BAB 1 PENDAHULUAN. dalam dokumen yang tidak dipublikasikan oleh Cooke Committee (pendiri Basel

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 1 PENDAHULUAN. dalam dokumen yang tidak dipublikasikan oleh Cooke Committee (pendiri Basel"

Transkripsi

1 BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dijelaskan secara rinci mengenai latar belakang penulisan tesis tentang analisis penerapan komponen kebijakan makroprudensial Bank Indonesia. Selanjutnya disusun beberapa pertanyaan dan tujuan penelitian sebagai jawaban atas permasalahan dalam penelitian. 1.1 Latar Belakang Istilah "makroprudensial" pertama kali digunakan pada akhir tahun 1970 dalam dokumen yang tidak dipublikasikan oleh Cooke Committee (pendiri Basel Committee on Banking Supervision) dan Bank of England (Clemment, 2010: 2). Terdapat beberapa definisi mengenai kebijakan makroprudensial. Menurut versi Working Group G-20 (2010: 4), kebijakan makroprudensial adalah kebijakan yang ditujukan untuk meningkatkan ketahanan sistem keuangan dan untuk mitigasi risiko sistemik yang timbul akibat keterkaitan antar institusi dan kecenderungan institusi keuangan untuk mengikuti siklus ekonomi (procyclical) sehingga memperbesar risiko sistemik. Versi lain dipaparkan oleh International Monetary Fund (IMF) (2011: 3) bahwa kebijakan makroprudensial adalah kebijakan yang memiliki tujuan utama untuk memelihara stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan melalui pembatasan peningkatan risiko sistemik. Kemudian menurut Galati dan Richhild (2011: 4), kebijakan makroprudensial adalah kebijakan yang ditujukan untuk membatasi risiko dan biaya krisis sistemik. Bank of England (2009: 3) juga 1

2 mendefinisikan kebijakan makroprudensial sebagai kebijakan yang ditujukan untuk memelihara kestabilan intermediasi keuangan (misalnya jasa-jasa pembayaran, intermediasi kredit, dan penjaminan atas risiko) terhadap perekonomian. Krisis yang terjadi di Amerika Serikat pada bulan September 2008 yang kemudian menular ke berbagai negara di dunia menunjukkan bahwa ketidakstabilan di sektor keuangan berdampak serius pada sektor riil (Agung, 2010: 2). Krisis keuangan yang didorong oleh penggelembungan kredit berubah menjadi krisis global dan telah menyebabkan aktivitas perekonomian turun drastis. Claessens et al., (2012: 9) dan Hahm et al., (2011: 15) berargumen bahwa ada 3 pelajaran penting dari krisis finansial. Pertama adalah dampak dari perkembangan di sektor keuangan ke sektor riil ternyata lebih besar dibandingkan perkiraan semula. Kedua adalah biaya dari penyelamatan krisis sangat besar. Ketiga adalah stabilitas harga dan output ternyata tidak menjamin kestabilan finansial. Oleh karena itu, disusun suatu kerangka kebijakan guna menanggulangi ketidakstabilan sistem keuangan yaitu kebijakan makroprudensial. Pelaksanaan kebijakan makroprudensial diikuti oleh beberapa prinsip. Pertama, kebijakan makroprudensial adalah sebuah kebijakan pelengkap, tidak menggantikan kebijakan moneter (Beau et al., 2012: 10; Hallet et al., 2011: 326; Hanson et al., 2005: 420). Kedua, ukuran kebijakan makroprudensial harus memiliki target yang jelas, misalnya untuk membatasi arus masuk modal jangka pendek dan membatasi kredit kepada sektor properti (Bank of England, 2009: 11; Unsal, 2011: 17). Ketiga, Kebijakan makroprudensial harus dilaksanakan secara 2

3 efektif (Agung, 2010: 19; Nicolo dan Lev, 2012: 8). Keempat, komunikasi kebijakan makroprudensial harus jelas (Bole et al., 2014: 11; Galati dan Richhild, 2011: 9; Working Group G-30, 2010; 12). Kebijakan makroprudensial dimaksudkan untuk menjawab dua dimensi dari risiko sistemik (Agung, 2010: 11; Galati dan Richhild, 2011: 7-8; Gauthier et al., 2012: 506; IMF, 2011: 13), yaitu dimensi time series dan dimensi cross section. Dimensi time series yaitu kebijakan makroprudensial ditujukan untuk menekan risiko terjadinya prosiklikalitas yang berlebihan dalam sistem keuangan. Dalam konteks ini, kebijakan makroprudensial harus didesain sedemikian rupa sehingga mampu menghilangkan atau paling tidak memitigasi prosiklikalitas. Prinsipnya adalah mendorong institusi keuangan untuk mempersiapkan penyangga yang cukup di saat perekonomian sedang baik dan menggunakan penyangga tersebut ketika perekonomian sedang memburuk. Kemudian dimensi cross-section, yang menggeser fokus dari regulasi prudensial yang diterapkan pada individual lembaga keuangan menuju pada regulasi sistem secara keseluruhan (Moreno, 2011: 21). Sejarah krisis keuangan menunjukkan bahwa sebagian besar dari krisis keuangan yang terjadi di dunia bukanlah akibat dari masalah individual bank yang kemudian menular secara keseluruh sistem keuangan. Sebaliknya, krisis-krisis besar yang terjadi merupakan akibat dari pembongkaran terhadap ketidakseimbangan keuangan makro yang dilakukan secara bersamaan oleh sebagian besar pelaku sistem keuangan (Angelini et a., 2012: 64; Lima et al., 2012: 23 dan Suh, 2012: 19). Oleh sebab itu, pandangan yang lebih holistik 3

4 terhadap sistem keuangan dan hubungannya dengan perekonomian makro dari berbagai sisi sangat diperlukan. Pada dasarnya instrumen makroprudensial ditujukan untuk (Bruno dan Hyun, 2013: 9; Nijathaworn, 2009: 23; Lim et al., 2011: 12) pertama, prosiklikalitas yang merupakan perilaku sistem keuangan yang mendorong perekonomian tumbuh lebih cepat ketika ekspansi dan memperlemah perekonomian ketika siklus kontraksi dan kedua, common exposure yang mana instrumen digunakan sebagai aturan kehati-hatian pada masing-masing institusi (perbankan). Penggunaan instrumen makroprudensial sebenarnya bukan hal yang baru. Hanya saja, instrumen tersebut mengalami lebih banyak penyesuaian pasca krisis global tahun Negara-negara sedang berkembang menggunakan instrumen makroprudensial lebih luas dibandingkan negara-negara maju (Antipa et al., 2011: 29; Galati dan Richhild, 2011: 25, dan Tovar et al., 2012: 17). Beberapa negara menggunakan instrumen yang bervariasi. Penggunaan instrumen tersebut tergantung pada tingkat perkembangan ekonomi dan keuangan, rezim nilai tukar, dan daya tahan terhadap guncangan keuangan (Unsal, 2011: 14). Berdasarkan argumen Angelini et al., (2012: 20) dan Tovar et al., (2012: 27) instrumen makroprudensial digunakan untuk memitigasi tiga kategori dalam risiko sistemik, yaitu risiko-risiko yang ditimbulkan akibat pertumbuhan kredit yang terlalu kuat, risiko likuiditas, dan risiko akibat arus modal masuk yang deras. Beberapa instrumen kebijakan makroprudensial yang selama ini telah dilakukan oleh Bank Indonesia antara lain Month Holding Period (MHP), Posisi 4

