KETERKAITAN PERAWATAN METODE KANGURU (PMK) TERHADAP TINGKAT STRES IBU, KONSUMSI ASI, DAN PERTUMBUHAN FISIK BAYI HEPTI MULIYATI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KETERKAITAN PERAWATAN METODE KANGURU (PMK) TERHADAP TINGKAT STRES IBU, KONSUMSI ASI, DAN PERTUMBUHAN FISIK BAYI HEPTI MULIYATI"

Transkripsi

1 KETERKAITAN PERAWATAN METODE KANGURU (PMK) TERHADAP TINGKAT STRES IBU, KONSUMSI ASI, DAN PERTUMBUHAN FISIK BAYI HEPTI MULIYATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Keterkaitan Perawatan Metode Kanguru (PMK) terhadap Tingkat Stres Ibu, Konsumsi ASI, dan Pertumbuhan Fisik Bayi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Oktober 2015 Hepti Muliyati NIM I

4 RINGKASAN HEPTI MULIYATI. Keterkaitan Perawatan Metode Kanguru (PMK) terhadap Tingkat Stres Ibu, Konsumsi ASI, dan Pertumbuhan Fisik Bayi. Dibimbing oleh RIZAL DAMANIK dan KATRIN ROOSITA. Perawatan Metode Kanguru (PMK) merupakan kontak kulit langsung ibu dan bayinya baik dilakukan secara intermiten maupun kontinu yang dapat memenuhi kebutuhan dasar bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) meliputi perhatian, kehangatan, kenyamanan, dan gizi yang cukup (Suradi et al. 2008; Dandekar & Shafee 2013). Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan RI telah mengeluarkan pedoman penanggulangan bayi BBLR salah satu diantaranya penerapan PMK (Suradi et al. 2008). Berdasarkan data riset kesehatan dasar (Riskesdas) prevalensi bayi BBLR di Indonesia mengalami penurunan dari 11.5% tahun 2007, 11.1% (2010), hingga 10.2% (2013) (Kemenkes 2013). Namun, angka tersebut masih jauh dari target BBLR yang ditetapkan yakni <5% (Depkes 2008). Sementara itu, prevalensi bayi BBLR di Kabupaten Bogor selama 3 tahun terakhir masih mengalami fluktuasi yakni 1.5% (2011), 1.6% (2012), dan 1.3% (2013) (Dinkes Kabupaten Bogor 2013). Meskipun prevalensi bayi BBLR di Kabupaten Bogor telah mengalami penurunan, namun bayi BBLR harus tetap mendapatkan penanggulangan yang baik karena masalah gizi pada suatu kelompok umur tertentu akan mempengaruhi status gizi pada periode siklus kehidupan berikutnya (integenerational impact) (Kemenkes 2010). Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis dan menjelaskan keterkaitan PMK terhadap tingkat stres ibu, konsumsi ASI, dan pertumbuhan fisik bayi BBLR. Tujuan khususnya meliputi: (1) Mengidentifikasi karakteristik ibu (usia, paritas, jenis persalinan, pendidikan, dan pekerjaan) dan karakteristik bayi BBLR (jenis kelamin, usia gestasi, berat badan lahir, panjang badan lahir, lingkar kepala lahir, dan lingkar dada lahir); (2) Menganalisis konsumsi pangan ibu; (3) Menganalisis tingkat stres ibu baik pada kelompok PMK maupun kelompok perawatan metode konvensional (PMKv); (4) Menganalisis konsumsi Air Susu Ibu (ASI) bayi BBLR baik kelompok PMK maupun kelompok PMKv; (5) Menganalisis pertumbuhan fisik (berat badan, panjang badan, lingkar kepala dan lingkar dada) bayi BBLR baik kelompok PMK maupun kelompok PMKv; (6) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi ASI dan pertumbuhan fisik bayi BBLR. Penelitian ini menggunakan desain kohort prospektif yang dilakukan dari bulan Desember 2014 sampai Maret 2015 di Kabupaten Bogor. Contoh dalam penelitian ini adalah ibu dan bayi BBLR yang dikelompokkan menjadi kelompok PMK dan PMKv. Kelompok PMK berasal dari RS Sehat Terpadu Dompet Duafa dan RSIB Medika Dramaga. Sedangkan kelompok PMKv berasal dari rumah sakit yang tidak menerapkan PMK dan memiliki karakterstik yang sama dengan kelompok PMKv. Jumlah contoh pada penelitian ini sebanyak 20 pasang ibu dan bayi BBLR. Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara menggunakan kuesioner dan data rekam medik serta pengukuran langsung. Data diolah diolah melalui beberapa tahapan yaitu editing, coding, processing dan cleaning. Analisis yang

5 dilakukan meliputi analisis deskriptif dan inferensia (uji Independent Sample t- Test, Mann-Whitney, Chi-square, dan regresi linear berganda). Secara keseluruhan, karakteristik contoh baik pada kelompok PMK maupun PMKv tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05). Hasil uji Independent Sampe t-test menunjukkan bahwa tingkat kecukupan energi dan seluruh zat gizi pada minggu pertama, kedua, dan keempat adalah tidak berbeda signifikan antar kedua kelompok. Namun, untuk tingkat kecukupan karbohidrat dan tingkat kecukupan zink pada minggu keempat adalah signifikan lebih tinggi (p<0.05) pada kelompok PMK dibandingkan dengan kelompok PMKv. Pada minggu pertama meskipun tidak signifikan, terdapat kecenderungan bahwa praktik PMK menurunkan tingkat stres ibu yang memiliki BBLR. Hal ini ditunjukkan dengan tidak ditemukannya stres berat pada kelompok PMK sedangkan ibu yang tidak melakukan PMK masih mengalami stres berat (10%). Sedangkan pada minggu keempat, terdapat hubungan yang signifikan (p<0.005) antara praktik PMK dengan tingkat stres ibu. Rata-rata konsumsi ASI dari minggu pertama hingga keempat pada kelompok PMK jumlahnya signifikan lebih banyak (p>0.05) dibandingkan kelompok PMKv. Hal ini juga sejalan dengan peningkatan pertumbuhan fisik bayi BBLR kelompok PMK yang signifikan lebih tinggi (p<0.05) dibandingkan dengan kelompok PMKv. Hasil uji regresi linear berganda menunjukkan bahwa peningkatan konsumsi ASI bayi BBLR secara signifikan (p<0.05) dipengaruhi oleh praktik PMK, pendidikan ibu, dan tingkat kecukupan vitamin A. Peningkatan pertumbuhan fisik dipengaruhi secara signifikan (p<0.05) oleh praktik PMK, tingkat kecukupan protein, tingkat kecukupan karbohidrat, dan tingkat kecukupan kalsium. Dalam penanggulangan masalah BBLR, PMK sangat direkomendasikan untuk mempercepat peningkatan pertumbuhan fisik (berat badan, panjang badan, lingkar kepala, dan lingkar dada)yang normal. Selain itu, ibu yang melakukan praktik PMK dan memberikan ASI kepada bayinya harus mengonsumsi pangan yang seimbang selama menyusui agar terpenuhi kecukupan zat gizi yang penting untuk produksi ASI. Kata kunci: bayi BBLR, konsumsi ASI, PMK, pertumbuhan fisik, tingkat stres ibu

6

7 SUMMARY HEPTI MULIYATI. Association of Kangaroo Mother Care on Maternal Stress Level, BreastMilk Consumption, and Physical Growth of Infants. Supervised by RIZAL DAMANIK and KATRIN ROOSITA. Kangaroo Mother Care (KMC) is a direct skin contact between the mother and her baby, either intermittently or continuously, which can meet the basic needs of Low Birth Weight (LBW) infants which includes attention, warmth, comfort, and adequate nutrition. Therefore, Ministry of Health, Republic of Indonesia has issued the guidelines for the prevention of LBW infants, one of them is the implementation ofkmc. Based on Basic Health Research data, the prevalence oflbw infants decreased from 11.5% in 2007 to 11.1% in 2010 and 10.2% in However, the figure is still far from the targets set out for LBW infants, i.e. less than 5%. Meanwhile, the prevalence of LBW infants in Bogor Regency during the last three years is still fluctuating, namely 1.5% (2011), 1.6% (2012), and 1.3% (2013). Although the prevalence of LBW infants in Bogor Regency has decreased, LBW infants should still get good countermeasures because nutrition problems at a particular age group will affect the nutritional status in the next life cycle period (intergenerational impact). The general objective of this study was to analyze and describe the association between KMC and maternal stress level, breast milk consumption, as well as physical growth of LBW infants. The specific objectives of this study were to: 1) identify maternal characteristics (age, parity, type of childbirth, education, and occupation) and LBW infants characteristics (infant gender, gestational age, birth weight, birth length, birth head circumference, birth chest circumference); 2) analyze maternal food consumption; 3) analyze maternal stress level, either in KMC group or Conventional Methods of Care (CMC) group; 4) analyze breast milk consumption of LBW infants, either in KMC group or CMC group; 5) analyze the physical growth (body weight, body length, head circumference, and chest circumference) of LBW infants, either in KMC group or CMC group; 6) analyze the factors affecting breast milk consumption and physical growth of LBW infants. This study used prospective cohort design and was conducted from December 2014 to March 2015 in Bogor Regency. Subjects in this study were mothers and LBW infants that were divided into KMC and CMC groups. KMC group derived from Sehat Terpadu Dompet Duafa Hospital and Medika Dramaga Mother and Baby Hospital. Meanwhile, CMC group derived from hospitals which did not apply KMC and had similar characteristics as the subjects in KMC group. The number of subjects in this study was 20 pairs of mother and LBW infant. Types of data collected were primary and secondary data. Data were collected through interviews using a questionnaire, medical record data and direct measurement. Data were processed through several stages, namely editing, coding, processing and cleaning. Statistical analyses used in this study were descriptive statistics and inferential statistics (Independent Sample t-test, Mann- Whitney, Chi-square, and multiple linear regression).

8 Overall, there were no significant differences in subjects characteristics, either in KMC or CMC groups (p<0.05). The results of independent sample t-test showed that there were no significant differences in energy and all nutrients adequacy levels in the first, second and fourth week in both groups. However, carbohydrates and zinc adequacy levels in KMC group were significantly higher (p<0.05) than CMC group in the fourth week of study. Although not significant, there was a tendency that KMC reduced the stress level of the mothers with LBW infants in the first week of practice. This was indicated by the absence of severe stress in KMC group whereas mothers who did not perform KMC were still experiencing severe stress (10%). Meanwhile, there was significant association (p<0.05) between KMC practice and maternal stress level in the fourth week. Mean breast milk consumption from the first to the fourth week in KMC group was significantly higher (p<0.05) than CMC group. It was in line with the increase in physical growth of LBW infants in KMC group which was significantly higher (p<0.05) than CMC group. The results of multiple linear regression showed that the increase in breast milk consumption of LBW infants was significantly affected (p<0.05) by KMC practice, maternal education level, and vitamin A adequacy level. The improvement of physical growth was significantly affected (p<0.05) by KMC practice, protein adequacy level, carbohydrates adequacy level and calcium adequacy level. In response to the problem of LBW infants, KMC is strongly recommended to accelerate the enhancement of normal physical growth (body weight, body length, head and chest circumferences). Besides that, mothers who practice KMC and breastfeeding should consume a balanced food during lactation so that the adequacy of essential nutrients for breast milk production can be fulfilled. Keywords: breastmilk consumption, KMC, LBW infants, maternal stress level, physical growth

9 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

10

11 KETERKAITAN PERAWATANMETODE KANGURU (PMK) TERHADAP TINGKAT STRES IBU, KONSUMSI ASI, DAN PERTUMBUHAN FISIK BAYI HEPTI MULIYATI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Gizi Mayarakat SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

12 Penguji pada Ujian Tesis:Prof Dr Ir Ali Khomsan, MS

13 Judul Tesis : Keterkaitan Perawatan Metode Kanguru (PMK) terhadap Tingkat Stres Ibu, Konsumsi ASI, dan Pertumbuhan Fisik Bayi Nama : Hepti Muliyati NIM : I Disetujui oleh Komisi Pembimbing Prof Drh Muh Rizal M Damanik, MRepSc, PhD Ketua Anggota Diketahui oleh Ketua Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat Dekan Sekolah Pascasarjana Prof Dr Ir Dodik Briawan, MCN Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr Tanggal Ujian: 26 Agustus 2015 Tanggal Lulus:

14 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia- Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tesis ini berjudul Keterkaitan Perawatan Metode Kanguru (PMK) terhadap Tingkat Stes Ibu, Konsumsi ASI, dan Pertumbuhan Fisik Bayi yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar magister sains (MSi) pada program magister Ilmu Gizi Masyarakat, Sekolah Pascasarjana, Intitut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof drh Muh Rizal Martua Damanik,MRepSc, PhD dan Ibu Dr Katrin Roosita, SP, MSi selaku pembimbing yang selalu memberikan arahan, motivasi, saran, dan kritik yang membangun bagi penulis. Terima kasih kepada Bapak Prof Dr Ir Ali Khomsan, MSselaku dosen penguji luar komisi dalam ujian tertutup yang telah memberikan banyak masukan dan kritik dalam penyempurnaan tesis ini. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Direktur beserta Staf Perinatologi RS Sehat Terpadu Dompet Duafa, RSIB Medika Dramaga, dan RSUD Leuwiliang, atas penerimaan yang sangat baik dan kooperatif pada saat pengambilan data penelitian. Terima kasih juga kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) atas bantuan beasiswa BPPDN selama menjalani studi di Sekolah Pascasarjana IPB. Ucapan terima kasih kepada kedua orang tua tercinta (Bapak Jamhur Malla, SPd dan Ibu Nurhayati) yang telah menghantarkan penulis hingga ke jenjang magister dengan segala doa, kasih sayang dan motivasi yang diberikan, serta kepada adikku tersanyang (Muhammad Hidayat, SKep) atas doa dan motivasinya.terima kasih kepada kakakku tercinta (Opyn Mananta, SKM,MEpid) yang selalu memberikan semangat, masukan, dan setia mendengar segala keluh dan kesah penulis selama menjalani studi dan penyelesaian tesis. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Kak Sanya, Lutfi, dan Risti yangtelah banyak membantu dan selalu setia menemani selama proses penelitian.teman-teman GMS angkatan 2013, terima kasih atas doa dan dukungan semangat kepada penulis. Tidak lupa juga ucapan terima kasih disampaikan kepada seluruh pengajar dan staf di Departemen Gizi Masyarakat yang secara tidak langsung telah mendukung proses studi penulis serta kepada pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu-persatu dalam membatu penyelesaian tesis ini. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, namun penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Bogor, Oktober 2015 Hepti Muliyati

15 DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 3 Hipotesis Penelitian 3 Manfaat Penelitian 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 5 Perawatan Metode Kanguru (PMK) 5 Definisi Perawatan Metode Kanguru 5 Waktu Memulai Perawatan Metode Kanguru 5 Lama dan Kesinambungan Perawatan Metode Kanguru 6 Komponen Perawatan Metode Kanguru 7 Manfaat Perawatan Metode Kanguru 8 Tingkat Stres Ibu 9 Produksi ASI 10 Konsumsi Air Susu Ibu (ASI) Bayi BBLR 12 Pertumbuhan Fisik Bayi BBLR 13 Pertambahan Berat Badan 13 Pertambahan Panjang Badan 15 Pertambahan Lingkar Kepala 15 Pertambahan Lingkar Dada 16 Faktor yang Mempengaruhi Pencapaian Berat Normal Bayi BBLR 16 Faktor Ibu 16 Usia Ibu 17 Paritas 17 Pendidikan 17 Pekerjaan 17 Faktor Bayi 17 Jenis Kelamin Bayi 18 Umur Kehamilan (Gestasi) 18 Gangguan Menyusu 18 Faktor Pelayanan Kesehatan 19 3 KERANGKA PEMIKIRAN 20 4 METODE 22 Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian 22 Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh 22 i iii iv iv

16 ii Jenis dan Cara Pengumpulan Data 23 Pengolahan dan Analisis Data 25 Definisi Operasional 29 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 31 Karakteristik Contoh 31 Konsumsi Pangan Ibu 33 Praktik Perawatan Metode Kanguru (PMK) 38 Praktik Pemberian Air Susu Ibu (ASI) 38 Frekuensi Menyusui 39 Lama Menyusui 39 Tingkat Stres Ibu 39 Konsumsi ASI 40 Pertumbuhan Fisik 42 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi ASI Bayi BBLR 44 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Fisik (Berat Badan, Panjang Badan, Lingkar Kepala, dan Lingkar Dada) Bayi BBLR 45 6 SIMPULAN DAN SARAN 48 Simpulan 48 Saran 48 DAFTAR PUSTAKA 49 LAMPIRAN 56

17 iii DAFTAR TABEL 1 Jenis dan cara pengumpulan data 24 2 Jenis dan kategori peubah 27 3 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik (usia, pendidikan, pekerjaan, jenis persalinan, jenis kelamin) dan metode perawatan bayi BBLR 31 4 Sebaran contoh berdasarkan riwayat kelahiran (paritas), gestasi dan karakteristik bayi serta metode perawatan bayi BBLR 32 5 Rata-rata tingkat kecukupan energi dan zat gizi pada minggu 1 berdasarkan metode perawatan bayi BBLR 33 6 Sebaran contoh berdasarkan kategori tingkat kecukupan zat gizi makro pada minggu 1 dan metode perawatan bayi BBLR 34 7 Sebaran contoh berdasarkan kategori tingkat kecukupan zat gizi mikro pada minggu 1 dan metode perawatan bayi BBLR 34 8 Rata-rata tingkat kecukupan energi dan zat gizi pada minggu 2 berdasarkan metode perawatan bayi BBLR 35 9 Sebaran contoh berdasarkan kategori tingkat kecukupan zat gizi makro pada minggu 2 dan metode perawatan bayi BBLR Sebaran contoh berdasarkan kategori tingkat kecukupan zat gizi mikro pada minggu 2 dan metode perawatan bayi BBLR Rata-rata tingkat kecukupan energi dan zat gizi pada minggu 4 berdasarkan metode perawatan bayi BBLR Sebaran contoh berdasarkan kategori tingkat kecukupan zat gizi makro pada minggu 3 dan metode perawatan bayi BBLR Sebaran contoh berdasarkan kategori tingkat kecukupan zat gizi mikro pada minggu 3 dan metode perawatan bayi BBLR Sebaran contoh berdasarkan praktik PMK Sebaran contoh berdasarkan frekuensi menyusui dan metode perawatan bayi BBLR Sebaran contoh berdasarkan lama setiap kali menyusui dan metode perawatan bayi BBLR Tabulasi silang tingkat stres ibu dan metode perawatan bayi BBLR pada minggu Tabulasi silang tingkat stres ibu dan metode perawatan bayi BBLR pada minggu Tabulasi silang persepsi ibu dan metode perawatan bayi BBLR 41

18 iv DAFTAR GAMBAR 1 Posisi bayi saat pelaksanaan PMK 7 2 Refleks pelepasan Air Susu (milk let down reflex) 12 3 Monitoring berat badan menurut umur bayi muda laki-laki 14 4 Monitoring berat badan menurut umur bayi muda perempuan 15 5 Kerangka Pemikiran 21 6 Tahapan pelaksanaan pengumpulan data 25 7 Peningkatan rata-rata konsumsi ASI pada bayi BBLR berdasarkan metode perawatan mulai minggu 1 sampai minggu Peningkatan rata-rata berat badan bayi BBLR berdasarkan metode perawatan mulai minggu 1 sampai minggu Peningkatan rata-rata panjang badan bayi BBLR berdasarkan metode perawatan mulai minggu 1 sampai minggu Peningkatan rata-rata lingkar kepala bayi BBLR berdasarkan metode perawatan mulai minggu 1 sampai minggu Peningkatan rata-rata lingkar dada bayi BBLR berdasarkan metode perawatan mulai minggu 1 sampai minggu DAFTAR LAMPIRAN 1 Surat keterangan lolos kaji etik 56 2 Hasil uji validitas kuesioner Parental Stress Scale (PSS) 57 3 Dokumentasi pelaksanaan penelitian 58 4 Model summary variabel dependen konsumsi ASI 58 5 Coefficients variabel dependen konsumsi ASI 59 6 Model summary variabel dependen peningkatan berat 59 7 Coefficients variabel dependen peningkatan berat badan 59 8 Model summary variabel dependen peningkatan panjang badan 59 9 Coefficients variabel dependen peningkatan panjang badan Model summary variabel dependen peningkatan lingkar kepala Coefficients variabel dependen peningkatan lingkar kepala Model summary variabel dependen peningkatan lingkar dada Coefficients variabel dependen peningkatan lingkar dada 60

19 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perawatan metode kanguru (PMK) merupakan kontak kulit langsung ibu dan bayinya baik yang dilakukan secara intermiten maupun kontinu serta dapat memenuhi kebutuhan dasar bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) mencakup perhatian, kehangatan, kenyamanan, dan gizi yang cukup (ASI eksklusif) (Suradi et al. 2008; Dandekar & Shafee 2013). Oleh karena itu,kementrian Kesehatan RI melalui Direktorat Bina Pelayanan Medik dalam rangka penatalaksanaan bayi baru lahir khususnya BBLR, telah mengeluarkan pedoman penanggulangan. Salah satu diantaranya penerapan perawatan metode kanguru (Suradi et al. 2008). Penatalaksanaan bayi BBLR bertujuan untuk mencegah terjadinya penyulit dan sesegera mungkin tercapainya peningkatan berat bayi normal agar tidak timbul gangguan pertumbuhan, perkembangan, dan menurunkan resiko terjadinya gizi kurang dan gizi buruk dikemudian hari (Charpak et al. 2005; Artawan 2012). Bayi BBLR dianggap sebagai indeks status kesehatan masyarakat pada umumnya serta kesehatan dan gizi ibu pada khususnya (Valenkar 2009). Sebagian besar kasus BBLR dipengaruhi oleh keadaan selama proses mengandung baik dari ibu maupun janin itu sendiri (Sharma & Mishra 2013). Ibu yang tidak mendapat pelayanan kesehatan dan asupan gizi yang baik selama mengandung (antenatal) akan sangat beresiko melahirkan bayi dengan berat lahir rendah (Lothian 2009). Bayi mengalami BBLR jika berat saat lahir kurang dari 2500 gram (WHO 2003). Berdasarkan penyebabnya BBLR dibedakan menjadi dua, yaitu BBLR karena prematur dan BBLR karena Intra Uterine Growth Retardation (IUGR), yaitu bayi yang lahir cukup bulan tetapi berat badan kurang (Bernstein & Divon 2011). IUGR merupakan penyebab utama BBLR di negara-negara berkembang (Muthayya 2009). Rata-rata prevalensi bayi BBLR di dunia mencapai 15% dan prevalensi tersebut bisa mencapai 28% di negara-negara berkembang seperti India, Pakistan, Nigeria, Philipina dan Indonesia (UNICEF 2013). BBLR di Asia Tenggara merupakan penyebab dari 15% kematian neonatal (WHO 2013). Angka kematian neonatal di Indonesia tahun 2012 sebesar 19% (SDKI 2012) dan 34% dari kematian neonatal tersebut disebabkan oleh BBLR yang prematur (Depkes 2007).Berdasarkan data riset kesehatan dasar (Riskesdas) prevalensi bayi BBLR di Indonesia mengalami penurunan dari 11.5% tahun 2007, 11.1% (2010), hingga 10.2% (2013) (Kemenkes 2013). Namun, angka tersebut masih jauh dari target BBLR yang ditetapkan yakni < 5% (Depkes 2008). Sementara itu, prevalensi bayi BBLR di Kabupaten Bogor selama 3 tahun terakhir masih mengalami fluktuasi yakni 1.5% (2011), 1.6% (2012) dan 1.3% (2013) (Dinkes Kabupaten Bogor 2013). Meskipun prevalensi bayi BBLR di Kabupaten Bogor telah mengalami penurunan, namun bayi BBLR harus mendapatkan penanggulangan yang baik karena masalah gizi pada suatu kelompok umur tertentu akan mempengaruhi status gizi pada periode siklus kehidupan berikutnya (integenerational impact) (Kemenkes 2010).

20 2 Beberapa penelitian Randomized Controlled Trial(RCT)menemukan bahwa PMK dapat meningkatkan angka keberhasilan menyusui (Flackinget al. 2011; Heidarzadeh et al. 2013), menurunkan lama perawatan bayi BBLR di rumah sakit (Charpak et al. 2001; Thukral et al. 2008), meningkatkan perkembangan kognitif dan motorik bayi BBLR (Feldman et al. 2002), menurunkan morbiditas seperti hipotermi, hipoglikemia dan sepsis (Raoet al.2008), meningkatkan produksi ASI (Hurst et al. 1997; Tessier et al. 1998), meningkatkan pemberian ASI eksklusif (Rodriguez et al. 2007), meningkatkan berat badan bayi BBLR (Klaus& Fanaroff1993; Ramanathan et al. 2001; Arifah &Wahyuni 2010), dan meningkatkan pertumbuhan secara keseluruhan (Lusmilasariet al. 2004; Gathwalaet al. 2010). Selama lebih dari 30 tahun diterapkannya PMK di dunia dan lebih dari 20 tahun sejak mulai diperkenalkan di Indonesia (Tahun 1993) telah banyak penelitian yang mempelajari keunggulan penerapan PMK pada bayi BBLR, namun masih sedikit penelitian yang mengaitkan PMK terhadap tingkat stres ibu. Selain itu, beberapa penelitian terdahulu juga tidak memperhatikan pengaruh konsumsi ibu dalam peningkatan konsumsi ASI pada bayi BBLR yang mendapatkan PMK. Berangkat dari hal itulah peneliti tertarik untuk melihat keterkaitan PMK terhadap tingkat stres ibu, konsumsi ASI dan pertumbuhan fisik bayi BBLR (berat badan, panjang badan, lingkar kepala dan lingkar dada) dengan memperhatikan aspek konsumsi ibu. Perumusan Masalah PMK merupakan pilihan pertama dalam memberikan lingkungan yang hangat untuk mempertahankan suhu tubuh dan ASI yang tidak terbatas kepada bayi BBLR (Suradi et al. 2008). Oleh karena itu, salah satu perawatan yang saat ini dianjurkan untuk penatalaksanaan BBLR adalah perawatan metode kanguru (PMK). Bayi BBLRsangat beresiko mengalami berbagai penyulit (gangguan bernafas, ikterus, hipotermia), kecacatan dan kurang gizi di masa depan bahkan bisa mengalami kematian sehingga perlu mendapat penanganan yang baik. Pada prinsipnya penatalaksanaan BBLR bertujuan untuk mencegah terjadinya penyulit dan segera mencapai peningkatan berat normal sesuai umurnya. Penanganan difokuskan pada periode bayi muda atau 2 bulan pertama kehidupan (8 minggu). Berdasarkan gambaran tersebut, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana keterkaitan antara perawatan metode kanguru (PMK) dengan tingkat stres ibu? 2. Bagaimana keterkaitan antara perawatan metode kanguru (PMK) dengan konsumsi ASI bayi BBLR? 3. Bagaimana keterkaitan antara perawatan metode kanguru (PMK) dengan pertumbuhan fiisik bayi BBLR?

