KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KP. 430 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KP. 430 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN"

Transkripsi

1 KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KP. 430 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN J A K A R T A T A H U N

2

3 5. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 75); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3747); 7. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 3); 8. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8); 9. Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2015 tentang Kementerian Perhubungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 75); 10. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 31 Tahun 2006 tentang Pedoman dan Proses Perencanaan di Lingkungan Departemen Perhubungan; 11. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 49 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Departemen Perhubungan Tahun ; 12. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 60 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perhubungan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 68 Tahun 2013 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1113); 13. Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan dan Penelaahan Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra K/L) Tahun ; MEMUTUSKAN: Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN

4

5 KATA PENGANTAR Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Perhubungan Tahun disusun dengan mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional yang merupakan dokumen perencanaan nasional untuk periode 5 (lima) tahun dan melaksanakan amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Renstra Kementerian Perhubungan Tahun memuat sasaran, arah kebijakan, strategi, program, kegiatan, target dan indikator kinerja utama yang akan dicapai, serta indikasi pendanaan sesuai tugas dan fungsi Kementerian Perhubungan untuk membangun sektor transportasi di Indonesia dalam kurun waktu , yang disusun dengan berpedoman pada Peraturan Menteri PPN/Kepala Bappenas Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan dan Penelaahan Renstra K/L Renstra Kementerian Perhubungan Tahun ini digunakan sebagai acuan dalam perencanaan pembangunan perhubungan dan dilaksanakan oleh seluruh jajaran perhubungan baik tingkat Pusat maupun Daerah. Secara berjenjang dokumen Renstra Kementerian Perhubungan dijabarkan lebih lanjut ke dalam Renstra atau dokumen rencana masing-masing Unit Kerja Eselon I dan Unit Kerja Eselon II. Selanjutnya dokumen Renstra ini menjadi acuan bagi seluruh jajaran Kementerian Perhubungan dalam menyusun Rencana Kerja (Renja) serta Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Kementerian Perhubungan setiap tahunnya sampai dengan tahun Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan Renstra Kementerian Perhubungan Tahun Dengan memanjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta usaha yang maksimal, pada kesempatan ini saya mengajak kepada semua pihak untuk saling bersinergi dalam menyelenggarakan pembangunan perhubungan guna tercapainya sasaran pembangunan perhubungan yang telah ditetapkan. Jakarta, September 2015 MENTERI PERHUBUNGAN IGNASIUS JONAN Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun i

6

7 Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

8 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v BAB 1 PENDAHULUAN KONDISI UMUM CAPAIAN KINERJA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN CAPAIAN PEMBANGUNAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN REALISASI KINERJA KEUANGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN POTENSI DAN PERMASALAHAN LINGKUNGAN STRATEGIS POTENSI DAN PERMASALAHAN BAB 2 BAB 3 VISI DAN MISI PRESIDEN, SERTA SASARAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN VISI DAN MISI PRESIDEN AGENDA PRIORITAS PEMBANGUNAN (NAWA CITA) SASARAN PEMBANGUNAN NASIONAL SASARAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI, DAN KERANGKA KELEMBAGAAN ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL ISU STRATEGIS 1 : MEMBANGUN KONEKTIVITAS NASIONAL UNTUK MENCAPAI KESEIMBANGAN PEMBANGUNAN ISU STRATEGIS 2 : MEMBANGUN TRANSPORTASI UMUM MASSAL PERKOTAAN ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI KEMENTERIAN PERHUBUNGAN KESELAMATAN DAN KEAMANAN PELAYANAN TRANSPORTASI KAPASITAS TRANSPORTASI Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun i

9 3.3 KERANGKA REGULASI KERANGKA REGULASI BIDANG LALU LINTAS ANGKUTAN JALAN KERANGKA REGULASI BIDANG PERKERETAAPIAN KERANGKA REGULASI BIDANG PERHUBUNGAN LAUT KERANGKA REGULASI BIDANG PERHUBUNGAN UDARA KERANGKA REGULASI BIDANG TRANSPORTASI ANTARMODA/MULTIMODA KERANGKA REGULASI BIDANG PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TRANSPORTASI KERANGKA REGULASI BIDANG SDM TRANSPORTASI KERANGKA KELEMBAGAAN PENGUATAN KONEKTIVITAS NASIONAL UNTUK MENCAPAI KESEIMBANGAN PEMBANGUNAN PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI MASSAL PERKOTAAN PEMBENTUKAN BADAN PENYELENGGARA TRANSPORTASI JABODETABEK (BPTJ) BAB 4 KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN KINERJA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN KESELAMATAN DAN KEAMANAN TRANSPORTASI PELAYANAN TRANSPORTASI KAPASITAS TRANSPORTASI KERANGKA PENDANAAN SKENARIO PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR SKEMA FINANSIAL KREATIF KRITERIA SKEMA PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR SKEMA PENDANAAN INFRASTRUKTUR SELAIN SKEMA APBN, APBD DAN KPS PROYEK PEMBANGUNAN STRATEGIS SEKTOR PERHUBUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN SKEMA PENDANAAN BUMN/SWASTA BADAN LAYANAN UMUM SKEMA PENDANAAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN KEGIATAN STRATEGIS KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN KEGIATAN STRATEGIS KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN TERKAIT KAWASAN RAWAN BENCANA, WILAYAH PERBATASAN, DAN TERLUAR, MITIGASI IKLIM, PENGARUSUTAMAAN GENDER DAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS SERTA PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONFLIK SOSIAL (P3A-KS), Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun ii

10 DAN JUGA STRATEGI NASIONAL PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI (STRANAS PPK) BAB 5 PENUTUP LAMPIRAN I. PETA KEGIATAN STRATEGIS PEMBANGUNAN TRANSPORTASI DALAM RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN LAMPIRAN II. LAMPIRAN A. LAMPIRAN B. INDIKATOR KINERJA UTAMA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN KERANGKA REGULASI KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN LAMPIRAN C1. TABEL REKAPITULASI A PENDANAAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN LAMPIRAN C2. TABEL PENDANAAN DAN KEGIATAN DALAM RENSTRA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN LAMPIRAN D. KEGIATAN STRATEGIS KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN DALAM RPJMN TAHUN Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun iii

11 DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Capaian Indikator Kinerja Utama (IKU) Pada Renstra Kementerian Perhubungan Tahun Tabel 1.2 Capaian Pembangunan Transportasi Darat Tahun Tabel 1.3 Capaian Pembangunan Transportasi Perkeretaapian Tahun Tabel 1.4 Capaian Pembangunan Transportasi Laut Tahun Tabel 1.5 Capaian Pembangunan Transportasi Udara Tahun Tabel 1.6 Capaian Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan Tahun Tabel 1.7 Capaian Kinerja Kelembagaan dan Ketatalaksanaan Tabel 1.8 Komposisi Sumberdaya Manusia di Kementerian Perhubungan Tahun Tabel 1.9 Peserta Diklat BPSDMP Kementerian Perhubungan Tahun Tabel 1.10 Perkembangan Alokasi Anggaran Kementerian Perhubungan Tahun Tabel 1.11 Daya Saing Global Pada Infrastruktur Transportasi Tabel 2.1 Sasaran dan Indikator RPJMN Tahun Tabel 4.1 Rumusan Indikator Kinerja Utama Kementerian Perhubungan Tahun Tabel 4.2 Skenario Pendanaan Berdasarkan Kerangka RPJMN Tahun Tabel Rincian Pendanaan Untuk Tiap Unit Kerja Eselon I Kementerian Perhubungan Tahun Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun iv

12 DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Prosentase Capaian Kinerja Keuangan Kementerian Perhubungan Menurut Unit Kerja Eselon I Tahun Gambar 1.2 Global Competitiveness Index Tahun Gambar 1.3 Distribusi Pergerakan Peti Kemas Dunia Gambar 1.4 Distribusi Pergerakan Peti Kemas Indonesia Gambar 2.1 Sinkronisasi Sasaran RPJMN Tahun dengan Renstra Gambar 3.1 Kementerian Perhubungan Tahun Bagan Organisasi Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perhubungan 3-35 Gambar 3.2 Struktur Organisasi Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perhubungan 3-36 Gambar 3.3 Penguatan Koordinasi Transportasi Nasional Gambar 3.4 Pengembangan Kelembagaan Multimoda dengan Skema Penempatan Pada Unit Kerja Eselon II Tahun Gambar 3.5 Pembentukan Balai Dalam Mendukung Tupoksi Ditjen Perkeretaapian di Daerah Gambar 3.6 Struktur Organisasi BPTJ Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun v

13 Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun vi

14 Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

15 BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 KONDISI UMUM Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Perhubungan Tahun disusun sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2014 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, yang mengamanatkan bahwa setiap Kementerian/Lembaga diwajibkan menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang selanjutnya disebut Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra K/L), yang merupakan dokumen perencanaan kementerian/ lembaga untuk periode 5 tahun. Renstra memuat sasaran, arah kebijakan, strategi, program dan kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsi kementerian/lembaga yang disusun dengan berpedomanan pada RPJM Nasional dan bersifat indikatif. Periode perencanaan jangka menengah tahun saat ini masuk dalam tahapan ke-3 dari rangkaian perencanaan jangka panjang Rencana Strategis Kementerian Perhubungan disusun dengan memperhatikan amanat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun dan menjadi rujukan dalam penyusunan rencana pembangunan jangka menengah setiap unit kerja Eselon I serta menjadi acuan dalam penyusunan rencana kerja tahunan bidang transportasi. Dalam penyusunan Rencana Strategis Kementerian Perhubungan mengacu dan berpedoman pada peraturan perundangan antara lain : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; 3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian; Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun I - 1

16 4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran; 5. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; 6. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan; 7. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional; 8. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun ; 9. Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan dan Penelaahan Rencana Strategis Kementerian/ Lembaga (Renstra K/L) Transportasi merupakan salah satu mata rantai jaringan distribusi barang dan mobilitas penumpang yang berkembang sangat dinamis, disamping berperan dalam mendorong dan menunjang segala aspek kehidupan baik dalam pembangunan politik, ekonomi, sosial budaya maupun pertahanan keamanan. Pembangunan transportasi pada hakekatnya untuk mendukung tercapainya pembangunan nasional menuju terwujudnya kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat sebagaimana diamanahkan dalam Undang Undang Dasar Pembangunan bidang transportasi menjadi bagian upaya mewujudkan Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berlandaskan gotong royong sebagaimana visi Presiden ke-7 (tujuh) Republik Indonesia. Perencanaan pembangunan bidang transportasi ditujukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, daya saing nasional, serta meningkatkan kapasitas distribusi barang dan komoditas antar wilayah. Mencermati dinamika perkembangan yang terjadi, maka perencanaan pembangunan infrastruktur transportasi ke depan tetap memperhatikan lingkungan strategis yang terjadi, baik pada skala lokal, nasional maupun global. Tantangan pembangunan infrastruktur transportasi dalam 5 (lima) tahun ke depan adalah bagaimana mewujudkan konektivitas nasional dalam upaya peningkatan kelancaran akses kepada masyarakat pengguna jasa transportasi termasuk pendistribusian barang sampai ke pelosok nusantara, sebagai upaya untuk mendorong pemerataan pembangunan maupun pertumbuhan ekonomi yang merata serta mewujudkan pembangunan sektor unggulan, antara lain kemaritiman, kelautan, pariwisata dan industri. Indonesia yang memiliki keunggulan dan karakteristik baik dari segi wilayah maupun jumlah penduduk, dimana diperkirakan sesuai data dari Badan Pusat Statistik jumlah penduduk pada tahun 2019 akan mencapai sekitar 268 juta jiwa, dan lebih dari 60% tinggal di perkotaan. Sedangkan sesuai data yang ada diperkirakan lebih dari setengah penduduk Indonesia tinggal di Pulau Jawa, dimana Pulau Jawa masih menyumbangkan kontribusi pertumbuhan ekonomi terbesar dibandingkan pulaupulau lainnya. Upaya untuk mendorong pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di luar Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun I - 2

17 Jawa dalam kerangka pemerataan pembangunan harus didorong melalui dukungan pembangunan infrastruktur transportasi yang berkelanjutan. Untuk mewujudkan pemerataan pembangunan infrastruktur transportasi yang merata, proses perencanaan pembangunan transportasi untuk lima tahun ke depan mempertimbangkan hasil evaluasi capaian pembangunan sebelumnya, kondisi sekarang, sasaran maupun target yang belum tercapai. Berdasarkan hasil evaluasi terhadap pencapaian target RPJMN dan Renstra sampai dengan tahun 2014, perlu digarisbawahi bahwa secara umum target output bisa tercapai, namun secara outcome masih perlu mendapat perhatian apakah dapat memberikan dampak yang besar kepada masyarakat maupun terhadap aspek keberlanjutan pembangunan CAPAIAN KINERJA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN Dalam rangka mendorong terciptanya akuntabilitas kinerja penyelenggaraan transportasi untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, dalam Renstra Kementerian Perhubungan telah disusun Indikator Kinerja Utama/IKU untuk mengukur tingkat keberhasilan dari sasaran yang telah ditetapkan. Berikut ini hasil capaian kinerja dalam Rencana Strategis Kementerian Perhubungan : 1. Pada sasaran Meningkatnya keselamatan, keamanan dan pelayanan sarana dan prasarana transportasi sesuai Standar Pelayanan Minimal (SPM) dengan capaian indikator kinerja utama, meliputi : a. Jumlah kejadian kecelakaan transportasi nasional yang disebabkan oleh faktor yang terkait dengan kewenangan Kementerian Perhubungan sampai dengan tahun 2014 terdapat kecelakaan sebesar kejadian/tahun; Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun I - 3

18 b. Jumlah gangguan keamanan pada sektor transportasi oleh faktor yang terkait dengan kewenangan Kementerian Perhubungan sampai dengan tahun 2014 terdapat 4 kejadian/tahun; c. Rata-rata persentase pencapaian On-Time Performance (OTP) sektor transportasi (selain Transportasi Darat) sampai dengan tahun 2014 tercapai 63,01%; d. Jumlah sarana transportasi yang sudah tersertifikasi sampai dengan tahun 2014 tercapai unit; e. Jumlah prasarana transportasi yang sudah tersertifikasi sampai dengan tahun 2014 tercapai 355 unit; 2. Pada sasaran Meningkatnya aksesibilitas masyarakat terhadap pelayanan sarana dan prasarana transportasi guna mendorong pengembangan konektivitas antar wilayah dengan indikator kinerja utama yang menjadi ukuran kinerja pembangunan Kementerian Perhubungan Tahun , yaitu Jumlah lintas pelayanan angkutan perintis dan subsidi dengan capaian sampai dengan tahun 2014 sebesar 712 lintas; 3. Pada sasaran Meningkatnya kapasitas sarana dan prasarana transportasi untuk mengurangi backlog dan bottleneck kapasitas infrastruktur transportasi dengan beberapa indikator kinerja utama Kementerian Perhubungan yang menjadi ukuran kinerja, meliputi : a. Kontribusi sektor transportasi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dengan capaian kinerja sampai dengan tahun 2014 sebesar 3,6%; b. Total produksi angkutan penumpang dengan capaian kinerja sampai dengan tahun 2014 sebesar penumpang/tahun; c. Total produksi angkutan barang dengan capaian kinerja sampai dengan tahun 2014 sebesar ton/tahun; 4. Pada sasaran Meningkatkan peran Pemda, BUMN, swasta, dan masyarakat dalam penyediaan infrastruktur sektor transportasi sebagai upaya meningkatkan efisiensi dalam penyelenggaraan transportasi dengan indikator kinerja utama Jumlah infrastruktur transportasi yang siap ditawarkan melalui Kerjasama Pemerintah Swasta dengan realisasi sampai dengan tahun 2014 sejumlah 1 proyek; 5. Pada sasaran Peningkatan kualitas SDM dan melanjutkan restrukturisasi kelembagaan dan reformasi regulasi dengan beberapa indikator kinerja utama, meliputi : a. Peningkatan kualitas SDM dan melanjutkan restrukturisasi kelembagaan dan reformasi regulasi dengan capaian Nilai AKIP Kementerian Perhubungan pada tahun 2014 sebesar B; b. Opini BPK atas laporan keuangan Kementerian Perhubungan dengan predikat pada tahun 2014 Wajar Tanpa Pengecualian (WTP); Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun I - 4

19 c. Nilai aset negara yang berhasil diinventarisasi sesuai kaidah pengelolaan BMN dengan capaian sampai dengan tahun 2014 sebesar 147,4 Trilliun; d. Jumlah SDM operator prasarana dan sarana transportasi yang telah memiliki sertifikat dengan capaian sampai dengan tahun 2014 sebanyak Orang; e. Jumlah SDM fungsional teknis Kementerian Perhubungan dengan capaian sampai dengan Tahun 2014 sebanyak orang; f. Jumlah lulusan diklat SDM Transportasi Darat, Perkeretaapian, Laut, Udara dan Aparatur yang prima, profesional dan beretika yang dihasilkan setiap tahun yang sesuai standar kompetensi/kelulusan dengan capaian sampai dengan tahun 2014 sebanyak orang; g. Jumlah peraturan perundang-undangan di sektor transportasi yang ditetapkan dengan capaian sampai dengan tahun 2014 sebanyak 621 peraturan; 6. Pada sasaran Meningkatkan pengembangan teknologi transportasi yang efisien dan ramah lingkungan sebagai antisipasi terhadap perubahan iklim dengan beberapa indikator kinerja utama, meliputi : a. Jumlah konsumsi energi tak terbarukan dari sektor transportasi nasional dengan realisasi pada tahun 2014 sebesar juta liter/tahun; b. Jumlah emisi gas buang dari sektor transportasi nasional pada tahun 2014 sebesar juta ton/tahun; c. Jumlah penerapan teknologi ramah lingkungan pada sarana dan prasarana transportasi dengan realisasi pada tahun 2014 sejumlah lokasi (unit); d. Jumlah lokasi simpul transportasi yang telah menerapkan konsep ramah lingkungan dengan realisasi pada tahun 2014 sebanyak 90 lokasi; Hasil capaian indikator kinerja sasaran pada Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun sebagaimana tabel berikut ini. Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun I - 5

20 Tabel 1.1 Capaian Indikator Kinerja Utama (IKU) dalam Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun No Sasaran Kementerian Perhubungan Uraian Indikator Kinerja Utama Satuan Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun Meningkatnya keselamatan, keamanan dan pelayanan sarana dan prasarana transportasi sesuai Standar Pelayanan Minimal (SPM) 1) Jumlah kejadian kecelakaan transportasi nasional yang disebabkan oleh faktor yang terkait dengan kewenangan Kementerian Perhubungan 2) Jumlah gangguan keamanan pada sektor transportasi oleh faktor yang terkait dengan kewenangan Kementerian Perhubungan kejadian/ tahun kejadian/ tahun ) Rata-rata Prosentase pencapaian On-Time Performance (OTP) sektor transportasi (selain Transportasi Darat) 4) Jumlah sarana transportasi yang sudah tersertifikasi 5) Jumlah prasarana transportasi yang sudah tersertifikasi % 54,84 56,66 72,24 66,98 63,01 unit unit Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

21 No Sasaran Kementerian Perhubungan 2 Meningkatnya aksesibilitas masyarakat terhadap pelayanan sarana dan prasarana transportasi guna mendorong pengemb. konektivitas antar wilayah 3 Meningkatnya kapasitas sarana dan prasarana transportasi untuk mengurangi backlog dan bottleneck kapasitas infrastruktur transportasi 4 Meningkatkan peran Pemda, BUMN, swasta, dan masyarakat dalam penyediaan infrastruktur sektor transportasi sebagai upaya Uraian Indikator Kinerja Utama 6) Jumlah lintas pelayanan angkutan perintis dan subsidi 7) Kontribusi sektor transportasi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional 8) Total produksi angkutan penumpang 9) Total produksi angkutan barang 10) Jumlah infrastruktur transportasi yang siap ditawarkan melalui Kerjasama Pemerintah Swasta Satuan Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 lintas % penumpang/ tahun ton/tahun Jumlah proyek yang siap ditawarkan melalui skema KPS Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

22 No Sasaran Kementerian Perhubungan meningkatkan efisiensi dalam penyelenggaraan transportasi 5 Peningkatan kualitas SDM dan melanjutkan restrukturisasi kelembagaan dan reformasi regulasi Uraian Indikator Kinerja Utama 11) Nilai AKIP Kementerian Perhubungan 12) Opini BPK atas laporan keuangan Kementerian Perhubungan 13) Nilai aset negara yang berhasil diinventarisasi sesuai kaidah pengelolaan BMN 14) Jumlah SDM operator prasarana dan sarana transportasi yang telah memiliki sertifikat 15) Jumlah SDM fungsional teknis Kementerian Perhubungan 16) Jumlah lulusan diklat SDM Transportasi Darat, Laut, Udara, Perkeretaapian dan Aparatur yang prima, profesional dan beretika yang dihasilkan setiap tahun yang sesuai standar kompetensi/ kelulusan 17) Jumlah peraturan perundangundangan di sektor transportasi yang ditetapkan Satuan Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 nilai CC CC B B B Opini WDP WDP WDP WDP WTP Rp Triliun 77,9 137,7 162,7 147,4 147,4 Orang Orang Orang Peraturan Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

23 No Sasaran Kementerian Perhubungan 6 Meningkatkan pengembangan teknologi transportasi yang efisien dan ramah lingkungan sebagai antisipasi terhadap perubahan iklim Uraian Indikator Kinerja Utama 18) Jumlah konsumsi energi tak terbarukan dari sektor transportasi nasional 19) Jumlah emisi gas buang dari sektor transportasi nasional 20) Jumlah penerapan teknologi ramah lingkungan pada sarana dan prasarana transportasi 21) Jumlah lokasi simpul transportasi yang telah menerapkan konsep ramah lingkungan Sumber: LAKIP Kementerian Perhubungan, Tahun Satuan juta liter/tahun Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun juta ton/th lokasi (unit) lokasi Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

24 Di dalam pengukuran Indikator Kinerja Utama (IKU) Kementerian Perhubungan Tahun terdapat beberapa permasalahan terkait sistem pengumpulan data kinerja yang terpadu dan kontiniu, belum tersedianya data secara lengkap, karakteristik kinerja pada masing-masing Direktorat Jenderal (darat, perkeretaapian, laut, dan udara) yang berbeda sehingga menjadi faktor kesulitan tersendiri dalam mengukur kinerja pada level kementerian. Terdapat persepsi indikator kinerja yang belum seragam sehingga berdampak pada data yang disediakan mengikuti persepsi yang berkembang. Dalam pola penyusunan Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun belum memperhatikan ketersediaan data (baseline) dan belum disusun tata cara perhitungan pencapaian indikator dalam bentuk formula atau meta indikator. Berdasarkan pada kondisi tersebut di atas, perlu penguatan sistem manajemen kinerja di Kementerian Perhubungan, terutama yang berkaitan dengan (1) sistem pengukuran, pengumpulan, dan pelaporan data kinerja melalui penetapan metode dan prosedurnya; (2) pemanfaatan data kinerja sebagai alat evaluasi kemajuan pelaksanaan pembangunan bidang perhubungan; serta (3) penilaian publik terhadap capaian kinerja, sehingga kebijakan yang ditempuh lebih adaptive dalam merespon keinginan publik CAPAIAN PEMBANGUNAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN Capaian pembangunan perhubungan selama tahun yang merupakan penjabaran Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun , meliputi pembangunan sarana dan prasarana transportasi darat, perkeretaapian, transportasi laut, transportasi udara, pengembangan sumber daya manusia, penyusunan peraturan perundang-undangan dan ketatalaksanaan, dengan hasil capaian sebagai berikut : Capaian Pembangunan Sarana dan Prasarana A. Transportasi Darat Dalam rangka peningkatan keselamatan, pelayanan dan peningkatan kapasitas serta aksesibilitas transportasi darat telah dilakukan kegiatan pembangunan rambu lalu lintas, marka jalan, guard rail di jalan nasional, kampanye keselamatan jalan dalam rangka mendukung Dekade Aksi Keselamatan Jalan sesuai program Rencana Umum Nasional Keselamatan (RUNK) Jalan , pembangunan terminal bus, pengembangan transportasi massal berbasis bus melalui pengembangan Bus Rapid Transit di kota-kota besar, pembangunan/rehabilitasi dermaga sungai, danau dan penyeberangan, dengan capaian pembangunan transportasi darat selama tahun , meliputi penyelesaian pembangunan terminal sebanyak 15 lokasi, rehabilitasi pada 8 terminal, penyelesaian pembangunan Area Traffic Control System (ATCS) sebanyak 4 unit, penyelesaian pembangunan jembatan timbang sebanyak 8 unit, penyelesaian rehabilitasi jembatan timbang 4 unit, pembangunan dermaga penyeberangan 70 dermaga (selesai), 162 dermaga lanjutan dan pembangunan baru sebayak 62 dermaga penyeberangan, pembangunan Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

25 prasarana dermaga sungai sebanyak 44 dermaga (selesai), pembangunan 20 dermaga lanjutan dan pembangunan 36 dermaga sungai baru, penyelesaian pembangunan prasarana dermaga danau di 9 lokasi, lanjutan pembangunan dermaga di 2 lokasi dan 10 pembangunan dermaga danau baru, pembangunan kapal penyeberangan sebanyak 57 kapal, pembangunan kapal perintis sebanyak 39 kapal, penyediaan sarana bantu navigasi pelayaran sebanyak 99 unit. Rincian pembangunan sarana dan prasarana transportasi darat sebagaimana tabel berikut. Tabel 1.2 Capaian Pembangunan Transportasi Darat Tahun No Kegiatan Satuan Pencapaian Per Tahun Jumlah 1 Pembangunan Terminal yang selesai 2 Peningkatan/Rehabilitasi Terminal yang selesai 3 Pembangunan Area Traffic Control System (ATCS) yang sudah terselesaikan 4 Pembangunan jembatan timbang yang selesai 5 Peningkatan/Rehabilitasi jembatan timbang yang selesai 6 Pembangunan Bus Rapid Transit (BRT) 7 Pembangunan dermaga penyeberangan (selesai) terminal terminal unit unit unit unit dermaga Lanjutan dermaga Baru dermaga Pembangunan dermaga sungai (selesai) dermaga Lanjutan dermaga Baru dermaga Pembangunan dermaga danau (selesai) dermaga Lanjutan dermaga Baru dermaga Pembangunan Kapal penyeberangan kapal Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

26 No Kegiatan Satuan Pencapaian Per Tahun Jumlah 11 Pembangunan kapal perintis 12 Penyediaan sarana bantu navigasi pelayaran 13 Pelayanan angkutan bus perintis kapal unit Trayek Pelayanan angkutan perintis SDP Lintas Sumber: Ditjen Perhubungan Darat, 2015 B. Transportasi Perkeretaapian Dalam rangka meningkatkan keselamatan, keamanan, pelayanan dan peningkatan kapasitas perketaapian selama tahun telah dilakukan pembangunan perkeretaapian antara lain meliputi pembangunan jalur KA baru termasuk pembangunan jalur ganda sepanjang 922 Km sp, panjang jalur kereta api yang ditingkatkan kondisinya/keandalannya termasuk reaktivasi sepanjang 923 Km sp, peningkatan/rehabilitasi jalur kereta api guna meningkatkan kondisi/keandalannya sepanjang 73 Km sp, pengadaan rel sepanjang Km sp, pengadaan wesel sejumlah 645 unit, jembatan KA yang ditingkatkan/direhabilitasi dan dibangun pada sebanyak 501 unit, peningkatan persinyalan dan telekomunikasi sebanyak 206 paket, peningkatan/pembangunan pelistrikan sejumlah 50 paket, pembangunan/rehabilitasi bangunan operasional/stasiun sebanyak 80 paket, pengadaan peralatan/fasilitas prasarana perkeretaapian sebanyak 38 paket, peningkatan fasilitas pintu perlintasan sebidang sebanyak 17 unit, pengadaan peralatan/fasilitas keselamatan perkeretaapian sejumlah 59 paket, kereta ekonomi yang dibangun sebanyak 82 unit, pengadaan lokomotif, KRDI, KRDE, KRL, Tram, Railbus, Sarana Kerja sebanyak 107 unit dan modifikasi sarana kereta api sebanyak 49 unit pelayanan angkutan KA perintis sebanyak 1 lintas. Rincian pembangunan perekeretaapian setiap tahunnya sebagaimana pada tabel berikut ini. Tabel 1.3 Capaian Pembangunan Transportasi Perkeretaapian Tahun No Kegiatan Satuan Pencapaian Per Tahun Jumlah 1 Panjang km jalur KA baru yang dibangun termasuk jalur ganda Km'sp Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

27 No Kegiatan Satuan Pencapaian Per Tahun Jumlah 2 Panjang km jalur KA yang ditingkatkan kondisinya/ keandalannya termasuk reaktivasi 3 Panjang km jalur KA yang direhabilitasi Km'sp Km'sp Jumlah km'sp pengadaan rel Km'sp Jumlah unit pengadaan wesel Unit Jumlah unit jembatan KA yang ditingkatkan/ direhabilitasi dan dibangun 7 Jumlah paket pekerjaan peningkatan persinyalan dan telekomunikasi 8 Jumlah paket pekerjaan peningkatan/pembangunan pelistrikan 9 Jumlah paket pembangunan/rehabilitasi bangunan operasional/stasiun 10 Jumlah paket pengadaan peralatan/fasilitas prasarana perkeretaapian 11 Jumlah unit peningkatan fasilitas pintu perlintasan sebidang 12 Jumlah paket pengadaan peralatan/fasilitas keselamatan perkeretaapian 13 Jumlah paket pengadaan peralatan/fasilitas sarana perkeretaapian 14 Jumlah kereta ekonomi yang dibangun 15 Jumlah unit pengadaan lokomotif, KRDI, KRDE, KRL, Tram, Railbus, sarana kerja 16 Jumlah unit modifikasi sarana KA Unit Paket Paket Paket Paket Unit Paket Paket Unit Unit Unit Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

28 No Kegiatan Satuan Pencapaian Per Tahun Jumlah 17 Pelayanan angkutan perintis Lintas Sumber : Ditjen Perkeretaapian, 2015 C. Transportasi Laut Capaian pembangunan transportasi laut dikelompokkan menjadi 3 (tiga) komponen, yaitu bidang angkutan laut, bidang kepelabuhan, bidang keselamatan dan keamanan pelayaran, dengan capaian pembangunan selama tahun sebagai berikut : 1. Pembangunan kapal perintis sebanyak 54 Kapal dalam rangka meningkatkan aksesibilitas khususnya di Kawasan Timur Indonesia (KTI). 2. Pembangunan/Pengembangan fasilitas pelabuhan laut sebanyak 289 paket meliputi pembangunan/pengembangan fasilitas pelabuhan pada sisi perairan dan sisi daratan serta pemeliharaan alur pelayaran untuk meningkatkan kapasitas pelayanan transportasi laut dalam rangka mendukung pertumbuhan kawasan. 3. Pembangunan bidang keselamatan dan keamanan pelayaran dilakukan untuk memenuhi tingkat kecukupan dan kehandalan sarana dan prasarana transportasi laut dalam rangka peningkatan keselamatan dan keamanan pelayaran meliputi: Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) sebanyak unit, menara suar sebanyak 282 unit, rambu suar sebanyak unit, tanda siang sebanyak 135 unit, anak pelampung sebanyak 38 unit, pelampung suar sebanyak 415 unit, stasiun vessel traffic services (VTS) sebanyak 34 unit, kapal patroli KPLP sebanyak 315 unit, dan pelayanan angkutan laut perintis untuk 84 trayek. Rincian pembangunan sarana dan prasarana transportasi laut tahun , sebagaimana tabel berikut. Tabel 1.4 Capaian Pembangunan Transportasi Laut Tahun No Kegiatan Satuan Pencapaian Pembangunan kapal perintis unit Pembangunan fasilitas pelabuhan laut 3 Pembangunan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) paket unit Pembangunan menara suar unit Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

29 No Kegiatan Satuan Pencapaian Pembangunan rambu suar unit Tanda siang (Day Mark) unit Anak pelampung (Unlighted Buoy) unit Pembangunan pelampung suar unit Pembangunan stasiun Vessel Traffic Services (VTS) unit Pembangunan kapal patroli KPLP unit Pelayanan angkutan laut perintis trayek Sumber : Ditjen Perhubungan Laut, 2015 D. Transportasi Udara Capaian pembangunan transportasi udara selama tahun antara lain meliputi : 1. Pengembangan/rehabilitasi prasarana bandar udara antara lain perpanjangan landas pacu, perluasan apron, pelebaran taxiway, pelapisan/peningkatan daya dukung landas pacu, apron, taxiway, pengadaan dan pemasangan peralatan bantu pendaratan, pemenuhan catu daya bandar udara, pemagaran area bandar udara pada tahun 2010 sebanyak 80 bandar udara, sedangkan tahun 2014 sebanyak 140 bandar udara; 2. Untuk meningkatkan aksesibilitas wilayah dan meningkatan perekonomian daerah selama tahun telah dibangun 28 bandar udara baru; 3. Untuk memenuhi tingkat kecukupan dan kehandalan navigasi penerbangan telah dibangun dan direhabilitasi fasilitas navigasi penerbangan antara lain meliputi peralatan ILS, DVOR, DME, Radar, NDB sebanyak 365 paket pada tahun 2010, sedangkan pada tahun 2013 sebanyak 409 paket fasilitas navigasi dibangun dan direhabilitasi; 4. Untuk meningkatkan keamanan penerbangan, selama tahun telah dilakukan pengadaan dan pemasangan peralatan keamanan penerbangan antara lain peralatan X-Ray Cabin, X-Ray Bagasi dan X-Ray Cargo serta peralatan CCTV sebanyak 102 paket pada tahun 2010, sedangkan pada tahun 2014 sebanyak 224 paket; 5. Dalam rangka memenuhi tingkat kecukupan dan kehandalan peralatan penanggulangan dan pertolongan pada kecelakaan penerbangan, dilakukan melalui pengadaan dan rehabilitasi kendaraan PKP-PK sebanyak 24 paket pada tahun 2010 sedangkan pada tahun 2014 sebanyak 88 paket; 6. Pelayanan angkutan udara perintis tahun 2010 sebanyak 118 rute dan tahun 2014 sebanyak 164 rute. Rincian capaian kegiatan pembangunan transportasi udara sebagaimana tabel berikut: Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

30 Tabel 1.5 Capaian Pembangunan Transportasi Udara Tahun No Kegiatan Satuan Pencapaian Bandara dikembangkan/direhabilitasi Bandara Bandara baru yang dibangun Bandara Fasilitas Navigasi yang dibangun dan direhabilitasi Paket Fasilitas Keamanan yang dibangun dan direhabilitasi Paket Fasilitas Pelayanan darurat (PK-PPK) Paket Pelayanan angkutan perintis Rute Sumber : Ditjen Perhubungan Udara, 2015 Keterangan : Fasilitas navigasi yang dibangun dan direhabilitasi adalah termasuk fasilitas penunjang navigasi penerbangan. Khusus untuk : 1. Fasilitas navigasi tahun 2011 dan fasilitas keamanan tahun 2011 serta 2. Fasilitas PKP-PK, data dari tahun berasal dari Memorandum Menteri Perhubungan Republik Indonesia Tahun Capaian Penyusunan Peraturan Perundang-undangan Dalam kurun waktu Kementerian Perhubungan, telah menyelesaikan berbagai peraturan perundang-undangan yang berupa Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan Peraturan/Keputusan Menteri sebagai amanat dari 4 (empat) Undang-undang di bidang transportasi, yaitu UU Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dan UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, serta Peraturan dan Keputusan Menteri Perhubungan yang disusun dalam rangka kebutuhan organisasi dan menunjang operasional kegiatan Kementerian Perhubungan. Rincian capaian penyusunan peraturan perundangundangan sebagaimana tabel berikut. Tabel 1.6 Capaian Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan Tahun Capaian Pencapaian Jumlah Jumlah peraturan perundangundangan di sektor transportasi yang ditetapkan, dalam bentuk: 1. Peraturan Pemerintah 2. Peraturan Presiden 3. Peraturan Menteri Perhubungan 4. Keputusan Menteri Perhubungan Sumber : Biro Hukum dan KSLN, 2015 Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

