PENYUSUNAN SPESIFIKASI KHUSUS JALAN DAN JEMBATAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENYUSUNAN SPESIFIKASI KHUSUS JALAN DAN JEMBATAN"

Transkripsi

1 PEDOMAN No. 006 / BM / 2009 Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil PENYUSUNAN SPESIFIKASI KHUSUS JALAN DAN JEMBATAN D E P A R T E M E N P E K E R J A A N U M U M D I R E K T O R A T J E N D E R A L B I N A M A R G A

2

3 DAFTAR ISI Daftar Isi... i Prakata... ii Pendahuluan... iii 1 Ruang Lingkup Acuan Istilah dan Definisi Spesifikasi Spesifikasi Umum Jalan dan Jembatan Spesifikasi Khusus Persyaratan Persiapan Penyusunanan Tahap Persiapan Format Penggunaan Istilah Proses Penyusunan Spesifikasi Khusus LAMPIRAN A Contoh Spesifikasi Khusus i

4 PENDAHULUAN Spesifikasi Khusus merupakan akomodasi terhadap hal hal yang tidak ditentukan dalam Spesifikasi Umum. Penyusunan spesifikasi khusus tersebut dapat berupa modifikasi dari Spesifikasi Umum, baik berupa perubahan, penambahan, atau penggantian terhadap pasal pasal dalam Spesifikasi Umum. Spesifikasi Khusus juga dapat berupa penyusunan spesifikasi baru terutama untuk jenis pekerjaan yang belum terdapat dalam Spesifikasi Umum. Dalam beberapa kasus, spesifikasi khusus dapat bersifat interim dan dapat mengalami perubahan sesuai dengan hasil pelaksanaan lapangan untuk jenis pekerjaan yang dimaksud untuk kemudian menjadi Spesifikasi Khusus. Dalam penggunannya, spesifikasi khusus sama dengan Spesifikasi Umum untuk dimasukkan dalam Dokumen Kontrak dan menjadi ketentuan yang mengikat. ii

5 PEDOMAN PENYUSUNAN SPESIFIKASI KHUSUS JALAN DAN JEMBATAN 1. RUANG LINGKUP Teknologi dalam perencanaan dan pelaksanaan konstruksi jalan dan jembatan berkembang dengan pesat terutama untuk kondisi kondisi yang membutuhkan penanganan khusus. Penggunaan teknologi baru tersebut secara luas terkadang terhambat dengan tidak adanya acuan / standar yang dapat digunakan, jika pun ada acuan tersebut masih bersifat terbatas. Sehingga terkait dengan penggunaannya, dibutuhkan suatu standarisasi secara legal yang dapat digunakan di lingkungan Bina Marga. Dalam penyusunannya, spesifikasi khusus dibuat oleh perencana atau pengawas terkait dengan pelaksanaan pekerjaan yang tidak tercakup dalam spesifikasi umum. Selain itu, spesifikasi khusus juga dapat disusun / diusulkan oleh produsen/pemasok terkait dengan produknya yang termasuk dalam teknologi baru. Untuk spesifikasi khusus terkait dengan teknologi baru telah diatur tata cara terkait pengajuan dan persetujuan dalam Surat Edaran Dirjen Bina Marga No.05/SE/Db/2008 tanggal 19 Desember 2008 perihal Teknologi Baru / Teknologi Non Standar di Lingkungan Bina Marga. Pedoman ini menjelaskan tata cara penyusunan spesifikasi khusus bidang jalan dan jembatan dan digunakan untuk memodifikasi bagian dalam spesifikasi umum yang tidak atau kurang sesuai dengan kondisi lapangan untuk hal-hal yang sifatnya unik dan tidak dapat menggunakan mata pembayaran dalam spesifikasi umum. 2. ACUAN Spesifikasi Umum edisi Desember ISTILAH DAN DEFINISI 3.1. Pemeriksaan Akhir adalah proses penelaahan akhir oleh tim pembahas untuk dikeluarkannya dokumen spesifikasi khusus. 1 dari 15

6 3.2. Pemeriksaan Awal Adalah pemeriksaan awal konsep spesifikasi khusus yang dilakukan oleh perorangan atau tim sebelum disetujui dan ditelaah lebih lanjut oleh tim pembahas Pengesahan Direktorat Jenderal Bina Marga yang berwenang dan bertanggung jawab secara hukum untuk menyetujui penyusunan spesifikasi khusus dan spesifikasi khusus interim Pengusul Pengusul adalah perencana / produsen / pemasok yang mempersiapkan spesifikasi khusus atau yang mengusulkan adanya perubahan, penambahan atau penggantian hal hal belum diatur dalam spesifikasi umum Spesifikasi Khusus Dokumen yang disusun sebagai perubahan, penambahan, atau penggantian hal hal yang diatur dalam spesifikasi umum. 3.6 Spesifikasi Khusus Interim Dokumen Spesifikasi Khusus yang disusun dalam status sementara, dimana dalam penerapannya harus dilakukan dengan pemantauan dan evaluasi, dimana hasilnya kemudian menjadi masukan perubahan status spesifikasi khusu tersebut Spesifikasi Umum Dokumen terkait dengan pelaksanaan pekerjaan jalan dan jembatan yang telah sah digunakan dan menjadi bagian dalam dokumen kontrak yang berisi tentang lingkup kegiatan, persyaratan, pelaksanaan, pengendalian mutu serta pengukuran dan pembayaran Teknologi Baru Teknologi Baru atau Non Standar adalah teknologi yang belum termasuk dalam Spesifikasi Umum atau Spesifikasi Khusus Bina Marga. 2 dari 15

7 4. SPESIFIKASI 4.1 SPESIFIKASI UMUM JALAN DAN JEMBATAN Spesifikasi umum jalan dan jembatan merupakan dokumen standar yang digunakan dan menjadi bagian dalam dokumen kontrak. Spesifikasi umum ini berisi tentang lingkup pekerjaan, persyaratan (acuan normatif, material, tenaga kerja), pelaksanaan (metode kerja), pengendalian mutu yang harus dipenuhi oleh pelaksana dalam melaksanakan pekerjaannya serta cara pengukuran dan dasar pembayarannya. Spesifikasi umum tersebut harus merupakan bagian dokumen yang diterbitkan dan disebar luaskan secara umum dan diperbaharui setiap 5 sampai 7 tahun sekali. 4.2 SPESIFIKASI KHUSUS Spesifikasi khusus adalah dokumen yang disusun terkait dengan suatu penambahan (teknologi baru), penghapusan dan/atau perubahan terhadap spesifikasi umum yang sudah diterbitkan dan berlaku. Dengan adanya penggantian pada bagian tertentu yang dapat berlaku umum pada spesifikasi khusus, maka pada penerbitan edisi baru spesifikasi umum berikutnya, maka penambahan tersebut akan menjadi bagian dalam spesifikasi umum. 5. PERSYARATAN Spesifikasi khusus digunakan untuk merubah bagian yang tidak /kurang sesuai dalam spesifikasi umum dengan kondisi lapangan atau untuk spesifikasi khusus teknologi baru dan menjadi dokumen pendukung agar teknologi baru dapat digunakan di lingkungan Bina Marga. Isi spesifikasi khusus tidak boleh bertentangan atau menjadi suatu pertentangan dikemudian hari. Persyaratan penyusunan adalah sebagai berikut: a. Merupakan tambahan (suplemen) terhadap spesifikasi umum terhadap pekerjaan tertentu, seperti persyaratan, cara pelaksanaan, pengendalian mutu, cara pembayaran dan /atau mata pembayaran, b. Merupakan dokumen disusun terkait dengan penggunaan teknologi baru dalam pekerjaan jalan dan jembatan; c. Isi tidak bertentangan terhadap spesifikasi umum, d. Tambahan harus merupakan suatu hal yang unik dan tidak dapat dicakup dalam spesifikasi umum, e. Penggantian suatu pasal harus disebutkan bagian pasal yang diganti tanpa menurunkan mutu hasil pekerjaan, 3 dari 15