5 Devisa Neto (PDN), Giro Wajib Minimum (GWM) primer, dan GWM+LDR (Loan to Deposit Ratio). Month Holding Period (MHP) merupakan kebijakan yang mewajibkan pembeli Sertifikat Bank Indonesia (SBI) baik di pasar primer maupun di pasar sekunder menahan kepemilikan SBI-nya selama periode waktu yang telah ditentukan yaitu 1 bulan (OMHP) dan 6 bulan (SMHP) sejak tanggal pembelian, sebelum dapat mentransaksikannya kepada pihak lain. Kebijakan MHP bertujuan untuk mengurangi volatilitas aliran dana di SBI dan meningkatkan efektivitas pengelolaan moneter. Kebijakan ini diharapkan dapat meminimalkan dampak negatif aliran modal asing yang bersifat spekulatif atau bersifat jangka pendek terhadap stabilitas moneter dan sistem keuangan serta dapat mendorong transaksi lainnya di pasar uang. Kebijakan OMHP berlaku sejak Juni 2010 dan kebijakan SMHP berlaku sejak Mei Grafik 1.1 Pergerakan Portofolio (Juta US$) dan Nilai Tukar Rupiah terhadap US$ Milyar USD Jan-09 Apr-09 Jul-09 Oct-09 Jan-10 Apr-10 Jul-10 Oct-10 Jan-11 Apr-11 Jul-11 Oct-11 Jan-12 SBN SBI Stock Nilai Tukar Rp/USD 14, , , , , , , Penjelasan tentang month holding period berdasarkan Peraturan Bank Indonesia. Nomor: 12/ 11 /PBI/2010 Tentang Operasi Moneter 5

6 Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia, Bank Indonesia (2012) (diolah) Grafik 1.1 menunjukkan bahwa setelah diberlakukannya kebijakan MHP, nilai tukar rupiah cenderung mengalami penurunan dan relatif stabil di level yang rendah. Namun demikian, terlihat nilai tukar cenderung stabil setelah diberlakukan kebijakan OMHP, tetapi kembali mengalami tren kenaikan setelah diberlakukan kebijakan SMHP. Terlihat bahwa kebijakan OMHP tidak banyak berdampak terhadap kepemilikan asing di SBI. Kebijakan SMHP lebih berdampak terhadap porsi kepemilikan asing di SBI yang terlihat mengalami penurunan tajam. Kebijakan SMHP ternyata juga mempengaruhi porsi kepemilikan asing di SBN (Surat Berharga Negara) yang semula cenderung meningkat, tetapi sejak diberlakukannya kebijakan SMHP relatif stabil bahkan cenderung menurun. Posisi Devisa Neto (PDN) adalah angka yang merupakan penjumlahan dari nilai absolut untuk jumlah dari selisih bersih aktiva dan pasiva dalam neraca untuk setiap valuta asing ditambah dengan selisih bersih tagihan dan kewajiban baik yang merupakan komitmen maupun kontinjensi dalam rekening administratif untuk setiap valuta asing, yang semuanya dinyatakan dalam rupiah. Instrumen makroprudensial ini bertujuan untuk melakukan pendalaman pasar valuta asing domestik dan memberikan ruang gerak yang memadai bagi perbankan dalam pengelolaan eksposur valuta asingnya dengan tetap berpegang pada prinsip kehatian-hatian. Penyempurnaan ketentuan PDN ditujukan untuk meningkatkan kedalaman pasar keuangan dalam negeri, memelihara stabilitas nilai tukar rupiah, dengan tetap memperhatikan aspek prudensial bank. Penyempurnaan ketentuan PDN tersebut diharapkan dapat memberikan informasi yang lebih baik mengenai 6

7 potensi resiko yang ada sehingga dapat diketahui lebih dini dan diminimalisasikan. Pembatasan PDN pada neraca maksimal sebesar 20% dari modal dihapuskan dan PDN keseluruhan tetap maksimal 20% dari modal. Bank wajib mengelola dan memelihara PDN pada akhir hari kerja dengan ketentuan bahwa secara keseluruhan paling tinggi 20% dari modal. 2 Sementara itu, ketentuan PDN yang berlaku setiap saat dilonggarkan menjadi 30 menit. Selain wajib mengelola dan memelihara PDN pada akhir hari kerja, bank wajib mengelola dan memelihara PDN paling tinggi 20% dari modal setiap 30 menit yang terhitung sejak sistem perbendaharaan bank dibuka sampai dengan sistem perbendaharaan bank ditutup. Kebijakan PDN ini berlaku efektif sejak Januari Berdasarakan Grafik 1.1 menunjukkan bahwa sebelum diberlaukannya kebijakan PDN nilai tukar mengalami tren peningkatan yang tajam. Namun, semenjak diberlakukannya kebijakan PDN, nilai tukar cenderung stabil, sedikit mengalami penurunan, tetapi kembali mengalami tren kenaikan. Giro Wajib Minimum (GWM) adalah simpanan minimum yang wajib dipelihara oleh bank dalam bentuk saldo rekening giro pada Bank Indonesia yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar persentase tertentu dari Dana Pihak Ketiga (DPK). Salah satu kebijakan makroprudensial yang umum digunakan untuk mengelola risiko likuiditas adalah menggunakan instrumen GWM. Sebagaimana dikutip dari studi Galati dan Richhild (2011: 26), instrumen makroprudensial tersebut saat ini digunakan terutama untuk membatasi penawaran kredit terhadap sektor tertentu guna mengurangi pertumbuhan kredit 2 Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor: 5/13/PBI/2003 Tentang Posisi Devisa Neto Bank Umum kemudian disempurnakan menjadi Peraturan Bank Indonesia No.12/10 /PBI/2010 Tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Bank Indonesia. Nomor 5/13/PBI/

