KELAYAKAN PENERAPAN PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK SISTEM TERPUSAT DAN LOKASI LAHAN BASAH BUATAN DI KOTA KENDARI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KELAYAKAN PENERAPAN PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK SISTEM TERPUSAT DAN LOKASI LAHAN BASAH BUATAN DI KOTA KENDARI"

Transkripsi

1 KELAYAKAN PENERAPAN PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK SISTEM TERPUSAT DAN LOKASI LAHAN BASAH BUATAN DI KOTA KENDARI FEASIBILITY OF OFF-SITE SYSTEM DOMESTIC WASTEWATER TREATMENT APPLICATION AND CONSTRUCTED WETLAND LOCATION IN KENDARI CITY Ridwan Saleh 1, Mary Selintung 2, Roland A Barkey 3 1 Teknik Perencanaan Prasarana, Universitas Hasanuddin Makassar 2 Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin Makassar 3 Fakultas Kehutanan, Universitas Hasanuddin Makassar Alamat Korespondensi : Ridwan Saleh Bappeda dan PM Pemerintah Kota Kendari Hp : iwan_doko@yahoo.com 1

2 ABSTRAK Tingkat pencemaran di Teluk Kendari akibat dari air limbah domestik dapat dikurangi dengan penerapan teknologi lahan basah buatan. Sebagai studi kelayakan, terutama berdasarkan aspek lokasi, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Kelurahan yang layak penerapan pengolahan air limbah domestik dengan sistem terpusat, dan (2) Lokasi instalasi pengolahan air limbah domestik dengan teknologi lahan basah buatan yang layak. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Mandonga dan Kadia, Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara, mulai Bulan April sampai dengan Juli Metode analisis pertama yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis deskriptif kuantitatif dengan metode skoring berdasarkan parameter-parameter kepadatan penduduk, air tanah dangkal, topografi, kemiringan lereng, dan sumber air bersih. Analisis kedua yaitu menggunakan analisis spasial dengan metode overlay berdasarkan parameter-parameter jarak wilayah pelayanan, jarak dari sumber air bersih, jarak dari pusat permukiman, tata guna lahan, kemiringan lereng, dan jarak dari jalan untuk menentukan lokasi IPAL Domestik yang layak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kelurahan Mandonga dan Korumba di Kecamatan Mandonga, dan Kelurahan Bende, Anaiwoi, Wowawanggu, dan Pondambea di Kecamatan Kadia, layak menerapkan pengolahan air limbah dengan sistem terpusat. Berdasarkan hasil analisis dengan metode overlay, didapat lokasi yang layak untuk pembangunan IPAL Domestik dengan teknologi lahan basah buatan sebesar 3,49 Ha, dimana 3,10 Ha berada pada areal mangrove dan 0,39 Ha berada pada areal tambak, yang dapat melayani sekitar ± jiwa. Kata kunci : Air limbah, Lahan basah buatan, Kelayakan, Lokasi ABSTRAC Pollution level at Kendari Bay resulted from domestic wastewater can be reduced using constructed wetland. As feasibility study, particularly based on location aspect, this research aims to identifiy: (i) Kelurahan is feasible for application off-site system domestic wastewater treatment, and (ii) the most apropriate location for that wastewater treatment using constructed wetland method. This research was conducted at Mandonga and Kadia Districs of Kendari City during April to July, First analysis, to identify feasibility of off-site system, descriptive quantitative analysis using scoring method was applied based on some parameters, namely: population density, shallow groundwater, topography, countur and source of water supply. And second analysis, to identify the appropriate location, spatial analysis using overlay method was utilized, based on parameters, namely: distance of service area, distance from water source, distance from settlement, land use, countur and distance from access. This analysis identified that Kelurahan Mandonga, and Korumba at Kecamatan Mandonga, and Kelurahan Bende, Anaiwoi, Wowanggu dan Pondambea at Kecamatan Kadia were feasible for off-site system. Based on overlay analysis, it was identified that there was totally 3,49 Ha site appropriate for constructed wetland, which is 3,10 Ha as mangrove forest and 0,39 Ha as aquaculture site, which can serve approximately ± 84,250 people. Keywords: Wastewater, Constructed wetland, Feasibility, Location 2

3 PENDAHULUAN Kota Kendari merupakan Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tenggara, dengan luas wilayah daratan sebesar 295,89 Km 2. Secara Geografis Kota Kendari merupakan Kota Teluk, dimana hampir seluruh kecamatan di Kota Kendari berbatasan dengan Teluk Kendari. Dengan bentuk kota yang dikelilingi perbukitan dan langsung berhadapan dengan teluk, menjadikan Teluk Kendari sebagai muara bagi 13 sungai di Kota Kendari. Penelitian yang dilakukan oleh Noraduola (2009) terhadap permukiman di tepi sungai-sungai tersebut, mengidentifikasikan bahwa terjadi penurunan kadar DO dan kenaikan kadar COD pada kawasan sungai-sungai tersebut. Hal ini tidak terlepas dari belum adanya fasilitas pengolahan limbah domestik di Kota Kendari, yang mengakibatkan pembuangan limbah langsung ke badan air. Pencemaran di Teluk Kendari akan bertambah parah seiring pertumbuhan ekonomi dan pertambahan jumlah penduduk yang begitu signifikan. Saat ini saja, jumlah penduduk Kota Kendari berdasarkan data dari BPS Kota Kendari (2012), pada Tahun 2011 berjumlah jiwa, dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,99% per tahun. Oleh karena itu dibutuhkan upaya pengolahan air limbah domestik di Kota Kendari agar kualitas badan air dan ekosistem Teluk Kendari dapat diselamatkan. Salah satu teknologi pengolahan air limbah domestik yang dianggap mudah dan murah dalam pembangunan, operasional dan pemeliharaan, dan dapat memelihara keanekaragaman hayati kawasan adalah teknologi lahan basah buatan atau yang lebih dikenal dengan istilah constructed wetland. Constructed wetland adalah kolam dangkal yang diisi dengan beberapa jenis bahan filter (substrat), biasanya pasir atau kerikil, dan ditanami dengan vegetasi yang toleran terhadap kondisi jenuh (UN-HABITAT, 2008). Teknologi lahan basah buatan adalah salah satu sistem pengolahan yang termurah dalam hal pengoperasian dan perawatan (Kadlec et al, 2009). Dengan penerapan teknologi lahan basah buatan di Kota Kendari, diharapkan tidak hanya dapat menyelesaikan permasalahan limbah domestik kota namun dapat juga memelihara ekosistem alam Teluk Kendari. Oleh karena itu, penelitian ini akan mengkaji aspek teknis khususnya aspek sistem pengolahan air limbah dan lokasi IPAL Domestik di Kota Kendari dengan teknologi lahan basah buatan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui : Kelurahan yang layak penerapan pengolahan air limbah domestik dengan sistem terpusat, dan lokasi instalasi pengolahan air limbah domestik dengan teknologi lahan basah buatan yang layak di Kota Kendari. 3

4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Rancangan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan April sampai dengan Juli 2013 di Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara. Lokasi penelitian ini terletak di 2 kecamatan yaitu Kecamatan Kadia dan Kecamatan Mandonga. Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis deskriptif kuantitatif dan analisis spasial. Metode analisis deskriptif kuantitatif digunakan untuk menggambarkan parameter-parameter yang digunakan dalam menjawab permasalahan pertama, parameterparameter tersebut adalah kepadatan penduduk, air tanah dangkal, kemiringan lereng, topografi dan sumber air bersih. Sedangkan analisis spasial dengan metode overlay digunakan untuk menentukan alternatif lokasi IPAL Domestik yang layak berdasarkan input data jarak wilayah pelayanan, jarak dari sumber air bersih, jarak dari pusat permukiman, tata guna lahan, kemiringan lereng, dan jarak dari jalan Pengumpulan data Data primer adalah data jenis mangrove Teluk Kendari dan kondisi lahan basah yang dikumpulkan melalui wawancara langsung dan observasi lapangan dengan instansi terkait. Data spasial berupa pemetaan lahan basah, pemetaan kemiringan lereng, pemetaan bentuk topografi, dan pemetaan kawasan permukiman penduduk. Sementara itu, data sekunder adalah data penduduk, air tanah dangkal, sumber air bersih, tata guna lahan, dan perumahan yang diperoleh dari instansi terkait. Analisis data Model analisis yang digunakan adalah sebagai berikut: Analisis Kelayakan Sistem Pengolahan Air Limbah Pemilihan sistem pengolahan air limbah masing-masing kelurahan dengan metode skoring berdasarkan parameter kepadatan penduduk, air tanah dangkal, topografi, kemiringan lereng, dan sumber air bersih. Parameter-parameter tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: Berdasarkan pedoman pengelolaan air limbah domestik perkotaan DIRJEN Cipta Karya Kementerian PU, kepadatan penduduk ditentukan berdasarkan kriteria sebagai berikut: (1) Skala 1 (< 50 jiwa/ha), sangat rendah; (2) Skala 2 ( jiwa/ha), rendah; (3) Skala 3 ( jiwa/ha), sedang; (4) Skala 4 ( jiwa/ha), tinggi; dan (5) Skala 5 (> 200 jiwa/ha), sangat tinggi. 4