21 3 Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini yaitu untuk menganalisis dan menjelaskan keterkaitan perawatan metode kanguru (PMK) terhadap tingkat stres ibu, konsumsi ASI, dan pertumbuhan fisik bayi BBLR. Tujuan khusus dari penelitian tentang keterkaitan perawatan metode kanguru (PMK) terhadap tingkat stres ibu, konsumsi ASI, dan pertumbuhan fisik bayi BBLR, yaitu : 1. Mengidentifikasi karakteristik ibu (usia, paritas, jenis persalinan, tingkat pendidikan, dan pekerjaan) dan karakteristik bayi BBLR (berat badan lahir, panjang badan lahir, lingkar kepala lahir, lingkar dada lahir, usia gestasi, dan jenis kelamin). 2. Menganalisis konsumsi pangan ibu, praktik pemberian ASI dan PMK. 3. Menganalisis tingkat stres ibu baik pada kelompok PMK maupunkelompok perawatan metode konvensional (PMKv). 4. Menganalisis konsumsi Air Susu Ibu (ASI) bayi BBLR baik kelompok PMK maupunkelompok PMKv. 5. Menganalisis pertumbuhan fisik (berat badan, panjang badan, lingkar kepala dan lingkar dada) bayi BBLR baik kelompok PMK maupunkelompok PMKv. 6. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi ASI dan pertumbuhan fisik bayi BBLR. Hipotesis Penelitian 1. Terdapat keterkaitan antara perawatan metode kanguru (PMK) dengan tingkat stres ibu. 2. Terdapat keterkaitan antara perawatan metode kanguru (PMK) dengan konsumsi ASIbayi BBLR. 3. Terdapat keterkaitan antara perawatan metode kanguru (PMK) dengan pertumbuhan fisik (berat badan, panjang badan, lingkar kepala dan lingkar dada)bayi BBLR. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi tentang keterkaitan penerapan PMK terhadap tingkat stres ibu, konsumsi ASI, dan pertumbuhan fisik bayi BBLR sehingga dapat menjadi landasan dalam upaya meningkatkan status kesehatan bayi yang lahir dengan riwayat BBLR. Bagi pelayanan kesehatan yang belum menerapkan PMK dalam menangani kasus bayi BBLR, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan untuk pelaksanaan perawatan bayi BBLR sekaligus menjalankan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No:203/Menkes/SK/III/2008 dalam rangka memperkenalkan PMK sebagai salah satu cara tepat guna untuk menurunkan kematian neonatus. Bagi penelitian selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai keterkaitan PMK terhadap tingkat

22 4 stres ibu, konsumsi ASI, dan pertumbuhan fisik bayi BBLR sehingga dapat dilakukan pengembangan penelitian yang berbasis masyarakat seperti penerapan PMK yang dilakukan oleh bidan-bidan desa.

23 5 2 TINJAUAN PUSTAKA Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Bayi BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat kurang dari 2500 gram dan diukur pada saat lahir atau sampai hari ke tujuh setelah lahir (Suradi et al.2008).bblr dikelompokkan sesuai dengan derajat danpenyebabnya. Berdasarkan derajatnya, BBLR dibagi menjadi 3 kelompok (Saifuddin 2010): 1. Berat badan lahir rendah (BBLR) dengan berat lahir gram 2. Berat badan lahir sangat rendah (BBLSR) dengan berat lahir gram 3. Berat badan lahir ekstrem rendah (BBLER) dengan berat lahir <1000 gram. Berdasarkan penyebabnya, BBLR dibedakan menjadi dua yaitu BBLR karena prematur (usia kandungan kurang dari 38 minggu) yang dikenal dengan BBLR sesuai masa kehamilan, dan BBLR karena intra uterine growth retardation (IUGR) atau dikenal dengan istilah kecil masa kehamilan (Manuaba 2008). Perawatan Metode Kanguru (PMK) Definisi Perawatan Metode Kanguru Perawatan Metode Kanguru(PMK) adalah perawatan untuk bayi BBLR dengan melakukan kontak kulit (skin to skin) antara ibu dan bayinya. PMK memberikan manfaat yang sangat besar, dengan metode yang mudah untuk mendukung kesehatan dan kondisi optimal bayi BBLR agar tercapai kondisi seperti bayi cukup bulan (WHO 2003). Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh Rey dan Martinez pada tahun 1978 di Maternal and Child Institute (Bogota), sebagai solusi keterbatasan jumlah inkubator dan salah satu alternatif bagi perawatan bayi BBLR yang telah melewati masa krisis tetapi masih memerlukan perawatan khusus dalam pemberian makanan untuk pertumbuhannya (Guptaet al. 2007; Suradi et al. 2008). Cara ini meniru binatang kanguru yang lahirnya sangat imatur karena tidak memiliki plasenta sehingga setelah lahir bayi kanguru disimpan di kantung perut ibunya untuk mencegah kedinginan (hipotermi). Dengan demikian, terjadi aliran panas dari tubuh induk kepada bayi kanguru sehingga bayi kanguru dapat tetap hidup terhindar dari bahaya hipotermi. Karena salah satu penyebab kematian BBLR adalah masalah hipotermi, maka prinsip tersebut digunakan dalam masalah ini(suradi et al. 2008). Waktu Memulai Perawatan Metode Kanguru Perawatan metodekanguru (PMK) bisa dimulai apabila ibu dan bayi sudah cukup sehat. Bagi bayi BBLR yang tanpa masalah,pmk bisa dilakukan segera setelah lahir. Bayi BBLR khususnya bayi prematur yangmengalami berbagai komplikasi serius (asfiksia, sindrom distres respiratori, infeksi, dan masalah pemberian minum), PMK sebaiknya ditunda sampai kondisi bayi stabil (suhu tubuh stabil, nafas teratur, koordinasi mengisap, dan menelan). Jadi saat yang tepat untuk memulai PMK bersifat individual tergantungumur kehamilan, berat lahir, umur pascanatal, berat penyakit yang diderita bayi, dan kondisi ibu (WHO

24 6 2003).Berdasarkan kriteria tersebut, Anderson (1991)membagi waktu memulai PMK menjadi 4 kategori: 1. Late kangaroo care, dimulai setelah bayi melalui fase perawatan intensif. Pernafasan sudah stabil dan bernafas spontan. Perawatan dimulai beberapa hari atau minggu setelah lahir. 2. Intermediate kangaroo care, dimulai setelah bayi melalui perawatan intensif sekitar 7 hari setelah lahir. Bayi-bayi ini dapat tetap mendapat terapi oksigen karena kadang-kadang apne dan bradikardi. Bayi dengan ventilator yang belum stabil juga termasuk dalam kategori ini. 3. Early kangaroo care, dilakukan pada bayi yang sudah stabil dan PMK dimulai sesegera mungkin setelah kondisi bayi stabil. Metode kanguru dapat dilakukan pada hari pertama ataupun 1 sampai 6 jam pertama setelah lahir. 4. Very early kangaroo care, dimulai saat bayi diberikan pada ibunya pada menit pertama sampai 90 menit pertama setelah lahir. Jika rumah sakittidak memiliki perlengkapan perawatan bayi BBLR untuk periode stabilisasi awal, maka ibu yang melahirkan dengan posisi semi jongkok yang disokong, didudukkan dengan kaki yang menyilang, angkat bayinya dan pelukkan. Jika ibu melahirkan dengan posisi berbaring, maka bayi ditempatkan telungkup dekat dengan payudaranya. Lama dan Kesinambungan Perawatan Metode Kanguru Pemberian PMK dapat dilakukan dengan dua cara yaitu intermiten dan kontinu. PMK secara intermiten yaitu PMK tidak diberikan sepanjang waktu tetapi hanya dilakukan jika ibu mengunjungi bayinya yang masih berada dalam perawatan di inkubator dengan durasi minimal satu jam secara terus-menerus dalam satu hari. Metode ini dilakukan pada bayi yang dirawat di neonatal intensive care unit (NICU) atau bayi yang masih memerlukan pengobatan medis (misalnya infus, tambahan oksigen dengan konsentrasi rendah). PMK kontinu yaitu PMK yang diberikan selama 24 jam secara terus menerus dan dapat dilakukan di unit rawat gabung atau ruangan yang dipergunakan untuk perawatan metode kanguru. Untuk PMK yang kontinu, kondisi bayi harus dalam keadaan stabil dan dapat bernapas secara alami tanpa bantuan oksigen. Kemampuan untuk minum (seperti menghisap dan menelan) bukan merupakan persyaratan utama, karena PMK sudah dapat dimulai meskipun pemberian minumnya dengan menggunakan pipa lambung (Suradi et al. 2008). Apabila ibu tidak sempat, pelaksanaan PMK bisa dilakukan oleh orang lain (suami, nenek, bibi, dan anggota keluarga lainnya) secara berkelanjutan (Suradi et al. 2008). PMK sebaiknya dimulai secara bertahap misalnya selama satu jam (agar tidak mengganggu waktu istirahat bayi) sebelum terus menerus selama 24 jam (WHO 2003; Suradi et al. 2008). PMK yang berlangsung kurang dari 60 menit sebaiknya dihindari, karena perubahan yang sering akan membuat bayi menjadi stres (Thukral et al.2008). Menurut Suradiet al. (2008) pada pemberian PMK, ibu bisa tidur dengan bayi yang diletakkan dengan posisi kanguru yang benar dan bayi hanya dapat dilepaskan dari kegiatan PMK, saat : a. Mengganti popok, dimandikan, dan perawatan tali pusat b. Penilaian klinis sesuai dengan jadwal yang ditentukan.

25 Komponen Perawatan Metode Kanguru Pelaksanaan PMK yang harus diperhatikan adalah pemenuhan empat komponen, sebagai berikut: 1. Kangaroo Position Salah satu faktor yang mempengaruhi efektivitas PMK adalah posisi yang benar saat melakukan PMK. Posisi pada PMK ada dua yaitu posisi prone dan lateral dekubitus (Alasiry 2012). Berikut langkah-langkah dalam PMK dengan posisi yang benar (Suradi et al. 2008) : a. Letakkan bayi diantara payudara ibu dengan posisi tegak b. Kulit bayi harus melekat ke dada ibu (kontak kulit dengan kulit) dengan kepala bayi dipalingkan ke satu sisi (kiri atau kanan) dengan posisi sedikit tengadah. Posisi kepala seperti ini bertujuan untuk menjaga agar saluran napas tetap terbuka dan memberi peluang agar terjadi kontak mata antara ibu dan bayi. Hindari posisi kepala terlalu fleksi atau ekstensi c. Gunakan baju kanguru untuk membungkus dengan nyaman ibu dan bayi d. Letakkan bagian tengah dari kain menutupi bayi di dada ibu e. Bungkus dengan kedua ujung kain mengelilingi ibu di bawah lengannya ke punggung ibu f. Silangkan ujung kain di belakang ibu, bawa kembali ujung kain ke depan g. Ikat ujung kain untuk mengunci di bawah bayi h. Topang kepala bayi dengan menarik pembungkus ke atas hanya sampai telinga bayi i. Perut bayi jangan sampai tertekan dan sebainya berada di sekitar epigastrium ibu. Dengan cara ini bayi dapat melakukan pernapasan perut. Napas ibu akan merangsang bayi. 7 Gambar 1Posisi bayi saat pelaksanaan PMK Sumber : WHO 2003 Menurut WHO (2003) dan Suradi et al. (2008), beberapa cara memasukkan dan mengeluarkan bayi dari baju kanguru yaitu: a. Pegang bayi dengan satu tangan diletakkan di belakang leher sampai punggung bayi b. Topang bagian bawah rahang bayi dengan ibu jari dan jari-jaring lainnya agar kepala bayi tidak tertekuk dan menutupi saluran napas ketika bayi berada pada posisi tegak c. Tempatkan tangan lainnya di bawah pantat bayi.

26 8 2. Kangaroo Nutrition Pelaksanaan PMK menyebabkan proses menyusui menjadi lebih berhasil dan menyusui lebih lama, serta meningkatkan volume ASI yang dihasilkan ibu. Waktu yang optimal bagi bayi untuk memulai menyusu adalah dua jam setelah lahir. Dimana saat itu bayi bersifat sangat responsif terhadap rangsangan taktil, suhu dan bau ibunya. Pada bayi yang kecil diperlukan menyusu lebih sering, yaitu sekitar 2-3 jam. Usahakan ibu tetap mencoba menyusui, walaupun bayi belum dapat menghisap dengan baik (Alasiry 2012). 3. KangarooSupport Dukungan untuk ibu melakukan PMK bisa diperoleh dari berbagai pihak, yaitu suami, anggota keluarga lain, petugas kesehatan dan masyarakat. Dukungan yang dibutuhkan berupa dukungan emosional, dukungan fisik, dukungan edukasi (WHO 2003). 4. Kangaroo Discharge PMK bisa tetap diteruskan di rumah setelah pasien pulang dari rumah sakit. Perawat perlu mengevaluasi kemampuan ibu untuk melakukan PMK dan perlu dilakukan pemantauan secara teratur untuk melakukan follow-up terhadap pelaksanaan PMK (WHO 2003). Bayi yang dipulangkan dengan berat badan kurang dari 1800 gram dipantau setiap minggu dan bayi dengan berat badan lebih dari 1800 gram setiap dua minggu. Tujuan pemantauanyaitu memotivasi ibu agar tetap melanjutkan PMK dan untuk mempromosikan pemberian ASI eksklusif (Suradi et al. 2008). Beberapa hal yang hendaknya diperhatikan pada saat kunjungan, antara lain: pelaksanaan PMK, pemberian ASI, pertumbuhan dan perkembangan bayi, penyakit, obat-obatan serta imunisasi (WHO 2003). Manfaat Perawatan Metode Kanguru PMK memiliki beberapa manfaat diantaranya: a. Bagi Bayi Manfaat PMK pada bayi adalah keefektifan termoregulasi, frekuensi denyut jantung yang stabil, pola nafas teratur, menurunkan kejadian apnea, meningkatkan saturasi O 2 (Christenssonet al. 1998), meningkatkan frekuensi menyusu (Hurst et al. 1997), mempercepat perkembangan otak (Priya 2004), mempercepat bayi keluar dari inkubator, memperpendek hari rawat (Charpak et al. 2005), meningkatkan kemampuan untuk bertahan hidup(thukral et al. 2008) serta peningkatan berat badan (Klaus& Fanaroff 1993; Ramanathan et al. 2001; Arifah &Wahyuni 2010). b. Bagi Ibu Manfaat yang dapat dirasakan oleh orangtua yaitu mempercepat bonding, menambah kepercayaan diri untuk merawat bayinya yang kecil (Feldman et al. 2002), meningkatkan produksi ASI (Hurst et al. 1997), mengurangi perasaan stres pada ibu (Klaus & Fanaroff 1993), menurunkan biaya perawatan di rumah sakit (Priya 2004).

27 9 Tingkat Stres Ibu Stresadalah suatu tekanan atau sesuatu yang terasa menekan dalam diri individu. Sesuatu tersebut dapat terjadi disebabkan oleh ketidakseimbangan antara harapan dan kenyataan yang dinginkan oleh individu, baik keinginan yang bersifat jasmaniah maupun rohaniah (Weinberg &Gould 2003; Sukadiyanto 2010). Namun, belum tentu semua individu yang mengalami ketidakseimbangan antara harapan dan kenyataan tersebut akan menjadikannya stres. Suatu stimulus yang sama akan direspons secara berlainan oleh individu yang berbeda (Sukadiyanto 2010). Acevedo & Ekkekakis (2006) menyatakan bahwa stresdapat ditimbulkanoleh dua hal. Pertama,oleh karakteristik bawaan yang merupakan predisposisi keturunan dan keterbatasan psikologis individu. Kedua, dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti kondisi dan situasi tempat tinggal serta pengalaman masa lalu individu. Dengan demikian, munculnyastresdapat disebabkan oleh faktor dari dalam diri individu maupun faktor dari luar diri individu. Pada umumnya, individu yang mengalami stres akan mengalami kesulitan dalam memanajemen kehidupannya, karenastresakan memunculkan kecemasan (anxiety) dan sistem syaraf menjadi kurang terkendali. Pusat syaraf otak akan mengaktifkan saraf simpatis, sehingga mendorong sekresi hormon adrenalin dan kortisol yang akhirnya akan memobilisir hormon-hormon lainnya (Waitz et al. 1983). Ibu yang melahirkan bayi BBLR akan mengalami stres terkait dengan kondisi persalinan dan perawatan bayinya (Danerek &Dykes 2006; Lindberg & Ohrling 2008; Sitohang 2009), perilaku menyimpang dari bayi (Brazelton & Nugent 1995), bahaya yang mengancam kehidupan bayinya (Surami 2003) serta produksi ASI yang tidak adekuat (Whilhelm 2005). Oleh karena itu, orang tua perlu mendapat pengetahuan tentang perbedaan kebutuhan khusus bayi BBLR dan pola pertumbuhannya (Bobak et al. 2005). Kurangnya informasi pada orang tua tentang bayi BBLR dan perawatannya dapat menimbulkan perasaan takut dan cemas sehingga terkadang ibu tidak mau untuk berpartisipasi dalam perawatan bayi (Sitohang 2009). Pengukuran tingkat stres ibu yang memiliki bayi BBLR dapat menggunakan instrumen Parental Stres Scale : Neonatal Intensive Care Unit (PSS:NICU). Instrumen ini dikembangkan oleh Margaret S. Miles dengan pengembangan dari Parental Stresor Scale : Pediatric Intensive Care Unit (PSS:PICU). PSS:NICU dikembangkan untuk mengukur persepsi orang tua terhadap stresor yang meningkat yang berasal dari lingkungan fisik dan psikis di NICU. PSS:NICU terdiri dari 34 pernyataan tentang pengalaman atau situasi yang bisa terjadi terkait lingkungan NICU dan kondisi bayi. Pengalaman atau situasi ini dikelompokkan menjadi 3 klasifikasi yaitu pemandangan dan suara di ruang NICU, kondisi klinis dan perilaku bayi, serta hubungan orang tua dengan bayinya dan peran orang tua (Miles 2002). Pernyataan tentang pengalaman atau situasi yang ditanyakan pada setiap klasifikasi tidak semuanya bisa dialami oleh orang tua. Jika pegalaman atau situasi yang ditanyakan tidak dialami oleh responden, maka diberikan tanda N/A yang berarti tidak dialami. Skor 1 diberikan jika pengalaman atau situasi yang

28 10 dialami tidak menimbulkan stres sama sekali, tidak menimbulkan gangguan, kondisi tegang maupun kecemasan. Skor 2 diberikan jika pengalaman atau situasi yang ditanyakan menimbulkan sedikit stres, skor 3 diberikan jika menimbulkan stres berat, skor 4 diberikan jika menimbulkan stres yang sangat berat dan skor 5 diberikan jika menimbulkan stres ekstrim (Miles 2002). Penilaian hasil akhir tingkat stres ibu dari skor yang di dapat pada PSS dapat dilakukan dengan menggunakan metrik 1 atau metrik 2. Metrik 1 merupakan tingkat kejadian stres yang disebabkan oleh terjadinya pengalaman atau situasi tertentu. Metrik 2 meupakan tingkat stres secara keseluruhan. Pada penilaian dengan metrik 1, skor penilaian hanya diberikan pada pengalaman atau situasi yang dialami responden, sedangkan pengalaman atau situasi yang tidak dialami tidak diberikan penilaian (diberi kode missing). Selanjutnya dilakukan perhitungan nilai rata-rata dengan pembagi sesuai jumlah pengalaman atau situasi yang terjadi. Sedangkan penilaian menggunakan metrik 2, skor diberikan pada seluruh pengalaman atau situasi yang ditanyakan dalam PSS:NICU. Pengalaman atau situasi yang tidak dialami responden dianggap situasi yang tidak menimbulkan stres sehingga diberikan skor 1 dan tidak ada yang kosong. Penghitungan nilai rata-rata dengan pembagi sejumlah pernyataan pada PSS:NICU yaitu 34 (Miles 2002). Menurut Miles (2002), adanya metrik 1 dan metrik 2 memungkinkan seseorang memilih penilaian yang dirasa paling sesuai. Rekomendasi yang dianjurkan sesuai dengan fokus penelitian. Jika penelitian berfokus pada orang tua, penggunaan metrik 2 lebih dianjurkan untuk menggambarkan tingkat stres yang dialami terkait kondisi mempunyai bayi di NICU. Namun jika penelitian berfokus pada lingkungan NICU yang menjadi stresor, maka penggunaan metrik 1 lebih dianjurkan. Produksi ASI Sejak dimulainya kehamilan, payudara pun mulai mengalami serangkaian proses perubahan. Perubahan ini merupakan proses persiapan dari payudara untuk memproduksi ASI. Proses pembentukan ASI (laktogenesis) dirangsang oleh hormon prolaktin yang diproduksi oleh kelenjar hipofise anterior. Kadar hormon prolaktin ini terus meningkat sesuai dengan usia kehamilan. Laktogenesis selama kehamilan juga dipengaruhi oleh hormon yang dihasilkan oleh plasenta yaitu human chorionic somatomammotropin. Meskipun hormon-hormon tersebut sudah bekerja sejak kehamilan tetapi sekresinya ditekan oleh hormon estrogen dan progesteron sehingga selama kehamilan payudara hanya mensekresikan beberapa mililiter cairan setiap harinya (Guyton & Hall 2007). Segera setelah proses kelahiran, sekresi estrogen dan progesteron dari plasenta akan menghilang sehingga pengaruh prolaktin lebih besar dan payudara mulai memproduksi ASI secara progresif. Pada hari pertama sampai hari ketiga setelah melahirkan, payudara akan mengeluarkan kolostrum. Jumlah atau volume kolostrum ml/24 jam (Soetjiningsih 2005). Meskipun jumlahnya sedikit tetapi sesuai dengan kapasitas lambung bayi dan sesuai dengan kebutuhan bayi baru lahir. Produksi ASI dimulai pada hari ketiga atau keempat. ASI yang diproduksi merupakan ASI transisi yaitu peralihan dari kolostrum ke ASI matur

29 dengan volume yang semakin meningkat sesuai dengan kebutuhan bayi (Siregar 2004; Roesli 2005). Pada akhir minggu pertama atau kedua ASI matur disekresikan dengan komposisi yang relatif konstan dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan bayi sampai dengan usia enam bulan (Farrer 2001; Soetjiningsih 2005). Produksi ASI pada 6 bulan pertama usia bayi berkisar ml, ml pada 6 bulan kedua dan ml pada tahun kedua usia anak (Nasoetion & Madaniyah 1993). Produksi ASI akan berlangsung terus selama beberapa tahun bila anak terus menghisap puting susu, walaupun kecepatan pembentukan ASI normalnya berkurang setelah 7 bulan. Apabila kadar prolaktin tidak meningkat atau dihambat, misalnya karena kerusakan hypothalamus atau hipofisis atau bila laktasi tidak dilakukan terus menerus maka payudara akan kehilangan kemampuannya untuk memproduksi ASI dalam waktu satu minggu atau lebih (Guyton & Hall 2007). Refleks sangat penting dalam proses laktasi yaitu refleks prolaktin dan refleks aliran (let-down refleks) yang timbul akibat dari perangsangan puting susu oleh hisapan bayi (Bobak et al. 2005; Roesli 2005). a. Refleks prolaktin Hisapan bayi pada puting susu akan merangsang ujung-ujung saraf sensori yang berfungsi sebagai reseptor mekanik. Rangsangan tersebut akan dilanjutkan ke hypothalamus melalui medulla spinalis dan mesensephalon kemudian menuju ke hipofisis anterior sehingga kelenjar ini mengeluarkan hormon prolaktin. Hormon ini akan merangsang sel-sel alveoli yang berfungsi memproduksi ASI. Semakin banyak ASI dikeluarkan dari payudara, semakin banyak produksi ASI. Semakin sering menyusu, semakin banyak produksi ASI. Jumlah prolaktin yang disekresi dan jumlah ASI yang diproduksi berkaitan dengan stimulus isapan, yaitu frekuensi, intensitas dan lamanya bayi menghisap. b. Let-down refleks Rangsangan pada puting susu tidak hanya diteruskan ke kelenjar adenohipofisis tetapi juga diteruskan ke hipofisis posterior yang mengeluarkan hormon oksitosin. Hormon ini berfungsi untuk memacu kontraksi otot polos pada dinding alveolus dan dinding duktus laktiferus, sehingga ASI dipompa keluar dan masuk ke mulut bayi. Makin sering menyusui, maka pengosongan alveolus makin baik sehingga kemungkinan terjadinya bendungan ASI semakin kecil dan menyusui semakin lancar. Refleks pengeluaran ASI lebih rumit dibandingkan refleks pembentukan ASI. Pikiran maupun perasaan ibu akan sangat mempengaruhi refleks ini. Dengan melihat dan memikirkan bayinya dengan perasaan penuh kasih dan sayang, mendengar tangisan bayi, mencium bayi serta perasaan ibu yang tenang dan bahagia, semua ini dapat meningkatkan refleks pengeluaran ASI. Sebaliknya stres merupakan hal yang dapat menghambat refleks oksitosin. Seorang ibu yang sedang menyusui dan mengalami stres, akan membuat bayinya merasa tidak nyaman dengan suasana hati ibu. Seringkali bayi menolak menyusu sehingga perangsangan payudara tidak terjadi, dan ASI yang diproduksi tidak bisa keluar dengan cukup, yang lama kelamaan akan terhenti produksinya. Faktor yang mempengaruhi kuantitas produksi ASI antara lain faktor psikologis, fisiologis, dan sosiologis. Ketiga faktor tersebut saling terkait satu dengan yang lain sehingga sulit untuk menentukan faktor mana yang paling berperan dalam mempengaruhi produksi ASI. Faktor psikologis merupakan faktor 11

