Keluarga dengan dua orang anak memiliki Self Regulation yang lebih baik dibandingkan dengan keluarga dengan lebih dari dua orang anak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Keluarga dengan dua orang anak memiliki Self Regulation yang lebih baik dibandingkan dengan keluarga dengan lebih dari dua orang anak"

Transkripsi

1 Keluarga dengan dua orang anak memiliki Self Regulation yang lebih baik dibandingkan dengan keluarga dengan lebih dari dua orang anak Suatu ulasan psikologi : self regulation anak ditinjau dari pola asuh Oleh : I Made Yudhistira Dwipayama, M.Psi Staf di Pusat Pelatihan Pegawai dan Tenaga Program (PULAP) - BkkbN Dua anak lebih baik. Sebagai pegawai BkkbN slogan tersebut dipastikan tidak asing untuk dilihat atau didengar. BkkbN sebagai institusi yang menangani program kependudukan dan Keluaga Berencana (KB) memang mem-publish slogan tersebut kemasyarakat Indonesia dengan tujuan agar keluarga-keluarga di Indonesia memiliki 2 orang anak. Artinya visi BkkbN : penduduk tumbuh seimbang dengan ditandai salah satunya adalah Total Fertility Rate (TFR) : 2.1 dapat tercapai. Beberapa waktu yang lalu, saya menghadiri kegiatan Human Development Conference di Jakarta dan di sana saya bertemu dengan Ibu Jacinta F Rini seorang penulis artikel psikologi keluarga di Singkat kata, kita mendiskusikan mengenai slogan BkkbN : Dua Anak Lebih Baik. Dalam diskusi tersebut Ibu Jacinta sempat menanyakan : mengapa BkkbN menyakini bahwa keluarga yang memiliki dua orang anak akan lebih baik? Sempat terdiam beberapa saat, akhirnya saya menjawab sesuai dengan pengetahuan yang saya miliki. Menurut informasi yang saya dapat bahwa, seorang ibu dan anak akan memiliki resiko kematian yang rendah akibat melahirkan pada kurun waktu antara usia ibu 20 sampai dengan 30 tahun atau dalam kata lain bila usia ibu dibawah 20 tahun atau lewat dari 30 tahun resiko kematian ibu dan anak akan lebih tinggi. Dalam kurun waktu tersebut (usia tahun), seorang ibu memiliki kesempatan jumlah anak adalah 2 orang, yang tentu saja tetap mencermati anjuran BkkbN untuk perencanaan anak, yaitu jarak ideal 5 tahun per anak dan mencegah 4 Terlalu (Terlalu banyak, Terlalu dekat, Terlalu tua, Terlalu muda). Sehingga jumlah 2 orang anak dalam keluarga akan membuat keluarga tetap utuh (terhindar dari resiko kematian ibu dan anak) dan pada akhirnya keluarga yang merencanakan 2 orang anak akan menjadi lebih baik (kesehatan, ekonomi dan pendidikan). Tepat atau tidaknya jawaban tersebut terabaikan ketika diskusi kami akhirnya terfokus pada slogan Dua Anak Lebih Baik dilihat dari sisi pola asuh dalam teori psikologi. Dalam teori pola asuh - psikologi, terdapat istilah self regulation. Self regulation merupakan mekanisme internal yang dalam, yang memungkinkan seorang anak dapat menggunakan kesadaran, kehati-hatian, serta pikiran dalam berprilaku yang wujudnya berupa kemampuan untuk menahan perilaku dan kemampuan untuk melakukan perilaku tertentu yang diminta (Bodrova & Leong, 2005). Selepas dari diskusi tersebut, saya tertarik mengulas jumlah dua anak dalam keluarga dilihat dari pola asuh dan self regulation. Berikut ulasan saya setelah membaca beberapa penelitian, jurnal dan buku referensi terkait dengan pola asuh, self regulation dan dihubungkan dengan jumlah anak. 1

2 Keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh tingkat intelegensinya, tetapi dibutuhkan juga kemampuan meregulasi dirinya (Susanto, 2006). Dalam proses pendidikan, seseorang belajar untuk meregulasi dirinya, sebagai contoh : dalam hal membagi waktu belajar dan bermain, merencanakan jadwal belajar serta mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian. Akan tetapi banyak anak-anak yang hampir menyelesaikan pendidikan sekolah dasar namun belum memiliki self regulation yang baik, sehingga orang tua mengalami kesulitan dalam menghadapi anak-anak sendiri. Kurniasih (2008) mengungkapkan, orang tua banyak mengalami kesulitan dalam memotivasi anak untuk belajar. Orang tua perlu mengingatkan berkali-kali agar anak bersedia membaca buku dan mengulang kembali pembelajaran sekolah saat di rumah. Peringatan-peringatan tersebut terkadang tak diacuhkan oleh anak, sehingga orang tua perlu melakukan usaha lain agar anak mau belajar dengan cara menjanjikan akan memberi hadiah atau sampai memberi hukuman kepada anak. Hasil survey yang dilakukan Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia terhadap 306 siswa kelas IV sampai dengan kelas VI di jakarta mengatakan bahwa pada tahun 1997 rata-rata anak menonton televisi 26 jam per minggu. Tahun 2001 meningkat menjadi 35 jam per minggu atau sama dengan 5 6 jam per hari. Selain itu, sebanyak 50 persen responden (anak kelas IV s.d kelas VI) menyadari bahwa mereka terlalu banyak menghabiskan waktu untuk menonton televisi sehingga cenderung melupakan kegiatan belajar di rumah (Susanto, 2006). Dalam waktu tiga bulan terakhir ini, setiap hari sabtu saya melakukan pengamatan terhadap anak-anak kelompok bermain dan anak-anak taman kanak-kanak di KB/TK ASIH. Hasil pengamatan saya menunjukkan bahwa rata-rata anak-anak belum menunjukkan self regulation yang baik. Masalah-masalah yang sering terjadi seperti : anak tidak sabar menunggu pelayanan dari guru, anak belum dapat berbagi mainan dengan anak lain, anak menyerobot antrian saat masuk kekelas atau saat mencuci tangan, anak belum bersedia mengikuti kegiatan di kelas, anak harus dimotivasi dalam mengerjakan tugas dan lain-lain. Menurut Erikson (dikutip oleh Santrock, 2007), pada usia dua tahun, anak mulai menyadari bahwa perilakunya milik dirinya sendiri. Anak menunjukkan minat untuk melakukan sesuatu sendiri. Pada anak berusia tiga tahun, anak mulai memperluas lingkungan sosialnya dan menjadi lebih tertantang dari masa sebelumnya. Anak perlu lebih aktif dan melakukan perilaku yang bertujuan. Disisi lain, Eisenberg (2005) mengatakan bahwa masa toddler dan pra sekolah merupakan masa yang temperamental. Pada masa ini, ada usaha mengontrol diri yang muncul secara tiba-tiba dan menyediakan dasar bagi munculnya self regulation. Self regulation menjadi sesuatu yang mendesak karena memiliki pengaruh kepada kualitas interaksi sosial anak dan kapasitas untuk belajar. Orang tua mengharapkan anak untuk memiliki self regulation yang baik, hingga orang dewasa cenderung merespon negatif jika anaki yang tidak mengembangkan self regulation. Perry (2008) mengatakan self regulation yang sehat berhubungan dengan kapasitas untuk menahan perasaan stres ketika suatu kebutuhan tidak dapat dipenuhi pada saat itu. Ketika anak belajar memberi respon dengan tepat terhadap suatu ketidaknyamanan, ia menjadi lebih mampu bersabar terhadap tanda-tanda awal ketidaknyamanan yang berhubungan dengan stres, rasa lapar, kelelahan dan frustasi. Ketika seorang anak mempelajari untuk 2

