BAB III PEMBANGUNAN HUKUM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III PEMBANGUNAN HUKUM"

Transkripsi

1 BAB III PEMBANGUNAN HUKUM A. UMUM Menjelang pelaksanaan tahun terakhir dari Program Pembangunan Nasional (Propenas) melalui Rencana Pembangunan Tahunan (Repeta) 2004, sangat penting sekali untuk mendasarkan prioritas pembangunan hukum berdasarkan pencapaian yang telah dilakukan oleh penyelenggara negara khususnya Lembaga Mahkamah Agung; Lembaga Kejaksaan Agung; Lembaga Kepolisian; dan Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia bersama-sama dengan masyarakat melalui 4 (empat) program dalam Propenas yaitu Pembentukan Peraturan Perundangundangan; Pemberdayaan Lembaga Peradilan dan Lembaga Penegak Hukum Lainnya; Penuntasan Kasus Korupsi, Kolusi dan Nepotisme serta Pelanggaran Hak Asasi Manusia dan; Peningkatan Kesadaran Hukum dan Pengembangan Budaya Hukum. Secara formal pencapaian dari 4 (empat) program tersebut telah disampaikan oleh masing-masing lembaga pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Dengan demikian, setelah memasuki tahun keempat pelaksanaan Propenas, seharusnya masyarakat harus dapat merasakan adanya perbaikan atau perubahan yang lebih baik dari pelaksanaan pembangunan hukum. Tahun 2004 yang merupakan tahun terakhir dari pelaksanaan UU Nomor 25 Tahun 2000 pada dasarnya ditujukan untuk memantapkan upaya-upaya mewujudkan Supremasi Hukum dan Pemerintahan yang Baik. Sebagaimana ditetapkan dalam Propenas, tujuan dalam Program Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dalam Propenas yaitu untuk mendukung upaya-upaya dalam rangka mewujudkan supremasi hukum terutama penyempurnaan terhadap peraturan perundang-undangan warisan kolonial dan hukum nasional yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat. Dengan telah berjalannya pelaksanaan Propenas selama 4 (empat) tahun seharusnya berbagai peraturan perundang-undangan warisan kolonial semakin berkurang melalui perubahan atau penyempurnaan peraturan perundang-undangan yang lebih berkualitas melalui peranan masyarakat yang semakin besar untuk terlibat dalam proses perumusan kebijakan melalui konsultasi publik yang luas dengan proses yang transparan dan akuntabel. Upaya yang telah dilaksanakan dalam rangka pencapaian Program Pembentukan Peraturan Perundang-undangan meliputi penelitian dan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan, antara lain menghasilkan draft RUU Kejaksaan yang akan merubah UU Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan; perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung yang sampai dengan saat ini masih dalam proses; penelitian tentang Hak Uji Material, penelitian tentang Hak Asasi Manusia dan penelitian tentang Class Action telah dituangkan ke dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2001, tentang permohonan kasasi perkara perdata yang tidak memenuhi persyaratan formal. III 1

2 Tujuan dalam Program Pemberdayaan Lembaga Peradilan dan Lembaga Penegak Hukum Lainnya adalah untuk meningkatkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap peran dan citra lembaga peradilan dan lembaga penegak hukum lainnya seperti Kejaksaan, Kepolisian dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) sebagai bagian dari upaya mewujudkan supremasi hukum dengan dukungan hakim dan aparat penegak hukum lainnya yang profesional, berintegritas dan bermoral tinggi. Dengan tujuan tersebut seharusnya selama 4 (empat) tahun pelaksanaan Propenas secara berangsur telah dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap peran dan citra lembaga peradilan dan lembaga penegak hukum lainnya serta terciptanya hakim dan penegak hukum yang lebih profesional, berintegritas dan bermoral tinggi. Pencapaian kinerja dari Program ini terutama sebagai implikasi otonomi daerah di lingkungan Kejaksaan Agung adalah meningkatkan fungsi dari status Cabjari menjadi Kejari, penataan jabatan di internal Kejaksaan, penyempurnaan sistem rekruitmen dan pendidikan calon Jaksa, peningkatan integritas dan profesionalisme Jaksa melalui pelaksanaan Diklat, pembangunan sarana dan prasarana yang mendukung pelaksanaan tugas Kejaksaan. Selain itu, dalam rangka pelaksanaan reformasi Kejaksaan, telah dibentuk rencana kegiatan Kejaksaan melalui forum Pertemuan Pejabat Tinggi Hukum (Law Summit II), untuk mempercapat reformasi hokum khususnya di lingkungan Kejaksaan. Upaya penyelesaian tunggakan perkara kasasi dan peninjauan kembali di Mahkamah Agung dilakukan dengan kegiatan crash program yaitu dengan telah diselesaikannya sebanyak perkara dari perkara yang ada pada tahun Sedangkan dari pihak Kepolisian pada kurun waktu tahun 2002 pada kasus narkoba telah diselesaikan 7163 kasus dari 7174 kasus yang ada, kasus illegal logging diselesaikan sebanyak 910 kasus dari 947 kasus dan kasus korupsi diselesaikan 35 kasus dari 137 kasus yang ada. Pada Program Penuntasan Kasus Korupsi, Kolusi dan Nepotisme serta Pelanggaran Hak Asasi Manusia, tujuan untuk memulihkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum dan hak asasi manusia di Indonesia. Dengan demikian setelah pelaksanaan Propenas selama 4 (empat) tahun, seharusnya masyarakat sudah dapat melihat dan merasakan perubahan-perubahan berupa antara lain penjatuhan hukuman yang tegas terhadap tersangka pelaku korupsi dan pelanggar HAM tanpa pandang bulu dan bebas dari intervensi pihak manapun. Selain itu seharusnya dapat diperlihatkan kepada masyarakat pengembalian jumlah uang rakyat yang dikorupsi dan hanya digunakan untuk kepentingan pribadi untuk kemudian penggunaannya secara transparan dan akuntabel digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat luas. Secara umum prosentase penanganan/ penyelesaian kasus/perkara di lingkungan Kejaksaan mengalami peningkatan kualitas maupun kuantitasnya. Dalam penanganan/penyelesaian perkara tindak pidana khusus, termasuk perkara korupsi telah berhasil diselesaikan perkara dari perkara di tahun 2001 dan penyelesaian perkara dari kasus pada tahun Dari sejumlah perkara korupsi yang telah diselesaikan diatas, pada tahun 2001 kerugian Negara yang berhasil diselamatkan adalah sejumlah Rp ,38 dari keseluruhan Rp ,37 dan US$ Sedangkan untuk tahun 2002 kerugian Negara yang berhasil diselamatkan adalah sejumlah Rp dari Rp Rendahnya kerugian Negara yang berhasil diselamatkan antara lain karena penyusutan terhadap nilai barang bukti atau uang hasil barang bukti kejahatan sudah habis dan sebagainya; selain itu karena pelaku tindak pidana korupsi cukup cerdik III 2

