BAB IV ANALISIS TERHADAP PEMIKIRAN DEMOKRASI ABDURRAHMAN WAHID. konteks membangun demokrasi di Indonesia. Gagasan ini menjadi gagasan
|
|
- Liani Makmur
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB IV ANALISIS TERHADAP PEMIKIRAN DEMOKRASI ABDURRAHMAN WAHID A. Islam dan Proses Demokrasi Salah satu persoalan besar yang menjadi perhatian utama Abdurrahman Wahid adalah bagaimana relasi agama dan negara dalam konteks membangun demokrasi di Indonesia. Gagasan ini menjadi gagasan makro Abdurrahman Wahid tatkala menjelaskan perihal hubungan tersebut dalam konteks ke-indonesia-an. Pola relasi yang hendak dijelaskanya tidaklah berdasar pada perspektif teologi keagamaan an sich, melainkan juga atas konstruksi fakta yang berkembang dalam masyarakat. Kontekstualisasi pemikiran keagamaan bagi Abdurrahman Wahid digunakan untuk menterjemahkan ajaran agama ke dalam relitas-realitas. Paradigma tersebut merupakan bukti kejelasan dari keseluruhan arus utama pemikiranya. Itulah sebabnya Abdurrahman Wahid kemudian secara tegas dan siap memperlihatkan perhatianya yang tinggi terhadap perubahan sosial dan persoalan-persoalan hak asasi manusia dan demokrasi. Penerimaan tersebut didasarkan atas kuatnya pendirian Abdurrahman Wahid bahwa mendahulukan kemaslahatan atau kebutuhan aktual masyarakat lebih penting daripada mengejar proyek idealisasi semata. 1 1 Listiyono Santoso, Teologi Politik Gus Dur (Jogjakarta:Ar-Ruzz Jogjakarta,2004), hlm
2 42 Penerimaaan konsep demokrasi adalah pilihan logis yang bagi Abdurrahman Wahid dianggapnya sebagai salah satu dimensi dalam ajaran Islam. Menurut Abdurrahman Wahid ada beberapa alasan mengapa Islam disebut sebagai agama demokrasi : 2 Pertama, Islam adalah agama hukum, artinya agama Islam berlaku bagi semua orang tanpa pandang bulu, dari pemegang jabatan tertinggi hingga rakyat jelata dikenakan hukum yang sama. Kedua, Islam memiliki asas permusyawaratan. Amruhum syuura bainahum, artinya perkara-perkara mereka dibicarakan di antara mereka. Dengan demikian terdapat tradisi membahas dan tradisi bersama-sama mengajukan pemikiran secara bebas dan terbuka yang diakhiri dengan kesepakatan. Ketiga, Islam selalu berpandangan memperbaiki kehidupan. Kehidupan umat manusia itu tarafnya tidak boleh tetap, harus ada peningkatan agar bisa menghadapi kehidupan selanjutnya. Bagi Abdurrahman Wahid, tradisi semacam ini jelas menganut prinsip demokrasi, karena demokrasi pada dasarnya adalah upaya-upaya untuk memperbaiki kehidupan. Agama dalam perspektif yang demikian merupakan sumber nilai bagi penegakan demokrasi. Artinya, demokrasi adalah implementasi dari ajaran agama, tanpa harus menyebutkan formulasinya dalam formulasi agama. Meminjam terminologi Kuntowijoyo bahwa demokrasi adalah obyektivitas ajaran agama. Dalam kaitan ini ditemukan bentuk-bentuk keterkaitanya. 2 Abdurrahman Wahid, Islam, Negara dan demokrasi : Himpunan percikan perenungan Gus Dur (Jakarta: Erlangga, 1999) hlm
3 43 Misalnya, menurut Abdurrahman Wahid, prinsip penegakkan keadilan sebagai upaya mengembangkan demokrasi. Demokrasi hanya dapat ditegakkan ketika keadilan dijalankan oleh siapapun. Artinya, siapapun yang berkuasa dan bentuk negara apapun selama menegakkan keadilan dengan sendirinya bermakna sebagai penegakan demokrasi. 3 Jika dikaitkan dengan keadilan, demokrasi hanya dapat tegak dengan keadilan. Kalau Islam menopang demokrasi, maka Islam juga harus menopang keadilan. Sebagaimana difirmankan Allah, Wahai orang-orang yang beriman, hendaknya kalian menegaknya keadilan. Perintah ini sangat jelas, yakni perlunya ditegakkan keadilan salam segala bentuk, baik keadilan hukum maupun keadilan sosial. Keadilan sosial ini sangat penting karena salah satu patokan Islam adalah kaidah fiqih: Langkah dan kebijaksanaan para pemimpin mengenai rakyat yang mereka pimpin haruslah terkait sepenuhnya dengan kesejahteraan rakyat yang mereka pimpin itu. Karena orientasinya adalah kesejahteraan, maka keadilan sangat dipentingkan. Orientasi kesejahteraan inilah yang membuktikan demokratis atau tidaknya kehidupan suatu masyarakat. 4 Penegakan demokrasi tidak bisa dilepaskan dari semangat untuk mengedepankan nilai kebenaran di dalamnya. Prinsip ini menjadi semacam 3 Listiyono Santoso, Teologi Politik Gus Dur (Jogjakarta:Ar-Ruzz Jogjakarta,2004), hlm Abdurrahman Wahid, Islam, Negara dan demokrasi : Himpunan percikan perenungan Gus Dur (Jakarta: Erlangga, 1999) hlm. 89
4 44 moralitas yang harus dijalankan oleh pejuang-pejuang demokrasi. Semangat mengedepankan kebenaran tidaklah harus bersandarkan pada ajaran keagamaan tertentu, melainkan lebih pada aspek kebenaran itu sendiri secara obyektif. Perspektif inilah yang kemudian mengantarkan Abdurrahman Wahid lebih memilih mendirikan dan bergabung dalam Forum Demokrasi, daripada menyalurkan segenap potensi perjuangan ke dalam ICMI. Forum Demokrasi diyakininya sebagai gerakan sosial yang mencoba membantu menegakkan dan memperjuangkan demokrasi tanpa harus dibatasi oleh sekat-sekat agama. Fenomena ini seolah meberikan suatu gambaran bahwa Abdurrahman Wahid melepaskan agama dalam gerakan sosial dan pemikiranya. Padahal perspektif demokrasi tanpa dipengaruhi oleh sekat-sekat agama tersebut bagi Abdurrahman Wahid adalah bagian dari upaya mencari bentuk kenegaraan yang pasti akan memberikan tempat kepada agama, tetapi tidak dengan jalan mematikan yang lain. Selama ini, ada kecenderungan untuk melihat prospek demokrasi di Indonesia hanya sebatas pada seberapa besar jumlah keterwakilan suatu agama dalam lembaga kekuasaan. Demokrasi seolah-olah selalu berhubungan dengan upaya meraih kekuasaan, padahal kekuasaan hanya bagian kecil dari upaya penegakan demokrasi. 5 Agama dalam perspektif yang demikian merupakan sumber nilai bagi penegakan demokrasi. Artinya, demokrasi adalah implementasi dari ajaran agama, tanpa harus menyebutkan formulasinya dalam formulasi agama. 5 Listiyono Santoso, Teologi Politik Gus Dur (Jogjakarta:Ar-Ruzz Jogjakarta,2004), hlm
5 45 Meminjam terminologi Kuntowijoyo bahwa demokrasi adalah obyektivitas ajaran agama Menurut Abdurrahman Wahid, salah satu sebab yang menghambat kiprah demokratisasi di kalangan lembaga dan kelompok keagamaan adalah perbedaan hakikat nilai-nilai dasar yang dianut keduanya. Sebuah agama senantiasa bertitik tolak dari pandangan normative yang diajarkan oleh Kitab suci-nya. Pola pikir ini pada akhirnya menghambat bahwa hanya ada satu jenis kebenaran yang dapat diterima sebuah agama, yaitu kebenaran ajaranya sendiri. Mengubah makna teologis tersebut akan dianggap sebagai perubahan terhadap sesuatu yang dianggap mutlak atau abadi. Sedangkan dalam demokrasi, justru membuka peluang seluas-luasnya bagi perubahan nilai oleh masyarakat. Peluang tersebut dirasakan dapat mengancam keabadian nilainilai keragaman. Dalam konteks ini, agama dan demokratisasi seolah harus menempatkan diri sebagai dua hal yang bertolak belakang. Misalnya, kasus perpindahan agama yang dalam hukum Islam berarti penolakkan (riddah) kepada kebenaran konsep Allah sebagai Zat Yang Mahabesar (konsep tauhid), karenanya tidak dapat dibenarkan dan pelakunya diancam hukuman mati. Sementara dalam demokrasi keyakinan akan kebenaran merupakan hak individu warga masyarakat, dan demikian harus ditegakkan dengan konsekuensi adanya hak bagi warga Negara untuk berpindah agama. 6 Demokrasi memberikan berbagai pilihan rasional yang harus diterima oleh masyarakat tanpa dominasi dan tanpa paksaan maupun rekayasa dari 6 Listiyono Santoso, Teologi Politik Gus Dur (Jogjakarta:Ar-Ruzz Jogjakarta,2004), hlm.214