30 12 yang telah diketahui sejak lama mempengaruhi produksi ASI. Gangguan emosional dan kelelahan yang mempengaruhi refleks pelepasan atau pengeluaran air susu dapat menurunkan produksi ASI. Faktor fisiologis meliputi kemampuan ibu untuk memproduksi ASI, kemampuan untuk mensekresikan produksi ASI dan kemampuan bayi untuk mengonsumsi ASI. Faktor sosial antara lain kebiasaan menyusui pada ibu bekerja yang bekerja di luar rumah (WHO 1985). Mekanisme refleks pengeluaran air susu diperlihatkan pada Gambar 2. Gambar Konsumsi 2Refleks pelepasan Air Susu Ibu Air Susu (ASI)(milk Bayi let BBLR down reflex) Sumber : Jellife and Jellife (1978) Bila bayi BBLR pada awalnya tidak memungkinkan untuk menyusu langsung ke payudara ibu, dapat dilakukan dengan pemberian ASI perah menggunakan cangkir (cup feeding) atau dengan orogastric tube terlebih dahulu.segera setelah bayi menunjukkan tanda kesiapan menyusu yang ditandai dengan menggerakkan lidah dan mulut serta keinginan menghisap (menghisap jari atau kulit ibu), maka ibu dapat mulai mencoba untuk menyusui bayinya secara langsung (Endyarnie 2013). Bayi dengan usia kehamilan antara minggu, pemberian minum biasanya masih memerlukan penggunaan orogastric tube. Ibu dapat memberikan ASI perah secara teratur melalui orogastric tube, dan ibu juga dapat melatih bayi menghisap dengan membiarkan jari tangan ibu yang bersih berada dalam mulut

31 bayisaat diberi ASI melalui orogastric tube. Selain itu, dapat dicoba pemberian melalui cup feeding satu atau dua kali sehari terlebih dahulu (Endyarnie 2013). Bila bayi BBLR sudah mulai menghisap dengan efektif, mungkin sesekali akan berhenti saat menyusu dengan jeda yang agak lama. Hal ini dapat terjadi karena bayi BBLR mudah lelah, menghisap agak lemah pada awalnya, dan memerlukan waktu istrahat yang agak lama setelah menghisap. Biarkan bayi menempal di dada ibu dan biarkan menghisap kembali bila sudah siap. Pemberian ASI pada bayi BBLR dilakukan on demand (sesering mungkin setiap bayi mau disusui) atau paling lambat setiap 2 jam (Suradi et al. 2008). Pada awalnya, mungkin bayi tidak bangun untuk minum sehingga harus dibangunkan terlebih dahulu agar bayi mau minum (Endyarnie 2013). Setelah bayi berusia lebih dari 7 hari pemberian ASI ditingkatkan 20 ml/kg/hari sampai tercapai jumlah sebanyak 180 ml/kg/hari. Apabila kenaikan berat tidak sesuai maka pemberian ASI dapat ditingkatkan sampai 200 ml/kg/hari (Suradi et al. 2008). Tanda-tanda keadekuatan pemberian ASI meliputi: buang air kecil minimal 6 kali dalam 24 jam; bayi tidur lelap setelah pemberian ASI; peningkatan berat badan setelah 7 hari pertama minimal 20 gram setiap hari; dan pada saat ibu menyusui, ASI akan menetes dari payudara yang lain apabila pada satu payudara dihisap (Suradi et al. 2008). 13 Pertumbuhan Fisik Bayi BBLR Pertumbuhan fisik merupakan hal yang kuantitatif, yang dapat diukur. Seseorang dikatakan mengalami pertumbuhan bila terjadi perubahan ukuran dalam hal bertambahnya ukuran fisik, seperti berat badan, panjang badan, lingkar kepala, lingkar lengan dan lingkar dada (Hidayat &Alimul 2008). Pertambahan Berat Badan Berat badan merupakan salah satu indikator kesehatan bayi baru lahir. Proses peningkatan berat badan bayi tidak terjadi segera dan otomatis melainkan terjadi secara bertahap sesuai dengan umur bayi. Peningkatan berat yang adekuat akan sangat membantu pertumbuhan dan perkembangan bayi secara normal dimasa depan sehingga akan sama dengan perkembangan bayi yang tidak BBLR (Artawan 2012). Dalam keadaan normal (tidak ada penyulit dan faktor penghambat),bayi BBLR akan mencapai berat lahir normal pada akhir bulan pertama kehidupan. Peningkatan berat badan yang baik pada bayi BBLR tidak hanya dinilai dari pencapaian berat lahir normal tetapi juga peningkatan sesuai umur dalam minggu terutama dalam periode bayi muda (1 hari sampai 2 bulan) (Kemenkes 2011). Pemantauan peningkatan berat bayi muda khususnya yang lahir dengan BBLR dapat mengikuti grafik monitoring berat badan menurut umur yang terdapat dalam buku manajemen terpadu bayi muda (MTBM). Pada grafik tersebut peningkatan berat badan dipantau per minggu selama 10 minggu. Seperti pada grafik pertumbuhan pada KMS, grafik monitoring pada bayi muda juga dibedakan beradasarkan jenis kelamin (Kemenkes 2010). Pada awal kehidupan (7 hari pertama) berat badan bayi bisa menurun kemudian meningkat sesuai dengan umur. Bayi dengan berat lahir >1500 gram

32 14 dapat kehilangan berat sampai 10%, itu berarti beratnya bisa turun 150 sampai 250 gram. Penurunan berat pada minggu pertama kehidupan masih dianggap normal karena penyesuaian lingkungan dan asupan bayi dari dalam keluar kandungan. Di dalam kandungan, asupan makanan bayi tercukupi melalui plasma akan tetapi setelah lahir bayi akan mendapat asupan dari ASI dan biasanya pada minggu pertama belum mencukupi sehingga cadangan makanan bayi akan terpakai yang menyebabkan penurunan berat badan bayi. Setelah mengalami penurunan, maka akan diikuti dengan peningkatan. Pada tahap ini asupan makanan dari ASI sudah terpenuhi. Bayi dengan berat lahir >1500 gram setelah 7 hari akan mengalami peningkatan berat sebesar gram per hari atau minimal sebesar 250 gram per minggu pada bayi BBLR laki-laki dan perempuan minimal sebesar 200 gram per minggu (Suradi et al. 2008). Menurut Suradi et al. (2009) pertambahan berat badan pada bayi PMK dapat diperkirakan berdasarkan HPHT (haid pertama haid terakhir) adalah : 1) 20 gram/hari dari 30 sampai dengan 32 minggu dari HPHT, diperkirakan akan mencapai g/minggu. 2) 25 gram/hari dari 35 sampai 36 minggu dari HPHT, diperkirakan akan mencapai g/minggu. 3) 30 gram/hari dari 37 sampai 40 minggu dari HPHT, diperkirakan akan mencapai g/minggu. Pemberian ASI yang adekuat merupakan dasar tercapainya peningkatan berat badan. Selain pemantauan terhadap tanda-tanda keadekuatan konsumsi ASI, harus diukur juga peningkatan berat badan per minggu dengan acuan grafik monitoring pada gambar 3 dan 4 di bawah ini. Gambar3 Monitoring berat badan menurut umur bayi muda lakilaki(sumber : Kemenkes RI 2010)

33 15 Pertambahan Panjang Badan Pengukuran panjang badan menurut umur akan didapatkan gambaran keadaan gizi yang diderita pada waktu lampau. Hal ini penting bagi bayi BBLR dan bayi BBLSR(Kemenkes 2010). Panjang badan lahir bayi BBLR yaitu kurang dari 45 cm (Proverawati & Ismawati 2010). Bayi yang mendapatkan PMK diharapkan tidak akan mengalami kekurangan asupan zat gizi pada awal kehidupannya dan berdampak pada pertumbuhan linear seperti pertumbuhan panjang badan (Lusmilasari et al. 2004). Cara mengukur panjang badan bayi, sebagai berikut (Supariasa et al. 2001): a. Alat pengukur diletakkan di atas meja atau tempat yang datar b. Bayi ditidurkan lurus di dalam alat pengukur, kepala diletakkan hati-hati sampai menyinggung bagian atas alat pengukur c. Bagian bawah alat pengukur, digeser sehingga tepat menyinggung telapak kaki bayi dan skala pada sisi alat pengukur dapat dibaca. Pertambahan Gambar 4 Monitoring Lingkar Kepala berat badan menurut umur bayi muda perempuan Tiga bulan (Sumber pertama, : Kemenkes pertumbuhan RI 2010) lingkar kepala tidak dapat diabaikan begitu saja karena waktu tersebut merupakan fase pertumbuhan cepat dimulai.pertumbuhan pertama yang harus diperhatikan adalah kepala bayi karena proporsi tubuh akan mengikuti pola yang teratur yaitu cephalokaudal sehingga saat lahir kepala dan badan bayi relatif lebih besar dibandingkan tungkai (Lusmilasari et al. 2004). Ukuran lingkar kepala bayi BBLR saat lahir yaitu kurang dari 33 cm (Proverawati & Ismawati 2010).

34 16 Cara mengukur pertumbuhan selain peningkatan berat badan juga adanya peningkatan lingkar kepala setiap minggu, saat berat bayi mulai meningkat, lingkar kepala akan naik antara 0.5 cm dan 1 cm per minggu (Indrasanto et al. 2008). Pertumbuhan lingkar kepala pada bayi aterm antara 0-6 bulan yaitu bertambah 1.32 cm per bulan atau 0.33 cm per minggu hingga ukuran rata-rata 37.4 cm (Muscari 2005). Cara mengukur lingkar kepala bayi yaitu lingkarkan pita pengukur pada kepala melewati dahi, diatas kedua telinga dan bagian belakang kepala yang menonjol (tulang oksiput) tarik agak kencang sampai kedua ujung meteran bertemu di angka 0 (Supariasa et al. 2001). Pertambahan Lingkar Dada Pengukuran lingkar dada bayi segera setelah dilahirkan dapat dipakai sebagai pengganti penimbangan berat lahir untuk deteksi dini bayi BBLR. Pengukuran lingkar dada lebih sederhana, murah dan efektif. Dengan deteksi bayi BBLR dan intervensi segera akan menjamin kelangsungan hidup bayi (Depkes 1997). Ukuran lingkar dada bayi BBLR saat lahir yaitu 30 cm (Proverawati & Ismawati 2010). Pengukuran lingkar dada dilakukan dengan menggunakan pita pengukur lingkar dada. Disepanjang pita, ditengahnya terdapat garis mendatar disertai ukuran dikiri dan kanannya. Cara mengukur lingkar dada sebagai berikut (Depkes 1997): 1. Letakkan pita lingkar dada ditempat yang rata 2. Setelah bayi dibersihkan dari darah dan lendir, baringkan bayi di tengah-tengah pita. Upayakan bayi dalam keadaan tenang 3. Pastikan bahwa garis mendatar disepanjang tengah pita, jatuh di kedua puting susu bayi 4. Lingkarkan ujung pita dan selipkan ke dalam celah yang ada, sampai pita melingkari tubuh bayi dengan lembut dan rata disepanjang garis puting susu 5. Baca dan catat ukuran lingkar dada pada pita (pada tanda panah). Faktor yang Mempengaruhi Pencapaian Berat Normal Bayi BBLR Pencapaian berat normal pada bayi BBLR merupakan suatu proses yang terjadi secara bertahap dan ada berbagai faktor yang mempengaruhi pencapaian tersebut. Dari berbagai literatur dan penelitian, ada beberapa faktor yang mempengaruhi pencapaian berat badan normal yaitu faktor ibu, faktor bayi dan faktor pelayanan kesehatan. Faktor Ibu Faktor ibu sebagai pengasuh utama bayi sangat penting dalam pencapaian berat normal bayi BBLR khususnya pada 2 bulan pertama kehidupan. Berdasarkan beberapa literatur dapat diidentifikasi faktor ibu yang mempengaruhi pencapaian berat normal pada BBLR meliputi: usia ibu, paritas, pendidikan, pekerjaan dan tingkat ekonomi.

35 Usia Ibu Usia ibu memiliki pengaruh yang penting dalam kemampuan mengasuh bayi. Ibu yang terlalu muda akan kurang siap secara mental, pengetahuan dan pengalaman dalam merawat bayi. Selain itu, efek dari belum matangnya organ reproduksi seperti payudara sangat berpengaruh terhadap kecukupan produksi ASI. Bayi yang lahir dari ibu dengan usia lebih muda (kurang dari 20 tahun) cenderung memiliki ketahanan lebih rendah dibandingkan bayi yang lahir dari ibu dengan umur lebih tua (lebih atau sama dengan 20 tahun) (Artawan 2012). Paritas Paritas merupakan jumlah bayi yang pernah dilahirkan dalam keadaan hidup. Paritas telah terbukti memiliki pengaruh yang konsisten terhadap pertumbuhan bayi BBLR terutama dalam pencapaian berat normal menurut umur. Selain mempengaruhi pencapaian berat normal, paritas juga mempengaruhi kemampuan ibu dalam melaksanakan PMK. Ibu dengan paritas 1 dan 2 akan lebih mempunyai banyak waktu dalam menerapkan PMK sehingga dapat mempengaruhi kualitas penerapannya (Charpak et al. 1997). Pendidikan Tingkat pendidikan ibu hamil sangat mempengaruhi kemampuan mereka dalam belajar untuk merawat bayi yang baru dilahirkan. Pendidikan sangat menentukan keberhasilan penyampaian informasi kesehatan yang disampaikan oleh petugas kesehatan. Pada ibu dengan tingkat pendidikan yang rendah (tidak sekolah, tidak tamat atau hanya tamat SD) akan lebih sulit mengerti informasi kesehatan dan lebih sulit untuk menerapkan apa yang dianjurkan oleh petugas kesehatan. Bila bayi dengan BBLR lahir dari ibu dengan tingat pendidikan yang kurang, maka ada kemungkinan pertumbuhan bayi untuk mencapai berat normal akan lebih lambat. Tingkat pendidikan juga mempengaruhi persepsi dan perilaku dalam perawatan kehamilan serta mempengaruhi keputusan ibu untuk merawat bayinya (Ronoatmojo & Sudarto 1996). Pekerjaan Seorang ibu yang bekerja sebagai ibu rumah tangga akan mempunyai waktu lebih banyak untuk merawat, menyusui dan mencurahkan kasih sayang terhadap bayi yang baru dilahirkan. Bila bayi dengan BBLR yang lahir dari ibu rumah tangga, maka pertumbuhannya akan lebih baik dan peningkatan berat badannya untuk mencapai berat normal akan sesuai seperti yang diharapkan karena mendapat perhatian penuh dari ibu. Sedangkan bila bayi BBLR lahir dari ibu yang bekerja di luar rumah, maka banyak waktu akan tersita ke pekerjaan tersebut. Bayi akan terlantar dan pencapaian berat normal pun akan terhambat (Ronoatmojo& Sudarto 1996). Faktor Bayi Faktor bayi yang mempengaruhi pencapaian berat normal dapat berupa karakteristik bayi itu sendiri yang dibawa sejak lahir (jenis kelamin, genetik dan umur kehamilan saat lahir) dan kelainan kongenital (kelainan pada saluran cerna yang menyebabkan gangguan menyusu dan gangguan saluran cerna). Bayi BBLR sering menghadapi berbagai masalah atau penyulit ketika berada diluar kandungan, karena belum matangnya organ-organ tubuh untuk menghadapi kondisi di luar kandungan. Berbagai masalah yang timbul pada bayi akibat ketidakmampuan menghadapi kondisi di luar kandungan seperti hipotermi, 17

36 18 asfiksia, ikterus, infeksi bakteri dan diare juga termasuk dalam faktor bayi. Beberapa faktor bayi yang diidentifikasi mempengaruhi pencapaian berat normal pada bayi BBLR adalah sebagai berikut: Jenis Kelamin Bayi Jenis kelamin juga mempengaruhi peningkatan berat badan bayi baru lahir termasuk probabilitas pencapaian berat normal, jika bayi lahir dengan BBLR(Soetjiningsih 1995). Umur Kehamilan (Gestasi) Umur kehamilan akan menetukan klasifikasi BBLR sesuai dengan penyebabnya. Berdasarkan umur kehamilan, BBLR dibagi menjadi dua yaitu BBLR sesuai masa kehamilan (SMK) adalah bayi saat lahir beratnya kurang dari 2500 gram yang disebabkan karena lahir prematur atau belum mencapai usia kehamilan 38 minggu. BBLR tipe ini disebut sesuai masa kehamilan karena pertumbuhan berat bayi dengan umur kehamilan sesuai (normal), tidak terjadi distres atau ganguan pertumbuhan. Hanya saja pada umur kehamilan tersebut berat bayi belum mencapai 2500 gram, organ penting seperti paru-paru belum matang sehingga meningkatkan risiko kematian, kelainan dan kesakitan terutama pada tahun pertama kehidupannya. Klasifikasi BBLR lainnya adalah BBLR kecil masa kehamilan (KMK). BBLR kecil masa kehamilan adalah bayi saat lahir beratnya kurang dari 2500 gram untuk masa gestasi yang disebakan karena gangguan pertumbuhan intrauterin atau perkembangan janin terhambat (PJT) (Manuaba 2008). Gangguan Menyusu Pemberian ASI merupakan hal yang sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi terutama bayi dengan BBLR (Artawan 2012). Berdasarkan penelitian Kristina (2009), ditemukan adanya perbedaan nilai rerata peningkatan berat badan bayi BBLR yang sangat bermakna pada 2 minggu pertama kehidupan antara yang diberi ASI dengan susu formula. Rerata peningkatan berat bayi yang mendapat ASI pada umur 0-2 minggu sebesar 255 gram sedangkan yang diberikan susu formula hanya 71 gram. Ibu yang segera menyusui bayinya dalam 30 menit setelah lahir dan memberikan ASI secara eksklusif sampai bayi umur 6 bulan mempunyai ikatan batin yang erat dengan bayinya. Bayi yang lahir dalam keadaan prematur, terutama pada umur kehamilan kurang dari 34 minggu, sering mengalami kesulitan dalam pemberian ASI karena belum adanya refleks hisap dan ukuran mulut bayi yang lebih kecil dibandingkan papila mamae. Gangguan ini dapat menghambat pencapaian berat normal (Kemenkes 2010). Klasifikasi kemungkinan berat badan rendah dan masalah pemberian ASI dibagi menjadi 3 yaitu (Kemenkes 2010): 1. Berat badan sangat rendah (BBSR) dan / atau masalah pemberian ASI bila bayi dengan berat lahir <2000 gram atau berat badan menurut umur dibawah garis merah (BGM) atau tidak bisa minum ASI atau tidak melekat sama sekali atau tidak mengisap sama sekali atau ada celah bibir/langit-langit 2. Berat badan rendah (BBR) dan / atau masalah pemberian ASI bila bayi dengan berat lahir < 2500 gram atau berat badan menurut umur berada pada pita kuning KMS atau pemberian ASI kurang dari 8 kali sehari atau mendapat makanan dan minuman lain selain ASI atau posisi bayi tidak benar atau tidak

37 melekat dengan baik atau tidak mengisap dengan efektif atau terdapat luka atau bercak putih di mulut 3. Berat badan tidak rendah dan tidak ada masalah pemberian ASI. Faktor Pelayanan Kesehatan Beberapa program pelayanan kesehatan yang berhubungan dengan bayi BBLR, adalah: program perawatan metode kanguru (PMK), manajemen terpadu bayi muda (MTBM), pemberian vitamin K profilaksis, imunisasi dan kunjungan neonatal. 19

38 20 3KERANGKA PEMIKIRAN Berangkat dari buku acuan manajemen BBLR yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Kementrian Kesehatan RI bahwa pilihan pertama dalam memenuhi kebutuhan dasar BBLR yang meliputi perhatian, kehangatan, kenyamanan, gizi yang cukup, dan hubungan emosional adalah penerapan perawatan metode kanguru (PMK) (Suradi et al. 2008; Dandekar & Shafee 2013). Penerapan PMK dapat dipengaruhi oleh karakteristik ibu dan karakteristik bayi BBLR. Selain itu, karakteristik ibu dan bayi BBLR juga dapat mempengaruhi tingkat stres ibu, produksi ASI, dan pertumbuhan fisik. PMK merupakan perawatan yang melibatkan orang tua dan bayinya dimana terjadi kontak kulit yang dekat antara ibu dan bayi yang akan mempengaruhi kondisi psikologis ibu selanjutnya akan mempengaruhi perubahan tingkat stres ibu (Saidah 2010). Pelaksanaan PMK juga dapat meningkatkan produksi ASI. Peningkatan produksi ASI dapat terjadi karena menguatnya ikatan emosi ibu-bayi sehingga terjadi letdown refleks yang penting bagi pengeluaran ASI dan berpengaruh positif terhadap produksi ASI (Hurst et al. 1997). Namun, Produksi ASI juga dapat dipengaruhi oleh tingkat stres ibu. Ketika ibu mengalami stres, akan membuat bayinya merasa tidak nyaman dengan suasana hati ibu. Seringkali bayi menolak menyusu sehingga perangsangan payudara tidak terjadi, dan ASI yang diproduksi tidak bisa keluar dengan cukup, yang lama kelamaan akan terhenti produksinya (Whilhem 2005; Danerek & Dykes 2006).Pada saat ibu mengalami stres, terjadi pengeluaran hormon adrenalin yang dapat menghambat sampainya oksitosin ke mioepitelium sehingga menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah alveoli. Kondisi ini menyebabkan tidak dapat dikeluarkannya air susu (Kari 1997). Selain itu, konsumsi ibu juga dapat berkotribusi terhadap jumlah produksi ASI. Produksi ASI yang cukup akan mempengaruhi konsumsi ASI pada bayi. Pertumbuhan fisik pada bayi dapat meningkat selama PMK. Hal ini terjadi karena bayi dalam keadaan rileks, beristirahat dengan posisi yang menyenangkan sehingga kegelisahan berkurang dan dapat tidur lebih lama.pada keadaan demikian penggunaan kalori berada pada tingkat paling rendah, sehingga kalori yang ada digunakan untuk menaikkan beratbadan (Suradi & Yanuarso 2000).Selain itu,konsumsi ASI yang meningkat selama PMK juga dapat mempengaruhi pertumbuhan bayi. Selengkapnya kerangka pemikiran pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 5.

39 21 Karakteristik Bayi - Jenis kelamin - Usia - Masa Gestasi - BBL, PBL, LK, LD Karakteristik Ibu - Usia - Paritas - Pendidikan - Pekerjaan - Jenis persalinan Tingkat Stres Ibu Konsumsi Ibu Perawatan Metode Kangguru (PMK) Produksi ASI Konsumsi ASI Bayi BBLR Pertumbuhan Fisik Bayi BBLR - Peningkatan berat badan - Peningkatan panjang badan - Peningkatan lingkar kepala - Peningkatan lingkar dada Keterangan: = Variabel yang diteliti = Hubungan variabel diteliti = Variabel yang tidak diteliti = Hubungan variabel tidak diteliti Gambar 5Kerangka Pemikiran Keterkaitan Perawatan Metode Kanguru (PMK) terhadap Tingkat Stres Ibu, Konsumsi ASI, dan Pertumbuhan Fisik Bayi

40 22 4METODE Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Penelitian ini menggunakan desain kohort prospektif dan dilaksanakan selama tigabulan mulai Desember 2014 sampai Maret2015di Kabupaten Bogor. Penelitian ini telah dikaji dan mendapatkan persetujuan etik dari FK UI No.134/UN2.F1/ETIK/2015 (Lampiran 1). Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh Contohdalam penelitianini adalah ibu dan bayi BBLR yang pernah mendapatkan perawatan di rumah sakit. Contoh dikelompokkan menjadi kelompok PMK dan kelompok PMKv. Contoh untuk kelompok PMK diambil dari RS Sehat Terpadu Dompet Duafa dan RSIB Medika Dramaga. Sedangkan kelompok PMKv diambil dari rumah sakit yang tidak menerapkan PMK dan memiliki karakteristik yang sama dengan kelompok PMK. Rumus yang digunakan untuk menghitung besar contoh adalah sebagai berikut (Sastroasmoro & Ismael 2007): n 1 = n 2 = = - = =18 Keterangan : n = jumlah sampel tiap kelompok Z α = nilai Z (untuk α=0.05 adalah 1.96) Z β =nilai Z (untuk power 80% adalah 0.842) P = ½ (P 1 +P 2 ) P 1 = Proporsi pencapaian pertumbuhan BBLR pada kelompok PMK (RR x P 2 ; RR= 2) P 2 = Proporsi pencapaian pertumbuhanbblr pada kelompok tidak PMK (mengacu hasil penelitian Lusmilasari et al. 2004) Berdasarkan hasil perhitungan dengan rumus di atas, diperoleh jumlah contohminimal untuk setiap kelompok yaitu18 pasang ibu dan bayi BBLR sertauntuk mengantisipasi adanya drop out maka ditambah 10%, sehingga jumlah contohuntuk setiap kelompok menjadi 20 pasang. Cara pemilihan contohmenggunakan metodeconsecutive, yaitu metode pengambilan contohnon probability, semua contoh yang datang dan memenuhi kriteria inklusi dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah contoh yang diperlukan terpenuhi (Sastroasmoro & Ismael 2007). Contoh yang diambil pada penelitian ini adalah yang memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut:

41 23 Untuk Bayi 1. Berat badan lahir gram 2. BBLR berumur 2 minggu dan telah mencapai kondisi stabil 3. Memiliki kemampuan mengisap 4. Memiliki kemampuan menelan dengan baik Untuk Ibu 1. Bisa membaca dan menulis 2. Memberikan ASI Ekslusif 3. Berdomisili di Kabupaten Bogor berdasarkan KTP atau surat keterangan dari pemerintah setempat Kriteria Eksklusi Untuk Bayi 1. Mengalami kelainan kongenital (cheiloschisis, palatochisis, atresia ani, kelainan saluran kemih) 2. Bayi-bayi yang ibunya sedang sakit ataupun tidak ada yang menggantikan posisi ibu. Untuk Ibu 1. Tidak dapat berkomunikasi dengan baik 2. Tidak bersedia menjadi responden. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi secara langsung, wawancara terstruktur menggunakan kuesioner, dan catatan rekam medik serta pengukuran antropometri. Data primer meliputi praktik PMK, tingkat stres ibu,konsumsi ASI (skor persepsi ibu dan record konsumsi ASI bayi BBLR), konsumsi pangan ibuserta pertumbuhan fisik (berat badan, panjang badan, lingkar kepala, dan lingkar dada) bayi BBLR. Pengumpulan data praktik PMK dilakukan mengggunakan lembar pencatatan, dimana setiap ibu diberikan lembar pencatatankemudian mencatat pelaksanaan praktik PMK setiap sesi selama 24 jam.untuk memonitoring kepatuhan ibu dalam pelaksanaanpraktik PMK, peneliti melakukan home visitbersama dengan beberapa kader yang bertempat tinggal dan menetap di lokasi yang sama dengan rumah contoh.data konsumsi pangan ibu dikumpulkan dengan menggunakan metode food recall2x24 jam, food recall dilakukan pada dua hari yang berbeda dan tidak berurutan yaitu satu hari weekend (sabtu atau minggu) dan satu hari weekday (senin, selasa, rabu atau kamis). Data sekunder diperoleh dari catatan rekam medik pasien yang meliputi karakteristik ibu (usia, paritas, jenis persalinan, pendidikan, dan pekerjaan) dan karakteristik bayi BBLR (jenis kelamin, usia kehamilan/gestasi, berat badan, panjang badan, lingkar kepala, dan lingkar dada pada saat lahir). Selengkapnya jenis dan cara pengumpulan data dari peubah-peubah yang diteliti dapat dilihat pada Tabel 1.

