BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN TEORITIS"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2. Sistem Jaringan Saraf Tiruan Struktur atau arsitektur jaringan saraf tiruan (JST) diilhami oleh struktur jaringan saraf biologi, khususnya jaringan otak manusia. Cara kerja JST didasarkan pada cara kerja otak manusia dalam memproses informasi. Pada otak manusia terdapat (seratus miliar) sel saraf atau neuron. Neuron berlaku sebagai unit pemroses (processor) terkecil pada otak. Masing-masing sel saraf ini berhubungan satu dengan yang lainnya membentuk satu jaringan yang disebut jaringan saraf. Proses yang terjadi dalam suatu sel saraf merupakan proses elektrokimiai (Hermaan, Arief. 26. hal: 2). Gambar 2. Model Pemrosesan Infomasi pada Otak Manusia Pada setiap neuron terdapat bagian-bagian yang disebut sebagai dendrit, soma (atau tubuh sel) dan akson. Dendrit berbentuk seperti cabang-cabang pohon, berfungsi untuk menerima sinyal masukan yang ditampung pada soma. Jika sinyal masukan telah cukup, maka selnya diaktifkan agar meneruskan sinyal output melalui akson.

2 Akson inilah yang bertugas untuk merambatkan sinyal menuju dendrit milik neuron tetangga melalui celah sempit yang disebut dengan sinapsis. Rata-rata, masing-masing sel saraf dihubungkan dengan sel saraf lain oleh sekitar sinapsis. 2.. Fungsi Aktivasi Fungsi aktivasi merupakan bagian penting dalam tahapan perhitungan keluaran dari suatu algoritma jaringan saraf tiruan. Berikut ini beberapa fungsi aktivasi yang dipergunakan dalam jaringan saraf tiruan (Kusumadei, S. 23. hal: 24-29). a. Fungsi Undak Biner Hard Limit Jaringan dengan lapisan tunggal sering menggunakan fungsi undak (step function) untuk mengkonversikan input dari suatu variabel yang bernilai kontinu ke suatu output biner ( atau ). Fungsi undak biner dirumuskan sebagai berikut:, jika x y = (2.), jika x > Gambar 2.2 Fungsi Aktivasi Undak Biner Hard Limit b. Fungsi Undak Biner Threshold Fungsi undak biner dengan menggunakan nilai ambang sering juga disebut dengan nama fungsi nilai ambang (threshold) atau fungsi Heaviside (Gambar 2.3). Fungsi undak biner (dengan nilai ambang ) dirumuskan sebagai:

3 , jika x < y = (2.2), jika x Gambar 2.3 Fungsi Aktivasi Undak Biner Threshold c. Fungsi Bipolar Symetric Hard Limit Fungsi bipolar sebenarnya hampir sama dengan fungsi undak biner, hanya saja output yang dihasilkan berupa, atau - (Gambar 2.4). Fungsi bipolar Symetric Hard Limit dirumuskan sebagai: jika x > y = jika x = (2.3) jika x < Gambar 2.4 Fungsi Aktivasi Undak Biner Symetric Hard Limit d. Fungsi Bipolar Threshold Fungsi bipolar sebenarnya hampir sama dengan fungsi undak biner threshold, hanya saja output yang dihasilkan berupa, atau - (Gambar 2.5). Fungsi bipolar threshold dirumuskan sebagai:

4 , jika x y = (2.4), jika x< Gambar 2.5 Fungsi Aktivasi Undak Bipolar Threshold e. Fungsi Linear (Identitas) Fungsi linear memiliki nilai output yang sama dengan nilai inputnya (Gambar 2.6). Fungsi linear dirumuskan sebagai: y = x (2.5) Gambar 2.6 Fungsi Aktivasi Linear (Identitas) f. Fungsi Saturating Linear Fungsi ini akan bernilai jika inputnya kurang dari -½, dan bernilai jika inputnya lebih dari ½. Sedangkan jika nilai input terletak antara -½ dan½, maka outputnya akan bernilai sama dengan input ditambah ½ (Gambar 2.7). Fungsi Saturating linear dirumuskan sebagai:

5 jika x,5 y = x +,5 jika,5 x,5 (2.6) jika x Gambar 2.7 Fungsi Aktivasi Saturating Linear g. Fungsi Symetric Saturating Linear Fungsi ini akan bernilai - jika inputnya kurang dari -, dan akan bernilai jika inputnya lebih dari. Sedangkan jika nilai input terletak antara - dan, maka outputnya akan bernilai sama dengan inputnya (Gambar 2.8). Fungsi symetric saturating linear dirumuskan sebagai: jika x y = x jika x (2.7) jika x Gambar 2.8 Fungsi Aktivasi Symetric Saturating Linear

6 h. Fungsi Sigmoid Biner Fungsi ini digunakan untuk jaringan saraf yang dilatih dengan menggunakan metode backpropagation. Fungsi sigmoid biner memiliki nilai range sampai. Oleh karena itu, fungsi ini sering digunakan untuk jaringan saraf yang membutuhkan nilai output yang terletak pada interval sampai. Namun, fungsi ini bisa juga digunakan oleh jaringan saraf yang nilai outputnya atau (Gambar 2.9). Fungsi sigmoid biner dirumuskan sebagai: y = f ( x) = σ x (2.8) + e dengan f (x) = σf(x)[ f(x)]. Gambar 2.9 Fungsi Aktivasi Sigmoid Biner i. Fungsi Sigmoid Bipolar Fungsi sigmoid bipolar hampir sama dengan fungsi sigmoid biner, hanya saja output dari fungsi ini memiliki range antara sampai - (Gambar 2.). Fungsi sigmoid bipolar dirumuskan sebagai: e x y = f ( x) = x (2.9) + e dengan f '( x) [ + f ( x) ][ f ( x) ] = σ 2

7 Gambar 2. Fungsi Aktivasi Sigmoid Biner 2.2 Jaringan Saraf Tiruan Model Hopfield Jaringan Hopfield diskrit merupakan jaringan saraf tiruan yang terhubung penuh (fully connected), yaitu baha setiap unit terhubung dengan setiap unit lainnya, namun tidak memiliki hubungan dengan dirinya sendiri. Jaringan ini memiliki bobot-bobot simetris. Secara matematik hal ini memenuhi ij = ji untuk i j, dan ij = untuk i = j. Jaringan saraf tiruan merupakan kumpulan dari neuron-neuron (sel-sel saraf) di mana sebuah neuron berhubungan dengan neuron lainnya dengan cara mengirimkan informasi dalam bentuk fungsi aktivasi. Fungsi aktivasi yang digunakan dalam jaringan Hopfield adalah fungsi energi Lyapunov, yaitu sebuah fungsi yang terbatas dan menurun untuk mendapatkan kestabilan pada aktivasinya. Arsitektur dari jaringan Hopfield yang terdiri dari 6 buah neuron dapat dilihat pada Gambar 2.. Gambar 2. menunjukkan sebuah jaringan Hopfield dengan 6 buah neuron yang terhubung satu sama lain. Setiap unit tidak memiliki hubungan dengan dirinya sendiri. Hubungan antarneuron tersebut memiliki bobot positif atau negatif.