5 Daerah dengan air tanah dangkal kurang dari 3 m dinilai perlu untuk diterapkan sistem off site, hal ini menghindari pencemaran air tanah oleh air limbah. Sedangkan untuk daerah yang mempunyai muka air tanah dalam, sistem on-site atau septiktank dapat diterapkan. Sistem penyaluran air limbah sedapat mungkin dialirkan secara gravitasi untuk mengurangi beban biaya konstruksi, sehingga kondisi topografi wilayah sangat menentukan dalam penyusunan desain sistem penyaluran air limbah. Kondisi topografi yang berbukit dan bergelombang dengan kemiringan tanah lebih dari 25% akan menyulitkan dalam sistem penyaluran air limbah (Rifai dkk., 2007). Untuk daerah yang sumber air bersihnya berasal dari sumur gali, sumur pompa tangan, dan sumur pompa listrik dinilai lebih ditekankan dalam menerapkan sistem off site. Hal ini untuk menghindari pencemaran sumber air bersih akibat dari air limbah domestik yang dibuang langsung tanpa diolah terlebih dahulu. Adapun ketentuan skoring parameter-parameter sistem pengolahan air limbah seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 1. Berdasarkan Inayati dalam Rifai dkk. (2007), untuk sistem skoring kelayakan penerapan sistem sarana sanitasi, menyebutkan bahwa skor 3,1 dikatakan layak untuk dapat diterapkan sistem off site. Analisis spasial lokasi Instalasi Pengolahan Air Limbah Domestik Untuk menentukan lokasi IPAL Domestik yang layak terdapat 3 kriteria penentuan lokasi, antara lain kriteria ekonomi, kriteria lingkungan, dan kriteria teknis (Pedrero et al, 2011). Berikut ini penjelasan dari masing-masing kriteria. Kriteria ekonomi Wilayah pelayanan tidak lebih dari 8 Km jaraknya dari lokasi constructed wetland dan berada pada ketinggian kurang dari 15 m untuk memudahkan dalam mengalirkan air limbah secara gravitasi (Pedrero et al, 2011). Kriteria lingkungan Terdapat 2 variabel dalam kriteria lingkungan, yaitu: jarak dari sumber air bersih (waduk, sungai, sumur), dan jarak dari pusat kota. Lokasi pengolahan air limbah paling kurang berjarak sekitar 200 m dari pusat kota dan kawasan wisata untuk menghindari kontak langsung dari air limbah dengan penduduk dan ternak, dan 100 m dari sumur dan badan air untuk menghindari kontaminasi sumber air dari infiltrasi air limbah (Pedrero et al, 2011). Kriteria teknis Berikut ini beberapa variabel dalam kriteria teknis lokasi IPAL Domestik. Tata guna lahan: lokasi IPAL mengacu pada Peta Tata Guna Lahan RTRW Kota Kendari, untuk menentukan lokasi potensial penempatan IPAL Domestik. Daerah dengan peruntukan 5

6 rawa, mangrove, tambak, dan lahan basah lainnya merupakan daerah yang sesuai untuk lokasi IPAL Domestik. Kemiringan lereng: menurut Gemitzi et al (2007) untuk menghasilkan sistem operasi pengolahan limbah yang efektif, area IPAL harus terletak pada topografi yang rata/halus dengan nilai kemiringan maksimum yang dibolehkan yaitu kemiringan 5%. Tingginya lereng dapat menyebabkan air limpasan, erosi tanah, dan juga ketidakstabilan tanah, yang dapat berisiko terhadap keselamatan konstruksi IPAL dan meningkatkan biaya perawatan (EPA dalam Pedrero et al, 2011). Jalan: jalan akses ke lokasi memungkinkan untuk pemeliharaan dan pengoperasian IPAL Domestik. Oleh karena itu, berdasarkan studi yang telah dilakukan sebelumnya calon lokasi yang berjarak lebih dari 500 m dari jalan dianggap tidak sesuai (Ribeiro et al dalam Pedrero et al, 2011). Rangkuman mengenai kriteria dan variabel dalam analisis spasial kesesuaian lokasi IPAL Domestik dapat dilihat pada Tabel 2. Proyeksi luas area lahan basah buatan Untuk menentukan luas lahan basah yang dibutuhkan, maka perlu dihitung proyeksi jumlah dan kepadatan penduduk, proyeksi debit air limbah, dan proyeksi luas area IPAL Domestik, seperti yang dijelaskan berikut ini. Proyeksi jumlah dan kepadatan penduduk Metode yang digunakan dalam proyeksi jumlah penduduk adalah metode trend oriented dilakukan dengan menggunakan exponential rate growth. Hasil analisis jumlah penduduk yang dilakukan nantinya akan digunakan untuk mempermudah informasi sebagai bahan pertimbangan bagi perhitungan jumlah air limbah domestik. Adapun formulasi rumus proyeksi penduduk adalah sebagai berikut. P t = P 0. e r.t (1) r = (P t / P 0 ) 1/t 1 (2) Dimana: P t P o e r t = Jumlah penduduk pada tahun yang direncanakan = Jumlah penduduk pada tahun dasar = Bilangan pokok dari sistem logaritma natural yang besarnya sama dengan 2, = Angka pertumbuhan penduduk = Waktu dalam tahun 6

7 Proyeksi debit air limbah Menurut Direktorat PPLP Ciptakarya PU (2006) Jumlah air limbah yang dihasilkan tergantung jumlah pemakaian air minum yang dikonsumsi yaitu sebesar 80% dari jumlah pemakaian air minum. Q =. Dimana: Proyeksi luas area IPAL Q = debit air limbah (m 3 /hari) q = 80% dari konsumsi air bersih (liter/jiwa.hari) p = jumlah penduduk (jiwa) Berikut ini merupakan rumus yang digunakan dalam menghitung proyeksi luas area IPAL Domestik yang dibutuhkan (Halverson, 2004). (3) T = (4) Dimana: T = waktu tinggal (hari) V = volume lahan basah (m 3 ) Q = debit air limbah (m 3 /hari) A =. Dimana: A = area yang dibutuhkan untuk constructed wetland (Ha) d = kedalaman dari wetland (cm) Menurut Interstate Technology & Regulatory Council (ITRC) dalam Halverson (2004) kedalaman ideal lahan basah untuk tipe subsurface flow wetland yaitu cm dan tipe surface flow wetland yaitu 9-60 cm. Sedangkan waktu tinggal yang direkomendasikan oleh Tchobanoglous and Burton dalam Halverson (2004) yaitu 4 sampai 15 hari. (5) HASIL Berdasarkan hasil analisis kelayakan sistem pengolahan air limbah dengan metode skoring parameter, terdapat 6 kelurahan yang layak untuk penerapan pengolahan air limbah dengan sistem terpusat atau offsite system yaitu Kelurahan Mandonga dan Kelurahan Korumba di Kecamatan Mandonga, Kelurahan Bende, Kelurahan Anaiwoi, Kelurahan Wawowanggu dan Kelurahan Pondambea di Kecamatan Kadia. Dengan skor untuk masingmasing kelurahan tersebut yaitu 3,10; 3,10; 3,20; 3,10; 3,10; dan 3,60. Untuk lebih jelasnya mengenai rangkuman hasil analisis kelayakan sistem pengolahan air limbah dapat dilihat pada Tabel 3, sedangkan Gambar 1 merupakan peta lokasi penelitian layak penerapan sistem offsite. 7