42 24 Tabel1Jenis dan cara pengumpulan data No. Peubah Jenis data Cara pengumpulan data 1. Karakteristik Ibu - Usia ibu Sekunder Catatatan rekam medik - Paritas - Jenis persalinan - Pendidikan - Pekerjaan 2 Karakteristik Bayi - Jenis kelamin - Usia kehamilan/gestasi - Berat badan lahir - Panjang badan lahir - Lingkar kepala lahir - Lingkar dada lahir Sekunder Catatan rekam medik 3 Konsumsi Ibu Primer Wawancara menggunakan kuesioner food recall2x24 jam Primer Observasi langsungmenggunakan lembar pencatatan 4 Praktik Perawatan Metode Kanguru (PMK) 5 Tingkat stres ibu Primer Wawancaramenggunakan instrumen modifikasi Parental Stresor Neonatal Intensive Care Unit (PSS:NICU) 6 Konsumsi ASI -Persepsi ibu -Record konsumsi ASI 7 Pertumbuhan fisik bayi BBLR - Berat badan (BB) - Panjang badan (PB) - Lingkar kepala (LK) - Lingkar dada (LD) Primer Wawancara menggunakan kuesioner berdasarkan skor persepi ibu Primer Lembar pencatatan konsumsi ASI Primer Pengukuran langsung (antropometri) menggunakan timbangan bayi digital dengan ketelitian 10 gram (BB), Baby length board dengan ketelitian 0.1 cm (PB), dan pita pengukur LD dan LK dengan ketelitian 0.1 cm. Adapun beberapa tahapan penelitian yang dilakukan sebagai berikut : Tahapan Persiapan a. Tahap ini diawali dengan mencari data yang diperlukan dan studi literatur yang mendukung penyusunan proposal penelitian b. Peneliti mengurus perizinan untuk melakukan penelitian c. Peneliti mengajukan izin ke instansi terkaituntuk melakukan ujivaliditas kuesioner penelitian terhadap 10% contoh. Kuesioner yang dilakukan uji validitas yaitu Parental Stres Scale:Neonatal Intensive Care Unit (PSS:NICU) yang telah dimodifikasi sesuai kondisi dan situasi untuk mengukur tingkat stres ibu.validitas digunakan untuk menilai sejauh mana ketepatan intrumen PPS:NICU yang telah dimodifikasi tersebut dapat mengukur tingkat stres ibu yang memiliki bayi BBLR dengan menggunakan korelasipearson. Prinsip dari

43 25 uji ini adalah dikatakan valid jika hasil uji korelasi Pearson kurang dari 0.05 (Lampiran 2). Tahapan Pelaksanaan a. Mengidentifikasi contoh penelitian sesuai kriteria inklusi yang telah ditetapkan b. Peneliti meminta persetujuan dari orang tua bayi BBLR dengan menandatangani lembar informed consent c. Melakukan pemantauan dan pengukuran baik pada kelompok PMK maupun kelompok PMKv yang meliputi:tingkat stres ibu sebanyak 2 kali (minggu pertama dan minggu keempat), konsumsi pangan ibu sebanyak 3 kali (minggu pertama, minggu kedua dan minggu keempat), konsumsi ASI dan petumbuhan fisik (berat badan, panjang badan, lingkar kepala dan lingkar dada) bayi BBLR dilakukan sebanyak 4 kali (setiap minggu selama 4 minggu) (Lampiran 3) e. Mencatat dan mengumpulkan data hasil penelitian pada lembar pencatatan. Tahapan pelaksanaan pengumpulan data lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 6 di bawah ini: Lama pemantauan dan pengukuransetiap contoh (selama 4 minggu) 0 4 Pengambilan data awal (selama 4 minggu) mulai usia bayi BBLR 2 minggu 5 6 A/B A/B 4 C D D 7 A/B 8 A/B 6 C D Keterangan: A : Pengukuran antropometri (BB, PB, LK, LD)bayi BBLR B : Pengukuran konsumsi ASIbayi BBLR C : Pengukuran tingkat stres ibu D : Food recall2x 24 jam pada ibu Gambar 6Tahapan pelaksanaan pengumpulan data Pengolahan dan Analisis Data Data-data primer dan sekunder yang telah dikumpulkan selanjutnya diolah melalui beberapa tahapan yaitu editing, coding, processing,dan cleaning. Karakteristik contoh yaitu ibu (usia, paritas, jenis persalinan, pendidikan, dan pekerjaan) dan bayi BBLR (jenis kelamin, masa gestasi, berat badan, panjang badan, lingkar kepala, dan lingkar dada pada saat lahir) diolah dengan memberikan kategori atau pengelompokkan pada masing-masing peubah kecuali data usia kehamilan/gestasi, paritas, berat badan, panjang badan, lingkar kepala, dan lingkar dada pada saat lahir disajikan dalam bentuk rata-rata dan standar deviasi (SD). Usia ibu dikelompokkan menurut Biancuzo (2003) dan Artawan (2012), yaitu <20 tahun, tahun dan >35 tahun.jenis persalinan dikategorikan menjadi normal dan operasi caesar (Mochtar 1998).Pendidikan ibu dikategorikan menjadi pendidikan dasar, menengah, dan tinggi

44 26 (Depdiknas2003).Pekerjaan ibu dikategorikan menjadi tidak bekerja dan bekerja (Ronoatmojo & Sudarto 1996). Data konsumsi ibu yang diperoleh dengan menggunakan metode food recall2x24 jam diolah menjadi rata-rataasupan zat gizi per orangper hari dengan cara menjumlahkan asupan hari pertama dan kedua kemudian dibagi dua. Asupan zat gizi diperoleh dengan cara menghitung kandungan zat gizi yang terdapat dalam bahan pangan yang dikoreksi dengan menggunakan daftar komposisi bahan makanan (DKBM) tahun Rumus yang digunakan yaitu (Hardinsyah & Briawan 1994): Kgij = {(Bj/100) x Gij x (BDDj/100)} Keterangan: Kgij = Kandungan zat gizi-i dalam bahan makanan-j Bj = Berat makanan-j yang dikonsumsi (g) Gij = Kandungan zat gizi-i dalam 100 gram BDD bahan makanan-j BDDj = Bagian Bahan Makanan-j yang dapat dimakan Setelah diketahui kandungan-kandungan zat gizi dari pangan yang dikonsumsi ibu, maka dapat diketahui tingkat kecukupan gizi (TKG) pada ibu tersebut, yaitu dengan membandingkan antara konsumsi zat gizi aktual contoh dengan angka kecukupan gizi yang dianjurkan menurut AKG Rumus untuk menghitung TKG sebagai berikut (Hardinsyah & Briawan 1994): TKG = x 100% Tingkat kecukupan energi dan gizi ibu dinyatakan dalam persen kemudian nilai presentase tersebut diklasifikasikan menjadi beberapa kategori. Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan protein dibagi menjadi lima kategori menurut Hardinsyah et al.(2002): 1. Defisit berat : < 70% AKG 2. Defisit sedang : 70-79% AKG 3. Defisit ringan : 80-89% AKG 4. Normal : % AKG 5. Kelebihan : 120% AKG Tingkat kecukupan lemak menurut Hardinsyah &Tambunan dalam WNPG VIII (2004): 1. Cukup : 20-30% kecukupan energi 2. Lebih : > 30% kecukupan energi Tingkat kecukupan vitamin dan mineral diklasifikasikan ke dalam dua kelompok menurut Gibson (2005) : 1. Kurang : <77% AKG 2. Cukup : 77% AKG Konsumsi ASI bayi BBLR dinilai dari dua aspek yaitu berdasarkan persepsi ibu dan record konsumsi ASI bayi BBLR. Untuk skor persepsi ibu, seluruh jawaban benar dari pernyataan positif yang diberikan dijumlahkan untuk memperoleh skor tersebut. Masing-masing pernyataan memiliki 2 pilihan jawaban, yaitu Ya atau Tidak. Apabila responden menjawab Ya skor yang diberikan 1 sedangkan jika menjawab Tidak skor yang diberikan 0. Total skor

45 27 yang diperoleh selanjutnya dirata-ratakan dan dikategorikan menjadi sangat kurang jika skor 3, kurang jika skor 3-6 dan cukup jika skor >6 (Kent et al. 2006;Chahyanto & Roosita 2013). Record konsumsi ASI bayi BBLR, diolah berdasarkan frekuensi menyusui dan lama waktu tiap kali menyusui yang dikoreksi dengan produksi ASI sesuai usia bayi (Nasoetion & Madaniyah 1993; Soetjiningsih 2005). Rata-rata produksi ASI pada 6 bulan pertama usia bayi yaitu 600 ml sesuai dengan hasil penelitian Nasoetion di Madura (Nasoetion & Madaniyah 1993). Rumus yang digunakan sebagai berikut: Konsumsi ASI (ml) = Produksi ASI pada usia bayi 6 bulan (600 ml) x Pengukuran tingkat stres ibu pada penelitian ini menggunakan instrumen Parental Stresor Neonatal Intensive Care Unit (PSS:NICU) yang telah dimodifikasi sesuai dengan situasi dan kondisi. Penilaian akhir instrumen ini menggunakan metriks 2, karena lebih menggambarkan tingkat stres yang dialami ibu secara keseluruhan baik terkait kondisi lingkungan, kondisi bayi dan peran ibu dalam perawatan bayinya. Pada penilaian menggunakan metrik 2, skor diberikan terhadap seluruh pengalaman atau situasi yang ditanyakan dalam intrumen PSS:NICU. Pengalaman atau situasi yang tidak dialami responden dianggap situasi yang tidak menimbulkan stres sehingga diberikan skor 1 dan tidak ada yang kosong, skor 2 diberikan jika pengalaman atau situasi yang ditanyakan menimbulkan sedikit stres, skor 3 diberikan jika menimbulkan stres berat, skor 4 diberikan pada responden jika menimbulkan stres yang sangat berat dan skor 5 diberikan jika menimbulkan stres ekstrim. Penghitungan nilai rata-rata dengan pembagi sejumlah pernyataan pada PSS:NICU (Miles 2002). Selengkapnya jenis dan kategori peubah pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2Jenis dan kategori peubah No Peubah Kategori Skala Karakteristik Ibu Usia ibu Paritas Jenis persalinan Pendidikan Pekerjaan 1 = <20 tahun 2 = tahun 3 = >35 tahun 1 = = >2 0 = Normal 1 = Operasi caesar 1 = Dasar 2 = Menengah 3 = Tinggi 0 = Tidak bekerja 1 = Bekerja Ordinal Ordinal Nominal Ordinal Nominal Karakteristik Bayi Jenis kelamin Usia kehamilan/gestasi Berat badan lahir Panjang badan lahir Lingkar kepala lahir 0 = Laki-laki 1= Perempuan 1 = 38 minggu 2 = < 38 minggu Rata-rata, standar deviasi (SD) Rata-rata, standar deviasi (SD) Rata-rata, standar deviasi (SD) Nominal Ordinal Rasio Rasio Rasio

46 28 Tabel 2 Jenis dan kategori peubah (lanjutan) No Peubah Kategori Skala 11 Lingkar dada lahir Rata-rata, standar deviasi (SD) Rasio 12 Konsumsi pangan ibu Ordinal - Tingkat kecukupan 1.Defisit berat = <70% AKG energi dan protein 2.Defisit sedang= 70-79% AKG (Hardinsyah et al. 2002) 3.Defisit berat = 80-89% AKG 4.Normal =90-119% AKG 5.Kelebihan = 120 AKG - Tingkat kecukupan 1.Cukup = 20-30% KE lemak (Hardinsyah & 2. Berlebih = >30% KE Tambunan dalam WNPG VIII 2004) - Tingkat kecukupan 1. Kurang = <77% AKG vitamin dan mineral (Gibson 2005) 2. Cukup = 77% AKG 13 Perawatan Metode 0 = Tidak Nominal Kanguru 14 Tingkat stres ibu (Miles 2002) 15 Konsumsi ASI -Persepsi ibu (Kent et al. 2006; Chahyanto &Roosita 2013) - RecordKonsumsi ASI bayi BBLR (Nasoetion & Madaniyah 1993; Soetjiningsih 2005) Pertumbuhan Fisik 16 Berat badan 17 Panjang badan 18 Lingkar kepala 19 Lingkar dada 1 = Ya 1 = Tidak stres 2 = Stres ringan 3 = Stres berat 4 = Stres sangat berat 5 = Stres ekstrim 1 = Sangat kurang (Skor <3) 2 = Kurang (Skor 3-6) 3 = Cukup (Skor >6) Rata-rata, standar deviasi (SD) Rata-rata, standar deviasi (SD) Rata-rata, standar deviasi (SD) Rata-rata, standar deviasi (SD) Rata-rata, stamdar deviasi (SD) Ordinal Ordinal Rasio Rasio Rasio Rasio Rasio Data yang telah diolah kemudian dianalisis sesuai skala data. Tahap awal analisis yaitu dengan melakukan uji normalitas menggunakan Kolmogorov- Smirnov test (K-S test) untuk melihat distribusi data penelitian dan menentukan jenis analisis berikutnya yang digunakan. Analisis deskriptif (frekuensi, rata-rata, dan standar deviasi) untuk menggambarkan karakteristik contoh. Analisis data inferensia terdiri dari Independent Sample t-test untuk menganalisis perbedaan konsumsi pangan ibu, konsumsi ASI, dan pertumbuhan fisik (berat badan, panjang badan, lingkar dada, lingkar kepala) bayi BBLR diantara kelompok PMK dan PMKv. Uji Chi-square untuk menganalisis korelasi PMK terhadap tingkat stres ibu dan korelasi PMK terhadap persepsi ibu terkait kecukupan konsumsi ASI, serta uji regresi linear berganda untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi ASI dan pertumbuhan fisik (berat badan, panjang badan, lingkar kepala, lingkar dada) bayi BBLR. Hasil analisis menunjukkan signifikan jika (p<0.05).

47 29 Model regresi linear berganda yang digunakan adalah: Y= β0+β 1 X 1 +β 2 X 2 +β 3 X 3 +β 4 X 4 +β 5 X 5 +β 6 X 6 +β 7 X β 21 X 21 +ε Keterangan : Y=peubah dependen;β0=intercept; β 1 -β i =koefisien regresi; X 1 =praktik PMK (0=tidak, 1=ya); X 2 =usia (tahun); X 3 =paritas; X 4 =jenis persalinan; X 5 =pendidikan; X 6 =pekerjaan; X 7 =jenis kelamin; X 8 =usia gestasi (minggu); X 9 =berat badan lahir (gram); X 10 =panjang badan lahir (cm); X 11 =lingkar kepala lahir (cm); X 12 =lingkar dada lahir (cm); X 13 =tingkat kecukupan energi (%); X 14 =tingkat kecukupan protein (%); X 15 =tingkat kecukupan lemak (%); X 16 =tingkat kecukupan karbohidrat (%); X 17 =tingkat kecukupan kalsium(%); X 18 =tingkat kecukupan zat besi (%); X 19 =tingkat kecukupan zink (%); X 20 =tingkat kecukupan vitamin A (%); X 21 =tingkat kecukupan vitamin C (%); ε=galat. Definisi Operasional Praktik Perawatan Metode Kangguru (PMK)adalah lama dan cara perawatan metode kanguru baik yang dilakukan oleh ibu maupun anggota keluarga lainnya, dimana lama perawatan metode kangguru minimal 2 jam sehari dan minimal 1 jam persesi. Usia Ibu adalah usia saat ibu melahirkan dalam tahun yang dilihat pada catatan rekam medik. Paritasadalah jumlah bayi hidup yang pernah dilahirkan,dilihat pada catatan rekam medik. Jenis Persalinanadalah jenis persalinan yang dialami ibu ketika melahirkan bayinya saat ini,dilihat pada catatan rekam medik. Pendidikanadalah tingkat pendidikan formal tertinggi yang pernah ditamatkan ibu, didapat dari hasil wawancara. Pekerjaan adalah jenis pekerjaan ibu untuk memperoleh penghasilan. Jenis Kelaminadalah jenis kelamin bayi yang dilihat pada catatan rekam medik. UsiaGestasiadalah usia kehamilan saat melahirkan dalam satuan minggu yang dilihat pada catatan rekam medik. Berat Badan Lahir adalah berat bayi BBLR saat lahir atau diukur 24 jam setelah lahir yang diukur menggunakan timbangan bayi digital dalam satuan gram dengan ketelitian 50 gram, dilihat pada catatan rekam medik bayi. Panjang Badan Lahir adalah panjang badan bayi BBLR saat lahir atau diukur 24 setelah lahir yang diukur menggunakan Baby length board dalam satuan centi meter (cm) dengan ketelitian 0.1 cm, dilihat pada catatan rekam medik bayi. Lingkar Kepala Lahir adalah lingkar kepala bayi BBLR saat lahir atau diukur 24 jam setelah lahir yang diukur menggunakan pita ukur dalam satuan centi meter (cm) dengan ketelitian 0.1 cm, dilihat pada catatan rekam medik bayi. Lingkar Dada Lahir adalah lingkar dada bayi BBLR saat lahir atau diukur 24 setelah lahir yang diukur menggunakan pita ukur lingkar dada dalam satuan

48 30 centi meter (cm) dengan ketelitian 0.1 cm, dilihat pada catatan rekam medik bayi. Konsumsi Ibu adalah jumlah konsumsi ibu baik berasal dari pangan maupun suplemen. Dihitung berdasarkan jumlah makanan yang dikonsumsi dengan metode food recall 2x24 jam. Tingkat Stres Ibuadalah perasaan stres yang dirasakan ibu yang mempunyai bayi BBLR. Konsumsi ASIadalahkecukupan ASI yang ditentukan secara kuantitatif berdasarkan perhitungan recordkonsumsi ASI bayi dan secara kualitatif melalui pendekatanpersepsi ibu. Berat Badanadalah peningkatan berat badan bayi BBLR. Penimbangan berat badan ini diukur dengan timbangan bayi yang sama dan cara yang sama yaitu posisi bayi terlentang dan telanjang menggunakan timbangan bayi digitaldengan ketelitian 10 gram. Panjang Badanadalah peningkatan panjang badan bayi BBLR. Pengukuran panjang badan dilakukan dengan Baby length board yang sama dan cara yang sama yaitu posisi bayi berbaring lurus, mulai dari ubun-ubun sampai dengan tumit (telapak kaki), menggunakan Baby length boarddengan ketelitian 0.1 cm (centi meter). Lingkar Kepala adalah peningkatan ukuran lingkar kepala bayi BBLR. Pengukuran dilakukan dengan pita ukur yang sama dan cara yang sama yaitu mulai dari dahi sampai belakang kepala, melalui protuberantia occipitalis posteriormenggunakan pita ukur dengan ketelitian 0.1 cm (centi meter). Lingkar Dada adalah peningkatan ukuran lingkar dada bayi BBLR. Pengukuran dilakukan dengan pita ukur (ketelitian 0.1 cm) yang sama dan cara yang sama yaitu menempatkan pita ditempat yang rata, baringkan bayi di tengahtengah pita, upayakan agar garis mendatar disepanjang tengah pita jatuh di kedua puting susu bayi kemudian lingkarkan ujung pita dan selipkan kedalam celah yang ada, sampai pita melingkari tubuh bayi serta rata disepanjang garis puting susu lingkar dada. BBLRadalah bayi yang memiliki berat badan 1500 sampai 2499 gram.

49 31 5HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Contoh Karakteristik contoh baik pada kelompok PMK maupun PMKv, secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) kecuali jenis persalinan ibu seperti yang tersaji pada Tabel 3. Usia ibu baik pada kelompok PMK maupun PMKv sebagian besar berusia tahun (65%). Pada usia tersebut ibu berada pada tahap masa produktif untuk bekerja dan banyak terlibat dalam kegiatan sosial masyarakat serta keagamaan yang mungkin bisa menguras tenaga sehingga ibu kurang memperhatikan kondisi kehamilannya. Berdasarkan Perry et al. (2010), faktor resiko yang menyebabkan prematuritas antara lain aktivitas fiik yang berlebih dan stres pada ibu. Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik (usia, pendidikan, pekerjaan, jenis persalinan, jenis kelamin) dan metode perawatan bayi BBLR Usia ibu a Karakteristik < 20 tahun tahun > 35 tahun PMK PMKv Total n % n % n % Nilai p Dasar 15 Tidak bekerja 15 Normal 9 Rata-rata±SD 28.35± ± ± ) Pendidikan ) ibu a Menengah Tinggi Pekerjaan ) ibu a Bekerja Jenis )* persalinan a Operasi caesar Jenis Laki-laki ) kelamin Perempuan bayi b a = Karakteristik ibu; b = Karakteristik bayi; PMK= Perawatan Metode Kanguru, PMKv= Perawatan Metode Konvensional, 1) 2) uji t-test; uji Mann-Whitney; *signifikan pada α<5% Tingkat pendidikan ibu pada kedua kelompok, lebih banyak yang berpendidikan dasar (72.5%) dibandingkan pendidikan menengah (22.5%) dan pendidikan tinggi (5%). Hal tersebut sejalan dengan penelitian Castral et al. (2012) bahwa sebagian besar contoh memiliki tingkat pendidikan dasar. Selain itu, menurut Fanarhoff et al. (2010) dan Edward (2012), rendahnya tingkat pendidikan memiliki efek terhadap kondisi bayi baik sebelum maupun sesudah kelahiran. Pendidikan mempengaruhi daya pemahaman seseorang terhadap informasi yang baru dan mempunyai sikap yang lebih positif menerima informasi (Ahmed et al. 2012; Mollema et al. 2012). Orang tua perlu mendapat pengetahuan tentang perbedaan kebutuhan khusus bayi BBLR dan pola pertumbuhannya (Bobak et al. 2005). Kurangnya informasi pada orang tua tentang bayi BBLR dan

50 32 perawatannya dapat menimbulkan perasaan takut dan cemas sehingga terkadang ibu tidak mau untuk berpartisipasi dalam perawatan bayinya (Sitohang 2009). Pada kedua kelompok contoh, proporsi ibu yang tidak bekerja (IRT) (67.5%) 2 kali lipat lebih besar dibandingkan ibu yang bekerja (32.5%). Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh Nagger et al.(2013) bahwa proporsi ibu yang tidak bekerja lebih banyak yaitu 68% (PMK) dan 60% (PMKv) dibandingkan proporsi ibu yang bekerja. Bagaimanapun juga, pekerjaan ibu dapat berdampak pada kehamilan secara independen. Aktivitas fisik tertentu mungkinmengurangi aliran darah uterus yang dapat menghambat suplai oksigen dan zat gizi ke janin. Ibu yang melahirkan melalui operasi caesarpada kelompok PMK (55%) 3.6 kali lipat lebih besar dibadingkan dengan kelompok PMKv (15%). Sebaliknya, proporsi ibu yang melahirkan secara normal pada kelompok PMKv (85%) hampir 2 kali lipat lebih besar dibandingkan dengan kelompok PMK (45%). Proporsi bayi yang berjenis kelamin perempuan pada kelompok PMK (70%) 1.5 kali lipat lebih besar dibandingkan dengan kelompok PMKv (45%). Begitu pun sebaliknya, bayi laki-laki pada kelompok PMK lebih banyak (55%) dibandingkan kelompok PMKv (30%). Penelitian Samra et al. (2013) juga menunjukkan bahwa proporsi bayi yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak pada kelompok PMK (50%) dibandingkan kelompok PMKv (38.9%). Tabel 4 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara kedua kelompok berdasarkan riwayat kelahiran (paritas), gestasi dan karakteristik bayi. Rata-rata paritas ibu pada kedua kelompok adalah 2.1±1.1 (PMK) dan 1.8±1.2 (PMKv). Menurut Muslihatun (2010), ibu dengan paritas 1 (primipara) beresiko melahirkan bayi BBLR terkait dengan belum siapnya fungsi organ dalam menjaga kehamilan dan menerima kehadiran janin, keterampilan ibu untuk melaksanakan perawatan diri dan bayinya serta faktor psikologis ibu yang masih belum stabil. Rata-rata usia gestasi kedua kelompok masing-masing (34.2±2.6 minggu) pada kelompok PMK dan (35.8±3.1 minggu) pada kelompok PMKv. Berdasarkan penelitian Shajari et al.(2006) usia gestasi merupakan prediktor independen terhadap berat badan lahir bayi. Tabel 4Sebaran contoh berdasarkan riwayat kelahiran (paritas), gestasi dan karakteristik bayi serta metode perawatan bayi BBLR Karakteristik PMK (Rata-rata±SD) PMKv (Rata-rata±SD) Nilai p Paritas a 2.1± ± ) Gestasi (minggu) b 34.2± ± ) BB lahir (g) b ± ± ) PB lahir (cm) b 44.8± ± ) LK lahir (cm) b 31.3± ± ) LD lahir (cm) b 28.8± ± ) a = Karakteristik ibu; b = Karakteristik bayi; PMK= Perawatan Metode Kanguru, PMKv= Perawatan Metode Konvensional; 1 ) uji t-test Rata-rata berat badan lahir bayi pada kelompok PMK yaitu ±242.8 gram dan ±352.7gram pada kelompok PMKv.Menurut Shajari et al. (2006), berat badan lahir merupakan indikator perkembangan intrauterin dan salah satu faktor utama menentukan survival bayibblr dan pertumbuhannya di masa

