. Penduduk merupakan faktor utama dalam perkembangan kota sebagai pusat

Lebih terperinci

namun metode ini hanya dapat membekali operator kapal yang merupakan subyek langsung dari kecelakaan kapal.

namun metode ini hanya dapat membekali operator kapal yang merupakan subyek langsung dari kecelakaan kapal. BAB I. PENDAHULUAN Proses terbitnya peraturan-peraturan internasional dalam penanggulangan bencana di laut boleh dikatakan sudah sangat reaktif terhadap pengalaman terjadinya beberapa bencana laut dan

Lebih terperinci

FAKULTAS KOMUNIKASI DAN BISNIS

FAKULTAS KOMUNIKASI DAN BISNIS FAKULTAS KOMUNIKASI DAN BISNIS Program Studi ADMINISTRASI BISNIS RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER Mata Kuliah Analisis Risiko Bisnis Kode Mata Kuliah BAH3P4 Semester 6 SKS 4 SKS Prasyarat Lulus Kewirausahaan

Lebih terperinci

DESAIN AKSES OPTIMUM DAN SISTEM EVAKUASI SAAT KONDISI DARURAT PADA KM. SINAR BINTAN. Disusun Oleh: Nuke Maya Ardiana

DESAIN AKSES OPTIMUM DAN SISTEM EVAKUASI SAAT KONDISI DARURAT PADA KM. SINAR BINTAN. Disusun Oleh: Nuke Maya Ardiana DESAIN AKSES OPTIMUM DAN SISTEM EVAKUASI SAAT KONDISI DARURAT PADA KM. SINAR BINTAN Disusun Oleh: Nuke Maya Ardiana 6508040502 ABSTRAK Kecelakaan merupakan kejadian yang tidak diinginkan dan bisa terjadi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sebagai gambaran pada pada kondisi puncak, yaitu saat lebaran jumlah total pemudik pada tahun 2012 ini adalah sebanyak 14,41 juta

PENDAHULUAN. Sebagai gambaran pada pada kondisi puncak, yaitu saat lebaran jumlah total pemudik pada tahun 2012 ini adalah sebanyak 14,41 juta Laporan Akhir (Final Report) PENDAHULUAN 1 A. LATAR BELAKANG Dalam rangka Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi khususnya di Pulau Jawa selain dibutuhkan penciptaan kawasankawasan ekonomi baru,

Lebih terperinci

BAB I. Indonesia yang memiliki garis pantai sangat panjang mencapai lebih dari

BAB I. Indonesia yang memiliki garis pantai sangat panjang mencapai lebih dari BAB I BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia yang memiliki garis pantai sangat panjang mencapai lebih dari 95.181 km. Sehingga merupakan negara dengan pantai terpanjang nomor empat di dunia setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Desa Cantilan, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat pada tahun-tahun 2000 hingga sekarang apabila musim penghujan, sering menimbulkan permasalahan gerakan tanah. Sejak beberapa

Lebih terperinci

Laporan Akhir Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK)di Bidang Pelayaran KATA PENGANTAR

Laporan Akhir Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK)di Bidang Pelayaran KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Undang Undang 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, dalam ketentuan umum dinyatakan bahwa keselamatan dan keamanan pelayaran adalah suatu keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan dan keamanan

Lebih terperinci

tentang pembangunan struktur gedung melainkan banyak lagi;

tentang pembangunan struktur gedung melainkan banyak lagi; 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bidang konstruksi merupakan salah satu bidang yang terus mengalami perkembangan hingga saat ini. Banyak teknologi modern dikembangkan untuk mempermudah pekerjaan konstruksi.

Lebih terperinci

[Standar Pelayanan Minimum KM. Andalus] 1

[Standar Pelayanan Minimum KM. Andalus] 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, dijelaskan dalam pasal 1 poin 36 bahwa kapal adalah kendaraan air dengan bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia adalah negara kepulauan (archipelagic state) terbesar di dunia, terdiri dari 17.508 pulau yang tersebar di seluruh wilayah, 2/3 bagian wilayahnya merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembangnya juga kebutuhan manusia akan hal-hal tersebut.