8 Gambar 2. Jaringan Hopfield dengan 6 buah Neuron Berikut bobot jaringan saraf tiruan yang dinyatakan sebagai vektor. Perhatikan baha bobot-bobot yang terletak pada diagonal utamanya adalah nol; yang menunjukkan baha neuron-neuron pada jaringan Hopfield tidak memiliki hubungan dengan dirinya sendiri ( ij = ; i=j). Sementara itu kesimetrian vektor bobot berarti berlakunya ij = ji dimana i j, sehingga 2 = 2, 3 = 3, 23 = 32,, dan seterusnya (Puspitaningrum, Diyah. 26. hal: 63-64). W = Gambar 2.2 Matriks Bobot Jaringan Hopfield dengan 6 buah Neuron

9 2.2. Penyusunan Vektor Ciri Karakter dalam Bentuk Bipolar Fungsi aktivasi dalam jaringan saraf tiruan Hopfield adalah fungsi bipolar threshold yang dirumuskan sebagai berikut:, jika x > y = (2.), jika x Vektor ciri karakter dalam bentuk bipolar diperoleh dengan cara mengubah citra biner dari citra huruf dan/ atau angka yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan fungsi bipolar threshold di atas, yakni nilai diganti menjadi -, sedangkan nilai tetap. Sebagai contoh, citra huruf C pada Gambar 2.3, mempunyai matriks citra biner seperti pada Gambar 2.4. Gambar 2.3 Citra Huruf C Untuk membentuk matriks citra biner, langkah-langkah yang dilakukan adalah memeriksa setiap arna pixel dari citra huruf. Pixel arna hitam diberi nilai dan pixel arna putih diberi nilai. Sehingga matriks dari citra biner huruf C pada Gambar 2.3 di atas adalah sebagai berikut: Gambar 2.4. Matriks Citra Biner Huruf C

10 Dengan memperhatikan rumusan fungsi aktivasi maka dapat disusun vektor ciri karakter dalam bentuk bipolar. Penyusunan dilakukan dengan mengubah dimensi matriks citra biner berukuran m x n menjadi ( x m.n), kemudian mengganti nilai dengan -. sedangkan nilai tetap. Dengan demikian vektor ciri dari citra huruf C pada Gambar 2.3 yang berukuran 5 x 5 dapat diubah menjadi sebuah matriks berukuran x25. dan setiap elemen matriks yang bernilai diganti menjadi - C = [ ] Berdasarkan vektor ciri tersebut, kemudian disusun pola huruf C yang disimpan di dalam jaringan saraf. Untuk membentuk pola tersebut dilakukan dengan mengalikan matriks transpose vektor ciri dengan vektor cirinya (Bo, Sing-Tze. 22. hal: 263).

11 C T C = Sehingga menjadi [ ] C T C = Gambar 2.5 Perhitungan Bobot Karakter

12 Bobot pembelajaran JST Hopfield (W) diperoleh dengan menjumlahkan seluruh matriks pola huruf dan/ atau angka yang dipelajari. W = A T A + B T B+ C T C+. + Z T Z (2.) Algoritma Jaringan Hopfield Algoritma jaringan Hopfield adalah sebagai berikut: a. Inisialisasi matriks bobot W. b. Masukkan vektor input (invec), lalu inisialisasi vektor output (outvec) sebagai berikut: Outvec = Invec c. Mulai dengan counter i =. d. While Invec Outvec do langkah 5-8 (Jika i sudah mencapai nilai maksimum, i akan mereset ke untuk melanjutkan siklus). e. Hitung Nilai i = DotProduct(Invec i, Kolom i dari W). f. Hitung Outvec i = f(nilai i) di mana f adalah fungsi ambang (threshold function) Untuk pola input biner:, jika t f ( t) =, jika t < Untuk pola input bipolar:, jika t > f ( t) =, jika t g. Update input jaringan dengan komponen Outvec i. h. i = i+

13 2.2.3 Kelemahan dan Keunggulan Jaringan Saraf Tiruan Hopfield Dengan memperhatikan uraian tentang pembentukan bobot jaringan Hopfield berdasarkan vektor ciri huruf di atas pada subbab 2..4 dan subbab 2..5 kelemahan dari jaringan saraf tiruan Hopfield adalah: a. Dibutuhkan ukuran ruang memori yang sangat besar selama proses komputasi. Misalnya untuk memproses satu karakter huruf berukuran 5x5 piksel diperlukan matriks berukuran 25x25. b. Waktu yang diperlukan dalam proses komputasi (pembelajaran dan pengenalan) cukup lama. Keunggulan dari jaringan saraf tiruan Hopfield adalah: a. Secara teoritis satu buah matriks bobot pada jaringan saraf tiruan Hopfield dengan ukuran NxN dapat mengingat pola sebanyak 2 N (Hermaan, A., hal: 6). b. Jaringan saraf tiruan Hopfield cukup handal untuk mengenali kembali pola karakter yang mengalami distorsi (cacat) Pengukuran Tingkat Kesalahan Pembelajaran Secara umum untuk mengetahui tingkat kesalahan ketika pembelajaran dapat ditentukan dengan rumus: error s( h) δ ( f ( x), h( x)) (2.2) n x S dimana: f, h : pola vektor fitur yang diuji n : banyak elemen vektor

