Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download ""

Transkripsi

1

2

3 STATISTIK KRIMINAL PAPUA BARAT 2015 Nomor publikasi : ISBN : Katalog BPS : Ukuran Buku Jumlah Halaman : 16,5 x 21 cm : v + 47 Halaman Naskah : Seksi Statistik Ketahanan Sosial Penyuting : Drs. Simon Sapary, M.Sc Gambar Kulit : Seksi Statistik Ketahanan Sosial Diterbitkan Oleh : Badan Pusat Statistik Provinsi Papua Barat

4 KATA PENGANTAR Publikasi Statistik Kriminal Provinsi Papua Barat 2015 ini merupakan edisi ketiga yang menyajikan data dan informasi terkait keamanan dan kriminalitas yang terjadi di Papua Barat. Data dari publikasi ini bersumber dari Polda Papua Barat dan data Statistik Potensi Desa (Podes) 2014 yang diselenggarakan oleh BPS. Data dari Polda menggambarkan situasi keamanan berdasarkan pencatatan kejadian kejahatan yang dilaporkan masyarakat, atau kejadian yang pelakunya ketangkap tangan. Data Podes menggambarkan situasi keamanan di wilayah desa/kelurahan yang bersumber dari aparat desa setempat.untuk data dan informasi dari rumah tangga terkait korban kejahatan tidak ditampilkan karena terbatasnya ketersediaan data dari Kabupaten/Kota. Akhir kata, semoga publikasi ini dapat bermanfaat bagi semua stakeholders dan para perencana dan pengambil keputusan pembangunan di Papua Barat. Pembuatan publikasi ini jauh dari kesempurnaan. Untuk itu saran dan kritik membangun dari pembaca sangat kami harapkan dalam perbaikan publikasi di masa mendatang. Manokwari, 01 November 2016 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Papua Barat Drs. Simon Sapary, M.Sc NIP Statistik Kriminal Papua Barat Tahun 2015 iii

5 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR GAMBAR... v PENDAHULUAN Latar Belakang Maksud dan Tujuan Ruang Lingkup Sistematika Penulisan... 5 METODOLOGI Sumber Data Konsep dan Definisi GAMBARAN UMUM KRIMINALITAS DI PAPUA BARAT Tingkat Perkembangan Kriminalitas Jenis Tindak Kejahatan Fenomena Konflik Massal LAMPIRAN Statistik Kriminal Papua Barat Tahun 2015 iv

6 DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1 Jumlah Tindak Pidana dan Laju Perubahan Jumlah Tindak Pidana di Papua Barat Tahun Gambar 3.2 Jumlah Tindak Pidana Menurut Kabupaten/Kota Gambar 3.3 Persentase Jumlah Tindak Kejahatan Konvesioanal terhadap Gambar 3.4 Gambar 3.5 barang menurut klasifikasi/jenisnya di Papua Barat, Persentase Jumlah Tindak Kejahatan Konvensional Pencurian menurut Klasifikasi/Jenisnya di Papua Barat, 2015 Persentase Jumlah Tindak Kejahatan Konvensional menurut Klasifikasi/Jenisnya di Papua Barat, Gambar 3.6 Persentase Jumlah Tindak Kejahatan Konvensional (2) menurut Klasifikasi/Jenisnya di Papua Barat, Gambar 3.7 Jumlah Desa dengan Kejadian Konflik Masal yang terjadi sepanjang tahun 2014 di Papua Barat Gambar 3.8 Kejadian Konflik Masal menurut inisiator penyelesaian konflik tahun 2014 di Papua Barat Statistik Kriminal Papua Barat Tahun 2015 v

7 Statistik Kriminal Papua Barat Tahun

8 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupuan psikologis, yang tentunya bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan. Kebutuhan dasar manusia menurut Abraham Maslow dalam teori Hirarki, kebutuhan menyatakan bahwa setiap manusia memiliki lima kebutuhan dasar yaitu kebutuhan fisiologis, keamanan, cinta, harga diri, dan aktualisasi diri (Potter dan Patricia, 1997). Beberapa kebutuhan manusia tertentu lebih mendasar daripada kebutuhan lainnya. Oleh karena itu beberapa kebutuhan harus dipenuhi sebelum kebutuhan lainnya. Kebutuhan dasar manusia seperti makan,air, keamanan dan cinta merupakan hal yang penting bagi manusia. Dalam mengaplikasikan kebutuhan dasar manusia tersebut dapat digunakan untuk memahami hubungan antara kebutuhan dasar manusia dalam mengaplikasikan ilmu keperawatan di dunia kesehatan. Besarnya kebutuhan dasar yang terpenuhi menentukan tingkat kesehatan dan posisi pada rentang sehat-sakit. Negara secara jelas menjamin hak masyarakat untuk mendapatkan rasa aman, yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 yang berbunyi.. Pemerintah dan Negara Indonesia yang melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.... Peryataan tersebut telah dijalaskan secara gamblang bahwa rasa aman semua warga negara telah dijamin oleh UUD Rasa aman juga Statistik Kriminal Papua Barat Tahun

9 secara eksplisit tersirat dalam UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusi (HAM) pada pasal 30 yang berbunyi...setiap orang berhak atas rasa aman dan tentram serta perlindungan terhadap ancaman.... Walaupun negara dan pemerintah sudah melindungi dan menjamin kemanan setiap warga negara, tetapi hal tersebut tidak serta merta dapat berdampak langsung dalam memberikan rasa aman bagi warga dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini tercermin dengan kejadian kriminal yang sekarang marak menjadi pembicaraan di media. Perkembangan tingkat kriminal itu sendiri sangatlah sulit untuk diukur. Kecenderungan penilaian tentang rasa aman itu sendiri lebih mengarah kepada hal-hal negatif, seperti jumlah kejadian kejahatan di suatu daerah dengan indikasi apabila angka jumlah kejahatan meningkat, artinya tingkat keamanan di daerah tersebut menjadi buruk atau masyarakat daerah tersebut merasa semakin tidak aman. Keamanan merupakan salah satu faktor yang tak terpisahkan dari proses pembangunan di Papua Barat yang sedang berlangsung saat ini. Pemerintah Daerah hendaknya dapat lebih apresiatif dalam melihat tingkat keamanan yang secara langsung mempengaruhi pembangunan di Papua Barat. Apabila tercipata kondisi yang aman dan kondusif, maka secara langsung akan mempengaruhi keberhasilan pembangunan yang ditargetkan, serta warga akan melaksanakan aktifitas ekonomi dengan baik dan terbebas dari rasa takut. Statistik Kriminal Papua Barat Tahun

10 1.2 Maksud dan Tujuan 1.3 Ruang Lingkup Pengukuran tingkat keamanan sebagimana telah disebutkan sebelumnya bahwa sangat luas dan dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial ekonomi dan faktor lainnya. Penulisan Publikasi Statistik Kriminal Papua Barat 2015 ini untuk memperoleh suatu gambaran tingkat keamanan yang berkesinambungan. Dengan adanya publikasi ini ketersediaan data kemanan yang berkesinambungan tersebut dapat dipakai sebagai alat ukur pembangunan serta analisis sektoral bidang keamanan di Papua Barat dalam kurun waktu yang dimaksud. Secara garis besar tujuan pembuatan publikasi ini adalah untuk mendapatkan gambaran secara makro tentang situasi keamanan di Papua Barat dalam kurun tiga tahun terakhir, dan secara eksplisit menjelaskan tentang jenis kejahatan serta kejadian perkelahian massal yang terjadi di Papua Barat selama kurun waktu dimaksud. Publikasi Statistik Kriminal Papua Barat ini menyajikan data dan informasi tentang kejadian kejahatan, korban kejahatan yang terjadi di Papua Barat untuk tingkat kabupaten/kota selama tiga tahun terakhir. Ketersediaan data dan indikator kejadian kejahatan, jenis kejahatan dan korban kejahatan disajikan tahun Publikasi tahun 2015 berbeda dengan tahun sebelumnya karena sumber data yang dipakai dari Polda Papua Barat, sedangakan data tahun merupakan data yang bersumber dari Kepolisian resort (Polres) kabupaten/kota. Untuk data kejadian perkelahian masal dan upaya warga menjaga keamanan disajikan tahun 2014 yang bersumber dari PODES Statistik Kriminal Papua Barat Tahun

11 1.4 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan publikasi ini terdiri dari empat bagian yang terdiri dari Bab 1 yang menjelaskan tentang latar belakang, maksud dan tujuan penyusunan publikasi, ruang lingkup serta sistematika penulisan publikasi. Bab 2 metodologi yang menyajikan tentang sumber data dan konsep dan definisi yang dipakai dalam publikasi ini. Bab 3 menyajikan tentang perkembangan kriminal di Papua Barat yang meliputi banyaknya kejadian kejahatan, jenis-jenis tindak kejahatan serta korban kejahatan yang terjadi selam tiga tahun terakhir, serta informasi tentang perkelahian masal yang terjadi tahun 2014, dan pada bagian keempat menyajikan tentang upaya yang dilakukan warga untuk menjaga keamanan. Statistik Kriminal Papua Barat Tahun