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembangnya juga kebutuhan manusia akan hal-hal tersebut. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan berkembangnya teknologi informasi seperti sekarang ini, manusia dituntut untuk mampu menciptakan suatu terobosan baru, lebih baik dan lebih akurat dalam penyediaan

Lebih terperinci

Tugas Akhir KL 40Z0 Penilaian Resiko Terhadap Pipa Bawah Laut Dengan Sistem Skoring BAB V PENUTUP

Tugas Akhir KL 40Z0 Penilaian Resiko Terhadap Pipa Bawah Laut Dengan Sistem Skoring BAB V PENUTUP BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Penilaian resiko dilakukan pada tiap zona yang sudah dispesifikasikan. Peta resiko menggunakan sistem skoring yang diperkenalkan oleh W Kent Muhlbauer dengan bukunya yang berjudul

Lebih terperinci

OCKY NOOR HILLALI

OCKY NOOR HILLALI OCKY NOOR HILLALI 2407100045 Dosen Pembimbing I: Dr. Ir. AULIA SITI AISJAH, MT Dosen Pembimbing II: Dr. Ir. AGOES A. MASROERI, M. Eng JURUSAN TEKNIK FISIKA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan permesinan dan peralatannya dengan mesin berteknologi

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan permesinan dan peralatannya dengan mesin berteknologi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan semakin tingginya angka persaingan dan beban permintaan yang terus bertambah oleh konsumen sebagaian besar perusahaan mengembangkan permesinan dan peralatannya

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tahap Pendahuluan Penelitian ini dilakukan tahapan-tahapan yang dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Menentukan lokasi Lokasi yang dipilih adalah UKM Bubut Korter Mantep

Lebih terperinci

Pemodelan Near Field Scouring Pada Jalur Pipa Bawah Laut SSWJ PT. PGN

Pemodelan Near Field Scouring Pada Jalur Pipa Bawah Laut SSWJ PT. PGN Pemodelan Near Field Scouring Pada Jalur Pipa Bawah Laut SSWJ PT. PGN Mohammad Iqbal 1 dan Muslim Muin, Ph. D 2 Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung

Lebih terperinci

P E N J E L A S A N A T A S PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG KENAVIGASIAN

P E N J E L A S A N A T A S PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG KENAVIGASIAN P E N J E L A S A N A T A S PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG KENAVIGASIAN I. UMUM Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia dengan garis pantai terpanjang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1089, 2012 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Pelayaran. Sungai. Danau. Alur. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 52 TAHUN 2012 TENTANG ALUR-PELAYARAN SUNGAI

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2002 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL DAN PESAWAT UDARA ASING DALAM MELAKSANAKAN HAK LINTAS ALUR LAUT KEPULAUAN MELALUI ALUR LAUT KEPULAUAN YANG DITETAPKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya perang dingin telah membawa kecenderungan menyusutnya

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya perang dingin telah membawa kecenderungan menyusutnya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berakhirnya perang dingin telah membawa kecenderungan menyusutnya dimensi militer dan terangkatnya dimensi ekonomi. Dua gejala penting yang dapat langsung dirasakan

Lebih terperinci

pres-lambang01.gif (3256 bytes)

pres-lambang01.gif (3256 bytes) pres-lambang01.gif (3256 bytes) Menimbang Mengingat PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2002 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL DAN PESAWAT UDARA ASING DALAM MELAKSANAKAN HAK LINTAS ALUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan Negara kepulauan/maritim, sehingga peranan pelayaran sangat penting bagi kehidupaan sosial, ekonomi, pemerintahan, hankam dan sebagainya. Sarana

Lebih terperinci

STUDI PENENTUAN DRAFT DAN LEBAR IDEAL KAPAL TERHADAP ALUR PELAYARAN (Studi Kasus: Alur Pelayaran Barat Surabaya)