6 46 pihak manapun. Perbedaan agama seharusnya tidak menjadialasan bagi upaya serius memperjuangkan demokratisasi. Berdasarkan keyakinan yang demikian, Abdurraham Wahid mencoba mengajukan suatu tesis menarik perihal bagaimana seharusnya agama memebrikan kontribusi terhadap kehidupan demokrasi. Untuk dapat melakukan transformasi intern itu, agama harus merumuskan kembali pandangan-pandangannya mengenai martabat manusia, kesejajaran kedudukan semua manusia di muka undang-undang dan solidaritas hakiki antara semua umat manusia. Melalui upaya ini, tiap agama dapat berintegrasi dengan keyakinan-keyakinan lain dalam bentuk pencapaian sejumlah nilai-nilai dasar universal yang akan menundukkan hubungan antaragama pada sebuah tataran baru. Tataran baru itu adalah tahap pelayanan agama kepada warga masyarakat tanpa pandang bulu dalam bentuknya yang konkret, seperti penanggulangan kemiskinan, penegakkan kedaulatan hukum dan kebebasan menyatakan pendapat. Apabila sebuah agama telah memasuki tataran baru itu, barulah ia berfungsi melakukan pembebasan. 7 Jelaslah bagi Abdurrahman Wahid bahwa yang menjadi problem penegakan demokratisasi dalam masyarakat ketika berhadapan dengan agama adalah adanya tafsir keagamaan yang cenderung memandang secara hitam 7 Abdurrahman Wahid, Islam, Negara dan demokrasi : Himpunan percikan perenungan Gus Dur (Jakarta: Erlangga, 1999) hlm.167
7 47 putih. Agama baru dapat memberikan sumbangan bagi proses demokratisasi manakala ia berwatak membebaskan. Asumsinya adalah bahwa agama sesungguhnya berwatak demokratis, tetapi watak tersebut seringkali direduksi oleh umatnya melalui berbagai bentuk tafsiran yang tidak membebaskan. Atas dasar ini Abdurrahman Wahid lebih memilih jalur perjuangan kultural dengan suatu paradigma berangkat dari agama untuk memecahkan masalah-masalah bangsa. Paradigma ini merupakan bentuk yang berbeda dengan yang selama beberapa dekade ini berkembang di kalangan gerakan Islam yang lebih memilih berangkat dengan agama untuk memecahkan masalah-masalah bangsa. Paradigma pertama merupakan strategi perjuangan umat yang berkeinginan untuk menampilkan agama tidak secara eksklusif. Perjuangan yang merupakan bagian dari perjuangan demokratisasi, sehingga umat tidak perlu menampilkan warna keagamaanya, melainkan mengintegrasikan kegiatanya dalam kegiatan bangsa secara keseluruhan. Sedang paradigma kedua lebih menekankan pada suatu tujuan gerakan yang bersifat eksklusif. Paradigma ini ingin mewujudkan ajaran agama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui perantara negara (state). 8 Harapan bagi tegaknya dmokratisasi seperti ini menunjukkan bahwa Abdurrahman Wahid tidak berupaya meminggirkan nilai-nilai agama melainkan hanya memberikan suatu kontribusi tentang pentingnya menegakan demokrasi tanpa harus mengikatkan diri pada formalisasi agama. Tanpa 8 Listiyono Santoso, Teologi Politik Gus Dur (Jogjakarta:Ar-Ruzz Jogjakarta,2004), hlm.217
8 48 formalisasi agama pun demokratisasi sesunggunya merupakan bagian integral dari nilai-nilai agama. B. Pluralisme dan Proses Demokrasi. Ada hal lain yang menjadi perhatian Abdurrahman Wahid kaitanya dengan gagasan demokratisasinya, yaitu aspek pluralisme. Dan penekanan aspek inilah yang secara langsung atau tidak sering berbenturan dengan gerakan yang lebih mengutamakan formalisasi ajaran Islam. Demokrasi yang diinginkan oleh Abdurrahman Wahid adalah demokrasi yang beroperasi dalam kenyataan kemajemukan (pluralitas) masyarakat. Demokrasi dan mekanismenya tidak akan bisa dan memang tidak perlu untuk melenyapkan perbedaan yang ada. Adanya berbagai macam golongan dan kelompok; besar dan kecil yang berbeda-beda dan bahkan bertentangan, yang berdasarkan suku, ras, agama, keyakinan, kelompok kepentingan serta pengelompokkan dengan dasar lainya berhak untuk dipertimbangkan aspirasinya dalam mengambil keputusan politik. 9 Dalam dunia modern, menurutnya demokratisasilah yang dapat mempersatukan beragam arah kecenderungan kekuatan-kekuatan bangsa. Demokrasi dapat mengubah ketercerai-beraian arah masing-masing kelompok untuk bersama-sama menuju arah kedewasaan, kemajuan dan integrasi 9 Al-Zostrow Ngatawi, Gus Dur Siapa sih sampeyan: Tafsir teoritik atas tindakan dan pernyataan Gus Dur, (Jakarta: Erlangga,1999), hal.255
9 49 bangsa. 10 Demokrasi menjadi sedemikian penting dalam sebuah negara yang pluralistik karena ternyata perikehidupan kebangsaan yang utuh hanya bisa tercapai dan tumbuh dalam suasana demokratis.. Dalam pandangan Abdurrahman Wahid, tegaknya pluralisme masyarakat bukan hanya terletak pada pola hidup berdampingan secara damai, karena hal demikian masih sangat rentan terhadap munculnya kesalahpahaman antar kelompok masyarakat yang pada saat tertentu bisa menimbukan disintegrasi. Lebih dari itu, penghargaan pluralisme berarti adanya kesadaran saling mengenal dan berdialog secara tulus sehingga kelompok yang satu dengan yang lain saling memberi (take and give) karena salah satu substansi demokrasi adalah kebebasan untuk saling memberi dan menerima. 11 Kondisi yang harus ada bagi proses demokratisasi yang memungkinkan tegaknya pluralisme ini, menurut Abdurrahman Wahid adalah sebuah negara hukum yang menegakkan supermasi hukum dan dipenuhinya persyaratan the rule of law. 12 Supermasi hukum ini bisa ditegakkan jika ada unsur yang berfungsi secara efektif, yaitu konstitusi, peradilan bebas dan hak uji peraturan perundang-undangan. Hukum atau konstitusi dalam sebuah negara demokrasi adalah buatan manusia yang direspresentasikan dalam lembaga perwakilan rakyat. Dalam hal demikian proses pengambilan keputusan hukum harus didasarkan pada mekanisme demokratis. 10 Arief Affandi, Islam demokrasi atas bawah: Polemik strategi perjuangan Umat model Gus Dur dan Amien Rais, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), hlm Arief Affandi, Islam demokrasi atas bawah: Polemik strategi perjuangan Umat model Gus Dur dan Amien Rais, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), hlm Abdurrahman Wahid, Sekali Lagi Tentang Forum Demokrasi dalam: Mengurai Hubungan Agama dan Negara, (Jakarta: Grassindo, 1999),hlm. 219
10 50 Demokrasi juga menuntut adanya kesanggupan untuk melihat masyarakat secara keseluruhan (utuh) tanpa harus dipertentangkan baik dari sisi suku, ras, budaya, bahasa dan terlebih dalam hal agama. Bahwa perbedaan ideologi, ras, tingkat pendapatan ekonomi, agama, tidak berarti masyarakat berbeda dalam prinsipnya, melainkan hanya pada penampilan fisik dan kepentingan. Pendapat ini semakin membuktikan konsep demokrasi yang hendak dibangun. Bahwa demokrasi adalah diciptakan, bukan dilahirkan sebagai konsekuensi logis atas penerimaan berbagai bentuk perbedaan yang bersemayam dalam masyarakat. Demokrasi harus ditegakkan dan diciptakan tanpa diskriminasi atau tanpa melibatkan unsur-unsur yang memang sejak awal diciptakan berbeda. Pemahaman seperti ini adalah implikasi logis dari keinginan Abdurrahman Wahid yang lebih memandang aspek kontekstualitas dari realitas berbangsa dan bernegara. Pada konteks ini, menjadi jelas bahwa demokrasi yang sesungguhnya sedang diperjuangkan Abdurrahman Wahid adalah demokrasi (Pancasila). Demokrasi juga mengharuskan orang untuk menghargai perbedaan tersebut dan kemudian memformulasikanya demi kepentingan bersama. Dengan demikian, demokrasi merupakan antitesis terhadap keinginan sekelompok orang yang memaksakan keyakinanya kepada orang lain Listiyono Santoso, Teologi Politik Gus Dur (Jogjakarta:Ar-Ruzz Jogjakarta,2004), hlm
11 51 Abdurrahman Wahid sangat menginginkan dijunjung tingginya tiga nilai dasar dalam membangun masyarakat, yaitu, keadilan, persamaan dan demokrasi. Upaya menjunjung tinggi nilai dasar tersebut adalah meninggalkan formalisasi agama di tengah-tengah masyarakat plural, sebagaimana yang terjadi di Indonesia. Baginya, masyarakat seharusnya dirangsang untuk tidak terlalu memikirkan manifestasi simbolik dari agama dalam kehidupan, akan tetapi lebih mementingkan esensinya. Keadilan, baginya, adalah miliksemua agama, dan harus ditegakan oleh umat beragama. 14 Pemahaman ini jelas mengedepankan suatua aspek tentang pentingnya menjaga dan menghargai pluralitas dalam masyarakat. Dalam sebuah tulisan berjudul Republik Bumi di Surga, Abdurrahman Wahid secara kritis melakukan kritik atas berbagai bentuk pemaksaan idealisasi ajaran agama untuk membangun format masyarakat baru di bumi. Baginya, kita hidup di dunia relitas yang bukan hanya mencanangkan idealisasi sebagaiman yang terjadi di surga. Keadilan dan kemanusiaan di tengah pluralitas masyarakat adalah jaminan ditegakkanya suatu komunitas masyarakat yang demokratis. Keadilan dan kemanusiaan menjadi spiritualitas tidak hanya bagi individu, tetapi juga masyarakat Abdurrahman Wahid, Pergulatan Negara, Agama dan Kebudayaan, (Jakarta: Desantara, 2001)hlm Abdurrahman Wahid, Mengurai Hubungan Agama dan Negara, (Jakarta:Grassindo,1999) hlm.173
