PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA ANGKUTAN UMUM. (Studi pada Dinas Perhubungan kota Medan) SKRIPSI OLEH: ZAINAL FIKRI NASUTION

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA ANGKUTAN UMUM. (Studi pada Dinas Perhubungan kota Medan) SKRIPSI OLEH: ZAINAL FIKRI NASUTION"

Transkripsi

1 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA ANGKUTAN UMUM (Studi pada Dinas Perhubungan kota Medan) SKRIPSI OLEH: ZAINAL FIKRI NASUTION HUKUM KEPERDATAAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA MEDAN 2016

2 ABSTRAK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA ANGKUTAN UMUM (Studi pada Dinas Perhubungan kota Medan) ZAINAL FIKRI NASUTION NPM : BIDANG : HUKUM KEPERDATAAN Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan atau orang dari suatu tempat ketempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar angkutan.perlidungan hukum ialah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada penumpang atau konsumen yang menggunakan jasa dari para pelaku usaha guna untuk melindungi dari hal yang tidak di inginkan. Jasa adalah pemberian suatu kinerja atau tindakan tak kasat mata dari satu pihak ke pihak lain yang di konsumsi secara bersamaan, interaksi pemberi dan penerima jasa dapat mempengaruhi hasil jasa dan dirancang untuk pemenuhan kepuasan konsumen. Jasa juga merupakan kontak sosial antara produsen dan konsumen. Angkutan Umum adalahsalah satu media transportasi yang digunakan masyarakat secara bersama-sama dengan membayar tarif. Angkutan umum merupakan lawan kata dari kendaraan pribadi Sejalan dengan peningkatan pendapatan masyarakat, banyak orang yang mampu membeli kendaraan pribadi. Banyak alasan untuk memiliki kendaraan pribadi, antara lain karena masalah privasi dan kenyamanan. Namun dibalik kebaikannya, kepemilikan kendaraan pribadi terlalu banyak juga menimbulkan banyak masalah. Permasalahan Peneitian ini adalah Bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap penumpang angkutan umum berdasarkan undang-undang No.22 tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan?. Jenis penulisan pada skripsi ini adalah Normatif yang semata-mata digunakan untuk memperoleh data-data yang lengkap dari study kepustakaan maupun doktrin-doktrin hukum, jenis empiris yang mencakup penelitian terhadap identifikasi hukum dan penelitian terhadap efektifitas hukum dan juga hasil dari wawancara. Hasil penelitian dan Pembahasan menjelaskan bahwa bagaimana bentuk dari perlindungan hukum bagi konsumen angkutan umum apabila terjadi suatu hal yang tidak di inginkan seperti kecelakaan lalu lintas maupun tindakan apabila tidak terpenuhinya hak-hak atas konsumen yang disebabkan faktor-faktor tertentu dari penyedia jasa. Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diakibatkan oleh segala perbuatan orang yang dipekerjakan dalam kegiatan penyelenggaraan angkutan. Selain itu Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh Penumpang yang meninggal dunia atau luka akibat penyelenggaraan angkutan, terkecuali disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat di cegah karena kesalahan penumpang. Kata Kunci : Pengangkutan, Perlindungan Hukum, Jasa, Angkutan Umum.

3 KATA PENGANTAR Alhamdulillahi Robbil alamin dengan segenap kerendahan hati memanjatkan puji dan syukur penuliskepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas Rahmat-Nya yang telah diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ilmiah ini dengan judul PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA ANGGKUTAN UMUM (Studi Pada Dinas Perhubungan kota medan). Adapun tujuan dari skripsi ini adalahuntuk memenuhi persyaratan mencapai gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Medan Area Bidang Hukum Keperdataan. Dalam penyusunan tulisan ilmiah ini,penulis telah banyak mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, baik dalam bentuk moril maupun materi. Atas bimbingan dan bantuan yang penulis terima dalam menyelesaikan tulisan ilmiah ini, maka dalam kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang terhormat sebesar-besarnhya kepada: 1. Teristimewa buat kedua orang tuayang saya sayangi yaitu Ayahanda Zulkarnaen Nasution dan Ibunda tercinta Nurainun S.Pd yang telah banyak berkorban moril maupun materil dan senantiasa dengan tulus tanpa henti mendukung serta menaruh harapan besar kepada saya untuk dapat menyelesaikan perkuliahan dengan baik. Semoga kasih sayang mereka tetap menyertai saya dalam setiap perjalanan hidup saya. 2. Kepada Bapak Prof. Dr. H. A. Ya Kub Matondang, MA selaku rektor Universitas Medan Area.

4 3. Ibu Dr. Utary Maharani Barus, SH,M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Medan Area 4. Ibu Anggreini Atmei Lubis, SH, M.Hum selaku Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Hukum Universitas Medan Area. 5. Bapak Ridho Mubarak, SH, M.Hum selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan Fakultas Hukum Universitas Medan Area. 6. Bapak Zaini Munawir SH, M.Hum selaku Ketua Bidang Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Medan Area, sekaligus Seketaris Pembimbing penulis. 7. Bapak Isnaini SH, M.Hum selaku Dosen Pembimbing I penulis 8. Ibu Sri Hidayani SH, M.Hum selaku Dosen Pembimbing II penulis 9. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen serta Staf Administrasi di Fakultas Hukum Universitas Medan Area. 10. Seluruh Pegawai dan Staf Dinas Perhubungan Kota Medanyang telah bersedia menerima dan membimbing dalam proses penelitian. 11. Kakak saya Dr. Nina Zulviyanti Nasution, abang Dedi Armansyah S.T, M.T., abang Ardi Zulvikar Nasution, kakak Reny Fitria Ningsih S.Pd, abang Ikhwan Fadli Nasution S.E, yang juga banyak membantu serta memberikan motivasi yang positif bagi saya. 12. Abang sepupu saya Mahransyah Putra Dasopang dan Sahabat Terdekat saya Yogie Andrian Syahputra yang telah memberikan semangat kepada saya dalam menyelesaikan skripsi ini. 13. Teman-taman saya Yudha Prawira, M Iqbal, Arif Hidayat, Ridho Nugraha, Fauzi, Abang Reza Fahlevi, Rahmatika P Tanjung, Dewita Sari, Anwar Azhari

5 Rambe, M Egi Harahap, M ikhsan Suwandi, Mariana, Sofia Khairunnisa Damanik, Rezky Reymon Manurung, Rahmad Rivaldi Piliang, Imam Maulana Masni, Halim Randa Juliandi, Poppy Chairunisa. Daniel Hutapea, Aulia Arifandi dan teman-teman Se-Almamater khususnya stambuk 2012 di Fakultas Hukum Universitas Medan Area yang juga bnyak membantu penulis dalam menyelesaikan Skripsi. Akhir kata kata saya mengukapkan terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, semoga berkat dan Rahmat-Nya melimpah kepada saya Khususnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Skripsi ini, dan dapat bermanfaat bagi kita semua. Medan, April 2016 Hormat Saya ZAINAL FIKRI NASUTION NPM :

6 DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... i ii vi BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Angkutan Darat Identifikasi Masalah Pembatasan Masalah Perumusan Masalah Tujuan Dan Manfaat penelitian Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Uraian Teori Pengertian angkutan Asas asas pengangkutan Fungsi dan Tujuan Pengangkutan Prinsip Dasar Pengangkutan Sifat Hukum Perjanjian Pengangkutan... 20

7 Terjadinya Perjanjian Pengangkutan Kedudukan Penerima Prinsip-prinsip Tanggung Jawab Pengangkut Kerangka Pemikiran Kerangka Teoritis BAB III. METODE PENELITIAN Jenis, Sifat, Lokasi Dan Waktu Penelitian Jenis Penelitian Sifat Penelitian Lokasi Penelitian Waktu Penelitian Teknik Pengumpulan Data Analisis Data BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penilitian Hal hal yang Dapat Menyebabkan Kerugian Bagi Pengguna Jasa (Penumpang) Angkutan Umum Akibat kesalahan dari Pihak Pengangkut Tanggung Jawab Para Pihak dalam Perjanjian Pengangkutan Santunan Kecelakaan Lalu Lintas Pembahasan... 44

8 Bentuk Perlindungan Hukum yang Diterima Oleh Penumpang Angkutan Umum sesuai dengan Undang- Undang No.22 tahun Upaya Pengguna Jasa Angkutan Umum dalam Mendapatkan Perlindungan Hukum dan Ganti Rugi BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

9 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan menyadari pentingnya peranan transportasi, maka lalu lintas dan angkutan jalan harus ditata dalam suatu sistem transportasi nasional secara terpadu dan mampu mewujudkan tersedianya jasa transportasi yang sesuai dengan tingkat kebutuhan lalu lintas dan pelayanan angkutan yang tertib, nyaman, cepat, teratur, lancar dan dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat. Untuk itu pemerintah telah mengeluarkan kebijakan di bidang transportasi darat yaitu dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagai Pengganti Undang-undang No. 14 Tahun 1992, serta Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1993 Tentang Angkutan Jalan yang masih tetap berlaku meskipun PP No. 41 Tahun 1993 merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-undang No. 14 Tahun 2003 dikarenakan disebutkan dalam Pasal 324 Undang-undang No. 22 Tahun 2009 bahwa: Pada saat Undang- Undang ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3480) dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru be rdasarkan Undang-Undang ini. Dalam pasal 2 dan pasal 3 Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (yang selanjutnya disingkat dengan UULLAJ) mengatur asas dan tujuan pengangkutan.