8 Berdasarkan hasil overlay seperti ditunjukkan pada Gambar 2, lokasi yang sesuai berada pada lokasi tambak dan mangrove di pesisir Teluk Kendari, yang terletak di Kelurahan Korumba, Kecamatan Mandonga. Total luas lahan basah yang sesuai untuk lokasi IPAL Domestik dengan teknologi lahan basah buatan di Kota Kendari yaitu sebesar 3,49 Ha. Dari total luas tersebut, 3,10 Ha berada pada lokasi mangrove dan 0,39 Ha berada pada lokasi tambak. PEMBAHASAN Dalam penelitian ini kelurahan yang dinilai layak untuk penerapan pengolahan air limbah domestik dengan sistem terpusat atau off site system yaitu Kelurahan Mandonga, Korumba, Bende, Anaiwoi, Wowawanggu, dan Pondambea. Sedangkan lokasi yang layak untuk pembangunan IPAL Domestik dengan teknologi lahan basah buatan yaitu berada di Kelurahan Korumba. Kepadatan penduduk merupakan parameter yang sangat berpengaruh dalam total hasil skoring kelurahan. Berdasarkan data penduduk dari BPS Kota Kendari, jumlah penduduk Kecamatan Mandonga pada Tahun 2012 sebesar jiwa dengan luas wilayah Ha. Sedangkan jumlah penduduk Kecamatan Kadia pada Tahun 2012 sebesar jiwa dengan luas wilayah 671 Ha. Pada Kecamatan Mandonga, Kelurahan Mandonga merupakan kelurahan dengan jumlah dan kepadatan penduduk terbesar dengan jumlah penduduk dan kepadatan penduduk yaitu masing-masing jiwa dan 89 jiwa/ha. Sedangkan di Kecamatan Kadia, Kelurahan Pondambea merupakan kelurahan dengan tingkat kepadatan penduduk paling besar yaitu 108 jiwa/ha. Kondisi air tanah dangkal dengan kedalaman kurang dari 3 m, Untuk Kecamatan Mandonga mulai dari sisi timur atau Kelurahan Korumba hingga ke arah selatan Kelurahan Mandonga, sedangkan pada Kecamatan Kadia mulai dari Kelurahan Bende hingga ke Kelurahan Pondambea. Sementara itu, air tanah kedalaman antara 3 10 m Untuk Kecamatan Mandonga, sebagian kecil di sebelah utara yaitu Kelurahan Mandonga. Sedangkan Kecamatan Kadia, tersebar di Kelurahan Anaiwoi dan Kelurahan Wawowanggu. Bentuk topografi Kecamatan Kadia berbentuk datar sedangkan Kecamatan Mandonga berbentuk bergelombang dengan sedikit berbukit. Kemiringan lereng di Kecamatan Mandonga terdapat beberapa kelurahan dengan kemiringan lereng yang cukup landai dengan klasifikasi antara 0-40 %, sedangkan Kecamatan Kadia relatif datar dengan klasifikasi berkisar antara 0-25 %. 8

9 Tingkat pelayanan air bersih dengan sistem perpipaan dari PDAM Tirta Anoa Kota Kendari di Kecamatan Mandonga sebesar 50%, dengan jumlah pelanggan yang terlayani yaitu SR. Kelurahan Mandonga merupakan kelurahan dengan jumlah pelanggan terbesar yaitu 1740 SR. Sedangkan tingkat pelayanan air bersih di Kecamatan Kadia relatif merata dengan persentase pelayanan 51%. Total jumlah pelanggan air bersih Kecamatan Kadia yaitu SR. Kelurahan Bende memiliki jumlah pelanggan terbesar yaitu SR. Sementara itu, untuk menentukan lokasi lahan basah buatan pada penelitian ini terdapat 3 kriteria utama yaitu kriteria ekonomi, lingkungan, dan teknis. Setiap parameter kriteria dibagi menjadi 3 derajat kesesuaian, yaitu sesuai, sesuai bersyarat, dan tidak sesuai. Kriteria ekonomi dalam penentuan lokasi IPAL Domestik yaitu jarak lokasi IPAL dari wilayah pelayanan. Jarak wilayah pelayanan tidak boleh lebih dari 8 Km, hal ini agar pengolahan air limbah dapat bernilai ekonomis. Berdasarkan hasil analisis, persentase kesesuaian jarak pelayanan IPAL Domestik yang sesuai sebesar 42,50% dengan luas 1.193,22 Ha, sesuai bersyarat sebesar 46,87% dengan luas 1.315,83 Ha, dan tidak sesuai sebesar 10,62% dengan luas 298,25 Ha. Kriteria lingkungan dalam perencanaan lokasi IPAL Domestik yaitu untuk memperhatikan dampak lingkungan yang mungkin muncul akibat dari pembangunan pengolahan air limbah. Kriteria pertama yaitu jarak rencana lokasi IPAL dari sumber air bersih. Untuk jarak dari sumber air bersih permukiman, lokasi yang sesuai dominan terdapat di Kelurahan Labibia, Alolama, Wawombalata dan sebagian kecil di sebelah barat Kelurahan Korumba. Sedangkan pada Kecamatan Kadia, tidak terdapat lokasi yang sesuai akibat dari tingkat kepadatan penduduk yang tinggi. Sedangkan untuk kriteria jarak dari sungai/kali, terdapat 4 sungai/kali yang melintas di wilayah penelitian yaitu Sungai Wanggu, Kali Mandonga, Kali Kadia, dan Kali Pondambea. Jarak yang sesuai untuk parameter jarak dari sumber air bersih yaitu minimal berjarak 200 m dan jarak lebih kecil dari 100 m sudah tidak sesuai, hal ini untuk menghindari kontaminasi sumber air dari infiltrasi air limbah (Pedrero et al, 2011). Persentase kesesuaian jarak lokasi IPAL dari sumber air bersih yang sesuai sebesar 75% dengan luas 2117, 72 Ha, sesuai bersyarat sebesar 8% dengan luas 213,69 Ha, dan tidak sesuai sebesar 17% dengan luas 475,89 Ha. Kriteria lingkungan kedua yaitu jarak rencana lokasi IPAL dari permukiman. Berdasarkan hasil analisis spasial, persentase kesesuaian jarak yang sesuai sebesar 31,2% atau seluas 876,76 Ha, sesuai bersyarat sebesar 6,4% atau seluas 177,99 Ha dan tidak sesuai sebesar 62,4% atau seluas 1752,54 Ha. Besarnya persentase yang tidak sesuai disebabkan karena wilayah penelitian utamanya di Kecamatan Kadia, Kelurahan Korumba, dan 9

10 Kelurahan Mandonga merupakan daerah dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi dan menjadi pusat kota, pusat permukiman, kegiatan komersil, dan perkantoran. Kriteria teknis dalam penentuan lokasi IPAL Domestik yaitu tata guna lahan, kemiringan lereng, dan jarak rencana lokasi IPAL Domestik dari jalan. Lahan yang sesuai untuk lokasi IPAL Domestik yaitu lahan basah berupa ekosistem mangrove, tambak, rawa, dan sawah. Pada penelitian ini lahan basah yang dimaksud yaitu ekosistem mangrove. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yang et al (2008) menunjukkan bahwa mangrove dapat digunakan dalam lahan basah buatan untuk pengolahan air limbah kota. Sedangkan menurut Wu et al (2008), bahwa layak untuk menggunakan lahan basah buatan mangrove tanpa pembilasan pasang surut sebagai proses sekunder untuk pengolahan air limbah domestik. Persentase kesesuaian kategori tidak sesuai merupakan yang terbesar yaitu 50,62%, kemudian sesuai bersyarat 39,57%, sedangkan kategori sesuai adalah yang terkecil yaitu 9,81%. Lahan basah berupa mangrove, tambak, rawa, dan sawah merupakan peruntukan lahan yang sesuai. Berdasarkan hasil analisis kemiringan lereng, menunjukkan bahwa persentase kesesuaian kategori sesuai bersyarat merupakan yang paling besar yaitu 43,5%, kemudian kategori sesuai sebesar 41,3%, dan yang terkecil yaitu kategori tidak sesuai sebesar 15,2%. Besarnya persentase kesesuaian sesuai bersyarat disebabkan karena pada wilayah penelitian cenderung bergelombang dan sedikit berbukit dengan didominasi kemiringan lereng kelas 5-15 %. Berdasarkan hasil analisis jarak rencana lokasi IPAL dari jalan, tingkat kesesusaian lokasi yang terbesar yaitu sesuai dengan persentase 66,56% atau seluas 1868,48 Ha, kemudian tidak sesuai dengan persentase 23,64% atau seluas 663,63 Ha, dan sesuai bersyarat dengan persentase 9,80% atau seluas 275,19 Ha. Besarnya daerah yang sesuai karena infrastruktur jalan yang cukup baik pada wilayah penelitian terutama pada Kecamatan Kadia, dan sebagian Kecamatan Mandonga yaitu di Kelurahan Mandonga, Korumba, dan Anggilowu. Langkah awal yang dilakukan sebelum menghitung jumlah area yang dibutuhkan untuk lokasi constructed wetland yaitu menghitung proyeksi jumlah penduduk pada wilayah penelitian. Hasil proyeksi penduduk pada Tahun 2033 untuk jumlah penduduk Kecamatan Mandonga sebesar jiwa, sedangkan jumlah penduduk Kecamatan Kadia sebesar jiwa. Jadi total jumlah penduduk pada Tahun 2033 pada lokasi penelitian yaitu jiwa. Sedangkan total penduduk diawal tahun perencanaan pada 6 kelurahan layak sistem off site yaitu jiwa, sedangkan pada akhir perencanaan yaitu jiwa. 10