8 f. Penjelasan bagian yang dimodifikasi, diganti atau diperjelas harus menyebutkan alamat bagian yang dimodifikasi, diganti atau diperjelas. g. Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan pada penyusunan spesifikasi khusus harus lengkap, jelas, padat dan benar. 1) Lengkap Spesifikasi khusus harus dibuat dengan keyakinan akan tingkat kepentingannya termasuk setiap persyaratan yang didefinisikan secara lengkap. Penjelasan dalam spesifikasi khusus tidak boleh samar-samar. 2) Jelas Pastikan bahwa spesifikasi khusus tersebut menunjukkan secara jelas tentang bagian yang diubah, diganti dan/atau dilengkapi dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: (a). Secara jelas menggambarkan cara pengukuran dan pembayaran. (b). Buat sejelas mungkin, analisa yang singkat terhadap persyaratan kerja untuk kondisi umum, jenis konstruksi dan mutu pekerja. Jangan ada meninggalkan keragu-raguan pelaksana terhadap persyaratan yang ditentukan. (c). Berikan petunjuk, bukan saran. (d). Jangan mengasumsikan bahwa Penyedia Jasa atau Direksi Pekerjaan mengetahui apa yang dimaksud. (e). Jangan menggunakan kata-kata sesuai dengan persetujuan Direksi, sesuai petunjuk Direksi dalam menetapkan mutu pekerja yang disyaratkan. Tidak menggunakan kata-kata atau kalimat yang membingungkan atau akan menimbulkan kesalah pahaman, karena Penyedia Jasa belum tentu tahu apa yang dipikirkan oleh Direksi. (f). Hindari persyaratan yang bertentangan. Setiap persyaratan hanya mempunyai arti tertentu saja. (g). Jangan membuat persyaratan yang menimbulkan kesulitan dan membahayakan terhadap pelaksana pekerjaan. 3) Padat Tulislah spesifikasi khusus sepadat dan sepraktis mungkin. Untuk review spesifikasi khusus, pertimbangkan beberapa hal sebagai berikut: (a). Hindari adanya duplikasi antara spesifikasi khusus dengan dokumen yang ada, (b). Jangan memberikan alasan dalam persyaratan spesifikasi, 4 dari 15

9 (c). (d). (e). (f). Apabila telah ditentukan satu ketentuan, jangan diulang lagi perintah, persyaratan, petunjuk atau informasi pada tempat lain dalam dokumen kontrak. Jangan memasukkan ketentuan yang bersifat perintah sebagai persyaratan umum dalam kontrak, Minimalkan penggunaan referensi silang, Tulislah kalimat dalam bentuk kalimat positif. 4) Benar Pastikan bahwa spesifikasi khusus ditulis dengan benar, perhatikan beberapa hal sebagai berikut: (a). Untuk pekerjaan-pekerjaan yang sederhana, periksa terhadap pernyataan yang nyata, (b). Jangan memasukkan jenis pekerjaan yang tidak disyaratkan atau diharuskan, (c). Pastikan bahwa spesifikasi tidak menghukum pelaksana (Penyedia Jasa) atau pemasok, (d). Pastikan spesifikasi tidak memasukkan bahan yang tidak sesuai dengan persyaratan mutu, metode pelaksanaan atau alat jenis apapun, (e). Pastikan bahwa ketentuan tidak mengubah kriteria dasar perencanaan untuk pekerjaan tertentu, (f). Jangan menentukan suatu hal yang tidak mungkin. Batasan tenaga kerja dan material harus diketahui dan dikenali dengan baik, (g). Tentukan standar dimensi secara praktis, (h). Pastikan adanya penelitian terhadap material yang tidak memenuhi keawetan dan persyaratannya. Gunakan suatu standar yang telah baku untuk menentukan kepastian kinerja tertentu. Jika tidak dapat dipenuhi, lakukan pengujian secara lengkap dengan mendefinikan akurasinya, (i). Periksa secara hati-hati, dan teliti dengan baik terhadap rekomendasi dari pabrik, dan dukungannya sebelum mengadopsinya, (j). Pastikan adanya persyaratan yang jelas dan mempunyai dasar yang kuat. Persyaratan yang pasti dan kuat akan menjadikan lebih ekonomis, apabila perlu ditingkatkan. Spesifikasi yang lemah tidak 5 dari 15

10 (k). mungkin dapat diperkuat tanpa adanya tambahan biaya dan adanya claims, Pastikan bahwa ketentuan memberikan petunjuk yang konsisten terhadap standar praktis yang berlaku. 6. PERSIAPAN PENYUSUNAN Spesifikasi khusus disusun dalam dua kondisi : Apabila dalam suatu proyek terdiri atas pekerjaan, material, urutan pelaksanaan atau persyaratan lain yang diperlukan tetapi tidak tertulis dengan lengkap dalam spesifikasi umum. tertulis dengan lengkap diartikan bahwa para penawar akan mengerti dengan jelas jenis pekerjaannya, jenis material yang digunakan atau peralatan yang disyaratkan metode pelaksanaan atau detail-detail lain yang digunakan, serta bagaimana pekerjaan tersebut akan diukur dan dibayar. Adanya usulan dari produsen mengenai produknya berupa bahan/material atau metode pelaksanaan kerja yang belum terdapat dalam spesifikasi umum. Dengan adanya spesifikasi khusus diharapkan aplikasi untuk produk atau metode tersebut dapat lebih luas di lingkungan Bina Marga. Terkait spesifikasi khusus untuk teknologi baru harus berlaku secara umum dengan mutu tidak mengacu pada produk tertentu. Spesifikasi Berikut akan dijelaskan beberapa tahapan persiapan penyusunan spesifikasi khusus TAHAP PERSIAPAN Tahapan dalam mempersiapkan spesifikasi khusus adalah sebagai berikut: a. Tetapkan tingkat kebutuhan Review spesifikasi umum yang berlaku untuk memastikan adanya kebutuhan yang memerlukan dibuatnya spesifikasi khusus. Jika topik yang diperlukan tidak tercakup, maka salah satu cara adalah membuat spesifikasi khusus. Atau jika penyusunan spesifikasi khusus untuk teknologi baru pastikan bahwa untuk item tersebut belum tercakup dalam spesifikasi umum. b. Pengkajian Lakukan penelitian/kajian terhadap topik secara lengkap dan rinci. Mungkin diperlukan informasi yang rinci sebelum dilakukan penulisan spesifikasi khusus antara lain dengan menghubungi suatu pabrik tertentu atau pemasok bahan untuk mendapatkan informasi yang mutakhir. Perlu melakukan 6 dari 15

11 penelitian terhadap kondisi lokal dan masalah yang akan dihadapi. Untuk spesifikasi khusus terkait teknologi baru harus memiliki bukti teknis kinerja yang dilakukan dalam skala laboratorium dan/atau skala lapangan seperti disebutkan dalam Surat Edaran Dirjen Bina Marga No.05/SE/Db/2008. c. Format Siapkan spesifikasi khusus dengan format yang sama dengan spesifkasi umum yang berlaku, contoh untuk spesifikasi beton yaitu Seksi 7.1. maka dalam spesifikasi khusus untuk beton harus menggunakan seksi 7.1 dengan menyebut butir butir didalamnya sebagai SKh-n.7.1. Penjelasan lebih lanjut dalam tata cara penomoran spesifikasi khusus. d. Jenis Analisa jenis pekerjaan yang akan dicakup dalam spesifikasi khusus untuk menentukan jenis spesifikasi khususnya. Terdapat 2 (dua) jenis untuk mempresentasikan spesifikasi khusus yaitu bahan/material atau cara pelaksanaannya dan kinerja atau hasil akhir yang diharapkan. Bahan/material dan cara pelaksanaan menjelaskan tentang prosedur atau bahan/material yang harus digunakan dalam pelaksanaan pekerjaan, sedangkan pada tipe kinerja dijelaskan tentang hasil akhir yang harus dicapai. Pada tipe prosedur dan bahan/material, memberikan keleluasaan kepada Penyedia Jasa dalam menentukan hasil akhir. Pastikan salah satu tipe spesifikasi yang digunakan, tetapi disarankan untuk menggunakan tipe spesifikasi kinerja apabila material dan metode pelaksanaan memungkinkan. e. Pengembangan outline Outline yang ditulis harus mencakup persyaratan dasar dari pekerjaan secara lengkap termasuk jenis bahan/material yang digunakan. Penulisan harus menegaskan karakteristik bahan/material (contoh, batasan dimensi, waktu, kekuatan, berat, ukuran, bentuk, konfigurasi). Atur semua faktor terkait dalam suatu judul yang berkaitan. f. Penomoran Spesifikasi Khusus Penomoran spesifikasi Khusus terdiri atas 3 (tiga komponen utama) : SKh- n - ( no seksi pekerjaan) 7 dari 15