3 bertahan dari berbagai kecemasan, ia akan lebih sedikit reaktif dan impulsif. Sebab sebalum bertindak, anak berpikir sejenak terlebih dahulu. Pada kondiri tersebut anak dapat menggunakan waktu berpikir untuk memikirkan suatu rencana bertindak yang tepat untuk memberi respon terhadap tantangan yang terjadi. Menurut Blair (2003), anak yang memiliki self regulation, ia akan mampu : (a) mengkomunikasikan kebutuhan, keinginan dan pikirannya secara verbal, (b) memiliki ketahanan untuk tetap memperhatikan dan antusias serta memiliki rasa ingin tahu terhadap aktivitas baru, (c) menahan impuls dan mengikuti arahan, (d) menunggu giliran dan peka terhadap anak lain. Copper dan Farran (dikutip oleh McClelland, Connor, Jewkes, & Comeron, 2007) menyebutkan bahwa anak-anak yang tidak memiliki kemampuan self regulation yang adekuat pada saat memasuki pendidikan formal akan mengalami penolakan oleh teman sebaya dan mengalami prestasi akademik yang rendah. Hal tersebut dikarenakan kurang memperhatikan, kesulitan mengikuti instruksi dan kesulitan menahan tindakan yang tidak tepat. Susanto (2006) mengatakan self regulation anak tidak berkembang dengan sendirinya. Anak membutuhkan lingkungan kondusif agar self regulation-nya berkembang. Lingkungan baik untuk mengembangkan self regulation didapatkan dari orang tua, teman sebaya, dan guru-guru di sekolah. Kemampuan anak untuk mengatur dirinya ini juga dapat dilatihkan oleh orang tua sejak balita. Anak dapat dilatih untuk mengatur dirinya melalui kehidupan sehari-hari. Misalnya anak dibiasakan untuk menaruh barang sesuai tempatnya dengan rapi, mandi sore setiap pukul empat, memiliki ritual menjelang tidur, dan lain-lain. Bila hal ini sudah terbentuk menjadi kebiasaan yang selanjutnya disebut anak tersebut mulai memiliki self regulation. Selanjutnya apabila bergabung dalam kegiatan kelompok bermain, anak akan cepat mengikuti aturan dan dapat berpartisipasi secara aktif (Kurniasih, 2008). Salah satu kesempatan emas untuk melatih anak memiliki self regulation yang baik adalah pada saat berinteraksi dengan anak melalui bermain. Pada saat bermain, anak bukan saja termotivasi untuk memfokuskan perhatian, namun belajar hal lain yang berkaitan dengan pembentukan self regulation. Misalnya orang tua yang bersedia aktif dalam bermain purapura, dapat memberikan arahan dengan cara yang menyenangkan sehingga anak dengan mudah bersedia mengikutinya. Contoh lain orang tua dapat menunjukkan cara menyisir rambut bonekanya atau menggosok giginya. Begitu pula saat bermain peran. Ketika orang tua mengajaknya bermain peran menjadi ayah, maka anak dengan sendirinya mengelaborasikan aturan main sebagai ayah yang harus mencium anaknya sebelum pergi bekerja (Parentsasteachers, 2008). Serangkaian tindakan atau interaksi orang tua dengan anak yang bertujuan untuk meningkatkan perkembangan anak seperti contoh di atas disebut dengan pengasuhan. Peran orang tua dalam mengasuh anak adalah untuk memelihara dan melindungi anak serta membantu anak tumbuh menjadi orang dewasa yang kompeten. Untuk mencapai hal ini, orang tua memiliki tugas-tugas lain yaitu menjamin kelangsungan hidup anak secara fisik, mengajar kebiasaan-kebiasaan baik, memuaskan kebutuhan anak, dan memberi stimulasi di semua segi dengan menyediakan berbagai pengalaman (Brook, 1999). Baumrind (dikutip oleh Darling, 1999) membedakan pola asuh menjadi empat, yaitu : otoritatif, otoritarian, permisif, un-involved. Masing-masing pola asuh ini memiliki karakteristik 3