12 52 Dalam kaitanya dengan hubungan antar agama, Abdurrahman Wahid mengatakan bahwa: Masalah pokok dalam hubungan antar umat beragama adalah pengembangan rasa saling pengertian yang tulus dan berkelanjutan. Kita hanya mampu menjadi bangsa yang kukuh, kalau umat agama-agama yang berbeda dapat saling mengerti satu sama lain, bukan hanya sekedar saling menghormati. Yang diperlukan adalah rasa saling memiliki (sense of belonging), bukanya hanya saling bertenggang rasa satu sama yang lain. Memang mayoritas bangsa kita, yang notabene beragama Islam, masih dicengkam oleh kemiskinan dan kebodohan sehingga mudah dirayu untuk berpindah agama secara murahan. Kondisi logis dari kenyataan itu sebenarnya adalah keharusan bagi gerakan Islam untuk memajukan umat mereka. Ini berarti keharusan untuk melukan transformasi multidimensional atas kehidupan umat yang mereka pimpin, bukanya mencari kambing hitam atas keterbelakangan dan ketertinggalan sendiri. 16 Menurut Abdurrahman Wahid demokrasi juga manyamakan derajat dan kedudukan semua warga negara di muka undang-undang, dengan tidak memandang asal usul etnis, bahasa, budaya dan agamanya. Sementara agama sendiri cenderung mencari perbedaan atas dasar hal tersebut di atas, minimal 16 Abdurrahman Wahid, Kumpulan pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid dalam: Gus Dur Menjawab Perubahan Zaman, ( Jakarta:Kompas,2000),hlm.16-17
13 53 perbedaan dalam hal agama dan keyakinan. Karenanya sejak lahir setiap agama memiliki kekhususannya sendiri yang secara mendasar harus ditundukkan kepada kepentingan seluruh bangsa, apalagi diinginkan agama tersebut dapat menjunjung demokrasi. 17 Kenyataan sederhana ini dan kearifan seperti dituntut di atas memang tidak mudah untuk diwujudkan, apalagi untuk dikembangkan dalam lingkup yang luas. Namun, kita tidak punya pilihan lain, kalau masih diinginkan bangsa kita yang demikian heterogen dapat mengembangkan diri menjadi bangsa yang kukuh sendi-sendi kehidupanya dalam memasuki abad ke-21. Semua pihak di kalangan kaum muslimin memikul tanggung jawab untuk menumbuhkan rasa memilki terhadap semua warga masyarakat bangsa kita, karena hanya dengan cara demikian Islam dapat tumbuh menjadi kekuatan pelindung bagi seluruh penduduk negeri ini secara keseluruhan. C. Relasi Antara Agama dan Negara. Relasi agama dan negara disadari merupakan concern pemikiran Abdurrahman Wahid yang sangat menonjol. Perhatian ini sangat beralasan, tidak saja karena Abdurrahman Wahid adalah orang yang terlahir dari sebuah komunitas keagamaan yang cukup kuat (pesantren), tetapi juga karena komitmenya untuk merumuskan kembali atau minimal mencari format yang tepat tentang bagaimana menghubungkan agama dan negara dalam konteks 17 Abdurrahman Wahid, Agama dan Demokrasi, (Yogyakarta: Institut Dian/ interfidei, 1994)hlm.272
14 54 demokratisasi. Abdurrahman Wahid melihat bahwa di negeri ini, persoalan antarkeduanya telah menjadi problem krusial yang harus dicarikan jalan keluar. Hampir di setiap dekade, bangsa ini hanya disibukkan untuk kembali mengungkit persoalan klasik mengenai hubungan agama dan negara, tanpa ada jalan keluarnya. 18 Menurut Abdurrahman Wahid, pemikiran negara dalam pandangan Islam pada dasarnya dapat dibagi ke dalam dua jenis pemikiran, yaitu pemikiran idealistik dan pemikiran realistik. Pemikiran idealistik berusaha secara sadar merumuskan sebuah kerangka negara yang sepenuhnya berdasarkan wawasan Islam. Dalam pandangan ini, Islam merupakan sebuah konsep kenegaraan yang harus diwujudakan secara penuh (in toto) dalam sebuah bangunan masyarakat yang seratus persen islami. Sedangkan pemikiran realistik tidak begitu tergoda oleh bngunan utopis dari sebuah negara ideal menurut wawasan Islam, tetapi lebih tertarik pada pemecahan masalah bagaimana perkembangan historis dapat ditampung dalam Islam tentang negara. Kedua model pemikiran tersebut mengambil pola pendekatan yang berbeda pula. Model pemikiran yang pertama lebih memilih pendekatan integralistik, yang berpandangan bahwa Islam diturunkan dalam kelengkapan yang sudah utuh dan bulat. Dengan ungkapan lain, Islam telah dianggap memiliki konsep-konsep lengkap untuk tiap bidang kehidupan. Masalahnya justru terletak pada bagaimana menggali konsep-konsep tersebut dari sumber otentik agama. Dari perspektif inilah terdapat kesulitan terbesar dalam 18 Listiyono Santoso, Teologi Politik Gus Dur (Jogjakarta:Ar-Ruzz Jogjakarta,2004), hlm.223
15 55 mencari kaitan antara Islam dan negara, karena sifat Islam yang seolah-olah superrasional. Sebagaimana semua agama, Islam menjangkau kemanusiaan secara menyeluruh, tidak peduli asal usul etnisnya. 19 Kategori pemikiran Abdurrahman Wahid dalam konteks relasi antara negara dan agama lebih cenderung pada pendekatan kedua. Abdurrahman Wahid adalah orang yang tidak setuju tentang pendirian sebuah negara yang didasarkan pada agama sebagai hukum formalnya. Abdurrahman Wahid dengan mengutip pendapat Ali Abd al-rizq, mengatakan bahwa agama tidak memiliki sangkut paut dengan masalah kenegaraan, dengan alasan, pertama, dalam Al-Quran tidak pernah ada doktrin yang jelas tentang konsep negara; kedua, perilaku Nabi Muhammad sendiri tidak memperlihatkan watak politik, tetapi moral; dan ketiga, Nabi tidak pernah merumuskan secara definitif mekanisme penggantian jabatanya. Kalau memang nabi menghendaki berdirinya negara Islam, mustahil masalah suksesi kepemimpinan dan peralihan kekuasaan tidak dirumuskan secara formal. Nabi Cuma memerintahkan bermusyawarahlah kalian dalam persoalan. Masalah sepenting ini bukanya dilembagakan secara konkret, melainkan dicakupkan dengan sebuah diktum saja, yaitu hlm Abdurrahman Wahid, Mengurai Hubungan Agama dan Negara, (Jakarta:Grassindo,1999)
16 56 masalah mereka (haruslah) dimusyawarahkan antara mereka. Mana ada negara dengan bentuk seperti itu? 20 Bagi Abdurrahman Wahid tentulah sukar memaukkan nilai-nilai Islam ke dalam konstruk ideologis yang bersifat nasional. Kalau dipaksakan juga, berarti wawasan kehidupan yang dibawakan Islam harus ditundukkan kepada wawasan nasional dari sebuah ideologi.21 Dalam konteks inilah kemudian Abdurrahman Wahid berupaya untuk memberikan solusi atas ketegangan antara dua kutub yang berbeda tersebut. Yaitu, menjadikan Islam sebagai etika sosial dalam kehidupan bernegara dan pribumisasi Islam. Menurut Umaruddin Masdar dua tawaran ini satu sama lain bersifat saling menjunjung tinggi dan mempunyai implikasi sosiologis-politis yang tidak terelakkan, yaitu menempatkan Islam sebagai faktor komplementer dalam kehidpan sosio-kultural dan politik di Indonesia. Bentuk formal negara tidak menjadi tujuan pencapaian cita-cita perjuangan umat, karena realitas itu bukan substansinya. 22 Abdurrahman Wahid secara ekplisit menulis, Jelaslah dengan demikian bahwa Islam berfungsi penuh dalam kehidupan sebuah masyarakat bangsa melalui pengembangan nilai-nilai dasarnya sebagai etika masyarakat yang 20 Abdurrahman Wahid, Mengurai Hubungan Agama dan Negara, (Jakarta:Grassindo,1999) hlm Listiyono Santoso, Teologi Politik Gus Dur (Jogjakarta:Ar-Ruzz Jogjakarta,2004), hlm Umaruddin Masdar, membaca pemikiran Gus Dur dan Amien Rais Tentang Demokrasi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar)hlm.132
