BAB 2 LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian dan Definisi Produktivitas Pengertian dari produktivitas sangatlah berbeda dengan produksi. Orang sering menghubungkan pengertian antara produktivitas dengan produksi, hal ini disebabkan karena produksi nyata dan langsung terukur. Produksi merupakan aktivitas untuk menghasilkan barang dan jasa, sedangkan produktivitas berkaitan erat dengan penggunaan sumber daya untuk menghasilkan barang dan jasa. Jika produksi hanya memandang dari sisi output, maka produktivitas memandang dari dua sisi sekaligus, yaitu sisi input dan sisi output. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa produktivitas berkaitan dengan efisiensi penggunaan input dalam memproduksi output secara efektif. Produktivitas sebenarnya juga menyangkut aspek yang luas, seperti modal, biaya, tenaga kerja, alat dan teknologi. Beberapa pengertian produktivitas dapat diuraikan sebagai berikut (Yamit, 2007, pp11-14) : Menurut Organization For Economic and Development (OECD), menyatakan bahwa pada dasarnya produktivitas adalah output dibagi dengan elemen produksi yang dimanfaatkan. Menurut International Labour Organization (ILO), pada dasarnya produktivitas adalah perbandingan antara elemen-elemen produksi dengan yang dihasilkan. Elemen-elemen tersebut berupa tanah, tenaga kerja, modal dan organisasi.

2 7 Menurut European Productivity Agency (EPA), produktivitas adalah tingkat efektivitas pemanfaatan setiap elemen produktivitas. Menurut formulasi dari National Productivity Board, Singapura, pada dasarnya produktivitas adalah sikap mental yang mempunyai semangat untuk bekerja keras dan ingin memiliki kebiasaan untuk melakukan peningkatan perbaikan. Sesuai dengan laporan Dewan Produktivitas Nasional (DPN), produktivitas mengandung pengertian sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa kualitas kehidupan hari ini harus lebih baik dari kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini. Dari berbagai pengertian produktivitas di atas, secara umum produktivitas mengandung pengertian perbandingan antara hasil yang dicapai (output) dengan keseluruhan sumber daya yang digunakan (input) Produktivitas = output input 2.2 Bentuk dan Ruang Lingkup Produktivitas Menurut Yamit (2007, p15) bila produktivitas dikelompokkan berdasarkan faktorial, maka akan dijumpai 3 bentuk dasar produktivitas anatara lain : Produktivitas Total Faktor (total factor productivity) Menunjukkan produktivitas dari semua faktor yang digunakan untuk menghasilkan output. Faktor tersebut dapat berupa bahan mentah, tenaga kerja, energi, peralatan produksi dan lain-lain. Formulasi yang dipakai untuk menghitung produktivitas total, yaitu :

3 8 Produktivitas total faktor = total keluaran total masukan Produktivitas Multi Faktor (multifactor productivity) Menunjukkan produktivitas dari beberapa faktor yang digunakan untuk menghasilkan keluaran antara lain modal dan tenaga kerja. Formulasi yang dipakai adalah : Produktivitas multi faktor = keluaran beberapa masukan Produktivitas Parsial (partial productivity) Menunjukkan produktivitas dari faktor-faktor tertentu yang digunakan untuk menghasilkan keluaran. Faktor tersebut berupa bahan baku atau tenaga kerja atau energi atau yang lainnya. Formulasi yang digunakan adalah : Produktivitas parsial = keluaran satu masukan Menurut Sumanth (2004, p9), berdasarkan tingkatan besarnya unit yang dibahas, produktivitas dapat dibedakan atas 4 ruang lingkup, yaitu : Produktivitas Skala Nasional Pada lingkup nasional, estimasi produktivitas digunakan untuk meramalkan pendapatan dan keluaran nasional pada suatu waktu. Produktivitas pada lingkup nasional digunakan sebagai indeks pertumbuhan, terutama produktivitas tenaga kerja. Kenaikan produktivitas nasional tenaga kerja menggambarkan jumlah barang dan jasa yang tinggi per pekerja dibandingkan sebelumnya sehingga merupakan potensi atau pendapatan nyata per pekerja yang tinggi.

4 9 Produktivitas Skala Industri Pada ruang lingkup ini semua faktor yang mempengaruhi dan saling berhubungan dikelompokkan dalam suatu kelompok industri. Produktivitas Skala Perusahaan atau Organisasi Pada lingkup ini, hubungan antar faktor lebih mudah dianalisis. Produktivitas dapat diukur, dikendalikan, atau dibandingkan dengan keadaan sebelumnya ataupun dibandingkan dengan perusahaan sejenis. Produktivitas Tenaga kerja (Perorangan) Dalam lingkup ini, seorang pekerja dipengaruhi lingkungan kerja, keberhasilan peralatan, proses dan perlengkapannya, disini muncul faktor yang sulit diukur seperti kepuasan kerja dan motivasi. 2.3 Manfaat Pengukuran Produktivitas Suatu organisasi perusahaan perlu mengetahui pada tingkat produktivitas mana perusahaan itu beroperasi, agar dapat membandingkannya dengan produktivitas standar yang telah ditetapkan manajemen dan dapat melakukan perbaikan produktivitas dari waktu ke waktu. Perbaikan akan meningkatkan daya saing perusahaan di pasar global yang sangat kompetitif. Menurut Gaspersz (2000, pp24-25), manfaat pengukuran produktivitas bagi perusahaan antara lain : Perusahaan dapat menilai efisiensi konversi sumber dayanya agar dapat meningkatkan produktivitas melalui efisiensi penggunaan sumber dayanya. Perencanaan sumber-sumber daya akan menjadi lebih efektif dan efisien melalui pengukuran produktivitas.

5 10 Perencanaan target tingkat produktivitas di masa mendatang dapat dimodifikasi kembali berdasarkan informasi pengukuran tingkat produktivitas sekarang. Strategi untuk meningkatkan produktivitas perusahaan dapat ditetapkan berdasarkan tingkat kesenjangan produktivitas yang ada di antara tingkat produktivitas yang direncanakan dan tingkat produktivitas yang diukur. Nilai-nilai produktivitas yang dihasilkan dari suatu pengukuran dapat menjadi informasi yang berguna untuk merencanakan tingkat keuntungan perusahaan. Menciptakan tindakan kompetitif berupa upaya peningkatan produktivitas terus-menerus. Memberikan informasi yang bermanfaat dalam mengevaluasi perkembangan dan efektivitas dari perbaikan yang dilakukan dalam perusahaan. Memberi motivasi kepada orang-orang untuk melakukan perbaikan terusmenerus dan juga akan meningkatkan kepuasan kerja. Aktivitas perundingan bisnis (kegiatan tawar-menawar) secara kolektif dapat diselesaikan secara rasional. 2.4 Metode Pengukuran Objective Matrix (OMAX) Latar Belakang OMAX Menurut Christopher (2003, p2-9.8), Objective Matrix adalah suatu sistem pengukuran produktivitas parsial yang dikembangkan untuk memantau produktivitas di suatu perusahaan atau di tiap bagian saja dengan kriteria produktivitas yang sesuai dengan keberadaan bagian tersebut. Model ini diciptakan oleh Prof. James L. Riggs, seorang ahli produktivitas dari Amerika Serikat. Matriks ini berasal dari usaha-usaha beliau untuk

6 11 mengkualifikasikan perawatan yang dilandasi kasih sayang (Tender Loving Care) dalam studi produktivitas rumah sakit pada tahun 1975, yaitu suatu skema multi dimensional untuk menyertakan TLC dalam pengukuran kinerja. Pengukuran produktivitas yang dilakukan dengan menggunakan pengukuran model OMAX, pada dasarnya merupakan perpaduan dari beberapa ukuran keberhasilan atau kriteria produktivitas yang sudah dibobot sesuai derajat kepentingan masing-masing ukuran atau kriteria itu di dalam perusahaan. Dengan demikian model ini dapat digunakan untuk mengidentifikasikan faktor-faktor yang amat berpengaruh dan yang kurang berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas Kelebihan Metode OMAX Pengukuran produktivitas dapat menjadi suatu hal yang menyulitkan karena adanya beberapa hal yang harus dilibatkan seperti rasio-rasio, indeks, persentase dan lain-lain. Oleh karena itu tidaklah mengherankan bahwa pengukuran dan peningkatan produktivitas sulit untuk dilakukan karena banyaknya kriteria yang harus dipertimbangkan dan dilibatkan di dalamnya. Hasil perpaduan beberapa ukuran keberhasilan atau kriteria produktivitas ini kemudian dinilai ke dalam satu indikator atau indeks yang berguna untuk : Memperlihatkan sasaran atau target peningkatan produktivitas Alat peringatan dalam pengambilan keputusan bagi peningkatan produktivitas Mengetahui posisi dalam pencapaian target

7 12 Kelebihan model OMAX dibandingkan dengan model pengukuran produktivitas yang lainnya (Christopher, 2003, p2-9.8) yaitu : Model ini memungkinkan menjalankan aktivitas-aktivitas perencanaan, pengukuran, penilaian dan peningkatan produktivitas sekaligus. Adanya sasaran produktivitas yang jelas dan mudah dimengerti yang akan memberi motivasi bagi pekerja untuk mencapainya. Berbagai faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas dapat diidentifikasikan dengan baik dan dapat dikuantifikasikan. Adanya pengertian bobot yang mencerminkan pengaruh masing-masing faktor terhadap peningkatan produktivitas yang penentuannya memerlukan persetujuan manajemen. Model ini menggabungkan seluruh faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas dan dinilai ke dalam satu indikator atau indeks. Bentuk model ini fleksibel, tergantung lingkungan mana diterapkan. Dalam hal ini juga berarti bahwa data-data yang diperlukan dalam model ini mudah diperoleh di lingkungan perusahaan dimana model ini digunakan Aspek Penting dalam OMAX Tiga aspek yang penting dalam OMAX (Nasution, 2006, p448), yaitu : 1. Awareness (kesadaran), yaitu : Mengerti masalah produktivitas Ada kemungkinan peningkatan produktivitas Mampu meningkatkan produktivitas

8 13 2. Improvement (peningkatan), yaitu : Know how to do it Mampu dan mau menjalankan perbaikan 3. Maintenance (pemeliharaan), yaitu : Mempertahankan kemajuan Memelihara semangat kemajuan Tahap Awal Pengukuran Produktivitas Metode OMAX Tahap awal yang dilakukan dalam pengukuran produktivitas dengan menggunakan OMAX (Christopher, 2003, p2-9.8) adalah : Mencantumkan visi misi perusahaan Menentukan potensial objektif Menentukan kriteria pengukuran Menentukan bobot dari tiap kriteria yang terpilih Bentuk dan Susunan Metode OMAX Menurut Christopher (2003, p2-9.9), Objective Matrix merupakan suatu metode pengukuran kinerja dengan menggunakan indikator pencapaian dan suatu prosedur pembobotan untuk memperoleh indeks produktivitas total. Susunan model ini berupa matriks yaitu sebuah tabel yang sel-selnya disusun menurut kolom dan baris sehingga dapat dibaca dari atas ke bawah dan dari kiri ke kanan. Susunan matriks ini akan memudahkan dalam pengoperasiannya. Susunan model Objective Matrix ini terdiri atas beberapa bagian yakni sebagai berikut :

