B A B II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "B A B II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 B A B II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wilayah Pesisir Definisi Wilayah Pesisir Wilayah pesisir sampai saat ini belum memiliki definisi yang baku. Pembatasan wilayah pesisir secara pasti bergantung pada kondisi fisik, morfologi, ekosistem dan oseanografi wilayah pesisir setempat. Sehingga, batas wilayah pesisir setiap negara dapat berbeda-beda. Meskipun begitu, ada baiknya jika kita menyimak definisi-definisi dari wilayah pesisir yang sudah ada sebagai gambaran umum untuk mendefinisikan wilayah pesisir. Definisi-definisi tersebut dapat dilihat pada Tabel II-1. Tabel II-1 Definisi Wilayah Pesisir Sumber Definisi Wilayah Pesisir Glosari istilah perencanaan dan pengelolaan sumber daya laut dan pesisir, MREP, 1997 [SULASDI, 2007] Suatu kawasan geografi luas dimana bercampur faktorfaktor terestrial dan lautan yang menghasilkan sistemsistem bentuk daratan dan ekologi yang unik Kesepakatan Internasional [Beatley, 1994 dalam SULASDI, 2007] Wilayah peralihan antara lautan dan daratan, ke arah darat mencakup daerah yang masih terkena pengaruh percikan air laut atau pasang surut, dan ke arah laut meliputi daerah paparan benua Soegiharto (1976) [SULASDI, 2007] Pertemuan antara darat dan laut. Ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin. Sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi, dan aliran air tawar, juga yang disebabkan oleh kegiatan manusia seperti penggundulan hutan dan pencemaran II-1

2 2.1.2 Kerusakan Lingkungan Wilayah Pesisir Lingkungan (hidup) didefinisikan sebagai kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi, kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya [UU 23/97, Pasal 1 Ayat 1, dalam Sumardjito, 2007]. Lingkungan dapat diartikan sebagai suatu ekosistem, yaitu suatu sistem yang terdiri atas komponen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi dan membentuk suatu kesatuan yang utuh [Dahuri dkk, 2004; Asdak, 2004]. Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa lingkungan meliputi ekosistem dan sumber daya yang ada di suatu wilayah. Berdasarkan pengertian di atas, maka lingkungan wilayah pesisir dapat didefinisikan sebagai kesatuan segala sumber daya (abiotik) dan makhluk hidup (biotik) yang terdapat di wilayah pesisir. Ekosistem pesisir dapat dibagi menjadi dua, yaitu ekosistem alamiah dan buatan. Ekosistem alamiah wilayah pesisir antara lain adalah mangrove, terumbu karang, estuari, padang lamun, dan pantai. Sedangkan ekosistem buatan antara lain berupa tambak, kawasan permukiman, dan kawasan industri [Dahuri dkk, 2004]. Kerusakan lingkungan wilayah pesisir adalah perubahan kondisi lingkungan wilayah pesisir yang berpengaruh buruk terhadap kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Kerusakan, pada hakikatnya, adalah suatu perubahan, baik yang disebabkan oleh faktor dari dalam maupun luar. Perubahan salinitas perairan pesisir akibat aliran air tawar yang berlebih dari sungai sehingga melewati ambang batas toleransi suatu ekosistem akan mengancam keberlangsungan hidup ekosistem tersebut. Dengan kata lain, telah terjadi kerusakan ekosistem / lingkungan. Jenis-jenis permasalahan dan kerusakan lingkungan wilayah pesisir antara lain: II-2

3 1. Sedimentasi Sedimentasi adalah pengendapan sedimen, baik dari sungai maupun dari laut lepas, dan merupakan suatu proses alamiah yang pasti terjadi di wilayah pesisir. Proses sedimentasi berfungsi konstruktif terhadap wilayah pesisir, yakni membentuk daratan pantai dan dibutuhkan oleh ekosistem pesisir sebagai sumber hara. Namun, apabila kadarnya berlebihan, sedimentasi berdampak bencana dan kerusakan bagi wilayah pesisir, seperti pendangkalan perairan pesisir. Sedimen yang masuk ke wilayah pesisir berpotensi untuk mendangkalkan perairan pesisir, membentuk delta dan tanah-tanah timbul. Terbentuknya delta dan tanah timbul dipengaruhi oleh 3 faktor [De Blij dan Muller, 1996] yaitu : 1. kuantitas dan jenis material sedimen yang dibawa aliran sungai 2. konfigurasi dasar laut yang dekat dengan mulut sungai 3. kekuatan arus dan gelombang laut 2. Banjir Banjir di wilayah pesisir dapat disebabkan oleh pendangkalan sungai, pasang-surut laut, atau kombinasi kedua-duanya. Bila curah hujan tinggi, sungai yang dangkal tidak mampu menampung air hujan, sehingga terjadilah banjir. Kenaikan muka air laut akibat pemanasan global juga berkontribusi dalam menyebabkan banjir di wilayah pesisir. 3. Pencemaran perairan pesisir Pencemaran perairan pantai berakibat buruk bagi wilayah pesisir jika air laut tidak mampu lagi untuk membersihkan dirinya dari bahan-bahan pencemar yang masuk ke perairan pantai. Bahan-bahan pencemar air laut dapat berasal dari darat dan laut. Bahan pencemar dari darat seperti limbah rumah tangga, industri, dan pertanian. Bahan pencemar dari laut seperti tumpahan minyak dari kapal-kapal. Pencemaran perairan pesisir dapat mengakibatkan kerusakan ekosistem dan biota-biota perairan pesisir. II-3