8 yang berlebihan. Selain itu, instrumen GWM juga digunakan terutama di negaranegara berkembang untuk mencegah ketidakseimbangan domestik akibat aliran masuk modal asing yang sangat besar dan berfluktuasi. Kebijakan GWM Primer ini diumumkan tanggal 3 September 2010 dan berlaku efektif sejak 2 November Berdasarkan kebijakan ini, pengenaan GWM Primer ditetapkan sebesar 8% dari DPK. Lebih lanjut, ketentuan ini mengatur bahwa pemenuhan tambahan GWM Primer dalam Rupiah sebesar 3% dari DPK akan diberikan jasa giro sebesar 2,5%. Sementara itu, jasa giro tidak diberikan pada bank yang rasio GWM Primernya di bawah 8%. 3 Grafik 1.2 Posisi Operasi Pasar Terbuka dan Operasi Moneter (Miliar Rupiah) Milyar Rupiah 600, , , , , ,000 - Jan-09 Mar-09 May-09 Jul-09 Sep-09 Nov-09 Jan-10 Mar-10 May-10 Jul-10 Sep-10 Nov-10 Jan-11 Mar-11 May-11 Jul-11 Sep-11 Nov-11 Jan-12 Operasi Moneter Operasi Pasar terbuka Sumber: Statistik Ekonomi dan Moneter Indonesia, Bank Indonesia (2012) (diolah) Grafik 1.2 menunjukkan bahwa aliran masuk modal asing (capital inflow) ke Indonesia sangat besar. Hal ini terkait dengan kondisi pasar keuangan global yang masih belum pulih sehingga investor global memilih menepatkan dananya di 3 Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor: 12/19/PBI/2010 Tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing 8

9 pasar negara berkembang. Kondisi tersebut terlihat dari semakin tingginya posisi operasi pasar terbuka dan operasi moneter yang diterapkan Bank Indonesia (BI). Hal ini dapat menimbulkan tekanan apresiasi nilai tukar. Oleh karenanya, BI dalam kondisi tersebut melakukan kebijakan sterilisasi valuta asing (valas) untuk mengurangi tekanan terhadap nilai tukar. Namun di sisi lain, hal ini akan menyebabkan bertambahnya ekses likuiditas di perbankan. Di tengah terbatasnya ruang kebijakan suku bunga, BI menerapkan kebijakan GWM Primer untuk menyerap kondisi ekses likuiditas tersebut. Dengan mengenakan rasio 8% dari Dana Pihak Ketiga (DPK) Rupiah, kebijakan GWM Primer dipandang cukup mampu untuk menyerap ekses likuiditas. GWM + LDR (Loan to Deposit Ratio) merupakan simpanan minimum yang wajib dipelihara oleh bank dalam bentuk saldo rekening giro pada Bank Indonesia sebesar persentase dari DPK yang dihitung berdasarkan selisih antara LDR yang dimiliki oleh bank dengan LDR target (Peraturan Bank Indonesia, 2010). Melengkapi kebijakan makroprudensial yang telah dikeluarkan, pada bulan Maret 2011 BI kembali mengeluarkan ketentuan GWM yang dikaitkan dengan LDR (GWM+LDR). Maksud dari kebijakan GWM+LDR adalah untuk mendorong fungsi intermediasi perbankan secara optimal dengan didasarkan atas prinsip keseimbangan antara pencapaian tujuan moneter dan stabilitas sistem keuangan serta mendorong perbankan melakukan fungsi intermediasinya dalam hal ini kredit. Kebijakan ini diharapkan dapat mendorong peningkatan kredit perbankan terutama pada bank-bank yang masih memiliki LDR yang relatif rendah. Di awal penerapannya, BI memperkirakan dampaknya terhadap bank akan bersifat 9

10 kontraktif. Namun, peningkatan fungsi intermediasi perbankan tersebut tidak hanya akan membantu ekspansi neraca bank, tapi juga meningkatkan akses pembiayaan bagi sektor riil sebagai penggerak roda perekonomian. Sementara itu, dari aspek makroprudensial, ketentuan GWM+LDR merupakan upaya untuk mengendalikan risiko yang muncul akibat perilaku bank yang prosiklikal dalam pemberian kredit kepada sektor swasta. Dengan demikian, kesinambungan pertumbuhan perekonomian ke depan dapat terus dijaga. 4 Mekanisme pelaksanaan dari ketentuan GWM+LDR adalah mendorong perbankan untuk menjaga LDR pada level optimal dikisaran 78% - 100%. GWM yang dikenakan atas suatu bank dibuat bervariasi sesuai aktivitas intermediasi bank itu. Bank yang dapat mencapai kisaran LDR tersebut tidak dikenakan kewajiban untuk menambah GWM. Bank dengan LDR lebih rendah dari batas bawah target LDR dikenai disinsentif berupa tambahan GWM sebesar 0,1 dari DPK rupiah untuk setiap 1 persen kekurangan LDR. Untuk bank dengan LDR lebih tinggi dari batas atas target LDR dan memiliki capital adequacy ratio (CAR) lebih kecil dari 14 persen dikenai disinsentif berupa tambahan GWM sebesar 0,2 dari DPK rupiah untuk setiap 1 persen kelebihan LDR. Untuk bank dengan LDR lebih dari batas atas target LDR tetapi memiliki CAR 14% atau lebih tidak kena tambahan GWM. 4 Penjelasan tentang GWM + LDR ini berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/7/PBI/2013 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/19/Pbi/2010 Tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing 10

11 Grafik 1.3 Posisi Kredit Bank Umum (Miliar Rupiah) Kredit (Milyar Rupiah) 1200 Jan-09 Mar-09 May-09 Jul-09 Sep-09 Nov-09 Jan-10 Mar-10 May-10 Jul-10 Sep-10 Nov-10 Jan-11 Mar-11 May-11 Jul-11 Sep-11 Nov-11 Jan-12 Sumber: Statistik Perbankan Indonesia, Bank Indonesia (2012) (diolah) Grafik 1.3 menunjukkan bahwa dalam kaitannya dengan kredit bank, BI mengeluarkan kebijakan GWM LDR ketika kondisi pertumbuhan kredit sedang booming yang ditandai dengan pertumbuhan di atas 20% secara year on year (yoy) dan terus terakselerasi. Setelah dikeluarkannya kebijakan GWM LDR, sebagaimana telah diperkirakan sebelumnya dampak kebijakan ini bersifat kontraktif di awal. Hal ini terlihat dari penurunan pertumbuhan kredit dalam 3 bulan setelah implementasi kebijakan GWM LDR. Kemudian pada bulan-bulan berikutnya, pertumbuhan kredit kembali normal dan bahkan terus meningkat. Meskipun berdasarkan grafik tersebut, hasilnya menunjukkan bahwa implementasi GWM LDR terkait dengan penurunan pertumbuhan kredit, namun hal ini bisa juga dikarenakan oleh sinkronisasi antara kebijakan pengetatan GWM LDR dengan kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate). 11