10 Adapun Asas penyelenggaraan lalu lintas adalah diatur dalam Pasal 2 Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yakni Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diselenggarakan dengan memperhatikan: asas transparan, asas akuntabel, asas berkelanjutan, asas partisipatif, asas bermanfaat, asas efisien dan efektif, asas seimbang, asas terpadu, dan asas mandiri. Sedangkan Pasal 3 Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan mengenai tujuan dari Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yakni : terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa, terwujudnya, etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat. Demikian juga dalam Paragraf 9 Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Tentang Tata Cara Berlalu Lintas bagi Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum serta pasal 141 Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Tentang standar pelayanan angkutan orang dan masih banyak pasal-pasal lainnya yang terkait dengan adanya upaya memberikan penyelenggaraan jasa angkutan bagi pengguna jasa atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan pemakai jasa angkutan. Pengguna jasa adalah setiap orang dan/ atau badan hukum yang menggunakan jasa angkutan baik untuk angkutan orang maupun barang. Karena pengangkutan di sini merupakanpengangkutan orang maka pengguna jasa untuk selanjutnya disebut penumpang. Sedangkan pengangkut adalah pihak yang mengikatkan diri untuk menyelenggarakan angkutan barang dan/atau penumpang. Pengertian lainnya adalah menurut Pasal 1 ayat 22 Undang-undang Lalu Lintas

11 dan Angkutan Jalan, yang disebut dengan Pengguna Jasa adalah perseorangan atau badan hukum yang menggunakan jasa Perusahaan Angkutan Umum. Sedangkan yang disebut pengangkut dalam Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ini dipersamakan dengan pengertian Perusahaan Angkutan Umum yakni di sebutkan dalam Pasal 1 ayat 21 yang berbunyi: Perusahaan Angkutan Umum adalah badan hukum yang menyediakan jasa angkutan orang dan/atau barang dengan Kendaraan Bermotor Umum. Lalu lintas dan Angkutan Jalan ketika pada Masa Pemerintahan Hindia Belanda di atur dalam Werverkeersordonnantie (Staatsblad 1933 Nomor 86). Perkembangan selanjutnya Weverkeersordonnantie tidak sesuai lagi dengan tuntutan dan diubah lagi dalam Staatsblad 1940 No. 72. Kemudian Weverordinantie diubah lagi setelah Indonenesia tepatnya pada Tahun 1951 dengan UU No. 3 Tahun 1951 Tentang Perubahan Dan Tambahan Undang Undang Lalu Lintas Jalan (Wegverkeersordonnantie, Staatsblad 1933 no. 86). Kemudian Selang 15 Tahun kemudian dari berlakunya Undang-undang no 15 Tahun 1951 Pemerintah Indonesua mengatur lagi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan kedalam Undang-Undang yang baru serta Mencabut peraturan sebelumnya Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Maka lahirnya Undang-undang No. 3 Tahun 1965 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang pada waktu itu atas persetujuan bersama antara Presiden Soekarno dengan DPR GR (Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong).Undang-Undang No 3 Tahun 1965 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya ini bahwa adalah Undang-Undang pertama yang Mengatur Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di Indonesia setelah Indonesia Merdeka.

12 Seiring dengan perkembangan zaman dan IPTEK pada 27 Tahun Kemudian diatur kembali Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di Indonesia dengan Undang-Undang yang baru yaitu Undang-Undang No 14 Tahun Ada hal yang menarik dari UU No 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ini bahwa Undang-Undang ini sempat ditangguhkan selama setahun melalui PERPU No 1 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang disahkan menjadi Undang-Undang No 22 Tahun 1992 Tentan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Selanjutnya Undang-Undang mengenai Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terkahir kali ditur di Indonesia dengan Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Jalan dengan semangat reformasi dan semangat perubahan. Untuk itu pemerintah telah mengeluarkan kebijakan di bidang transportasi darat yaitu dengan dikeluarkannya Udang-undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagai Pengganti Undang-undang No. 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya, serta Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1993 Tentang Angkutan Jalan yang masih tetap berlaku meskipun PP No. 41 Tahun 1993 merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-undang No. 14 Tahun 2003 dikarenakan disebutkan dalam Pasal 324 Undang-undang No. 22 Tahun 2009 bahwa : Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3480) dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan

13 yang baru berdasarkan Undang-Undang ini dan terdapat di bagian buku ketiga Tentang perikatan pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW). Dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (yang selanjutnya disingkat dengan (UULLAJ) mengatur asas dan tujuan pengangkutan. Adapun Asas penyelenggaraan lalu lintas adalah diatur dalam Pasal 2 Undang-undang Lalulintas dan Angkutan Jalan (UULLAJ) yakni : Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diselenggarakan dengan memperhatikan: a. asas transparan; b. asas akuntabel; c. asas berkelanjutan; d. asas partisipatif; e. asas bermanfaat; f. asas efisien dan efektif; g. asas seimbang; h. asas terpadu; dan i. asas mandiri. Sedangkan Pasal 3 Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UULLAJ) menyebutkan mengenai tujuan dari Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yakni : a. terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh

14 persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa; b. terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan c. terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat. Demikian juga dalam Pasal 9 Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UULLAJ) Tentang Tata Cara Berlalu Lintas bagi Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum serta Pasal 141 Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UULLAJ) Tentang standar pelayanan angkutan orang: a. keamanan; b. keselamatan; c.keselamatan; d. keterjangkauan; e. kesejahteraan; dan f. keteraturan. Standart minimal sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan. Ketentuan lebih lanjut mengenai standart pelayanan minimal sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana Lalu Lintas Angguktan Jalan. 1 Pengguna jasa adalah setiap orang dan/atau badan hukum yang menggunakan jasa angkutan baik untuk angkutan orang maupun barang. Karena pengangkutan di sini merupakan pengangkutan orang maka pengguna jasa untuk 1 UULLAJ, Surabaya. Kesindo Utama, 2013, hal. 7

15 selanjutnya disebut penumpang. Sedangkan pengangkut adalah pihak yang mengikatkan diri untuk menyelenggarakan angkutan barang dan/ atau penumpang. Pengertian lainnya adalah menurut Pasal 1 ayat 22 Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UULLAJ), yang disebut dengan Pengguna Jasa adalah perseorangan atau badan hukum yang menggunakan jasa Perusahaan Angkutan Umum. Sedangkan yang disebut pengangkut dalam Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UULLAJ) ini dipersamakan dengan pengertian Perusahaan Angkutan Umum yakni di sebutkan dalam Pasal 1 ayat 21 yang berbunyi : Perusahaan Angkutan Umum adalah badan hukum yang menyediakan jasa angkutan orang dan/atau barang dengan Kendaraan Bermotor Umum. Dengan berlakunya UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tersebut diharapkan dapt membantu mewujudkan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang terkait dengan penyelenggaraan jasa angkutan, baik itu pengusaha angkutan, pekerja (sopir/pengemudi) serta penumpang. Secara operasional kegiatan penyelenggaraan pengangkutan dilakukan oleh pengemudi atau sopir angkutan dimana pengemudi merupakan pihak yang mengikatkan diri untuk menjalankan kegiatan pengangkutan atas perintah pengusaha angkutan atau pengangkut. Pengemudi dalam menjalankan tugasnya mempunyai tanggung jawab untuk dapat melaksanakan kewajibannya yaitu mengangkut penumpang sampai pada tempat tujuan yang telah disepakati dengan selamat, artinya dalam proses pemindahan tersebut dari satu tempat ke tempat tujuan dapat berlangsung tanpa hambatan dan penumpang dalam keadaan sehat, tidak mengalami bahaya,

16 luka, sakit maupun meninggal dunia. Sehingga tujuan pengangkutan dapat terlaksana dengan lancar dan sesuai dengan nilai guna masyarakat. 2 Perlindungan hukum bagi penumpang adalah suatu masalah yang besar dengan persaingan global yang terus berkembang sehingga perlindungan hukum sangat dibutuhkan dalam persaingan global. Undang Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada Pasal 192 ayat (1) menjelaskan bahwa perusahaan angkutan umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang yang meninggal dunia atau luka akibat penyelenggaraan angkutan, kecuali disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau karena kesalahan penumpang. Dilihat dari aspek perlindungan hukum bagi konsumen jasa angkutan, keadaan demikian sangat tidak ideal dan dalam praktek merugikan bagi konsumen, karena pada tiap kecelakaan alat angkutan darat tidak penah terdengar dipermasalahkannya tanggung jawab pengusaha kendaraan angkutan umum Angkutan Darat Perlindungan hukum bagi penumpang angkutan umum di darat telah di atur dalam Undang Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Peraturan tersebut yang menjadi pedoman untuk melindungi kepentingan penumpang jika hak nya ada yang dilanggar oleh penyedia jasa angkutan umum. Seperti pada Pasal 234 ayat (1) Undang Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang secara garis besar menjelaskan bahwa pihak penyedia jasa angkutan umum wajib bertanggung jawab atas kerugian yang dialami oleh penumpang yang diakibatkan oleh kelalaian pengemudi. Pada prinsip-prinsip 2

17 tanggung jawab ada salah satu disebutkan dimana prinsip tersebut di jelaskan pada Pasal 24 Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan bahwa pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawab apabila ia dapat membuktikan bahwa kerugian bukan timbul karena kesalahannya. 3 Tabel kasus kecelakaan di kota Medan Tahun No. Tahun Kasus Korban Jiwa Berdasarkan tabel di atas tingkat kasus kecelakaan angkutan umum dari tahun ke tahun makin bertambah. Pada Tahun 2011 telah terjadi kasus kecelakaan yang memakan korban jiwa, pada tahun 2012 telah terjadi kasus kecelakaan angkutan umum yang memakan korban jiwa sebanyak 298 jiwa. Pada tahun 2012 ini merupakan nominal yang paling kecil pada tabel kecelakaan angkutan umum. Pada Tahun 2013 telah terjadi kasus kecelakaan yang memakan korban jiwa. Pada tahun angka kecelakaan lalu lintas merupakan angka yang paling tinggi diantara Tahun yang lainnya. Untuk Tahun 2014 telah terjadi kenaikan tingkat kecelakaan angkutan umum sebesar 103 kasus kecelakaan angkutan umum yang memakan korban jiwa bertambah sebesar jiwa. Jadi untuk tahun 2014 angka tingkat kecelakaan angkutan umum mencapai 3 R. Subekti, Pengangkutan & hukum Pengangkutan darat, Universitas Diponegoro:1980