4 yang berbeda-beda. Pola asuh otoritatif memiliki ciri adanya kesamaan hak dan kewajiban orang tua dan anak. Orang tua otoritatif memiliki tuntutan yang tinggi terhadap anak, namun juga memiliki kehangatan yang tinggi pula. Pola asuh ototitarian menekankan tuntutan orang tua ditujukan kepada anak untuk mendapatkan ketaatan dan kepatuhan. Pola asuh permisif memandang anak sebagai seorang pribadi hingga diperbolehkan untuk mengatur tingkah lakunya sendiri. Sedangkan pola asuh un-involved adalah pola asuh yang rendah dalam tuntutan maupun kehangatan. Orang tua dengan pola asuh un-involve cenderung mengabaikan anak. Menurut Maccoby dan Martin (dikutip oleh Gray & Steinberg, 1999), literatur secara konsisten menunjukkan bahwa penerimaan orang tua, disiplin praktik hukuman yang bukan tindakan menghukum, dan kekonsistenan dalam pengasuhan anak masing-masing berasosiasi dengan hasil perkembangan yang positif dalam diri anak. Anak yang dibesarkan dalam rumah yang otoritatif akan memiliki skor tinggi dalam hal berbagai macam pengukuran kompetensinya, perkembangan sosialnya, persepsi diri dan kesehatan mentalnya. Bronson, Tivnan, Seppanen (dikutip oleh McClelland et al., 2007) mengatakan bahwa anakanak di masa pra Taman Kanak-kanak (TK) yang menunjukkan kesulitan dalam memperhatikan dan menggunakan memori serta ada hambatan dalam mengerjakan tugas secara lengkap, memiliki tingkat pencapaian kognitif di bawah standar. Anak-anak tersebut beresiko memiliki masalah dalam keluarga, pendidikan orang tua yang rendah serta adanya masalah yang berkaitan dengan perilaku atau emosi. Li-Grining (2007) mengatakan bahwa pengasuhan optimal orang tua dalam memprediksi rendahnya masalah perilaku dan kompetensi sosial yang baik dalam konteks pada saat anak mengalami suatu musibah. Sementara itu penelitian Rohner, Kean, dan Courneyer (dikutip oleh Demo & Cox, 2000), menemukan bahwa hukuman fisik oleh orang tua secara substansial merusak penyesuaian psikologis anak, terutama jika hukuman itu sering dilakukan dan berupa hukuman berat. Hal ini memberi kontribusi yang besar bagi timbulnya rasa ditolak oleh orang tua. Pengasuhan oleh ibu masih mendominasi pengasuhan pada anak-anak. Cara ibu mengasuh berpengaruh kepada perkembangan anak. Ibu yang hangat, merawat anak secara individual dan konsentrasi pada kesejahteraan anak biasanya menghasilkan anak yang baik dan penolong (Brooks, 2004). Sementara itu, ibu yang menggunakan strategi kehangatan, responsiveness, konsisten, dan dapat mengontrol diri dalam mengasuh anak, menjadi model bagi anak untuk berperilaku yang diharapkan oleh lingkungan dan selanjutnya dapat akan mengurangi timbulnya masalah perilaku bagi anak-anak (Koblinsky, Kuvalanka, & Randolph, 2006). Mengacu kepada konsep-konsep teori dan penelitian di atas, terlihat bahwa sikap orang tua terutama ibu dalam berinteraksi berpengaruh terhadap berbagai aspek dalam kehidupan anak. Kualitas pengasuhan anak merupakan prediktor dalam perkembangan self regulation anak. Kehangatan orang tua dan disiplin yang ditanamkan orang tua merupakan prediktor bagi self regulation. Anak yang mengalami kehangatan dan kepekaan dari orang tua lebih dapat mengatur dan memfokuskan perhatian pada tuntutan perkembangan. Anak-anak ini dapat mengikuti arahan orang tua, memperoleh keuntungan dari bimbingan orang tua, dapat 4

5 menginternalisasi norma-norma, serta menahan diri berperilaku yang tidak tepat (Eiden, Edward, & Leonard, 2007). Dalam pengasuhan, memerlukan persiapan secara mental dan fisik dari orang tua. Orang tua diharapkan dapat bermain peran agar dapat menstimulasi dan menjadi role model bagi anak. Menurut Rohani (2009) mengatakan bahwa ada perbedaan yang signifikan jumlah anak dalam keluarga terhadap self regulation. Selanjutnya Rohani mengatakan, keluarga yang memiliki jumlah anak adalah dua orang, maka anak-anak tersebut cenderung menampilkan self regulation yang telah berkembang, khususnya pada dimensi self inhibition. Ciri-ciri anak yang mampu mengembangkan self inhibition adalah (1) anak mampu menunda kegembiraan, seperti : menunggu hadiah, berbagi mainan dengan anak lain dan menunggu giliran, (2) anak mau tunduk mengikuti arahan orang dewasa, menahan diri untuk tidak membuat kekacauan, serta taat pada aturan kelas, (3) anak mampu melakukan toleransi terhadap frustasi, seperti menahan diri untuk marah, bosan, kecewa, dan (4) anak mampu untuk sabar, seperti : ketekunan dalam mengerjakan tugas, kemampuan menghadapi kritikan/kecaman dalam level sedang (Olson & Kashiwagi, 2000). Sedangkan keluarga yang memiliki jumlah anak adalah lebih dari dua orang, cenderung kurang mampu menampilkan perilaku-perilaku dalam self regulation. Rohani (2009) mengatakan untuk keluarga yang memiliki jumlah anak adalah satu orang, perilaku anak yang ditampilkan adalah self assertion yang merupakan sikap kemandirian yang menjadi salah satu modal anak menuju kedewasaan dan kesuksesan. Self Assertion adalah dimensi kedua dari self regulation. Berikut ciri-ciri anak yang menampilkan self assertion : (1) anak mempu berkomunikasi verbal secara asertif, (2) anak mampu mengekspresikan diri dalam cara-cara yang kreatif, (3) anak mampu berpartisipasi positif dalam kelompok (Olson & Kashiwagi, 2000). Keluarga yang memiliki jumlah anak adalah dua orang atau satu orang memiliki kesempatan yang besar untuk memerankan pengasuhan responsiveness, yaitu tindakan orang tua dengan sengaja membantu perkembangan kepribadian, regulasi diri, serta tuntutan diri anak, seperti : menyesesuaikan diri dengan anak, memberi dukungan serta berespon terhadap kebutuhan anak yang bersifat khusus. Selain itu juga memiliki kesempatan yang besar untuk memerankan pengasuhan demandingness, yaitu tuntutan orang tua terhadap anak supaya anak terintegrasi ke dalam keluarga besar, yang berupa : tuntutan kematangan pada anak, pembimbingan, upaya pendisiplinan, dan kesediaan berhadapan muka dengan anak yang tidak taat (Baumrind, 1991). Seperti yang ditulis pada paragraf sebelumnya, bahwa pola asuh dibagi 4 macam, yaitu otoritatif, otoritarian, permisif, un-involved. Menurut Baumrind (1991), pola asuh otoritatif memiliki demandingness dan responsiveness yang tinggi, pola asuh otoritarian memiliki demandingness yang tinggi tapi responsiveness-nya rendah. Sedangkan pola asuh permisif, memiliki demandingness rendah namun responsiveness-nya tinggi. Terakhir pola asuh uninvolved memiliki demandingness dan responsiveness yang rendah. Berdasarka teori tersebut, menunjukkan bahwa pola asuh yang lebih baik dalam mengembangkan self regulation anak adalah pola asuh otoritatif. Keluarga yang memiliki jumlah anak dua orang atau satu orang memiliki kesempatan lebih besar untuk menerapkan pola asuh otoritatif. Asumsinya adalah orang tua akan memberikan perhatian yang cukup kepada dua orang anak atau satu orang anak Selain itu, interaksi antara orang tua dan dua orang anak atau satu orang anak dapat lebih terbuka. 5