12 Statistik Kriminal Papua Barat Tahun

13 BAB II M E T O D O L O G I 2.1 Sumber Data Data yang disajikan dalam publikasi ini diperoleh dari beberapa sumber diantaranya : 1. Polda Papua Barat, Polres/Polresta di Papua Barat yang mencakup data jumlah kejadian kejahatan, jenis kejahatan, serta pelaku kejahatan yang bersumber dari data Survei Statistik POLKAM tahun Data jenis dan jumlah kejadian konflik massal yang diolah dari raw data Podes 2014 Survei Statistik Politik dan Keamanan (Polkam) Survei Statistik Politik dan Kemanan (POLKAM) merupakan survei rutin yang diselenggarakan oleh BPS setiap tahun, dengan mengumpulkan data-data terkait politik dan keamanan. Responden/ sumber data dari survei POLKAM ini adalah instansi terkait yang antara lain mencakup Pemerintah Daerah (Pemda), Sekertaris Dewan (Setwan), Kepolisian, KPU, Kejaksaan dan Pengadilan Negeri (PN). Untuk penyusunan Publikasi Statistik Kriminal Papua Barat 2011 hanya diambil data yang bersumber dari Kepolisian level kabupaten/kota yang mencakup karakteristik kejadian tindak kejahatan, pelaku kejahatan dan jumlah kerugian akibat tindak kejahatan. Statistik Kriminal Papua Barat Tahun

14 Statistik Potensi Desa (Podes) 2011 Data Statistik Potensi Desa (Podes) merupakan satu-satunya data kewilayahan yang dikumpulkan BPS. Pendataan Podes dilakukan di seluruh desa/kelurahan di wilayah negara kesatuan Republik Indonesia, termasuk desa persiapan, desa definitif, Satuan Pemukiman Transmigrasi (SPT), Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) dan Satuan Pemukiman Masyarakat Terasing (SPMT). Respoden untuk pendataan Podes adalah Kepala Desa/Lurah atau aparat desa/kelurahan lainnya dan nara sumber lainnya, seperti petugas kesehatan yang bertugas di desa/kelurahan (dokter puskesmas/bidan desa), guru/kepala sekolah, petugas penyuluh pertanian (PPL) dan petugas lapangan Keluarga Berencana (PLKB). Salah satu fungsi pendataan Podes adalah menyajikan data atau informasi tentang desa/kelurahan untuk memenuhi keperluan perencanaan kegiatan sensus. Data atau informasi tersebut antara lain adalah tentang luas wilayah, jumlah RW, jumlah RT dan satuan lingkungan setempat (SLS) yang merupakan bagian wilayah desa/ kelurahan beserta batas-batas wilayahnya, keadaan geografis, keadaan topografis, jumlah dan struktur penduduk, dan struktur perekonomian. Sejalan dengan fungsinya tersebut, pelaksanaan pendataan Podes biasanya dilakukan menjelang penyelenggaraan suatu sensus. Data yang dikumpulkan dalam Podes juga mencakup data tentang jenis dan jumlah fasilitas umum yang ada desa/kelurahan, baik fasilitas sosial seperti posyandu, puskesmas, sekolah, mesjid, gereja Statistik Kriminal Papua Barat Tahun

15 dan tempat ibadat lainnya, maupun fasilitas ekonomi seperti pasar, pertokoan, super market, KUD, sarana transportasi, Bank dan lembaga keuangan/perkreditan lainnya. Pendataan Podes juga mencakup pengumpulan data tentang jenis dan jumlah kejadian-kejadian penting yang sedang atau pernah terjadi di desa, seperti jenis dan jumlah bencana alam, wabah penyakit, kejadian kejahatan dan konflik massal, baik antar warga desa maupun antar desa. Statistik Kriminal Papua Barat Tahun

16 2.2 Konsep dan Definisi Sesuai dengan jenis data yang digunakan dalam penyusunan publikasi ini serta jenis sumber data yang menghasilkan data tersebut, konsep dan definisi serta terminologi dari berbagai variabel atau karakteristik yang digunakan dalam publikasi ini juga merujuk pada konsep dan definisi serta terminologi yang digunakan oleh sumber data yang bersangkutan. Sejalan dengan itu, penjelasan mengenai konsep dan definisi pada bagian ini akan diuraikan sesuai dengan urutan sumber data Konsep-Konsep Kriminalitas Dalam Laporan Data Kriminalitas A. Peristiwa Kejahatan (Kriminalitas)/Pelanggaran a. Tindak kejahatan/kriminalitas atau pelanggaran merupakan perbuatan seseorang yang dapat diancam hukuman berdasarkan KUHP atau Undang-Undang serta peraturan lainnya yang berlaku di Indonesia. b. Peristiwa yang dilaporkan ialah setiap peristiwa yang dilaporkan masyarakat pada Polri, atau peristiwa dimana pelakunya tertangkap tangan oleh kepolisian. Laporan masyarakat ini akan dicatat dan ditindak-lanjuti oleh Polri jika dikategorikan memiliki cukup bukti. c. Peristiwa yang diselesaikan oleh kepolisian, adalah : Peristiwa yang berkas perkaranya sudah siap atau telah diserahkan kepada jaksa. Dalam hal delik aduan, pengaduannya dicabut dalam tenggang waktu yang telah ditentukan menurut undang-undang Statistik Kriminal Papua Barat Tahun

17 Peristiwa yang telah diselesaikan oleh kepolisian berdasarkan azaz Plichmatigheid. Peristiwa yang tidak termasuk kompetensi Kepolisian. Peristiwa yang tersangkanya meninggal dunia. Peristiwa yang telah kadaluwarsa. B. Pelaku Kejahatan a. Pelaku Kejahatan adalah : Orang yang melakukan kejahatan. Orang yang turut melakukan kejahatan. Orang yang menyuruh melakukan kejahatan. Orang yang membujuk orang lain untuk melakukan kejahatan. Orang yang membantu untuk melakukan kejahatan. b. Klasifikasi pelaku kejahatan menurut umur : Anak-anak adalah orang yang berumur kurang dari 16 tahun. Dewasa adalah orang yang berumur 16 tahun dan lebih. Umum adalah anak-anak dan dewasa. C. Tahanan Tahanan adalah tersangka pelaku tindak kejahatan/pelanggaran yang ditahan oleh pihak kepolisian sebelum diteruskan kepada Kejaksaan atau masih dalam proses pengusutan lebih lanjut. Lamanya ditahan kurang dari 20 hari. Statistik Kriminal Papua Barat Tahun

18 D. Kerugian Kerugian adalah hilang, rusak atau musnahnya harta benda yang ditimbulkan akibat dari suatu peristiwa kejahatan/pelanggaran dan tidak termasuk korban jiwa atau badan. E. Korban Korban kejahatan adalah seseorang atau harta bendanya yang selama setahun terakhir mengalami atau terkena tindak kejahatan atau usaha /percobaan tindak kejahatan Konsep-Konsep Kriminalitas Dalam Susenas dan Podes A. Kejahatan/ Kriminalitas Konsep dan definisi kejahatan yang digunakan dalam Susenas dan Podes pada dasarnya merujuk pada konsep kejahatan yang digunakan oleh Polri maupun KUHP. Namun, karena konsep ini ditanyakan pada responden yang umumnya awam tentang hukum, pengertian tentang konsep kejahatan ini lebih didasarkan pada pengakuan, pemahaman dan persepsi responden tanpa melihat lagi aspek hukumnya. Sejalan dengan itu, jenis-jenis tindak kejahatan yang dicakup Susenas atau Podes lebih terfokus pada jenis kejahatan yang dikenal masyarakat, misalnya perampokan untuk menggantikan konsep pencurian dengan kekerasan yang biasa digunakan Polri. Statistik Kriminal Papua Barat Tahun

19 B. Korban Kejahatan Konsep korban kejahatan dalam Susenas adalah korban/ sasaran dari tindak kejahatan yang terjadi dalam rentang waktu selama setahun yang lalu. Korban kejahatan dalam Susenas dikelompokkan menjadi dua klasifikasi, yaitu rumah tangga dan individu. Penentuan kriteria korban kejahatan ini hanya berdasarkan pada pengakuan responden tanpa melihat lagi aspek hukumnya. Rumah tangga korban kejahatan adalah rumah tangga yang selama setahun lalu pernah mengalami kejadian atau usaha/percobaan tindak kejahatan yang sasarannya adalah harta atau kekayaan milik rumah tangga, misalnya pencurian televisi milik rumah tangga, pencurian ternak, termasuk pembunuhan terhadap salah satu anggota rumah tangga. Individu dikatakan sebagai korban kejahatan jika individu yang bersangkutan selama setahun yang lalu pernah mengalami kejadian atau usaha/percobaan tindak kejahatan. C. Konflik Massal Konsep konflik massal yang digunakan dalam Podes merujuk pada konflik fisik berupa perkelahian massal yang terjadi dalam satu wilayah desa/kelurahan yang meliputi: Perkelahian antar kelompok warga adalah perkelahian antara kelompok warga dengan kelompok warga yang lain dalam satu desa/kelurahan/nagari. Statistik Kriminal Papua Barat Tahun