18 kasus yang memakan korban jiwa sebanyak jiwa. Maka hal ini menunjukkan kurangnya perhatian terhadap keselamatan pengguna angkutan umum yang mengakibatkan peningkatan kecelakaan angkutan umum. Berdasarkan data diatas perlindungan hukum terhadap korban kecelakaan angkutan umum mendapat perlindungan hukum yaitu biaya santunan ganti rugi sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh Jasa Raharja selaku pihak Asuransi yang bekerja sama dengan CV/PT penyedia jasa angkutan umum Identifikasi Masalah Angkutan umum merupakan salah satu bagian terpenting bagi masyaarakat di suatu negara. Adanya angkutan umum agar dapat mempermudah dan memperlancar transportasi yang merupakan sarana yang mempengaruhi pembangunan suatu negara agar negara tersebut makmur dan berkembang. Berdasarkan pemaparan masalah dalam pembahasan yang ada di dalam skripsi ini, dapat diidentifikasikan beberapa masalah: 1. Bentuk perlindungan hukum yang di terima oleh penumpang angkutan umum sesuai dengan Undang-undang No.22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan angkutan Jalan. 2. Akibat yang timbul apabila hak penunmpang angkutan umum tidak terpenuhi Pembatasan Masalah Adapun pembatasan masalah dalam penulisan skripsi ini yang bertujuan agar tidak terjadinya perluasan permasalahan yang akan di bahas yaitu perlindungan

19 hukum bagi pengguna jasa anggutan umum berdasarkan pada Undang-Undang NO.22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Perumusan Masalah Adapun perumusan masalah yang penulis teliti untuk mengetahui lebih dalam lagi mengenai Bagaimana perlindungan hukum terhadap penumpang angkutan umum berdasarkan undang-undang No.22 Tahun Tujuan dan Manfaat Penelitian Ketika melakukan suatu penelitian, maka pada umumnya terdapat suatu tujuan dan manfaat dari penelitian sesuai dengan pokok permasalahan yang telah penulis paparkan di atas, sama halnya dengan tujuan penulisan skripsi ini juga mempunyai tujuan dan manfaat yang ingin dicapai didalam pembahasan. Adapun uraian tujuan dan manfaat penelitian adalah: Tujuan Penelitian Sehubungan dengan penulisan skripsi ini, adapun tujuan penulis adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui bagaimana kedudukan hukum pengguna jasa (penumpang) angkutan umum. 2. Untuk mengetahui hal-hal apa saja yang dapat menyebabkan kerugian bagi pengguna jasa (penumpang) melalui angkutan umum akibat kesalahan dari

20 pihak pengangkut dan bagaimana tanggung jawab pihak pengangkut terhadap kesalahan yang mengakibatkan kerugian bagi pengguna jasa (penumpang) angkutan umum. 3. Untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap pengguna jasa (penumpang) angkutan umum sebagai konsumen fasilitas publik transportasi berdasarkan Undang-undang No. 22 Tahun Untuk mengetahui upaya pengguna jasa angkutan umum dalam mendapatkan perlindungan hukum 5. Untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Universitas Medan Area (UMA), yang dimana hal ini adalah merupakan kewajiban bagi setiap mahasiswa yang akan menyelesaikan studynya sebagai tugas akhir Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diambil dari penelitian yang di lakukan oleh penulis ini adalah sebagai berikut: 1. Secara teoritis, untuk menambah pengetahuan penulis Tentang bagaimana perlindungan hukum bagai pengguna jasa (penumpang) angkutan umum berdasarkan Undang-undang No. 22 Tahun Secara praktis, untuk dapat memberikan sumbangan pemikiran juridis dan masukan-masukan yang bermanfaat demi perkembangan ilmu pengetahuan terhadap perlindungan hukum bagai pengguna jasa (penumpang) angkutan umu

21 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori Pengertian Pengangkutan Menurut arti kata, angkut berarti mengangkat dan membawa, memuat atau mengirimkan. Pengangkutan artinya usaha membawa, mengantar atau memindahkan orang atau barang dari suatu tempat ke tempat yang lain Jadi, dalam pengertian pengangkutan itu tersimpul suatu proses kegiatan atau gerakan dari suatu tempat ke tempat lain. Pengangkutan dapat diartikan sebagai pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan. Dalam hal ini terkait unsur-unsur pengangkutan sebagai berikut : 1) Ada sesuatu yang diangkut. 2) tersedianya kendaraan sebagai alat angkutan. 3) ada tempat yang dapat dilalui oleh angkutan. Pengangkutan pada pokoknya berisikan perpindahan tempat baik mengenai benda-benda maupun mengenai orang-orang, karena perpindahan itu mutlak perlu untuk mencapai dan meninggikan manfaat serta efisiensi. Adapun proses dari pengangkutan itu merupakan gerakan dari tempat asal dari mana kegiatan angkutan dimulai ke tempat tujuan dimana angkutan itu diakhiri. 4 Pengangkutan adalah proses kegiatan memuat barang atau penumpang ke dalam alat pengangkutan, membawa barang atau penumpang dari tempat pemuatan ke tempat tujuan/ dan menurunkan barang atau penumpang dari alat pengangkutan ke 4 prabusetiawan.blogspot.com/2009/05/hukum-pengangkutan.html

22 tempat yang ditentukan. 5 Sehingga Secara umum dapat didefinisikan bahwa pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan atau orang dari suatu tempat ketempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar angkutan. Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa pihak dalam perjanjian pengangkut adalah pengangkut dan pengirim. Sifat dari perjanjian pengangkutan adalah perjanjian timbal balik, artinya masing-masing pihak mempunyai kewajiban-kewajiban sendiri-sendiri. Pihak pengangkut berkewajiban untuk menyelenggarakan pengangkutan barang atau orang dari suatu tempat ketempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengiriman berkewajiban untuk membayar uang angkutan. 6 Adapun syarat-syarat untuk menguji kelayakan armada yang disediakan oleh penyedia angkutan umum sesuai yang telah di tentukan oleh Dinas Perhubungan Kota Medan yaitu : 1. Usia kendaraan maksimal 10 Tahun berjalan. 2. rancangan bangun dan karoseri sesuai dengan ketetapanpemerintah mobil Bus dan MPU. 3. Kendaraan laik jalan atau operasi sesuai ketentuan SPEKSI/KIUR. 4. Memiliki izin usaha angkutan dengan ddengan kendaraan bermotor umum. 5. Memiliki izin trayek atau operasi. Seluruh kendaraan yang diajukan untuk memperoleh kartu pengawasan (KPs), kendaraan telah melalui uji KIR/SPEKSI secara priodik 6 bulan sekali (layak operasional) 5 prabusetiawan.blogspot.com/2009/05/hukum-pengangkutan.html 6 Abdul Kadir, Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, bandung, Citra Aditya.Bandung,2001

23 Asas - asas Pengangkutan Asas-asas hukum pengangkutan merupakan landasan filosofis yang diklasifikasikan menjadi dua yaitu: 1) Yang bersifat perdata; dan 2) Yang bersifat publik Asas-asas yang bersifat publik terdapat pada tiap-tiap Undang-Undang pengangkutan baik darat, laut dan udara. Dalam pengangkutan udara terdapat dalam Pasal 2 Undang-Undang No.15 Tahun Asas-asas yang bersifat perdata merupakan landasan hukum pengangkutan yang hanya berlaku dan berguna bagi kedua pihak dalam pengangkutan niaga, yaitu pengangkut dan penumpang atau pengirim barang. Asas-asas hukum pengangkutan yang bersifat perdata adalah sebagai berikut: a. Konsensual Pengangkutan tidak diharuskan dalam bentuk te rtulis, sudah cukup dengan kesepakatan pihak-pihak. Tetapi untuk menyatakan bahwa perjanjian itu sudah terjadi atau sudah ada harus dibuktikan dengan atau didukung oleh dokumen angkutan. b. Koordinatif Pihak-pihak dalam pengangkutan mempunyai kedudukan setara atau sejajar, tidak ada pihak yang mengatasi atau membawahi yang lain. Walaupun pengangkut menyediakan jasa dan melaksanakan perintah penumpang/pengirim

24 barang, pengangkut bukan bawahan penumpang/pengirim barang. Pengangkutan adalah perjanjian pemberian kuasa. c. Campuran Pengangkutan merupakan campuran dari tiga jenis perjanjian, yaitu pemberian kuasa, penyimpanan barang, dan melakukan pekerjaan dari pengirim kepada pengangkut. Ketentuan ketiga jenis perjanjian ini berlaku pada pengangkutan, kecuali jika ditentukan lain dalam perjanjianpengangkutan. d. Retensi Pengangkutan tidak menggunakan hak retensi. Penggunaan hak retensi bertentangan dengan tujuan dan fungsi pengangkutan. Pengangkutan hanya mempunyai kewajiban menyimpan barang atas biaya pemiliknya. e. Pembuktian dengan dokumen Setiap pengangkutan selalu dibuktikan dengan dokumen angkutan. Tidak ada dokumen angkutan berarti tidak ada perjanjian pengangkutan, kecuali jika kebiasaan yang sudah berlaku umum, misalnya pengangkutan dengan angkutan kota (angkot) tanpa karcis/tiket penumpang. Ada beberapa asas hukum pengangkutan yang bersifat publik, yaitu sebagai berikut: a. Asas manfaat yaitu, bahwa pengangkutan harus dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kemanusiaan, peningkatan kesejahteraan rakyat dan pengembangan perikehidupan yang berkesinambungan bagi warga negara, serta upaya peningkatan pertahanan dan keamanan negara;