3 menyembunyikan hasil kejahatan korupsi melalui pencucian uang, pemindahan rekening melalui nama orang lain, dan melarikan dana ke luar negeri; dan yang juga menjadi penghambat upaya pengembalian kerugian negara akibat kejahatan korupsi adalah hambatan-hambatan procedural seperti pelaksanaan ijin atasan, pemeriksaan atau pemblokiran rekening bank, menon-aktifkan dari jabatan selama pemeriksaan dan surat keterangan sakit yang sangat mudah digunakan untuk menghindari pemeriksaan; belum siterapkannya secara efektif pelaksanaan pembuktian terbalik sebagaimana diatur dalam Pasal 37, 37A dan pasal 38 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi; dan penerapan lembaga paksa badan (gijzeling) terhadap debitor non-kooperatif yang sampai dengan saat ini masih menunggu persetujuan Keppres dari Presiden. Khusus untuk perkara BLBI kurun waktu , dari 52 kasus yang masuk, 22 perkara telah diajukan ke pengadilan dan sisanya masih dalam proses penyidikan, dengan jumlah kerugian negara yang berhasil diselamatkan adalah Rp ,07. Sedangkan untuk perkara pelanggaran Ham yang diterima oleh Kejaksaan pada tahun 2002 adalah sebanyak 12 perkara dan yang telah diajukan ke pengadilan dan selesai juga sebanyak 12 perkara, yang diantaranya masih dalam proses persidangan dan upaya hukum banding. Di lingkungan lembaga Kepolisian RI dalam penanganan perkara kasus korupsi untuk pelaksanaan tahun 2002, dari 137 kasus yang masuk, 35 kasus diantaranya telah selesai ditangani oleh pihak Kepolisian. Di lingkungan Mahkamah Agung antara lain telah diselesaikan perkara Pidana Khusus KKN dan HAM sebanyak 80 kasus serta menginventarisir perkara pidana khusus KKN dan HAM di Mahkamah Agung sebanyak 80 kasus serta invetarisasi kasus HAM ke daerah Medan, Ujung Pandang dan Kupang pada tahun Di lingkungan Departemen Kehakiman dan HAM telah dilakukan antara lain penyiapan amandemen UU tentang Pemasyarakatan (PAS). Tujuan dari Program Peningkatan Kesadaran Hukum dan Pengembangan Budaya Hukum adalah untuk meningkatkan kembali kesadaran dan kepatuhan hukum baik bagi masyarakat maupun aparat penyelenggara negara secara keseluruhan dan meningkatkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap peran dan fungsi aparat penegak hukum yang diharapkan akan menciptakan budaya hukum yang baik di semua lapisan masyarakat. Dengan demikian seharusnya selama 4 (empat) tahun pelaksanaan Propenas, telah dapat dirasakan tingkat kesadaran dan kepatuhan masyarakat dan aparat penyelenggara negara yang lebih baik dan semakin meminimalisir tindakan main hakim sendiri oleh masyarakat dan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh aparat penyelenggara negara. Pencapaian tujuan dari 4 (empat) Program dalam Pembangunan Hukum sebagaimana tertuang dalam Propenas mempunyai implikasi yang luas terhadap keberhasilan bidang-bidang pembangunan lainnya seperti bidang ekonomi, social, pertahanan keamanan dan lain-lain. Karena pembangunan hukum merupakan landasan dasar bagi pelaksanaan penyelenggara negara dalam arti luas. Dengan demikian, tidak tercapainya berbagai tujuan dalam pembangunan hukum secara optimal, secara tidak langsung akan mengakibatkan terhambatnya pencapaian tujuan berbagai bidang pembangunan lainnya. Dalam pelaksanaannya, harus dihadapi kenyataan bahwa tujuan-tujuan sebagaimana tertuang dalam Propenas Bab Pembangunan Hukum masih belum dapat terpenuhi karena berbagai kendala dan hambatan baik dari sisi landasan hukum dan kelembagaan; sumber daya manusia; dan moral serta integritas penyelenggara negara III 3