9 14 1. Kriteria Produktivitas Adalah kegiatan dan faktor yang mendukung produktivitas unit kerja yang sedang diukur produktivitasnya, dinyatakan dengan perbandingan (rasio). Kriteria ini menyatakan ukuran efektivitas, kuantitas dan kualitas dari output, efisiensi dan utilisasi dari input, konsistensi dari operasi dan ukuran khusus atau faktor lainnya yang secara tidak langsung berhubungan dengan tingkat produktivitas yang diukur. Setiap kriteria harus terukur dan sebaiknya tidak saling bergantung. Kriteria yang melukiskan ukuran produktivitas letaknya di kelompok paling atas dari matriks ini. 2. Tingkat Pencapaian Setelah beberapa periode waktu, dilakukanlah pengukuran untuk memantau besarnya pencapaian performance untuk setiap kriteria. Keberhasilan pencapaian itu kemudian diisikan pada baris performance yang tersedia untuk semua kriteria. Kemudian untuk perhitungan rasio diperoleh dari bagian yang berkaitan dengan produktivitas. 3. Sel-sel skala Matrix Kerangka dari badan matriks disusun dari besaran pencapaian setiap kriteria. Di dalamnya terdiri dari 11 baris, dimulai dari baris paling bawah yang merupakan pencapaian terendah atau terburuk yang dinyatakan dengan level 0, sampai dengan baris paling atas yang merupakan sasaran atau target produktivitas yang realistis yang dinyatakan dengan level 10. Tingkat pencapaian semula yaitu tingkat pencapaian yang diperoleh saat matriks mulai dioperasikan, ditempatkan pada level 3. Setelah sel-sel skala 0, 3 dan 10 diisi, sisa sel lainnya untuk setiap kriteria dengan lengkap dicantumkan

10 15 secara bertingkat. Sel pada level 1, 2, dan 4 sampai 9 merupakan tingkat pencapaian antara (intermediate). 4. Skor Pada baris skor (bagian bawah matriks), besar pencapaian pada poin nomor 2 (di bagian atas badan matriks) diubah ke dalam skor yang sesuai. Hal ini dilakukan dengan mencocokkan besaran realisasi pencapaian rasio pada poin nomor 2 dengan sel matriks yang ada dan ekuivalen dengan skala tertentu. 5. Bobot Setiap kriteria yang telah ditetapkan mempunyai pengaruh yang berbeda pada tingkat produktivitas yang diukur. Untuk itu, perlu dicantumkan bobot yang menyatakan derajat kepentingan (dalam satuan %) yang menunjukkan pengaruh relatif kriteria tersebut terhadap produktivitas unit kerja yang diukur. Jumlah seluruh bobot kriteria adalah 100%. 6. Nilai Nilai dari pencapaian yang berhasil diperoleh untuk setiap kriteria pada periode tertentu didapat dengan mengalikan skor pada kriteria tertentu dengan bobot kriteria tersebut. 7. Indikator Pencapaian Pada periode tententu jumlah seluruh nilai dari setiap kriteria dicantumkan pada kotak indikator pencapaian. Besarnya indikator awalnya adalah 300 karena semua kriteria mendapat skor 3 pada saat matriks mulai dioperasikan. Peningkatan produktivitas ditentukan dari besarnya kenaikan indikator pencapaian yang terjadi.

11 16 Ketujuh susunan ini membentuk kerangka model seperti pada Tabel 2.1 di bawah ini : Tabel 2.1 Format Tabel Objective Matrix (Christopher, 2003, p2-9.9) Baris A Kriteria 1 Kriteria 2 Kriteria 3 Kriteria 4 Kriteria n KRITERIA PRODUKTIVITAS PERFORMANCE Baris B Baris C SKOR BOBOT NILAI INDIKATOR PENCAPAIAN Keterangan : Baris A adalah Blok Pendefinisian yang terdiri atas kriteria produktivitas dan tingkat pencapaian kinerja (performance) sekarang Baris B adalah Blok Kuantifikasi yang berisi sel-sel matrix Baris C terdiri atas baris skor, bobot, nilai dan indikator pencapaian

12 Penyusunan Matriks Penyusunan dan pelaksanaan matriks merupakan proses yang jelas dan langsung yang membutuhkan keahlian (Christopher, 2003, pp ). Langkah-langkah yang dilakukan dalam penyusunan matriks adalah : Menentukan kriteria Hal pertama yang dilakukan adalah mengidentifikasi kriteria produktivitas. Kriteria tersebut harus menyatakan kondisi dan kegiatan yang mendukung produktivitas unit kerja yang dapat dikontrol. Kriteria ini dapat dinyatakan dengan ukuran efektivitas, kuantitas dan kualitas dari keluaran, efisiensi dan utilisasi dari masukkan, konsistensi dari operasi, dan ukuran khusus lainnya. Biasanya hal ini berhubungan dengan faktor-faktor seperti ketepatan waktu, kualitas, keselamatan kerja, pemborosan, waktu kerusakan (downtime), perputaran dan pertukaran tenaga kerja, kehadiran, lembur dan sebagainya. Indeks produktivitas haruslah mudah dimengerti, mudah diukur dan administrasinya dilakukan dengan baik. Oleh karena itu, merupakan hal yang penting untuk mengikutsertakan semua pihak dalam perusahaan dalam penyusunan matriks ini. Selanjutnya untuk setiap kriteria dibentuk suatu rasio, dan pada saat yang sama harus dapat dipastikan bahwa data yang diperlukan dapat diperoleh. Rasio ini harus berdiri sendiri dan merupakan faktor yang terukur. Penilaian pencapaian Nilai tahap awal didasarkan pada perhitungan nilai rata-rata dari periode data selama tiga bulan atau lebih. Pencapaian pada saat ini

13 18 dikategorikan dalam skala skor dari skala 0 sampai 10 untuk memberikan lebih banyak tempat bagi perbaikan daripada untuk terjadinya penurunan. Pencapaian ini tidak diletakkan pada tingkat skala yang terendah agar memberikan kemungkinan terjadinya pertukaran dan memberikan kelonggaran apabila terjadinya kemunduran. Menetapkan sasaran Nilai tahap awal diletakkan pada skala 3, sedangkan pencapaian yang ingin dicapai diletakkan pada skala 10. Pencapaian yang dibuat haruslah berkesan optimis dan harus merupakan gambaran yang realistis. Tetapi perlu pula mempertimbangkan faktor-faktor yang masuk akal bahwa beberapa tahun mendatang mungkin telah ada teknologi baru dengan proses yang lebih baik, ataupun bahan baku baru yang memungkinkan untuk mencapai suatu yang dirasakan sekarang ini tidak dapat dicapai. Bilangan kuantitas (keluaran dibandingkan dengan sumber daya) lebih mudah untuk ditargetkan. Misalnya, meningkatkan produksi dari 590 menjadi 800 unit perjam orang menunjukkan kenaikan sebesar 35%, dan dalam kebanyakan situasi dalam perusahaan-perusahaan manufaktur, peningkatan sebesar itu merupakan sasaran yang masuk akal (biasanya peningkatan sebesar 20% sampai 50% dapat diterima). Dalam bidang jasa perolehan yang bahkan lebih dari itu dapat saja terjadi. Jadi sasaran-sasaran ini mungkin memerlukan banyak spekulasi dan diskusi dalam penentuannya, tetapi biasanya target akan tercapai bila memang telah diupayakan ke arah itu.

14 19 Menetapkan sasaran-sasaran jangka pendek Pengisisan skala skor yang tersisa lainnya dari matriks dapat dilakukan secara langsung setelah sel skala skor nol (yang merupakan rasio terburuk yang mungkin atau merupakan level terbawah), 3 dan 10 telah ditetapkan. Sel yang tersisa yaitu skala 1, 2, 4 sampai dengan 9 merupakan suatu sasaran jangka pendek atau suatu sasaran antara (intermediate) sebelum tingkat pencapaian akhir dipenuhi. Biasanya skala linier digunakan untuk pengisian antara pencapaian pada saat ini dengan sasaran yang ingin dicapai pada setiap kriteria produktivitas. Tidak ada persyaratan yang kaku dari penentuan hal ini. Pergerakan dari skala 3 ke skala 0 juga dilakukan seperti pengskalaan di atas. Penempatan dari hasil yang diharapkan pada setiap tingkat merupakan bagian yang penting dari pengskalaan, karena hasil tersebut membentuk suatu rintangan khusus yang harus diatasi untuk maju dari suatu sasaran jangka pendek ke sasaran jangka pendek berikutnya. Menentukan derajat kepentingan Semua kriteria dari pencapaian produktif tidak memiliki pengaruh yang sama pada produktivitas unit kerja keseluruhan. Bobot yang diberkan mencerminkan kontribusi yang diterima oleh manajemen dari setiap kriteria sasaran produktivitas organisasi secara keseluruhan. Pembobotan merupakan hal yang penting sekali karena pembobotan memberikan suatu kesempatan untuk memberikan perhatian secara langsung pada kegiatan yang berpotensi besar bagi peningkatan produktivitas. Pembobotan biasanya dilaksanakan oleh manajemen puncak atau oleh dewan produktivitas yang dimiliki oleh perusahaan. Setelah seluruh kriteria pencapaian saat ini dan sasaran telah

15 20 diperinci serta persetujuan mengenai hal ini dicapai, maka setiap anggota dewan akan menuliskan pilihan mereka untuk menditribusikan seratus angka untuk pembobotan. Dari hasil pilihannya akan dihitung rata-rata bobot secara sederhana dan disetujui sebagai pembobotan yang sesuai bagi matriks ini, atau dewan bisa mendiskusikan berbagai cara mendistribusikan angka-angka ini sampai suatu kesepakatan mengenai hal ini dapat dicapai. Suatu pandangan yang jauh ke depan diperlukan pada proses ini. Misalnya pada saat ini masalah kualitas menjadi persoalan, maka masalah kualitas inilah yang harus diberi bobot yang tinggi. Namun pemantauan juga perlu dilakukan terus-menerus untuk memperbaiki bidang yang lain sebagai titik penekanan pada masa mendatang Pengoperasian Matriks Bila pembobotan telah dilakukan, matriks ini sudah dapat dioperasikan. Orang yang tepat untuk memperoleh data masukan perlu segera ditetapkan, dan tanggung jawab perorangan untuk memelihara kelangsungan sistem harus ditentukan. Berikutnya, suatu pertemuan dengan orang-orang yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh kriteria pencapaian yang ditentukan dalam matriks harus diadakan untuk menjelaskan pada yang bersangkutan mengenai matriks tersebut secara keseluruhan. Pemeliharaan yang terus-menerus terdiri dari mengumpulkan data selama periode pengukuran dan menetapkan pencapaian sebenarnya untuk setiap kriteria. Bilangan tersebut dimasukkan pada bagian atas dari setiap kolom. Kemudian, tingkat skala level dalam badan matriks yang berhubungan dengan pencapaian

16 21 sebenarnya, diberi tanda. Perlu diingat bahwa setiap kotak di dalam badan matriks menyatakan suatu rintangan yang harus diatasi untuk mencapai skala level tertentu. Maksudnya disini adalah bila sasaran jangka pendek belum dicapai, maka kotak dibawahnyalah yang dilingkari (sebagai contoh, dalam kolom kriteria terakhir pada Tabel 2.2 Contoh Pengoperasian Matriks, 9,5% unit yang rusak adalah belum mencapai 8% sehingga angka pencapaian 10% yang ditandai dan bukan angka 8% itu). Setiap pencapaian yang lebih kecil dari pencapaian terburuk yang masih diperbolehkan (yaitu level terbawah) akan tetap menerima skor 0 untuk periode tersebut. Setiap kotak yang dilingkari berhubungan dengan skala level 0 sampai 10, dan semua angka dimasukkan dalam kotak yang sesuai panjang baris B. Setiap skor ini kemudian dikalikan dengan bobot masing-masing sehingga diperoleh nilai (pada baris C). Nilai ini dijumlahkan sehingga diperoleh indeks pencapaian untuk periode tersebut. Hasil perhitungannya disebarluaskan dalam lingkungan perusahaan agar dapat dilihat oleh setiap orang yang berkepentingan. Bilangan indeks yang diperoleh dari beberapa periode pengukuran kemudian dapat diplotkan dalam suatu grafik untuk memudahkan melihat kecenderungan pencapaian produktivitas periode tertentu.

