DESAIN - HOOD. Mata kuliah Ventilasi Industri-IKK.356

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DESAIN - HOOD. Mata kuliah Ventilasi Industri-IKK.356"

Transkripsi

1 DESAIN - HOOD Mata kuliah Ventilasi Industri-IKK.356 Latar Muhammad Arief, Ir, MSc Dosen FKM, Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Univ Esa Unggul Disampaikan pada kuliah online Universitas Esa Ungul Halaman 1

2 I PENGATAR Polutan yang dihasilkan atau dilepaskan dalam lingkungan tempat kerja dari hasil proses kerja industri harus ditangkap dan dapat diangkut ke perangkat pengendalian pencemaran udara. Hood merupakan alat yang digunakan untuk menangkap kontaminan (gas atau partikel) dari udara lingkungan kerja.. Sehingga melalui hood akan masuk sejumlah volume dari udara ambien dalam jumlah yang signifikan ke dalam sistem (gambar.6.1.) Gambar.1, yang mana kontaminan diisap dengan tekan isap dari dari fan, melalui ; hood, duct, dan di buang lewat stack. Hood/kap berfungsi untuk menangkap atau pengumpul kontaminan di area tempat kerja akibat dari suatu proses kerja, Fungsi-fungsi hood berjalan dengan baik sangat dipengaruhi oleh kecepatan penangkapan, bentuk dari kontamian yang akan diserap, kecepatan slot, kapasitas kecepatan, kecepatan dalam pipa serta arah di mana kontaminan dilepaskan. Untuk mempertahankan tingkat aliran udara yang diingikan melalui hood/kap, setelah mengalir masuk ke dalam pipa akan membentuk LAPIS BATAS dan tebalnya akan bertambah besar sepanjang pipa. Pada suatu titik sepanjang garis tengah pipa, lapisan akan bertemu dan membentuk daerah yang terbentuk penuh di mana kecepatannya tidak berubah setelah melintasi titik tersebut. Jarak dari ujung masuk pipa ke titik pertemuan lapis batas tersebut dinamakan PANJANG KEMASUKAN Gambar..1 Bentuk hood/kap Untuk mengantisipasi hal-hal yang dikemukan diatas maka peranan hood dalam upaya peningakatan kecepatan penangkap sangat perlu diperhatikan, maka bentuk dan lokasi hood yang dipilih berdasarkan sumber sumber kontaminan (Mc Dermott,1987) II. KARAKTERITIK KONTAMINAN Kontaminan bersifat toksik atau korosif (seperti asap timah, kabut asam, uap pelarut). Konsentrasi kontaminan tinggi. Lokasi pekerja di sekitar emisi. Emisi kontaminan setiap waktu atau kecepatan emisi berubah-ubah dalam selang waktu tertentu. Durasi pekerja terekspos kontaminan Agar LEV dapat bekerja dengan baik, bila Tidak boleh menghalangi atau merintangi masukan udara atau sumber udara pengganti. Operasi dijalankan di sekitar fume hood atau area masukan udara. Jangan memosisikan diri di antara sumber kontaminan dan masukan udara, karena dapat menjadikan diri terpapar kontaminan konsentrasi tinggi. Pastikan sistem ventilasi bekerja dengan baik dan tidak rusak. Halaman 2

3 Pastikan sistem ventilasi sesuai dengan material yang digunakan, sebagai contoh, fume hoods tertentu harus digunakan untuk perchloric acid untuk mencegah terbentuknya ledakan berbahaya di ductwork LEV dibutuhkan saat: 1. Kontaminan bersifat toksik atau korosif (seperti asap timah, kabut asam, uap pelarut). 2. Konsentrasi kontaminan tinggi. 3. Lokasi pekerja di sekitar emisi. 4. Emisi kontaminan setiap waktu atau kecepatan emisi berubah-ubah terhadap waktu. 5. Durasi pekerja terekspos kontaminan panjang. 6. Kontaminan harus disaring keluar sebelum dilepaskan ke udara. 7. Proses mengeluarkan panas. 8. Perundang-undangan mengharuskan adanya ventilasi pembuangan gas. Sistem LEV sangat efektif, karena: 1. Meminimasi pekerja yang terpengaruh kontaminan. 2. Volume alat pembuangan gas kebih sedikit dari ventilasi biasa. 3. Kontaminan dapat dikumpulkan untuk pembuangan atau recovery. 4. Peralatan di lingkungan kerja terlindungi dari panas dan zat-zat kimia yang korosif Bahaya Pencemaran Logam Berat Disebut logam berat berbahaya karena umumnya memiliki rapat massa tinggi dan sejumlah konsentrasi kecil dapat bersifat racun dan berbahaya. Yang termasuk golongan logam berat adalah seluruh elemen logam kimia yang memiliki berat molekul tinggi. Merkuri atau raksa (Hg), kadmium (Cd), arsen (As), kromium (Cr), talium (Tl), dan timbal (Pb) adalah beberapa contoh logam berat berbahaya. Logam berat merupakan komponen alami tanah. Elemen ini tidak dapat didegradasi maupun dihancurkan. Logam berat dapat masuk ke dalam tubuh manusia lewat makanan, air minum, atau melalui udara. Logam-logam berat seperti tembaga, selenium, atau seng dibutuhkan tubuh manusia untuk membantu kinerja metabolisme tubuh. Logam-logam tersebut berpotensi menjadi racun jika konsentrasi dalam tubuh tinggi. Logam berat menjadi berbahaya disebabkan sistem bioakumulasi. Bioakumulasi berarti peningkatan konsentrasi unsur kimia tersebut dalam tubuh makhluk hidup sesuai piramida makanan. Akumulasi atau peningkatan konsentrasi logam berat di alam mengakibatkan konsentrasi logam berat di tubuh manusia adalah tertinggi. Jumlah yang terakumulasi setara dengan jumlah logam berat yang tersimpan dalam tubuh ditambah jumlah yang diambil dari makanan, minuman, atau udara yang terhirup. Jumlah logam berat yang terakumulasi lebih cepat dibandingkan dengan jumlah yang terekskresi dan terdegradasi. Sumber lain yang mengandung logam berat adalah gas timbal hasil pembakaran bensin bertimbal atau hasil pembakaran bahan bakar lain yang terkonsentrasi logam berat. Beberapa polutan utama logam berat adalah timbal (Pb), merkuri (Hg), kadmium (Cd), dan arsen (As). Timbal (Pb), banyak ditemukan pada tambahan bensin yaitu tetraethyl lead (TEL) dan hasil pembakarannya, baterai, cat, beberapa insektisida, asap rokok, serta limbah industri. Pada asap rokok ditemukan timbal sekira 0,017-0,98 mikrogram/rokok. Timbal dapat masuk ke tubuh manusia melalui absorpsi timbal pada sayuran, akibat asap hasil pembakaran TEL yang diabsorpsi kulit dan dihirup, serta air minum yang terkontaminasi timbal organik atau ion timbal. Fisik timbal sangat mirip dengan kalsium, sehingga timbal dapat masuk ke peredaran darah dan sel saraf menggantikan kalsium. Adanya timbal dalam peredaran darah dan dalam otak mengakibatkan berbagai gangguan fungsi jaringan dan metabolisme. Gangguan mulai dari sintesis haemoglobin darah, gangguan pada ginjal, sistem reproduksi, penyakit akut atau kronik sistem syaraf, serta gangguan fungsi paru-paru. Riset di negara Inggris menyebutkan IQ seorang anak kecil dapat menurun dua poin jika terdapat myugram/dl dalam darah. Menurut lembaga kesehatan di Inggris, keracunan kronik dapat terjadi pada anak-anak jika terdapat lebih dari 1,4 mikromol timbal per liter darah. Halaman 3

4 Kadmium (Cd), salah satu unsur kimia ini banyak digunakan sebagai lapisan tahan korosi pada baja atau plastik, pewarna, alat-alat elektronik, serta baterai nikel/kadmium. Akumulasi kadmium dalam waktu yang lama pada tubuh manusia mengakibatkan berbagai disfungsi organ dan metabolisme. Konsentrasi tinggi logam ini dapat menghalangi kerja paru-paru, bahkan mengakibatkan kanker paru-paru. Kadmiun juga dapat merusak tulang (osteomalacia, osteoporosis) pada manusia dan hewan. Sejumlah tertentu metal ini meningkatkan tekanan darah serta mengakibatkan myocardium pada hewan, meski tidak ditemukan data adanya kasus penyakit tersebut pada manusia. Setiap hari manusia rata-rata menghirup 0,15 myugram timbal dari udara dan meminum 15 g timbal dari perairan. Menghisap sebanyak 20 rokok sehari setara dengan menghirup 2-45 g kadmium, di mana level konsentrasi timbal pada tiap jenis rokok sangat beragam. Merkuri (Hg), adalah satu-satunya logam yang berwujud cair ada suhu ruang. Merkuri, baik logam maupun metil merkuri (CH3Hg+), biasanya masuk tubuh manusia lewat pencernaan. Bisa dari ikan, kerang, udang, maupun perairan yang terkontaminasi. Namun bila dalam bentuk logam, biasanya sebagian besar bisa disekresikan. Sisanya akan menumpuk di ginjal dan sistem saraf, yang suatu saat akan mengganggu bila akumulasinya makin banyak. Merkuri dalam bentuk logam tidak begitu berbahaya, karena hanya 15% yang bisa terserap tubuh manusia. Tetapi begitu terpapar ke alam, ia bisa teroksidasi menjadi metil merkuri dalam suasana asam. Dalam bentuk metil merkuri, sebagian besar akan berakumulasi di otak. Karena penyerapannya besar, dalam waktu singkat bisa menyebabkan berbagai gangguan. Mulai dari rusaknya keseimbangan, tidak bisa berkonsentrasi, tuli, dan berbagai gangguan lain seperti yang terjadi pada kasus Minamata. Merkuri yang terisap lewat udara akan berdampak akut atau dapat terakumulasi dan terbawa ke organ-organ tubuh lainnya, menyebabkan bronkitis, sampai rusaknya paru-paru. Pada keracunan merkuri tingkat awal, pasien merasa mulutnya kebal sehingga tidak peka terhadap rasa dan suhu, hidung tidak peka bau, mudah lelah, dan sering sakit kepala. Jika terjadi akumulasi yang lebih dapat berakibat pada degenerasi sel-sel saraf di otak kecil yang menguasai koordinasi saraf, gangguan pada luas pandang, degenerasi pada sarung selaput saraf dan bagian dari otak kecil. Menurut Speciality Laboratories, Santa Monica, kadar aman untuk merkuri adalah 5,0 mikrogram per liter. Sedangkan beberapa logam seperti seng, kromium, besi, mangan, dan tembaga diperlukan tubuh dalam konsentrasi kecil, tetapi dapat menjadi racun dalam jumlah besar. Logam dapat menumpuk dalam tubuh melalui makanan, air, udara, atau absorpsi langsung melewati kulit. Ketika logam berat sudah masuk dalam tubuh, elemen ini akan menggantikan tempat mineral-mineral lain yang dibutuhkan tubuh seperti seng, tembaga, magnesium, dan kalsium, dan unsur logam berat tersebut akan beredar dalam sistem fungsi organ. Kemungkinan utama yang mengalami keracunan logam berat adalah penduduk dan karyawan di wilayah sekitar industri, pabrik farmasi, pabrik kimia, pertambangan, serta pertanian yang banyak menggunakan insektisida. Untuk partikel kontaminan yang besar dan berat, maka hood harus diletakkan pada posisi tepat gambar.2, yang mengambarkan cara penepatan hood yang tepat pada lokasi yang tepat, kecuali gambar.2.b, biasanya memberikan proteksi kebakaran Halaman 4