31 Capaian Kinerja Kelembagaan dan Ketatalaksanaan Penataan kelembagaan dan ketatalaksanaan ditujukan untuk mewujudkan struktur organisasi yang terbebas dari tumpang tindih pelaksanaan tugas, fungsi maupun kewenangan di dalam organisasi maupun antar instansi pemerintah, serta terwujudnya organisasi pemerintah yang berorientasi pada hasil atau outcome secara efektif dan efisien. Hasil capaian penataan kelembagaan dan ketatalaksanaan berupa penerbitan Peraturan Menteri Perhubungan sebagaimana tabel berikut. Tabel 1.7 Capaian Kinerja Kelembagaan dan Ketatalaksanaan No Tahun Jumlah Penataan (Berupa Permenhub) Sumber : Biro Kepegawaian dan Organisasi, Capaian Kinerja Pengembangan Sumberdaya Manusia Jumlah pegawai Kementerian Perhubungan pada tahun 2014 sebanyak orang, dengan komposisi pegawai terdiri dari Sekretariat Jenderal sebanyak 876 orang, Inspektorat Jenderal sebanyak 263 orang, Ditjen Perhubungan Darat sebanyak 736 orang, Ditjen Perkeretaapian sebanyak 574 orang, Ditjen Perhubungan Laut sebanyak orang, Ditjen Perhubungan Udara sebanyak orang, Badan Pengembangan SDM Perhubungan sebanyak orang, dan Badan Litbang sebanyak 250 orang. No Tabel 1.8 Komposisi Sumberdaya Manusia Kementerian Perhubungan Unit Kerja Jumlah SDM (orang) Sekretariat Jenderal Inspektorat Jenderal Ditjen Perhubungan Darat Ditjen Perkeretaapian Ditjen Perhubungan Laut Ditjen Perhubungan Udara BPSDM Perhubungan Badan Litbang Perhubungan Sumber : BPSDMP, 2015 Jumlah Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

32 Dalam rangka meningkatkan kompetensi SDM transportasi, meningkatnya kualitas dan kuantitas SDM serta tenaga pendidik selama tahun telah dilakukan kegiatan pendidikan dan pelatihan berupa diklat pembentukan, diklat penjenjangan dan diklat ketrampilan khusus kepada peserta diklat yang berasal dari masyarakat maupun aparatur perhubungan, dengan capaian kinerja sebagaimana tabel berikut. No Tabel 1.9 Peserta Diklat BPSDMP Kementerian Perhubungan Tahun Uraian Jumlah Peserta SDM Perhubungan Darat a. Pendidikan Pembentukan b. Pendidikan Penjenjangan c. Pelatihan Teknis (Short Course) d. Pelatihan Lainnya SDM Perhubungan Laut a. Pendidikan Pembentukan b. Pelatihan Penjenjangan c. Pelatihan Ketrampilan Khusus Pelaut (PKKP)/Pelatihan Teknis (Short Course) d. Pelatihan Lainnya SDM Perhubungan Udara a. Pendidikan Pembentukan b. Pendidikan Penjenjangan c. Pelatihan Teknis (Short Course) d. Pelatihan Lainnya PPSDM Aparatur Perhubungan dan Sekretariat Badan Pengembangan SDM Perhubungan a. Pelatihan Prajabatan b. Pelatihan Struktural/Kepemimpinan c. Pelatihan Fungsional d. Pelatihan Teknis Manajerial Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

33 No Jumlah Peserta Uraian e. Pelatihan Lainnya f. Rintisan Gelar S2/S g. Pelatihan Pengembangan dan Peningkatan Kapasitas SDM Sumber : BPSDMP, Jumlah REALISASI KINERJA KEUANGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN Alokasi anggaran Kementerian Perhubungan selama tahun terus mengalami peningkatan. Namun dari alokasi anggaran yang ada, realisasi penyerapan anggaran masih relatif kecil. Berdasarkan evaluasi terhadap realisasi keuangan Kementerian Perhubungan pada tahun anggaran dapat diidentifikasi target dan capaian keuangan yang menunjukkan angka fluktuatif, dimana terjadi beberapa perubahan fluktuatif dari masingmasing direktorat. Secara lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini. No Tabel 1.10 Unit Kerja 1 Sekretariat Jenderal 2 Inspektorat Jenderal 3 Ditjen Perhubungan Darat 4 Ditjen Perkeretaapian 5 Ditjen Perhubungan Laut 6 Ditjen Perhubungan Udara 7 BPSDM Perhubungan 8 Badan Litbang Perhubungan Perkembangan Alokasi Anggaran Kementerian Perhubungan Tahun Pagu Alokasi Anggaran (Dalam Juta Rupiah) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,7 Jumlah , , , , ,2 Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

34 Dalam melaksanakan pembangunan sektor transportasi, tidak seluruh anggaran yang dialokasikan dapat terserap, yang berakibat hilangnya manfaat belanja. Rata rata penyerapan anggaran rendah di awal tahun, karena unit kerja berhati-hati ketika melakukan pengeluaran anggarannya, sehingga terkesan lambat dan tidak optimal dalam memanfaatkan waktu. Selain itu, adanya pemblokiran yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan juga mengakibatkan penundaan penyerapan anggaran, dimana hal ini menjadi bahan evaluasi oleh Kementerian Perhubungan. Besarnya prosentase penyerapan anggaran Kementerian Perhubungan Tahun seperti gambar berikut: Gambar 1.1 Prosentase Capaian Kinerja Keuangan Kementerian Perhubungan Menurut Unit Kerja Eselon I Tahun Fluktuasi realisasi capaian keuangan tahun tersebut menunjukkan bahwa terdapat beberapa target capaian keuangan yang masih di bawah 80% sampai dengan akhir tahun 2014, yaitu pada Unit Kerja Ditjen Perkeretaapian sebesar 53,26% dan Badan Litbang Perhubungan sebesar 79,34%. Sedangkan unit kerja yang melakukan penyerapan anggaran terbesar pada tahun 2014 adalah Ditjen Perhubungan Udara sebesar 91,14%. Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

35 1.2 POTENSI DAN PERMASALAHAN LINGKUNGAN STRATEGIS Lingkungan Strategis Global A. Transformasi Perekonomian Global Transformasi perekonomian global ditandai dengan adanya pergeseran pendulum perekonomian dunia (global shifting) ke Asia. Asian Development Bank 1 memproyeksi atas skema peralihan perekonomian dunia ke Asia, dimana pada tahun 2050 perekonomian Asia diproyeksikan akan bangkit mencapai 52% dari perekonomian dunia dan Indonesia bersama lima Negara Asia lainnya akan menyumbang sekitar 91% (China, India, Singapura, Thailand, Korea, dan Jepang) dari perekonomian Asia pada tahun Kebangkitan ekonomi Asia ini membawa dua konsekuensi bagi Indonesia. Di satu sisi akan terjadi persaingan yang sangat ketat di antara bangsa-bangsa di Asia untuk memperebutkan sumberdaya ekonomi. Di sisi lain membuka peluang yang sangat besar bagi Indonesia untuk segera tampil berada di barisan depan dari negara-negara maju dan modern Asia dengan proyeksi pendapatan per kapita jauh di atas USD Aspek ekonomi dalam mendukung transportasi nasional perlu menjadi perhatian terlebih sejarah Indonesia pernah mengalami krisis ekonomi yang menenggelamkan perekonomian nasional tahun Ekonomi mengalami kontraksi sampai dengan minus 14% dan mengakibatkan dampak yang sangat buruk bagi sektor-sektor ekonomi dan infrastruktur. Pada tahun 1999 sampai 2003 ekonomi mulai tumbuh positif walaupun lebih banyak ditopang oleh konsumsi dibanding investasi dan ekspor. Bahkan pada tahun 2003 ekonomi hampir sepenuhnya ditopang oleh konsumsi, baik konsumsi pemerintah maupun masyarakat. Sejak 2004 ekonomi terus tumbuh pada kisaran sekitar 5%-6,3%, juga kebanyakan masih ditopang oleh konsumsi dan investasi belanja barang dan modal pemerintah. Ekonomi menurun ke angka sekitar 4,5% di tahun akibat krisis global, namun meningkat kembali ke kisaran 6,3% sejak 2010 sampai semester pertama Di semester kedua 2013, ekonomi mengalami penurunan ke skala 5,5-5,9% akibat menurunnya nilai mata uang rupiah terhadap dolar (Rp per US dolar di penghujung tahun 2013) dan defisit transaksi berjalan. Perekonomian Indonesia menghadapi tantangan sejalan dengan menguatnya tekanan inflasi, melebarnya defisit neraca berjalan, dan depresiasi rupiah. Pertumbuhan produksi domestik bruto (PDB) turun menjadi 5,9% pada periode Januari-Juni. Pertumbuhan investasi melemah, sedangkan konsumsi swasta tetap kuat. Meskipun laju pertumbuhan ekonomi melambat, Indonesia tetap mampu menciptakan 1,2 juta lapangan pekerjaan baru, dan jumlah ini lebih banyak dari jumlah angkatan kerja baru. Inflasi melonjak menjadi 8,8% year-on-year Tahun 2014, setelah pemerintah menaikkan harga bahan bakar pada bulan Juni untuk mengurangi biaya subsidi. Harga beberapa bahan pokok juga meningkat, yang diakibatkan oleh pembatasan impor. Pasar ekspor yang lemah dan menurunnya harga komoditas ekspor memangkas nilai ekspor menjadi 5,2% pada tengah tahun pertama. Sebagai akibatnya, necara berjalan mengalami defisit sebesar $15,7 milyar, atau 3,5% dari PDB. 1 Asian Development Bank (ADB). Asian Development Outlook 2013 Update. Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

36 B. Daya Saing Global Adanya pergeseran perekonomian dunia membawa konsekuensi bagi adanya persaingan ketat dalam memperebutkan hegemoni ekonomi dunia, semua itu mengarah pada perlunya peningkatan daya saing Indonesia dalam kancah global. Sebagaimana diketahui bahwa World Economic Forum (WEF) dalam Global Competitiveness Report edisi , menempatkan Global Competitiveness Index (GCI) Indonesia pada peringkat 34 dunia dari 144 negara (di bawah Singapura, Malaysia, Brunei, Darussalam, dan Thailand) dengan skor 4,6 (skala 7). Salah satu penyebab belum maksimalnya daya saing Indonesia adalah kualitas infrastruktur, dimana WEF memberikan skor 4,2 (skala 7) di peringkat 72 dari 144 negara. Tabel 1.10 berikut memperlihatkan peringkat kualitas infrastruktur Indonesia, termasuk transportasi dari tahun 2010 sampai Dalam tabel terlihat bahwa Indonesia mengalami fluktuasi peringkat kualitas infrastruktur yang bersaing dengan negara lain. Pada tahun 2010 Indonesia berada pada peringkat 90 dari 139 negara, meningkat menjadi peringkat 82 dari 142 negara pada tahun 2011 dengan nilai 3,9 (skala 7). Sedangkan pada tahun 2012 hingga tahun 2014 kualitas infrastruktur Indonesia secara keseluruhan mengalami peningkatan, yaitu nilai 3,7 (skala 7) dengan peringkat ke-92 dari 144 negara di tahun 2012, menjadi nilai 4,0 (skala 7) dengan peringkat ke-82 dari 148 negara di tahun 2013, dan meningkat lagi pada tahun 2014 menjadi nilai 4,2 (skala 7) dengan peringkat ke-72 dari 144 negara. Tabel 1.11 Daya Saing Global Pada Infrastruktur Transportasi Indikator Infrastruktur Nilai Peringkat/ 139 negara Nilai Peringkat/ 142 negara Nilai Peringkat/ 144 negara Nilai Peringkat/ 148 negara Nilai Peringkat/ 144 negara Kualitas Infrastruktur NA 90 3,9 82 3,7 92 4,0 82 4,2 72 keseluruhan Kualitas Jalan NA 84 3,5 83 3,4 90 3,7 78 3,9 72 Kualitas Infrastruktur NA 56 3,1 52 3,2 51 3,5 44 3,7 41 Kereta Api Kualitas Infrastruktur NA 96 3, , ,9 89 4,0 77 Pelabuhan Kualitas Infrastruktur transportasi udara NA 69 4,4 80 4,2 89 4,5 68 4,5 64 Sumber : The Global Competitiveness Report, WEF Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

37 Gambar 1.2 Global Competitiveness Index Tahun Sumber : The Global Competitiveness Report, WEF Sepanjang tahun 2014 ini pun infrastruktur Indonesia masih tetap memegang posisi sebagai salah satu dari lima faktor besar yang menghambat investasi dan bisnis ekonomi. Mengingat infrastruktur masuk dalam salah satu pilar yang utama dalam peningkatan daya saing global, sehingga diperlukan perubahan besar dalam membangun infrastruktur Indonesia ke depan, khususnya dalam Renstra Kementerian Perhubungan C. Kerjasama Ekonomi Global dan Regional Pertimbangan terhadap lingkungan strategis global dalam hal ini dilakukan terkait dengan perkembangan ASEAN Free Trade Area (AFTA) yang merupakan wujud kesepakatan negaranegara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya. ASEAN Economic Community (AEC) merupakan salah satu bentuk Free Trade Area (FTA) dan berlokasi di kawasan Asia Tenggara. ASEAN Economic Community yang dibentuk dengan misi menjadikan perekonomian di ASEAN menjadi lebih baik serta mampu bersaing dengan negara-negara yang perekonomiannya lebih maju dibandingkan dengan kondisi negara ASEAN saat ini. Selain itu juga dengan terwujudnya ASEAN Economic Community, dapat menjadikan posisi ASEAN menjadi lebih strategis di kancah Internasional. Sebagai anggota WTO, Indonesia saat ini sudah menghadapi tekanan persaingan yang sedemikain ketat untuk berbagai jenis produk yang sudah dikurangi/ dihilangkan hambatan perdagangannya. Selanjutnya, APEC juga telah mensyaratkan bahwa di antara negara anggota pada tahun 2020 sudah tercipta pasar bebas. Dalam waktu dekat di akhir tahun 2015, seluruh anggota AEC (Asean Economi Community) akan memberlakukan liberalisasi perdagangan diantara negara ASEAN. Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

38 Lingkungan Strategis Nasional A. Kependudukan dan Urbanisasi Indonesia adalah negara besar dengan jumlah penduduk nomor 4 terbesar di dunia setelah China, India, dan Amerika Serikat dengan pertumbuhan sebesar 1,21% per tahun. Sementara itu proyeksi yang dilakukan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) memberikan fakta bahwa jumlah penduduk dunia sudah mencapai 7 miliar jiwa pada 31 Oktober 2011 dan akan mencapai 8 miliar jiwa pada pertengahan tahun 2024 (10 tahun mendatang). Pada akhir tahun 2013, penduduk Indonesia menurut versi PBB ini sudah mencapai 251,4 juta jiwa. Pertumbuhan penduduk Indonesia terus meningkat cukup signifikan dalam beberapa tahun belakangan ini, dua dekade setelah program keluarga berencana di Masa Orde Baru berhasil menekan pertumbuhan ini. Namun setelah Orde reformasi program tersebut mulai tidak efektif ditujukkan dengan angka pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi yaitu sekitar 1,21%, sejak tahun 2000-an. Proyeksi jumlah penduduk Indonesia sampai dengan tahun 2035 yang disusun BPS- Bappenas-UNFPA memperkirakan bahwa penduduk Indonesia tumbuh secara konsisten mencapai 271 juta di 2020, 285 juta di 2025, 297 juta di tahun 2030, dan 306 juta di tahun Implikasi dari jumlah penduduk yang makin membesar ini terhadap transportasi sangat luar biasa besar dan kompleks. Pergerakan antar pulau, antar provinsi, antar kabupaten, bahkan antar desa serta pergerakan antar wilayah menjadi beban besar bagi sistem dan jaringan transportasi yang saat ini sudah sangat jenuh dan rapuh menahan beban ekonomi yang ada. B. Kesenjangan Antar Wilayah Selama ini masih terjadi kesenjangan antara Kawasan Barat Indonesia dan Kawasan Timur Indonesia (KBI-KTI). Salah satu penyebabnya adalah karena wilayah di timur Indonesia masih sangat kurang akan pembangunan infrastruktur dan jaringan transportasi. Kawasan Barat Indonesia-Jawa, Sumatera, dan Bali telah menyumbang sekitar 82% dari PDB nasional sedangkan Kawasan Timur Indonesia yang sangat kaya akan sumber daya alam, laut, hutan, dan mineral, hanya menyumbang sekitar 18%. Pulau Jawa saja menyumbang sekitar 58,8% dari PDB nasional. Kesenjangan wilayah ini disebabkan antara lain (1) belum meratanya pembangunan infrastruktur di wilayah Timur, (2) tingkat pendidikan yang masih rendah dibandingkan dengan wilayah Barat, (3) rata-rata pendapatan perkapita yang masih rendah, (4) masih banyak wilayah-wilayah di Timur Indonesia yang belum tersedia fasilitas infrastruktur yang memadai; (5) belum memadainya peran infrastruktur dalam mengurangi kesenjangan wilayah Barat dan Timur, (6) belum optimalnya konektivitas baik di dalam koridor ekonomi utama maupun aksesibilitas ke wilayah terpencil, perbatasan, dan perdalaman; serta (7) belum meratanya distribusi pelayanan infrastruktur dasar di wilayah timur. C. Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) diatur dalam Undang-Undang No. 39 tahun 2009, dimana salah satu tujuannya untuk mempercepat pengembangan ekonomi di wilayah tertentu yang bersifat strategis bagi pengembangan ekonomi nasional dan untuk menjaga keseimbangan Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

39 kemajuan suatu daerah dalam kesatuan ekonomi nasional. Pada Pasal 13 Undang-undang ini menegaskan bahwa pembiayaan untuk pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur di dalam KEK dapat berasal dari pemerintah/pemerintah daerah, swasta, KPS, atau sumber pendanaan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Lingkungan Strategis Transportasi A. Transportasi dan Perdagangan Dunia (Global Sea Borne-Trade) Gambar 1.3 Distribusi Pergerakan Peti Kemas Dunia Arus perdagangan internasional dengan menggunakan peti kemas utamanya dipicu oleh arus perdagangan dari Amerika Serikat dan Eropa dan oleh permintaan impor berkelanjutan untuk bahan mentah di negara berkembang besar lainnya, terutama Cina dan India. Arus barang curah kering utamanya ditopang oleh pertumbuhan perdagangan bijih besi (6%), yang melayani permintaan impor yang kuat di China, yang membutuhkan sekitar dua pertiga dari volume perdagangan bijih Untuk jangka waktu yang sangat lama kedepan, perdagangan dunia melalui laut masih akan mendominasi pergerakan barang antar negara dan antar benua. Sementara itu, peningkatan perdagangan dunia melalui laut dari tahun 1980 sampai tahun 2012 dan tumbuh sebesar 4% dengan total volume menyentuh rekor 8,7 miliar ton. Ekspansi ini didorong oleh pertumbuhan yang cepat dalam volume dry cargo (5,6 %) yang digerakkan oleh peti kemas dan perdagangan besar, yang tumbuh sebesar 8,6 persen (dalam ton) dan 5,4 persen, masingmasing tahun 2011 dan Gambar 1.4 Distribusi Pergerakan Peti Kemas Indonesia (Pelindo I, 2012) besi global pada Volume perdagangan tanker (minyak mentah, produk minyak olahan, dan cair minyak bumi dan gas) tetap berada hampir rata, tumbuh dengan kurang dari 1 persen akibat turunnya volume minyak mentah. Bersama-sama, perdagangan produk minyak olahan dan gas tumbuh sebesar 5,1 persen, terutama karena ledakan terbaru di perdagangan gas alam cair (LNG). Kontribusi negara-negara berkembang (new emerging economies) terhadap perdagangan lewat laut dunia juga meningkat. Pada tahun 2011, total 60 persen dari volume perdagangan lewat laut dunia berasal dari negara-negara berkembang. Negara-negara berkembang sekarang pemain utama dunia baik sebagai eksportir dan importir, suatu pergeseran yang luar biasa dari pola sebelumnya. Transportasi Indonesia, khususnya pelabuhan dan akses transportasi darat ke pelabuhan, harus mengantisipasi berkembangnya perdagangan inter-nasional ini. Indonesia harus melakukan upaya besar untuk meningkatkan pangsa pasarnya dalam perdagangan global menggunakan peti kemas. Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

40 B. Transportasi Terkait Aksi Mitigasi Perubahan Iklim Pertimbangan lebih lanjut adalah pada pelaksanaan program lintas bidang perubahan iklim pada kurun RPJMN telah berhasil menyelesaikan: (i) Penyusunan Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN GRK) yang diterbitkan dalam bentuk Perpres No. 61/2011, dan diikuti dengan penyusunan dan penerbitan 33 Peraturan Gubenur tentang Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAD-GRK) dan Pelaksanaan Pemantauan Evaluasi dan Pelaporan (PEP) dari pelaksanaan RAN-GRK dan RAD-GRK; (ii) penyusunan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 15 Tahun 2013 tentang Pengukuran, Pelaporan dan Verifikasi Aksi Mitigasi Perubahan Iklim/Monitoring Reporting dan Verifikasi (MRV) dan pembentukan Sistem Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional (SIGN) Center untuk inventarisasi GRK sesuai Perpres No. 71/2011 tentang Inventarisasi GRK; (iii) Tersusunnya Rencana Aksi Adaptasi Perubahan Iklim (RANAPI). Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) merupakan tindak lanjut dari komitmen Indonesia dalam menghadapi permasalahan perubahan iklim yang disampaikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidatonya di depan para pemimpin negara pada pertemuan G- 20 di Pittsburgh, Amerika Serikat, 25 September Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan bahwa Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi GRK sebesar 26% pada tahun 2020 dari tingkat BAU dengan usaha sendiri dan mencapai 41% apabila mendapat dukungan internasional. Sesuai dengan hasil perhitungan dari Kementerian ESDM dan Kementerian Lingkungan Hidup dapat disampaikan bahwa sektor transportasi pada Tahun 2012 akan memberikan sumbangan sekitar 60%-70% emisi gas rumah kaca nasional. Hal ini artinya masalah transportasi menjadi salah satu komponen serius yang perlu ditangani ke depan, mengingat kontribusi transportasi cukup besar dalam memberikan pengaruh terhadap terjadinya masalah-masalah perubahan iklim global. C. Konektivitas Transportasi Nasional Peraturan Presiden No. 26 tahun 2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional memberi dasar hukum dan landasan substansi bagi Renstra Kemenhub untuk menindaklanjutinya dalam program strategis membangun konektivitas nasional ini. Cetak Biru Sistem Logistik Nasional (Sislognas) menggariskan tersedianya jaringan infrastruktur transportasi yang memadai dan handal dan beroperasi secara efisien sehingga terwujud konektivitas domestik (domestic connectivity) baik konektivitas lokal (local connectivity) maupun konektivitas nasional (national connectivity), dan konektivitas global (global connectivity) yang terintegrasi dengan transportasi laut sebagai tulang punggungnya. Perwujudan dari kebijakan tersebut adalah terbentuknya jaringan transportasi antar pulau dan nasional dengan membangun jaringan infrastruktur transportasi yang mengikat kuat interkoneksi antara pedesaan, kawasan-kawasan industri, perkotaan dan antar pulau, serta infrastruktur dan jaringan transportasi global yang menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi utama (national gate way) ke pelabuhan Hub internasional baik di wilayah barat Indonesia maupun wilayah timur Indonesia serta antara Pelabuhan Hub International di Indonesia dengan Hub Port International di berbagai negara yang tersebar pada lima benua. Sebagaimana diinginkan dalam agenda pembangunan nasional, seperti MP3EI (Perpres No. 32 Tahun 2011) dan Sislognas (Perpres No. 26 Tahun 2012) bahwa dalam 10 tahun ke depan diharapkan sudah terwujud konektivitas transportasi nasional yang efisien dan handal yang Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

41 menjangkau seluruh titik NKRI melalui terintegrasinya jaringan transportasi intermoda/multimoda. Penguatan konektivitas nasional menjadi salah satu bagian dari lingkungan strategis Kementerian Perhubungan dalam mewujudkan keseimbangan pembangunan antarwilayah yang didorong dengan adanya peningkatan kualitas infrastruktur pendukung konektivitas nasional dalam rangka meningkatkan kelancaran distribusi barang dan informasi. Keseimbangan pembangunan antarwilayah saat ini kondisinya belum memadai terutama di wilayah Indonesia bagian Timur yang berdampak pada tingginya biaya transportasi dan biaya logistik, sehingga mengurangi daya saing produk dan gerak ekonomi. Hal tersebut diakibatkan oleh belum memadainya jaringan infrastruktur transportasi yang terintegrasi dan menghubungkan lapisan wilayah serta masih terbatasnya infrastruktur broadband termasuk belum terhubungnya seluruh wilayah dalam jaringan backbone serat optik nasional terutama wilayah timur Indonesia. D. Biaya Logistik Nasional Pada Tahun 2014, World Bank merilis data bahwa LPI (Logistics Performance Index) Indonesia berada pada rangking 53 dunia, dengan skor 3,08. Sedangkan perkiraan total biaya logistik Indonesia masih sangat tinggi, yakni di atas 25% dari PDB, dengan komposisi 12,04% untuk biaya transportasi, 9,47% untuk biaya persediaan (inventory), dan 4,52% untuk biaya administrasi. Data tersebut menunjukkan bahwa biaya logistik di Indonesia masih relatif tinggi, bahkan jika dibandingkan beberapa negara tetangga seperti Singapura (8%), Malaysia (13%), dan Thailand (20%). Pengembangan moda transportasi sangat penting khususnya dalam upaya meningkatkan kinerja transportasi untuk meningkatkan nilai LPI Indonesia ke depan, serta usaha untuk memberikan nilai biaya logistik yang lebih rendah sebagai salah satu upaya memberikan jaminan kemudahan dalam sistem distribusi komoditas. E. Pengembangan Teknologi Transportasi Melalui ITS Tinjauan lingkungan strategis dalam kaitannya dengan aspek transportasi juga mempertimbangkan pada beberapa hal diantaranya Intelligent Transport System (ITS). Intelligent Transport System (ITS) atau Sistem Transportasi Cerdas adalah suatu sistem pengendalian lalu lintas yang dilakukan melalui teknologi informasi dimana pengumpulan data-data langsung dari lapangan selanjutnya diolah sedemikian rupa, sehingga hasil dari pengolahan yang dilakukan tersebut kemudian dikembalikan kepada pengguna jalan dalam bentuk informasi-informasi melalui papan informasi atau dalam bentuk digital map dan lain sebagainya. Pengembangan ITS di beberapa negara pada dasarnya adalah untuk mengurangi kemacetan lalu lintas dan memberikan kenyamanan dan keselamatan bagi pengguna jalan. Terdapat banyak teknologi dan konfigurasi sistem ITS. Oleh karena itu, pilihan terhadap teknologi jika akan menerapkan ITS harus dapat memenuhi beberapa hal, antara lain: dapat direncanakan dengan logis, dapat dilakukan integrasi sistem terbuka (open system), mempunyai karakteristik yang sesuai dengan kondisi lalu lintas maupun kondisi lingkungan, mempunyai tingkat kinerja yang sesuai dengan kebutuhan, mudah untuk dioperasikan dan dikelola, mudah untuk dilakukan perawatan, mudah untuk dikembangkan, dan sesuai dengan keinginan pengguna. Intelligent Transport System (ITS) adalah penerapan teknologi maju di bidang elektronika, komputer dan telekomunikasi untuk membuat prasarana dan sarana transportasi lebih informatif, lancar, aman dan nyaman sekaligus ramah lingkungan. Sistem ini mempunyai Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

42 tujuan dasar untuk membuat sistem transportasi yang mempunyai kecerdasan, sehingga dapat membantu pemakai transportasi dan pengguna transportasi untuk: Mendapatkan informasi; Mempermudah transaksi; Meningkatkan kapasitas prasarana dan sarana transportasi; Mengurangi kemacetan atau antrian; Meningkatkan keamanan dan kenyamanan; Mengurangi polusi lingkungan; Mengefisiensikan pengelolaan transportasi. Penerapan ITS telah dilakukan di negara-negara maju seperti: Amerika Serikat, Jepang, Kanada, Korea Selatan, dan sebagainya. Negara berkembang juga sudah mulai menerapkan ITS dalam skala terbatas, misalnya sistem pengumpulan tol secara elektronis dan sistem informasi lalu lintas. Contoh beberapa negara tetangga yang telah menggunakan sistem pengumpulan tol adalah Malaysia dan Filipina. Pengorganisasian ITS di negara-negara maju dilaksanakan secara bersama oleh pemerintah, kepolisian, operator transportasi, dan kalangan industri. Selain masalah kebijakan, industri-industri terkait juga turut mendukung dari segi riset dan pengembangan teknologi. Kalangan industri yang terkait antara lain industri otomotif, elektronika, komputer, telekomunikasi, penerbangan, perhubungan, dan jalan tol. Karena itu ITS menjadi primadona dan dianggap sebagai masa depan transportasi. F. Isu Gender dan Anak Berkebutuhan Khusus dalam Transportasi Penyusunan Renstra sebagai dasar untuk menyusun rencana pembangunan yang demokratis dan berkeadilan di bidang transportasi penting untuk mengintegrasikan aspek gender dan aspek sosial inklusif lainnya. Perencanaan pembangunan di bidang transportasi perlu mendorong terciptanya peran yang setara antara laki-laki dan perempuan dan kelompok masyarakat lain yang berkebutuhan khusus sehingga aspirasi, kebutuhan dan kepentingan mereka dalam bidang transportasi dapat terakomodir dengan baik. Penyediaan layanan dan sarana transportasi yang berperspektif gender juga berarti mempertimbangkan dan mengakomodir permasalahan orang-orang atau kelompok masyarakat yang berkebutuhan khusus. Termasuk dalam hal ini adalah kebijakan perlindungan dan layanan transportasi bagi lansia, penyandang cacat, perempuan khususnya perempuan hamil dan balita. Penyediaan layanan dan sarana tersebut mempertimbangkan beberapa aspek yaitu aspek aksesibilitas, kenyamanan, keselamatan, keamanan dan keterjangkauan. Aspek keamanan sering menjadi persoalan bagi perempuan, anak-anak, lansia bahkan penyandang cacat. Layanan dan sarana transportasi seyogyanya dapat diakses secara aman oleh mereka termasuk aman dari segala tindak kriminalitas dan kekerasan seksual. G. Angkutan Umum Massal Indonesia merupakan negara besar dengan berbagai kompleksitas permasalahan didalamnya, tak terkecuali masalah transportasi jalan. Infrastruktur dan sistem yang terbatas menimbulkan permasalahan-permasalan yang perlu ditangani secara serius. Berbagai permasalahan transportasi jalan saat ini, antara lain: 1. Tingginya tingkat penggunaan kendaraan pribadi mengakibatkan penggunaan ruang jalan tidak efektif dan efisien sehingga mengakibatkan kemacetan lalu lintas; 2. Belum memadainya kualitas pelayanan angkutan umum; Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

43 3. Peningkatan pencemaran udara sebagai akibat meluasnya kemacetan lalu lintas; 4. Rendahnya disiplin berlalu lintas. Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut, pemerintah telah membuat 5 Pilar Kebijakan, yaitu: 1. Peningkatan Peran Angkutan Umum (Prioritas); 2. Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas (MRLL); 3. Penurunan Polusi Udara dan Suara; 4. Transportastion Demand Management (TDM); 5. Pengembangan Non Motorized Transport (NMT). Sebagai salah satu bentuk dari implementasi 5 pilar tersebut adalah penerapan sistem Angkutan Umum Massal. Melihat kondisi Indonesia saat ini yang memiliki 11 kota metropolitan dan 15 kota besar serta berbagai kompleksitas permasalahan di dalamnya, dipandang perlu untuk mengiplementasikan sistem angkutan umum massal karena sistem ini merupakan sistem yang memprioritaskan angkutan umum sebagai alat transportasi utama serta integrasi dan konektivitas sebagai penunjang utamanya. Sistem ini juga dapat menekan angka jumlah kendaraan pribadi serta jumlah kejadian kecelakaan di jalan raya POTENSI DAN PERMASALAHAN TRANSPORTASI Potensi Sektor Transportasi 1. Indonesia merupakan salah satu pasar potensial dengan jumlah penduduk terbesar nomor 4 di dunia, dimana jumlah penduduk perkotaan semakin meningkat yang pada akhirnya menciptakan pertumbuhan permintaan transportasi (transport demand). Penduduk yang besar dengan daya beli yang terus meningkat adalah pasar yang potensial, sementara itu jumlah penduduk yang besar dengan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang terus membaik adalah potensi daya saing yang luar biasa. Potensi penduduk yang besar, serta sumberdaya yang besar memberikan pengaruh positif pada semakin meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi banyak dipengaruhi oleh semakin berkembangnya aktivitas perdagangan dan jasa, serta aktivitas komersial maupun industri yang membutuhkan jasa layanan transportasi. Lebih lanjut seiring dengan semakin meningkatnya pangsa pasar transportasi, maka pertumbuhan perjalanan akan linier dengan semakin meningkatnya pertumbuhan aktivitas transportasi ke depan dan akan memberikan pengaruh terhadap semakin meningkatnya aktivitas masyarakat. Aktivitas masyarakat tersebut dapat diwujudkan pada peningkatan aktivitas dalam distribusi komoditas dan distribusi penumpang. Hal ini tentunya juga akan memberikan dukungan pada peningkatan pendapatan nasional maupun regional. 2. Pengembangan antarmoda/multimoda yang terintegrasi didukung dengan konektivitas transportasi antara lain dengan pengembangan pelabuhan, bandar udara, terminalterminal bus AKDP/AKAP, angkutan feeder, angkutan SDP, angkutan kereta api, dan Bus Rapid Transit Transportasi multimoda berkaitan erat dengan Sistem Logistik Nasional (Perpres 26/2012) yang mensyaratkan konektivitas untuk mewujudkan konsep koridor ekonomi. Oleh karena itu, regulasi yang terkait dengan pengembangan transportasi multimoda Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