STUDI PENENTUAN DRAFT DAN LEBAR IDEAL KAPAL TERHADAP ALUR PELAYARAN (Studi Kasus: Alur Pelayaran Barat Surabaya) Studi Penentuan Draft dan Lebar Ideal Kapal Terhadap Alur Pelayaran STUDI PENENTUAN DRAFT DAN LEBAR IDEAL KAPAL TERHADAP ALUR PELAYARAN Putu Angga Bujana, Yuwono Jurusan Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1991 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGAMANAN PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1991 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGAMANAN PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1991 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGAMANAN PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk terciptanya pelayanan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 52 TAHUN 2012 TENTANG ALUR-PELAYARAN SUNGAI DAN DANAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 52 TAHUN 2012 TENTANG ALUR-PELAYARAN SUNGAI DAN DANAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 52 TAHUN 2012 TENTANG ALUR-PELAYARAN SUNGAI DAN DANAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan mengenai kenavigasian sebagaimana diatur

Lebih terperinci

Aplikasi Formally Safety Assesment Model (Fsam-Imo) Untuk Penilaian Resiko dan Pencegahan Kecelakaan Kapal (Studi Kasus Alur Pelayaran Barat Surabaya)

Aplikasi Formally Safety Assesment Model (Fsam-Imo) Untuk Penilaian Resiko dan Pencegahan Kecelakaan Kapal (Studi Kasus Alur Pelayaran Barat Surabaya) Aplikasi Formally Safety Assesment Model (Fsam-Imo) Untuk Penilaian Resiko dan Pencegahan Kecelakaan Kapal (Studi Kasus Alur Pelayaran Barat Surabaya) Okol Sri Suharyo Direktorat Pascasarjana Sekolah Tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lautan 38% : 62%, memiliki pulau, dimana 6000 di antaranya telah

BAB I PENDAHULUAN. lautan 38% : 62%, memiliki pulau, dimana 6000 di antaranya telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan perbandingan daratan dan lautan 38% : 62%, memiliki 17.508 pulau, dimana 6000 di antaranya telah bernama dan 1000 pulau

Lebih terperinci

BUKU RANCANGAN PENGAJARAN

BUKU RANCANGAN PENGAJARAN BUKU RANCANGAN PENGAJARAN Mata Ajaran Perancangan Kamar Kapal Disusun oleh : Gerry Liston Putra Marcus A. Talahatu Program Studi Teknik Perkapalan Departemen Teknik Fakultas Teknik Universitas Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan transportasi bermula dari suatu penyebaran kegiatan sosial dan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan transportasi bermula dari suatu penyebaran kegiatan sosial dan kegiatan BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Kebutuhan akan transportasi bermula dari suatu penyebaran kegiatan sosial dan kegiatan ekonomi di suatu wilayah.transportasi merupakan suatu sarana yang berkorelasi positif terhadap

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT TUMPAHAN MINYAK DI LAUT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT TUMPAHAN MINYAK DI LAUT PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT TUMPAHAN MINYAK DI LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan suatu wilayah dipengaruhi oleh sistem transportasi yang ada di wilayah tersebut. Sistem transportasi nasional apabila dikelola dengan baik akan menunjang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : 7 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN SARANA BANTU NAVIGASI PELAYARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : 7 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN SARANA BANTU NAVIGASI PELAYARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : 7 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN SARANA BANTU NAVIGASI PELAYARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.legalitas.org PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2002 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL DAN PESAWAT UDARA ASING DALAM MELAKSANAKAN HAK LINTAS ALUR LAUT KEPULAUAN MELALUI ALUR LAUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga kontak terhadap bahaya menjadi lebih dekat. kegagalan dalam transportasi dan penyimpanan diantaranya kecelakaan truk yang

BAB I PENDAHULUAN. sehingga kontak terhadap bahaya menjadi lebih dekat. kegagalan dalam transportasi dan penyimpanan diantaranya kecelakaan truk yang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kegiatan pengiriman barang seperti barang komiditi, bahan kimia dan bahan berbahaya merupakan salah satu faktor pendukung perekonomian suatu negara. Transportasi barang

Lebih terperinci

Tabel I.1 Data Kecelakaan Kerja di Rumah Batik Komar. (Sumber : Rumah Batik Komar) Kecelakaan kerja Dampak Frekuensi

Tabel I.1 Data Kecelakaan Kerja di Rumah Batik Komar. (Sumber : Rumah Batik Komar) Kecelakaan kerja Dampak Frekuensi BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan suatu kondisi yang mempengaruhi, atau dapat mempengaruhi kesehatan dan keselamatan karyawan atau pekerja lainnya termasuk

