Pembentukan, Sinkronisasi dan Harmonisasai Peraturan Perundangan Untuk Usaha di Sektor Pangan Oleh Drs. Priyo Budi Santoso Wakil Ketua DPR RI
|
|
- Iwan Tedjo
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Pembentukan, Sinkronisasi dan Harmonisasai Peraturan Perundangan Untuk Usaha di Sektor Pangan Oleh Drs. Priyo Budi Santoso Wakil Ketua DPR RI Pendahuluan UU 7/1996 tentang pangan merupakan peraturan perundang-undangan yang saat ini masih sebagai payung lahirnya sejumlah peraturan pelaksana sektor pangan. Dari sejumlah PP, Keppres dan Perpres menunjukkan bahwa muatan peraturan yang ada memiliki persoalan pada tingkat implementasi kebijakannya terutama kejelasan tupoksi antar instansi pemerintah dan pemahaman penyelenggara negara tentang urusan pangan. Adanya upaya penangggulangan masalah pangan yang dialami di tingkat rumah tangga dalam bentuk bantuan usaha ekonomi, hal ini menunjukkan bahwa pendekatan pangan terkait dengan banyak sektor. Persepsi publik yang menilai bahwa urusan pangan hanya masalah produksi pertanian pangan (beras) perlu diperbaiki, karena dalam kenyataannya tidak semua daerah yang memiliki ketersediaan pangan yang cukup dan bahkan surplus mampu mengatasi persoalan rumah tangga miskin yang menerita kelaparan akibat tidak mendapat akses pangan yang memadai. Ketidakmampuan keluarga miskin menjadi indikator penting karena sistem distribusi pangan telah ditentukan oleh mekanisme pasar, dan akses merupakan fungsi dari harga yang terbentuk. Petani sebagai produsen hasil pertanian dalam kenyataannya banyak yang masuk kategori keluarga miskin, sering terperangkap dalam kelaparan juga, karena ketersediaan pangan di masyarakat sudah ditentukan oleh mekanisme pasar. Di sinilah perlu adanya harmonisasi dan sinkronisasi sejumlah regulasi yang ada untuk mengatasi persoalan mekanisme pasar produk pangan dan jaminan pemenuhan hak pangan warga. Selain itu, penerapan perjanjian pasar bebas Cina-ASEAN (ACFTA) menambah sejumlah persoalan regulasi di sektor usaha pangan. ACFTA mendorong pasar produk pangan semakin terbuka, sehingga produk pangan lokal harus bersaing dengan produk pangan impor. Persaingan bisa menyebabkan harga pangan menurun, tetapi bisa menjadi disinsentif baik bagi petani maupun produsen (industri pangan). Untuk itu diperlukan sejumlah regulasi yang bisa menyeimbangkan terbukanya pasar dengan menjaga tingkat 1 Seminar Nasional : Program Feed The World, Jakarta, 28 Januari 2010 Wakil Ketua DPR-RI
2 pertumbuhan produksi dan industri pangan lokal. Bagaimanapun, dalam hal pangan Indonesia harus memiliki kemampuan menimal untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduknya sebagai bagian dari unsur ketahanan nasional. Dalam menghadapi sejumlah persolan tersebut diperlukan perhatian bersama antara DPR, Pemerintah dan sektor usaha dalam membentuk sejumlah peraturan yang mampu membangun sistem ketahanan pangan nasional dan tentunya memberikan sumbangan bagi penyediaan pangan dunia. Adapun yang perlu dibentuk, disinkronisasi dan diharmonisasi adalah peraturan yang terkait dengan usaha produksi dan usaha sektor pangan serta regulasi keamanan pangan. Regulasi Produksi dan Usaha Sektor Pangan Upaya untuk menjamin hak pangan warga dan memberikan jaminan pasar bagi sektor usaha pangan seharusnya menjadi prioritas dalam startegi pembentukan peraturan perundang-undangan. Tentunya, prioritas pertama diletakkan pada upaya menjamin negara dalam hal ini pemerintah memiliki sistem ketahanan pangan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan pangan warga dalam jangka waktu tertentu. Untuk itu, perlu dilakukan regulasi yang menyangkut faktor-faktor yang mempengaruhi produksi pangan nasional, seperti lahan pertanian, perkebunan dan pertenakan; permodalan bagi usaha produksi pangan; ataupun sistem pengolahan produksi pangan nasional. Muatan regulasi bisa mengarah pada proteksi secara proposional, insentif produksi dan juga sejumlah bantuan modal, kemudahan pemasaran maupun insentif harga terhadap input