BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kegiatan pinjam-meminjam uang telah dilakukan sejak lama dalam kehidupan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kegiatan pinjam-meminjam uang telah dilakukan sejak lama dalam kehidupan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pinjam-meminjam uang telah dilakukan sejak lama dalam kehidupan masyarakat. Masyarakat telah menjadikan pinjam-meminjam uang sebagai sesuatu yang sangat diperlukan untuk mendukung perkembangan kegiatan perekonomiannya dan untuk meningkatkan taraf kehidupannya. 1 Salah satu lembaga keuangan yang melakukan kegiatan usaha dalam bentuk pinjam-meminjam uang adalah bank. Bank sebagai lembaga keuangan mempunyai tugas antara lain untuk menghimpun dana dari masyarakat dan kemudian menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau pinjaman. Dalam penyaluran pinjaman (kredit) oleh bank kepada masyarakat, bank selalu memperhatikan kepastian pengembalian pinjaman tersebut. Untuk menjamin kepastian pengembalian pinjaman tersebut, bank mensyaratkan kepada masyarakat (debitur) untuk memberikan jaminan atas pinjamannya. Jaminan yang diberikan tersebut dapat berupa barang bergerak ataupun barang tidak bergerak, atau berupa janji penanggungan utang yang merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak kebendaan kepada pemegang jaminan. 2 1 M. Bahsan, Hukum Jamiman dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2008, hal 1. 2 Ibid, hal 2.

2 Persyaratan untuk menyerahkan barang jaminan guna kepastian pengembalian pinjaman terserbut selalu dilakukan oleh Bank. Bank secara tegas mensyaratkan kepada pihak peminjam untuk menyerahkan suatu barang (benda) sebagai objek jaminan utang pihak peminjam. Jaminan utang yang ditawarkan (diajukan) oleh Debitur tersebut akan dinilai oleh Bank sebelum diterima sebagai objek jaminan atas pinjaman yang diberikan. Penilaian yang dilakukan sebagaimana yang biasa terjadi di bidang perbankan meliputi penilaian dari segi hukum dan dari segi ekonomi. Berdasarkan penilaian dari kedua segi tersebut diharapkan akan dapat disimpulkan kelayakannya sebagai jaminan utang yang baik dan berharga. 3 Menurut ketentuan pasal 8 Undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana yang telah dirubah dengan pasal 8 ayat (1) Undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan bahwa dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan. Berdasarkan pengertian tersebut, keyakinan bank atas kesanggupan debitur tidak hanya didasarkan pada nilai dan prospek usaha yang akan dibiayai, tetapi juga penilaian atas nilai barang jaminan dan legalitas barang jaminan yang diberikankan 3 Ibid, hal 3.

3 oleh debitur kepada Bank harus cukup untuk menjamin fasilitas kredit yang diterima debitur. Persoalan yang sering dihadapi oleh masyarakat pada saat mengambil kredit atau pinjaman pada bank, terutama pada masyarakat golongan ekonomi lemah, adalah masalah ketersediaan jaminan. Bagi masyarakat golongan ekonomi lemah ketersediaan jaminan kebendaan merupakan hal yang sangat sulit untuk dapat dipenuhi, terutama untuk jaminan yang berupa benda tetap (tanah). Masyarakat yang tinggal di pedesaan tersebut, yang umumnya adalah masyarakat golongan ekonomi lemah, sebenarnya mempunyai tanah yang dapat dimanfaatkan dan mempunyai nilai ekonomis yang tinggi untuk dijadikan sebagai jaminan pada Bank. Tanah-tanah tersebut biasanya diperoleh secara turun-temurun sebagai warisan atau dibeli dari kerabat atau tetangganya. Akan tetapi nilai ekonomis atas tanah-tanah tersebut tidak dapat dipergunakan atau dimanfaatkan secara maksimal, terutama untuk dijadikan sebagai jaminan atau agunan kredit pada bank. Hal ini disebabkan karena masih banyak dari tanah-tanah tersebut yang belum bersertipikat atau belum terdaftar di Kantor Pertanahan setempat. Dengan disahkan Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-Banda Yang Berkaitan Dengan Tanah (untuk selanjutnya akan disebut juga dengan Undang-Undang Hak Tanggungan) maka telah terbuka kemungkinan bagi masyarakat atau debitur yang mempunyai tanah belum bersertipikat atau yang tanahnya belum terdaftar pada Kantor Pertanahan, untuk

4 menjaminkan atau mengagunkan tanahnya tersebut pada bank sebagai jaminan utang dengan pembebanan Hak Tanggungan. Menurut AP Parlindungan: Undang-Undang Hak Tanggungan tersebut disamping mewujudkan kepastian hukum di bidang hukum jaminan yang menyangkut tanah juga berorientasi pada perlindungan hukum bagi semua pihak khususnya bagi golongan ekonomi lemah. 4 Dalam pasal 1 Undang-Undang Hak Tanggungan disebutkan yang dimaksud dengan Hak Tanggungan atas tanah berserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya cukup disebut dengan Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor yang lain. 5 Syarat untuk dapat dibebaninya suatu hak atas tanah dengan Hak Tanggungan adalah hak itu menurut sifatnya harus dapat dipindahtangankan, (karena jika terpaksa dilakukan eksekusi, hak itu akan harus dijual untuk pelunasan utang) dan harus didaftar dalam daftar umum (untuk memenuhi asas publiksitas). 6 4 A.P. Parlindungan, Komentar Undang-Undang Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan dengan Tanah (UU No. 4 Tahun 1996/9 April 1996/LN No. 42) dan Sejarah Terbentuknya, Mandar Maju, Bandung, 1996, hal Pasal 1 ayat (1) UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan 6 Ibid, hal 167

5 Selanjutnya secara formal hak yang memenuhi syarat tersebut perlu ditunjuk oleh Undang-Undang sebagai hak yang dapat dibebankan Hak Tanggungan. Dalam Undang-Undang Pokok Agraria, hak-hak yang sudah jelas memenuhi kedua syarat pertama di atas adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan. Oleh karena itu ketiga jenis hak itu ditunjuk dalam pasal 25, 33 dan 39 Undang-Undang Pokok Agraria sebagai hak-hak yang dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani Hak Tanggungan. 7 Hal ini telah diatur dalam pasal 4 ayat (2) Undang-undang Hak Tanggungan. Selain hak-hak sebagaimana tersebut di atas, Hak Tanggungan dapat dibebankan atas Hak Pakai atas Tanah Negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftarkan dan menurut sifatnya dapat dipindah tangankan. 8 Hak Tanggungan juga dapat dibebankan pada Hak Atas Tanah berikut Bangunan, Tanaman, dan Hasil Karya yang telah ada atau akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, dan yang merupakan milik pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan tegas dinyatakan di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan. 9 Hak milik sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Hak Tanggungan dapat berupa Hak Milik yang sudah terdaftar atau Hak Milik yang belum terdaftar. Hak Milik yang belum terdaftar yang dapat dibebankan hak Tanggungan adalah Hak Atas Tanah yang berasal dari konversi hak lama yang telah 7 A.P. Parlindungan, Op.Cit, hal Pasal 4 ayat (2) UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan 9 Pasal 4 ayat (4) UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

6 memenuhi syarat untuk didaftarkan akan tetapi pendaftarannya belum dilakukan. Hak atas Tanah yang berasal dari konversi hak lama yang dimaksud disini adalah tanah hak milik adat. Pemberian Hak Tanggungan atas tanah yang belum terdaftar yang berasal dari tanah hak milik adat tersebut dapat lihat dari ketentuan yang termuat dalam pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Hak Tanggungan yaitu apabila obyek Hak Tanggungan berupa hak atas tanah yang berasal dari konversi hak lama yang telah memenuhi syarat untuk didaftarkan akan tetapi pendaftarannya belum dilakukan, pemberian Hak Tanggungan dilakukan bersamaan dengan permohonan pendaftaran hak atas tanah yang bersangkutan. Dalam penjelasan pasal 10 ayat (3) tersebut disebutkan, yang dimaksudkan dengan hak lama tersebut adalah hak kepemilikan atas tanah menurut hukum adat yang telah ada akan tetapi proses administrasi dalam konversinya belum selesai dilaksanakan. Syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah syarat-syarat yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pembebanan Hak Tanggungan pada hak atas tanah sebagaimana tersebut di atas dimungkinkan asalkan pemberiannya dilakukan bersamaan dengan permohonan pendaftaran hak atas tanah tersebut pada Kantor Pertanahan. 10 Dengan ketentuan ini terbukalah kemungkinan bagi pemilik tanah itu untuk menggunakan tanahnya sebagai jaminan kredit sehingga merekapun dapat memanfaatkan fasilitas yang disediakan oleh lembaga perkreditan yang ada. Dalam pada itu pendaftarannya akan diberikan prioritas penanganannya Penjelasan Pasal 10 ayat (3)UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan 11 A.P. Parlindungan, Op.Cit, hal. 166