25 b. Asas usaha bersama dan kekeluargaan yaitu, bahwa penyelenggaraan usaha di bidang pengangkutan dilaksanakan untuk mencapai cita-cita dan aspirasi bangsa yang dalam kegiatannya dapat dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat dan dijiwai oleh semangat kekeluargaan; c. Asas adil dan merata yaitu, bahwa penyelenggaraan penegangkutan harus dapat memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada segenap lapisan masyarakat dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat; d. Asas keseimbangan yaitu, bahwa pengangkutan harus diselenggarakan sedemikian rupa sehingga terdapat keseimbangan yang serasi antara sarana dan prasarana, antara kepentingan pengguna dan penyedia jasa, antara kepentingan individu dan masyarakat, serta antara kepentingan nasional dan internasional; e. Asas kepentingan umum yaitu, bahwa penyelenggaraan pengangkutanharus mengutamakan kepentingan pelayanan umum bagi masyarakat luas; f. Asas keterpaduan yaitu, bahwa penerbangan harus merupakan kesatuan yang bulat dan utuh, terpadu, saling menunjang, dan saling mengisi baik intra maupun antar moda transportasi; g. Asas kesadaran hukum yaitu, bahwa mewajibkan kepada pemerintah untuk menegakkan dan menjamin kepastian hukum serta mewajibkan kepada setiap warga negara Indonesia untuk selalu sadar dan taat kepada hukum dalam penyelenggaraan pengangkutan. h. Asas percaya pada diri sendiri yaitu, bahwa pngangkutan harus berlandaskan pada kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan sendiri, serta bersendikan kepada kepribadian bangsa;

26 i. Asas keselamatan Penumpang, yaitu bahwa setiap penyelenggaraan pengangkutan penumpang harus disertai dengan asuransi kecelakaan Fungsi Dan Tujuan Pengangkutan Pada dasarnya fungsi pengangkutan adalah untuk memindahkan barang atau orang dari suatu tempat yang lain dengan maksud untuk meningkatkan daya guna dan nilai. Jadi dengan pengangkutan maka dapat diadakan perpindahan barangbarang dari suatu tempat yang dirasa barang itu kurang berguna ketempat dimana barang-barang tadi dirasakan akan lebih bermanfaat. Perpindahan barang atau orang dari suatu tempat ketempat yang lain yang diselenggarakan denganpengangkutan tersebut harus dilakukan dengan memenuhi beberapa ketentuan yang tidak dapat ditinggalkan, yaitu harus diselenggarakan dengan aman, selamat, cepat, tidak ada perubahan bentuk tempat dan waktunya. bahwa pada dasarnya pengangkutan mempunyai dua nilai kegunaan, yaitu : a. Kegunaan Tempat (Place Utility) Dengan adanya pengangkutan berarti terjadi perpindahan barang dari suatu tempat, dimana barang tadi dirasakan kurang bermanfaat, ketempat lain yang menyebabkan barang tadi menjadi lebih bermanfaat. b. Kegunaan Waktu (Time Utility) Dengan adanya pengangkutan berarti dapat dimungkinkan terjadinya suatu perpindahan suatu barang dari suatu tempat ketempat lain dimana barang itu lebih diperlukan tepat pada waktunya

27 Prinsip dasar Pengangkutan Dalam perjanjian pengangkutan, kedudukan para pihak yaitu antara pengangkut dan pengirim adalah sama tinggi. Hubungan kerja di dalam perjanjian pengangkutanantara pengangkut dan pengirim tidak secara terus menerus, tetapisifatnya hanya berkala, ketika seorang pengirim membutuhkan pengangkut untuk mengangkut barang. Perjanjian pengangkutan mengandung tiga prinsip tanggung jawab, yaitu: a. Prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan, menurut prinsip ini setiap pengangkut yang melakukan kesalahan dalam penyelenggaraan pengangkutan harus bertanggung jawab membayar ganti kerugian yang timbul akibat dari kesalahannya itu. Pihak yang menderita kerugian harus membuktikan kesalahan pengangkut itu. Beban pembuktian ada pada pihak yang dirugikan, bukan pada pengangkut. Prinsip ini adalah yang umum berlaku seperti yang diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata Tentang perbuatan melawan hukum. b. Prinsip tanggung jawab berdasarkan praduga, menurut prinsip ini pengangkut dianggap selalu bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dari pengangkutan yang diselenggarakannya Tetapi jika pengangkut dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah, maka ia dibebaskan dari kewajiban membayar ganti kerugian. Beban pembuktian ada pada pihak pengangkut bukan pada pihak yang dirugikan. Pihak yang dirugikan cukup menunjukkan adanya kerugian yang diderita dalam pengangkutan yang dilakukan oleh pengangkut. c. Prinsip tanggung jawab mutlak, menurut prinsip ini pengangkut harus bertanggung jawab membayar ganti kerugian terhadap setiap kerugian yang timbul dari pengangkutan yang diselenggarakannya tanpa keharusan pembuktian ada tidaknya kesalahan pengangkut. Pengangkut tidak dimungkinkan membebaskan diri dari tanggung jawab dengan alasan apapun yang menimbulkan kerugian itu. Prinsip ini tidak mengenal beban pembuktian Tentang kesalahan. Unsur kesalahan tidak relevan. Dalam suatu pengangkutan bila undang-undang tidak menentukan syarat atau hal yang dikehendaki para pihak maka para pihak dapat mengikuti kebiasaan yangtelah berlaku atau menentukan sendiri kesepakatan bersama, tentunya hal tersebutharus mengacu pada keadilan. Tujuan pengangkutan adalah terpenuhinya 8 Zulvikar Sani, Transportasi (Suatu Pengantar), Jakarta, UI Press,2012

28 kewajiban dan hak-hak para pihak yang terlibat dalam pengangkutan. Kewajiban dari pengangkut adalah menyelenggarakan pengangkutan dan berhak menerima biaya pengangkutan. Sedangkan kewajiban pengirim atau penumpang adalah membayar biaya pengangkutan dan berhak atas pelayanan pengangkutan yang wajar Sifat Hukum Perjanjian Pengangkutan. Dalam perjanjian pengangkutan, kedudukan para pihak yaitu pengangkut dan pengirim sama tinggi atau koordinasi (geeoordineerd), tidak seperti dalam perjanjian perburuhan, dimana kedudukan para pihak tidak sama tinggi atau kedudukan subordinasi (gesubordineerd). Mengenai sifat hukum perjanjian pengangkutan terdapat beberapa pendapat, yaitu : a. Pelayanan berkala artinya hubungan kerja antara pengirim dan pengangkut tidak bersifat tetap, hanya kadang kala saja bila pengirim membutuhkan pengangkutan (tidak terus menerus), berdasarkan atas ketentuan Pasal 1601 KUHPerdata. b. Pemborongan sifat hukum perjanjian pengangkutan bukan pelayanan berkala tetapi pemboronga sebagaimana dimaksud Pasal 1601 b KUH Perdata. Pendapat ini didasarkan atas ketentuan Pasal 1617 KUH Perdata (Pasal penutup dari bab VII A Tentang pekerjaan pemborongan). c. Campuran perjanjian pengangkutan merupakan perjanjian campuran yakni perjanjian melakukan pekerjaan (pelayanan berkala) dan perjanjian 9 Abdul Kadir, Muhammad, Hukum Pengangkutan Darat,Laut dan Udara,Citra Aditya Bakti.Bandung,1991

29 penyimpanan (bewaargeving). Unsur pelayanan berkala (Pasal 1601 b KUHPerdata) dan unsur penyimpanan (Pasal 468 ( 1 ) KUHD) Terjadinya Perjanjian Pengangkutan Menurut sistem hukum Indonesia, pembuatan perjanjian pengangkutantidak disyratkan harus tertulis, cukup dengan lisan, asal ada persesuaian kehendak (konsensus). Dari pengertian diatas dapat diartikan bahwa untuk adanya suatu perjanjian pengangkutan cukup dengan adanya kesepakatan (konsensus) diantara para pihak. Dengan kata lain perjanjian pengangkutanbersifat konsensuil. Dalam praktek sehari-hari, dalam pengangkutan darat terdapat dokumen yang disebut denga surat muatan (vracht brief) seperti dimaksud dalam Pasal 90 KUHD. Demikian juga halnya dalampengangkutan pengangkutan melalui laut terdapat dokumen konosemen yakni tanda penerimaan barang yang harus diberikan pengangkut kepada pengirim barang. Dokumen-dokumen tersebut bukan merupakan syarat mutlak Tentang adanya perjanjian pengangkutan. Tidak adanya dokumen tersebut tidak membatalkan perjanjian pengangkutan yang telah ada (Pasal 454, 504 dan 90 KUHD). Jadi dokumen-dokumen tersebut tidak merupakan unsur dari perjanjian pengangkutan. Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa perjanjian pengangkutan bersifat konsensuil Kedudukan Penerima Dalam perjanjian pengangkutan, termasuk kewajiban pengangkut adalah menyerahkan barang angkutan kepada penerima. Disini penerima bukan merupakan pihak yang ada dalam perjanjian pengangkutan tetapi pada dasarnya