produksi. Pertama, DPR akan memprioritaskan regulasi terhadap konservasi lahan penghasil pangan (pertanian, perkebunan dan peternakan), karena regulasi ini mendesak melihat pertumbuhan perubahan fungsi lahan produksi pangan menjadi lahan untuk kebutuhan lain terus meningkat dari tahun ke tahun, baik diakibatkan oleh pertumbuhan penduduk ataupun ekonomi. Regulasi tersebut bukan hanya sekedar memberikan batasan konversi lahan, tetapi juga harus mampu memberi insentif pemilik lahan untuk mempertahankan fungsinya sebagai basis produksi tanaman pangan. Kedua, untuk melipatgandakan produksi diperlukan kebijakan pemerintah yang berupaya memberikan insentif bagi tumbuhnya industri pangan. Industri pangan saat ini telah mampu melakukan diversifikasi konsumsi pangan melalui pendekatan teknologi 2 Seminar Nasional : Program Feed The World, Jakarta, 28 Januari 2010 Wakil Ketua DPR-RI
3 maupun pemasaran. Industrialisasi produk pangan dapat juga meningkatkan harga pangan pada tingkat konsumen, sehingga perlu segmentasi konsumen untuk produk industri pangan. Saat ini produk pangan hasil industri hanya bisa diserap oleh masyarakat perkotaan dengan penghasilan tertentu. Walaupun ada juga sejumlah pangan seperti mie instan yang saat ini dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat. Untuk itu, dibutuhkan regulasi yang mampu mengarahkan industrialisasi sektor pangan agar dapat bersaing dan menembus pasar luar negeri, dalam kerangka kontribusi terhadap pangan dunia. Ketiga, perlu diperhatikan juga bahwa industrialisasi produk pangan juga akan meningkatkan permintaan bahan baku dari tanaman pangan. Untuk itu perlu diperhatikan kemampuan ekologi lingkungan dalam mendukung produksi pangan untuk industri, karena bisa jadi konversi bahan pangan pokok seperti jagung menjadi bioetanol dapat menyebabkan kelangkaan bahan pangan pokok dalam jangka panjang, bila tidak terjadi peningkatan jumlah lahan dan produksinya. Dalam kerangka ini, diperlukan batasan pemanfaatan tanaman pangan untuk industri bukan pangan yang disesuaikan dengan kemampuan produksi dan tingkat konsumsi pangan masyarakat. Keempat, dalam rangka mendukung percepatan pertumbuhan industri pangan, diperlukan regulasi yang memberikan insentif dan mempermudah izin pendirian usaha pangan. Regulasi ini terutama diarahkan pada penataan birokrasi terutama di daerah yang menjadi basis bahan baku industri pangan. Selain itu, pemerintah juga perlu membantu industri untuk memperluas pasar baik di dalam maupun luar negeri. Regulasi Keamanan Pangan Persoalan pangan bukan hanya persolan ketersediaan jumlah pangan, tetapi juga menyangkut kualitas pangan berupa gizi, komposisi, dan bahkan keamanannya. DPR juga melihat sejumlah isu terkait dengan keamanan pangan perlu regulasi yang baik dan kuat, karena regulasi ini menjamin kualitas makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat. Kita menginginkan, bangsa kita memiliki kualitas kesehatan yang baik dan sebagian ditentukan oleh keualitas pangan yang dikonsumsinya. Dalam hal ini ada sejumlah prioritas regulasi yang perlu dibentuk oleh DPR dan Pemerintah. Pertama, perbaikan atas standar budidaya, produksi, pengolahan pangan, distribusi, produksi pangan siap saji yang bukan hanya berlaku bagi standar produk dalam 3 Seminar Nasional : Program Feed The World, Jakarta, 28 Januari 2010 Wakil Ketua DPR-RI
4 negeri tetapi juga harus menjadi standar produk impor yang masuk ke Indonesia. Ketentuan ini perlu segera dibuat baik untuk menjaga kualitas pangan yang akan diekspor maupun menjadi kontrol atas impor pangan. Kedua, diperlukan regulasi yang menjamin keyakinan kelompok masyarakat yang membutuhkan jaminan bahwa produk yang ada dipasaran sesuai dengan keyakinannya. Jaminan ini diperlukan, terkait dengan hak warga terhadap informasi produk pangan halal. Bukan hanya itu, informasi produk pangan juga harus memberikan informasi yang cukup atas kandungan dan batas kadarluwasa di dalam produk pangan tersebut. Ketiga, perlunya membentuk atau mengoptimalkan