4 4. Degradasi Fisik Habitat Pesisir Wilayah pesisir memiliki keanekaragaman ekosistem dan biota (biodiversity) yang tinggi. Kerusakan ekosistem wilayah pesisir dapat terjadi karena pencemaran perairan pesisir, konversi lahan, dan eksploitasi yang berlebihan oleh manusia, seperti penambangan terumbu karang, dan penebangan hutan mangrove. Berikut ini adalah beberapa contoh kerusakan ekosistem wilayah pesisir : a. Kerusakan hutan mangrove Kerusakan hutan mangrove mengakibatkan penurunan kualitas sumber daya ekosistem mangrove. Hal ini ditunjukkan dengan penurunan luas hutan mangrove di Indonesia. Penurunan luas hutan mangrove disebabkan oleh pemanfaatan yang berlebihan, pencemaran limbah, sedimentasi, dan perubahan pasokan air tawar [Dahuri dkk, 2004]. b. Kerusakan ekosistem terumbu karang Ekosistem terumbu karang, seperti halnya mangrove, juga berfungsi sebagai habitat biota-biota laut dan penahan terjangan ombak dan gelombang laut. Stabilitas ekosistem terumbu karang dipengaruhi oleh intensitas cahaya (kecerahan), temperatur perairan, dan salinitas. Adanya pencemaran perairan, sedimentasi, dan kelebihan air tawar akibat banjir menjadi penyebab kerusakan ekosistem terumbu karang. c. Kerusakan ekosistem padang lamun Ekosistem padang lamun juga berperan sebagai habitat berbagai jenis biota laut. Lamun sangat membutuhkan intensitas cahaya yang tinggi untuk kelangsungan hidupnya, jadi kondisi air yang keruh dapat merusak ekosistem padang lamun. Salinitas, temperatur, dan kualitas air laut juga merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kelestarian ekosistem ini. d. Kerusakan ekosistem rumput laut Rumput laut merupakan makanan utama bagi beragam spesies II-4

5 organisme laut, seperti bulu babi [Dahuri dkk, 2004]. Selain itu, rumput laut bermanfaat sebagai bahan baku industri kosmetika, obat-obatan, dan makanan. Seperti halnya padang lamun, aktivitas kehidupan rumput laut akan terganggu jika perairannya keruh akibat kandungan sedimen yang berlebihan. e. Kerusakan ekosistem estuari Estuari merupakan ekosistem tempat air laut dan air tawar bertemu dan bercampur. Dengan demikian, kondisi lingkungan estuari, khususnya salinitas, sangat fluktuatif, sehingga hanya beberapa spesies organisme saja yang mampu bertahan terhadap perubahan tersebut. Inilah penyebab miskinnya flora dan fauna yang hidup di ekosistem ini [Dahuri, dkk, 2004]. Dengan kata lain, estuari merupakan ekosistem yang sangat rentan terhadap perubahan lingkungan dan mudah rusak. Gambar II-1 Ekosistem dan biota pesisir : (a) padang lamun, (b) mangrove, (c) rumput laut, (d) terumbu karang, (e) populasi ikan 5. Abrasi Abrasi pantai adalah proses mundurnya pantai dari kedudukan semula akibat pengikisan oleh kekuatan arus dan gelombang laut. Kerusakan II-5

6 ekosistem yang berperan sebagai penahan abrasi, seperti mangrove dan terumbu karang, menyebabkan potensi kerusakan akibat abrasi semakin besar. Dampak buruk abrasi dapat mengancam keberlangsungan ekosistem buatan, seperti permukiman, industri, dan budidaya, terlebih yang berada di dekat atau di pinggir pantai. 6. Intrusi air asin Intrusi air asin dari laut adalah masuknya air laut ke darat. Air asin dapat masuk melalui saluran sungai atau merembes melalui tanah. Intrusi air laut melalui sungai disebabkan debit air sungai yang kecil, sedangkan intrusi melalui tanah disebabkan tipisnya cadangan air tanah kawasan pesisir dan hilir akibat pemakaian yang berlebihan. Akibatnya, manusia akan kesulitan dalam mendapatkan sumber air bersih untuk kehidupan sehari-hari mereka. Gambar II-2 Proses intrusi air laut ke sumur-sumur penduduk 7. Eutrofikasi Eutrofikasi adalah pengkayaan perairan dengan nutrien, khususnya nitrogen dan fosfat, yang menyebabkan meningginya populasi alga dan tanaman pada perairan tersebut (blooming alga). Peningkatan jumlah tersebut menyebabkan konsumsi oksigen meningkat, sehingga kandungan oksigen pada kolom air, khususnya dasar perairan, berkurang. Kandungan oksigen yang sedikit menyebabkan terjadinya aktivitas anaerob yang menghasilkan racun berupa metana dan sulfat. Akibatnya, ikan-ikan dan organisme komunitas dasar perairan, seperti terumbu karang, mengalami kematian. Selain itu, berkembangnya jenis alga beracun, seperti dinoflagellata, menyebabkan terjadinya fenomena II-6

7 red tides, yang dapat mematikan ikan-ikan. Gambar II-3 Proses terjadinya eutrofikasi Pengembangan Aspek Ekonomi dan Sosial Masyarakat Pesisir Pengembangan aspek ekonomi dan sosial masyarakat pesisir merupakan komponen dari pembangunan wilayah pesisir dan laut. Perbaikan kualitas hidup masyarakat pesisir merupakan tantangan utamanya. Kualitas hidup yang lebih baik mensyaratkan adanya pendapatan yang tinggi, pendidikan yang baik, peningkatan standar kesehatan dan nutrisi, perbaikan lingkungan hidup, dan pemberantasan kemiskinan [Bank Dunia, 1991 dalam Todaro, 1999]. a. Pengembangan aspek ekonomi masyarakat pesisir Ilmu ekonomi dapat diartikan sebagai ilmu / studi tentang individuindividu dan masyarakat dalam membuat pilihan, dengan atau tanpa menggunakan uang, untuk menghasilkan (produksi) berbagai jenis barang dan jasa dan menyalurkannnya (distribusi) kepada berbagai individu dan golongan masyarakat (konsumen). Proses produksi untuk menghasilkan berbagai produk, baik berupa barang maupun jasa, dilakukan dengan memanfaatkan potensi-potensi sumber daya yang ada [Suryonandono, 2006]. II-7