20 2.3 Penjelasan Teknis Perkelahian warga antar desa/kelurahan adalah perkelahian antara warga desa/kelurahan/nagari dengan warga desa/ kelurahan/ nagari lainnya. Perkelahian warga dengan aparat keamanan adalah perkelahian antara warga desa/kelurahan/nagari dengan aparat keamanan. Perkelahian warga dengan aparat pemerintah adalah perkelahian antara warga desa/kelurahan/nagari dengan aparat pemerintah. Perkelahian antar pelajar/mahasiswa adalah perkelahian antar pelajar suatu sekolah dengan pelajar sekolah lain. Perkelahian antar suku/etnis adalah perkelahian antar suku/ etnis yang terjadi di desa/kelurahan/nagari. Perkelahian Lainnya adalah perkelahian antar warga dengan pelajar/mahasiswa, perkelahian antar agama, perkelahian antar aparat keamanan dan sebagainya. Angka Indeks Kejahatan ( It ) Jumlah peristiwa kejahatan pada tahun t It = Jumlah peristiwa kejahatan pada tahun t0 X Angka kejahatan per Penduduk (Crime Rate) = Jumlah peristiwa kejahatan pada tahun t Jumlah penduduk X Statistik Kriminal Papua Barat Tahun

21 3. Skala waktu kejahatan tahun t (Crime clock) = 365 x 24 x 60 x 60 Jumlah peristiwa kejahatan tahun t X (Detik) 4. Persentase penyelesaian Peristiwa Kejahatan (Crime clearence) = Jumlah peristiwa kejahatan yang diselesaikan Jumlah peristiwa kejahatan yang dilaporkan X 100 (%) Statistik Kriminal Papua Barat Tahun

22 Statistik Kriminal Papua Barat Tahun

23 3.1 Tingkat Perkembangan Kriminaliitas BAB III GAMBARAN UMUM KRIMINALITAS DI PAPUA BARAT TAHUN 2015 Perkembangan kriminalitas di Papua Barat tahun cukup berfluktuatif. Kondisi criminal tahun Hal ini ditunjukan dengan jumlah tindak pidana yang meningkat tiap tahunnya. Dalam kurun waktu empat tahun terakhir (tahun ), laju perubahan jumlah kejadian tindak pidana di Papua Barat meningkat sebesar 23,95 persen. Kondisi tingkat kriminal tahun 2015 dengan total kasus sebanyak kasus adalah cermin keadaan keamanan yang tidak stabil. Tahun 2014 jumlah kasus meningkat 242. Kondisi memprihatinkan yaitu kurun waktu tiga tahun terakhir ( ) jumlah kasus kriminal selalu diatas 2000 kasus. Gambar 3.1 Jumlah Tindak Pidana di Papua Barat Tahun Sumber : Polda Papua Barat, Polres/Polresta Se-Papua Barat Statistik Kriminal Papua Barat Tahun

24 Jumlah tindak kejahtan tahun 2015 dirinci menurut Kabupaten/Kota seperti yang diperlihatkan pada gambar 3.2 berikut ini menunjukan suatu keprihatinan. Gambar 3.2 Jumlah Tindak Pidana Menurut Kabupaten/Kota 2015 Sumber : Polda Papua Barat Kabupaten Manokwari sebagai ibukota Provinsi Papua barat justru memiliki tingkat kejahatan tertinggi di Papua Barat dengan total kasus sebanyak 575 kasus. Kota Sorong dengan kepadatan penduduk tertinggi kedua di Papua Barat memiliki jumlah tingkat kriminal yang sama dengan Kabupaten manokwari dengan jumlah kasus kejahatan sebanyak 555 Kasus. Kendati demikian Kota Sorong berhasil menekan laju jumlah tindak kejahatan di tahun 2015 cukup signifikan jika dibandingkan dengan tahun 2014 dengan jumlah kasus 919 kasus. Kabupaten Teluk bintuni memiliki jumlah kasus terkecil se-papua Barat dengan total 89 kasus. Statistik Kriminal Papua Barat Tahun

25 3.2 Jenis Tindak Kejahatan Bentuk/jenis tindak kejahatan diklasifikasi menjadi 6 yakni kejahatan konvensional, kejahatan transnasional, kejahatan kekayaan negara, kejahatan kontijensi, gangguan dan bencana alam/non alam. Data Polda Papua Barat tahun 2015 menyebutkan tingkat kejahatan tertinggi yaitu kejahatan konvensional dengan jumlah kasus mencapai kasus atau 98,95 persen total kasus kejahatan selama tahun Jumlah kasus transnasional sebanyak 7 kasus, 16 kasus kekayaan Negara dan 1 kasus kejahatan kontijensi. Kejahatan Konvensional Kejahatan konvensional memiliki ciri-cir seperti tidak ada penggunaan Teknoogi Informasi secara langsung, alat bukti berupa bukti fisik ( terbatas menurut pasal 184 KUHAP ), pelaku dan korban biasanya berada dalam satu tempat, pelaksanaan penyidikan melibatkan laboratorium computer, proses penyidikan dilakukan di dunianyata, tidak ada penanganan komputer sebagai TKP dan dalam proses persidangan, keterangan ahli tidak menggunakan ahli TI. Jenis-jenis kejahatan konvensional berupa penganiayaan, pencurian, penipuan, penggelapan, KDRT, pembunuhan dll. Jenis kejahatan konvensional di Papua Barat tahun 2015 tercatat sebanyak 399 kasus pencurian dengan pemberatan, pengeroyokan sebanyak 269 kasus, pencurian biasa 260 kasus, penganiayaan berat 195 kasus, penipuan 163 kasus, pencurian dengan kekerasan sebanyak 135 kasus. Statistik Kriminal Papua Barat Tahun

26 Gambar 3.3 Persentase Jumlah Tindak Kejahatan Konvesioanal terhadap barang menurut klasifikasi/jenisnya di Papua Barat, 2015 Sumber : Polda Papua Barat Jika dikelompokan menurut jenisnya, kejahatan konvensional tertinngi adalah jenis kejahatan pencurian (36,24%). Berikutnya kejahatan terhadap fisik manusia sebesar 26,36 persen. Setengah dari kasus pencurian di Papua Barat adalah pencurian dengan pemberatan. Kasus pencurian dengan kekerasan sekitar 16,50 persen dan pencurian biasa sebesar 31,78 persen. Gambar 3.4 Persentase Jumlah Tindak Kejahatan Konvensional Pencurian menurut Klasifikasi/ Jenisnya di Papua Barat, 2015 Sumber : Polda Papua Barat Statistik Kriminal Papua Barat Tahun

27 Gambar 3.5 Persentase Jumlah Tindak Kejahatan Konvensional menurut Klasifikasi/ Jenisnya di Papua Barat, 2015 Sumber : Polda Papua Barat Tindak kejahatan berikutnya yaitu tekait barang. Jenis tindakan kejahatan penipuan/perbuatan curang memiliki jumlah kasus tertinggi sekitar 41,58 persen dan berikutnya adalah kasus penggelapan (26,53%). 2. Kejahatan Transnasional Tindak kejahatan transnasional yang terjadi di Papua Barat selama tahun 2015 sebanyak 7 kasus yang terdiri dari 3 kasus Perdagangan manusia (Traffic in person) dan kasus transnasional lainnya sebanyak 4 kasus. Statistik Kriminal Papua Barat Tahun

28 3. Kejahatan terhadap harta kekayaan negara Jumlah kasus kejahatan terhadap kekayaan negara selama tahun 2015 di Papua Barat sebanyak 16 kasus kejahatan. Adapun jumlah kejahatan Terbanyak yaitu kasus imigrasi (8 kasus), kasus BBM illegal (6 kasus), kasus penyeludupan 1 kasus dan 1 kasus lagi terkait pajak. 4. Kejahatan Kontinjensi Kejahatan Kontinjensi selama tahun 2015 hanya berjumlah 1 kasus yaitu kasus perkelahian antar pelajar/mahasiswa. Gambar 3.6 Persentase Jumlah Tindak Kejahatan Konvensional (2) menurut Klasifikasi/Jenisnya di Papua Barat, 2015 Sumber : Polda Papua Barat Statistik Kriminal Papua Barat Tahun

29 3.3 Fenomena Konflik Massal Tahun 2014 Lingkungan aman adalah dambaan semua masyarakat Indonesia. Tetapi ternyata keadaan aman yang diidamkan belum terpenuhi sepenuhnya. Salah satu ancaman yang sering terjadi adalah konflik yang muncul di lingkungan rumah tangga. Perkelahian antar warga masih terjadi, perkelahian pelajar sering kita lihat, pertentangan antar suku masih terjadi dan yang paling sering dilihat adalah bentrok warga dengan aparat penegak hukum. Konflik yang muncul di masayarakat bisa diukur dari statistik konflik yang bisa dikeluarkan dari sensus desa POTENSI DESA (Podes) yang dilakukan BPS. Data terakhir diukur pada tahun Gambar 3.7 Jumlah Desa dengan Kejadian Konflik Masal yang terjadi sepanjang tahun 2014 di Papua Barat Sumber : Podes 2014 Secara keseluruhan, terdapat 59 desa/kelurahan (3,37%) total desa/ kelurahan di Papua Barat yang pernah terjadi konflik di masyarakatnya. Statistik Kriminal Papua Barat Tahun