12 Berdasarkan penelitian Hahm et al., (2009) tentang efektifitas penggunaan instrumen kebijakan makroprudensial di Korea Selatan menunjukkan bahwa kebijakan Loan to Value (LTV), LDR, dan GWM sebagai instrumen makroprudensial sangat efektif untuk mengurangi siklus kredit. Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bustamante et al., (2012) yang mana efektifitas penggunaan instrumen makroprudensial di Kolombia menunjukkan bahwa kebijakan LTV kurang efektif diterapkan. Hal ini karena naiknya harga rumah yang digunakan sebagai agunan pinjaman. Dampaknya adalah secara ratarata dapat menurunkan rasio LTV dan akan menurunkan suku bunga pinjaman. Peneliti lain yaitu Tovar et al., (2012) dalam penelitiannya di Brazil, Kolombia, dan Peru menunjukkan bahwa penggunaan instrumen makroprudensial berupa GWM efektif diterapkan di Brazil dan Peru, sedangkan di Kolumbia tidak. Kemudian Lim et al., (2011) mengevaluasi efektifitas penggunaan instrumen makroprudensial dalam mengurangi risiko sistemik di 49 negara. Mereka berargumen bahwa sebagian besar instrumen (LTV dan GWM) efektif dalam mengurangi prosiklikalitas, tetapi efektivitasnya sangat tergantung pada guncangan di sektor finansial. 1.2 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang, maka pada penelitian ini akan dibatasi oleh pertanyaan penelitian sebagai berikut: a. bagaimana pergerakan sasaran instrumen kebijakan makroprudensial sebelum dan setelah kebijakan tersebut diimplementasikan?, 12

13 b. bagaimana efektifitas instrumen kebijakan makroprudensial (month holding period, posisi devisa neto, giro wajib minimum, dan giro wajib minimum+ loan to deposit ratio) yang telah diterapkan di Indonesia?. 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan pertanyaan penelitian, maka dapat diketahui bahwa penelitian ini bertujuan untuk: a. menganalisis pergerakan sasaran instrumen kebijakan makroprudensial sebelum dan setelah kebijakan tersebut diimplementasikan. b. menganalisis efektifitas instrumen kebijakan makroprudensial (month holding period, posisi devisa neto, giro wajib minimum, dan giro wajib minimum+ loan to deposit ratio) yang telah diterapkan di Indonesia. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Penelitian ini diharapkan berguna untuk memahami lebih baik komponen kebijakan makroprudensial di Indonesia. Penggunaan data panel jenis bank diharapkan memperkaya penelitian kebijakan makroprudensial di Indonesia. 2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam penyusunan kebijakan makroprudensial oleh Bank Indonesia. Kebijakan efektif jika komponen kebijakan makroprudensial secara signifikan mempengaruhi sasarannya. 3. Penelitian ini diharapkan dapat menunjukkan keterbatasan kebijakan makroprudensial yang diterapkan Bank Indonesia karena kebijakan ini masih berinteraksi dengan kebijakan moneter dan kebijakan mikroprudensial. 13

14 1.5 Sistematika Penulisan Tesis ini disampaikan dalam beberapa bagian dengan sistematika penyajian sebagai berikut: Bab I: Menguraikan pendahuluan, yang memuat latar belakang, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian dan manfaat penelitian. Bab II: Merupakan survei literatur, yang menelusuri teori yang relevan dengan topik penelitian. Selain itu juga diidentifikasi studi empiris yang telah dilakukan sebelumnya mengenai topik yang sama. Bab III: Membahas metodologi penelitian mencakup jenis dan sumber data, serta metode estimasi. Bab IV: Membahas hasil estimasi dari data dan kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan hasil pengolahan data. Bab V: Membahas kesimpulan penelitian dan implikasi kebijakan berdasarkan hasil yang diperoleh penelitian. 14

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/10/PBI/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 12/19/PBI/2010 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM PADA BANK INDONESIA DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan diharapkan dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan diharapkan dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem Perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan diharapkan dapat meningkatkan perannya secara optimal sebagai lembaga intermediasi didalam momentum recovery setelah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/7/PBI/2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 12/19/PBI/2010 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM PADA BANK INDONESIA DALAM RUPIAH DAN VALUTA

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I PERBANKAN. BI. Bank Umum. Valuta Asing. Rupiah. Wajib Minimum. Giro Perubahan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 174) PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 15/15/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 15/15/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 15/15/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 12/19/PBI/2010 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM PADA BANK INDONESIA DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 12/19/PBI/2010 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM PADA BANK INDONESIA DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 12/19/PBI/2010 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM PADA BANK INDONESIA DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

2 Penyesuaian dilakukan dengan memasukkan surat-surat berharga (SSB) yang diterbitkan bank dalam perhitungan Loan to Deposit Ratio (LDR) dalam kebijak

2 Penyesuaian dilakukan dengan memasukkan surat-surat berharga (SSB) yang diterbitkan bank dalam perhitungan Loan to Deposit Ratio (LDR) dalam kebijak TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PERBANKAN. BI. Giro Wajib Minimum. Rupiah. Valuta Asing. Bank Umum. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 152). PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 25 /PBI/2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/19/PBI/2008 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM PADA BANK INDONESIA DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING

Lebih terperinci

GIRO WAJIB MINIMUM DALAM RUPIAH (3 September 2010)

GIRO WAJIB MINIMUM DALAM RUPIAH (3 September 2010) FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQs) GIRO WAJIB MINIMUM DALAM RUPIAH (3 September 2010) 1. Apa latar belakang dan tujuan kebijakan Giro Wajib Minimum (GWM) dalam Rupiah? a. Kinerja ekonomi domestik yang secara

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 19 /PBI/2008 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM PADA BANK INDONESIA DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 19 /PBI/2008 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM PADA BANK INDONESIA DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 19 /PBI/2008 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM PADA BANK INDONESIA DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

-2- II. PASAL DEMI PASAL Pasal I Angka 1 Pasal 1 Angka 2 Pasal 3 Huruf a Perhitungan pemenuhan GWM Primer secara harian dilakukan berdasarkan posisi s