6 Rohani (2009) mengatakan bahwa keluarga dengan dua orang anak memberikan kesempatan bagi anak untuk belajar berbagi, menahan keinginan serta bergiliran mendapatkan perhatian dari orang tua dan di sisi lain orang tua dapat memberikan pendidikan dan perhatian yang cukup. Sedangkan keluarga dengan satu orang anak memberikan kesempatan bagi anak untuk mengungkapkan ide-idenya secara verbal dan memiliki keleluasaan untuk mengekspresikan diri dengan cara-cara kreatif. Keluarga yang memiliki lebih dari dua orang anak membutuhkan upaya yang lebih besar dan kadangkadang mengalami kesulitan menghadapi anak dengan berbagai karakter serta suasana hati yang berbeda-beda. Pada akhirnya orang tua tidak siap dan tidak konsisten dalam melakukan pengasuhan. Simpulannya adalah self regulation merupakan indikator penting dalam menunjang kesuksesan seseorang. Untuk mengembangkan self regulation pada seseorang dapat dimulai sejak anak usia dua tahun, sehingga pola asuh menjadi pengaruh besar dalam mengembangkan self regulation seseorang. Pola asuh otoritatif adalah metode pola asuh yang baik untuk membentuk self regulation anak. Keluarga yang memiliki anak dua orang atau kurang memiliki kesempatan yang lebih besar untuk membentuk self regulation pada anak dan menerapkan pola asuh otoritatif dibandingkan keluarga yang memiliki anak lebih dari dua. Daftar Pustaka : Baumrind, D. (1991). The influence of parenting style on adolescent competence and substance use. Journal of Early Adolescent, 11(1), Blair, C. (2003, Juli). Self regulation and school readiness: Eric digest. Retrieved 23 April 2008, from Bodrova, E., & Leong, D. J. (2005, Maret) Developing self regulation in kindergarten: Can we keep all the circkets in the basket. Beyond the Journal Young Children on Web. Retrieved 30 April 2008, from. Brooks, J.B. (1999). The process of paranting (6 th ed). New York:McGraw-Hill. Darling, N. (1999, Maret). Parenting style and its correlates: Eric digest. Retrieved 23 April 2008, from Demo, D.H., & Cox, M.J. (2000). Family with young children: A review of research in the 1990s. Journal of Marriage and Family, 62, Eiden, R.D., Edwards, E.P., & Leonard, K.E. (2007). A conceptual model for the development of externalizing behavior problems among kindergarten children of alchoholic families: Role of parenting and children s self regulation. Journal of Developmental Psychology 43(5), Eisenberg, N. (2005). Temperamental effortful control (self regulation). [Electronic vertion]. Enclycopedia on early Childhood Development. Arizona: Arizona State University. 6

7 Gray, M.R., & Steinberg, L. (1999). Unpacking authoritative parenting: Reassessing a multidimensional construct. Journal of Marriage and family, 61, Koblinsky, S.A., Kuvalanka, K.A., & Randolph, S.M. (2006). Social skills and behavior problems of urban, African American preschoolers: Role of parenting practices, family conflict and maternal depression. Journal of Orthopsychiartry, 76(4), Kurniasih. D. (2008, 11 Oktober). Melatih anak mandiri dan berprestasi. Nakita, 479, Li-Grining, C.P. (2007). Effortful control among low-income preschoolers in three cities: Stability, change, and individual differences. Journal of Developmental Psychology, 43, McClelland, M.M., Connor, C.M., Jewkes, A.M., Cameron, C. E., Farris, C.L., Morrison, F.J. (2007). Link between behavioral regulation and preschoolers literacy, vocabulary, and math skills. Journal of Developmental Psychology, 43(4), Olson, S.L., & Kashiwagi, K. (2000). Teacher rating of behavioral self regulation in preschool children: A Japanese/US comparison. Journal of Applied Developmental Psychology 21(6), Perry, B.D. (2008). Self Regulation: The second core strength. Retrieved 2 Agustus 2008, from Rohani, W. (2009). Self regulation anak prasekolah terhadap pola asuh ibu. Journal Pskologi Pendidikan. Universitas Tarumanagara. Santrock, J. W. (2008). Education psychhology (3 th ed). Boston: McGraw-Hill. Susanto. H. (2006). Mengembangkan kemampuan self regulation untuk meningkatkan keberhasilan akademik siswa. Jurnal Pendidikan Penabur 07. 7

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI POLA ASUH DAN KEMAMPUAN MENUNDA KEPUASAN PADA ANAK USIA PRASEKOLAH. Hapsari Wulandari

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI POLA ASUH DAN KEMAMPUAN MENUNDA KEPUASAN PADA ANAK USIA PRASEKOLAH. Hapsari Wulandari STUDI DESKRIPTIF MENGENAI POLA ASUH DAN KEMAMPUAN MENUNDA KEPUASAN PADA ANAK USIA PRASEKOLAH Hapsari Wulandari Dibimbing oleh : Dra. Marisa F. Moeliono, M.Pd. ABSTRAK Pada masa usia prasekolah, salahsatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Departemen Kesehatan RI pada tahun 2010 jumlah anak usia dini (0-4 tahun) di

BAB I PENDAHULUAN. Departemen Kesehatan RI pada tahun 2010 jumlah anak usia dini (0-4 tahun) di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini merupakan saat seseorang mengalami perkembangan dan pertumbuhan yang sangat pesat dalam kehidupannya. Perkembangan dan pertumbuhan pada anak usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya

BAB I PENDAHULUAN. Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya pendidikan di perguruan tinggi. Hal ini dikarenakan begitu banyak perguruan tinggi seperti

Lebih terperinci

Judul Tulisan : Antara Ekspektasi dan Realita: Kontroversi Pemberian Suplemen Akademis Pada Anak Usia Dini

Judul Tulisan : Antara Ekspektasi dan Realita: Kontroversi Pemberian Suplemen Akademis Pada Anak Usia Dini Nama : Nadia Anindita Vandari NPM : 1406564540 Mata Kuliah Kelas : Penulisan Ilmiah : B Semester : 1 Tahun Akademik : 2014/2015 Judul Tulisan : Antara Ekspektasi dan Realita: Kontroversi Pemberian Suplemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan dalam masa transisi itu remaja menjajaki alternatif dan mencoba berbagai pilihan sebagai

Lebih terperinci

GAMBARAN KEMANDIRIAN EMOSIONAL REMAJA USIA TAHUN BERDASARKAN POLA ASUH AUTHORITATIVE NUR AFNI ANWAR LANGGERSARI ELSARI NOVIANTI S.PSI. M.