30 yang terjadi sepanjang tahun Kabupaten teluk Wondama dan Kabupaten Sorong Selatan adalah wilayah dengan jumlah desa dengan kejadian konflik masal terbanyak se-papua Barat. Dari 75 desa yang mengalami konflik masal, persentase penyelesaian konflik sebesar 97,96 persen terselesaikan dan 2,04 persen tidak dapat terselesaikan. Hal ini mengindikasikan bahwa modal sosial dalam masyarakat perlu ditanamkan lebih baik lagi, sehingga penyelesaian masalah atau konflik dalam masyarakat dapat terselesaikan dan tidak berbuntut panjang. Untuk inisiator yang aktif dalam menyelesaikan masalah,persentase terbanyak adalah tokoh masyarakat (38,54 persen) dan aparat keamanan (27,08 persen). Hal ini mengindikasikan bahwa konflik masal yang terjadi dapat terselesaikan dengan cepat apabila tokoh masyarakat atau tokoh agama yang menyelesaikan konflik. Gambar 3.8 Jumlah Desa dengan Kejadian Konflik Masal menurut inisiator penyelesaian konflik tahun 2014 di Papua Barat Sumber : Podes 2014 Statistik Kriminal Papua Barat Tahun

31 Tabel 1. Jumlah Tindak Pidana (Crime Total) di Papua Barat Tahun Kabupaten/Kota (1) (2) (3) (4) Fakfak Kaimana Teluk Wondama Teluk Bintuni Manokwari Sorong Selatan Sorong Raja Ampat Kota Sorong Papua Barat Sumber : Polres/Polresta Se-Papua Barat Catatan : Data Tahun 2015 bersumber dari POLDA Papua Barat Statistik Kriminal Papua Barat Tahun

32 Tabel 2. Jumlah Tindak Kejahatan yang Diselesaikan di Papua Barat Tahun Kabupaten/Kota (1) (2) (3) (4) Fakfak Kaimana Teluk Wondama Teluk Bintuni Manokwari Sorong Selatan Sorong Raja Ampat Kota Sorong Papua Barat 1,619 1, Sumber : Polres/Polresta Se-Papua Barat Catatan : Data Tahun 2015 bersumber dari POLDA Papua Barat Statistik Kriminal Papua Barat Tahun

33 Tabel 3. Persentase Penyelesaian Tindak Kejahatan (Clearence Rate) di Papua Barat Tahun Kabupaten/Kota (1) (2) (3) (4) Fakfak Kaimana Teluk Wondama Teluk Bintuni Manokwari Sorong Selatan Sorong Raja Ampat Kota Sorong Papua Barat ,36 Sumber : Polres/Polresta Se-Papua Barat Catatan : Data Tahun 2015 bersumber dari POLDA Papua Barat Statistik Kriminal Papua Barat Tahun

34 Tabel 4. Selang Waktu Terjadinya Tindak Kejahatan (Crime clock) di Papua Barat Tahun Kabupaten/Kota (1) (2) (3) Fakfak Kaimana Teluk Wondama Teluk Bintuni '06" - Manokwari Sorong Selatan Sorong Raja Ampat Kota Sorong Papua Barat - - Sumber : Polres/Polresta Se-Papua Barat Catatan : Data Tahun 2015 bersumber dari POLDA Papua Barat Statistik Kriminal Papua Barat Tahun

35 Tabel 5. Resiko Penduduk Terkena Tindak Kejahatan (Crime Rate) per penduduk Tahun Kabupaten/Kota (1) (2) (3) Fakfak Kaimana Teluk Wondama Teluk Bintuni Manokwari Sorong Selatan Sorong Raja Ampat Kota Sorong Papua Barat - - Sumber : Polres/Polresta Se-Papua Barat Catatan : Data Tahun 2015 bersumber dari POLDA Papua Barat Statistik Kriminal Papua Barat Tahun

36 Tabel 6. Jumlah Kejahatan Konvensional menurut jenisnya di Papua Barat Tahun 2015 Jenis Kejahatan Jumlah Tindak Kejahatan (1) (2) TERHADAP KETERTIBAN UMUM / PENGEROYOKAN 269 MEMBAHAYAKAN KEAMANAN UMUM 0 SENGAJA MENIMBULKAN KEBAKARAN KARENA ALPA MENIMBULKAN KEBAKARAN 9 MEMBERI SUAP 1 SUMPAH PALSU DAN KETERANGAN PALSU 0 PEMALSUAN MATERAI 0 PEMALSUAN SURAT 13 PERJINAHAN 36 PERKOSAAN 22 PERMAINAN JUDI 17 PENGHINAAN 43 PENCULIKAN 5 PERBUATAN YANG TDK. MENYENANGKAN 36 KEJAHATAN TERHADAP JIWA ORANG/PEMBUNUHAN 1 PENGANIAYAAN BIASA 0 0 Sumber : Polda Papua Barat Papua Barat 452 Statistik Kriminal Papua Barat Tahun

37 Lanjutan Tabel 6. Jenis Kejahatan Jumlah Tindak Kejahatan (1) (2) PENGANIAYAAN RINGAN 0 PENGANIAYAAN BERAT 195 MENGAKIBATKAN ORANG MATI / LAKA LANTAS MENGAKIBATKAN ORANG LUKA / LAKA LANTAS 18 PENCURIAN BIASA 260 PENCURIAN DG PEMBERATAN 399 PENCURIAN RINGAN 24 PENCURIAN DENGAN KEKERASAN 135 PEMERASAN DAN PENGANCAMAN 20 PENGGELAPAN 104 PENIPUAN/PERBUATAN CURANG 163 MENGHANCURKAN ATAU MERUSAK BARANG 77 MENERIMA SUAP 2 PENADAHAN 9 UUPA 72 KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA 72 PENYALAHGUNAAN SENJATA API/BAHAN PELEDAK 8 KEJAHATAN NARKOTIKA (DLM.NEGERI/LOKAL) 8 15 Sumber : Polda Papua Barat Papua Barat Statistik Kriminal Papua Barat Tahun

38 Lanjutan Tabel 6. Jenis Kejahatan Jumlah Tindak Kejahatan (1) (2) KEJAHATAN PSIKOTROPIKA (DLM.NEGERI/LOKAL) 4 TERORISME (DLM.NEGERI/LOKAL) 0 PERAMPOKAN/PEMBAJAKAN (DLM.NEGERI/LOKAL) PERDAGANGAN MANUSIA ATAU TRAFFICKING IN PERSON 0 MELARIKAN PEREMPUAN / GADIS 10 HKI 0 PENCUCIAN UANG/MONEY LAUNDRY (DLM.NEG/LOKAL) 0 KEJAHATAN DUNIA MAYA/CYBERCRIME (DLM.NEG/LOKAL) 0 KEJAHATAN PASAR MODAL 0 CURANMOR R2 56 CURANMOR R4 0 CURAS SENPI 1 CURAS SAJAM 2 OBAT KERAS 0 PEMILIKAN SENPI ILEGAL / HANDAK / SAJAM 0 THDP KAM NEGARA 0 THDP PRES/WA 0 UANG PALSU 0 0 Sumber : Polda Papua Barat Papua Barat 73 Statistik Kriminal Papua Barat Tahun

39 Lanjutan Tabel 6. Jenis Kejahatan Jumlah Tindak Kejahatan (1) (2) MENELANTARKAN ORG YG MENJADI TANGGUNG JWBNYA 0 HAN BERBAHAYA 0 PENYELUNDUPAN PERBANKAN 1 P O A 0 PROD & DAGANG 0 SARA 1 CURWAT TLP 0 CURI KAYU 0 PEMBAJAKAN 0 KENAKALAN RMJ 0 KARA KONEKSITAS 0 LAKA KA 0 LAKA LAUT 0 LAKA UDARA 0 ABORSI 3 MIRAS 1 THDP NEG SHBT KEPALA SHBT & WKLNYA 0 1 Sumber : Polda Papua Barat Papua Barat 7 Statistik Kriminal Papua Barat Tahun

40 Lanjutan Tabel 6. Jenis Kejahatan Jumlah Tindak Kejahatan (1) (2) THDP KEWJBAN DAN HAK KENEGARAAN 0 THDP ASAL USUL DAN PERKAWINAN 8 MERSK, GAR KESOPANAN/KESSLAAN DI MK UMUM PENCURIAN DLM LINGKUNGAN KELUARGA 0 MERUGIKAN PEMIUTANG/ORG YG BERHAK 0 PENYEROBOTAN TANAH 19 PENERBITAN DAN PERCETAKAN 0 LAKA LANTAS (TANPA KORBAN MANUSIA) 0 LAKA LANTAS KORBAN MATI 2 LAKA KERETA API KORBAN MATI 0 LAKA LAUT KORBAN MATI 108 LAKA UDARA KORBAN MATI 0 LEDAKAN BOM 0 PENGANCAMAN 0 KEJAHATAN KONVENSIONAL LAINNYA 0 PREMANISME 0 GUL POK ANARKIS 0 GUL POK RADIKAL 0 0 Sumber : Polda Papua Barat Papua Barat 138 Statistik Kriminal Papua Barat Tahun

41 Lanjutan Tabel 6. Jenis Kejahatan Jumlah Tindak Kejahatan (1) (2) CABUL 0 TKI ILLEGAL 0 IMIGRAN GELAP 0 UNJUK RASA AMAN 7 UNJUK RASA RAWAN 0 Papua Barat 7 Sumber : Polda Papua Barat Statistik Kriminal Papua Barat Tahun