17 22 Tabel 2.2 Contoh Pengoperasian Matriks (Christopher, 2003, p2-9.10) Total output_ Total jam kerja Unit rusak Total keluaran KRITERIA PRODUKTIVITAS 3,8 9,5% PERFORMANCE 5,0 0% 10 4,8 2% 9 4,6 4% 8 4,4 6% 7 4,2 8% 6 4,0 10% 5 3,8 12% 4 3,6 14% 3 3,3 15% 2 3,0 16% 1 2,7 17% 0 4 5,25 SKOR BOBOT NILAI INDIKATOR PENCAPAIAN Penggunaan Tabel OMAX Cara penggunaan Tabel OMAX (Christopher, 2003, pp ) adalah : Mengumpulkan pengukuran yang sesuai dengan departemen atau proses yang diukur. Masukkan pengukuran tersebut di setiap kolom pada bagian atas tabel OMAX. Buatlah bobot dari tingkat kepentingan dalam pengukuran tersebut yang bila dijumlahkan 100% dan masukkan nilai tersebut ke dalam baris yang bernama bobot. Tingkat kepentingan akan diberikan lebih pada pihak yang paling menerima tekanan untuk melakukan perbaikan. Hitung dan asumsikan bila perlu, nilai periode dasar untuk setiap pengukuran yang ada pada kolom matriks. Nilai periode dasar dapat diambil dari nilai periode sebelumnya atau rata-rata dari periode yang lebih panjang. Bila

18 23 pengukuran baru pertama kali dilakukan, dasar pengukuran dapat berupa dugaan yang masuk akal. Nilai periode dasar dimasukkan pada level 3. Buatlah target yang paling masuk akal pada periode mendatang untuk setiap kolom pengukuran. Masukkan nilai ini pada level 10, kenaikan antara nilai periode dasar pada level 3 sampai tujuannya pada level 10 seharusnya dapat dibandingkan untuk setiap kolom, tidak dalam nilai persentase yang pasti, tetapi lebih pada keseluruhan setiap kolomnya. Isi nilai pada setiap kolom untuk baris 4 sampai 9. Jika tingkat kenaikan dari satu nilai ke lainnya adalah linier, maka tingkat pencapaian dari nilai-nilai itu dapat berupa sebuah deret. Isi nilai level 2 sampai 0 dengan menggunakan logika yang sama dengan langkah sebelumnya. Nilai level 0 diisi dengan nilai terburuk yang terjadi dari periode sebelumnya. Pengukuran selanjutnya dapat berupa sebulan, seperempat atau bahkan setahun kemudian (seperempat lebih direkomendasikan). Masukkan nilai aktual dalam baris performance. Masukkan nilai-nilai dalam kolomnya masing-masing dan baca skala level yang berhubungan dengan nilai aktual. Secara umum sangat penting untuk menginterpolasi antara seluruh nilai dalam level. Penerapannya dapat dilihat pada Tabel 2.3. Jadi jika nilai pada level 5 adalah 2,2 dan nilai pada level 4 adalah 2,0, maka nilai aktual 2,1 akan berada pada skor 2,1 2,0 4, Masukkan skor interpolasi 2,2 2,0 pada baris skor.

19 24 Kalikan skor dengan bobot pada setiap kolom dan masukkan dalam baris value (nilai). Jumlahkan setiap nilai dalam baris nilai dan letakkan nilai total dalam kotak indikator pencapaian, ini adalah nilai akhir untuk periode waktu yang berlangsung. Perhitungan Indeks Produktivitas (IP) dihitung dengan cara : IP = Indikator produktivitas sekarang 100% Indikator periode dasar Jumlah Produk Jam Kerja Tabel 2.3 Contoh Penggunaan Tabel OMAX Produk Rusak Jam Absen Jumlah Produk Jam Kerja KRITERIA PRODUKTIVITAS 2,1 8 0,18 PERFORMANCE 3, ,0 3 0,02 9 2,8 4 0,04 8 2,6 5 0,06 7 2,4 6 0,08 6 2,2 7 0,10 5 2,0 8 0,12 4 1,8 9 0,14 3 1,6 12 0,18 2 1,3 15 0,22 1 1,0 18 0,26 0 4,5 4 2 SKOR BOBOT NILAI INDIKATOR PENCAPAIAN 370 Indeks Produktivitas (IP) : 370 IP = 100% = 123,33% 300

20 AHP Latar Belakang AHP Proses Hierarki Analitik (Analytical Hierarchy Process AHP) dikembangkan oleh Dr. Thomas L. Saaty dari Wharton School of Business pada tahun 1970-an untuk mengorganisasikan informasi dan judgement dalam memilih alternatif yang paling disukai. Menurut Marimin (2004, p76) prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategis, dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam suatu hierarki. Kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara subjektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel yang lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut. Secara grafis, persoalan keputusan AHP dapat dikonstruksikan sebagai diagram bertingkat, yang dimulai dengan sasaran, lalu kriteria level pertama, subkriteria dan akhirnya alternatif. AHP memungkinkan untuk memberikan nilai bobot relatif dari suatu kriteria majemuk secara intuitif, yaitu dengan melakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparisons). Dr. Thomas L. Saaty, pembuat AHP kemudian menentukan cara yang konsisten untuk mengubah perbandingan berpasangan menjadi suatu himpunan bilangan yang merepresentasikan prioritas relatif dari setiap kriteria dan alternatif. Menurut Marimin (2004, p77) AHP memiliki keunggulan dalam menjelaskan proses pengambilan keputusan karena dapat digambarkan secara grafis sehingga mudah dipahami oleh semua pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan.

21 26 Selain itu, AHP juga menguji konsistensi penilaian bila terjadi penyimpangan yang terlalu jauh dari nilai konsistensi sempurna, maka hal ini menunjukkan bahwa penilaian perlu diperbaiki, atau hierarki harus distruktur ulang Prinsip Kerja AHP Menurut Marimin (2004, pp78-79), ide dasar kerja AHP adalah : 1. Penyusunan Hierarki Persoalan yang akan diselesaikan, diuraikan menjadi unsur-unsur, yaitu kriteria dan alternatif, kemudian disusun menjadi struktur hierarki. Diagram berikut mempresentasikan keputusan untuk memilih agroindustri dengan menggunakan AHP. Adapun kriteria untuk membuat keputusan tersebut adalah bahan baku, pemasaran dan teknologi proses, beserta dengan subkriteria yang terkait dengan masing-masing kriteria tersebut. Alternatif yang tersedia dalam membuat keputusan terlihat pada level yang paling bawah. Hierarki persoalan ini dapat dilihat sebagai berikut : Gambar 2.1 Contoh Struktur Hierarki dalam AHP (Marimin, 2004, p78)

22 27 2. Penilaian Kriteria dan Alternatif Kriteria dan alternatif dinilai melalui perbandingan berpasangan. Skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2.4 Skala Kepentingan Perbandingan Berpasangan (Marimin, 2004, p79) Nilai Keterangan 1 Kriteria atau alternatif A sama penting dengan kriteria atau alternatif B 3 A sedikit lebih penting dari B 5 A jelas lebih penting dari B 7 A sangat jelas lebih penting dari B 9 A mutlak lebih penting dari B 2,4,6,8 Apabila ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan Nilai perbandingan A dengan B adalah 1 dibagi dengan nilai perbandingan B dengan A. 3. Penentuan Prioritas Untuk setiap kriteria dan alternatif perlu dilakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparisons). Nilai-nilai perbandingan relatif kemudian diolah untuk menentukan peringkat relatif dari seluruh alternatif. Baik kriteria kualitatif maupun kuantitatif dapat dibandingkan sesuai dengan judgement yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas. Bobot atau prioritas dihitung dengan manipulasi matriks. 4. Konsistensi Logis Semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis.

23 Contoh Aplikasi AHP Untuk melihat prinsip kerja AHP maka diperlihatkan contoh yang sering ditemui yaitu proses memilih komoditi agroindustri yang ingin dikembangkan (Marimin, 2004, pp79-83) Perumusan Masalah dalam AHP Untuk menyelesaikan masalah tersebut maka perlu dilakukan tiga langkah berikut : 1. Penentuan sasaran yang ingin dicapai : memilih komoditi agroindustri 2. Penentuan kriteria pemilihan : bahan baku, pemasaran dan teknologi proses 3. Penentuan alternatif pilihan : industri minyak kelapa sawit, industri pengolahan coklat, karet dan teh Informasi mengenai sasaran, kriteria dan alternatif tersebut kemudian disusun dalam bentuk diagram seperti terlihat pada gambar di bawah ini : Gambar 2.2 Contoh Hubungan Sasaran, Kriteria dan Alternatif dalam AHP (Marimin, 2004, p80)

24 Pembobotan Kriteria dengan AHP Dari ketiga kriteria tersebut, perlu ditentukan tingkat kepentingannya. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya Menentukan bobot secara sembarang Membuat skala interval untuk menentukan ranking setiap kriteria Menggunakan prinsip kerja AHP, yaitu perbandingan berpasangan, tingkat kepentingan suatu kriteria relatif terhadap kriteria lain dapat dinyatakan dengan jelas. Contoh hasil perbandingan berpasangan untuk contoh di atas adalah : Tabel 2.5 Contoh Hasil Perbandingan Berpasangan (Marimin, 2004, p81) Bahan Baku Pemasaran Teknologi Proses Bahan Baku 1 / 1 1 / 2 3 / 1 Pemasaran 2 / 1 1 / 1 4 / 1 Teknologi Proses 1 / 3 1 / 4 1 / Penyelesaian dengan Manipulasi Matriks Matriks di atas akan diolah untuk menentukan bobot dari kriteria, yaitu dengan jalan menentukan nilai eigen (eigenvector). Prosedur untuk mendapatkan nilai eigen adalah : 1. Kuadratkan matriks tersebut 2. Hitung jumlah nilai dari setiap baris, kemudian lakukan normalisasi 3. Hentikan proses ini bila perbedaan antara jumlah dari dua perhitungan berturut-turut lebih kecil dari suatu nilai batas tertentu. Penyelesaian untuk contoh di atas (misalnya dengan syarat nilai eigen sudah tidak berubah sampai 4 angka di belakang koma) Ubah matriks menjadi bilangan desimal seperti dalam tabel berikut :