7 Dari hasil penelitian pendahuluan ditemukan bahwa dalam praktek Bank dan PPAT di Kota Lhokseumawe banyak ditemui jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh Debitur kepada Bank berupa tanah-tanah yang masih belum bersertifikat atau belum terdaftar di Kantor Pertanahan. Tanah-tanah yang belum bersertifikat tersebut umumnya adalah tanah-tanah bekas hak milik adat yang belum terdaftar sesuai dengan Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Tanah yang belum bersertifikat tersebut yang dijadikan sebagai jaminan utang atau kredit oleh Debitur kepada Bank, akan dibebankan dengan Hak Tanggungan. Pembebanan Hak Tanggungan tersebut dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu secara langsung dengan penandatanganan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) antara Bank dengan pemilik tanah (pemberi Hak Tanggungan) yang dibuat di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau secara tidak langsung yang dilakukan melalui Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) dari pemberi Hak Tanggungan kepada Bank yang dapat dibuat di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau di hadapan Notaris. Selanjutnya apabila proses pendaftaran tanah tersebut telah selesai dan sertifikat atas tanah tersebut telah keluar, Bank baru melaksanakan penandatanganan Akta Pemberian Hak Tanggungan dan selanjutnya dilakukan pendaftaran pembebanan Hak Tanggungan atas tanah tersebut. Walaupun dalam Undang-Undang Hak Tanggungan dimungkinkan pemberian Hak Tanggungan atas tanah yang belum bersertipikat, tetapi tidak semua Bank mau menerima jaminan atas tanah yang belum bersertifikat tersebut. Hal ini juga sangat

8 tergantung pada prosedur pemberian kredit dan penerimaan jaminan yang berlaku pada Bank yang bersangkutan. 12 Disamping itu Bank juga mempertimbangkan kelayakan dan status hukum atas tanah yang dijadikan sebagai jaminan pada Bank. Persoalan yang muncul adalah Pemberian Hak Tanggungan atas tanah yang belum bersertifikat dapat menimbulkan ketidak-pastian atas jaminan yang diberikan oleh debitur kepada Bank. Karena tanah yang dijadikan jaminan atau agunan tersebut harus didaftarkan terlebih dahulu ke Kantor Pertanahan setempat untuk memperoleh Sertifikat Hak atas Tanah sebagai syarat untuk dapat dilakukan pendaftaran Hak Tanggungan. Pendaftaran hak atas tanah pada Kantor Pertanahan harus melalui prosedur pendaftaran tanah. Apa yang dimaksud dengan pendaftaran tanah dalam pasal 19 ayat (1) Undang-Undang nomor 5 tahun1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang juga disebut dengan Undang-Undang Pokok Agraria, ditegaskan dari kegiatan pendaftaran tanah tersebut, bahwa pendaftaran tanah itu meliputi: a. pengukuran, pemetaan dan pembukuan tanah. b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut. c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat Hasil wawancara dengan Radian, Account Officer pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Cabang Lhokseumawe, tanggal 10 Maret 2010 di Kota Lhokseumawe 13 Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Mandar Maju, Bandung, 2008, hal

9 Dari kegiatan pendaftaran tanah sebagaimana tersebut di atas, dalam prakteknya kegiatan yang dilakukan pertama sekali guna memperoleh Sertifikat Hak atas Tanah harus melalui tahap-tahap pendaftaran sebagai berikut: 1. Pengajuan permohonan pendaftaran hak oleh pemilik tanah ke Kantor Pertanahan. 2. Identifikasi bidang tanah dan kepemilikan atas tanah tersebut pada buku tanah yang ada di Kantor Pertanahan. 3. Pengukuran dan pemetaan bidang tanah oleh Kantor Pertanahan. 4. Penandatanganan formulir hasil pengukuran dan pemetaan tanah oleh pemilik tanah, tetangga tanah, kepala lorang, kepala desa setempat dan petugas pengukur. 5. Pengumuman hasil pengukuran dan identifikasi tanah oleh Kantor Pertanahan. 6. Pencatatan dan pendaftaran bidang tanah dalam buku tanah. 7. Pengeluaran Sertipikat Hak atas Tanah. Dalam tahap-tahap pendaftaran tanah sebagaimana tersebut di atas sampai dapat diperoleh atau diterbitkan Sertipikat hak atas tanah memerlukan waktu yang lama antara 3 (tiga) sampai 4 (empat) bulan. Dalam masa proses atau tahap-tahap pendaftaran tanah tersebut, dimungkinkan akan ditemui atau muncul kendalakendala, baik kendala yang berasal dari pemohon sendiri maupun kendala yang berasal dari pihak lain/pihak ketiga atau kendala yang berasal dari obyek tanah yang bersangkutan, baik mengenai data fisik maupun data yuridis, sehingga pendaftaran hak atas tanah tersebut tidak dapat dilanjutkan proses penerbitan sertipikatnya. Kendala-kendala tersebut antara lain: 1. Dokumen yang diserahkan ke Kantor Pertanahan tidak lengkap

10 2. Debitur atau pemilik agunan tidak mau berkerja sama dalam menyelesaikan proses pendaftaran tanah tersebut 3. Batas-batas tanah yang bersangkutan dengan tanah tetangga sebelah tidak jelas atau masih disengketakan 4. Tetangga tanah sebelah atau Kepada Desa setempat tidak mau menandatangani surat-surat yang diperlukan untuk proses pendaftaran tanah tersebut 5. Ada sanggahan atau pengakuan dari pihak lain atas hak atas tanah tersebut dan meminta proses pendafataran tanah tersebut dihentikan 6. Tanah tersebut dalam sengketa di Pengadilan dan telah diletakkan sita jaminan. Apabila kendala-kendala sebagaimana tersebut di atas ditemui atau muncul, maka proses pendaftaran tanah tersebut tidak dapat dilanjutkan dan Kantor Pertanahan akan menghentikan proses pendaftaran tanah tersebut, sehingga sertifikat atas tanah tersebut tidak dapat diterbitkan atau ditunda penerbitannya. Hal tersebut akan berakibat pada tidak dapat dilakukan pendaftaran Hak Tanggungan yang telah diberikan oleh Debitur tersebut ke dalam Buku Tanah Hak Tanggungan. Menurut ketentuan pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan, pemberian Hak Tanggungan wajib didaftar pada Kantor Pertanahan. Selanjutnya dalam pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Hak Tanggungan tersebut ditentukan bahwa Hak Tanggungan baru lahir pada tanggal pencatatan Hak Tanggungan dalam Buku Tanah Hak Tanggungan. Jadi sebelum Hak Tanggungan dicatat dalam buku tanah Hak Tanggungan, maka Hak Tanggungan tersebut belum ada. Jaminan atas tanah

11 yang telah diberikan oleh Debitur tersebut kepada Bank melalui Akta Pemberian Hak Tanggungan tidak mempunyai nilai sebagai Hak Tanggungan dan objek jaminan tersebut tidak dapat dilakukan eksekusi langsung (parate executie) oleh kreditur apabila kredit atau utang Debitur tersebut macet. Berdasarkan hal-hal yang diuraikan tersebut di atas, maka dilakukan penelitian dengan judul: PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH YANG BELUM BERSERTIPIKAT (Tinjauan Yuridis Terhadap Praktek Bank dan PPAT di Kota Lhokseumawe). B. Permasalahan Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang perlu dibahas dalam penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana pelaksanaan pemberian Hak Tanggungan atas tanah yang belum bersertipikat di Kota Lhokseumawe? 2. Apakah yang menjadi pertimbangan Bank dan PPAT dalam menerima jaminan atas tanah yang belum bersertipikat? 3. Apa akibat hukum yang timbul apabila pemberian Hak Tanggungan atas Tanah yang belum bersertipikat tidak dapat didaftarkan?