peran institusi yang berwenang menjaga standar dan kualitas pangan serta melakukan pengawasan secara rutin atas produk pangan yang beredar di pasar. Keberadaan institusi ini semakin penting, melihat pertumbuhan konsumsi dan produski pangan dibutuhkan sebuah institusi yang berwenang menguji dan mengawasi sehingga konsumen mendapatkan pangan sesuai kebutuhan dan standar kehidupannya. Keempat, terkait dengan standarisasi produk pangan, regulasi stadarisasi juga harus memiliki kaitan dengan regulasi di sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Salah satu persoalan yang muncul dalam konteks UMKM adalah minimnya kemampuan UMKM untuk memenuhi standar kualitas pangan yang diproduksinya. Untuk mengatasi hal ini seharusnya regulasi juga dapat mendorong pemerintah yang aktif memberikan bimbangan maupun meringankan biaya standarisasi terhadap UMKM yang membutuhkan dalam upaya memperluas pasar, baik dalam negeri maupun untuk ekspor. Prolegnas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) merupakan produk konstitusional DPR yang menjadi referensi DPR dan Pemerintah dalam membentuk peraturan perundangundangan. Prolegnas merupakan kerangka acuan program pemebentukan undang-undang yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis. Prolegnas terbagi kedalam Prolegnas lima (5) tahunan dan prolegnas tahunan. Dalam Prolegnas lima (5) tahunan terdapat 247 daftar RUU yang diprioritaskan, dan diantaranya yang terkait dengan sektor pangan seperti: kelautan; pengambilalihan tanah untuk pembangunan; jaminan produk halal; karantina kesehatan; perlindungan varietas tanaman, perubahan UU Nomor 7 4 Seminar Nasional : Program Feed The World, Jakarta, 28 Januari 2010 Wakil Ketua DPR-RI
5 Tahun 1996 tentang pangan; pengelolaan sumber daya alam, perlindungan dan pemberdayaan petani; penanaman modal, perkebunan, ketenagakerjaan sektor pertaniaan, perkebunan, dan perikanan; perindustrian; perdagangan; pengolahan dan pembiayaan sektor pertanian dan peikanan; penangulangan kebakaran hutan dan lahan; penataan ruang; kesehatan hewan; dan pemanfaatan perairan Indonesia. Sedangkan dalam Prolenas tahunan (2010) terdapat sejumlah RUU yang terkait dengan sektor pangan yaitu kelautan; jaminan produk halal; pengambilalihan tanah untuk pembangunan; perindustrian dan perdagangan. Penetapan skala prioritas UU yang ada sudah diupayakan untuk mengadopsi kepentingan dan kebutuhan membangun ketahanan pangan nasional. Sektor-sektor yang terakait dengan faktor-faktor produsi dan distribusi terhadap produk pangan perlu disinkronisasikan, sehingga target untuk membangun ketahanan pangan yang kuat dapat diwujudkan sekaligus juga dapat memberikan surplus yang dapat menjadi bagian dari cadangan pangan dunia. DPR berharap semua pemangku kepentingan stakeholder sektor pangan bahu membahu mengawasi dan aktif dalam pembahasan sejumlah RUU yang terkait dengan sektor pangan. Hal ini diperlukan untuk menjamin semua kepentingan yang bertujuan untuk membangun sistem ketahanan pangan nasional dan dunia bisa terwujud melalui pembentukan peraturan perundang-undangan dan Indonesia menjadi bagian penting dunia dalam program penyediaan pangan. 5 Seminar Nasional : Program Feed The World, Jakarta, 28 Januari 2010 Wakil Ketua DPR-RI
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinci2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Ketahanan Pangan dan Gizi adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan
No.60, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEJAHTERAAN. Pangan. Gizi. Ketahanan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5680) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciPengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan. Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI
Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI KEBIJAKAN PANGAN INDONESIA Kebijakan pangan merupakan prioritas
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan
Lebih terperinciDukungan Komisi IV DPR RI dalam Pencapaian Sergap, Optimalisasi Pemanfaatan Alsintan dan Luas Tambah Tanam (LTT)
Dukungan Komisi IV DPR RI dalam Pencapaian Sergap, Optimalisasi Pemanfaatan Alsintan dan Luas Tambah Tanam (LTT) Edhy Prabowo, MM., MBA Ketua Komisi IV DPR RI Pertanian Masa Mendatang Dalam Rangka Pencapaian
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan
Lebih terperinciDEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA LAPORAN SINGKAT BADAN LEGISLASI DPR RI DALAM RAPAT KERJA DENGAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN, MENTERI PERTANIAN, MENTERI PERINDUSTRIAN, MENTERI PERDAGANGAN,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan
Lebih terperinciBAB VI STRATEGI DAN KEBIJAKAN
BAB VI STRATEGI DAN KEBIJAKAN Dalam rangka mewujudkan visi dan melaksanakan misi pembangunan daerah Kabupaten Ngawi 2010 2015, Pemerintah Kabupaten Ngawi menetapkan strategi yang merupakan upaya untuk
Lebih terperinciIII. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN
III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN Pada tahun 2009, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian melakukan kegiatan analisis dan kajian secara spesifik tentang
Lebih terperincidan antar pemangku kepentingan pembangunan. Keseimbangan diartikan sebagai keseimbangan antara kepentingan ekonomi, sosial,
dan antar pemangku kepentingan pembangunan. Keseimbangan diartikan sebagai keseimbangan antara kepentingan ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan. Keadilan diartikan sebagai keadilan antar kelompok masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak meledaknya pertumbuhan penduduk dunia dan pengaruh perubahan iklim global yang makin sulit diprediksi.
Lebih terperinciGUBERNUR SUMATERA BARAT
GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR : 08 TAHUN 2017 TENTANG PENGANEKARAGAMAN PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia yang memberikan energi dan zat gizi yang tinggi. Beras sebagai komoditas pangan pokok dikonsumsi
Lebih terperinciKETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL
KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL UU NO 7 TH 1996: Pangan = Makanan Dan Minuman Dari Hasil Pertanian, Ternak, Ikan, sbg produk primer atau olahan Ketersediaan Pangan Nasional (2003)=
Lebih terperinciPERAN SEKTOR INDUSTRI DALAM MENDUKUNG KEANEKARAGAMAN PANGAN
PERAN SEKTOR INDUSTRI DALAM MENDUKUNG KEANEKARAGAMAN PANGAN JAKARTA, 7 FEBRUARI 2012 OUTLINE I. Pendahuluan II. Peluang Pengembangan Industri Agro III. Hal-hal yang Perlu Dilakukan IV.Contoh Pengembangan
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.227, 2012 KESEJAHTERAAN. Pangan. Ketahanan. Ketersediaan. Keamanan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5360) UNDANG-UNDANG REPUBLIK
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling
Lebih terperinciPosisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014
Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran
Lebih terperinciBUPATI PULANG PISAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI PULANG PISAU NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG
SALINAN BUPATI PULANG PISAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI PULANG PISAU NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KETAHANAN PANGAN
Lebih terperinciPolitik Pangan Indonesia - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012
Politik Pangan - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012 Politik Pangan merupakan komitmen pemerintah yang ditujukan untuk mewujudkan ketahanan Pangan nasional yang
Lebih terperinciPROGRAM LEGISLASI NASIONAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG PRIORITAS TAHUN 2013
PROGRAM LEGISLASI NASIONAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG PRIORITAS TAHUN 2013 NO 1. RUU tentang Komponen Cadangan Pertahanan Negara 2. RUU tentang Aparatur Sipil Negara 3. 4. 5. RUU tentang Pemilihan Kepala
Lebih terperinciBUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL
BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN, Menimbang