44 (PP Nomor 8 Tahun 2011 tentang Angkutan Multimoda, Permenhub Nomor KM 15/2010 tentang Cetak Biru Transportasi Antarmoda/Multimoda, Permenhub Nomor PM 8/2012 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Multimoda) perlu ditindaklanjuti dan dilaksanakan secara konsisten dalam kurun waktu 5 tahun kedepan. Cetak Biru Transportasi Antarmoda/Multimoda menetapkan 25 pelabuhan utama, 7 pelabuhan khusus untuk batubara dan CPO, 9 kota-kota besar, dan 183 wilayah belakang (hinterland) untuk logistik atau angkutan antarmoda/multimoda. Sedangkan Permenhub Nomor PM 8/2012 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Multimoda mengatur sisi bisnis dari transportasi sebagai penjelasan operasional dari PP 8/2011. Kebijakan yang digariskan dalam Permenhub Nomor KM 15/2010 dan juga Permenhub Nomor KP.414/2013 tentang Rencana Induk Pelabuhan Nasional (RIPN) mensyaratkan perlunya integrasi pelabuhan dengan akses jalan atau kereta api. Untuk itu, akses langsung jaringan jalan atau kereta api ke pelabuhan (terutama pelabuhan utama) harus diwujudkan dan dioperasionalkan. 3. Tersedianya jaringan prasarana KA yang dapat mendukung sistem logistik nasional serta angkutan penumpang massal perkotaan dan antar kota Potensi transportasi perkeretaapian dengan tersedianya prasarana kereta api (panjang jalan kereta api) sejumlah 4.861,10 m dan sarana kereta api berupa lokomotif sejumlah 486 unit, KRD/KRL sejumlah 920 unit, kereta sejumlah unit, serta gerbong sejumlah unit. Potensi pasar angkutan untuk kereta api sangatlah besar khususnya terkait dengan keunggulan angkutan KA dibandingkan moda lain seperti kapasitas angkut, ketepatan waktu, dan biaya angkut yang lebih murah. Angkutan kereta api mendukung pengembangan multimoda yang terintegrasi dengan pengembangan transportasi umum lainnya khususnya pada kawasan perkotaan dan antar kota, baik pelabuhan (transportasi laut), bandar udara (transportasi udara), serta terminal-terminal bus AKDP/AKAP, angkutan feeder, dan bus rapid transit (transportasi jalan). 4. Wilayah Indonesia sangat strategis karena dilewati oleh satu Sea Lane of Communication (SLoC) Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki wilayah dengan panjang mencapai km dan lebar mencapai km. Lokasi geografisnya juga sangat strategis (memiliki akses langsung ke pasarterbesar di dunia) karena Indonesia dilewati oleh satu Sea Lane of Communication (SLoC), yaitu Selat Malaka, dimana jalur ini menempati peringkat pertama dalam jalur pelayaran kontainer global. Lebih lanjut Indonesia memiliki akses langsung kepada 6 (enam) wilayah LME yang mempunyai potensi kelautan dan perikanan yang cukup besar. Melihat kondisi geografis dan demografis sebagaimana dikemukakan di atas, maka sistem transportasi Indonesia tidak dapat mengandalkan hanya satu jenis moda transportasi saja, melainkan membutuhkan sistem transportasi intermoda (darat, laut dan udara) maupun intramoda secara terintegrasi dalam pola transportasi multimoda. Pada saat ini, secara umum dapat dikatakan, bahwa sektor transportasi belum mampu menyatukan seluruh wilayah Indonesia dalam satu kesatuan pembangunan. Hal ini terlihat dari belum meratanya pembangunan di seluruh wilayah Indonesia. Tidak meratanya pembangunan di daerah-daerah ini berimplikasi pada ketahanan nasional yang juga belum merata. Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

45 5. Pelabuhan utama nasional yang beroperasi memiliki kemampuan pengelolaan angkutan barang untuk ekspor dan impor dalam volume yang besar Pelabuhan utama nasional yang beroperasi saat ini memiliki kemampuan pengelolaan angkutan barang untuk ekspor dan impor dengan sistem kontainer. Dari seluruh pelabuhan utama di Indonesia yang terbesar adalah Tanjung Priok. Peningkatan fasilitas pelabuhan dan manajemen kepelabuhan akan meningkatkan trend lalu lintas komoditas antar pulau dan antar wilayah. Pada tahun 2009, tercatat pelabuhan di seluruh Indonesia secara total menangani 968,4 juta ton muatan yang terdiri atas 560,4 juta ton muatan curah kering (hampir tiga perempatnya adalah batubara), 176,1 juta ton muatan curah cair (86 persennya adalah minyak tanah atau produk minyak tanah dan minyak kelapa sawit), 143,7 juta ton general cargo dan 88,2 muatan peti kemas. Sedangkan perdagangan luar negeri tercatat sebesar 543,4 juta ton atau 56 % dari total volume muatan yang ditangani melalui pelabuhan Indonesia pada tahun Muatan ekspor sebesar 442,5 juta ton atau lebih dari 80 % perdagangan luar negeri, sementara impor sebanyak 101,0 juta ton atau 20 % perdagangan luar negeri. Muatan ekspor lebih tinggi karena angkutan batubara jumlahnya sangat besar yaitu 278,6 juta ton pada tahun yang Pertumbuhan lalu lintas barang melalui pelabuhan Indonesia dalam kurun waktu 10 tahun dari tahun 1999 sampai dengan 2009 juga menunjukkan angka yang tinggi yaitu rata-rata 11,0 %. 6. Dilewati oleh 2 jalur penerbangan (Major Air Traffic Flow) Internasional Kenaikan volume angkutan udara dalam tahun belakangan ini terus mengalami peningkatan. Hal ini didorong oleh kemajuan e-commerce, perkembangan global supply chain, dan upaya untuk menurunkan biaya inventory yang mahal serta memperpendek order cycle time. Walaupun volume barang yang diangkut melalui angkutan udara ini masih relatif kecil, namun nilai barang yang diangkut terus meningkat dari tahun ke tahun, baik untuk pengiriman dalam negeri maupunluar negeri. Lebih lanjut potensi yang dimiliki oleh Indonesia saat ini adalah dilewatinya Indonesia oleh 2 jalur penerbangan (Major Air Traffic Flow) Internasional yang memberikan peluang dalam pengembangan pangsa pasar transportasi udara ke depan khususnya terkait dengan open sky tahun Permasalahan Transportasi Transportasi merupakan salah satu roda pendorong pertumbuhan ekonomi dan tulang punggung dari proses distribusi orang maupun barang serta berperan sebagai pembuka keterisolasian wilayah. Ketersediaan infrastruktur transportasi merupakan salah satu aspek dalam meningkatkan daya saing produk nasional sehingga harus didukung dengan sumber daya manusia yang profesional, tanggap terhadap perkembangan teknologi dan kondisi sosial masyarakat. Di masa mendatang Kementerian Perhubungan berupaya untuk dapat mengakomodasi kebutuhan masyarakat atas kualitas transportasi baik dari aspek keselamatan, keamanan, pelayanan dan ketersediaan kapasitas. Permasalahan transportasi yang dihadapi saat ini sangat beragam sehingga perlu dipengaruhi dari berbagai aspek untuk menyelesaikannya. Aspek-aspek tersebut diantaranya : A. Aspek Keselamatan dan Keamanan Transportasi 1. Belum optimalnya fungsi kelembagaan dalam peningkatan keselamatan transportasi secara terintegrasi; Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

46 Saat ini fungsi lembaga keselamatan moda transportasi ditangani oleh masing-masing unit kerja moda transportasi, padahal keselamatan transportasi saling berkaitan antar moda transportasi, dan juga terkait dengan unit K/L lain karena keselamatan transportasi bukan hanya menjadi tanggung jawab Kementerian Perhubungan. Termasuk pada tahap pencegahan kecelakaan maupun setelah terjadinya kecelakaan, misalnya pendataan kecelakaan yang terjadi. 2. Minimnya kesadaran dan peran serta masyarakat akan keselamatan dan keamanan transportasi; Keselamatan dan keamanan transportasi merupakan prinsip dasar dalam penyelenggaraan transportasi yang meliputi angkutan jalan, angkutan sungai, angkutan danau, angkutan penyeberangan, kereta api, pelayaran, dan penerbangan. Jumlah kejadian dan fatalitas kecelakaan lalu lintas jalan merupakan yang paling tinggi bila dibandingkan moda lainnya. Masih tingginya jumlah dan fatalitas kecelakaan ini akibat kurangnya disiplin pengguna jalan dan rendahnya tingkat kelaikan armada. Masih rendahnya kesadaran masyarakat terhadap keselamatan penerbangan yang terlihat dari masih diaktifkannya peralatan elektronik dan komunikasi serta masih terdapatnya barang-barang yang tidak diperbolehkan dibawa saat menggunakan jasa penerbangan. Masih ditemukannya masyarakat yang merusak fasilitas bandar udara antara lain fasilitas lampu pendaratan, pagar bandar udara akibat kurang sosialisai akan pentingnya peralatan bandar udara. Sedangkan tingkat kesadaran masyarakat dalam keselamatan pelayaran ditunjukan pada masih terdapatnya masyarakat yang merusak fasilitas navigasi pelayaran. Sedangkan kesadaran masyarakat akan pentingnya keselamatan perkeretaapian terlihat dari pemanfaatan jalur kereta api untuk berjualan dan mendirikan bangunan pada daerah larangan. 3. Belum optimalnya pengawasan dan penegakan hukum dalam pemenuhan standar keselamatan dan keamanan transportasi. Pengawasan terhadap pemenuhan standar keselamatan dan keamanan transportasi dianggap belum optimal banyak disebabkan karena keterbatasan personil dan lebih pada aspek keterbatasan kapasitas sumberdaya manusia. Apabila dilihat dari aspek penegakan hukum dalam pemenuhan standar keselamatan dan keamanan transportasi, saat ini masih tingginya tingkat toleransi aparatur dalam memberikan sanksi terhadap pelanggaran yang terjadi. Sebagai contoh pengguna alat elektronik di dalam pesawat tentunya perlu ditindak tegas sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, demikian juga pelaku pelanggaran terhadap lalu lintas di jalan, maupun pengguna jasa layanan transportasi laut, dan perkeretaapian. 4. Belum optimalnya pemenuhan standar keselamatan dan keamanan transportasi meliputi kecukupan dan kehandalan sarana prasarana keselamatan dan keamanan transportasi sesuai dengan perkembangan teknologi. Saat ini tingkat kecukupan dan kehandalan sarana dan prasarana keselamatan dan keamanan transportasi masih kurang, dimana masih terdapat daerah rawan kecelakaan yang belum dipasang pagar pengaman jalan, masih belum optimalnya tingkat kecukupan dan keandalan sarana bantu navigasi pelayaran, serta masih terdapatnya kinerja yang kurang pada peralatan navigasi udara. Hal ini menjadi permasalahan yang harus ditangani untuk meningkatkan keselamatan dan keamanan dalam penyelengaraan pelayanan transportasi yang ditujukan dalam rangka meningkatkan Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

47 rasa aman dan kenyamanan pengguna transportasi serta menurunkan jumlah dan tingkat kecelakaan transportasi yang meliputi transportasi jalan, kereta api, pelayaran, dan penerbangan dalam menuju target zero accident. 5. Minimnya kualitas dan kuantitas SDM Transportasi sesuai kompetensi standar keselamatan dan keamanan transportasi. Saat ini kualitas SDM pelaku transportasi masih rendah dan kualitas SDM yang ada belum sesuai dengan perkembangan teknologi transportasi. Untuk mengatasi permasalahan ini diperlukan peningkatan peran pemerintah dalam rangka pengembangan SDM Transportasi, pembangunan dan peningkatan sarana dan prasarana diklat serta pengembangan kualitas dan kuantitas tenaga pengajar serta pengembangan metode pembelajaran. 6. Tingginya tingkat fatalitas korban kecelakaan lalu lintas jalan Fatalitas korban kecelakaan khususnya pada lalu lintas jalan disebabkan oleh peningkatan pertumbuhan kendaraan setiap tahun. Hal ini memberikan pengaruh terhadap semakin meningkatnya kepadatan lalu lintas khususnya pada kawasan perkotaan. Dominasi pengguna sepeda motor di jalan menjadi salah satu bagian penyumbang permasalahan lalu lintas di ruas jalan khususnya kemacetan dan kesemerawutan lalu lintas jalan yang berdampak pada meningkatnya angka kecelakaan lalu lintas karena banyak diantaranya terjadi karena ketidaktertiban terhadap aturan maupun rambu, serta marka lalu lintas. Dominasi kecelakaan lalu lintas pada sepeda motor adalah paling tinggi jika dibandingkan dengan moda transportasi lainnya. 7. Belum terintegrasinya data kecelakaan yang dapat digunakan untuk peningkatan keselamatan jalan Data menjadi bagian penting dalam memberikan informasi dan menjadi bahan analisis kaitannya dengan pencegahan dan penanganan masalah keselamatan jalan. Namun ketersediaan data keselamatan jalan saat ini masih belum memberikan informasi yang komprehensif, serta belum menjadi bahan evaluasi maupun pertimbangan secara optimal dalam perencanaan dan pembangunan transportasi. Integrasi data kecelakaan dengan data-data sub sektor transportasi menjadi bagian penting didalam usaha meningkatkan keselamatan jalan. 8. Belum optimalnya penanganan perlintasan sebidang jalur KA dengan jalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan Dalam UU 23/2009 tentang Perkeretaapian mengatur bahwa perlintasan sebidang jalur KA tidak diizinkan. Namun pada kenyataannya telah terbangun jalur KA yang sebidang dengan jalan sebelum terbitnya UU tersebut, sehingga penanganan perlintasan sebidang sebagai jalur kereta api di beberapa wilayah menemui berbagai macam kendala, khususnya terkait dengan masalah pendanaan/penganggaran. Persilangan sebidang pada ruas jalan tidak hanya melewati ruas jalan nasional, melainkan juga melewati ruas jalan berstatus sebagai jalan provinsi, jalan kota maupun Kabupaten, sehingga pendanaan dalam penanganannya (misalnya pembangunan flyover/ underpass) menjadi kewenangan masing-masing wilayah sesuai dengan kewenangan ruas jalan tersebut. Namun perlu dipahami bahwa persilangan sebidang ruas jalan dengan jalur kereta api pada beberapa lokasi menimbulkan permasalahan signifikan Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

48 terkait dengan tundaan lalu lintas sampai dengan menimbulkan permasalahan kemacetan lalu lintas pada ruas jalan. B. Aspek Pelayanan 1. Belum optimalnya skema multi operator dalam penyelenggaraan transportasi Permasalahan mendasar yang dihadapi sektor transportasi selama ini terutama adalah masih kurang memadainya sarana dan prasarana transportasi jika dibandingkan dengan permintaan akan pelayanan jasa transportasi. Penyediaan, kepemilikan, pengoperasian dan pemeliharaan prasarana dan sarana transportasi selama ini masih didominasi oleh Pemerintah dan BUMN. Peran swasta dalam skema penyelenggaraan transportasi sampai saat ini masih perlu peningkatan, karena masih minimnya minat swasta sebagai operator dalam penyelenggaraan transportasi. Hal ini menyebabkan kurangnya kompetisi dalam penyediaan pelayanan transportasi oleh operator. 2. Kurang optimalnya pelaksanaan perlindungan lingkungan yang diakibatkan penyelenggaraan transportasi Kaitannya perlindungan lingkungan terhadap penyelenggaraan transportasi adalah peningkatan emisi gas buang kendaraan akibat pertumbuhan kendaraan bermotor, serta peningkatan volume limbah B3 dari sisa oli kendaraan. Perlindungan lingkungan terkait dengan penyelenggaraan transportasi saat ini dapat dikatakan belum optimal, mengingat peningkatan emisi gas buang kendaraan tidak diiringi dengan usaha mereduksi pengaruh emisi gas buang, misalnya melalui pengembangan Ruang Terbuka Hijau, mekanisme punishment untuk kendaraan yang tidak lolos uji emisi maupun penyediaan lokasi pengolahan limbah B3 yang dapat mengakomodir limbah pembuangan oli bekas tersebut. 3. Tingginya penggunaan bahan bakar minyak berbasis fosil dalam penyelenggaraan transportasi Masalah lain yang dihadapi sektor transportasi adalah besarnya jumlah penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) sebagai sumber energi transportasi. Data menunjukkan bahwa pada tahun 2004 hampir separuh (48 persen) konsumsi BBM nasional digunakan oleh sektor transportasi. Penggunaan BBM untuk pengoperasian kendaraan/angkutan saat ini menjadi beban berat bagi pemerintah. Dengan semakin menipisnya cadangan minyak bumi dan meningkatnya harga BBM di pasar dunia, penggunaan energi alternatif/bahan bakar non BBM yang ramah lingkungan untuk pengoperasian kendaraan/angkutan saat ini merupakan suatu keharusan. Selain mempunyai keuntungan ekonomis penggunaan energi alternatif non BBM juga dapat mengurangi dampak pencemaran lingkungan. Tingginya penggunaan bahan bakar minyak berbasis fosil memunculkan permasalahan lebih lanjut kaitannya dengan pencemaran lingkungan dari emisi gas buang kendaraan yang berkorelasi dengan masalah lingkungan. Pembakaran bahan bakar fosil juga menghasilkan pencemar lain, seperti nitrogen oksida, sulfur dioksida, senyawa organik berbau, dan logam berat. 4. Belum optimalnya pelayanan transportasi multimoda dan antarmoda yang terintegrasi Tidak bisa dipungkiri bahwa ongkos transportasi publik di Indonesia masih mahal, yang disebabkan oleh belum terwujudnya integrasi antar moda transportasi secara menyeluruh yang dapat mengefisienkan waktu, biaya, dan tenaga. Saat ini sudah Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

49 terdapat beberapa moda transportasi yang terkoneksi dengan moda lainnya, seperti Bus Damri yang menghubungkan antara Bandar Udara Soekarno Hatta dengan Stasiun Gambir, serta beberapa lokasi terminal bus di wilayah Jakarta, demikian juga dengan Bus Rapid Transit (BRT) yang dikembangkan di beberapa kota di Indonesia, sudah terkoneksi dengan Bandar Udara, Stasiun, maupun Terminal Bus Reguler. Konektivitas antar dan intermodal tersebut masih terkendala dengan belum terbentuknya sistem feeder dari bus-bus regular yang beroperasi pada ruas-ruas jalan, sehingga beberapa diantaranya masih tercampur. 5. Belum optimalnya pemenuhan standar pelayanan sarana dan prasarana transportasi Saat ini kondisi sarana dan prasarana transportasi masih banyak yang belum memenuhi standar pelayanan, yang tercermin dari kondisi kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana transportasi yang ada. Ekspektasi masyarakat terhadap pelayanan dan kondisi angkutan umum sebagai bagian dari pelayanan dasar (public service) tentu sangat maksimal, yaitu : aman (safety and secure), nyaman (bersih, tidak pengap, dan tidak berdesakan), tarif terjangkau (tarif yang pantas), tepat waktu (on schedule), bahkan door to door (sedikit mungkin pergantian moda angkutan), dan memiliki fasilitas penunjang yang memadai (misalnya jumlah toilet di simpul transportasi yang cukup). Namun, secara faktual kondisi pelayanan sarana dan prasarana transportasi masih belum memenuhi harapan masyarakat tersebut. 6. Belum optimalnya penyelenggaraan dan pelayanan angkutan keperintisan Keperintisan merupakan jalan pembuka terisolasinya suatu daerah untuk menghubungkan daerah satu dengan yang lain atau dari daerah minus ke daerah maju maupun berkembang. Guna menjaga kesinambungan pelayanan keperintisan, maka perlu adanya pengaturan sarana dan cadangannya apabila terjadi kerusakan atau pelaksanaan pemeliharaan tahunan. Permasalahan penyelenggaraan angkutan perintis yang paling menonjol adalah waktu pelayanan. Untuk transportasi laut, lama pelayaran (round voyage) kapal perintis berkisar 10 sampai dengan 22 hari karena keterbatasan jumlah sarana angkutan laut perintis. Pelayanan keperintisan udara juga memiliki permasalahan yang sama, dimana pelayanan flight perintis tidak tersedia setiap hari, bahkan ada beberapa flight perintis yang akhirnya ditiadakan karena tidak ada maskapai yang melayani. Hal tersebut disebabkan karena keterbatasan sarana yang dimiliki oleh operator dalam penyelenggaraan pelayanan keperintisan. 7. Rendahnya tingkat pelayanan angkutan umum perkotaan dan tingginya penggunaan kendaraan pribadi Tingginya penggunaan kendaraan pribadi sebagai bagian dari dampak peningkatan pertumbuhan penduduk, serta belum optimalnya penyediaan sarana transportasi dalam melayani kebutuhan penduduk. Kebutuhan masyarakat akan moda transportasi yang cukup, aman, nyaman, dan handal masih belum terpenuhi sehingga masih memilih untuk menggunakan kendaraan pribadi. Selain lebih aman dan nyaman, menggunakan kendaraan pribadi dianggap dapat menempuh perjalanan lebih cepat dibandingkan menggunakan angkutan umum. Pertumbuhan kendaraan pribadi juga menimbulkan kerentanan kaitannya dengan keamanan dan keselamatan transportasi, salah satunya sepeda motor yang menjadi bagian moda transportasi pribadi dengan pelayanan nyaman, fleksibel, cepat, namun dari aspek keselamatan cukup rendah. Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

50 8. Pengaturan slot time penerbangan yang masih menumpuk pada jam-jam sibuk di bandara tertentu. Kondisi pengalokasian slot time penerbangan di Indonesia sangat berbeda dengan kondisi dari negara lain yang telah melakukan koordinasi slot time dengan baik. Di beberapa negara di dunia, slot time di suatu bandar udara telah tersebar merata dan tidak hanya menumpuk pada jam-jam sibuk pada rute-rute tertentu. Slot time penerbangan di Indonesia belum teratur dan terencana dengan baik karena belum berjalannya market intelegent yang sudah seharusnya dilakukan oleh operator penerbangan nasional yang bertujuan untuk mengukur keberlangsungan rute-rute penerbangan baik yang baru akan masuk ke dalam airline business plan maupun yang telah dioperasikan oleh operator penerbangan tersebut. Permasalahan utama yang terjadi pada pengalokasian slot time penerbangan di Indonesia dapat disebabkan terlebih dahulu oleh permasalahan yang terjadi pada komponen yang berkaitan dengan slot time di bandar udara, diantaranya adalah: i) Airside, yaitu terbatasnya kapasitas runway, taxiway dan apron/parking stand; ii) Landside, yaitu terbatasnya kapasitas terminal khususnya pada check-in counter, ruang tunggu penumpang, conveyer belt serta pengaturan ruang Imigrasi, Bea Cukai, Badan Karantina Hewan dan Tumbuhan dan Kantor Kesehatan Pelabuhan (bandar udara); iii) Operator penerbangan, yaitu yang berkaitan dengan pengajuan slot time pada jam-jam sibuk dan slot time di luar jam operasi bandar udara; iv) Tenaga kerja, yaitu permasalahan pada keterbatasan jumlah Petugas Pemandu Lalu Lintas Udara atau Air Traffic Controller dan Petugas Pengawas Pergerakan Lalu Lintas di area Apron atau Apron Movement Controller; dan v) Sistem, yaitu yang menyangkut pengaturan ruang udara atau Air Traffic Flow Management, Central Operating Terminal dan Coordinated Airport System serta proses penerbitan rekomendasi slot time yang belum terkoordinasi baik oleh petugas di bandar udara pada masing-masing unit. 9. Terbatasnya kualitas, kuantitas, standar kompetensi SDM Transportasi dan tenaga pendidik transportasi Meningkatnya pembangunan infrastruktur transportasi menimbulkan konsekuensi akan pemenuhan sumber daya manusia transportasi yang berdaya saing. Pemenuhan akan sumber daya manusia transportasi (regulator dan operator) yang berdaya saing menemui beberapa hambatan antara lain adalah kurangnya standar kompetensi SDM transportasi, terbatasnya ketersediaan kesempatan sekolah dan diklat transportasi, keterbatasan sarana dan prasarana serta kurangnya tenaga pendidik transportasi. Selain itu, perkembangan teknologi yang cepat dalam penyelenggaraan transportasi menyebabkan sumber daya manusia transportasi perlu ditingkatkan agar tetap memiliki daya saing. 10. Masih rendahnya tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan masih kurangnya kualitas dan kuantitas tenaga auditor internal serta belum menggunakan teknologi informasi secara optimal; Terkait dengan rendahnya tindak lanjut hasil audit lebih banyak disebabkan karena permasalahan sumberdaya manusia, serta komplektisitas kasus yang terjadi. Kuantitas dan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang belum sesuai kebutuhan, kompetensi tenaga auditor yang belum merata, Standar Operating Procedure (SOP) kegiatan internal belum tersusun dengan baik, Sistem Informasi Pengawasan (SIP) yang belum Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

51 dimanfaatkan secara maksimal, dan kurangnya kesadaran objek audit untuk menindaklanjuti hasil audit menjadi beberapa permasalahan terkait dengan sumberdaya manusia tenaga auditor internal. Dalam kaitannya dengan hal tersebut tindaklanjut rekomendasi hasil audit perlu mendapatkan perhatian serius, mengingat hal tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja dan reformasi birokrasi. 11. Terbatasnya kualitas dan kuantitas SDM Peneliti sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan, dan belum optimalnya kolaborasi penelitian dengan universitas dan lembaga penelitian dalam pengembangan riset transportasi serta ujicoba sektor transportasi; Dari sisi sumber daya manusia (SDM) kecenderungan formasi rekrutmen SDM yang ditetapkan untuk Badan Litbang Perhubungan masih dalam jumlah yang sangat terbatas, sedangkan jumlah SDM Badan Litbang Perhubungan selama lima tahun terakhir mengalami stagnasi yang akan berakibat fatal pada keberlanjutan Badan Litbang Perhubungan kedepan apabila tidak ada rekrutmen pegawai baru khususnya untuk tenaga peneliti akan berakibat pada terbatasnya pelaksanaan kegiatan penelitian yang dilakukan oleh Badan Litbang Perhubungan. Dari komposisi jenjang peneliti di tahun 2014, tercatat peneliti pertama mendominasi sebesar 40%, selanjutnya peneliti madya 34%, peneliti muda 24% dan peneliti utama 2%. Kondisi ini berbanding lurus dengan tingkat pendidikan Sarjana/S1 yang mendominasi SDM Badan Litbang Perhubungan, yakni sebesar 37%. Sementara itu untuk tingkat pendidikan Magister/S2 sebanyak 32% dan tingkat pendidikan Doktoral/S3 sebesar 4%. Tingkat pendidikan S1 dan jenjang peneliti pertama yang mendominasi cukup menunjukkan kondisi sumber daya manusia Badan Litbang Perhubungan saat ini masih membutuhkan dukungan peningkatan kompetensi secara sistematis yang besar. Lebih lanjut terkait dengan kolaborasi penelitian dengan universitas dan lembaga penelitian dalam pengembangan riset transportasi serta uji coba sektor transportasi masih belum optimal. Dalam hal ini optimalisasi pada prinsipnya akan mampu memberikan pengaruh positif terhadap pengembangan konsep, strategi, serta perumusan perencanaan, dan kebijakan pembangunan transportasi ke depan. 12. Belum optimalnya pelaksanaan reformasi birokrasi di lingkungan Kementerian Perhubungan Reformasi birokrasi menjadi grand design nasional yang ingin dicapai dari tahun Agenda nasional ini tertuang di dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2010 yang diterjemahkan oleh Kementerian Perhubungan ke dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 38 Tahun 2011 tentang roadmap reformasi birokrasi di lingkungan kementerian perhubungan. Upaya ini dilakukan untuk mendukung tata kelola yang baik (good governance). Belum optimalnya pelaksanaan reformasi birokrasi di lingkungan Kementerian Perhubungan tentunya lebih pada kinerja organisasi, tata laksana, peraturan perundang-undangan, sumberdaya manusia aparatur, sistem pengawasan, akuntabilitas, kualitas pelayanan publik, serta mindset maupun cultural set aparatur. Permasalahan tersebut tentunya Upaya mewujudkan optimalisasi reformasi birokrasi diarahkan pada upaya mewujudkan organisasi yang : i) tepat fungsi dan tepat ukuran, ii) sistem, proses dan prosedur kerja Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

52 yang jelas, efektif, efisien, terukur dan sesuai prinsip-prinsip good governance, iii) regulasi yang lebih tertib, tidak tumpang tindih dan kondusif, iv) SDM aparatur yang berintegritas, netral, kompeten, capable, profesional, berkinerja tinggi dan sejahtera, v) meningkatnya penyelenggaraan pemerintahan yang bebas KKN, vi) meningkatnya kapasitas dan kapabilitas kinerja birokrasi, vii) pelayanan prima sesuai kebutuhan dan harapan masyarakat, serta viii) birokrasi dengan integritas dan kinerja yang tinggi. C. Aspek Kapasitas Transportasi 1. Kurangnya tingkat kesesuaian, kecukupan dan keandalan sarana dan prasarana transportasi Kurangnya tingkat kesesuaian, kecukupan dan keandalan sarana dan prasarana transportasi dalam hal ini sangat terkait dengan upaya pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana transportasi. Keterbatasan dalam penyediaan sarana transportasi menyebabkan masyarakat beralih menggunakan kendaraan pribadi, sedangkan keterbatasan dalam penyediaan prasarana transportasi menyebabkan wilayah akan sulit diakses, sehingga menyebabkan sistem distribusi barang dan penumpang menjadi terhambat. Kurangnya tingkat kesesuaian, kecukupan dan keandalan sarana dan prasarana transportasi banyak direpresentasikan tidak hanya pada aspek kuantitas, melainkan juga terkait dengan kualitas (kemudahan, keamanan, serta kenyamanan) dalam menggunakan sarana dan prasarana transportasi. 2. Belum memadainya ketersediaan fasilitas penunjang dalam optimalisasi pemanfaatan sarana dan prasarana transportasi Belum memadainya ketersediaan fasilitas penunjang dalam optimalisasi pemanfaatan sarana dan prasarana transportasi, seperti pengembangan transfer point (transfer moda), lokasi park and ride, maupun terminal dan stasiun feeder akan memberikan pengaruh terhadap peningkatan kinerja transportasi. Fasilitas penunjang akan membantu pengguna dalam memberikan kenyamanan dan kemudahan pemanfaatan sarana dan prasarana transportasi. Selain itu, fasilitas penunjang seperti jalan akses pada simpul transportasi masih ada beberapa yang belum terbangun, sehingga memerlukan koordinasi dengan pemerintah daerah maupun Kementerian PU. 3. Belum optimalnya pemanfaatan teknologi dalam penyelenggaraan bidang perhubungan Teknologi bidang transportasi pada prinsipnya memberikan dampak signifikan terhadap penataan dan pengaturan sistem transportasi di Indonesia. Beberapa konsep pengembangan teknologi melalui Intelligent Transport System (ITS) akan memberikan kemudahan dalam manajemen transportasi. Namun kendala yang dihadapi saat ini bahwa permasalahan transportasi di Indonesia tidak serta merta karena masalah teknologi, melainkan lebih pada masalah sosial dan ekonomi. 4. Masih rendahnya minat swasta dalam penyediaan infrastruktur transportasi Masih rendahnya minat swasta dalam penyediaan infrastruktur transportasi dipengaruhi oleh faktor komitmen pemerintah dalam memberikan road map, penataan transportasi, serta kepastian investasi yang akan dilakukan oleh swasta dan pertimbangan ekonomi. Pola pengembangan Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) terkait dengan prosedur dan komitmen pembangunan maupun sharing sampai saat ini Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

53 masih memerlukan perbaikan terkait dengan usaha mewujudkan kemudahan prosedur KPS dan kemudahan dalam berinvestasi di Indonesia. Di dalam kerangka perencanaan pembangunan nasional yang tertuang di RPJMN Tahun Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) atau Public Private Partnership (PPP) menjadi salah satu alternatif dalam pembiayaan infrastruktur yang melibatkan peran badan usaha. Permasalahan dalam penyediaan infrastruktur melalui skema KPS atau PPP adalah (1) Masih kurangnya informasi mengenai proyek baik dari sisi detail teknis maupun informasi keuangan serta analisis terhadap berbagai macam risiko dan jaminan pemerintah untuk pengelolaan resiko tersebut; (2) Masih sulitnya penerapan peraturan terkait dengan KPS oleh para Penanggung Jawab Proyek Kerja sama (PJPK); (3) Masalah pengadaan lahan yang terkadang belum terlihat di awal pengusulan proyek; (4) Kapasitas aparatur dan kelembagaan dalam melaksanakan KPS masih belum sesuai kebutuhan; (5) Belum optimalnya dokumen perencanaan proyek KPS bidang infrastruktur mengakibatkan pilihan strategi pelaksanaan proyek yang kurang memihak pada KPS sehingga proyek infrastruktur yang menarik bagi pihak swasta dilaksanakan melalui pembiayaan APBN/APBD, sedangkan proyek infrastruktur yang tidak menarik justru ditawarkan kepada pihak swasta. 5. Masih minimnya peralihan transportasi barang yang selama ini didominasi moda jalan Pemilihan moda jalan banyak dipilih oleh perusahaan jasa pengiriman ekspedisi dikarenakan beberapa kelebihannya, salah satunya adalah tidak terikat oleh waktu dimana pengiriman dapat dilakukan kapan saja apabila kuota pengiriman telah tercapai. Namun tingginya beban jalan pada akhirnya akan menimbulkan kerusakan jalan, kemacetan, serta dampak lain seperti meningkatnya polusi udara, inefisiensi penggunaan BBM dan meningkatnya resiko terjadinya kecelakaan lalu lintas. Masih minimnya peralihan moda transportasi barang yang didominasi moda jalan menjadikan peran transportasi lainnya kurang optimal. Khususnya transportasi laut dan udara. Transportasi laut dan udara lebih banyak mendominasi pengangkutan komoditas/barang pada wilayah lain di luar Pulau Jawa atau wilayah terpencil. Namun optimalisasi pola pengangkutan dalam mewujudkan konektivitas nasional belum terwujud dengan baik, sehingga optimalisasi pengembangan angkutan non darat sangat dibutuhkan ke depan khususnya dalam sistem distribusi barang dan komoditas. 6. Belum optimalnya dukungan hasil penelitian untuk menunjang kebutuhan sektor transportasi Peningkatan kinerja penelitian/pengkajian transportasi membutuhkan peran aktif dari setiap sub-sektor khususnya untuk merumuskan kebutuhan penelitian/pengkajian sehingga hasil penelitian/kajian memiliki nilai pemanfaatan yang tinggi. Namun dalam pelaksanaannya hasil penelitian yang dilakukan belum optimal untuk menunjang kebutuhan sektor transportasi, yang disebabkan banyak kegiatan penelitian/kajian masih bersifat sektoral dan belum memberikan nuansa lintas sektor. Hal ini menyebabkan penanganan permasalahan transportasi yang pada prinsipnya membutuhkan keterlibatan lintas sektor untuk mewujudkan peran transportasi yang maju, handal, dan produktif menjadi kurang optimal. Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

54 7. Angkutan Barang/Logistik masih didominasi moda jalan Angkutan barang (logistik) di Indonesia masih didominasi oleh angkutan jalan. Kondisi tersebut mengakibatkan sering terjadi kecelakaan lalu lintas dan meningkatnya kerusakan jalan. Selain itu, terlalu banyaknya angkutan barang melalui transportasi jalan tidak hanya menimbulkan kerugian ekonomi tetapi juga tidak ramah lingkungan akibat kemacetan dan yang dapat meningkatkan emisi gas buang. Hingga saat ini, sekitar 80% pergerakan transportasi di Pulau Jawa masih didominasi oleh transportasi jalan. Para pelaku usaha lebih memilih penggunaan truk daripada kereta api karena alasan handling, jadwal, aksesibilitas, dan sebagainya. Pengurangan beban jalan dapat dialihkan dan diseimbangkan dengan moda transportasi lainnya seperti kereta api dan transportasi laut yang memiliki kapasitas daya angkut lebih besar dan waktu perjalanan yang relatif cepat, bebas pungutan liar dan keamanan serta keselamatan barang lebih terjaga. Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

55 Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

56 BAB 2. VISI DAN MISI PRESIDEN, SERTA SASARAN 2.1 VISI DAN MISI PRESIDEN Presiden Joko Widodo menetapkan Visi dan Misi pembangunan Tahun yang secara politik menjadi bagian dari tujuan tercapainya masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Adapun visi pembangunan Tahun adalah : Terwujudnya Indonesia Yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong Sedangkan upaya untuk mewujudkan visi tersebut adalah melalui 7 Misi Pembangunan, yaitu: 1. Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim, dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan; 2. Mewujudkan masyarakat maju, berkeseimbangan dan demokratis berlandaskan negara hukum; 3. Mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim; 4. Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera; 5. Mewujudkan bangsa yang berdaya-saing; 6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional; 7. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan. 2.2 AGENDA PRIORITAS PEMBANGUNAN (NAWA CITA) Agenda prioritas pembangunan ini dimaksudkan untuk menunjukkan prioritas program pembangunan perubahan menuju Indonesia yang berdaulat secara politik, serta mandiri dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan. Adapun kesembilan agenda prioritas pembangunan yaitu: Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