12 C. Tujuan Penelitian Dari permasalahan yang ada di atas, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk menjelaskan pelaksanaan pemberian Hak Tanggungan atas tanah yang belum bersertifikat di Kota Lhokseumawe. 2. Untuk menjelaskan yang menjadi pertimbangan Bank dan PPAT dalam menerima jaminan atas tanah yang belum bersertifikat. 3. Untuk menjelaskan akibat hukum yang timbul apabila pemberian Hak Tanggungan atas Tanah Yang Belum Bersertifikat tidak dapat didaftarkan. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis: Penelitian ini diharapkan dapat menambah literatur kepustakaan tentang hukum jaminan terutama jaminan atas tanah yang dibebankan dengan Hak Tanggungan, dan memberi sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum pada umumnya dan hukum jaminan pada khususnya, terutama tentang bagaimana pemberian hak tanggungan atas tanah yang belum bersertifikat. 2. Manfaat Praktis: Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi kalangan praktisi hukum dalam menangani permasalahan-permasalahan jaminan atas tanah yang banyak dijumpai dalam praktek sehari-hari. Dan juga dapat memberikan pengetahuan

13 dan masukan bagi kalangan Notaris, PPAT, Perbankan, Kantor Pertanahan dan masyarakat umum. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya di lingkungan Pascasarjana menunjukkan bahwa penelitian dengan judul : Pemberian Hak Tanggungan Atas Tanah Yang Belum Bersertifikat (Tinjauan Yuridis Terhadap Praktek Bank dan PPAT Di Kota Lhokseumawe) belum ada yang membahasnya. Namun ada beberapa penelitian sebelumnya yang membahas masalah Hak Tanggungan, akan tetapi permasalahan yang dibahas tidak sama, seperti penelitian yang dilakukan oleh: 1. Yenny ( ), Magister Kenotariatan, dengan judul Analisis Perlindungan Hukum Terhadap Kreditor Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Adapun permasalahan yang dibahas dalam penelitian tersebut adalah: a. Apakah pengikatan Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah telah sesuai dengan prosedur yang berlaku? b. Adakah perlindungan terhadap kreditor dalam hal kredit yang diberikan dijamin dengan Hak Tanggungan atas tanah, sehubungan dengan keberadaan UUHT?

14 c. Apakah Eksekusi Hak Tanggungan atas tanah dapat dilakukan sesuai dengan Undang-Undang, yaitu pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan apabila debitor wanprestasi? 2. Nila Kesuma Wati ( ), Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul Dilema Pemberlakuan Pembatasan Jangka Waktu Pendaftaran Hak Tanggungan (Studi Pada Kantor Pertanahan Kota Medan). Adapun permasalahan yang dibahas dalam penelitian tersebut adalah: a. apakah yang menjadi dilema dalam pemberlakuan pembatasan jangka waktu pendaftaran Hak Tanggungan? b. Apakah masih dapat dilaksanakan pendaftaran Hak Tanggungan setelah lewat waktu penyampaian berkas Akta Pemberian Hak Tanggungan dan jangka waktu Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yang ditentukan oleh Undang-undang? c. Bagaimana perlindungan hukum terhadap para pihak apabila jangka waktu pendaftaran Hak Tanggungan tersebut tidak dapat dipenuhi? 3. Binsar Pardamean Siregar ( ), Megister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul Tinjauan Yuridis Eksekusi Grosse Akta Hak Tanggungan Sebagai Penyelesaian Kredit Macet. Adapun permasalahan yang dibahas dala penelitian tersebut adalah: a. Bagaimanakah kepastian hukum terhadap objek jaminan yang diikat Hak Tanggungan?

15 b. Bagaimana eksekusi Grosse Akta Hak Tanggungan dalam penyelesaian kredit macet? c. Bagaimana jika terjadi perlawanan (verzet) yang dilakukan oleh pihak yang tereksekusi? Dengan demikian dapat dikatakan penelitian ini dijamin keasliannya dan dapat dipertanggung-jawabkan secara ilmiah. F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Teori adalah suatu kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui yang dijadikan masukan dalam membuat kerangka berfikir dalam penulisan. 14 Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk mensistematiskan penemuanpenemuan penelitian, membuat ramalan atau prediksi atas dasar penemuan dan menyajikan penjelasan yang dalam hal ini untuk menjawab pertanyaan. Artinya teori merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang dijelaskan dan harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar. 15 Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengacu pada teori kepastian hukum, khususnya kepastian hukum dalam pemberian jaminan pada 14 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Madju, Bandung, 1994, hal Ibid, hal. 17

16 bank. Bahwa jaminan yang telah diberikan oleh debitur kepada kreditur harus dapat dilaksanakan untuk memenuhi kewajiban debitur kepada kreditur. Hal ini sesuai dengan tujuan dari dibentuknya Undang-Undang Hak Tanggungan sebagaimana yang termuat dalam bagian Menimbang dan Penjelasan Umum dari Undang-Undang Hak Tanggungan, yang mengharapkan pemberi dan penerima kredit serta pihak lain yang terkait mendapat perlindungan melalui suatu lembaga hak jaminan yang kuat dan yang dapat memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang berkepentingan. Merupakan suatu kenyataan bahwa dalam hidup bermasyarakat diperlukan aturan-aturan yang bersifat umum. Betapapun setiap kepentingan yang ada di dalam masyarakat dipertimbangkan untuk dituangkan di dalam aturan yang bersifat umum agar kepentingan-kepentingan itu dilindungi, tidaklah mungkin aturan-aturan itu dapat mengakomodir semua kepentingan tersebut. Pada masyarakat modern, aturan yang bersifat umum tempat dituangkannya perlindungan kepentingan-kepentingan itu adalah undang-undang. 16 Undang-undang yang berisi aturan-aturan yang bersifat umum menjadi pedoman bagi individu bertingkah laku dalam bermasyarakat, baik dalam hubungan dengan sesama individu maupun dalam hubungannya dengan masyarakat. Aturanaturan itu menjadi batasan bagi masyarakat dalam membebani atau melakukan tindakan terhadap individu. Adanya aturan itu dan pelaksanaan aturan tersebut menimbulkan kepastian hukum Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta, 2008, hal Ibid, hal. 158

17 Dengan demikian, kepastian hukum mengandung dua pengertian, yaitu pertama, adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua, berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengtahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh negara terhadap individu. 18 mengatakan: Kemudian Utrecht dalam bukunya Pengantar Dalam Hukum Indonesia Bahwa hukum bertugas menjamin adanya kepastian hukum (rechtszekerheid) dalam pergaulan manusia. Dalam tugas itu tersimpul dua tugas lain, yaitu harus menjamin keadilan serta hukum tetap berguna. Dalam kedua tugas tersebut tersimpul pula tugas ketiga yaitu hukum bertugas polisionil (politionele taak van het recht). Hukum menjaga agar dalam masyarakat tidak terjadi main hakim sendiri (eigenrichting). 19 Menurut Munir Fuadi, tujuan hukum disamping untuk mencapai keadilan, juga bertujuan menciptakan kepastian hukum bagi manusia pribadi dan masyarakat luas. 20 Meskipun semakin tegas dan tajamnya suatu peraturan hukum untuk mencapai kepastian hukum, maka semakin terdesaklah keadilan. Kedua hal tersebut, antara keadilan dan kepastian hukum, tidak dapat diwujudkan dalam situasi yang 18 ibid 19 Utrecht, dalam Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hal Munir Fuadi, dalam Muchtar Wahid, Memaknai Kepastian Hukum Hak Milik Atas Tanah, Suatu Analisis Dengan Pendekatan Terpadu Secara Normatif dan Sosiolagis, Republika, Jakarta, 2008, hal 86

18 bersamaan. Oleh karena itu hukum haruslah bersifat kompromi, yaitu dengan mengorbankan keadilan untuk mencapai kepastian hukum. 21 Jadi hukum terpaksa harus mengorbankan keadilan sekedarnya guna kepentingan daya guna, ia terpaksa mempunyai sifat kompromi. Bahkan ada terdapat sejumlah besar peraturan-peraturan hukum yang sama sekali tidak mewujudkan keadilan, melainkan semata-mata didasarkan pada kepentingan daya guna, misalnya yang mengenai bukti dan daluwarsa dan peraturan-peraturan yang malahan melindungi bezitter hingga batas tertentu terhadap eigenaar untuk kepentingan perdamaian dalam masyarakat. 22 Ajaran kepastian hukum ini berasal dari ajaran Yuridis-Dogmatik yang didasarkan pada aliran pemikiran positivistis di dunia hukum, yang cendrung melihat hukum sebagai sesuatu yang otonom, yang mandiri, karena bagi penganut pemikiran ini, hukum tak lain hanya kumpulan aturan. Bagi penganut aliran ini, tujuan hukum tidak lain dari sekedar menjamin terwujudnya kepastian hukum. Kepastian hukum itu diwujudkan oleh hukum dengan sifatnya yang hanya membuat suatu aturan hukum yang bersifat umum. Sifat umum dari aturan-aturan hukum membuktikan bahwa hukum tidak bertujuan untuk mewujudkan keadilan atau kemanfaatan, melainkan semata-mata untuk kepastian Peter Mahmud Marzuki. Op. Cit, hal Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 1985, hal Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), Toko Gunung Agung, Jakarta, 2002, hal