GAMBARAN KEMANDIRIAN EMOSIONAL REMAJA USIA TAHUN BERDASARKAN POLA ASUH AUTHORITATIVE NUR AFNI ANWAR LANGGERSARI ELSARI NOVIANTI S.PSI. M. GAMBARAN KEMANDIRIAN EMOSIONAL REMAJA USIA 12-15 TAHUN BERDASARKAN POLA ASUH AUTHORITATIVE NUR AFNI ANWAR LANGGERSARI ELSARI NOVIANTI S.PSI. M.PSI 1 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN ABSTRAK Kemandirian

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Simpulan Penelitian ini ingin mengetahui gambaran pola asuh yang diberikan oleh orang tua pada remaja yang melakukan penyalahgunaan narkoba. Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka diperlukan partisipasi penuh dari putra-putri bangsa Indonesia di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. maka diperlukan partisipasi penuh dari putra-putri bangsa Indonesia di berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang giatgiatnya membangun. Agar pembangunan ini berhasil dan berjalan dengan baik, maka diperlukan partisipasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. meluasnya lingkungan sosial. Anak-anak melepaskan diri dari keluarga dan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. meluasnya lingkungan sosial. Anak-anak melepaskan diri dari keluarga dan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan sosial dan kepribadian anak usia dini ditandai oleh meluasnya lingkungan sosial. Anak-anak melepaskan diri dari keluarga dan mendekatkan diri pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dapat membantu suatu negara dalam mencetak SDM (Sumber

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dapat membantu suatu negara dalam mencetak SDM (Sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat membantu suatu negara dalam mencetak SDM (Sumber Daya Manusia) yang berkualitas, baik dari segi spiritual, intelegensi, dan skill. Menteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. datang, jika suatu bangsa memiliki sumber daya manusia yang berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. datang, jika suatu bangsa memiliki sumber daya manusia yang berkualitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini adalah anak yang berada pada rentang usia 0-6 tahun. Anak usia dini merupakan sumber daya manusia yang sangat penting dan berpotensi tinggi untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605).

BAB II KAJIAN TEORI. tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605). BAB II KAJIAN TEORI A. Teori Kontrol Diri 1. Pengertian Kontrol Diri Kontrol diri adalah kemampuan untuk menekan atau untuk mencegah tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mandiri, disiplin dalam mengatur waktu, dan melaksanakan kegiatan belajar yang

BAB I PENDAHULUAN. mandiri, disiplin dalam mengatur waktu, dan melaksanakan kegiatan belajar yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semua sekolah menghendaki siswanya belajar optimal untuk mencapai prestasi tinggi. Tuntutan belajar tersebut mengharuskan siswa untuk belajar lebih mandiri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian

BAB I PENDAHULUAN. Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN. tujuan hidupnya, prestasi, kesuksesan dan juga penghargaan. Tanpa didukung oleh

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN. tujuan hidupnya, prestasi, kesuksesan dan juga penghargaan. Tanpa didukung oleh 7 BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Hakikat Kemandirian Anak 2.1.1 Pengertian Kemadirian Kemandirian merupakan salah satu aspek terpenting yang harus dimiliki setiap individu dan anak, karena

Lebih terperinci

DISIPLIN PADA ANAK SERI BACAAN ORANG TUA

DISIPLIN PADA ANAK SERI BACAAN ORANG TUA 30 SERI BACAAN ORANG TUA DISIPLIN PADA ANAK Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal Kementerian Pendidikan Nasional Milik Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan kearah yang lebih baik tetapi perubahan ke arah yang semakin buruk pun terus berkembang.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh 1.1 Definisi Pengasuhan adalah kegiatan kompleks yang mencakup berbagai tingkah laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh anak (Darling,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tata tertib, peraturan dengan penuh rasa tanggung jawab dan disiplin. Di

BAB I PENDAHULUAN. tata tertib, peraturan dengan penuh rasa tanggung jawab dan disiplin. Di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Sekolah merupakan lembaga formal sebagai wadah untuk kegiatan proses belajar mengajar tertib dan lancar, maka seluruh siswa harus mematuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sisdiknas tahun 2003 pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa: kualitas peserta didik, maka harus ditingkatkan untuk menjembatani

BAB I PENDAHULUAN. Sisdiknas tahun 2003 pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa: kualitas peserta didik, maka harus ditingkatkan untuk menjembatani BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengertian pendidikan sebagaimana yang tersebut dalam Undangundang Sisdiknas tahun 2003 pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Disiplin memiliki arti penting bagi setiap individu yang bertujuan atau ingin mencapai sesuatu. Sebagai contoh, individu yang ingin menjadi juara kelas, juara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan dari proses pembelajaran di sekolah tersebut. Pendidikan dapat

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan dari proses pembelajaran di sekolah tersebut. Pendidikan dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam bidang pendidikan proses pembelajaran di sekolah menjadi pilar utama, karena tercapai atau tidaknya tujuan pendidikan nasional sangat ditentukan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan bantuan orang lain. Oleh karena itu, setiap manusia diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan istilah kunci yang penting dalam kehidupan manusia,

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan istilah kunci yang penting dalam kehidupan manusia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belajar merupakan istilah kunci yang penting dalam kehidupan manusia, khususnya dalam setiap dunia pendidikan, sehingga tanpa belajar tak pernah ada pendidikan. Belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hampir dapat dipastikan bahwa setiap orangtua menginginkan yang terbaik

BAB I PENDAHULUAN. Hampir dapat dipastikan bahwa setiap orangtua menginginkan yang terbaik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hampir dapat dipastikan bahwa setiap orangtua menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya, termasuk dalam hal pendidikan. Orangtua berharap anaknya bisa mendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Guru berperan penting dalam proses pendidikan anak di sekolah, bagaimana

BAB I PENDAHULUAN. Guru berperan penting dalam proses pendidikan anak di sekolah, bagaimana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Guru berperan penting dalam proses pendidikan anak di sekolah, bagaimana guru mengajar, berperilaku dan bersikap memiliki pengaruh terhadap siswanya (Syah, 2006). Biasanya,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. biologis dan ditutup dengan aspek kultural. Transisi dari masa kanak-kanak ke remaja

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. biologis dan ditutup dengan aspek kultural. Transisi dari masa kanak-kanak ke remaja BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu masa transisi yang diawali dengan perubahan biologis dan ditutup dengan aspek kultural. Transisi dari masa kanak-kanak ke remaja ditandai

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk kemajuan pembangunan. Salah satu lembaga pendidikan yang penting adalah perguruan tinggi.