12 SKh : Spesifikasi Khusus n : menyatakan edisi ke berapa dari dokumen spesifikasi khusus untuk satu seksi pekerjaan tertentu yang telah disusun/direvisi. Nomor seksi pekerjaan dibuat dengan ketentuan sebagai berikut : 1. Spesifikasi Khusus bersifat Penghapusan/Perubahan Untuk sifat diatas maka nomor spesifikasi khusus menggunakan seksi pekerjaan yang sama dengan spesifikasi khusus yang dihapus / diubah, namun nomor spesifikasi khusus perlu disesuaikan dengan jumlah edisi spesifikasi khusus yang disusun untuk seksi pekerjaan tersebut. Contoh : Spesifikasi Umum Seksi 10.1 Pemeliharaan Rutin Perkerasan, Bahu Jalan, Drainase, Perlengkapan Jalan dan Jembatan, telah dilakukan perubahan terhadap substansi sebanyak 2 kali, maka penomorannya menjadi: Skh Skh Spesifikasi Khusus bersifat Penambahan Jenis Pekerjaan Untuk sifat diatas maka nomor spesifikasi khusus harus disesuaikan dengan divisi pekerjaan yang sesuai. Apabila spesifikasi khusus tersebut bersifat menambahkan atau variasi bahan/ metode pada seksi pekerjaan yang telah ada maka nomor spesifikasi khusus menggunakan seksi pekerjaan terkait dengan nomor SKh disesuaikan dengan edisi spesifikasi khusus yang pernah disusun. Contoh : Spesifikasi Umum Seksi 6.6 Lapis Penetrasi Makadam, terdapat penambahan teknologi yang sama dengan bahan berbeda dalam spesifikasi khusus : SKh Lapis Penetrasi Makadam Asbuton Lawele Skh Lapis Makadam Asbuton Lawele Apabila spesifikasi khusus tersebut berupa teknologi yang baru dan tidak menambahkan atau terkait dengan seksi pekerjaan yang telah ada, maka nomor seksi pekerjaan menambahkan dari nomor seksi pekerjaan terakhir untuk divisi pekerjaan yang sama. 8 dari 15

13 Contoh : Spesifikasi Umum Divisi 5, Seksi Pekerjaan terakhir adalah Seksi 5.6 Lapis Pondasi Agregat dengan CTB. Kemudian disusun spesifikasi khusus untuk lapis pondasi yang tidak masuk ke seksi pekerjaan manapun dalam Divisi 5, maka kemudian untuk Spesifikasi Khusus tersebut menggunakan nomer seksi 5.7 : SKh Lapis Pondasi Pasir Aspal. Untuk memeriksa nomor spesifikasi khusus yang telah ada maka dapat dilakukan ke Subdit Penyiapan Standar dan Pedoman, Direktorat Bina Teknik. g. Penulisan spesifikasi khusus Setelah dilakukan pengembangan outline dan penentuan nomor dan semua penelitian sudah dilaksanakan, maka mulailah dengan membuat konsep. Berikut ini direkomendasikan beberapa tata cara penulisan dalam mempersiapkan spesifikasi khusus: 1) Kata-kata Gunakan kata-kata dalam bentuk aktif (kalimat dimulai dengan kata kerja) dan bentuk perintah (kalimat yang mengekspresikan perintah). Bentuk aktif : bersihkan permukaan yang terbuka Bentuk pasif : permukaan yang terbuka harus dibersihkan 2) Kalimat Siapkan kalimat dalam spesifikasi khusus dalam kalimat dan kata-kata yang sederhana. Pastikan dalam satu kalimat tidak lebih dari 20 kata, kecuali adanya kompleksitas yang tidak bisa dihindari. 3) Paragraf Batasi dalam satu paragraf tidak lebih dari 3 4 kalimat. 4) Istilah Kata-kata yang digunakan harus konsisten dengan bagian dalam dokumen lelang lainnya dan mempunyai arti yang pasti. Gunakan kata yang sama untuk suatu arti yang sama, dan jangan menggunakan sinonim. Hindari kata-kata yang mempunyai arti ganda. Hindari katakata dan ungkapan yang tidak ada hubungannya. 9 dari 15

14 5) Kata akan Isitilah akan dicadangkan untuk suatu kegiatan yang menjadi tanggung jawab instansi yang berwenang. 6) Kata ganti Hindari penggunaan kata ganti, walaupun merupakan pengulangan terhadap apa yang dimaksud secara berulang. 7) Pemberian tanda baca Hati-hati dalam penulisan tanda baca, gunakan seminimum mungkin tanca baca secara konsisten terhadap bahasa yang digunakan. Pastikan tidak adanya keraguan dalam penulisan kalimat. 8) Tanda kurung Hindari tanda kurung ( ). Sebaiknya gunakan tanda koma atau tulis ulang kalimat tersebut. 9) Angka Penulisan angka yang disertai dengan penulisan dalam huruf secara umum tidak perlu (contoh : gunakan baut empat (4) 1 (25 mm). Contoh penulisan angka 5 mm, 3,0 m, 6,5 L, jangan menuliskan 2 x 4 atau 50 mm x 100 mm tetapi 50 mm kali 100 mm. Semua tanda waktu dan tanggal dituliskan dalam angka. h. Pelaksanaan review Pengusul harus mempersiapkan dan mendistribusikan konsep awal spsifikasi khusus untuk mendapatkan komentar dan masukan-masukan yang diperlukan. Pengusul harus bertanggung jawab terhadap komentar dalam penyempurnaan spesifikasi khusus sebelum dijadikan spesifikasi khusus yang final. 6.2 FORMAT Persiapan spesifikasi khusus dengan menggunakan bentuk aktif serta format spesifikasi yang standar diperlukan pemahaman format spesifikasi standar. Bagian dalam spesifikasi khusus tersebut harus menunjukkan bagian yang mengalami perubahan dan/atau penambahan sebagai berikut: 10 dari 15

15 a. Uraian Jelaskan uraian ruang lingkup pekerjaan yang harus dilaksanakan, dengan referensi spesifikasi umum, rencana atau ketentuan khusus. Apabila diperlukan beri penjelasan dengan uraian terhadap jenis pekerjaan atau tahap pelaksanaan. b. Persyaratan Tentukan persyaratan untuk material atau peralatan yang digunakan dalam pelaksanaan pekerjaan. Jelaskan secara lengkap sifat-sifat material dan syarat pengujian yang diperlukan dengan merujuk pada SNI, AASHTO, ASTM c. Pelaksanaan Jelaskan urutan pelaksanaan pekerjaan dan hasil akhir yang diharapkan. Jangan menggabungkan tipe spesifikasi yang berdasarkan metoda kerja dan spesifikasi yang berdasarkan hasil akhir, untuk lebih praktisnya gunakan spesifikasi dalam bentuk kinerja. d. Pengendalian Mutu Tentukan jenis pengendalian mutu yang disyaratkan dalam setiap tahapan pelaksanaan pekerjaan e. Cara Pengukuran Jelaskan komponen pada suatu pengerjaan yang lengkap yang akan diukur dan dibayar, satuan pengukuran harus ditentukan. Apabila ada perubahan atau modifikasi faktor, tentukan besarannya. f. Dasar Pembayaran Jelaskan satuan pembayaran yang akan dilaksanakan dan tentukan lingkup hasil pekerjaan yang termasuk dalam pembayaran. Pastikan adanya konsistensi dengan mata pembayaran dalam pelelangan. 7. PENGGUNAAN ISTILAH a. Dan/atau Hindari penggunaan kata dan/atau tetapi gunakan kata dan yang berdiri sendiri atau atau saja, atau menggunakan kata atau... atau keduanya. Sebagai contoh kecuali ditentukan dalam gambar rencana atau spesifikasi khusus atau keduanya dari 15

