BAB I PENDAHULUAN. Hingga saat ini kemiskinan masih merupakan masalah maupun tantangan
|
|
- Verawati Budiaman
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hingga saat ini kemiskinan masih merupakan masalah maupun tantangan terbesar yang dihadapi oleh pemerintah pusat maupun daerah, dimana pemerintah daerah bersama masyarakat berikut segenap komponennya dituntut agar lebih terpadu sebagai pilar good governance dalam praktek penanggulangan kemiskinan. Seiring dengan sistem pemerintahan desentralisasi untuk otonomi daerah, maka urusan pengentasan kemiskinan melalui pemberdayaan masyarakat tetap menjadi prioritas utama sasaran pembangunan setiap pemerintah daerah sebagai bentuk pelayanan dan tanggungjawab disamping pembangunan sektor kesehatan, pendidikan dan perbaikan infrastuktur bagi masyarakat di daerahnya. Sejumlah kebijakan penanggulangan kemiskinan yang pernah digulirkan oleh pemerintah selama ini, seperti program Inpres Desa Tertinggal (IDT), Jaring Pengaman Sosial (JPS), Kelompok Usaha Bersama (KUBE), Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP), Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal (P3DT), Program Pengembangan Kecamatan (PPK) dan lain-lain, ternyata dalam pelaksanaannya masih belum efektif. Hal ini dikarenakan kebijakan-kebijakan tersebut kurang mampu menyentuh golongan masyarakat miskin secara menyeluruh (dalam lingkup satu keluarga, bukan hanya diwakili oleh kepala keluarga saja), serta belum mampu memacu peningkatan produktivitas golongan masyarakat miskin maupun peran serta atau partisipasi masyarakat golongan miskin tersebut dalam proses pembangunan. 1
2 2 Berbagai kegagalan yang dialami oleh sebagian kebijakan penanggulangan kemiskinan yang ditetapkan oleh pemerintah menunjukkan bahwa masalah kemiskinan merupakan suatu fenomena multi dimensional yang memiliki variabilitas dimensi yang sangat kompleks. Persoalan kemiskinan bukanlah hal yang sederhana karena sampai saat ini kebijakan anti kemiskinan yang dirumuskan oleh pemerintah belum menemukan formula yang cukup tepat untuk memecahkan persoalan kemiskinan. Asumsi dari pemerintah yang memandang permasalahan kemiskinan di Indonesia secara umum dan parsial dengan formula kebijakan berupa penyeragaman berbagai bentuk program dengan pendekatan yang monolitiksentralistik telah mengakibatkan terjadinya bias kebijakan. Dari asumsi yang salah karena ketidakmampuan memahami persoalan kemiskinan sebagai suatu gejala yang spesifik dan berbeda di setiap daerah telah menciptakan jurang pemisah yang cukup besar antara kota dan desa serta antara golongan masyarakat kaya dengan masyarakat miskin. Kondisi ini tentu saja menimbulkan ketidakpuasan dalam masyarakat yang terus bergulir laksana bola salju. Upaya penanggulangan dan pengentasan kemiskinan juga telah menjadi bagian dari pelaksanaan agenda pembangunan di daerah Kabupaten Bantul. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Bantul, pemerintah daerah kabupaten Bantul telah menetapkan proram penanggulangan kemiskinan sebagai salah satu prioritas utama pembangunan untuk periode tahun , bahkan secara khusus pada tahun anggaran 2005 pemerintah daerah kabupaten Bantul telah melaksanakan program Pemberdayaan Ekonomi Keluarga Miskin (PEKM) sebagai program pengganti untuk
3 3 pemberdayaan bagi keluarga-keluarga miskin akseptor KB Mandiri yaitu program Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Akseptor (UPPKA) KB Mandiri ( ), kemudian dirubah menjadi program Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS) beranggotakan ibu-ibu akseptor KB dari keluarga miskin (Pra Sejahtera) atau kurang mampu (Sejahtera I), dimana pada tahun 2009 dana permodalan bagi kelompok-kelompok Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS) di beberapa provinsi termasuk provinsi DI. Yogyakarta pada akhirnya dihentikan. (BKKBN Provinsi DI. Yogyakarta). Untuk lebih jelasnya, maka data keluarga miskin di Kabupaten Bantul perlu pula ditampilkan dalam bentuk tabel 1.1. berikut. Tabel 1.1. Jumlah penduduk (KK) dan Jumlah KK Pra-Sejahtera dan Sejahtera-1 di Kabupaten Bantul tahun 2005 No. Kecamatan Jumlah Penduduk (dalam keluarga/kk) Jumlah Keluarga Pra-S & KS-1 (KK) 1 Kretek Sanden Srandakan Pandak Bambanglipuro Pundong Imogiri Dlingo Jetis Bantul Pajangan Sedayu Kasihan Sewon Piyungan Pleret Banguntapan Jumlah Sumber: BKK Kabupaten Bantul, 2005
4 4 Data Badan Kesejahteraan Keluarga Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BKKPPKB) Kabupaten Bantul-DI. Yoyakarta (Laporan Tahun 2006) menjelaskan bahwa jumlah keluarga miskin di Bantul cukup besar, yaitu 18,7% dari total jumlah keluarga di Kabupaten Bantul. Data keluarga sangat miskin (Pra Sejahtera) dan miskin (Sejahtera I) di Kabupaten Bantul tahun 2005 yang dihasilkan tidak lain merupakan pelaksanaan instruksi Bupati Kabupaten Bantul Nomor 174.a Tanggal 20 Juli 2004 tentang Penetapan Indikator Keluarga Miskin Kabupaten Bantul. Program Ekonomi Keluarga Miskin (PEKM) merupakan salah satu usaha Pemerintah Kabupaten Bantul dalam rangka pemberdayaan masyarakat miskin yang dikelola oleh Badan Kesejahteraan Keluarga, Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BKKPPKB) Kabupaten Bantul, berupa program pemberdayaan keluarga dengan fasilitas penyaluran modal usaha ekonomi produktif bergulir kepada keluarga miskin dengan dana hibah sebesar 50% dari total anggaran, yang disediakan bagi seluruh anggota kelompok PEKM setiap tahunnya hingga tahun Program ini dimulai sejak tahun 2005, sesuai dengan Keputusan Bupati Nomor 210 tahun 2005 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Pemberdayaan Ekonomi Keluarga Miskindan merupakan inovasi kebijakan yang dilakukan Pemerindah Daerah Kabupaten Bantul untuk mengakomodir masyarakat miskin yang tidak tercakup ke dalam program UPPKS. Disamping itu, program PEKM juga merupakan salah satu program penanggulangan kemiskinan yang mengacu pada Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) dengan menetapkan target-targetnya sejalan dengan pencapaian tujuan pembangunan milenium (MDGs) di daerah.