57 1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara; 2. Membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya; 3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan; 4. Memperkuat kehadiran negara dalam melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya; 5. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia; 6. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional; 7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakan sektor-sektor strategis ekonomi domestik; 8. Melakukan revolusi karakter bangsa; 9. Memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia. 2.3 SASARAN PEMBANGUNAN NASIONAL Dalam rangka mewujudkan Visi dan Misi Presiden maka visi dan misi tersebut dijabarkan menjadi sasaran pembangunan nasional beserta indikator sektor transportasi yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun , sebagaimana pada tabel berikut ini. Tabel 2.1 Sasaran dan Indikator RPJMN Tahun NO SASARAN INDIKATOR Penguatan Konektivitas Nasional untuk Mencapai Keseimbangan Pembangunan 1. Meningkatnya kapasitas sarana dan prasarana transportasi dan keterpaduan sistem transportasi multimoda dan antarmoda untuk mengurangi backlog maupun bottleneck kapasitas prasarana transportasi dan sarana transportasi antarmoda dan antarpulau sesuai dengan sistem transportasi nasional dan cetak biru transportasi multimoda a) Menurunnya waktu tempuh rata-rata per koridor untuk koridor utama dari 2,6 jam per 100 km menjadi 2,2 jam per 100 km pada lintas-lintas utama; b) Meningkatnya jumlah penumpang yang diangkut maskapai penerbangan nasional dengan membangun 15 bandara baru; c) Pengembangan 9 bandara untuk pelayanan kargo udara; d) Peningkatan On-time Performance Penerbangan menjadi 95%; e) Modernisasi sistem pelayanan navigasi penerbangan dan pelayaran; Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

58 NO SASARAN INDIKATOR f) Meningkatnya kapasitas 24 pelabuhan untuk mendukung tol laut yang terdiri 5 pelabuhan hub dan 19 pelabuhan feeder; g) Pembangunan dan pengembangan 163 Pelabuhan non komersial sebagai sub feeder tol laut; h) Dwelling time pelabuhan; i) Pembangunan 50 kapal perintis dan terlayaninya 193 lintas angkutan laut perintis; j) Meningkatnya jumlah barang dan penumpang yang dapat diangkut oleh kereta api melalui pembangunan jalur KA minimal sepanjang kilometer; k) Terhubungkannya seluruh lintas penyeberangan sabuk Utara, Tengah, dan Selatan serta poros poros penghubungnya melalui pembangunan/ pengembangan 65 pelabuhan penyeberangan dan pengadaan 50 unit kapal penyeberangan; l) Meningkatnya peran angkutan sungai dan danau melalui pembangunan dermaga sungai dan danau di 120 lokasi. 2. Meningkatnya kinerja pelayanan dan industri transportasi nasional untuk mendukung konektivitas nasional, Sistem Logistik Nasional (Sislognas) dan konektivitas global a) Meningkatnya pangsa pasar yang diangkut armada pelayaran niaga nasional melalui penguatan regulasi hingga 20% dan memberikan kemudahan swasta dalam penyediaan armada kapal; b) Meningkatnya jumlah armada pelayaran niaga nasional yang berumur <25 tahun hingga 50% serta meningkatnya peran armada pelayaran rakyat; c) Terselenggaranya pelayanan Short Sea Shipping yang terintegrasi dengan moda lainnya; d) Meningkatnya peran serta sektor swasta dalam pembangunan transportasi melalui KPS atau investasi langsung; e) Terpisahkannya fungsi operator dan regulator serta pemberdayaan dan peningkatan daya saing BUMN transportasi; Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

59 NO SASARAN INDIKATOR 3. Meningkatnya tingkat keselamatan dan keamanan penyelenggaraan pelayanan transportasi 4. Menurunnya emisi gas rumah kaca (RAN-GRK) di sektor transportasi 5. Tersedianya layanan transportasi serta komunikasi dan informatika di perdesaan, perbatasan negara, pulau terluar, dan wilayah non komersial lainnya Pembangunan Transportasi Umum Massal Perkotaan 6. Meningkatnya pelayanan angkutan umum massal perkotaan f) Meningkatnya SDM transportasi yang bersertifikat menjadi 2 kali lipat dibandingkan kondisi baseline; g) Terhubungkannya konektivitas nasional dengan konektivitas global melalui penyelenggaraan pelayanan transportasi lintas batas negara; h) Termanfaatkannya hasil industri transportasi nasional. a) Menurunnya angka fatalitas korban kecelakaan transportasi jalan hingga 50 persen dari kondisi baseline; b) Menurunnya rasio kecelakaan transportasi udara pada AOC 121 dan AOC 135 menjadi kurang dari 3 kejadian/1 juta flight cycle; c) Menurunnya jumlah kejadian kecelakaan transportasi laut menjadi kurang dari 50 kejadian/tahun; d) Menurunnya rasio angka kecelakaan kereta api dari 0,025 kecelakaan per 1 juta-km perjalanan kereta api; e) Tersedianya informasi dan sistem data tingkat keselamatan infrastruktur jalan nasional dan provinsi yang mutakhir setiap tahunnya. Menurunnya emisi gas rumah kaca (RAN- GRK) sebesar 2,982 juta ton CO2e untuk subsektor transportasi darat, 15,945 juta ton CO2e untuk subsektor transportasi udara, dan 1,127 juta ton CO2e untuk subsektor transportasi perkeretaapian hingga tahun 2020 melalui penyediaan sarana dan prasarana transportasi yang ramah lingkungan dan responsif terhadap perubahan iklim/cuaca ekstrim. a) Meningkatnya sistem jaringan dan pelayanan transportasi perdesaan; b) Terselenggaranya pelayanan transportasi perintis secara terpadu. a) Modal share (pangsa pasar) angkutan umum perkotaan di kota megapolitan/ metropolitan/besar minimal 32 %; Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

60 NO SASARAN INDIKATOR b) Jumlah kota yang menerapkan sistem angkutan massal berbasis jalan dan/atau kereta api minimal 34 kota. 7. Meningkatkan kinerja lalu lintas jalan Perkotaan 8. Meningkatkan aplikasi teknologi informasi dan skema sistem manajemen transportasi Perkotaan Meningkatnya kecepatan lalu lintas jalan nasional di kota-kota metropolitan/besar menjadi minimal 20 km/jam. a) Penerapan pengaturan persimpangan dengan menggunakan teknologi informasi (ATCS) di seluruh ibukota propinsi; b) Penerapan ATCS di kota yang telah menerapkan system angkutan massal perkotaan berbasis bus (BRT) dan kota sedang/besar yang berada di jalur logistik nasional, serta Automatic Train Protection (ATP) pada jaringan kereta api perkotaan; c) Penerapan skema pembatasan lalu lintas di kota-kota besar/metropolitan. 2.4 SASARAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN Sesuai rumusan sasaran nasional pembangunan sektor transportasi dalam RPJMN Tahun dan memperhatikan permasalahan dan capaian pembangunan tahun , maka sasaran pembangunan transportasi dalam Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun dijabarkan dalam 3 aspek yaitu (i) keselamatan dan keamanan, (ii) pelayanan transportasi, dan (iii) kapasitas transportasi sesuai tugas dan tupoksi Kementerian Perhubungan untuk mewujudkan transportasi yang handal, berdaya saing dan memberikan nilai tambah. - Handal diindikasikan oleh tersedianya layanan transportasi yang aman, selamat, nyaman, tepat waktu, terpelihara, mencukupi kebutuhan, dan secara terpadu mampu mengkoneksikan seluruh pelosok tanah air; - Berdaya Saing diindikasikan oleh tersedianya layanan transportasi yang efisien, terjangkau, dan kompetitif, yang dilayani oleh penyedia jasa dan SDM yang berdaya saing internasional, profesional, mandiri, dan produktif; - Nilai tambah diindikasikan oleh penyelenggaraan perhubungan yang mampu mendorong perwujudan kedaulatan, keamanan dan ketahanan nasional (national security dan sovereignty) di segala bidang (ideologi, politik, ekonomi, lingkungan, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan) secara berkesinambungan dan berkelanjutan (sustainable development). Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

61 Adapun sasaran pembangunan infrastruktur transportasi Tahun , dapat diuraikan sebagai berikut : A. Keselamatan dan Keamanan Transportasi Aspek keselamatan dan keamanan transportasi, meliputi : 1. Menurunnya angka kecelakaan transportasi; 2. Menurunnya jumlah gangguan keamanan dalam penyelenggaraan transportasi; B. Pelayanan Transportasi Aspek pelayanan transportasi, meliputi : 1. Meningkatnya kinerja pelayanan sarana dan prasarana transportasi; 2. Terpenuhinya SDM transportasi dalam jumlah & kompetensi sesuai dengan kebutuhan; 3. Meningkatnya kualitas penelitian sesuai dengan kebutuhan; 4. Meningkatnya kinerja capaian Kementerian Perhubungan dalam mewujudkan good governance; 5. Meningkatnya penetapan regulasi dalam implementasi kebijakan bidang perhubungan; 6. Menurunnya emisi gas rumah kaca (GRK) dan meningkatnya penerapan teknologi ramah lingkungan pada sektor transportasi; 7. Meningkatnya kualitas kinerja pengawasan dalam mewujudkan clean governance; C. Kapasitas Transportasi Aspek kapasitas transportasi, meliputi : 1. Meningkatnya kapasitas sarana dan prasarana transportasi dan keterpaduan sistem transportasi antarmoda dan multimoda; 2. Meningkatnya produksi angkutan penumpang dan barang; 3. Meningkatkan layanan transportasi di daerah rawan bencana, perbatasan, terluar dan khususnya wilayah timur Indonesia; 4. Meningkatnya pelayanan angkutan umum massal perkotaan; 5. Meningkatnya aplikasi teknologi informasi dan skema sistem manajemen transportasi perkotaan. Sasaran pembangunan transportasi Kementerian Perhubungan pada prinsipnya sejalan dengan sasaran pembangunan nasional yang tertuang di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun Hal ini tentunya memiliki keselarasan dan interkoneksi yang memberikan pemahaman bahwa sasaran pembangunan nasional dapat dijabarkan kembali menjadi sasaran pada Kementerian Perhubungan yang secara khusus difokuskan pada perencanaan Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

62 dan pembangunan transportasi. Secara lebih jelasnya korelasi antara sasaran pembangunan nasional dengan sasaran Kementerian Perhubungan Tahun sebagaimana pada diagram berikut ini. Gambar 2.1 Sinkronisasi Sasaran RPJMN Tahun dengan Renstra Kementerian Perhubungan Tahun Interkoneksi antara isu strategis dan sasaran Kementerian Perhubungan diperlukan sebagai dasar dalam mengidentifikasi alur pikir perencanaan pembangunan transportasi tahun , sehingga hubungan liniearitas antara isu strategis dan sasaran pembangunan transportasi ke depan dapat terarah dan sejalan dengan agenda prioritas pembangunan nasional yang tertuang di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun , sehingga sasaran Kementerian Perhubungan memiliki interkoneksi secara langsung dengan 9 agenda prioritas nasional (Nawa Cita). Hal ini memberikan konsekuensi logis dalam bidang transportasi bahwa konsep perencanaan dan pendekatan pembangunan bidang transportasi akan mendukung 9 (sembilan) agenda prioritas nasional selama 5 (lima) tahun ke depan. Pendekatan isu strategis transportasi dalam perumusan sasaran pembangunan Kementerian Perhubungan Tahun menjadi penting untuk lebih menata dan mengelola transportasi dengan baik, serta berbasis pendekatan multidimensi/multisektor termasuk dalam hal ini kaitannya dengan aspek tata ruang, gender, sosial, lingkungan, dan budaya. Pendekatan tersebut akan Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

63 membawa sinergitas pembangunan transportasi secara lebih terpadu, mewujudkan pembangunan dan penanganan permasalahan transportasi secara lebih komprehensif dan membawa perubahan pada karakteristik masyarakat, maupun perilaku masyarakat dalam menggunakan dan memelihara sarana dan prasarana transportasi secara lebih baik dan bijaksana. Demikian juga Pemerintah menjadi bagian penting sebagai pihak yang akan selalu hadir dalam mengupayakan pembangunan dan pengembangan transportasi untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

64

65 BAB 3. ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI, DAN KERANGKA KELEMBAGAAN 3.1 ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL Sejalan dengan visi pembangunan Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong, maka pembangunan nasional diarahkan untuk mencapai sasaran utama, yang salah satu sasaran pembangunan sektor unggulan adalah aspek maritim dan kelautan yang memuat upaya membangun konektivitas nasional. Salah satu program Agenda Prioritas Pembangunan (Nawa Cita) yaitu meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional dijabarkan kembali kedalam agenda pembangunan nasional, khususnya agenda pembangunan transportasi nasional, diantaranya adalah membangun konektivitas nasional untuk mencapai keseimbangan pembangunan dan membangun transportasi massal perkotaan ISU STRATEGIS 1 : MEMBANGUN KONEKTIVITAS NASIONAL UNTUK MENCAPAI KESEIMBANGAN PEMBANGUNAN Infrastruktur penunjang konektivitas nasional baik berupa jaringan transportasi dan jaringan telekomunikasi, perlu diintegrasikan dengan pelayanan sarana intermoda transportasi yang terhubung secara efisien dan efektif, termasuk mendorong pembangunan konektivitas antarwilayah, sehingga dapat mempercepat dan memperluas pembangunan ekonomi Indonesia. Penyediaan infrastruktur transportasi dan telekomunikasi yang mendorong konektivitas akan menurunkan biaya transportasi dan biaya logistik, sehingga dapat meningkatkan daya saing produk, dan mempercepat gerak ekonomi. Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

66 Kebijakan strategis untuk mewujudkan konektivitas nasional adalah: 1. Mempercepat pembangunan sistem transportasi multimoda; 2. Mempercepat pembangunan transportasi yang mendorong penguatan industri nasional untuk mendukung Sistem Logistik Nasional dan penguatan konektivitas nasional dalam kerangka mendukung kerjasama regional dan global; 3. Menjaga keseimbangan antara transportasi yang berorientasi nasional dengan transportasi yang berorientasi lokal dan kewilayahan; 4. Membangun sistem dan jaringan transportasi yang terintegrasi untuk mendukung investasi pada Koridor Ekonomi, Kawasan Industri Khusus, Kompleks Industri, dan pusat-pusat pertumbuhan lainnya di wilayah non-koridor ekonomi; 5. Mengembangkan sarana dan prasarana transportasi yang ramah lingkungan dan mempertimbangkan daya dukung lingkungan melalui mitigasi dan adaptasi perubahan iklim maupun peningkatan keselamatan dan kualitas kondisi lingkungan; 6. Meningkatkan keselamatan dan keamanan dalam penyelengaraan pelayanan transportasi serta pertolongan dan penyelamatan korban kecelakaan transportasi; 7. Meningkatkan kapasitas dan kualitas lembaga pengembangan sumber daya manusia MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN SISTEM TRANSPORTASI MULTIMODA Ketergantungan terhadap transportasi jalan yang terlalu tinggi mengakibatkan inefisiensi karena alternatif moda kurang tersedia, baik pada kondisi normal maupun ketika terjadi kerusakan infrastruktur jalan dan jembatan. Selain itu, beban anggaran negara sangat tinggi untuk pemeliharaan jalan. Ketergantungan terhadap moda transportasi jalan harus dikurangi dengan mengembangkan sistem transportasi multimoda. Dalam rangka mendukung percepatan pembangunan sistem transportasi multimoda dilakukan melalui strategi sebagai berikut: 1. Pembentukan badan atau regulator yang independen dan netral untuk regulasi, investigasi, keselamatan, dan keamanan angkutan multimoda serta pembinaan terhadap bertumbuh kembangnya Badan Usaha Angkutan Multimoda; 2. Membangun jaringan pelayanan dalam penyusunan rute-rute pelayanan dari berbagai moda transportasi yang membentuk satu kesatuan hubungan dan tidak hanya didominasi oleh salah-satu moda saja, melainkan harus disusun secara terintegrasi dengan prasarana jalan, Darat (Angkutan Jalan, Sungai, Danau dan Penyeberangan), Laut, Udara, Kereta Api, dan koridor ekonomi maupun konsep pengembangan wilayahnya; 3. Membangun jaringan prasarana yang terdiri dari dari simpul dan ruang lalu lintas. Simpul berfungsi sebagai ruang yang dipergunakan untuk keperluan menaikkan dan menurunkan penumpang, membongkar dan memuat barang, Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

67 serta perpindahan intra dan antar moda. Ruang lalu lintas berfungsi sebagai ruang gerak untuk sarana transportasi, namun khusus untuk ruang lalu lintas transportasi jalan, disamping untuk lalu-lintas sarana transportasi juga memiliki fungsi lain yaitu untuk lalu lintas orang dan hewan; 4. Pembangunan terminal terpadu (terintegrasi) serta pelayanan fasilitas alih moda untuk pelayanan perpindahan penumpang dan barang secara cepat dan nyaman; 5. Pembangunan akses kereta api menuju ke pelabuhan dan bandara internasional, diantaranya pada Bandara Soekarno-Hatta, Minangkabau, Kualanamu, Hang Nadim, Juanda, Kertajati, Kulon Progo, Syamsudin Noor, dan Pelabuhan Kuala Tanjung, Belawan, Panjang, Tanjung Priok, Tanjung Perak, Tanjung Emas, Teluk Lamong dan Penyeberangan Merak Bakauheni MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN TRANSPORTASI YANG MENDORONG PENGUATAN INDUSTRI NASIONAL UNTUK MENDUKUNG SISTEM LOGISTIK NASIONAL DAN PENGUATAN KONEKTIVITAS NASIONAL DALAM KERANGKA MENDUKUNG KERJASAMA REGIONAL DAN GLOBAL Pengembangan pasar dan industri transportasi nasional mempunyai dua aspek, yakni aspek industri jasa konstruksi nasional (termasuk pengembang, konsultan, kontraktor, jasa keuangan, jasa penasehat ahli) dan industri sarana dan alat-alat transportasi serta dengan pengembangan industri perangkat keras yakni alat-alat angkut atau sarana transportasi. Konektivitas nasional terdiri atas 4 (empat) komponen, yaitu Sislognas, Sistranas, pengembangan wilayah (RPJMN dan RTRWN) dan Information Communication Technology (ICT). Keempat komponen tersebut harus diintegrasikan untuk mendukung perpindahan komoditas baik barang, jasa maupun informasi secara efektif dan efisien, melalui integrasi simpul dan jaringan transportasi inter-moda, komunikasi dan informasi serta logistik, serta penguatan konektivitas antara pusat pertumbuhan ekonomi dan industri, dan juga keterhubungan secara internasional terutama untuk memperlancar arus perdagangan internasional maupun sebagai pintu masuk bagi para wisatawan mancanegara, yang dapat dilakukan melalui strategi: 1. Penempatan transportasi laut sebagai tulang punggung sistem logistik nasional melalui pengembangan 24 pelabuhan strategis untuk mendukung tol laut yang ditunjang dengan fasilitas pelabuhan yang memadai serta membangun short sea shipping/coastal shipping pada jalur logistik nasional yang diintegrasikan dengan moda kereta api dan jalan raya, terutama untuk mengurangi beban (share) angkutan jalan Sumatera-Jawa (Pelabuhan Paciran/Tanjung Perak, Pelabuhan Kendal/Tanjung Emas dan Pelabuhan Marunda/Tanjung Priok di Pulau Jawa serta Pelabuhan Panjang/Sumur di Pulau Sumatera). 2. Pengembangan dan pengendalian jaringan lalu lintas angkutan jalan yang terintegrasi inter, intra dan antar moda dan pengembangan wilayah yang meliputi simpul transportasi jalan, jaringan pelayanan angkutan jalan yang efisien dan mampu mendukung pergerakan penumpang dan barang; Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

68 3. Pembangunan sarana dan prasarana serta industri transportasi diantaranya: a. Peningkatan kapasitas Bandara Soekarno-Hatta untuk melayani 87 juta penumpang per-tahun. b. Pengembangan pelabuhan hub internasional Kuala Tanjung dan Bitung. c. Penyelesaian jalur kereta api Trans Sumatera, pembangunan kereta api Trans Kalimantan, Sulawesi dan Papua, serta peningkatan kapasitas jalur eksisting menjadi jalur ganda di Sumatera dan Jawa terutama di lintas selatan Jawa. d. Pembangunan fasilitas dry port di Kawasan Pertumbungan Ekonomi yang tinggi (Kendal dan Paciran). 4. Percepatan penyelenggaraan kegiatan-kegiatan prioritas konektivitas ASEAN dalam kerangka penguatan konektivitas nasional dengan tetap mempertahankan ketahanan dan daya saing perekonomian nasional; 5. Penyediaan armada transportasi nasional melalui pemberdayaan industri transportasi dalam negeri yang meliputi pengembangan pesawat udara (N-219), armada serta industri galangan kapal nasional, lokomotif, kereta penumpang, KRL, serta bus; 6. Pembangunan Jalur Ro-Ro Dumai-Malaka, Ro-Ro Belawan-Penang, dan Ro-Ro Bitung-Sangihe-General Santos, Pembangunan Pelabuhan Kuala Tanjung dan pelabuhan Bitung; 7. Menghubungkan seluruh lintas penyeberangan, termasuk jalur lintas Sabuk Utara, Tengah, dan Selatan serta poros penghubung, terutama lintas utama penyeberangan Merak Bakauheni; 8. Membangun terminal barang angkutan jalan dalam rangka mendukung Sislognas; 9. Membangun/Merevitalisasi terminal penumpang angkutan jalan dalam rangka meningkatkan kapasitas dan pelayanan penumpang angkutan jalan; 10. Penyediaan alat penimbangan kendaraan bermotor (Jembatan Timbang) dalam rangka meningkatkan pengawasan muatan lebih; 11. Meningkatnya jumlah penumpang yang diangkut maskapai penerbangan nasional menjadi 162 juta/penumpang/tahun dengan membangun 15 bandara baru di Kertajati, Letung, Tambelan, Tebelian, Muara Teweh, Samarinda Baru, Maratua, Buntu Kunik, Morowali, Miangas, Siau, Namniwel, Kabir Patar, Werur, Koroy Batu, dan pengembangan dan rehabilitasi Bandara lama tersebar di Pulau Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua; 12. Pengembangan 9 bandara untuk pelayanan kargo udara di Kualanamu, Soekarno-Hatta, Juanda, Syamsuddin Noor, Sepinggan, Hassanuddin, Samratulanggi, Frans Kaisepo, Sentani. Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

69 MENJAGA KESEIMBANGAN ANTARA TRANSPORTASI YANG BERORIENTASI NASIONAL DENGAN TRANSPORTASI YANG BERORIENTASI LOKAL DAN KEWILAYAHAN Wilayah Indonesia yang cukup luas, letak Indonesia yang cukup strategis, serta kondisi geografis yang cukup unik dibandingkan dengan negara-negara lainnya, menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara besar jika dilihat dari sisi luas wilayah dan jumlah penduduk. Sebagai negara kepulauan yang dibatasi lautan, menjadikan pembangunan transportasi di Indonesia adalah suatu tantangan. Tantangan yang harus dihadapi adalah bagaimana menyediakan layanan transportasi yang murah, tepat waktu, dan mampu diakses oleh semua kalangan. Tantangan inilah yang harus dijawab dalam rangka melakukan upaya keseimbangan antara transportasi yang berorientasi nasional dengan transportasi yang berorientasi lokal dan kewilayahan. Kebijakan Utama Konektivitas Nasional dirumuskan untuk menjawab keseimbangan transportasi yang berorientasi nasional, regional, dan lokal, dimana konektivitas ini menghubungkan transportasi nasional, regional, lokal, serta wilayah-wilayah yang memiliki komoditas unggulan di masing-masing pulau. Oleh karena itu, strategi yang dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan transportasi nasional dengan transportasi yang berorientasi lokal dan kewilayahan adalah sebagai berikut: 1. Penyediaan infrastruktur transportasi yang lebih terintegrasi melalui pendanaan DAK Bidang Transportasi, seperti infrastruktur yang menjadi kewenangan Provinsi, Kab/Kota meliputi fasilitas perlengkapan jalan yang disesuaikan dengan kinerja jaringan jalan;alat PKB, RASS, media sosialisasi keselamatan dan transportasi perkotaan; 2. Menciptakan pembagian peran moda transportasi yang lebih berimbang dengan mendorong pembangunan perkeretaapian dan transportasi laut yang lebih progresif sehingga secara bertahap terjadi perpindahan moda dari jalan ke moda kereta api serta moda angkutan laut; 3. Membangun dan memperluas jaringan infrastruktur dan sistem pelayanan transportasi nasional untuk memperkecil defisit dan mempersempit kesenjangan transportasi antar wilayah yang meliputi jalan, bandara, kereta api, pelabuhan laut dan penyeberangan, dermaga sungai dan danau, kapal perintis, bus, bus air dan kereta ekonomi di wilayah perdalaman, perbatasan, dan pulau terluar; 4. Membuka rute baru, meningkatkan frekuensi pelayanan, optimalisasi, dan integrasi penyelenggaran subsidi angkutan perintis dan Public Service Obligation (PSO) diantara subsidi bus perintis, angkutan laut, sungai, danau, penyeberangan, udara, dan perkeretaapian; 5. Mempercepat pembangunan infrastruktur transportasi di wilayah-wilayah perbatasan dan wilayah-wilayah terluar; 6. Meningkatkan kapasitas dan kualitas pelayanan bandara melalui pembangunan dan pengembangan bandara terutama yang berada pada pusat kegiatan Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

70 nasional (ibukota propinsi), pusat kegaitan wilayah dan wilayah yang mempunyai potensi ekonomi dan pariwisata; 7. Meningkatkan kapasitas dan kualitas pelayanan angkutan laut melalui pembangunan dan pengembangan fasilitas pelabuhan terutama pada daerah - daerah terpencil, tertinggal, perbatasan, rawan bencana dan daerah belum berkembang serta wilayah yang mempunyai potensi ekonomi dan pariwisata; 8. Pembangunan kapal perintis untuk meningkatkan aksesibilitas dan pelayanan angkutan laut perintis MEMBANGUN SISTEM DAN JARINGAN TRANSPORTASI YANG TERINTEGRASI UNTUK MENDUKUNG INVESTASI PADA KORIDOR EKONOMI, KAWASAN INDUSTRI KHUSUS, KOMPLEKS INDUSTRI, DAN PUSAT-PUSAT PERTUMBUHAN LAINNYA DI WILAYAH NON-KORIDOR EKONOMI Pembangunan infrastruktur diarahkan pada proyek-proyek strategis yang mendukung pengembangan kawasan industri, kawasan ekonomi khusus, dan kawasan strategis lainnya. Untuk mendukung pengembangan kawasan industri, dirumuskan kebijakan antara lain: 1. Pembangunan pelabuhan-pelabuhan strategis, antara lain: Pelabuhan Belawan/Kuala Tanjung, Tanjung Priok, Tanjung Perak, Pontianak, Bitung, Makassar, Banjarmasin, Kupang, Halmahera, dan pelabuhan lainnya; 2. Pembangunan jalur kereta api antara Manado Bitung, Sei Mangke Bandar Tinggi - Kuala Tanjung, Pasoso Tanjung Priok, DDT Elektrifikasi Manggarai Bekasi -Cikarang, Lingkar Luar KeretaApi, dan lainnya; 3. Pengembangan bandara-bandara di sekitar kawasan industri maupun kawasan ekonomi khusus dan kawasan strategis lainnya, antara lain: Bandara Mutiara Palu, Eltari Kupang, Halu Oleo Kendari, Sam Ratulangi Manado, Bandara Syamsuddin Noor-Banjarmasin, dan bandara lainnya MENGEMBANGKAN SARANA DAN PRASARANA TRANSPORTASI YANG RAMAH LINGKUNGAN DAN MEMPERTIMBANGKAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN MELALUI MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM MAUPUN PENINGKATAN KESELAMATAN DAN KUALITAS KONDISI LINGKUNGAN Kemampuan melakukan mitigasi serta adaptasi terhadap perubahan iklim merupakan salah satu kebutuhan untuk meningkatkan efisiensi serta keandalan sistem transportasi. Perencanaan disertai pelaksanaan mitigasi dan adaptasi di sektor transportasi kedepan didasarkan pada pengelolaan potensi dan sumberdaya alam, peningkatan kapasitas individu serta organisasi yang tepat, serta didukung dengan pembangunan infrastruktur transportasi yang ramah lingkungan dan tahan terhadap dampak perubahan iklim dan cuaca ekstrim agar tercipta sistem transportasi yang andal dan berkelanjutan. Strategi sektor transportasi yang andal dan berkelanjutan mendukung konektivitas nasional adalah sebagai berikut: a. Penyediaan sarana transportasi yang ramah lingkungan; Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

71 b. Pembangunan prasarana transportasi yang tahan terhadap dampak perubahan iklim/cuaca ekstrim; c. Penyediaan bahan bakar yang berbasis energi baru terbarukan; d. Peningkatan kapasitas SDM transportasi yang responsif terhadap perubahan iklim/cuaca ekstrim; e. Peningkatan peralatan transportasi yang responsive terhadap perubahan iklim/cuaca ekstrim MENINGKATKAN KESELAMATAN DAN KEAMANAN DALAM PENYELENGARAAN PELAYANAN TRANSPORTASI SERTA PERTOLONGAN DAN PENYELAMATAN KORBAN KECELAKAAN TRANSPORTASI Upaya untuk meningkatkan keselamatan dan keamanan dalam penyelengaraan pelayanan transportasi ditujukan untuk meningkatkan rasa aman dan nyaman pengguna transportasi serta menurunkan jumlah dan tingkat kecelakaan transportasi yang meliputi transportasi jalan, kereta api, pelayaran, dan penerbangan dalam menuju target zero accident. Di sisi lain, perubahan mental dalam berdisiplin berlalu-lintas, ketaatan terhadap peraturan, serta penguatan terhadap kemampuan kelembagaan untuk pendidikan dan pencegahan maupun pertolongan serta penyelamatan korban kecelakaan transportasi juga diperlukan dalam rangka untuk meningkatan respon terhadap terjadinya kecelakaan transportasi dan upaya pertolongan dan penyelematan jiwa manusia. Khusus untuk transportasi jalan, dalam rangka penanganan keselamatan jalan secara komprehensif pada tahun 2011 telah disusun suatu perencanaan jangka panjang yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan yang ada dan bersifat lintas sektoral, yaitu berupa Rencana Umum Nasional Keselamatan (RUNK) Jalan dan diperkuat melalui Inpres No 4 Tahun 2013 Program Dekade Aksi Keselamatan Tahun Strategi yang dijalankan untuk menjalankan kebijakan di atas antara lain melalui : 1. Pemenuhan fasilitas perlengkapan jalan, implementasi Rute Aman Selamat Sekolah (RASS), Perbaikan Lokasi Rawan Kecelakaan/Daerah Rawan Kecelakaan, sarana bantu navigasi pelayaran maupun perlengkapan navigasi pelayaran dan penerbangan sesuai standar pelayanan minimal dan standar keselamatan transportasi internasional; 2. Meningkatkan kelaikan kendaraan bermotor melalui uji tipe dan uji berkala; 3. Pendidikan dan peningkatan kesadaran penyelenggaraan transportasi yang berkeselamatan sejak usia dini; 4. Meningkatkan koordinasi pelaksanaan Rencana Umum Nasional Keselamatan Jalan (RUNK) serta Program Dekade Aksi Keselamatan Jalan baik di tingkat nasional maupun daerah; 5. Peningkatan kualitas dan kuantitas kemampuan SDM dan perlengkapan Search and Rescue (SAR). Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

72 MENINGKATKAN KAPASITAS DAN KUALITAS LEMBAGA PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA Dalam rangka meningkatkan kuantitas, kualitas, dan layanan transportasi untuk memenuhi mobilitas ekonomi yang menuntut pelayanan cepat, efisien, dan andal. Maka, diperlukan manajemen SDM yang memiliki kompetensi tinggi, meliputi SDM regulator, operator, dan SDM industri yang saat ini masih terbatas. Beberapa strategi yang dilakukan antara lain: 1. Penyempurnaan kelembagaan dan penyiapan regulasi dalam rangka pengembaangan SDM transportasi yang mengantisipasi perkembangan budaya, IPTEK, dan kesiapan produktivitas daya saing secara nasional maupun terkait dengan standar internasional; 2. Peningkatan peran pemerintah dalam rangka pengembangan SDM Transportasi bagi Lembaga pendidikan Swasta; 3. Pembangunan dan peningkatan Sarana dan Prasarana Diklat; 4. Pengembangan kualitas dan kuantitas tenaga pengajar serta pengembangan metode pembelajaran ISU STRATEGIS 2 : MEMBANGUN TRANSPORTASI UMUM MASSAL PERKOTAAN Pembangunan perkotaan Indonesia kedepan diarahkan pada peningkatan peran perkotaan sebagai basis pembangunan dan kehidupan yang layak huni, berkeadilan, mandiri, berdaya saing, dan berkelanjutan, sesuai dengan karakter potensi dan budaya lokal. Arah kebijakan pembangunan perkotaan pada berfokus pada pengembangan kota sebagai suatu kesatuan kawasan/wilayah, yaitu kota sebagai pendorong pertumbuhan nasional dan regional serta kota sebagai tempat tinggal yang berorientasi pada kebutuhan penduduk kota. Walaupun demikian, pembangunan perkotaan ke depan akan lebih difokuskan pada pelaksanaan pengendalian pembangunan kota-kota besar dan metropolitan serta percepatan pembangunan kota-kota menengah dan kecil. Oleh karena itu, dalam rangka mengembangkan transportasi umum massal perkotaan, pembangunan sistem angkutan umum modern yang saling terintegrasi seperti BRT dan MRT diharapkan dapat meningkatkan peran angkutan umum dalam melayani kebutuhan perjalanan penduduk perkotaan serta menciptakan transportasi perkotaan yang praktis, efisien, ramah lingkungan, dan berkeadaban. Arah kebijakan dan strategi yang disusun lima tahun kedepan adalah : Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