11 Berdasarkan profil Kabupaten/Kota yang dikeluarkan oleh Ciptakarya PU (2004), Kota Kendari termasuk dalam kategori kota sedang. Estimasi konsumsi air bersih domestik per orang yaitu 110 m 3 /orang/hari. Jumlah air limbah yang dihasilkan tergantung jumlah pemakaian air minum yang dikonsumsi yaitu sebesar 80% dari jumlah pemakaian air minum (Direktorat PPLP Ciptakarya PU, 2006). Berdasarkan hasil perhitungan, dengan jumlah penduduk jiwa, debit air limbah yang dihasilkan yaitu m 3 /hari. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Boonsong et al (2002), persentase pembersihan air limbah secara signifikan lebih tinggi dalam pengolahan dengan waktu tinggal (T) selama 7 hari, dimana sistem lahan basah buatan yang digunakan yaitu sistem free water surface. Sedangkan menurut Halverson (2004), kedalaman kolam lahan basah dengan sistem free water surface yaitu 9-60 cm. Berdasarkan hasil perhitungan, dengan debit air limbah domestik sebesar m 3 /hari, luas area yang dibutuhkan untuk lokasi IPAL Domestik yaitu 2,14 Ha. Apabila dibandingkan antara hasil perhitungan kebutuhan area IPAL Domestik dimana luas area yang dibutuhkan sebesar 2,14 Ha, dengan hasil analisis spasial kriteria lokasi IPAL Domestik dimana tersedia lokasi yang sesuai sebesar 3,10 Ha, hal ini menunjukkan bahwa dapat disimpulkan ketersediaan lahan basah untuk lokasi IPAL Domestik dengan teknologi lahan basah buatan dapat dikatakan layak. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisis dengan metode skoring parameter menunjukkan bahwa, kelurahan yang dinilai layak untuk penerapan pengolahan air limbah dengan sistem terpusat atau off site system yaitu Kelurahan Mandonga, Korumba, Bende, Anaiwoi, Wowawanggu, dan Pondambea. Hasil analisis spasial penelitian dengan metode overlay kesesuaian lokasi menunjukkan bahwa, terdapat lokasi yang sesuai atau layak untuk pembangunan IPAL Domestik dengan teknologi lahan basah buatan yaitu berada di Kelurahan Korumba. Mengingat penerapan sistem pengolahan air limbah dengan sistem terpusat dinilai layak, dan terdapat lokasi yang layak pembangunan IPAL Domestik dengan teknologi lahan basah buatan, maka diharapkan Pemerintah Kota Kendari dapat melakukan upaya-upaya berupa kebijakan dan perencanaan untuk mengurangi pencemaran di Teluk Kendari. 11

12 DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Kendari. (2012). Kota Kendari Dalam Angka Kendari. Boonsong, K., Piyatiratitivorakul, S., and Patanapolpaiboon, P. (2002). The Use of a Mangrove Plantation as a Constructed Wetland for Municipal Wastewater Treatment. JSR Chulalongkorn University. 27: 1. Ciptakarya PU. (2004). Profil Kabupten/Kota, (Online), ( diakses 25 Juni 2013). Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. (2003). Pedoman Pengelolaan Air Limbah Perkotaan. Buku Pedoman. DIRJEN Tata Perkotaan dan Tata Perdesaan. Jakarta. Direktorat Jenderal Ciptakarya PU. (2006). Dasar-dasar Teknik dan Pengelolaan Air Limbah. Buku Pedoman. Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman. Jakarta. Gemitzi, A., Tsihrintzis, V.A., Christou, O., and Petalas, C. (2007). Use of GIS In Siting Stabilization Pond Facilities for Domestic Wastewater Treatment. Journal of Environmental Management. 82: Halverson, N.V. (2004). Review of Constructed Subsurface Flow vs. Surface Flow Wetlands. Journal of Westinghouse Savannah River Site, US Department of Energy. WSRC-TR Kadlec, R.H. and Wallace, S.D. (2009). Treatment Wetlands. Second Edition. CRC Press, United States. Noraduola, D.R. (2009). The Role of Riverbank Community in Coastal Urban Ecosystem. Proceeding of International Conference on Sustainable Infrastructure and Built Environment. Institute Teknologi Bandung. Pedrero, F., Albuquerque, A., Monte, H.M.do., Cavaleiro, V., and Alarcon, J.J. (2011). Application of GIS-based multi-criteria analysis for site selection of aquifer recharge with reclaimed water. Journal of Conservation and Recycling. 56: Rifai, A., dan Nugroho, R. (2007). Kajian Pendahuluan Kelayakan Penerapan Instalasi Pengolahan Air Limbah Domestik Secara Komunal di Permukiman Kota Bogor. JAI Volume 3, No.2. UN-HABITAT. (2008). Constructed Wetlands Manual. United Nations Human Settlements Programme (UN-HABITAT). Kathmandu. Wu, Y., Chung, A., Tam, N.F.Y., Pi, N., and Wong, M.H. (2008). Constructed mangrove wetland as secondary treatment system for municipal wastewater. Journal of Ecological Engineering. 34: Yang, Q., et al. (2008). Potential use of mangroves as constructed wetland for municipal sewage treatment in Futian, Shenzhen, China. Marine Pollution Bulletin. 57:

13 Lampiran Gambar 1. Peta lokasi penelitian layak off site (Hasil analisis spasial penelitian, 2013) Gambar 2. Peta lokasi rencana lokasi IPAL Domestik yang sesuai (Hasil analisis spasial penelitian, 2013) 13

14 Tabel 1. Skoring parameter sistem sarana sanitasi (Dimodifikasi dari Rifai dkk., 2007) No. Parameter Satuan Skor Bobot Kepadatan penduduk Jiwa/Ha < >200 50% 2. Air tanah dangkal m > <0 10% 3. Kelerengan % > % 4. Topografi Bukit sedang Bukit kecil Berombak Bukit Bukit 10% berombak berombak kecil sedang 5. Air bersih perpipaan 6. Air bersih non perpipaan % > <20 10% % < >35 10% Tabel 2. Kriteria dan variabel dalam analisis kesesuaian lokasi IPAL Domestik (Hasil analisis penelitian, 2013) Kriteria Variabel Satuan Sesuai Kesesuaian Bersyarat Tidak Sesuai Ekonomi Jarak dari lokasi IPAL Kilometer > 8 Domestik (Km) Lingkun Jarak dari sumber air Meter (m) > < 100 gan bersih(sumur gali, sumur bor, danau, waduk, sungai, kali) Jarak dari pusat Meter (m) > < 200 kota/permukiman Teknis Tata guna lahan Lahan basah/rawa, semak/belukar, tanah kosong & padang rumput Kebun/lahan pertanian Kawasan Hutan, Kawasan permukiman, perdagangan & pendidikan Kemiringan lereng Persentase < >15 (%) Jalan Meter (m) < > 500 m 14