30 dia adalah pihak ketiga yang berkepentingan dalam pengangkutan(pasal 1317 KUHPerdata). Penerima bisa terjadi adalah pengirim itu sendiri tetapi mungkin juga orang lain. Penerima akan berurusan dengan pengangkut apabila ia telah menerima barang-barang angkutan. Pihak penerima harus membayar ongkos angkutannya, kecuali ditentukan lain. Apabila penerima tidak mau membayar ongkos atau uang angkutnya maka pihak pengangkut mempunyai hak retensi terhadap barangbarang yang diangkutnya Prinsip-prinsip Tanggung Jawab Pengangkut. Dalam hukum pengangkutan dikenal adanya lima prinsip tanggung jawab pengangkut yaitu : a. Tanggung Jawab Praduga Bersalah (Presumtion of Liability) Menurut prinsip ini, ditekankan bahwa selalu bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul pada pengangkutan yang diselenggarakannya, tetapi jika pengangkut dapat membuktikan bahwa dia tidak bersalah, maka dia dibebaskan dari tanggung jawab membayar ganti rugi kerugian itu. Beban pembuktian ini diberikan kepada pihak yang dirugikan dan bukan pada pengangkut. Hal ini diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata Tentang perbuatan melawan hukum (illegal act) sebagai aturan umum dan aturan khususnya diatur dalam undang-undang Tentang masing-masung pengangkutan. Prinsip ini hanya dijumpai dalam 86 ayat 2 Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 Tentang Pelayaran, yang menyatakan : jika perusahaan angkutan perairan dapat membuktikan bahwa kerugian sebagaimana dimaksud ayat 1 huruf b: musnah, hilang atau rusaknya barang yang 10 Mansyur, M Ali, Pengolahan Hukum Tentang Tanggung Gugat Produsen dalam perwujudan Perlindungan Konsumen.Yogyakarta,Genta press,2007

31 diangkut; c. Keterlambatan angkutan penumpang, dan atau barang yang diangkut; d. Kerugian pihak ketiga bukan disebabkan oleh kesalahannya, maka dia dapat dibebaskan sebagian atau seluruh dari tanggung jawabnya. Walaupun hanya terdapat pada pengangkutan perairan, bukan berarti pada pengangkutan darat dan pengangkuta udara tidak dibolehkan. Dalam perjanjian pengangkutan, perusahaan angkutan dan pengirim boleh menjanjikan prinsip tanggung jawab praduga, biasanya dirumuskan dengan (kecuali jika perusahaan angkutan dapat membuktikan bahwa kerugian itu dapat karena kesalahannya). Dalam KUHD juga menganut prinsip tanggung jawab karena praduga bersalah. Dalam ketentuan Pasal 468 ayat 2 KUHD yaitu, apabila barang yang diangkut itu tidak diserahkan sebagian atau seluruhnya atau rusak, pengangkut bertanggung jawab mengganti kerugian kepada pengirim, kecuali dia dapat membuktikan bahwa diserahkan sebagian atau seluruh atau rusaknya barang itu karena peristiwa yang tidak dapat dicegah atau tidak dapat dihindari terjadinya. Dengan demikian jelas bahwa dalam hukum pengangkutan di Indonesia, prinsip tanggung jawab karena kesalahan dan karena praduga bersalah keduanya dianut. Tetapi prinsip tanggung jawab karena kesalahan adalah asas, sedangkan prinsip tanggung jawab karena praduga adalah pengecualian, artinya pengangkut bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dalam penyelenggaraan pengangkutan, tetapi jika pengangkut berhasil membuktikan bahwa dia tidak bersalah atau lalai, maka dia dibebaskan dari tanggung jawab. Beberapa Pasal dalam Undang-undang Pengangkutan Tahun 1992 yang mengatur Tentang prinsip tanggung jawab praduga bersalah adalah: No. Pasal Keterangan

32 1 Pasal 45 Undang-undang Nomor 14 Tahun Pasal 28 ayat 1, 2 Undang-undang Nomor 13 Tahun Pasal 43 ayat 1b dan Pasal 44 Undang-undang No. 15 Tahun 1992 Tentang Angkutan Lalu Lintas Jalan. Tentang Perkereta Apian. Tentang Penerbangan. b. Tanggung Jawab atas Dasar Kesalahan (Based on Fault or Negligence) Dapat dipahami, dalam prinsip ini jelas bahwa setiap pengangkut harus bertanggung jawab atas kesalahannya dalam penyelenggaraan pengangkutan dan harus mengganti rugi dan pihak yang dirugikan wajib membuktikan kesalahan pengangkut. Beban pembuktian ini diberikan kepada pihak yang dirugikan dan bukan pada pengangkut. Hal ini diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata Tentang perbuatan melawan hukum (illegal act) sebagai aturan umum dan aturan khususnya diatur dalam undang-undang Tentang masing-masung pengangkutan. Dalam KUHD, prinsip ini juga dianut, tepatnya pada Pasal 468 ayat (2). Pada pengangkutan di darat yang menggunakan rel kereta api, tanggung jawab ini ditentukan dalam Pasal 28 Undang-undang nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian. Pada pengangkutan di darat yang melalui jalan umum dengan kendaraan bermotor, tanggung jawab ini di tentukan dalam Pasal 28, Pasal 29, Pasal 31 dan Pasal 45 Undang-undang nomor 14 Tahun 1992 Tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan. Pada pengangkutan di laut dengan menggunakan kapal, tanggung jawab ini di tentukan dalam Pasal 86 Undang-undang nomor 21 Tahun 1992 Tentang Pelayaran. Dan berkaitan dengan angkutan udara, prinsip ini dapat

33 ditemukan dalam Pasal Peraturan Pemerintah nomor 40 Tahun 1995 Tentang pengangkutan udara. c. Tanggung Jawab Pengangkut Mutlak (Absolut Liability) Pada prinsip ini, titik beratnya adalah pada penyebab bukan kesalahannya. Menurut prinsip ini, pengangkut harus bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dalam pengangkutan yang diselenggarakan tanpa keharusan pembuktian ada tidaknya kesalahan pengangkut. Prinsip ini tidak mengenal beban pembuktian, unsur kesalahan tak perlu dipersoalkan. Pengangkut tidak mungkin bebas dari tanggung jawab dengan alasan apapun yang menimbulkan kerugian itu. Prinsip ini dapat dapat dirumuskan dengan kalimat: pengangkut bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul karena peristiwa apapun dalam penyelenggaraan pengangkutan ini. Dalam peraturan perundang-undangan mengenai pengangkutan, ternyata prinsip tanggung jawab mutlak tidak diatur, mungkin karena alasan bahwa pengangkut yang berusaha dibidang jasa angkutan tidak perlu di bebani dengan resiko yang terlalu berat. Akan tetapi tidak berarti bahwa pihak-pihak tidak boleh menggunakan prinsip ini dalam perjanjian pengangkutan. Para pihak boleh saja menjanjikan penggunaan prinsip ini untuk kepentingan praktis penyelesaian tanggung jawab, berdasarkan asas kebebasan berkontrak. Jika prinsip ini digunakan maka dalam perjanjian pengangkutan harus dinyatakan dengan tegas, misalnya pada dokumen pengangkutan. d. Pembatasan tanggung jawab pengangkut (limitation of liability) Bila jumlah ganti rugi sebagaimana yang ditentukan oleh Pasal 468 KUHD itu tidak dibatasi, maka ada kemungkinan pengangkut akan menderita rugi dan

34 jatuh pailit. Menghindari hal ini,, maka undang-undang memberikan batasan Tentang ganti rugi. Jadi, pembatasan ganti rugi dapat dilakukan oleh pengangkut sendiri dengan cara mengadakan klausula dalam perjanjian pengangkutan, konosemen atau charter party, dan oleh pembentuk undang-undang. Hal ini diatur dalam Pasal 475, 476 dan Pasal 477 KUHD. Mengenai pembatasan tanggung jawab pengangkut dalam angkutan udara, diatur dalam Pasal 24 ayat (2), Pasal 28, Pasal 29 ayat (1) dan Pasal 33 Ordonansi Pengangkutan Udara. Pasal 30 merupakan pembatasan tanggung jawab yaitu bahwa tanggung jawab pengangkut udara dibatasi sampai jumlah Rp ,- per penumpang. Pasal 24 merupakan pembatasan siapa-siapa saja yang berhak menerima ganti rugi, yang dalam hal ini adalah : Suami/istri dari penumpang yang tewas, anak atau anak-anaknya dari si mati Orang tua dari si mati. Pasal 28 menentukan bahwa pengangkut udara tidak bertanggung jawab dalam hal kelambatan, Pasal ini berbunyi Jika tidak ada persetujuan Ijin, maka pengangkut bertanggung jawab untuk kerugian yang timbul karena kelambatan dalam pengangkutan penumpang, bagasi dan barang. Satu Pasal lain mengenai pembatasan tanggung jawab pihak pengangkut adalah Pasal 33, dimana Pasal tersebut menentukan gugatan mengenai tanggung jawab atas dasar apapun juga hanya dapat diajukan dengan syarat-syarat dan batas-batas seperti yang dimaksudkan dalam peraturan ini. 11 Dengan terbatasnya gugatan mengenai tanggung jawab dari pihak pengangkut, maka terbatas pula tanggung jawab pihak pengangkut. Pembebasan Tanggung Jawab Pengangkut Dalam Ordonansi Pengangkutan Udara yang memuat ketentuan mengenai pembebasan adalah Pasal 1 ayat (1), Pasal 29 avat (1) dan Pasal 36. Pasal 36 menemukan 11 Kamaluddin Rustian,Ekonomi Transportasi Karakteristik Toeri dan Kebijakan. Ghalia Indonesia,Jakarta.2003