Lebih terperinci

BABI. PENDAillJLUAN. Ketika anak mulai menginjak masa awal kanak-kanak (2-6 tahun), anak

BABI. PENDAillJLUAN. Ketika anak mulai menginjak masa awal kanak-kanak (2-6 tahun), anak BABI PENDAillJLUAN 1.1. Latar Belakang Ketika anak mulai menginjak masa awal kanak-kanak (2-6 tahun), anak memerlukan perhatian dan pengawasan dari orangtua atau orang dewasa disekitarnya. Hal ini penting

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Siswa-siswi yang sedang berada di tingkat pendidikan SMA. seringkali menjadi kekhawatiran bagi orang tua dan guru, karena

BAB 1 PENDAHULUAN. Siswa-siswi yang sedang berada di tingkat pendidikan SMA. seringkali menjadi kekhawatiran bagi orang tua dan guru, karena BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Siswa-siswi yang sedang berada di tingkat pendidikan SMA seringkali menjadi kekhawatiran bagi orang tua dan guru, karena mereka akan meneruskan ke tingkat Perguruan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemandirian Anak TK 2.1.1 Pengertian Menurut Padiyana (2007) kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk berbuat bebas, melakukan sesuatu atas dorongan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TIPE POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KEMANDIRIAN PERILAKU REMAJA AKHIR. Dr. Poeti Joefiani, M.Si

HUBUNGAN ANTARA TIPE POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KEMANDIRIAN PERILAKU REMAJA AKHIR. Dr. Poeti Joefiani, M.Si HUBUNGAN ANTARA TIPE POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KEMANDIRIAN PERILAKU REMAJA AKHIR DYAH NURUL HAPSARI Dr. Poeti Joefiani, M.Si Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran Pada dasarnya setiap individu memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia terlahir dalam keadaan yang lemah, untuk memenuhi kebutuhannya tentu saja manusia membutuhkan orang lain untuk membantunya, artinya ia akan tergantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang ada di dalamnya tentu perlu membekali diri agar benar-benar siap

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang ada di dalamnya tentu perlu membekali diri agar benar-benar siap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di zaman modern yang hingga kini terus berkembang, manusia sebagai bagian yang ada di dalamnya tentu perlu membekali diri agar benar-benar siap menerima hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diasuh oleh orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga

BAB I PENDAHULUAN. diasuh oleh orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya, ia akan diasuh oleh orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga waktu tertentu.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kontrol Diri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kontrol Diri BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kontrol Diri 1. Definisi Kontrol Diri Kontrol diri mengacu pada kapasitas untuk mengubah respon diri sendiri, terutama untuk membawa diri mereka kepada standar yang sudah ditetapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan tinggi adalah salah satu lembaga pendidikan, idealnya harus mampu

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan tinggi adalah salah satu lembaga pendidikan, idealnya harus mampu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi adalah salah satu lembaga pendidikan, idealnya harus mampu memberikan pengetahuan dasar dan sejumlah keterampilan khusus serta pelatihan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan mengalami perubahan-perubahan bertahap dalam hidupnya. Sepanjang rentang kehidupannya tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara berpikir remaja mengarah pada tercapainya integrasi dalam hubungan sosial (Piaget dalam Hurlock, 1980).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pendidikan formal merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pendidikan formal merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pendidikan formal merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap manusia yang didapatkan lewat sekolah. Setiap orang yang bersekolah harus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. proses kedewasaan, hingga kepada upaya pembentukan norma-norma yang. diharapkan oleh masyarakat pada umumnya (Casmini, 2007).

BAB II TINJAUAN TEORI. proses kedewasaan, hingga kepada upaya pembentukan norma-norma yang. diharapkan oleh masyarakat pada umumnya (Casmini, 2007). digilib.uns.ac.id BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Dasar Pola Asuh 1. Pengertian Pola Asuh Pola asuh adalah cara orang tua memperlakukan anak, mendidik, membimbing, mendisiplinkan serta melindungi anak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Pola Asuh Orangtua a. Pengertian Dalam Kamus Bahasa Indonesia pola memiliki arti cara kerja, sistem dan model, dan asuh memiliki arti menjaga atau merawat dan

Lebih terperinci

MANFAAT EMOTIONAL INTELLIGENCE BAGI PENGAJAR DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR

MANFAAT EMOTIONAL INTELLIGENCE BAGI PENGAJAR DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR MANFAAT EMOTIONAL INTELLIGENCE BAGI PENGAJAR DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR Astrini Jurusan Psikologi, Fakultas Psikologi, Bina Nusantara University, Jln. Kemanggisan Ilir III No 45, Kemanggisan, Palmerah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi

Lebih terperinci

S A N T I E. P U R N A M A S A R I U M B Y

S A N T I E. P U R N A M A S A R I U M B Y PERKEMBANGAN SOSIAL : KELUARGA S A N T I E. P U R N A M A S A R I U M B Y PENGANTAR Keluarga adalah tempat dan sumber perkembangan sosial awal pada anak Apabila interaksi yang terjadi bersifat intens maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Pendidikan Anak

Lebih terperinci

EMOTIONAL INTELLIGENCE MENGENALI DAN MENGELOLA EMOSI DIRI SENDIRI DAN ORANG LAIN Hogan Assessment Systems Inc.

EMOTIONAL INTELLIGENCE MENGENALI DAN MENGELOLA EMOSI DIRI SENDIRI DAN ORANG LAIN Hogan Assessment Systems Inc. EQ KEMAMPUAN EMOTIONAL INTELLIGENCE UNTUK MENGENALI DAN MENGELOLA EMOSI DIRI SENDIRI DAN ORANG LAIN. Laporan untuk John Doe ID UH555438 Tanggal Oktober 20, 2014 2013 Hogan Assessment Systems Inc. Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dan Pemuda Departemen Pendidikan Indonesia, Fasli Jalal (Harian

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dan Pemuda Departemen Pendidikan Indonesia, Fasli Jalal (Harian BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia jumlah anak berkebutuhan khusus semakin mengalami peningkatan, beberapa tahun belakangan ini istilah anak berkebutuhan khusus semakin sering terdengar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Meta Nurlaela, 2014 Meningkatkan kedisiplinan anak melalui pemberian teknik token

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Meta Nurlaela, 2014 Meningkatkan kedisiplinan anak melalui pemberian teknik token BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini memiliki peranan sangat penting untuk mengembangkan kepribadian anak serta mempersiapkan mereka memasuki jenjang pendidikan selanjutnya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan lebih jauh mengenai teori-teori yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan lebih jauh mengenai teori-teori yang BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan lebih jauh mengenai teori-teori yang menjelaskan mengenai pengertian perkembangan, pengertian emosi, dan pengertian pendidikan anak usia dini. A. Pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, diantaranya dalam bidang pendidikan seperti tuntutan nilai pelajaran

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, diantaranya dalam bidang pendidikan seperti tuntutan nilai pelajaran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dari waktu ke waktu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi makin pesat mengikuti arus globalisasi yang semakin hebat. Akibat dari fenomena ini antara lain