15 Tabel 3. Hasil analisis sistem pengolahan air limbah domestik (Hasil analisis penelitian, 2013) No Kelurahan Kep. Penduduk (Jiwa/Ha) Air tanah dangkal Air bersih perpipaan Air bersih nonperpipaan Kelerengan Topografi Harga Skor Harga Layanan Layanan Harga Skor Skor Skor (m) (%) (%) (%) Skor Bentuk Skor 1 Mandonga 89 2 < 3 m Bukit kecil 4 3,10 off-site 2 Korumba 52 2 < 3 m Bukit sedang 5 3,10 off-site 3 Anggilowu 45 1 > 10 m Berombak 3 2,30 on-site 4 Alolama 18 1 > 10 m Bukit kecil 2 2,20 on-site berombak 5 Wawombalata 4 1 > 10 m Bukit kecil 2 2,40 on-site berombak 6 Labibia 2 1 > 10 m Bukit kecil 2 2,40 on-site berombak 7 Bende 58 2 < 3 m Bukit sedang 5 3,20 off-site 8 Kadia 43 1 > 10 m Bukit kecil 4 2,40 on-site 9 Anaiwoi m Bukit sedang 5 3,10 off-site 10 Wowawanggu m Bukit sedang 5 3,10 off-site 11 Pondambea < 3 m Bukit kecil 4 3,60 off-site Skor Total Sistem 15

PENCEGAHAN PENCEMARAN TELUK KENDARI AKIBAT DARI LIMBAH DOMESTIK

PENCEGAHAN PENCEMARAN TELUK KENDARI AKIBAT DARI LIMBAH DOMESTIK PENCEGAHAN PENCEMARAN TELUK KENDARI AKIBAT DARI LIMBAH DOMESTIK I. Pendahuluan. Kota Kendari merupakan Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tenggara, dengan luas wilayah daratan sebesar 295,89 Km2. Secara Geografis

Lebih terperinci

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 21 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Umum Fisik Wilayah Geomorfologi Wilayah pesisir Kabupaten Karawang sebagian besar daratannya terdiri dari dataran aluvial yang terbentuk karena banyaknya sungai

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN KOTA MALANG

ANALISIS KESESUAIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN KOTA MALANG ANALISIS KESESUAIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN KOTA MALANG Oleh : Muhammad 3615100007 Friska Hadi N. 3615100010 Muhammad Luthfi H. 3615100024 Dini Rizki Rokhmawati 3615100026 Klara Hay 3615100704 Jurusan Perencanaan

Lebih terperinci

2.1 Visi Misi Sanitasi

2.1 Visi Misi Sanitasi BAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI 2.1 Visi Misi Sanitasi Visi dan misi sanitasi Kota Kendari disusun dengan mengacu pada visi misi Kota Kendari yang tertuang dalam RPJMD Kota Kendari, dengan adanya

Lebih terperinci

Tata cara Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah

Tata cara Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah PETUNJUK TEKNIS Tata cara Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA Daftar isi 1 Umum 1 2 Sistem penanganan air limbah domestik.... 1 2.1 Sistem pembuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum Setiap manusia akan menimbulkan buangan baik cairan, padatan maupun

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum Setiap manusia akan menimbulkan buangan baik cairan, padatan maupun BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Setiap manusia akan menimbulkan buangan baik cairan, padatan maupun dalam bentuk gas. Buangan cair yang berasal dari masyarakat yang di kenal sebagai air buangan atau air limbah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan kebutuhan yang sangat pokok bagi kehidupan, semua

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan kebutuhan yang sangat pokok bagi kehidupan, semua BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan yang sangat pokok bagi kehidupan, semua makhluk hidup memerlukan air. Tanpa air tak akan ada kehidupan, demikian pula dengan manusia tak dapat

Lebih terperinci

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya 1 Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya PENDAHULUAN Wilayah pesisir merupakan ruang pertemuan antara daratan dan lautan, karenanya wilayah ini merupakan suatu

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Air bersih merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat mendasar. Air diperlukan untuk menunjang berbagai kegiatan manusia sehari-hari mulai dari minum, memasak,

Lebih terperinci

TUJUAN PEKERJAAN DRAINASE

TUJUAN PEKERJAAN DRAINASE DRAINASE PERKOTAAN TUJUAN PEKERJAAN DRAINASE Sistem drainase perkotaan : adalah prasarana perkotaan yang terdiri dari kumpulan sistem saluran, yang berfungsi mengeringkan lahan dari banjir / genangan akibat

Lebih terperinci

ARAHAN PENGENDALIAN BANJIR BERBASIS GIS DI KECAMATAN SINJAI UTARA KAB. SINJAI

ARAHAN PENGENDALIAN BANJIR BERBASIS GIS DI KECAMATAN SINJAI UTARA KAB. SINJAI ARAHAN PENGENDALIAN BANJIR BERBASIS GIS DI KECAMATAN SINJAI UTARA KAB. SINJAI Nur Afni Dosen Jurusan Teknik PWK, UIN Alauddin Makassar nurafnie_pwk07@yahoo.com ABSTRAK Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian

Lebih terperinci

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah 2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Provinsi Kalimantan Timur dengan ibukota Samarinda berdiri pada tanggal 7 Desember 1956, dengan dasar hukum Undang-Undang

Lebih terperinci

LOGO Potens i Guna Lahan

LOGO Potens i Guna Lahan LOGO Potensi Guna Lahan AY 11 Contents 1 Land Capability 2 Land Suitability 3 4 Ukuran Guna Lahan Pengantar Proses Perencanaan Guna Lahan Land Capability Pemanfaatan Suatu lahan untuk suatu peruntukan

Lebih terperinci

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Geografis Wilayah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak antara 5 54' - 7 45' LS dan 106 22' - 108 50 BT dengan areal seluas 37.034,95

Lebih terperinci

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO Sabua Vol.6, No.2: 215-222, Agustus 2014 ISSN 2085-7020 HASIL PENELITIAN KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO Arifin Kamil 1, Hanny Poli, 2 & Hendriek H. Karongkong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan. Oleh karena itu

Lebih terperinci

IPB International Convention Center, Bogor, September 2011

IPB International Convention Center, Bogor, September 2011 IPB International Convention Center, Bogor, 12 13 September 2011 Kerangka Latar Belakang Masalah PERTUMBUHAN EKONOMI PERKEMBANGAN KOTA PENINGKATAN KEBUTUHAN LAHAN KOTA LUAS LAHAN KOTA TERBATAS PERTUMBUHAN

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA KENDARI SULAWESI TENGGARA KOTA KENDARI ADMINISTRASI Profil Wilayah Kota Kendari merupakan bagian dari wilayah administrasi dari propinsi Sulawesi Tenggara. Batas-batas administratif

Lebih terperinci

Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 7 (2011) 33-37

Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 7 (2011) 33-37 ISSN: 1693-1246 Januari 2011 J F P F I http://journal.unnes.ac.id MONITORING DAERAH RESAPAN AIR DENGAN METODE GEOLISTRIK STUDI KASUS KELURAHAN SEKARAN, KECAMATAN GUNUNGPATI, KOTA SEMARANG N. Millah*, Khumaedi,

Lebih terperinci

PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP DEBIT PUNCAK PADA SUBDAS BEDOG DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. R. Muhammad Isa

PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP DEBIT PUNCAK PADA SUBDAS BEDOG DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. R. Muhammad Isa PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP DEBIT PUNCAK PADA SUBDAS BEDOG DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA R. Muhammad Isa r.muhammad.isa@gmail.com Slamet Suprayogi ssuprayogi@ugm.ac.id Abstract Settlement

Lebih terperinci

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA Sejalan dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk kota Jakarta, hal ini berdampak langsung terhadap meningkatnya kebutuhan air bersih. Dengan meningkatnya permintaan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Pada awalnya Kabupaten Tulang Bawang mempunyai luas daratan kurang lebih mendekati 22% dari luas Propinsi Lampung, dengan pusat pemerintahannya di Kota Menggala yang telah