4 khususnya penyelenggara negara di bidang hukum. Hal tersebut mengakibatkan terbentuknya opini dalam masyarakat bahwa reformasi hukum di Indonesia baru sebatas retorika. Kondisi tersebut sebenarnya sangat memprihatinkan, karena terciptanya penegakan hukum yang konsisten dan adil sangat berpengaruh kepada upaya-upaya memberantas tindak pidana korupsi yang konsisten dan independen. Penyebab utama terhambatnya pencapaian pelaksanaan Program Pembangunan Nasional di bidang pembangunan hukum adalah semakin maraknya dan menyebarnya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dalam tubuh penyelenggara negara. Hasil temuan Badan Pengawas Keuangan (BPK) mengindikasikan bahwa masih sangat banyak terjadinya praktik-praktik KKN dalam pengelolaan negara oleh pemerintah, terutamanya pengelolaan terhadap keuangan negara yang dimuat dalam APBN dan APBD yang sampai dengan Semester II Tahun 2002 terdapat penyimpangan dalam pengelolaan pendapatan belanja dan kekayaan negara sebesar Rp69,3 triliun, antara lain ditemukan dalam pengelolaan pendapatan dalam negeri yang rata-rata mencapai 23 persen atau senilai Rp967,587 miliar; dalam pengelolaan APBN, APBD, dan BUMN/BUMD penyimpangan terjadi sebanyak 271 kasus senilai Rp14,405 miliar dan 420 dolar AS. Terjadinya praktik KKN yang sedemikian luasnya dalam tubuh penyelenggara negara sebagaimana digambarkan dari hasil temuan BPK tersebut dalam kenyataannya menjadi salah satu penyebab terpuruknya ekonomi di Indonesia yang sampai dengan saat ini masih belum dapat keluar dari krisis ekonomi yang berkepanjangan. Dari sisi landasan hukum dan kelembagaan, permasalahan utama dalam rangka penuntasan KKN adalah antara lain belum terselesaikannya perubahan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang sampai dengan saat ini menjadi pedoman bagi Lembaga Kejaksaan, Lembaga Kepolisian, dan Lembaga Peradilan masih menimbulkan multi-interpretasi kewenangan antara lembaga Kejaksaan dan Lembaga Kepolisian dalam rangka penyidikan, sehingga menghambat upaya pemberantasan KKN itu sendiri. Terkait dengan permasalahan kewenangan, kondisi yang semakin berkembang adalah dengan diundangkannya UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KKTPK) yang mempunyai kewenangan sedemikian luasnya kepada KKTPK antara lain melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi yang saat ini juga menjadi kewenangan dari lembaga Kejaksaan dan lembaga Kepolisian. Ketidakjelasan pengaturan mengenai kewenangan tersebut akan mengakibatkan ketidakpastian hukum dan dapat menjadi lahan KKN apabila tidak segera ditindaklanjuti penyelesaiannya. Kendala lain adalah terkait dengan pengangkatan anggota Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 2002 sudah harus efektif pada akhir tahun 2003 dan sampai dengan saat ini menunggu persetujuan dari Presiden mengenai Keppres tentang Pembentukan Tim Seleksi Anggota Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu upaya percepatan peralihan satu atap yang seharusnya sesegera mungkin dilakukan masih terkendala terutama pengalihan kewenangan Departemen Kehakiman dan HAM dan Mahkamah Agung dalam proses peralihan di bidang pembinaan, organisasi dan finansial lembaga peradilan. Belum selesainya persiapanpersiapan tersebut antara lain terkait dengan alternatif pelaksanaan peralihan secara bertahap atau secara sekaligus sambil menunggu perubahan UU di lingkungan III 4

5 peradilan yang sampai dengan saat ini masih dalam pembahasan di DPR. Di samping itu koordinasi intensif juga dilakukan antara Departemen Kehakiman dan HAM dengan Mahkamah Agung untuk mengatisipasi pelaksanaan UU Nomor 35 Tahun Proses peralihan tersebut penting sekali dipercepat upaya peralihannya, agar Mahkamah Agung benar-benar dapat memfokuskan tugasnya pada upaya membina lembaga peradilan secara keseluruhan terlepas dari pengaruh pihak manapun. Hal tersebut juga merupakan salah satu upaya untuk memberikan posisi yang kuat kepada lembaga peradilan untuk benar-benar mandiri dalam memberikan putusannya tanpa diintervensi oleh pihak manapun, terutama dalam menangani berbagai perkara korupsi. Kondisi lain yang juga berkembang adalah dibentuknya Mahkamah Syariah pada Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD) yang memperluas kewenangan Peradilan Agama pada 3 (tiga) bidang yaitu: (1) al-ahwal al-syakhshiyah; (2) muamalat; dan (3) Jinayat. Perluasan kewenangan tersebut menjadi terkendala karena hukum beracaranya yang belum sejalan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, terutama dalam kaitannya dengan fungsi penyelidikan dan penyidikan yang akan dilakukan oleh lembaga Kejaksaan dan Lembaga Kepolisian di NAD. Di samping itu masih belum dipahaminya landasan hukum tentang Mahkamah Syariah yang secara umum telah ditetapkan dengan UU No. 18 Tahun 1999 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nangroe Aceh Darusalam dan secara detail telah ditetapkan dengan Qanun Provinsi Nangroe Aceh Darussalam Nomor 10 Tahun 2002 tentang Peradilan Syariat Islam dan Qanun Provinsi Nangroe Aceh Darussalam Nomor 11 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Syariat Islam Bidang Aqidah, Ibadah dan Syi ar Islam. Juga menjadi permasalahan tersendiri terutama dikaitkan dengan landasan hukum dari Qanun itu sendiri. Kondisi tersebut dalam pelaksanaannya menjadi perhatian dan prioritas utama agar ketentraman, ketertiban dan keejahteraan di Aceh dapat sesegera mungkin dicapai. Dalam pelaksanaannya upaya mempercepat pemberantasan tindak pidana korupsi juga masih terkendala dengan pelaksanaan Undang-undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, dimana pelaku tindak pidana korupsi banyak yang melakukan praktik pencucian uang. Walaupun sudah dibentuk lembaga PPATK namun dalam pelaksanaannya lembaga tersebut belum optimal, karena masih terdapat pasal-pasal dalam UU tersebut yang tidak sesuai dengan ketentuan internasional. Kendala lain dari sisi landasan hukum yang mempunyai implikasi besar terhadap tegaknya peraturan perundang-undangan yang mendukung upaya pemberantasan tindak pidana korupsi adalah belum adanya perlindungan pada saksi dan korban khususnya dalam perkara korupsi, sehingga saksi atau korban yang melaporkan tindak pidana korupsi tidak dilindungi secara hukum. Kondisi tersebut mengakibatkan enggannya pihak yang mengetahui telah terjadi suatu tindak pidana korupsi dikalangan penyelenggara negara namun karena tidak adanya jaminan perlindungan yang kuat, dan lebih memilih bersikap diam dan tidak melakukan apaapa. Lemahnya upaya-upaya untuk memperbaiki kinerja dan profesionalisme birokrasi dan lemahnya pengawasan yang dilakukan, baik itu pengawasan yang bersifat eksteren maupun interen juga masih menjadi salah satu persoalan yang III 5