25 30 Tabel 2.6 Contoh Matriks Bilangan Desimal (Marimin, 2004, p81) 1,000 0,500 3,000 2,000 1,000 4,000 0,333 0,250 1,000 Iterasi 1 : Kuadratkan matriks di atas Tabel 2.7 Contoh Kuadrat Matriks Iterasi 1 (Marimin, 2004, p81) 3,0000 1,7500 8,0000 5,3333 3, ,0000 1,1666 0,6667 3,0000 Jumlahkan nilai setiap baris matriks dan hitung nilai hasil normalisasinya : Tabel 2.8 Contoh Matriks Normalisasi Iterasi 1 (Marimin, 2004, p82) Jumlah Baris Hasil Normalisasi 12, ,7500 / 39,9166 = 0, , ,3333 / 39,9166 = 0,5595 4,8333 4,8333 / 39,9166 = 0,1211 Jumlah 39,9166 1,0000 Iterasi 2 : Kuadratkan kembali matriks di atas Tabel 2.9 Contoh Kuadrat Matriks Iterasi 2 (Marimin, 2004, p82) 27, , ,4984 5, , ,6642 1,1666 6, ,6653 Jumlahkan nilai setiap baris matriks dan hitung nilai hasil normalisasinya : Tabel 2.10 Contoh Matriks Normalisasi Iterasi 2 (Marimin, 2004, p82) Jumlah Baris Hasil Normalisasi 115, ,9967 / 362,9196 = 0, , ,6615 / 362,9196 = 0, , ,2614 / 362,9196 = 0,1220 Jumlah 362,9196 1,0000 Hitung perbedaan nilai eigen sebelum dan sesudah nilai eigen sekarang : 0,3194 0,3196 = - 0,0002 0,5595 0,5584 = 0,0011

26 31 0,1211 0,1220 = - 0,0009 Terlihat bahwa perbedaan tersebut tidak terlalu besar sampai dengan 4 desimal. Iterasi 3 : Bila dilakukan iterasi satu kali lagi maka syarat akan terpenuhi (nilai eigen sudah tidak berbeda sampai 4 desimal). Jadi nilai eigen yang diperoleh adalah : 0,3196 ; 0,5584 ; 0,1220. Berikut ini adalah matriks berpasangan beserta dengan nilai eigennya : Tabel 2.11 Contoh Matriks Berpasangan dengan Nilai Eigen (Marimin, 2004, p83) Bahan Baku Pemasaran Teknologi Proses Nilai Eigen Bahan Baku 1,000 0,500 3,000 0,3196 Pemasaran 2,000 1,000 4,000 0,5584 Teknologi Proses 0,333 0,250 1,000 0,1220 Berdasarkan nilai eigen maka diketahui bahwa kriteria yang paling penting adalah Pemasaran, kemudian Bahan Baku dan terakhir adalah Teknologi Proses Consistency Ratio (CR) Consistency Ratio merupakan parameter yang digunakan untuk memeriksa apakah perbandingan berpasangan telah dilakukan dengan konsekuen atau tidak (Marimin, 2004, p88-89). Penentuan parameter ini dapat dilakukan dengan proses sebagai berikut, misalnya akan menghitung CR untuk kriteria bahan baku pada tabel berikut. Tabel 2.12 Contoh Matriks Kriteria Bahan Baku (Marimin, 2004, p88) Bahan Baku Minyak Coklat Karet Teh Sawit Minyak Sawit 1 / 1 1 / 4 4 / 1 1 / 6 Coklat 4 / 1 1 / 1 4 / 1 1 / 4 Karet 1 / 4 1 / 4 1 / 1 1 / 5 Teh 6 / 1 4 / 1 5 / 1 1 / 1

27 32 Dari nilai faktor (nilai eigen) alternatif pada kriteria bahan baku yaitu : Minyak sawit : 0,1160 Coklat : 0,2470 Karet : 0,0600 Teh : 0,5770 Weighted Sum Vector dapat dihitung dengan jalan mengalikan kedua matriks berikut yang ditunjukkan sebagai berikut : Tabel 2.13 Contoh Weighted Sum Vector (Marimin, 2004, p88) 1 / 1 1 / 4 4 / 1 1 / 6 0,1160 0, / 1 1 / 1 4 / 1 1 / 4 0,2470 1, / 4 1 / 4 1 / 1 1 / 5 * 0,0600 = 0, / 1 4 / 1 5 / 1 1 / 1 0,5770 2,5610 Kemudian dihitung Consistency Vector dengan jalan menentukan nilai rata-rata dari Weighted Sum Vector : 0,5139 / 0,1160 = 4,4303 1,0953 / 0,2470 = 4,4342 0,2662 / 0,0600 = 4,4358 2,5610 / 0,5770 = 4,4385 Nilai rata-rata dari Consistency Vector adalah : p = (4, , , ,4385 / 4 = 4,4347 Nilai Consistency Index dapat dihitung dengan menggunakan rumus : ( p ) ( 1) n CI = ; n : banyaknya alternatif n CI = ( 4,4347 4) ( 4 1) CI = 0,1449

28 33 Untuk menghitung Consistency Ratio dibutuhkan nilai RI, yaitu indeks random yang didapat dari tabel Oarkridge CR = CI RI. Untuk n = 4, nilai RI adalah 0,90. Jadi nilai CR pada kriteria bahan baku adalah : CR = 0,1449 0,90 = 0,1610 Seharusnya nilai CR tidak lebih dari 0,10 jika penilaian kriteria telah dilakukan dengan konsisten. Untuk contoh di atas masih terdapat agak ketidakkonsistenan dalam melakukan penilaian sehingga untuk kasus krusial masih perlu revisi penilaian Penggabungan Pendapat Responden Pada dasarnya AHP dapat digunakan untuk mengolah data dari satu responden ahli (Marimin, 2004, p89). Namun demikian dalam aplikasinya penilaian kriteria dan alternatif dilakukan oleh beberapa ahli multidisiplioner. Konsekuensinya pendapat beberapa ahli tersebut perlu dicek konsistensinya satu persatu. Pendapat yang konsisten kemudian digabungkan dengan menggunakan rata-rata geometrik. n X n G = π X i i=1 X = rata-rata geometrik G n = jumlah responden X i = penilaian oleh responden ke-i Hasil penilaian gabungan ini yang kemudian diolah dengan prosedur AHP yang telah diuraikan sebelumnya.

29 Alat-alat yang Digunakan dalam Mengevaluasi Akar Penyebab Penurunan Produktivitas Menurut Gasperz (2000, pp71-80), evaluasi terhadap suatu sistem produktivitas perusahaan harus mampu menjawab apa yang menjadi akar penyebab dari menurunnya produktivitas perusahaan. Berkaitan dengan evaluasi ini, kita dapat menggunakan alat-alat sederhana yang dapat membantu kita menyelesaikan masalah-masalah tersebut antara lain brainstorming, bertanya mengapa beberapa kali, diagram pareto, dan diagram sebab akibat. Pada skripsi ini hanya menggunakan 2 alat bantu, yaitu : 1. Bertanya Mengapa Beberapa Kali Konsep bertanya mengapa beberapa kali dapat digunakan untuk menemukan akar penyebab dari suatu masalah yang berkaitan dengan produktivitas perusahaan. Kaoru Ishikawa, seorang pakar kualitas berkebangsaan Jepang menyatakan bahwa tanda pertama dari masalah adalah gejala, bukan penyebab. Karena itu perlu dipahami apa yang disebut sebagai gejala, penyebab dan akar penyebab. Bertanya mengapa beberapa kali akan mengarahkan kita pada akar penyebab masalah, sehingga tindakan yang sesuai pada akar penyebab masalah yang ditemukan itu akan menghilangkan masalah. 2. Diagram Sebab Akibat Diagram sebab akibat adalah suatu diagram yang menunjukkan hubungan antara sebab dan akibat. Berkaitan dengan manajemen produktivitas total, diagram sebab akibat dipergunakan untuk menunjukkan faktor-faktor penyebab (sebab) penurunan produktivitas dan karakteristik produktivitas (akibat) yang disebabkan oleh faktor-faktor penyebab itu. Diagram sebab akibat ini sering

30 35 disebut juga sebagai diagram tulang ikan (fishbone diagram) karena bentuknya seperti kerangka ikan, atau diagram Ishikawa karena pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Kaoru Ishikawa dari Universitas Tokyo pada tahun Pada dasarnya diagram sebab akibat dapat digunakan untuk kebutuhan-kebutuhan berikut : Membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah produktivitas. Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah produktivitas. Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut berkaitan dengan masalah produktivitas itu. Manusia Pengukuran Metode Material Mesin Lingkungan Pertanyaan Masalah? Gambar 2.3 Bentuk Umum Diagram Sebab-Akibat (Gaspersz, 2000, p80)

31 Pengertian Sistem Informasi Menurut Mc Leod (2004, p9) Sistem adalah sekelompok elemen-elemen yang terintegrasi dengan maksud yang sama untuk mencapai suatu tujuan. Suatu organisasi seperti perusahaan atau suatu area bisnis cocok dengan definisi ini. Organisasi terdiri dari sejumlah sumber daya seperti manusia, material, mesin (termasuk fasilitas dan energi), uang dan informasi (termasuk data). Sumber daya tersebut bekerja menuju tercapainya suatu tujuan tertentu yang ditentukan oleh pemilik atau manajemen. Sedangkan informasi (Mc Leod, 2004, p12) adalah data yang telah diproses atau data yang memiliki arti. Data terdiri dari fakta-fakta dan angka-angka yang relatif tidak berarti bagi pemakai. Dengan demikian sistem informasi (Whitten, 2004, p12) dapat didefinisikan menjadi suatu pengaturan orang, data, proses dan teknologi informasi yang saling berinteraksi untuk mengumpulkan, memproses, menyimpan dan menyediakan output berupa informasi yang dibutuhkan dalam mendukung organisasi. Definisi lainnya dari sistem informasi (O Brien, 2003, p7) adalah sebuah susunan kombinasi dari orang, hardware, software, jaringan komunikasi, dan sumber daya data yang mengumpulkan, mengubah dan menyebarkan informasi dalam suatu organisasi. 2.8 Sistem Informasi Manajemen Menurut Mc Leod (2004, pp ), Sistem Informasi Manajemen (SIM) didefinisikan sebagai suatu sistem berbasis komputer yang menyediakan informasi bagi beberapa pemakai dengan kebutuhan yang serupa. Para pemakai biasanya membentuk suatu entitas organisasi formal perusahaan atau subunit di bawahnya.