Lebih terperinci

TINGKAT KERAWANAN BENCANA TSUNAMI KAWASAN PANTAI SELATAN KABUPATEN CILACAP

TINGKAT KERAWANAN BENCANA TSUNAMI KAWASAN PANTAI SELATAN KABUPATEN CILACAP TINGKAT KERAWANAN BENCANA TSUNAMI KAWASAN PANTAI SELATAN KABUPATEN CILACAP Lailla Uswatun Khasanah 1), Suwarsito 2), Esti Sarjanti 2) 1) Alumni Program Studi Pendidikan Geografi, Fakultas Keguruan dan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA 31 KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA Administrasi Secara administratif pemerintahan Kabupaten Katingan dibagi ke dalam 11 kecamatan dengan ibukota kabupaten terletak di Kecamatan

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah

Lebih terperinci

BAB IV DASAR PERENCANAAN

BAB IV DASAR PERENCANAAN BAB IV DASAR PERENCANAAN IV.1. Umum Pada bab ini berisi dasar-dasar perencanaan yang diperlukan dalam merencanakan sistem penyaluran dan proses pengolahan air buangan domestik di Ujung Berung Regency yang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb. KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan buku Penghitungan Deforestasi Indonesia Periode Tahun 2009-2011

Lebih terperinci

DAMPAK POLA PENGGUNAAN LAHAN PADA DAS TERHADAP PRODUKTIVITAS TAMBAK DI PERAIRAN PESISIR LAMPUNG SELATAN

DAMPAK POLA PENGGUNAAN LAHAN PADA DAS TERHADAP PRODUKTIVITAS TAMBAK DI PERAIRAN PESISIR LAMPUNG SELATAN SEMINAR NASIONAL PERIKANAN DAN KELAUTAN 2016 Pembangunan Perikanan dan Kelautan dalam Mendukung Kedaulatan Pangan Nasional Bandar Lampung, 17 Mei 2016 DAMPAK POLA PENGGUNAAN LAHAN PADA DAS TERHADAP PRODUKTIVITAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan

I. PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan banyak digunakan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, selain itu lahan

Lebih terperinci

BAB II KONDISI UMUM LOKASI

BAB II KONDISI UMUM LOKASI 6 BAB II KONDISI UMUM LOKASI 2.1 GAMBARAN UMUM Lokasi wilayah studi terletak di wilayah Semarang Barat antara 06 57 18-07 00 54 Lintang Selatan dan 110 20 42-110 23 06 Bujur Timur. Wilayah kajian merupakan

Lebih terperinci

RC TEKNIK IRIGASI DAN DRAINASE

RC TEKNIK IRIGASI DAN DRAINASE RC 141356 TEKNIK IRIGASI DAN DRAINASE EVALUASI EVALUASI AKHIR SEMESTER : 20 % EVALUASI TGH SEMESTER : 15 % TUGAS BESAR : 15% PENDAHULUAN 1.1. Fasilitas Drainase sebagai Salah Satu Infrastruktur (Sarana

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH 2.1 Letak Geografis dan Jumlah Penduduk Tenggarong merupakan salah satu Kecamatan dari 15 Kecamatan yang ada diwilayah Kabupaten Kutai Kartanegara, dengan luas wilayah 398,10

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikapundung yang meliputi area tangkapan (catchment area) seluas 142,11 Km2 atau 14.211 Ha (Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air

Lebih terperinci

Dana Rezky Arisandhy (1), Westi Susi Aysa (2), Ihsan (3) Abstrak

Dana Rezky Arisandhy (1), Westi Susi Aysa (2), Ihsan (3) Abstrak TEMU ILMIAH IPLBI 2013 Prediksi Genangan Banjir Menggunakan Metode Rasional USSCS 1973 Studi Kasus: Perumahan BTN Hamzy, BTN Antara, BTN Asal Mula, Kelurahan Tamalanrea Indah, Kota Makassar Dana Rezky

Lebih terperinci

Perencanaan Sistem Penyaluran Air Limbah (SPAL) di Perumahan Mutiara Permai Kota Pekanabru

Perencanaan Sistem Penyaluran Air Limbah (SPAL) di Perumahan Mutiara Permai Kota Pekanabru Perencanaan Sistem Penyaluran Air Limbah (SPAL) di Perumahan Mutiara Permai Kota Pekanabru Yudhi Hanafi Syadli 1), Jecky Asmura 2), Shinta Elystia 3) 1) Mahasiswa Program Studi Teknik Lingkungan, 2,3)

Lebih terperinci

Rizqi Agung Wicaksono Zuharnen Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ABSTRACT

Rizqi Agung Wicaksono Zuharnen Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ABSTRACT PEMANFAATAN CITRA PENGINDERAAN JAUH RESOLUSI TINGGI DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK MENENTUKAN LOKASI PRIORITAS PEMBANGUNAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA SURAKARTA Rizqi Agung Wicaksono

Lebih terperinci

PENATAAN RUANG KAWASAN SUMBER AIR JERUK DAN MARON KABUPATEN MALANG

PENATAAN RUANG KAWASAN SUMBER AIR JERUK DAN MARON KABUPATEN MALANG 10 PENATAAN RUANG KAWASAN SUMBER AIR JERUK DAN MARON KABUPATEN MALANG Galih Damar Pandulu PS. Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang Abstract The area of Jeruk and Maron

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR (EV-003)

LAPORAN TUGAS AKHIR (EV-003) LAPORAN TUGAS AKHIR (EV-003) IDENTIFIKASI PENGARUH KUALITAS AIR SUNGAI TERHADAP KUALITAS AIR SUMUR DI RW 08 KELURAHAN BABAKAN CIAMIS KECAMATAN SUMUR BANDUNG KOTA BANDUNG BERDASARKAN PARAMETER BIOLOGIS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan

Lebih terperinci

Identifikasi Permukiman Kumuh Berdasarkan Tingkat RT di Kelurahan Keputih Kota Surabaya

Identifikasi Permukiman Kumuh Berdasarkan Tingkat RT di Kelurahan Keputih Kota Surabaya C389 Identifikasi Permukiman Kumuh Berdasarkan Tingkat RT di Kelurahan Keputih Kota Surabaya Elpidia Agatha Crysta dan Yanto Budisusanto Departemen Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

2015 ZONASI TINGKAT BAHAYA EROSI DI KECAMATAN PANUMBANGAN, KABUPATEN CIAMIS

2015 ZONASI TINGKAT BAHAYA EROSI DI KECAMATAN PANUMBANGAN, KABUPATEN CIAMIS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lahan merupakan tanah terbuka pada suatu daerah yang dapat menjadi salah satu faktor penentu kualitas lingkungan. Kondisi lahan pada suatu daerah akan mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap kebutuhannya, tidak hanya untuk makan minum melainkan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. setiap kebutuhannya, tidak hanya untuk makan minum melainkan menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan salah satu sumber daya alam yang penting bagi manusia. Telah ratusan bahkan jutaan tahun lamanya manusia sudah mulai memanfaatkan air dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota-kota besar di Indonesia pada umumnya memiliki masalah tipikal yaitu peningkatan penduduk yang disebabkan oleh laju urbanisasi dan pertumbuhan penduduk kota. Permasalahan

Lebih terperinci

Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.2 Oktober 2009 ISSN :

Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.2 Oktober 2009 ISSN : Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.2 Oktober 2009 ISSN : 1907-9931 ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH PESISIR UNTUK PARIWISATA DENGAN MEMANFAATAN CITRA SATELIT DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI SEBAGIAN BALI

Lebih terperinci

TOMI YOGO WASISSO E

TOMI YOGO WASISSO E ANALISIS PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP PERUBAHAN TINGKAT POTENSI GERAKAN TANAH MENGGUNAKANSISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KECAMATAN MOJOSONGO KABUPATEN BOYOLALI Disusun Sebagai Salah Satu

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KEBUTUHAN DAN PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA CIREBON

BAB IV ANALISIS KEBUTUHAN DAN PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA CIREBON 110 BAB IV ANALISIS KEBUTUHAN DAN PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA CIREBON Pada Bab ini dilakukan analisis data-data yang telah diperoleh. Untuk mempermudah proses analisis secara keseluruhan, dapat

Lebih terperinci

Analisis Spasial Untuk Menentukan Zona Risiko Bencana Banjir Bandang (Studi Kasus Kabupaten Pangkep)