14 2.3 Citra Bitmap Secara harafiah, citra (image) adalah gambar pada bidang dimatra (dua dimensi). Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus (continue) dari intensitas cahaya pada bidang dimatra. Sumber cahaya menerangi objek, objek kembali memantulkan kembali sebagian dari berkas cahaya tersebut. Pantulan cahaya ini ditangkap oleh alat-alat optik, misalnya mata pada manusia, kamera, pemindai (scanner) dan sebagainya, sehingga bayangan objek yang disebut citra tersebut terekam (Munir, R. 24. hal: 8). Citra dapat dikelompokkan dalam dua macam: citra kontinu dan citra diskrit. Citra kontinu dihasilkan oleh sistem optik yang menerima sinyal analog, misalnya mata manusia dan kamera analog. Citra diskrit dihasilkan melalui proses digitalisasi terhadap citra kontinu. Beberapa sistem optik dilengkapi dengan fungsi digitalisasi sehingga ia mampu menghasilkan citra diskrit, misalnya kamera digital dan scanner. Citra digital disebut juga citra digital atau citra bitmap. Citra bitmap menggunakan titik-titik berarna yang disebut pixel (picture element). Pixel-pixel tersebut ditempatkan dalam bentuk array of pixels pada lokasilokasi tertentu dengan nilai arna tersendiri dan secara keseluruhan akan membentuk tampilan gambar. Penyusunan pixel ini dalam bentuk matriks dua dimensi disebut rasterisasi. Sebuah matriks dua dimensi digunakan untuk menampilkan image monokrom. Image monokrom yaitu sebuah bitmap di mana setiap bitnya umumnya disusun ke dalam hitam dan putih. Citra berarna terdiri dari 3 layer matriks arna, yaitu R- layer, G-layer dan B-layer. R-layer digunakan untuk menampung komposisi arna merah, G-layer digunakan untuk menampung komposisi arna hijau dan B-layer digunakan untuk menampung komposisi arna biru. Masing-masing arna memiliki tingkat keabuan 256. Sehingga jumlah arna yang dapat terbentuk dengan komposisi RGB adalah 256x256x256 = arna (6,8 juta arna). Tampilan bitmap mampu menunjukkan kehalusan gradasi dan arna dari sebuah gambar. Oleh karena

15 itu, format ini paling tepat digunakan untuk gambar-gambar dengan gradasi arna yang rumit seperti foto dan lukisan digital. 2.4 Transformasi Kata transformasi berarti perubahan bentuk. Transformasi diperlukan untuk mengubah posisi suatu objek dan juga mengganti objek itu sendiri secara permanen. Untuk memodelkan suatu objek dari suatu tempat asal ke posisi elemen grafik, memindahkan suatu objek dari suatu tempat ke tempat lain, memutar posisi objek pada titik pusat, dan untuk mengubah ukuran suatu objek baik memperkecil maupun memperbesar dari ukuran aslinya. Untuk memodelkan suatu objek dapat digunakan sistem koordinat yang sama. Namun bila hendak ditampilkan objek yang sedang bergerak, pendekatan yang dilakukan yaitu merepresentasikan objek dalam sistem koordinat tersendiri, kemudian dilakukan proses transformasi yang memetakan satu set koordinat ke koordinat lainnya. Proses tersebut disebut juga dengan transformasi geometris. Terdapat tiga jenis transformasi dasar yaitu translasi, penskalaan, dan rotasi Penskalaan Penskalaan merupakan proses pembesaran atau pengecilan objek. Jika titik x = S x x dan y = S y y, maka dapat dikatakan baha P mengalami proses penskalaan ke P (lihat gambar 2.6). Notasi matriks dari penskalaan adalah sebagai berikut: ' x Sx x P = ' y Sy y (2.3) P = SP, dimana S merupakan matriks yang merepresentasikan penskalaan.

16 Gambar 2.6 Penskalaan Objek Translasi Translasi merupakan proses perpindahan dari satu koordinat lain. Misalnya perpindahan dari titik P = (x,y) ke titik P = (x,y ) yang ditunjuk pada Gambar 2.7. Jika perpindahan pada arah x dinyatakan dengan dx dan pada arah y dinyatakan dengan dy, maka diperoleh x = dx + x dan y = y + dy. Notasi matriks dapat digambarkan sebagai berikut: ' x x dx P = + ' y y dy (2.4) P = P + T, dimana T merepresentasikan translasi. Gambar 2.7 Translasi Objek

17 2.4.3 Rotasi Proses rotasi ditunjukkan oleh Gambar 2.8, diketahui x = r cos θ dan y = r sin θ dan x = r cos (α + β) = r cos α cos β - r sin α sin β (2.5) y = r sin (α + β) = r cos α sin β - r sin α cos β (2.6) dengan mensubstitusikan x dan y, maka diperoleh x = x cos α - y sin β (2.7) y = x sin α + y cos β (2.8) dengan notasi matriks sebagai berikut: x' cosα - sinβ x P = y' sinα cosβ y dengan P = RP, dimana R merepresentasikan rotasi. (2.9) Gambar 2.8 Rotasi Objek 2.5 Citra Grayscale Proses aal yang sering dilakukan dalam pengolahan citra (image processing) adalah mengubah citra berarna menjadi citra skala keabuan (grayscale). Hal ini dilakukan untuk menyederhanakan model citra. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumya, citra

18 berarna mempunyai 3 layer matriks, yakni layer arna Red, Green, Blue. Dengan demikian bila proses perhitungan dilakukan menggunakan tiga layer, berarti diperlukan tiga kali perhitungan yang sama. Ini artinya aktu proses lebih lama. Dengan demikian, konsep dengan mengubah 3 layer rgb menjadi layer matriks grayscale, akan menghemat aktu pemrosesan dan kebutuhan memori. Secara umum, untuk mengubah citra berarna yang memiliki matriks masingmasing r, g, b menjadi citra grayscale dengan nilai s, dapat dilakukan dengan mengambil rata-rata dari nilai r, g dan b, sehingga dapat dituliskan menjadi: r + g + b s = (2.2) 3 Keterangan: s: citra grayscale r: red (arna merah) g: green (arna hijau) b: blue (arna biru) Pada penjelasan di atas pengubahan citra berarna menjadi citra grayscale dilakukan dengan menghitung nilai rata-rata dari setiap layer r, g dan b. Hal ini bukan suatu keharusan. Meskipun hasilnya sudah cukup bagus, pemakaian nilai rata-rata masih belum optimal untuk menunjukkan citra grayscale sehingga masih harus dilakukan pengubahan komposisi (Basuki, A. et al. 25. hal: 3). 2.6 Citra Biner Meskipun saat ini citra berarna lebih disukai karena memberi kesan yang lebih kaya daripada citra biner, namun tidak membuat citra biner mati. Pada beberapa aplikasi citra biner masih tetap dibutuhkan, misalnya citra kode batang (bar code) yang tertera pada label barang, citra hasil pemindaian dokumen teks dan lain sebagainya. Dalam