19 Bagi penganut aliran ini, meskipun aturan hukum atau penerapan hukum terasa tidak adil dan tidak memberikan manfaat yang besar bagi mayoritas warga masyarakat, hal itu tidak menjadi soal, asalkan kepastian hukum dapat terwujud. Hukum identik dengan kepastian. 24 Salah satu penganut aliran positivisme yang terpenting adalah John Austin, yang inti ajarannya, hukum adalah perintah pihak yang berdaulat. Ilmu hukum selalu berkaitan dengan hukum positif atau dengan ketentuanketentuan lain yang secara tegas dapat disebut demikian yaitu yang diterima tanpa memperhatikan kebaikan dan keburukannya. 25 Kepastian hukum merupakan pertanyaan yang hanya bisa dijawab secara normatif, bukan sosiologis. Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis. Jelas dalam artian tidak menimbulkan keraguan (multi tafsir) dan logis dalam artian ia menjadi suatu sistem norma dengan norma lain sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan konflik norma. Konflik norma yang ditimbulkan dari ketidakpastian aturan dapat berbentuk kontestasi norma, reduksi norma atau distorsi norma. Jadi kepastian hukum adalah kepastian aturan hukum, bukan kepastian tindakan terhadap atau tindakan yang sesuai dengan aturan hukum. Karena frasa kepastian hukum tidak mampu menggambarkan kepastian prilaku terhadap hukum secara benar-benar. 26 Dalam hubungannya dengan pemberian kredit, sesuai dengan ketentuan pasal 8 Undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang 24 Ibid, hal Ibid, hal

20 Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Bank dalam memberikan kredit atau pinjaman kepada debitur selalu mengandung resiko. Oleh karena itu, di dalam pemberian kredit, Bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat. Sehingga kredit yang telah diberikan tersebut mendapat kepastian akan pengembaliannya. Untuk mengurangi resiko tersebut, jaminan pemberian kredit debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh Bank. Untuk memperoleh keyakinan, sebelum memberikan kredit, Bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari debitur. Agunan merupakan salah satu unsur jaminan kredit, bersama-sama unsur-unsur lain Bank dapat memperoleh keyakinan atas kemampuan debitur untuk mengembalikan utangnya. 27 Faktor-faktor lain yang harus diperhatikan dalam pemberian kredit adalah sebagai berikut: 1. harus dilakukan dengan menggunakan prinsip kehati-hatian (prudential principles). 2. harus mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan. 3. wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan masyarakat yang mempercayakan dananya pada bank. 4. harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat. 27 H. Budi Untung, Kredit Perbankan di Indonesia, Andi, Yogyakarta, 2005, hal. 51

21 Selain faktor-faktor sebagaimana tersebut di atas, bank dalam memberikan fasilitas kredit atau pinjaman kepada debitur harus memperhatikan jaminan atau agunan yang diberikan guna menjamin kepastian pelunasan kembali kredit atau pinjaman tersebut sesuai dengan perjanjian yang dibuat antara kreditur dan debitur. Adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan suatu keharusan yang tidak dapat dihindari lagi. Karena itu pemberian kredit perlu didukung dengan jaminan atau agunan yang memadai sebagaimana disebutkan pada pasal 1 butir 23 Undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, bahwa Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Oleh karena itu agunan tersebut adalah upaya preventif apabila di kemudian hari pihak debitur tidak mampu memenuhi kewajibannya (wanprestasi) sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati bersama, atau dengan istilah lain akhirnya akan melahirkan kredit bermasalah atau kredit macet. 28 Oleh karena pemberian pinjaman tersebut mengandung resiko macet atau debitur tidak dapat mengembalikan pinjamannya, maka selain faktor di atas bank juga harus melihat unsur pengamanan dalam pengembaliannya. Unsur pengaman (safety) adalah salah satu prinsip dasar dalam pemberian kredit selain unsur keserasian hal Munir Fuadi, Hukum Perbankan Modern, Buku I, PT. Citra Aditya Bakti, bandung, 1999,

22 (suitability) dan keuntungan profitability). Bentuk pengamanan kredit dalam praktek perbankan dilakukan dengan pengikatan jaminan. 29 jaminan yaitu: Dalam pengikatan jaminan kredit, harus diperhatikan pembedaan jenis a. jaminan pokok yang terdiri dari barang-barang bergerak maupun tidak bergerak dan tagihan yang langsung berhubungan dengan aktivitas usahanya yang dibiayai dengan kredit. b. Jaminan tambahan dapat berupa: -jaminan pribadi atau jaminan perusahaan yang dibuat secara notariel serta jaminan bank; -barang-barang tidak bergerak dan barang-barang bergerak yang tidak dijaminkan sebagai jaminan pokok, pada umumnya berupa tanah dari agraria, BPKB dan surat-surat kepemilikan lainnya, harus disimpan dalam berkas khusus (map warkat kredit) yang disimpan di dalam khasanah tahan api. c. peminjaman dokumen yang telah ada dalam penguasaan bank kepada nasabah tidak diperkenankan. Apabila peminjaman tersebut dimaksudkan untuk keperluan urasan dengan instansi-instansi yang berwenang, nasabah dapat meminta bantuan pada bank 30 Menurut ketentuan pasal 8 ayat (1) Undang-undang nomor 10 tahun 1998 tersebut bahwa dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan. Berdasarkan pengertian tersebut, keyakinan bank/kreditur atas kesanggupan debitur tidak hanya didasarkan pada nilai usaha yang akan dibiayai, tetapi juga 29 H. Tan Kamelo, Hukum Jaminan Fidusia, Suatu Kebutuhan yang Didambakan, PT. Alumni, bandung, 2004, hal Thomas Suyatno, dkk, Dasar-Dasar Perkreditan, Edisi Kedua, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1991, hal 77.

23 penilaian atas nilai barang jaminan dan legalitas barang jaminan yang diberikankan oleh debitur kepada kreditur harus cukup untuk menjamin fasilitas kredit yang diterima debitur. Jaminan yang diberikan oleh debitur kepada bank mempunyai kegunaan sebagai berikut: 1. memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk mendapatkan pelunasan dari hasil penjualan barang-barang jaminan tersebut, apabila nasabah melakukan cidera janji, yaitu tidak membayar kembali utangnya pada waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian. 2. menjamin agar nasabah berperan serta dalam transaksi untuk membiayai usahanya, sehingga kemungkinan untuk meninggalkan usaha atau proyeknya dengan merugikan diri sendiri atau perusahaannya dapat dicegah atau sekurang-kurangnya kemungkinan untuk dapat berbuat demikian diperkecil terjadinya. 3. memberi dorongan kepada debitur (tertagih) untuk memenuhi perjanjian kredit khususnya mengenai pembayaran kembali sesuai dengan syarat-syarat yang telah disetujui agar ia tidak kehilangan kekayaan yang telah dijaminkan kepada bank. 31 Fungsi lain jaminan kredit dalam rangka pemberian kredit berkaitan dengan kesungguhan pihak peminjam untuk memenuhi kewajibannya untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan dan menggunakan dana yang dimilikinya secara baik dan berhati-hati. Kedua hal tersebut diharapkan akan mendorong pihak peminjam untuk melunasi utangnya sehingga akan dapat mencegah terjadinya pencairan jaminan kredit yang mungkin saja tidak diinginkannya karena mempunyai nilai (harga) yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan utang pihak peminjam kepada bank. Dalam praktek perbankan umumnya nilai jaminan kredit lebih besar dari jumlah kredit yang disetujui bank. Pihak peminjam diharapkan akan segera 31 Ibid, hal. 84

24 melunasi utangnya kepada bank agar nantinya tidak kehilangan harta (aset) yang diserahkannya sebagai jaminan kredit dalam hal kreditnya ditetapkan sebagai kredit macet. 32 Banyak macam barang yang dapat digunakan sebagai agunan atau jaminan kredit. Tanah merupakan barang jaminan yang sangat disukai oleh bank/kreditur, karena tanah pada umumnya mudah dijual, harganya terus meningkat dan dapat dibebani dengan Hak Tanggungan yang memberikan hak istimewa kepada kreditur. Agunan merupakan salah satu unsur jaminan pemberian kredit, maka apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan debitur mengembalikan hutangnya, agunan dapat hanya berupa barang, proyek, atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan. Tanah yang kepemilikannya didasarkan pada hukum adat, dan lain-lain yang sejenis dapat digunakan sebagai agunan. 33 Pemberian jaminan atas tanah pada saat ini diatur dengan Undang-Undang nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah atau biasa disebut dengan Undang-Undang Hak Tanggungan. Hal ini merupakan perwujudan dari ketentuan pasal 51 Undang-Undang nomor 5 tahun1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang juga disebut dengan Undang- Undang Pokok Agraria. 32 Bahsan, M, Op.Cit, hal 5 33 Penjelasan pasal 8 ayat (1) Undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan

25 Dalam penjelasan umum Undang-Undang Hak Tanggungan disebutkan bahwa Undang-Undang Hak Tanggungan merupakan undang-undang mengenai lembaga jaminan atas tanah yang kuat yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1. memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahulu (preferen) kepada pemegang haknya. 2. selalu mengikuti objek yang dijaminkan dalam tangan siapapun objek itu berada. 3. memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehingga dapat mengikat pihak ketiga serta memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan. 4. mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya. 34 Memperhatikan ciri-ciri di atas, Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain. Dalam arti, bahwa jika debitur cidera janji, kreditur pemegang Hak Tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, dengan hak mendahului dari pada krediturkreditur yang lain. Kedudukan diutamakan tersebut sudah barang tentu tidak mengurangi preferensi piutang-piutang negara menurut ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku Penjelasan umum angka 3 UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan 35 Penjelasan umum angka 4 UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

26 Dalam Undang-undang Pokok Agraria yang ditunjuk sebagai hak atas tanah yang dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, dan Hak Guna Bangunan, sebagai hak-hak atas tanah yang wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan. Oleh karena itu dalam pasal 51 Undang-Undang Pokok Agraria yang harus diatur dengan Undang-Undang adalah Hak Tanggungan atas Hak Milik, Hak Guna Usaha, dan Hak Guna Bangunan. 36 Hak Pakai dalam Undang-Undang Pokok Agraria tidak ditunjuk sebagai objek Hak Tanggungan, karena pada waktu itu tidak termasuk hak-hak atas tanah yang wajib didaftar, dan karenanya tidak dapat memenuhi syarat publisitas untuk dapat dijadikan jaminan utang. Dalam perkembangannya Hak Pakai pun harus didaftarkan, yaitu Hak Pakai yang diberikan atas tanah Negara. Sebagian dari Hak Pakai yang didaftar itu, menurut sifat dan kenyataannya dapat dipindahtangakan, yaitu yang diberikan kepada orang perserorangan dan badan-badan hukum perdata. Dalam Undang-Undang nomor 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun, Hak Pakai yang dimaksudkan itu dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani fidusia. 37 Dalam Undang-Undang Hak Tanggungan, Hak Pakai tersebut ditunjuk sebagai objek Hak Tanggungan. Sehubungan dengan itu maka Hak Tanggungan merupakan satu-satunya lembaga hak jaminan atas tanah. Dengan ditunjuknya Hak Pakai tersebut sebagai obyek Hak Tanggungan, bagi pemegang haknya, yang 36 Penjelasan umum angka 5 alenia pertama UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan 37 Penjelasan umum angka 5 alenia kedua UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

27 sebagian besar terdiri dari golongan ekonomi lemah yang tidak berkemampuan untuk mempunyai tanah dengan Hak Milik atau Hak Guna Bangunan, menjadi terbuka kemungkinannya untuk memperoleh kredit yang diperlukannya, dengan menggunakan tanah yang dipunyainya sebagai jaminan. Pernyataan bahwa Hak Pakai tersebut dapat dijadikan obyek Hak Tanggungan merupakan penyesuaian ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria dengan perkembangan Hak Pakai itu sendiri serta kebutuhan masyarakat. 38 Hak Pakai atas tanah Negara, yang walaupun wajib didaftar, tetapi karena sifatnya tidak dapat dipindah-tangankan, seperti Hak Pakai atas nama Pemerintah, hak Pakai atas nama Badan Keagamaan dan Sosial, dan Hak Pakai atas nama Perwakilan negara Asing, yang berlakunya tidak ditentukan jangka waktunya dan diberikan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu, bukan merupakan obyek hak Tanggungan. 39 Demikian pula dengan Hak Pakai atas tanah Hak Milik tidak dapat dibebani Hak Tanggungan, karena tidak memenuhi kedua syarat di atas. Tetapi mengingat perkembangan kebutuhan masyarakat dan pembangunan di kemudian hari, dalam Undang-Undang Hak Tanggungan dibuka kemungkinannya untuk dapat juga ditunjuk sebagai obyek Hak Tanggungan, jika telah dipenuhi persyaratan sebagaimana disebut di atas Penjelasan umum angka 5 alenia ketiga UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan 39 Penjelasan umum angka 5 alenia kelima UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan 40 Penjelasan umum angka 5 alenia keenam UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

28 Tanah milik yang sudah diwakafkan, dan tanah-tanah yang dipergunakan untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya, walaupun didaftar, karena sifat dan tujuannya tidak dapat dipindah-tangankan, tidak dapat dibebani Hak Tanggungan. 41 Selain hak-hak atas tanah sebagaimana yang telah diuraikan di atas, tanah hak milik adat yang belum terdaftar juga dapat dibebani dengan Hak Tanggungan. Tanah hak milik adat yang belum terdaftar ini adalah hak atas tanah yang berasal dari konversi hak lama yang telah memenuhi syarat untuk didaftarkan akan tetapi pendaftarannya belum dilakukan. Yang dimaksudkan dengan hak lama tersebut adalah hak kepemilikan atas tanah menurut hukum adat yang telah ada akan tetapi proses administrasi dalam konversinya belum selesai dilaksanakan. Syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah syarat-syarat yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pembebanan Hak Tanggungan pada hak atas tanah sebagaimana tersebut di atas dimungkinkan asalkan pemberiannya dilakukan bersamaan dengan permohonan pendaftaran hak atas tanah tersebut pada Kantor Pertanahan. 42 Proses pembebanan Hak Tanggungan dilaksanakan melalui dua tahap kegiatan, yaitu: 41 Penjelasan umum angka 5 alenia kedelapan UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan 42 Penjelasan pasal 10 ayat (3) UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

29 a. tahap pemberian Hak Tanggungan, dengan dibuatnya Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah, untuk selanjutnya disebut PPAT, yang didahului dengan perjanjian utang-piutang yang dijamin. b. Tahap pendaftarannya oleh Kantor Pertanahan, yang merupakan saat lahirnya Hak Tanggungan yang dibebankan. 43 Menurut ketentuan Peraturan Pemerintah nomor 37 tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik atas Satuan Rumah Susun. Perbuatan hukum tersebut antara lain dalam rangka pembebanan hak atas tanah. Pengertian perbuatan hukum pembebanan hak atas tanah, yang pembuatan aktanya merupakan kewenangan PPAT, meliputi pembuatan akta pembebanan hak Guna Bangunan atas tanah Hak milik sebagaimana dimaksud dalam pasal 37 Undang-Undang Pokok Agraria dan pembuatan akta dalam rangka pembebanan Hak Tanggungan yang diatur dengan Undang-Undang Hak Tanggungan. 44 Dalam pemberian Hak Tanggungan, pemberi Hak Tanggungan wajib hadir di hadapan PPAT. Jika karena sesuatu sebab tidak dapat hadir sendiri, pemberi Hak Tanggungan wajib menunjuk pihak lain sebagai kuasanya, dengan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan, singkat dengan SKMHT, yang berbentuk akta otentik. Pembuatan akta SKMHT selain kepada Notaris, ditugaskan juga kepada 43 Penjelasan umum angka 7 alenia pertama UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan 44 Penjelasan umum angka 7 alenia ketiga UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

30 PPAT yang keberadaannya sampai pada wilayah kecamatan, dalam rangka memudahkan pemberian pelayanan kepada pihak-pihak yang memerlukankanya. Pada saat pembuatan SKMHT dan Akta Pemberian Hak Tanggungan, harus ada keyakinan pada Notaris atau PPAT yang bersangkutan, bahwa pemberi Hak Tanggungan mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek Hak Tanggungan yang dibebankan, walaupun kepastian mengenai dimilikinya kewenangan tersebut baru dipersyaratkan pada waktu pemberian Hak Tanggungan itu didaftar. 45 Pada tahap pemberian Hak Tanggungan oleh pemberi Hak Tanggungan kepada kreditur, Hak Tanggungan yang bersangkutan belum lahir. Hak Tanggungan itu baru lahir pada saat dibukukannya dalam buku tanah di Kantor Pertanahan. Oleh karena itu kepastian mengenai saat didaftarnya Hak Tanggungan tersebut adalah sangat penting bagi kreditur. Saat tersebut bukan saja menentukan kedudukannya yang diutamakan terhadap kreditur-kreditur yang lain, melainkan juga menentukan peringkatnya dalam hubungannya dengan kreditur-kreditur lain yang juga pemegang Hak Tanggungan dengan tanah yang sama sebagai jaminannya Konsepsi Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang 45 Penjelasan umum angka 7 alenia keempat UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan 46 Penjelasan umum angka 7 alenia kelima UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