35 bahwa pengangkut bebas dari tanggungjawabnya dalam hal setelah dua Tahun penumpang yang menderita kerugian tidak mengajukan tuntutannya. Pasal 36 berbunyi Gugatan mengenai tanggung jawab pengangkut harus diajukan dalam jangka waktu dua Tahun terakhir mulai saat tibanya di tempat tujuan, atau mulai dari pesawat Udara seharusnya tiba, atau mulai pengangkutan Udara diputuskan jika tidak ada hak untuk menuntut dihapus. Selain itu ada hal-hal yang membuat pengangkut tidak bertanggung jawab apabila timbul suatu keadaan yang sama sekali tidak diduga sebelumnya, contohnya adalah sebagai berikut : bahaya perang, sabotase, kebakaran, kerusuhan, kekacauan dalam negeri. Asuransi tanggung jawab dibidang pengangkutan udara didasarkan atas prinsip terjadinya peristiwa asuransi tersebut karena mencakup kerugian-kerugian yang terjadi selama jangka waktu asuransi dan dilandasi kerugian yang paling dekat berdasar atas produk yang keliru. Pada Undang-undang No 1 Tahun 2009 pengaturan mengenai tanggung jawab pengangkut dapat dilihat pada Pasal 141 (1) Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap, atau luka-luka yang diakibatkan kejadian angkutan udara di dalam pesawat dan/atau naik turun pesawat udara. (2)Apabila kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) timbul karena tindakan sengaja atau kesalahan dari pengangkut atau orang yang dipekerjakannya, pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang timbul dan tidak dapat mempergunakan ketentuan dalam undangundang ini untuk membatasi tanggung jawabnya. Aturan ini menggunakan Prinsip Tanggung jawab Mutlak (Strict Liability), dimana pada ayat tersebut disebutkan bahwa pengangkut dikenai tanggung jawab tanpa melihat ada tau tidaknya kesalahan yang dari pengangkut. Pada Ordonansi Pengangkutan Udara 1939,

36 pengangkut masih dapat menyangkal keharusan bertanggung jawab asal dapat membuktikan bahwa pengangkut telah mengambil tindakan untuk menghindarkan kerugian atau bahwa pengangkut tidak mungkin untuk mengambil tindakan tersebut. Hal ini menggambarkan prinsip atas dasar Praduga, seperti yang disebut dalam Pasal 24 ayat (1), 25 ayat (1), 28 dan 29 OPU; Pengangkut tidak bertanggungjawab untuk kerugian, apabila: a. ia dapat membuktikan bahwa ia dan semua buruhnya telah mengambil segala tindakan yang perlu untuk menghindarkan kerugian; b. ia dapat membuktikan bahwa ia tidak mungkin mengambil tindakan pencegahan itu; c. kerugian itu disebabkan oleh kesalahan yang menderita itu sendiri; d. kesalahan penderita kerugian membantu terjadinya kerugian itu Dari penjelasan diatas, aturan mengenai tanggung jawab tadi merupakan sala satu bentuk perlindungan hukum bagi para pihak khususnya pengguna jasa angkutan udara. Tanggung jawab yang ditegaskan dalam undang-undang tadi akan meningkatkan kualitas dalam pemberian kenyamanan, pelayanan serta keselamatan bagi penumpang. Artinya secara normatif perlindungan hukum bagi penumpang telah ada, tinggal bagaimana pelaksanaan dari aturan tadi. e. Presumtion of non Liability Dalam prinsip ini, pengangkut dianggap tidak memiliki tanggung jawab. Dalam hal ini, bukan berarti pengangkut membebaskan diri dari tanggung jawabnya ataupun dinyatakan bebas tanggungan atas benda yang diangkutnya, tetapi terdapat pengecualian-pengecualian dalam mempertanggungjawabkan suatu kejadian atas benda dalam angkutan. Pengaturan ini ditetapkan dalam :

Perlindungan Hukum Sesuai Dengan Undang-undang No.8 BAB V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan B. Saran BAB I PENDAHULUAN

Perlindungan Hukum Sesuai Dengan Undang-undang No.8 BAB V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan B. Saran BAB I PENDAHULUAN 4.2.2. Upaya Pengguna Jasa Angkutan Umum dalam Mendapatkan Perlindungan Hukum dan Ganti Rugi... 49 4.2.3. Perlindungan Hukum Sesuai Dengan Undang-undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen...

Lebih terperinci

terhadap perlindungan hukum bagai pengguna jasa (penumpang) angkutan umu

terhadap perlindungan hukum bagai pengguna jasa (penumpang) angkutan umu 2. Secara praktis, untuk dapat memberikan sumbangan pemikiran juridis dan masukan-masukan yang bermanfaat demi perkembangan ilmu pengetahuan terhadap perlindungan hukum bagai pengguna jasa (penumpang)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan kesatuan dan kesatuan serta mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian a. Pengertian Umum Perjanjian Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan. Perikatan yang berasal dari

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 5.1 Peranan Asuransi Dalam Pengembangan Pengangkutan Udara Nasional

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 5.1 Peranan Asuransi Dalam Pengembangan Pengangkutan Udara Nasional BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Peranan Asuransi Dalam Pengembangan Pengangkutan Udara Nasional Dengan kemajuan teknik pada masa kini, kecelakaan-kecelakaan pesawat udara relatif jarang terjadi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan sarana yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan manusia, alat transportasi terdiri dari berbagai macam yaitu alat transportasi darat,

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN A. Pengertian dan Fungsi Pengangkutan Istilah pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti mengangkut dan membawa, sedangkan istilah pengangkutan dapat diartikan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Puji syukur kehadiratan Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang dengan

KATA PENGANTAR. Puji syukur kehadiratan Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang dengan KATA PENGANTAR Puji syukur kehadiratan Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang dengan rahmat dan hidayah-nya, skripsi ini telah penulis selesaikan dengan baik. Shalawat beriring salam penulis sampaikan kepada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. KUH Perdata di mana PT KAI sebagai pengangkut menyediakan jasa untuk mengangkut

II. TINJAUAN PUSTAKA. KUH Perdata di mana PT KAI sebagai pengangkut menyediakan jasa untuk mengangkut II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pengangkutan 1. Dasar Hukum Pengangkutan Pengangkutan kereta api pada dasarnya merupakan perjanjian sehingga berlaku Pasal 1235, 1338 KUH Perdata di mana PT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi alat penghubung pengangkutan antar daerah, untuk pengangkutan orang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi alat penghubung pengangkutan antar daerah, untuk pengangkutan orang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sarana transportasi massal saat ini menjadi sangat penting karena letak Indonesia yang begitu luas serta dikelilingi lautan. Transportasi tersebut akan menjadi

Lebih terperinci

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Lalu lintas adalah gerak kendaraan, orang, dan hewan di jalan;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya satu, yaitu PT. Pos Indonesia (Persero). Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang

BAB I PENDAHULUAN. hanya satu, yaitu PT. Pos Indonesia (Persero). Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jasa pengiriman paket dewasa ini sudah menjadi salah satu kebutuhan hidup. Jasa pengiriman paket dibutuhkan oleh perusahaan, distributor, toko, para wiraswastawan,

Lebih terperinci

BAB II PENYELENGGARAAN JASA ANGKUTAN UMUM PADA PENGANGKUTAN DARAT

BAB II PENYELENGGARAAN JASA ANGKUTAN UMUM PADA PENGANGKUTAN DARAT BAB II PENYELENGGARAAN JASA ANGKUTAN UMUM PADA PENGANGKUTAN DARAT A. Perjanjian Pengangkutan Dalam Penyelenggaraan pengangkutan sangat diperlukan adanya suatu Perjanjian, dimana perjanjian merupakansumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan

BAB I PENDAHULUAN. strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan salah satu sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan kesatuan serta mempengaruhi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA Nomor 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Perlindungan Konsumen 1. Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BARANG. A. Sejarah dan Pengertian Pengangkutan Barang

BAB II KAJIAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BARANG. A. Sejarah dan Pengertian Pengangkutan Barang 16 BAB II KAJIAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BARANG A. Sejarah dan Pengertian Pengangkutan Barang 1. Sejarah Pengangkutan Barang Keberadaan kegiatan pengangkutan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PENGANGKUTAN, TANGGUNG JAWAB HUKUM DAN PENGIRIMAN BARANG

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PENGANGKUTAN, TANGGUNG JAWAB HUKUM DAN PENGIRIMAN BARANG BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PENGANGKUTAN, TANGGUNG JAWAB HUKUM DAN PENGIRIMAN BARANG 1.1 Hukum Pengangkutan 2.1.1 Pengertian Pengangkutan Dalam dunia perniagaan masalah pengangkutan memegang peranan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti 17 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN 2.1 Pengertian Perjanjian Pengangkutan Istilah pengangkutan belum didefinisikan dalam peraturan perundangundangan, namun banyak sarjana yang mengemukakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN LAUT, TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT DALAM ANGKUTAN LAUT DAN PENYELESAIAN SENGKETA PENGANGKUTAN LAUT

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN LAUT, TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT DALAM ANGKUTAN LAUT DAN PENYELESAIAN SENGKETA PENGANGKUTAN LAUT BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN LAUT, TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT DALAM ANGKUTAN LAUT DAN PENYELESAIAN SENGKETA PENGANGKUTAN LAUT 2.1 Pengangkutan Laut 2.1.1 Pengertian Pengangkutan Laut Pengangkutan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN. A. Pengertian Pengangkutan Dan Hukum Pengangkutan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN. A. Pengertian Pengangkutan Dan Hukum Pengangkutan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN A. Pengertian Pengangkutan Dan Hukum Pengangkutan 1. Pengertian Pengangkutan Beberapa ahli, memberikan pengertian mengenai pengangkutan di antaranya: a. Menurut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT, PENUMPANG DAN KECELAKAAN. menyelenggarakan pengangkutan barang semua atau sebagian secara time charter

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT, PENUMPANG DAN KECELAKAAN. menyelenggarakan pengangkutan barang semua atau sebagian secara time charter BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT, PENUMPANG DAN KECELAKAAN 2.1. Pengangkut 2.1.1. Pengertian pengangkut. Orang yang melakukan pengangkutan disebut pengangkut. Menurut Pasal 466 KUHD, pengangkut