Lebih terperinci

MENGENALI POLA ASUH YANG TEPAT. Rita Eka Izzaty 1

MENGENALI POLA ASUH YANG TEPAT. Rita Eka Izzaty 1 MENGENALI POLA ASUH YANG TEPAT Rita Eka Izzaty 1 Pada dasarnya semua anak didunia adalah anak-anak cerdas, mempunyai bakat, baik, dan hebat. Namun, dewasa ini banyak sekali anak-anak melakukan tindakan-tindakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemandirian yang dimiliki oleh setiap manusia berawal dari masa anak anak. Proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemandirian yang dimiliki oleh setiap manusia berawal dari masa anak anak. Proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemandirian yang dimiliki oleh setiap manusia berawal dari masa anak anak. Proses pembentukannya dimulai sejak anak berusia 2 bulan hingga masa dewasa (Santrock,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu dalam hidupnya tidak terlepas dari proses belajar. Individu

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu dalam hidupnya tidak terlepas dari proses belajar. Individu 1 BAB I PENDAHULUAN I. 1 LATAR BELAKANG MASALAH Setiap individu dalam hidupnya tidak terlepas dari proses belajar. Individu selalu belajar untuk memperoleh berbagai keterampilan dan kemampuan agar dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Beban Pengasuhan Orang Tua Kepada Anak Intellectual Disability

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Beban Pengasuhan Orang Tua Kepada Anak Intellectual Disability BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Beban Pengasuhan Orang Tua Kepada Anak Intellectual Disability Beban pengasuhan orang tua dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang dirasakan orang tua akibat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Siswa 1. Pengertian Siswa Siswa adalah komponen masukan dalam sistem pendidikan, yang selanjutnya diproses di dalam proses pendidikan, sehingga menjadi manusia yang berkualiatas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memasuki pendidikan lebih lanjut yang diselenggarakan baik formal, informal

BAB I PENDAHULUAN. memasuki pendidikan lebih lanjut yang diselenggarakan baik formal, informal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak

Lebih terperinci

C A R E E R H O G A N D E V E L O P TIPS- TIPS PENGEMBANGAN UNTUK MANAJEMEN KARIR. Laporan untuk: John Doe ID: HC Tanggal: 29 Juli 2015

C A R E E R H O G A N D E V E L O P TIPS- TIPS PENGEMBANGAN UNTUK MANAJEMEN KARIR. Laporan untuk: John Doe ID: HC Tanggal: 29 Juli 2015 S E L E C T D E V E L O P L E A D H O G A N D E V E L O P C A R E E R TIPS- TIPS PENGEMBANGAN UNTUK MANAJEMEN KARIR Laporan untuk: John Doe ID: HC243158 Tanggal: 29 Juli 2015 2 0 0 9 H O G A N A S S E

Lebih terperinci

MENJADI ORANGTUA TERBAIK UNTUK ANAK DENGAN METODE PENGASUHAN YANG TEPAT

MENJADI ORANGTUA TERBAIK UNTUK ANAK DENGAN METODE PENGASUHAN YANG TEPAT MENJADI ORANGTUA TERBAIK UNTUK ANAK DENGAN METODE PENGASUHAN YANG TEPAT Dwi Retno Aprilia, Aisyah Program Studi PGPAUD Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang, Jalan Semarang 5 Malang Email:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini (PAUD) merupakan upaya pembinaaan dan pengasuhan yang ditujukan kepada anak sejak lahir hingga anak usia 6 tahun, meskipun sesungguhnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pertumbuhannya, anak memerlukan perlindungan, kasih sayang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pertumbuhannya, anak memerlukan perlindungan, kasih sayang BAB I PENDAHULUAN l.l Latar Belakang Masalah Anak merupakan aset bangsa yang tak ternilai harganya. Merekalah yang akan menerima kepemimpinan dikemudian hari serta menjadi penerus perjuangan bangsa. Dalam

Lebih terperinci

MOTIVASI DALAM BELAJAR. Saifuddin Azwar

MOTIVASI DALAM BELAJAR. Saifuddin Azwar MOTIVASI DALAM BELAJAR Saifuddin Azwar Dalam dunia pendidikan, masalah motivasi selalu menjadi hal yang menarik perhatian. Hal ini dikarenakan motivasi dipandang sebagai salah satu faktor yang sangat dominan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa bayi adalah periode dalam hidup yang dimulai setelah kelahiran dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa bayi adalah periode dalam hidup yang dimulai setelah kelahiran dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa bayi adalah periode dalam hidup yang dimulai setelah kelahiran dan berakhir dengan berkembangnya penggunaan bahasa. Masa bayi berlangsung sekitar 18

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pada Bab ini akan dibahas beberapa landasan teori sebagai dasar untuk melihat

BAB II LANDASAN TEORI. Pada Bab ini akan dibahas beberapa landasan teori sebagai dasar untuk melihat BAB II LANDASAN TEORI Pada Bab ini akan dibahas beberapa landasan teori sebagai dasar untuk melihat gambaran prokrastinasi pada mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Bina Nusantara. Landasan teori ini

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kematangan Emosi Chaplin (2011) mengartikan kematangan (maturation) sebagai: (1) perkembangan, proses mencapai kemasakan/usia masak, (2) proses perkembangan, yang dianggap berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya maupun mengenai diri mereka sendiri. dirinya sendiri dan pada late childhood semakin berkembang pesat.

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya maupun mengenai diri mereka sendiri. dirinya sendiri dan pada late childhood semakin berkembang pesat. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak belajar tentang banyak hal, sejak lahir ke dunia ini. Anak belajar untuk mendapatkan perhatian, memuaskan keinginannya, maupun mendapatkan respon yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terpenting dalam suatu perkembangan bangsa. Oleh karena itu, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. terpenting dalam suatu perkembangan bangsa. Oleh karena itu, perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kualitas pendidikan di Indonesia selalu berusaha untuk ditingkatkan agar mencapai hasil yang semakin baik kedepannya. Pendidikan merupakan aspek terpenting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bagi sebagian besar orang, Taman kanak-kanak (TK) merupakan sebuah jenjang pendidikan awal bagi anak sebelum mereka memasuki sekolah dasar (SD). Oleh sebab

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Meskipun Children s Television Act of 1990 telah membatasi program televisi

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Meskipun Children s Television Act of 1990 telah membatasi program televisi BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Waktu Menonton Televisi Meskipun Children s Television Act of 1990 telah membatasi program televisi untuk anak 10.5 menit/jam dalam satu minggu dan 12 menit/jam pada akhir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan pada jaman ini sangat berkembang di berbagai negara. Sekolah sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan pada jaman ini sangat berkembang di berbagai negara. Sekolah sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan pada jaman ini sangat berkembang di berbagai negara. Sekolah sebagai lembaga formal merupakan sarana dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 21 tahun dan belum menikah (www.google.com). Menurut UU No. 23 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. 21 tahun dan belum menikah (www.google.com). Menurut UU No. 23 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Konsep anak didefinisikan dan dipahami secara bervariasi dan berbeda, sesuai dengan sudut pandang dan kepentingan yang beragam. Menurut UU No. 4 Tahun 1979