16 b. Harus, akan Jangan menggunakan kata harus, gunakan kata akan yang menjelaskan tindakan yang dilakukan oleh pengguna jasa. c. Kuantitas Penggunaan kata jumlah hanya untuk istilah penulisan uang atau dana. Ketika menuliskan pengukuran volume, seperti m 3, liter dan seterusnya, gunakan kuantitas d. Menjadi tanggung jawab kontraktor Jangan menggunakan kalimat tersebut, disarankan menggunakan kalimat bukan tanggung jawab pengguna jasa atau termasuk dalam biaya mata pembayaran... e. Penyedia Jasa Gunakan kata penyedia jasa untuk menggantikan kontraktor ketika menuliskan spesifikasi khusus untuk pelaksanaan pekerjaan. f. Singkatan Secara umum, hindari adanya singkatan-singkatan dalam penulisan, tetapi apabila diperlukan, maka harus dilengkapi dengan penjelasan kepanjangannya. g. Sesuai dengan Tidak menggunakan kata sesuai dengan melainkan gunakan kata sebagaimana tertulis, atau sebagaimana tergambar atau ungkapan lain yang sejenis. h. Sesuai dengan (conform) Gunakan kata sesuai dengan untuk merujuk pada dimensi, ukuran dan harus sesuai dengan standar yang berlaku ( contoh spesifikasi agregat harus sesuai dengan persyaratan dalam AASHTO T27) i. Sisa Gunakan kata saldo apabila merujuk pada masalah dana, dan gunakan kata sisa untuk menjelaskan jumlah material yang tidak terpakai 12 dari 15

17 8. PROSES PENYUSUNAN SPESIFIKASI KHUSUS Penyusunan spesifikasi khusus harus mengikuti prosedur sesuai dengan bagan alir yang digambarkan pada gambar 1, yang menggambarkan proses penyusunan spesifikasi khusus terkait dengan kebutuhan lapangan yang tidak tercakup dalam Spesifikasi Umum. Untuk Spesifikasi Khusus terkait dengan teknologi baru dapat langsung masuk ke proses penyusunan spesifikasi khusus sepanjang teknologi tersebut belum tercakup dalam spesifikasi umum dan mengikuti ketentuan isi dalam sub bab dari 15

18 DESAIN MATA PEMBAYARAN YANG DIPERLUKAN DALAM PEKERJAAN YBS. MATA PEMBAYARAN YANG ADA DALAM SPESIFIKASI UMUM IDENTIFIKASI MATA PEMBAYARAN DALAM SPESIFIKASI UMUM ya TIDAK PERLU ADA SPESIFIKASI KHUSUS tidak KLARIFIKASI DAN VERIFIKASI CEK, APAKAH MASIH BISA DICAKUP DENGAN MENGGUNAKAN SPESIFIKASI UMUM ya SPESIFIKASI UMUM tidak STOP SPESIFIKASI KHUSUS BUAT DAFTAR PEKERJAAN YANG DIPERLUKAN, PERSYARATAN MATERIAL, ALAT, METODA PELAKSANAAN PEKERJAAN, CARA PENGUKURAN DAN PEMBAYARAN CEK DIVISI, PASAL YANG TERKAIT PERIKSA JENIS PERUBAHAN: PERUBAHAN RUANG LINGKUP PEKERJAAN PERUBAHAN PENJELASAN PASAL PERUBAHAN CARA PENGENDALIAN MUTU PERUBAHAN CARA PENGUKURAN PERUBAHAN MATA PEMBAYARAN PENYUSUNAN SPESIFIKASI KHUSUS Gambar 1 - Bagan Alir Penyusunan Spesifikasi Khusus 14 dari 15

19 9. PERSETUJUAN Dalam pelaksanaan penyusunan spesifikasi khusus harus ada persetujuan dan tanggung jawab dari instansi teknis terkait. Berikut persetujuan dan tanggung jawab tersebut digambarkan dalam bagan alir berikut ini. Dalam proses persetujuannya, spesifikasi khusus dapat masih bersifat interim dan kemudian dapat dikembangkan dan disusun kembali sesuai dengan hasil pemantauan dan evaluasi pelaksanaan lapangan yang menggunakan spesifikasi khusus tersebut. Dalam proses pengesahannya, Spesifikasi Khusus disahkan oleh Direktur Jenderal Bina Marga, sedang untuk Spesifikasi Khusus Interim dilakukan oleh Direktur Bina Teknik. PENGUSUL Penyusunan usulan Spesifikasi Khusus Koordinasi Direktorat Bina Teknik c.q. Subdit psp Koreksi? Pembahasan dan Evaluasi Naskah Spesifikasi Khusus (pemeriksaan akhir) Penyiapan Naskah Spesifikasi Khusus sesuai dengan kaidah yang berlaku (pemeriksaan awal) Persetujuan Naskah Spesifikasi Khusus Pengesahan Spesifikasi Khusus Gambar 2 Bagan Alir Persetujuan Penyusunan Spesifikasi Khusus 15 dari 15

SPESIFIKASI KHUSUS-2 INTERIM SEKSI 6.6 LAPIS PENETRASI MACADAM ASBUTON LAWELE (LPMAL)

SPESIFIKASI KHUSUS-2 INTERIM SEKSI 6.6 LAPIS PENETRASI MACADAM ASBUTON LAWELE (LPMAL) SPESIFIKASI KHUSUS-2 INTERIM SEKSI 6.6 LAPIS PENETRASI MACADAM ASBUTON LAWELE (LPMAL) SKh-2. 6.6.1 UMUM 1) Uraian a) Yang dimaksud dengan Lapis Penetrasi Macadam Asbuton Lawele adalah lapis perkerasan

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA SPESIFIKASI KHUSUS INTERIM SEKSI 6.6

REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA SPESIFIKASI KHUSUS INTERIM SEKSI 6.6 REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA SPESIFIKASI KHUSUS INTERIM SEKSI 6.6 LAPIS MAKADAM ASBUTON LAWELE (SKh-3.6.6.1) SPESIFIKASI KHUSUS-3 INTERIM SEKSI 6.6.1 LAPIS

Lebih terperinci

SPESIFIKASI UMUM DAFTAR ISI DIVISI I UMUM

SPESIFIKASI UMUM DAFTAR ISI DIVISI I UMUM SPESIFIKASI UMUM DAFTAR ISI DIVISI I UMUM Halaman SEKSI 1.1 RINGKASAN PEKERJAAN Pasal 1.1.1 Cakupan Pekerjaan... 1-1 1.1.2 Klasifikasi Pekerjaan Konstruksi... 1-2 1.1.3 Ketentuan Rekayasa (Engineering)...