19 hal khusus, citra biner ini sangat diperlukan misalnya dalam hal pengenalan pola, pengenalan angka atau pengenalan huruf. Citra biner (binary image) adalah citra yang hanya mempunyai dua nilai derajat keabuan: hitam dan putih. Pixel-pixel objek bernilai dan pixel-pixel latar belakang bernilai. Pada aktu menampilkan citra, adalah arna putih dan adalah arna hitam. Untuk mengubah citra grayscale menjadi citra biner, proses yang dilakukan adalah mengubah kuantisasi citra dengan cara pengambangan secara global (global image thresholding). Setiap pixel di dalam citra dipetakan ke dalam dua nilai, atau. Dengan fungsi pengambangan: f B, f g ( i, j) T ( i, j) = (2.2) lainnya Untuk citra dengan derajat keabuan 256, maka nilai tengahnya adalah 28, sehingga untuk mengubah citra grayscale menjadi citra biner nilai ambangnya ditentukan T =28. Artinya jika nilai grayscale < 28 maka x = dan jika tidak x =. Pada aktu menampilkan citra, adalah citra berarna putih, dan adalah citra berarna hitam. Gambar 2.9 berikut adalah contoh citra biner yang akan digunakan dalam pengenalan huruf. Matriks citra biner dari citra huruf A ini dituliskan dalam bentuk matriks seperti pada Gambar 2.2. Gambar 2.9 Citra Huruf A

20 Gambar 2.2 Matriks Citra Biner Huruf A 2.7 Huruf Huruf atau biasa juga dikenal dengan istilah "Font" atau "Typeface" adalah salah satu elemen terpenting dalam desain grafis karena huruf merupakan sebuah bentuk yang universal untuk menghantarkan bentuk visual menjadi sebuah bentuk bahasa. 2.8 Sistem Pengukuran Seperti pada susunan huruf-huruf sebuah naskah dalam majalah, buku atau pun brosur, maka akan terlihat baha susunan dari huruf-huruf tersebut memiliki suatu disiplin dalam pengukuran dan proporsi. Hal tersebut biasanya mencakup pengukuran tinggi huruf, panjang baris huruf, jarak antara huruf yang satu dengan yang lain, serta jarak antarbaris.

21 2.8. Point dan Pica Tiga dasar sistem pengukuran dalam tipografi adalah: point (biasa disingkat dengan pt), pica (dibaca: paika), dan unit. Point digunakan untuk mengukur tinggi huruf, sedangkan pica digunakan untuk mengukur panjang baris. Pengukuran dari lebar persatuan huruf serta jarak antarhuruf dihitung dengan satuan unit. Perhitungan unit hanya digunakan dalam proses yang menggunakan teknologi phototypesetting dan digital composition-teknologi yang digunakan untuk pengetikan dan pencetakan huruf agar dapat mendapatkan hasil cetak yang tajam dan presisi. Untuk lebih memperjelas gambaran terhadap sistem pengukuran huruf, dapat dilihat pada gambar potongan metal type berikut ini: Gambar 2.2 Diagram Metal Type Blok metal ini memiliki bidang permukaan cetak pada bagian teratas. Keseluruhan dari blok metal ini disebut sebagai body dan permukaan cetak disebut sebagai face. Lebar dari body adalah set-idth, yang memiliki berbagai macam ukuran tergantung kepada lebarnya masing-masing huruf. Kedalaman dari body adalah dimensi yang dipakai untuk mengukur tinggi huruf yang disebut body size. Satuan pengukuran yang dipakai untuk mengukur tinggi huruf adalah point. Satu hal yang perlu diingat baha acuan pengukuran tinggi sebah huruf bukan dihitung dari tinggi huruf yang telah tercetak namun dihitung dari kedalaman dari body size. Sebagai gambaran, pt kedalaman dari body size akan menghasilkan huruf setinggi pt.

22 2.8.2 X-height X-height bukan merupakan sistem pengukuran huruf, namun besar kecilnya x-height dapat mempengaruhi tinggi huruf secara visual. Di samping itu, perbedaan jenis huruf serta proporsi antara x-height dan body size memiliki pengaruh terhadap ukuran ascender dan descender Em dan En Spasi adalah berupa interval antarelemen tipografi yang mencakup jarak antarhuruf atau yang disebut kerning, jarak antarkata atau yang disebut ord spacing dan jarak antarbaris atau yang disebut leading. Teknik tradisional yang digunakan untuk pengukuran ruang jarak antarkata adalah penyisipan potongan metal yang diletakkan di antara huruf yang satu dan yang lain. Potongan metal tersebut seperti Gambar 2.2 di atas disebut quad. Sebuah quad berbentuk persegi empat yang merupakan kotak sebesar ukuran huruf. Quad memiliki satuan yang disebut sebagai em. Ukuran setengah dari em adalah en (Wirayuda, Budi, et al. 29). Berikut ini adalah gambar tipografi huruf yang digunakan sebagai ukuran default aplikasi yang dirancang, seperti di baah ini: Gambar 2.22 Huruf A pada Jenis Huruf Arial Berukuran Point

Pertemuan 2 Representasi Citra

Pertemuan 2 Representasi Citra /29/23 FAKULTAS TEKNIK INFORMATIKA PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING ) Pertemuan 2 Representasi Citra Representasi Citra citra Citra analog Citra digital Matrik dua dimensi yang terdiri

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL 2.1 Citra Secara harafiah, citra adalah representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi pada bidang dari suatu objek. Ditinjau dari sudut pandang matematis,

Lebih terperinci

Jaringan syaraf dengan lapisan tunggal

Jaringan syaraf dengan lapisan tunggal Jaringan syaraf adalah merupakan salah satu representasi buatan dari otak manusia yang mencoba untuk mensimulasikan proses pembelajaran pada otak manusia. Syaraf manusia Jaringan syaraf dengan lapisan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengenalan Pola Pengenalan pola adalah suatu ilmu untuk mengklasifikasikan atau menggambarkan sesuatu berdasarkan pengukuran kuantitatif fitur (ciri) atau sifat utama dari suatu

Lebih terperinci

BAB VIII JARINGAN SYARAF TIRUAN

BAB VIII JARINGAN SYARAF TIRUAN BAB VIII JARINGAN SYARAF TIRUAN A. OTAK MANUSIA Otak manusia berisi berjuta-juta sel syaraf yang bertugas untuk memproses informasi. Tiaptiap sel bekerja seperti suatu prosesor sederhana. Masing-masing

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM Dalam pengerjaan perancangan dan pembuatan aplikasi pengenalan karakter alfanumerik JST algoritma Hopfield ini menggunakan software Borland Delphi 7.0. 3.1 Alur Proses Sistem