6 menghambat upaya penuntasan KKN dan penegakan hukum. Selain itu juga tidak kondusifnya proses birokrasi terutama terhadap prosedur birokrasi yang berbelitbelit dan tidak jelas dalam pelaksanaan pelayanan publik. Kondisi tersebut secara nyata telah mendatangkan kerugian bagi rakyat dan negara pada umumnya khususnya terhadap perekonomian negara, karena merupakan salah satu sumber terjadi praktik KKN. Praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme yang sampai sekarang belum terselesaikan juga disebabkan antara lain karena lemahnya sumber daya manusia untuk mendukung penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku tindak pidana korupsi. Harus dihadapi adanya kenyataan bahwa kualitas sumber daya manusia pada lembaga Kejaksaan dan lembaga Kepolisian serta Lembaga Peradilan masih perlu ditingkatkan secara terus menerus. Perkembangan kejahatan yang semakin mengglobal tidak serta merta diikuti dengan peningkatan pengetahuan dan wawasan yang cukup dari aparat penegak hukum. Kondisi tersebut mengakibatkan kinerja aparat penegak hukum tidak dapat memberikan kepuasan kepada masyarakat luas, karena kualitas keputusan yang dikeluarkan kurang didukung oleh pengetahuan yang cukup terhadap perkembangan yang ada. Selain itu juga muncul ego sektoral dari masing-masing aparat penegak hukum yang akan menghambat penegak hukum secara luas. Belum memadainya moral dan integritas aparat penegak hukum dan hakim juga mempunyai andil yang sangat besar terhadap proses penanggulangan dan penuntasan perkara tindak pidana korupsi. Berbagai upaya dalam bentuk rencana yang konkrit pada dasarnya telah dibuat dan disepakati oleh Pimpinan Lembaga Peradilan dan Lembaga Penegak Hukum Lainnya untuk mempercepat pembaruan hukum dan peradilan termasuk upaya untuk mempercepat pemberantasan KKN. Namun kesemua hal tersebut akan sulit dilakukan apabila tidak didukung oleh kemauan politik (political will), baik legislatif, eksekutif maupun judikatif yang besar. Begitu luasnya permasalahan, hambatan dan kendala khususnya dalam rangka penuntasan pemberantasan tindak pidana korupsi dan penegakan hukum yang masih dihadapi sampai dengan tahun 2003, maka pada Rencana Pembangunan Tahun (Repeta) 2004 upaya tersebut akan dipercepat kelanjutannya dengan tetap mengacu kepada UU Nomor 25 Tahun 2000 tentang Propenas serta berdasarkan pencapaian kegiatan pembangunan hukum yang telah dilakukan pada tiga tahun sebelumnya melalui pelaksanaan 4 (empat) program pembangunan hukum dalam Propenas. Mengingat implikasi yang luas dari terjadinya perkara KKN, pada tahun 2004 berbagai kegiatan akan ditujukan untuk mendukung pencapaian prioritas utama yaitu penuntasan pemberantasan KKN dan penegakan hukum. B. PROGRAM-PROGRAM PEMBANGUNAN 1. Program Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Sejalan dengan prioritas yang ditetapkan, yaitu penuntasan pemberantasan tindak pidana korupsi dan penegakan hukum, pada tahun 2004 kegiatan pokok program ini diprioritaskan kepada (a) mempercepat penyelesaian pembahasan III 6

7 perubahan UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana; (b) mempercepat pembentukan Undang-undang tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan Peraturan Perundang-undangan yang partisipatif; (c) mempercepat penetapan pedoman mekanisme konsultasi publik dalam pembentukan peraturan perundang-undangan; (d) pemantapan proses penyusunan dan kualitas baik Program Legislasi Nasional (Prolegnas) maupun Program Legislasi Daerah (Prolegda) melalui peningkatan frekuensi pertemuan koordinasi secara berkala antara departemen/lpnd, BPHN dan Badan Legislasi DPR; (e) memantapkan peran Sistem Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (SJDIH); (f) melakukan kerjasama antar-instansi, lembaga penelitian hukum, perguruan tinggi negeri dan swasta di pusat dan daerah dalam rangka penyusunan perundang-undangan; (g) meningkatkan kualitas dan profesionalitas perancang peraturan perundang-undangan baik dalam penguasaan teknis, bahasa Indonesia dan bahasa perundang-undangan maupun penguasaan substansi. 2. Program Pemberdayaan Lembaga Peradilan dan Lembaga Penegak Hukum Lainnya Untuk mempercepat pencapaian dalam prioritas yang telah ditetapkan yaitu penuntasan pemberantasan tindak pidana korupsi dan penegakan hukum, program ini pada tahun 2004, akan memprioritaskan pada kegiatan pokok berupa: (a) mempercepat proses beroperasinya Mahkamah Syariah dan Mahkamah Syariah Provinsi di Provinsi Nangroe Aceh Darusalam dengan menyediakan dan melengkapi sarana dan prasarana serta peraturan perundangannya; (b) melanjutkan percepatan penyelesaian jumlah tunggakan perkara Kasasi dan Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung, (c) mempercepat proses peralihan satu atap dari Departemen Kehakiman dan HAM kepada Mahkamah Agung; (d) mewujudkan sistem rekrutmen dan promosi hakim dan tenaga teknis lainnya yang lebih transparan, partisipatif, ketat, objektif, akuntabel, dan tidak diskriminatif, (e) mewujudkan sistem manajemen administrasi dan organisasi peradilan yang lebih transparan dalam mendukung proses peradilan cepat, tepat dan biaya murah, (f) menyempurnakan sistem informasi peradilan dalam mewujudkan transparansi dan akuntabilitas peradilan, (g) mewujudkan organisasi Mahkamah Agung yang baru sesuai dengan pokok dan fungsi Mahkamah Agung, (h) mewujudkan organisasi Badan-badan Peradilan sesuai dengan UU Badan-Badan Peradilan yang telah di amandemen; (i) mewujudkan sistem mutasi bagi tenaga Hakim yang lebih obyektif, transparan dan terbuka; (j) meningkatkan jumlah hakim yang berkualitas dan profesional dibidangnya masingmasing melalui penyelenggaran pendidikan; pelatihan fungsional; pelatihan teknis dan non teknis bagi hakim dan aparat penegak hukum serta aparatur hukum lainnya terutama untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman pada bidang-bidang yang dapat mendukung upaya penuntasan dan pemberantasan KKN dan Penegakan hukum;(l) pengarusutamaan gender bagi hakim dan aparat penegak hukum serta aparatur hukum lainnya, (m) meningkatkan pelayanan dan bantuan hukum kepada masyarakat yang kurang mampu, (n) meningkatkan pengawasan terhadap lalu lintas orang asing di Indonesia, (o) meningkatkan penegakan hukum di bidang Hak Kekayaan Intelektual dan Keimigrasian, (p) meningkatkan pembinaan pelayanan di bidang Administrasi Hukum Umum; Keimigrasian; Pemasyarakatan; Hak Kekayaan Intelektual dan Peradilan, (q) meningkatkan pembinaan terhadap narapidana dan bimbingan klien, (r) meningkatkan pembimbingan dan pelayanan terhadap tahanan, III 7