Lebih terperinci

Spesifikasi agregat untuk lapis fondasi, lapis fondasi bawah, dan bahu jalan

Spesifikasi agregat untuk lapis fondasi, lapis fondasi bawah, dan bahu jalan Standar Nasional Indonesia Spesifikasi agregat untuk lapis fondasi, lapis fondasi bawah, dan bahu jalan ICS 93.080.10 Badan Standardisasi Nasional BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 35/PRT/M/2006

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 35/PRT/M/2006 MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 35/PRT/M/2006 TENTANG PENINGKATAN PEMANFAATAN ASPAL BUTON UNTUK PEMELIHARAAN DAN PEMBANGUNAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PEDOMAN Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil

PEDOMAN Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil PEDOMAN Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil LAMPIRAN SURAT EDARAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 20/SE/M/2015 TENTANG PEDOMAN SPESIFIKASI TEKNIS BAHAN PERKERASAN JALAN KERIKIL

Lebih terperinci

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL JABATAN KERJA PELAKSANA LAPANAGAN PEKERJAAN GEDUNG

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL JABATAN KERJA PELAKSANA LAPANAGAN PEKERJAAN GEDUNG DEPARTEMEN PE BADAN PEMBINAAN KONSTRU PUSAT PEMBINAAN KOMPETEN MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL JABATAN KERJA PELAKSANA LAPANAGAN PEKERJAAN GEDUNG MELAKSANAKAN PEKERJAAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.257, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Peraturan. Pembentukan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5954). PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/42/PBI/2016

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 11, Tamb

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 11, Tamb No.1199, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. UTTP. Izin Pembuatan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53/M-DAG/PER/7/2016 TENTANG IZIN PEMBUATAN ALAT-ALAT UKUR, TAKAR, TIMBANG,

Lebih terperinci

STANDARDISASI DAN KEGIATAN YANG TERKAIT ISTILAH UMUM

STANDARDISASI DAN KEGIATAN YANG TERKAIT ISTILAH UMUM 2012, No.518 4 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL NOMOR : 5 TAHUN 2012 TANGGAL : 1 Mei 2012 STANDARDISASI DAN KEGIATAN YANG TERKAIT ISTILAH UMUM Ruang lingkup Pedoman ini menetapkan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR: KEP/ 61/M.PAN/6/2004 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN ANALISIS JABATAN

KEPUTUSAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR: KEP/ 61/M.PAN/6/2004 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN ANALISIS JABATAN KEPUTUSAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR: KEP/ 61/M.PAN/6/2004 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN ANALISIS JABATAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan Pegawai

Lebih terperinci

STANDAR LATIHAN KERJA

STANDAR LATIHAN KERJA 1 STANDAR KERJA (S L K) Keahlian Nama Jabatan : Pengawasan Jalan / Jembatan : Kepala Supervisi Pekerjaan Jalan/Jembatan (Chief Supervision Engineer of Roads/Bridges) Kode SKKNI : DEPARTEMEN PEMUKIMAN DAN

Lebih terperinci

PENERAPAN SPESIFIKASI TEKNIK UNTUK PELAKSANAAN PERKERASAN JALAN BETON. Disampaikan dalam Pelatihan : Pelaksana Lapangan Perkerasan Jalan Beton

PENERAPAN SPESIFIKASI TEKNIK UNTUK PELAKSANAAN PERKERASAN JALAN BETON. Disampaikan dalam Pelatihan : Pelaksana Lapangan Perkerasan Jalan Beton PENERAPAN SPESIFIKASI TEKNIK UNTUK PELAKSANAAN PERKERASAN JALAN BETON Disampaikan dalam Pelatihan : Pelaksana Lapangan Perkerasan Jalan Beton 4.1. PENGERTIAN UMUM 4.1.1. Pendahuluan Empat elemen kompetensi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43/Permentan/SR.140/8/2011 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENDAFTARAN PUPUK AN-ORGANIK

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43/Permentan/SR.140/8/2011 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENDAFTARAN PUPUK AN-ORGANIK PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43/Permentan/SR.140/8/2011 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENDAFTARAN PUPUK AN-ORGANIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL JABATAN KERJA TEKNISI LABORATORIUM BETON ASPAL

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL JABATAN KERJA TEKNISI LABORATORIUM BETON ASPAL MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL JABATAN KERJA TEKNISI LABORATORIUM BETON ASPAL PERSIAPAN PENGUJIAN BETON ASPAL KODE UNIT KOMPETENSI: F45.TLBA.02.001.02 BUKU KERJA

Lebih terperinci

DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN

DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN 4.1.1 UMUM 1) Uraian a) Pekerjaan ini harus mencakup penambahan lebar perkerasan lama sampai lebar jalur lalu lintas yang diperlukan

Lebih terperinci

DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN UMUM PERSYARATAN

DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN UMUM PERSYARATAN 4.1.1 UMUM DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN 1) Uraian a) Yang dimaksud dengan Pelebaran Perkerasan adalah pekerjaan menambah lebar perkerasan pada jalan lama

Lebih terperinci

BAB I STANDAR KOMPETENSI

BAB I STANDAR KOMPETENSI BAB I STANDAR KOMPETENSI 1.1 Judul Unit Kompetensi Menyediakan Data Untuk Pembuatan Gambar Kerja. 1.2 Kode Unit. 1.3 Deskripsi Unit Unit kompetensi ini mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku

Lebih terperinci

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA UNSUR ORGANISASI DINAS PEKERJAAN UMUM KOTA BANJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR,

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT SURAT EDARAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR: 04/SE/M/2016 TANGGAL 15 MARET 2016 TENTANG PEDOMAN PERANCANGAN PELAKSANAAN PERKERASAN JALAN TELFORD KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. golongan, yaitu : struktur perkerasan lentur (Flexible Pavement) dan struktur

BAB I PENDAHULUAN. golongan, yaitu : struktur perkerasan lentur (Flexible Pavement) dan struktur BAB I PENDAHULUAN I.1. UMUM Secara umum struktur perkerasan dapat dikelompokkan ke dalam 2 golongan, yaitu : struktur perkerasan lentur (Flexible Pavement) dan struktur perkerasan kaku (Rigid Pavement).

Lebih terperinci

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 MANDOR PERKERASAN JALAN PEKERJAAN PERAPIHAN BAHU JALAN (FINISHING)

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 MANDOR PERKERASAN JALAN PEKERJAAN PERAPIHAN BAHU JALAN (FINISHING) MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 MANDOR PERKERASAN JALAN PEKERJAAN PERAPIHAN BAHU JALAN (FINISHING) NO. KODE : -P BUKU PENILAIAN DAFTAR ISI DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan hal tersebut mengakibatkan peningkatan mobilitas penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan hal tersebut mengakibatkan peningkatan mobilitas penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini perkembangan dan pertumbuhan penduduk sangat pesat. Seiring dengan hal tersebut mengakibatkan peningkatan mobilitas penduduk sehingga muncul banyak kendaraan-kendaraan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 11/PRT/M/2013 TENTANG PEDOMAN ANALISIS HARGA SATUAN PEKERJAAN BIDANG PEKERJAAN UMUM

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 11/PRT/M/2013 TENTANG PEDOMAN ANALISIS HARGA SATUAN PEKERJAAN BIDANG PEKERJAAN UMUM PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 11/PRT/M/2013 TENTANG PEDOMAN ANALISIS HARGA SATUAN PEKERJAAN BIDANG PEKERJAAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK

Lebih terperinci

SNI 7827:2012. Standar Nasional Indonesia. Papan nama sungai. Badan Standardisasi Nasional

SNI 7827:2012. Standar Nasional Indonesia. Papan nama sungai. Badan Standardisasi Nasional Standar Nasional Indonesia Papan nama sungai ICS 93.140 Badan Standardisasi Nasional BSN 2012 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalan sebagai salah satu prasarana transportasi mempunyai peran penting dalam bidang ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup, politik, pertahanan dan keamanan, serta

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/42/PBI/2016 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DI BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/42/PBI/2016 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DI BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/42/PBI/2016 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DI BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Bank Indonesia sebagai lembaga

Lebih terperinci

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 MANDOR PERKERASAN JALAN

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 MANDOR PERKERASAN JALAN MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 MANDOR PERKERASAN JALAN PEKERJAAN PERKERASAN LAPISAN ATAS (BASE COURSE) NO. KODE : -K BUKU KERJA DAFTAR ISI DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 60 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PEKERJAAN UMUM BINA MARGA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan PT Rapi Arjasa berdiri pada tahun 1969 dengan akte notaris No. 51 tanggal 14 Oktober 1969 dimana ketika perusahaan ini didirikan masih berbentuk

Lebih terperinci

PEDOMAN. Penggunaan tailing untuk lapis pondasi dan lapis pondasi bawah DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan

PEDOMAN. Penggunaan tailing untuk lapis pondasi dan lapis pondasi bawah DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Pd T-14-2004-B Penggunaan tailing untuk lapis pondasi dan lapis pondasi bawah DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Daftar isi Daftar isi... i Daftar tabel... i Prakata...