31 disebut dengan operational definition. Konsepsi ini bertujuan untuk menghindari salah pengertian atau penafsiran terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Oleh karena itu dalam penelitian ini didefinisikan beberapa konsep dasar atau istilah, agar di dalam pelaksanaannya diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, yaitu: a. Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor yang lain. 47 b. Pemberi Hak Tanggungan adalah orang perserorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek hak Tanggungan yang bersangkutan. 48 c. Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinanbungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan datu yuridis dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuansatuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang- 47 Pasal 1 angka 1 UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan 48 Pasal 8 ayat (1) UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

32 bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya. 49 d. Bidang Tanah adalah bagian permukaan bumi yang merupakan satuan bidang yang berbatas. 50 e. Sertipikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (2) huruf c Undang-Undang Pokok Agraria untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan. 51 f. Tanah yang belum bersertifikat adalah tanah hak milik adat yang belum terdaftar akan tetapi telah memenuhi syarat untuk didaftarkan tetapi pendaftarannya belum dilakukan. Tanah hak milik adat itu telah ada hanya proses administrasi dalam konversinya belum selesai dilaksanakan. 52 g. Kreditur adalah pihak yang berpiutang dalam suatu hubungan utang-piutang tertentu. 53 h. Debitur adalah pihak yang berutang dalam suatu hubungan utang-piutang tertentu. 54 i. Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta pemindahan hak atas tanah, akta pembebanan hak atas 49 Pasal 1 angka 1 PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah 50 Pasal 1 angka 2 PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah 51 Pasal 1 angka 20 PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah 52 Penjelasan pasal 10 ayat (3) UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan 53 Pasal 1 angka 2 UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan 54 Pasal 1 angka 3 UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

33 tanah dan akta pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. 55 j. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. 56 k. Kantor Pertanahan adalah unit kerja Badan Pertanahan Nasional di wilayah kabupaten, kota, atau wilayah administratif lain yang setingkat, yang melakukan pendaftaran hak atas tanah dan pemeliharaan daftar umum pendaftaran tanah Metode Penelitian 1. Specifikasi Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif analisis, maksudnya suatu penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan dan menganalisa hukum baik dalam bentuk teori maupun praktek pelaksanaan dari hasil penelitian di lapangan, 58 dalam dalam hal ini pemberian hak tanggungan atas tanah yang belum bersertifikat (tinjauan yuridis terhadap praktek Bank dan PPAT di Kota Lhokseumawe). Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan peraturan perundang-undangan, khususnya yang menyangkut dengan Undang-undang Pokok Agraria dan Undang-Undang Hak 55 Pasal 1 angka 4 UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan 56 Pasal 1 Undang-Undang nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan 57 Pasal 1 angka 6 UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan 58 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, jakarta, 1986, hal 63

34 Tanggungan serta peraturan pelaksananya. Jadi, sifat penelitian ini adalah juridis normatif, yaitu penelitian kepustakaan atau studi dokumen yang dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang lain Sumber Data Pengumpulan data diperoleh dari penelitian kepustakaan yang didukung penelitian lapangan, sebagai berikut: a. Penelitian Kepustakaan (library research) yaitu menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. 60 1) Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni: a) Undang-undang Nomor 5 tahun 1965 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria (UUPA) b) Undang-undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan Dengan Tanah c) Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan d) Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan e) Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah 59 Bambang Waluyo, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1996, hal Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2009, hal. 38

35 f) Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. 2) Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian dan karya ilmiah dari kalangan hukum, yang berkaitan dengan Hak Tanggungan. 3) Bahan tertier adalah bahan pendukung di luar bidang hukum seperti kamus, ensiklopedia atau majalah yang terkait dengan Hak Tanggungan. b. Penelitian Lapangan (field research) untuk mendapatkan data yang terkait dengan pemberian hak tanggungan atas tanah yang belum bersertifikat, dengan melakukan wawancara kepada: 1) Pejabat Bank yang menerima agunan atas tanah yang belum bersertifikat. 2). Pejabat/Kepala kantor Pertanahan Kota Lhokseumawe. 3) Hakim pada Pengadilan Negeri Lhokseumawe 4). PPAT-Notaris Kota Lhokseumawe yang membuat Akta Pemberian Hak Tanggungan atas tanah yang belum bersertifikat. 3. Alat Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan 2 (dua) alat pengumpulan data yaitu: a. Studi dokumen untuk mengumpulkan data sekunder yang terkait dengan permasalahan yang diajukan, dengan cara mempelajari buku-buku, hasil penelitian dan dokumen-dokumen perundang-undangan yang terkait selanjutnya digunakan untuk kerangka teoritis pada penelitian lapangan.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di bidang ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang sedang giat dilaksanakan melalui rencana bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik materiil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan yang sangat penting dan mendesak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperlancar roda pembangunan, dan sebagai dinamisator hukum

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperlancar roda pembangunan, dan sebagai dinamisator hukum 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum dan pembangunan merupakan dua variabel yang selalu sering mempengaruhi antara satu sama lain. Hukum berfungsi sebagai stabilisator yang mempunyai peranan menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur kepada Bank berupa tanah-tanah yang masih belum bersertifikat atau belum terdaftar di Kantor Pertanahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perekonomian sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT

BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT 56 BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT 1. Hak Tanggungan sebagai Jaminan atas Pelunasan Suatu Utang Tertentu Suatu perjanjian utang-piutang umumnya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembangunan di bidang ekonomi. Berbagai usaha dilakukan dalam kegiatan

BAB I. Pendahuluan. dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembangunan di bidang ekonomi. Berbagai usaha dilakukan dalam kegiatan 1 BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Pembangunan adalah proses yang dilakukan secara sadar dan berkelanjutan mencakup berbagai aspek kehidupan dalam masyarakat. Pembangunan Nasional merupakan usaha peningkatan

Lebih terperinci

SKRIPSI Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Program Reguler Mandiri Universitas Andalas

SKRIPSI Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Program Reguler Mandiri Universitas Andalas SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITOR DALAM HAL TERJADI PERUBAHAN STATUS HAK ATAS TANAH YANG DIBEBANI HAK TANGGUNGAN ((Studi di PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) Tbk) SKRIPSI Skripsi Diajukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Dalam rangka. merata di segala bidang, salah satunya adalah bidang ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Dalam rangka. merata di segala bidang, salah satunya adalah bidang ekonomi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan, meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara untuk melaksanakan tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi Indonesia, sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyahkt yang adil dan makmur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh bank sebagai suatu lembaga keuangan, sudah semestinya. hukum bagi semua pihak yang berkepentingan.

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh bank sebagai suatu lembaga keuangan, sudah semestinya. hukum bagi semua pihak yang berkepentingan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu produk yang diberikan oleh bank dalam membantu kelancaran usaha debiturnya, adalah pemberian kredit dimana hal ini merupakan salah satu fungsi bank yang sangat

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan ekonomi dan perdagangan dewasa ini, sulit dibayangkan bahwa pelaku usaha, baik perorangan maupun badan hukum mempunyai modal usaha yang cukup untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia 7 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Majunya perekonomian suatu bangsa, menyebabkan pemanfaatan tanah menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia itu sendiri. Hal ini terlihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diintrodusir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang. Perdata. Dalam Pasal 51 UUPA ditentukan bahwa Hak Tanggungan dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang diintrodusir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang. Perdata. Dalam Pasal 51 UUPA ditentukan bahwa Hak Tanggungan dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hak Tanggungan adalah suatu istilah baru dalam Hukum Jaminan yang diintrodusir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah dengan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali

BAB I PENDAHULUAN. adalah dengan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank sebagai lembaga keuangan memiliki banyak kegiatan, salah satunya adalah dengan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang ekonomi termasuk sektor keuangan dan perbankan harus segera