8 Tabel II-2 Sektor perekonomian wilayah menurut BPS [BPS, 2004] Sektor Isian Primer Pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan Pertambangan dan penggalian Sekunder Industri Pengolahan Listrik dan air bersih Konstruksi Tersier Perdagangan, hotel dan restoran Pengangkutan dan komunikasi Keuangan, persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Tujuan pengembangan ekonomi masyarakat adalah [Todaro, 1999] : 1. kenaikan pendapatan per kapita 2. pengentasan kemiskinan 3. penambahan lapangan kerja Usaha yang dapat dilakukan untuk memenuhi tantangan tersebut bagi masyarakat pesisir adalah dengan melancarkan kegiatankegiatan ekonomi wilayah pesisir, yakni memanfaatkan potensi sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan wilayah pesisir, mentransformasikannya menjadi barang dan jasa, yang akan meningkatkan pendapatan masyarakat pesisir. Kegiatan-kegiatan ekonomi wilayah pesisir dapat dilihat pada Tabel II-3. b. Pengembangan aspek sosial masyarakat pesisir Pengembangan aspek sosial bertujuan untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat dengan menjadikan setiap anggota masyarakat dapat [Todaro, 1999; BPS, 2004]: 1. memenuhi kebutuhan 3. kebebasan menjalankan agama sandang, pangan, dan papan. 4. mengenyam pendidikan yang baik 2. peningkatan standar 5. memenuhi kebutuhan berupa rasa kesehatan aman II-8

9 Tabel II-3 Beberapa kegiatan ekonomi wilayah pesisir Kegiatan Ekonomi Isian Perikanan tangkap Perikanan Budidaya perikanan pantai Tambak udang, Budidaya kepiting, tiram, bandeng kerang mutiara Budidaya Pesisir dan Tambak garam Irigasi dan drainase Pertanian Budidaya rumput laut Sawah pasang surut Kehutanan dan Perkebunan Industri Ringan dan Berat Pertambangan Perhubungan Perdagangan dan Keuangan Pariwisata Sumber : Suryonandono, 2005 Hutan mangrove Perkebunan kelapa Pengolahan ikan dan udang Pengolahan minyak sawit Galangan kapal Penambangan pasir laut, karang Penambangan minyak dan gas bumi Pelabuhan Sarana transportasi darat Pasar Bank TPI Koperasi Renang dan selam Selancar Ecotourism Memancing Pelayaran Permasalahan yang sering terjadi berkenaan dengan masyarakat wilayah pesisir adalah rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat wilayah pesisir. Tingkat kesejahteraan yang rendah tersebut disebabkan oleh rendahnya daya beli masyarakat, yang merupakan sebab sekaligus akibat dari rendahnya tingkat pendidikan dan kesehatan. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat pesisir menyebabkan kurangnya pengetahuan mereka tentang potensi sumber daya pesisir, baik cara pemanfaatannya maupun konservasinya. Hal ini menyebabkan terbatasnya masyarakat pesisir dalam bermata pencaharian dan tidak adanya inovasi untuk meningkatkan pendapatannya melalui diversifikasi usaha kecil dan II-9

10 menengah dengan memanfaatkan potensi sumber daya pesisir [Suryonandono, 2005; Fitria, 2007]. Kondisi kesehatan masyarakat pesisir umumnya juga memprihatinkan. Menurut yang tercantum dalam Atlas Wilayah Pesisir Jawa Barat Bagian Utara, terganggunya kesehatan masyarakat mempengaruhi kinerja dan produktivitas mereka dalam mencari penghasilan dan mendorong adanya pengeluaran uang yang lebih banyak, seperti untuk biaya pengobatan.. Kemiskinan masyarakat pesisir yang membatasi akses mereka kepada sarana kesehatan makin memperburuk keadaan. Masyarakat pesisir pada umumnya kurang memperhatikan kebersihan lingkungan dan kebersihan penggunaan sumber air, sehingga sering terkena penyakit pencernaan dan pernafasan, seperti infeksi saluran pernafasan atas (ISPA), muntaber, dan demam berdarah. Pengembangan aspek sosial dan ekonomi dalam rangka pemberdayaan masyarakat wilayah pesisir memiliki 5 komponen utama. Kelima komponen itu adalah : 1. ekonomi, sosial, budaya, hukum 2. kewilayahan 3. ekosistem 4. daerah aliran sungai 5. oseanografi pantai dan estuari Pengelolaan Daerah Aliran Sungai termasuk ke dalam komponen pembangunan wilayah pesisir disebabkan fungsi sungai sebagai penghubung antara darat dan laut. Segala material hasil aktivitas darat yang masuk ke dalam perairan sungai akan dibawa ke perairan pesisir dan mempengaruhi kondisi lingkungan pesisir, baik yang bersifat konstruktif maupun destruktif. Menurut UNEP, sekitar 80% bahan pencemar yang ditemukan di laut berasal dari kegiatan manusia di daratan [Dahuri, 2004]. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa, melalui aliran sungai, ekosistem pesisir mendapat material-material yang II-10

11 dibutuhkannya, seperti sedimen dan unsur hara. Oleh karena itu, pengkajian tentang DAS dan pengelolaannya sangat dibutuhkan demi terlaksananya pembangunan wilayah pesisir, khususnya pada aspek ekonomi dan sosial Gambar II-4 Pengaruh DAS dalam menyebabkan kerusakan lingkungan wilayah pesisir 2.2 Daerah Aliran Sungai Pengertian Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat berupa pemisah topografis (berupa punggung-punggung bukit dan lembah) dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. [UU no. 7/2004 tentang Sumber Daya Air; SULASDI, 2007]. II-11