5 5 Kebijakan pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin/kurang mampu yang ditempuh oleh Pemerintah Kabupaten Bantul tahun 2007 masih terkait dengan dampak Gempa Yogya pada 27 Mei 2006, dimana Bantul merupakan daerah terparah untuk tingkat kerusakan fisik dan jumlah korban jiwa. Untuk mempercepat pemulihan perekonomian masyarakat Bantul akibat dampak Gempa dimana jumlah penduduk miskin meningkat mencapai KK (28,11%), maka pada tahun 2007 Pemerintah Kabupaten Bantul melalui APBD Kabupaten Bantul Tahun Anggaran 2007 mengalokasikan dana sebesar 5 milyar rupiah untuk pembiayaan pembangunan sosial bidang pengentasan kemiskinan, (sub bidang ketahanan keluarga BKKPPKB). Untuk tahun 2008 juga dialokasikan dana APBD sebesar 7 milyar rupiah sebagai modal dana bergulirbagi KK dari keluarga miskin(pra Sejahtera dan Sejahtera I) baik yang baru maupun lanjutan dan selanjutnya program ini diimplementasikan hingga tahun Hasil evaluasi implementasi program PEKM di Kabupaten Bantul 2010 oleh Tim Koordinator Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Bantul, menjelaskan bahwa selain faktor hambatan jumlah penduduk yang semakin meningkat dengan keterbatasan potensi daerah, juga munculnya penduduk miskin yang baru dengan latar belakang status sosial-ekonomi pada umumnya adalah keluarga yang bekerja di sektor pertanian, peternakan, sektor informal atau jasa sebagai alih profesi penambang pasir, hal ini tentulah menjadi kendala tersendiri, dikarenakan kelompok sasaran perlu diberikan penanganan secara lebih khusus dan terpadu agar memiliki motivasi dan optimisme yang kuat untuk memperbaiki taraf kehidupannya. Ada indikator lain (versi pendataan keluarga oleh BKKP2KB Kabupaten Bantul) yang menarik untuk dicermati lebih jauh, yaitu dengan
6 6 semakin banyaknya jumlah keluarga miskin yang memanfaatkan dana hibah maupun dana bergulir Pemda Kabupaten Bantul sebagai fasilitas dalam upaya pemberdayaan bagi keluarga mereka. Untuk tahun 2012, sekitar 369 Kepala Keluarga Miskin atau Pra Sejahtera (KPS) dan Keluarga Sejahtera I (KS I) telah memperoleh bantuan dana bergulir PEKM serta memperoleh akses informasi tentang sumber daya ekonomi bagi peningkatan kesejahteraan keluarganya melalui kelompok UPPKS. Jumlah ini meningkat sekitar 0,8%dari jumlah KK Miskin dibandingkan tahun 2011 yang berkisar 0,5% dari total KK Miskin di Kabupaten Bantul. Sebagai tindak lanjut, pada tahun 2012 juga telah dilakukan pelatihan guna meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan manajemen usaha, serta kegiatan pendampingan bagi sekitar 18 kelompok PEKM (Sub Bidang Pembinaan Ketahanan Keluarga BKKP2KB Kabupaten Bantul, 2013), berarti ada peningkatan pengetahuan dan kesadaran dari keluarga-keluarga miskin tentang manfaat dan aksesibilitas dana bergulir atau kredit bagi kelompok PEKM (kelompok Pra UPPKS). Terkait dengan peran Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul, adalah perlunya melegitimasi beberapa kebijakan atas kewenangan yang dimiliki pemerintah daerah sebagai fungsi administrasi dan birokrasi dalam pemberdayaan masyarakat. Dapat disimpulkan bahwa desain kebijakan pemberian modal dana bergulir kredit PEKM bagi kelompok keluarga miskin (Pra Sejahtera dan Sejahtera I) di seluruh kecamatan di Kabupaten Bantul dimaksudkan agar dapat lebih mudah tercapai, sedangkan terciptanya pemerataan kesempatan dan keseimbangan dalam pemanfaatan dana bergulir PEKM tersebut sebagai salah
7 7 satu upaya dalam rangka penanggulangan dan pengurangan tingkat kemiskinan di suatu wilayah kecamatan yang berbeda dalam kategori atau pengukuran tersebut. Dari berbagai uraian diatas, secara sederhana dan detail program Pemberdayaan Ekonomi Keluarga Miskin (PEKM) diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga melalui pemberian stimulan modal usaha ekonomi produktif kepada kelompok-kelompok dari keluarga miskin/kurang mampu, sehingga dihasilkan gambaran yang lebih jelas bagaimana proses reformulasi untuk konsep implementasi kebijakan penanggulangan dan pengentasan kemiskinan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul dirumuskan untuk menjamin terciptanya kesejahteraan bagi setiap keluarga dan masyarakat Kabupaten Bantul secara keseluruhan. Hal ini sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 berikut Pasal 34 UUD 1945 serta Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 Tentang Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial. Melalui model pendekatan pemberdayaan keluarga dengan dasar hukum Undang-Undang RI. Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, tentunya implementasi kebijakan dana bergulir bagi kelompok PEKM ini relatif akan lebih mudah berhasil. Secara operasional, dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 ini disebutkan bahwa pemerintah kabupaten/kota bertanggungjawab dalam: a. Menetapkan pelaksanaan perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga di kabupaten/kota; dan b. Sosialisasi, advokasi dan koordinasi pelaksanaan perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sesuai dengan kebutuhan, aspirasi, dan kemampuan masyarakat setempat. Sedangkan ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota diatur dengan Peraturan Daerah.