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Audit operasional dilaksanakan untuk menilai efisiensi, efektifitas dan

BAB IV PEMBAHASAN. Audit operasional dilaksanakan untuk menilai efisiensi, efektifitas dan BAB IV PEMBAHASAN Audit operasional dilaksanakan untuk menilai efisiensi, efektifitas dan keekonomisan suatu perusahaan. Untuk memulai suatu pemeriksaan, seorang auditor harus terlebih dahulu mengadakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proyek, termasuk menyiapkan dan menangani dokumen (Raharjo, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. proyek, termasuk menyiapkan dan menangani dokumen (Raharjo, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam bidang konstruksi perusahaan kontraktor memiliki kewajiban dalam menyediakan tenaga kerja, bahan material, tempat kerja, peralatan, dan alat pendukung lain yang

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan PT Rapi Arjasa berdiri pada tahun 1969 dengan akte notaris No. 51 tanggal 14 Oktober 1969 dimana ketika perusahaan ini didirikan masih berbentuk

Lebih terperinci

Cara uji kadar air total agregat dengan pengeringan

Cara uji kadar air total agregat dengan pengeringan Standar Nasional Indonesia Cara uji kadar air total agregat dengan pengeringan ICS 93.020 Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian

Lebih terperinci

Cara uji berat jenis dan penyerapan air agregat kasar

Cara uji berat jenis dan penyerapan air agregat kasar Standar Nasional Indonesia Cara uji berat jenis dan penyerapan air agregat kasar ICS 91.100.15; 91.010.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan... iii 1 Ruang

Lebih terperinci

Cara uji penetrasi aspal

Cara uji penetrasi aspal SNI 2432:2011 Standar Nasional Indonesia Cara uji penetrasi aspal ICS 91.100.30 Badan Standardisasi Nasional Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian atau seluruh

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.590, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Manajemen Mutu. Laboraturium. Kesehatan Lingkungan Pengendalian Penyakit. Pedoman PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PENGGUNAAN STANDAR, PEDOMAN DAN MANUAL DALAM PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KONSTRUKSI

PENGGUNAAN STANDAR, PEDOMAN DAN MANUAL DALAM PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KONSTRUKSI PENGGUNAAN STANDAR, PEDOMAN DAN MANUAL DALAM PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KONSTRUKSI oleh BADAN LITBANG DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM Disusun dalam rangka Konsolidasi Perumusan Standar Bahan Konstruksi Bangunan

Lebih terperinci

4.3. Bagian Inti Bab I Pendahuluan

4.3. Bagian Inti Bab I Pendahuluan BAB IV SISTEMATIKA LAPORAN 4.1. Fungsi Laporan Praktik Industri Laporan berfungsi sebagai komunikator dan informasi yang efektif, dengan demikian maka laporan harus disusun dengan seksama dan sungguh-sungguh.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN MANAJEMEN MUTU LABORATORIUM PADA UNIT PELAKSANA TEKNIS DI BIDANG TEKNIK KESEHATAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB IV SISTEMATIKA LAPORAN

BAB IV SISTEMATIKA LAPORAN BAB IV SISTEMATIKA LAPORAN 4.1. Fungsi Laporan Kerja Praktik Laporan berfungsi sebagai komunikator dan informasi yang efektif, maka laporan harus disusun dengan seksama dan sungguh-sungguh. Sebuah laporan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEINDUSTRIAN. SNI. Industri.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEINDUSTRIAN. SNI. Industri. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.308, 2009 DEPARTEMEN PEINDUSTRIAN. SNI. Industri. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 86/M-IND/PER/9/2009 TENTANG STANDAR NASIONAL INDONESIA BIDANG

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 TATA CARA PENYUSUNAN SMK3 KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN UMUM

LAMPIRAN 1 TATA CARA PENYUSUNAN SMK3 KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN UMUM LAMPIRAN 1 TATA CARA PENYUSUNAN SMK3 KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN UMUM LAMPIRAN 1 TATA CARA PENYUSUNAN SMK3 KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN UMUM BAGI PENYEDIA JASA Elemen-elemen yang harus dilaksanakan oleh

Lebih terperinci

Panduan audit sistem manajemen mutu dan/atau lingkungan

Panduan audit sistem manajemen mutu dan/atau lingkungan Standar Nasional Indonesia Panduan audit sistem manajemen mutu dan/atau lingkungan ICS 13.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata.... ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

Cara uji berat jenis aspal keras

Cara uji berat jenis aspal keras Standar Nasional Indonesia Cara uji berat jenis aspal keras ICS 93.080.20; 75.140 Badan Standardisasi Nasional Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian atau seluruh

Lebih terperinci

Penerapan skema sertifikasi produk

Penerapan skema sertifikasi produk LEMBAGA SERTIFIKASI PRODUK CHEMPACK BALAI BESAR KIMIA DAN KEMASAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN INDUSTRI E-mail : lspro_chempack@yahoo.com LSPr-021-IDN Penerapan skema sertifikasi produk Sub kategori

Lebih terperinci

BAB I STANDAR KOMPETENSI. mengidentifikasikan apa yang harus dikerjakan peserta pelatihan.

BAB I STANDAR KOMPETENSI. mengidentifikasikan apa yang harus dikerjakan peserta pelatihan. BAB I STANDAR KOMPETENSI 1.1 Unit Standar Kompetensi Kerja yang Dipelajari Dalam sistem pelatihan, Standar Kompetensi diharapkan menjadi panduan bagi peserta pelatihan atau siswa untuk dapat : mengidentifikasikan

Lebih terperinci

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL JABATAN KERJA TEKNISI LABORATORIUM BETON ASPAL PENGUJIAN MATERIAL FILLER

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL JABATAN KERJA TEKNISI LABORATORIUM BETON ASPAL PENGUJIAN MATERIAL FILLER MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL JABATAN KERJA TEKNISI LABORATORIUM BETON ASPAL PENGUJIAN MATERIAL FILLER KODE UNIT KOMPETENSI: BUKU KERJA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM

Lebih terperinci

Spesifikasi pasir laut untuk campuran beraspal

Spesifikasi pasir laut untuk campuran beraspal Standar Nasional Indonesia Spesifikasi pasir laut untuk campuran beraspal ICS 91.100.15 Badan Standardisasi Nasional BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian

Lebih terperinci

Skema sertifikasi produk

Skema sertifikasi produk LEMBAGA SERTIFIKASI PRODUK CHEMPACK BALAI BESAR KIMIA DAN KEMASAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN INDUSTRI E-mail : lspro_chempack@yahoo.com LSPr-021-IDN Skema sertifikasi produk Kategori produk tangki

Lebih terperinci

PERAN PUSJATAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTUKTUR NASIONAL

PERAN PUSJATAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTUKTUR NASIONAL PERAN PUSJATAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTUKTUR NASIONAL OUTLINE 1. Tupoksi Pusjatan 2. Produk dan Teknologi Pusjatan 3. Penerapan Teknologi Baru 1. TUPOKSI PUSJATAN TUPOKSI PUSJATAN PERMEN PUPR NO.15/PRT/M/2015

Lebih terperinci

LAMPIRAN 7 PENAWARAN NETWORK PLANNING. Penawar : Nama Paket Pekerjaan : / /2013 PT/CV. ( _ ) Jabatan