32 37 Informasi menjelaskan perusahaan atau salah satu sistem utamanya mengenai apa yang telah terjadi di masa lalu, apa yang sedang terjadi sekarang dan apa yang mungkin terjadi di masa depan. Informasi tersebut tersedia dalam bentuk laporan periodik, laporan khusus, dan output dari simulasi matematika. Output informasi digunakan oleh manager maupun non manager dalam perusahaan saat mereka membuat keputusan untuk memecahkan masalah. Ketika perusahaan semakin berpengalaman dalam menerapkan rancangan SIM yang mencakup seluruh perusahaan, manager di area-area tertentu mulai menerapkan konsep sesuai kebutuhan mereka. Sistem-sistem informasi fungsional ini, atau subset-subset SIM yang disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan pemakai atas informasi mengenai area-area fungsional, mendapatkan publikasi luas di beberapa area dan sedikit kurang di area lain. Area manufaktur juga menerima pengolahan komputer dan menerapkan teknologi itu baik sebagai sistem informasi konseptual maupun sebagai komponen dalam sistem manufaktur fisik. 2.9 Analisis dan Perancangan Berorientasi Objek Menurut Whitten (2004, p31), analisis dan perancangan berorientasi objek adalah sekumpulan alat dan teknik pengembangan sistem dengan menggunakan teknologi objek untuk membangun suatu sistem dan perangkat lunaknya. Menurut Mathiassen (2000, pp3-4), metode analisis dan perancangan berorientasi objek menggunakan objek dan class sebagai konsep utamanya. Dalam Object Oriented Analysis and Design (OOAD), bagian utamanya adalah objek. Objek adalah suatu entitas dengan identitas, status (keadaan) dan perilaku. Selama menganalisis, kita menggunakan objek untuk membantu pemahaman kita akan

33 38 konteks sistem. Selama merancang, kita menggunakan objek untuk memahami dan menggambarkan sistem itu sendiri. Sedangkan class adalah suatu uraian dari sekumpulan objek yang memiliki struktur, pola perilaku dan atribut yang sama. Class digunakan untuk memahami dan menggambarkan objek. Kelebihan dari orientasi berdasarkan objek (Mathiassen, 2000, p5) adalah merupakan konsep yang umum yang dapat digunakan untuk memodel hampir semua kejadian dan dapat dinyatakan dalam bahasa umum (natural language), memberikan informasi yang jelas mengenai konteks sistem, dan adanya hubungan yang erat antara analisis berorientasi objek, perancangan berorientasi objek, user interface berorientasi objek dan pemrograman berorientasi objek Aktivitas Utama dalam Analisis dan Perancangan Berorientasi Objek Menurut Mathiassen (2000, pp14-15) ada empat aktivitas utama dalam OOAD yang digambarkan sebagai berikut :

34 39 Gambar 2.4 Aktivitas Utama dalam Analisis dan Perancangan Berorientasi Objek (Mathiassen, 2000, p15) Sebelum keempat aktivitas di atas dilakukan, adalah penting untuk memahami karakteristik sistem secara menyeluruh. Dalam upaya untuk memahami sistem, aktivitas yang perlu dilakukan adalah membuat system definition, rich picture dan kriteria FACTOR. System definition (Mathiassen, 2000, pp23-24) adalah suatu uraian ringkas dari suatu sistem terkomputerisasi yang dinyatakan dalam bahasa umum. Suatu system definition menyatakan properti mendasar untuk pengembangan dan penggunaan sistem. System definition menguraikan sistem dalam konteks, informasi apa yang ada di dalamnya, fungsi apa yang tersedia, di mana sistem akan digunakan dan dalam kondisi pengembangan apa dapat diterapkan.

35 40 Menurut Mathiassen (2000, pp26-27), rich picture adalah suatu gambaran informal yang menunjukkan pemahaman pengembang sistem pada situasi di dalam sistem. Suatu rich picture berfokus pada aspek-aspek penting dari sebuah situasi yang ditentukan oleh pengembangnya. Akan tetapi, rich picture juga harus memberikan gambaran luas yang memungkinkan adanya beberapa alternatif penafsiran. Kriteria FACTOR (Mathiassen, 2000, pp39-40) terdiri dari enam elemen yaitu : 1. Functionality : fungsi sistem yang mendukung tugas-tugas dari application domain 2. Application domain : bagian dari suatu organisasi yang mengadministrasi, mengawasi atau mengendalikan problem domain 3. Conditions : dengan kondisi yang bagaimana sistem akan dikembangkan dan digunakan 4. Technology : semua teknologi yang digunakan untuk mengembangkan dan menjalankan sistem 5. Objects : objek yang utama di dalam problem domain 6. Responsibility : tanggung jawab sistem (kegunaan) secara keseluruhan dalam hubungannya dengan konteks sistem Problem Domain Analysis Menurut Mathiassen (2000, pp45-47), problem domain analysis adalah bagian dari suatu konteks yang diadministrasi, diawasi atau dikontrol oleh sistem. Tujuan dari problem domain analysis adalah mengidentifikasi dan mengembangkan suatu model problem domain yang dapat dipahami oleh

36 41 penggunanya. Model adalah gambaran dari class, objek, struktur dan behavior dalam suatu problem domain. Problem domain dibagi menjadi tiga aktivitas yaitu : mencari elemen dari problem domain yaitu objek, class, dan event membuat model berdasarkan hubungan struktural antara class dan objek yang dipilih membuat interaksi antar objek dan class serta properti berupa atribut dan behavior (perilaku) dari objek dan class Class Menurut Mathiassen (2000, p49), class adalah gambaran dari sekumpulan objek yang memiliki struktur, pola perilaku (behavior) dan atribut yang sama. Abstraksi, klasifikasi dan pemilihan adalah tugas utama dalam aktivitas class. Abstraksi dilakukan dengan memandang problem domain sebagai objek dan event. Kemudian objek dan class diklasifikasikan dan dipilih sehingga sistem dapat memasukkan informasi dari objek dan class itu. Setiap class akan berpasangan dengan sekumpulan event. Event adalah suatu peristiwa yang terjadi secara spontan yang melibatkan satu objek atau lebih Structure Menurut Mathiassen (2000, pp69-70) dalam aktivitasnya, class dipilih sebagai model dari problem domain dan setiap class ditandai dengan adanya event dari class itu. Dalam aktivitas struktur, gambaran class ditambahkan dengan hubungan struktur antara class dan objek. Hasil dari aktivitas struktur

37 42 ini adalah class diagram. Class diagram memberikan tampilan problem domain dengan menggambarkan semua hubungan terstruktur antara class dan objek dalam bentuk model diagram. Berikut adalah contoh class diagram dari sebuah sistem salon : Gambar 2.5 Contoh Class Diagram Sistem Salon (Mathiassen, 2000, p70) Menurut Mathiassen (2000, pp72-77), struktur berorientasi objek terdiri dari beberapa jenis, yaitu : 1. Struktur antar class Struktur generalisasi merupakan hubungan antara dua class spesialisasi atau lebih dan class yang lebih umum (general). Dalam generalisasi, class general atau super class menggambarkan properti umum dari sebuah kumpulan class spesialisasinya (subclass). Contohnya class taksi dan mobil pribadi adalah class spesialisasi

38 43 dari class general mobil berpenumpang. Class spesialisasi dapat dinyatakan dengan rumusan adalah dari class general, contohnya taksi adalah mobil berpenumpang. Contoh dari struktur generalisasi dapat dilihat pada gambar berikut : Mobil Berpenumpang Taksi Mobil Pribadi Gambar 2.6 Contoh Struktur Generalisasi (Mathiassen, 2000, p73) Struktur cluster adalah sekumpulan class yang berhubungan. Cluster menyampaikan pemahaman menyeluruh akan problem domain dengan membaginya menjadi subdomain yang lebih kecil. Notasi grafis dari cluster digambarkan sebagai folder file yang memasukkan class di dalamnya. Class dengan cluster pada umumnya dihubungkan dengan struktur generalisasi atau agregasi. 2. Struktur antar objek Struktur agregasi merupakan sebuah hubungan antara dua objek atau lebih, yang dinyatakan dengan suatu objek menjadi dasar dan bagian dari objek lainnya. Pengertian agregasi adalah sebuah objek superior (utuh) yang terbagi menjadi sejumlah objek inferior (bagian). Struktur agregasi digambarkan sebagai sebuah garis antara class utuh dan class bagian, dengan tanda belah ketupat pada ujung garis di class utuh. Agregasi dapat dinyatakan dengan rumusan

39 44 memiliki, contohnya mobil memiliki mesin dan roda. Atau hubungan lawannya adalah bagian dari, contohnya mesin adalah bagian dari mobil. Contoh dari struktur agregasi dapat dilihat pada gambar berikut : Mobil * Body Mesin Roda 1..* 1 2..* Poros Silinder Gambar 2.7 Contoh Struktur Agregasi (Mathiassen, 2000, p76) Struktur asosisasi adalah hubungan antara dua objek atau lebih. Asosiasi digambarkan sebagai sebuah garis antara class terkait. Struktur asosiasi tidak memiliki tingkatan, sehingga class-class yang berhubungan dapat diletakkan di mana saja pada class diagram. Asosiasi dapat dinyatakan dengan rumusan berhubungan dengan. Contoh dari struktur asosiasi dapat dilihat pada gambar berikut : Mobil 0..* 1..* Orang Gambar 2.8 Contoh Struktur Asosiasi (Mathiassen, 2000, p77)

40 Behavior Dalam aktivitas behavior, class yang didefinisikan dalam class diagram ditambahkan dengan gambaran pola perilaku (behavior pattern) dan atribut dari setiap class. Hasil dari aktivitas behavior dinyatakan dalam statechart diagram, contohnya pada Gambar 2.9. Behavioral pattern adalah gambaran event trace yang mungkin untuk semua objek di dalam sebuah class. Event trace adalah urutan dari event-event yang melibatkan objek tertentu. Behavioral pattern dibagi menjadi tiga yaitu : Sequence yaitu event yang terjadi berurutan satu per satu Selection yaitu event yang dipilih satu dari sekumpulan event yang terjadi Iteration yaitu sebuah event yang terjadi sebanyak nol atau berkali-kali / buka rekening / setor uang Open / menarik uang / tutup rekening Gambar 2.9 Contoh Statechart Diagram Customer Bank Application domain analysis Menurut Mathiassen (2000, p115), application domain adalah suatu organisasi yang mengadministrasi, mengawasi atau mengontrol problem domain. Tujuan dari analisis application domain adalah menggambarkan fungsi dan interface yang dibutuhkan pengguna sistem. Oleh sebab itu kerjasama antara

41 46 pengembang dan pengguna dibutuhkan. Kebutuhan akan usage, function dan interface harus dievaluasi Usage Menurut Mathiassen (2000, p119), usage bertujuan untuk menentukan bagaimana aktor berinteraksi dengan suatu sistem. Hasil dari aktivitas usage adalah gambaran dari seluruh use case dan aktor dalam tabel aktor atau dalam grafis digambarkan dalam use case diagram. Aktor adalah gambaran dari pengguna atau sistem lain yang berinteraksi dengan sistem tujuan. Use case adalah suatu pola interaksi antara sistem dan aktor di dalam application domain Function Menurut Mathiassen (2000, p137), function bertujuan untuk menentukan kemampuan proses informasi dari sistem. Function adalah fasilitas untuk membuat model menjadi berguna untuk aktor. Ada beberapa jenis fungsi. Setiap jenis fungsi menggambarkan hubungan antara model dengan konteks sistem yang mempunyai karakteristik sendiri. Empat jenis fungsi tersebut antara lain : Fungsi update diaktifkan oleh event problem domain dan menghasilkan perubahan status pada model. Fungsi signal diaktifkan dengan perubahan status model dan menghasilkan reaksi dalam konteks.