17 57 bersangkutan. Islam berfungsi bagi kehidupan masyarakat bangsa tidak sebagai bentuk kenegaraan tertentu, tetapi sebagai etika sosial yang akan memandu jalanya kehidupan bernegara dan bermasyarakat itu, agar sesuai dengan martabat luhur dan kemuliaan derajat manusia, karena pada analisis terakhir, manusialah yang menjadi obyek upaya penyejahteraan hidup itu. Bahwa bentuk negara bangsa yang dipakai dan bukan bentuk kemasyarakatan yang lain, semata-mata karena ia lebih efektif untuk pencapaian tujuan tersebut. 23 Pola hubungan antara agama dan negara yang hendak dibangun oleh Abdurrahman Wahid menunjukkan sisi yang kuat ke arah sekularisasi politik dengan tidak menegaskan peran agama dalam memberikan inspirasi. Sekulari dalam hal ini lebih diartikan sebagai upaya untuk membedakkan, bukan memisahkan problem agama dengan problem negara. Hal ini penting bagi Abdurrahman Wahid karena Islam tidak akan pernah bisa terlepas dari politik, ketika politik dimaknai sebagai proses transformatif, proses deferensiasi, sekaligus proses mengubah masyarakat. Tetapi yang demikian tidaklah kemudian menunjukkan suatu ajaran untuk meng-agama-kan negara atau membuat legislasi negara agama Abdurrahman Wahid, Mengurai Hubungan Agama dan Negara, (Jakarta:Grassindo,1999) hlm Listiyono Santoso, Teologi Politik Gus Dur (Jogjakarta:Ar-Ruzz Jogjakarta,2004), hlm.238
18 58 Jadi Menurut Abdurrahman Wahid ada beberapa alasan mengapa Islam disebut sebagai agama demokrasi : Pertama, Islam adalah agama hukum, artinya agama Islam berlaku bagi semua orang tanpa pandang bulu, dari pemegang jabatan tertinggi hingga rakyat jelata dikenakan hukum yang sama. Kedua, Islam memiliki asas permusyawaratan. Amruhum syuura bainahum, artinya perkara-perkara mereka dibicarakan di antara mereka. Dengan demikian terdapat tradisi membahas dan tradisi bersama-sama mengajukan pemikiran secara bebas dan terbuka yang diakhiri dengan kesepakatan. Ketiga, Islam selalu berpandangan memperbaiki kehidupan. Kehidupan umat manusia itu tarafnya tidak boleh tetap, harus ada peningkatan agar bisa menghadapi kehidupan selanjutnya. Bagi Abdurrahman Wahid, tradisi semacam ini jelas menganut prinsip demokrasi, karena demokrasi pada dasarnya adalah upaya-upaya untuk memperbaiki kehidupan. Agama dalam perspektif yang demikian merupakan sumber nilai bagi penegakan demokrasi. Artinya, demokrasi adalah implementasi dari ajaran agama, tanpa harus menyebutkan formulasinya dalam formulasi agama. Meminjam terminologi Kuntowijoyo bahwa demokrasi adalah obyektivitas ajaran agama. Dalam kaitan ini ditemukan bentuk-bentuk keterkaitanya. Misalnya, menurut Abdurrahman Wahid, prinsip penegakkan keadilan sebagai upaya mengembangkan demokrasi. Demokrasi hanya dapat ditegakkan ketika keadilan dijalankan oleh siapapun. Jika dikaitkan dengan keadilan, demokrasi hanya dapat tegak dengan keadilan. Kalau Islam menopang
19 59 demokrasi, maka Islam juga harus menopang keadilan. Sebagaimana difirmankan Allah, Wahai orang-orang yang beriman, hendaknya kalian menegaknya keadilan. Perintah ini sangat jelas, yakni perlunya ditegakkan keadilan salam segala bentuk, baik keadilan hukum maupun keadilan sosial. Keadilan sosial ini sangat penting karena salah satu patokan Islam adalah kaidah fiqih: Langkah dan kebijaksanaan para pemimpin mengenai rakyat yang mereka pimpin haruslah terkait sepenuhnya dengan kesejahteraan rakyat yang mereka pimpin itu. Karena orientasinya adalah kesejahteraan, maka keadilan sangat dipentingkan. Orientasi kesejahteraan inilah yang membuktikan demokratis atau tidaknya kehidupan suatu masyarakat. Untuk dapat melakukan transformasi intern itu, agama harus merumuskan kembali pandanganpandangannya mengenai martabat manusia, kesejajaran kedudukan semua manusia di muka undang-undang dan solidaritas hakiki antara semua umat manusia. Melalui upaya ini, tiap agama dapat berintegrasi dengan keyakinan-keyakinan lain dalam bentuk pencapaian sejumlah nilai-nilai dasar universal yang akan menundukkan hubungan antaragama pada sebuah tataran baru. Menurut Abdurrahman Wahid demokratisasilah yang dapat mempersatukan beragam arah kecenderungan kekuatan-kekuatan bangsa. Demokrasi dapat mengubah ketercerai-beraian arah masing-masing kelompok untuk bersama-sama menuju arah kedewasaan, kemajuan dan integrasi bangsa. Demokrasi menjadi sedemikian penting dalam sebuah
20 60 negara yang pluralistik karena ternyata perikehidupan kebangsaan yang utuh hanya bisa tercapai dan tumbuh dalam suasana demokratis. Dalam pandangan Abdurrahman Wahid, tegaknya pluralisme masyarakat bukan hanya terletak pada pola hidup berdampingan secara damai, karena hal demikian masih sangat rentan terhadap munculnya kesalahpahaman antar kelompok masyarakat yang pada saat tertentu bisa menimbukan disintegrasi. Lebih dari itu, penghargaan pluralisme berarti adanya kesadaran saling mengenal dan berdialog secara tulus sehingga kelompok yang satu dengan yang lain saling memberi (take and give) karena salah satu substansi demokrasi adalah kebebasan untuk saling memberi dan menerima. Kondisi yang harus ada bagi proses demokratisasi yang memungkinkan tegaknya pluralisme ini, menurut Abdurrahman Wahid adalah sebuah negara hukum yang menegakkan supermasi hukum dan dipenuhinya persyaratan the rule of law. Supermasi hukum ini bisa ditegakkan jika ada unsur yang berfungsi secara efektif, yaitu konstitusi, peradilan bebas dan hak uji peraturan perundang-undangan. Hukum atau konstitusi dalam sebuah negara demokrasi adalah buatan manusia yang direspresentasikan dalam lembaga perwakilan rakyat. Dalam hal demikian proses pengambilan keputusan hukum harus didasarkan pada mekanisme demokratis. Masalah pokok dalam hubungan antar umat beragama adalah pengembangan rasa saling pengertian yang tulus dan berkelanjutan. Kita hanya mampu menjadi bangsa yang kukuh, kalau umat agama-agama yang berbeda dapat saling mengerti satu sama lain, bukan hanya sekedar saling
21 61 menghormati. Yang diperlukan adalah rasa saling memiliki (sense of belonging) Menurut Abdurrahman Wahid, pemikiran negara dalam pandangan Islam pada dasarnya dapat dibagi ke dalam dua jenis pemikiran, yaitu pemikiran idealistik dan pemikiran realistik. Pemikiran idealistik berusaha secara sadar merumuskan sebuah kerangka negara yang sepenuhnya berdasarkan wawasan Islam. Dalam pandangan ini, Islam merupakan sebuah konsep kenegaraan yang harus diwujudakan secara penuh (in toto) dalam sebuah bangunan masyarakat yang seratus persen islami. Sedangkan pemikiran realistik tidak begitu tergoda oleh bngunan utopis dari sebuah negara ideal menurut wawasan Islam, tetapi lebih tertarik pada pemecahan masalah bagaimana perkembangan historis dapat ditampung dalam Islam tentang negara. Kedua model pemikiran tersebut mengambil pola pendekatan yang berbeda pula. Model pemikiran yang pertama lebih memilih pendekatan integralistik, yang berpandangan bahwa Islam diturunkan dalam kelengkapan yang sudah utuh dan bulat. Dengan ungkapan lain, Islam telah dianggap memiliki konsep-konsep lengkap untuk tiap bidang kehidupan. Masalahnya justru terletak pada bagaimana menggali konsep-konsep tersebut dari sumber otentik agama. Dari perspektif inilah terdapat kesulitan terbesar dalam mencari kaitan antara Islam dan negara, karena sifat Islam yang seolah-olah superrasional. Sebagaimana semua agama, Islam menjangkau kemanusiaan secara menyeluruh, tidak peduli asal usul etnisnya. Kategori pemikiran
22 62 Abdurrahman Wahid dalam konteks relasi antara negara dan agama lebih cenderung pada pendekatan kedua. Abdurrahman Wahid adalah orang yang tidak setuju tentang pendirian sebuah negara yang didasarkan pada agama sebagai hukum formalnya. Abdurrahman Wahid dengan mengutip pendapat Ali Abd al-rizq, mengatakan bahwa agama tidak memiliki sangkut paut dengan masalah kenegaraan, dengan alasan, pertama, dalam Al-Quran tidak pernah ada doktrin yang jelas tentang konsep negara; kedua, perilaku Nabi Muhammad sendiri tidak memperlihatkan watak politik, tetapi moral; dan ketiga, Nabi tidak pernah merumuskan secara definitif mekanisme penggantian jabatanya.