12 Gambar II-5 Ilustrasi batas DAS Sungai tidak bisa dipisahkan dari daur hidrologi, karena sungai merupakan alat utama dalam proses tersebut. Daur hidrologi sendiri adalah suatu siklus yang menentukan keberadaan air di bumi. Air merupakan unsur utama yang berperan dalam kehidupan manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan lingkungan. Sehingga, kajian tentang daur hidrologi sangat penting jika dikaitkan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya air untuk keberlangsungan hidup makhluk hidup. Ilustrasi tentang daur hidrologi dilukiskan pada Gambar II-6. Daur hidrologi merupakan suatu siklus yang kompleks, yang terdiri atas beberapa proses. Genangan air di lautan dan di daratan (danau, waduk, rawa) menguap karena adanya radiasi matahari. Proses tersebut dinamakan Evaporasi. Penguapan air tidak hanya terjadi pada daerahdaerah genangan air, melainkan juga air yang dikandung oleh tumbuhtumbuhan. Proses penguapan kandungan air yang ada pada tumbuhtumbuhan disebut Transpirasi. Uap air di atmosfer hasil proses transpirasi dan evaporasi tersebut akan mengalami pergerakan dan mengalir akibat adanya perbedaan tekanan udara. Kemudian, karena proses pendinginan, uap air tersebut akan mengalami perubahan ke fase cair dan terjadilah hujan (Presipitasi) di darat atau di laut. Air hujan yang jatuh di daratan akan mengalami 2 hal : sebagian akan meresap ke dalam tanah melalui proses Infiltrasi, dan selebihnya akan mengalir di permukaan tanah berupa air larian (runoff) dan mengalir menuju sungai. II-12

13 Aliran permukaan ini akan mengalirkan air ke danau-danau atau kembali ke laut (Soewarno,1991). Gambar II-6 Daur Hidrologi ( Unsur-unsur Daerah Aliran Sungai Di dalam DAS terdapat interaksi antara komponen biotik dan abiotik, sehingga DAS merupakan suatu ekosistem. Sebagai suatu sistem, DAS melakukan suatu proses terhadap masukan (input) dan menghasilkan suatu keluaran (output). Dengan demikian, proses yang sedang dan telah terjadi di dalam sistem DAS dapat dievaluasi dengan melihat output dari proses tersebut. Komponen-komponen dalam ekosistem DAS dapat dilihat pada Gambar II-7. II-13

14 Curah Hujan sebagai unsur masukan bagi Daerah Aliran Sungai Topografi Penggunaan Lahan Kondisi Tanah Jaringan Sungai Vegetasi Penutup Tanah Debit Air Sungai Hasil Sedimen Kandungan Zat Pencemar Gambar II-7 Unsur-unsur DAS [Asdak, 2004] Air hujan yang jatuh pada DAS akan mengalami interaksi dengan komponen-komponen ekosistem DAS dan akan menghasilkan keluaran, berupa debit air dan material-material yang terbawa olehnya, seperti sedimen. Besarnya jumlah keluaran sedimen dari DAS adalah bergantung kepada besarnya erosi yang terjadi dalam DAS. Erosi sangat dipengaruhi oleh curah hujan dan komponen-komponen DAS, yaitu vegetasi, tanah, dan aktivitas manusia. Begitu juga dengan besarnya debit air yang dihasilkan. DAS disusun atas unsur-unsur fisis dan biologis yang saling berinteraksi satu sama lain. Secara rinci, unsur-unsur DAS akan diuraikan sebagaimana uraian berikut ini. Curah Hujan Komponen yang menjadi masukan untuk ekosistem DAS adalah curah hujan. Istilah yang lebih umum dari curah hujan adalah Presipitasi. Presipitasi didefinisikan sebagai suatu peristiwa klimatik yang bersifat alamiah, yaitu perubahan bentuk dari uap air di atmosfer menjadi butiran-butiran air berupa curah hujan dan atau salju, sebagai akibat dari II-14

15 proses kondensasi. Presipitasi disebut sebagai peristiwa klimatik alamiah, karena bentuk presipitasi yang terjadi di suatu wilayah dipengaruhi oleh iklim di wilayah tersebut. Bentuk yang dihasilkan dari proses kondensasi ada dua jenis, yakni berupa butiran-butiran air hujan dan salju. Pada daerah beriklim tropis, presipitasi terjadi dalam bentuk curah hujan, sedangkan pada daerah yang beriklim sedang (sub-tropik), presipitasi terjadi dalam bentuk curah hujan dan salju [Asdak, 2004]. Besaran yang menyatakan curah hujan adalah intensitas hujan, dengan satuan mm per satuan waktu. Klasifikasi intensitas hujan dapat dilihat pada Tabel II-4 berikut ini. Tabel II-4 Klasifikasi intensitas hujan harian menurut Departemen Kehutanan Intensitas Hujan (mm / hari) Klasifikasi Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi > 34.8 Sangat Tinggi Jaringan Sungai Sungai dan anak-anak sungai pada suatu DAS membentuk pola jaringan sungai. Pembentukan pola-pola tersebut dipengaruhi oleh struktur geologi. [Lay, 1992]. Pola dan bentuk aliran sungai memperngaruhi potensi erosi, khususnya erosi tebing-tebing sungai. Besaran lain yang menggambarkan DAS yang penting dalam pengelolaan DAS adalah kerapatan sungai yang merupakan perbandingan panjang sungai dengan luas daerah alirannya. Kerapatan sungai merupakan salah satu parameter dalam perkiraan erosi dan hasil sedimen dalam DAS. Kerapatan sungai, secara matematis, dinyatakan sebagai berikut : Panjang Sungai Kerapatan Sungai = Luas DAS II-15