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dielaskan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini, sehingga dapat diadikan sebagai landasan berpikir dan akan mempermudah dalam hal pembahasan

Lebih terperinci

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner Jurnal Ilmiah Teknologi dan Informasia ASIA (JITIKA) Vol.9, No.2, Agustus 2015 ISSN: 0852-730X Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner Nur Nafi'iyah Prodi Teknik Informatika

Lebih terperinci

ARTIFICIAL NEURAL NETWORK TEKNIK PERAMALAN - A

ARTIFICIAL NEURAL NETWORK TEKNIK PERAMALAN - A ARTIFICIAL NEURAL NETWORK CAHYA YUNITA 5213100001 ALVISHA FARRASITA 5213100057 NOVIANTIANDINI 5213100075 TEKNIK PERAMALAN - A MATERI Neural Network Neural Network atau dalam bahasa Indonesia disebut Jaringan

Lebih terperinci

JARINGAN SARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST, M.KOM

JARINGAN SARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST, M.KOM JARINGAN SARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST, M.KOM INTRODUCTION Jaringan Saraf Tiruan atau JST adalah merupakan salah satu representasi tiruan dari otak manusia yang selalu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Digital Citra digital dapat didefenisikan sebagai fungsi f(x,y) yaitu dua dimensi, dimana x dan y merupakan koordinat spasial dan f(x,y) disebut dengan intensitas atau

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan atau imitasi dari suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Dalam bab ini dibahas teori yang digunakan sebagai landasan pengerjaan pengenalan kata berdasarkan tulisan tangan huruf Korea (hangūl) menggunakan jaringan saraf tiruan propagasi balik.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Salah satu bidang pengolahan citra yang sedang populer dan banyak dipergunakan dalam pembuatan film sebagai spesial efek yang ditambahkan ke dalam sebuah film untuk menghasilkan film

Lebih terperinci

Model Citra (bag. 2)

Model Citra (bag. 2) Model Citra (bag. 2) Ade Sarah H., M. Kom Resolusi Resolusi terdiri dari 2 jenis yaitu: 1. Resolusi spasial 2. Resolusi kecemerlangan Resolusi spasial adalah ukuran halus atau kasarnya pembagian kisi-kisi

Lebih terperinci

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL PENGOLAHAN CITRA DIGITAL Aditya Wikan Mahastama mahas@ukdw.ac.id Sistem Optik dan Proses Akuisisi Citra Digital 2 UNIV KRISTEN DUTA WACANA GENAP 1213 v2 Bisa dilihat pada slide berikut. SISTEM OPTIK MANUSIA

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sel Darah Merah Sel darah merah atau eritrositmemiliki fungsi yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Sel darah merah mengandung hemoglobin yang berfungsi untuk

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Jaringan Saraf Tiruan Jaringan saraf tiruan adalah paradigma pengolahan informasi yang terinspirasi oleh sistem saraf secara biologis, seperti proses informasi pada otak manusia.

Lebih terperinci

BAB II CITRA DIGITAL

BAB II CITRA DIGITAL BAB II CITRA DIGITAL DEFINISI CITRA Citra adalah suatu representasi(gambaran),kemiripan,atau imitasi dari suatu objek. DEFINISI CITRA ANALOG Citra analog adalahcitra yang bersifat kontinu,seperti gambar

Lebih terperinci

Jaringan Syaraf Tiruan

Jaringan Syaraf Tiruan Jaringan Syaraf Tiruan Pendahuluan Otak Manusia Sejarah Komponen Jaringan Syaraf Arisitektur Jaringan Fungsi Aktivasi Proses Pembelajaran Pembelajaran Terawasi Jaringan Kohonen Referensi Sri Kusumadewi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan membahas landasan teori-teori yang bersifat ilmiah untuk mendukung penulisan skripsi ini. Teknik-teknik yang dibahas mengenai pengenalan pola, prapengolahan citra,

Lebih terperinci

Pembentukan Citra. Bab Model Citra

Pembentukan Citra. Bab Model Citra Bab 2 Pembentukan Citra C itra ada dua macam: citra kontinu dan citra diskrit. Citra kontinu dihasilkan dari sistem optik yang menerima sinyal analog, misalnya mata manusia dan kamera analog. Citra diskrit

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Citra Citra merupakan salah satu komponen multimedia yang memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Meskipun sebuah citra kaya akan informasi, namun sering

Lebih terperinci

SAMPLING DAN KUANTISASI

SAMPLING DAN KUANTISASI SAMPLING DAN KUANTISASI Budi Setiyono 1 3/14/2013 Citra Suatu citra adalah fungsi intensitas 2 dimensi f(x, y), dimana x dan y adalahkoordinat spasial dan f pada titik (x, y) merupakan tingkat kecerahan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus BAB II DASAR TEORI 2.1 Meter Air Gambar 2.1 Meter Air Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus menerus melalui sistem kerja peralatan yang dilengkapi dengan unit sensor,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra (image) atau yang secara umum disebut gambar merupakan representasi spasial dari suatu objek yang sebenarnya dalam bidang dua dimensi yang biasanya ditulis dalam

Lebih terperinci

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK 2.1 KONSEP DASAR Pada penelitian ini, penulis menggunakan beberapa teori yang dijadikan acuan untuk menyelesaikan penelitian. Berikut ini teori yang akan digunakan penulis

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Citra Citra menurut kamus Webster adalah suatu representasi atau gambaran, kemiripan, atau imitasi dari suatu objek atau benda, contohnya yaitu foto seseorang dari kamera yang

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI METODE SPEED UP FEATURES DALAM MENDETEKSI WAJAH

IMPLEMENTASI METODE SPEED UP FEATURES DALAM MENDETEKSI WAJAH IMPLEMENTASI METODE SPEED UP FEATURES DALAM MENDETEKSI WAJAH Fitri Afriani Lubis 1, Hery Sunandar 2, Guidio Leonarde Ginting 3, Lince Tomoria Sianturi 4 1 Mahasiswa Teknik Informatika, STMIK Budi Darma

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.1 Anatomi Jantung

BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.1 Anatomi Jantung 4 BAB II TEORI DASAR 2.1. Jantung Jantung merupakan otot tubuh yang bersifat unik karena mempunyai sifat membentuk impuls secara automatis dan berkontraksi ritmis [4], yang berupa dua pompa yang dihubungkan