73 1. Mengembangkan sistem angkutan umum massal yang modern dan maju dengan orientasi kepada bus maupun rel serta dilengkapi dengan fasilitas alih moda terpadu; 2. Mengembangkan manajemen transportasi perkotaan yang berimbang dengan memperhatikan interaksi antara transportasi dan tata guna lahan; 3. Meningkatkan integrasi kelembagaan transportasi perkotaan MENGEMBANGKAN SISTEM ANGKUTAN UMUM MASSAL YANG MODERN DAN MAJU DENGAN ORIENTASI KEPADA BUS MAUPUN REL SERTA DILENGKAPI DENGAN FASILITAS ALIH MODA TERPADU Seluruh sistem transportasi massal memerlukan interchange (tempat berganti kendaraan) dengan elemen-elemen sistem transportasi umum lain, dan integrasi dengan moda-moda sistem transportasi lain seperti mengendarai mobil, berjalan kaki dan bersepeda. Untuk mengembangkan sistem angkutan umum massal yang modern dan maju dengan orientasi kepada bus maupun rel serta dilengkapi dengan fasilitas alih moda terpadu, beberapa strategi yang dilakukan mencakup: 1. Pembangunan angkutan massal cepat berbasis rel antara lain MRT di wilayah Jabodetabek, dan jalur lingkar layang KA Jabodetabek, serta LRT/monorail/Tram di Surabaya, Bandung, dan Palembang; 2. Pengembangan kereta perkotaan di 10 kota metropolitan: Batam, Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, dan Makassar; 3. Pengembangan BRT di 34 kota besar beserta fasilitas pendukungnya antara lain Medan, Pekanbaru, Batam, Padang, Palembang, Bandung, Jakarta, Bogor, Semarang, Yogyakarta, Solo, Pontianak, Samarinda, Balikpapan, Makassar, Gorontalo, dan Ambon; 4. Penyediaan dana subsidi/pso yang terarah untuk penyelenggaraan angkutan umum massal perkotaan MENGEMBANGKAN MANAJEMEN TRANSPORTASI PERKOTAAN YANG BERIMBANG DENGAN MEMPERHATIKAN INTERAKSI ANTARA TRANSPORTASI DAN TATA GUNA LAHAN Terdapat kecenderungan bahwa berkembangnya suatu kota bersamaan pula dengan berkembangnya masalah transportasi yang terjadi, sehingga masalah ini akan selalu membayangi perkembangan suatu wilayah perkotaan. Beberapa strategi yang dilakukan untuk mengembangkan manajemen transportasi perkotaan yang berimbang dengan memperhatikan interaksi antara transportasi dan tata guna lahan, antara lain: 1. Peningkatan akses terhadap angkutan umum dengan Pembangunan Berorientasi Angkutan Transit Oriented Demand/TOD dan pengembangan fasilitas Non Motorized; Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

74 2. Penyediaan fasilitas pendukung untuk alih moda seperti Park and Ride; 3. Penerapan sistem informasi lalu lintas secara real time, penerapan sistem APILL terkoordinasi (ATCS) dan Virtual Mobility; 4. Penguatan mekanisme implementasi sistem transportasi perkotaan dan penurunan kemacetan transportasi perkotaan melalui Manajemen Permintaan Transportasi dengan pendekatan Push and Pull MENINGKATKAN INTEGRASI KELEMBAGAAN TRANSPORTASI PERKOTAAN Kelembagaan yang lemah merupakan suatu sumber permasalahan yang menjadi sorotan dalam sistem transportasi perkotaan di Indonesia (World Bank, 2006). Kelembagaan dalam sektor transportasi kurang berfungsi dengan baik karena kurang terorganisir, akibat tumpang tindih, pertentangan kepentingan, serta penegakan hukum yang lemah. Namun, di beberapa kota di Indonesia, Pemerintah Daerah sebagai regulator secara efektif mulai meningkatkan efektifitas kewenangannya melalui sistem organisasi efektif yang mampu melakukan pengendalian sistem transportasi perkotaannya. Untuk itu, Pemerintah Pusat memiliki tanggung jawab untuk mensinergikan dan mengintegrasikan kelembagaan transportasi perkotaan melalui strategi percepatan pembentukan kelembagaan pengelolaan transportasi perkotaan yang memiliki kewenangan kuat dalam mengintegrasikan dan mengawal dari konsep, strategi, kebijakan, perencanaan, program, implementasi, manajemen, dan pembiayaan sistem transportasi perkotaan di kota-kota megapolitan lainnya. 3.2 ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI KEMENTERIAN PERHUBUNGAN Arah kebijakan dan strategi Kementerian Perhubungan Tahun dalam pembangunan sektor transportasi merujuk pada arah kebijakan pembangunan transportasi nasional yang tertuang didalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun Kebijakan dan strategi tersebut juga disinergikan dengan arah kebijakan pembangunan berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kementerian Perhubungan yang menjadi salah satu alur logis perencanaan pembangunan sektor transportasi berkelanjutan. Dalam menjabarkan sasaran nasional, Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun menerjemahkan beberapa sasaran menjadi beberapa bagian yang saling berkorelasi, dimana interkoneksi tersebut juga akan sejalan dengan sasaran pembangunan pada Unit Kerja Eselon I. Pemikiran di atas sebagai dasar pertimbangan penyusunan strategi dilakukan sebagai bagian dari Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

75 perumusan arah kebijakan dan strategi pembangunan di Kementerian Perhubungan yang berkorelasi pada sasaran Kementerian Perhubungan yang telah disusun sebelumnya. Arah kebijakan dan strategi Kementerian Perhubungan Tahun dikelompokkan menjadi 3 aspek, meliputi keselamatan dan keamanan, pelayanan, serta kapasitas transportasi Keselamatan dan Keamanan Keselamatan dan keamanan dalam penyelengaraan pelayanan transportasi ditujukan untuk meningkatkan rasa aman dan nyaman pengguna transportasi serta menurunkan jumlah dan tingkat kecelakaan transportasi yang meliputi transportasi jalan, kereta api, pelayaran, dan penerbangan. Tingkat keselamatan dan keamanan transportasi diwujudkan melalui dua sasaran yaitu menurunnya angka kecelakaan transportasi, dan menurunnya jumlah gangguan keamanan dalam penyelenggaraan transportasi. 1. Sasaran menurunnya angka kecelakaan transportasi dengan arah kebijakan meningkatkan keselamatan dalam penyelenggaraan transportasi, melalui strategi : a. Penguatan kelembagaan dalam peningkatan keselamatan transportasi Keselamatan transportasi merupakan tanggung jawab berbagai pihak, baik pemerintah sebagai regulator maupun pelaku usaha sebagai operator. Saat ini fungsi pengawasan dan pembinaan keselamatan transportasi telah dilakukan pemerintah melalui kegiatan dan program peningkatan keselamatan, diharapkan fungsi pengawas keselamatan juga dilakukan di dunia usaha melalui pembentukan unit khusus yang menangani fungsi pengawas keselamatan. b. Peningkatan peran serta masyarakat dan badan usaha di bidang keselamatan transportasi Keselamatan transportasi merupakan keadaan yang terwujud dari penyelenggaraan transportasi yang lancar sesuai dengan prosedur operasi dan persyaratan kelaikan teknis terhadap sarana dan prasarana beserta penunjangnya. Upaya peningkatan keselamatan transportasi telah dan akan terus dilakukan pemerintah melalui penyediaan sarana dan prasarana keselamatan serta sosialisasi keselamatan kepada masyarakat dan badan usaha. Peran serta masyarakat dan badan usaha dalam peningkatan keselamatan transportasi diwujudkan dalam peningkatan kepatuhan untuk mematuhi standar operasi dan prosedur penggunaan dan penyediaan sarana transportasi darat, perkeretaapian, laut dan udara. c. Pendidikan dan peningkatan kesadaran penyelenggaraan transportasi yang berkeselamatan sejak usia dini Pendidikan keselamatan transportasi secara dini dengan menfokuskan pada penanaman pengetahuan tentang tata cara transportasi yang berkeselamatan (transfer of knowledge) dan menanamkan nilai-nilai (transform of values) etika dan budaya tertib dan membangun perilaku pada Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

76 generasi muda. Pribadi yang beretika mempunyai kecerdasan sosial yang tinggi dan kepekaan dalam bertansportasi, selain itu, juga akan mengerti pentingnya penggunaan peralatan dan prasarana keselamatan serta peraturan keselamatan. d. Peningkatan/pembaharuan regulasi terkini sesuai dengan standar keselamatan Untuk memenuhi tuntutan perkembangan teknologi keselamatan transportasi diperlukan pembaharuan regulasi keselamatan yang mencakup norma, standar, prosedur dan kriteria. e. Peningkatan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana keselamatan transportasi sesuai dengan perkembangan teknologi; Upaya peningkatan keselamatan transportasi selain pengurangan tingkat kecelakaan yang disebabkan kesalahan manusia (human error) dilakukan juga strategi melalui pemenuhan kuantitas dan tingkat kehandalan sarana dan prasarana keselamatan transportasi darat, perkeretaapian, laut dan udara. f. Pemenuhan standar keselamatan transportasi berupa perlengkapan keselamatan transportasi jalan dan perkeretaapian maupun perlengkapan navigasi pelayaran dan penerbangan Selain upaya pemenuhan kualitas dan kuantitas keselamatan transportasi, penurunan tingkat kecelakaan juga dilakukan melalui strategi ketentuan pemenuhan standar keselamatan pada sarana dan prasarana transportasi sesuai standar nasional dan internasional. g. Peningkatan efektivitas pengendalian, pengaturan dan pengawasan terhadap pemenuhan standar keselamatan transportasi; Dalam upaya pemenuhan standar keselamatan transportasi dilakukan melalui pemeriksaan atau audit secara berkala dan pelaksanaan random check yang meliputi standar keselamatan bidang prasarana, sarana, tata cara pengangutan serta sumber daya manusia transportasi dalam rangka pengawasan dan pengendalian terhadap peraturan standar keselamatan. h. Peningkatan keandalan/kelaikan sarana dan prasarana transportasi melalui program pengujian dan sertifikasi sarana, prasarana termasuk fasilitas pendukung lainnya Pengujian kehandalan/kelaikan sarana prasarana transportasi dilakukan secara berkala untuk menjamin tingkat kehandalan dan kecukupan peralatan keselamatan yang diikuti melalui penerbitan sertifikasi sarana dan prasarana termasuk fasilitas pendukung lainnya. i. Peningkatan koordinasi pelaksanaan Rencana Umum Nasional Keselamatan Jalan (RUNK) serta Program Dekade Aksi Keselamatan Jalan baik di tingkat nasional maupun daerah Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

77 RUNK adalah rencana keselamatan jalan jangka panjang yang diilhami oleh semangat Decade of Action for Road Safety Perserikatan Bangsa Bangsa yang dideklarasikan pada Maret Untuk itu maka 10 tahun pertama dari RUNK telah ditetapkan menjadi Dekade Aksi Keselamatan Jalan dengan Instruksi Presiden No. 4/2013 tertanggal 11 April Dalam Inpres tersebut, disebutkan 5 Pilar Program Dekade Aksi Keselamatan Jalan yang meliputi: 1) Manajemen keselamatan jalan, dikoordinasikan oleh Menteri PPN/Kepala Bappenas. Tanggung jawabnya adalah mendorong terselenggaranya koordinasi antar pemangku kepentingan dan terciptanya kemitraan sektoral. 2) Jalan yang berkeselamatan, dikoordinasikan oleh Menteri Pekerjaan Umum. 3) Kendaraan yang berkeselamatan, dikoordinasikan oleh Menteri Perhubungan. 4) Perilaku pengguna yang berkeselamatan, dikoordinasikan oleh Kepala Kepolisian RI. 5) Penanganan pra dan pasca kecelakaan, dikoordinasikan oleh Menteri Kesehatan. Gerakan penurunan jumlah dan kualitas kecelakaan lalu-lintas di jalan melalui Decade of Action memiliki potensi mencapai sukses jika didorong oleh seluruh komponen masyarakat, industri, jalan dan transportasi secara terpadu. j. Koordinasi peningkatan keselamatan di perlintasan sebidang antara jalur kereta api dengan jalan Perlintasan sebidang merupakan faktor kritis dalam penyelenggaraan kereta api mengingat banyaknya kejadian kecelakaan yang diterjadi di lokasi perlintasan. Berdasarkan pada amanat UU 23/2007, setiap perlintasan/perpotongan antara jalur kereta api dan jalan dibuat tidak sebidang. Pengecualian untuk pembangunan perlintasan tidak sebidang hanya dapat dilakukan dengan tetap menjamin keselamatan dan kelancaran perjalanan kereta api dan lalu lintas jalan dengan mengikuti ketentuan yang diatur pada Permenhub No. 36/2011, sehingga diperlukan koordinasi dengan Pemerintah Daerah maupun operator perkeretaapian dalam penanganan perlintasan sebidang antara jalur kereta api dan jalan. 2. Sasaran menurunnya jumlah gangguan keamanan dalam penyelenggaraan transportasi, melalui strategi antara lain : a. Peningkatan efektivitas pengawasan terhadap pemenuhan standar keamanan transportasi Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

78 Dalam upaya pemenuhan standar keamanan transportasi dilakukan melalui pemeriksaan atau audit secara berkala dan pelaksanaan random check yang meliputi standar keamanan bidang prasarana, sarana, tata cara pengangutan serta sumber daya manusia transportasi dalam rangka pengawasan dan pengendalian terhadap peraturan standar keamanan, serta pemberian sanksi kepada aparatur pemerintah atau operator sarana/prasarana transportasi yang lalai dalam melaksanakan tugas. b. Pemenuhan standar keamanan transportasi berupa perlengkapan keamanan transportasi Keamanan transportasi adalah keadaan yang terwujud dari penyelenggaraan transportasi yang bebas dari gangguan dan/atau tindakan yang melawan hukum, langkah untuk mewujudkan keamanan transportasi melalui pemenuhan peralatan keamanan yang berupa alat pemidai barang-barang berbahaya dan alat pemidai jarak jauh dengan sistem terkoordinasi. c. Pencegahan terhadap penyusupan barang-barang yang mengancam keamanan penumpang Pelaksanaan pencegahan terhadap penyusupan barang yang mengancam keamanan penumpang selain dilakukan melalui pemenuhan peralatan keamanan juga didukung dengan kualitas SDM yang tersertifikasi dan diaudit secara berkala oleh aparatur pengawas keamanan transportasi. d. Peningkatan koordinasi dalam rangka mencegah terjadinya tindakan melawan hukum di sektor transportasi (pencurian, vandalisme, perompakan, pembajakan, teroris, dll) Pelayanan Transportasi Dalam rangka meningkatkan pelayanan transportasi ditetapkan 7 sasaran, yaitu : (1) Meningkatnya kinerja pelayanan sarana dan prasarana transportasi, (2) Terpenuhinya SDM transportasi dalam jumlah & kompetensi sesuai dengan kebutuhan, (3) Meningkatnya kualitas penelitian sesuai dengan kebutuhan, (4) Meningkatnya kinerja Kementerian Perhubungan dalam mewujudkan good governance, (5) Meningkatnya penetapan dan kualitas regulasi dalam implementasi kebijakan bidang perhubungan, (6) Menurunnya emisi gas rumah kaca (RAN-GRK) dan meningkatnya penerapan teknologi ramah lingkungan pada sektor tansportasi, dan (7) Meningkatnya kualitas kinerja pengawasan dalam rangka mewujudkan clean governance. Masing-masing sasaran tersebut ditempuh melalui upaya strategi sebagai berikut : 1. Sasaran meningkatnya kinerja pelayanan sarana dan prasarana transportasi, dengan arah kebijakan meningkatkan kinerja pelayanan sarana dan prasarana transportasi, melalui strategi antara lain : a. Peningkatan kehandalan sarana dan prasarana transportasi serta penataan jaringan/rute Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

79 Kinerja pelayanan sarana dan prasarana transportasi dilakukan melalui rehabilitasi, pembangunan dan pengembangan prasarana perhubungan meliputi pembangunan terminal bus type A, pelabuhan penyeberangan, pelabuhan laut, bandar udara dan jaringan jalan kereta api, sedangkan kondisi sarana transportasi terus didorong untuk ditingkatkan kehandalannya antara lain peremajaan angkutan kota yang berbasis angkutan massal, peremajaan sarana kereta api, pembatasan usia kapal. Dalam rangka mewujudkan kinerja pelayanan juga dilakukan penataan rute pada angkutan laut untuk menjamin kepastian muatan dan kontinuitas angkutan laut antara wilayah barat Indonesia menuju wilayah timur Indonesia. b. Penyusunan pedoman standar pelayanan sarana dan prasarana transportasi Standar pelayanan merupakan ukuran pelayanan yang harus dipenuhi oleh penyedia layanan dalam memberikan pelayanan kepada pengguna jasa yang dilengkapi dengan tolok ukur sebagai acuan penilaian kualitas yang merupakan kewajiban dan janji penyedia layanan kepada masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau dan terukur. c. Implementasi standar pelayanan publik pada sarana dan prasarana transportasi, termasuk penyediaan fasilitas bagi pengguna jasa berkebutuhan khusus dan fasilitas yang responsif gender Penyediaan layanan dan sarana transportasi yang berperspektif gender juga berarti mempertimbangkan dan mengakomodir permasalahan orang-orang atau kelompok masyarakat yang berkebutuhan khusus. Termasuk dalam hal ini adalah kebijakan perlindungan dan layanan transportasi bagi lansia, penyandang cacat, perempuan khususnya perempuan hamil dan balita. Penyediaan layanan dan sarana tersebut mempertimbangkan beberapa aspek yaitu aspek aksesibilitas, kenyamanan, keselamatan, keamanan dan keterjangkauan. Aspek keamanan sering menjadi persoalan bagi perempuan, anak-anak, lansia bahkan penyandang cacat. Layanan dan sarana transportasi seyogyanya dapat diakses secara aman oleh mereka termasuk aman dari segala tindak kriminalitas dan kekerasan seksual. d. Konsistensi penerapan reward dan punishment terhadap ketepatan pelayanan Pelayanan jasa transportasi selain mengutamakan keamanan dan keselamatan layanan, juga dituntut untuk tepat waktu dalam layanan yang dijanjikan. Untuk meningkatkan layanan transportasi diupayakan melalui penerapan sanksi berupa kewajiban yang harus dipenuhi setiap waktu keterlambatan dan apresiasi masyarakat terhadap layanan yang memenuhi standar pelayanan. Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

80 2. Sasaran terpenuhinya SDM transportasi dalam jumlah dan kompetensi sesuai dengan kebutuhan, dengan arah kebijakan memenuhi sdm transportasi dalam jumlah & kompetensi sesuai dengan kebutuhan, ditempuh melalui strategi antara lain : a. Menyusun Man Power Planning SDM transpotasi Dalam rangka mencukupi sumber daya manusia (SDM) transportasi dalam jumlah dan kompetensi sesuai dengan kebutuhan dicapai melalui perencanaan tenaga kerja untuk mendapat tenaga kerja ahli yang kompeten di masa yang akan datang. Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang menyeluruh tentang jumlah dan kompetensi yang dimiliki oleh sumber daya manusia Perhubungan baik sumber daya manusia aparatur maupun non aparatur (masyarakat) yang akan digunakan sebagai data utama dalam penyelenggaraan berbagai program pendidikan, pelatihan dan penyuluhan guna menyediakan dan mengembangkan sumber daya manusia Perhubungan sesuai dengan kebutuhan. b. Menyusun Training Needs Analysis (TNA) SDM transportasi Dalam rangka mencukupi sumber daya manusia (SDM) transportasi dalam jumlah dan kompetensi sesuai dengan kebutuhan dicapai melalui Training Needs Analysis (TNA) SDM transportasi agar pelaksanaan pelatihan dapat tepat sasaran, bukan hanya pelatihan yang sifatnya hanya untuk menggugurkan kewajiban ataupun instruksi yang kurang mendasar. Diklat transportasi yang selama ini dilaksanakan masih belum sepenuhnya terkoordinasi dengan subsektor khususnya dalam menggali kebutuhan SDM baik kompetensi maupun kuantitas yang dibutuhkan, sehingga penyelenggaraan diklat yang dilaksanakan masih belum efektif, efesien dan tepat sasaran. Untuk kedepannya BPSDMP mengharapkan program diklat menjadi salah satu komponen utama dalam penentuan man power planning SDM Pererhubungan, untuk itulah dibutuhkan penyusunan Training Needs Analysis (TNA). c. Mengembangkan kapasitas diklat SDM transportasi Dalam upaya pengembangan kapasitas diklat dilakukan peningkatan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana diklat melalui perbaikan, pembangunan, modernisasi dan optimalisasi sarana dan prasarana diklat. Perbaikan dan/atau pembangunan prasarana di lingkungan Badan Pengembangan SDM Perhubungan dapat dilakukan secara sistematis, terencana, terukur dan berkelanjutan, dengan indikator terpenuhinya standar sarana prasarana sesuai konvensi nasional dan internasional. Strategi pembangunan sarana dan prasarana diklat dilakukan berdasarkan pertimbangan akan pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan di wilayah NKRI baik untuk diklat transportasi darat, laut, udara dan perkeretaapian. Selain pembangunan kampus baru juga dilakukan Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

81 pembangunan berupa pengembangan kampus di lingkungan UPT Badan Pengembangan SDM Perhubungan guna meningkatkan kapasitas dalam pencapaian target pemenuhan kebutuhan SDM Transportasi. Untuk menunjang terselenggaranya diklat tersebut, BPSDM Perhubungan melakukan pengadaan, peningkatan dan rehabilitasi sarana diklat seperti alat praktek, simulator dan sarana penunjang lainnya yang berbasis IT khususnya elektronika seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tenaga pengajar dan metode diklat merupakan faktor penting lainnya dalam rangka pengembangan kapasitas diklat SDM Transportasi. Tenaga pengajar di lingkungan BPSDM Perhubungan yang terdiri dari Dosen, Widyaiswara dan Instruktur perlu dilakukan upgrading skill dan kompetensi secara berkala guna mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan isu-isu transportasi dunia sehingga kualitas lulusan yang dihasilkan sesuai dengan harapan dan perkembangan dunia transportasi. Selain itu, update metode diklat, baik kurikulum dan silabus perlu dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan teknologi transportasi. d. Menata regulasi penyelenggaraan diklat SDM transportasi. Bentuk, struktur, sistem dan organisasi harus senantiasa menyesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan yang terjadi. Salah satu upaya penunjang untuk mengembangkan SDM Transportasi yaitu Restrukturisasi Kelembagaan Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Badan Pengembangan SDM Perhubungan yang disertai dengan penyiapan regulasi penyelenggaraan pendidikan, pelatihan dan penyuluhan SDM transportasi e. Meningkatkan tata kelola diklat dan kualitas lulusan. Badan Pengembangan SDM Perhubungan merupakan suatu organisasi yang bersifat dinamis, sehingga diperlukan upaya yang senantiasa memperhatikan dan menganalisis dinamika lingkungan strategis yang ada, baik isu strategis nasional dan isu strategis internasional. Salah satu upaya penunjang untuk mengembangkan SDM Transportasi yaitu Restrukturisasi Kelembagaan Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Badan Pengembangan SDM Perhubungan yang disertai dengan penyiapan regulasi. Restrukturisasi kelembagaan mencakup peningkatan status lembaga pendidikan serta pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum (BLU) di seluruh UPT Badan Pengembangan SDM Perhubungan, peningkatan Balai Pendidikan dan Pelatihan menjadi Pendidikan Tinggi (Politeknik/Akademi), dan Eselonisasi atau penyempurnaan eselon (peningkatan eselon) untuk beberapa Unit Pelaksana Teknis (UPT), penyempurnaan organisasi Sekolah Tinggi menjadi Institut dan juga harus terbuka terhadap organisasi multimoda transportasi dalam rangka ikut mendukung sistem logistik nasional serta pembentukan Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

82 unit dalam organisasi yang secara khusus menangani dan mengelola kinerja pegawai BPSDM Perhubungan. f. Meningkatkan penyerapan lulusan diklat transportasi. Peningkatan penyerapan lulusan diklat dapat dilakukan dengan melakukan inventarisasi data lulusan diklat transportasi melalui penyusunan database lulusan diklat di lingkungan BPSDM Perhubungan, serta upaya promosi dan sosialisasi secara optimal dalam skala yang lebih luas. Komitmen bersama dan kerjasama dengan stakeholder, baik dalam skala nasional maupun internasional perlu dilakukan sebagai salah satu upaya percepatan penyerapan lulusan diklat transportasi. 3. Sasaran meningkatnya kualitas penelitian sesuai dengan kebutuhan, dengan arah kebijakan meningkatkan kualitas penelitian transportasi, melalui strategi antara lain : a. Peningkatan kuantitas dan kualitas sumber daya peneliti serta tenaga fungsional pendukung. Peningkatan kualitas penelitian dapat dicapai dengan meningkatkan kuantitas dan kualitas sumber daya peneliti serta tenaga fungsional pendukung sehingga penelitian yang dihasilkan kedepannya dapat berkualitas sehingga mampu menjadi acuan dalam pengambilan kebijakan di lingkungan Kementerian Perhubungan. b. Peningkatan sinergitas antara Badan Litbang Perhubungan dengan pengguna jasa penelitian dalam rangka meningkatkan pemanfaatan hasil penelitian. Peningkatan kualitas penelitian dapat dicapai dengan meningkatkan sinergitas antara Badan Litbang Perhubungan dengan pengguna jasa penelitian dalam rangka meningkatkan pemanfaatan hasil penelitian. c. Peningkatan kerjasama penelitian antar lembaga riset dan industri untuk merumuskan kebijakan strategis penyelenggaraan transportasi. Peningkatan kualitas penelitian dapat dicapai dengan meningkatkan kerjasama penelitian antar lembaga riset dan industri untuk merumuskan kebijakan strategis penyelenggaraan transportasi. d. Penyempurnaan regulasi dan kelembagaan untuk penguatan peran Badan Litbang Perhubungan. Penguatan peran penelitian dan pengembangan Perhubungan perlu ditingkatkan melalui penyempurnaan regulasi dan kelembagaan sehingga dapat berperan aktif dalam menentukan kebijakan pembangunan sektor perhubungan di lingkungan Kementerian Perhubungan. Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

83 4. Sasaran meningkatnya kinerja capaian dalam mewujudkan good governance, dengan arah kebijakan mewujudkan transparansi dan akuntabilitas kinerja, melalui strategi antara lain : a. Penuntasan agenda reformasi birokrasi melalui penataan kelembagaan (organisasi, ketatalaksanaan dan sumber daya manusia). Peningkatan kinerja capaian dalam mewujudkan good governance melalui penuntasan agenda reformasi birokrasi dengan penataan kelambagaan baik dari sisi organisasi, ketatalaksanaan dan sumber daya manusianya. b. Penyempurnaan sistem manajemen dan pelaporan kinerja dan keuangan Kementerian Perhubungan secara terintegrasi, terpercaya dan dapat diakses publik. Peningkatan kinerja capaian dalam mewujudkan good governance melalui penyempurnaan sistem manajemen dan pelaporan kinerja dan keuangan Kementerian Perhubungan secara terintegrasi, terpercaya dan dapat diakses publik. c. Penyediaan layanan informasi transportasi yang dapat diakses publik secara mudah. Peningkatan kinerja dalam mewujudkan good governance dengan penyediaan layanan informasi transportasi yang dapat diakses publik secara mudah. Kemudahan informasi terhadap layanan transportasi sehingga memudahkan masyarakat dalam memperoleh layanan transportasi yang berkualitas. d. Penyederhanaan perijinan sektor transportasi. Penyederhanaan perijinan sektor transportasi dijadikan sebagai langkah dalam perbaikan pelayanan publik di sektor transportasi. Penyederhanaan ini ditujukan agar tercapai pelayanan publik yang efisien, transparan, cepat, akuntabel, dan dapat memberikan kepastian hukum, serta sebagai usaha untuk meningkatkan dunia investasi transportasi di Indonesia. e. Penerapan e-government di lingkungan Kementerian Perhubungan. Peningkatan kinerja capaian dalam mewujudkan good governance melalui penerapan e-government di lingkungan Kementerian Perhubungan dengan pemanfaatan teknologi, informasi dan komunikasi untuk meningkatkan tata hubungna kerja yang efektif dan efisien. f. Penyediaan ruang partisipasi publik dalam menyusun dan mengawasi penerapan kebijakan. Peningkatan kinerja capaian dalam mewujudkan good governance dengan membuka ruang bagi keterlibatan masyarakat dalam menyusun dan mengawasi penerapan kebijakan di sektor transportasi, sehingga setiap kebijakan dapat secara nyata dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

84 5. Sasaran meningkatnya penetapan regulasi dalam implementasi kebijakan bidang perhubungan, dengan arah kebijakan meningkatkan kuantitas dan kualitas penetapan dan implementasi regulasi sektor transportasi, melalui strategi antara lain : a. Pemetaan arah / kebutuhan kerangka regulasi untuk mempercepat pelaksanaan prioritas pembangunan transportasi. Peningkatan penetapan regulasi dalam implementasi kebijakan bidang perhubungan dengan melakukan pemetaan arah/kebutuhan kerangka regulasi untuk mempercepat pelaksanaan prioritas pembangunan transportasi selama lima tahun kedepan. b. Peningkatan koordinasi dengan instansi lainnya terkait penyelesaian peraturan perundang-undangan. Peningkatan penetapan regulasi dalam implementasi kebijakan bidang perhubungan dengan meningkatkan koordinasi dengan instansi lainnya terkait penyelesaian peraturan perundang-undangan. c. Percepatan penyusunan peraturan perundang-undangan sesuai amanah undang-undang bidang transportasi. Peningkatan penetapan regulasi dalam implementasi kebijakan bidang perhubungan dengan percepatan penyusunan peraturan perundangundangan sesuai amanah undang-undang bidang transportasi. Penyusunan peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan amanah undangundang bidang transportasi perlu dipercepat agar dapat menjadi landasan dalam mengimplementasikan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan. d. Percepatan pelaksanaan penyederhanaan dan harmonisasi regulasi di bidang transportasi. Peningkatan penetapan regulasi dalam implementasi kebijakan bidang perhubungan dengan melakukan percepatan pelaksanaan penyederhanaan dan harmonisasi regulasi di bidang transportasi. e. Evaluasi peraturan perundang-undangan yang tumpang tindih dan yang menghambat percepatan pembangunan transportasi. Peningkatan penetapan regulasi dalam implementasi kebijakan bidang perhubungan dengan melakukan evaluasi terhadap peraturan perundangundangan yang tumpang tindih dan menghambat percepatan pembangunan transportasi. Peraturan perundang-undangan yang tumpang tindih dapat diminimalisir untuk mempercepat pembangunan sektor transportasi. 6. Sasaran menurunnya emisi gas rumah kaca (GRK) dan meningkatnya penerapan teknologi ramah lingkungan pada sektor tansportasi, dengan arah kebijakan menerapkan pembangunan sarana dan prasarana transportasi yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, melalui strategi antara lain : Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

85 a. Pembangunan sarana dan prasarana transportasi yang ramah lingkungan dan tahan terhadap dampak perubahan iklim/ cuaca ekstrim. Penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) dan peningkatan penerapan teknologi ramah lingkungan pada sektor transportasi melalui pembangunan sarana dan prasarana transportasi yang ramah lingkungan dan tahan terhadap dampak perubahan iklim/cuaca ekstrim. Prasarana dan sarana transportasi yang ramah lingkungan dapat memberikan kontribusi positif dalam mengurangi pemanasan global yang disumbangkan dari sektor transportasi. b. Pemanfaatan bahan bakar yang berbasis energi baru terbarukan. Pemanfaatan bahan bakar yang berbasis fossil fuel saat ini sangat tinggi, sementara jumlah bahan bakar fossil fuel terus menipis. Dengan kondisi tersebut pemanfaatan bahan bakar yang berbasis energi baru terbarukan di sektor transportasi harus dikedepankan. c. Penerapan sistem manajemen transportasi yang efektif dan efisien. Penerapan sistem manajemen transportasi yang efektif dan efisien dilakukan untuk mewujudkan penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) yang disumbangkan dari sektor transportasi dan peningkatan teknologi ramah lingkungan pada sektor transportasi. d. Mendorong pengguna kendaraan pribadi berpindah ke transportasi umum/ massal. Penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) dan peningkatan penerapan teknologi ramah lingkungan pada sektor tansportasi dengan mendorong penggunaan angkutan umum/massal terutama bagi masyarakat pengguna kendaraan pribadi. 7. Sasaran meningkatnya kualitas kinerja pengawasan dalam rangka mewujudkan clean governance, dengan arah kebijakan pelaksanaan pengawasan intern yang berintegritas, professional dan amanah, melalui strategi antara lain : a. Mengoptimalkan peran Inspektorat Jenderal sebagai consultant dan quality assurance. Dalam rangka mendorong terwujudnya clean governance serta memastikan tujuan pembangunan transportasi dapat dicapai secara hemat, efisien, efektif dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), maka Inspektorat Jenderal telah mencanangkan perubahan paradigma yang diarahkan kepada peningkatan peran Inspektorat Jenderal menjadi Konsultan dan Katalisator yang lebih mengarah kepada penghantar bagi suatu unit kerja untuk meningkatkan kualitas kinerjanya sesuai rencana dan ketentuan yang berlaku serta lebih memberikan solusi atas masalah dan hambatan yg dihadapi unit kerja tersebut dalam mencapai tujuan organisasi. Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

86 b. Peningkatan kualitas hasil pengawasan Peningkatan kualitas kinerja pengawasan dalam rangka mewujudkan clean governance melalui peningkatan kualitas hasil pengawasan dari Inspektorat Jenderal Kementerian Perhubungan. c. Peningkatan kualitas dan kompetensi SDM Pengawasan Peningkatan kualitas kinerja pengawasan dalam rangka mewujudkan clean governance melalui peningkatan kualitas dan kompetensi SDM pengawasan di Inspektorat Jenderal Kementerian Perhubungan Kapasitas Transportasi Dalam rangka meningkatkan kapasitas transportasi, Kementerian Perhubungan menetapkan 5 (lima) sasaran, yaitu : (1) Meningkatnya kapasitas sarana sarana dan prasarana transportasi dan keterpaduan sistem transportasi antarmoda dan multimoda (2) Meningkatnya produksi angkutan penumpang dan barang, (3) Meningkatnya layanan transportasi di daerah rawan bencana, perbatasan, terluar, terpencil dan khususnya di wilayah timur Indonesia, (4) Meningkatnya pelayanan angkutan umum massal perkotaan, dan (5) Meningkatnya aplikasi teknologi informasi dan skema sistem manajemen transportasi perkotaan. Dalam mencapai sasarana peningkatan kapasitas transportasi ditempuh melalui strategi pencapaian sebagai berikut : 1. Sasaran meningkatnya kapasitas sarana dan prasarana transportasi dan keterpaduan sistem transportasi antarmoda dan multimoda, dengan arah kebijakan meningkatkan kapasitas, konektivitas/aksesibilitas antar wilayah dan keterpaduan antarmoda/multimoda, melalui strategi antara lain : a. Peningkatan kualitas perencanaan pembangunan sarana dan prasarana transportasi. Peningkatan kapasitas sarana dan prasarana transportasi dan keterpaduan sistem transportasi antarmoda dan multimoda diwujudkan salah satunya melalui peningkatan kualitas perencanaan pembangunan sarana dan prasarana transportasi. Kualitas perencanaan akan sangat menentukan kualitas pembangunan sektor transportasi selama lima tahun kedepan. b. Pembangunan sarana dan prasarana transportasi yang berdasarkan outcomes. Peningkatan kapasitas sarana dan prasarana transportasi dan keterpaduan sistem transportasi antarmoda dan multimoda diwujudkan salah satunya melalui pembangunan sarana dan prasarana transportasi yang berdasarkan outcomes, sehingga pembangunan transportasi yang dilakukan oleh Kementerian Perhubungan dapat dirasakan langsung manfaat pembangunan oleh masyarakat. c. Mendorong pembangunan infrastruktur transportasi melalui kerjasama Pemerintah dan badan usaha serta melalui pembiayaan swasta. Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