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENGEMBANGAN ETIKA DAN MORAL BANGSA. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENGEMBANGAN ETIKA DAN MORAL BANGSA Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI Disampaikan Pada Sarasehan Nasional Pendidikan Budaya Politik Nasional Berlandaskan Pekanbaru,
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. merupakan jawaban dari rumusan masalah sebagai berikut: 1. Historisitas Pendidikan Kaum Santri dan kiprah KH. Abdurrahan Wahid (Gus
195 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Sebagai bagian akhir tesis ini, peneliti memberikan kesimpulan yang merupakan jawaban dari rumusan masalah sebagai berikut: 1. Historisitas Pendidikan Kaum Santri dan kiprah
Lebih terperinciPANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA
PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA ABSTRAK Prinsip-prinsip pembangunan politik yang kurang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila telah membawa dampak yang luas dan mendasar bagi kehidupan manusia Indonesia.
Lebih terperinciModul ke: Fakultas TEKNIK. Program Studi SIPIL.
Modul ke: 12 Fakultas TEKNIK AKTUALISASI SILA KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAH KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN PERWAKILAN ( DALAM BIDANG POLITIK, EKONOMI, SOSIAL BUDAYA, HANKAM HUKUM DAN HAM )
Lebih terperinciSEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA
HUBUNGAN ANTAR AGAMA DI INDONESIA Dosen : Mohammad Idris.P, Drs, MM Nama : Dwi yuliani NIM : 11.12.5832 Kelompok : Nusa Jurusan : S1- SI 07 SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA
Lebih terperinciAji Wicaksono S.H., M.Hum. Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK
Modul ke: 13 Fakultas DESAIN SENI KREATIF Pancasila Dan Implementasinya Bagian III Pada Modul ini kita membahas tentang keterkaitan antara sila keempat pancasila dengan proses pengambilan keputusan dan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan judul Pendidikan Islam Berwawasan kebangsaan menurut perspektif KH.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan judul Pendidikan Islam Berwawasan kebangsaan menurut perspektif KH. Abdurrahman Wahid, terdapat beberapa kesimpulan sebagai berikut:
Lebih terperinciMAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN. Imam Gunawan
MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN Imam Gunawan PERENIALISME Merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad 20. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Mereka menentang
Lebih terperinciBAB II KONSEP SYURA DALAM ISLAM ATAS PELAKSANAAN DEMOKRASI KONSTITUSIONAL DI INDONESIA
18 BAB II KONSEP SYURA DALAM ISLAM ATAS PELAKSANAAN DEMOKRASI KONSTITUSIONAL DI INDONESIA A. Konsep Syura dalam Islam Kata syura berasal dari kata kerja syawara>> yusyawiru yang berarti menjelaskan, menyatakan
Lebih terperinci2.4 Uraian Materi Pengertian dan Hakikat dari Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia Sebagai pendangan hidup bangsa Indonesia,
2.4 Uraian Materi 2.4.1 Pengertian dan Hakikat dari Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia Sebagai pendangan hidup bangsa Indonesia, Pancasila berarti konsepsi dasar tentang kehidupan yang
Lebih terperinciPENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)
PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) Apakah Sistem Demokrasi Pancasila Itu? Tatkala konsep
Lebih terperinciPENDIDIKAN PANCASILA. Pancasila Sebagai Ideologi Negara. Modul ke: 05Fakultas EKONOMI. Program Studi Manajemen S1
Modul ke: 05Fakultas Gunawan EKONOMI PENDIDIKAN PANCASILA Pancasila Sebagai Ideologi Negara Wibisono SH MSi Program Studi Manajemen S1 Tujuan Perkuliahan Menjelaskan: Pengertian Ideologi Pancasila dan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN PEMBANGUNAN HUKUM TAHUN
BAB II LANDASAN PEMBANGUNAN HUKUM TAHUN 2015-2019 Uraian dalam bab sebelumnya memberikan gambaran bahwa sesungguhnya pembangunan hukum nasional memerlukan landasan yang kuat. Terdapat 2 (dua) landasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menampilkan sikap saling menghargai terhadap kemajemukan masyarakat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menampilkan sikap saling menghargai terhadap kemajemukan masyarakat merupakan salah satu prasyarat untuk mewujudkan kehidupan masyarakat modern yang demokratis.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah
BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini akan dibahas beberapa hal sebagai berikut: 1.1 Latar Belakang Dalam sebuah sistem demokrasi, rakyat adalah sumber hukum dan hukum pada gilirannya berfungsi menjamin perlindungan
Lebih terperinciNILAI-NILAI DAN NORMA BERAKAR DARI BUDAYA BANGSA INDONESIA
NILAI-NILAI DAN NORMA BERAKAR DARI BUDAYA BANGSA INDONESIA Diajukan oleh: Muhammad choirul mustain 11.11.4897 Kelompok D(S1-TI) Dosen: Tahajudin S, Drs Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Akhir Mata Kuliah
Lebih terperinciBAB IV KESIMPULAN. dipenuhi dengan budaya-budaya yang beragam di mana mengakui keberagaman,
BAB IV KESIMPULAN Masyarakat yang plural atau majemuk merupakan masyarakat yang dipenuhi dengan budaya-budaya yang beragam di mana mengakui keberagaman, perbedaan, dan kemajemukan budaya, baik ras, suku,
Lebih terperinciPeraturan Daerah Syariat Islam dalam Politik Hukum Indonesia
Peraturan Daerah Syariat Islam dalam Politik Hukum Indonesia Penyelenggaraan otonomi daerah yang kurang dapat dipahami dalam hal pembagian kewenangan antara urusan Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan dasar negara membawa konsekuensi logis bahwa nilai-nilai Pancasila harus selalu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah mengungkapkan Pancasila sebagai jiwa seluruh rakyat Indonesia, memberi kekuatan hidup serta membimbing dalam mengejar kehidupan lahir batin yang makin
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN. kemasyarakatan yang bercorak Islam Modernis. Meskipun bukan merupakan
BAB VI KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan Muhammadiyah adalah Gerakan Islam dan merupakan organisasi sosial kemasyarakatan yang bercorak Islam Modernis. Meskipun bukan merupakan organisasi politik namun sepanjang
Lebih terperinci1. Pancasila sbg Pandangan Hidup Bangsa
1. Pancasila sbg Pandangan Hidup Bangsa Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dalam perjuangan untuk mencapai kehidupan yang lebih sempurna, senantiasa memerlukan nilai-nilai luhur yang dijunjungnya
Lebih terperinciTANTANGAN UMAT BERAGAMA PADA ABAD MODERN
TANTANGAN UMAT BERAGAMA PADA ABAD MODERN Oleh Nurcholish Madjid Agama merupakan suatu cara manusia menemukan makna hidup dan dunia yang menjadi lingkungannya. Tapi, hidup kita dan ling kungan abad modern
Lebih terperinciPANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK
PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK KELOMPOK 8 MUH. IDRUS AZHARIL RIDAWAN FAKULTAS ILMU KOMPUTER UNIVERSITAS INDONESIA TIMUR MAKASSAR 2014 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. 1. Indonesia merupakan sebuah negara multikultural dan plural, yang terdiri dari
113 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Indonesia merupakan sebuah negara multikultural dan plural, yang terdiri dari bermacam-macam suku, agama, ras dan antar golongan. Berdasar atas pluralitas keislaman di
Lebih terperinciPANCASILA SEBAGAI PARADIGMA
PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA Oleh : DENY KURNIAWAN NIM 11.11.5172 DOSEN : ABIDARIN ROSIDI, DR, M.MA. KELOMPOK E PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011 PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA
Lebih terperinciPANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA
Modul ke: PANCASILA PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA Fakultas 10FEB Melisa Arisanty. S.I.Kom, M.Si Program Studi MANAJEMEN PANCASILA SEBAGAI ETIKA BERNEGARA Standar Kompetensi : Pancasila sebagai Sistem