5 GOOD BAD (a) (b) Gambar 2 Effective of Specific Grafity III. TIPE HOOD Kecepatan aliran udara pada permukaan hood/kap atau bukaan inlet harus cukup untuk menangkap kontaminan kedalam saluran yang menuju ke hood. Gambar.3 Enclosure & Operator/equipment Interface Penempatan hood/kap yang tepat seperti terlihat pada gambar.3.a sebelah kanan, yang mana tidak memberikan kesempatan kontaminan keluar dari conveyor, dan sebelah kiri kontaminan keluar dari conveyor melewati sisi hood. Halaman 5

6 Penempatan hood seharusnya diltekatan searah dengan arah aliran udara dan diatas zona pernapasan pekerja, gambar.3.b Kecepatan hood udara diukur secara tidak langsung dengan mengukur tekanan udara di ductwork sistem. Tekanan di dalam sistem eshaust agak negatif dibandingkan dengan tekanan di luar sistem dan diukur dalam satuan yang disebut "inci air". Tekanan negatif ini bervariasi melalui sistem dan biasanya diukur untuk menentukan seberapa baik sistem berfungsi. Hood memiliki tiga jenis yaitu ; enclosure, canopy hoods, dan capturing hoods. Berikut adalah penjelasan tentang ketiga jenis hood Enlosure hoods Jenis hood ini di desain dengan bentuk memagari seluruh proses. Jenis hood ini juga di desain untuk menyediakan face velocity (rerata kecepatan udara menuju hood sepanjang permukaan daerah terbuka) antara 100 sampai 200 ft/menit. Gambar.4 Enclosure hood, pada ruang laboratrium Meskipun penutup kap memberikan kontrol yang terbaik, mereka sering tidak layak, karena mereka akan mengganggu pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan. Dalam kasus tersebut, menangkap sebuah exhaust hood hanya dapat terletak dekat sumber kontaminan. Jenis ini hood "menjangkau" untuk menangkap banyak kontaminan seperti vacuum cleaner menyedot debu dari lantai Capturing Hoods Capturing hood merupakan alat tangkap yang digunakan untuk menghisap udara dengan kecepatan udara yang cukup tinggi untuk menangkap kontaminan di udara yang terdapat disekitar hood Alat ini ini tidak hanya digunakan pada kontaminan yang dilepaskan searah dengan hood, tetapi juga pada kontaminan yang dilepaskan oleh sumber dengan arah yang berlawanan dari aliran hisap hood. Kecepatan tangkap minimum pada capturing hood bernilai antara 50 sampai 100 ft/menit (untuk kontaminan yang memiliki kecepatan lepas ke udara yang rendah) harus dipenuhi sehingga dapat menjangkau jarak terjauh dari hood. Namun desain kecepatan tangkap minimum bisa mencapai 500 sampai 1000 ft/menit bila kontaminan dilepaskan ke udara dengan kecepatan tinggi dengan aliran udara turbulen. Pada jenis capturing hoods, kecepatan tangkapan pada jarak tertentu dari hood dapat dinyatakan sebagai face velocity dari hood, dengan hubungan yang berdasarkan pada geometri dari hood dan jarak dari muka hood Halaman 6

7 Dalam melakukan pengendalian pada partikulat, kecepatan hood berdasarkan pada udara standar (densitas = lb/ft3). Untuk udara yang memiliki densitas lebih rendah, Debit volumetrik udara harus ditingkatkan untuk menjaga aliran massa yang konstan dari udara menuju hood 3.3. Canopy Hoods Gambar.5.. Capturing hood Jenis hood ini merupakan jenis yang umum yang digunakan sebagai alat penghisap udara pada tangki pembakaran yang terbuka. Canopy hoods umumnya digunakan untuk menghisap udara yang panas (uap pembakaran), atau untuk menurunkan nilai kelembaban yang terlalu tinggi pada suatu area tertentu. Namun alat ini juga memiliki beberapa batasan. Gambar.6. Canopy hoods Contohnya, canopy hoods memiliki aliran udara yang lebih rendah dibandingkan pada capturing hoods, dan juga canopy hoods tidak dapat digunakan untuk menghisap kontaminan dari sumber yang tidak mengalami pemanasan Dari tiga jenis hood yaitu ; enclosure, canopy hoods, dan capturing hoods, maka pada gambar.7. berukut ini akan ditampilkan bentuk dan tipe hood serta besarnya aliran udara Halaman 7

8 Gambar..7. Sumber, American Conference of Governmental Industrial Hygienists (ACGIH) 1988, Figure HOOD TYPES 3-11, Industrial Ventilation : A Manual of Recommended Practice, 23 rd Edition. Copyright 1988 IV. HOOD DESAIN Ketiga tipe hood yang telah disebutkan diatas memiliki metode pendimensian yang berbeda- Halaman 8

9 beda, namun pada dasarnya memiliki konsep dan tujuan yang sama yaitu bagaimana hood yang dirancang dengan pendimensian tersebut dapat menghisap sejumlah kontaminan dalam volume, kecepatan dan luas area tertentu. Perencanaan hood ini didasarkan atas kontrol terhadap ketiga komponen tersebut. Volume atau tekanan udara yang diperlukan oleh hood tergantung pada: bentuk, jenis dan ukuran hood, kecepatan tangkapan yang diperlukan, jarak hood terhadap sumber kontaminan, dan suhu aliran exhaust kontaminan. Mengacu pada beberapa variabel, persamaan untuk memperkirakan volume exhaust yang diperlukan, didasarkan atas data empiris untuk satu jenis khusus hood. Kecepatan tangkapan adalah kecepatan yang diperlukan pada berbagai titik untuk membelokkan aliran udara yang berlawanan arah dan menangkap udara yang mengandung kontaminan. Tabel- 1, menunjukkan kecepatan tangkapan untuk berbagai proses. Tabel -1.Kecepatan Penangkapan dalam Berbagai Proses Kondisi Penyebaran Kontaminan Contoh Kecepatan Tangkap (fpm) Dilepaskan tanpa kecepatan Penguapan dari wadah Dilepaskan dengan kecepatan rendah menuju udara yang tenang Dilepaskan secara aktif menuju zona dengan aliran udara yg cukup cepat. Dilepaskan dengan kecepatan yang cepat menuju aliran udara yang sangat cepat Sumber : Danielson 1973 Wadah semprot, pengisian kedalam wadah, proses transfer dengan kecepatan rendah, penglasan. Proses penyemprotan cat, proses penghancuran. Proses penggilingan, abrasive blasting, tumbling Dasar dari persamaan untuk mendesain hood dimulai dari kasus sederhana, yaitu udara mengalir ke suatu circular hood atau duct. Dari studi yang dilakukan oleh Dalle Valle dan lainnya, bentuk aliran udara yang masuk ke hood seperti digambarkan pada Gambar.8 dan Gambar.9 berikut ini. Garis kurva radial dalam gambar itu diartikan sebagai garis kontur yang menggambarkan Halaman 9

10 garis kecepatan konstan. Garis yang menuju ke hood merupakan streamlines dan menggambarkan arah alirannya. Dua hal utama penting digambarkan pada gambar 6.8. Pertama penurunan kecepatan yang cepat terjadi dengan peningkatan jarak dari permukaan hood. Sehingga makin dekat hood ke dalam sumber, makin efektif dan efisien tangkapan polutannya. Kedua, udara mengalir masuk dari semua arah, berarti makin besar udara masuk yang diperluikan. Flanges dapat digunakan untuk mengeliminasi dorongan udara dari area yang tidak mengandung polutan. Gambar.9. menunjukkan efek penambahan flange pada kontur dan streamlines. Dalam banyak kasus diperkirakan bahwa flange dapat menurunkan kebutuhan aliran udara sebesar 25% dan membutuhkan tidak lebih dari 6 inci tambahan dari masukan hood. Persamaan desain sistem hood berikut ini diklasifikasikan menurut bentuk hood. Semua persamaan digunakan untuk aliran kontaminan dengan suhu rendah kecuali telah ditentukan Canopy Hood Perancangan hood untuk jenis circular canopy hoods, dengan jarak rendah, memiliki perhitungan aliran udara sebagai berikut : Dimana ; Q h = 4.7 (D h ) 2.33 (ΔT) (.1) Q h = aliran exhaust hood (cfm) D h = diameter hood (ft) ΔT = perbedaan temperatur antara sumber panas dengan udara ambient, F Perhitungan aliran udara untuk jenis rectangular canopy hoods, dengan jarak rendah adalah, Q h = 6.2 L (W) 1.33 (ΔT) (.2) Dimana ; L = panjang dari hood,ft W = lebar dari hood, ft Dengan kriteria desain, bahwa dimensi L dan W harus dilebihkan 1 sampai 2 ft dari dimensi sumber Enclosure Hood Dalam perancangan Enclosure hood, jenis hood ini dirancang dalam bentuk booth, sehingga dapat dihitung besar Q untuk setiap hood dengan menggunakan rumus: Q = V. A. Fs (.3) Dimana ; Q = aliran udara (cfm) V = capture velocity (fpm) A = luas bukaan hood yang di desain (ft 2 ) Fs = konstanta safety, biasa berkisar antara 1-1,5 Halaman 10