8 (s) meningkatkan profesionalisme SDM baik di bidang teknis peradilan maupun yang terkait dengan menajemen personel, (t) penyediaan dan peningkatan sarana dan prasarana untuk menunjang tugas-tugas operasional berupa pembangunan dan perluasan gedung. 3. Program Penuntasan Kasus Korupsi, Kolusi dan Nepotisme serta Pelanggaran Hak Asasi Manusia Dalam tahun 2004, program ini akan melakukan kegiatan pokok untuk (a) meningkatkan koordinasi antar aparat penegak hukum dalam rangka penyelesaian berbagai kasus KKN dan HAM, (b) melakukan penelitian dan pengkajian dalam rangka pengembangan dan peningkatan kesadaran terhadap penghormatan, perlindungan, penegakan dan pemajuan Ham di bidang hak-hak sipil, politik, ekonomi, social budaya dan hak perempuan serta hak anak (c) melakukan koordinasi dalam pelaksanaan Rencana Aksi Nasional (RAN) HAM, (d) meningkatkan dukungan sarana dan prasarana untuk mendukung tercapainya pelaksanaan penuntasan kasus KKN serta pelanggaran HAM, (e) mengupayakan dan mengoptimalkan penanganan dan penyelesaian kasus KKN dan pelanggaran HAM sesuai dengan prosedur agar tersangka dapat dikenakan tindakan hukum (f) mempercepat proses pembentukan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dalam rangka pelaksanaan UU No. 30 tahun Program Peningkatan Kesadaran Hukum dan Pengembangan Budaya Hukum Untuk mendukung pencapaian prioritas yang telah ditetapkan yaitu penuntasan pemberantasan tindak pidana korupsi dan penegakan hukum, pada tahun 2004 kegiatan pokok yang akan dilakukan meliputi: (a) meningkatkan kegiatan penyadaran hukum baik terhadap aparat penegak hukum, aparatur hukum maupun masyarakat, (b) melakukan kajian terhadap metode dan system penyadaran hukum yang lebih tepat sasaran, (c) melakukan penyebarluasan berbagai materi hukum dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan HAM dan berbagai konvensi internasional melalui media elektronik dan media lainnya, (d) melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan KKN dan HAM bagi aparat penegak hukum, (e) meningkatkan dukungan sarana dan prasarana untuk mendukung upaya peningkatan kesadaran hukum dan pengembangan budaya hukum, (f) melakukan kerjasama dengan perguruan tinggi untuk mengevaluasi hasil pelaksanaan penyuluhan dan penerangan hukum untuk penyempurnaan sebagai bahan penyusunan perencanaan tahun yang akan datang, (g) Sosialisasi mengenai hak dan kewajiban masyarakat dalam proses penegakkan hukum dan perundangundangan. III 8

BAB III PEMBANGUNAN HUKUM

BAB III PEMBANGUNAN HUKUM BAB III PEMBANGUNAN HUKUM A. UMUM Berbagai kebijakan dan program yang diuraikan dalam bab ini adalah dalam rangka mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan nasional yang kedua, yaitu mewujudkan supremasi

Lebih terperinci

BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN

BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA Hak asasi merupakan hak yang bersifat dasar dan pokok. Pemenuhan hak asasi manusia merupakan suatu keharusan agar warga negara

Lebih terperinci

BAB 9 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM

BAB 9 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM BAB 9 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM Hukum merupakan landasan penyelenggaraan negara dan landasan pemerintahan untuk memenuhi tujuan bernegara, yaitu mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, dan

Lebih terperinci

BAGIAN II AGENDA MENCIPTAKAN INDONESIA YANG ADIL DAN DEMOKRATIS

BAGIAN II AGENDA MENCIPTAKAN INDONESIA YANG ADIL DAN DEMOKRATIS BAGIAN II AGENDA MENCIPTAKAN INDONESIA YANG ADIL DAN DEMOKRATIS BAB 8 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM BAB 8 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM A. KONDISI UMUM Pembenahan Sistem dan Politik Hukum pada

Lebih terperinci

Penghormatan dan Penegakan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Penghormatan dan Penegakan Hukum dan Hak Asasi Manusia XVIII Penghormatan dan Penegakan Hukum dan Hak Asasi Manusia Pasal 1 ayat (3) Bab I, Amandemen Ketiga Undang-Undang Dasar 1945, menegaskan kembali: Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Artinya, Negara

Lebih terperinci

BAB 9 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM

BAB 9 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM BAB 9 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM Mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis merupakan upaya yang terus-menerus dilakukan, sampai seluruh bangsa Indonesia benar-benar merasakan keadilan dan

Lebih terperinci

BAB 8 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM

BAB 8 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM BAB 8 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM A. KONDISI UMUM Pembenahan Sistem dan Politik Hukum pada tahun 2004 mencatat hasil yang menggembirakan terutama yang berkaitan dengan pembenahan peraturan perundangundangan.