LAMPIRAN 7 PENAWARAN NETWORK PLANNING. Penawar : Nama Paket Pekerjaan : / /2013 PT/CV. ( _ ) Jabatan LAMPIRAN 7 PENAWARAN NETWORK PLANNING JADWAL PENGGUNAAN PERALATAN N o. Jenis Peralatan Jumlah Satuan Minggu 1 JADWAL PENGGUNAAN PERALATAN BULAN I Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Bulan... Dan seterusnya Minggu...Dan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN NOMOR PER-1 /PP/2017 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN NOMOR PER-1 /PP/2017 TENTANG SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN NOMOR PER-1 /PP/2017 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN SOAL DAN VALIDASI SOAL PENDIDIKAN DAN PELATIHAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEUANGAN KEPALA

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Lampiran Jawaban Tugas Tertulis 13. Materi Pelatihan Berbasis Kompetensi Quality Assurance Enginer. Kode Modul F45.QAE

DAFTAR ISI. Lampiran Jawaban Tugas Tertulis 13. Materi Pelatihan Berbasis Kompetensi Quality Assurance Enginer. Kode Modul F45.QAE DAFTAR ISI Hal Daftar Isi... 1 BAB I KONSEP PENILAIAN... 2 1.1 Latar Belakang... 2 1.2 Tujuan... 2 1.3 Metoda Penilaian... 2 BAB II PELAKSANAAN PENILAIAN... 4 2.1 Kunci Jawaban Tugas-Tugas (Teori)... 4

Lebih terperinci

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI BIDANG KONSTRUKSI SIPIL JABATAN KERJA TEKNISI LABORATORIUMBETON ASPAL

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI BIDANG KONSTRUKSI SIPIL JABATAN KERJA TEKNISI LABORATORIUMBETON ASPAL MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI BIDANG KONSTRUKSI SIPIL JABATAN KERJA TEKNISI LABORATORIUMBETON ASPAL FORMULA CAMPURAN KERJA BETON ASPAL KODE UNIT KOMPETENSI: BUKU KERJA KEMENTERIAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 84 TAHUN 2001 TENTANG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 84 TAHUN 2001 TENTANG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 84 TAHUN 2001 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI, SUSUNAN ORGANISASI, DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Aspal Beton Aspal Beton merupakan salah satu jenis lapis perkerasan lentur. Jenis perkerasan ini merupakan campuran merata antara agregat dan aspal sebagai bahan pengikat pada

Lebih terperinci

PANDUAN PENGUSULAN PROGRAM UNGGULAN BERPOTENSI HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (UBER-HKI)

PANDUAN PENGUSULAN PROGRAM UNGGULAN BERPOTENSI HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (UBER-HKI) PANDUAN PENGUSULAN PROGRAM UNGGULAN BERPOTENSI HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (UBER-HKI) Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi 2016 A. Umum

Lebih terperinci

KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 64 TAHUN 2004 TENTANG URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA DINAS PEKERJAAN UMUM KOTA TASIKMALAYA

KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 64 TAHUN 2004 TENTANG URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA DINAS PEKERJAAN UMUM KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 64 TAHUN 2004 TENTANG URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA DINAS PEKERJAAN UMUM KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2007 TENTANG PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2007 TENTANG KRITERIA DAN PERSYARATAN PENYUSUNAN BIDANG USAHA YANG TERTUTUP DAN BIDANG USAHA YANG TERBUKA DENGAN PERSYARATAN DI BIDANG PENANAMAN MODAL

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERBEDAAN DASAR PENGENAAN PPH PASAL 23 DAN DASAR PENGENAAN PPN ATAS EPC PROJECT

BAB IV ANALISIS PERBEDAAN DASAR PENGENAAN PPH PASAL 23 DAN DASAR PENGENAAN PPN ATAS EPC PROJECT BAB IV ANALISIS PERBEDAAN DASAR PENGENAAN PPH PASAL 23 DAN DASAR PENGENAAN PPN ATAS EPC PROJECT A. Analisis Perbedaan Dasar Pengenaan PPh Pasal 23 dan PPN atas EPC Project Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya

Lebih terperinci

Sistem manajemen mutu Persyaratan

Sistem manajemen mutu Persyaratan Standar Nasional Indonesia Sistem manajemen mutu Persyaratan ICS 03.120.10 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... iv Pendahuluan... vi 0.1 Umum... vi 0.2 Pendekatan proses...

Lebih terperinci

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL JABATAN KERJA TEKNISI LABORATORIUM BETON ASPAL

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL JABATAN KERJA TEKNISI LABORATORIUM BETON ASPAL MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL JABATAN KERJA TEKNISI LABORATORIUM BETON ASPAL MEMBUAT LAPORAN KEGIATAN PELAKSANAAN PENGUJIAN BETON ASPAL KODE UNIT KOMPETENSI: F45.TLBA.02.008.02

Lebih terperinci

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 MANDOR PERKERASAN JALAN PERSIAPAN PEKERJAAN PERKERASAN JALAN

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 MANDOR PERKERASAN JALAN PERSIAPAN PEKERJAAN PERKERASAN JALAN MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 MANDOR PERKERASAN JALAN PERSIAPAN PEKERJAAN PERKERASAN JALAN NO. KODE : -P BUKU PENILAIAN DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 1 BAB

Lebih terperinci

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 MANDOR PERKERASAN JALAN

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 MANDOR PERKERASAN JALAN MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 MANDOR PERKERASAN JALAN PEKERJAAN PERKERASAN LAPISAN BAWAH (SUB BASE COURSE) NO. KODE : -K BUKU KERJA DAFTAR ISI DAFTAR

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2018 TENTANG PENYUSUNAN PERATURAN, INSTRUKSI, SURAT EDARAN, KEPUTUSAN, DAN PENGUMUMAN PADA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR KUANTITAS BANGUNAN GEDUNG

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR KUANTITAS BANGUNAN GEDUNG MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR KUANTITAS BANGUNAN GEDUNG PERHITUNGAN BIAYA AKIBAT ADANYA PERUBAHAN PEKERJAAN NO. KODE : BUKU KERJA

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 PENAWARAN JADWAL PELAKSANAAN PEKERJAAN

LAMPIRAN 1 PENAWARAN JADWAL PELAKSANAAN PEKERJAAN LAMPIRAN 1 Lampiran Penawaran 2012 NAMA PAKET KEGIATAN No Divisi PENAWARAN JADWAL PELAKSANAAN PEKERJAAN : : : Urai an Nilai Pekerjaan ( % ) Bulan 1 Minggu 1 2 3 4 2 >>> >>> 1 Umum 2 3 4 5 6 7 Drainase.

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 147, 2001 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4157) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

Cara uji titik lembek aspal dengan alat cincin dan bola (ring and ball)

Cara uji titik lembek aspal dengan alat cincin dan bola (ring and ball) Standar Nasional Indonesia Cara uji titik lembek aspal dengan alat cincin dan bola (ring and ball) ICS 93.080.20; 75.140 Badan Standardisasi Nasional Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin

Lebih terperinci

Metode uji densitas tanah di tempat (lapangan) dengan alat konus pasir

Metode uji densitas tanah di tempat (lapangan) dengan alat konus pasir Standar Nasional Indonesia Metode uji densitas tanah di tempat (lapangan) dengan alat konus pasir ICS 75.140; 93.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

AUDIT INTERNAL (SNI ) Nama Laboratorium : Alamat

AUDIT INTERNAL (SNI ) Nama Laboratorium : Alamat AUDIT INTERNAL (SNI 19 17025) Nama Laboratorium Alamat Bagian 1 : Informasi Umum Beri tanda X pada kotak yang sesuai Keterangan (bila diperlukan) 1.1 Apakah laboratorium memiliki kegiatan lain selain pengujian

Lebih terperinci

- 1 - BUPATI BANYUWANGI

- 1 - BUPATI BANYUWANGI - 1 - BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 45 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PEKERJAAN UMUM BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN TATA RUANG KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN

Lebih terperinci

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR JASA KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN SIPIL JABATAN KERJA PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN BRONJONG