8 Perumusan Masalah Adanya era otonomi daerah dan desentralisasi fiskal sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 telah memberikan peluang kepada Pemerintah Daerah karena daerah memiliki keleluasan dan kemandirian untuk mengeluarkan kebijakan untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakatnya. Peluang ini dapat dimanfaatkan sebaik mungkin dengan membuat dan merancang sebuah kebijakan yang benarbenar dapat diimplementasikan dan memberikan dampak kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, permasalahan kemiskinan yang dihadapi oleh Pemerintah Kabupaten Bantul telah berusaha dijawab dengan menetapkan kebijakan berbentuk program PEKM, yaitu pemberdayaan keluarga miskin yang difasilitasi melalui penyediaan kredit dana bergulir yang bersumber dari APBD setiap tahunnya. Namun dalam beberapa tahun pelaksanaan program PEKM, masih banyak masyarakat yang belum memanfaatkan modal bergulir PEKM dengan baik, terbukti dengan banyaknya kredit yang macet dari tahun ke tahun. Dana yang bergulir rentang waktu tahun berjumlah Rp ,- sedangkan pengembalian dana per - 31 Oktober tahun 2007 adalah Rp ,- atau 55% dari modal yang tersalur. Selanjutnya banyak diantara masyarakat yang masih menggunakan dana modal bergulir sebagai pemenuhan kebutuhan hidup. Hal ini tentunya berdampak pada tidak signifikannya penurunan angka kemiskinan di Kabupaten Bantul.
9 9 Dalam penelitian ini, peneliti secara sengaja (purposive) memilih kecamatan Banguntapan Kabupaten Bantul-DIY sebagai lokasi penelitian. Hal ini dilakukan berdasarkan pertimbangan, antara lain, Kecamatan Banguntapan memiliki jumlah penduduk terpadat dengan tingkat kemiskinan tertinggi pada tahun 2011 yaitu sebanyak jiwa atau KK Miskin (Pra Sejahtera dan Sejahtera I) yang relatif paling tinggi di kabupaten Bantul, kedua, penduduk di Kecamatan Banguntapan memiliki karakteristik komunitas lokal tradisional dan diharapkan mampu mengembangkan potensi SDM-nya untuk kegiatan ekonomi produktif kerajinan rumah-tangga serta usaha jasa perdagangan, ketiga, karena Kecamatan Banguntapan termasuk daerah kecamatan di Kabupaten Bantul DI. Yogyakarta yang memiliki kategori perdesaan non tertinggal atau non IDT yang berbatasan langsung dengan kota Yogyakarta (daerah penyangga kota), tetapi memiliki jumlah penduduk miskin yang cukup tinggi. Untuk mendapatkan gambaran lebih jelas, sejauhmana manfaat yang diperoleh oleh kelompok pengguna dana bergulir PEKM (kelompok PraSejahtera dan Sejahtera I) di Kecamatan Banguntapan Kabupaten Bantul Provinsi DI. Yogyakarta ini, peneliti menetapkan pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana proses implementasi program Pemberdayaan Ekonomi Keluarga Miskin dilaksanakan di Kecamatan Banguntapan? 2. Bagaimana kinerja implementasi dana bergulir program Pemberdayaan Ekonomi Keluarga Miskin di Kecamatan Banguntapan? 3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kinerja implementasi dana bergulir PEKM dan upaya pemberdayaan ekonomi bagi keluarga miskin di Kecamatan Banguntapan Kabupaten Bantul tersebut?
10 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1. Proses implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi Keluarga Miskin (PEKM) di Kecamatan Banguntapan Kabupaten Bantul; 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan implementasi dana bergulir bagi kelompok Pemberdayaan Ekonomi Keluarga Miskin (PEKM); 3. Kinerja (output) implementasi dana bergulir bagi kelompok Pemberdayaan Ekonomi Keluarga Miskin (keluarga Pra Sejahtera dan Sejahtera I) di Kecamatan Banguntapan Kabupaten Bantul tersebut Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Secara Akademis, paling tidak hasil penelitian ini dapat menjadi referensi ilmiah bagi peneliti selanjutnya, terutama yang tertarik melakukan penelitian kebijakan bidangpenanggulangan dan pengurangan kemiskinan di daerah. 2. Secara Praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan informasi dan evaluasi lebih lanjut terhadap keberhasilan dan kegagalan implementasi program penanggulangan dan pengurangan kemiskinan di masa mendatang, sesuai dengan karakteristik dan kapasitas daerah masing-masing.