42 Tabel 7. Jumlah Kejahatan Transnasional menurut jenisnya di Papua Barat Tahun 2015 Jenis Kejahatan Jumlah Tindak Kejahatan (1) (2) NARKOTIKA 0 TERORISME 0 IMIGRAN GELAP PERDAGANGAN MANUSIA/TRAFFICKING IN PERSON 3 PENCUCIAN UANG / MONEY LOUNDRY 0 KEJAHATAN DUNIA MAYA / CYBER CRIME 0 PENYELUNDUPAN HEWAN 0 PELINTAS BATAS ILLEGAL 0 PSIKOTROPIKA 0 KEJAHATAN TRANS NASIONAL LAINNYA 4 Sumber : Polda Papua Barat Papua Barat 7 0 Statistik Kriminal Papua Barat Tahun

43 Tabel 8. Jumlah Kejahatan Terhadap Kekayaan Negara menurut jenisnya di Papua Barat Tahun 2015 Jenis Kejahatan Jumlah Tindak Kejahatan (1) (2) KORUPSI 0 ILLEGAL LOGGING 0 ILLEGAL FISHING ILLEGAL MINING 0 LINGKUNGAN HIDUP 0 FISKAL 0 BBM ILLEGAL 6 PENYELUNDUPAN 1 CUKAI 0 TELEKOMUNIKASI 0 KARANTINA 0 PEMALSUAN MATA UANG DAN UANG KERTAS 0 IMIGRASI 8 LALULINTAS 0 PAJAK 1 PEL DI LANDAS KONTINEN INDONESIA 0 0 Sumber : Polda Papua Barat Papua Barat 16 Statistik Kriminal Papua Barat Tahun

44 Lanjutan Tabel 8. Jenis Kejahatan Jumlah Tindak Kejahatan (1) (2) PEL DI WIL ZEE INDONESIA 0 PEL KETENTUAN PERIKANAN 0 PEL WIL PERAIRAN 0 KEJAHATAN THDP.KEKAYAAN NEGARA LAINNYA 0 HAKI 0 Papua Barat 0 Sumber : Polda Papua Barat Statistik Kriminal Papua Barat Tahun

45 Tabel 9. Jumlah Kejahatan Terhadap Berimplikasi Kontinjensi menurut jenisnya di Papua Barat Tahun 2015 Jenis Kejahatan Jumlah Tindak Kejahatan (1) (2) KONFLIK SARA / PENODAAN AGAMA (PENCEMARAN 0 SEPARATISME 0 THDP. KEAMANAN NEGARA/MAKAR TERHADAP MARTABAT KEDUDUKAN PRES/WAPRES 0 KONFLIK OKNUM TNI-POLRI/KONFLIK APARAT 0 BENTROK MASSA 0 PEMOGOKAN BURUH 6 UNJUK RASA ANARKIS 1 PERKELAHIAN PELAJAR/MAHASISWA 0 PERKELAHIAN ANTAR POK / KAMPUNG 0 KEJAHATAN BERIMPLIKASI KONTINJENSI LAINNYA 0 Sumber : Polda Papua Barat Papua Barat 16 0 Statistik Kriminal Papua Barat Tahun

46 Tabel 10. Jumlah dan Persentse Desa/Kelurahan Menurut Kabupaten/Kota dan Keberadaan Pekelahian Massal di Wilayahnya Tahun 2014 Kabupaten/ Kota Ada Kejadian Perkelahian Massal Tidak Ada Kejadian Perkelahian Massal Jumlah Desa/ Kelurahan N % N % N % (1) (2) (3) (2) (3) (2) (3) Fakfak Kaimana Teluk Wondama Teluk Bintuni Manokwari Sorong Selatan Sorong Raja Ampat Tambrauw Maybrat Manokwari Selatan Pegunungan Arfak Kota Sorong Papua Barat Sumber : Podes 2014 Statistik Kriminal Papua Barat Tahun

47 Tabel 11. Banyaknya Desa/Kelurahan yang Selama Tahun yang Lalu Menjadi Lokasi Konflik Perkelahian Massal Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Pekelahian Massal Tahun 2014 Kabupaten/Kota Antar Kelompok Warga Warga Antar Desa/ Kelurahan Warga Dengan Aparat Keamanan Warga Dengan Aparat Pemerintah (1) (2) (3) (4) (5) Fakfak Kaimana Teluk Wondama Teluk Bintuni Manokwari Sorong Selatan Sorong Raja Ampat Tambrauw Maybrat Manokwari Selatan Pegunungan Arfak Kota Sorong Papua Barat Sumber : Podes 2014 Statistik Kriminal Papua Barat Tahun

48 Lanjutan Tabel 11. Kabupaten/Kota Antar Pelajar/ Mahasiswa Antar Suku Lainnya Jumlah (1) (2) (3) (4) (3) Fakfak Kaimana Teluk Wondama Teluk Bintuni Manokwari Sorong Selatan Sorong Raja Ampat Tambrauw Maybrat Manokwari Selatan Pegunungan Arfak Kota Sorong Papua Barat Sumber : Podes 2014 Statistik Kriminal Papua Barat Tahun

49 Tabel 12. Persentase Desa/Kelurahan yang Selama Tahun yang Lalu Menjadi Lokasi Konflik Perkelahian Massal Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Pekelahian Massal Tahun 2014 Kabupaten/Kota Antar Kelompok Warga Warga Antar Desa/ Kelurahan Warga Dengan Aparat Keamanan Warga Dengan Aparat Pemerintah (1) (2) (3) (4) (5) Fakfak Kaimana Teluk Wondama Teluk Bintuni Manokwari Sorong Selatan Sorong Raja Ampat Tambrauw Maybrat Manokwari Selatan Pegunungan Arfak Kota Sorong Papua Barat Sumber : Podes 2014 Statistik Kriminal Papua Barat Tahun

50 Lanjutan Tabel 12. Kabupaten/Kota Antar Pelajar/ Mahasiswa Antar Suku Lainnya Jumlah (1) (2) (3) (4) (4) Fakfak Kaimana Teluk Wondama Teluk Bintuni Manokwari Sorong Selatan Sorong Raja Ampat Tambrauw Maybrat Manokwari Selatan Pegunungan Arfak Kota Sorong Papua Barat Sumber : Podes 2014 Statistik Kriminal Papua Barat Tahun

51 Tabel 13. Jumlah dan Persentase Desa/Kelurahan yang Selama Tahun yang Lalu Menjadi Lokasi Konflik Perkelahian Massal dan Cara Penyelesaian Konflik Tahun 2014 Kabupaten/Kota Cara Penyelesaian Perkelahian Massal Dengan Inisiator Tanpa Inisiator Jumlah Desa/ Kelurahan N % N % N % (1) (2) (3) (2) (3) (2) (3) Fakfak Kaimana Teluk Wondama Teluk Bintuni Manokwari Sorong Selatan Sorong Raja Ampat Tambrauw Maybrat Manokwari Selatan Pegunungan Arfak Kota Sorong Papua Barat Sumber : Podes 2014 Statistik Kriminal Papua Barat Tahun

52 Tabel 14. Persentase Desa/Kelurahan yang Menjadi Lokasi Konflik Perkelahian Menurut Inisiator/Mediator yang Dilibatkan Dalam Upaya Penyelesaian Konflik Tahun 2014 Kabupaten/ Kota Inisiator/Mediator yang Dilibatkan Dalam Penyelesaian Pekelahian Massal Aparat Keamanan Aparat Pemerintah Tokoh Masyarakat N % N % N % (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Fakfak Kaimana Teluk Wondama Teluk Bintuni Manokwari Sorong Selatan Sorong Raja Ampat Tambrauw Maybrat Manokwari Selatan Pegunungan Arfak Kota Sorong Papua Barat Sumber : Podes 2014 Statistik Kriminal Papua Barat Tahun

53 Lanjutan Tabel 14. Inisiator/Mediator yang Dilibatkan Dalam Penyelesaian Pekelahian Massal Kabupaten/ Kota Tokoh Agama Lainnya Jumlah N % N % N % (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Fakfak Kaimana Teluk Wondama Teluk Bintuni Manokwari Sorong Selatan Sorong Raja Ampat Tambrauw Maybrat Manokwari Selatan Pegunungan Arfak Kota Sorong Papua Barat Sumber : Podes 2014 Statistik Kriminal Papua Barat Tahun

54

RINGKASAN EKSEKUTIF. Katalog BPS: BADAN PUSAT STATISTIK

RINGKASAN EKSEKUTIF. Katalog BPS: BADAN PUSAT STATISTIK RINGKASAN EKSEKUTIF Katalog BPS: 4401002 BADAN PUSAT STATISTIK Statistik Kriminal 2014 i RINGKASAN EKSEKUTIF RINGKASAN EKSEKUTIF Publikasi Statistik Kriminal 2014 ini menyajikan gambaran umum mengenai

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF STATISTIK KRIMINAL 2016 ISSN : 2089.5291 Nomor Publikasi : 04330.1601 Katalog BPS : 4401002 Ukuran Buku : 17.6 x 25 cm Jumlah Halaman : xii + 161 Naskah: Sub Direktorat Statistik Politik

Lebih terperinci

DATA EVALUASI KINERJA SATKER POLRES LOMBOK TENGAH DARI BULAN JANUARI - DESEMBER TAHUN 2016

DATA EVALUASI KINERJA SATKER POLRES LOMBOK TENGAH DARI BULAN JANUARI - DESEMBER TAHUN 2016 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESOR LOMBOK TENGAH DATA EVALUASI KINERJA SATKER POLRES LOMBOK TENGAH DARI BULAN JANUARI - DESEMBER TAHUN 206 Tabel Jumlah produk Intelijen