16 Tabel II-5 menyajikan klasifikasi jumlah percabangan sungai untuk mengetahui nilai indeks potensi erosi pada suatu DAS. Nilai tersebut berguna untuk mengetahui tingkat kekritisan suatu DAS. Tabel II-5 Klasifikasi jumlah percabangan sungai [CRC/URI CRMP, 2002] Jumlah Percabangan Sungai Klasifikasi 0 2 Ringan 3 4 Sedang 5 9 Kuat > 10 Sangat Kuat Topografi Pada pengelolaan DAS, faktor topografi merupakan salah satu parameter yang harus diperhatikan. Topografi DAS mempengaruhi unsur-unsur lain yang terkait dengan DAS. Kemiringan dan panjang lereng adalah 2 diantara banyak faktor yang menggambarkan karakteristik topografi suatu DAS, dan karakteristik topografi ini menentukan besarnya kecepatan dan volume aliran air ( air larian ) yang mempengaruhi potensi erosi [Asdak, 2004]. Klasifikasi kemiringan lereng DAS dapat dilihat pada Tabel II-6. Tabel II-6 Klasifikasi kemiringan lereng Departemen Kehutanan Kemiringan ( % ) Klasifikasi 0 8 Datar 8 15 Landai Agak curam Curam > 45 Sangat curam Kondisi Tanah Parameter penting yang terkait dengan karakteristik tanah dalam rangka pengelolaan Daerah Aliran Sungai adalah mudah atau tidaknya tanah II-16

17 tersebut tererosi (erodibilitas tanah). Erodibilitas tanah ditentukan oleh sifat-sifat tanah yang saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain, seperti tekstur, struktur, dan permeabilitas tanah.[asdak, 2004]. Klasifikasi jenis tanah menurut kepekaannya terhadap erosi disajikan di dalam Tabel II-7. Tanah yang peka erosi berarti mudah untuk terkikis (tererosi). Tabel II-7 Contoh kelas-kelas tanah hasil klasifikasi Departemen Kehutanan RI berdasarkan kepekaannya terhadap erosi Jenis Tanah Klasifikasi - Aluvial - Glei - Hidromorf Kelabu - Planosol - Laterik - Hidromorf Tidak Peka Latosol Kurang Peka - Brown Forest - Non calcic Brown - Mediteran Agak Peka - Andosol - Podsol - Podsolic - Grumusol - Laterit Peka - Litosol - Organosol - Regosol Sangat Peka Vegetasi Penutup Tanah Karakteristik dan struktur vegetasi penutup tanah memberikan pengaruh terhadap proses erosi tanah sepanjang DAS. Vegetasi memberikan pengaruh dalam mencegah erosi dengan cara [Asdak, 2004] : 1. melindungi permukaan tanah dari tumbukan air hujan 2. menurunkan volume dan kecepatan air larian 3. menahan partikel-partikel tanah pada tempatnya melalui sistem perakarannya II-17

18 4. mempertahankan kemantapan kapasitas tanah dalam menyerap air Vegetasi yang memiliki karakteristik tajuk (percabangan) yang berlapis dapat membantu menurunkan besarnya erosi yang akan dialami tanah akibat energi kinetik dan diameter air hujan. Struktur penanaman vegetasi dengan merapatkan tumbuhan bawah juga dapat menurunkan besarnya erosi tanah akibat air hujan. Gambar II-8 Kondisi vegetasi penutup tanah : tumbuhan bawah yang rapat (atas), dan sedikit tumbuhan bawah (bawah). Hal ini berpengaruh terhadap terjadinya erosi. [Asdak, 2004] Penggunaan Ruang dan Lahan DAS Daerah Aliran Sungai mencakup sungai beserta anak-anak sungai dan wilayah daratan di sekitarnya, yang memiliki hubungan fungsional antara keduanya, yakni menampung air hujan kemudian mengalirkannya ke sungai atau anak-anak sungai. Dalam wilayah daratan sepanjang DAS terdapat berbagai macam penggunaan lahan, baik alamiah maupun buatan manusia, antara lain : 1. Hutan 2. Pertanian 3. Permukiman 4. Perindustrian 5. Utilitas, seperti transportasi dan pemanfaatan sumber daya air sungai II-18

3.1 Metode Identifikasi

3.1 Metode Identifikasi B A B III IDENTIFIKASI UNSUR-UNSUR DAS PENYEBAB KERUSAKAN KONDISI WILAYAH PESISIR BERKAITAN DENGAN PENGEMBANGAN ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL MASYARAKAT PESISIR 3.1 Metode Identifikasi Identifikasi adalah meneliti,

Lebih terperinci

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir BAB V ANALISIS Bab ini berisi analisis terhadap bahasan-bahasan pada bab-bab sebelumnya, yaitu analisis mengenai komponen-komponen utama dalam pembangunan wilayah pesisir, analisis mengenai pemetaan entitas-entitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan laut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam suatu wilayah pesisir terdapat beragam sistem lingkungan (ekosistem). Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, terumbu karang,

Lebih terperinci

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...)