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keamanan Pangan Keamanan pangan merupakan kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu,
Lebih terperinciBAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM
BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM Pancasila dan Undang-undang Dasar Tahun 1945 merupakan landasan ideologi dan konstitusional pembangunan nasional termasuk pemberdayaan koperasi dan usaha
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling
Lebih terperinciW A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 82 TAHUN 2008 TENTANG
W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 82 TAHUN 2008 TENTANG FUNGSI, RINCIAN TUGAS DAN TATA KERJA DINAS PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN, KOPERASI DAN PERTANIAN KOTA YOGYAKARTA
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Perolehan pangan yang cukup baik dalam jumlah maupun mutu merupakan sesuatu yang penting bagi setiap manusia agar dapat hidup secara berkualitas. Oleh karena itu hak atas kecukupan
Lebih terperinciKAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA. Ketahanan Pangan. Dalam Kerangka Revitalisasi Pertanian, Perikanan, Kehutanan
INDONESIA Ketahanan Pangan Dalam Kerangka Revitalisasi Pertanian, Perikanan, Kehutanan Harmonisasi Kebijakan & Program Aksi Presentasi : Pemicu Diskusi II Bp. Franky O. Widjaja INDONESIA BIDANG AGRIBISNIS,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan tentang hal-hal yang mendasari penelitian diantaranya yaitu latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.
Lebih terperinciGUBERNUR SUMATERA BARAT
GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PANGAN SEGAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan. Secara geografis, wilayah Indonesia memiliki luas wilayah seluruhnya mencapai 5.193.252 km 2 terdiri atas luas daratan sekitar 1.910.931,32
Lebih terperinciBAB 18 REVITALISASI PERTANIAN
BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN A. KONDISI UMUM Sektor pertanian telah berperan dalam perekonomian nasional melalui sumbangannya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), penerimaan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar bagi perekonomian
Lebih terperincipertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju kehidupan yang lebih
1.1. Latar Belakang Pembangunan secara umum dan khususnya program pembangunan bidang pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,
SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK, Menimbang : a. bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. sebuah informasi produk agar mudah dipahami oleh konsumen. Label
PENDAHULUAN Latar Belakang Label merupakan salah satu alat komunikasi untuk menyampaikan sebuah informasi produk agar mudah dipahami oleh konsumen. Label yang disusun secara baik akan memudahkan konsumen
Lebih terperinciLAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN FASILITASI SERTIFIKASI PRODUK DAN PROSES PRODUKSI TA. 2016
LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN FASILITASI SERTIFIKASI PRODUK DAN PROSES PRODUKSI TA. 2016 DINAS PERINDUSTRIAN PERDAGANGAN KOPERASI DAN UMKM KOTA PEKALONGAN 2016 DAFTAR ISI Prakata Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN
Lebih terperinciWALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG KETAHANAN PANGAN
WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa ketahanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menakutkan bagi dunia saat ini. Hal ini disebabkan karena masalah pangan
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Ketahanan Pangan merupakan isu yang sangat krusial di Indonesia maupun di dunia internasional. Masalah ketahanan pangan telah menjadi ancaman yang menakutkan bagi dunia
Lebih terperinciKetahanan Pangan. Laporan Komisi ke Menko Perekonomian KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA
INDONESIA Ketahanan Pangan Laporan Komisi ke Menko Perekonomian INDONESIA BIDANG AGRIBISNIS, PANGAN DAN KEHUTANAN BIDANG KELAUTAN, PERIKANAN DAN PETERNAKAN Oktober 2009 Pengantar Dunia sedang menghadapi