Lebih terperinci

POLA PENGASUHAN ANAK DALAM KELUARGA OLEH : ADE JUWAEDAH. Abstrak

POLA PENGASUHAN ANAK DALAM KELUARGA OLEH : ADE JUWAEDAH. Abstrak POLA PENGASUHAN ANAK DALAM KELUARGA OLEH : ADE JUWAEDAH Abstrak Kontrol belajar pada implementasi pendidikan praktis di rumah, terutama untuk anak usia dini dan usia sekolah seyogiyanya ada di bawah kendali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan yang terjadi semakin ketat, individu dituntut untuk memiliki tingkat pendidikan yang memadai

Lebih terperinci

PERAN KELUARGA STRATEGIS DAN KRUSIAL

PERAN KELUARGA STRATEGIS DAN KRUSIAL PERAN KELUARGA STRATEGIS DAN KRUSIAL Belum memiliki budi pekerti tertentu, belum memiliki bentuk jiwa yang tetap dan masih bersifat global. Anak masih mudah menerima pengaruh dari lingkungan POTENSI KELUARGA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan kebutuhannya. Sekolah merupakan salah satu lembaga yang

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan kebutuhannya. Sekolah merupakan salah satu lembaga yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang paling mutlak dimiliki oleh semua orang. Pendidikan akan menjadi penentu agar bangsa kita dapat berkembang secara optimal. Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi segala kebutuhan dan keinginan dan keinginan, misalnya dalam bersosialisasi dengan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Panti Sosial Asuhan Anak adalah suatu lembaga usaha kesejahteraan sosial

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Panti Sosial Asuhan Anak adalah suatu lembaga usaha kesejahteraan sosial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Panti Sosial Asuhan Anak adalah suatu lembaga usaha kesejahteraan sosial yang mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pelayanan kesejahteraan sosial pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. interaksi anak dan kemampuan untuk menguasai keterampilan motorik dan

BAB I PENDAHULUAN. interaksi anak dan kemampuan untuk menguasai keterampilan motorik dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak-anak merupakan pribadi yang menakjubkan yang ingin mencapai banyak hal sekaligus. Perkembangan psikologi, sosial dan kognitif anak bergantung pada interaksi anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Coakley (dalam Lerner dkk, 1998) kadang menimbulkan terjadinya benturan antara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Coakley (dalam Lerner dkk, 1998) kadang menimbulkan terjadinya benturan antara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa terjadinya banyak perubahan. Remaja haus akan kebebasan dalam memutuskan dan menentukan pilihan hidupnya secara mandiri. Erikson (dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membimbing, mengasuh dan memberikan kegiatan pembelajaran yang mampu

BAB I PENDAHULUAN. membimbing, mengasuh dan memberikan kegiatan pembelajaran yang mampu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini merupakan upaya untuk menstimulasi, membimbing, mengasuh dan memberikan kegiatan pembelajaran yang mampu menghasilkan kemampuan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa mengalami masa peralihan dari remaja akhir ke masa dewasa awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih dituntut suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang semakin meningkat. Individu dituntut untuk semakin maju agar dapat mengikuti persaingan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Indonesia

2. TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Indonesia 10 2. TINJAUAN PUSTAKA Bab ini mengulas tentang pelbagai teori dan literatur yang dipergunakan dalam penelitian ini. Adapun teori-teori tersebut adalah tentang perubahan organisasi (organizational change)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah individu unik yang mempunyai kebutuhan sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah individu unik yang mempunyai kebutuhan sesuai dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah individu unik yang mempunyai kebutuhan sesuai dengan tahap perkembangan. Sebagai individu yang unik anak memiliki berbagai kebutuhan yang berbeda

Lebih terperinci

formal, non formal, dan informal. Taman kanak-kanak (TK) adalah pendidikan

formal, non formal, dan informal. Taman kanak-kanak (TK) adalah pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu proses yang terus menerus berlangsung dan menjadi dasar bagi kelangsungan kehidupan manusia. Undangundang nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia dari masa ke

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia dari masa ke BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia dari masa ke masa lebih banyak bersifat klasikal-massal, yaitu berorientasi kepada kuantitas untuk

Lebih terperinci

PERAN ORANGTUA DALAM PENYESUAIAN DIRI ANAK TUNAGRAHITA. Oleh : Ria Ulfatusholiat ABSTRAKSI

PERAN ORANGTUA DALAM PENYESUAIAN DIRI ANAK TUNAGRAHITA. Oleh : Ria Ulfatusholiat ABSTRAKSI PERAN ORANGTUA DALAM PENYESUAIAN DIRI ANAK TUNAGRAHITA Oleh : Ria Ulfatusholiat ABSTRAKSI Anak merupakan anugerah yang sangat berarti bagi orangtua karena anak merupakan lambang pengikat cinta kasih bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar perkembangan pendidikannya (Sanjaya, 2005). Menurut UU RI No

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar perkembangan pendidikannya (Sanjaya, 2005). Menurut UU RI No BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan merupakan suatu proses yang sangat menentukan untuk perkembangan individu di masyarakat. Kemajuan pada individu bisa dilihat dari seberapa besar perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya pengembangan kemampuan fisik, kognitif, bahasa, sosial-emosional,

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya pengembangan kemampuan fisik, kognitif, bahasa, sosial-emosional, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa usia dini adalah masa yang sangat menentukan bagi pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya karena merupakan masa peka dan masa emas dalam kehidupan anak.

Lebih terperinci

Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya. agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup secara

Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya. agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup secara BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. LA TAR BELAKANG MASALAH Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup

Lebih terperinci

EMPATI DAN PERILAKU PROSOSIAL PADA ANAK

EMPATI DAN PERILAKU PROSOSIAL PADA ANAK EMPATI DAN PERILAKU PROSOSIAL PADA ANAK Murhima A. Kau Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Gorontalo INTISARI Proses perkembangan perilaku prososial menurut sudut pandang Social Learning Theory

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting bagi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting bagi kehidupan manusia. Pendidikan nasional di Indonesia memiliki tujuan sebagaimana tertulis dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. manusia yaitu kebutuhan untuk berdiri sendiri (need for autonomy) dan. kebutuhan untuk bergantung (needs for deference).

BAB II LANDASAN TEORI. manusia yaitu kebutuhan untuk berdiri sendiri (need for autonomy) dan. kebutuhan untuk bergantung (needs for deference). BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kemandirian Anak Usia Dini 2.1.1 Pengertian Kemandirian Menurut teori psychological needs Murray 1994 (Yulianti, 2009: 8) perilaku psikologis manusia digerakkan oleh sejumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya dunia pendidikan, kini orangtua semakin memiliki banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk mendaftarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap

Lebih terperinci