Lebih terperinci

dilibatkan, diminta pendapatnya sehingga materi konstitusi benar-benar mewakili masyarakat secara keseluruhan.

dilibatkan, diminta pendapatnya sehingga materi konstitusi benar-benar mewakili masyarakat secara keseluruhan. dilibatkan, diminta pendapatnya sehingga materi konstitusi benar-benar mewakili masyarakat secara keseluruhan. 3. Afrika Selatan Di Afrika Selatan, proses pembuatan konstitusi perlu waktu 3 tahun dan rakyat

Lebih terperinci

BAB 9 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM

BAB 9 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM BAB 9 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM Pasal 1 ayat (3) Bab I, Amandemen Ketiga Undang-Undang Dasar 1945, menegaskan kembali bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Artinya. bahwa Negara Kesatuan

Lebih terperinci

BAB 10 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

BAB 10 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA BAB 10 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA A. KONDISI UMUM Penghormatan, Pengakuan, dan Penegakan atas Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) di dalam tahun 2005 mencatat

Lebih terperinci

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan C. MATRIKS RENCANA TINDAK No. 1. Pembentukan Peraturan Perundang-undangan 1. Memantapkan proses penyusunan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2. Memantapkan hubungan antara Departemen Kehakiman dan

Lebih terperinci

BAB 9 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM

BAB 9 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM BAB 9 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM Sistem Pemerintahan Republik Indonesia tidak terlepas dari pelaksanaan sistem-sistem di berbagai sektor lainnya yang mendukung roda pemerintahan, termasuk pula

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Badan Pengawasan, Dr. H.M. SYARIFUDDIN, SH., MH.

KATA PENGANTAR. Kepala Badan Pengawasan, Dr. H.M. SYARIFUDDIN, SH., MH. KATA PENGANTAR Penyusunan Renstra (Rencana Strategis) Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI Tahun 200 204, dimaksudkan guna mencapai tujuan dan sasaran strategis dalam rangka pencapaian visi dan pelaksanaan

Lebih terperinci

LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI III DPR RI DENGAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA

LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI III DPR RI DENGAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI III DPR RI DENGAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA --------------------------------------------------- (BIDANG HUKUM, PERUNDANG-UNDANGAN, HAM DAN KEAMANAN) Tahun

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA)

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) PENGADILAN AGAMA TUAL TUAL, PEBRUARI 2012 Halaman 1 dari 14 halaman Renstra PA. Tual P a g e KATA PENGANTAR Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NKRI) tahun 1945

Lebih terperinci

JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA I N S T R U K S I JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : INS 002/A/JA/1/2005 TENTANG

JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA I N S T R U K S I JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : INS 002/A/JA/1/2005 TENTANG JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA I N S T R U K S I JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : INS 002/A/JA/1/2005 TENTANG PERENCANAAN STRATEJIK DAN RENCANA KINERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005 JAKSA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan manusia Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan manusia Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya yang adil, makmur, sejahtera dan tertib berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 10 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

BAB 10 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA BAB 10 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA BAB 10 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA A. KONDISI UMUM Penghormatan, pengakuan, dan

Lebih terperinci

MATRIKS 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/LEMBAGA TAHUN 2011

MATRIKS 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/LEMBAGA TAHUN 2011 MATRIKS 2.3 TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/LEMBAGA TAHUN 2011 KEMENTERIAN/LEMBAGA : KEJAKSAAN AGUNG NO 1. Program Dukungan & Pelaksanaan Tugas Teknis Kejaksaan RI SASARAN Meningkatnya kemampuan profesional

Lebih terperinci

BAB 13 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA

BAB 13 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA BAB 13 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA BAB 13 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA A. KONDISI UMUM Hingga tahun 2004, berbagai upaya telah dilakukan dalam rangka

Lebih terperinci

BAB 13 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA

BAB 13 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA BAB 13 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA A. KONDISI UMUM Hingga tahun 2004, berbagai upaya telah dilakukan dalam rangka pelaksanaan reformasi birokrasi. Upaya-upaya ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia seutuhmya yang adil, makmur, sejahtera dan tertib berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

PRESIDEN RFPUBLIK INDONESIA BAB 10 PENGHORMATAN, PENGAKUAN' DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAKASASI MANUSIA

PRESIDEN RFPUBLIK INDONESIA BAB 10 PENGHORMATAN, PENGAKUAN' DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAKASASI MANUSIA RFPUBLIK INDONESIA BAB 10 PENGHORMATAN, PENGAKUAN' DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAKASASI MANUSIA BAB 10 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAKASASI MANUSIA A. KONDISI UMUM Berbagai masalah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

MATRIK RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH KEMENTERIAN/LEMBAGA TAHUN

MATRIK RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH KEMENTERIAN/LEMBAGA TAHUN MATRIK RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH KEMENTERIAN/LEMBAGA TAHUN KEMENTERIAN/LEMBAGA : KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA KODE 006 01 PROGRAM DUKUNGAN MANAJEMEN DAN PELAKSANAAN TUGAS TEKNIS LAINNYA KEJAKSAAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD. 5 2010 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG MEKANISME PENYUSUNAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang BUPATI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT I. Pendahuluan Pimpinan Komisi VI Dewan Perwakilan

Lebih terperinci

BAB V PEMBANGUNAN BIDANG HUKUM

BAB V PEMBANGUNAN BIDANG HUKUM BAB V PEMBANGUNAN BIDANG HUKUM DAN PENYELENGGARAAN NEGARA A. KONDISI UMUM Sub bidang hukum. Sebagai negara hukum yang landasannya tertuang dalam Konstitusi, maka seluruh penyelenggaraan negara seharusnya

Lebih terperinci

D. MATRIKS KEBIJAKAN PROGRAM PEMBANGUNAN HUKUM

D. MATRIKS KEBIJAKAN PROGRAM PEMBANGUNAN HUKUM D. MATRIKS KEBIJAKAN PROGRAM PEMBANGUNAN HUKUM No. Arah Kebijakan dalam GBHN yang Dicakup Program Nasional Indikator Kinerja 1. 1. Menata sistem hukum nasional yang menyeluruh dan terpadu dengan mengakui

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 41B/DPR RI/I/ TENTANG

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 41B/DPR RI/I/ TENTANG DEWAN PERWAKILAN RAKYAT KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT NOMOR : 41B/ RI/I/2009-2010 TENTANG PROGRAM LEGISLASI NASIONAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG PRIORITAS TAHUN 2010 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, Menimbang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT KATA PENGANTAR Sebagai tindaklanjut dari Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, yang mewajibkan bagi setiap pimpinan instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH

PROVINSI JAWA TENGAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG MEKANISME PENYUSUNAN PROGRAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

Oleh: Prof. Dr. Gayus T. Lumbuun, S.H., M.H. 2

Oleh: Prof. Dr. Gayus T. Lumbuun, S.H., M.H. 2 POLITIK HUKUM BIDANG PERADILAN DIINDONESIA 1 Oleh: Prof. Dr. Gayus T. Lumbuun, S.H., M.H. 2 Pengantar Politik hukum yang diartikan dengan kebijakan di bidang hukum mengenai peradilan di Indonesia merupakan

Lebih terperinci

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P No.29, 2018 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEGISLATIF. MPR. DPR. DPD. DPRD. Kedudukan. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6187) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MATERI AUDIENSI DAN DIALOG DENGAN FINALIS CERDAS CERMAT PANCASILA, UUD NEGARA RI TAHUN 1945, NKRI, BHINNEKA TUNGGAL IKA, DAN KETETAPAN MPR Dr. H. Marzuki Alie

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kesatu, Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kesatu, Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010 Modul E-Learning 3 PENEGAKAN HUKUM Bagian Kesatu, Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010 3.1 Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010 3.1.1 Pemeriksaan oleh PPATK Pemeriksaan adalah proses identifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikuatkan dan diatur oleh perundang-undangan yang berlaku. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. dikuatkan dan diatur oleh perundang-undangan yang berlaku. Dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia, keberadaan dan peran auditor yang sangat strategis dikuatkan dan diatur oleh perundang-undangan yang berlaku. Dengan meningkatkan kompetisi dan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,

Lebih terperinci

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH A. KONDISI UMUM 1. PENCAPAIAN 2004 DAN PRAKIRAAN PENCAPAIAN 2005 Pencapaian kelompok Program Pengembangan Otonomi Daerah pada tahun 2004, yaitu

Lebih terperinci

BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA I. Permasalahan yang Dihadapi Penegakan hukum sebagai salah satu indikator untuk mengukur keberhasilan pembangunan hukum sangat

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 1 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 1 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 1 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 1999 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 1999 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 1999 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sehubungan dengan perkembangan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 1999 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 1999 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 1999 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sehubungan dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB III ARAH STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB III ARAH STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB III ARAH STRATEGI DAN KEBIJAKAN 3.1 Arah Strategi dan kebijakan Nasional Arah strategi dan kebijakan umum pembangunan nasional 2010-2014 adalah sebagai berikut: 1. Melanjutkan pembangunan mencapai

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena korupsi yang terjadi di Indonesia selalu menjadi persoalan yang hangat untuk dibicarakan. Salah satu hal yang selalu menjadi topik utama sehubungan

Lebih terperinci

BAB 9 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM

BAB 9 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM BAB 9 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM Undang-Undang Dasar 1945 merupakan sumber hukum dalam pelaksanaan pembangunan hukum yang diarahkan untuk terwujudnya sistem hukum nasional dalam rangka menciptakan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

NOMOR : M.HH-11.HM.03.02.th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

NOMOR : M.HH-11.HM.03.02.th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG PERATURAN BERSAMA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA KETUA

Lebih terperinci

PERAN SERTA MASYARAKAT

PERAN SERTA MASYARAKAT PERAN SE R MASYARA TA KAT KORUPSI TERJADI DI BANYAK SEKTOR. SETIDAKNYA ADA 11 SEKTOR YANG POTENSIAL RAWAN KORUPSI: PENDIDIKAN ANGGARAN DANA BANTUAN SOSIAL PENYALAHGUNAAN APBD MAFIA HUKUM DAN PERADILAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Teknologi informasi dipercaya sebagai kunci utama dalam sistem informasi manajemen. Teknologi informasi ialah seperangkat alat yang sangat penting untuk bekerja

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOM0R : 5 TAHUN : 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENYUSUNAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG BADAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI WILAYAH DAN KEHIDUPAN MASYARAKAT PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. KONDISI UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1. KONDISI UMUM BAB I PENDAHULUAN 1.1. KONDISI UMUM Reformasi sistem peradilan membawa perubahan yang mendasar bagi peran Pengadilan Negeri Pangkajene dalam menjalankan tugas dan fungsi pokoknya dibidang administrasi,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan telah diratifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penegakan Hukum yang dilaksanakan oleh Mahkamah Syar iyah Aceh tidak

BAB I PENDAHULUAN. Penegakan Hukum yang dilaksanakan oleh Mahkamah Syar iyah Aceh tidak BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penegakan Hukum yang dilaksanakan oleh Mahkamah Syar iyah Aceh tidak dapat terlepas dari birokrasi yang merupakan salah satu wahana dalam penyelenggaraan kekuasaan kehakiman.

Lebih terperinci

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK Diskriminasi merupakan bentuk ketidakadilan. Pasal 1 ayat 3 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, menjelaskan bahwa pengertian

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA)

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) PENGADILAN NEGERI RANGKASBITUNG RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) TAHUN 2015-2019 RENCANA STRATEGIS KINERJA TAHUN 2015 2019 PENGADILAN NEGERI RANGKASBITUNG PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keuangan negara sebagai bagian terpenting dalam pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keuangan negara sebagai bagian terpenting dalam pelaksanaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keuangan negara sebagai bagian terpenting dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang pengelolaannya diimplemantasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG BADAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI WILAYAH DAN KEHIDUPAN MASYARAKAT PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG BADAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI WILAYAH DAN KEHIDUPAN MASYARAKAT PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN

Lebih terperinci

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH A. KONDISI UMUM 1. PENCAPAIAN 2004 DAN PRAKIRAAN PENCAPAIAN 2005 Pencapaian kelompok

Lebih terperinci

2011, No b. bahwa Tindak Pidana Korupsi adalah suatu tindak pidana yang pemberantasannya perlu dilakukan secara luar biasa, namun dalam pelaksan