Analisis Spasial Untuk Menentukan Zona Risiko Bencana Banjir Bandang (Studi Kasus Kabupaten Pangkep) Analisis Spasial Untuk Menentukan Zona Risiko Bencana Banjir Bandang (Studi Kasus Kabupaten ) Arfina 1. Paharuddin 2. Sakka 3 Program Studi Geofisika Jurusan Fisika Unhas Sari Pada penelitian ini telah

Lebih terperinci

SISTEM SANITASI DAN DRAINASI

SISTEM SANITASI DAN DRAINASI SISTEM SANITASI DAN DRAINASI Pendahuluan O Sekitar 80% air minum yang digunakan oleh manusia dibuang atau menjadi air limbah O Air limbah ini mengandung kotoran manusia, bahan sisa pencucian barang dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-September 2011, dengan lokasi penelitian untuk pengamatan dan pengambilan data di Kabupaten Bogor, Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi

Lebih terperinci

KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG

KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG Titik Poerwati Leonardus F. Dhari Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Nasional Malang ABSTRAKSI

Lebih terperinci

Arahan Pemanfaatan Ruang Kawasan Budidaya Perikanan di Kecamatan Pajukukang Kabupaten Bantaeng

Arahan Pemanfaatan Ruang Kawasan Budidaya Perikanan di Kecamatan Pajukukang Kabupaten Bantaeng TEMU ILMIAH IPLBI 2015 Arahan Pemanfaatan Ruang Kawasan Budidaya Perikanan di Kecamatan Pajukukang Kabupaten Bantaeng Fadhil Surur Laboratorium Keahlian Perencanaan Tata Ruang Pesisir dan Kepulauan, Jurusan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL TAHUN 2006 DAN 2014 BERDASARKAN CITRA QUICKBIRD

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL TAHUN 2006 DAN 2014 BERDASARKAN CITRA QUICKBIRD ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL TAHUN 2006 DAN 2014 BERDASARKAN CITRA QUICKBIRD NASKAH PUBLIKASI Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mencapai derajat Sarjana

Lebih terperinci

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Luas dan Letak Wilayah Kota Sintang memiliki luas 4.587 Ha yang terdiri dari 3 Bagian Wilayah Kota (BWK) sesuai dengan pembagian aliran Sungai Kapuas dan Sungai Melawi. Pertama,

Lebih terperinci

EVALUASI PENGELOLAAN AIR LIMBAH SISTEM TERPUSAT DI KOTA MANADO

EVALUASI PENGELOLAAN AIR LIMBAH SISTEM TERPUSAT DI KOTA MANADO EVALUASI PENGELOLAAN AIR LIMBAH SISTEM TERPUSAT DI KOTA MANADO NEIKLEN RIFEN KASONGKAHE 3311202811 Dosen Pembimbing: Prof. Ir. JONI HERMANA, MscES., PhD Magister Teknik Sanitasi Lingkungan Institut Teknologi

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI. Administrasi

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI. Administrasi KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI Administrasi Secara administrasi pemerintahan Kabupaten Sukabumi dibagi ke dalam 45 kecamatan, 345 desa dan tiga kelurahan. Ibukota Kabupaten terletak di Kecamatan

Lebih terperinci

KONSERVASI AIR TANAH MENGGUNAKAN METODA SISTEM DINAMIK (Studi Kasus: Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan)

KONSERVASI AIR TANAH MENGGUNAKAN METODA SISTEM DINAMIK (Studi Kasus: Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan) KONSERVASI AIR TANAH MENGGUNAKAN METODA SISTEM DINAMIK (Studi Kasus: Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan) Anggun 1), Dr. Eng. Amiruddin, M.Si 2), Dr. H. Samsu Arif, M.Si 2) 1) Mahasiswa Program Studi

Lebih terperinci

11/26/2015. Pengendalian Banjir. 1. Fenomena Banjir

11/26/2015. Pengendalian Banjir. 1. Fenomena Banjir Pengendalian Banjir 1. Fenomena Banjir 1 2 3 4 5 6 7 8 Model koordinasi yang ada belum dapat menjadi jembatan di antara kelembagaan batas wilayah administrasi (kab/kota) dengan batas wilayah sungai/das

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG Jurnal Reka Buana Volume 1 No 2, Maret-Agustus 2015 9 ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG Galih Damar Pandulu PS. Teknik Sipil, Fak. Teknik, Universitas

Lebih terperinci

ANALISIS SPASIAL PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN PERTANIAN MENJADI PERMUKIMAN DI KECAMATAN TASIKMADU KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN

ANALISIS SPASIAL PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN PERTANIAN MENJADI PERMUKIMAN DI KECAMATAN TASIKMADU KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN ANALISIS SPASIAL PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN PERTANIAN MENJADI PERMUKIMAN DI KECAMATAN TASIKMADU KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN 2004-2011 PUBLIKASI ILMIAH Oleh : ERWIN FEBRIYANTO E 100.090.016 FAKULTAS GEOGRAFI

Lebih terperinci

EVALUASI LOKASI SMA DENGAN ZONA PENDIDIKAN BERDASARKAN RTRW BANDAR LAMPUNG TAHUN 2014 ABSTRACT

EVALUASI LOKASI SMA DENGAN ZONA PENDIDIKAN BERDASARKAN RTRW BANDAR LAMPUNG TAHUN 2014 ABSTRACT 1 EVALUASI LOKASI SMA DENGAN ZONA PENDIDIKAN BERDASARKAN RTRW BANDAR LAMPUNG TAHUN 2014 Muhamad Nur Ichwanuddin 1, Buchori Asyik 2, Zulkarnain 3 ABSTRACT This study aims to investigate the conformity of

Lebih terperinci

DATA SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR SAMPAI DENGAN SEMESTER I TAHUN I. Luas Wilayah ** Km2 773, ,7864

DATA SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR SAMPAI DENGAN SEMESTER I TAHUN I. Luas Wilayah ** Km2 773, ,7864 DATA SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR SAMPAI DENGAN SEMESTER I TAHUN 2016 KELOMPOK DATA JENIS DATA : DATA UMUM : Geografi DATA SATUAN TAHUN 2015 SEMESTER I TAHUN 2016 I. Luas Wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air sangat dibutuhkan oleh semua mahkluk hidup tanpa terkecuali

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air sangat dibutuhkan oleh semua mahkluk hidup tanpa terkecuali BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air sangat dibutuhkan oleh semua mahkluk hidup tanpa terkecuali termasuk manusia. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 82 tahun 2001 tentang pengelolaan

Lebih terperinci

KRITERIA DAN TIPOLOGI PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH

KRITERIA DAN TIPOLOGI PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH - 1 - LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 02/PRT/M/2016 TENTANG PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH KRITERIA DAN TIPOLOGI PERUMAHAN KUMUH

Lebih terperinci

Tabel 1.1: Persentase Rumah Tangga dengan Sumber Air Minum Bukan Leding menurut Provinsi untuk Wilayah Pedesaan. Perdesaan

Tabel 1.1: Persentase Rumah Tangga dengan Sumber Air Minum Bukan Leding menurut Provinsi untuk Wilayah Pedesaan. Perdesaan BAB 1 PENDAHULUAN Air merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup. Pelestarian sumberdaya air secara kualitatif dan kuantitatif kurang mendapat perhatian. Secara kualitatif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di berbagai kota di Indonesia, baik kota besar maupun kota kecil dan sekitarnya pembangunan fisik berlangsung dengan pesat. Hal ini di dorong oleh adanya pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini. Terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard Km 3 air dengan persentase 97,5%

BAB I PENDAHULUAN. ini. Terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard Km 3 air dengan persentase 97,5% BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan pokok untuk semua makhluk hidup tanpa terkecuali, dengan demikian keberadaannya sangat vital dipermukaan bumi ini. Terdapat kira-kira

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

ARAHAN DAN PENJELASAN GUBERNUR SULAWESI TENGGARA TENTANG RENCANA PENGERUKKAN DAN REKLAMASI TELUK KENDARI

ARAHAN DAN PENJELASAN GUBERNUR SULAWESI TENGGARA TENTANG RENCANA PENGERUKKAN DAN REKLAMASI TELUK KENDARI ARAHAN DAN PENJELASAN GUBERNUR SULAWESI TENGGARA TENTANG RENCANA PENGERUKKAN DAN REKLAMASI TELUK KENDARI DISAMPAIKAN PADA PERTEMUAN DENGAN DPRD KOTA KENDARI KENDARI, 11 JUNI 2012 1 DESKRIPSI TELUK KENDARI