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...) Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...) Disampaikan pada PELATIHAN PENGELOLAAN DAS (25 November 2013) KERJASAMA : FORUM

Lebih terperinci

BAB IV KEMANFAATAN PEMETAAN ENTITAS ENTITAS EKOSISTEM DALAM PERSPEKTIF PEMBANGUNAN WILAYAH PESISIR

BAB IV KEMANFAATAN PEMETAAN ENTITAS ENTITAS EKOSISTEM DALAM PERSPEKTIF PEMBANGUNAN WILAYAH PESISIR BAB IV KEMANFAATAN PEMETAAN ENTITAS ENTITAS EKOSISTEM DALAM PERSPEKTIF PEMBANGUNAN WILAYAH PESISIR Bab mengenai kemanfaatan pemetaan entitas-entitas ekosistem dalam perspektif pembangunan wilayah pesisir

Lebih terperinci

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL SUKANDAR, IR, MP, IPM (081334773989/cak.kdr@gmail.com) Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Sebagai DaerahPeralihan antara Daratan dan Laut 12 mil laut

Lebih terperinci

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU Zonasi Wilayah Pesisir dan Lautan PESISIR Wilayah pesisir adalah hamparan kering dan ruangan lautan (air dan lahan

Lebih terperinci

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961): 44 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi Sungai Aspek ekologi adalah aspek yang merupakan kondisi seimbang yang unik dan memegang peranan penting dalam konservasi dan tata guna lahan serta pengembangan untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang ± 81.000 km dan luas sekitar 3,1 juta km 2.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hujan adalah jatuhnya air hujan dari atmosfer ke permukaan bumi dalam wujud cair maupun es. Hujan merupakan faktor utama dalam pengendalian daur hidrologi di suatu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut Menurut UU No. 26 tahun 2007, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan fakta fisiknya, Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km (terpanjang

Lebih terperinci

HIDROSFER. Lili Somantri,S.Pd Dosen Jurusan Pendidikan Geografi UPI

HIDROSFER. Lili Somantri,S.Pd Dosen Jurusan Pendidikan Geografi UPI HIDROSFER Lili Somantri,S.Pd Dosen Jurusan Pendidikan Geografi UPI Disampaikan dalam Kegiatan Pendalaman Materi Geografi SMP Bandung, 7 September 2007 Peserta workshop: Guru Geografi SMP Siklus Air Dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia, flora, fauna maupun makhluk hidup yang lain. Makhluk hidup memerlukan air tidak hanya sebagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai dan Permasalahannya Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak

Lebih terperinci

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang memberikan kontribusi produksi perikanan yang sangat besar dan tempat aktivitas manusia paling banyak dilakukan; bahkan menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas garis pantai yang panjang + 81.000 km (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2007), ada beberapa yang

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 6. DINAMIKA HIDROSFERLATIHAN SOAL 6.1. tetap

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 6. DINAMIKA HIDROSFERLATIHAN SOAL 6.1. tetap SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 6. DINAMIKA HIDROSFERLATIHAN SOAL 6.1 1. Keberadaan air yang terdapat di permukaan bumi jumlahnya... tetap semakin berkurang semakin bertambah selalu berubah-ubah

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. 1. BAKOSURTANAL, Pusat Survei Sumber Daya Alam Laut Buku Tahunan. Bogor.

DAFTAR PUSTAKA. 1. BAKOSURTANAL, Pusat Survei Sumber Daya Alam Laut Buku Tahunan. Bogor. DAFTAR PUSTAKA 1. BAKOSURTANAL, Pusat Survei Sumber Daya Alam Laut. 2006. Buku Tahunan. Bogor. 2. Dahuri, Rokhmin. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. PT Gramedia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. misalnya hutan lahan pertanian, pedesaan dan jalan. Dengan demikian DAS

TINJAUAN PUSTAKA. misalnya hutan lahan pertanian, pedesaan dan jalan. Dengan demikian DAS TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai Pada daerah aliran sungai terdapal berbagai macam penggunaan lahan, misalnya hutan lahan pertanian, pedesaan dan jalan. Dengan demikian DAS mempunyai berbagai fungsi

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan sumber air yang dapat dipakai untuk keperluan makhluk hidup. Dalam siklus tersebut, secara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia dan hidup serta tumbuh berkembang

Lebih terperinci

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu BAB I PENDAHULUAN Pembangunan pertanian merupakan bagian integral daripada pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur (Ditjen Tanaman Pangan, 1989). Agar pelaksanaan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 DAFTAR ISI A. SUMBER DAYA ALAM Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 Tabel SD-3 Luas Kawasan Lindung berdasarkan RTRW dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir bukan merupakan pemisah antara perairan lautan dengan daratan, melainkan tempat bertemunya daratan dan perairan lautan, dimana didarat masih dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang secara geografis terletak di antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB II PEMBANGUNAN WILAYAH PESISIR

BAB II PEMBANGUNAN WILAYAH PESISIR BAB II PEMBANGUNAN WILAYAH PESISIR 2.1 Wilayah Pesisir Hakikat pembangunan adalah perubahan total suatu masyarakat atau penyesuaian sistem sosial secara keseluruhan tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan

Lebih terperinci

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLatihan soal 10.4

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLatihan soal 10.4 SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLatihan soal 10.4 1. Penanaman pohon bakau di pinggir pantai berguna untuk mencegah.. Abrasi Erosi Banjir Tanah longsor Jawaban a Sudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan sumber daya alam yang strategis bagi segala pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, seperti sektor pertanian,

Lebih terperinci

B A B IV A N A L I S I S

B A B IV A N A L I S I S B A B IV A N A L I S I S Dalam Oxford Dictionary of Philosophy, kata Analisis (berasal dari kata Analysis) diartikan sebagai : The process of breaking a concept down into more simple parts, so that its

Lebih terperinci

Tema : Ketidaksesuaian Penggunaan Lahan

Tema : Ketidaksesuaian Penggunaan Lahan Tema : Ketidaksesuaian Penggunaan Lahan 3 Nilai Tanah : a. Ricardian Rent (mencakup sifat kualitas dr tanah) b. Locational Rent (mencakup lokasi relatif dr tanah) c. Environmental Rent (mencakup sifat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia diramaikan oleh isu perubahan iklim bumi akibat meningkatnya gas rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang memicu terjadinya perubahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Menurut Mahi (2001 a), sampai saat ini belum ada definisi wilayah pesisir yang

I. PENDAHULUAN. Menurut Mahi (2001 a), sampai saat ini belum ada definisi wilayah pesisir yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Mahi (2001 a), sampai saat ini belum ada definisi wilayah pesisir yang baku. Namun demikian terdapat kesepakatan umum bahwa wilayah pesisir didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Model Genesi dalam Jurnal : Berkala Ilmiah Teknik Keairan Vol. 13. No 3 Juli 2007, ISSN 0854-4549.