51 33 depan. Selain itu, berat badan lahir, panjang badan dan lingkar kepala merupakan indikator yang essensial untuk memonitoring dan mengevaluasi program kesehatan ibu dan anak (Kurtoglu et al. 2012). Konsumsi Pangan Ibu Salah satu faktor yang mempengaruhi produksi ASI adalah konsumsi pangan ibu. Produksi ASI yang cukup akan mempengaruhi konsumsi ASI bayi BBLR. Konsumsi pangan dianalisis dari segi kuantitas pangannya. Kuantitas konsumsi pangan dilihat dari tingkat kecukupan energi dan zat gizi. Berikut tabel rata-rata tingkat kecukupan energi dan zat gizi. Tabel5 Rata-rata tingkat kecukupan energi dan zat gizi pada minggu 1berdasarkan metode perawatan bayi BBLR Zat Gizi Tingkat Kecukupan(%) PMK (Rata-rata±SD) PMKv (Rata-rata±SD) Nilai p Energi 92.0± ± ) Protein 70.8± ± ) Lemak 24.5± ± ) Karbohidrat 99.8± ± ) Kalsium 40.1± ± ) Zat Besi 78.3± ± ) Zink 30.1± ± ) Vitamin A 54.8± ± ) Vitamin C 26.3± ± ) PMK= Perawatan Metode Kanguru; PMKv= Perawatan Metode Konvensional; 1) uji t-test; Tabel 5 menunjukkan bahwa rata-rata tingkat kecukupan energi dan seluruh zat gizi pada minggu pertama cenderung lebih tinggi pada contoh kelompok PMK dibandingkan contoh kelompok PMKv, namun hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan signifikan antar kedua kelompok.rata-rata tingkat kecukupan energi (92.0±27.0) dan karbohidrat (99.8±29.2) pada kelompok PMK sudah tergolong normal (90-119%) serta tingkat kecukupan zat besi (78.3±21.7) sudah tergolong cukup ( 77%). Untuk tingkat kecukupan lemak, baik pada kelompok PMK maupun PMKv sudah tergolong cukup (20-30%). Sebaran contoh berdasarkan kategori tingkat kecukupan energi dan zat gizi disajikan pada Tabel 6 dan Tabel 7. Pada tabel 6 terlihat bahwa proporsi tingkat kecukupan energi pada minggu pertama yang tergolong normal pada kelompok PMK (55.0%) adalah lebih besar dibandingkan dengan kelompok PMKv (40%). Sebaliknya, proporsi tingkat kecukupan energi yang tergolong defisit pada kelompok PMKv (60.0%) lebih besar dibandingkan dengan kelompok PMK (45.0%). Proporsi tingkat kecukupan protein yang tergolong defisit (82.5%) hampir 5 kali lipat lebih besar dibandingkan yang tergolong normal (17.5%) pada kedua kelompok. Proporsi tingkat kecukupan lemak yang tergolong cukup (72.5%) hampir 3 kali lipat lebih besar dibandingkan yang tergolong lebih (27.5%) pada kedua kelompok contoh. Sedangkan, untuk proporsi tingkat kecukupan karbohidrat yang tergolong normal

52 34 pada kelompok PMK (70.0%) juga hampir 3 kali lipat lebih besar dibandingkan kelompok PMKv (25.0%). Tabel 6Sebaran contoh berdasarkan kategori tingkat kecukupan zat gizi makro pada minggu 1 dan metode perawatan bayi BBLR Kategori Zat Gizi Makro Energi Defisit sedang (70-79% AKG) Defisit ringan (80-89% AKG) Normal (90-199% AKG) Protein Defisit sedang (70-79% AKG) Defisit ringan (80-89% AKG) Normal (90-199% AKG) Lemak Cukup (20-30% KE) Lebih (>30% KE) Karbohidrat Defisit sedang (70-79% AKG) Defisit ringan (80-89% AKG) Normal (90-199% AKG) PMK PMKv Total n % n % n % Tabel7Sebaran contoh berdasarkan kategori tingkat kecukupan zat gizi mikro pada minggu 1 dan metode perawatan bayi BBLR Kategori Zat Gizi Mikro Kalsium Kurang (<77% AKG) Cukup ( 77% AKG) Zat Besi Kurang (<77% AKG) Cukup ( 77% AKG) Zink Kurang (<77% AKG) Cukup ( 77% AKG) Vitamin A Kurang (<77% AKG) Cukup ( 77% AKG) Vitamin C Kurang (<77% AKG) Cukup ( 77% AKG) PMK PMKv Total n % n % n % Tabel 7 menunjukkan bahwa proporsi tingkat kecukupan kalsium (65.0%), zink (77.5%), vitamin A (52.5%), dan vitamin C (90.0%) yang tergolong kurang adalah lebih besar dibandingkan yang tergolong cukup pada kedua kelompok. Sedangkan proporsi tingkat kecukupan zat besi yang tergolong cukup (77.5%) hampir 3.5 kali lipat lebih besar dibandingkan yang tergolong kurang (22.5%) pada kedua kelompok.

53 35 Tabel8 Rata-rata tingkat kecukupan energi dan zat gizi pada minggu 2 berdasarkan metode perawatan bayi BBLR Zat Gizi Tingkat Kecukupan(%) PMK (Rata-rata±SD) PMKv (Rata-rata±SD) Nilai p Energi 90.3± ± ) Protein 74.0± ± ) Lemak 27.6± ± ) Karbohidrat 97.7± ± ) Kalsium 37.0± ± ) Zat Besi 79.1± ± ) Zink 29.7± ± ) Vitamin A 55.0± ± ) Vitamin C 26.3± ± ) PMK= Perawatan Metode Kanguru; PMKv= Perawatan Metode Konvensional; 1) uji t-test; Terlihat dari Tabel 8, rata-rata tingkat kecukupan energi dan seluruh zat gizi pada minggu kedua cenderung lebih tinggi pada kelompok PMK dibandingkan kelompok PMKv, namun tidak berbeda signifikan antar kedua kelompok.rata-rata tingkat kecukupan energi (90.3±28.3) dan karbohidrat (97.7±31.9) pada kelompok PMK sudah tergolong normal (90-119%) dan tingkat kecukupan zat besi (79.1±34.8) yang sudah tergolong cukup ( 77%).Untuk tingkat kecukupan lemak, baik pada kelompok PMK maupun PMKv sudah tergolong cukup (20-30%). Sebaran contoh berdasarkan kategori tingkat kecukupan energi dan zat gizi disajikan pada Tabel 9 dan Tabel 10. Tabel 9Sebaran contoh berdasarkan kategori tingkat kecukupan zat gizi makro pada minggu 2 dan metode perawatan bayi BBLR Kategori Zat Gizi Makro Energi Defisit sedang (70-79% AKG) Defisit ringan (80-89% AKG) Normal (90-199% AKG) Protein Defisit sedang (70-79% AKG) Defisit ringan (80-89% AKG) Normal (90-199% AKG) Lemak Cukup (20-30% KE) Lebih (>30% KE) Karbohidrat Defisit sedang (70-79% AKG) Defisit ringan (80-89% AKG) Normal (90-199% AKG) PMK PMKv Total n % n % n % Tabel 9 menunjukkan bahwa proporsi tingkat kecukupan energi pada minggu kedua yang tergolong normal pada kelompok PMK (45.0%) 3 kali lipat lebih besar dibandingkan dengan kelompok PMKv (15.0%). Sebaliknya, proporsi tingkat kecukupan energi yang tergolong defisit pada kelompok PMKv (85.0%) 1.5 kali lipat lebih besar dibandingkan dengan kelompok PMK (55.0%). Proporsi

54 36 tingkat kecukupan protein yang tergolong defisit (82.5%) hampir 5 kali lipat lebih besar dibandingan yang tergolong normal (17.5%) pada kedua kelompok. Proporsi tingkat kecukupan lemak yang tergolong cukup (75.0%) 3 kali lipat lebih besar dibandingkan yang tergolong lebih (25.0%) pada kedua kelompok. Proporsi tingkat kecukupan karbohidrat yang tergolong normal pada kelompok PMK (60.0%) hampir 1.5 kali lipat lebih besar dibandingkan dengan kelompok PMKv (50.0%). Sebaliknya, proporsi tingkat kecukupan karbohidrat yang tergolong defisit pada kelompok PMKv (50.0%) juga hampir 1.5 kali lipat lebih besar dibandingkan dengan kelompok PMK (40.0%). Tabel 10Sebaran contoh berdasarkan kategori tingkat kecukupan zat gizi mikro pada minggu 2 dan metode perawatan bayi BBLR Kategori Zat Gizi Mikro Kalsium Kurang (<77% AKG) Cukup ( 77% AKG) Zat Besi Kurang (<77% AKG) Cukup ( 77% AKG) Zink Kurang (<77% AKG) Cukup ( 77% AKG) Vitamin A Kurang (<77% AKG) Cukup ( 77% AKG) Vitamin C Kurang (<77% AKG) Cukup ( 77% AKG) PMK PMKv Total n % n % n % Terlihat pada Tabel 10, proporsi tingkat kecukupan kalsium (75.0%), zink (82.5%), vitamin A (52.5%), dan vitamin C (92.5%) yang tergolong kurang lebih besar dibandingkan yang tergolong cukup pada kedua kelompok. Sedangkan proporsi tingkat kecukupan zat besi yang tergolong cukup (77.5%) hampir 3.5 kali lipat lebih besar dibandingkan yang tergolong kurang (22.5%) pada kedua kelompok. Tabel 11Rata-rata tingkat kecukupan energi dan zat gizi pada minggu 4 berdasarkan metode perawatan bayi BBLR Zat Gizi Tingkat Kecukupan(%) PMK (Rata-rata±SD) PMKv (Rata-rata±SD) Nilai p Energi 93.5± ± ) Protein 72.0± ± ) Lemak 26.5± ± ) Karbohidrat 105.6± ± )* Kalsium 39.2± ± ) Zat Besi 82.1± ± ) Zink 62.5± ± )* Vitamin A 56.5± ± ) Vitamin C 30.2± ± ) PMK= Perawatan Metode Kanguru; PMKv= Perawatan Metode Konvensional; test;*signifikan pada α<5% 1) uji t-

55 37 Berdasarkan Tabel 5, 8, dan 11 terlihat bahwa rata-rata tingkat kecukupan energi dan seluruh zat gizi pada minggu pertama, kedua, dan minggu keempat adalah tidak berbeda signifikan antar kedua kelompok. Namun, untuk tingkat kecukupan karbohidrat dan tingkat kecukupan zink pada minggu keempat adalah signifikan lebih tinggi (p<0.05) pada kelompok PMK dibandingkan dengan kelompok PMKv (Tabel 7). Hal ini mungkin disebabkan karena selama perawatan di rumah sakit, ibu pada kelompok PMK secara rutin diberikan konseling terkait pentingnya gizi yang seimbang selama menyusui. Tabel 12Sebaran contoh berdasarkan kategori tingkat kecukupan zat gizi makro pada minggu 3 dan metode perawatan bayi BBLR Kategori Zat Gizi Makro Energi Defisit sedang (70-79% AKG) Defisit ringan (80-89% AKG) Normal (90-199% AKG) Protein Defisit sedang (70-79% AKG) Defisit ringan (80-89% AKG) Normal (90-199% AKG) Lemak Cukup (20-30% KE) Lebih (>30% KE) Karbohidrat Defisit sedang (70-79% AKG) Defisit ringan (80-89% AKG) Normal (90-199% AKG) PMK PMKv Total n % n % n % Tabel 12 menyajikan sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan zat gizi makro pada minggu ketiga dan metode perawatan bayi BBLR. Proporsi tingkat kecukupan energi pada minggu ketiga yang tergolong normal pada kelompok PMK (60.0%) adalah lebih besar dibandingkan kelompok PMKv (45.0%). Sebaliknya, proporsi tingkat kecukupan energi yang tergolong defisit pada kelompok PMKv (55.0%) hampir 1.5 kali lipat lebih besar dibandingkan dengan kelompok PMK (40.0%). Proporsi tingkat kecukupan protein yang tergolong defisit (82.5%) hampir 5 kali lipat lebih besar dibandingkan yang tergolong normal (17.5%) pada kedua kelompok. Proporsi tingkat kecukupan lemak yang tergolong cukup (62.5%) hampir 2 kali lipat lebih besar dibandingkan yang tergolong lebih (37.5%). Proporsi tingkat kecukupan karbohidrat yang tergolong normal pada kelompok PMK (80.0%) 8 kali lipat lebih besar dibandingkan dengan kelompok PMKv (10.0%). Sebaliknya, proporsi tingkat kecukupan energi yang tergolong defisit pada kelompok PMKv (90.0%) 9 kali lipat lebih besar dibandingkan dengan kelompok PMK (10.0%). Terlihat pada Tabel 13, proporsi tingkat kecukupan kalsium (75.0%), zink (80.%), vitamin A (57.5%), dan vitamin C (85.0%) yang tergolong kurang lebih besar dibandingkan yang tergolong cukup pada kedua kelompok. Sedangkan proporsi tingkat kecukupan zat besi yang tergolong cukup (80.0%) 4 kali lipat lebih besar dibandingkan yang tergolong kurang (20.0%) pada kedua kelompok.

56 38 Tabel 13Sebaran contoh berdasarkan kategori tingkat kecukupan zat gizi mikro pada minggu 3 dan metode perawatan bayi BBLR Kategori Zat Gizi Mikro Kalsium Kurang (<77% AKG) Cukup ( 77% AKG) Zat Besi Kurang (<77% AKG) Cukup ( 77% AKG) Zink Kurang (<77% AKG) Cukup ( 77% AKG) Vitamin A Kurang (<77% AKG) Cukup ( 77% AKG) Vitamin C Kurang (<77% AKG) Cukup ( 77% AKG) PMK PMKv Total n % n % n % Praktik Perawatan Metode Kanguru (PMK) Praktik PMK sebaiknya dilakukan minimal 2 jam perhari. Hal ini bertujuan agar bayi tidak mengalami stres terkait dengan perubahan yang sering terjadi (Thukral et al. 2008). Tabel 14 menyajikan sebaran contoh berdasarkan praktik PMK. Terlihat bahwa separuh contoh (50.0%) melakukan praktik PMK 6-7 jam perhari. Sedangkan contoh yang melakukan praktik PMK kategori kurang (2-3 jam/hari) hanya 10.0%. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Gupta et al.(2007) dan Gathwala et al. (2010) bahwa sebagian besar contoh melakukan PMK 4-6 jam perhari. Tabel 14Sebaran contoh berdasarkan praktik PMK KategoriPraktik PMK n % Kurang (2-3 jam/hari) Sedang (4-5 jam/hari) Lama (6-7 jam/hari) Rata-rata±SD 5.47±1.59 Praktik Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Dalam praktik pemberian ASI yang harus diperhatikan adalah frekuensi dan lama waktu tiap kali menyusui. Frekuensi menyusui dalam sehari dan lama setiap kali menyusui merupakan bagian dari indikator kecukupan ASI. Sebaran contoh berdasarkan frekuensi menyusui dan lama setiap kali menyusui tersaji pada Tabel 15 dan 16.

57 39 Frekuensi Menyusui Tabel 15Sebaran contoh berdasarkan frekuensi menyusui dan metode perawatan bayi BBLR Kategori Frekuensi Menyusui Kurang baik (7-9 kali/hari) Baik (10-12 kali/hari) Sangat baik (13-15 kali/hari) PMK PMKv n % n % Rata-rata±SD 13.13± ±2.17 Tabel 15 menunjukkan bahwa ibu yang menyusui bayinya dengan frekuensi kategori sangat baik (13-15 kali/hari) lebih banyak pada kelompok PMK (70.0%) sedangkan pada kelompok PMKv hanya 25.0%. Sebaliknya, ibu yang menyusui dengan frekuensi kurang baik (7-9 kali/hari) tidak ditemukan pada kelompok PMK sedangkan pada kelompok PMKv sebesar 50.0%. Lama Menyusui Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan lama setiap kali menyusui dan metode perawatan bayi BBLR Kategori Lama Menyusui Kurang baik (<10 menit) Baik (10-30 menit) Sangat baik (>30 menit) PMK PMKv n % n % Rata-rata±SD 30.65± ±1.54 Pada Tabel 16 menunjukkan bahwa ibu yang menyusui bayinya dengan kategori sangat baik (>30 menit) lebih banyak pada kelompok PMK (45.0%) sedangkan pada kelompok PMKv hanya 25.0%. Sebaliknya, ibu yang menyusui kategori kurang baik (<10 menit) pada kelompok PMKv (25.0%) sedangkan pada kelompok PMK (20.0%). Tingkat Stres Ibu Pada minggu pertama meskipun tidak signifikan, terdapat kecenderungan bahwa praktik PMK menurunkan tingkat stres. Hal ini ditunjukkan dengan tidak ditemukannya stres berat pada kelompok PMK sedangkan ibu yang tidak melakukan PMK masih mengalami stres berat (10%) (Tabel 17). Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh Saidah (2010) bahwa setelah melakukan PMK terhadap bayinya, tidak ada ibu yang mengalami stres berat.begitu juga menurut Shiau (2005) dimana ibu yang melakukan praktik PMK memiliki tingkat stres yang lebih rendah dibandingkan ibu yang tidak melakukan praktik PMK.

58 40 Tabel 17Tabulasi silang tingkat stres ibu dan metode perawatan bayi BBLR pada minggu 1 Metode Tidak Stres Stres Ringan Stres Berat Perawatan n % n % n % Nilai p PMK PMKv ) PMK= Perawatan Metode Kanguru; PMKv= Perawatan Metode Konvensional; 3) uji chi-square Tabel 18 menunjukkan bahwa pada minggu keempat, terdapat hubungan yang signifikan (p<0.05) antara praktik PMK dengan tingkat stres ibu. Hasil ini sejalan dengan penelitian Nemathbaksh et al. (2007) dan Karimi et al. (2013) dimana pelaksanaan PMK dapat menurunkan stres pada ibu. Tabel 18Tabulasi silang tingkat stres ibu dan metode perawatan bayi BBLR pada minggu 4 Metode Tidak Stres Stres Ringan Stres Berat Nilai p Perawatan n % n % n % PMK )* PMKv PMK= Perawatan Metode Kanguru; PMKv= Perawatan Metode Konvensional; 3) uji chi-square; *signifikan pada α<5% Perawatan Metode Kanguru (PMK) merupakan perawatan yang melibatkan orang tua dengan bayinya. Kontak kulit yang dekat akan mempengaruhi psikologis ibu dan akan menurunkan stres pada ibu. Respon secara fisiologis dari kedekatan ini ditunjukkan dengan adanya perubahan hormonal yang selanjutnya akan mempengaruhi perubahan tingkat stres. Asumsi penelitian ini didasarkan pada penelitian Padovani et al. (2009) bahwa stres tertinggi ibu yang melahirkan bayi BBLR adalah keadaaan klinis bayi dan perpisahan ibu dengan bayinya. Dengan pelaksanaan PMK perpisahan ini menjadi berkurang dan mulai timbul kedekatan antara ibu dengan bayinya. Venancio & Almeida (2004) menyatakan bahwa pada saat pelaksanaan PMK adanya kontak kulit antara ibu dengan bayinya merupakan stimulus yang akan dibawa ke otak. Selanjutnya stimulus ini akan memicu pelepasan oksitosin yang akan berdampak positif terhadap emosional ibu. Ibu yang melakanakan praktik PMK memperlihatkan emosi yang lebih stabil dibandingkan dengan ibu yang tidak melaksanakan praktik PMK. Kemampuan interaksi bayi yang belum adekuat, berpengaruh terhadap psikologis orang tua. Hal ini sesuai dengan Brazelton& Nugent (1994) yang menemukan bahwa kemampuan kontrol stimulus pada bayi prematur berbeda dengan kemampuan kontrol stimulus pada bayi cukup bulan. Ketidakadekuatan ini akan mempengaruhi psikologis orang tua karena orang tua kurang memahami kondisi bayi terkait kemampuan interaksi bayi dengan orang tuanya. Posisi bayi yang dekat membuat ibu melihat sendiri bagaimana kondisi bayinya. Konsumsi ASI Gambar 7 menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi ASI dari minggu pertama hingga keempat pada kelompok PMKjumlahnya lebih banyak dibandingkan

59 41 kelompok PMKv. Hasil ini sejalan dengan penelitian Schmidt (1986) dan Hurst et al. (1997), bahwa jumlah ASI secara signifikan meningkat pada kelompok PMK dibandingkan kelompok PMKv.Peningkatan jumlah ASI dapat terjadi dengan menguatnya ikatan emosi ibu dan bayinya sehingga terjadi letdown refleks yang penting bagi pengeluaran ASI, hal ini berpengaruh positif terhadap jumlah ASI (Hurst et al. 1997). Selain itu, menurut Schmidt (1986) meningkatnya jumlah ASI pada kelompok PMK dikaitkan dengan peningkatan level oksitosin selama praktik PMK yang juga dapat meningkatkan kepercayaan diri ibu dalam menyusui. Konsumsi ASI (ml) * * * * M 1 M 2 M 3 M 4 Waktu pengukuran (minggu) Gambar 7 Peningkatan rata-rata konsumsi ASI pada bayi BBLR berdasarkan metode perawatan mulai minggu 1 sampai minggu 4. PMK, PMKv; *signifikan pada α<5% Dalam menilai konsumsi ASI bayi BBLR, selain berdasarkan metode record konsumsi ASI seperti yang disajikan pada Gambar 6, dilakukan pula penilaian berdasarkan persepsi ibu (Tabel 19). Tabel 19Tabulasi silang persepsi ibu dan metode perawatan bayi BBLR Persepsi Kurang Persepsi Cukup Metode Perawatan Nilai p n % n % PMK ) PMKv PMK= Perawatan Metode Kanguru; PMKv= Perawatan Metode Konvensional; 1) uji chi-square; *signifikan pada α<5% Pada Tabel 19 menunjukkan bahwa, terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi ibu terkait kecukupan konsumsi ASI bayi BBLR dengan praktik PMK (p<0.05). Hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya ibu memiliki persepsi kurang terkait konsumsi ASI bayi BBLRpada kelompok PMK sedangkan pada kelompok PMKv masih ada ibu yang memiliki persepsi kurang terkait konsumsi ASI bayi BBLR (40%). Soetjiningsih (2005) dan Kent et al. (2006), menyatakan bahwa ASI dikatakan cukup bagi bayi jika terdapat beberapa ciri-ciri yaitu ASI merembes keluar puting susu ibu, bayi menyusu lebih dari 10 menit setiap kali menyusu, setelah menyusu bayi tidak rewel, bayi buang air kecil sering (>6 kali) dalam

60 42 sehari, ibu mendengar suara menelan ketika bayi menelan ASI, ibu merasa geli setiap kali bayi menyusu, bayi menyusu lebih dari 6 kali dalam sehari, bayi buang air besar lebih dari 3 kali dalam sehari. Pertumbuhan Fisik Pertumbuhan fisik merupakan hal kuantitatif yang dapat diukur. Seseorang dikatakan mengalami pertumbuhan bila terjadi perubahan ukuran dalam hal bertambahnya ukuran fisik, seperti berat badan, panjang badan, lingkar kepala, lingkar lengan dan lingkar dada (Hidayat & Alimul 2008). Rata-rata peningkatan berat badan dari minggu pertama sampai minggu keempat pada kelompok PMK signifikan lebih tinggi (p<0.05) dibandingkan kelompok PMKv (Gambar 8).Hal ini sejalan dengan penelitian Mohammadzadeh et al.(2011), Samra et al. (2013), dan Jafari et al. (2014). Peningkatan berat badan (g) * * * * M 1 M 2 M 3 M 4 Waktu pengukuran (minggu) Gambar 8 Peningkatan rata-rata berat badan bayi BBLR berdasarkan metode perawatan mulai minggu 1 sampai minggu 4. PMK, PMKv; *signifikan pada α<5% Hasill analisis Mohammadzadeh et al. (2011) menunjukkan bahwa PMK memberikan efek yanglebih baik terhadap peningkatan berat badan perhari bayi BBLR dibandingkan kelompok kontrol. Samra etal. (2013) dan Jafari et al. (2014) juga menunjukkan bahwa bayi BBLR pada kelompok PMK memiliki peningkatan berat badan yang lebih baik setelah minggu pertama kehidupan. Menurut Rao et al. (2008), PMK merupakan metode perawatan bayi BBLR untuk mencapai percepatan peningkatan pertumbuhan fisik agar dapat menyamai bayi yang tidak lahir dengan berat badan rendah. Charpark et al. (2005) menyatakan bahwa PMK memberikan akses yang mudah bahkan tidak terbatas bagi bayi dalam memenuhi asupan gizi (ASI) dan meningkatkan ikatan kasih sayang antara ibu dan bayi. Selain itu, peningkatan berat badan yang lebih baik disebabkan karena pada saat dilakukan praktik PMK bayi dapat beristirahat dengan posisi yang menyenangkan sehingga kegelisahan berkurang dan bayi dapat tidur lebih lama (Suradi & Yanuarso 2000). Pada keadaan demikian, pengunaan energi menjadi berkurang sehingga energi yang ada dipergunakan untuk pertumbuhan fisik (Dandekar & Shafee 2013).