87 Peningkatan kapasitas sarana dan prasarana transportasi dan keterpaduan sistem transportasi antarmoda dan multimoda melalui peningkatan kerjasama pemerintah dan badan usaha serta peningkatan investasi swasta dalam penyediaan infrastruktur transportasi nasional melalui penguatan kelembagaan dan sistem perencanaan proyek-proyek yang akan dikerjasamakan. Kerjasama pemerintah dan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur transportasi antara lain : Penyelenggaraan kerjasama pemerintah dan badan usaha pada sektor perkeretaapian sebanyak 6 proyek sampai pada tahun 2019; Penyelenggaraan kerjasama pemerintah dan badan usaha pada sektor transportasi laut ditargetkan sampai pada tahun 2019 sebanyak 10 proyek; Penyiapan dokumen terhadap infrastruktur transportasi udara yang siap ditawarkan kepada swasta sampai pada tahun 2019 sebanyak 3 proyek. d. Pembangunan jaringan pelayanan yang terintegrasi antarmoda. Dalam setiap peraturan perundang-undangan transportasi diamanahkan untuk menyusun tatanan dan rencana induk masing-masing moda, yaitu rencana induk jaringan lalu lintas dan angkutan jalan, tatanan perkeretaapian nasional, tatanan kepelabuhanan nasional dan tatanan kebandarudaraan nasional serta tersusunnya perencanaan umum jaringan jalan nasional dan jalan tol. Salah satu faktor yang diamanahkan dalam penyusunan tatanan dan rencana induk transportasi adalah keterpaduan intra dan antarmoda transportasi. Pada dasarnya transportasi antarmoda/multimoda adalah pembangunan transportasi yang mempertimbangkan jenis dan karakteristik sistem transportasi yang digunakan, dan mempertimbangkan sisi efisiensi, efektivitas dan kemudahan sistem operasinya, sehingga mampu melahirkan sistem transportasi yang berdaya saing tinggi. Upaya keterintegrasian ini diwujudkan melalui antara lain ketersediaan angkutan kereta api di bandar udara dan pelabuhan. e. Penyiapan konsep dan implementasi angkutan laut dari barat ke timur Indonesia. Dalam rangka menjamin ketersediaan barang dengan harga yang terjangkau diperlukan konsep untuk memperkuat jalur pelayaran yang dititikberatkan pada Indonesia bagian Timur yang dimaksudkan selain untuk mengkoneksikan jalur pelayaran dari Barat ke Timur Indonesia juga akan mempermudah akses niaga dari negara-negara Pasifik bagian selatan ke negara Asia bagian Timur. Pada prinsipnya, ketersediaan pelayanan angkutan kapal dari barat ke timur Indonesia merupakan penataan trayek tetap dan teratur yang harus didukung dengan pengembangan pelabuhan agar dapat melayani kapal dengan ukuran besar, mengingat saat ini untuk terminal-terminal domestik, ukuran kapal peti kemas yang bisa masuk tidak Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

88 lebih dari 2600 TEUs dan kebanyakan hanya mampu melayani kapal ukuran 800 atau 900 TEUs, dengan demikian akan mewujudkan efisiensi biaya logistik nasional. 2. Sasaran meningkatnya layanan transportasi di daerah rawan bencana, perbatasan, terluar, terpencil dan khususnya di wilayah timur Indonesia, dengan arah kebijakan meningkatkan pengembangan sarana dan prasarana di daerah rawan bencana, perbatasan, terluar, terpencil dan khususnya di wilayah timur Indonesia, melalui strategi antara lain : a. Mempercepat pembangunan infrastruktur transportasi di wilayah-wilayah perbatasan dan wilayah-wilayah terluar Jaringan transportasi ke depan akan diperluas dan dibangun lebih banyak lagi untuk meningkatkan keseimbangan transportasi antara Jawa dan luar Jawa dan meningkatkan aksesibilitas di daerah kawasan timur Indonesia, daerah terpencil, dan pedesaan, kawasan perbatasan, serta daerah tertinggal lainnya, melalui percepatan pembangunan infrastruktur transportasi; b. Meningkatkan kapasitas sarana dan prasarana transportasi di wilayah terpencil, pedalaman, perbatasan dan rawan bencana; Selain upaya penyediaan prasarana transportasi juga dilakukan peningkatan kapasitas untuk meningkatkan konektivitas yang pada akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah. Selain untuk peningkatan pertumbuhan ekonomi, prasarana transportasi juga diarahkan untuk peningkatan aksesibilitas daerah rawan bencana melalui penyediaan bandar udara yang dapat didarati pesawat Hercules dan pelabuhan untuk kepentingan pasokan logistik di saat terjadi bencana alam. c. Penyediaan sarana angkutan keperintisan Guna merangsang pertumbuhan wilayah, Pemerintah berupaya untuk membuka keterisolasian daerah terpencil dan pedalaman agar mempunyai keterkaitan dengan daerah maju melalui penyediaan pelayanan angkutan keperintisan darat, laut dan udara. 3. Sasaran Meningkatnya pelayanan angkutan umum massal perkotaan, dengan arah kebijakan mengembangkan sistem angkutan umum massal dengan orientasi kepada angkutan bus maupun rel dengan fasilitas alih moda terpadu, melalui strategi antara lain : a. Penyiapan konsep angkutan umum massal perkotaan yang lebih matang dan komprehensif Penyiapan konsep angkutan umum massal perkotaan yang lebih matang dan komprehensif bertujuan untuk meningkatkan jumlah penduduk perkotaan yang akan menggunakan sistem angkutan umum, meninggalkan kendaraan pribadinya di rumah, dan menciptakan transportasi kota yang lebih efisien, ramah lingkungan, dan berkeadaban. Kota akan bertahan secara lingkungan Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

89 dan efisiensi energi kalau pergerakan ekonominya didukung oleh sistem angkutan umum cepat masal yang didukung dengan jaringan pengumpan (feeder services). b. Pengembangan BRT Penerapan angkutan umum massal perkotaan salah satunya dilakukan melalui pengembangan Bus Rapid Transit/BRT. Penerapan sistem BRT perlu terpadu dalam fisik/prasarana, pelayanan, serta dalam konteks transportasi cerdas dengan memanfaatkan Information Technology. Transportasi antar moda di perkotaan perlu dibangun dengan memperhatikan pengembangan transportasi tidak bermotor dalam rangka menuju terwujudnya transportasi perkotaan yang berkelanjutan, yang didukung komitmen yang kuat dari Kepala Daerah dalam bentuk perencanaan, pendanaan dan kesiapan pengoperasian. c. Pembangunan dan pengembangan angkutan massal perkotaan berbasis rel Selain pengembangan angkutan umum perkotaan dengan Bus Rapid Transit, angkutan perkotaan dapat dilakukan melalui pembangunan angkutan massal perkotaan berbasis rel. d. Penyediaan dana subsidi/ PSO yang terarah untuk penyelenggaraan angkutan umum massal perkotaan Penerapan angkutan umum dengan BRT dan MRT dianggap tidak menarik bagi kota-kota yang belum menerapkannya karena dipersepsikan membebani anggaran. Oleh karena itu untuk mewujudkan penyelenggaraan sistem angkutan umum yang handal dan berkelanjutan dibutuhkan antara lain dukungan kebijakan secara nyata dari pemerintah di sektor anggaran melalui penyediaan dana subisidi/pso yang terarah. 4. Sasaran meningkatnya aplikasi teknologi informasi dan skema sistem manajemen transportasi perkotaan, dengan arah kebijakan meningkatkan aplikasi teknologi informasi dalam sistem manajemen perkotaan, melalui strategi antara lain : a. Penerapan sistem informasi lalu lintas secara real time, penerapan ATCS dan Virtual Mobility Penerapan Manajemen Sistem Transportasi Perkotaan yang modern, mulai dari skala mikro persimpangan dan ruas jalan dengan Manajemen Lalu Lintas sampai kepada full-scale demand management seperti Electronic Road Pricing. Dalam skala dan kondisi tertentu yang memungkinkan, penerapapan Area Traffic Control System (ATCS) dapat dikembangkan secara efektif hanya kalau ruas-ruas jalan tidak berada dalam keadaan jenuh (over-saturated). Jaringan jalan dalam kedaan macet parah pada semua ruasnya akan tidak efektif apabila diterapkan ATCS. Transportasi kota dengan 2 komponen utama yakni jaringan jalan dan sistem angkutan umum perlu dinaungi oleh Sisem Manajemen Transportasi yang komprehensif dan sesuai dengan Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

90 hierarki pergerakan, fasilitas ruang jalan, dan skala kepadatan/kemacetan lalu lintas yang ada. b. Penerapan sistem tiket elektonik yang terintegrasi Intelligent Transport System/ITS pada prinsipnya adalah penerapan teknologi maju di bidang elektronika, komputer dan telekomunikasi untuk membuat prasarana dan sarana transportasi lebih informatif, lancar, aman dan nyaman sekaligus ramah lingkungan. Sistem ini mempunyai tujuan dasar untuk membuat system transportasi yang mempunyai kecerdasan, sehingga dapat membantu pemakai transportasi dan pengguna transportasi untuk mendapatkan informasi, mempermudah transaksi, meningkatkan kapasitas prasarana dan sarana transportasi, mengurangi kemacetan atau antrean, meningkatkan keamanan dan kenyamanan, mengurangi polusi lingkungan, mengefisiensikan pengelolaan transportasi. 3.3 KERANGKA REGULASI Dari sisi regulasi, Kementerian Perhubungan telah memiliki berbagai dasar hukum pembangunan dan pengelolaan sektor transportasi, yang ditandai dengan terbitnya paket Undang-Undang sektor transportasi beserta peraturan pelaksanaannya yang telah mengamanatkan perubahan pola kelembagaan penyelenggaraan transportasi yang pada intinya pemisahan antara peran regulator dan operator. Selanjutnya akan dilakukan identifikasi peraturan-peraturan yang masih perlu dijabarkan lagi turunannya, serta akan dilakukan langkah-langkah deregulasi untuk berbagai peraturan yang merupakan produk yang sudah lama yang dinilai dapat menghambat pelaksanaan tugas dan menciptakan ketidakpastian hukum di masyarakat, untuk kemudian dilakukan reformasi jika dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi terkini, yang meliputi aspek keselamatan dan keamanan transportasi, pelayanan, dan kapasitas transportasi. Penyelesaian mandat-mandat Undang-Undang sektor transportasi tersebut, bukan hanya berada pada Kementerian Perhubungan, namun juga melibatkan stakeholders lainnya, khususnya BUMN terkait, Kementerian BUMN, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara. Oleh karenanya sinergi dan komitmen dari seluruh stakeholders merupakan hal yang penting bagi penyelesaian mandat Undang-Undang sektor transportasi tersebut. Dalam Tahun ditargetkan dapat diselesaikan peraturan perundang-undangan di lingkungan Kementerian Perhubungan sebanyak 220 peraturan, dengan rincian antara lain sebagai berikut : Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

91 a. 85 Peraturan Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang terdiri dari 14 Peraturan Pemerintah, 70 Peraturan Menteri Perhubungan, dan 1 Peraturan Pemerintah/Peraturan Menteri/Peraturan Presiden; b. 28 Peraturan Menteri Perhubungan Bidang Perkeretaapian; c. 63 Peraturan Bidang Pelayaran, yang terdiri dari 8 Peraturan Pemerintah dan 55 Peraturan Menteri Perhubungan; d. 44 Peraturan Bidang Perhubungan Udara, yang terdiri dari 5 Peraturan Pemerintah, 36 Peraturan Menteri Perhubungan, dan 3 Peraturan yang akan disesuaikan dengan amanat dan kebutuhan KERANGKA REGULASI BIDANG LALU LINTAS ANGKUTAN JALAN Sebagai bagian dari sistem transportasi nasional, lalu lintas dan angkutan jalan harus dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan, kesejahteraan, ketertiban berlalu lintas dan angkutan jalan dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, otonomi daerah, serta akuntabilitas penyelenggaraan negara. Sebagai pelaksanaan amanat dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, terdapat beberapa Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri yang perlu disusun baik terkait dengan penyelenggaraan angkutan orang maupun barang di jalan, khususnya perumusan terkait : 1. Landasan pengembangan sistem transportasi perkotaan melalui penetapan PP/Perpres pembentukan otoritas transportasi yang memiliki kewenangan dalam penyelenggaraan transportasi di wilayah perkotaan yang melewati lintas batas kewenangan Pemda; 2. Peran pemerintah pusat dalam penyelenggaraan transportasi perkotaan yang diatur nantinya didalam Perpres/PP tersebut termasuk dalam PSO untuk angkutan perkotaan, sebagai bentuk dukungan pemerintah pusat dalam pengembangan angkutan massal di kota-kota besar, yang secara finansial pemda setempat belum mampu membiayai investasi maupun operasinya KERANGKA REGULASI BIDANG PERKERETAAPIAN Kerangka regulasi bidang perkeretaapian yang dibutuhkan disusun dengan mengacu pada UU Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian dan 2 (dua) Peraturan Pemerintah pelaksanaannya, serta 58 (lima puluh delapan) Peraturan Menteri Perhubungan sebagai pelaksanaannya, meliputi: Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

92 1. Revisi PP Nomor 56 tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian berupa penyederhanaan perizinan untuk mendorong penyelenggaraan sarana dan prasarana kereta api oleh pihak swasta/bumn/pemda; 2. Revisi PP Nomor 72 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api untuk memberikan dasar legalitas dalam pengadaan sarana kereta api ekonomi guna mendukung pelaksanaan kewajiban pelayanan publik (PSO) bidang perkeretaapian; 3. Revisi Perpres Nomor 83 Tahun 2011 untuk penguatan fungsi dan kewenangan kelembagaan sebagai landasan hukum bagi pemerintah dan badan usaha lainnya dalam mendorong penyelenggaraan sarana dan prasarana kereta api di wilayah perkotaan, seperti Jabodatebek, Surabaya, Yogyakarta, Bandung, Semarang dan wilayah perkotaan lainnya; 4. Penyediaan regulasi terkait dengan pelaksanaan PNBP bidang perkeretaaapian; 5. Penyempurnaan regulasi terkait standar spesifikasi teknis sarana dan prasarana perkeretaapian sesuai jenis teknologi terkini; 6. Penyempurnaan regulasi sebagai upaya peningkatan keselamatan dan keamanan transportasi perkeretaapian KERANGKA REGULASI BIDANG PERHUBUNGAN LAUT Mewujudkan sistem transportasi laut yang efektif dan efisien, serta membantu terciptanya pola distribusi nasional yang mantap dan dinamis merupakan amanat dari Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Perwujudan ini dilakukan melalui implementasi pengaturan terhadap angkutan di pengairan, kepelabuhan, kenavigasian, keselamatan dan kemananan pelayaran, dan perlindungan lingkungan maritim. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran mengamanatkan perlunya dilakukan ratifikasi maupun perumusan landasan hukum bagi pemerintah dalam mendukung pembiayaan penyediaan armada pelayaran nasional melalui penerbitan Pepres untuk Ratifikasi Arrest of Ship Convention 1999 untuk melengkapi ratifikasi Maritime Liens and Mortgages 1993 yang telah dilakukan dengan Perpres 44 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Convention on Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

93 Maritime Liens and Mortgages 1993 (Konvensi International tentang Piutang Maritim dan Mortgages 1993). Dalam rangka mendukung pemberdayaan Pelayaran Rakyat (Pelra) sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 93 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Laut menyebutkan bahwa pelayaran rakyat adalah usaha rakyat yang bersifat tradisional dan mempunyai karakteristik untuk melaksanakan angkutan di perairan dengan menggunakan kapal layar, kapal layar motor dan atau kapal motor sederhana berbendera Indonesia dengan ukuran tertentu. Dengan karakteristik pelayaran rakyat yang menggunakan kapal tradisional, trayek yang tidak tetap dan tidak teratur serta masih minimnya aspek keselamatan dan keamanan maka diperlukan Perpres Pelayaran Rakyat yang akan mengatur spesifikasi teknis, muatan, dan pembiayaan. Sejalan dengan hal tersebut didalam Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun penerbitan Peraturan Presiden akan menjadi domain lintas sektor khususnya sektor transportasi laut dan lintas lembaga mengingat terdapat beberapa pemangku kebijakan yaitu Kementerian Perhubungan, Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI-AL), Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Kementerian Keuangan (Bea Cukai). Selain regulasi tersebut, juga akan dilakukan perubahan dan penyusunan regulasi yang disesuaikan dengan tantangan global, regional dan nasional antara lain : 1. Menjamin dan memperkuat keterkaitan antara keselamatan, keamanan, efisiensi dan ramah lingkungan transportasi laut, dalam rangka pengembangan perdagangan global dan ekonomi dunia dan pencapaian tujuan Pembangunan Milenium (MDGs); 2. Mendorong pemenuhan ketentuan peraturan internasional dengan mengatur pelayaran internasional dan dalam negeri dengan mempromosikan pelaksanaan yang selaras dengan negara-negara anggota lainnya; 3. Menjamin keselamatan, keamanan dan perlindungan lingkungan maritim dan secara berkesinambungan akan melakukan peninjauan ulang peraturan untuk memastikan kecukupan, efektivitas dan relevansi sarana dan prasarana yang tersedia; 4. Ratifikasi atas konvensi internasional khususnya yang dikeluarkan IMO dan ILO sesuai perkembangan amandemen; 5. Penguatan regulasi untuk penyelenggaraan investasi terkait persyaratan dan bentuk kerjasama pemerintah & swasta dalam penyelenggaraan transportasi laut; 6. Standarisasi dan spesifikasi teknis sarana dan prasarana transportasi laut; 7. Standarisasi dan spesifikasi teknik fasilitas bagi pengguna transportasi laut berkebutuhan khusus. Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

94 3.3.4 KERANGKA REGULASI BIDANG PERHUBUNGAN UDARA Pembangunan transportasi udara bertujuan untuk meningkatkan efisiensi pergerakan orang dan barang, memperkecil kesenjangan pelayanan angkutan udara antar wilayah serta mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Transportasi udara memiliki karakteristik khusus berupa keunggulan kecepatan dibandingkan moda transportasi lainnya. Namun transportasi udara merupakan sub sektor transportasi yang sarat dengan aturan internasional. Interkoneksi antara transportasi udara dengan moda transportasi lainnya perlu dijamin, termasuk adanya jaminan keselamatan penerbangan di wilayah Indonesia. Jaminan tersebut diwujudkan melalui kerjasama yang baik antara lembaga Pemerintah sebagai pemegang otoritas pengelola transportasi udara bersama operator bandara dan perusahaan penerbangan serta pemenuhan standar keselamatan penerbangan internasional yang telah ditetapkan oleh ICAO (Internasional Civil Aviation Organization). Untuk itu perlu dilaksanakan kebijakan nasional dalam pengembangan transportasi udara sesuai dengan amanat dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dalam kerangka penyusunan Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri terkait dengan pengaturan prosedur dan operasi penerbangan, meliputi : 1. Penyusunan Peraturan Pemerintah sebagai tindak lanjut UU No.1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, antara lain mengatur tentang : pelanggaran wilayah kedaulatan, penetapan kawasan udara terlarang, kawasan udara terbatas, pelaksanaan tindakan terhadap pesawat udara dan personel pesawat udara serta tata cara dan prosedur pelaksanaan tindakan pemaksaan oleh pesawat udara negara; 2. Penyusunan Peraturan Menteri sebagai tindak lanjut UU No.1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, antara lain mengatur : tentang pendelegasian kewenangan pembinaan kepada unit di bawah Menteri, mengatur tentang lembaga penyelenggaran pelayanan umum, serta proses dan biaya sertifikasi; 3. Penyusunan Peraturan Menteri sebagai turunan PP No. 40 Tahun 2012 tentang Pembangunan dan Pelestarian Lingkungan Hidup Bandar Udara, antara lain mengatur tentang : standar rancang bangun dan/atau rekayasa fasilitas bandar udara, serta standar kelaikan fasilitas, mengatur tentang rancangan teknik terinci fasilitas pokok bandar udara dan pengesahan; 4. Penyusunan Peraturan Menteri sebagai turunan PP No. 77 Tahun 2012 tentang Perum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (LPPNPI), antara lain mengatur tentang : penambahan penyertaan modal negara yang berasal dari kapitalisasi cadangan dan sumber lainnya, mengatur tentang penambahan penyertaan modal negara yang berasal dari kapitalisasi cadangan dan sumber lainnya. Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

95 3.3.5 KERANGKA REGULASI BIDANG TRANSPORTASI ANTARMODA/ MULTIMODA Untuk mewujudkan penyelenggaraan angkutan antarmoda maka diperlukan keterpaduan pelayanan guna mewujudkan pelayanan one step service pada angkutan penumpang dan barang. Sampai dengan saat ini penanganan keterpaduan pelayanan angkutan antarmoda/multimoda masih belum optimal dikarenakan belum adanya satu unit organisasi yang memiliki kewenangan tunggal terhadap perencanaan dan pengelolaan transportasi antarmoda/multimoda, sehingga diperlukan pembentukan unit pengembangan transportasi manajemen antarmoda/multimoda KERANGKA REGULASI BIDANG PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TRANSPORTASI Kebutuhan akan pelaksanaan kegiatan penelitian untuk menjawab permasalahan transportasi yang semakin kompleks serta kebutuhan penyediaan kebijakan transportasi kedepan membutuhkan peran Badan Litbang Perhubungan dengan kewenangan yang lebih luas. Transformasi peran dan fungsi Badan Litbang Perhubungan membutuhkan kelengkapan regulasi dan kelembagaan pendukung sebagai penguatan peningkatan peran dan fungsi Badan Litbang Perhubungan kedepannya. Terlebih lagi dengan adanya tuntutan hasil penelitian Badan Litbang Perhubungan untuk dapat dimanfaatkan secara optimal. Upaya transformasi peran dan fungsi Badan Litbang Perhubungan akan dilakukan secara bertahap mulai tahun 2015 yang ditandai dengan penetapan Perpres Nomor 40 Tahun 2015 tentang Kementerian Perhubungan. Tugas pokok dan fungsi Badan Litbang Perhubungan sebagaimana tercantum dalam Perpres Nomor 40 Tahun 2015 pada Pasal 24 dan Pasal 25 adalah: Tugas Pokok Badan Litbang Perhubungan: Menyelenggarakan Penelitian Dan Pengembangan di Bidang Transportasi Fungsi Badan Litbang Perhubungan: 1. Penyusunan kebijakan teknis, rencana dan program penelitian dan pengembangan di bidang transportasi; 2. Pelaksanaan penelitian dan pengembangan, harmonisasi dan kerjasama penelitian dan pengembangan, dukungan teknis penelitian dan pengembangan teknologi dan rekayasa serta pengkajian kebijakan di bidang transportasi; 3. Pemantauan, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan penelitian dan pengembangan bidang transportasi; Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

96 4. Pelaksanaan administrasi Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan; dan 5. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri. Dalam rangka memenuhi amanat kebijakan penelitian nasional untuk mengoptimalkan peran lembaga penelitian maka Badan Litbang Perhubungan membutuhkan kerangka regulasi meliputi: 1. Penguatan peran, fungsi dan kewenangan Badan Litbang Perhubungan dalam penyusunan perumusan kebijakan transportasi dan mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan penelitian di lingkungan Kementerian Perhubungan melalui revisi KM No 60 Tahun 2010 sebagai turunan dari Perpres Nomor 40 Tahun Kedepannya Badan Litbang Perhubungan membutuhkan kerangka regulasi untuk mendukung pelaksanaan operasional unit balai penelitian dan pengembangan teknologi di bidang transportasi sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 18 Tahun KERANGKA REGULASI BIDANG SDM TRANSPORTASI Kerangka Regulasi Bidang SDM Transportasi antara lain adalah : 1. Penyusunan Peraturan Menteri Perhubungan sebagai tindak lanjut Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2012 tentang SDM transportasi 2. Penyusunan standarisasi penyelenggaraan diklat SDM transportasi 3. Penyusunan pedoman pembinaan diklat SDM transportasi yang diselenggarakan oleh masyarakat 4. Penguatan peran Komite Nasional Pengawasan Mutu Diklat Transportasi 5. Pembentukan Lembaga Akreditasi Mandiri Diklat SDM transportasi 6. Penyusunan Peraturan Menteri Diklti dan Ristek tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) untuk kompetensi SDM transportasi (Perpres Nomor 8 Tahun 2012 tentang KKNI) 3.4 KERANGKA KELEMBAGAAN Kelembagaan dalam sektor transportasi merupakan salah satu isu sentral, yakni bagaimana suatu kelembagaan dapat merespons tanggung-jawab global permasalahan transportasi. Fungsi regulator ke depan sesuai amanat Undang- Undang sektor transportasi akan lebih mengarah pada stakeholders-management, yakni mengelola potensi setiap pihak untuk semaksimal mungkin dimanfaatkan bagi Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

97 penyediaan layanan transportasi nasional yang handal, berdaya saing, dan memberikan nilai tambah. Namun mengelola stakeholders pada pasar yang terbuka memberikan tantangan baru bagi Pemerintah yang dibentuk, karena akan muncul lebih banyak konflik yang harus dikelola dengan cara pandang yang jernih dan adil. Untuk itu diperlukan sinergi program Kementerian Perhubungan dengan sektor lain, juga penguatan koordinasi antara Kementerian Perhubungan dengan Dinas Perhubungan Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota. Kerangka kelembagaan memuat konteks pencapaian pada 2 (dua) sub-prioritas pembangunan, meliputi penguatan konektivitas nasional untuk mencapai keseimbangan pembangunan dan pengembangan sistem transportasi massal perkotaan PENGUATAN KONEKTIVITAS NASIONAL UNTUK MENCAPAI KESEIMBANGAN PEMBANGUNAN Penguatan konektivitas nasional untuk mencapai keseimbangan pembangunan yang dalam hal ini memiliki beberapa skema pengembangan dan revitalisasi kelembagaan, sebagai berikut : 1. Amanat kebijakan nasional untuk melakukan : a. Pembentukan otoritas transportasi yang memiliki kewenangan dalam penyelenggaraan transportasi di wilayah perkotaan yang melewati lintas batas kewenangan Pemda; b. Pembentukan Badan Layanan Umum (BLU) Perhubungan Darat, meliputi : Terminal Tipe A, BLU Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan, Balai Pengujian Laik Jalan dan Sertifikasi Kendaraan Bermotor; c. Penguatan fungsi dan kewenangan kelembagaan sebagai landasan hukum bagi Pemerintah dan badan usaha lainnya dalam mendorong penyelenggaraan sarana dan prasarana kereta api di wilayah Jabodetabek khususnya melalui Revisi Perpres No 83 Tahun 2011 Tentang Penugasan Kepada PT. Kereta Api Indonesia (Persero) untuk menyelenggarakan prasarana dan sarana kereta api Bandar Udara Soekarno-Hatta dan Jalur Lingkar Jakarta- Bogor- Depok-Tangerang-Bekasi. PT. KAI (Persero) memiliki dana yang terbatas sementara dana pemerintah tidak dapat membantu karena bertentangan dengan Perpres ini; d. Penguatan fungsi dan kewenangan kelembagaan sebagai landasan hukum bagi Pemerintah dan badan usaha lainnya dalam mendorong penyelenggaraan sarana dan prasarana transportasi laut melalui pembentukan Badan Layanan Umum (BLU) Pelabuhan di wilayah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, Maluku dan Papua, BLU Pelayanan Navigasi Pelayaran, BLU Pelayanan Perkapalan dan Kepelautan serta penguatan kelembagaan Penjagaan Laut dan Pantai; Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

98 e. Sesuai dengan amanah UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan yang mengatur pemisahan fungsi regulator dan operator bandar udara, dan menjawab hasil temuan ICAO USOAP, dalam penyediaan pelayanan oleh negara seperti penyediaan bandar udara, kalibrasi dan kesehatan penerbangan dalam 5 (lima) tahun ke depan akan dipisahkan menjadi pelaksanaan pelayanan oleh negara (State Operating Agency) dan pelaksana pembuat aturan (State Regulatory Agency) tanpa mengabaikan aspek keselamatan penerbangan. Pemisahan fungsi regulator dan operator bandar udara saat ini masih dilakukan secara internal. Untuk pelaksana pembuat aturan, telah terbentuk 10 (sepuluh) kantor otoritas bandar udara melalui Permenhub Nomor PM.41 Tahun 2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Otoritas Bandar Udara. Dalam 5 (lima) tahun mendatang pelaksanaan pelayanan oleh negara akan mulai dipisahkan dari pelaksana pembuat aturan sebagaimana berikut : 1) Pembentukan Badan Layanan Umum (BLU) di wilayah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, Maluku dan Papua, BLU Kelaikan Udara dan Pengoperasian Udara, BLU Kesehatan Penerbangan, BLU Teknik Penerbangan, BLU Besar Kalibrasi Fasilitas Penerbangan; 2) Pembentukan Badan Layanan Umum (BLU) Kalibrasi Fasilitas Penerbangan. sesuai Peraturan Dirjen Perhubungan Udara Nomor KP. 173 Tahun 2013 tentang Sertifikasi Penyelenggara Kalibrasi Fasilitas Navigasi Penerbangan (advisory circular part 171-7) yang menyatakan bahwa penyelenggara kalibrasi fasilitas navigasi penerbangan adalah Pemerintah dan/atau Badan Hukum Indonesia yang mendapatkan sertifikat untuk menyelenggarakan kalibrasi fasilitas navigasi penerbangan. Oleh sebab itu dimungkinkan penyelenggara bandar udara dilaksanakan oleh Badan Hukum Indonesia; 3) Pembentukan Balai Teknik Bandar Udara Rencana pembentukan Balai Teknik Bandar Udara akan digabungkan dengan Balai Elektronika yang saat ini telah berubah menjadi Balai Teknik Penerbangan (Permenhub Nomor KM.33 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Teknik Penerbangan); 4) Pembentukan Majelis Profesi Penerbangan; 5) Pembentukan Balai Sertifikasi Kelaikudaraan. f. Badan Layanan Umum (BLU) Badan Pengembangan SDM Perhubungan, meliputi : BP3IP Jakarta, STIP Marunda-Jakarta, PIP Makassar, PIP Semarang, Poltekpel Surabaya, ATKP Surabaya, PKTJ Tegal; g. Satker BPSDMP yang proses menjadi PK-BLU, meliputi : STTD Bekasi, STPI Curug Tangerang, ATKP Medan, LP3 Banyuwangi, BP2IP Sorong, BPPTD Bali, API Madiun, BPPTD Palembang, BPP PNB Palembang, BPP PNB Jayapura, BP3 Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

99 Curug Tangerang, BPPTL Jakarta, BP2IP Barombong, BP2IP Malahayati Aceh, ATKP Makassar, BP2IP Tangerang, dan pembentukan BLU Pengelola Kapal Latih; h. Pembentukan Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi, meliputi : Balai Litbang Teknologi Keselamatan Penerbangan, Balai Litbang Teknologi Perhubungan Darat dan Perkeretaapian, dan Balai Litbang Teknologi Perhubungan Laut; Tugas dan fungsi Badan Litbang Perhubungan adalah memberikan rekomendasi strategis dalam pengambilan langkah dan kebijakan di sektor transportasi. Saat ini kegiatan penelitian Badan Litbang Perhubungan masih berorientasi pada penelitian kebijakan (policy research). Adanya tuntutan bahwa setiap program pembangunan dan pengambilan kebijakan didukung oleh hasil penelitian maka tidak hanya cukup dengan policy research semata. Perumusan kebijakan akan lebih efektif dan efisien apabila didukung oleh engineering research. Dengan demikian, Badan Litbang Perhubungan dapat menjalankan peran dan fungsinya secara maksimal sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 18 UU No 18/2002. Pada Pasal 11 ayat 1 juga disebutkan bahwa salah satu sumber daya penelitian dan pengembangan adalah adanya sarana dan prasarana sumber daya ilmu pengetahuan dan teknologi baik dalam bentuk fisik maupun non-fisik. Hal inilah yang menjadi dasar kebutuhan pembangunan balai litbang perhubungan. Direncanakan balai-balai tersebut akan menjadi unit eselon III di bawah Puslitbang Perhubungan. Tugas dan fungsi Balai Litbang Perhubungan adalah sebagai berikut: 1) Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi mempunyai tugas melaksanakan penelitian rekayasa teknologi sektor transportasi. 2) Dalam melaksanakan tugasnya Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi menyelenggarakan fungsi: a) Penyusunan rencana dan program Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi; b) Pelaksanaan penelitian rekayasa teknologi keselamatan sarana dan prasarana; c) Pelaksanaan penelitian rekayasa teknologi fasilitas peralatan sarana dan prasarana; d) Pelaksanaan penelitian rekayasa teknologi di sektor transportasi; e) Penyiapan rekomendasi guna penetapan kebijakan di bidang sarana dan prasarana penerbangan; f) Pelaksanaan kerjasama penelitian rekayasa teknologi keselamatan penerbangan; Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

100 g) Pelaksanaan evaluasi dan penyusunan laporan; dan h) Pelaksanaan ketatausahaan, urusan kepegawaian, keuangan, perlengkapan, umum, hukum, hubungan masyarakat, dan kerumahtanggaan. Adapun usulan konsep bagan organisasi Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perhubungan dapat dilihat pada Gambar 3.1 berikut ini: Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Pusat Penelitian dan Pengembangan Manajemen Transp. Multimoda Pusat Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Udara Pusat Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Darat dan KA Pusat Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Laut Balai Litbang dan Teknologi Keselamatan Penerbangan Balai Litbang Perhubungan Darat dan Perkeretaapian Balai Litbang Perhubungan Laut Gambar 3.1 Konsep Bagan Organisasi Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perhubungan Secara rinci konsep struktur organisasi Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perhubungan adalah sebagai berikut: Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Subbagian Tata Usaha Seksi Penelitian dan Pengembangan Sarana Teknologi Kelompok Jabatan Fungsional Gambar 3.2 Konsep Struktur Organisasi Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perhubungan Seksi Penelitian dan Pengembangan Prasarana Teknologi Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

101 2. Sinergisasi program antara Ditjen Perhubungan Laut, Ditjen Perhubungan Udara, Ditjen Perkeretaapian dan Ditjen Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dalam mengelola integrasi moda di pelabuhan dan bandara; 3. Sinergisasi program Pemerintah Daerah dan Pusat; 4. Perkuatan lembaga pengelola pengadaan sarana transportasi; 5. Pengembangan sistem transportasi massal perkotaan, melalui: a. Perkuatan kelembagaan Kementerian Perhubungan untuk berperan di kota aglomerasi; b. Pembentukan Lembaga Otoritas Transportasi PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI MASSAL PERKOTAAN 1. Penguatan Kelembagaan Kementerian dan Pembentukan Badan Otoritas Baru a. Pembentukan Unit Kerja Penyelengara Angkutan Kereta Api Perintis Pembentukan unit kerja ini dilakukan untuk mendukung penyelenggaraan prasarana angkutan perintis khususnya kereta api dalam pembangunan sarana dan prasarana serta mendukung operasional dan pemeliharaan kereta api perintis. Kebutuhan kelembagaan yang dibangun adalah lembaga pemerintah yang dikerjasamakan dengan swasta atau BUMN dengan pola dan mekanisme Kerjasama Pemerintah-Swasta. b. Penguatan Koordinasi Transportasi Nasional Penguatan koordinasi transportasi nasional dilakukan melalui pengkoordinasian potensi, permasalahan, dan usulan program/ kegiatan pusat (sektor transportasi dan lintas sektor), serta usulan program/ kegiatan daerah (Provinsi dan Kabupaten/ Kota) dalam pembangunan transportasi. Yang nantinya akan dilakukan pencermatan output/ target capaian pembangunan transportasi baik di daerah (provinsi dan kabupaten), maupun tingkat pusat (nasional). Hal ini bertujuan untuk memberikan konsistensi dan keselarasan perencanaan pembangunan kaitannya dengan sharing anggaran pusat (APBN) dalam bentuk dana dekonsentrasi, tugas pembantuan, maupun dana alokasi khusus, serta sharing anggaran daerah (APBD Provinsi maupun Kabupaten/Kota). Penguatan koordinasi transportasi nasional juga dilakukan terkait dengan peluncuran anggaran yang bersumber dari dana hibah maupun bantuan internasional, serta kontribusi sektor swasta dalam pembangunan sektor transportasi, yang nantinya akan disesuaikan dengan muatan substansi perencanaan pembangunan yang disusun dan disepakati oleh Pemerintah Pusat (Kementerian/Lembaga) dan Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota). Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