11 Sistematika Penulisan Dalam penulisan tesis ini, pokok-pokok pikiran yang dituangkan dalam bab atau bagian, untuk susunannya telah disesuaikan berdasarkan prosedur penulisan tesis yang ditetapkan oleh Program MAP FISIPOL UGM, sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi uraian tentang fakta kemiskinan secara struktural yang menggambarkan fenomena masyarakat miskin atau kurang mampu, yang pada gilirannya kondisi ini semakin mengakibatkan meningkatnya jumlah keluarga miskin pada hampir di setiap daerah di Indonesia. Beberapa paket program atau kebijakan pemerintah untuk menanggulangi, mengatasi ataupun mengurangi dampak kemiskinan telah diluncurkan diantaranya adalah paket program Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS) yang pada tahun 2004 (berdasarkan indikator keluarga miskin daerah) telah diadopsi oleh Pemerintah Kabupaten Bantul Provinsi DI. Yogyakarta menjadi Program Pemberdayaan Ekonomi Keluarga Miskin (PEKM) dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Badan Kesejahteraan Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana hingga kelompok sasaran, sejauh ini implementasi program PEKM telah dilaksanakan di Kabupaten Bantul selama lebih dari 5 (lima) tahun belum menunjukkan hasil yang diharapkan, untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih mendalam tentang bagaimana mekanisme dan proses implementasi program PEKM dilaksanakan, sekaligus mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan kinerja implementasi program PEKM tersebut.
12 12 BAB II KAJIAN PUSTAKA Dalarn bab ini diuraikan kerangka teori yang mencakup beberapa konsep seperti dimensi kebijakan, konsep implementasi kebijakan, paradigma baru dalam penanganan kemiskinan, konsep pemberdayaan, konsep dinamika kelompok dan konsep partisipasi dalam pemberdayaan kelompok, konsep tentang kinerja suatu kebijakan serta faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja implementasi suatu kebijakan atau program, yang dalam hal ini adalah Program Pemberdayaan Ekonomi Keluarga Miskin (PEKM). BAB III METODE PENELITIAN Selanjutnya, pada bab ini dijelaskan metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini mencakup 3 (tiga) variabel berdasarkan kerangka teori, yaitu variabel proses implementasi program, variabel kinerja implementasi dan variabel faktor-faktor apa yang mempengaruhi kinerja implementasi yang selanjutnya dijabarkan dalam definisi konsep dan dioperasionalkan ke dalam indikator-indikator yang juga dapat dijadikan sebagai pedoman ataupun arah penelitian. Untuk sumber data primer akan dilakukan melalui teknik observasi, Focused Group Discussion (FGD), dan wawancara mendalam, sedangkan data penunjang atau data sekunder akan diperoleh dari dokumentasi dan studi kepustakaan, dimana selanjutnya data yang telah terkumpul kemudian diverifikasi dan dianalisis secara interpretatif dan empirik. BAB IV PROSES IMPLEMENTASI PROGRAM PEKM Bab ini berisi tentang deskripsi implementasi program PEKM di kecamatan Banguntapan agar diperoleh gambaran empiris secara detail tentang bagaimana mekanisme dan proses implementasi program Pemberdayaan Ekonomi Keluarga Miskin (PEKM) dilaksanakan di Kabupaten Bantul-DI. Yogyakarta Tahun dan seberapa jauh hasil yang diperoleh Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera I atas keikutsertaannya dalam program tersebut, sehingga pertanyaan penelitian dapat terjawab dengan baik dan sistematis sesuai dengan
13 13 fokus penelitian, tentunya mekanisme dan proses implementasi program PEKM di kecamatan Banguntapan dapat diketahui dengan menganalisis antara policy goals dan policy output. Selanjutnya untuk mengetahui jawaban atas faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja implementasi program PEKM akan dianalisis dengan menggunakan pendekatan dinamika kelompok (guna mengetahui kecenderungan hubungan antara agen perubahan dan kelompok sasarannya). BAB V KINERJA IMPLEMENTASI PROGRAM PEKM DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI Setelah menguraikan proses implementasi program PEKM yang dilaksanakan di kecamatan Banguntapan- Bantul, untuk selanjutnya dalam bab ini perlu dikemukakan gambaran tentang kinerja implementasi (capaian efektifitas) program PEKM di kecamatan Banguntapan yang diukur dengan 7 (tujuh) indikator agar diperoleh gambaran empiris secara lebih detail tentang bagaimana mekanisme penyampaian pelayanan (service delivery mechamism) penyaluran fasilitasi modal dana bergulir dan pemberdayaan kelompok PEKM serta faktorfaktor yang mempengaruhi kinerja implementasi program PEKM sehingga ada kelompok PEKM yang berhasil (tetap berjalan) maupun yang gagal (usahanya macet). BAB VI PENUTUP Hasil analisa dan pembahasan yang dilakukan pada Bab IV dan Bab V akan membuahkan beberapa temuan normatif dan problematik yang diidentifikasi sebagai berikut : (1) fenomena sosial-ekonomi keluarga kelompok sasaran (PS dan KS I) setelah mengikuti program PEKM baik dengan memanfaatkan modal dana bergulir yang bersifat reguler maupun revolving dapat disimpulkan berdasarkan sub-sub pembahasannya, kemudian (2) interpretasi lebih lanjuta dalah kesimpulan umum sebagai jawaban utama atas 2 (dua) pertanyaan penelitian, dan (3) disamping itu, ditemukan juga beberapa permasalahan yang harus dipecahkan secara konstruktif berupa rekomendasi alternatif tindakan sebagai sebuah solusi kepada Pemerintah Kabupaten Bantul dan stakeholder terkait.