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT TUMPAHAN MINYAK DI LAUT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT TUMPAHAN MINYAK DI LAUT PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT TUMPAHAN MINYAK DI LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. di Cilacap untuk mempertahankan pengaruhnya di kota tersebut. Pembangunan

BAB V PENUTUP. di Cilacap untuk mempertahankan pengaruhnya di kota tersebut. Pembangunan BAB V PENUTUP Pemerintah Kolonial Hindia Belanda banyak membangun fasilitas pertahanan di Cilacap untuk mempertahankan pengaruhnya di kota tersebut. Pembangunan fasilitas pertahanan di Cilacap dilakukan

Lebih terperinci

Studi Perancangan Sistem Kendali Lalu Lintas Kapal di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya Berdasarkan Aplikasi Sistem Pakar

Studi Perancangan Sistem Kendali Lalu Lintas Kapal di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya Berdasarkan Aplikasi Sistem Pakar JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 1 Studi Perancangan Sistem Kendali Lalu Lintas Kapal di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya Berdasarkan Aplikasi Sistem Pakar Fajar Wardika, A.A. Masroeri, dan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pelabuhan merupakan sebuah fasilitas di ujung samudera, sungai, atau danau untuk menerima kapal dan memindahkan barang kargo maupun penumpang ke dalamnya. Perkembangan pelabuhan

Lebih terperinci

TIPE DERMAGA. Dari bentuk bangunannya, dermaga dibagi menjadi dua, yaitu

TIPE DERMAGA. Dari bentuk bangunannya, dermaga dibagi menjadi dua, yaitu DERMAGA Peranan Demaga sangat penting, karena harus dapat memenuhi semua aktifitas-aktifitas distribusi fisik di Pelabuhan, antara lain : 1. menaik turunkan penumpang dengan lancar, 2. mengangkut dan membongkar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN.

PENDAHULUAN. PENDAHULUAN Langkah-langkah Penanggulangan Risiko: 1) Berusaha untuk mengidentifikasi unsur-unsur ketidakpastian dan tipe-tipe risiko yang dihadapi bisnisnya. 2) Berusaha untuk menghindari dan menanggulangi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam suatu negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, sektor transportasi sangat mempengaruhi lajunya pembangunan. Transportasi dengan bermacam jenis dan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.627, 2012 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Kantor Kesyahbandaran. Utama. Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 34 TAHUN 2012 TENTANG

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L No.394, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Terminal Khusus. Terminal untuk Kepentingan Sendiri. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 20 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa bencana kebakaran

Lebih terperinci

Evaluasi Kesesuaian Life-Saving Appliances (LSA) dan Pembuatan Simulasi Sistem Evakuasi Pada Kapal Perintis 1200 GT Menggunakan Software Pathfinder

Evaluasi Kesesuaian Life-Saving Appliances (LSA) dan Pembuatan Simulasi Sistem Evakuasi Pada Kapal Perintis 1200 GT Menggunakan Software Pathfinder Evaluasi Kesesuaian Life-Saving Appliances (LSA) dan Pembuatan Simulasi Sistem Evakuasi Pada Kapal Perintis 1200 GT Menggunakan Software Pathfinder Widia Yuliati Puspaningrum 1*, Rona Riantini 2, M. Khoirul

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 37 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga menurut Direktorat Lalu Lintas Polda Jatim, jumlah kendaran pribadi di

BAB I PENDAHULUAN. juga menurut Direktorat Lalu Lintas Polda Jatim, jumlah kendaran pribadi di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Surabaya yang dikenal juga dengan sebutan Kota Pahlawan, merupakan ibu kota Propinsi Jawa Timur. Surabaya adalah kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpenduduk di atas 1-2 juta jiwa sehingga permasalahan transportasi tidak bisa

BAB I PENDAHULUAN. berpenduduk di atas 1-2 juta jiwa sehingga permasalahan transportasi tidak bisa BAB I PENDAHULUAN I.1. Uraian Permasalahan transportasi berupa kemacetan, tundaan, serta polusi suara dan udara yang sering kita jumpai setiap hari di beberapa kota besar di Indonesia ada yang sudah berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. badan usaha, tentulah diikuti dengan risiko. Apabila risiko tesebut datang