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 22-2009 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 49, 1992 (ADMINISTRASI. PERHUBUNGAN. Kendaraan. Prasarana. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran

Lebih terperinci

Tanggung Jawab Pengangkut di Beberapa Moda Transportasi

Tanggung Jawab Pengangkut di Beberapa Moda Transportasi Perkeretaapian UU No.23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian Pasal 157 (1) Penyelenggara Sarana Perkeretaapian bertanggung jawab terhadap pengguna jasa yang mengalami kerugian, lukaluka, atau meninggal dunia

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG GANTI KERUGIAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG GANTI KERUGIAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG GANTI KERUGIAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS CACAT TERSEMBUNYI PADA OBJEK PERJANJIAN JUAL BELI MOBIL YANG MEMBERIKAN FASILITAS GARANSI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK WETBOEK JUNCTO

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN SEBAGAI DASAR TERJADINYA PENGANGKUTAN DALAM UNDANG-UNDANG. atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan

BAB II PERJANJIAN SEBAGAI DASAR TERJADINYA PENGANGKUTAN DALAM UNDANG-UNDANG. atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan BAB II PERJANJIAN SEBAGAI DASAR TERJADINYA PENGANGKUTAN DALAM UNDANG-UNDANG A. Perjanjian dan Pengangkutan Keberadaan kegiatan pengangkutan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan atau aktivitas kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang kecelakaan lalu lintas, bahkan pemberitaan tentang kecelakaan lalu lintas

BAB I PENDAHULUAN. tentang kecelakaan lalu lintas, bahkan pemberitaan tentang kecelakaan lalu lintas BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Hampir setiap hari surat kabar maupun media lainnya memberitakan tentang kecelakaan lalu lintas, bahkan pemberitaan tentang kecelakaan lalu lintas selalu menjadi bahan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK 43 BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK WETBOEK JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN MULTIMODA. pengangkutan barang dari tempat asal ke tempat tujuan dengan lebih efektif dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN MULTIMODA. pengangkutan barang dari tempat asal ke tempat tujuan dengan lebih efektif dan 30 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN MULTIMODA 2.1. Pengertian Angkutan Multimoda Dengan dikenalnya sistem baru dalam pengangkutan sebagai bagian dari perekonomian saat ini yaitu pengangkutan multimoda

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN EVITA KARINA PUTRI JATUHNYA PESAWAT AIR ASIA DENGAN NOMOR PENERBANGAN QZ8501

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN EVITA KARINA PUTRI JATUHNYA PESAWAT AIR ASIA DENGAN NOMOR PENERBANGAN QZ8501 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terletak di Asia Tenggara. Melintang di khatulistiwa antara benua Asia dan Australia serta antara Samudera

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa transportasi mempunyai peranan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa transportasi mempunyai peranan

Lebih terperinci

Dengan adanya pengusaha swasta saja belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini antara lain karena perusahaan swasta hanya melayani jalur-jalur

Dengan adanya pengusaha swasta saja belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini antara lain karena perusahaan swasta hanya melayani jalur-jalur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia pembangunan meningkat setiap harinya, masyarakat pun menganggap kebutuhan yang ada baik diri maupun hubungan dengan orang lain tidak dapat dihindarkan.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut 1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Ekspedisi Perjanjian ekspedisi adalah perjanjian timbal balik antara ekspeditur dengan pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 1998 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 1998 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 1998 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah untuk mencapai tujuan dan menciptakan maupun menaikan utilitas atau

BAB I PENDAHULUAN. adalah untuk mencapai tujuan dan menciptakan maupun menaikan utilitas atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan, dari Sabang sampai Merauke yang terdiri dari ribuan pulau-pulau besar maupun kecil, yang terhubung oleh selat dan laut. Pada saat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA 2.1. Pengertian Angkutan Multimoda Pengangkutan merupakan bagian dari perdagangan saat ini, dikenal adanya sistem baru yakni pengangkutan multimoda. Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. BBM merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat Desa. maupun Kota baik sebagai rumah tangga maupun sebagai pengusaha,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. BBM merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat Desa. maupun Kota baik sebagai rumah tangga maupun sebagai pengusaha, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peran Bahan Bakar Minyak (BBM) sangat penting dalam kehidupan masyarakat. BBM merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat Desa maupun Kota baik sebagai rumah tangga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berlaku pada manusia tetapi juga pada benda atau barang. Perpindahan barang

I. PENDAHULUAN. berlaku pada manusia tetapi juga pada benda atau barang. Perpindahan barang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dunia saat ini ditandai dengan arus globalisasi di segala bidang yang membawa dampak cukup pesat bagi perkembangan perekonomian Indonesia. Salah satu kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan manusia.peranan itu makin menentukan sehubungan

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan manusia.peranan itu makin menentukan sehubungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman sekarang ini pengangkutan memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia.peranan itu makin menentukan sehubungan dengan makin berkembangnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN. telah diatur di Perjanjian Internasional yang berupa Konvensi dan Protokol yang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN. telah diatur di Perjanjian Internasional yang berupa Konvensi dan Protokol yang BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN A. Pengaturan Hukum Pengangkutan Udara Pengaturan mengenai pengangkutan udara secara internasional sejatinya telah diatur di Perjanjian Internasional yang berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembayaran biaya tertentu untuk pengangkutan tersebut 2. Kedudukan pengirim dan

BAB I PENDAHULUAN. pembayaran biaya tertentu untuk pengangkutan tersebut 2. Kedudukan pengirim dan BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Pengangkutan dalam dunia perdagangan, merupakan sarana yang penting dimana dengan adanya angkutan akan memudahkan pendistribusian barang/jasa dari produsen ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelancaran arus lalu lintas penduduk dari dan kesuatu daerah tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. kelancaran arus lalu lintas penduduk dari dan kesuatu daerah tertentu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan karena wilayahnya meliputi ribuan pulau. Kondisi geografis wilayah nusantara tersebut menunjukkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting dan strategis untuk memantapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hakikat sebagai makhluk sosial. Proses interaksi tersebut bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hakikat sebagai makhluk sosial. Proses interaksi tersebut bertujuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan individu untuk melakukan proses interaksi antar sesama merupakan hakikat sebagai makhluk sosial. Proses interaksi tersebut bertujuan untuk menghasilkan

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ANGKUTAN UDARA TERHADAP PENGIRIMAN KARGO MELALUI UDARA

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ANGKUTAN UDARA TERHADAP PENGIRIMAN KARGO MELALUI UDARA TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ANGKUTAN UDARA TERHADAP PENGIRIMAN KARGO MELALUI UDARA Suprapti 1) 1) Program Studi Manajemen Transportasi Udara, STTKD Yogyakarta SUPRAPTI071962@yahoo.co.id Abstrak Pada era

Lebih terperinci

NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa transportasi mempunyai peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman dan meningkatnya tingkat kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman dan meningkatnya tingkat kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan jaman dan meningkatnya tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat, saat ini hampir setiap orang dalam satu ruang lingkup keluarga memiliki

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. A. Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Ojek Online (GO-JEK)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. A. Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Ojek Online (GO-JEK) 55 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Ojek Online (GO-JEK) Pada perkembangannya GOJEK telah resmi beroperasi di 10 kota besar di Indonesia, termasuk Jakarta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara kepulauan berciri

BAB I PENDAHULUAN. Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara kepulauan berciri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara kepulauan berciri nusantara yang disatukan oleh wilayah perairan dan udara dengan batas-batas, hakhak, dan kedaulatan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan telah mengatur

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG T E R M I N A L DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh masyarakat. Dengan meningkatnya kebutuhan yang dimiliki oleh setiap

BAB I PENDAHULUAN. oleh masyarakat. Dengan meningkatnya kebutuhan yang dimiliki oleh setiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peran yang sangat strategis bagi kehidupan masyarakat. Dimana perkembangan zaman semakin tinggi tingkat kehidupan

Lebih terperinci

Undang Undang No. 14 Tahun 1992 Tentang : Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan

Undang Undang No. 14 Tahun 1992 Tentang : Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan Undang Undang No. 14 Tahun 1992 Tentang : Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 14 TAHUN 1992 (14/1992) Tanggal : 12 MEI 1992 (JAKARTA) Sumber : LN 1992/49; TLN NO.

Lebih terperinci

a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian telah diatur ketentuan-ketentuan mengenai lalu lintas dan angkutan kereta api;

a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian telah diatur ketentuan-ketentuan mengenai lalu lintas dan angkutan kereta api; PP 81/1998, LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 81 TAHUN 1998 (81/1998) Tanggal: 30 NOPEMBER 1998 (JAKARTA) Tentang: LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari sarana pengangkutnya. Hal tersebut akan mempengaruhi lancar tidaknya. dapat dipastikan proses perdagangan akan terhambat.