BAB I PENDAHULUAN. Telah banyak kebijakan pemberdayaan ekonomi keluarga miskin. yang diprogramkan pemerintah sebagai langkah efektif dalam upaya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Telah banyak kebijakan pemberdayaan ekonomi keluarga miskin yang diprogramkan pemerintah sebagai langkah efektif dalam upaya penanggulangan kemiskinan, baik
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI KECAMATAN SE-KABUPATEN BANTUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memperkokoh
Lebih terperinciBUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 132 TAHUN 2016 T E N T A N G
BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 132 TAHUN 2016 T E N T A N G PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS PUSAT KESEHATAN
Lebih terperinciBUPATI BANTUL KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 123 TAHUN 2013 TENTANG PENUNJUKAN BAPAK/IBU ASUH PENANGGULANGAN KEMISKINAN KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL,
BUPATI BANTUL KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 123 TAHUN 2013 TENTANG PENUNJUKAN BAPAK/IBU ASUH PENANGGULANGAN KEMISKINAN KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa kemiskinan merupakan permasalahan
Lebih terperinciBAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 8.1 Kesimpulan. penelitian, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
257 BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 8.1 Kesimpulan Berdasarkan analisis terhadap permasalahan yang menjadi fokus kajian penelitian, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1. Menindaklanjuti ketentuan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI KECAMATAN SE-KABUPATEN BANTUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memperkokoh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemiskinan menjadi salah satu masalah di Indonesia sejak dahulu hingga
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan menjadi salah satu masalah di Indonesia sejak dahulu hingga sekarang, terutama sejak terhampas dengan pukulan krisis ekonomi dan moneter yang terjadi sejak
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dan maritim yang masih menghadapi masalah kemiskinan dan kerawanan pangan. Hal tersebut disebabkan oleh pertambahan penduduk Indonesia
Lebih terperinciBUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG
BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DANA REVOLVING KEGIATAN PEMBERDAYAAN EKONOMI KELUARGA MISKIN DAN ALIH PROFESI PENAMBANG PASIR KABUPATEN BANTUL TAHUN
Lebih terperinciKEADAAN UMUM KABUPATEN BANTUL. Kabupaten Bantul terdiri dari 17 kecamatan, 75 desa, dan 933 dusun. Secara
IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN BANTUL A. Letak Kabupaten Bantul Kabupaten Bantul merupakan salah satu kabupaten dari 5 kabupaten/kota di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang terletak di Pulau Jawa.
Lebih terperinciBUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 143 TAHUN 2015 TENTANG
BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 143 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN TIM KOORDINASI PROGRAM KELUARGA HARAPAN (TKPKH) TAHUN 2015 BUPATI BANTUL Menimbang : a. dalam rangka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan UU. No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sesuai dengan UU. No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan menjadi salah satu ukuran terpenting untuk mengetahui tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga. Sebagai suatu ukuran agregat, tingkat kemiskinan di suatu
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah salah satunya berasal dari Dana Alokasi
41 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah salah satunya berasal dari Dana Alokasi Umum, dimana dana Alokasi Umum itu bersumber dari dana perimbangan keuangan antara pemerintah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan desentralisasi tercatat mengalami sejarah panjang di Indonesia. Semenjak tahun 1903, Pemerintah Kolonial Belanda mengeluarkan Desentralisatie wet yang menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Di Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan masalah sosial yang senantiasa hadir di tengahtengah masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Di Indonesia masalah kemiskinan
Lebih terperinciBUPATI BANTUL KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 104 A TAHUN 2011 TENTANG
BUPATI BANTUL KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 104 A TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN TIM GERAKAN KEBANGKITAN DAN PEMBERDAYAAN (GERBANGDAYA) PROJOTAMANSARI KABUPATEN BANTUL TAHUN 2011 BUPATI BANTUL, Menimbang
Lebih terperinciBUPATI BANTUL KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG
BUPATI BANTUL KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN TIM KOORDINASI PROGRAM KELUARGA HARAPAN (TKPKH) KABUPATEN BANTUL TAHUN 2014 BUPATI BANTUL Menimbang : a. dalam rangka pelaksanaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kemiskinan merupakan masalah yang sangat kompleks dan dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah yang sangat kompleks dan dalam penanganannya membutuhkan kerjasama dari berbagai pihak, baik pemerintah, swasta maupun masyarakat. Kemiskinan
Lebih terperinciBUPATI BANTUL KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 205 A TAHUN 2011 TENTANG
BUPATI BANTUL KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 205 A TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN STRUKTUR ORGANISASI, PENUNJUKKAN PEJABAT PENGELOLA INFORMASI DAN DOKUMENTASI SERTA PEJABAT PENGELOLA INFORMASI DAN DOKUMENTASI
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Paradigma pembangunan masa lalu yang menempatkan pemerintah sebagai aktor utama pembangunan untuk mengejar pertumbuhan ekonomi terbukti tidak mampu mensejahterakan rakyat Indonesia.
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL
1 2015 No.52,2015 BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL Dinas Perhubungan Kabupaten Bantul. Perubahan keempat, Peraturan Bupati Bantul, Zona penempatan, menara telekomunikasi. BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL. Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bantul. Alokasi Kebutuhan, Pupuk Bersubsidi, Sektor Pertanian.