BAB I PENDAHULUAN. bidang ekonomi termasuk sektor keuangan dan perbankan harus segera BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian di Indonesia mempunyai dampak yang sangat positif. Perbaikan sistem perekonomian dalam penentuan kebijakan pemerintah di bidang ekonomi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan Adanya unifikasi hukum barat yang tadinya tertulis, dan hukum tanah adat yang tadinya tidak tertulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia modern seperti sekarang ini, banyak orang atau badan hukum yang memerlukan dana untuk mengembangkan usaha, bisnis, atau memenuhi kebutuhan keluarga (sandang,pangan,dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberian kredit bagi bank merupakan kegiatan yang utama, karena pendapatan terbesar dari bank berasal dari sektor kredit baik dalam bentuk bunga, provisi, ataupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Peran koperasi

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Peran koperasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Koperasi berperan positif dalam pelaksanaan pembangunan nasional di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Peran koperasi diantaranya dalam peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbuat semaksimal mungkin dan mengerahkan semua kemampuannya untuk

BAB I PENDAHULUAN. berbuat semaksimal mungkin dan mengerahkan semua kemampuannya untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang populasi manusianya berkembang sangat pesat. Pertumbuhan jumlah penduduk yang meningkat tajam pada setiap tahun akan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, pembangunan di bidang ekonomi, merupakan bagian dari pembangunan nasional. Salah satu upaya untuk mewujudkan pembangunan

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017 KAJIAN YURIDIS ASAS PEMISAHAN HORISONTAL DALAM HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH 1 Oleh: Gabriella Yulistina Aguw 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana berlakunya asas pemisahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan terencana dan terarah yang mencakup aspek politis, ekonomi, demografi, psikologi, hukum, intelektual maupun teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan terencana dan terarah yang mencakup aspek politis, ekonomi, demografi, psikologi, hukum, intelektual maupun teknologi. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu usaha untuk mencapai taraf kehidupan yang lebih baik daripada apa yang telah dicapai, artinya bahwa pembangunan merupakan perubahan terencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Pembagunan di bidang ekonomi, merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan zaman di bidang teknologi telah memacu perusahaan untuk menghasilkan produk electronic yang semakin canggih dan beragam. Kelebihan-kelebihan atas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Kekuatan Eksekutorial Hak Tanggungan dalam lelang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Kekuatan Eksekutorial Hak Tanggungan dalam lelang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kekuatan Eksekutorial Hak Tanggungan dalam lelang Eksekusi 1. Kekuatan Eksekutorial Pengertian kekuatan Eksekutorial menurut Pasal 6 UUHT dapat ditafsirkan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. badan usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya seperti kebutuhan untuk

BAB I PENDAHULUAN. badan usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya seperti kebutuhan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan adalah salah satu sumber dana bagi masyarakat perorangan atau badan usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya seperti kebutuhan untuk membeli rumah, mobil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank sebagai lembaga keuangan memiliki banyak kegiatan, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Bank sebagai lembaga keuangan memiliki banyak kegiatan, salah satunya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank sebagai lembaga keuangan memiliki banyak kegiatan, salah satunya adalah dengan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu kegiatan usaha atau bisnis diperlukan sejumlah dana sebagai modal

BAB I PENDAHULUAN. Suatu kegiatan usaha atau bisnis diperlukan sejumlah dana sebagai modal BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Suatu kegiatan usaha atau bisnis diperlukan sejumlah dana sebagai modal agar suatu kegiatan usaha atau bisnis tersebut dapat terwujud terlaksana. Dalam suatu kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan memegang peranan sangat penting dalam bidang perekonomian seiring dengan fungsinya sebagai penyalur dana dari pihak yang mempunyai kelebihan dana kepada

Lebih terperinci

pada umumnya dapat mempergunakan bentuk perjanjian baku ( standard contract)

pada umumnya dapat mempergunakan bentuk perjanjian baku ( standard contract) Definisi pinjam-meminjam menurut Pasal 1754 KUHPerdata adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian,

Lebih terperinci

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BPR ARTHA SAMUDRA DI KEDIRI

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BPR ARTHA SAMUDRA DI KEDIRI PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BPR ARTHA SAMUDRA DI KEDIRI Airlangga ABSTRAK Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beserta Benda Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Undang undang Hak

BAB I PENDAHULUAN. Beserta Benda Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Undang undang Hak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Kegiatan pembangunan disegala bidang ekonomi oleh masyarakat memerlukan dana yang cukup besar. Dana tersebut salah satunya berasal dari kredit dan kredit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Keterbatasan finansial atau kesulitan keuangan merupakan hal yang dapat dialami oleh siapa saja, baik orang perorangan maupun badan hukum. Permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang dilaksanakan pada masa sekarang diarahkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan mengatasi ketimpangan ekonomi guna mencapai kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan 1 BAB V PEMBAHASAN A. Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat BMT Istiqomah Unit II Plosokandang selaku kreditur dalam mencatatkan objek jaminan di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Pengertian Hak Tanggungan Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, maka Undang-Undang tersebut telah mengamanahkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala kebutuhannya tersebut, bank mempunyai fungsi yang beragam dalam

BAB I PENDAHULUAN. segala kebutuhannya tersebut, bank mempunyai fungsi yang beragam dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi yang terjadi, juga terjadi dalam dunia perekonomian, bahkan perkembangan kebutuhan masyarakat semakin tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu perolehan dana yang dapat digunakan masyarakat adalah mengajukan

BAB I PENDAHULUAN. satu perolehan dana yang dapat digunakan masyarakat adalah mengajukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka pembangunan ekonomi diperlukan tersedianya dana, salah satu perolehan dana yang dapat digunakan masyarakat adalah mengajukan permohonan kredit yang diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering dijumpai perbuatan hukum peminjaman uang antara dua orang atau lebih. Perjanjian yang terjalin antara dua orang atau disebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN A. Tinjauan Terhadap Hipotik 1. Jaminan Hipotik pada Umumnya Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih bercorak agraris. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. masih bercorak agraris. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia adalah negara yang susunan kehidupan rakyat dan perekonomiannya masih bercorak agraris. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan berkaitan dengan istri atau suami maupun anak-anak yang masih memiliki

BAB I PENDAHULUAN. akan berkaitan dengan istri atau suami maupun anak-anak yang masih memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia penuh dengan ketidakpastian. Ketidakpastian tersebut biasanya berhubungan dengan takdir dan nasib manusia itu sendiri yang telah ditentukan oleh Tuhan.

Lebih terperinci

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339 KEWENANGAN MENJUAL SENDIRI (PARATE EXECUTIE) ATAS JAMINAN KREDIT MENURUT UU NO. 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN 1 Oleh: Chintia Budiman 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling tinggi derajatnya dibandingkan dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Hal ini dikarenakan manusia diberikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT. 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT. 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan 21 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan a. Pengertian Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan P engertian mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tidak dapat dilakukan secara sendiri tanpa orang lain. Setiap orang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah sebagai bagian dari pembangunan nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum BAB I PENDAHULUAN Hukum perjanjian adalah bagian dari Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum Perdata, karena Hukum Perdata banyak mengandung

Lebih terperinci

Imma Indra Dewi Windajani

Imma Indra Dewi Windajani HAMBATAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DI KANTOR PELAYANAN KEKAYAAN NEGARA DAN LELANG YOGYAKARTA Imma Indra Dewi Windajani Abstract Many obstacles to execute mortgages by auctions on the Office of State Property

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan pembangunan ekonomi yang dilakukan pemerintah sekarang ini, tidak hanya harga kebutuhan sehari-hari yang semakin tinggi harganya, namun harga-harga produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama oleh instansi-instansi yang menurut Undang-Undang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. terutama oleh instansi-instansi yang menurut Undang-Undang mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelesaian kredit macet perbankan yang terjadi pada bank-bank umum terutama pada bank umum milik pemerintah wajib di intensifkan dan harus dilaksanakan secara

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Perbankan merupakan lembaga yang bergerak di bidang

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Perbankan merupakan lembaga yang bergerak di bidang Bab I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Perbankan merupakan lembaga yang bergerak di bidang perekonomian. Perbankan menjalankan kegiatan usahanya dengan mengadakan penghimpunan dana dan pembiayaan

Lebih terperinci

AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN

AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN Contoh Akta Pemberian Hak Tanggungan atas obyek hak atas tanah. AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN No : 40123981023/ 00200700 Lembar Pertama/Kedua Pada hari ini, Senin ksdjf tanggal 12 ( dua belas ---------------------------------)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain sebagai makhluk sosial dimana manusia saling membutuhkan satu dengan yang lainnya, sebuah dimensi

Lebih terperinci

HUTANG DEBITUR DAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN

HUTANG DEBITUR DAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN Netty Endrawati, Hutang Debitur dan Eksekusi Hak Tanggungan 35 HUTANG DEBITUR DAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN Oleh : Netty Endrawati Abstrak Pada umumnya pemberian hutang atau dalam perjanjian kredit yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu alat bukti, maka tulisan tersebut dinamakan akta (acte) 1.