Lebih terperinciJUSTIFIKASI DARI HASIL MASUKAN KEMENTERIAN TERKAIT TERHADAP DRAF RPP FASILITASI DAN INSENTIF HORTIKULTURA
JUSTIFIKASI DARI HASIL MASUKAN KEMENTERIAN TERKAIT TERHADAP DRAF RPP FASILITASI DAN INSENTIF HORTIKULTURA No. Asal KL/Pasal Usulan/Masukan terhadap Pasal Hal-hal yang masih Pending pada Pleno II 1 Kementerian
Lebih terperinciII. KETENTUAN HUKUM TERKAIT KEAMANAN PANGAN. A. UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
II. KETENTUAN HUKUM TERKAIT KEAMANAN PANGAN A. UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dalam BAB XA mengenai Hak Asasi Manusia pada pasal
Lebih terperinciPENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERKELAPASAWITAN
PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERKELAPASAWITAN I. Pendahuluan Rancangan Undang-Undang tentang Perkelapasawitan diajukan oleh Anggota lintas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia, kebutuhan jagung di Indonesia mengalami peningkatan, yaitu lebih dari 10 juta ton pipilan kering
Lebih terperinci5. Arah Kebijakan Tahun Kelima (2018) pembangunan di urusan lingkungan hidup, urusan pertanian,
urusan perumahan rakyat, urusan komunikasi dan informatika, dan urusan kebudayaan. 5. Arah Kebijakan Tahun Kelima (2018) Pembangunan di tahun kelima diarahkan pada fokus pembangunan di urusan lingkungan
Lebih terperinciLAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi
Lebih terperinciPRIORITAS 5 MATRIKS ARAH KEBIJAKAN BUKU III RKP 2011 WILAYAH MALUKU
PRIORITAS 5 MATRIKS ARAH KEBIJAKAN BUKU III RKP 2011 WILAYAH MALUKU DALAM JUTA RUPIAH NO. ARAH KEBIJAKAN STRATEGI PENGEMBANGAN FOKUS PRIORITAS KEMENTERIAN/LEMBAGA 1. Provinsi Maluku 1. Pengembangan sentra
Lebih terperinciINSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN BAHAN BAKAR NABATI (BIOFUEL) SEBAGAI BAHAN BAKAR LAIN
INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN BAHAN BAKAR NABATI (BIOFUEL) SEBAGAI BAHAN BAKAR LAIN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka percepatan penyediaan
Lebih terperinciMendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia
E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Pengembangan Kelembagaan Ekonomi dan Iklim Usaha Kondusif 1. Peningkatan Iklim Investasi dan Realisasi Investasi Mendukung terciptanya kesempatan
Lebih terperinciTABEL 4.2 PERUMUSAN TOPIK RISET UNGGULAN INSTITUSI
TABEL 4.2 PERUMUSAN TOPIK RISET UNGGULAN INSTITUSI KOMPETENSI ISUE STRATEGIS KONSEP PEMIKIRAN PEMECAHAN MASALAH TOPIK RISET YANG DIPERLUKAN Fakultas Kedokteran Mal Nutrisi Ketersediaan nutrisi akan menyebabkan
Lebih terperinciRANCANGAN KELEMBAGAAN PANGAN
RANCANGAN KELEMBAGAAN PANGAN Oleh : Prof. Dr. Ir. Achmad Suryana, MS Kepala Badan Ketahanan Disampaikan dalam FEMA TALK diselenggarakan Fakultas Ekologi Manusia IPB, pada hari Selasa, 14 Mei 2013 di Kampus
Lebih terperinciBagian Kesatu Kepala Biro Ekonomi dan Administrasi Pembangunan Pasal 57. (1), Kepala Biro Ekonomi dan Administrasi Pembangunan mempunyai
Bagian Kesatu Kepala Biro Ekonomi dan Administrasi Pembangunan Pasal 57 (1) Kepala Biro Ekonomi dan Administrasi Pembangunan mempunyai tugas membantu Asisten Daerah Pembangunan dan Kesejahteraan Rakyat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan komoditas penting dan strategis bagi bangsa Indonesia karena pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia dimana dalam pemenuhannya menjadi tanggung
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2013 TENTANG BUDI DAYA HEWAN PELIHARAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2013 TENTANG BUDI DAYA HEWAN PELIHARAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciKEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL
VISI: Terwujudnya pengelolaan energi yang berdasarkan prinsip berkeadilan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan guna terciptanya kemandirian energi dan ketahanan energi nasional untuk mendukung pembangunan
Lebih terperinciPERTANIAN.
PERTANIAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM KEHIDUPAN Menyediakan kebutuhan pangan penduduk Menyerap tenaga kerja Pemasok bahan baku industri Sumber penghasil devisa SUBSEKTOR PERTANIAN Subsektor tanaman pangan
Lebih terperinciPOLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PENINGKATAN KEDAULATAN PANGAN
POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PENINGKATAN KEDAULATAN PANGAN A. Pendahuluan Dalam satu dekade terakhir istilah kedaulatan pangan merupakan salah satu kata yang kerapkali muncul dan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Nursantiyah, FISIP UI, 2009
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tepung terigu dari waktu ke waktu semakin menjadi komoditi pangan penting di Indonesia. Hal ini disebabkan karena tepung terigu semakin menguasai kebutuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat mempertahankan hidupnya tanpa adanya pangan. Karena itu, usaha
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Manusia tidak dapat mempertahankan hidupnya tanpa adanya pangan. Karena itu, usaha pemenuhan kebutuhan pangan merupakan
Lebih terperincib. bahwa dengan diundangkannya Peraturan Bupati Karangasem Nomor 17 Tahun 2015 tentang Tata
N V BUPATI KARANGASEM PERATURAN BUPATI KARANGASEM NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KELIMA ATAS PERATURAN BUPATI NOMOR 52 TAHUN 2011 TENTANG PENDELEGASIAN WEWENANG DIBIDANG PERIZINAN KEPADA KEPALA
Lebih terperinciBAGAN SUSUNAN ORGANISASI SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
BAGAN SUSUNAN ORGANISASI SEKRETARIAT DAERAH LAMPIRAN 1 BUPATI BANYUWANGI WAKIL BUPATI BANYUWANGI DAERAH STAF AHLI KELOMPOK JABATAN ASISTEN ADMINISTRASI PEMERINTAHAN ASISTEN ADMINISTRASI PEMBANGUNAN DAN
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. cocok dan mendukung untuk digunakan dalam budidaya tanaman, khususnya
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keadaan Geografis Indonesia termasuk Jawa Tengah yang merupakan wilayah tropis, beriklim basah, serta berada diwilayah khatulistiwa sangat cocok dan mendukung
Lebih terperinciKATA PENGANTAR KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Pelaksanaan lima tahunan pembangunan hortikultura yang diamanahkan kepada Direktorat Jenderal Hortikultura dari tahun 2010-2014 telah memberikan beberapa manfaat dan dampak
Lebih terperinciKonsep Imbal Jasa Lingkungan Dalam Penyelenggaraan Konservasi Tanah dan Air Oleh: Khopiatuziadah *
Konsep Imbal Jasa Lingkungan Dalam Penyelenggaraan Konservasi Tanah dan Air Oleh: Khopiatuziadah * Pada akhir masa sidang III lalu, Rapat Paripurna DPR mengesahkan salah satu RUU usul inisatif DPR mengenai
Lebih terperinciAKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian
AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 606 /KPTS/013/2013 TENTANG KOMISI PENGAWASAN PUPUK DAN PESTISIDA PROVINSI JAWA TIMUR
GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 606 /KPTS/013/2013 TENTANG KOMISI PENGAWASAN PUPUK DAN PESTISIDA PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa pupuk dan pestisida
Lebih terperinciUPT BUPATI PEKALONGAN,
DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN LAMPIRAN I : PERATURAN DAERAH TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI SUB BAGIAN SUB BAGIAN SUB BAGIAN UMUM PENDIDIKAN DASAR PENDIDIKAN MENENGAH PENDIDIKAN ANAK USIA DINI, NON FORMAL
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG SISTEM BUDIDAYA PERTANIAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG SISTEM BUDIDAYA PERTANIAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam mencapai
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2013 TENTANG BUDI DAYA HEWAN PELIHARAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 48 TAHUN 2013 TENTANG BUDI DAYA HEWAN PELIHARAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 Undang- Undang Nomor 18 Tahun
Lebih terperinciPeranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia
Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi Perekonomian Indonesia Peran Pertanian pada pembangunan: Kontribusi Sektor Pertanian: Sektor Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi Pemasok bahan pangan Fungsi
Lebih terperinciINSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PERIKANAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PERIKANAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka percepatan pembangunan industri perikanan nasional
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Kecamatan Ujungpangkah Kabupaten Gresik dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Penentuan karakteristik
Lebih terperinciBUPATI KUDUS. PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 Tahun 2010 TENTANG
BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 Tahun 2010 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBERDAYA LOKAL DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang Mengingat : a. bahwa
Lebih terperinci2. Perkembangan penyusunan 36 RUU yang disiapkan DPR : a. RUU yang telah dalam Pembicaraan Tingkat II (Pengambilan Keputusan di Paripurna) :
1 Perkembangan RUU Prolegnas Prioritas Tahun 2010 : 1. Prolegnas Prioritas Tahun 2010 menetapkan 70 RUU dengan perincian 36 RUU disiapkan DPR dan 34 RUU disiapkan pemerintah. Di samping itu, telah diputuskan
Lebih terperinciBAB VIII INDIKASI RENCANA PROGRAM PRIORITAS YANG DISERTAI KEBUTUHAN PENDANAAN
BAB VIII INDIKASI RENCANA PROGRAM PRIORITAS YANG DISERTAI KEBUTUHAN PENDANAAN 8.1 Program Prioritas Pada bab Indikasi rencana program prioritas dalam RPJMD Provinsi Kepulauan Riau ini akan disampaikan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pangan memp&aii kebutuhan dasar manusia paling utama, karena itu pemenuhan pangan mempakan bagian dari hak asasi individu. Pemenuhan pangan juga sangat penting sebagai komponen
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 147, 2001 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4157) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan masyarakat terhadap sumber protein hewani semakin meningkat sejalan dengan perubahan selera, gaya hidup dan peningkatan pendapatan. Karena, selain rasanya
Lebih terperinciSosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya
Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Latar Belakang Permasalahan yang menghadang Upaya pencapaian 10 juta ton surplus beras di tahun 2014 : Alih fungsi lahan sawah
Lebih terperinciGUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI,
GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang Mengingat : a. bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar
Lebih terperinciGUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI,
GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang Mengingat : a. bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar
Lebih terperinciMENUJU KEMANDIRIAN PANGAN 1
MENUJU KEMANDIRIAN PANGAN 1 Ir. Suswono, MM 2 Sudah waktunya kita merekonstruksi paradigma kebijakan pangan nasional dari semula berlandaskan pada paradigma ketahanan pangan menjadi pada kemandirian pangan.
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5360 KESEJAHTERAAN. Pangan. Ketahanan. Ketersediaan. Keamanan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 227) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK
Lebih terperinciREVITALISASI PERTANIAN
REVITALISASI PERTANIAN Pendahuluan 1. Revitalisasi pertanian dan pedesaan, merupakan salah satu strategi yang dipilih oleh Kabinet Indonesia Bersatu dalam upayanya mewujudkan pembangunan masyarakat Indonesia,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa alat dan mesin budidaya tanaman merupakan salah satu
Lebih terperinciPENDAHULUAN. setelah beras. Jagung juga berperan sebagai bahan baku industri pangan dan
PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung merupakan salah satu tanaman pangan yang memiliki peranan strategis dan bernilai ekonomis serta mempunyai peluang untuk dikembangkan. Hal ini disebabkan karena kedudukannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tantangan global di masa mendatang juga akan selalu berkaitan dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan bagian pokok didalam kehidupan dimana dalam kehidupan sehari-hari manusia membutuhkan pemenuhan sandang, pangan, maupun papan yang harus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertumbuhannya meningkat, sementara sektor lain mengalami pertumbuhan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian di Indonesia harus tetap menjadi prioritas utama dari keseluruhan pembangunan ekonomi yang dilakukan pemerintah. Hal ini mengingat bahwa sektor
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN
PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN U M U M Pengembangan budidaya tanaman bertujuan untuk meningkatkan dan memperluas penganekaragaman
Lebih terperinciRANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017
RANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017 PRIORITAS PEMBANGUNAN 2017 Meningkatkan kualitas infrastruktur untuk mendukung pengembangan wilayah
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 99/M-IND/PER/8/2010 TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG KETAHANAN PANGAN
BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat
Lebih terperinciIX. KESIMPULAN DAN SARAN
203 IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Analisis terhadap faktor-faktor yang
Lebih terperinci