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1 Model Rumusan Masalah dan Pengambilan Keputusan 3.1.1 Studi Pendahuluan Hal pertama yang dilakukan pada setiap penelitian adalah melakukan studi pendahuluan. Penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS DATA Metode Pembobotan AHP

ANALISIS DATA Metode Pembobotan AHP ANALISIS DATA Data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan konsumen dan pakar serta tinjauan langsung ke lapangan, dianalisa menggunakan metode yang berbeda-beda sesuai kebutuhan dan kepentingannya.

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Model Rumusan Masalah dan Pengambilan Keputusan Berikut merupakan diagram alir yang menggambarkan langkah-langkah dalam melakukan penelitian di PT. Putra Jaya Gemilang.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Gambar 3.1. Skema Metodologi Penelitian 119 Gambar 3.2. Skema Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data 120 Gambar 3.3. Skema Metode Analisa Sistem Informasi (lanjutan 1) 121

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Produktivitas Dewasa ini kesadaran akan perlunya peningkatan produktivitas semakin meningkat, karena adanya suatu keyakinan bahwa perbaikan produktivitas akan memberikan kontribusi

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Makna penelitian secara sederhana ialah bagaimana mengetahui sesuatu yang dilakukan melalui cara tertentu dengan prosedur yang sistematis. Proses sistematis ini tidak lain adalah

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Produktivitas

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Produktivitas 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Produktivitas Secara umum produktivitas mengandung pengertian perbandingan antara hasil yang dicapai (output) dengan keseluruhan atau sebagian sumberdaya (input) yang

Lebih terperinci

APLIKASI AHP UNTUK PENILAIAN KINERJA DOSEN

APLIKASI AHP UNTUK PENILAIAN KINERJA DOSEN Indriyati APLIKASI AHP UNTUK PENILAIAN KINERJA DOSEN Indriyati Program Studi Teknik Informatika Jurusan Matematika FSM Universitas Diponegoro Abstrak Dalam era globalisasi dunia pendidikan memegang peranan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 14 LANDASAN TEORI 2.1 Proses Hierarki Analitik 2.1.1 Pengenalan Proses Hierarki Analitik Proses Hierarki Analitik (Analytical Hierarchy Process AHP) dikembangkan oleh Dr. Thomas L. Saaty dari Wharton

Lebih terperinci

LAMPIRAN A KERANGKA DOKUMEN ANALISIS

LAMPIRAN A KERANGKA DOKUMEN ANALISIS 195 LAMPIRAN A KERANGKA DOKUMEN ANALISIS 1. The Task. Penjelasan ringkas dari latar belakang dan hubungan dokumen. 1.1 Purpose. Maksud keseluruhan dari proyek pengembangan sistem. 1.2 System Definition.

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS PENERAPAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM PEMILIHAN PERANGKAT LUNAK PENGOLAH CITRA DENGAN MENGGUNAKAN EXPERT CHOICE

EFEKTIFITAS PENERAPAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM PEMILIHAN PERANGKAT LUNAK PENGOLAH CITRA DENGAN MENGGUNAKAN EXPERT CHOICE 34 EFEKTIFITAS PENERAPAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM PEMILIHAN PERANGKAT LUNAK PENGOLAH CITRA DENGAN MENGGUNAKAN EXPERT CHOICE Faisal piliang 1,Sri marini 2 Faisal_piliang@yahoo.co.id,

Lebih terperinci

BAB III TEORI HIERARKI ANALITIK. Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analytical Hierarchy Process (AHP)

BAB III TEORI HIERARKI ANALITIK. Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analytical Hierarchy Process (AHP) BAB III TEORI HIERARKI ANALITIK 3.1 Pengertian Proses Hierarki Analitik Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analytical Hierarchy Process (AHP) pertama kali dikembangkan oleh Thomas Lorie Saaty dari Wharton

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. lokasi penelitian secara sengaja (purposive) yaitu dengan pertimbangan bahwa

BAB III METODE PENELITIAN. lokasi penelitian secara sengaja (purposive) yaitu dengan pertimbangan bahwa BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Tempat Penelitian Objek penelitian ini adalah strategi pengadaan bahan baku agroindustri ubi jalar di PT Galih Estetika Indonesia Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENILITIAN

BAB III METODOLOGI PENILITIAN BAB III METODOLOGI PENILITIAN 3.1 Metode Penilitian Metodologi penelitian menguraikan seluruh kegiatan yang dilaksanakan selama penelitian berlangsung dari awal proses penelitian sampai akhir penelitian.

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1. Model Rumusan Masalah dan Pengambilan Keputusan Agar penelitian berjalan dengan lebih terarah dan sistematis, maka digunakan flowchart sebagai pedoman dalam setiap

Lebih terperinci

Pemodelan Sistem Penunjang Keputusan (DSS) Dengan Analytic Hierarchical Proces (AHP).

Pemodelan Sistem Penunjang Keputusan (DSS) Dengan Analytic Hierarchical Proces (AHP). Pemodelan Sistem Penunjang Keputusan (DSS) Dengan Analytic Hierarchical Proces (AHP). Pengembangan Pendekatan SPK Pengembangan SPK membutuhkan pendekatan yg unik. Pengembangan SPK Terdapat 3 (tiga) pendekatan

Lebih terperinci

1 BAB II LANDASAN TEORI

1 BAB II LANDASAN TEORI 1 BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijelaskan mengenai kajian literatur induktif dan deduktif. Kajian induktif adalah kajian yang dilakukan untuk memperoleh informasi dari penelitian - penelitian

Lebih terperinci

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP)

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP) Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP) Definisi AHP (Analytic Hierarchy Process) merupakan suatu model pengambil keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty yang menguraikan masalah multifaktor

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. bersama-sama untuk mencapai tujuan tertentu. bersatu untuk mencapai tujuan yang sama.

BAB 2 LANDASAN TEORI. bersama-sama untuk mencapai tujuan tertentu. bersatu untuk mencapai tujuan yang sama. BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Umum 2.1.1 Pengertian Sistem Menurut Mulyadi (2001, p2) Sistem pada dasarnya adalah sekelompok unsur yang berhubungan erat antara satu dengan yang lainnya, yang berfungsi

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE ANP DALAM MELAKUKAN PENILAIAN KINERJA KEPALA BAGIAN PRODUKSI (STUDI KASUS : PT. MAS PUTIH BELITUNG)

PENERAPAN METODE ANP DALAM MELAKUKAN PENILAIAN KINERJA KEPALA BAGIAN PRODUKSI (STUDI KASUS : PT. MAS PUTIH BELITUNG) PENERAPAN METODE ANP DALAM MELAKUKAN PENILAIAN KINERJA KEPALA BAGIAN PRODUKSI (STUDI KASUS : PT. MAS PUTIH BELITUNG) Frans Ikorasaki 1 1,2 Sistem Informasi, Tehnik dan Ilmu Komputer, Universitas Potensi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Pujawan dan Erawan (2010) memilih supplier merupakan

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Pujawan dan Erawan (2010) memilih supplier merupakan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pemilihan Supplier Menurut Pujawan dan Erawan (2010) memilih supplier merupakan kegiatan strategis terutama apabila supplier tersebut memasok item yang kritis atau akan digunakan

Lebih terperinci

Sistem Pendukung Keputusan Seleksi Ketua Osis Dengan Metode AHP SMK PGRI 23 Jakarta

Sistem Pendukung Keputusan Seleksi Ketua Osis Dengan Metode AHP SMK PGRI 23 Jakarta Sistem Pendukung Keputusan Seleksi Osis Dengan Metode AHP SMK PGRI Jakarta Imam Sunoto, Fiqih Ismawan, Ade Lukman Nulhakim,, Dosen Universitas Indraprasta PGRI Email : raidersimam@gmail.com, vq.ismaone@gmail.com,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pengambilan keputusan baik yang maha penting maupun yang sepele.

BAB II LANDASAN TEORI. pengambilan keputusan baik yang maha penting maupun yang sepele. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manusia dan Pengambilan Keputusan Setiap detik, setiap saat, manusia selalu dihadapkan dengan masalah pengambilan keputusan baik yang maha penting maupun yang sepele. Bagaimanapun

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH Metodologi pemecahan masalah memberikan garis-garis besar tahapan penelitian secara keseluruhan yang disusun secara sistematis sehingga pada pelaksanaannya, penelitian

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang tujuannya untuk menyajikan

Lebih terperinci

Sistem Pendukung Keputusan Memilih Perguruan Tinggi Swasta di Palembang Sebagai Pilihan Tempat Kuliah

Sistem Pendukung Keputusan Memilih Perguruan Tinggi Swasta di Palembang Sebagai Pilihan Tempat Kuliah Sistem Pendukung Keputusan Memilih Perguruan Tinggi Swasta di Palembang Sebagai Pilihan Tempat Kuliah A Yani Ranius Fakultas Ilmu Komputer Universitas Bina Darma Palembang ay_ranius@yahoo.com Abstrak Sistem

Lebih terperinci

Sistem Penunjang Keputusan Penetapan Dosen Pembimbing dan Penguji Skipsi Dengan Menggunakan Metode AHP

Sistem Penunjang Keputusan Penetapan Dosen Pembimbing dan Penguji Skipsi Dengan Menggunakan Metode AHP Sistem Penunjang Keputusan Penetapan Dosen Pembimbing dan Penguji Skipsi Dengan Menggunakan Metode AHP A Yani Ranius Universitas Bina Darama, Jl. A. Yani No 12 Palembang, ay_ranius@yahoo.com ABSTRAK Sistem

Lebih terperinci

Pengertian Metode AHP

Pengertian Metode AHP Pengertian Metode AHP Metode AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli matematika. Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan efektif atas persoalan yang kompleks dengan

Lebih terperinci

PENERAPAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) GUNA PEMILIHAN DESAIN PRODUK KURSI SANTAI

PENERAPAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) GUNA PEMILIHAN DESAIN PRODUK KURSI SANTAI PENERAPAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) GUNA PEMILIHAN DESAIN PRODUK KURSI SANTAI Dwi Nurul Izzhati Fakultas Teknik, Universitas Dian Nuswantoro, Semarang 50131 E-mail : dwinurul@dosen.dinus.ac.id

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Identifikasi Masalah Metodologi penelitian adalah salah satu cara dalam penelitian yang menjabarkan tentang seluruh isi penelitian dari teknik pengumpulan data sampai pada

Lebih terperinci

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP)

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP) Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP) Definisi AHP (Analytic Hierarchy Process) merupakan suatu model pengambil keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty yang menguraikan masalah multifaktor

Lebih terperinci

Sistem Pendukung Keputusan Penasehat Akademik (PA) untuk Mengurangi Angka Drop Out (DO) di STMIK Bina Sarana Global

Sistem Pendukung Keputusan Penasehat Akademik (PA) untuk Mengurangi Angka Drop Out (DO) di STMIK Bina Sarana Global Sistem Pendukung Keputusan Penasehat Akademik (PA) untuk Mengurangi Angka Drop Out (DO) di STMIK Bina Sarana Global Sri Subekti 1, Arni Retno Mariana 2, Andri Riswanda 3 1,2 Dosen STMIK Bina Sarana Global,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 19 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analytic Hierarchy Process (AHP) Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dikembangkan oleh Thomas L. Saaty pada tahun 70 an ketika di Warston school. Metode AHP merupakan salah