BAB I PENDAHULUAN. dari sarana pengangkutnya. Hal tersebut akan mempengaruhi lancar tidaknya. dapat dipastikan proses perdagangan akan terhambat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia perdagangan dalam masyarakat tidak dapat dilepas dari sarana pengangkutnya. Hal tersebut akan mempengaruhi lancar tidaknya perdagangan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN JASA PENGIRIMAN BARANG DALAM PENGANGKUTAN DI DARAT

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN JASA PENGIRIMAN BARANG DALAM PENGANGKUTAN DI DARAT BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN JASA PENGIRIMAN BARANG DALAM PENGANGKUTAN DI DARAT A. Pengirim Barang dan Hubungannya dengan Pengguna Jasa. Pengangkutan merupakan salah satu hal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1999 TENTANG TELEKOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1999 TENTANG TELEKOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1999 TENTANG TELEKOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tujuan pembangunan nasional adalah untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan telah mengatur

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting dan strategis untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. transportasi pribadi bagi kehidupan sehari-hari mereka. Transportasi

BAB 1 PENDAHULUAN. transportasi pribadi bagi kehidupan sehari-hari mereka. Transportasi BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi merupakan salah satu faktor umum dalam keberlangsungan pembangunan masyarakat Indonesia. Masyarakat era modern saat ini menggunakan moda transportasi umum

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa transportasi mempunyai peranan

Lebih terperinci

PRINSIP TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT DALAM PENGANGKUTAN LAUT MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN

PRINSIP TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT DALAM PENGANGKUTAN LAUT MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN PRINSIP TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT DALAM PENGANGKUTAN LAUT MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum OLEH : Adi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi atau pengangkutan merupakan bidang kegiatan yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi atau pengangkutan merupakan bidang kegiatan yang sangat penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi atau pengangkutan merupakan bidang kegiatan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Pentingnya transportasi bagi masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi adalah salah satu bidang kegiatan yang sangat vital dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi adalah salah satu bidang kegiatan yang sangat vital dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi adalah salah satu bidang kegiatan yang sangat vital dalam kehidupan masyarakat. Dalam menjalani kehidupannya, masyarakat tidak dapat dipisahkan dari transportasi.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NO.13 TAHUN 1992 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NO.13 TAHUN 1992 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia, UNDANG-UNDANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NO.13 TAHUN 1992 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang: a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG PADA PT. KERTA GAYA PUSAKA (KGP) DAN AKIBAT HUKUMNYA JIKA TERJADI WANPRESTASI MOH ANWAR Fakultas Hukum, Universitas Wiraraja Sumenep Mohanwar752@yahoo.com ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mobilitas masyarakat yang semakin tinggi di era globalisasi sekarang ini. mengakibatkan kerugian pada konsumen.

BAB I PENDAHULUAN. mobilitas masyarakat yang semakin tinggi di era globalisasi sekarang ini. mengakibatkan kerugian pada konsumen. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dari perekonomian yang modern dapat dilihat dari kebutuhan hidup manusia yang semakin meningkat. Salah satu kebutuhan itu adalah tentang kebutuhan akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu bagian negara ke negara bagian lainnya. Peranan transportasi amat sangat

BAB I PENDAHULUAN. satu bagian negara ke negara bagian lainnya. Peranan transportasi amat sangat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ada tiga hal yang membuat sebuah bangsa menjadi besar dan makmur, yaitu tanah yang subur, kerja keras dan kelancaran transportasi orang dan barang dari satu

Lebih terperinci

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JAMBI FAKULTAS HUKUM

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JAMBI FAKULTAS HUKUM KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JAMBI FAKULTAS HUKUM TANGGUNG JAWAB PO. CV. SUMBER REZEKI TERHADAP PENGIRIM DALAM PERJANJIAN PENGIRIMAN BARANG DI KOTA JAMBI SKRIPSI Disusun

Lebih terperinci

PELAKSANAAN ASURANSI SOSIAL PADA PT JASA RAHARJA (PERSERO) CABANG MEDAN TERHADAP KORBAN KECELAKAAN PENUMPANG DALAM LALU LINTAS PENGANGKUTAN DARAT

PELAKSANAAN ASURANSI SOSIAL PADA PT JASA RAHARJA (PERSERO) CABANG MEDAN TERHADAP KORBAN KECELAKAAN PENUMPANG DALAM LALU LINTAS PENGANGKUTAN DARAT PELAKSANAAN ASURANSI SOSIAL PADA PT JASA RAHARJA (PERSERO) CABANG MEDAN TERHADAP KORBAN KECELAKAAN PENUMPANG DALAM LALU LINTAS PENGANGKUTAN DARAT SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan Memenuhi

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA ANGKUTAN KOTA DI PALU ARIF / D

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA ANGKUTAN KOTA DI PALU ARIF / D PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA ANGKUTAN KOTA DI PALU ARIF / D 101 10 263 ABSTRAK Angkutan merupakan sarana untuk memindahkan barang atau orang dari suatu tempat ke tempat lain yang dikehendaki,

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENUMPANG ANGKUTAN UMUM (STUDI PADA ANGKUTAN UMUM JURUSAN JATINGALEH - UNNES)

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENUMPANG ANGKUTAN UMUM (STUDI PADA ANGKUTAN UMUM JURUSAN JATINGALEH - UNNES) PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENUMPANG ANGKUTAN UMUM (STUDI PADA ANGKUTAN UMUM JURUSAN JATINGALEH - UNNES) SKRIPSI Diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Universitas Negeri Semarang Oleh Ginanjar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari bidang kegiatan transportasi atau

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari bidang kegiatan transportasi atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari bidang kegiatan transportasi atau pengangkutan sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dari aktifitas kehidupan masyarakat Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan manusia dalam membantu kegiatannya sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. digunakan manusia dalam membantu kegiatannya sehari-hari. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat dilepaskan dengan arus lalu lintas transportasi. Semua kebutuhan dan kegiatan yang dilakukan dalam pekerjaan sehari-hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan masyarakat akan pelayanan transportasi saat ini semakin

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan masyarakat akan pelayanan transportasi saat ini semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan masyarakat akan pelayanan transportasi saat ini semakin meningkat. Institusi pemerintah sebagai pelayan masyarakat perlu menemukan dan memahami cara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1999 TENTANG TELEKOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1999 TENTANG TELEKOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1999 TENTANG TELEKOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa dan mewujudkan perkembangan nasional juga

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa dan mewujudkan perkembangan nasional juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pola dasar pembangunan nasional meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan bangsa dan mewujudkan perkembangan nasional juga pembangunan seluruh rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

I. PENDAHULUAN. Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, ditegaskan bahwa salah satu tujuan yang harus diwujudkan oleh negara adalah meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembangnya tekhnologi transportasi dan telekomunikasi. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. berkembangnya tekhnologi transportasi dan telekomunikasi. Perkembangan 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan ilmu pengetahuan tak dapat dipungkiri, hal ini ditandai dengan berkembangnya tekhnologi transportasi dan telekomunikasi. Perkembangan tersebut sejalan

Lebih terperinci

HUKUM PENGANGKUTAN LAUT DI INDONESIA

HUKUM PENGANGKUTAN LAUT DI INDONESIA HUKUM PENGANGKUTAN LAUT DI INDONESIA Pengangkutan Transportasi yang semakin maju dan lancarnya pengangkutan, sudah pasti akan menunjang pelaksanaan pembangunan yaitu berupa penyebaran kebutuhan pembangunan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB DAN PERJANJIAN JUAL BELI. konsumen. Kebanyakan dari kasus-kasus yang ada saat ini, konsumen merupakan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB DAN PERJANJIAN JUAL BELI. konsumen. Kebanyakan dari kasus-kasus yang ada saat ini, konsumen merupakan BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB DAN PERJANJIAN JUAL BELI 2.1 Tanggung Jawab Tanggung jawab pelaku usaha atas produk barang yang merugikan konsumen merupakan perihal yang sangat penting dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor diantaranya yaitu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor diantaranya yaitu keadaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan kegiatan pendukung bagi aktivitas masyarakat di Indonesia. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor diantaranya yaitu keadaan geografis

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG MENGGUNAKAN KAPAL PETI KEMAS MELALUI LAUT (STUDI KASUS PT. MERATUS LINE CABANG PADANG)

PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG MENGGUNAKAN KAPAL PETI KEMAS MELALUI LAUT (STUDI KASUS PT. MERATUS LINE CABANG PADANG) PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG MENGGUNAKAN KAPAL PETI KEMAS MELALUI LAUT (STUDI KASUS PT. MERATUS LINE CABANG PADANG) A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki berbagai kebutuhan yang

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut Black s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG,

PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, 1 WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : a. bahwa angkutan jalan sebagai salah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Asuransi Kerugian Dalam perkembangan dunia usaha tidak seorang pun yang dapat meramalkan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang secara tepat, setiap ramalan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Marlok (1981), transportasi berarti memindahkan atau. mengangkut sesuatu dari satu tempat ke tempat yang lain.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Marlok (1981), transportasi berarti memindahkan atau. mengangkut sesuatu dari satu tempat ke tempat yang lain. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Arti Transportasi Menurut Warpani (1990), transportasi atau perangkutan adalah kegiatan perpindahan orang dan barang dari satu tempat (asal) ke tempat lain (tujuan) dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Kendaraan bermotor dalam perkembangannya setiap hari

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Kendaraan bermotor dalam perkembangannya setiap hari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lalu lintas dan angkutan jalan memegang peranan penting dalam menunjang, memperlancar dan meningkatkan pembangunan perekonomian baik regional maupun nasional. Kendaraan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Asuransi 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang itu berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan pada khususnya mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan pada khususnya mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, dimana dunia memasuki era gobalisasi, sektor ekonomi dan perdagangan pada khususnya mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Dalam dunia perdagangan soal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 3 TAHUN 1989 (3/1989) Tanggal: 1 APRIL 1989 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 3 TAHUN 1989 (3/1989) Tanggal: 1 APRIL 1989 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 3 TAHUN 1989 (3/1989) Tanggal: 1 APRIL 1989 (JAKARTA) Sumber: LN 1989/11; TLN NO. 3391 Tentang: TELEKOMUNIKASI Indeks: PERHUBUNGAN. TELEKOMUNIKASI.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Transportasi Transportasi diartikan sebagai usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut, atau mengalihkan suatu objek dari suatu tempat ke tempat yang lain, di mana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (On-line), (29 Oktober 2016). 2

BAB I PENDAHULUAN. (On-line),  (29 Oktober 2016). 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengaruh era globalisasi di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara di masa kini tidak dapat terelakkan dan sudah dirasakan akibatnya, hampir di semua negara,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 68, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3610) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu alat transportasi yang banyak dibutuhkan oleh manusia adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini menjadi salah satu

Lebih terperinci