61 43 Gambar 9 menunjukkan bahwa peningkatan panjang badan pada kelompok PMK signifikan lebih tinggi (p<0.05) dibandingkan kelompok PMKv. Hasil ini sesuai dengan penelitian Gathwala et al. (2010) yang menunjukkan peningkatan panjang badan bayi BBLR setiap minggunya, lebih tinggi pada kelompok PMK dibandingkan kelompok PMKv. Hasil yang sama juga ditunjukkan Dandekar & Shafee (2013) dimana bayi kelompok PMK mengalami peningkatan pertumbuhan fisik yang lebih cepat, hal ini mungkin disebabkan karena pemberian ASI eksklusif, pemeliharaan suhu dan kondisi fisiologis yang stabil. Menurut Lusmilasari et al. (2004), bayi BBLR yang mendapatkan PMK diharapkan tidak akan mengalami kekurangan asupan zat gizi pada awal kehidupannya dan berdampak pada peningkatan pertumbuhan fisik seperti pertumbuhan panjang badan. Dalam kaitan ini, menurut Waterlow (1997) bahwa hal yang paling penting adalah perhatian pada pencegahan hambatan pertumbuhan sejak dini karena kemungkinan terjadinya anak stunting dapat dimulai pada usia 3 bulan. Hal yang sama juga dinyatakan oleh Usman et al. (2000) dimana pertumbuhan panjang badan bayi cenderung turun naik lebih tajam setelah usia 2 bulan, kecenderungan tersebut merupakan tanda yang sangat khas dari growth faltering, sehingga anak kelihatan tumbuh baik dalam ukuran beratnya namun pendek bila dilihat dari panjang badannya. Peningkatan panjang badan (cm) * * 0.9 * 1.0* M 1 M 2 M 3 M 4 Waktu pengukuran (minggu) Gambar 9 Peningkatan rata-rata panjang badan bayi BBLR berdasarkan metode perawatan mulai minggu 1 sampai minggu 4. PMK, PMKv; *signifikan pada α<5% Pada Gambar 10 terlihat bahwa peningkatan lingkar kepala bayi BBLR pada kelompok PMK signifikan lebih tinggi (p<0.05) dibandingkan kelompok PMKv. Hasil ini sejalan dengan penelitian Rao et al.(2008),gathwala et al. (2010), dan Dandekar & Shafee (2013).

62 44 Peningkatan lingkar kepala (cm) * 0.8 * 0.8 * 0.9 * M 1 M 2 M 3 M 4 Waktu pengukuran (minggu) Gambar 10 Peningkatan rata-rata lingkar kepala bayi BBLR berdasarkan metode perawatan mulai minggu 1 sampai minggu 4. PMK, PMKv. *signifikan pada α<5% Gambar 11berikut ini, menunjukkan bahwa peningkatan lingkar dada bayi BBLR pada kelompok PMK signifikan lebih tinggi (p<0.05) dibandingkan kelompok PMKv. Hasil ini juga sejalan dengan penelitian Rao et al.(2008). Peningkatan lingkar dada (cm) * 0.6 * 0.7 * 0.8 * M 1 M 2 M 3 M 4 Waktu pengukuran (minggu) Gambar 11 Peningkatan rata-rata lingkar dada bayi BBLR berdasarkan metode perawatan mulai minggu 1 sampai minggu 4. PMK, PMKv;*signifikan pada α <5% Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi ASI Bayi BBLR Beberapa variabel independen yang diduga merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi ASI yaitu praktik PMK, karakteristik bayi (jenis kelamin, usia gestasi, BBL, PBL, LKL, LDL), karakteristik ibu (usia ibu, paritas, pendidikan, pekerjaan dan jenis persalinan) serta konsumsi pangan ibu. Hasil uji regresi linear berganda antara beberapa variabel diatas terhadap konsumsi ASI bayi BBLR menghasilkan persamaan sebagai berikut:

63 45 Y= X X X X 4 Keterangan: Y= konsumsi ASI (ml); X 1 = praktik PMK (0=tidak, 1=ya); X 2 = pendidikan; X 3 = paritas; X 4 = rata-rata TKVit.A (%). Uji regresi linear berganda dilakukan terhadap semua variabel penelitian sehingga diperoleh nilai R square adalah (Lampiran 4) yang artinya sebanyak 60.3% konsumsi ASI bayi BBLR dipengaruhi oleh semua variabel penelitian sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variabel-variabel diluar penelitian. Koefisien regresi menunjukkan bahwa praktik PMK (B= ), pendidikan ibu (B=28.654) dan rata-rata TKVit.A (B=1.491) secara signifikan meningkatkan konsumsi ASI bayi BBLR (p<0.05) (Lampiran 5). Menurut Hinduja et al. (2013), praktik PMK meningkatkan pelepasan oksitosin akibat adanya stimulasi kelenjar pituitari posterior pada otak ibu sehingga dapat mengalirkan ASI untuk dikonsumsi oleh bayi.hasil penelitian ini sejalan dengan Cahyanto &Roosita (2013) yang menunjukkan bahwa semakin tinggi konsumsi pangan sumber vitamin A, maka produksi ASI juga akan semakin tercukupi. Menurut Almatsier (2006), Vitamin A berfungsi dalam membantu produksi steroid. Santoso et al. (2002), menyatakan bahwa produksi steroid yang cukup dapat meningkatkan jumlah alveolus dan perkembangan duktus laktiferus. Seseorang dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan lebih baik dalam menerima, memproses, menginterpretasikan, dan menggunakan informasi, khususnya pengetahuan gizi (Contento 2007). Contoh yang berpendidikan lebih tinggi akan memiliki pengetahuan gizi yang lebih tinggi karena memiliki pengalaman dan akses informasi yang lebih banyak sehingga dapat memiliki sikap dan praktik gizi yang lebih baik khususnya dalam hal meningkatkan konsumsi ASI oleh bayinya. Sementara itu, paritas (B= ) mempengaruhi penurunan konsumsi ASI. Tarigan (2011) menyebutkan bahwa jumlah ASI akan mengalami perubahan pada kenaikan jumlah paritas.dimana pada anak pertama jumlah ASI sebanyak 580 ml per 24 jam, anak kedua 654 ml per 24 jam, anak ketiga 603 ml per 24 jam dan anak keempat 600 ml per 24 jam. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Fisik (Berat Badan, Panjang Badan, Lingkar Kepala, dan Lingkar Dada) Bayi BBLR Beberapa variabel independen yang diduga merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan pertumbuhan fisik bayi BBLR yaitu praktik PMK, karakteristik bayi (jenis kelamin, usia gestasi, BBL, PBL, LKL, LDL), karakteristik ibu (usia ibu, paritas, pendidikan, pekerjaan dan jenis persalinan) serta konsumsi pangan ibu. Hasil uji regresi linear berganda antara beberapa variabel diatas terhadap peningkatan berat badan bayi BBLR menghasilkan persamaan sebagai berikut: Y= X X X X X 5 Keterangan: Y= peningkatan berat badan (gram); X 1 = praktik PMK (0=tidak, 1=ya); X 2 = paritas; X 3 = rata-rata TKP(%); X 4 = rata-rata TKKH (%); X5= rata-rata TKCa (%)

64 46 Uji regresi linear berganda dilakukan terhadap semua variabel penelitian sehingga diperoleh nilai R square adalah (Lampiran 6) yang artinya sebanyak 75.2% peningkatan berat badan dipengaruhi oleh semua variabel penelitian sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variabel-variabel diluar penelitian. Koefisien regresi menunjukkan bahwa praktik PMK (B=71.78), TKP (B=0.864), TKKH (B=1.196) dan TKCa (B=0.526) secara signifikan (p<0.05) mempengaruhi peningkatan berat badan bayi BBLR (Lampiran 7). Bayi yang dirawat dengan metode kanguru, dapat memperoleh kehangatan dari ibunya dan dapat beristirahat dengan posisi yang rileks serta nyaman sehingga kegelisahan berkurang dan tidur lebih lama (Charpak et al. 2005; Thukral et al. 2008). Pada keadaan demikian penggunaan kalori berada pada tingkat paling rendah, sehingga kalori yang ada akan disimpan sebagai cadangan untuk menaikkan berat badan (Suradi et al. 2008). Selain itu, menurut Tourneux et al. (2009) dan Dandekar & Shafee(2013) bahwa pengeluaran energi bayi baru lahir diprioritaskan untuk metabolisme dasar, pengaturan suhu tubuh, dan pertumbuhan tubuh. Jadi ketika dilakukan PMK, dapat mengurangi penggunaan energi yang diperlukan untuk metabolisme dan termoregulasi, sehingga sebagian besar energi dapat dipergunakan untuk pertumbuhan fisik. Sementara, paritas (B= ) berpengaruh negatif terhadap peningkatan berat badan bayi BBLR. Ibu dengan paritas multipara yang memiliki bayi BBLR, kurang fokus dalam merawat bayinya, perhatiannya terpecah untuk mengurus anak yang lain dan waktunya kurang untuk memberikan ASI yang cukup sehingga pertumbuhan bayinya akan kurang baik dan pencapaian berat normal pun akan lebih lambat (Feldman et al. 2002). Hasil uji regresi linear berganda antara praktik PMK, karakteristik bayi (jenis kelamin, usia gestasi, BBL, PBL, LKL, LDL), karakteristik ibu (usia ibu, paritas, pendidikan, pekerjaan dan jenis persalinan) serta konsumsi pangan ibu dengan peningkatan panjang badan bayi BBLR menghasilkan persamaan sebagai berikut: Y= X X 2 Keterangan: Y= Peningkatan panjang badan (cm); X 1 = praktik PMK (0=tidak, 1=ya); X 2 = paritas Uji regresi linear berganda dilakukan terhadap semua variabel penelitian sehingga diperoleh nilai R square adalah (Lampiran 8) yang artinya sebanyak 77.7% peningkatan panjang badan dipengaruhi oleh semua variabel penelitian sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variabel-variabel diluar penelitian. Koefisien regresi menunjukkan bahwa praktik PMK (B=0.424) secara signifikan (p<0.05) mempengaruhi peningkatan panjang badan bayi BBLR. Sementara, paritas (B= ) berpengaruh negatif terhadap peningkatan panjang badan bayi BBLR (Lampiran 9). Selain itu, hasil uji regresi linear berganda antara praktik PMK, karakteristik bayi (jenis kelamin, usia gestasi, BBL, PBL, LKL, LDL), karakteristik ibu (usia ibu, paritas, pendidikan, pekerjaan dan jenis persalinan) serta konsumsi pangan ibu dengan peningkatan lingkar kepala bayi BBLR menghasilkan persamaan sebagai berikut:

65 47 Y= X X X X 4 Keterangan: Y= peningkatan lingkar kepala (cm); X 1 = praktik PMK (0=tidak, 1=ya); X 2 = paritas; X 3 = rata-rata TKP (%); X 4 = rata-rata TKKH (%) Uji regresi linear berganda dilakukan terhadap semua variabel penelitian sehingga diperoleh nilai R square adalah (Lampiran 10) yang artinya sebanyak 85.5% peningkatan lingkar kepala dipengaruhi oleh semua variabel penelitian sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variabel-variabel diluar penelitian. Koefisien regresi menunjukkan bahwa praktik PMK (B=0.436), rata-rata TKP (B=0.004) dan rata-rata TKKH (B=0.008) secara signifikan (p<0.05) mempengaruhi peningkatan lingkar kepala bayi BBLR (Lampiran 11). Hasil ini sejalan dengan penelitian Boo & Jamli (2007) bahwa PMK merupakan prediktor yang signifikan berpengaruh terhadap peningkatan lingkar kepala bayi BBLR. Sementara, paritas (B= ) berpengaruh negatif terhadap peningkatan lingkar kepala bayi BBLR. Hasil uji regresi linear berganda antara praktik PMK, karakteristik bayi (jenis kelamin, usia gestasi, BBL, PBL, LKL, LDL), karakteristik ibu (usia ibu, paritas, pendidikan, pekerjaan dan jenis persalinan) serta konsumsi pangan ibu dengan peningkatan lingkar dada bayi BBLR menghasilkan persamaan sebagai berikut: Y= X X 2 Keterangan: Y= peningkatan lingkar dada (cm); X 1 = praktik PMK (0=tidak, 1=ya); X 2 = usia ibu (tahun) Uji regresi linear berganda dilakukan terhadap semua variabel penelitian sehingga diperoleh nilai R square adalah (Lampiran 12) yang artinya sebanyak 62,3% peningkatan lingkar dada bayi BBLR dipengaruhi oleh semua variabel penelitian sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variabel-variabel diluar penelitian. Koefisien regresi menunjukkan bahwa praktik PMK (B=0.363) secara signifikan (p<0.05) mempengaruhi peningkatan lingkar dada bayi BBLR. Sementara, usia ibu (B= ) berpengaruh negatif terhadap peningkatan lingkar dada bayi BBLR (Lampiran 13). Hal ini berarti semakin tinggi usia ibu maka semakin rendah peningkatan lingkar dada bayi BBLR. Usia ibu memiliki pengaruh yang penting dalam kemampuan mengasuh bayi. Ibu yang terlalu tuakurang memiliki waktu untuk mengasuh bayi, perhatian dan kasih sayang yang kurang sehingga peningkatan pertumbuhan fisik salah satu diantaranya peningkatan lingkar dada juga lebih rendah. Usia yang baik dalam proses reproduksi dan perawatan bayi adalah tahun (Artawan 2012).

66 48 6SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Karakteristik ibu dan bayi BBLR pada kedua kelompok, secara keseluruhan tidak berbeda signifikan. Tingkat kecukupan energi dan zat gizi antar kedua kelompok pada minggu pertama, minggu kedua dan keempat tidak berbeda secara signifikan kecuali tingkat kecukupan karbohidrat dan zink pada kelompok PMK signifikan lebih tinggi (p<0.05) dibandingkan kelompok PMKv di minggu keempat. Praktik PMK secara signifikan (p<0.05) menurunkan tingkat stres ibu. Jumlah konsumsi ASI kelompok PMK lebih tinggi dibandingkan kelompok PMKv (p<0.05). Hal ini juga ditunjukkan dengan peningkatan pertumbuhan fisik bayi BBLR kelompok PMK yang signifikan lebih tinggi (p<0.05) dibandingkan dengan kelompok PMKv. Peningkatan konsumsi ASI bayi BBLR dipengaruhi secara signifikan (p<0.05) oleh praktik PMK, pendidikan ibu yang tinggi dan tingkat kecukupan vitamin A. Peningkatan pertumbuhan fisik yang baik dipengaruhi secara signifikan (p<0.05) oleh praktik PMK, tingkat kecukupan protein, tingkat kecukupan karbohidrat dan tingkat kecukupan kalsium. Saran Berdasarkan hasil penelitian ini, perawatan metode kanguru (PMK) sangat direkomendasikan bagi bayi BBLR untuk mempercepat peningkatan pertumbuhan fisik (berat badan, panjang badan, lingkar kepala dan lingkar dada)yang normal. Selain itu, ibu yang melakukan praktik PMK dan memberikan ASI kepada bayinya harus mengonsumsi pangan yang seimbang selama menyusui agar terpenuhi kecukupan zat gizi yang penting untuk produksi ASI.

67 49 DAFTAR PUSTAKA Acevedo EO, Ekkekakis P Psychobiologyof Physical Activity. Champaign (USA): Human Kinetics. Ahmed FA, Moussa KM, Petterson KO, Asamoah BO Assessing knowledge, attitude, and practice of emergency contraception: A crosssectional study among Ethiopian undergraduate female students. BMC Public Health. 12(110):1-9. Alasiry E Perbandingan frekuensi tangisan antara perawatan metode kanguru posisi pronasi dengan posisi lateral dekubitus pada bayi BBLR. Sari Pediatri. 13(5):329:333. Almatsier Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Anderson GC Current knowledge about skin to skin (kangaroo) care for preterm infant. Journal of Perinatology. 11(3): Artawan IWG Pengaruh perawatan metode kangguru terhadap pencapaian berat normal pada bayi berat lahir rendah di kabupaten Temanggung tahun 2011 [tesis]. Depok (ID): Universitas Indonesia. Arifah S, Wahyuni S Pengaruh kangaroo mother care (KMC) dua jam dan empat jam per hari terhadap kenaikan berat badan lahir rendah bayi preterm di RS PKU Muhammadiyah Surakarta. Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Kesehatan Bernstein PS, Divon MY Etiologies of fetal growth restriction. J Pediatr.158(4): Biancuzzo, M. (2003). Breastfeeding the Newborn : Clinical Strategies for Nurses. StLouis (USA): Mosby. Bobak IM, Lowdermilk DL, Jensen MD Keperawatan Maternitas. Ed ke- 5. Jakarta (ID): EGC. Boo NY, Jamli FM Short duration of skin to skin contact: effects on growth and breastfeeding. J Paediatr Child Health. 43(12): Brazelton TB, Nugent JK Neonatal Behavior Assessment Scale. 3rd Ed. London (GB): The Lavenham Press Ltd, Mac Keith Press. Castral TC, Wanock FF, Ribeiro LM, de Vasconcelos MG, Leite AM, Scochi CG Maternal factors regulating preterm infants responses to pain and stress while in maternal kangaroo care. Rev Lat Am Enfermagem. 20(3): Chahyanto BA, Roosita K Kaitan asupan vitamin A dengan produksi air susu ibu (ASI) pada ibu nifas. Jurnal Gizi dan Pangan. 8(2): Charpak N, Ruiz-Pelaez JG, de C ZF, Charpak Y Kangaroo mother versus traditional care for newborn infants 2000 grams: A randomized control trial. Pediatrics. 100(4): doi: /peds Charpak N, Ruiz-Pelaez JG, de C FZ, Charpak Y A randomized, controlled trial of kangaroo mother care: Results of follow-up at 1 year of corrected age. Pediatrics. 108(5): doi: /peds Charpak N, Ruiz-Pelaez JG, Fiqueroa Z Influence of feeding patterns and other factors on early somatic growth of healthy, preterm infants in homebased kangaroo mother care : A cohort study. J Pediatr Gastroenterol Nutr. 41(4):430-7.

68 50 Charpak N, Ruiz-Pelaez JG, Zupan J, Cattaneo A, de C FZ Kangaroo mother care : 25 years after. Acta Paediatr. 94(5): Christensson K, Bhat GJ, Amadi BC, Eriksson B, Hojer B Randomised study of skin-to-skin versus incubator care for rewarming low risk hypothermic neonates. The Lancet. 352:1115. Contento IR Nutrition Education: Linking Research, Theory, and Practice. Jones and Bartlett Publishers, Sudbury. Dandekar RH, Shafee M Kangaroo mother care technology as a boon to tertiary care hospital in western Maharashtra. IJBAR. 04(10): doi: /ijbar. Danerek M, Dykes A A theoretical model of parent s experiences of threat of preterm birth in Sweden. International Journal of Nursing Practice. 24: [DEPDIKNAS] Departemen Pendidikan Nasional Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Jakarta (ID): Depertemen Pendidikan Nasional. [DEPKES RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia Pedoman Pengukuran Lingkar Dada (Lida) Pada Bayi Baru Lahir. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan RI Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) Jakarta (ID): Departemen Kesehatan RI Laporan Pendahuluan Jakarta (ID): Departemen Kesehatan RI Perawatan Bayi Berat Lahir Rendah dengan Metode Kanguru. Jakarta (ID): DEPKES RI. [DINKES KAB BOGOR] Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor Profil Kesehatan Kabupaten Bogor. Bogor (ID): Dinkes Kabupaten Bogor. Edward T Causes of premature labor. Pediatrics. 59(3): Endyarnie B Indonesia Menyusui. Jakarta (ID): IDAI. Fanarhoff A, Wald M, Gruber H, Kalaus M Insensible water loss in low birthweight infants. Pediatrics. 50(2): Farrer H Keperawatan Maternitas. Ed ke- 4 Volume ke-2. Andry H, penerjemah. Jakarta (ID): EGC. Feldman R, Eidelman AI, Sirota L, Weller A Comparison of skin-to-skin (kangaroo) and traditional care:parenting outcomes and prterm infant development. Pediatrics. 110: Flacking R, Ewald U, Wallin L Positive effect of kangaroo mother care on long-term breastfeeding in preterm infants. J Obstet Gynecol Neonatal Nurs. 40(2):190-7.doi: /j x. Gathwala G, Singh B, Balhara B KMC facilitates mother baby attachment in low birth infants. Indian J Pediatr. 75(43):7. Gibson RS Principles of Nutritional Assessment. 2nd ed. New York (US): Oxford University Press Inc. Gupta M, Jora R, Bhatia R Kangaroo Mother Care (KMC) in LBW Infants- A Western Rajasthan Experience. Indian J Pediatr. 74(8): Guyton AC, Hall JE Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-11. Jakarta (ID): EGC.

69 51 Hardinsyah, Briawan D Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga. Bogor (ID): IPB. Hardinsyah, Retnaningsih, Herawati T, Wijaya R Analisis Kebutuhan Konsumsi Pangan. Bogor: Pusat Studi Kebijakan Pangan dan Gizi (PSKPG). Bogor (ID): IPB. Hardinsyah, Tambunan V Angka Kecukupan Energi, Protein, Lemak, dan Serat Makanan. Dalam Widyakarya Nasional Pangan dan GiziVII: Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta, Mei Heidarzadeh M, Hosseini MB, Ershadmanesh M, Gholamitabar TM, Khazaee S The effect of kangaroo mother care (KMC) on breast feeding at the time of NICU discharge. Iran Red Crescent Med J. 15(4): 302:6.doi: /ircmj Hidayat A, Alimul A Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan Proses KeperawatanBuku 2. Jakarta (ID): Salemba Medika. Hinduja ARA, Udani RH Skin to skin contact in delivery room - Do we know enough?. Journal of Neonatology. 27(2): Hurst NM, Valentine CJ, Renfro J, Burns P, Ferlic L Skin-to-skin holding in the neonatal intensive care unit influences maternal milk volume. J Perinatol. 17(3): Indrasanto E, Dharmasetiawani N, Rohsiswatmo R, Kaban RK Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK). Jakarta (ID): IDI, POGI dan PPNI. Jafari M, Bayat MM, Kermansaravi F The effect of kangaroo mother care on weight gain, stay length and controlling temperature of preterm neonates with low birth weight in neonatal intensive care units of selected hospitals in Mashhad Medical. Surg Nurs J. 3(1): Jellife DB and Jellife EFP Human Milk in The Modern World: Phychosocial, Nutritional and Economic Significance. New York (US): Oxford University Press. Kari IK Anatomi Payudara dan Fisiologi Laktasi. Di dalam: Soetjiningsih, editor. ASI : Petunjuk untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta (ID): EGC. Karimi A, Tara F, Khadivzadeh T, Aghamohamadiain SHR The Effect of skin to skin contact immediately after delivery on the maternal attachment and anxiety regarding infant. IJOGI. 16(67): [KEMENKES RI] Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Panduan Pelayanan Kesehatan Bayi Baru Lahir Berbasis Perlindungan Anak. Jakarta (ID): Direktorat Kesehatan Anak Khusus Buku Acuan, Manajemen Bayi Berat Lahir Rendah Untuk Bidan Dan Perawat. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementrian Kesehatan RI Riset Kesehatan Dasar Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Kent JC, Mitoulas LR, Cregan MD, Ramsay DT, Doherty DA, Hartmann PE Volume and frequency of breastfeedings and fat content of breast milk throughout the day. Pediatrics. 117:e387. doi: /peds

70 52 Klaus MH, Fanaroff AA Care of the Highrisk Neonate. 4th ed. Philadelphia (US): WB Saunders Company. p Kristina W Analisa perbandingan peningkatan bert badan pada bayi BBLR yang diberi ASI eksklusif dan susu formula khusus BBLR pada BBLR usia 0-2 minggu di ruang peristi RS Panti Wilasa Citarum Semarang [tesis]. Semarang (ID): UNDIP. Kurtoglu S, Hatipoglu N, Mazicioglu MM, Akin MA, Coban D, Gokoglu S, Bastug O Body weight, length and head circumference at birth in a cohort of Turkish newborns. J Clin Res Pediatr Endocrinol. 4(3): doi: /jcrpe.693. Lindberg B, Ohrling K Experiences of having a prematurely born infant from the perspective of mothers in northern sweden. International Journal of Circumpolar Health. 67(5): Lothian JA Safe, health birth: What every pregnant woman needs to know. J Perinat Educ. 18(3):48-54.doi: / X Lusmilasari L, Surjono A, Haksari EL Pengaruh perawatan bayi lekat terhadap pencapaian pertumbuhan bayi berat lahir rendah di RS DR.Sardjito Yogyakarta. BKM. 20(2): Manuaba IBG Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & KB untuk Pendidikan Bidan. Jakarta (ID): EGC. Miles CMS Parental Stresor Scale : Neonatal Intensive Care Unit. Saidah, editor. Depok (ID): Universitas Indonesia. Mochtar R Sinopsi Obstetric. Jakarta (ID): EGC. Mohammadzadeh A, Farhat A, Jafarzadeh M, Hasanzadeh L, Esmaeli H Advantages of kangaroo mother care in less than 2000 grams low birth weight neonates. Med J Islamic Republic of IRAN. 25(1): Mollema L, Wijers N, Hahne SJM, van der Klis FRM, Boshuizen HC, de Melker HE Participation in and attitude towards the national immunization program in the Netherlands: data from population-based questionaires. BMC Public Health. 12(57):1-13. Muscari M Buku Panduan Keperawatan Pediatrik. Jakarta (ID): EGC. Muslihatun NW Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Yogyakarta (ID): Fitramaya. Muthayya S Maternal nutrition & low birth weight - what is really important?. Indian J Med Res. 130: Nasoetion A, Madaniyah S Bahan Pengajaran Gizi Ibu Hamil dan Menyusui. Bogor (ID): Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor. Nematbakhsh F, Kordi M, Sahebi A, Esmaeeli H The effect of mother - infant skin to skin contact on mother's attachment. The Quarterly Journal of Fundamentals of Mental Health. 8(33): Padovani FH, Carvalho AE, Duarte G, Martinez FE, Linhares MB Anxiety, dysphoria, and depression symptoms in mothers of preterm infants. Psychol Rep. 104(2): Perry SE, Hockenberry MJ, Lowdermilk DL, Wilson D Maternal Child Nursing Care. 4th Ed. Missouri (US): Elsevier Inc. Priya JJ Kangaroo care for low birth weight babies. Nursing Journal of India. 95(9).