11 4.3. Capturing Hoods Dalam merancang jenis capturing hoods, terdapat dua jenis yaitu untuk proses panas dan dingin. Capturing hoods yang diterapkan ditempatkan sedekat-dekatnya dengan sumber emisi (sidedraft hoods).berikut ini adalah persamaan perhitungan debit dan kecepatan hisap yang dibutuhkan untuk setiap hood pada proses panas (1) :... (.4) V u = 0.09 V max ( y). (.5) Dimana ; Q = total volume hisapan (cfm) T a = suhu udara ambien (R) T u = suhu udara yang keluar dari sistem (R ) V max = kecepatan centerline pada satu titik sumber diatas hood X = jarak max dari sumber emisi ke hood (ft) Y = ketinggian max menuju hood (ft) Gambar,.10. Sumber Titik Pengisapan Gambar..11 Flow Rate as Distance From Hood Jarak antara Hood dan sumber yang pendek kecepatan tangkap(cfm) kontaminan lebih efektif. Hood, gambar 6.11 pindah dari dua inci jauhnya dari sumber ke empat inci jauhnya dari sumber akan memerlukan empat kali jumlah volume udara yang di hisap melalui sistem untuk memberikan gelar yang sama ambil.. Menambahkan mengarah ke tepi Perhitungan debit untuk proses dingin dinyatakan dengan persamaan berikut ini: Q = V.A.. (6) Q = V (10 X 2 + A f ) (7) Halaman 11

12 Dimana : Q = debit hisapan hood (cfm) V = kecepatan tangkap (fpm) X = jarak axis (ft) (Catatan : persamaan hanya dapat digunakan untuk jarak X yang terbatas, yaitu dengan jarak X max = 1,5 D) A f = area bukaan hood, ft 2 D = diameter bukaan hood/sisi terpanjang hood persegi, ft A = Area hisapan Penentuan titik terjauh dari sumber ditentukan berdasarkan null point dari sumber yang dapat dilihat pada Gambar.12 Gambar.12 Lokasi titik terjauh (null point) Dalam mendesain capturing hood untuk proses dingin terdapat analisis simetris yang dapat diterapkan dalam perhitungan kebutuhan debit yang harus dipenuhi oleh sistem.seperti yang tampak pada Gambar.13 berikut ini, Gambar.13 Konfigurasi bentuk aliran simetris pada hood Berdasarkan gambar diatas dimana sumber berada tepat ditengah bukaan hood, dapat dilihat pada gambar diatas dapat dilihat bahwa garis bagi yang membagi hood secara serupa menunjukkan, bahwa area yang perlu untuk dikendalikan cukup diambil setengah dari keseluruhan area yang dikendalikan Karena apabila salah satu area telah terkendali, otomatis bagian yang lainnya telah dikendalikan juga. Sehingga persamaan (6.6) dapat dimodifikasi menjadi: A c = {(10X 2 + 2A f )/2} = 5X 2 + A f. (8) Secara umum untuk hood yang dapat mengaplikasikan persamaan (6.7) dapat dibagi menjadi n hood, dimana keseluruhan hood memiliki pola aliran yang sama dan simetri. Hasil perhitungan ini sangat berguna pada percabangan hood yang mengontrol suatu area tertentu, yang dinyatakan dengan persamaan: A c = {(10X 2 + na f )/n} = (10X 2 /n) + A f n = 1,2,3 (.9) Q = V (10X 2 + n*a f )/n. (.10) Sebelum merancang hood perlu diketahui informasi mengenai karakteritik partikulat, jenis kontaminan, posisi ergonomic pekerja, dan leteratur yang mendukung desain hood. Halaman 12

13 Pada gambar ; 14, 15,16, 17 dan 18, memperlihat bermacam bentuk aliran udara dan kecepatan tangkap serta besar debit hisapan hood. Gamba.14, Flow Capture/Velocity Sumber : American Conference of Governmental Industrial Hygienists (ACGIH) 1988, Figure 3-9 Flow Capture/Velocity Industrial Ventilation : A Manual of Recommended Practice, 23 rd Edition. Copyright 1988 Halaman 13

14 Gambar.15 Flow Capture/Velocity : Sumber : American Conference of Governmental Industrial Hygienists (ACGIH) 1988, Figure 3-8 Flow Capture/Velocity Industrial Ventilation : A Manual of Recommended Practice, 23 rd Edition. Copyright 1988 Pada gambar debit aliran udara yang dibutuhkan pada hood tergantung dari luas permukaan dan jarak antar sumbuh tengah sumber dengan mulut hood Halaman 14

15 Gambar.16 Flow Capture/Velocity Sumber : American Conference of Governmental Industrial Hygienists (ACGIH) 1988, Figure 3-10 Flow/ Capture Velocity Industrial Ventilation : A Manual of Recommended Practice, 23 rd Edition. Copyright 1988 Halaman 15

16 Gambar.17 Flow Capture/Velocity Sumber : American Conference of Governmental Industrial Hygienists (ACGIH) 1988, Figure 3-12 Distribution Techniques Industrial Ventilation : A Manual of Recommended Practice, 23 rd Edition. Copyright 1988 Halaman 16

17 Gambar.18, Flow Capture/Velocity Sumber : American Conference of Governmental Industrial Hygienists (ACGIH) 1988, Figure 3-13 Distribution Techniques Industrial Ventilation : A Manual of Recommended Practice, 23 rd Edition. Copyright 1988 V. KEHILANGAN TEKANAN PADA HOOD Kehilangan tekanan yang terjadi pada hood sangat berhubungan dengan ukuran hood, bentuk dan kecepatan udara pada duct yang meninggalkan hood. Kehilangan tekanan ini sangat berhubungan dengan tekanan kecepatan (VP) yang akan meningkat seiring dengan meningkatnya kecepatan aliran. Kehilangan tekanan statis (SP) terjadi akibat turbulensi yang terjadi selama udara masuk kedalam hood, hal ini berhubungan dengan tekanan kecepatan udara di duct karena adanya faktor kehilangan tekan pada saat masuk di hood (F h ), yang dikalikan dengan dengan VP dari duct. Halaman 17

18 Tabel -.2 Faktor kehilangan tekan dan kehilangan tekanan statis hood Sumber : (Cooper,1992) Laju alir udara ke dalam hood meningkat, meningkat pada tekanan statis hood (lihat gambar 6.19). Dalam gambar ini faktor kehilangan tekan pada saat masuk di hood (F h ), = 0,49, di asumsikan dalam perhitungan. Faktor kehilangan tekan pada saat masuk di hood (F h ), ditentukan oleh bentuk hood lihat tabel.6.3. Gambar.19. Relationship between Hood Static Presure and flow rate entering Hood Tekanan Statik (SP h ), adalah penjumlahan dari kehilangan pada duct. tekanana kecepan duct dengan Halaman 18

19 Tabel Faktor kehilangan tekan pada saat masuk di hood (F h )/hood entri loss faktor Sumber, American Conference of Governmental Industrial Hygienists (ACGIH) 1988, Figure HOOD TYPES 3-11, Industrial Ventilation : A Manual of Recommended Practice, 23 rd Edition. Copyright 1988 Catatan, Pada baris 3 kolom 3, dan baris 5 kolom 3, see figure 5-15, dalam tulisan ini pada gambar halaman Bentuk Hood Sederhana Pada gambar 6.20, yang dituangkan dalam persamaan 6.11 di bawah ini sangat berguna selama desain awal sistem local exhaut ventilasi/ventilasi setempat untuk menentukan tekana statis hood Halaman 19

20 dan dilanjutkan dengan tekanan sistem secara keseluruhan. Gambar.20. Contoh sederhana dari Hood Sebagaimana ditunjukkan dalam gambar 6.20,dan persamaan 6.11, tekanan statis hood ditentukan oleh dua hal yaitu ;: (i) tekanan kecepatan dari duc/system pemipaan, dan (ii) Kehilangangn entri loss hood/transition loss,yaitu kehilangan yang terjadi antara hood dengan duct (lihat gambar.6.20) Maka untuk menghitung pada Hood Static Pressure (SP h ) adalah, SP h = VP d + h ed... (11) Dimana : SP h = Tekanan Statis Hood/Hood Static Pressure, in wg H ed = Entri loss, diambal pada gambar.6.22 (ACGIH figure 5-15, p.5-30), = F h * VP d VP d = Tekanan kecepatan dari pipa/duct velocity pressure, in Wg Contoh soal, Bila diketahui, Kecepatan Permukaan/Face Velocity (V f ) = Q/A face = 250 fpm Kecapatan dari pipa/duct Velocity (V d ) = Q/A face = fpm VP d = (V d /4005) 2 = 0,56 in wg F h = 0,25 diambil gambar 6.22 (ACGIH figure 5-15, p.5-30) Gambar..21 Kehilangan ganda SP h = h ed + VP d = (0,25 * 0,56) + 0,56 = 0,70 in wg Pada gambar.6.21, tekanan statis hood (SP h ),dipengaruhi oleh kecepatan slot (slot velocity dan kehilangan dari slot (slot entry loss), Kehilangangn entri loss hood/transition loss,yaitu kehilangan yang terjadi antara hood dengan duct Maka untuk menghitung pada Hood Static Pressure (SP h ) adalah terjadi kehilangan ganda, sperti pada persamaan.6.11 ditambah kehilangan dari slot/slot entry loss, lihat persamaan 6.12 SP h = h es + h ed + VP d... (12) Halaman 20

21 5.2. Studi Kasus Contoh : Bila diketahui : Slot velocity = 2,000 fpm VP s = 0,25 in wg h es = VP s h es, yaitu kehilanagn pada slot/ slot entry loss Duct velocity = fpm VP d = 0,76 in wg h ed = 0,25 VP d SP h = h es + h ed + VP d = 1.78(0.25) (0.76) + 0,76 = 1.40 in wg Gambar..22, Hood Entry Loss Factors Sumber : American Conference of Governmental Industrial Hygienists (ACGIH) 1988, Figure Hood Rntry Loss Factors Industrial Ventilation : A Manual of Recommended Practice, 23 rd Edition. Copyright 1988 VI. PEMELIHAN PERANCANGAN SISTIM VENTILASI INDUSTRI 6.1. Pertimbangan Desain Untuk mempertimbangkan apakah suatu tipe sistim ventilasi lokal akan diproduksi maka ada beberapa kriteria yang harus diperhatikan, yaitu : Apakah perancangan sistim ventilasi industri tersebut diperlukan, untuk memenimalkan Halaman 21