Lebih terperinci

STUDI KEBUTUHAN AIR PERKOTAAN BANJARMASIN SEBAGAI IBUKOTA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN ABSTRAK

STUDI KEBUTUHAN AIR PERKOTAAN BANJARMASIN SEBAGAI IBUKOTA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN ABSTRAK STUDI KEBUTUHAN AIR PERKOTAAN BANJARMASIN SEBAGAI IBUKOTA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Ulfa Fitriati, M.Eng, Novitasari, M.Eng dan M. Robiyan Noor M Program Studi Teknik Sipil Universitas Lambung Mangkurat

Lebih terperinci

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL DAFTAR TABEL Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah Menurut Penggunaan lahan Utama Tahun 2009 2011... 2 Tabel SD-1B. Topografi Kota Surabaya...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, masih cukup tinggi. Salah satu penyebab adanya laju pertambahan penduduk

Lebih terperinci

SISTEM PENYALURAN AIR LIMBAH DAN DRAINASE

SISTEM PENYALURAN AIR LIMBAH DAN DRAINASE SISTEM PENYALURAN AIR LIMBAH DAN DRAINASE TL 4001 Rekayasa Lingkungan 2009 Program Studi Teknik Lingkungan ITB Pendahuluan o Sekitar 80% air minum yang digunakan oleh manusia dibuang atau menjadi air limbah

Lebih terperinci

SISTEM PENYALURAN AIR LIMBAH DAN DRAINASE

SISTEM PENYALURAN AIR LIMBAH DAN DRAINASE SISTEM PENYALURAN AIR LIMBAH DAN DRAINASE MI 3205 Pengetahuan Lingkungan 2013 D3 Metrologi ITB Pendahuluan o Sekitar 80% air minum yang digunakan oleh manusia dibuang atau menjadi air limbah o Air limbah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Keteguhan, yang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Keteguhan, yang III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Keteguhan, yang merupakan salah satu DAS pada DAS di Kota Bandar Lampung. Lokasi penelitian

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai sumber daya yang tersebar secara luas di bumi ini walaupun dalam jumlah yang berbeda, air terdapat dimana saja dan memegang peranan penting dalam kehidupan

Lebih terperinci

Disampaikan pada Seminar Nasional Restorasi DAS, 25 Agustus 2015

Disampaikan pada Seminar Nasional Restorasi DAS, 25 Agustus 2015 Oleh : Prabang Setyono & Widhi Himawan Program Pascasarjana Program Studi Ilmu Lingkungan Universitas Sebelas Maret Surakarta Email : prabangsetyono@gmail.com 1 widhi_himawan@rocketmail.com 2 Pendahuluan

Lebih terperinci

PENATAAN RUANG KAWASAN SUMBER AIR JERUK DAN MARON KABUPATEN MALANG

PENATAAN RUANG KAWASAN SUMBER AIR JERUK DAN MARON KABUPATEN MALANG 9 Reka Buana Volume 1 No 1, September 2015 - Februari 2016 PENATAAN RUANG KAWASAN SUMBER AIR JERUK DAN MARON KABUPATEN MALANG Galih Damar Pandulu PS. Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Tribhuwana

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU 75 GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU Sumatera Barat dikenal sebagai salah satu propinsi yang masih memiliki tutupan hutan yang baik dan kaya akan sumberdaya air serta memiliki banyak sungai. Untuk kemudahan dalam

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA JAWA TIMUR KOTA ADMINISTRASI Profil Wilayah Secara astronomis Kota Lumajang terletak pada posisi 112 5-113 22 Bujur Timur dan 7 52-8 23 Lintang Selatan. Dengan wilayah seluas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan sumber air yang dapat dipakai untuk keperluan makhluk hidup. Dalam siklus tersebut, secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pembangunan pada suatu daerah sering membawa dampak, baik dari nilai positif maupun nilai negatif. Semakin berkembangnya suatu daerah tersebut akan meningkatkan

Lebih terperinci

Perencanaan Peningkatan Pelayanan Sanitasi di Kelurahan Pegirian Surabaya

Perencanaan Peningkatan Pelayanan Sanitasi di Kelurahan Pegirian Surabaya D25 Perencanaan Peningkatan Pelayanan Sanitasi di Kelurahan Pegirian Surabaya Zella Nissa Andriani dan Ipung Fitri Purwanti Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sewon untuk diolah agar memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan sebelum

BAB I PENDAHULUAN. Sewon untuk diolah agar memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan sebelum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki sistem pengolahan air limbah terpusat skala kota yang dibangun pada tahun 1994. Sistem tersebut melayani Kota Yogyakarta, sebagian

Lebih terperinci

APLIKASI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI UNTUK KESESUAIAN LAHAN PERMUKIMAN KOTA BEKASI. Dyah Wuri Khairina

APLIKASI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI UNTUK KESESUAIAN LAHAN PERMUKIMAN KOTA BEKASI. Dyah Wuri Khairina APLIKASI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI UNTUK KESESUAIAN LAHAN PERMUKIMAN KOTA BEKASI Dyah Wuri Khairina dyah.wuri.k@mail.ugm.ac.id Taufik Hery Purwanto taufikhery@mail.ugm.ac.id Abstract

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG Jurnal Reka Buana Volume 1 No 2, Maret 2016 - Agustus 2016 73 ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG Galih Damar Pandulu PS. Teknik Sipil, Fak. Teknik,

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Karawang. Kabupaten Karawang merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Karawang. Kabupaten Karawang merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Karawang Kabupaten Karawang merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Barat. Secara geografis, wilayah Kabupaten Karawang terletak antara 107

Lebih terperinci

4.1. PENGUMPULAN DATA

4.1. PENGUMPULAN DATA Metodologi adalah acuan untuk menentukan langkah-langkah kegiatan yang perlu diambil dalam suatu analisa permasalahan. Penerapan secara sistematis perlu digunakan untuk menentukan akurat atau tidaknya

Lebih terperinci

KEMAMPUAN LAHAN UNTUK MENYIMPAN AIR DI KOTA AMBON

KEMAMPUAN LAHAN UNTUK MENYIMPAN AIR DI KOTA AMBON KEMAMPUAN LAHAN UNTUK MENYIMPAN AIR DI KOTA AMBON Christy C.V. Suhendy Dosen Fakultas Pertanian Universitas Pattimura Ambon e-mail: cherrzie@yahoo.com ABSTRACT Changes in land use affects water availability

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan penduduk dapat ditampung dalam ruang-ruang sarana sosial dan ekonomi, tetapi tidak akan berjalan dengan baik tanpa didukung oleh pelayanan infrastruktur yang

Lebih terperinci

Strategi Pengendalian Pencemaran Air Sungai

Strategi Pengendalian Pencemaran Air Sungai Seminar Pengendalian Pencemaran Air di Kab. Sidoarjo Strategi Pengendalian Pencemaran Air Sungai Oktober 2008 Contoh Sumber Pencemar Air Sungai Langkah Srategis 1. Pengendalian Pencemaran Air Sungai dengan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Lombok Timur merupakan salah satu dari delapan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara geografis terletak antara 116-117

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok bagi makhluk hidup termasuk manusia. Keberadaan air baik kualitas maupun kuantitas akan berpengaruh pada kehidupan manusia. Sistem penyediaan

Lebih terperinci

Tersedia online di: Jurnal Teknik Lingkungan, Vol 4, No 4 (2015)

Tersedia online di:  Jurnal Teknik Lingkungan, Vol 4, No 4 (2015) PENENTUAN DAYA TAMPUNG BEBAN PENCEMARAN BOD DAN FECAL COLIFORM SUNGAI DENGAN METODE QUAL2E (Studi Kasus: Sungai Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta) Rama Paundra Aristiawan *), Syafrudin **), Winardi Dwi

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH STUDI

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH STUDI BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH STUDI IV. 1 Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum Daerah Aliran sungai (DAS) Citarum merupakan DAS terbesar di Jawa Barat dengan luas 6.614 Km 2 dan panjang 300 km (Jasa Tirta

Lebih terperinci