Lebih terperinci

Jaringan Syaraf Tiruan. Disusun oleh: Liana Kusuma Ningrum

Jaringan Syaraf Tiruan. Disusun oleh: Liana Kusuma Ningrum Jaringan Syaraf Tiruan Disusun oleh: Liana Kusuma Ningrum Susilo Nugroho Drajad Maknawi M0105047 M0105068 M01040 Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret

Lebih terperinci

Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Gasal 2015/2016

Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Gasal 2015/2016 MKB3383 - Teknik Pengolahan Citra Pengolahan Citra Digital Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Gasal 2015/2016 CITRA Citra (image) = gambar pada bidang 2 dimensi. Citra (ditinjau dari sudut pandang matematis)

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 79 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengenalan Pola Pengenalan pola mengelompokkan data numerik dan simbolik (termasuk citra) secara otomatis oleh komputer. Tujuan pengelompokan ini adalah untuk mengenali suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanda Tangan Tanda tangan atau dalam bahasa Inggris disebut signature berasal dari latin signare yang berarti tanda atau tulisan tangan, dan biasanya diberikan gaya tulisan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2. Citra Digital Menurut kamus Webster, citra adalah suatu representasi, kemiripan, atau imitasi dari suatu objek atau benda. Citra digital adalah representasi dari citra dua dimensi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Barcode Salah satu obyek pengenalan pola yang bisa dipelajari dan akhirnya dapat dikenali yaitu PIN barcode. PIN barcode yang merupakan kode batang yang berfungsi sebagai personal

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2. Pengertian Citra Citra (image) atau istilah lain untuk gambar sebagai salah satu komponen multimedia yang memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Meskipun

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital Citra digital merupakan fungsi intensitas cahaya f(x,y), dimana harga x dan y merupakan koordinat spasial dan harga fungsi tersebut pada setiap titik (x,y) merupakan

Lebih terperinci

Intensitas cahaya ditangkap oleh diagram iris dan diteruskan ke bagian retina mata.

Intensitas cahaya ditangkap oleh diagram iris dan diteruskan ke bagian retina mata. Pembentukan Citra oleh Sensor Mata Intensitas cahaya ditangkap oleh diagram iris dan diteruskan ke bagian retina mata. Bayangan obyek pada retina mata dibentuk dengan mengikuti konsep sistem optik dimana

Lebih terperinci

GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. PERTEMUAN 8 - GRAFKOM DAN PENGOLAHAN CITRA Konsep Dasar Pengolahan Citra Pengertian Citra Analog/Continue dan Digital. Elemen-elemen Citra

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Citra Digital Citra digital adalah citra yang bersifat diskrit yang dapat diolah oleh computer. Citra ini dapat dihasilkan melalui kamera digital dan scanner ataupun citra yang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menjawab segala permasalahan yang ada dalam penelitian ini.

BAB III METODE PENELITIAN. menjawab segala permasalahan yang ada dalam penelitian ini. BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini akan dijelaskan bahan yang digunakan dalam membantu menyelesaikan permasalahan, dan juga langkah-langkah yang dilakukan dalam menjawab segala permasalahan yang ada

Lebih terperinci

PENGENALAN POLA HURUF ROMAWI DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN PERSEPTRON LAPIS JAMAK

PENGENALAN POLA HURUF ROMAWI DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN PERSEPTRON LAPIS JAMAK PENGENALAN POLA HURUF ROMAWI DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN PERSEPTRON LAPIS JAMAK Eko Budi Wahyono*), Suzuki Syofian**) *) Teknik Elektro, **) Teknik Informatika - Fakultas Teknik Abstrak Pada era modern

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Digital Istilah citra biasanya digunakan dalam bidang pengolahan citra yang berarti gambar. Suatu citra dapat didefinisikan sebagai fungsi dua dimensi, di mana dan adalah

Lebih terperinci

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara.

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara. Image Enhancement Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara. Cara-cara yang bisa dilakukan misalnya dengan fungsi transformasi, operasi matematis,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas teori yang berkaitan dengan pemrosesan data untuk sistem pendeteksi senyum pada skripsi ini, meliputi metode Viola Jones, konversi citra RGB ke grayscale,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengolahan Citra Pengolahan citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan komputer, menjadi citra yang kualitasnya lebih baik. Pengolahan citra bertujuan memperbaiki

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital 2.1.1 Pengertian Citra Digital Citra dapat didefinisikan sebagai sebuah fungsi dua dimensi, f(x,y) dimana x dan y merupakan koordinat bidang datar, dan harga fungsi f disetiap

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra (image) sebagai salah satu komponen multimedia memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Citra mempunyai karakteristik yang tidak dimiliki oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan perkembangan komputer dan alat pengambilan gambar secara digital yang semakin berkembang saat ini, sehingga menghasilkan banyak fasilitas untuk melakukan proses

Lebih terperinci

Model Citra (bag. I)

Model Citra (bag. I) Model Citra (bag. I) Ade Sarah H., M. Kom Defenisi Citra Citra adalah suatu representasi, kemiripan, atau imitasi dari suatu objek. Jenis dari citra ada 2, yaitu: 1. Citra analog (kontinu) : Dihasilkan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Suara. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu speech recognition dan speaker recognition. Speech recognition adalah proses yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengolahan Citra Pengolahan citra adalah kegiatan memanipulasi citra yang telah ada menjadi gambar lain dengan menggunakan suatu algoritma atau metode tertentu. Proses ini mempunyai

Lebih terperinci

BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK)

BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) Kompetensi : 1. Mahasiswa memahami konsep Jaringan Syaraf Tiruan Sub Kompetensi : 1. Dapat mengetahui sejarah JST 2. Dapat mengetahui macam-macam

Lebih terperinci

ANALISIS CONTRAST STRETCHING MENGGUNAKAN ALGORITMA EUCLIDEAN UNTUK MENINGKATKAN KONTRAS PADA CITRA BERWARNA

ANALISIS CONTRAST STRETCHING MENGGUNAKAN ALGORITMA EUCLIDEAN UNTUK MENINGKATKAN KONTRAS PADA CITRA BERWARNA ANALISIS CONTRAST STRETCHING MENGGUNAKAN ALGORITMA EUCLIDEAN UNTUK MENINGKATKAN KONTRAS PADA CITRA BERWARNA Nurliadi 1 *, Poltak Sihombing 2 & Marwan Ramli 3 1,2,3 Magister Teknik Informatika, Universitas

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra 2.1.1 Definisi Citra Secara harfiah, citra adalah gambar pada bidang dwimatra (dua dimensi). Jika dipandang dari sudut pandang matematis, citra merupakan hasil pemantulan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Steganografi Steganografi adalah mekanisme penanaman atau penyisipan pesan (m) kedalam sebuah cover objek (c) menggunakan kunci (k) untuk berbagi rahasia kepada orang lain,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA ,...(1)