22 kontaminan di lingkungan tempat kerja Dapatkah perancangan sistim ventilasi industri tersebut menguntungkan secara ekonomis, diperusahaan Efek yang akan ditimbulkan oleh fasilitas pada fasilitas lain Apakah perancangan sistim ventilasi industri tersebut akan mampu meningkatkan image perusahaan dalam melaksanan program-program keselamatan dan kesehatan kerja Faktor yang berperan dalam perancangan sistim ventilasi industri, yang komponennya terdiri dari ; hood, duct, air cleaning devis, fan, dan stack dengan mempertimbangan seberapa besar debet aliran udara yang diperlukan untuk menangkap kontaminan dari sumbernya sehingga dapat menentukan hasil perancangan sistim ventilasi industri Persyaratan Pemelihan Acuan American Conference of Govermental Industrial Hygienis (ACGIH ) Industrial Ventilation: A Manual of Recommended Practice for Operation and Maintenance Pedoman dalam mengatur persyaratan perancangan sistim ventilasi industri, yaitu : Standar American Conference of Govermental Industrial Hygienis (ACGIH),dengan mengunakan VELOCITY PRESSURE METHOD CALCULATION SHEET 6.3 Prosedur Perancangan Dalam perancangan sistim ventilasi industri adalah menggunakan metode desain perhitungan kecepatan tekanan atau Velocity Pressure Method Calculation Shee, dan dari hasil perhitungan untuk mengetahui distribusi debit aliran uadara atau volume flow rate, kecepatan aliran dalam duct, kecepatan aliran dalam slot, tekanan ststis solt SP s, tekanan statis hood SP h, tekanan statis duct SP d, dan qumulatif tekanan ststis, Fan SP dan Fan TP. Untuk mendapatkan data rancangan dilakukan pengamatan langsung pada ruang kerja dan lingkungan pabrik, atau contoh data-data yang tersedia ; Tahapan-tahapan perhitungan perancangan adalah sebagai berikut : Langkah pertama ; Aliran udara/ Volumetric Flowrate; Pada persamaan, dalam cfm (kaki kubik per menit), Q = V*A V = adalah kecepatan udara, dalam fpm (kaki per menit) A = adalah duct area luas bebas dari bukaan inlet ( Cross-Sectional Area) ft 2. Dari data diatas untuk menghitung besarnya aliran udara/flow rate di gunakan rumus : Q = volume ruang x generation rate x K TLV Q = (5.880*200)/60 * 2 = cfm 2 Contoh bila di ketahui, Volume ruang (8 x 7 x 3 = 168 m 3 ) Volume ruang = ft 3 TLV = 2 fiber/cc Halaman 22

23 Generation rate = 200 fiber/cc/60 menit Faktor K = 2 Maka, Volumetric flow rate, Q = cfm Langkah kedua ; adalah menentukan diameter duct = d c Diameter duct yang dirancang sangat bergantung pada debit gas perencanaan dan kecepatan minimum transport. Dalam perancangan duct, duct sirkular lebih sering digunakan daripada duct rectangular, dan diameter duct dihitung dengan membagi debit desain dengan kecepatan minimum duct, luas penampang resultan kemudian dikonversikan menjadi diameter duct terbaik. Ukuran duct harus disesuaikan dengan keberadaanya di pasaran. Contoh, misalnya ditentukan diameter duct d c = 26 in (diketahui) Langkah ketiga ; adalah menghitung luas bukaan hood yang di desain= A, ft 2 A = 1/4 (d c /12) 2 = 3,14/4 (26/12) 2 = 3,6870 sq.ft Dimana, d c = 26 in dikonversikan ke feet----d c =26/12 ft Maka, duct area luas bebas dari bukaan inlet,----- A = 3,6870 ft 2. Langakah keempat; adalah mnghitung kecepatan duct actual/actual Duct Velocity=.V, dari persamaan (3.3) Q = V*A, V=Q/A, V=(19600/3,6870) = fpm Dimana, Q = cfm A = 3,6870 sq.ft Maka, kecepatan duct actual,---- V= fpm (dihitung) Dalam perancangan sistem ventilasi industri, kecepatan dalam setiap duct tidak boleh lebih besar dari fpm karena dapat menimbulkan bising/noise ditempat kerja. Perhitungan diatas memenuhi persyaratan standar. Langkah kelimah; yaitu menghitung kecepatan tekan pada duct VP d, dalam in WG Kecepatan tekanan pada pipa (VP d ), dalam persamaan (3.5) sebagai berikut : VP d = ( ) = 1,7618 in WG Dimana, V = fpm Maka, Kecepatan tekanan duct VP d = in WG (dihitung) Langkah keenam; adalah menentukan kecepatan aliran dalam slot /Slot Velocity V s kecepatan Slot----- misalnya diketahui V s = 400 fpm Langkah ketujuh; Mengitung Tekanan kecepatan Slot VP s,dalam inwg, dengan menggunkan rumus persamaan (3.5) VP s = (V s /4005) 2 VP s = (400/4005) 2 = 0,0100 in WG Dimana V s = 400 fpm Halaman 23

24 Maka tekanan kecepatan VP s = 0,0100 in WG Langkah kedelapan; yaitu menentukan Slot loss coeficien Slot loss coeficien-----fig.5-15 atau Chap.10 atau dalam tulisan ini pada gambar 6.22,bagian-6. halaman kehilangan pada Slot sebesar 1,78 (diambil dalam tabel), Koefisien Langkah kesembilan; adalah menghitung kehilangan yang di slot dalam rancangan dipakai istilah Slot loss per VP, sedangkan acceleration factor atau faktor percepatan diambil dalam perancangan sistem ventilasi lokal diambil bilangan 0 atau 1 Slot loss per VP, dihitung dengan menggunakan rumus, Slot loss per VP = Slot Loss koefisien +Acceleration Factor = 1, = 1,78 Dimana Slot Loss koefisien = 1, ditentukan dalam perancangan Acceleration Factor = 0 Maka, kehilangan yang terjadi Slot adalah sebesar 1,78 Langkah kesepuluh ; Untuk menghitung tekanan statis slot atau Slot Statik Presure SP s dalam in WG, digunakan rumus sebagai berikut : Slot Statik Presure SP s = Slot Velocity Pressure * Slot loss SP s = VP s * Slot loss = 0,0100 * 1,78 =0,0178 Dimana, Slot loss = 1,78 VP s = 0,0100 in WG Maka tekanan statis slot-----sp s adalah sebesar 0,0178 in WG Langkah kesebelas; Duct Entry Loss Factor fig.5-15 or Chap.10 Duct Entry Loss Factor-----fig.5-15 atau Chap.10 atau dalam tulisan ini pada gambar 6.22,bagian-6. halaman, Faktor kehilangan pada Duct sebesar 0,250 (diambil dalam tabel) Langkah kedua belas; Duct Entry Loss per VP Duct entry loss per VP, dihitung dengan menggunakan rumus, Duct entry loss per VP = Duct entry loss factor + Acceleration factor Duct entry loss per VP= 0, = 1,250 Dimana, Acceleration factor = 1 (Acceleration factor diambil bilangan 0 atau 1) Langkah ketiga belas; adalah menghitung kehilangan di duct atau Duct Entry Loss, Duct Entry Loss, dihitung dengan menggunakan rumus Duct Entry Loss = Duct Velocity Pressure * Duct Entry Loss per VP Duct Entry Loss = VP * Duct entry loss per VP =1,7618 * 1,250 Halaman 24

25 = 2,202 in WG Maka kehilanagn pada duct sebesar 2,202 in WG Langkah keempat belas; adalah menghitung tekan statis hood atau Hood Static Pressure, SP h Maka untuk menghitung tekanan statis hood (SP h ) adalah diambil dari persamaan (6.12) SP h = h es + h ed + VP d Dimana : VP d = Tekanan kecepatan dari duct = 1,7618 in Wg H ed = Entri loss, diambal pada gambar.6.22 (ACGIH fig, 5-15, p.5-30), = F h * VP d =0,250 * 1,7618 = 0,44045 h es = kehilanagn pada slot, Slot Loss koefisien = 1,78 gbar.6.22 (ACGIH fig 5-15, p.5-30) h es = 1,78 VP s dihitung VP s = 0,0100 in WG h es = 1,78 VP s = 1,78 * = 0,0178 SP h = h es + h ed + VP d = 0, ,7618 = Maka, Tekanan Statis Hood, SP h = 2,220 in WG Langkah ke limah belas; Menentukan panjang lurus duct atau Straight Duct Length, dalam ft Diketahui panjang lurus duct = 7 ft Langkah ke enam belas; Friction Factor (H f ) Untuk mendapatkan besarnya bilangan Friction Factor (H f ),didapatkan persamaan(3.20) dibawah ini ; H f = H f =0,0307{( ,533 / ,612 ) =0,0070 Dimana, kecepatan duct actual,---- V= fpm Aliran udara Q= cfm Langkah ke tujuh belas; Friction Los per VP, Friction Los per VP, dihitung dengan rumus Friction Los per VP = Straight Duct Length * Friction Factor (H f ) = 7 * = 0,0491 Dimana, panjang lurus duct = 7 ft Friction Factor (H f ) = 0,0070 Maka Friction Los per VP adalah sebesar = 0,0491 Langkah ke delapan belas; Menghitung Elbow Loss per VP, dengan rumus Elbow Loss per VP = No.of 90 0 Elbow * loss Factor = 1* 0,24 = 0,2400 Contoh dalam perancangan, Elbow Elbow 1-90 = 1,00 (ACGIH, figure 5-17) Halaman 25

26 Langkah ke sembilan belas; Contoh dalam perancangan, Elbow Koefisien = 0,24 (ACGIH, figure 5-16) Entry loss per VP Entry loss per VP= No. of Branch Entries * loss factor Entry loss per VP = 1* 0,28 = 0,28 Branch Entri = 1 (bilangan 0 atau 1) Entry Loss coefisien = 0,28 (ACGIH, figure 5-17) Langkah ke dua puluh; Duct Loss per VP, Dihitung dengan rumus, Duct Loss per VP = Friction Los per VP + Elbow Loss per VP + Special Fitting Loss Factor Duct Loss per VP = 0, ,280 = 0,5691 Dimana, Friction Los per VP = 0,0491 Elbow Loss per VP = 0,280 Maka Duct Loss per VP = 0,5961 Langkah ke dua puluh satu; Duct Loss Duct Loss = Duct Velocity Pressure * Duct Loss per VP = 1,7618 * 0,5961 = 1,0027 Dimana, Tekanan kecepatan duct VP d = 1,7618 Duct Loss per VP--- 0,5961 Maka kehilangan pada pipa sebesar 1,0027 Langkah ke dua puluh dua; Duct SP Loss, Duct SP Loss = Hood Static Pressure + Duct Loss Duct SP Loss = ,0027 = 3,223 in WG Dimana, Tekanan statis Hood/ Hood Static Pressure in WG Duct Loss/ kehilangan pada pipa ,0027 Kumulatif Tekanan Statis = 3, 223 in WG 6.4. Metode Velocity Pressure Method Calculation Sheet Dari tahapan-tahapan perhitungan perancangan dari langkah ke satu sampi dengan langkah ke dua puluh dua dengan berpedoman pada Standar American Conference of Govermental Industrial Hygienis (ACGIH),dengan mengunakan VELOCITY PRESSURE METHOD CALCULATION SHEET, adalah sebagai berikut : Halaman 26