Lebih terperinci

Data Kinerja, Evaluasi Kinerja, Polres Lombok Barat TA. 2016

Data Kinerja, Evaluasi Kinerja, Polres Lombok Barat TA. 2016 Data Kinerja, Evaluasi Kinerja, Polres Lombok Barat TA. 216 Tabel 1 Jumlah produk Intelejen yang dapat digunakan oleh Pimpinan dalam Giat Lintas Sektoral Jenis Kegiatan ( Naik/Turun ) 1 Intel Dasar 1-1

Lebih terperinci

Data Kinerja, Evaluasi Kinerja, Polres Lombok Barat TA. 2016

Data Kinerja, Evaluasi Kinerja, Polres Lombok Barat TA. 2016 Data Kinerja, Evaluasi Kinerja, Polres Lombok Barat TA. Tabel 1 Jumlah produk Intelejen yang dapat digunakan oleh Pimpinan dalam Giat Lintas Sektoral Jenis Kegiatan (Naik/Turun) 1 Intel Dasar 1 0-1 2 Kir

Lebih terperinci

DATA EVALUASI KINERJA SATKER POLRES LOMBOK TIMUR BULAN JANUARI S.D AGUSTUS 2016

DATA EVALUASI KINERJA SATKER POLRES LOMBOK TIMUR BULAN JANUARI S.D AGUSTUS 2016 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESOR LOMBOK TIMUR DATA EVALUASI KINERJA SATKER POLRES LOMBOK TIMUR BULAN JANUARI S.D AGUSTUS Tabel 1 Jumlah produk intelejen yang dapat

Lebih terperinci

DATA EVALUASI KINERJA SATKER POLRES BIMA BULAN JANUARI s/d MEI TA. 2016

DATA EVALUASI KINERJA SATKER POLRES BIMA BULAN JANUARI s/d MEI TA. 2016 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESORT BIMA DATA EVALUASI KINERJA SATKER POLRES BIMA BULAN JANUARI s/d MEI TA. 2016 Tabel 1 Jumlah produk Intelijen yang dapat digunakan

Lebih terperinci

DATA EVALUASI KINERJA SATKER POLRES BIMA BULAN JANUARI s/d OKTOBER TA. 2016

DATA EVALUASI KINERJA SATKER POLRES BIMA BULAN JANUARI s/d OKTOBER TA. 2016 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESORT BIMA DATA EVALUASI KINERJA SATKER POLRES BIMA BULAN JANUARI s/d OKTOBER TA. 2016 Tabel 1 Jumlah produk Intelijen yang dapat digunakan

Lebih terperinci

NO KATALOG : 4603001.34 D.I.Y Yogyak 208 Sleman Gunung Bantul 476 534 622 764 Kulonpr 391 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BPS-Statistics of D.I Yogyakarta Province STATISTIK POLITIK DAN

Lebih terperinci

DATA EVALUASI KINERJA POLRES SUMBAWA BARAT BULAN JANUARI S.D AGUSTUS 2017

DATA EVALUASI KINERJA POLRES SUMBAWA BARAT BULAN JANUARI S.D AGUSTUS 2017 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESORT SUMBAWA BARAT DATA EVALUASI KINERJA POLRES SUMBAWA BARAT BULAN JANUARI S.D AGUSTUS 2017 Tabel 1 Jumlah kegiatan Intelijen yang dapat

Lebih terperinci

Katalog BPS : 3305001.34 STATISTIK POLITIK DAN KEAMANAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA 2012 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA STATISTIK POLITIK DAN KEAMANAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

Kepanjangan dari KETENTRAMAN DAN KETERTIBAN MASYARAKAT

Kepanjangan dari KETENTRAMAN DAN KETERTIBAN MASYARAKAT PENDAHULUAN O TRANTIBMAS Kepanjangan dari KETENTRAMAN DAN KETERTIBAN MASYARAKAT O TENTRAM ialah aman atau (tidak rusuh, tidak dalam kekacauan)misalnya didaerah yang aman, orang - orang bekerja dengan senang,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Statistik Kriminal Papua Barat Tahun 2016

KATA PENGANTAR. Statistik Kriminal Papua Barat Tahun 2016 go s. p. KATA PENGANTAR Publikasi Stistik Kriminal Provinsi Paa B 6 ini merukan edisi keemp yang menyajikan da dan informasi terkait keamanan dan kriminalitas yang terjadi di Paa B. Da di blikasi ini bersumber

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEPOLISIAN. Laporan. Gangguan Keamanan. Kamtibmas. Pencabutan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEPOLISIAN. Laporan. Gangguan Keamanan. Kamtibmas. Pencabutan. No.115, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEPOLISIAN. Laporan. Gangguan Keamanan. Kamtibmas. Pencabutan. PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM LAPORAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM LAPORAN GANGGUAN KEAMANAN DAN KETERTIBAN MASYARAKAT

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM LAPORAN GANGGUAN KEAMANAN DAN KETERTIBAN MASYARAKAT LAMPIRAN PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM LAPORAN GANGGUAN KEAMANAN DAN KETERTIBAN MASYARAKAT 2 DAFTAR LAMPIRAN 1. DAFTAR PENGGOLONGAN DATA GANGGUAN

Lebih terperinci

LAPORAN JENIS PERKARA PIDANA Hkm Pid - 1 SATUAN KERJA JENIS TINDAK PIDANA BULAN SUDAH BELUM

LAPORAN JENIS PERKARA PIDANA Hkm Pid - 1 SATUAN KERJA JENIS TINDAK PIDANA BULAN SUDAH BELUM LAPORAN JENIS PERKARA PIDANA Hkm Pid - 1 SATUAN KERJA : SISA SISA MINUTASI No. JENIS TINDAK PIDANA BULAN MSK PUTUS PRIA WANITA ANAK2 AKHIR BULAN SUDAH BELUM 1. 2. 3. 4. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13 1. Kejahatan

Lebih terperinci

LAPORAN JENIS PERKARA PIDANA Hkm Pid - 1 SATUAN KERJA JENIS TINDAK PIDANA BULAN SUDAH BELUM

LAPORAN JENIS PERKARA PIDANA Hkm Pid - 1 SATUAN KERJA JENIS TINDAK PIDANA BULAN SUDAH BELUM LAPORAN JENIS PERKARA PIDANA Hkm Pid - 1 SATUAN KERJA : SISA SISA MINUTASI No. JENIS TINDAK PIDANA BULAN MSK PUTUS PRIA WANITA ANAK2 AKHIR BULAN SUDAH BELUM 1. 2. 3. 4. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13 1. Kejahatan

Lebih terperinci

LAPORAN JENIS PERKARA PIDANA Hkm Pid - 1 SATUAN KERJA JENIS TINDAK PIDANA BULAN SUDAH BELUM

LAPORAN JENIS PERKARA PIDANA Hkm Pid - 1 SATUAN KERJA JENIS TINDAK PIDANA BULAN SUDAH BELUM LAPORAN JENIS PERKARA PIDANA Hkm Pid - 1 SATUAN KERJA : PENGADILAN NEGERI SIBOLGA BULAN PELAPORAN : A P R I L 2014 SISA SISA MINUTASI No. JENIS TINDAK PIDANA BULAN MSK PUTUS PRIA WANITA ANAK2 AKHIR BULAN

Lebih terperinci

LAPORAN JENIS PERKARA PIDANA Hkm Pid - 1 SATUAN KERJA JENIS TINDAK PIDANA BULAN SUDAH BELUM

LAPORAN JENIS PERKARA PIDANA Hkm Pid - 1 SATUAN KERJA JENIS TINDAK PIDANA BULAN SUDAH BELUM LAPORAN JENIS PERKARA PIDANA Hkm Pid - 1 SATUAN KERJA : PENGADILAN NEGERI SIBOLGA SISA SISA MINUTASI No. JENIS TINDAK PIDANA BULAN MSK PUTUS PRIA WANITA ANAK2 AKHIR BULAN SUDAH BELUM 1. 2. 3. 4. 6. 7.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kriminalitas merupakan segala macam bentuk tindakan dan perbuatan merugikan secara ekonomis dan psikologis yang melanggar hukum yang berlaku dalam negara Indonesia

Lebih terperinci

STATISTIK POLITIK DAN KEAMANAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA 2013 Nomor Katalog : 46 030 001.34 Nomor ISBN : Nomor Publikasi : 34523.14.21 Ukuran Buku : 21,5 x 29,7 cm Jumlah Halaman : 54 Naskah Seksi Statistik

Lebih terperinci

LAPORAN JENIS PERKARA PIDANA Hkm Pid - 1 SATUAN KERJA JENIS TINDAK PIDANA BULAN SUDAH BELUM

LAPORAN JENIS PERKARA PIDANA Hkm Pid - 1 SATUAN KERJA JENIS TINDAK PIDANA BULAN SUDAH BELUM LAPORAN JENIS PERKARA PIDANA Hkm Pid - 1 SATUAN KERJA : SISA SISA MINUTASI No. JENIS TINDAK PIDANA BULAN MSK PUTUS PRIA WANITA ANAK2 AKHIR BULAN SUDAH BELUM 1. 2. 3. 4. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13 1. Kejahatan

Lebih terperinci

INDIKATOR BIDANG KEAMANAN DAN KETERTIBAN

INDIKATOR BIDANG KEAMANAN DAN KETERTIBAN INDIKATOR BIDANG KEAMANAN DAN KETERTIBAN Untuk meningkatkan keamanan dan ketertiban masyarakat di wilayah Kelurahan Kedungmundu perlu adanya kerjasama antara Pemerintah Kelurahan dengan Babinkamtibmas,