Lebih terperinciPANCASILA. Makna dan Aktualisasi Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan
PANCASILA Modul ke: Makna dan Aktualisasi Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA. Program
Lebih terperinciTUGAS PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN MAKALAH DEMOKRASI PANCASILA INDONESIA
TUGAS PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN MAKALAH DEMOKRASI PANCASILA INDONESIA Disusun Oleh: Nama : Maria Alfonsa Chintia Dea P. NIM : A12.2013.04844 Kelompok : A12.6701 FAKULTAS ILMU KOMPUTER PROGRAM STUDI SISTEM
Lebih terperinciBAB VII KESIMPULAN. Kesimpulan
BAB VII KESIMPULAN Kesimpulan Setiap bangsa tentu memiliki apa yang disebut sebagai cita-cita bersama sebagai sebuah bangsa. Indonesia, negara dengan beragam suku, bahasa, agama dan etnis, juga pastinya
Lebih terperinciMODUL 5 PANCASILA DASAR NEGARA DALAM PASAL UUD45 DAN KEBIJAKAN NEGARA
MODUL 5 PANCASILA DASAR NEGARA DALAM PASAL UUD45 DAN KEBIJAKAN NEGARA (Penyusun: ) Standar Kompetensi : Pancasila sebagai Dasar Negara Indikator: Untuk dapat menguji pengetahuan tersebut, mahasiswa akan
Lebih terperinciEMPAT AGENDA ISLAM YANG MEMBEBASKAN
l Edisi 001, Agustus 2011 EMPAT AGENDA ISLAM YANG MEMBEBASKAN P r o j e c t i t a i g k a a n D Luthfi Assyaukanie Edisi 001, Agustus 2011 1 Edisi 001, Agustus 2011 Empat Agenda Islam yang Membebaskan
Lebih terperinciIslam dan Sekularisme
Islam dan Sekularisme Mukaddimah Mengikut Kamus Dewan:- sekular bermakna yang berkaitan dengan keduniaan dan tidak berkaitan dengan keagamaan. Dan sekularisme pula bermakna faham, doktrin atau pendirian
Lebih terperinciPANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN
PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN Istilah paradigma pada mulanya dipakai dalam bidang filsafat ilmu pengetahuan Paradigma adalah pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok
Lebih terperinciSAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PROGRAM PENYEBARAN DAN PENGIBARAN BENDERA MERAH PUTIH Dl PERSADA NUSANTARA
1 SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PROGRAM PENYEBARAN DAN PENGIBARAN BENDERA MERAH PUTIH Dl PERSADA NUSANTARA Yang saya hormati, Tanggal : 11 Agustus 2008 Pukul : 09.30 WIB Tempat : Balai
Lebih terperinciTAFSIR INDEPENDENSI HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
TAFSIR INDEPENDENSI HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM A. PEDAHULUAN Menurut fitrah kejadiannya, maka manusia diciptakan bebas dan merdeka. Karenanya kemerdekaan pribadi adalah hak yang pertama. Tidak ada sesuatu
Lebih terperincimaupun perbuatan- perbuatan-nya Nya.
ILMU TAUHID / ILMU KALAM Ilmu Tauhid sering disebut juga dengan istilah Ilmu Kalam, Ilmu 'Aqaid, Ilmu Ushuluddin, dan Teologi Islam. Menurut bahasa (etimologis) kata "tauhid" merupakan bentuk masdar yang
Lebih terperinciTitle? Author Riendra Primadina. Details [emo:10] apa ya yang di maksud dengan nilai instrumental? [emo:4] Modified Tue, 09 Nov :10:06 GMT
Title? Author Riendra Primadina Details [emo:10] apa ya yang di maksud dengan nilai instrumental? [emo:4] Modified Tue, 09 Nov 2010 14:10:06 GMT Author Comment Hafizhan Lutfan Ali Comments Jawaban nya...
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. menjalankan kehidupan bermasyarakat dan bemegara serta dalam menjalankan
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kerukunan umat beragama merupakan dambaan setiap umat, manusia. Sebagian besar umat beragama di dunia, ingin hidup rukun, damai dan tenteram dalam menjalankan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm. 6. 2
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan karakter saat ini memang menjadi isu utama pendidikan, selain menjadi bagian dari proses pembentukan akhlak anak bangsa. Dalam UU No 20 Tahun 2003
Lebih terperinciMATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA
MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA PERTEMUAN KE 8 OLEH : TRIYONO, SS. MM. STTNAS YOGYAKARTA Pancasila Material ; Filsafat hidup bangsa, Jiwa bangsa, Kepribadian bangsa, Sarana tujuan hidup bangsa, Pandangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya dari aspek jiwa, manusia memiliki cipta rasa dan karsa sehingga dalam tingkah laku dapat membedakan benar atau salah, baik atau buruk, menerima atau menolak
Lebih terperinciTUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA PEMASYARAKATAN PANCASILA DALAM ERA GLOBALISASI
TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA PEMASYARAKATAN PANCASILA DALAM ERA GLOBALISASI Nama : yatno subagyo NIM : 11.12.5804 Kelompok : Hak Asasi Program Studi : Pancasila Jurusan : S1-SI Dosen : Drs.
Lebih terperinciKONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU
BAB VI KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU Konflik merupakan sebuah fenonema yang tidak dapat dihindari dalam sebuah kehidupan sosial. Konflik memiliki dua dimensi pertama adalah dimensi penyelesaian
Lebih terperinciSambutan Presiden RI pada Peringatan Nuzulul Qur'an 1433 H, Jakarta, 7 Agustus 2012 Selasa, 07 Agustus 2012
Sambutan Presiden RI pada Peringatan Nuzulul Qur'an 1433 H, Jakarta, 7 Agustus 2012 Selasa, 07 Agustus 2012 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PERINGATAN NUZULUL QUR'AN TAHUN 1433 H/2012 M
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. A. Kesimpulan
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Hasan Al-Banna menetapkan bahwa berdirinya pemerintah Islam merupakan bagian dasar manhaj Islam (metode Islam). Hasan Al- Banna menjelaskan bahwa pengaturan kehidupan dan
Lebih terperinciSumbangan Pembaruan Islam kepada Pembangunan
c Sumbangan Pembaruan Islam kepada Pembangunan d Sumbangan Pembaruan Islam kepada Pembangunan Oleh Tarmidzi Taher Tema Sumbangan Pembaruan Islam kepada Pembangunan di Indonesia yang diberikan kepada saya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang membawa berbagai konsekuensi tidak hanya terhadap dinamika kehidupan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem politik Indonesia dewasa ini sedang mengalami proses demokratisasi yang membawa berbagai konsekuensi tidak hanya terhadap dinamika kehidupan politik nasional,
Lebih terperinciBAB VI P E N U T U P
188 BAB VI P E N U T U P A. Kesimpulan Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan antara lain: Pertama, peran kiai pondok pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata dalam dinamika politik ada beberapa bentuk, yakni
Lebih terperinciSambutan Presiden RI pada Perayaan Tahun Baru Imlek 2563 Nasional, Jakarta, 3 Februari 2012 Jumat, 03 Pebruari 2012
Sambutan Presiden RI pada Perayaan Tahun Baru Imlek 2563 Nasional, Jakarta, 3 Februari 2012 Jumat, 03 Pebruari 2012 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA PERAYAAN TAHUN BARU IMLEK 2563 TINGKAT NASIONAL
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut sebenarnya dapat menjadi modal yang kuat apabila diolah dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk terdiri dari berbagai suku, ras, adat istiadat, bahasa, budaya, agama, dan kepercayaan. Fenomena tersebut sebenarnya
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Pemahaman Ayat Al-Qur an Terhadap Pendidikan. Multikultural yang Megajarkan Pengembangan Aqidah
78 BAB IV ANALISIS DATA A. Analisis Pemahaman Ayat Al-Qur an Terhadap Pendidikan Multikultural yang Megajarkan Pengembangan Aqidah 1. Surat Al Baqarah ayat 62 Menurut tafsir Sayyid Quthb, yang ditekankan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan
Lebih terperinciPANCASILA & AGAMA STMIK AMIKOM YOGYAKARTA. Tugas akhir kuliah Pendidikan Pancasila. Reza Oktavianto Nim : Kelas : 11-S1SI-07
PANCASILA & AGAMA Tugas akhir kuliah Pendidikan Pancasila STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Nama : Reza Oktavianto Nim : 11.12.5818 Kelas : 11-S1SI-07 Jurusan : S1 SISTEM INFORMASI KEL. : NUSANTARA DOSEN : Drs.