27 Velocity Pressure Method Calculation Sheet Plant Name: CONTOH SOAL Elevation: Date: 25 April 2013 Location: Temp: Drawing #.: Department: + Factor: Designer: 1 Duct Segment Identification A-C B-C C - D D D - E E E- F 2 Target Volume Flowrate, Q = V*A- Chap 10 cfm Min. Transport Velocity, V Chap 10 fpm Maximum Duct Diameter (D= ((4*144*Q)/(p inches A Selected Duct Diameter inches I Duct Area (pi*(d/12) 2 /4) sq. ft R Actual Duct Velocity fpm Duct Velocity Pres, VP = (V/4005) 2 "wg C H Maximum Slot Area = (2/11) sq ft L O Slot area selected sq ft E F 11 O S Slot Velocity, Vs Chap 10 fpm A 12 D L Slot Velocity Pres, VPs=(Vs/4005) 2 "wg N A 13 O Slot Loss Coefficient, Chap 10, Chap E 14 T Acceleration Factor 0 or R N 15 S S Slot Loss per VP (13+14) U Slot Static Pressure (12*15) "wg C Duct Entry Loss Factor Fig 5-15,or Chap T Acceleration Factor (1 at hoods) 1 or I Duct Entry Loss per VP ( ) O Duct Entry Loss (8 * 19) "wg N Other Losses "wg Hood Static Pressure SPh ( ) "wg Straight Duct Length ft Friction Factor (Hf) Friction Loss per VP (23 * 24) No. of 90 degree Elbows Elbow Loss Coefficient (Bottom of Page) Elbow Loss per VP (26*Loss Factor)(bottom of page) No. of Branch Entries ( 1 or 0) Entry Loss Coefficient Entry Loss per VP (29*Loss Factor) (Branch) Special Fittings Loss Factors 33 Duct Loss per VP ( ) Duct Loss (8*33) Duct SP Loss ( ) Other Losses 37 Cumulative Static Pressure "wg Governing Static Pressure (at TO location) "wg 39 Corrected Volumetric Flowrate cfm 40 Corrected Velocity fpm 41 Corrected Velocity Pressure "wg 42 Resultant Velocity Pressure "wg Halaman 27

28 Daftar Pusataka, American Conference of Governmental Industrial Hygienists (ACGIH ), 1998 Industrial Ventilation : A Manual of Recommended Practice, 23 rd Edition. Copyright Reprinted with permission American Conference of Governmental Industrial Hygienists (ACGIH ), 2007 Industrial Ventilation: A Manual of Recommended Practice for Design, 26 th Edition Feb 1, pages Barbara A. Plog, National Safety Council, 1999 Fundamentals of Industrial Hygiene Study Guide and Answer Book National Safety Council, pages Stoecker, W Design of Industrial Ventilation Systems. 5th ed. Industrial Press, New York. 3.. Principles for Air Conditioning Practice. Industrial Press, New York. 4. DallaValle, J. M Exhaust Hoods, 2nd ed. Industrial Press, New York... William A. Burgess, Michael J. Ellenbecker, Robert D. Treitman 0 Reviews Ventilation for Control of the Work Environment, John Wiley & Sons, Jul 12, Science pages Robert Jennings Heinsohn 1991 Industrial Ventilation: Engineering Principles Wiley, Feb 6, Technology & Engineering pages Wesley Chester Lincoln Hemeon, D. J. Burton0 Reviews, 1998, Hemeon's Plant and Process Ventilation Lewis Publishers, Jul 1, Architecture pages John Leslie Alden,2007 Design of industrial exhaust systems - University of Wisconsin Madison 252 pages Wesley Chester Lincoln Hemeon, 2007 Plant and process ventilation Industrial Press, 1963 the University of Michigan 481 pages Halaman 28

LOKAL EXHAUST VENTILATION/VENTILASI PENGELUARAN SETEMPAT

LOKAL EXHAUST VENTILATION/VENTILASI PENGELUARAN SETEMPAT LOKAL EXHAUST VENTILATION/VENTILASI PENGELUARAN Oleh ; Ir.Latar Muhammad Arief, MSc Dosen, FKM Peminatan Keselamatan & Kesehatan Kerja Univ Esa Unggul 1 I. PENGENALAN Local Exhaust Ventilation (LEV) termasuk

Lebih terperinci

Exhaust System Design. Disusun oleh: Hendri Amirudin Anwar ST, MKKK

Exhaust System Design. Disusun oleh: Hendri Amirudin Anwar ST, MKKK Exhaust System Design Disusun oleh: Hendri Amirudin Anwar ST, MKKK AGENDA PEMBAHASAN Pendahuluan Prinsip & Prosedur Desain Desain Method 7.1. PENGANTAR Pertimbangan desain ventilasi sangat tergantung pada

Lebih terperinci

1.1 DATA AWAL. I. Idustri asbestos, dengan jenis bahan serat crysotile

1.1 DATA AWAL. I. Idustri asbestos, dengan jenis bahan serat crysotile 1.1 DATA AWAL I. Idustri asbestos, dengan jenis bahan serat crysotile 2. Unit produksi pada unit Crusing, dengan data sebagai berikut : Tipe hood enclosure Generatian rate -------------------------------

Lebih terperinci

DESAIN VENTILASI INDUSTRI

DESAIN VENTILASI INDUSTRI DESAIN VENTILASI INDUSTRI Nama : NIM : Tugas mata Kuliah, Univ. Esa Unggul, tahun 2014 1 Kata Pengatar, Tugas perencanan Sistim Ventilasi Lokal merupakan tugas mata kuliah Ventilasi Industri selama satu

Lebih terperinci

DUCT LOSSES/ KEHILANGAN PADA DUCT/PIPA ETAPRIMA SAFETY ENGINEERING, M.ARIEFF.L

DUCT LOSSES/ KEHILANGAN PADA DUCT/PIPA ETAPRIMA SAFETY ENGINEERING, M.ARIEFF.L DUCT LOSSES/ KEHILANGAN PADA DUCT/PIPA ETAPRIMA SAFETY ENGINEERING, M.ARIEFF.L ETAPRIMA SAFETY ENGINEERING, M.ARIEFF.L 2/18/2016 DUCT LOSSES ETAPRIMA SAFETY ENGINEERING, M.ARIEFF.L 2/18/2016 2.4.1. Friction

Lebih terperinci

General Principles of Industrial Ventilation

General Principles of Industrial Ventilation PRINSIP UMUM General Principles of Industrial Ventilation Ir. MUH. ARIF LATAR, MSc ETAPRIMA SAFETY ENGINEERING/ M.ARIEF LATAR Modul-2, General Principles of Industrial Ventilation 1. Defenisi Dasar 2.

Lebih terperinci

General Principles of Industrial Ventilation

General Principles of Industrial Ventilation PRINSIP UMUM General Principles of Industrial Ventilation Ir. MUH. ARIF LATAR, MSc ETAPRIMA SAFETY ENGINEERING/ M.ARIEF LATAR Modul-2, General Principles of Industrial Ventilation 1. Defenisi Dasar 2.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup. Sebagian besar bumi terdiri atas air karena luas daratan lebih kecil dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. banyak terdapat ternak sapi adalah di TPA Suwung Denpasar. Sekitar 300 ekor sapi

BAB I PEDAHULUAN. banyak terdapat ternak sapi adalah di TPA Suwung Denpasar. Sekitar 300 ekor sapi BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin berkurangnya lahan sebagai tempat merumputnya sapi, maka banyak peternak mencari alternatif lain termasuk melepas ternak sapinya di tempat pembuangan sampah

Lebih terperinci

TEORI JOHN GORDON CHAPTER: CHEMICAL AGENTS. Oleh: SURATMAN, S.KM, M.Kes Staf Pengajar Kesehatan Masyarakat Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed)

TEORI JOHN GORDON CHAPTER: CHEMICAL AGENTS. Oleh: SURATMAN, S.KM, M.Kes Staf Pengajar Kesehatan Masyarakat Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) TEORI JOHN GORDON CHAPTER: CHEMICAL AGENTS Oleh: SURATMAN, S.KM, M.Kes Staf Pengajar Kesehatan Masyarakat Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Keterangan: A = Agen (Agent) P = Pejamu (Host) L = Lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah lingkungan hidup merupakan masalah yang penting karena memberikan pengaruh bagi kesehatan individu dan masyarakat. Faktor yang menyebabkan penurunan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran terhadap lingkungan hidup akhir-akhir ini banyak mendapat perhatian pemerintah, khususnya pihak akademisi, terutama terhadap kehadiran polutan beracun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini. Udara berfungsi juga sebagai pendingin benda-benda yang panas, penghantar bunyi-bunyian,

BAB I PENDAHULUAN. ini. Udara berfungsi juga sebagai pendingin benda-benda yang panas, penghantar bunyi-bunyian, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara merupakan salah satu unsur atau zat yang sangat penting setelah air. Seluruh makhluk hidup membutuhkan udara sebagai oksigen demi kelangsungan hidupnya di muka

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat, terutama di negara-negara industri yang banyak memiliki pabrik dan

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat, terutama di negara-negara industri yang banyak memiliki pabrik dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran udara sudah lama menjadi masalah kesehatan pada masyarakat, terutama di negara-negara industri yang banyak memiliki pabrik dan kendaraan bermotor (Chandra,

Lebih terperinci

Sulfur dan Asam Sulfat

Sulfur dan Asam Sulfat Pengumpulan 1 Rabu, 17 September 2014 Sulfur dan Asam Sulfat Disusun untuk memenuhi Tugas Proses Industri Kimia Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Chandrawati Cahyani, M.S. Ayu Diarahmawati (135061101111016)

Lebih terperinci

BAHAN KIMIA DI RUMAH

BAHAN KIMIA DI RUMAH BAHAN KIMIA DI RUMAH Bahan kimia tidak terdapat di tempat kerja saja, tetapi terdapat juga dalam barang-barang yang kita pakai sehari-hari, di antaranya: 1. PEWANGI RUANGAN. Mungkin mengandung formaldehyde