1 2015 No.101,2015 BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bantul. Alokasi Kebutuhan, Pupuk Bersubsidi, Sektor Pertanian. BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN
Lebih terperinciBUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 44 TAHUN 2011 TENTANG
BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 44 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT BANTUAN KEUANGAN PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPADA DESA DI KABUPATEN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program pengentasan kemiskinan pada masa sekarang lebih berorientasi kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak program pengentasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola kehidupan sosial, politik dan ekonomi di Indonesia. Desentralisasi keuangan dan otonomi daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. strategi pembangunan daerah mulai dari RPJPD , RPJMD ,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah Kabupaten Banjarnegara telah merumuskan kebijakan dan strategi pembangunan daerah mulai dari RPJPD 2005-2025, RPJMD 2011-2016, Rencana Kerja Pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Kemiskinan menjadi salah satu alasan rendahnya Indeks Pembangunan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan terus menjadi masalah fenomenal sepanjang sejarah bangsa Indonesia. Kemiskinan menjadi salah satu alasan rendahnya Indeks Pembangunan Manusia Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berbagai upaya telah dilakukan oleh bangsa Indonesia untuk menanggulangi kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode tahun 1974-1988,
Lebih terperinciBUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN
BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa kemiskinan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kompleks dan multi dimensional. Persoalan kemiskinan bukan hanya
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah utama pembangunan yang sifatnya kompleks dan multi dimensional. Persoalan kemiskinan bukan hanya berdimensi ekonomi tetapi juga sosial,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan umum dari penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Dengan terbitnya Undang-undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha untuk menciptakan kemakmuran dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan sosial. Oleh karena itu, hasil pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh bangsa Indonesia untuk penanggulangan kemiskinan dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masalah kemiskinan memang telah ada sejak kala. Berbagai upaya telah dilakukan oleh bangsa Indonesia untuk penanggulangan kemiskinan dengan meluncurkan program-program
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas ekonomi dan tugas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pemerintah Daerah diberi kewenangan untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas ekonomi dan tugas berbantuan sesuai dengan Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang
BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan hipotesis. A. Latar Belakang Masalah. Kemiskinan seringkali
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bisa melakukan aktivitas sehari-hari dan berkelanjutan secara terus menerus.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pangan merupakan kebutuhan dasar bagi manusia agar bisa hidup sehat dan bisa melakukan aktivitas sehari-hari dan berkelanjutan secara terus menerus. Kebutuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pengelolaan pemerintah daerah baik ditingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota, memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No 22 tahun 1999 dan UU
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pelaksanaan kegiatan pembangunan nasional di Indonesia sesungguhnya merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya kesejahteraan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. adalah penanggulangan kemiskinan yang harus tetap dilaksanakan Pemerintah Pusat
51 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan di daerah merupakan rangkaian yang termasuk dalam tujuan pembangunan nasional, artinya keberhasilan pembangunan di daerah sangat menentukan keberhasilan
Lebih terperinciBantul, Desember Kepala. Drs. Trisaktiyana, M.Si Pembina Utama Muda/IVc NIP
KATA PENGANTAR Pemberdayaan Masyarakat merupakan salah satu kebijakan Pemerintah Kabupaten Bantul dalam upaya untuk mengentaskan kemiskinan dalam rangka mencapai visi pembangunan Kabupaten Bantul Projotamansari,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. modern pada masa kini mereka tidak menikmati fasilitas pendidikan pelayanan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan memang telah ada sejak dahulu kala. Pada masa lalu umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan, tetapi miskin dalam bentuk minimnya
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL. Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Bantul. Unit pelaksana, satuan polisi pamong praja, kecamatan.
1 2015 No.09,2015 BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Bantul. Unit pelaksana, satuan polisi pamong praja, kecamatan. BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kecamatan Bebandem merupakan salah satu kecamatan yang ada di. Kabupaten Karangasem. Kecamatan Bebandem memiliki masalah yang paling
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecamatan Bebandem merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Karangasem. Kecamatan Bebandem memiliki masalah yang paling krusial yang di jumpai di wilayah ini,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pun manusia dan bangsa di dunia ini yang tidak membutuhkan kehidupan yang sedang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kehidupan yang baik merupakan kehendak manusia yang paling hakiki. Tiada satu pun manusia dan bangsa di dunia ini yang tidak membutuhkan kehidupan yang sedang dijalaninya
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Upaya penanganan kemiskinan sejak zaman pemerintah Orde Baru sudah dirasakan manfaatnya, terbukti dari jumlah penurunan jumlah penduduk miskin yang terjadi antara tahun 1976
Lebih terperinciGbr.1 Jaringan di Ruang Sekpri Bupati
JARINGAN LAN LINGKUNGAN SEKRETARIAT 1. Bupati (di ruang sekpri) Gbr.1 Jaringan di Ruang Sekpri Bupati 1 dari 74 2. Wakil Bupati (di ruang sekpri) Gbr.2 Jaringan di Ruang Sekpri Wakil Bupati 2 dari 74 3.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. bidang nasional dan ekonomi. Di mana dalam suatu proses perubahan tersebut haruslah