102 Gambar 3.3 Penguatan Koordinasi Transportasi Nasional c. Pembentukan Unit Kerja Pengembangan Angkutan Multimoda Dalam rangka mewujudkan keterpaduan pelayanan one stop service pada angkutan penumpang dan barang maka diperlukan pembentukan unit pengembangan transportasi manajemen antarmoda/ multimoda. Pembentukan unit kerja pengembangan angkutan multimoda dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan, sebagai berikut : 1) Bukan merupakan amanat langsung dari Undang-Undang sektor transportasi, namun skema ini disusun untuk mengkoordinasi kebutuhan pengembangan angkutan multimoda sesuai UU 23/2007, UU 17/2008, UU 1/2009, UU 22/2009; 2) Dapat dikembangkan dalam 1 unit kerja di Kementerian Perhubungan setingkat Eselon I atau Eselon II. Pola koordinasi dan kebutuhan pengembangan kelembagaan angkutan multimoda pada Kementerian Perhubungan pada unit kerja Eselon II dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

103 Gambar 3.4 Pengembangan Kelembagaan Multimoda dengan Skema PenempatanPada Unit Kerja Eselon II Tahun Unit Kerja Pengembangan Angkutan Multimoda nantinya akan mempunyai tugas, sebagai berikut : 1) Mengkoordinasi kebutuhan perencanaan, pembangunan, dan pengendalian transportasi multimoda; 2) Mengembangkan angkutan multimoda; 3) Mengatur kinerja pelayanan angkutan multimoda; 4) Mengatur pengalokasian sarana dan prasarana pengembangan angkutan multimoda. 2. Pembentukan Balai Dalam Mendukung Tupoksi Ditjen Perkeretaapian di Daerah Seiring dengan perluasan penyediaan jaringan prasarana dan pelayanan perkeretaapian di berbagai wilayah di Indonesia, maka tugas teknis dalam pelaksanaan fungsi regulator maupun pembangunan perkeretaapian yang akan dilakukan oleh Ditjen Perkeretaapian akan menjadi lebih luas dan kompleks. Oleh karena itu, berbagai tugas tersebut tidak memungkinkan untuk dilakukan oleh kelembagaan eksisting yang terkonsentrasi di Pusat. Untuk itu, perlu dibentuk beberapa UPT di daerah untuk membantu pelaksanaan tugas teknis di lapangan. Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

104 Gambar 3.5 Pembentukan Balai Dalam Mendukung Tupoksi Ditjen Perkeretaapian di Daerah PEMBENTUKAN BADAN PENYELENGGARA TRANSPORTASI JABODETABEK (BPTJ) LATAR BELAKANG Pemerintah Pusat mempunyai kewajiban untuk menyelenggarakan pelayanan transportasi yang baik untuk masyarakat. Hal itu tertuang dalam undang-undang transportasi yaitu Undang Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Undang-undang No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, Undang-undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dan Undang-undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa: Transportasi dikuasai oleh Negara dan pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah; Pembinaan dan penyelenggaraan transportasi antar/lintas provinsi atau negara dilakukan Pemerintah. Di samping itu, dalam Undang-Undang no. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah juga disebutkan bahwa urusan pemerintahan yang lokasinya lintas daerah provinsi atau lintas negara menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. Dengan dasar Undang-undang tersebut dan beranjak dari beberapa permasalahan tersebut di atas maka pemerintah pusat wajib membentuk suatu lembaga atau unit Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

105 organisasi yang menyelenggarakan transportasi Jabodetabek untuk dapat memberikan pelayanan transportasi umum yang handal, aman, nyaman, selamat, dan terintegrasi dalam rangka menyelesaikan permasalahan-permasalahan transportasi, khususnya permasalahan lintas daerah dan lintas sektor. Berangkat dari latar belakang di atas maka perlu dibentuk organisasi yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Perhubungan, yaitu Badan Penyelenggara Transportasi Jabodetabek yang memiliki kewenangan dan fungsi melakukan tugas lintas daerah provinsi dalam rangka mendukung pembangunan nasional terutama kelancaran dan kemajuan transportasi di wilayah Provinsi DKI Jakarta dan sebagian wilayah Provinsi Jawa Barat, meliputi Kota Depok, Kota Bogor, Kota Bekasi, Kabupaten Bogor dan Kabupaten Bekasi; serta sebagian wilayah Provinsi Banten, meliputi Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kabupaten Tangerang. Tujuan Pembentukan Lembaga BPTJ (Badan Penyelenggara Transportasi Jabodetabek), yaitu: 1. Mengkoordinasikan dan mensinkronisasi penyusunan rencana umum dan rencana program kegiatan Pemerintah Daerah dan Kementerian/ Lembaga dalam rangka pengembangan dan peningkatan pelayanan transportasi yang terintegrasi di wilayah Jabodetabek berdasarkan Rencana Induk Transportasi Jabodetabek. 2. Meningkatkan dan mengembangkan sarana dan prasarana penyediaan pelayanan angkutan umum perkotaan di wilayah Jabodetabek. 3. Mengatur manajemen permintaan lalu lintas di wilayah Jabodetabek. 4. Menyusun regulasi dan kebijakan dalam kaitannya dengan penyelenggaraan transportasi yang terintegritasi di wilayah Jabodetabek. 5. Melakukan pengkajian penataan ruang yang berorientasi angkutan umum massal VISI DAN MISI Visi: Terwujudnya peningkatan pelayanan, keterpaduan, konektivitas dan mobilitas orang dan barang/ jasa transportasi di wilayah Jabodetabek. Misi: 1. Melaksanakan kebijakan koordinasi dan sinkronisasi dalam rangka meningkatan pelayanan jasa transportasi di wilayah Jabodetabek; 2. Melakukan fasilitasi teknis, pembiayaan dan atau manajemen Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

106 dalam rangka peningkatan penyediaan pelayanan, pengembangan sarana dan prasarana penunjang angkutan umum, serta pelaksanaan manajemen permintaan lalu lintas di wilayah Jabodetabek; 3. Melakukan penyusunan rencana program, kebutuhan anggaran, regulasi dan kebijakan serta rekomendasi penataan ruang dan kebijakan perizinan yang berorientasi angkutan umum massal dan terintegrasi di wilayah Jabodetabek ORGANISASI BADAN PENYELENGGARA TRANSPORTASI JABODETABEK (BPTJ) 1. Kedudukan Badan Penyelenggara Transportasi Jabodetabek merupakan unit organisasi tersendiri setingkat Pejabat Tinggi Madya yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Perhubungan. BPTJ dipimpin oleh seorang Kepala. 2. Tugas dan Fungsi BPTJ mempunyai tugas pokok mengembangkan, mengelola, dan meningkatan pelayanan transportasi secara terintegrasi di wilayah Jabodetabek dengan menerapkan tata kelola organisasi yang baik. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana maksud diatas Badan Penyelenggaraan Transportasi Jabodetabek menyelenggarakan fungsi : a. Koordinasi dan sinkronisasi penyusunan rencana umum dan rencana program kegiatan Kementerian/ Lembaga dan Pemerintah Daerah dalam rangka pengembangan dan peningkatan pelayanan transportasi yang terintegrasi di wilayah Jabodetabek berdasarkan Rencana Induk Transportasi Perkotaan Jabodetabek; b. Koordinasi dan sinkronisasi perencanaan kebutuhan anggaran dalam rangka pelaksanaan rencana umum dan rencana program kegiatan dalam rangka pengembangan dan peningkatan pelayanan transportasi yang terintegrasi di wilayah Jabodetabek; c. Fasilitasi teknis, pembiayaan dan/atau manajemen dalam rangka peningkatan penyediaan pelayanan angkutan umum perkotaan di wilayah Jabodetabek; d. Fasilitasi teknis, pembiayaan dan/atau manajemen dalam rangka pengembangan dan peningkatan sarana dan prasarana penunjang penyediaan pelayanan angkutan umum perkotaan di wilayah Jabodetabek; e. Fasilitasi teknis, pembiayaan dan/atau manajemen dalam rangka pelaksanaan manajemen permintaan lalu lintas di wilayah Jabodetabek; f. Penyusunan rencana pelaksanaan, perencanaan kebutuhan anggaran, dan pelaksanaan program kegiatan transportasi dalam Rencana Induk Transportasi Jabodetabek yang tidak termasuk dalam rencana umum dan rencana program kegiatan transportasi dari Kementerian/ Lembaga dan Pemerintah Daerah; Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

107 g. Penyiapan usulan regulasi dan kebijakan dalam kaitannya dengan penyelenggaraan transportasi yang terintegrasi di wilayah Jabodetabek; h. Pemberian rekomendasi penataan ruang yang berorientasi angkutan umum massal; i. Pemberian perijinan angkutan umum yang melampaui batas propinsi di wilayah Jabodetabek dan pemberian rekomendasi untuk angkutan terusan (feeder service); j. Pemantauan, evaluasi dan pelaporan terhadap pelaksanaan rencana umum dan program pengembangan dan pelayanan transportasi yang terintegrasi di wilayah Jabodetabek; k. Melakukan koreksi dan pemberian sanksi terhadap pelanggaran Rencana Induk Transportasi Jabodetabek yang dilakukan oleh instansi, operator dan pihak lainnya; l. Pelaksanaan kegiatan lain yang ditetapkan oleh Menteri Perhubungan SUSUNAN STRUKTUR ORGANISASI Susunan struktur organisasi BPTJ digambarkan dalam bagan di bawah ini. Gambar 3.6 Struktur Organisasi BPTJ Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

108

109

110 BAB 4. KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN 4.1 KINERJA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN Untuk mendorong terciptanya akuntabilitas kinerja penyelenggaraan transportasi sebagai salah satu persyaratan terciptanya tata kelola pemerintahan yang baik, dibutuhkan pengukuran kinerja kegiatan untuk menilai tingkat keberhasilan pencapaian sasaran Kementerian Perhubungan. Pengukuran kinerja Kementerian Perhubungan merupakan hasil dari suatu penilaian yang sistematis serta didasarkan pada indikator kinerja kegiatan, meliputi masukan, keluaran, hasil, manfaat dan dampak. Tingkat keberhasilan suatu kegiatan ditandai dengan indikator kinerja utama Kementerian Perhubungan sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 85 Tahun 2010 tentang Penetapan Indikator Kinerja Utama di lingkungan Kementerian Perhubungan yang telah disempurnakan melalui Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 68 Tahun 2012 dengan tambahan indikator kegiatan yang bersifat strategis. Indikator Kinerja Utama (IKU) Kementerian Perhubungan tahun disusun sebagai indikator outcome dan bukan merupakan indikator output, yang dikelompokkan dalam 3 (tiga) aspek utama, yaitu : (1) Keselamatan dan keamanan transportasi, (2) Pelayanan transportasi, dan (3) Kapasitas transportasi. Tiap aspek memiliki sasaran dan kebijakan, sebagai berikut: KESELAMATAN DAN KEAMANAN TRANSPORTASI Dalam rangka mewujudkan keselamatan dan keamanan transportasi, Kementerian Perhubungan mempunyai dua sasaran, yaitu : (1) Menurunnya angka kecelakaan transportasi; dan (2) Menurunnya jumlah gangguan keamanan dalam penyelenggaraan transportasi selama kurun waktu Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

111 MENURUNNYA ANGKA KECELAKAAN TRANSPORTASI Untuk mencapai sasaran menurunnya angka kecelakaan transportasi, Kementerian Perhubungan menetapkan Indikator Kinerja Utama untuk tahun , yaitu: 1. Ratio kejadian kecelakaan transportasi nasional : a. Perkeretaapian yang diukur dengan angka kecelakaan kumulatif, dengan baseline tahun 2014 sebesar 0,65 (rasio kecelakaan/1 juta km), dan ditargetkan sampai tahun 2019 menjadi 0,55 (rasio kecelakaan/1 juta km), dengan kegiatan strategis diantaranya Peningkatan/rehabilitasi jalur KA sepanjang 1225 Km'sp, Peningkatan/rehabilitasi jembatan KA sepanjang 269 Unit, Peningkatan/rehabilitasi persinyalan, dan telekomunikasi KA sebanyak 41 Paket, Pelaksanaan Perawatan dan Pengoperasian Prasarana Perkeretaapian Milik Negara, Pembinaan bidang keselamatan perkeretaapian sebanyak 22 paket, Pengamanan perlintasan sebidang, Pengadaan fasilitas dan peralatan bidang keselamatan perkeretaapian sebanyak 95 paket; b. Transportasi Laut yang diukur melalui rasio kejadian kecelakaan yaitu jumlah kecelakaan yang terjadi pada setiap freight pada 48 Pelabuhan sesuai SK Dirjen Hubla Nomor UM.002/38/18/DJPL-11 dengan baseline tahun 2014 sebesar 1,080, ditargetkan sampai tahun 2019 rasio kejadian kecelakaan transportasi laut menjadi sebesar 0,638; c. Transportasi Udara yang diukur dengan angka kecelakaan, dengan baseline tahun 2014 sebesar 6,56 (rasio kejadian/ 1 juta flight), dan ditargetkan sampai pada tahun 2019 sebesar 2,45 (rasio kejadian/ 1 juta flight) melalui pengadaan fasilitas dan peralatan bidang keselamatan penerbangan. 2. Jumlah pedoman standar keselamatan dan keamanan transportasi, dengan target capaian s/d 2019 sebanyak 141 dokumen : a. Transportasi Darat dengan baseline 1 dokumen pada tahun 2014, ditargetkan menjadi 19 dokumen studi/kajian/desain/norma/standar/ pedoman/kriteria/prosedur terkait keselamatan bidang Perhubungan Darat sampai pada tahun 2019; b. Transportasi Perkeretaapian dengan baseline 1 dokumen pada tahun 2014, ditargetkan menjadi 2 dokumen studi/kajian/desain/norma/standar/ pedoman/kriteria/prosedur terkait keselamatan dan keamanan bidang Perkeretaapian sampai pada tahun 2019; c. Transportasi Laut dengan baseline 3 dokumen pada tahun 2014, ditargetkan menjadi 58 dokumen pedoman dan standar keselamatan dan keamanan transportasi laut sampai pada tahun Dalam rangka menurunkan angka kecelakaan Ditjen Hubla menerbitkan pedoman/standar terkait keselamatan dan keamanan pelayaran dalam bentuk surat edaran dan surat keputusan baik yang ditetapkan oleh Dirjen Hubla maupun Direktur Teknis terkait; d. Transportasi Udara dengan baseline 2 dokumen pada tahun 2014, dan ditargetkan sebanyak 62 dokumen studi/kajian/desain/norma/standar/ Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

112 pedoman/kriteria/prosedur terkait keselamatan bidang Perhubungan Udara sampai pada tahun Jumlah sarana dan prasarana keselamatan dan keamanan transportasi : a. Transportasi Darat berupa : 1) Jumlah Ketersediaan Marka Jalan dengan baseline tahun 2014 sepanjang m 2, ditargetkan menjadi m 2 sampai pada tahun 2019; 2) Jumlah Ketersediaan Rambu Lalu Lintas dengan baseline tahun 2014 sebanyak 800 Unit, ditargetkan menjadi Unit sampai pada tahun 2019; 3) Jumlah Ketersediaan APILL dengan baseline tahun 2014 sebanyak 50 Unit, ditargetkan menjadi Unit sampai pada tahun 2019; 4) Jumlah Ketersediaan Alat Penerangan Jalan Umum dengan baseline tahun 2014 sebanyak Unit, ditargetkan menjadi Unit sampai pada tahun 2019; 5) Jumlah Ketersediaan Alat Pengawasan dan Pengamanan Jalan (Fasilitas UPPKB) dengan baseline tahun 2014 sebanyak 0 Unit, ditargetkan menjadi 68 Unit sampai pada tahun 2019; 6) Jumlah Ketersediaan Alat Pengendali dan Pengaman Pengguna Jalan dengan baseline tahun 2014 sepanjang m, ditargetkan menjadi m sampai pada tahun 2019; 7) Pembangunan SBNP dan Rambu Sungai (LLASDP) dengan baseline tahun 2014 sebanyak 130 Unit, ditargetkan sebanyak Unit SBNP dan rambu sungai sampai pada tahun 2019; b. Transportasi Perkeretaapian yaitu pengadaan fasilitas dan peralatan bidang keamanan perkeretaapian berupa : 1) Fasilitas dan peralatan peningkatan keselamatan & SDM perkeretaapian dengan baseline tahun 2014 sebanyak 29 Unit, ditargetkan menjadi 124 Unit sampai pada tahun 2019; 2) Perangkat Automatic Train Protection (ATP) ditargetkan menjadi 17 Unit sampai pada tahun 2019; c. Transportasi Laut mencakup: 1) Pembangunan SBNP dengan baseline tahun 2014 sebanyak Unit, ditargetkan sampai tahun 2019 sebanyak Unit; 2) Pembangunan dan upgrade GMDSS dengan baseline tahun 2014 sebanyak 73 Unit, ditargetkan sampai tahun 2019 sebanyak 216 Unit; 3) Pembangunan dan upgrade VTS dengan baseline tahun 2014 sebanyak 34 Unit, ditargetkan sampai tahun 2019 sebanyak 69 Unit; Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

113 4) Pembangunan/lanjutan/penyelesaian kapal patroli dengan baseline tahun 2014 sebanyak 315 Unit, ditargetkan sampai tahun 2019 sebanyak 599 Unit; 5) Pembangunan/lanjutan/penyelesaian kapal negara kenavigasian dengan baseline tahun 2014 sebanyak 64 Unit, ditargetkan sampai tahun 2019 sebanyak 105 Unit. d. Transportasi udara berupa fasilitas keamanan dan PK-PPK melalui pengadaan fasilitas dan peralatan bidang keamanan penerbangan, dengan baseline tahun 2014 sebanyak 312 paket, dan ditargetkan sampai tahun 2019 sebanyak pengadaan fasilitas pelayanan darurat dan peralatan bidang keamanan penerbangan; MENURUNNYA JUMLAH GANGGUAN KEAMANAN DALAM PENYELENGGARAAN TRANSPORTASI Untuk mencapai sasaran menurunnya jumlah gangguan keamanan dalam penyelenggaraan transportasi, Kementerian Perhubungan menetapkan Indikator Kinerja Utama untuk tahun yaitu jumlah gangguan keamanan pada pelayanan jasa transportasi (perkeretaapian, laut dan udara), dengan target capaian tahun sebanyak 221 kejadian/tahun, meliputi: a. Transportasi Perkeretaapian melalui Kegiatan Sosialisasi Peningkatan Keselamatan Perkeretaapian dengan target sampai tahun 2019 sebanyak 211 kejadian/tahun. b. Transportasi Laut melalui pelaksanaan patroli dan pengawasan pada jalur lalu lintas pelayaran dengan baseline tahun 2014 sebanyak 8 kejadian, dan ditargetkan sampai tahun 2019 menurun menjadi 5 kejadian gangguan keamanan/tahun; c. Transportasi Udara melalui pembangunan fasilitas keamanan penerbangan dengan baseline tahun 2014 sebanyak 8 kejadian, dan ditargetkan sampai tahun 2019 menurun menjadi 5 kejadian gangguan keamanan/tahun PELAYANAN TRANSPORTASI Dalam rangka peningkatan pelayanan transportasi, Kementerian Perhubungan mempunyai 7 sasaran, yaitu : (1) Meningkatnya kinerja pelayanan sarana dan prasarana transportasi, (2) Meningkatnya kompetensi SDM transportasi, meningkatnya kualitas dan kuantitas lulusan diklat SDM perhubungan, (3) Meningkatnya kualitas dan kuantitas penelitian dalam mendukung pembangunan bidang transportasi, (4) Meningkatnya kinerja Kementerian Perhubungan dalam mewujudkan good governance, (5) Meningkatnya penetapan dan kualitas regulasi dalam implementasi kebijakan bidang perhubungan, (6) Menurunnya emisi gas rumah kaca (RAN-GRK) dan meningkatnya penerapan teknologi ramah lingkungan Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

114 pada sektor tansportasi, dan (7) Meningkatnya kualitas kinerja pengawasan dalam rangka mewujudkan clean governance MENINGKATNYA KINERJA PELAYANAN SARANA DAN PRASARANA TRANSPORTASI Untuk mencapai sasaran meningkatnya kinerja pelayanan sarana dan prasarana transportasi, Kementerian Perhubungan menetapkan Indikator Kinerja Utama untuk tahun , yaitu : 1. Jumlah pedoman standar pelayanan sarana dan prasarana transportasi, dengan target capaian s/d 2019 sebanyak 102 dokumen : a. Transportasi Darat melalui Penyusunan dokumen studi/kajian/desain/ norma/standar/pedoman/kriteria/prosedur bidang Perhubungan Darat dengan baseline tahun 2014 sebanyak 3 dokumen, dan ditargetkan sampai pada tahun 2019 sebanyak 24 dokumen; b. Transportasi Perkeretaapian melalui Penyusunan dokumen studi/kajian/ desain/norma/standar/pedoman/kriteria/prosedur bidang lalu lintas dan angkutan kereta api (terkait SPM penyelenggaraan/pengoperasian Sarana dan Prasarana Perkeretaapian yang senantiasa mengikuti tuntutan masyarakat terhadap peningkatan kualitas pelayanan) yang ditargetkan sampai dengan tahun 2019 sebanyak 4 dokumen; c. Transportasi Laut melalui penyusunan pedoman standar pelayanan sarana dan prasarana transportasi laut dalam bentuk surat edaran dan surat keputusan baik yang ditetapkan oleh Dirjen Hubla maupun Direktur Teknis terkait, dengan baseline tahun 2014 sebanyak 4 dokumen, dan ditargetkan sampai pada tahun 2019 telah tersusun 34 dokumen pedoman dan standar pelayanan sarana dan prasarana transportasi laut; d. Transportasi udara melalui Penyusunan dokumen studi/kajian/desain/ norma/standar/pedoman/kriteria/prosedur bidang Perhubungan Udara dengan baseline tahun 2014 sebanyak 10 dokumen, dan ditargetkan sampai pada tahun 2019 sebanyak 40 dokumen. 2. Kinerja Pelayanan transportasi di Unit Pelayanan Teknis Perhubungan Laut (UPT), dengan target capaian s/d tahun 2019 sebesar 73,33 persen : a. Pencapaian waiting time (WT) melalui pengawasan operasional bongkar muat di pelabuhan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan, dengan baseline pada tahun 2014 sebesar 36,80%, dan ditargetkan sampai pada tahun 2019 pencapaian waiting time sebesar 70%; b. Pencapaian approach time (AT) melalui pengawasan operasional bongkar muat di pelabuhan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan, dengan baseline pada tahun 2014 sebesar 43,70%, dan ditargetkan sampai pada tahun 2019 pencapaian approach time sebesar 70%; Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

115 c. Pencapaian effective time (ET) melalui pengawasan operasional bongkar muat di pelabuhan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan, dengan baseline pada tahun 2014 sebesar 69,70%, dan ditargetkan sampai pada tahun 2019 pencapaian effective time mencapai 80%; TERPENUHINYA SDM TRANSPORTASI DALAM JUMLAH DAN KOMPETENSI SESUAI DENGAN KEBUTUHAN Untuk mencapai sasaran meningkatnya kompetensi SDM transportasi, meningkatnya kualitas dan kuantitas lulusan diklat SDM perhubungan serta tenaga pendidik transportasi, Kementerian Perhubungan menetapkan Indikator Kinerja Utama untuk tahun , yaitu peningkatan jumlah lulusan sumber daya manusia transportasi yang bersertifikat melalui terbangunnya Kampus Terpadu SDM Transportasi (ATKP Makassar), Kampus Terpadu SDM Transportasi (PIP Makassar), Kampus BP2TD di Bali, dan Kampus Baru Akademi Perkeretaapian di Madiun. Melalui terbangunnya kampus-kampus tersebut, ditargetkan percapai peningkatan jumlah SDM aparatur dan SDM lulusan diklat, meliputi: a. Baseline SDM aparatur pada tahun 2014 sebesar orang, ditargetkan menjadi orang sampai pada tahun 2019; b. Baseline SDM lulusan diklat tahun 2014 sebesar orang, ditargetkan menjadi orang sampai pada tahun MENINGKATNYA KUALITAS DAN KUANTITAS PENELITIAN DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN BIDANG TRANSPORTASI Untuk mencapai sasaran meningkatnya kualitas dan kuantitas penelitian dalam mendukung pembangunan bidang transportasi, Kementerian Perhubungan menetapkan Indikator Kinerja Utama untuk tahun berupa persentase pemanfaatan penelitian yang dijadikan bahan rekomendasi kebijakan dengan target pada tahun 2019 sebesar 80 %, melalui : perencanaan transportasi dengan menyusun dokumen perencanaan yang menjadi kebutuhan Ditjen, seperti penyusunan Rencana Induk (Terminal/Bandara/Pelabuhan/Stasiun) dan Tatrawil/Tatralok, Pengembangan klinik transportasi dengan memberikan pelayanan penelitian dan pengembangan kepada daerah yang memerlukan kajian dalam menyelesaikan permasalahan transportasi di daerah, sehingga dapat menjadi masukan dalam perumusan kebijakan oleh Pemerintah Daerah, dan Penyusunan NSPK dilakukan dalam memenuhi amanat/ turunan peraturan-perundangan MENINGKATNYA KINERJA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE Untuk mencapai sasaran meningkatnya kinerja Kementerian Perhubungan dalam mewujudkan good governance, Kementerian Perhubungan menetapkan Indikator Kinerja Utama untuk tahun , yaitu : Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

116 1. Penuntasan pelaksanaan reformasi birokrasi dengan baseline pada tahun 2014 mencapai 42% ( C ), dan ditargetkan sampai pada tahun 2019 sebesar 100% (A) melalui Pelaksanaan penilaian mandiri reformasi birokrasi, penyusunan roadmap reformasi birokrasi, dan sosialisasi pelaksanaan reformasi birokrasi; 2. Nilai aset negara yang berhasil diinventarisasi sesuai kaidah pengelolaan BMN melalui penyusunan SIMAK BMN Tahunan dengan baseline pada tahun 2014 sebesar Rp. 162,6 Triliun, dan ditargetkan sampai pada tahun 2019 sebesar Rp. 721,5 Triliun; 3. Opini BPK atas laporan keuangan Kementerian Perhubungan dengan target mempertahankan opini BPK berupa WTP sampai pada tahun 2019 melalui kegiatan strategis diantaranya : Penyusunan Laporan Keuangan Kementerian Perhubungan berbasis akrual yang tepat waktu, relevan, andal, dapat dibandingkan, dan dapat dipahami; Sosialisasi kegiatan akuntansi dan sistem prosedur keuangan berbasis akrual; Tindak lanjut hasil pemeriksaan dari aparat internal maupun eksternal yang cepat dan tepat; Pembekalan pengelola anggaran di lingkungan Kementerian Perhubungan; Pengelolaan dan penatausahaan BMN di lingkungan Kementerian Perhubungan; 4. Nilai AKIP Kementerian Perhubungan dengan baseline nilai AKIP B tahun 2014, dan ditargetkan sampai pada tahun 2019 memperoleh nilai AKIP AA, melalui pelaksanaan e-performance di lingkungan Kementerian Perhubungan; 5. Jumlah penyederhanaan perijinan di lingkungan Kementerian Perhubungan, dengan target capaian s/d tahun 2019 sebesar 100 persen : a. Transportasi Darat melalui pengawasan penerbitan perizinan sesuai ketentuan yang ditetapkan, yang ditargetkan sampai dengan tahun 2019 mencapai 100 persen; b. Transportasi Perkeretaapian: melalui penyederhanaan prosedur perizinan bidang perkeretaapian sesuai ketentuan yang ditetapkan, dengan target sampai dengan tahun 2019 sebanyak 100 persen; c. Transportasi Laut melalui penyederhanaan perizinan baik dalam bentuk pengurangan waktu pengurusan perizinan maupun pengalihan dari manual menjadi online, dengan target sebesar 100 persen sampai dengan tahun 2019; d. Transportasi Udara melalui pengawasan penerbitan perizinan sesuai ketentuan yang ditetapkan, dengan target sebesar 100 persen sampai dengan tahun 2019; Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

117 6. Keterbukaan informasi publik melalui pengembangan sistem basis data yang dapat diakses oleh publik, dengan baseline pada tahun 2014 sebanyak 95,2 KIP, dengan target sampai pada tahun 2019 mencapai nilai 100 KIP MENINGKATNYA PENETAPAN DAN KUALITAS REGULASI DALAM IMPLEMENTASI KEBIJAKAN BIDANG PERHUBUNGAN Untuk mencapai sasaran meningkatnya penetapan dan kualitas regulasi dalam implementasi kebijakan bidang perhubungan, Kementerian Perhubungan menetapkan Indikator Kinerja Utama untuk tahun berupa jumlah peraturan perundang-undangan di sektor transportasi yang ditetapkan (selain Keputusan Menteri) melalui perencanaan, persiapan, dan pembahasan rancangan peraturan; pengesahan oleh Menhub; pengundangan oleh Menkumham; penyebarluasan peraturan yang telah diundangkan melalui portal Kemenhub dan kegiatan sosialisasi; dan evaluasi peraturan melalui uji petik dan rapat koordinasi teknis. Dengan baseline pada tahun 2014 sebanyak 100 peraturan, dan ditargetkan sampai tahun 2019 sebanyak 300 peraturan MENURUNNYA EMISI GAS RUMAH KACA (RAN-GRK) DAN MENINGKATNYA PENERAPAN TEKNOLOGI RAMAH LINGKUNGAN PADA SEKTOR TANSPORTASI Untuk mencapai sasaran menurunnya emisi gas rumah kaca (RAN-GRK) dan meningkatnya penerapan teknologi ramah lingkungan pada sektor tansportasi, Kementerian Perhubungan menetapkan Indikator Kinerja Utama untuk tahun , yaitu : 1. Jumlah emisi gas rumah kaca dari sektor transportasi nasional yang dapat diturunkan, dengan target capaian s/d tahun 2019 sebesar 18,962 Juta ton CO2e: a. Transportasi Darat melalui kegiatan smart driving, pengadaan bus BRT, pengadaan bus pemadu moda, dengan baseline pada tahun 2014 sebesar 0,172 juta ton CO2e, dan ditargetkan sampai pada tahun 2019 sebesar 1,330 juta ton CO2e (merupakan capaian angka kumulatif); b. Transportasi Perkeretaapian melalui pembangunan listrik aliran atas KA sepanjang 300 Km'sp, dengan baseline pada tahun 2014 sebesar 0,042 juta ton CO2e, dan ditargetkan sampai pada tahun 2019 sebesar 1,127 juta ton CO2e (merupakan capaian angka kumulatif); c. Transportasi Laut melalui pengadaan SBNP bertenaga genset menjadi solar cell, efisiensi operasional bongkar muat di pelabuhan, dengan baseline tahun 2014 mencapai 0,280 juta ton CO2e, dan ditargetkan sampai pada tahun 2019 sebesar 0,560 juta ton CO2e (merupakan capaian angka kumulatif); d. Transportasi Udara melalui penggunaan pesawat yang lebih hemat bahan bakar dan penerapan ecoairport, dengan baseline tahun 2014 sebesar 4,252 Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

118 juta ton CO2e, dan ditargetkan sampai pada tahun 2019 sebesar 15,945 juta ton CO2e (merupakan capaian angka kumulatif). 2. Jumlah prasarana yang telah menerapkan konsep ramah lingkungan, dengan target capaian s/d tahun 2019 sebanyak lokasi/unit : a. Transportasi Darat melalui : 1) Penerangan Jalan Umum listrik yang dilengkapi dengan sensor, dengan ditargetkan sampai pada tahun 2019 sebanyak unit; 2) Pembangunan SBNP, dengan baseline pada tahun 2014 sebanyak 18 unit, dan ditargetkan sampai pada tahun 2019 sebanyak 223 unit; b. Transportasi Perkeretaapian melalui Pembangunan listrik aliran atas KA (Jabodetabek, Yogyakarta - Solo, Bandung, Surabaya, Medan) sepanjang 300 Km'sp, dengan baseline pada tahun 2014 sebanyak 1 lokasi/unit, dan ditargetkan sampai pada tahun 2019 sebanyak 5 lokasi/unit (merupakan elektrifikasi); c. Transportasi Laut melalui : Pembangunan SBNP Sollar Cell, dengan baseline pada tahun 2014 sebanyak unit, dan ditargetkan sampai pada tahun 2019 sebanyak unit; d. Transportasi Udara melalui penerapan bandara dengan konsep Eco Airport,dengan baseline pada tahun 2014 sebanyak 25 lokasi, dan ditargetkan sampai pada tahun 2019 sebanyak 50 lokasi MENINGKATNYA KUALITAS KINERJA PENGAWASAN DALAM RANGKA MEWUJUDKAN CLEAN GOVERNANCE Untuk mencapai sasaran meningkatnya kualitas kinerja pengawasan dalam rangka mewujudkan clean governance, Kementerian perhubungan menetapkan Indikator Kinerja Utama untuk tahun , berupa : 1. Persentase rekomendasi hasil audit yang ditindaklanjuti melalui pelaksanaan monitoring tindak lanjut hasil pengawasan, dengan baseline pada tahun 2014 sebesar 25,70%, dan ditargetkan sampai pada tahun 2019 sebesar 75%; 2. Jumlah Pegawai Inspektorat Jenderal yang memiliki sertifikat JFA melalui pelaksanaan pelaksanaan diklat JFA bekerja sama dengan Instansi terkait, dengan baseline pada tahun 2014 sebanyak 116 orang, dan ditargetkan sampai pada tahun 2019 sebanyak 190 orang (merupakan capaian angka kumulatif) KAPASITAS TRANSPORTASI Dalam rangka meningkatkan kapasitas transportasi, Kementerian Perhubungan menetapkan 5 (lima) sasaran, yaitu : (1) Meningkatnya kapasitas sarana sarana dan prasarana transportasi dan keterpaduan sistem transportasi multimoda dan antarmoda untuk mengurangi backlog maupun bottleneck kapasitas prasarana Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

119 transportasi dan sarana transportasi antarmoda dan antarpulau sesuai dengan sistem transportasi nasional dan cetak biru transportasi multimoda, (2) Meningkatnya produksi angkutan penumpang dan barang, (3) Meningkatnya layanan transportasi di daerah rawan bencana, perbatasan negara, pulau terluar, dan wilayah non komersial lainnya, (4) Meningkatnya pelayanan angkutan umum massal perkotaan, dan (5) Meningkatnya aplikasi teknologi informasi dan skema sistem manajemen transportasi perkotaan MENINGKATNYA KAPASITAS SARANA SARANA DAN PRASARANA TRANSPORTASI DAN KETERPADUAN SISTEM TRANSPORTASI ANTARMODA/MULTIMODA Untuk mencapai meningkatnya kapasitas sarana sarana dan prasarana transportasi dan keterpaduan sistem transportasi antarmoda/multimoda, Kementerian perhubungan menetapkan Indikator Kinerja Utama untuk tahun , berupa: 1. Peningkatan kapasitas prasarana, meliputi: a. Jumlah pembangunan dan peningkatan/rehabilitasi terminal penumpang tipe A, dengan baseline tahun 2014 sebanyak 17 terminal dan ditargetkan sampai pada tahun 2019 sebanyak 58 terminal; b. Jumlah pembangunan dermaga sungai dan danau, dengan baseline tahun 2014 sebanyak 38 dermaga dan ditargetkan sampai pada tahun 2019 sebanyak 131 dermaga; c. Jumlah pembangunan/pengembangan dermaga penyeberangan untuk menghubungkan seluruh lintas penyeberangan Sabuk Utara, Tengah, dan Selatan serta poros poros penghubungnya, dengan baseline tahun 2014 sebanyak 210 dermaga dan ditargetkan sampai pada tahun 2019 sebanyak 275 dermaga; d. Panjang jalur kereta api yang pada baseline tahun 2014 sepanjang Km sp dan ditargetkan sampai pada tahun 2019 sepanjang Km sp melalui pembangunan jalur kereta api sepanjang Km'sp; e. Jumlah pembangunan/lanjutan/penyelesaian dan pengembangan Pelabuhan Laut non komersial sebagai sub feeder tol laut, ditargetkan sampai dengan tahun 2019 sebanyak 100 Pelabuhan; f. Jumlah rute angkutan laut tetap dan teratur dalam mendukung Tol Laut sampai pada tahun 2019 ditargetkan mencapai 13 rute; g. Pembangunan/ pengembangan bandara berupa pengembangan bandara eksisting pada tahun 2014 sebanyak 100 bandara hingga tahun 2019 sebanyak 100 bandara eksisting, pembangunan bandara baru yang pada baseline tahun 2014 sebanyak 2 bandara dan target pada sampai tahun 2019 sebanyak 17 bandara baru. Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