71 Proverawati A, Ismawati C BBLR (Berat Badan Lahir Rendah). Yogyakarta (ID): Nuha Medika. Ramanathan K, Paul VK, Deorari AK, Taneja U, George G Kangaroo mother care in very low birth weight infants. Indian J Pediatr. 68: Ronoatmojo, Sudarto Faktor resiko kematian neonatal di kecamatan Kruak Nusa Tenggara Barat [disertasi]. Depok (ID): Universitas Indonesia. Rao S, Udani R, Nanavati R Kangaroo mother care for low birth weight infants:a randomized controlled trial. Indian Pediatrics. 45: Rodriguez AN, Nel M, Dippenaar H, Prinsioo EAM Good short-term outcomes of kangaroo mother care in infants with a low birth weight in a rural South African hospital. SA Farm Pract. 49(5). Roesli U Inisiasi Menyusu Dini plus ASI Eksklusif. Jakarta (ID): Pustaka Bunda. Saidah Q Identifikasi pengaruh perawatan metode kangguru terhadap kecemasan ibu dan status bangun-tidur BBLR di Rumah Sakit di Surabaya [tesis]. Depok (ID): Universitas Indonesia. Saifuddin AB Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Cetakan II. Jakarta (ID): Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo. Samra NM, Taweel MDA, Cadwell K Effect of intermittent Kangaroo Mother Care on weight gain of low birth weight neonates with delayed weight gain. The Journal of Perinatal Education. 22(4): doi: / Santoso U, Suteky T, Heryanto, Sunarti Pengaruh cara pemberian ekstrak daun katuk (Sauropus androgynus) terhadap penampilan dan kualitas karkas ayam pedaging. JITV. 7(3): Sastroasmoro S, Ismael S Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Ed ke-3. Jakarta (ID): Sagung Seto. Schmidt E Care of abnormal newborn: a RCT study of the kangaroo method of care of LBW newborn. In WHO. Consensus conference on appropriate technology following birth [Internet]. [Trieste, 7-11 October]. Shajari H, Marsoosy V, Aslani M, Mohammady MR, Heshmaty P The effect of maternal age, gestational age and parity on the size of the newborn. Acta Medica Iranica. 44(6): Sharma M, Mishra S Maternal risk factors and consequences of low birth weight infants. IOSR-JHSS. 13(4): Shiau SH Randomized controlled trial of kangaroo mother care with fullterm infants:effects on maternal anxiety, breastmilk maturation, breast engorgement, and breastfeeding status. International Journal of Nursing Studies. 46(9): Siregar A Pemberian Asi eksklusif dan faktor faktor yang mempengaruhinya. Sumatra Utara (ID): Universitas Sumatra Utara. Sitohang HM Pengalaman ibu yang memiliki bayi prematur di RS. DR Pringadi Medan. Medan (ID): USU. [SDKI] Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia Laporan Pendahuluan Jakarta (ID): Kemenkes RI. Soetjiningsih Tumbuh Kembang Anak. Jakarta (ID): EGC. 53

72 54 Soetjiningsih ASI, Petunjuk untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta (ID): EGC. Sukadiyanto Stres dan cara menguranginya. Cakrawala Pendidikan. 29(1). Supariasa IDN, Bakri B, Fajar I Penilaian Status Gizi. Jakarta (ID): EGC. Suradi R, Yanuarso PB Metode kangguru sebagai pengganti inkubator untuk bayi berat lahir rendah. Sari Pediatri. 2(1): Suradi R, Rohsiswatmo R, Dewi R, Endyarni B, Rustina Y Perawatan Bayi Berat Lahir Rendah dengan Metode Kangguru. Jakarta (ID) : Departemen Kesehatan RI. Suradi R, Pratomo H. Marnoto BW, Sidi LPS Perawatan Bayi Berat Lahir Rendah dengan Metode Kangguru. Ed ke-2. Jakarta (ID): Perinasia. Surami A Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta (ID): EGC. Tarigan IU Pengetahuan, sikap dan perilaku ibu bayi terhadap pemberian ASI eksklusif [tesis]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara. Tessier R, Cristo M, Velez S, Giron M, de Calume, Ruiz-Palaez, Charpak Y, Charpak N Kangaroo mother care and the bonding hypothesis. Pediatrics. 102:1-8. Thukral A, Chawla D, Agarwal R, Deorari AK, Paul VK Kangaroo mother care, an alternative to conventional care. Indian J Pediatr. 75(5): doi: /s Tourneux P, Libert J P, Ghyselen L, Leke A, Delanaud S, Degrugilliers L, Bach V Heat exchanges and thermoregulation in the neonate. Arch Pediatr. 16(7): doi: /j.arcped [UNICEF] United Nations of Children's Fund Improving Child Nutrition: The Achievable imperative for global progress. New York (USA): UNICEF. Usman A, Purnama D, Susanah S Some clinical aspect of kangaroo mother care on low birth weight infants at home. Di dalam: Usman A, Purnama D, Susanah S, editor. Proceeding of the 3 rd Workshop on Kangaroo Mother Care; 2000 Nov 22-25; Yogyakarta, Indonesia. Yogyakarta (ID): Center for Maternal Perinatal Health Gadjah Mada University. Velankar DH Maternal factors contributing to low birth weight babies in an urban slum community of greater Mumbai. Bombay Hospital Journal. 51(1): Venancio SI, de Almeida H Kangaroo Mother Care: scientific evidence and impact on breastfeeding. J Pediatr. 80(5): 173:180. Waitz G, Stromme S, Railo W Conquer Stres withgrete Waitz. Sinta AW,penerjemah. Bandung (ID): Angkasa. Waterlow JC, Buzina R, Keller W, Lane JM, Nichaman MZ, Tanner JM The Presentation and Use of Height and Weight Data for Comparing the Nutritional Status of Groups of Children Under the Age of Ten. Geneva (FR): WHO. Weinberg RS, Gould D Foundations of Sport andexercise Psychology. 3rd ed. Champaign (USA): Human Kinetics. Whilhelm PA The effect of early kangaroo mother care on breast skin temperatur, distres, and breastmilk production in mother of premature infants. University of Nebraska [Internet]. [diunduh 2014 September 10]. Tersedia dari: http ://www. newbornnetworks.org.uk /southern/ PDFs/ KangarooCareFinal.pdf.

73 [WHO] World Health Organization The Quantity and Quality of Breast Milk. Report on the WHO Collaborative Study on Breast Feeding. World Geneva (FR): Health Organization Kangaroo Mother Care. A Practical Guide. 1st ed. Geneva (FR): Department of Reproductive Health and Research Global Health Observatory Data Repository [Internet]. [diunduh 2014 September 10]. Tersedia dari 55

74 56 LAMPIRAN Lampiran 1Surat keterangan lolos kaji etik

75 57 Lampiran 2 Hasil uji validitas kuesioner Parental Stress Scale (PSS) No Pernyataan Nilai p*) 1 Suara bising yang konstan dari lingkungan rumah (televisi, kendaraan, dll) 2 Suara tiba-tiba dari lingkungan rumah Bayi lain yang sakit di rumah Banyaknya orang yang tinggal bersama di rumah Memar, luka yang dialami bayi saya Perubahan warna yang tidak biasa pada bayi saya (pucat atau kuning) 7 Bayi saya mempunyai pola nafas yang tidak biasa (abnormal) Ukuran bayi saya yang kecil Bayi saya yang tampak keriput Kemampuan menyusu bayi saya masih kurang Ketika bayi saya terlihat merasakan nyeri Ketika bayi saya terlihat sedih Bayi saya terlihat lemas Bayi tampak tidak berdaya Bayi tidak dapat menangis seperti bayi yang lain Bayi saya menangis dalam waktu yang lama Ketika bayi saya terlihat takut Ketika melihat bayi saya tiba-tiba berhenti bernapas Tidak dapat menyusui secara langsung bayi saya Tidak dapat merawat sendiri bayi saya (misalnya mengganti popok atau memandikan) 21 Tidak dapat memeluk atau menggendong bayi saya ketika saya menginginkannya 22 Perasaan tidak berdaya, karena tidak dapat melindungi bayi saya Perasaan tidak berdaya, karena tidak dapat membantu bayi saya saat ini 24 Tidak mempunyai waktu tersendiri dengan bayi saya Merasa takut untuk menyentuh atau memeluk bayi saya Saat merasa orang lain bisa lebih dekat dengan bayi saya (ibu, suami, dan anggota keluarga lainnya) Nilai p*): Hasil uji korelasi Pearson

76 58 Lampiran 3Dokumentasi pelaksanaan penelitian Rumah Sakit Kelompok Perawatan Metode Kanguru (PMK) Perlengkapan PMK Praktik PMK yang Dilakukan oleh Ibu dan Ayah Pengukuran Antropometri Bayi BBLR Lampiran 4Model summary variabel dependen konsumsi ASI Adjusted R Std. Error of Model R R Square Square the Estimate a a. Predictors: (Constant), Praktik PMK, Pendidikan, Paritas, RataVitA

BAB II. Tinjauan Pustaka. manusia melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, melalui panca

BAB II. Tinjauan Pustaka. manusia melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, melalui panca BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Pengetahuan 2.1.1 Definisi Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil tahu dari manusia dan terjadi setelah manusia melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, melalui

Lebih terperinci

TEKNIK PERAWATAN METODE KANGURU. Tim Penyusun

TEKNIK PERAWATAN METODE KANGURU. Tim Penyusun MANUAL KETERAMPILAN KLINIK TEKNIK PERAWATAN METODE KANGURU Tim Penyusun Prof. Dr. Djauhariah A. Madjid, SpA K Dr. dr. Ema Alasiry, Sp.A. IBCLC dr. A. Dwi Bahagia Febriani, PhD, SpA(K) CSL SIKLUS HIDUP

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. saat lahir kurang dari gram. Salah satu perawatan BBLR yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. saat lahir kurang dari gram. Salah satu perawatan BBLR yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perawatan BBLR Bayi berat lahir rendah (BBLR) merupakan salah satu komplikasi pada bayi yang bila tidak ditangani secara benar dapat menyebabkan kematian. Bayi berat lahir rendah

Lebih terperinci

TEKNIK PERAWATAN METODE KANGURU. Tim Penyusun

TEKNIK PERAWATAN METODE KANGURU. Tim Penyusun MANUAL KETERAMPILAN KLINIK TEKNIK PERAWATAN METODE KANGURU Tim Penyusun Prof. Dr. Djauhariah A. Madjid, SpA K Dr. dr. Ema Alasiry, Sp.A. IBCLC dr. A. Dwi Bahagia Febriani, PhD, SpA(K) CSL SIKLUS HIDUP

Lebih terperinci

*Armi

*Armi PENGARUH PERAWATAN METODE KANGURU DENGAN INKUBATOR TERHADAP BERAT BADAN BAYI BARU LAHIR RENDAH (BBLR) YANG TERPASANG ALAT MEDIS DI RUANG PERINA A DAN NICU RUMAH SAKIT UMUM KABUPATEN TANGERANG 2015 *Armi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lebih dari 20 juta bayi diseluruh dunia (15,5%) dari seluruh kelahiran merupakan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan 95,6% diantaranya merupakan bayi yang dilahirkan

Lebih terperinci

TERAPI PIJAT OKSITOSIN MENINGKATKAN PRODUKSI ASI PADA IBU POST PARTUM. Sarwinanti STIKES Aisyiyah Yogyakarta

TERAPI PIJAT OKSITOSIN MENINGKATKAN PRODUKSI ASI PADA IBU POST PARTUM. Sarwinanti STIKES Aisyiyah Yogyakarta TERAPI PIJAT OKSITOSIN MENINGKATKAN PRODUKSI ASI PADA IBU POST PARTUM Sarwinanti STIKES Aisyiyah Yogyakarta Email: sarwinantisyamsudin@yahoo.com Abstract: The purpose of this study was to know the effect

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kelahiran prematur merupakan masalah kesehatan perinatal yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kelahiran prematur merupakan masalah kesehatan perinatal yang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelahiran prematur merupakan masalah kesehatan perinatal yang penting di seluruh dunia khususnya pada negara berkembang terutama di Afrika dan Asia Selatan serta

Lebih terperinci

Pengaruh Formula dengan Penambahan Bumbu untuk Makanan Rumah Sakit pada Status Gizi dan Kesehatan Pasien LIBER

Pengaruh Formula dengan Penambahan Bumbu untuk Makanan Rumah Sakit pada Status Gizi dan Kesehatan Pasien LIBER Pengaruh Formula dengan Penambahan Bumbu untuk Makanan Rumah Sakit pada Status Gizi dan Kesehatan Pasien LIBER SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Air Susu Ibu Air susu ibu (ASI) adalah makanan pertama alami untuk bayi yang memberikan energi dan nutrisi yang dibutuhkan bayi pada

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN

SATUAN ACARA PENYULUHAN SATUAN ACARA PENYULUHAN PERAWATAN METODE KANGURU DI RUANG NEONATUS RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA Oleh: Kelompok C Program Profesi B13 1. Jehan Eka Prana S 131131174 2. Devi Hairina L 131131175 3. Silvia Risti

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Masa nifas (puerperium), berasal dari bahasa latin, yaitu puer yang artinya bayi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Masa nifas (puerperium), berasal dari bahasa latin, yaitu puer yang artinya bayi 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Nifas Masa nifas (puerperium), berasal dari bahasa latin, yaitu puer yang artinya bayi dan parous yang artinyamelahirkan atau berari masa setelah melahirkan. Masa nifas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian neonatal yaitu sebesar 47,5%. 1 Penyebab kematian neonatal. matur 2,8%, dan kelainan konginetal sebesar 1,4%.

BAB I PENDAHULUAN. kematian neonatal yaitu sebesar 47,5%. 1 Penyebab kematian neonatal. matur 2,8%, dan kelainan konginetal sebesar 1,4%. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Target Sustainable Development Goals salah satunya yaitu menurunkan angka kematian bayi (0-11 bulan) yaitu sebesar 23 per 1000 kelahiran hidup. Berdasarkan laporan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat badan lahir

BAB I PENDAHULUAN. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat badan lahir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat badan lahir kurang dari 2500 gram. Pertumbuhan dan pematangan (maturasi) organ dan alatalat tubuh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. organik yang disekresikan oleh kedua belah kelenjar payudara ibu (Ambarwati.,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. organik yang disekresikan oleh kedua belah kelenjar payudara ibu (Ambarwati., BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASI 1. Defenisi ASI Air susu ibu (ASI) adalah suatu lemak dalam larutan protein, laktose dan garam organik yang disekresikan oleh kedua belah kelenjar payudara ibu (Ambarwati.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Menyusui akan menjamin bayi tetap sehat dan memulai. kehidupannya dengan cara yang paling sehat.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Menyusui akan menjamin bayi tetap sehat dan memulai. kehidupannya dengan cara yang paling sehat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menyusui akan menjamin bayi tetap sehat dan memulai kehidupannya dengan cara yang paling sehat. Menyusui sebenarnya tidak hanya memberikan kesempatan pada bayi untuk

Lebih terperinci

NEONATUS BERESIKO TINGGI

NEONATUS BERESIKO TINGGI NEONATUS BERESIKO TINGGI Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) REFERENSI Abdul Bari Saifuddin, Buku Acuan Nasional Palayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal, Ed. 1, Cet. 3. 2002, Jakarta: YBP-SP (Hal :376-378)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kualitas pelayanan kesehatan sangat berkaitan erat dengan kejadian kematian pada neonatus. Penyebab utama kematian neonatus berhubungan secara intrinsik dengan kesehatan

Lebih terperinci

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PRAKTEK GIZI SERTA TINGKAT KONSUMSI IBU HAMIL DI KELURAHAN KRAMAT JATI DAN KELURAHAN RAGUNAN PROPINSI DKI JAKARTA

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PRAKTEK GIZI SERTA TINGKAT KONSUMSI IBU HAMIL DI KELURAHAN KRAMAT JATI DAN KELURAHAN RAGUNAN PROPINSI DKI JAKARTA PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PRAKTEK GIZI SERTA TINGKAT KONSUMSI IBU HAMIL DI KELURAHAN KRAMAT JATI DAN KELURAHAN RAGUNAN PROPINSI DKI JAKARTA NADIYA MAWADDAH PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

Lebih terperinci

Judul: Resusitasi Bayi Baru Lahir (BBL) Sistem Lain - Lain Semester VI Penyusun: Departemen Ilmu Kesehatan Anak Tingkat Keterampilan: 4A

Judul: Resusitasi Bayi Baru Lahir (BBL) Sistem Lain - Lain Semester VI Penyusun: Departemen Ilmu Kesehatan Anak Tingkat Keterampilan: 4A Judul: Resusitasi Bayi Baru Lahir (BBL) Sistem Lain - Lain Semester VI Penyusun: Departemen Ilmu Kesehatan Anak Tingkat Keterampilan: 4A Deskripsi Umum 1. Setiap Bayi Baru Lahir (BBL) senantiasa mengalami

Lebih terperinci

Secara umum seluruh keluarga contoh termasuk keluarga miskin dengan pengeluaran dibawah Garis Kemiskinan Kota Bogor yaitu Rp. 256.

Secara umum seluruh keluarga contoh termasuk keluarga miskin dengan pengeluaran dibawah Garis Kemiskinan Kota Bogor yaitu Rp. 256. ABSTRACT ERNY ELVIANY SABARUDDIN. Study on Positive Deviance of Stunting Problems among Under five Children from Poor Family in Bogor City. Under direction of IKEU TANZIHA and YAYAT HERYATNO. The objectives

Lebih terperinci

KEBERHASILAN BOUNDING ATTACHMENT. Triani Yuliastanti Akademi Kebidanan Estu Utomo Boyolali

KEBERHASILAN BOUNDING ATTACHMENT. Triani Yuliastanti Akademi Kebidanan Estu Utomo Boyolali KEBERHASILAN BOUNDING ATTACHMENT Triani Yuliastanti Akademi Kebidanan Estu Utomo Boyolali ABSTRAK Ikatan kasih sayang antara ibu dan anak sangatlah penting, tidak adanya ikatan kasih sayang antara ibu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN gram pada waktu lahir (Liewellyn dan Jones, 2001). Gejala klinisnya

BAB I PENDAHULUAN gram pada waktu lahir (Liewellyn dan Jones, 2001). Gejala klinisnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) rentan terhadap masalah kesehatan. BBLR adalah bayi yang memiliki berat badan lahir kurang dari 2500 gram pada waktu lahir

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kontasepsi, asupan nutrisi. Perawatan payudara setelah persalinan (1-2) hari, dan

BAB 1 : PENDAHULUAN. kontasepsi, asupan nutrisi. Perawatan payudara setelah persalinan (1-2) hari, dan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa nifas adalah (puerperium) adalah masa setelah partus selesai dan berakhir setelah kira kira 6 minggu yang berlangsung antara berakhirnya organ-organ reproduksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Susu Ibu (ASI) 2.1.1 Definisi ASI Menurut WHO (2005) dalam Kementerian Kesehatan (2014), ASI eksklusif berarti pemberian ASI saja tanpa makanan atau minuman lain (bahkan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Disusun Oleh: EVI YULIA HANDANINGRUM NIM. J2E009046

SKRIPSI. Disusun Oleh: EVI YULIA HANDANINGRUM NIM. J2E009046 ANALISIS JALUR (PATH ANALYSIS) UNTUK MENGETAHUI HUBUNGAN ANTARA USIA IBU, KADAR HEMOGLOBIN, DAN MASA GESTASI TERHADAP BERAT BAYI LAHIR (Studi Kasus di Rumah Sakit Aisyiyah Kudus) SKRIPSI Disusun Oleh:

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH PENGETAHUAN IBU POST PARTUM TENTANG INISIASI MENYUSU DINI (IMD) Di Ruang Siti Walidah RSU Muhammadiyah Ponorogo

KARYA TULIS ILMIAH PENGETAHUAN IBU POST PARTUM TENTANG INISIASI MENYUSU DINI (IMD) Di Ruang Siti Walidah RSU Muhammadiyah Ponorogo KARYA TULIS ILMIAH PENGETAHUAN IBU POST PARTUM TENTANG INISIASI MENYUSU DINI (IMD) Di Ruang Siti Walidah RSU Muhammadiyah Ponorogo Oleh: MERI AMBARWATI NIM 12612175 PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan kurang dari 37 minggu (antara minggu) atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan kurang dari 37 minggu (antara minggu) atau dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persalinan prematur merupakan persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggu (antara 20-37 minggu) atau dengan berat janin kurang dari 2500 gram.

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK IBU KAITANNYA DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT BADAN LAHIR RENDAH

KARAKTERISTIK IBU KAITANNYA DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT BADAN LAHIR RENDAH KARAKTERISTIK IBU KAITANNYA DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT BADAN LAHIR RENDAH Supiati Kementerian Kesehatan Politeknik Kesehatan Surakarta Jurusan Kebidanan Abstract: Age, Parity, Incidence of LBW. One indicator

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 2, Oktober 2015 ISSN HUBUNGAN INISIASI MENYUSU DINI (IMD) DENGAN WAKTU PENGELUARAN KOLOSTRUM

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 2, Oktober 2015 ISSN HUBUNGAN INISIASI MENYUSU DINI (IMD) DENGAN WAKTU PENGELUARAN KOLOSTRUM PENELITIAN HUBUNGAN INISIASI MENYUSU DINI (IMD) DENGAN WAKTU PENGELUARAN KOLOSTRUM Helmi Yenie* dan Mugiati* *Dosen Jurusan Kebidanan Poltekkes Tanjungkarang Peraturan Pemerintah (PP) No.33/2012 mengenai

Lebih terperinci

ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEJADIAN BAYI BERAT BADAN LAHIR RENDAH DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2016

ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEJADIAN BAYI BERAT BADAN LAHIR RENDAH DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2016 ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEJADIAN BAYI BERAT BADAN LAHIR RENDAH DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2016 Chetrine Andiani, 2016, Pembimbing I : Cindra Paskaria, dr., MKM. Pembimbing II

Lebih terperinci

PENURUNAN KECEMASAN IBU DAN PERBAIKAN STATUS BANGUN-TIDUR BBLR MELALUI PERAWATAN METODE KANGURU

PENURUNAN KECEMASAN IBU DAN PERBAIKAN STATUS BANGUN-TIDUR BBLR MELALUI PERAWATAN METODE KANGURU PENURUNAN KECEMASAN IBU DAN PERBAIKAN STATUS BANGUN-TIDUR BBLR MELALUI PERAWATAN METODE KANGURU Qori Ila Saidah 1,2*, Yeni Rustina 3, Nani Nurhaeni 3 1. Jurusan Keperawatan STIKES Hang Tuah Surabaya, Jawa

Lebih terperinci

2015 GAMBARAN BENDUNGAN ASI BERDASARKAN KARAKTERISTIK PADA IBU NIFAS DENGAN SEKSIO SESAREA DI RUMAH SAKIT UMUM TINGKAT IV SARININGSIH BANDUNG

2015 GAMBARAN BENDUNGAN ASI BERDASARKAN KARAKTERISTIK PADA IBU NIFAS DENGAN SEKSIO SESAREA DI RUMAH SAKIT UMUM TINGKAT IV SARININGSIH BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kejadian seksio sesarea di Indonesia menurut data survey nasional pada tahun 2007 adalah 921.000 dari 4.039.000 persalinan atau sekitar 22,8% dari seluruh persalinan

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan dan Kesehatan, Volume VI, No.3 September 2015

Jurnal Keperawatan dan Kesehatan, Volume VI, No.3 September 2015 ORIGINAL RESEARCH GAMBARAN PENGETAHUAN PERAWAT DALAM PELAKSANAAN PERAWATAN METODE KANGURU (PMK) PADA BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) DI RUANG PERINATOLOGI RSUD SULTAN SYARIF M. AL QADRIE KOTA PONTIANAK

Lebih terperinci

ANALISIS BIAYA KONSUMSI PANGAN, PENGETAHUAN GIZI, SERTA TINGKAT KECUKUPAN GIZI SISWI SMA DI PESANTREN LA TANSA, BANTEN SYIFA PUJIANTI

ANALISIS BIAYA KONSUMSI PANGAN, PENGETAHUAN GIZI, SERTA TINGKAT KECUKUPAN GIZI SISWI SMA DI PESANTREN LA TANSA, BANTEN SYIFA PUJIANTI ANALISIS BIAYA KONSUMSI PANGAN, PENGETAHUAN GIZI, SERTA TINGKAT KECUKUPAN GIZI SISWI SMA DI PESANTREN LA TANSA, BANTEN SYIFA PUJIANTI DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGARUH PERAWATAN BAYI LEKAT TERHADAP PENINGKATAN BERAT BADAN PADA BAYI DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH DI RS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA

PENGARUH PERAWATAN BAYI LEKAT TERHADAP PENINGKATAN BERAT BADAN PADA BAYI DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH DI RS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA PENGARUH PERAWATAN BAYI LEKAT TERHADAP PENINGKATAN BERAT BADAN PADA BAYI DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH DI RS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat

Lebih terperinci

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PRAKTEK PEMBERIAN ASI SERTA STATUS GIZI BAYI USIA 4-12 BULAN DI PERDESAAN DAN PERKOTAAN

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PRAKTEK PEMBERIAN ASI SERTA STATUS GIZI BAYI USIA 4-12 BULAN DI PERDESAAN DAN PERKOTAAN i PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PRAKTEK PEMBERIAN ASI SERTA STATUS GIZI BAYI USIA 4-12 BULAN DI PERDESAAN DAN PERKOTAAN ASRINISA RACHMADEWI DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilahirkan di negara-negara sedang berkembang (Unicef-WHO, 2004). BBLR

BAB I PENDAHULUAN. dilahirkan di negara-negara sedang berkembang (Unicef-WHO, 2004). BBLR 6 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah angka kematian bayi pada suatu negara, akan menggambarkan keadaan kesehatan masyarakat negara itu. Data statistik bisa menampilkan secara jelas tentang banyaknya

Lebih terperinci

ASUHAN BAYI BARU LAHIR DAN NEONATUS

ASUHAN BAYI BARU LAHIR DAN NEONATUS ASUHAN BAYI BARU LAHIR DAN NEONATUS Asuhan segera pada bayi baru lahir Adalah asuhan yang diberikan pada bayi tersebut selama jam pertama setelah persalinan. Aspek-aspek penting yang harus dilakukan pada

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil dari tahu dan pengalaman seseorang dalam melakukan penginderaan terhadap suatu rangsangan tertentu. Pengetahuan atau kognitif

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH. Karakteristik Ibu Hamil yang Melahirkan Bayi Prematur Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Pada Tahun 2012.