-2- II. PASAL DEMI PASAL Pasal I Angka 1 Pasal 1 Angka 2 Pasal 3 Huruf a Perhitungan pemenuhan GWM Primer secara harian dilakukan berdasarkan posisi s TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I PERBANKAN. BI. Bank Umum Konvensional. GWM. Rupiah. Valuta. Perubahan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 87) PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/14/PBI/2016 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/15/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM

Lebih terperinci

2017, No Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional; Mengingat : Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (L

2017, No Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional; Mengingat : Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (L No.87, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Bank Umum Konvensional. GWM. Rupiah. Valuta. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6047) PERATURAN

Lebih terperinci

Huruf b. Contoh perhitungan GWM Sekunder dalam Rupiah:

Huruf b. Contoh perhitungan GWM Sekunder dalam Rupiah: -1- PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/ 21/PBI/2015 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/15/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional mempunyai peranan sangat penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

PENGGUNAAN SPN 3 BULAN SEBAGAI PENGGANTI SBI 3 BULAN DALAM APBN (Perspektif Bank Indonesia)

PENGGUNAAN SPN 3 BULAN SEBAGAI PENGGANTI SBI 3 BULAN DALAM APBN (Perspektif Bank Indonesia) 1. SBI 3 bulan PENGGUNAAN SPN 3 BULAN SEBAGAI PENGGANTI SBI 3 BULAN DALAM APBN (Perspektif Bank Indonesia) SBI 3 bulan digunakan oleh Bank Indonesia sebagai salah satu instrumen untuk melakukan operasi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/11/PBI/2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/15/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL

Lebih terperinci

BABI PENDAHULU~ Jumlah uang beredar teramat penting karena peranannya sebagai alat

BABI PENDAHULU~ Jumlah uang beredar teramat penting karena peranannya sebagai alat BABI PENDAHULU~ 1.1 Latar Belakang Jumlah uang beredar teramat penting karena peranannya sebagai alat transaksi penggerak perekonomian. Besar kecilnya jumlah uang beredar akan mempengaruhi daya beli riil

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Seorang investor dalam melakukan pembelian dan penjualan suatu saham

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Seorang investor dalam melakukan pembelian dan penjualan suatu saham BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seorang investor dalam melakukan pembelian dan penjualan suatu saham di pasar modal berhubungan erat dengan informasi yang berkembang disekitarnya. Seringkali sebuah

Lebih terperinci

Pasal I Angka 1 Pasal 3 Huruf a Contoh perhitungan GWM Primer dalam Rupiah:

Pasal I Angka 1 Pasal 3 Huruf a Contoh perhitungan GWM Primer dalam Rupiah: -1- PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/3/PBI/2016 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/15/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran,Triwulan III - 2005 135 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2005 Tim Penulis

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PERBANKAN. BI. Makroprudensial. Pengaturan. Pengawasan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 141) PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peran perbankan dalam masa pembangunan saat ini sangatlah penting dan

BAB I PENDAHULUAN. Peran perbankan dalam masa pembangunan saat ini sangatlah penting dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah. Peran perbankan dalam masa pembangunan saat ini sangatlah penting dan dibutuhkan untuk menunjang kegiatan usaha di Indonesia, hal ini terlihat dari besarnya

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG. EKSTERNAL INTERNAL. Global Financial Crisis (GFC): Macroeconomic. conditions. Microprudential. conditions

LATAR BELAKANG. EKSTERNAL INTERNAL. Global Financial Crisis (GFC): Macroeconomic. conditions. Microprudential. conditions 1 2 LATAR BELAKANG. 3 EKSTERNAL Global Financial Crisis (GFC): Macroeconomic conditions INTERNAL Microprudential conditions LATAR BELAKANG. 4 Tujuan dan Tugas Bank Indonesia Menetapkan dan melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai otoritas moneter, perbankan dan sistem pembayaran, tugas utama Bank Indonesia tidak saja menjaga stabilitas moneter, namun juga stabilitas sistem keuangan

Lebih terperinci

Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA

Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA No.15/ 41 /DKMP Jakarta, 1 Oktober 2013 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Perhitungan Giro Wajib Minimum Sekunder

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengelompokkan unsur-unsur pendapatan dan biaya, akan dapat diperoleh hasil pengukuran

BAB I PENDAHULUAN. mengelompokkan unsur-unsur pendapatan dan biaya, akan dapat diperoleh hasil pengukuran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Laba atau rugi sering dimanfaatkan sebagai ukuran untuk menilai prestasi perusahaan. Unsur-unsur yang menjadi bagian pembentuk laba adalah pendapatan dan biaya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin bertambah tinggi dalam kondisi perekonomian global seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. semakin bertambah tinggi dalam kondisi perekonomian global seperti yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kompleksitas sistem pembayaran dalam perdagangan internasional semakin bertambah tinggi dalam kondisi perekonomian global seperti yang berkembang akhir-akhir ini.

Lebih terperinci

No.10/ 33 /DPNP Jakarta, 15 Oktober Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN KONVENSIONAL DI INDONESIA

No.10/ 33 /DPNP Jakarta, 15 Oktober Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN KONVENSIONAL DI INDONESIA No.10/ 33 /DPNP Jakarta, 15 Oktober 2008 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam

Lebih terperinci

Memperkuat Stabilitas Sistem Keuangan di Tengah Dinamika Tantangan Global dan Domestik

Memperkuat Stabilitas Sistem Keuangan di Tengah Dinamika Tantangan Global dan Domestik Sambutan Gubernur Bank Indonesia Memperkuat Stabilitas Sistem Keuangan di Tengah Dinamika Tantangan Global dan Domestik Diskusi dan Peluncuran buku Kajian Stabilitas Keuangan Yang kami hormati, Jakarta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga keuangan yang memiliki fungsi sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga keuangan yang memiliki fungsi sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bank merupakan lembaga keuangan yang memiliki fungsi sebagai lembaga intermediasi antara pihak pemilik dana dengan pihak yang tidak memiliki dana. Bank mengumpulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. intermediasi keuangan. Menurut undang-undang RI nomor 10 tahun 1998 tanggal

BAB I PENDAHULUAN. intermediasi keuangan. Menurut undang-undang RI nomor 10 tahun 1998 tanggal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank adalah salah satu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai intermediasi keuangan. Menurut undang-undang RI nomor 10 tahun 1998 tanggal 10 November 1998,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional sangatlah diperlukan untuk mengejar ketertinggalan di bidang ekonomi