Lebih terperinci

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT Multi-Attribute Decision Making (MADM) Permasalahan untuk pencarian terhadap solusi terbaik dari sejumlah alternatif dapat dilakukan dengan beberapa teknik,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Pendukung Keputusan 1. Pengertian Sistem Pendukung Keputusan Menurut Alter (dalam Kusrini, 2007), Sistem pendukung keputusan merupakan sistem informasi interaktif yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini akan diuraikan tahapan atau langkah-langkah yang dilakukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini akan diuraikan tahapan atau langkah-langkah yang dilakukan BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini akan diuraikan tahapan atau langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian secara sistematik, sehingga akan memudahkan dalam pelaksanaan penelitian. 3.1 Tempat

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN. evaluasi terhadap Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan STMIK Terbaik Di

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN. evaluasi terhadap Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan STMIK Terbaik Di BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN III.1. Analisis Masalah Analisis masalah bertujuan untuk mengidentifikasi serta melakukan evaluasi terhadap Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan STMIK Terbaik Di Medan

Lebih terperinci

USULAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DENGAN MENGGUNAKAN METODE OBJECTIVE MATRIX (OMAX) PADA PT. PERKEBUNAN LEMBAH BHAKTI ACEH SINGKIL

USULAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DENGAN MENGGUNAKAN METODE OBJECTIVE MATRIX (OMAX) PADA PT. PERKEBUNAN LEMBAH BHAKTI ACEH SINGKIL USULAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DENGAN MENGGUNAKAN METODE OBJECTIVE MATRIX (OMAX) PADA PT. PERKEBUNAN LEMBAH BHAKTI ACEH SINGKIL Anwar 1, Syarifuddin 2, Sri Deza Kurnia Devi 3 Mahasiswa Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Pertemuan 5. Pemodelan Sistem Penunjang Keputusan (DSS) Dengan Analytic Hierarchical Proces (AHP).

Pertemuan 5. Pemodelan Sistem Penunjang Keputusan (DSS) Dengan Analytic Hierarchical Proces (AHP). Pertemuan 5 Pemodelan Sistem Penunjang Keputusan (DSS) Dengan Analytic Hierarchical Proces (AHP). Pengembangan Pendekatan SPK (II) Pengembangan Pendekatan SPK (II) Pengembangan SPK membutuhkan pendekatan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Model Rumusan Masalah dan Pengambilan Keputusan Penelitian adalah pekerjaan ilmiah yang bermaksud mengungkapkan rahasia ilmu secara objektif dengan disertai bukti-bukti

Lebih terperinci

ANALISA FAKTOR PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PERGURUAN TINGGI TINGKAT SARJANA MENGGUNAKAN METODE AHP (ANALITICAL HIRARKI PROCESS)

ANALISA FAKTOR PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PERGURUAN TINGGI TINGKAT SARJANA MENGGUNAKAN METODE AHP (ANALITICAL HIRARKI PROCESS) ANALISA FAKTOR PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PERGURUAN TINGGI TINGKAT SARJANA MENGGUNAKAN METODE AHP (ANALITICAL HIRARKI PROCESS) M.Fajar Nurwildani Dosen Prodi Teknik Industri, Universitasa Pancasakti,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Sistem Pendukung Keputusan Sistem pendukung keputusan ( decision support systems disingkat DSS) adalah bagian dari sistem informasi berbasis computer termasuk sistem berbasis

Lebih terperinci

Sistem Pendukung Keputusan Penentuan Supplier Terbaik dengan Metode AHP Pada AMALIUN FOODCOURT

Sistem Pendukung Keputusan Penentuan Supplier Terbaik dengan Metode AHP Pada AMALIUN FOODCOURT Sistem Pendukung Keputusan Penentuan Supplier Terbaik dengan Metode AHP Pada AMALIUN FOODCOURT ati Putra 1) Septi Arianto 2) STMIK IBBI l. Sei Deli No. 18 Medan, Telp. 061-4567111 Fax. 061-4527548 e-mail:

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data-data yang digunakan untuk penelitian ini merupakan gabungan antara data primer dan data sekunder. Data primer mencakup hasil penggalian pendapat atau

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI Pengertian Sistem Informasi Akuntansi. mengubah data keuangan dan data lainnya menjadi informasi. Informasi ini kemudian

BAB 2 LANDASAN TEORI Pengertian Sistem Informasi Akuntansi. mengubah data keuangan dan data lainnya menjadi informasi. Informasi ini kemudian BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Informasi Akuntansi 2.1.1 Pengertian Sistem Informasi Akuntansi Menurut Gelinas et al. (2005, p.15), Sistem Informasi Akuntansi adalah subsistem dari sistem informasi yang

Lebih terperinci

Kuliah 11. Metode Analytical Hierarchy Process. Dielaborasi dari materi kuliah Sofian Effendi. Sofian Effendi dan Marlan Hutahaean 30/05/2016

Kuliah 11. Metode Analytical Hierarchy Process. Dielaborasi dari materi kuliah Sofian Effendi. Sofian Effendi dan Marlan Hutahaean 30/05/2016 1 Kuliah 11 Metode Analytical Hierarchy Process Dielaborasi dari materi kuliah Sofian Effendi METODE AHP 2 Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Analytical Network Process (ANP) dapat digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. artian yang lebih spesifik yakni pihak ketiga dalam supply chain istilah dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. artian yang lebih spesifik yakni pihak ketiga dalam supply chain istilah dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Vendor Dalam arti harfiahnya, vendor adalah penjual. Namun vendor memiliki artian yang lebih spesifik yakni pihak ketiga dalam supply chain istilah dalam industri yang menghubungkan

Lebih terperinci

PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN PERTANIAN DENGAN METODE ANALY TICAL HIERARCHY P ROCESS (AHP) Jefri Leo, Ester Nababan, Parapat Gultom

PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN PERTANIAN DENGAN METODE ANALY TICAL HIERARCHY P ROCESS (AHP) Jefri Leo, Ester Nababan, Parapat Gultom Saintia Matematika ISSN: 2337-9197 Vol. 02, No. 03 (2014), pp. 213-224. PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN PERTANIAN DENGAN METODE ANALY TICAL HIERARCHY P ROCESS (AHP) Jefri Leo, Ester Nababan, Parapat Gultom

Lebih terperinci

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PERUMAHAN DENGAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PERUMAHAN DENGAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS ISSN : 2338-4018 SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PERUMAHAN DENGAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS Ambar Widayanti (ambarwidayanti@gmail.com) Muhammad Hasbi (hasbb63@yahoo.com) Teguh Susyanto (teguh@sinus.ac.id)

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN APLIKASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN MENGGUNAKAN MODEL ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS UNTUK PEMBERIAN BONUS KARYAWAN

RANCANG BANGUN APLIKASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN MENGGUNAKAN MODEL ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS UNTUK PEMBERIAN BONUS KARYAWAN RANCANG BANGUN APLIKASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN MENGGUNAKAN MODEL ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS UNTUK PEMBERIAN BONUS KARYAWAN Yosep Agus Pranoto Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri

Lebih terperinci

BAB III METODE FUZZY ANP DAN TOPSIS

BAB III METODE FUZZY ANP DAN TOPSIS BAB III METODE FUZZY ANP DAN TOPSIS 3.1 Penggunaan Konsep Fuzzy Apabila skala penilaian menggunakan variabel linguistik maka harus dilakukan proses pengubahan variabel linguistik ke dalam bilangan fuzzy.

Lebih terperinci

BAB III ANALISA DAN DESAIN SISTEM

BAB III ANALISA DAN DESAIN SISTEM BAB III ANALISA DAN DESAIN SISTEM III.1. Analisa Masalah Tujuanan alias sistem dalam pembangunan aplikasi sistem pendukung keputusan ini adalah untuk mendapatkan semua kebutuhan pengguna dan sistem, yaitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori 2.1.1 Sistem Pendukung Keputusan Pada dasarnya sistem pendukung keputusan merupakan pengembangan lebih lanjut dari sistem informasi manajemen terkomputerisasi. Sistem

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 25 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran merupakan miniatur keseluruhan dari proses penelitian. Kerangka pemikiran akan memberikan arah yang dapat dijadikan pedoman bagi para

Lebih terperinci

BAB III ANALISA DAN DESAIN SISTEM

BAB III ANALISA DAN DESAIN SISTEM BAB III ANALISA DAN DESAIN SISTEM III.1. Analisis Masalah Tujuan analisa sistem dalam pembangunan aplikasi sistem pendukung keputusan ini adalah untuk mendapatkan semua kebutuhan pengguna dan sistem, yaitu

Lebih terperinci

PENDEKATAN ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM PENENTUAN URUTAN PENGERJAAN PESANAN PELANGGAN (STUDI KASUS: PT TEMBAGA MULIA SEMANAN)

PENDEKATAN ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM PENENTUAN URUTAN PENGERJAAN PESANAN PELANGGAN (STUDI KASUS: PT TEMBAGA MULIA SEMANAN) PEDEKT LITYCL HIERRCHY PROCESS (HP) DLM PEETU URUT PEGERJ PES PELGG (STUDI KSUS: PT TEMBG MULI SEM) urlailah Badariah, Iveline nne Marie, Linda Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. benar atau salah. Metode penelitian adalah teknik-teknik spesifik dalam

BAB III METODOLOGI. benar atau salah. Metode penelitian adalah teknik-teknik spesifik dalam BAB III METODOLOGI Metodologi merupakan kumpulan prosedur atau metode yang digunakan untuk melakukan suatu penelitian. Menurut Mulyana (2001, p114), Metodologi diukur berdasarkan kemanfaatannya dan tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Sistem Pendukung Keputusan Sistem Pendukung Keputusan (SPK) merupakan sistem informasi interaktif yang menyediakan informasi, pemodelan dan memanipulasi data. Sistem ini digunakan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Model Rumusan Masalah dan Pengambilan Keputusan Metodologi pemecahan masalah mempunyai peranan penting untuk membantu menyelesaikan masalah dengan mudah. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH Metodologi pemecahan masalah merupakan langkah-langkah sistematis yang berperan penting sebagai pedoman dalam menyelesaikan dan memberikan solusi dari masalah yang timbul

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analytic Hierarchy Process (AHP) Sumber kerumitan masalah keputusan bukan hanya dikarenakan faktor ketidakpasatian atau ketidaksempurnaan informasi saja. Namun masih terdapat penyebab

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI Analytial Hierarchy Process (AHP) Pengertian Analytical Hierarchy Process (AHP)

BAB 2 LANDASAN TEORI Analytial Hierarchy Process (AHP) Pengertian Analytical Hierarchy Process (AHP) BAB 2 LANDASAN TEORI 2 1 Analytial Hierarchy Process (AHP) 2 1 1 Pengertian Analytical Hierarchy Process (AHP) Metode AHP merupakan salah satu metode pengambilan keputusan yang menggunakan faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 4 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Sistem Sistem adalah sekumpulan unsur / elemen yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi dalam melakukan kegiatan bersama untuk mencapai suatu tujuan. Contoh :