Lebih terperinci

P E R K A R A P I D A N A

P E R K A R A P I D A N A PENGADILAN NEGERI BULAN : JANUARI 1 Sisa dari bulan lalu 56 1 Kejahatan terhadap Keamanan Negara - - - - 2 Masuk dalam bulan ini 31 2 Kejahatan terhadap Martabat Presiden/Wakil - - - - 3 Putus dalam bulan

Lebih terperinci

LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

BAB IV PENUTUP. Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011. BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan semua uraian yang telah dijelaskan pada bab-bab terdahulu, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Pengaturan mengenai pembuktian terbalik/pembalikan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LAPORAN JENIS PERKARA PIDANA Hkm Pid - 1 SATUAN KERJA JENIS TINDAK PIDANA BULAN SUDAH BELUM

LAPORAN JENIS PERKARA PIDANA Hkm Pid - 1 SATUAN KERJA JENIS TINDAK PIDANA BULAN SUDAH BELUM LAPORAN JENIS PERKARA PIDANA Hkm Pid - 1 SATUAN KERJA : SISA SISA MINUTASI No. JENIS TINDAK PIDANA BULAN MSK PUTUS PRIA WANITA ANAK2 AKHIR BULAN SUDAH BELUM 1. 2. 3. 4. 5 6 7 8 9 10 11 12 1. Kejahatan

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI PAPUA BARAT

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI PAPUA BARAT BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI PAPUA BARAT Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

ANALISA DAN EVALUASI BULAN JUNI TAHUN 2010 TENTANG KEJADIAN /PELANGGARAN YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA /PNS POLRI

ANALISA DAN EVALUASI BULAN JUNI TAHUN 2010 TENTANG KEJADIAN /PELANGGARAN YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA /PNS POLRI MARKAS BESAR KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DIVISI PROFESI DAN PENGAMANAN ANALISA DAN EVALUASI BULAN JUNI TAHUN 2010 TENTANG KEJADIAN /PELANGGARAN YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA /PNS POLRI I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan Latar Belakang Masalah

Bab I. Pendahuluan Latar Belakang Masalah 1.1. Latar Belakang Masalah Bab I Pendahuluan Rasa aman (security) merupakan salah satu hak asasi yang harus diperoleh atau dinikmati setiap orang. Hal ini tertuang dalam UUD Republik Indonesia 1945 Pasal

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kepolisian Republik Indonesia 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia Menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia disebutkan

Lebih terperinci

LAPORAN PENGUKURAN KINERJA

LAPORAN PENGUKURAN KINERJA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT UNIT ORGANISASI : KEPOLISIAN DAERAH NTB TAHUN ANGGARAN : 2016 LAPORAN PENGUKURAN KINERJA NO SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA UTAMA TARGET

Lebih terperinci

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013 LAMPIRAN PASAL-PASAL RUU KUHAP PELUMPUH KPK Pasal 3 Pasal 44 Bagian Kedua Penahanan Pasal 58 (1) Ruang lingkup berlakunya Undang-Undang ini adalah untuk melaksanakan tata cara peradilan dalam lingkungan

Lebih terperinci

Indeks Keamanan Manusia Indonesia (IKMI) Dimensi, Variabel, dan Indikator

Indeks Keamanan Manusia Indonesia (IKMI) Dimensi, Variabel, dan Indikator Indeks Keamanan Manusia Indonesia (IKMI) Dimensi, Variabel, dan Indikator I. Dimensi Keamanan dari Bencana (Kebencanaan) Dalam UU No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana disebutkan bahwa wilayah

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Kekerasan maupun pembunuhan bukanlah hal yang asing lagi bagi masyarakat, sudah banyak tindak kriminalitas yang terjadi di jaman sekarang ini. Pelakunya pun tak hanya

Lebih terperinci

LAPORAN ANALISA DAN EVALUASI BULAN FEBRUARI DIBANDING BULAN JANUARI TAHUN 2010 TENTANG KEJADIAN /PELANGGARAN YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA /PNS POLRI

LAPORAN ANALISA DAN EVALUASI BULAN FEBRUARI DIBANDING BULAN JANUARI TAHUN 2010 TENTANG KEJADIAN /PELANGGARAN YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA /PNS POLRI MARKAS BESAR KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DIVISI PROFESI DAN PENGAMANAN LAPORAN ANALISA DAN EVALUASI BULAN FEBRUARI DIBANDING BULAN JANUARI TAHUN 2010 TENTANG KEJADIAN /PELANGGARAN YANG DILAKUKAN

Lebih terperinci

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA MEMAHAMI UNTUK

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Peradilan Pidana Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan pidana, yaitu Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan serta Lembaga Pemasyarakatan

Lebih terperinci

UU 8/1994, PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

UU 8/1994, PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA Copyright 2002 BPHN UU 8/1994, PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA *8599 Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 8 TAHUN 1994 (8/1994) Tanggal:

Lebih terperinci

DAFTAR PIRANTI LUNAK PADA SAT RESKRIM LOMBOK TENGAH

DAFTAR PIRANTI LUNAK PADA SAT RESKRIM LOMBOK TENGAH KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESOR LOMBOK TENGAH DAFTAR PIRANTI LUNAK PADA SAT RESKRIM LOMBOK TENGAH SUMBER NO JENIS PIRANTI LUNAK UNDANG MABES POLDA KET UNDANG PERKAP

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sehingga banyak teori-teori tentang kejahatan massa yang mengkaitkan dengan

I. PENDAHULUAN. sehingga banyak teori-teori tentang kejahatan massa yang mengkaitkan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningkatnya kekerasan yang dilakukan oleh massa sebagai kejahatan kekerasan, sewaktu-waktu berubah sejalan dengan keadaan yang terdapat dalam masyarakat, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan teknologi yang sangat cepat, berpengaruh secara signifikan terhadap kehidupan sosial masyarakat. Dalam hal ini masyarakat dituntut

Lebih terperinci

TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai pengertian yang berbeda. Dimana secara yuridis-formal, kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai pengertian yang berbeda. Dimana secara yuridis-formal, kejahatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Secara yuridis formal dan sosiologi istilah kriminal atau kejahatan mempunyai pengertian yang berbeda. Dimana secara yuridis-formal, kejahatan adalah bentuk

Lebih terperinci

PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA MENGENAI BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA MENGENAI BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA MENGENAI BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA (TREATY BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND AUSTRALIA ON MUTUAL ASSISTANCE IN CRIMINAL MATTERS) PERJANJIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku yang tidak sesuai dengan norma atau dapat disebut sebagai penyelewengan terhadap norma yang telah disepakati ternyata menyebabkan terganggunya ketertiban dan

Lebih terperinci

ANALISA DAN EVALUASI BULAN APRIL TAHUN 2010 TENTANG KEJADIAN /PELANGGARAN YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA /PNS POLRI

ANALISA DAN EVALUASI BULAN APRIL TAHUN 2010 TENTANG KEJADIAN /PELANGGARAN YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA /PNS POLRI MARKAS BESAR KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DIVISI PROFESI DAN PENGAMANAN ANALISA DAN EVALUASI BULAN APRIL TAHUN 2010 TENTANG KEJADIAN /PELANGGARAN YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA /PNS POLRI I. D A S

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL (BPHN) DALAM RANGKA PEMBAHASAN DIM RUU TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu kewajiban negara terhadap warga negaranya adalah memberikan rasa aman. Rasa aman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dalam menjalankan aktivitas

Lebih terperinci

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Romania, selanjutmya disebut Para Pihak :

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Romania, selanjutmya disebut Para Pihak : PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH ROMANIA TENTANG KERJASAMA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KEJAHATAN TERORGANISIR TRANSNASIONAL, TERORISME DAN JENIS KEJAHATAN LAINNYA Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Regresi spasial merupakan metode yang digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel prediktor terhadap variabel respon yang memperhatikan pengaruh lokasi pengamatan.