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR JASA KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN SIPIL JABATAN KERJA PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN BRONJONG MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR JASA KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN SIPIL JABATAN KERJA PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN BRONJONG MENGHITUNG VOLUME HASIL PEKERJAAN KODE UNIT KOMPETENSI: BUKU KERJA

Lebih terperinci

Cara uji daktilitas aspal

Cara uji daktilitas aspal Standar Nasional Indonesia Cara uji daktilitas aspal ICS 93.080.20; 75.140 Badan Standardisasi Nasional Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian atau seluruh isi

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA 2008 SPESIFIKASI KHUSUS INTERIM SEKSI 6.7 PEMELIHARAAN PERMUKAAN JALAN DENGAN BUBUR ASPAL EMULSI (SLURRY) DIMODIFIKASI LATEX

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PMK.02/2006 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PMK.02/2006 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PMK.02/2006 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PEMBAYARAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK JENIS BAHAN BAKAR

Lebih terperinci

LAMPIRAN SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : SE-63/PJ/2011 TENTANG : PENJAMINAN KUALITAS PROYEK TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI (TIK)

LAMPIRAN SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : SE-63/PJ/2011 TENTANG : PENJAMINAN KUALITAS PROYEK TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI (TIK) LAMPIRAN SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : SE-63/PJ/2011 TENTANG : PENJAMINAN KUALITAS PROYEK TEKNOLOGI Pedoman Penjaminan Kualitas Proyek Teknologi Informasi dan Komunikasi Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMEN-ATR/BPN. Produk Hukum. Pembentukan dan Evaluasi. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

BERITA NEGARA. KEMEN-ATR/BPN. Produk Hukum. Pembentukan dan Evaluasi. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL No.733, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ATR/BPN. Produk Hukum. Pembentukan dan Evaluasi. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM BADAN PUSAT STATISTIK KOTA MAGELANG

BAB II GAMBARAN UMUM BADAN PUSAT STATISTIK KOTA MAGELANG BAB II GAMBARAN UMUM BADAN PUSAT STATISTIK KOTA MAGELANG 1. 2.1. Profil Singkat Badan Pusat Statistik Kota Magelang BPSadalah Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berada di bawah dan bertanggung jawab

Lebih terperinci

ESTIMASI WAKTU DAN PENENTUAN BIAYA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN JALAN RAYA TRENGGALEK PACITAN KM KM PROVINSI JAWA TIMUR

ESTIMASI WAKTU DAN PENENTUAN BIAYA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN JALAN RAYA TRENGGALEK PACITAN KM KM PROVINSI JAWA TIMUR PRESENTASI TUGAS AKHIR ESTIMASI WAKTU DAN PENENTUAN BIAYA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN JALAN RAYA TRENGGALEK PACITAN KM 186+940- KM 191+940 PROVINSI JAWA TIMUR Oleh : Junaidi Abdillah NRP : 31120404505 Dosen

Lebih terperinci

Cara uji berat jenis dan penyerapan air agregat kasar

Cara uji berat jenis dan penyerapan air agregat kasar Standar Nasional Indonesia Cara uji berat jenis dan penyerapan air agregat kasar ICS 91.100.15; 91.010.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan... iii 1 Ruang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR : 31 TAHUN 2001

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR : 31 TAHUN 2001 PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR : 31 TAHUN 2001 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PRASARANA WILAYAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH, BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN JALAN PEKERJAAN TANAH

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN JALAN PEKERJAAN TANAH MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN JALAN PEKERJAAN TANAH NO. KODE :.K BUKU KERJA DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 1 BAB I STANDAR KOMPETENSI...

Lebih terperinci

Spesifikasi lapis fondasi agregat semen (LFAS)

Spesifikasi lapis fondasi agregat semen (LFAS) Standar Nasional Indonesia Spesifikasi lapis fondasi agregat semen (LFAS) ICS 91.100.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian

Lebih terperinci

2016, No terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2013 tentang Perubahan Ketujuh Atas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang

2016, No terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2013 tentang Perubahan Ketujuh Atas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang No. 1510, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BSN. Alat Konversi BBG. Skema Sertifikasi. PERATURAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG SKEMA SERTIFIKASI ALAT KONVERSI BAHAN

Lebih terperinci

Spesifikasi blok pemandu pada jalur pejalan kaki

Spesifikasi blok pemandu pada jalur pejalan kaki Standar Nasional Indonesia ICS 93.080.20 Spesifikasi blok pemandu pada jalur pejalan kaki Badan Standardisasi Nasional BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak

Lebih terperinci

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN JALAN PEKERJAAN PERKERASAN ASPAL

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN JALAN PEKERJAAN PERKERASAN ASPAL MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN JALAN PEKERJAAN PERKERASAN ASPAL NO. KODE :.P BUKU PENILAIAN DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 1 BAB

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP JULIE-CVL 11

BAB V PENUTUP JULIE-CVL 11 BAB V PENUTUP JULIE-CVL 11 BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil pengujian yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Hasil pengujian variasi pemadatan untuk variasi batu bulat 0% nilai

Lebih terperinci

Tata cara pengambilan contoh uji campuran beraspal

Tata cara pengambilan contoh uji campuran beraspal Standar Nasional Indonesia SNI 6890:2014 Tata cara pengambilan contoh uji campuran beraspal ICS 93.080.20 (ASTM D 979-01 (2006), IDT) Badan Standardisasi Nasional ASTM 2006 All rights reserved BSN 2014

Lebih terperinci

PEMANFAATAN BATUGAMPING KEPRUS SEBAGAI CAMPURAN AGREGAT PADA LAPIS PONDASI AGREGAT KELAS B

PEMANFAATAN BATUGAMPING KEPRUS SEBAGAI CAMPURAN AGREGAT PADA LAPIS PONDASI AGREGAT KELAS B PEMANFAATAN BATUGAMPING KEPRUS SEBAGAI CAMPURAN AGREGAT PADA LAPIS PONDASI AGREGAT KELAS B Sentot Hardwiyono & Anita Widianti Teknik Sipil Uniersitas Muhammadiyah Yogyakarta Jalan Lingkar Barat Tamantirto

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH Bagian Hukum Setda Kabupaten Bandung Tahun 2016 2 BUPATI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada perkerasan Jalan Raya, dibagi atas tiga jenis perkerasan, yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada perkerasan Jalan Raya, dibagi atas tiga jenis perkerasan, yaitu BAB 1 PENDAHULUAN I. UMUM Pada perkerasan Jalan Raya, dibagi atas tiga jenis perkerasan, yaitu Perkerasan Lentur, Perkerasan Kaku, dan gabungan dari keduanya. Perkerasan lentur mengguanakan bahan pengikat

Lebih terperinci

- 1 - BUPATI BANYUWANGI

- 1 - BUPATI BANYUWANGI - 1 - BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 45 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PEKERJAAN UMUM BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN TATA RUANG KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jalan merupakan infrastruktur dasar dan utama dalam menggerakkan roda

BAB I PENDAHULUAN. Jalan merupakan infrastruktur dasar dan utama dalam menggerakkan roda BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalan merupakan infrastruktur dasar dan utama dalam menggerakkan roda perekonomian nasional dan daerah. Kerusakan jalan di Indonesia umumnya disebabkan oleh pembebanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

Dokumen mutu terdiri dari:

Dokumen mutu terdiri dari: DOKUMEN MUTU Kantor Jaminan Mutu Universitas Gadjah Mada Yogyakarta 2013 Dokumen mutu terdiri dari: a. Manual Mutu b. Prosedur Mutu c. Instruksi Kerja d. Formulir e. Dokumen Pendukung 1 3 Struktur Dokumen

Lebih terperinci

2016, No Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga P

2016, No Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga P No. 253, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA ANRI. Produk Hukum. Pembentukan. Pencabutan. PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL Nomor: 0007 tahun 2005.

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL Nomor: 0007 tahun 2005. MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL Nomor: 0007 tahun 2005 Tentang PERSYARATAN DAN PEDOMAN PELAKSANAAN IZIN USAHA DALAM KEGIATAN USAHA

Lebih terperinci