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun gas dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. maupun gas dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Lingkungan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses industrialisasi tidak dapat melepaskan diri dari efek negatif yang ditimbulkannya. Adanya bahan sisa industri baik yang berbentuk padat, cair, maupun gas dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam kegiatan seperti mandi, mencuci, dan minum. Tingkat. dimana saja karena bersih, praktis, dan aman.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam kegiatan seperti mandi, mencuci, dan minum. Tingkat. dimana saja karena bersih, praktis, dan aman. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan suatu unsur penting dalam kehidupan manusia untuk berbagai macam kegiatan seperti mandi, mencuci, dan minum. Tingkat konsumsi air minum dalam kemasan semakin

Lebih terperinci

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer Standar Nasional Indonesia Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer ICS 13.040.40 Badan Standardisasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan salah satu unsur alam yang sama pentingnya dengan air dan udara. Tanah adalah suatu benda alami, bagian dari permukaan bumi yang dapat ditumbuhi oleh

Lebih terperinci

LEMBAR DATA KESELAMATAN

LEMBAR DATA KESELAMATAN LEMBAR DATA KESELAMATAN BAGIAN 1 IDENTIFIKASI PRODUK KIMIA DAN PERUSAHAAN Nama Produk Pengidentifikasi Produk / Nama Dagang Nama Kimia : Fipronil 50 g/l : Ken-Pronil 50 SC : 5-amino-1-(2, 6-dichloro-4-(trifluoromethyl)phenyl)-4-

Lebih terperinci

Dampak Pencemaran Pantai Dan Laut Terhadap Kesehatan Manusia

Dampak Pencemaran Pantai Dan Laut Terhadap Kesehatan Manusia Dampak Pencemaran Pantai Dan Laut Terhadap Kesehatan Manusia Dengan semakin meluasnya kawasan pemukiman penduduk, semakin meningkatnya produk industri rumah tangga, serta semakin berkembangnya Kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. provinsi Bali dengan banyak aktivitas manusia seperti tempat singgah kapal-kapal

BAB I PENDAHULUAN. provinsi Bali dengan banyak aktivitas manusia seperti tempat singgah kapal-kapal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelabuhan Benoa merupakan salah satu pelabuhan yang terdapat di provinsi Bali dengan banyak aktivitas manusia seperti tempat singgah kapal-kapal dan berbagai aktivitas

Lebih terperinci

KAJIAN TEORITIK PEMILIHAN HEAT PUMP DAN PERHITUNGAN SISTEM SALURAN PADA KANDANG PETERNAKAN AYAM BROILER SISTEM TERTUTUP

KAJIAN TEORITIK PEMILIHAN HEAT PUMP DAN PERHITUNGAN SISTEM SALURAN PADA KANDANG PETERNAKAN AYAM BROILER SISTEM TERTUTUP INFOMATEK Volume 19 Nomor 1 Juni 2017 KAJIAN TEORITIK PEMILIHAN HEAT PUMP DAN PERHITUNGAN SISTEM SALURAN PADA KANDANG PETERNAKAN AYAM BROILER SISTEM TERTUTUP Evi Sofia *), Abdurrachim **) *Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan baik udara, tanah, ataupun air banyak terjadi akibat dari aktivitas manusia. Menurut UU No.32 tahun 2009, yang dimaksud dengan pencemaran adalah

Lebih terperinci

ETAPRIMA SAFETY ENGINEERING, M.ARIEFF.L

ETAPRIMA SAFETY ENGINEERING, M.ARIEFF.L 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Tujuan, 1.3. Pengertian, 2. JENIS DAN TIPE VENTILATON MODUL -1 Kegiatan Belajar -1 2.1. Dilution (general) ventilation/ventilasi Pengenceran Udara, 2.2. Local exhaust

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas kehidupan yang sangat tinggi yang dilakukan oleh manusia ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan manusia dan tatanan lingkungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau

I. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu yang baru keluar dari kelenjar mamae melalui proses pemerahan merupakan suatu sumber bahan pangan yang murni, segar, higienis, bergizi, serta mengandung sejumlah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh logam berat sudah sangat

PENDAHULUAN. Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh logam berat sudah sangat I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh logam berat sudah sangat memprihatinkan. Pencemaran lingkungan oleh logam berat merupakan suatu proses yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

Perancangan Dust Collector System untuk Proses Buffing

Perancangan Dust Collector System untuk Proses Buffing Perancangan Dust Collector System untuk Proses Buffing Aviora Karunia 1*, Emie Santoso 2, dan Dhika Aditya 3 1 Program Studi Teknik Desain dan Manufaktur, Jurusan Teknik Permesinan Kapal, Politeknik Perkapalan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Dasar Steam merupakan bagian penting dan tidak terpisahkan dari teknologi modern. Tanpa steam, maka industri makanan kita, tekstil, bahan kimia, bahan kedokteran,daya, pemanasan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perpindahan debu dari transfer point Perpindahan debu di sekitar conveyor sangat di pengaruhi oleh tiga faktor, dengan hubungan sebagai berikut : 1. Perpindahan debu akan tinggi

Lebih terperinci

LEMBAR DATA KESELAMATAN

LEMBAR DATA KESELAMATAN LEMBAR DATA KESELAMATAN BAGIAN 1 IDENTIFIKASI PRODUK KIMIA DAN PERUSAHAAN Nama Produk : Alpha-Cypermethrin 100 g/l Pengidentifikasi Produk / Nama Dagang : Ken-Fas 100 EC Nama Kimia : (S)-α-cyano-3-phenoxy

Lebih terperinci

LEMBAR DATA KESELAMATAN

LEMBAR DATA KESELAMATAN LEMBAR DATA KESELAMATAN BAGIAN 1 IDENTIFIKASI PRODUK KIMIA DAN PERUSAHAAN Nama Produk : Imidacloprid 10% Pengidentifikasi Produk / Nama Dagang : Kimida 10 WP Nama Kimia : (E)-1-(6-chloro-3-pyridylmethyl)-N-nitroimidazolidin-2-

Lebih terperinci

LEMBAR DATA KESELAMATAN

LEMBAR DATA KESELAMATAN LEMBAR DATA KESELAMATAN BAGIAN 1 IDENTIFIKASI PRODUK KIMIA DAN PERUSAHAAN Nama Produk Pengidentifikasi Produk / Nama Dagang Nama Kimia : Glyphosate Isopropylammonium 490 g/l : Kenfosat 490 SL : N-(fosfonometil)

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 19 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PENDAHULUAN Sistem tata udara Air Conditioning dan Ventilasi merupakan suatu proses mendinginkan atau memanaskan udara sehingga dapat mencapai suhu dan kelembaban yang diinginkan

Lebih terperinci

Muchammad 1) Abstrak. Kata kunci: Pressure drop, heat sink, impingement air cooled, saluran rectangular, flow rate.

Muchammad 1) Abstrak. Kata kunci: Pressure drop, heat sink, impingement air cooled, saluran rectangular, flow rate. ANALISA PRESSURE DROP PADA HEAT-SINK JENIS LARGE EXTRUDE DENGAN VARIASI KECEPATAN UDARA DAN LEBAR SALURAN IMPINGEMENT MENGGUNAKAN CFD (COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC) Muchammad 1) Abstrak Pressure drop merupakan

Lebih terperinci

LEMBAR DATA KESELAMATAN

LEMBAR DATA KESELAMATAN LEMBAR DATA KESELAMATAN BAGIAN 1 IDENTIFIKASI PRODUK KIMIA DAN PERUSAHAAN Nama Produk : Glufosinate ammonium 150 g/l Pengidentifikasi Produk / Nama Dagang : Kenbast 150 SL Nama Kimia : ammonium 4-(hydroxyl(methyl)

Lebih terperinci

LEMBAR DATA KESELAMATAN

LEMBAR DATA KESELAMATAN LEMBAR DATA KESELAMATAN BAGIAN 1 IDENTIFIKASI PRODUK KIMIA DAN PERUSAHAAN Nama Produk Pengidentifikasi Produk / Nama Dagang Nama Kimia : Lambda-cyhalothrin 25 g/l : Taekwando 25 EC : (S)-α-cyano-3-phenoxybenzyl

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu sumber daya alam yang terpenting bagi semua makhluk hidup di bumi. Air digunakan hampir di setiap aktivitas makhluk hidup. Bagi manusia, air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam percobaan ini mengunakan metoda spektrometri yang pengukuran secara kuantitatif. Namun percobaan ini tidak jauh berbeda dengan percobaan sebelumnya karena percobaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Baja merupakan paduan yang terdiri dari unsur utama besi (Fe) dan karbon (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang tersusun dalam

Lebih terperinci

Gambar 4.21 Grafik nomor pengujian vs volume penguapan prototipe alternatif rancangan 1

Gambar 4.21 Grafik nomor pengujian vs volume penguapan prototipe alternatif rancangan 1 efisiensi sistem menurun seiring dengan kenaikan debit penguapan. Maka, dari grafik tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa sistem akan bekerja lebih baik pada debit operasi yang rendah. Gambar 4.20 Grafik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam timbal atau Pb adalah jenis logam lunak berwarna coklat kehitaman dan mudah dimurnikan. Logam Pb lebih tersebar luas dibanding kebanyakan logam toksik lainnya

Lebih terperinci

SANITASI DAN KEAMANAN

SANITASI DAN KEAMANAN SANITASI DAN KEAMANAN Sanitasi adalah.. pengendalian yang terencana terhadap lingkungan produksi, bahan bahan baku, peralatan dan pekerja untuk mencegah pencemaran pada hasil olah, kerusakan hasil olah,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masalah yang sangat krusial bagi negara maju dan sedang berkembang. Terjadinya

I. PENDAHULUAN. masalah yang sangat krusial bagi negara maju dan sedang berkembang. Terjadinya I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas di berbagai sektor pembangunan, terutama pada sektor industri, maka masalah pencemaran lingkungan menjadi masalah yang sangat

Lebih terperinci

Material Safety Data Sheet. : Stearin Sawit RBD Terhidrogenasi

Material Safety Data Sheet. : Stearin Sawit RBD Terhidrogenasi Material Safety Data Sheet Stearin Sawit RBD Terhidrogenasi Bagian 1: Produk Kimia dan Identifikasi Perusahaan Nama Produk : Stearin Sawit RBD Terhidrogenasi Identifikasi Perusahaan : Tradeasia International

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lain. Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus dilakukan secara

BAB I PENDAHULUAN. yang lain. Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus dilakukan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang banyak, bahkan oleh semua makhluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar

Lebih terperinci

Turunnya Harga Premium, Tingkatkan Kadar Timbal

Turunnya Harga Premium, Tingkatkan Kadar Timbal 1 Turunnya Harga Premium, Tingkatkan Kadar Timbal Eforia yang sedang terjadi di akhir tahun 2008 dan awal tahun 2009 yaitu menurunnya harga bahan bakar minyak untuk ketiga kalinya. Hal ini tentu disambut

Lebih terperinci

Udara ambien Bagian 4: Cara uji kadar timbal (Pb) dengan metoda dekstruksi basah menggunakan spektrofotometer serapan atom

Udara ambien Bagian 4: Cara uji kadar timbal (Pb) dengan metoda dekstruksi basah menggunakan spektrofotometer serapan atom Standar Nasional Indonesia Udara ambien Bagian 4: Cara uji kadar timbal (Pb) dengan metoda dekstruksi basah menggunakan spektrofotometer serapan atom ICS 13.040.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar

Lebih terperinci

PENGURANGAN KELEMBABAN UDARA MENGGUNAKAN LARUTAN CALSIUM CHLORIDE (CACL2) PADA WAKTU SIANG HARI DENGAN VARIASI SPRAYING NOZZLE

PENGURANGAN KELEMBABAN UDARA MENGGUNAKAN LARUTAN CALSIUM CHLORIDE (CACL2) PADA WAKTU SIANG HARI DENGAN VARIASI SPRAYING NOZZLE Available online at Website http://ejournal.undip.ac.id/index.php/rotasi PENGURANGAN KELEMBABAN UDARA MENGGUNAKAN LARUTAN CALSIUM CHLORIDE (CACL2) PADA WAKTU SIANG HARI DENGAN VARIASI SPRAYING NOZZLE *Eflita

Lebih terperinci

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 12: Penentuan total partikel secara isokinetik

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 12: Penentuan total partikel secara isokinetik Standar Nasional Indonesia Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 12: Penentuan total partikel secara isokinetik ICS 13.040.40 Badan Standardisasi Nasional 1 SNI 19-7117.12-2005 Daftar isi Daftar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahaya penggunaan timah hitam, timbal atau plumbum (Pb) mengakibatkan 350 kasus penyakit jantung koroner, 62.

BAB I PENDAHULUAN. Bahaya penggunaan timah hitam, timbal atau plumbum (Pb) mengakibatkan 350 kasus penyakit jantung koroner, 62. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahaya penggunaan timah hitam, timbal atau plumbum (Pb) mengakibatkan 350 kasus penyakit jantung koroner, 62.000 hipertensi, menurunkan IQ dan juga mengurangi kemampuan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. adalah Timbal (Pb). Timbal merupakan logam berat yang banyak digunakan

PENDAHULUAN. adalah Timbal (Pb). Timbal merupakan logam berat yang banyak digunakan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah pencemaran lingkungan oleh logam berat cukup membahayakan kehidupan. Salah satu logam berbahaya yang menjadi bahan pencemar tersebut adalah Timbal (Pb). Timbal

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran logam berat sangat berbahaya bagi lingkungan. Banyak laporan yang memberikan fakta betapa berbahayanya pencemaran lingkungan terutama oleh logam berat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1 Lokasi, jenis industri dan limbah yang mungkin dihasilkan

PENDAHULUAN. Tabel 1 Lokasi, jenis industri dan limbah yang mungkin dihasilkan 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Batam sebagai salah satu daerah industri yang cukup strategis, membuat keberadaan industri berkembang cukup pesat. Perkembangan industri ini di dominasi oleh industri berat

Lebih terperinci

CREATIVE THINKING. MANUSIA DAN ILMU PENGETAHUAN Panca Indra

CREATIVE THINKING. MANUSIA DAN ILMU PENGETAHUAN Panca Indra CREATIVE THINKING MANUSIA DAN ILMU PENGETAHUAN Panca Indra HIDUNG Hidung merupakan panca indera manusia yang sangat penting untuk mengenali bau dan juga untuk bernafas. Bagian-Bagian Hidung Dan Fungsinya

Lebih terperinci

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 3: Oksida-oksida sulfur (SO X ) Seksi 2: Cara uji dengan metoda netralisasi titrimetri

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 3: Oksida-oksida sulfur (SO X ) Seksi 2: Cara uji dengan metoda netralisasi titrimetri Standar Nasional Indonesia Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 3: Oksida-oksida sulfur (SO X ) Seksi 2: Cara uji dengan metoda netralisasi titrimetri ICS 13.040.40 Badan Standardisasi Nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia, akan tetapi pembangunan di bidang industri ini juga memberikan. berat dalam proses produksinya (Palar, 1994).

I. PENDAHULUAN. manusia, akan tetapi pembangunan di bidang industri ini juga memberikan. berat dalam proses produksinya (Palar, 1994). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dan kemajuan teknologi yang berhubungan dengan pembangunan di bidang industri banyak memberikan keuntungan bagi manusia, akan tetapi pembangunan di bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perairan telah menjadi permasalahan kesehatan lingkungan hampir semua negara

BAB I PENDAHULUAN. perairan telah menjadi permasalahan kesehatan lingkungan hampir semua negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam beberapa dekade terakhir, pencemaran logam berat pada ekosistem perairan telah menjadi permasalahan kesehatan lingkungan hampir semua negara di dunia (Almeide

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kemajuan sektor perindustrian di Indonesia yang semakin meningkat

PENDAHULUAN. Kemajuan sektor perindustrian di Indonesia yang semakin meningkat I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan sektor perindustrian di Indonesia yang semakin meningkat membawa dampak bagi masyarakat Indonesia. Dampak positif dari industriindustri salah satunya yaitu terbukanya

Lebih terperinci

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling Tabel V.9 Konsentrasi Seng Pada Setiap Titik Sampling dan Kedalaman Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling A B C A B C 1 0,062 0,062 0,051 0,076 0,030 0,048

Lebih terperinci

Material Safety Data Sheet. : Resin Pinus Oleo

Material Safety Data Sheet. : Resin Pinus Oleo Material Safety Data Sheet Resin Pinus Oleo Bagian 1: Produk Kimia dan Identifikasi Perusahaan Nama Produk : Resin Pinus Oleo Sinonim : Pinus Resin Turpentin Identifikasi Perusahaan : Tradeasia International

Lebih terperinci

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 6: Cara uji kadar amoniak (NH 3 ) dengan metode indofenol menggunakan spektrofotometer

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 6: Cara uji kadar amoniak (NH 3 ) dengan metode indofenol menggunakan spektrofotometer Standar Nasional Indonesia Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 6: Cara uji kadar amoniak (NH 3 ) dengan metode indofenol menggunakan spektrofotometer ICS 13.040.40 Badan Standardisasi Nasional

Lebih terperinci

BAHAN KIMIA BERBAHAYA ALDI KURNIA TAMA

BAHAN KIMIA BERBAHAYA ALDI KURNIA TAMA BAHAN KIMIA BERBAHAYA ALDI KURNIA TAMA 1417031006 Tabel Bahan Kimia Berbahaya No Nama Bahan Kimia Simbol Keterangan 1 Natrium Peroxide Oksidasi Korosif 2 Acrylamide 3 Sodium Hidroxide Korosif 4 Napthalene

Lebih terperinci

Pengertian Bahan Kimia Berbahaya dan Beracun Bahan kimia berbahaya adalah bahan kimia yang memiliki sifat reaktif dan atau sensitif terhadap

Pengertian Bahan Kimia Berbahaya dan Beracun Bahan kimia berbahaya adalah bahan kimia yang memiliki sifat reaktif dan atau sensitif terhadap Pengertian Bahan Kimia Berbahaya dan Beracun Bahan kimia berbahaya adalah bahan kimia yang memiliki sifat reaktif dan atau sensitif terhadap perubahan/kondisi lingkungan yang dengan sifatnya tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang maju identik dengan tingkat kehidupan yang lebih baik. Jadi, kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. yang maju identik dengan tingkat kehidupan yang lebih baik. Jadi, kemajuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan industri dan teknologi dimanfaatkan manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Sudah terbukti bahwa industri dan teknologi yang maju identik dengan tingkat

Lebih terperinci

Gas dan Debu. Pada Tambang Bawah Tanah

Gas dan Debu. Pada Tambang Bawah Tanah Gas dan Debu Pada Tambang Bawah Tanah Nama : Gilas Amartha Abieyoga Nim/kelas : 03121402081 / A ABSTRAK Usaha pertambangan adalah kegiatan yang mempunyai resiko kecelakaan kerja yang sangat besar. Oleh

Lebih terperinci

karena corong plastik yang digunakan tidak tahan terhadap benturan pada saat transportasi di lapangan. Model kedua yang digunakan terbuat dari bahan

karena corong plastik yang digunakan tidak tahan terhadap benturan pada saat transportasi di lapangan. Model kedua yang digunakan terbuat dari bahan 33 karena corong plastik yang digunakan tidak tahan terhadap benturan pada saat transportasi di lapangan. Model kedua yang digunakan terbuat dari bahan polimer yang lebih kuat dan tebal. Canister model

Lebih terperinci

ANALISA MESIN DUST COLLECTOR TIPE FABRIC FILTER/BAGHOUSE AMANO VNA 45 PADA RUANG MIXING ROOM.

ANALISA MESIN DUST COLLECTOR TIPE FABRIC FILTER/BAGHOUSE AMANO VNA 45 PADA RUANG MIXING ROOM. Nama : Daniel Christian Bernardo N P M : 20408824 Jurusan : Teknik Mesin Pembimbing : Dr.Sri Poernomosari,ST., MT. ANALISA MESIN DUST COLLECTOR TIPE FABRIC FILTER/BAGHOUSE AMANO VNA 45 PADA RUANG MIXING

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS DEPURASI UNTUK MENURUNKAN KANDUNGAN LOGAM BERAT Pb dan Cd DALAM DAGING KERANG DARAH (Anadara granossa)

EFEKTIFITAS DEPURASI UNTUK MENURUNKAN KANDUNGAN LOGAM BERAT Pb dan Cd DALAM DAGING KERANG DARAH (Anadara granossa) EFEKTIFITAS DEPURASI UNTUK MENURUNKAN KANDUNGAN LOGAM BERAT Pb dan Cd DALAM DAGING KERANG DARAH (Anadara granossa) D 03 Putut Har Riyadi*, Apri Dwi Anggo, Romadhon Prodi Teknologi Hasil Perikanan, Universitas

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN, INSTALASI PERALATAN DAN PENGUJIAN

BAB III PERANCANGAN, INSTALASI PERALATAN DAN PENGUJIAN BAB III PERANCANGAN, INSTALASI PERALATAN DAN PENGUJIAN 3.1 PERANCANGAN ALAT 3.1.1 Design Tabung (Menentukan tebal tabung) Tekanan yang dialami dinding, ΔP = 1 atm (luar) + 0 atm (dalam) = 10135 Pa F PxA

Lebih terperinci

Recovery Logam Ag Menggunakan Resin Penukar Ion

Recovery Logam Ag Menggunakan Resin Penukar Ion PRAKTIKUM PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI Recovery Logam Ag Menggunakan Resin Penukar Ion Pembimbing : Endang Kusumawati, MT Disusun Oleh : IndraPranata R 091431013 Irena Widelia 091431014 Irma Ariyanti 091431015

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, ilmu pengetahuan dan teknologi telah berkembang sangat pesat.