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu alat bukti, maka tulisan tersebut dinamakan akta (acte) 1. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan adanya alat bukti tertulis dalam suatu pembuktian di Pengadilan mengakibatkan semua perbuatan hukum yang dilakukan oleh masyarakat yang menyangkut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini jasa perbankan melalui kredit sangat membantu. jarang mengandung risiko yang sangat tinggi, karena itu bank dalam memberikannya

BAB I PENDAHULUAN. ini jasa perbankan melalui kredit sangat membantu. jarang mengandung risiko yang sangat tinggi, karena itu bank dalam memberikannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pembangunan terutama pembangunan secara fisik, dana selalu merupakan masalah baik bagi pengusaha besar, menengah ataupun kecil. Dalam hal ini jasa perbankan melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atas tanah berikut atau tidak berikut benda- benda lain yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. atas tanah berikut atau tidak berikut benda- benda lain yang merupakan BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah berikut atau tidak berikut benda- benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk

Lebih terperinci

PENJUALAN DIBAWAH TANGAN TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI PENYELESAIAN KREDIT NARATAMA BERSADA CABANG CIKUPA, KABUPATEN

PENJUALAN DIBAWAH TANGAN TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI PENYELESAIAN KREDIT NARATAMA BERSADA CABANG CIKUPA, KABUPATEN PENJUALAN DIBAWAH TANGAN TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI PENYELESAIAN KREDIT MACET DI PT.BANK PERKREDITAN RAKYAT NARATAMA BERSADA CABANG CIKUPA, KABUPATEN TANGERANG Disusun Oleh : Nama NIM : Bambang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana dari masyarakat secara efektif dan efisien. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana dari masyarakat secara efektif dan efisien. Salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Kebutuhan masyarakat baik perorangan maupun badan usaha akan penyediaan dana yang cukup besar dapat terpenuhi dengan adanya lembaga perbankan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang bermacam-macam. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia harus berusaha dengan cara bekerja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur. Dalam

Lebih terperinci

Tanah merupakan salah satu faktor yang terpenting dalam kehidupan. manusia, hewan, dan juga tumbuh-tumbuhan. Fungsi tanah begitu penting dan

Tanah merupakan salah satu faktor yang terpenting dalam kehidupan. manusia, hewan, dan juga tumbuh-tumbuhan. Fungsi tanah begitu penting dan 1 A. Latar belakang masalah Tanah merupakan salah satu faktor yang terpenting dalam kehidupan manusia, hewan, dan juga tumbuh-tumbuhan. Fungsi tanah begitu penting dan mempunyai arti sendiri, sebab tanah

Lebih terperinci

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA http://www.thepresidentpostindonesia.com I. PENDAHULUAN Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi perkembangan perekonomian nasional yang bergerak cepat, kompetitif, dan terintegrasi dengan tantangan yang semakin kompleks serta sistem keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. 13 A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kebutuhan masyarakat akan pembiayaan sekarang ini semakin tinggi,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kebutuhan masyarakat akan pembiayaan sekarang ini semakin tinggi, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kebutuhan masyarakat akan pembiayaan sekarang ini semakin tinggi, seiring dengan perkembangan teknologi berkembang pula kebutuhan hidup yang semakin meningkat mengikuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (dalam tulisan ini, undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan Ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga tersebut dimaksudkan sebagai perantara pihak-pihak yang. pembayaran bagi semua sektor perekonomian. 1

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga tersebut dimaksudkan sebagai perantara pihak-pihak yang. pembayaran bagi semua sektor perekonomian. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga perbankan sebagai salah satu lembaga keuangan mempunyai nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga tersebut dimaksudkan sebagai perantara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dalam UUD 1945 Pasal 33 Ayat (3) telah ditentukan bahwa bumi, air,

BAB I PENDAHULUAN. di dalam UUD 1945 Pasal 33 Ayat (3) telah ditentukan bahwa bumi, air, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat sebagai tempat pembangunan dan juga tempat mata pencaharian masyarakat. Tanah merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia sebagai negara agraris telah memberikan peluang bagi penduduknya untuk berusaha di bidang pertanian. Kegiatan di bidang usaha pertanian tidak terbatas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. efisien. Tujuan kegiatan bank tersebut sesuai dengan Pasal 1 butir 2. UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang

BAB I PENDAHULUAN. efisien. Tujuan kegiatan bank tersebut sesuai dengan Pasal 1 butir 2. UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank adalah salah satu lembaga keuangan yang memiliki peranan penting dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Bank membantu pemerintah dalam menghimpun dana masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN TERHADAP HAK ATAS TANAH SEBAGAI OBYEK JAMINAN

PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN TERHADAP HAK ATAS TANAH SEBAGAI OBYEK JAMINAN PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN TERHADAP HAK ATAS TANAH SEBAGAI OBYEK JAMINAN I KADEK ADI SURYA KETUT ABDIASA I DEWA NYOMAN GDE NURCANA Fakultas Hukum Universitas Tabanan Email :adysurya10@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB II. A. Tinjauan Umum Hak Tanggungan. 1. Pengertian Hak Tanggungan. Pengertian Hak Tanggungan secara yuridis yang diatur dalam ketentuan Pasal

BAB II. A. Tinjauan Umum Hak Tanggungan. 1. Pengertian Hak Tanggungan. Pengertian Hak Tanggungan secara yuridis yang diatur dalam ketentuan Pasal 31 BAB II KEDUDUKAN BANK SELAKU PEMEGANG HAK TANGGUNGAN ATAS BERAKHIRNYA SERTIPIKAT HAK GUNA BANGUNAN DIATAS HAK PENGELOLAAN (HPL) YANG MENJADI OBJEK JAMINAN A. Tinjauan Umum Hak Tanggungan 1. Pengertian

Lebih terperinci

TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI ATAS DI PD BPR BANK BOYOLALI

TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI ATAS DI PD BPR BANK BOYOLALI TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI ATAS PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA DI PD BPR BANK BOYOLALI A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pinjam-meminjam uang telah dilakukan sejak lama dalam kehidupan masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran. Dapat diketahui bahwa hampir semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan Pembangunan Nasional, peranan pihak swasta dalam kegiatan pembangunan semakin ditingkatkan juga. Sebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik materiil maupun spiritual. Salah satu cara untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik materiil maupun spiritual. Salah satu cara untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang sedang giat dilaksanakan melalui rencana bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seseorang yang tidak dapat menjalankan suatu urusan, maka alternatifnya

BAB I PENDAHULUAN. Seseorang yang tidak dapat menjalankan suatu urusan, maka alternatifnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seseorang yang tidak dapat menjalankan suatu urusan, maka alternatifnya adalah menunda urusan tersebut sampai ia mampu melakukannya sendiri atau mewakilkan kepada atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu menunjukkan arah untuk menyatukan ekonomi global, regional ataupun lokal, 1 serta dampak terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Didalam kehidupan bermasyarakat kegiatan pinjam meminjam uang telah

BAB I PENDAHULUAN. Didalam kehidupan bermasyarakat kegiatan pinjam meminjam uang telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Didalam kehidupan bermasyarakat kegiatan pinjam meminjam uang telah dilakukan sejak lama, masyarakat mengenal uang sebagai alat pembiayaan yang sah. Dapat kita ketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian Indonesia, khususnya dunia perbankan saat ini mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat baik, walaupun kegiatan bisnis bank umum sempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. provisi ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan

BAB I PENDAHULUAN. provisi ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberian kredit bagi bank merupakan kegiatan yang utama, karena pendapatan terbesar bank berasal dari sektor tersebut baik dalam bentuk bunga, provisi ataupun pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi masyarakat agraris selain sebagai faktor produksi yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi masyarakat agraris selain sebagai faktor produksi yang sangat 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia sangat mendambakan dan menghargai suatu kepastian, terutama sebuah kepastian yang berkaitan dengan hak atas suatu benda yang menjadi miliknya, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rangka pembaharuan hukum dengan mengadakan kodifikasi dan unifikasi

BAB I PENDAHULUAN. rangka pembaharuan hukum dengan mengadakan kodifikasi dan unifikasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur telah dilakukan berbagai usaha oleh pemerintah. Salah satu usaha tersebut adalah meningkatkan dan menyempurnakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang.

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman sekarang semua kegiatan manusia tidak lepas dari yang namanya uang. Mulai dari hal yang sederhana, sampai yang kompleks sekalipun kita tidak dapat lepas dari

Lebih terperinci