TINJAUAN PUSTAKA ,...(1) 3 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas teori-teori yang mendasari penelitian ini. Dimulai dari teori dan konsep citra digital, deteksi pola lingkaran dengan Circle Hough Transform (CHT), ekstrasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi dari suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu system perekaman data dapat bersifat optik berupa foto,

Lebih terperinci

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB II Tinjauan Pustaka 23 BAB II Tinjauan Pustaka II.1. Pengolahan Citra Digital Citra yang diperoleh dari lingkungan masih terdiri dari warna yang sangat komplek sehingga masih diperlukan proses lebih lanjut agar image tersebut

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Analisis adalah kemampuan pemecahan masalah subjek kedalam elemen-elemen konstituen, mencari hubungan-hubungan internal dan diantara elemen-elemen, serta mengatur

Lebih terperinci

PENGENALAN CITRA HURUF DAN/ ATAU ANGKA MENGGUNAKAN SISTEM JARINGAN SARAF TIRUAN MODEL HOPFIELD SKRIPSI ANDI AURO HARIANJA

PENGENALAN CITRA HURUF DAN/ ATAU ANGKA MENGGUNAKAN SISTEM JARINGAN SARAF TIRUAN MODEL HOPFIELD SKRIPSI ANDI AURO HARIANJA PENGENALAN CITRA HURUF DAN/ ATAU ANGKA MENGGUNAKAN SISTEM JARINGAN SARAF TIRUAN MODEL HOPFIELD SKRIPSI ANDI AURO HARIANJA 081421007 PROGRAM EKSTENSI S1 ILMU KOMPUTER DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

GLOSARIUM Adaptive thresholding Peng-ambangan adaptif Additive noise Derau tambahan Algoritma Moore Array Binary image Citra biner Brightness

GLOSARIUM Adaptive thresholding Peng-ambangan adaptif Additive noise Derau tambahan Algoritma Moore Array Binary image Citra biner Brightness 753 GLOSARIUM Adaptive thresholding (lihat Peng-ambangan adaptif). Additive noise (lihat Derau tambahan). Algoritma Moore : Algoritma untuk memperoleh kontur internal. Array. Suatu wadah yang dapat digunakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. titiktitik penyusun citra itu sendiri. Titik-titik tersebut disebut dengan pixel. Banyaknya

BAB II LANDASAN TEORI. titiktitik penyusun citra itu sendiri. Titik-titik tersebut disebut dengan pixel. Banyaknya BAB II LANDASAN TEORI 2. Citra/Image Citra atau yang lebih sering dikenal dengan gambar merupakan kumpulan dari titiktitik penyusun citra itu sendiri. Titik-titik tersebut disebut dengan pixel. Banyaknya

Lebih terperinci

terinspirasi dari sistem biologi saraf makhluk hidup seperti pemrosesan informasi

terinspirasi dari sistem biologi saraf makhluk hidup seperti pemrosesan informasi 25 BAB III JARINGAN SARAF TIRUAN (JST) 3.1 Pengertian JST JST merupakan sebuah model atau pola dalam pemrosesan informasi. Model ini terinspirasi dari sistem biologi saraf makhluk hidup seperti pemrosesan

Lebih terperinci

SISTEM REKOGNISI KARAKTER NUMERIK MENGGUNAKAN ALGORITMA PERCEPTRON

SISTEM REKOGNISI KARAKTER NUMERIK MENGGUNAKAN ALGORITMA PERCEPTRON 30 BAB IV SISTEM REKOGNISI KARAKTER NUMERIK MENGGUNAKAN ALGORITMA PERCEPTRON 4.1 Gambaran Umum Sistem Diagram sederhana dari program yang dibangun dapat diilustrasikan dalam diagram konteks berikut. Gambar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. dilakukan oleh para peneliti, berbagai metode baik ekstraksi fitur maupun metode

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. dilakukan oleh para peneliti, berbagai metode baik ekstraksi fitur maupun metode BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian mengenai pengenalan tulisan tangan telah banyak dilakukan oleh para peneliti, berbagai metode baik ekstraksi fitur

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jaringan Syaraf Biologi Jaringan Syaraf Tiruan merupakan suatu representasi buatan dari otak manusia yang dibuat agar dapat mensimulasikan apa yang dipejalari melalui proses pembelajaran

Lebih terperinci

JARINGAN SYARAF TIRUAN

JARINGAN SYARAF TIRUAN JARINGAN SYARAF TIRUAN 8 Jaringan syaraf adalah merupakan salah satu representasi buatan dari otak manusia yang selalu mencoba untuk mensimulasikan proses pembelajaran pada otak manusia tersebut. Istilah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Citra Digital Secara harafiah, citra (image) adalah gambar pada bidang dua dimensi. Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinu dari intensitas cahaya

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses

BAB 2 LANDASAN TEORI. fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Neuro Fuzzy Neuro-fuzzy sebenarnya merupakan penggabungan dari dua studi utama yaitu fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. bagian penting untuk dapat mengetahui sifat aliran fluida pada medium berpori.

BAB III METODOLOGI. bagian penting untuk dapat mengetahui sifat aliran fluida pada medium berpori. 16 BAB III METODOLOGI 3.1 Metode Serial Sectioning Pengetahuan tentang struktur pori tiga dimensi secara komputasi menjadi bagian penting untuk dapat mengetahui sifat aliran fluida pada medium berpori.

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM Program aplikasi ini dirancang dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Visual C# 2008 Express Edition. Proses perancangan menggunakan pendekatan Object Oriented

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Computer Vision Computer vision dapat diartikan sebagai suatu proses pengenalan objek-objek berdasarkan ciri khas dari sebuah gambar dan dapat juga digambarkan sebagai suatu deduksi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini membahas landasan teori yang bersifat ilmiah untuk mendukung penulisan penelitian ini. Teori-teori yang dibahas mengenai pengertian citra, jenis-jenis citra digital, metode

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uang Kertas Rupiah Uang Rupiah Kertas adalah Uang Rupiah dalam bentuk lembaran yang terbuat dari Kertas Uang yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, dimana penggunaannya dilindungi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya 5 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Secara harfiah citra atau image adalah gambar pada bidang dua dimensi. Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya pada

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM

BAB 3 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM BAB 3 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM Dalam bab ini akan dibahas mengenai perancangan dan pembuatan sistem aplikasi yang digunakan sebagai user interface untuk menangkap citra ikan, mengolahnya dan menampilkan