Lebih terperinciA. Pengertian Pancasila
PANCASILA SEBAGAI SISTEM NILAI A. Pengertian Pancasila Istilah nilai dipakai untuk menunjuk kata benda abstrak yang artinya keberhargaan atau kebaikan. Di samping itu juga untuk menunjuk kata kerja yang
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PERBANDINGAN. a. Keharusan saling mengenal, b. Keberagamaan keyakinan, c. Keberagamaan etnis.
BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN A. Keharusan Saling Mengenal Di sini akan dijelaskan tentang persamaan dan perbedaan pemikiran pluralisme agama dalam Islam dan pluralisme agama menurut Alwi Shihab, meliputi:
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Dalam bagian ini, akan di buat kesimpulan dari pembahasan bab 1 sampai. dengan bab 4 serta saran-saran. 5.1.
BAB V PENUTUP Dalam bagian ini, akan di buat kesimpulan dari pembahasan bab 1 sampai dengan bab 4 serta saran-saran. 5.1. Kesimpulan Teologi pluralisme agama memang simpatik karena ingin membangun teologi
Lebih terperinciMATERI KULIAH ETIKA BISNIS. Pokok Bahasan: Pancasila sebagai Landasan Etika Bisnis
MATERI KULIAH ETIKA BISNIS Pokok Bahasan: Pancasila sebagai Landasan Etika Bisnis Latar Belakang Di zaman yang serba modern ini, nilai, etika, norma,dan moral seringkali diabaikan oleh rakyat Indonesia,
Lebih terperinciMasih Spiritualitas Bisnis
c Prestasi, bukan Prestise d Masih Spiritualitas Bisnis Oleh Nurcholish Madjid Dalam uraian mengenai spiritualitas bisnis pekan lalu, kita menyadari bahwa adanya kombinasi antara ihsān dan itqān dalam
Lebih terperinciMATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA
MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA AKTUALISASI PENDIDIKAN PANCASILA DALAM KEHIDUPAN KAMPUS Anggota kelompok: Bhian Rangga J.R Gigih Erlangga Lina Miftahul Husna Lola Armelia R M. Shohibul Ulum K5410014 K5410021
Lebih terperinciPemahaman Multikulturalisme untuk Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Pemahaman Multikulturalisme untuk Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia Bahan Pembicara Untuk Dialog Kebangsaan Pada Acara Dies Natalis Universitas
Lebih terperinciPANCASILA. Makna dan Aktualisasi Sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Kehidupan Bernegara. Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA.
PANCASILA Modul ke: Makna dan Aktualisasi Sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Kehidupan Bernegara Fakultas Ekonomi dan Bisnis Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA. Program Studi Manajemen www.mercubuana.ac.id
Lebih terperinciSTMIK AMIKOM YOGYAKARTA
Kebudayaan Indonesia Akar dari Pancasila STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Disusun Oleh: Nama : Alif Rizki Andriawan NIM : 11.11.5193 Kelompok Prodi dan Jurusan : E : S1 TI Dosen Pembimbing : Abidarin Rosidi, Dr,
Lebih terperinciHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA KELOMPOK 2: 1. Hendri Salim (13) 2. Novilia Anggie (25) 3. Tjandra Setiawan (28) SMA XAVERIUS BANDAR LAMPUNG 2015/2016 Hakikat Warga Negara Dalam Sistem Demokrasi Warga Negara
Lebih terperinciMUKADIMAH. Untuk mewujudkan keluhuran profesi dosen maka diperlukan suatu pedoman yang berupa Kode Etik Dosen seperti dirumuskan berikut ini.
MUKADIMAH STMIK AMIKOM YOGYAKARTA didirikan untuk ikut berperan dalam pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dibidang manajemen, teknologi, dan kewirausahaan, yang akhirnya bertujuan untuk memperoleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia sebagai suatu negara multikultural merupakan sebuah kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai etnik yang menganut
Lebih terperinciPENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Modul ke: DEMOKRASI ANTARA TEORI DAN PELAKSANAANNYA Fakultas TEKNIK Martolis, MT Program Studi Teknik Mesin TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS 1. MENYEBUTKAN PENGERTIAN, MAKNA DAN MANFAAT
Lebih terperinciPancasila dan Budaya. STMIK Amikom Yogyakarta. oleh : Rossidah ( Kelompok A ) D3 Manajemen Informatika. pembimbing :
Pancasila dan Budaya STMIK Amikom Yogyakarta oleh : Rossidah 11. 02. 8043 ( Kelompok A ) D3 Manajemen Informatika pembimbing : Drs. M. Kalis Purwanto, MM 1 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL DAFTAR ISI i ii BAB
Lebih terperinciAMANDEMEN II UUD 1945 (Perubahan tahap Kedua/pada Tahun 2000)
AMANDEMEN II UUD 1945 (Perubahan tahap Kedua/pada Tahun 2000) Perubahan kedua terhadap pasal-pasal UUD 1945 ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 2000. Perubahan tahap kedua ini ini dilakukan terhadap beberapa
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, Indonesia berhak menentukan nasib bangsanya sendiri, hal ini diwujudkan dalam bentuk pembangunan. Pembangunan merupakan
Lebih terperinciIMPLEMENTASI PANCASILA DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT
IMPLEMENTASI PANCASILA DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT Disusun Oleh: Nama : DEFRI MUSTIKA LUBIS NIM : 11.11.5534 Kelompok : F Prog. Studi : Pendidikan Pancasila Jurusan : S1-Teknik Informatika Dosen :Dr.