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional pada dasarnya merupakan suatu proses perubahan struktural dalam bidang nasional dan ekonomi. Di mana dalam suatu proses perubahan tersebut haruslah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan pemerintah daerah, baik tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya Undang-Undang (UU) No. 22 Tahun
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN SERANG
BERITA DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 42 TAHUN 2009 PERATURAN BUPATI KABUPATEN SERANG NOMOR 42 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI KECAMATAN DITERBITKAN OLEH BAGIAN ORGANISASI SETDA KAB. SERANG TAHUN
Lebih terperinciRencana Kerja (RENJA ) 2015
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang - Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (UU-SPPN) yang telah dijabarkan secara teknis dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri
Lebih terperinciBUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG
BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG BESARAN UANG PERSEDIAAN PADA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH TAHUN ANGGARAN 2015 BUPATI BANTUL, Menimbang : a.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu dampak dari keberhasilan pembangunan ekonomi, pendidikan dan teknologi di Indonesia adalah kecenderungan seseorang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu dampak dari keberhasilan pembangunan ekonomi, pendidikan dan teknologi di Indonesia adalah kecenderungan seseorang untuk menunda usia perkawinan,usia
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan serangkaian proses multidimensial yang berlangsung secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu terciptanya
Lebih terperinciBUPATI BANTUL PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 150 TAHUN 2014 TENTANG
BUPATI BANTUL PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 150 TAHUN 2014 TENTANG DATA KELUARGA MISKIN KABUPATEN BANTUL SAMPAI DENGAN BULAN DESEMBER TAHUN 2013 BUPATI BANTUL, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputusan politik pemberlakuan otonomi daerah yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001, telah membawa implikasi yang luas dan serius. Otonomi daerah merupakan fenomena
Lebih terperinciBUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG
BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG STRUKTUR ORGANISASI, PENUNJUKAN PEJABAT PENGELOLA INFORMASI DAN DOKUMENTASI SERTA PEJABAT PENGELOLA INFORMASI
Lebih terperinciPERMASALAHAN INSTRUMEN YG BERBEDA DIBERBAGAI JENJANG -PENGUMPULAN DATA REDUNDANT -DATA BELUM DI-SHARE
-PENGELOLAAN DATA INFO BELUM TERKOORDINIR -OVERLAP KEGIATAN & PENGELOLAAN DATA PERMASALAHAN INSTRUMEN YG BERBEDA DIBERBAGAI JENJANG -PENGUMPULAN DATA REDUNDANT -DATA BELUM DI-SHARE Deteksi dini Monitoring
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara lebih adil dan berimbang. Perubahan paradigma ini antara lain
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era reformasi saat ini memberikan peluang bagi perubahan paradigma pembangunan nasional dari paradigma pertumbuhan menuju paradigma pemerataan pembangunan secara
Lebih terperinciBAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN
BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran pembangunan untuk mewujudkan visi dan misi yang telah ditetapkan, perlu perubahan secara mendasar, terencana dan terukur. Upaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan amanat UUD RI Tahun 1945, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
Lebih terperinciBUPATI BANTUL KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG BESARAN UANG PERSEDIAAN PADA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014
BUPATI BANTUL KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG BESARAN UANG PERSEDIAAN PADA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014 Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 47 Peraturan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memasuki era baru tata pemerintahan sejak tahun 2001 yang ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah ini didasarkan pada UU
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu proses penelitian yang lebih mengarah pada pengungkapan masalah atau keadaan sebagaimana fakta yang ada.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea 4 adalah untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea 4 adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kerangka desentralisasi yang dicanangkan dengan berlakunya Undang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerangka desentralisasi yang dicanangkan dengan berlakunya Undang Undang nomor 22 tahun 1999 dan telah direvisi menjadi Undang Undang nomor 32 tahun 2004 telah membawa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembukaaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah memajukan kesejahteraan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Salah satu tujuan Nasional Republik Indonesia yang ada pada Pembukaaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah memajukan kesejahteraan umum. Namun dalam upaya mencapai
Lebih terperinciKEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 229 TAHUN 2011 TENTANG
KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 229 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN HIBAH KEPADA KOPERASI SEKOLAH KESUMA SMP I JETIS, KOPERASI SEKOLAH HERU CAKRA SMP I BANTUL, KOPERASI SEKOLAH BINA MANDIRI SISWA SMP I SEWON,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, yaitu adanya pelimpahan wewenang dari organisasi tingkat atas kepada tingkat bawahnya
Lebih terperinciKEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak diantara koordinat 110 o o Bujur Timur,
IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Geografis Kabupaten Bantul Kabupaten Bantul adalah salah satu wilayah kabupaten yang terdapat di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang dijadikan sebagai objek
Lebih terperinciDAFTAR ISI. 1. Rencana Program Dan Kegiatan SKPD Kabupaten Sijunjung Tahun 2015 Pembiayaan APBD Kabupaten Sijunjung.
DAFTAR ISI DAFTAR ISI RENCANA KERJA PROGRAM/KEGIATAN (RENJA) DAN KELUARGA BERENCANA TAHUN 2015 KANTOR PEMBERDAYAAN PEREMPUAN BAB.I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Landasan Hukum 1.3 Maksud dan Tujuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk dapat hidup bahagia dan terpenuhi segala kebutuhannya.