BAB I PENDAHULUAN. badan usaha, tentulah diikuti dengan risiko. Apabila risiko tesebut datang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap usaha yang dijalankan baik itu perorangan maupun dalam bentuk badan usaha, tentulah diikuti dengan risiko. Apabila risiko tesebut datang menghadapi mereka, tentulah

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PELAKSANAAN PERENCANAAN ALUR PELAYARAN

BAB 4 ANALISIS PELAKSANAAN PERENCANAAN ALUR PELAYARAN BAB 4 ANALISIS PELAKSANAAN PERENCANAAN ALUR PELAYARAN Tujuan pembahasan analisis pelaksanaan perencanaan alur pelayaran untuk distribusi hasil pertambangan batubara ini adalah untuk menjelaskan kegiatan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT TUMPAHAN MINYAK DI LAUT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT TUMPAHAN MINYAK DI LAUT PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT TUMPAHAN MINYAK DI LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II PEMUTAKHIRAN PETA LAUT

BAB II PEMUTAKHIRAN PETA LAUT BAB II PEMUTAKHIRAN PETA LAUT 2.1 Peta Laut Peta laut adalah representasi grafis dari permukaan bumi yang menggunakan simbol, skala, dan sistem proyeksi tertentu yang mengandung informasi serta menampilkan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 160, 2000 Perhubungan.Kelautan.Pelayaran.Kapal.Kenavigasian. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

Gambar 1.1. Peta Potensi Ikan Perairan Indonesia (Sumber

Gambar 1.1. Peta Potensi Ikan Perairan Indonesia (Sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Propinsi DIY mempunyai pantai sepanjang kurang lebih 110 km yang mempunyai potensi sumberdaya perikanan sangat besar. Potensi lestari sumberdaya ikan di Samudra Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: 1. bahwa berdasarkan kenyataan sejarah dan cara pandang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1996 WILAYAH. KEPULAUAN. PERAIRAN. Wawasan Nusantara (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 46, 1991 ( PERHUBUNGAN. TELEKOMUNIKASI. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Penelitian Sebelumnya Dalam pelaksanaan penelitian ini, penulis menggunakan pustaka-pustaka yang mendukung. Pustakapustaka yang digunakan adalah penelitian-penelitian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PEMERIKSAAN KECELAKAAN KAPAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PEMERIKSAAN KECELAKAAN KAPAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PEMERIKSAAN KECELAKAAN KAPAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 93 ayat (3) Undang-undang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan daerah perkotaan pada dasarnya ditentukan oleh tiga faktor, yaitu faktor manusia, faktor aktivitas manusia, dan faktor pergerakan manusia

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Jaringan jalan merupakan salah satu prasarana untuk meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian suatu daerah. Berlangsungnya kegiatan perekonomian

Lebih terperinci

ANALISIS KONDISI HAULAGE PETI KEMAS DI AREA PELABUHAN (STUDI KASUS: PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA)

ANALISIS KONDISI HAULAGE PETI KEMAS DI AREA PELABUHAN (STUDI KASUS: PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA) ANALISIS KONDISI HAULAGE PETI KEMAS DI AREA PELABUHAN (STUDI KASUS: PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA) *Muhammad Imam Wahyudi,**Setyo Nugroho. *Mahasiswa Jurusan Teknik Perkapalan *Staf Pengajar Jurusan

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang

BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Tidak semua mahasiswa mampu menyelesaikan tugas akhir dengan lancar, faktor yang mempengaruhi lancarnya mahasiswa dalam menyelesaiakan tugas akhir diantaranya penguasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini merupakan framework penyusunan laporan secara keseluruhan. Bab ini

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini merupakan framework penyusunan laporan secara keseluruhan. Bab ini BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan framework penyusunan laporan secara keseluruhan. Bab ini berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan sasaran. Selain itu dibahas pula ruang lingkupnya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber cadangan batubara yang cukup besar, akan tetapi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber cadangan batubara yang cukup besar, akan tetapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki sumber cadangan batubara yang cukup besar, akan tetapi baru sedikit yang dapat dieksploitasikan. Potensi batubara yang dimiliki Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