2011, No b. bahwa Tindak Pidana Korupsi adalah suatu tindak pidana yang pemberantasannya perlu dilakukan secara luar biasa, namun dalam pelaksan No.655, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BERSAMA. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Koordinasi. Aparat Penegak Hukum. PERATURAN BERSAMA KETUA MAHKAMAH AGUNG MENTERI HUKUM DAN HAM JAKSA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah

Lebih terperinci

1.1. Kondisi Umum Potensi dan Permasalahan 5 DAFTAR ISI. Hal BAB II VISI, MISI DAN TUJUAN Visi Misi

1.1. Kondisi Umum Potensi dan Permasalahan 5 DAFTAR ISI. Hal BAB II VISI, MISI DAN TUJUAN Visi Misi KATA PENGANTAR Dalam sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, perencanaan strategik merupakan langkah awal yang harus dilakukan oleh instansi pemerintah agar mampu menjawab tuntutan lingkungan

Lebih terperinci

PERAN LEMBAGA PENEGAK HUKUM DALAM MENJAMIN KEADILAN DAN KEDAMAIAN

PERAN LEMBAGA PENEGAK HUKUM DALAM MENJAMIN KEADILAN DAN KEDAMAIAN PERAN LEMBAGA PENEGAK HUKUM DALAM MENJAMIN KEADILAN DAN KEDAMAIAN NAMA KELOMPOK : 1. I Gede Sudiarsa (26) 2. Putu Agus Adi Guna (16) 3. I Made Setiawan Jodi (27) 4. M Alfin Gustian morzan (09) 1 DAFTAR

Lebih terperinci

BAB 14 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN

BAB 14 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN BAB 14 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA Salah satu agenda pembangunan nasional adalah menciptakan tata pemerintahan yang bersih, dan berwibawa. Agenda tersebut merupakan upaya untuk

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG I. UMUM. Berbagai kejahatan, baik yang dilakukan oleh orang perseorangan maupun oleh korporasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

RANCANGAN. Tahun Sidang : Masa Persidangan : III Rapat ke :

RANCANGAN. Tahun Sidang : Masa Persidangan : III Rapat ke : RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT KOMISI III DPR RI DENGAN KEPALA BADAN KEAHLIAN DPR RI ------------------------------------------------------------ (BIDANG HUKUM, HAM DAN KEAMANAN) Tahun

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.789, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPT. Kerjasama. Penegak Hukum. Penanganan Tindak Pidana. Terorisme PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-04/K.BNPT/11/2013

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERCEPATAN PEMBERANTASAN KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERCEPATAN PEMBERANTASAN KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERCEPATAN PEMBERANTASAN KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka percepatan pemberantasan korupsi dengan ini menginstruksikan:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral bangsa dan merugikan seluruh lapisan masyarakat, sehingga harus dilakukan penyidikan sampai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

PENGADILAN NEGERI SAMBAS

PENGADILAN NEGERI SAMBAS PENGADILAN NEGERI SAMBAS RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) TAHUN 2010-2014 KATA PENGANTAR Bismillahirahmanirahim Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-nya,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

PENGADILAN NEGERI SAMBAS

PENGADILAN NEGERI SAMBAS PENGADILAN NEGERI SAMBAS PENGADILAN NEGERI SAMBAS Jl. Pembangunan Sambas Kalbar 79462 Telp. 0562-392342 Fax. 0562-392323 Email: info@pn-sambas.go.id Website: www.pn-sambas.go.id D A F T A R I S I KATA

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT KOMISI III DPR RI DENGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) -------------------------------------------------------------------- (BIDANG HUKUM, PERUNDANG-UNDANGAN,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG BADAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI WILAYAH DAN KEHIDUPAN MASYARAKAT PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN NIAS PROVINSI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN TAHUN 2011 NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2012

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN TAHUN 2011 NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2012 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN TAHUN 2011 NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

-2- Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik

-2- Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.248, 2016 BPKP. Pengaduan. Penanganan. Mekanisme. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG MEKANISME

Lebih terperinci

PENGADILAN NEGERI/HUBUNGAN INDUSTRIAL/TINDAK PIDANA KORUPSI BENGKULU

PENGADILAN NEGERI/HUBUNGAN INDUSTRIAL/TINDAK PIDANA KORUPSI BENGKULU PENGADILAN NEGERI/HUBUNGAN INDUSTRIAL/TINDAK PIDANA KORUPSI BENGKULU JL. S. Parman No.05 Telp/Fax. (0736) 21142, 21948 BENGKULU 38227 Web Site : www.pnbengkulu.go.id, EMail : pn.bengkulu@yahoo.com REVIU

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH

PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH 1 PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * I. PENDAHULUAN Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH Hukum itu akal, tetapi juga pengalaman. Tetapi pengalaman yang diperkembangkan oleh akal, dan akal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang mendasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Hal tersebut bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

A. RENCANA STRATEGIS

A. RENCANA STRATEGIS A. RENCANA STRATEGIS 2010-2014 Dalam sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, perencanaan strategik merupakan langkah awal yang harus dilakukan oleh instansi pemerintah agar mampu menjawab tuntutan

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) TAHUN

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) TAHUN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) TAHUN 2010-2014 PENGADILAN TINGGI TATA USAHA NEGARA MEDAN JALAN PERATUN MEDAN ESTATE MEDAN KATA PENGANTAR Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT, sehingga penyusunan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu agenda reformasi yang dicanangkan oleh para reformis adalah memberantas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Pada waktu digulirkannya reformasi ada suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG U ntuk mewujudkan penyelenggaraan Pemerintahan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang baik (Good Governance) dan bersih (Clean Government) juga untuk memenuhi tuntutan

Lebih terperinci

KEWENANGAN KEJAKSAAN SEBAGAI PENYIDIK TINDAK PIDANA KORUPSI

KEWENANGAN KEJAKSAAN SEBAGAI PENYIDIK TINDAK PIDANA KORUPSI KEWENANGAN KEJAKSAAN SEBAGAI PENYIDIK TINDAK PIDANA KORUPSI Sigit Budi Santosa 1 Fakultas Hukum Universitas Wisnuwardhana Malang Jl. Danau Sentani 99 Kota Malang Abstraksi: Korupsi sampai saat ini merupakan

Lebih terperinci