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Sugiyono (008 : 3) mengemukakan secara umum penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Metode yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Definisi Sistem, Keputusan dan Sistem Pendukung Keputusan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Definisi Sistem, Keputusan dan Sistem Pendukung Keputusan 22 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Sistem, Keputusan dan Sistem Pendukung Keputusan 2.1.1. Definisi Sistem Sistem adalah kumpulan objek seperti orang, sumber daya, konsep dan prosedur yang dimaksudkan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Pendukung Keputusan Pada dasarnya Sistem Pendukung Keputusan ini merupakan pengembangan lebih lanjut dari sistem informasi manajemen terkomputerisasi yang dirancang sedemikian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor mulai Desember 2010 Maret 2011. 3.2 Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisa Tahapan AHP 5.1.1 Kuesioner Tahap Pertama Dari hasil kalkulasi pada Tabel 4.6, dapat dilihat bahwa rasio 2 yaitu perbandingan antara total produk yang dihasilkan

Lebih terperinci

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN SUPPLIER DENGAN METODE ANALYTICHAL HIERARCHY PROCESS

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN SUPPLIER DENGAN METODE ANALYTICHAL HIERARCHY PROCESS SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN SUPPLIER DENGAN METODE ANALYTICHAL HIERARCHY PROCESS 1 Rikky Wisnu Nugrha, 2 Romi 1 Program Studi Komputerisasi Akuntansi Politeknik LPKIA 2 Program Studi Sistem Informasi

Lebih terperinci

METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMILIHAN GALANGAN KAPAL UNTUK PEMBANGUNAN KAPAL TANKER DI PULAU BATAM

METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMILIHAN GALANGAN KAPAL UNTUK PEMBANGUNAN KAPAL TANKER DI PULAU BATAM METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMILIHAN GALANGAN KAPAL UNTUK PEMBANGUNAN KAPAL TANKER DI PULAU BATAM Oleh : Yuniva Eka Nugroho 4209106015 Jurusan Teknik Sistem Perkapalan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemasok merupakan salah satu mitra bisnis yang memegang peranan sangat penting dalam menjamin ketersediaan barang pasokan yang dibutuhkan oleh perusahaan.

Lebih terperinci

Bab II Analytic Hierarchy Process

Bab II Analytic Hierarchy Process Bab II Analytic Hierarchy Process 2.1. Pengertian Analytic Hierarchy Process (AHP) Metode AHP merupakan salah satu metode pengambilan keputusan yang menggunakan faktor-faktor logika, intuisi, pengalaman,

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 52 BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH Metodologi pemecahan masalah adalah langkah-langkah sistematis yang akan menjadi pedoman dalam penyelesaian masalah. Dengan berdasarkan pada metodologi ini, penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lebih berarti bagi yang menerimanya. Definisi atau pengertian sistem secara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lebih berarti bagi yang menerimanya. Definisi atau pengertian sistem secara BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Sistem Informasi Informasi adalah data yang diolah menjadi bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi yang menerimanya. Definisi atau pengertian sistem secara

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. San Diego Hills. Visi dan Misi. Identifikasi gambaran umum perusahaan dan pasar sasaran

METODE PENELITIAN. San Diego Hills. Visi dan Misi. Identifikasi gambaran umum perusahaan dan pasar sasaran 24 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran San Diego Hills Visi dan Misi Identifikasi gambaran umum perusahaan dan pasar sasaran Bauran Pemasaran Perusahaan: 1. Produk 2. Harga 3. Lokasi 4. Promosi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di lembaga-lembaga pendidikan dan pemerintah di

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di lembaga-lembaga pendidikan dan pemerintah di 45 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lembaga-lembaga pendidikan dan pemerintah di Provinsi Lampung yaitu Badan Ketahanan Pangan Daerah Provinsi Lampung,

Lebih terperinci

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS SEBAGAI PENDUKUNG KEPUTUSAN (DECISION SUPPORT) PEMILIHAN LOKASI PEMBANGUNAN RUMAH KOS UNTUK KARYAWAN

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS SEBAGAI PENDUKUNG KEPUTUSAN (DECISION SUPPORT) PEMILIHAN LOKASI PEMBANGUNAN RUMAH KOS UNTUK KARYAWAN Jurnal Informatika Mulawarman Vol. 7 No. 3 Edisi September 2012 75 ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS SEBAGAI PENDUKUNG KEPUTUSAN (DECISION SUPPORT) PEMILIHAN LOKASI PEMBANGUNAN RUMAH KOS UNTUK KARYAWAN Dyna

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian ini dilakukan di Dapur Geulis yang merupakan salah satu restoran di Kota Bogor. Penelitian ini dimulai dengan melakukan identifikasi bauran pemasaran

Lebih terperinci

BAB III METODE KAJIAN

BAB III METODE KAJIAN 47 BAB III METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Meningkatnya aktivitas perkotaan seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi masyarakat yang kemudian diikuti dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk akan

Lebih terperinci

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM Bab ini akan menjelaskan analisa sistem dan perancangan sebuah aplikasi desktop untuk pendataan bayi dan analisa kesehatan dengan mengimplementasikan algoritma Analitycal

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. Tampilan Hasil Berikut ini dijelaskan tentang tampilan hasil dari sistem pendukung keputusan penentuan kenaikan kelas pada SMA Ar Rahman dengan sistem yang dibangun dapat

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di KUB Hurip Mandiri Kecamatan Cisolok,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di KUB Hurip Mandiri Kecamatan Cisolok, 98 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di KUB Hurip Mandiri Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Model Perumusan masalah dan Pengambilan Keputusan Model perumusan masalah dan pengambilan keputusan yanag digunakan dalam skripsi ini dimulai dengan melakukan observasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Penelitian Industri kayu lapis menghasilkan limbah berupa limbah cair, padat, gas, dan B3, jika limbah tersebut dibuang secara terus-menerus akan terjadi akumulasi limbah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pengelolaan pengadaan paprika, yaitu pelaku-pelaku dalam pengadaan paprika,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pengelolaan pengadaan paprika, yaitu pelaku-pelaku dalam pengadaan paprika, BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Tempat Penelitian Objek yang diteliti dalam penelitian ini antara lain adalah sistem pengelolaan pengadaan paprika, yaitu pelakupelaku dalam pengadaan paprika,

Lebih terperinci

Aplikasi Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Jurusan Siswa-Siswi SMA (IPA/IPS/BAHASA) Menggunakan Metode AHP (Studi Kasus SMA di Kota Padang).

Aplikasi Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Jurusan Siswa-Siswi SMA (IPA/IPS/BAHASA) Menggunakan Metode AHP (Studi Kasus SMA di Kota Padang). Aplikasi Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Jurusan Siswa-Siswi SMA (IPA/IPS/BAHASA) Menggunakan Metode AHP (Studi Kasus SMA di Kota Padang). PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Perkembangan teknologi yang begitu pesat, secara langsung mempengaruhi pola pikir masyarakat dan budaya hidup yang serba praktis dan modern.

Lebih terperinci

ANALISIS PEMILIHAN SUPPLIER MENGGUNAKAN METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP)

ANALISIS PEMILIHAN SUPPLIER MENGGUNAKAN METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP) Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Vol. 10, No. 1, Juni 2011 ISSN 1412-6869 ANALISIS PEMILIHAN SUPPLIER MENGGUNAKAN METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP) Pendahuluan Ngatawi 1 dan Ira Setyaningsih 2 Abstrak:

Lebih terperinci

ANALISIS DAN IMPLEMENTASI PERANGKINGAN PEGAWAI MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS DAN SUPERIORITY INDEX

ANALISIS DAN IMPLEMENTASI PERANGKINGAN PEGAWAI MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS DAN SUPERIORITY INDEX ANALISIS DAN IMPLEMENTASI PERANGKINGAN PEGAWAI MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS DAN SUPERIORITY INDEX Daniar Dwi Pratiwi 1, Erwin Budi Setiawan 2, Fhira Nhita 3 1,2,3 Prodi Ilmu Komputasi

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. metodologi penelitian yang merupakan urutan atau langkah-langkah yang sistematis

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. metodologi penelitian yang merupakan urutan atau langkah-langkah yang sistematis BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Untuk menyelesaikan permasalahan yang ada dengan baik dibutuhkan suatu metodologi penelitian yang merupakan urutan atau langkah-langkah yang sistematis yang harus dilakukan

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Model Perumusan Masalah Metodologi penelitian penting dilakukan untuk menentukan pola pikir dalam mengindentifikasi masalah dan melakukan pemecahannya. Untuk melakukan pemecahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) ini dilaksanakan di PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat pada

Lebih terperinci

Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2004 Yogyakarta, 19 Juni 2004

Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2004 Yogyakarta, 19 Juni 2004 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2004 Yogyakarta, 19 Juni 2004 Memilih Vendor Pengembang Sistem Informasi Manajemen Menggunakan Metode Analytic Hierarchy Process (Studi Kasus Pengembangan

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS UNTUK PEMILIHAN TYPE SEPEDA MOTOR YAMAHA

PENERAPAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS UNTUK PEMILIHAN TYPE SEPEDA MOTOR YAMAHA PENERAPAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS UNTUK PEMILIHAN TYPE SEPEDA MOTOR YAMAHA Agustian Noor Jurusan Teknik Informatika, Politeknik Negeri Tanah Laut Jl. A Yani Km 6 Pelaihari Tanah Laut Kalimantan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sistem Pendukung Keputusan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sistem Pendukung Keputusan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Pendukung Keputusan Sistem pendukung keputusan adalah sebuah sistem yang efektif dalam membantu mengambil suatu keputusan yang kompleks, sistem ini menggunakan aturan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Pemecahan Masalah Gambar 3.1 Diagram Alir Metode Penelitian 88 A B Analisis Sistem Berjalan Membuat Rich Picture dari sistem yang sedang berjalan Perancangan database

Lebih terperinci

PENERAPAN MULTI-CRITERIA DECISION MAKING DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN SISTEM PERAWATAN DI PT. SMEP PACIFIC

PENERAPAN MULTI-CRITERIA DECISION MAKING DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN SISTEM PERAWATAN DI PT. SMEP PACIFIC PENERAPAN MULTI-CRITERIA DECISION MAKING DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN SISTEM PERAWATAN DI PT. SMEP PACIFIC Yongky Andrew K Teknik Industri UPI Y.A.I Jakarta Abstrak Saat perusahaan industri sedang ketat

Lebih terperinci

ISSN VOL 15, NO 2, OKTOBER 2014

ISSN VOL 15, NO 2, OKTOBER 2014 PENERAPAN METODE TOPSIS DAN AHP PADA SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN PENERIMAAN ANGGOTA BARU, STUDI KASUS: IKATAN MAHASISWA SISTEM INFORMASI STMIK MIKROSKIL MEDAN Gunawan 1, Fandi Halim 2, Wilson 3 Program

Lebih terperinci

PENENTUAN FAKTOR PENYEBAB KECELAKAAN LALULINTAS DI WILAYAH BANDUNG METROPOLITAN AREA

PENENTUAN FAKTOR PENYEBAB KECELAKAAN LALULINTAS DI WILAYAH BANDUNG METROPOLITAN AREA Konferensi Nasional Teknik Sipil 11 Universitas Tarumanagara, 26-27 Oktober 2017 PENENTUAN FAKTOR PENYEBAB KECELAKAAN LALULINTAS DI WILAYAH BANDUNG METROPOLITAN AREA Dwi Prasetyanto 1, Indra Noer Hamdhan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Model Rumusan Masalah dan Pengambilan Keputusan Diagram alir untuk memecahkan permasalahan di PT. Krakatau Steel yang digunakan adalah sebagai berikut : Mulai Studi Literatur

Lebih terperinci