PERENCANAAN JEMBATAN LAYANG PERLINTASAN KERETA API KALIGAWE DENGAN U GIRDER

PERENCANAAN JEMBATAN LAYANG PERLINTASAN KERETA API KALIGAWE DENGAN U GIRDER PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. TINJAUAN UMUM Perkembangan suatu daerah yang diiringi oleh bertambah majunya tingkat sosial dan ekonomi masyarakat daerah tersebut secara langsung akan menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsekuensi logis yaitu timbulnya lalu lintas pergerakan antar pulau untuk

BAB I PENDAHULUAN. konsekuensi logis yaitu timbulnya lalu lintas pergerakan antar pulau untuk BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan membawa konsekuensi logis yaitu timbulnya lalu lintas pergerakan antar pulau untuk pemenuhan kebutuhan barang dan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN,

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN, : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2009 tentang Kepelabuhanan telah diatur ketentuan

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH ASURANSI DAN MANAJEMEN RISIKO 2 (FAK EKONOMI - D3 MANAJEMEN KEUANGAN) KODE / SKS

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH ASURANSI DAN MANAJEMEN RISIKO 2 (FAK EKONOMI - D3 MANAJEMEN KEUANGAN) KODE / SKS Sub TIK 1 PENDAHULUAN Memahami ruang lingkup usaha dan obyekobyek pertanggungannya 1. Asuransi a. Pengertian Asuransi b. Macam-macam usaha 2. Perbedaan dengan aktifitas lain a. Perbedaan jiwa dengan tabungan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. faktor yaitu, unsafe action dan unsafe condition. OHSAS menyebutkan risiko

BAB 1 : PENDAHULUAN. faktor yaitu, unsafe action dan unsafe condition. OHSAS menyebutkan risiko BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap tempat kerja memiliki risiko terjadinya kecelakaan. Besarnya risiko yang terjadi tergantung pada jenis industri, teknologi yang digunakan serta pengendalian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pantai adalah daerah di tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah. Garis pantai adalah garis batas pertemuan antara daratan dan

Lebih terperinci

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terdapat dua jenis perairan di dunia ini, yaitu perairan laut dan perairan kedalaman atau yang juga disebut inland water. Perairan kedalaman dapat diklasifikasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. 1 Data Kecelakaan Kerja Tahun Cacat Total

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. 1 Data Kecelakaan Kerja Tahun Cacat Total BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertambangan dan penggalian merupakan lapangan kerja yang banyak menyerap sumber daya manusia di Indonesia, menduduki peringkat ke 8 di Indonesia menurut Badan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berkurang dalam memakai jasa angkutan umum. Terkadang, banyak. pengguna angkutan umum kurang memahami rute atau jalur yang

BAB 1 PENDAHULUAN. berkurang dalam memakai jasa angkutan umum. Terkadang, banyak. pengguna angkutan umum kurang memahami rute atau jalur yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di jaman yang semakin maju ini, pengguna angkutan umum berkurang dalam memakai jasa angkutan umum. Terkadang, banyak pengguna angkutan umum kurang memahami rute atau

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan mengenai kenavigasian sebagaimana diatur

Lebih terperinci

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia sebagai negara yang terdiri dari ribuan pulau dan memiliki wilayah laut yang sangat luas maka salah satu moda transportasi yang sangat diperlukan adalah angkutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Perkembangan dunia industri yang pesat tidak hanya ditandai dengan adanya persaingan yang ketat antar perusahaan. Namun, penggunaan teknologi dan material yang berbahaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keamanan merupakan aspek terpenting yang harus dimiliki dalam setiap moda transportasi. Salah satu moda transportasi yang harus memiliki standar peraturan keamanan

Lebih terperinci

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI LUMAJANG NOMOR 75 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Perancangan Fire Control and Safety Plan pada Kapal Konversi LCT menjadi Kapal Small Tanker

Perancangan Fire Control and Safety Plan pada Kapal Konversi LCT menjadi Kapal Small Tanker Perancangan Fire Control and Safety Plan pada Kapal Konversi LCT menjadi Kapal Small Tanker Tri Octa Kharisma Firdausi 1*, Arief Subekti 2, dan Rona Riantini 3 1 Program Studi Teknik Keselamatan dan Kesehatan

Lebih terperinci