Lebih terperinci

Pelanggaran Hak-Hak Tersangka 2013 Wednesday, 01 January :00 - Last Updated Wednesday, 22 January :36

Pelanggaran Hak-Hak Tersangka 2013 Wednesday, 01 January :00 - Last Updated Wednesday, 22 January :36 Sejak 2 Januari 29 Desember 2013, Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) melakukan pemantauan atau penelitian tentang dugaan pelanggaran hak-hak manusia yang difokuskan pada pelanggaran

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN HAK WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

Lebih terperinci

No pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia, terutama hak untuk hidup. Rangkaian tindak pidana terorisme yang terjadi di wilayah Negara Ke

No pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia, terutama hak untuk hidup. Rangkaian tindak pidana terorisme yang terjadi di wilayah Negara Ke TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5406 HUKUM. Pidana. Pendanaan. Terorisme. Pencegahan. Pemberantasan. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 50) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

1. Beberapa rumusan pidana denda lebih rendah daripada UU Tipikor

1. Beberapa rumusan pidana denda lebih rendah daripada UU Tipikor Lampiran1: Catatan Kritis Terhadap RKUHP (edisi 2 Februari 2018) 1. Beberapa rumusan pidana denda lebih rendah daripada UU Tipikor Serupa dengan semangat penerapan pidana tambahan uang pengganti, pidana

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG I. UMUM. Berbagai kejahatan, baik yang dilakukan oleh orang perseorangan maupun oleh korporasi

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Hasil PANJA 12 Juli 2006 Dokumentasi KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI Hasil Tim perumus PANJA, santika 12 Juli

Lebih terperinci

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 No. 43/08/91/Th. IX, 3 Agustus 2015 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 272 TON, CABAI RAWIT SEBESAR 749 TON, DAN BAWANG MERAH SEBESAR 6 TON A. CABAI

Lebih terperinci

BAB III KEJAHATAN PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR. A. Kejahatan Pencurian Dalam Perspektif Hukum Pidana dan Kriminologi

BAB III KEJAHATAN PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR. A. Kejahatan Pencurian Dalam Perspektif Hukum Pidana dan Kriminologi BAB III KEJAHATAN PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR A. Kejahatan Pencurian Dalam Perspektif Hukum Pidana dan Kriminologi Kejahatan yang makin marak terjadi akhir-akhir ini sangatlah bervariasi macam jenis dan

Lebih terperinci

TOLAK PEMBATASAN SAKSI, PERLUAS BANTUAN BAGI KORBAN & LINDUNGI SAKSI AHLI Dalam RUU PERLINDUNGAN SAKSI

TOLAK PEMBATASAN SAKSI, PERLUAS BANTUAN BAGI KORBAN & LINDUNGI SAKSI AHLI Dalam RUU PERLINDUNGAN SAKSI TOLAK PEMBATASAN SAKSI, PERLUAS BANTUAN BAGI KORBAN & LINDUNGI SAKSI AHLI Dalam RUU PERLINDUNGAN SAKSI 1. Pembatasan terhadap Saksi yang akan Dilindungi, Merupakan Kemunduran Pasal 27 1 Perjanjian perlindungan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. Pertumbuhan penduduk yang terus mengalami peningkatan serta tidak

Bab I. Pendahuluan. Pertumbuhan penduduk yang terus mengalami peningkatan serta tidak Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang terus mengalami peningkatan serta tidak diimbangi oleh lapangan pekerjaan yang memadai membuat angka pengangguran di Indonesia terus mengalami

Lebih terperinci

NOMOR 1 TAHUN 1979 TENTANG EKSTRADISI

NOMOR 1 TAHUN 1979 TENTANG EKSTRADISI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1979 TENTANG EKSTRADISI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Koninklijk Besluit van 8 Mei 1883 No. 26 (Staatsblad

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2003 PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME, MENJADI UNDANG-UNDANG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA POLDA NTB TAHUN

PERJANJIAN KINERJA POLDA NTB TAHUN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT PERJANJIAN KINERJA POLDA NTB TAHUN 2016 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan dan akuntabel serta berorientasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Fenomena maraknya kriminalitas di era globalisasi. semakin merisaukan segala pihak.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Fenomena maraknya kriminalitas di era globalisasi. semakin merisaukan segala pihak. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Fenomena maraknya kriminalitas di era globalisasi semakin merisaukan segala pihak. Wikipedia mendefinisikan kriminalitas adalah segala sesuatu perbuatan manusia yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam mewujudkan tujuan

Lebih terperinci

1.4. Modul Mengenai Pengaturan Pemberantasan Pencucian Uang Di Indonesia

1.4. Modul Mengenai Pengaturan Pemberantasan Pencucian Uang Di Indonesia Modul E-Learning 1 PENGENALAN ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENDANAAN TERORISME Bagian Keempat. Pengaturan Pencegahan dan Pemberantasan Pencucian Uang di Indonesia Tujuan Modul bagian keempat yaitu Pengaturan

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN TINDAK PIDANA RINGAN ( TIPIRING ) 2 DAFTAR LAMPIRAN 1. JENIS JENIS PELANGGARAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. profesi maupun peraturan disiplin yang harus dipatuhi oleh setiap anggota Polri.

I. PENDAHULUAN. profesi maupun peraturan disiplin yang harus dipatuhi oleh setiap anggota Polri. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) merupakan lembaga yang menjalankan tugas kepolisian sebagai profesi, maka membawa konsekuensi adanya kode etik profesi maupun

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kelima, Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN)

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kelima, Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) Modul E-Learning 3 PENEGAKAN HUKUM Bagian Kelima, Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) 3.5 Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) 3.5.1 Kewenangan Penyidikan oleh BNN Dalam melaksanakan

Lebih terperinci

NOMOR : M.HH-11.HM.03.02.th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

NOMOR : M.HH-11.HM.03.02.th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG PERATURAN BERSAMA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA KETUA

Lebih terperinci

2017, No Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2015 tentang

2017, No Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2015 tentang BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.607, 2017 KEMENKUMHAM. Jabatan Fungsional Pembimbing Kemasyarakatan. Perhitungan Kebutuhan. Pedoman. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Mengejar Aset Tipibank KBP. AGUNG SETYA

Mengejar Aset Tipibank KBP. AGUNG SETYA Mengejar Aset Tipibank KBP. AGUNG SETYA Anekdot : Tindak Pidana Perbankan SIFATNYA NON CONCEALMENT jenis kejahatan bank yg dilakukan tanpa upaya manipulasi laporan atau catatan keuangan bank. CONCEALMENT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan internasional, regional dan nasional. Sampai dengan saat ini, penyalahgunaan narkotika di seluruh

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK No. 59/11/Th. XI, 06 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI PAPUA BARAT Keadaan Ketenagakerjaan Papua Barat Agustus 2017 Agutus 2017: Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar

Lebih terperinci

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME I. UMUM Sejalan dengan tujuan nasional Negara Republik Indonesia sebagaimana

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN HAK WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Mencermati Peradilan di Indonesia

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Mencermati Peradilan di Indonesia PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Mencermati Peradilan di Indonesia PENGERTIAN PERADILAN Peradilan adalah suatu proses yang dijalankan di pengadilan yang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 108, 2003 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4324) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN HAK WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN DENGAN

Lebih terperinci

NCB Interpol Indonesia - Perjanjian Ekstradisi Antara Pemerintah Republik Indonesia Dan Philipina Selasa, 27 Juli :59

NCB Interpol Indonesia - Perjanjian Ekstradisi Antara Pemerintah Republik Indonesia Dan Philipina Selasa, 27 Juli :59 REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK PHILIPINA: Berhasrat untuk mengadakan kerjasama yang lebih efektif antara kedua negara dalam memberantas kejahatan dan terutama mengatur dan meningkatkan hubungan antara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemeriksaan suatu perkara pidana dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Negara juga menjunjung tinggi

Lebih terperinci

AMANAT PADAUPACARA BENDERA BULANAN SENIN, TANGGAL 19JANUARI2015

AMANAT PADAUPACARA BENDERA BULANAN SENIN, TANGGAL 19JANUARI2015 WAKIL KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA AMANAT PADAUPACARA BENDERA BULANAN SENIN, TANGGAL 19JANUARI2015 YANG SAYA HORMATI, PARA PEJABAT UTAMA MABES POLRI, PARA PERWIRA, BINTARA, PEGAWAI NEGERI

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lem

2017, No Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lem No.608, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Jabatan Fungsional. Asisten Pembimbing Kemasyarakatan. Perhitungan Kebutuhan. Pedoman. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK

Lebih terperinci

RINGKASAN PUTUSAN. LP/272/Iv/2010/Bareskrim tanggal 21 April 2010 atas

RINGKASAN PUTUSAN. LP/272/Iv/2010/Bareskrim tanggal 21 April 2010 atas RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 42/PUU-VIII/2010 tanggal 24 September 2010 atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban,

Lebih terperinci

S I L L A B Y. : TINDAK PIDANA DALAM KUHP STATUS MATA KULIAH : Wajib KODE MATA KULIAH

S I L L A B Y. : TINDAK PIDANA DALAM KUHP STATUS MATA KULIAH : Wajib KODE MATA KULIAH S I L L A B Y A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH : TINDAK PIDANA DALAM STATUS MATA KULIAH : Wajib KODE MATA KULIAH : _ JUMLAH SKS : 4 (EMPAT) PRASYARAT : Hukum Pidana SEMESTER SAJIAN : Dimulai semester

Lebih terperinci

LAPORAN BULAN JANUARI TAHUN 2010 TENTANG KEJADIAN /PELANGGARAN YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA /PNS POLRI

LAPORAN BULAN JANUARI TAHUN 2010 TENTANG KEJADIAN /PELANGGARAN YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA /PNS POLRI MARKAS BESAR KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DIVISI PROFESI DAN PENGAMANAN LAPORAN BULAN JANUARI TAHUN 2010 TENTANG KEJADIAN /PELANGGARAN YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA /PNS POLRI 1. D A S A R a. Keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan di segala bidang, baik pembangunan fisik maupun pembangunan mental spiritual

Lebih terperinci

Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan. Surastini Fitriasih

Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan. Surastini Fitriasih Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan Surastini Fitriasih Dalam Buku II KUHP: Bab XXII : Pencurian Bab XXIII: Pemerasan & Pengancaman Bab XXIV: Penggelapan Barang Bab XXV : Perbuatan Curang Bab XXVI: Merugikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan terhadap saksi pada saat ini memang sangat mendesak untuk dapat diwujudkan di setiap jenjang pemeriksaan pada kasus-kasus yang dianggap memerlukan perhatian

Lebih terperinci