I. PENDAHULUAN. nasional sangatlah diperlukan untuk mengejar ketertinggalan di bidang ekonomi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang masih memiliki tingkat kesejahteraan penduduk yang relatif rendah. Oleh karena itu kebutuhan akan pembangunan nasional sangatlah diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengaruhi

Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengaruhi Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengaruhi wa April Pertumbuhan likuiditas perekonomian atau uang beredar dalam arti luas (M2) mengalami akselerasi pada April. Posisi M2 tercatat sebesar Rp5.042,1

Lebih terperinci

SURVEILLANCE GRUP KORPORASI Seminar Sehari dan Executive Round Table Konglomerasi Jasa Keuangan di Indonesia. JAKARTA, 13 Januari 2016

SURVEILLANCE GRUP KORPORASI Seminar Sehari dan Executive Round Table Konglomerasi Jasa Keuangan di Indonesia. JAKARTA, 13 Januari 2016 SURVEILLANCE GRUP KORPORASI Seminar Sehari dan Executive Round Table Konglomerasi Jasa Keuangan di Indonesia JAKARTA, 13 Januari 2016 Latar Belakang 2 Stabilitas Sistem - Keuangan PBI No.16/11/PBI/2014

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara emerging economy. berkembang pembangunan ekonomi dan penerapan demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara emerging economy. berkembang pembangunan ekonomi dan penerapan demokrasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara emerging economy yang sedang berkembang pembangunan ekonomi dan penerapan demokrasi. Ekonomi Indonesia relatif cukup

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan ekonomi dunia kini menjadi salah satu isu utama dalam perkembangan dunia memasuki abad ke-21. Krisis ekonomi yang kembali melanda negara-negara di dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadikan rakyat Indonesia yang lebih sejahtera. Pembangunan dalam sektor

BAB I PENDAHULUAN. menjadikan rakyat Indonesia yang lebih sejahtera. Pembangunan dalam sektor 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional menjadi salah satu fokus utama pemerintah untuk menjadikan rakyat Indonesia yang lebih sejahtera. Pembangunan dalam sektor ekonomi menjadi salah

Lebih terperinci

DAFTAR ISTILAH. Aktiva produktif baik yang sudah maupun yang mengandung potensi tidak memberikan penghasilan atau menimbulkan kerugian

DAFTAR ISTILAH. Aktiva produktif baik yang sudah maupun yang mengandung potensi tidak memberikan penghasilan atau menimbulkan kerugian PENJELASAN. Data yang digunakan dalam buku Data Perbankan Indonesia bersumber dari Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) yang dilaporkan oleh Bank Umum kepada Bank Indonesia, kecuali dinyatakan lain. 2. Data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perantara keuangan (financial intermediaries), yang menyalurkan dana dari pihak

BAB I PENDAHULUAN. perantara keuangan (financial intermediaries), yang menyalurkan dana dari pihak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank adalah suatu badan usaha yang tugas utamanya sebagai lembaga perantara keuangan (financial intermediaries), yang menyalurkan dana dari pihak yang berkelebihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sebuah kontribusi nyata dari sektor perbankan. Sesungguhnya dalam

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sebuah kontribusi nyata dari sektor perbankan. Sesungguhnya dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia tergolong ke dalam negara yang mengalami perkembangan dan pembangunan ekonomi yang cukup pesat. Perkembangan dan pembangunan ekonomi disuatu negara

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/10/PBI/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 12/19/PBI/2010 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM PADA BANK INDONESIA DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pusat perkantoran (Rusteliana, 2014). Pertumbuhan bisnis properti ini

BAB I PENDAHULUAN. dan pusat perkantoran (Rusteliana, 2014). Pertumbuhan bisnis properti ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan bisnis properti di Indonesia semakin pesat seiring dengan kemajuan perekonomian Indonesia, bisa dilihat dari banyaknya pembangunan perumahan, apartemen,

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/11/PBI/2014 TENTANG PENGATURAN DAN PENGAWASAN MAKROPRUDENSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/11/PBI/2014 TENTANG PENGATURAN DAN PENGAWASAN MAKROPRUDENSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/11/PBI/2014 TENTANG PENGATURAN DAN PENGAWASAN MAKROPRUDENSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sebagai bank sentral, Bank

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Inflation Targeting Framework (ITF) tidaklah cukup untuk mengatasi. krisis ekonomi dan keuangan, maka perlu adanya sebuah instrument

I. PENDAHULUAN. Inflation Targeting Framework (ITF) tidaklah cukup untuk mengatasi. krisis ekonomi dan keuangan, maka perlu adanya sebuah instrument I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Krisis ekonomi dan keuangan yang terjadi baik di negara berkembang maupun negara maju dapat menyebabkan stabilitas keuangan dan sistem pembayaran terganggu. Bagi pembuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan perekonomian suatu negara tidak terlepas dari peran perbankan dan

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan perekonomian suatu negara tidak terlepas dari peran perbankan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan perekonomian suatu negara tidak terlepas dari peran perbankan dan lembaga keuangan lainnya. Bank dan lembaga keuangan lainnya memiliki dua kegiatan utama,

Lebih terperinci

Analisa Statistik Uang Beredar (M2) dan Perkembangan Dana, Kredit serta Suku Bunga Perbankan

Analisa Statistik Uang Beredar (M2) dan Perkembangan Dana, Kredit serta Suku Bunga Perbankan Analisa Statistik Uang Beredar (M2) dan Perkembangan Dana, Kredit serta Suku Bunga Perbankan ober Uang Beredar dalam arti luas (M2) yang terdiri dari uang kartal dan dana masyarakat di perbankan, pada

Lebih terperinci

FREQUENTLY ASKED QUESTIONS

FREQUENTLY ASKED QUESTIONS FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQ) PBI NOMOR 20/4/PBI/2018 TANGGAL 3 APRIL 2018 TENTANG RASIO INTERMEDIASI MAKROPRUDENSIAL DAN PENYANGGA LIKUIDITAS MAKROPRUDENSIAL BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL, BANK UMUM

Lebih terperinci

Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengar. aruhi. Nov. Okt. Grafik 1. Pertumbuhan PDB, Uang Beredar, Dana dan Kredit KOMPONEN UANG BEREDAR

Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengar. aruhi. Nov. Okt. Grafik 1. Pertumbuhan PDB, Uang Beredar, Dana dan Kredit KOMPONEN UANG BEREDAR (M2) dan Faktor yang Mempengar aruhi wa ember Pertumbuhan likuiditas perekonomian M2 ( dalam arti luas) pada ember mengalami peningkatan. Posisi M2 pada ember tercatat sebesar Rp4.076,3 T, atau tumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut UU No.10 tahun 1998 : Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam

Lebih terperinci

The Role of Macroprudential Policy to Manage Exchange Rate Volatility, Excess Banking Liquidity and Credits

The Role of Macroprudential Policy to Manage Exchange Rate Volatility, Excess Banking Liquidity and Credits The Role of Macroprudential Policy to Manage Exchange Rate Volatility, Excess Banking Liquidity and Credits 21 The Role of Macroprudential Policy to Manage Exchange Rate Volatility, Excess Banking Liquidity

Lebih terperinci

9. Publikasi buku Data Perbankan Indonesia juga dilakukan melalui website Bank Indonesia (www.bi.go.id).

9. Publikasi buku Data Perbankan Indonesia juga dilakukan melalui website Bank Indonesia (www.bi.go.id). PENJELASAN 1. Data yang digunakan dalam buku Data Perbankan Indonesia bersumber dari Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) yang dilaporkan oleh Bank Umum kepada Bank Indonesia, kecuali dinyatakan lain. 2. Data

Lebih terperinci

GUBERNUR BANK INDONESIA,

GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA Nomor : 7/ 49 /PBI/2005 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 6/15/PBI/2004 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM PADA BANK INDONESIA DALAM RUPIAH DAN VALUTA

Lebih terperinci

Boks.3 MEWUJUDKAN KESEIMBANGAN YANG EFISIEN MENUJU PERTUMBUHAN YANG BERKESINAMBUNGAN

Boks.3 MEWUJUDKAN KESEIMBANGAN YANG EFISIEN MENUJU PERTUMBUHAN YANG BERKESINAMBUNGAN Boks.3 MEWUJUDKAN KESEIMBANGAN YANG EFISIEN MENUJU PERTUMBUHAN YANG BERKESINAMBUNGAN Ekonomi Global 2011 Tahun 2011 merupakan tahun dengan berbagai catatan keberhasilan, namun juga penuh dinamika dan sarat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank merupakan suatu lembaga keuangan yang berperanan dalam menyalurkan dana dari pihak yang memiliki dana berlebih kepada pihak yang membutuhkan dana. Dalam

Lebih terperinci

TANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/21

TANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/21 TANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/21 21/PBI/2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK 1. Q: Apa latar belakang diterbitkannya PBI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. panjang diantara berbagai alternatif lainnya bagi perusahaan, termasuk di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN. panjang diantara berbagai alternatif lainnya bagi perusahaan, termasuk di dalamnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasar modal merupakan salah satu alternatif pilihan sumber dana jangka panjang diantara berbagai alternatif lainnya bagi perusahaan, termasuk di dalamnya adalah sektor

Lebih terperinci

BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2004

BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2004 BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 24 Kondisi ekonomi menjelang akhir tahun 24 dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, sejak memasuki tahun 22 stabilitas moneter membaik yang tercermin dari stabil dan

Lebih terperinci

meningkat % (yoy) Feb'15

meningkat % (yoy) Feb'15 Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengar aruhi wa ruari Pertumbuhan likuiditas perekonomian M2 (Uang Beredar dalam arti luas) pada ruari meningkat. Pada ruari, posisi M2 tercatat sebesar Rp4.230,7 T,

Lebih terperinci

BI Rate KMK KK KI. Tahun BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BI Rate KMK KK KI. Tahun BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak Juli 2005, Bank Indonesia menerapkan BI Rate sebagai salah satu instrumen utama dalam menerapkan kebijakan moneter. Instrumen ini juga menjadi acuan utama oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. strategi dalam rangka mengefisienkan dana dari masyarakat seperti dengan

BAB I PENDAHULUAN. strategi dalam rangka mengefisienkan dana dari masyarakat seperti dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank sebagai lembaga keuangan yang memegang peranan penting dalam perekonomian di setiap negara, merupakan sebuah alat yang dapat mempengaruhi suatu pergerakan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank merupakan suatu lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank merupakan suatu lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank merupakan suatu lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan (financial intermediary) antara pihak-pihak yang memiliki dana (surplus unit) dengan pihak-pihak

Lebih terperinci

S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN KONVENSIONAL DI INDONESIA

S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN KONVENSIONAL DI INDONESIA No.7/ 54 /DPNP Jakarta, 29 November 2005 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/16/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/16/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/16/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

Lebih terperinci

S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN KONVENSIONAL DI INDONESIA

S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN KONVENSIONAL DI INDONESIA No.7/42/DPNP Jakarta, 6 September 2005 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sektor perbankan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sektor perbankan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sektor perbankan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan ekonomi dalam sebuah negara. Bank memegang peranan penting dalam menyeimbangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditawarkan, khususnya dalam pembiayaan, senantiasa menggunakan underlying

BAB I PENDAHULUAN. ditawarkan, khususnya dalam pembiayaan, senantiasa menggunakan underlying BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memberikan perhatian yang serius dan bersungguh sungguh dalam mendorong perkembangan perbankan syariah. Semangat ini dilandasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsekuensi biaya penanganan krisis yang sangat mahal serta waktu pemulihan kondisi ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. konsekuensi biaya penanganan krisis yang sangat mahal serta waktu pemulihan kondisi ekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hantaman krisis yang menerpa suatu negara tentunya menyisakan kenangan pahit akibat konsekuensi biaya penanganan krisis yang sangat mahal serta waktu pemulihan kondisi

Lebih terperinci

POKOK-POKOK. PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA No. 6/15/PBI/2004, No. 7/29/PBI/2005, DAN No. 7/49/PBI/2005 MENJADI

POKOK-POKOK. PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA No. 6/15/PBI/2004, No. 7/29/PBI/2005, DAN No. 7/49/PBI/2005 MENJADI 1 POKOK-POKOK PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA No. 6/15/PBI/2004, No. 7/29/PBI/2005, DAN No. 7/49/PBI/2005 MENJADI dan TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM PADA BANK INDONESIA DALAM RUPIAH DAN VALUTA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kegiatan konsumsi telah melekat di sepanjang kehidupan sehari-hari manusia.

I. PENDAHULUAN. Kegiatan konsumsi telah melekat di sepanjang kehidupan sehari-hari manusia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan konsumsi telah melekat di sepanjang kehidupan sehari-hari manusia. Manusia melakukan kegiatan konsumsi berarti mereka juga melakukan pengeluaran. Pengeluaran untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian, baik di dalam negeri maupun di tingkat dunia

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan perekonomian. Begitu penting perannya sehingga ada anggapan bahwa bank merupakan "nyawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua ahli ekonomi berpendapat bahwa modal merupakan faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua ahli ekonomi berpendapat bahwa modal merupakan faktor yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hampir semua ahli ekonomi berpendapat bahwa modal merupakan faktor yang penting dalam mewujudkan pembangunan ekonomi suatu negara. Papanek (2004) mengatakan bahwa jika

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015

PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015 PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015 Otoritas Jasa Keuangan menilai bahwa secara umum kondisi sektor jasa keuangan domestik masih terjaga, dengan stabilitas yang memadai.