BAB I PENDAHULUAN. Model Genesi dalam Jurnal : Berkala Ilmiah Teknik Keairan Vol. 13. No 3 Juli 2007, ISSN 0854-4549. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan pertemuan antara wilayah laut dan wilayah darat, dimana daerah ini merupakan daerah interaksi antara ekosistem darat dan ekosistem laut yang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai lebih dari 8.100 km serta memiliki luas laut sekitar 5,8 juta km2 dan memiliki lebih dari 17.508 pulau, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dapat pulih (seperti minyak bumi dan gas serta mineral atau bahan

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dapat pulih (seperti minyak bumi dan gas serta mineral atau bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan dan keanekaragaman sumberdaya alamnya, baik sumber daya yang dapat pulih (seperti perikanan, hutan mangrove

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia yakni 3,2 juta ha (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau besar mulai dari Sumatera,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Dalam konteksnya sebagai sistem hidrologi, Daerah Aliran Sungai didefinisikan sebagai kawasan yang terletak di atas suatu titik pada suatu sungai yang oleh

Lebih terperinci

dan penggunaan sumber daya alam secara tidak efisien.

dan penggunaan sumber daya alam secara tidak efisien. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan komponen penting bagi proses kehidupan di bumi karena semua organisme hidup membutuhkan air dan merupakan senyawa yang paling berlimpah di dalam sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut di Indonesia memegang peranan penting, karena kawasan ini memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan jasajasa lingkungan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, terutama di pantai berlindung, laguna, dan muara sungai yang tergenang pada saat pasang

Lebih terperinci

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia Mata Pencaharian Penduduk Indonesia Pertanian Perikanan Kehutanan dan Pertambangan Perindustrian, Pariwisata dan Perindustrian Jasa Pertanian merupakan proses untuk menghasilkan bahan pangan, ternak serta

Lebih terperinci

HIDROSFER III. Tujuan Pembelajaran

HIDROSFER III. Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Kelas X Geografi HIDROSFER III Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami jenis sungai berdasarkan formasi batuan dan

Lebih terperinci

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA PERENCANAAN WILAYAH 1 TPL 314-3 SKS DR. Ir. Ken Martina Kasikoen, MT. Kuliah 10 BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA Dalam KEPPRES NO. 57 TAHUN 1989 dan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang PEDOMAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.113, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAHAN. WILAYAH. NASIONAL. Pantai. Batas Sempadan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Proses erosi karena kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Proses erosi karena kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erosi merupakan proses penghancuran dan pengangkutan partikel-partikel tanah oleh tenaga erosi (presipitasi, angin) (Kusumandari, 2011). Erosi secara umum dapat disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air

BAB I PENDAHULUAN. banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis berbentuk kepulauan dengan 17.500 pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km, yang merupakan kawasan tempat tumbuh hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut (Tjardhana dan Purwanto,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti tercantum dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 di dalam

BAB I PENDAHULUAN. seperti tercantum dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 di dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan hidup mempunyai arti penting dalam kehidupan manusia, seperti tercantum dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 di dalam pengertian lingkungan hidup

Lebih terperinci

HIDROSFER & PENCEMARAN AIR

HIDROSFER & PENCEMARAN AIR HIDROSFER & PENCEMARAN AIR Kita tidak mungkin hidup tanpa air; air mutlak diperlukan dalam setiap aspek kehidupan (Kofi Annan, Sekjen PBB). Peran air di alam dan dalam kegiatan manusia sangat kompleks

Lebih terperinci

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL DAFTAR TABEL Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah Menurut Penggunaan lahan Utama Tahun 2009 2011... 2 Tabel SD-1B. Topografi Kota Surabaya...

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut (Triatmodjo, 2008:1).Hidrologi merupakan ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya. Penerapan ilmu hidrologi

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Definisi daerah aliran sungai dapat berbeda-beda menurut pandangan dari berbagai aspek, diantaranya menurut kamus penataan ruang dan wilayah,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu

Lebih terperinci

MATERI KULIAH BIOLOGI FAK.PERTANIAN UPN V JATIM Dr. Ir.K.Srie Marhaeni J,M.Si

MATERI KULIAH BIOLOGI FAK.PERTANIAN UPN V JATIM Dr. Ir.K.Srie Marhaeni J,M.Si MATERI KULIAH BIOLOGI FAK.PERTANIAN UPN V JATIM Dr. Ir.K.Srie Marhaeni J,M.Si Apa yang dimaksud biodiversitas? Keanekaragaman hayati (biodiversitas) adalah : keanekaragaman organisme yang menunjukkan keseluruhan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifat sifatnya dan hubungan dengan lingkungannya terutama

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami banjir. 2. Memahami gelombang pasang.

Lebih terperinci

Komponen Ekosistem Komponen ekosistem ada dua macam, yaitu abiotik dan biotik. hujan, temperatur, sinar matahari, dan penyediaan nutrisi.