Lebih terperinci

KOMPRESI CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN HEBBIAN BASED PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS

KOMPRESI CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN HEBBIAN BASED PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS KOMPRESI CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN HEBBIAN BASED PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS 1 Sofyan Azhar Ramba 2 Adiwijaya 3 Andrian Rahmatsyah 12 Departemen Teknik Informatika Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

Lebih terperinci

Pengolahan Citra (Image Processing)

Pengolahan Citra (Image Processing) BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Citra (Image) Processing Secara harfiah, citra (image) adalah gambar pada bidang dwimatra (dua dimensi). Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 7 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital Citra digital merupakan sebuah fungsi intensitas cahaya, dimana harga x dan y merupakan koordinat spasial dan harga fungsi f tersebut pada setiap titik merupakan

Lebih terperinci

Operasi-operasi Dasar Pengolahan Citra Digital

Operasi-operasi Dasar Pengolahan Citra Digital Operasi-operasi Dasar Pengolahan Citra Digital Pendahuluan Citra digital direpresentasikan dengan matriks. Operasi pada citra digital pada dasarnya adalah memanipulasi elemen- elemen matriks. Elemen matriks

Lebih terperinci

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK Program Studi Matematika FMIPA Universitas Negeri Semarang Abstrak. Saat ini, banyak sekali alternatif dalam

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital Citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya pada bidang dua dimensi. Intensitas cahaya merupakan hasil kali antara jumlah pancaran (illuminasi) cahaya

Lebih terperinci

SISTEM PENGENALAN KARAKTER DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN ALGORITMA PERCEPTRON

SISTEM PENGENALAN KARAKTER DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN ALGORITMA PERCEPTRON Jurnal Informatika Mulawarman Vol. 7 No. 3 Edisi September 2012 105 SISTEM PENGENALAN KARAKTER DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN ALGORITMA PERCEPTRON Anindita Septiarini Program Studi Ilmu Komputer FMIPA,

Lebih terperinci

Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital

Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital Nurul Fuad 1, Yuliana Melita 2 Magister Teknologi Informasi Institut Saint Terapan & Teknologi

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI Bab ini berisi analisis pengembangan program aplikasi pengenalan karakter mandarin, meliputi analisis kebutuhan sistem, gambaran umum program aplikasi yang

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN 32 BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN Pada bab ini akan dibahas tentang analisis sistem melalui pendekatan secara terstruktur dan perancangan yang akan dibangun dengan tujuan menghasilkan model atau representasi

Lebih terperinci

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING )

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING ) FAKULTAS TEKNIK INFORMATIKA PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING ) Pertemuan 1 Konsep Dasar Pengolahan Citra Pengertian Citra Citra atau Image merupakan istilah lain dari gambar, yang merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Sebagai tinjauan pustaka, berikut beberapa contoh penelitian telapak kaki yang sudah dilakukan oleh para peneliti yang dapat digunakan sebagai

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDESAIN KARTU UCAPAN

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDESAIN KARTU UCAPAN PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDESAIN KARTU UCAPAN Rudy Adipranata 1, Liliana 2, Gunawan Iteh Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Informatika, Universitas Kristen Petra Jl. Siwalankerto

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan PCA, kemudian penelitian yang menggunakan algoritma Fuzzy C-

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan PCA, kemudian penelitian yang menggunakan algoritma Fuzzy C- 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Studi Pendahuluan Sebelumnya telah ada penelitian tentang sistem pengenalan wajah 2D menggunakan PCA, kemudian penelitian yang menggunakan algoritma Fuzzy C- Means dan jaringan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. a. Spesifikasi komputer yang digunakan dalam penelitian ini adalah

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. a. Spesifikasi komputer yang digunakan dalam penelitian ini adalah BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Penelitian 3.1.1 Alat Penelitian a. Spesifikasi komputer yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Prosesor Intel (R) Atom (TM) CPU N550

Lebih terperinci

BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM

BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM Bab ini akan membahas mengenai proses implementasi dari metode pendeteksian paranodus yang digunakan dalam penelitian ini. Bab ini terbagai menjadi empat bagian, bagian 3.1 menjelaskan

Lebih terperinci

Aplikasi Pembesaran Citra Menggunakan Metode Nearest Neighbour Interpolation

Aplikasi Pembesaran Citra Menggunakan Metode Nearest Neighbour Interpolation Aplikasi Pembesaran Citra Menggunakan Metode Nearest Neighbour Interpolation Daryanto 1) 1) Prodi Teknik Informatika, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Jember Email: 1) daryanto@unmuhjember.ac.id

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran untuk penelitian ini seperti pada Gambar 9. Penelitian dibagi dalam empat tahapan yaitu persiapan penelitian, proses pengolahan

Lebih terperinci

Tipe dan Jenis Layar Komputer Grafik. By Ocvita Ardhiani.

Tipe dan Jenis Layar Komputer Grafik. By Ocvita Ardhiani. Tipe dan Jenis Layar Komputer Grafik By Ocvita Ardhiani. PENGERTIAN GRAFIKA KOMPUTER Grafika komputer adalah bidang dari komputasi visual dimana penggunaan komputer akan menghasilkan gambar visual secara

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI ALGORITMA PERCEPTRON UNTUK PENGENALAN POLA MASUKAN BINER MAUPUN BIPOLAR MENGGUNAKAN BORLAND DELPHI

IMPLEMENTASI ALGORITMA PERCEPTRON UNTUK PENGENALAN POLA MASUKAN BINER MAUPUN BIPOLAR MENGGUNAKAN BORLAND DELPHI IMPLEMENTASI ALGORITMA PERCEPTRON UNTUK PENGENALAN POLA MASUKAN BINER MAUPUN BIPOLAR MENGGUNAKAN BORLAND DELPHI Andi Harmin Program Studi : Teknik Komputer STMIK Profesional Makassar andiharmin1976@gmail.com

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM PENGENALAN DAN PENYORTIRAN KARTU POS BERDASARKAN KODE POS DENGAN MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK

PERANCANGAN SISTEM PENGENALAN DAN PENYORTIRAN KARTU POS BERDASARKAN KODE POS DENGAN MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK PERANCANGAN SISTEM PENGENALAN DAN PENYORTIRAN KARTU POS BERDASARKAN KODE POS DENGAN MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK OLEH ARIF MIFTAHU5R ROHMAN (2200 100 032) Pembimbing: Dr. Ir Djoko Purwanto, M.Eng,

Lebih terperinci