Lebih terperinci

TANTANGAN INTERMEDIASI PERBANKAN Oleh: Djoko Retnadi, Ekonom Senior, The Indonesia Economic Intelligence, Jakarta

TANTANGAN INTERMEDIASI PERBANKAN Oleh: Djoko Retnadi, Ekonom Senior, The Indonesia Economic Intelligence, Jakarta 1 TANTANGAN INTERMEDIASI PERBANKAN 2007 1 Oleh: Djoko Retnadi, Ekonom Senior, The Indonesia Economic Intelligence, Jakarta Kinerja perbankan nasional sampai dengan tahun 2006 dianggap belum memuaskan karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makro ekonomi misalnya Produk Domestik Bruto (PDB), tingkat inflasi, Sertifikat

BAB I PENDAHULUAN. makro ekonomi misalnya Produk Domestik Bruto (PDB), tingkat inflasi, Sertifikat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di media massa seringkali kita membaca atau mendengar beberapa indikator makro ekonomi misalnya Produk Domestik Bruto (PDB), tingkat inflasi, Sertifikat Bank Indonesia,

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND 10-Mar-2004 Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. Pasar Uang 100% BII (TD)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia perbankan yang sangat pesat disertai dengan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia perbankan yang sangat pesat disertai dengan tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia perbankan yang sangat pesat disertai dengan tingkat komplektisitas yang tinggi dapat mempengaruhi kinerja suatu bank. Komplektisitas yang tinggi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Aktivitas sektor perbankan dalam suatu negara memegang peranan penting dalam memajukan kehidupan masyarakatnya. Setiap orang dalam melakukan transaksi finansial yang berhubungan

Lebih terperinci

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA 4.1. Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia 4.1.1. Uang Primer dan Jumlah Uang Beredar Uang primer atau disebut juga high powered money menjadi sasaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional

I. PENDAHULUAN. Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas ekonomi ke arah peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pesatnya perkembangan ekonomi dunia dewasa ini berimplikasi pada eratnya hubungan satu negara dengan negara yang lain. Arus globalisasi ekonomi ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar modal merupakan bagian dari suatu pasar finansial karena berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka panjang. Hal ini berarti pasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara umum diukur dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Hal ini disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. secara umum diukur dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Hal ini disebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan perekonomian suatu negara dan tingkat kesejahteraan penduduk secara umum diukur dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF. Di sisi lain, pasar keuangan domestik membaik, terutama didorong oleh besarnya modal asing yang. xvii

RINGKASAN EKSEKUTIF. Di sisi lain, pasar keuangan domestik membaik, terutama didorong oleh besarnya modal asing yang. xvii RINGKASAN EKSEKUTIF Stabilitas sistem keuangan pada semester I 2016 membaik walaupun risiko yang berasal dari dampak lambatnya pertumbuhan ekonomi global dan domestik masih cukup besar. Perbaikan tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lintas devisa bebas, telah mengarah kepada semakin terintegrasinya sistem keuangan

BAB 1 PENDAHULUAN. lintas devisa bebas, telah mengarah kepada semakin terintegrasinya sistem keuangan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Liberalisasi ekonomi Indonesia pada tahun 1967 dengan menerapkan sistem lalu lintas devisa bebas, telah mengarah kepada semakin terintegrasinya sistem keuangan Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengaruh Risiko Usaha Terhadap Capital Adequacy Ratio (CAR) pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengaruh Risiko Usaha Terhadap Capital Adequacy Ratio (CAR) pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Ada tiga penelitian sebelumnya yang sangat bermanfaat bagi penulis sebagai bahan acuan, yaitu dilakukan oleh : 1. Riski Yudi Prasetyo 2012 Penelitian yang

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Dari penelitian yang telah dilakukan, dan telah dijelaskan pula di babbab sebelumnya, maka dapat diambil simpulan sebagai berikut: 1. Capital Adequacy Ratio (CAR),

Lebih terperinci

aruhi Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Memen

aruhi Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Memen Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Memen engar aruhi wa ember Likuiditas perekonomian M2 (uang beredar dalam arti luas) pada ember tumbuh 8,9% (yoy), lebih rendah dari bulan sebelumnya yang sebesar 9,2%

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN DAN VOLATILITAS NILAI TUKAR RUPIAH

PERKEMBANGAN DAN VOLATILITAS NILAI TUKAR RUPIAH PERKEMBANGAN DAN VOLATILITAS NILAI TUKAR RUPIAH Asumsi nilai tukar rupiah terhadap US$ merupakan salah satu indikator makro penting dalam penyusunan APBN. Nilai tukar rupiah terhadap US$ sangat berpengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia bisa disebut dengan small open economy imbas dari

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia bisa disebut dengan small open economy imbas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia bisa disebut dengan small open economy imbas dari masa krisis ekonomi global yang mempengaruhi kondisi ekonomi dalam negeri. Salah satu dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pasal 1 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 (Merkusiwati, 2007:100)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pasal 1 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 (Merkusiwati, 2007:100) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perbankan memiliki peranan yang sangat strategis dalam menunjang berjalannya roda perekonomian dan pembangunan nasional mengingat fungsinya sebagai lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Dengan ditandai adanya krisis global di Amerika Serikat, pada tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Dengan ditandai adanya krisis global di Amerika Serikat, pada tahun 2008 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dengan ditandai adanya krisis global di Amerika Serikat, pada tahun 2008 perbankan Indonesia mulai terkena dampaknya dari krisi global tersebut. Dampak langsung

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran 1 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Tim Penulis Laporan Triwulanan, Bank Indonesia I.1

Lebih terperinci

ASSESSMENT EFEKTIFITAS INSTRUMEN MAKROPRUDENSIAL DALAM MENGURANGI RISIKO KREDIT

ASSESSMENT EFEKTIFITAS INSTRUMEN MAKROPRUDENSIAL DALAM MENGURANGI RISIKO KREDIT ASSESSMENT EFEKTIFITAS INSTRUMEN MAKROPRUDENSIAL DALAM MENGURANGI RISIKO KREDIT Vinus Maulina Universitas Kanjuruhan Malang vinusmaulina@unikama.ac.id Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menilai kefektifan

Lebih terperinci