Lebih terperinciPancasila dalam. Makna dan Aktualisasi DR. Rais Hidayat, M.Pd
Pancasila dalam Modul ke: 12 Makna dan Aktualisasi DR. Rais Hidayat, M.Pd Fakultas Teknik Program Studi Teknik Industri www.mercubuana.ac.id Kompetensi Diharapkan mahasiswa menemukan dan memahami kembali
Lebih terperinciTUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA
TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA HAK ASASI MANUSIA DALAM PANCASILA DOSEN PENGAMPU : HARI SUDIBYO S.KOM UNTUK MEMENUHI SALAH SATU SYARAT MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA NAMA: HERI SANTOSO NIM: 11.11.5151
Lebih terperinciSambutan Presiden RI pada Perayaan Waisak Nasional Tahun 2013, Jakarta, 26 Mei 2013 Minggu, 26 Mei 2013
Sambutan Presiden RI pada Perayaan Waisak Nasional Tahun 2013, Jakarta, 26 Mei 2013 Minggu, 26 Mei 2013 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA PERAYAAN WAISAK NASIONAL TAHUN 2013, DI JI-EXPO KEMAYORAN,
Lebih terperinciMemahami Budaya dan Karakter Bangsa
Memahami Budaya dan Karakter Bangsa Afid Burhanuddin Kompetensi Dasar: Memahami budaya dan karakter bangsa Indikator: Menjelaskan konsep budaya Menjelaskan konsep karakter bangsa Memahami pendekatan karakter
Lebih terperinciKETETAPAN SENAT MAHASISWA FISIP UNDIP Nomor : 002/TAP/SMFISIP/UNDIP/II/2017. Tentang Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga SMFISIP UNDIP 2017
KETETAPAN SENAT MAHASISWA FISIP UNDIP 2017 Nomor : 002/TAP/SMFISIP/UNDIP/II/2017 Tentang Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga SMFISIP UNDIP 2017 Menimbang 1. Bahwa Untuk Kelancaran Kinerja SMFISIPUNDIP2017
Lebih terperincisejarah serta prinsip dalam hidupnya yang berbeda dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Tatkala
A. Latar Belakang Bangsa Indonesia sebagai salah satu bangsa dari masyarakat internsional, memiliki sejarah serta prinsip dalam hidupnya yang berbeda dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Tatkala bangsa
Lebih terperinciSTMIK AMIKOM YOGYAKARTA
PANCASILA SEBAGAI DASAR HUKUM TERTINGGI DISUSUN OLEH NAMA : ALFAN RASYIDI NIM : 11.12.5949 KELOMPOK : I DOSEN : Drs.Mohammad Idris.P,MM STMIK AMIKOM YOGYAKARTA ABSTRAK Pancasila ditinjau dari pendekatan
Lebih terperinciBAB IV PENUTUP. tesis ini untuk menjawab rumusan masalah dapat penulis uraikan sebagai
146 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Hal-hal yang dapat penulis simpulkan setelah melakukan penelitian tesis ini untuk menjawab rumusan masalah dapat penulis uraikan sebagai berikut : 1. Format kurikulum fiqih
Lebih terperinciPENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014
PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014 Membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan
Lebih terperinciPendidikan Agama Islam
Pendidikan Agama Islam Modul ke: Pendidikan dan Kompetensi Fakultas PSIKOLOGI Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Dian Febrianingsih, M.S.I Pengantar Islam yang terdiri dari berbagai dimensi ajaran
Lebih terperinciBAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN
BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN A. Objek Bahasan 1. Objek materi Filsafat Indonesia ialah kebudayaan bangsa. Menurut penjelasan UUD 1945 pasal 32, kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang
Lebih terperinciSistem pendidikan nasional adalah sekaligus alat dan tujuan yang amat penting dalam perjuangan mencapai cita-cita dan tujuan nasional.
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1989 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL UMUM Dalam kehidupan suatu bangsa, pendidikan mempunyai peranan yang amat penting untuk menjamin perkembangan
Lebih terperinciBAHAN TAYANG MODUL 9
Modul ke: Fakultas TEKNIK MAKNA DAN AKTUALISASI SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA DALAM KEHIDUPAN BERNEGARA ( DALAM BIDANG POLITIK, EKONOMI, SOSIAL BUDAYA, HANKAM SERTA HUKUM DAN HAM ) SEMESTER GASAL TAHUN
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. Universitas Indonesia Islam kultural..., Jamilludin Ali, FIB UI, 2010.
BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Islam kultural dalam konsep Nurcholish Madjid tercermin dalam tiga tema pokok, yaitu sekularisasi, Islam Yes, Partai Islam No, dan tidak ada konsep Negara Islam atau apologi
Lebih terperinciPancasila; sistem filsafat dan ideologi Negara
Pancasila; sistem filsafat dan ideologi Negara FILSAFAT PANCASILA Filsafat Harafiah; mencintai kebijaksanaan, mencintai hikmat atau mencintai pengetahuan. Filsafat Pancasila; refleksi kritis dan rasional
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. sama lain. Lebih jauh standarisasi ini tidak hanya mengatur bagaimana
BAB V KESIMPULAN Tidak dapat dipungkiri, setelah dianutnya gagasan hak asasi dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), masyarakat internasional sejak saat itu telah memiliki satu standar bersama dalam
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS KEPEMIMPINAN PEREMPUAN MENURUT MASDAR FARID MAS UDI DAN KIAI HUSEN MUHAMMAD
BAB IV ANALISIS KEPEMIMPINAN PEREMPUAN MENURUT MASDAR FARID MAS UDI DAN KIAI HUSEN MUHAMMAD A. Persamaan dan Perbedaan Pandangan Masdar Farid Mas udi dan Kiai Husen Muhammad Tentang Kepemimpinan Perempuan
Lebih terperinciPANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA
Modul ke: PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA BAHAN TAYANG MODUL 7 SEMESTER GASAL 2016 Fakultas FAKULTAS TEKNIK RANI PURWANTI KEMALASARI SH.MH. Program Studi Teknik SIPIL www.mercubuana.ac.id Dalam bahasa
Lebih terperinci14TEKNIK. Pendidikan Pancasila. Pancasila dan implementasinya dalam sila ke-4 dan ke-5. Yayah Salamah, SPd. MSi. Modul ke: Fakultas
Modul ke: Pendidikan Pancasila Pancasila dan implementasinya dalam sila ke-4 dan ke-5 Fakultas 14TEKNIK Yayah Salamah, SPd. MSi. Program Studi Arsitektur Pokok Bahasan Sila Keempat Sila Kelima Arti dan
Lebih terperinciTUGAS AKHIR PEMASYARAKATAN PANCASILA DALAM ERA GLOBALISASI
TUGAS AKHIR PEMASYARAKATAN PANCASILA DALAM ERA GLOBALISASI Nama : Devit Surtianingsih NIM : 11.01.2851 Kelompok : B Program Studi : Pancasila Jurusan : D3-TI Dosen : Irton. SE., M.Si STMIK AMIKOM YOGYAKARTA
Lebih terperinciSTMIK AMIKOM YOGYAKARTA
Pancasila Sebagai Ideologi Dalam Berbagai Bidang Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara Disusun oleh: NAMA : HARI ANGGARA NIM : 11.12.5805 KELOMPOK STUDI JURUSAN DOSEN : H (HAK ASASI) : PANCASILA
Lebih terperinciSAMBUTAN KETUA DPR RI BAPAK H. MARZUKI ALIE, SE, MM. PADA ACARA PERESMIAN KANTOR BARU PWNU SUMATERA UTARA Medan, 06 Januari 2010
KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN KETUA DPR RI BAPAK H. MARZUKI ALIE, SE, MM. PADA ACARA PERESMIAN KANTOR BARU PWNU SUMATERA UTARA Medan, 06 Januari 2010 Assalamu alaikum Warahmatullahiwabarakatuh.
Lebih terperinciDiadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH
Deklarasi Hak dan Kewajiban Individu, Kelompok dan Badan-badan Masyarakat untuk Pemajuan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Dasar yang Diakui secara Universal Diadopsi oleh resolusi Majelis
Lebih terperinciK E T E T A P A N MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : VII/MPR/2001 TENTANG VISI INDONESIA MASA DEPAN
K E T E T A P A N MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : VII/MPR/2001 TENTANG VISI INDONESIA MASA DEPAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Membangun Nasionalisme kebangsaan tidak bisa dilepas pisaahkan dari konteks
BAB I PENDAHULUAN A.LATAR BELAKANG Membangun Nasionalisme kebangsaan tidak bisa dilepas pisaahkan dari konteks wawasan kebangsaan yang merupakan pandangan seorang warga negera tentang negaranya, dan pembentukan
Lebih terperinciSaya senang sekali karena bisa bersama-sama dengan Bapak/Ibu pimpinan umat beragama se-sulawesi
Pemujaan kepada Tuhan Yang Mahabesar diungkapkan lewat pengangkatan manusia hina ke taraf kemanusiawian yang layak, sebagaimana dirancang Tuhan pada awal penciptaan, tetapi dirusak oleh kelahiran hukum
Lebih terperinciPOLITIK HUKUM BAB IV NEGARA DAN POLITIK HUKUM. OLEH: PROF.DR.GUNARTO,SH.SE.A,kt.MH
POLITIK HUKUM BAB IV NEGARA DAN POLITIK HUKUM. OLEH: PROF.DR.GUNARTO,SH.SE.A,kt.MH BAGI POLITIK HUKUM. Negara perlu disatu sisi karena Negara merupakan institusi pelembagaan kepentingan umum dan di lain
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. sekularisasi dari istilah sosiologis merupakan menduniawikan nilai-nilai
BAB V KESIMPULAN A. Kesimpulan Hisotris Dari hasil penelitian ini dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa sekularisasi dari istilah sosiologis merupakan menduniawikan nilai-nilai yang sudah semestinya bersifat
Lebih terperinciSelanjutnya perkenankanlah kami, Fraksi Partai GOLKAR DPR RI, menyampaikan pendapat akhir fraksi atas RUU tentang Partai Politik.
FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENDAPAT AKHIR FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA DPR RI MENGENAI RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PARTAI POLITIK Disampaikan oleh : Hj.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm Depdikbud, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta :
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan karakter saat ini memang menjadi isu utama pendidikan, selain menjadi bagian dari proses pembentukan akhlak anak bangsa. Dalam UU No 20 Tahun 2003
Lebih terperinci