KARYA TULIS ILMIAH. Karakteristik Ibu Hamil yang Melahirkan Bayi Prematur Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Pada Tahun 2012. 1 KARYA TULIS ILMIAH Karakteristik Ibu Hamil yang Melahirkan Bayi Prematur Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Pada Tahun 2012 Oleh: GUNAWATHI SUPRAMANIAM 100100384 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK IBU YANG MELAHIRKAN BAYI DENGAN BBLR DAN MENGALAMI KJDK DI RUMAH SAKIT SRI RATU MEDAN TAHUN 2009 SKRIPSI OLEH :

KARAKTERISTIK IBU YANG MELAHIRKAN BAYI DENGAN BBLR DAN MENGALAMI KJDK DI RUMAH SAKIT SRI RATU MEDAN TAHUN 2009 SKRIPSI OLEH : KARAKTERISTIK IBU YANG MELAHIRKAN BAYI DENGAN BBLR DAN MENGALAMI KJDK DI RUMAH SAKIT SRI RATU MEDAN TAHUN 2009 SKRIPSI OLEH : JULI ASTARI PANE NIM : 051000171 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara global angka pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan masih

BAB I PENDAHULUAN. Secara global angka pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan masih 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara global angka pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan masih rendah. Pada tahun 2006, WHO mengeluarkan Standar Pertumbuhan Anak yang kemudian diterapkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pengetahuan (Knowledge) seseorang (overt behavior) (Notoatmodjo : 2003 : 127).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pengetahuan (Knowledge) seseorang (overt behavior) (Notoatmodjo : 2003 : 127). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberian makanan bergizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia. Seseorang dikatakan memiliki gizi baik apabila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berat badannya kurang atau sama dengan 2500 gr disebut low birth weight infant (berat

BAB I PENDAHULUAN. berat badannya kurang atau sama dengan 2500 gr disebut low birth weight infant (berat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (WHO) mengatakan bahwa semua bayi baru baru lahir yang berat badannya kurang atau sama dengan 2500 gr disebut low birth weight infant (berat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Millennium Development Goals (MDGs) 4 menargetkan penurunan angka kematian balita (AKBa) hingga dua per tiganya di tahun 2015. Berdasarkan laporan terdapat penurunan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terbaik dan termurah yang diberikan ibu kepada bayinya, dimana pemberian ASI

BAB 1 PENDAHULUAN. terbaik dan termurah yang diberikan ibu kepada bayinya, dimana pemberian ASI BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sesuatu yang terbaik tidaklah harus mahal, tapi ASI merupakan sesuatu yang terbaik dan termurah yang diberikan ibu kepada bayinya, dimana pemberian ASI merupakan upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Angka kematian bayi di negara ASEAN dan SEARO tahun 2009 berkisar 2

BAB I PENDAHULUAN. Angka kematian bayi di negara ASEAN dan SEARO tahun 2009 berkisar 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kematian bayi di negara ASEAN dan SEARO tahun 2009 berkisar 2 sampai 68 per 1000 kelahiran hidup dimana negara Kamboja dan Myanmar memiliki angka kematian bayi

Lebih terperinci

1. ASUHAN IBU SELAMA MASA NIFAS

1. ASUHAN IBU SELAMA MASA NIFAS 1. ASUHAN IBU SELAMA MASA NIFAS Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, berlangsung kirakira 6 minggu. Anjurkan

Lebih terperinci

PEMBERLAKUAN PEDOMAN PELAYANAN ASI EKSKLUSIF DAN INISIASI MENYUSUI DINI (IMD) DI RUMAH SAKIT BERSALIN (RSB) ASIH DIREKTUR RUMAH SAKIT BERSALIN ASIH,

PEMBERLAKUAN PEDOMAN PELAYANAN ASI EKSKLUSIF DAN INISIASI MENYUSUI DINI (IMD) DI RUMAH SAKIT BERSALIN (RSB) ASIH DIREKTUR RUMAH SAKIT BERSALIN ASIH, PEDOMAN ASI EKSKLUSIF DAN INISIASI MENYUSUI DINI (IMD) RUMAH SAKIT BERSALIN KOTA METRO TAHUN 2014 KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT BERSALIN ASIH NOMOR : TENTANG : PEMBERLAKUAN PEDOMAN PELAYANAN ASI EKSKLUSIF

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPETENSI BIDAN DI DESA DALAM MANAJEMEN KASUS GIZI BURUK ANAK BALITA TERHADAP PEMULIHAN KASUS DI KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2008 ARTIKEL

PENGARUH KOMPETENSI BIDAN DI DESA DALAM MANAJEMEN KASUS GIZI BURUK ANAK BALITA TERHADAP PEMULIHAN KASUS DI KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2008 ARTIKEL PENGARUH KOMPETENSI BIDAN DI DESA DALAM MANAJEMEN KASUS GIZI BURUK ANAK BALITA TERHADAP PEMULIHAN KASUS DI KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2008 ARTIKEL Untuk memenuhi persyaratan mencapai derajat Sarjana S-2

Lebih terperinci

FAKTOR IBU YANG MELATARBELAKANGI KEJADIAN BBLR DI RSUD JOMBANG

FAKTOR IBU YANG MELATARBELAKANGI KEJADIAN BBLR DI RSUD JOMBANG FAKTOR IBU YANG MELATARBELAKANGI KEJADIAN BBLR DI RSUD JOMBANG NIA LAFINIA 1211010072 Subject: Faktor,BBLR, Ibu hamil DESCRIPTION Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) pada saat ini masih banyak di jumpai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia mengalami preeklampsia (Cunningham, 2010). Salah satu penyulit dalam

BAB I PENDAHULUAN. dunia mengalami preeklampsia (Cunningham, 2010). Salah satu penyulit dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Preeklampsia adalah sindroma spesifik kehamilan dengan menurunnya perfusi organ yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah dan aktivasi endotel (Angsar, 2010).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minggu atau berat badan lahir antara gram. Kejadiannya masih

BAB I PENDAHULUAN. minggu atau berat badan lahir antara gram. Kejadiannya masih Lampiran 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prematuritas merupakan persalinan sebelum usia kehamilan 37 minggu atau berat badan lahir antara 500 2499 gram. Kejadiannya masih tinggi dan merupakan penyebab

Lebih terperinci

MANFAAT ASI BAGI BAYI

MANFAAT ASI BAGI BAYI HO4.2 MANFAAT ASI BAGI BAYI ASI: Menyelamatkan kehidupan bayi. Makanan terlengkap untuk bayi, terdiri dari proporsi yang seimbang dan cukup kuantitas semua zat gizi yang diperlukan untuk kehidupan 6 bulan

Lebih terperinci

GAMBARAN STATUS GIZI IBU HAMIL PADA KEJADIAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR) DI RSUD WONOSARI TAHUN 2014

GAMBARAN STATUS GIZI IBU HAMIL PADA KEJADIAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR) DI RSUD WONOSARI TAHUN 2014 142 Media Ilmu Kesehatan Vol. 4, No. 3, Desember 2015 GAMBARAN STATUS GIZI IBU HAMIL PADA KEJADIAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR) DI RSUD WONOSARI TAHUN 2014 1 Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta Choirul

Lebih terperinci

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA HUBUNGAN TEKNIK MENYUSUI DAN PIJAT BAYI DENGAN PENINGKATAN BERAT BADAN PADA BAYI TESIS Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan mencapai Derajat Megister Kesehatan Program Studi Magister Kedokteran Keluarga

Lebih terperinci

SURAT PERNYATAAN KASEDIAAN MENJADI RESPONDEN. Maka saya mengharapkan kesediaan ibu menjadi responden dalam penelitian ini

SURAT PERNYATAAN KASEDIAAN MENJADI RESPONDEN. Maka saya mengharapkan kesediaan ibu menjadi responden dalam penelitian ini SURAT PERNYATAAN KASEDIAAN MENJADI RESPONDEN Sehubungan dengan skripsi yang akan saya buat dengan judul tersebut diatas, merupakan salah satu syarat kelulusan dari Keperawatan Sumatera Utara. Maka saya

Lebih terperinci

JURNAL ILMU KESEHATAN MASYARAKAT PEMANTAUAN PERTUMBUHAN BALITA DI POSYANDU

JURNAL ILMU KESEHATAN MASYARAKAT PEMANTAUAN PERTUMBUHAN BALITA DI POSYANDU JURNAL ILMU KESEHATAN MASYARAKAT VOLUME 3 Nomor 03 November 2012 Tinjauan Pustaka PEMANTAUAN PERTUMBUHAN BALITA DI POSYANDU MONITORING THE GROWTH OF INFANTS IN POSYANDU Fatmalina Febry Fakultas Kesehatan

Lebih terperinci

ABSTRAK PENGARUH PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU PASCA MELAHIRKAN TERHADAP PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU DINI DI RSUD UJUNGBERUNG BANDUNG

ABSTRAK PENGARUH PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU PASCA MELAHIRKAN TERHADAP PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU DINI DI RSUD UJUNGBERUNG BANDUNG ABSTRAK PENGARUH PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU PASCA MELAHIRKAN TERHADAP PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU DINI DI RSUD UJUNGBERUNG BANDUNG Hanna Enita, 2013 Pembimbing I : Dr. dr. Felix Kasim, M.Kes Pembimbing

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Inisiasi Menyusui Dini 1. Pengertian Inisiasi menyusui dini (early initation) atau permulaan menyusu dini adalah bayi mulai menyusu sendiri setelah lahir. Cara bayi melakukan

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU BERSALIN DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. SOEDIRAN WONOGIRI SKRIPSI

HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU BERSALIN DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. SOEDIRAN WONOGIRI SKRIPSI HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU BERSALIN DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. SOEDIRAN WONOGIRI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S1

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan satu-satunya yang paling sempurna

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan satu-satunya yang paling sempurna BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan satu-satunya yang paling sempurna untuk menjamin tumbuh kembang bayi pada enam bulan pertama. Selain itu, dalam proses menyusui yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dini adalah bayi mulai menyusu sendiri segera setelah lahir. Sebenarnya bayi manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dini adalah bayi mulai menyusu sendiri segera setelah lahir. Sebenarnya bayi manusia 18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Inisiasi Menyusu Dini 1. Definisi Inisiasi Menyusu Dini Inisiasi menyusu dini (early initiation/ the best crawl) atau permulaan menyusu dini adalah bayi mulai menyusu sendiri

Lebih terperinci

PERAWATAN NEONATAL ESENSIAL PADA SAAT LAHIR

PERAWATAN NEONATAL ESENSIAL PADA SAAT LAHIR PERAWATAN NEONATAL ESENSIAL PADA SAAT LAHIR 1. Penilaian Awal Untuk semua bayi baru lahir (BBL), dilakukan penilaian awal dengan menjawab 4 pertanyaan: Sebelum bayi lahir: Apakah kehamilan cukup bulan?

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada ibu primipara. Masalah-masalah menyusui yang sering terjadi adalah puting

BAB 1 PENDAHULUAN. pada ibu primipara. Masalah-masalah menyusui yang sering terjadi adalah puting BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah-masalah yang sering terjadi pada menyusui, terutama terdapat pada ibu primipara. Masalah-masalah menyusui yang sering terjadi adalah puting susu lecet, payudara

Lebih terperinci

ABSTRAK. Pembimbing II : Meilinah Hidayat, Dr., dr., M.Kes.

ABSTRAK. Pembimbing II : Meilinah Hidayat, Dr., dr., M.Kes. ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU IBU HAMIL TRIMESTER III TERHADAP METODE INISIASI MENYUSU DINI DI RUMAH SAKIT KHUSUS IBU DAN ANAK KOTA BANDUNG 2011 Siuliyanty, 2011 Pembimbing I : Dani,

Lebih terperinci

GAMBARAN PERAWATAN METODE KANGGURU PADA BAYI BERAT LAHIR RENDAH DI KELURAHAN LILIBA TAHUN Ni Luh Made Diah Putri A.

GAMBARAN PERAWATAN METODE KANGGURU PADA BAYI BERAT LAHIR RENDAH DI KELURAHAN LILIBA TAHUN Ni Luh Made Diah Putri A. 1 GAMBARAN PERAWATAN METODE KANGGURU PADA BAYI BERAT LAHIR RENDAH DI KELURAHAN LILIBA TAHUN 2010 Ni Luh Made Diah Putri A. madediahputri@yahoo.com ABSTRAK Low birth weight (LBW) is one of the contributors

Lebih terperinci

HUBUNGAN PIJAT OKSITOSIN TERHADAP KELANCARAN PRODUKSI ASI IBU POST PARTUM

HUBUNGAN PIJAT OKSITOSIN TERHADAP KELANCARAN PRODUKSI ASI IBU POST PARTUM HUBUNGAN PIJAT OKSITOSIN TERHADAP KELANCARAN PRODUKSI ASI IBU POST PARTUM Tuti Meihartati STIKES Darul Azhar Batulicin Email : riestie_fun@yahoo.co.id Abstract: The purpose of this study was to determine

Lebih terperinci

HUBUNGAN POLA KONSUMSI MAKANAN DENGAN STATUS GIZI SISWA SMA SANTO THOMAS 1 MEDAN. Oleh : SERGIO PRATAMA

HUBUNGAN POLA KONSUMSI MAKANAN DENGAN STATUS GIZI SISWA SMA SANTO THOMAS 1 MEDAN. Oleh : SERGIO PRATAMA HUBUNGAN POLA KONSUMSI MAKANAN DENGAN STATUS GIZI SISWA SMA SANTO THOMAS 1 MEDAN Oleh : SERGIO PRATAMA 120100202 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015 HUBUNGAN POLA KONSUMSI MAKANAN

Lebih terperinci

SKRIPSI. Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Syarat. Memperoleh Ijazah S1 Gizi. Disusun Oleh : RATNA MALITASARI J PROGRAM STUDI S1 GIZI

SKRIPSI. Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Syarat. Memperoleh Ijazah S1 Gizi. Disusun Oleh : RATNA MALITASARI J PROGRAM STUDI S1 GIZI HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG INISIASI MENYUSU DINI DAN STATUS PEKERJAAN IBU DENGAN STATUS PEMBERIAN ASI DI KECAMATAN JATIPURO KABUPATEN KARANGANYAR SKRIPSI Disusun Guna Memenuhi Salah Satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan terhadap kesehatan bayi baru lahir tidak dapat dipisahkan dengan pelayanan terhadap ibu hamil, pelayanan persalinan serta pelayanan kesehatan bayi tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berat bayi lahir rendah (BBLR) didefinisikan oleh World Health

BAB I PENDAHULUAN. Berat bayi lahir rendah (BBLR) didefinisikan oleh World Health BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berat bayi lahir rendah (BBLR) didefinisikan oleh World Health Organization (WHO) sebagai berat saat lahir kurang dari 2500 gram. 1 Berdasarkan data dari WHO dan United

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kematian bayi (AKB) pada lebih dari satu dasawarsa mengalami penurunan sangat lambat dan cenderung stagnan di beberapa negara sedang berkembang, oleh karena jumlah

Lebih terperinci

PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU DINI DENGAN KEBERHASILAN MENYUSUI BAYI DI BPM APRI OGAN ILIR

PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU DINI DENGAN KEBERHASILAN MENYUSUI BAYI DI BPM APRI OGAN ILIR PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU DINI DENGAN KEBERHASILAN MENYUSUI BAYI DI BPM APRI OGAN ILIR Asnilawati Program Studi Ilmu Keperawatan STIK Bina Husada Palembang Email : Asnilawati86@gmail.com Abstrak Inisiasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Inisiasi Menyusu Dini (IMD) Inisiasi Menyusu Dini (IMD) atau permulaan menyusui dini adalah bayi mulai menyusui sendiri segera setelah lahir (Roesli, 2008). Inisiasi

Lebih terperinci

KONSUMSI PANGAN, PENGETAHUAN GIZI, AKTIVITAS FISIK DAN STATUS GIZI PADA REMAJA DI KOTA SUNGAI PENUH KABUPATEN KERINCI PROPINSI JAMBI

KONSUMSI PANGAN, PENGETAHUAN GIZI, AKTIVITAS FISIK DAN STATUS GIZI PADA REMAJA DI KOTA SUNGAI PENUH KABUPATEN KERINCI PROPINSI JAMBI 1 KONSUMSI PANGAN, PENGETAHUAN GIZI, AKTIVITAS FISIK DAN STATUS GIZI PADA REMAJA DI KOTA SUNGAI PENUH KABUPATEN KERINCI PROPINSI JAMBI Oleh: FRISKA AMELIA PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

Lebih terperinci

BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Telaah Pustaka Usia ibu

BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Telaah Pustaka Usia ibu BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Telaah Pustaka 2.1.1 Usia ibu Menurut Wiknjosastro (2005) usia wanita dapat dibagi menjadi 4 bagian 1. Bayi wanita 2. Masa kanak-kanak 3. Masa pubertas Pubertas merupakan masa

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keywords : high calcium milk, adolescent boys, blood calcium concentration, bone density.

ABSTRACT. Keywords : high calcium milk, adolescent boys, blood calcium concentration, bone density. ABSTRACT SURYONO. The Effects of High Calcium Milk Consumption on Blood Calcium Concentration and Bone Density of Adolescents Boys. Under supervision of ALI KHOMSAN, DRAJAT MARTIANTO, BUDI SETIAWAN, and

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU MULTIPARA TERHADAP METODE INISIASI MENYUSUI DINI DI RSKIA X KOTA BANDUNG

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU MULTIPARA TERHADAP METODE INISIASI MENYUSUI DINI DI RSKIA X KOTA BANDUNG ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU MULTIPARA TERHADAP METODE INISIASI MENYUSUI DINI DI RSKIA X KOTA BANDUNG Fujiyanto, 2012 Pembimbing I : Dani, dr., M.Kes Pembimbing II : Wenny Waty, dr.,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, penginderaan terjadi melalui

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, penginderaan terjadi melalui BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Pengertian pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, penginderaan

Lebih terperinci

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN STATUS GIZI PADA BAYI USIA 4-6 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NGORESAN KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN STATUS GIZI PADA BAYI USIA 4-6 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NGORESAN KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN STATUS GIZI PADA BAYI USIA 4-6 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NGORESAN KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan

Lebih terperinci

Relationships between Parity and Age of Pregnant Women with Infant Birth Weight in Puskesmas Kota Karang Bandar Lampung in 2012

Relationships between Parity and Age of Pregnant Women with Infant Birth Weight in Puskesmas Kota Karang Bandar Lampung in 2012 Relationships between Parity and Age of Pregnant Women with Infant Birth Weight in Puskesmas Kota Karang Bandar Lampung in 2012 Tirta A, Dewiarti AN, Wahyuni A Medical Faculty of Lampung University Abstract

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI IBU HAMIL DAN BBLR DI RSUD SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI IBU HAMIL DAN BBLR DI RSUD SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI IBU HAMIL DAN BBLR DI RSUD SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan Disusun Oleh : FEBRI MARYANI

Lebih terperinci

HUBUNGAN USIA, PARITAS DAN PEKERJAAN IBU HAMIL DENGAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH

HUBUNGAN USIA, PARITAS DAN PEKERJAAN IBU HAMIL DENGAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH HUBUNGAN USIA, PARITAS DAN PEKERJAAN IBU HAMIL DENGAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH Liza Salawati Abstrak. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas dan disabilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bayi berat lahir rendah (BBLR), dan infeksi (Depkes RI, 2011). mampu menurunkan angka kematian anak (Depkes RI, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. bayi berat lahir rendah (BBLR), dan infeksi (Depkes RI, 2011). mampu menurunkan angka kematian anak (Depkes RI, 2011). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indikator pertama dalam menentukan derajat kesehatan adalah angka kematian bayi (AKB) karena dapat mencerminkan status kesehatan masyarakat. Sebagian besar penyebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. The World Health Report Tahun 2005 dilaporkan Angka Kematian Bayi Baru

BAB I PENDAHULUAN. The World Health Report Tahun 2005 dilaporkan Angka Kematian Bayi Baru BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Visi Indonesia Sehat 2015 adalah masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh FENNY NIM

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh FENNY NIM PERBEDAAN PENAMBAHAN BERAT BADAN BAYI DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH ANTARA METODE KANGGOROE DAN INKUBATOR DI RUMAH SAKIT BETHESDA LEMPUYANGWANGI TAHUN 2012 NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh FENNY NIM 201110104196

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan dan proses kelahiran. Pengertian lainnya yaitu masa nifas yang biasa

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan dan proses kelahiran. Pengertian lainnya yaitu masa nifas yang biasa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masa nifas (postpartum) merupakan masa pemulihan dari sembilan bulan kehamilan dan proses kelahiran. Pengertian lainnya yaitu masa nifas yang biasa disebut masa puerperineum

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pencapaian target Millenium Development Goals (MDGs) Di negara

BAB 1 PENDAHULUAN. pencapaian target Millenium Development Goals (MDGs) Di negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu indikator penting dalam pencapaian target Millenium Development Goals (MDGs) 2015. Di negara berkembang, saat melahirkan

Lebih terperinci

Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi Manado **Politeknik Kesehatan Kemenkes Manado

Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi Manado **Politeknik Kesehatan Kemenkes Manado HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU,FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN, DUKUNGAN KELUARGA DAN DUKUNGAN PETUGAS DENGAN PEMBERIAN ASI EKSLUSIF 6 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PANGOLOMBIAN KECAMATAN TOMOHON SELATAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU DENGAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) PADA BAYI DI PUSKESMAS BITUNG BARAT KOTA BITUNG.

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU DENGAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) PADA BAYI DI PUSKESMAS BITUNG BARAT KOTA BITUNG. 50 GIZIDO Volume 5 No. 1 Mei 013 Hubungan Pengetahuan Ibu Els Ivi Kulas HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU DENGAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) PADA BAYI DI PUSKESMAS BITUNG BARAT KOTA BITUNG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asuhan kebidanan komprehensif adalah suatu pemeriksaan yang. dilakukan secara lengkap dengan adanya pemeriksaan sederhana dan

BAB I PENDAHULUAN. Asuhan kebidanan komprehensif adalah suatu pemeriksaan yang. dilakukan secara lengkap dengan adanya pemeriksaan sederhana dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asuhan kebidanan komprehensif adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara lengkap dengan adanya pemeriksaan sederhana dan konseling asuhan kebidanan yang mencakup

Lebih terperinci

JUMAKiA Vol 3. No 1 Agustus 2106 ISSN

JUMAKiA Vol 3. No 1 Agustus 2106 ISSN HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN TUMBUH KEMBANG BALITA USIA 3-5 TAHUN DI TK PERMATA HATI TAHUN 2015 Sun Aidah Andin Ajeng Rahmawati Dosen Program Studi DIII Kebidanan STIKes Insan Cendekia Husada Bojonegoro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di seluruh dunia lebih dari 20 juta setiap tahunnya dilahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR). Di negara berkembang kejadian BBLR 16,5%, 2 kali lebih tinggi dibandingkan

Lebih terperinci

PIJAT OKSITOSIN UNTUK MEMPERCEPAT PENGELUARAN ASI PADA IBU PASCA SALIN NORMAL DI DUSUN SONO DESA KETANEN KECAMATAN PANCENG GRESIK.

PIJAT OKSITOSIN UNTUK MEMPERCEPAT PENGELUARAN ASI PADA IBU PASCA SALIN NORMAL DI DUSUN SONO DESA KETANEN KECAMATAN PANCENG GRESIK. PIJAT OKSITOSIN UNTUK MEMPERCEPAT PENGELUARAN ASI PADA IBU PASCA SALIN NORMAL DI DUSUN SONO DESA KETANEN KECAMATAN PANCENG GRESIK Faizatul Ummah ABSTRAK Tidak keluarnya ASI pada hari-hari pertama setelah

Lebih terperinci

CHMK NURSING SCIENTIFIC JOURNAL Volume 1. No 1 APRIL 2017

CHMK NURSING SCIENTIFIC JOURNAL Volume 1. No 1 APRIL 2017 Volume. No APRIL 0 PENGETAHUAN IBU TENTANG PENGGUNAAN KMS BERHUBUNGAN DENGAN PERTUMBUHAN ANAK 6- BULAN a Asweros U. Zogaraa Program Studi Gizi, Poltekkes Kemenkes Kupang, 85000 *Email : eroz.zogara@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang menjadi dambaan setiap

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang menjadi dambaan setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang menjadi dambaan setiap pasangan suami istri. Dari setiap kehamilan yang diharapkan adalah lahirnya bayi yang sehat

Lebih terperinci