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, ilmu pengetahuan dan teknologi telah berkembang sangat pesat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini, ilmu pengetahuan dan teknologi telah berkembang sangat pesat. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut telah membawa manusia ke era baru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. air yang cukup. Bagi manusia, kebutuhan akan air ini amat mutlak, karena

BAB I PENDAHULUAN. air yang cukup. Bagi manusia, kebutuhan akan air ini amat mutlak, karena BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air sangat penting untuk kehidupan, karena telah sama diketahui bahwa tidak satu pun kehidupan yang ada di dunia ini dapat berlangsung terus tanpa tersedianya air

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN, INSTALASI PERALATAN DAN PENGUJIAN

BAB III PERANCANGAN, INSTALASI PERALATAN DAN PENGUJIAN BAB III PERANCANGAN, INSTALASI PERALATAN DAN PENGUJIAN 3.1 PERANCANGAN ALAT 3.1.1. DESIGN REAKTOR Karena tekanan yang bekerja tekanan vakum pada tabung yang cendrung menggencet, maka arah tegangan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan industri adalah limbah bahan berbahaya dan beracun. Penanganan dan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan industri adalah limbah bahan berbahaya dan beracun. Penanganan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam menjalani kehidupan sehari-hari atau aktifitasnya akan selalu menghasilkan suatu bahan yang tidak diperlukan yang disebut sebagai buangan atau limbah.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Selama ribuan tahun telah disadari bahwa aktivitas manusia dan urbanisasi

I. PENDAHULUAN. Selama ribuan tahun telah disadari bahwa aktivitas manusia dan urbanisasi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama ribuan tahun telah disadari bahwa aktivitas manusia dan urbanisasi dapat menyebabkan polusi udara. Banyak kota di seluruh dunia sekarang menghadapi masalah pencemaran

Lebih terperinci

Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun.

Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun. SELAMAT ATAS PILIHAN ANDA MENGGUNAKAN PEMANAS AIR (WATER HEATER) DOMO Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun. Bacalah buku petunjuk pengoperasian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan lingkungan alam, semakin menambah kepekatan udara (Yuantari, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. dengan lingkungan alam, semakin menambah kepekatan udara (Yuantari, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat polusi terparah di dunia. Terlebih lagi dengan semakin banyaknya pengguna kendaraan bermotor yang tidak peduli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi kehidupan di dunia ini ( Arya, 2004: 27).

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi kehidupan di dunia ini ( Arya, 2004: 27). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan campuran beberapa gas yang perbandingannya tidak tetap, tergantung pada keadaan suhu udara, tekanan udara dan lingkungan sekitar. Udara juga adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gas nitrogen dan oksigen serta gas lain dalam jumlah yang sangat sedikit. Diantara

BAB I PENDAHULUAN. gas nitrogen dan oksigen serta gas lain dalam jumlah yang sangat sedikit. Diantara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan sumber daya yang penting dalam kehidupan, dengan demikian kualitasnya harus dijaga. Udara yang kita hirup, sekitar 99% terdiri dari gas nitrogen dan

Lebih terperinci

LIMBAH. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.

LIMBAH. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4. LIMBAH Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.B3 PENGERTIAN Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 18/1999 Jo.PP 85/1999

Lebih terperinci

BAB III PERALATAN DAN PROSEDUR PENGUJIAN

BAB III PERALATAN DAN PROSEDUR PENGUJIAN BAB III PERALATAN DAN PROSEDUR PENGUJIAN 3.1 PERANCANGAN ALAT PENGUJIAN Desain yang digunakan pada penelitian ini berupa alat sederhana. Alat yang di desain untuk mensirkulasikan fluida dari tanki penampungan

Lebih terperinci

Penurunan Bikarbonat Dalam Air Umpan Boiler Dengan Degasifier

Penurunan Bikarbonat Dalam Air Umpan Boiler Dengan Degasifier Penurunan Bikarbonat Dalam Air Umpan Boiler Dengan Degasifier Ir Bambang Soeswanto MT Teknik Kimia - Politeknik Negeri Bandung Jl Gegerkalong Hilir Ciwaruga, Bandung 40012 Telp/fax : (022) 2016 403 Email

Lebih terperinci

TATA CARA PEMBERIAN SIMBOL DAN LABEL BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

TATA CARA PEMBERIAN SIMBOL DAN LABEL BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN Lampiran Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 03 Tahun 2008 Tanggal : 5 Maret 2008 TATA CARA PEMBERIAN SIMBOL DAN LABEL BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN I. PENDAHULUAN Pengelolaan B3 yang mencakup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kemajuan ilmu dan teknologi terutama bidang industri di Indonesia memiliki dampak yang beragam. Dampak positifnya adalah pertumbuhan ekonomi bagi masyarakat, di sisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Logam Berat Istilah "logam berat" didefinisikan secara umum bagi logam yang memiliki berat spesifik lebih dari 5g/cm 3. Logam berat dimasukkan dalam kategori pencemar lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Polusi atau pencemaran udara adalah proses masuknya polutan kedalam

BAB I PENDAHULUAN. Polusi atau pencemaran udara adalah proses masuknya polutan kedalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Polusi atau pencemaran udara adalah proses masuknya polutan kedalam suatu lingkungan sehingga menurunkan kualitas lingkungan tersebut dan terkontaminasi zat-zat yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kondisi lingkungan perairan Kota Bandar Lampung yang merupakan ibukota

I. PENDAHULUAN. Kondisi lingkungan perairan Kota Bandar Lampung yang merupakan ibukota 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi lingkungan perairan Kota Bandar Lampung yang merupakan ibukota Propinsi Lampung terletak di bagian ujung selatan Pulau Sumatera. Secara geografis, Propinsi Lampung

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RADIASI MATAHARI DAN SH DARA DI DALAM RMAH TANAMAN Radiasi matahari mempunyai nilai fluktuatif setiap waktu, tetapi akan meningkat dan mencapai nilai maksimumnya pada siang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Komposisi dan Perilaku Gas Buang Kendaraan Bermotor Emisi kendaraan bermotor mengandung berbagai senyawa kimia. Komposisi dari kandungan senyawa kimianya tergantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 51' 30 BT perairan tersebut penting di Sumatera Utara. Selain terletak di bibir Selat

BAB I PENDAHULUAN. 51' 30 BT perairan tersebut penting di Sumatera Utara. Selain terletak di bibir Selat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan Bagan Asahan yang terletak pada koordinat 03 01' 00 LU dan 99 51' 30 BT perairan tersebut penting di Sumatera Utara. Selain terletak di bibir Selat Malaka,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Polusi atau pencemaran lingkungan adalah suatu peristiwa masuknya atau

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Polusi atau pencemaran lingkungan adalah suatu peristiwa masuknya atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Polusi atau pencemaran lingkungan adalah suatu peristiwa masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya

Lebih terperinci

Analisis Aliran Fluida Terhadap Fitting Serta Satuan Panjang Pipa. Nisa Aina Fauziah, Novita Elvianti, dan Verananda Kusuma Ariyanto

Analisis Aliran Fluida Terhadap Fitting Serta Satuan Panjang Pipa. Nisa Aina Fauziah, Novita Elvianti, dan Verananda Kusuma Ariyanto Analisis Aliran Fluida Terhadap Fitting Serta Satuan Panjang Pipa Nisa Aina Fauziah, Novita Elvianti, dan Verananda Kusuma Ariyanto Jurusan teknik kimia fakultas teknik universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Lebih terperinci

Material Safety Data Sheet

Material Safety Data Sheet 0 1 0 Health 1 Fire 0 Reactivity 0 Nama: Calcium sulfate Rumus Kimia: BaSO4 Material Safety Data Sheet Calcium Sulfate MSDS Bagian 1: Identifikasi Produk Personal Protection E Bagian 2: Identifikasi Bahaya

Lebih terperinci

Oleh: ANA KUSUMAWATI

Oleh: ANA KUSUMAWATI Oleh: ANA KUSUMAWATI PETA KONSEP Pencemaran lingkungan Pencemaran air Pencemaran tanah Pencemaran udara Pencemaran suara Polutannya Dampaknya Peran manusia Manusia mempunyai peranan dalam pembentukan dan

Lebih terperinci

PRINSIP DAN TEKNIK PENGGUNAAN GAS SORPTION ANALYZER (GSA) Oleh: Sudarlin, M.Si Jurusan Kimia UIN Sunan Kalijaga 2012

PRINSIP DAN TEKNIK PENGGUNAAN GAS SORPTION ANALYZER (GSA) Oleh: Sudarlin, M.Si Jurusan Kimia UIN Sunan Kalijaga 2012 A. Pengantar PRINSIP DAN TEKNIK PENGGUNAAN GAS SORPTION ANALYZER (GSA) Oleh: Sudarlin, M.Si Jurusan Kimia UIN Sunan Kalijaga 2012 Gas Sorption Analyzer (GSA) tidak termasuk alat analisis instrument karena

Lebih terperinci

SISTEM DETEKSI DAN PEMADAMAN KEBAKARAN

SISTEM DETEKSI DAN PEMADAMAN KEBAKARAN LAMPIRAN II PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KETENTUAN DESAIN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN DAN LEDAKAN INTERNAL PADA REAKTOR DAYA SISTEM DETEKSI DAN PEMADAMAN KEBAKARAN

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN FILTER ASAP PADA INCINERATOR SAMPAH (RJ01)

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN FILTER ASAP PADA INCINERATOR SAMPAH (RJ01) PERANCANGAN DAN PEMBUATAN FILTER ASAP PADA INCINERATOR SAMPAH (RJ01) Nama : Rico Eka Arfiansyah NPM : 26411131 Jurusan : Teknik Mesin Dosen Pembimbing : Dr. Ridwan, ST., MT Latar Belakang Sampah merupakan

Lebih terperinci