1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pembangunan menjadi poin krusial yang menguras perhatian pemerintah, khususnya di negara-negara berkembang. Masalah ketimpangan masih menjadi isu besar pembangunan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG
1 2016 No.12,2016 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Bagian Organisasi Sekretariat Daerah Kabupaten Bantul. PEMERINTAH DAERAH. Pembentukan. Susunan. Perangkat Daerah. Kabupaten Bantul. ( Penjelasan dalam
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA TANGERANG
WALIKOTA TANGERANG Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (ILPPD) Kota Tangerang Tahun 2012 Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah memberikan kewenangan kepada
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Didalam kehidupan ekonomi pada umumnya, manusia senantiasa berusaha untuk
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Didalam kehidupan ekonomi pada umumnya, manusia senantiasa berusaha untuk dapat memperbaiki tingkat kesejahteraannya dengan berbagai kegiatan usaha sesuai dengan bakat,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengembangkan sistem manajemen pemerintahan dan pembangunan antara lain
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Terjadinya berbagai krisis kawasan yang tidak lepas dari kegagalan mengembangkan sistem manajemen pemerintahan dan pembangunan antara lain disebabkan oleh
Lebih terperinciBAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)
Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) A. Visi dan Misi 1. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman 2010-2015 menetapkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2009)
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Bogor merupakan bagian dari Propinsi Jawa Barat yang memiliki berbagai potensi yang belum dikembangkan secara optimal. Kabupaten Bogor dalam rangka mengembangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Page 1
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Rencana Kerja (Renja) SKPD merupakan dokumen perencanaan dan pendanaan yang berisi program dan kegiatan SKPD sebagai penjabaran dari RKPD dan Renstra SKPD dalam satu
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 55 TAHUN 2000 T E N T A N G PEMBENTUKAN DAN ORGANISASI KECAMATAN SE- KABUPATEN BANTUL
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 55 TAHUN 2000 T E N T A N G PEMBENTUKAN DAN ORGANISASI KECAMATAN SE- KABUPATEN BANTUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL Menimbang Mengingat : a. bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daerah. Indikator yang digunakan untuk mengukur kesejahteraan salah satunya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesejahteraan adalah tujuan utama dari pembangunan sebuah negara atau daerah. Indikator yang digunakan untuk mengukur kesejahteraan salah satunya dengan melihat pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. No. 22 tahun 1999 diganti menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pengelolaan pemerintah daerah, baik tingkat propinsi maupun kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 22 tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan dan pengangguran menjadi masalah yang penting saat ini di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan dan pengangguran menjadi masalah yang penting saat ini di Indonesia, sehingga menjadi suatu fokus perhatian bagi pemerintah Indonesia. Masalah kemiskinan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan
Lebih terperinciBERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 46 NOMOR 46 TAHUN 2008
BERITA DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 46 PERATURAN WALIKOTA SEMARANG NOMOR 46 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI BADAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT, PEREMPUAN DAN KELUARGA BERENCANA KOTA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kerja bagi angkatan kerja di perdesaan. Permasalahan kemiskinan yang cukup
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Permasalahan kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dari tiga pendekatan yaitu kemiskinan alamiah, kemiskinan struktural, dan kesenjangan antar wilayah.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendidikan dan kesehatan. Dari sudut pandang politik, ini terlihat bagaimana. kesehatan yang memadai untuk seluruh masyarakat.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dialami oleh hampir atau keseluruhan negara di dunia. Indonesia, salah satu dari sekian negara di dunia,
Lebih terperinciBUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 148 TAHUN 2016 TENTANG
BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 148 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN TIM PELAKSANA KEGIATAN TENTARA MANUNGGAL MEMBANGUN DESA (TMMD) KARYA BHAKTI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daerah, ketimpangan pembiayaan pembangunan antar daerah kian menonjol.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak diberlakukannya undang-undang tentang pelaksanaan otonomi daerah, ketimpangan pembiayaan pembangunan antar daerah kian menonjol. Kendati berbagai usaha telah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terutama sejak terjadinya krisis ekonomi dan moneter pada tahun 1997.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Permasalahan yang dihadapi oleh Negara Indonesia adalah kemiskinan. Dari tahun ke tahun masalah ini terus menerus belum dapat terselesaikan, terutama sejak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya Undang-undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut sistem otonomi daerah. Awal dari pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia adalah sejak diberlakukannya Undang-undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan bagian penting dari pembangunan nasional. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari terwujudnya
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 20 SERI E
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 20 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DANA PINJAMAN BERGULIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. desentralisasi tersebut yaitu dengan diselenggarakannya otonomi daerah.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Setelah adanya era reformasi, arus besar untuk mengelola daerah masingmasing semakin kuat. Untuk menyeimbangkan permintaan tersebut dalam hal pengelolaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Balangan
STRATEGI SANITASI KABUPATEN (SSK) I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sanitasi sesungguhnya masih menjadi isu strategis di Indonesia. Tidak hanya di tingkat masyarakat, namun juga pada sisi para pengambil
Lebih terperinciOptimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional
Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional I. LATAR BELAKANG Wacana kemiskinan di Indonesia tetap menjadi wacana yang menarik untuk didiskusikan dan dicarikan solusi pemecahannya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempersempit ruang gerak di sebuah wilayah. Dimana jumlah pertumbuhan penduduk tidak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan penduduk semakin hari semakin pesat, yang secara tidak langsung juga berpengaruh terhadap meningkatnya jumlah populasi dan jumlah berbagai keperluan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lingkungan pemukiman yang sehat. Terwujudnya suatu kondisi lingkungan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lingkungan yang sehat dan sejahtera hanya dapat dicapai dengan lingkungan pemukiman yang sehat. Terwujudnya suatu kondisi lingkungan yang baik dan sehat salah satunya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Permasalahan utama dalam upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia saat ini
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Permasalahan utama dalam upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia saat ini terkait dengan adanya fakta bahwa pertumbuhan ekonomi tidak tersebar secara merata
Lebih terperinci