Komponen Ekosistem Komponen ekosistem ada dua macam, yaitu abiotik dan biotik. hujan, temperatur, sinar matahari, dan penyediaan nutrisi. MINGGU 3 Pokok Bahasan : Konsep Ekologi 1 Sub Pokok Bahasan : a. Pengertian ekosistem b. Karakteristik ekosistem c. Klasifikasi ekosistem Pengertian Ekosistem Istilah ekosistem merupakan kependekan dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. erosi, tanah atau bagian-bagian tanah pada suatu tempat terkikis dan terangkut

TINJAUAN PUSTAKA. erosi, tanah atau bagian-bagian tanah pada suatu tempat terkikis dan terangkut TINJAUAN PUSTAKA Erosi Erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagianbagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Pada peristiwa erosi, tanah atau bagian-bagian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK DAS Citarum merupakan DAS terpanjang terbesar di Jawa Barat dengan area pengairan meliputi Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Bekasi, Cianjur, Indramayu,

Lebih terperinci

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R Oleh : Andreas Untung Diananto L 2D 099 399 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

TUNTAS/PKBM/1/GA - RG 1 Graha Pustaka

TUNTAS/PKBM/1/GA - RG 1 Graha Pustaka RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN NO: 1 Mata Pelajaran : Geografi Kelas/Semester : XI/1 Materi Pokok : Fenomena Biosfer dan Antroposfer Pertemuan Ke- : 1 dan 2 Alokasi Waktu : 2 x pertemuan (4 x 45 menit)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F14104021 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 1 PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan 29 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan ekosistem laut. Mangrove diketahui mempunyai fungsi ganda

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan tropis di Indonesia meliputi areal seluas 143 juta hektar dengan berbagai tipe dan peruntukan (Murdiyarso dan Satjaprapdja, 1997). Kerusakan hutan (deforestasi) masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai sebuah ekosistem mempunyai berbagai fungsi penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Beberapa fungsi utama dalam ekosistem sumber daya hutan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya lahan merupakan komponen sumberdaya alam yang ketersediaannya sangat terbatas dan secara relatif memiliki luas yang tetap serta sangat bermanfaat

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan hasil kajian Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2001 mengenai perubahan iklim, yaitu perubahan nilai dari unsur-unsur iklim dunia sejak tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan hidup. Oleh karena adanya pengaruh laut dan daratan, dikawasan mangrove terjadi interaksi kompleks

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan Curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu (Arsyad, 2010). Menurut Tjasyono (2004), curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang dibatasi oleh batas batas topografi secara alami sehingga setiap air hujan yang jatuh dalam

Lebih terperinci

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan KERANGKA PEMIKIRAN Dasar teori yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada konsep pembangunan berkelanjutan, yaitu konsep pengelolaan dan konservasi berbasis sumberdaya alam serta orientasi perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam.

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berada pada pertemuan tiga lempeng utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng pasifik. Pertemuan tiga

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Umum Embung merupakan bangunan air yang selama pelaksanaan perencanaan diperlukan berbagai bidang ilmu guna saling mendukung demi kesempurnaan hasil perencanaan. Bidang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut dan hampir sepertiga penduduknya mendiami daerah pesisir pantai yang menggantungkan hidupnya dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sumber daya alam merupakan suatu bentuk kekayaan alam yang pemanfaatannya bersifat terbatas dan berfungsi sebagai penunjang kesejahteraan makhluk hidup khususnya manusia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi 4 TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi Siklus hidrologi merupakan perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut yang terjadi secara terus menerus, air

Lebih terperinci

PERTEMUAN II SIKLUS HIDROLOGI

PERTEMUAN II SIKLUS HIDROLOGI PERTEMUAN II SIKLUS HIDROLOGI SIKLUS HIDROLOGI Siklus Hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfir ke bumi dan kembali ke atmosfir melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sekitar 78 % wilayah Indonesia merupakan perairan sehingga laut dan wilayah pesisir merupakan lingkungan fisik yang mendominasi. Di kawasan pesisir terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. Ekosistem mangrove

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Situasi Wilayah Letak Geografi Secara geografis Kabupaten Tapin terletak antara 2 o 11 40 LS 3 o 11 50 LS dan 114 o 4 27 BT 115 o 3 20 BT. Dengan tinggi dari permukaan laut

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kawasan Pesisir dan Pantai Kawasan pesisir

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kawasan Pesisir dan Pantai Kawasan pesisir 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kawasan Pesisir dan Pantai 2.1.1. Kawasan pesisir Menurut Dahuri (2003b), definisi kawasan pesisir yang biasa digunakan di Indonesia adalah suatu wilayah peralihan antara daratan

Lebih terperinci

KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR

KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR Oleh: TAUFIQURROHMAN L2D 004 355 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2009 KESESUAIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah tipe hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove banyak dijumpai di wilayah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah aliran sungai (DAS) Cilamaya secara geografis terletak pada 107 0 31 107 0 41 BT dan 06 0 12-06 0 44 LS. Sub DAS Cilamaya mempunyai luas sebesar ± 33591.29

Lebih terperinci

KONDISI UMUM BANJARMASIN

KONDISI UMUM BANJARMASIN KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis

Lebih terperinci

Geografi. Kelas X ATMOSFER VII KTSP & K Iklim Junghuhn

Geografi. Kelas X ATMOSFER VII KTSP & K Iklim Junghuhn KTSP & K-13 Kelas X Geografi ATMOSFER VII Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami iklim Junghuhn dan iklim Schmidt Ferguson. 2. Memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya merupakan perairan dan terletak di daerah beriklim tropis. Laut tropis memiliki

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH

PEDOMAN TEKNIS PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH Lampiran I Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor : 2 TAHUN 2011 Tanggal : 4 Pebruari 2011 Tentang : Pedoman Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam Penerbitan Izin Lokasi, Penetapan

Lebih terperinci

Lingkungan hidup alam dan Lingkungan hidup buatan

Lingkungan hidup alam dan Lingkungan hidup buatan Lingkungan hidup alam dan Lingkungan hidup buatan Lingkungan pada umumnya dibagi menjadi faktor-faktor yang bersifat fisik dan biologis. Faktor fisik merupakan faktor lingkungan yang bersifat non biologis

Lebih terperinci

HIDROSFER I. Tujuan Pembelajaran

HIDROSFER I. Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Kelas X Geografi HIDROSFER I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami pengertian hidrosfer dan siklus hidrologi.

Lebih terperinci