120 2. Peningkatan kapasitas sarana, dengan target capaian s/d tahun 2019 sebesar Bus/Unit/Kapal, meliputi: a. Jumlah pengadaan bus BRT yang pada baseline tahun 2014 sebanyak 303 bus dan ditargetkan sebanyak bus sampai tahun 2019; b. Jumlah pengadaan sarana kereta api untuk peningkatan kapasitas angkutan oleh Pemerintah (APBN) yang pada baseline tahun 2014 sebanyak 42 unit dan ditargetkan menjadi sebanyak 204 unit sampai tahun 2019; c. Jumlah pembangunan/lanjutan/penyelesaian armada kapal negara angkutan laut perintis dengan baseline tahun 2014 sebanyak 54 kapal dan ditergetkan sampai dengan tahun 2019 sebanyak 157 kapal; d. Jumlah pembangunan/lanjutan/penyelesaian kapal penyeberangan yang pada baseline tahun 2014 sebanyak 71 kapal dan ditargetkan menjadi 121 kapal sampai pada tahun Terselenggaranya proses Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha dalam penyediaan infrastruktur transportasi, dengan target capaian s/d tahun 2019 sebanyak 19 Proyek, meliputi: a. Pembinaan penyelenggaraan prasarana, sarana dan lalu lintas dan angkutan kereta api sebanyak 6 proyek sampai pada tahun 2019; b. Penyelenggaraan kerjasama pemerintah dan badan usaha pada sektor Transportasi Laut ditargetkan sampai pada tahun 2019 sebanyak 10 proyek; c. Penyiapan dokumen terhadap infrastruktur transportasi udara yang siap ditawarkan kepada swasta sampai pada tahun 2019 sebanyak 3 proyek; MENINGKATNYA LAYANAN TRANSPORTASI DI DAERAH RAWAN BENCANA, PERBATASAN NEGARA, PULAU TERLUAR, DAN WILAYAH NON KOMERSIAL LAINNYA Untuk mencapai sasaran untuk meningkatkan pelayanan transportasi di daerah rawan bencana, perbatasan negara, pulau terluar, dan wilayah non komersial lainnya, Kementerian Perhubungan menetapkan Indikator Kinerja Utama untuk tahun yaitu: 1. Jumlah lintasan/rute angkutan perintis, dengan target capaian s/d tahun 2019 sebanyak 984 trayek/lintas/rute, melalui: a. Kegiatan strategis angkutan jalan berupa subsidi operasional angkutan perintis jalan dengan baseline tahun 2014 sebanyak 205 trayek, dan ditargetkan sampai tahun 2019 menjadi 257 trayek ; Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

121 b. Kegiatan strategis angkutan penyeberangan berupa subsidi operasional angkutan perintis penyeberangan dengan baseline tahun 2014 sebanyak 178 lintas, dan ditargetkan sampai tahun 2019 menjadi 230 lintas; c. Kegiatan strategis angkutan KA berupa penyelenggaraan subsidi angkutan kereta api dengan baseline tahun 2014 sebanyak 1 rute, dan ditargetkan tahun 2019 menjadi 8 rute; d. Kegiatan strategis angkutan laut berupa penyelenggaraan angkutan laut perintis dengan baseline tahun 2014 sebanyak 84 rute, dan ditargetkan tahun 2019 menjadi 193 rute; e. Kegiatan strategis angkutan udara berupa penyelenggaraan angkutan udara perintis dengan baseline tahun 2014 sebanyak 164 rute, dan ditargetkan pada tahun 2019 menjadi 265 rute; 2. Jumlah lintasan/rute angkutan perintis menjadi komersial, dengan target capaian s/d tahun 2019 sebanyak 56 trayek/lintas/rute, yaitu: a. Angkutan penyeberangan dengan baseline tahun 2014 sebanyak 48 rute, dan ditargetkan pada tahun 2019 menjadi 50 rute; b. Angkutan KA ditargetkan sampai pada tahun 2019 sebanyak 2 rute; c. Angkutan udara dengan baseline tahun 2014 sebanyak 1 rute, dan ditargetkan pada tahun 2019 menjadi 4 rute MENINGKATNYA PELAYANAN ANGKUTAN UMUM MASSAL PERKOTAAN Untuk mencapai sasaran untuk meningkatkan pelayanan angkutan umum massal perkotaan, Kementerian Perhubungan menetapkan Indikator Kinerja Utama untuk tahun , yaitu: 1. Jumlah wilayah perkotaan yang menerapkan sistem angkutan massal berbasis jalan dan kereta api, dengan target capaian s/d tahun 2019 sebanyak 47 lokasi, melalui: a. Transportasi darat melalui pengadaan bus BRT dengan baseline tahun 2014 sebanyak 18 lokasi, dan ditargetkan sampai pada tahun 2019 sebanyak 34 lokasi; b. Transportasi perkeretaapian melalui pembangunan jalur ganda kereta api termasuk listrik aliran atas KA dengan baseline tahun 2014 sebanyak 5 lokasi, dan ditargetkan sampai pada tahun 2019 sebanyak 13 lokasi; 2. Modal share (pangsa pasar) angkutan umum perkotaan di Kota Megapolitan/ Metropolitan/ Besar melalui kegiatan pengadaan bus BRT dengan baseline tahun 2014 sebesar 2%, dan ditargetkan sampai pada tahun 2019 sebesar 12%; Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

122 MENINGKATNYA APLIKASI TEKNOLOGI INFORMASI DAN SKEMA SISTEM MANAJEMEN TRANSPORTASI PERKOTAAN Untuk mencapai sasaran meningkatnya aplikasi teknologi informasi dan skema sistem manajemen transportasi perkotaan, Kementerian Perhubungan menetapkan Indikator Kinerja Utama untuk tahun , yaitu: 1. Jumlah kota yang menerapkan pengaturan persimpangan dengan menggunakan teknologi informasi (ATCS) di seluruh ibukota provinsi dengan baseline tahun 2014 sebanyak 20 lokasi, dan ditargetkan tahun 2019 menjadi 50 lokasi dengan kegiatan strategis pengadaan dan pemasangan ATCS; Rincian rumusan Indikator Kinerja Utama pada Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun adalah seperti tabel 4.1 berikut: Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

123 Tabel 4.1 Rumusan Indikator Kinerja Utama pada Renstra Kemenhub Tahun NO. SASARAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN INDIKATOR KINERJA UTAMA (OUTCOME) SATUAN TAHUN 2014 (BASELINE) CAPAIAN S/D 2019 I. Keselamatan dan Keamanan 1 Menurunnya angka kecelakaan transportasi 1 Ratio kejadian kecelakaan transportasi nasional a. Transportasi Perkeretaapian Ratio kecelakaan/ 1 juta km b. Transportasi laut Ratio kejadian kecelakaan/ Freight c. Transportasi udara Rasio kejadian/ 1 juta fligth 2 Jumlah pedoman standar keselamatan 3 Jumlah sarana dan prasarana keselamatan 0,65 0,55 0,55 1,080 0,638 0,638 6,56 2,45 2,45 Dokumen Meter m unit/ paket Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

124 2 Menurunnya Jumlah Gangguan Keamanan dalam Penyelenggaraan Transportasi 4 Jumlah gangguan keamanan pada pelayanan jasa transportasi Jumlah Kejadian / Tahun II. Pelayanan 3 Meningkatnya kinerja pelayanan sarana dan prasarana transportasi 4 Terpenuhinya SDM transportasi dalam jumlah & kompetensi sesuai dengan kebutuhan 5 Meningkatnya kualitas penelitian sesuai dengan kebutuhan 5 Jumlah pedoman standar pelayanan sarana dan prasarana transportasi Dokumen Kinerja Prasarana Transportasi (UPT) % 50,07 73,33 73,33 7 Peningkatan Jumlah Lulusan SDM Transportasi Bersertifikat: 8 Persentase pemanfaatan penelitian yang dijadikan bahan rekomendasi kebijakan Orang % n/a Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

125 6 Meningkatnya kinerja Kementerian Perhubungan dalam mewujudkan good governance 9 Penuntasan pelaksanaan reformasi birokrasi Nilai RB 42 ( C ) 100 (A) 100 (A) 10 Nilai aset negara yang berhasil % 162,6 558,9 721,5 diinventarisasi sesuai kaidah pengelolaan BMN 11 Opini BPK atas laporan keuangan Opini BPK WTP WTP WTP Kementerian Perhubungan 12 Nilai AKIP Kementerian Perhubungan Nilai AKIP B AA AA 13 Jumlah penyederhanaan perijinan di Prosentase (%) n/a lingkungan Kementerian Perhubungan 14 Keterbukaan Informasi Publik Nilai KIP 95, Meningkatnya penetapan dan kualitas regulasi dalam implementasi kebijakan bidang perhubungan 15 Jumlah peraturan perundangundangan di sektor transportasi yang ditetapkan (selain keputusan menteri) Peraturan Menurunnya emisi gas rumah kaca (RAN-GRK) 16 Jumlah emisi gas rumah kaca dari sektor transportasi nasional yang dapat diturunkan Juta ton CO2e 4,746 18,962 18,962 Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

126 dan meningkatnya penerapan teknologi ramah lingkungan pada sektor tansportasi 9 Meningkatnya kualitas kinerja pengawasan dalam rangka mewujudkan clean governance 17 Jumlah prasarana yang telah menerapkan konsep ramah lingkungan 18 Persentase Rekomendasi Hasil Audit yang ditindaklanjuti Lokasi/Unit % Jumlah Pegawai Inspektorat Jenderal yang memiliki sertifikat JFA Orang III. Kapasitas Transportasi 10 Meningkatnya layanan transportasi di daerah rawan bencana, perbatasan, terluar, terpencil 20 Peningkatan kapasitas prasarana Terminal/Dermaga/ Bandara Km'sp Rute n/a Peningkatan kapasitas sarana: Bus/Unit/Kapal Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

127 dan khususnya wilayah timur Indonesia 22 Terselenggaranya Proses Kerjasama Pemerintah Swasta dalam penyediaan infrastruktur transportasi Proyek Meningkatnya layanan transportasi di daerah rawan bencana, perbatasan, terluar, terpencil dan khususnya wilayah timur Indonesia 25 Jumlah lintasan/ rute angkutan perintis 26 Jumlah lintasan/ rute angkutan perintis menjadi komersial Trayek/ Lintas/ Rute Trayek/ Lintas/ Rute Meningkatnya pelayanan angkutan umum massal perkotaan 27 Jumlah wilayah perkotaan yang menerapkan sistem angkutan massal berbasis jalan dan kereta api 28 Modal share (pangsa pasar) angkutan umum perkotaan di Kota Megapolitan/Metropolitan/ Besar khusus BRT Lokasi % Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

128 13 Meningkatnya aplikasi teknologi informasi dan skema sistem manajemen transportasi perkotaan 29 Jumlah kota yang menerapkan pengaturan persimpangan dengan menggunakan teknologi informasi (ATCS) di seluruh ibukota provinsi/ kota besar/ kota metropolitan Lokasi Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

129 4.2 KERANGKA PENDANAAN Pendanaan merupakan salah satu kunci utama dalam tercapainya pembangunan infrastruktur, yang memerlukan dana yang besar. Pembangunan infrastruktur transportasi membutuhkan pembiayaan yang terstruktur dalam periode yang panjang. Pemerintah dapat meningkatkan pembelanjaan sektor publik hingga mencapai 5% bahkan hingga 7% PDB. Pemerintah mempunyai kewajiban (Public Sector Obligation) membangun infrastruktur dasar yang layak secara ekonomi tetapi tidak layak secara komersial. Kemitraan pemerintah dan swasta (Public Private Partnership) diperlukan untuk mendukung proyek-proyek yang layak secara ekonomi namun kurang layak secara finansial SKENARIO PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR Dalam konteks skenario perencanaan infrastruktur perhubungan pembangunan jalan raya menjadi salah satu komponen terbesar dalam pemenuhan kebutuhan pendanaan. Skenario peningkatan jaringan jalan akan memberikan implikasi terhadap peningkatan aksesibilitas antar wilayah di Indonesia, serta memberikan jaminan peningkatan pelayanan distribusi barang dan penumpang. Hal ini akan meningkatkan pula pendapatan sektor transportasi meskipun pada beberapa kasus peningkatan infrastruktur jalan juga akan memberikan dampak terhadap peningkatan pertumbuhan lalu lintas. Namun permasalahan demikian menjadi salah satu aspek yang memerlukan penanganan mengingat roda perekonomian negara akan sangat tergantung pada pengembangan infrastruktur. Tabel 4.2 Skenario Pendanaan Berdasarkan Kerangka RPJMN Tahun Sektor Skenario Penuh Skenario Parsial Skenario Dasar (100%) (75%) (50%) Jalan Perkeretaapian Transportasi Perkotaan Transportasi Laut Transportasi Darat Transportasi Udara Total Sumber : Bappenas, 2014 Skenario pendanaan memberikan implikasi terhadap beberapa skenario didalam peningkatan perjanjian dan pengembangan investasi dengan pihak swasta. Mekanisme Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) dan lembaga-lembaga internasional maupun negara lain akan menjadi salah satu komponen yang harus dibangun. Peningkatan hubungan bilateral antar negara akan berpotensi meningkatkan investasi, sedangkan peningkatan komponen pinjaman luar negeri yang berpotensi untuk membiayai pembangunan infrastruktur di Indonesia. Pada Tahun , skenario tersebut menjadi salah satu alternatif yang paling signifikan untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi negara dengan tidak mengesampingkan kebutuhan lainnya. Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

130 Berdasarkan skema pendanaan pembangunan infrastruktur yang diterbitkan Bappenas, mekanisme optimalisasi peran BUMN dan Swasta menjadi alternatif positif mengingat sumber pendanaan negara belum optimal memberikan upaya pemerataan pembangunan infrastruktur. Peran swasta dan BUMN menjadi sangat penting dalam memberikan multiplier effect terhadap peningkatan iklim investasi, serta percepatan dan peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional maupun wilayah yang akan berdampak pada kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Beberapa kerangka pendanaan pembangunan infrastruktur antara lain seperti dibawah ini: SKEMA FINANSIAL KREATIF Kerangka pembiayaan infrastruktur transportasi terdiri dari beberapa skema finansial kreatif yang didasarkan pendanaan APBN on Budget, DCM Off Budget, dan Off Budget Private Financing. Pembiayaan transportasi sendiri dibagi dalam dua strategi, yaitu: (1) PPP Konvensional dan (2) Aliansi Strategis. Proyek-proyek yang layak secara ekonomi dan finansial dapat diserahkan sepenuhnya kepada pembiayaan sektor swasta (Private Financing Initiatives), termasuk proyek-proyek khusus yang bersifat unsolicited dan tidak memerlukan lelang kompetitif. Pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan SDM harus ditingkatkan untuk mempersiapkan, mengelola, dan mengawasi pelaksanaan proses dan prosedur PPP sesuai dengan prinsip-prinsip internasional. Pembiayaan proyek-proyek PPP berkaitan dengan pembiayaan proyek modern. Proyek skala besar membutuhkan Equity Financing, Debt Financing yang canggih, dan aliansi pendanaan global (konsorsium perbankan, investment fund, bond, dan rekayasa finansial lainnya). Adapun beberapa skema pendanaan proyek-proyek investasi adalah sebagai berikut: 1. Investasi Pemerintah. Pemerintah dalam melakukan investasi pada proyek-proyek yang dianggap layak secara ekonomi dengan memanfaatkan dana APBN/APBD; DAU, DAK, dan Dana Daerah; Pinjaman Luar Negeri dan Kredit Ekspor. a. Contoh pemanfaatan dana APBN/APBD adalah Subsidi dan Public Service Obligation (PSO). Subsidi adalah sumbangan atau pembayaran uang oleh pemerintah pada barang dan jasa untuk dapat menghasilkan produk barang/jasa yang lebih murah. Biasanya subsidi digunakan oleh pemerintah untuk melakukan proteksi terhadap produk-produk dalam negeri ataupun untuk memberikan peluang yang sama dalam mengakses fasilitas publik terhadap masyarakat yang marginal. Public Service Obligation (PSO) merupakan tanggung jawab pemerintah untuk menyediakan layanan publik kepada masyarakat untuk jasa non komersial, yang dilakukan melalui BUMN atau swasta dan didukung oleh pemerintah melalui skema dukungan sistem non-financial atau financial. b. Sumber pendanaan luar negeri, baik berupa hibah maupun pinjaman luar negeri (PHLN), diupayakan tetap mengutamakan kedaulatan, kepentingan nasional dan meningkatkan efektivitas pemanfaatannya sesuai prioritas pembangunan nasional. Pemanfaatan PHLN seharusnya dilihat bukan hanya dari sisi pendanaan tetapi juga Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

131 sebagai sarana untuk bertukar informasi dan pembelajaran yang bertujuan untuk memperkuat dan menyempurnakan sistem perencanaan, anggaran, pengadaan, pemantauan dan evaluasi nasional serta kapasitas kelembagaan serta sumber daya manusia. Sumber pendanaan melalui hibah luar negeri dapat berasal dari mitra pembangunan internasional, baik negara maupun lembaga/badan internasional. 2. Kemitraan Pemerintah Swasta (KPS). Skema pendanaan Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) bertujuan untuk pembangunan prasarana dasar yang tidak layak secara finansial namun layak secara ekonomis dan telah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Skema KPS berfokus pada pendanaan sarana dan prasarana pembangunan infrastruktur transportasi yang memiliki kelayakan finansial tinggi (full cost recovery) atau kelayakan marjinal terkait kontribusi pemerintah dalam bentuk government support. Skema KPS juga dapat disinergikan dengan optimasi penggunaan pinjaman dan hibah luar negeri, khususnya untuk pendanaan prasarana dasar. 3. Investasi Swasta. Pihak swasta berpartisipasi secara langsung dalam pembiayaan proyekproyek infrastruktur, yaitu melalui proyek KPS dengan skema unsolicited, special purpose, dan pemanfaatan hak kompensasi. a. Penilaian dan evaluasi kelayakan berupa pemeriksaan semua dokumen administrasi di hadapan Tim Penilai; b. Proses penetapan BLU penuh atu BLU bertahap. 4. Creative financing sebagai pembiayaan alternatif, terbagi menjadi: a. Infrastructure Bond yang penggunaannya secara khusus untuk pembiayaan proyekproyek infrastruktur; b. Penugasan BUMN (seperti penugasan Hutama Karya dalam proyek Trans Sumatera Highway) didukung melalui penyertaan modal pemerintah dan direct-lending yang dijamin oleh pemerintah; c. Private Finance Initiative (PFI) multi-year contract tahun; d. Performance-Based Annuity Scheme (PBAS) atau Availability Payment; e. Pengenaan tarif/biaya akses seperti Electronic Road Pricing (ERP); f. Infrastruktur swasta (private infrastructure); g. Pembangunan infrastruktur berbasis partisipasi masyarakat (community-based infrastructure) KRITERIA SKEMA PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR Di dalam skema pembiayaan infrastruktur, khususnya transportasi, memerlukan beberapa kriteria yang harus diperhatikan oleh Kementerian/Lembaga pengampu yang dalam hal ini adalah Kementerian Perhubungan. Kriteria pembiayaan infrastruktur transportasi yang disusun pada periode , meliputi : 1. Layak secara ekonomi tetapi tidak layak secara finansial dengan skema pembiayaan murni oleh pemerintah baik dari aspek operasi, pemeliharaan dan konstruksi yang diprioritaskan pada wilayah timur Indonesia, perdesaan, dan wilayah terdepan/ perbatasan; 2. Layak secara ekonomi tetapi tidak layak secara finansial dengan skema pembiayaan swasta dan pemerintah khususnya dalam pembiayaan hybrid financing; Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

132 3. Layak secara ekonomi dan marjinal finansial dengan skema pembiayaan dominan dari swasta yang bekerja sama (sharing) dengan pemerintahdalam skema pembiayaan infrastruktur. Skema pembiayaan ini menggunakan skema Kerja Sama Pemerintah Swasta (KPS) dengan dukungan pemerintah (VGF) atau creative financing lainnya, seperti PFI, PBAS, Bank Infrastruktur, Bank Tanah, dan lain-lain; 4. Layak secara ekonomi dan finansial dengan skema pembiayaan swasta dan swastayang bekerja sama melalui model Public Private Partnership (PPP) regular; 5. Layak secara ekonomi tetapi tidak layak secara finansial dengan skema pembiayaan murni oleh BUMN dan BUMN dengan prioritas pengembangan dan pembangunan proyek pada wilayah barat Indonesia dan perkotaan. Skema operasional dan teknis pelaksanaan pendanaan tersebut melalui penugasan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) SKEMA PENDANAAN INFRASTRUKTUR SELAIN SKEMA APBN, APBD DAN KPS Skema pendanaan infrstruktur diluar skema APBN dan APBD, serta KPS dilakukan melalui pendekatan insitusional dan pendekatan kebijakan. Pendekatan Institusional Pendekatan institusional dalam perumusan kerangka pendanaan infrastrukturdijelaskan, sebagai berikut : 1. Penugasan BUMN (seperti: konsep penugasan Hutama Karya dalam proyek Trans Sumatera Highway) didukung melalui modal pemerintah dan direct-lendingyang dijamin oleh pemerintah; 2. Infrastruktur swasta (private infrastructure) untuk proyek-proyek yang memiliki kelayakan ekonomi dan finansial baik; 3. Pembangunan infrastruktur berbasis partisipasi masyarakat (community-based infrastructure) khususnya untuk proyek infrastruktur skala kecil; 4. Bank khusus pendanaan infrastruktur (infrastructure bank) untuk mengelola project development revolving funddan pengelolaan dana dari infrastructure bond maupun dana dukungan pemerintah; 5. Bank khusus pengadaan tanah untuk pembangunan infrastruktur (bank tanah). Pendekatan Kebijakan Pendekatan kebijakan dalam pendanaan infrastruktur di sektor transportasi, sebagai berikut: 1. Infrastructure Bond, obligasi yang penggunaannya dikhususkan untuk pembiayaan proyek-proyek infrastruktur; 2. Private Finance Initiative (PFI) pembiayaan multi-yearcontractselama tahun; 3. Performance-Based Annuity Scheme (PBAS) atau Availability Payment untuk menjamin kelangsungan penerimaan investor dalam rentang waktu konsesi; 4. Pengenaan tarif/biaya akses penggunaan infrastruktur seperti Electronic Road Pricing (ERP); Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

133 5. Asset Sale/Lease back penjualan aset untuk pendanaan pembangunan atau kontraksewa jangka panjang, seperti kerja sama 10 bandar udara UPBU di Kementerian Perhubungan, untuk peningkatan layanan infrastruktur PROYEK PEMBANGUNAN STRATEGIS SEKTOR PERHUBUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN SKEMA PENDANAAN BUMN/SWASTA Tingginya angka kebutuhan pembangunan infrastruktur perhubungan terkendala beberapa dengan keterbatasan anggaran pemerintah dalam melakukan pembangunan sektor transportasi, sehingga fokus pembangunan menggunakan APBN diarahkan untuk pembangunan di luar pulau Jawa terutama Kawasan Timur Indonesia. Sedangkan segmen pembangunan infrastruktur komersial di Jawa dan Bali diarahkan dibiayai melalui peran serta swasta dan BUMN. Beberapa rencana proyek investasi swasta/bumn strategis antara lain : 1. Pembangunan Kereta Api Bandara Soekarno Hatta-Halim; 2. Pembangunan High Speed Train (HST) Jakarta-Bandung; 3. Pembangunan Light Rail Transit (LRT) di Jabodetabek; 4. Pembangunan Light Rail Transit (LRT) DKI Jakarta; 5. Pembangunan MRT East-West (Balaraja-Cikarang); 6. Pengembangan Pelabuhan Kuala Tanjung; 7. Pengembangan Pelabuhan Bitung; 8. Pembangunan New Makassar Port; 9. Pembangunan Cruise terminal Tanah Ampo BADAN LAYANAN UMUM Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Pembendahaaan Negara, BLU merupakan instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. BLU dapat mendorong pengelolaan yang lebih kreatif atas UPT Kemenhub, karena BLU memiliki sifat yang semi-bisnis, dimana pengelolaan keuangannya dapat dijalankan lebih mandiri. Selain itu, ke depan BLU dapat mengajak sejumlah tenaga ahli untuk bergabung agar pelayanan kepada konsumen meningkat. Pendapatan yang diperoleh BLU Kementerian Perhubungan sehubungan dengan jasa layanan yang diberikan (termasuk hibah atau sumbangan dari masyarakat atau badan lain) merupakan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) Kementerian Perhubungan. Di lingkungan Kementerian Perhubungan, terdapat beberapa bentuk layanan umum yang dapat dikelola secara lebih efektif dan efisien melalui pola BLU ini, seperti: a. BLU Perhubungan Darat, meliputi : Terminal Tipe A; b. BLU Perhubungan Laut, meliputi : BLU Pelabuhan di wilayah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, Maluku dan Papua, BLU Navigasi Pelayaran, BLU Perkapalan dan Kepelautan; Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

134 c. BLU Perhubungan Udara, meliputi : BLU di wilayah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, Maluku dan Papua, BLU Kelaiakn Udara dan Pengoperasian Udara, BLU Kesehatan Penerbangan, BLU Teknik Penerbangan, BLU Besar Kalibrasi Fasilitas Penerbangan; d. BLU BPSDMP, meliputi : BP3IP Jakarta, STIP Marunda-Jakarta, PIP Makasar, PIP Semarang, Poltekpel Surabaya, ATKP Surabaya, PKTJ Tegal; e. Satker BPSDMP yang proses menjadi PK-BLU, meliputi : STTD Bekasi, STPI Curug Tangerang, ATKP Medan, LP3 Banyuwangi, BP2IP Sorong, BPPTD Bali, API Madiun, BPPTD Palembang, BPP PNB Palembang, BPP PNB Jayapura, BP3 Curug Tangerang, BPPTL Jakarta, BP2IP Barombong, BP2IP Malahayati Aceh, ATKP Makasar, BP2IP Tangerang. Dalam pembentukan BLU di Kementerian Perhubungan, terdapat tahapan yang harus dipenuhi, yaitu : a. Penyelesaian pemenuhan syarat administrasi yang terdiri dari : pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan keuangan dan manfaat bagi masyarakat, pola tata kelola, rencana strategis bisnis, standar pelayanan minimum, dan laporan audit terakhir atau penyataan bersedia untuk diaudit secara independen; b. Konsultasi dan koordinasi dengan Kementerian Perhubungan dan Kementerian Keuangan; c. Evaluasi terhadap persyaratan administrasi yang telah dipenuhi untuk diusulkan kepada Menteri Keuangan; d. Penilaian oleh Tim Kementerian Keuangan terhadap berkas yang telah diusulkan oleh Kementerian Perhubungan; SKEMA PENDANAAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN Kerangka Pendanaan transportasi di Kementerian Perhubungan disusun berdasarkan kebutuhan capaian kinerja Kementerian Perhubungan yang direpresentasikan melalui Indikator Kinerja Utama Kementerian Perhubungan, serta Kerangka Regulasi Kementerian rasi Kementerian Perhubungan Tahun 2015 sejumlah Rp ,7 Miliar, sedangkan pada tahun 2019 ditargetkan mencapai Rp ,9 Miliar. Total Pendanaan Kementerian Perhubungan yang direncanakan antara tahun mencapai Rp ,7 Miliar. Rincian pendanaan untuk tiap unit kerja Eselon I dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 4.3 Rincian pendanaan untuk tiap unit Eselon I Kementerian Perhubungan Tahun UNIT KERJA A TOTAL Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Total 6.077, , , , , ,663 RPJMN 5.834, , , , , ,192 Dukungan Manajemen 242, , , , , ,471 Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

135 UNIT KERJA A TOTAL Direktorat Jenderal Perkeretaapian Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Total , , , , , ,554 RPJMN , , , , , ,241 Dukungan Manajemen 116, , , , , ,313 Total , , , , , ,351 RPJMN , , , , , ,813 Dukungan Manajemen 4.673, , , , , ,538 Total , , , , , ,020 RPJMN 9.502, , , , , ,360 Dukungan Manajemen 2.243, , , , , ,660 Total 4.401, , , , , ,133 Badan Pengembangan SDM Perhubungan Badan Litbang Perhubungan Inspektorat Jenderal Sekretariat Jenderal RPJMN 4.096, , , , , ,459 Pusdiklat Aparatur Perhubungan Dukungan Manajemen 74, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,869 TOTAL PENDANAAN , , , , , ,587 Total rencana pendanaan tersebut dialokasikan untuk pengembangan transportasi dengan pembagian pada beberapa sub sektor, yaitu untuk Inspektorat Jenderal Total Pendanaan sampai dengan Tahun 2019 yang dibutuhkan adalah sejumlah Rp. 555,2 Miliar yang digunakan untuk pelaksanaan Program Pengawasan Dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Perhubungan, sedangkan untuk Sekretariat Jenderal sejumlah Rp ,869 Miliar. Rencana pendanaan di Kementerian Perhubungan tersebut direncanakan pula untuk penyelenggaraan Program Pengelolaan dan Penyelenggaraan Transportasi Darat sejumlah Rp ,663 Miliar dengan rincian penggunaannya untuk pelaksanaan dan implementasi kegiatan pengembangan dan pembinaan sistem transportasi perkotaan, manajemen dan peningkatan keselamatan transportasi darat, pembangunan dan pengelolaan prasarana dan fasilitas lalu lintas angkutan jalan, pembangunan sarana dan prasarana transportasi ASDP dan pengelolaan prasarana lalu lintas SDP serta dukungan manajemen dan teknis. Pendanaan tersebut juga digunakan salah satunya adalah untuk memenuhi target quick wins Kementerian Perhubungan khususnya untuk pelaksanaan kegiatan pada Direktorat Jenderal Transportasi Darat dengan beberapa sasaran, meliputi terlaksananya penataan Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

136 transportasi Jabodetabek (QW), terwujudnya konektivitas transportasi perkotaan di 28 Kota termasuk aksesibilitas, sarana, dan prasarana (QW), terselenggaranya transportasi perkotaan di 17 kota pengembangan BRT. Di dalam usaha mewujudkan program strategis Kementerian Perhubungan, khususnya pada pembangunan dan pengembangan transportasi perkeretaapian, kerangka pendanaan yang sudah disusun oleh Kementerian Perhubungan Tahun direncanakan pula untuk mendukung program pengelolaan dan penyelenggaraan transportasi perkeretaapian sejumlah Rp ,5 Miliar untuk implementasi kegiatan pembangunan dan pengelolaan bidang sarana perkeretaapian, kegiatan pembangunan dan pengelolaan bidang lalu lintas dan angkutan kereta api, kegiatan pembangunan dan pengelolaan prasarana dan fasilitas pendukung kereta api, kegiatan pembangunan dan pengelolaan bidang keselamatan perkeretaapian serta dukungan manajemen dan teknis. Pendanaan tersebut juga digunakan untuk membiayai target percepatan pembangunan perkeretaapian sampai dengan tahun 2019 dengan skema quick win, serta program lanjutan yang diselenggarakan pada Direktorat Jenderal Perkeretaapian. Kerangka pendanaan Kementerian Perhubungan Tahun juga disusun dalam usaha untuk meningkatkan pembangunan transportasi melalui program pengelolaan dan penyelenggaraan transportasi laut, sejumlah Rp ,35 Miliar yang merupakan angka total pendanaan Tahun Pendanaan tersebut digunakan untuk membiayai kegiatan pengelolaan dan penyelenggaraan di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Laut, bidang penyelenggaraan Pelabuhan dan Pengerukan, Perkapalan dan Kepelautan, bidang Kenavigasian, dan Penjagaan Laut dan Pantai, serta Dukungan Manajemen dan Teknis lainnya. Lebih lanjut kerangka pendanaan yang secara khusus pada program pengelolaan dan penyelenggaraan transportasi laut tersebut juga digunakan dalam kerangka membiayai percepatan pembangunan transportasi laut melalui pelaksanaan program quick win dengan beberapa sasaran kegiatan meliputi meningkatnya ketersediaan dan kehandalan armada pelayaran nasional, pemenuhan kebutuhan fasilitas pelabuhan sesuai persyaratan hirarkinya serta meningkatnya ketersediaan sarana dan prasarana di bidang Keselamatan dan Keamanan Pelayaran. Dalam penyelenggaraan pembangunan transportasi udara pendanaan Kementerian Perhubungan Tahun digunakan untuk membiayai program pengelolaan dan penyelenggaraan transportasi udara dengan total anggaran sejumlah Rp ,020 Miliar. Total anggaran pada program tersebut digunakan untuk membiayai rincian kegiatan, meliputi pelayanan angkutan udara perintis, pembangunan, rehabilitasi dan pemeliharaan prasarana bandar udara, pembangunan, rehabilitasi dan pemeliharaan prasarana keamanan penerbangan, pengawasan dan pembinaan kelaikan udara dan pengoperasian pesawat udara, pembangunan, rehabilitasi dan pemeliharaan prasarana navigasi penerbangan, serta dukungan manajemen dan teknis lainnya. Pendanaan Kementerian Perhubungan di dalam pengembangan sumber daya transportasi diarahkan pada upaya mewujudkan implementasi program pengembangan sumberdaya manusia perhubungan dengan total anggaran dari tahun mencapai Rp ,13 Miliar dengan rincian implementasi kegiatan pada program tersebut digunakan untuk pembiayaan pengembangan sumber daya manusia perhubungan darat, pengembangan sumber daya manusia perhubungan laut, pengembangan sumber daya manusia perhubungan udara, pendidikan perhubungan darat, pendidikan perhubungan laut, pendidikan perhubungan udara, serta digunakan pula untuk percepatan pembangunan Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

137 program/kegiatan di Kementerian Perhubungan melalui program quick win dengan sasaran, meliputi terbangunnya kampus terpadu SDM transportasi, terbangunnya kampus BP2TD di Bali, serta terbangunnya kampus baru akademi perkeretaapian di Madiun. Dalam upaya mewujudkan integritas, serta kualitas penelitian dan pengembangan pada Kementerian Perhubungan, disusun pula kerangka pendanaan yang dialokasikan pada Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan dengan total rencana anggaran dari tahun sejumlah Rp ,715 Miliar. Anggaran tersebut alokasinya direncanakan untuk membiayai beberapa program/kegiatan terkait dengan penelitian dan pengembangan teknologi dan dukungan manajemen serta dukungan teknis. Rencana Strategis Kementerian Perhubungan sudah memberikan gambaran terkait dengan upaya-upaya pembangunan transportasi yang secara komprehensif memperhatikan aspek lintas sektor, diantaranya penyelesaian masalah transportasi yang lebih memperhatikan pendekatan keruangan atau kewilayahan. Hal ini menjadi bagian penting mengingat aspek keruangan atau kewilayahan akan memberikan pengaruh besar, khususnya apabila menilik aspek penataan ruang di Indonesia yang sangat mempengaruhi pola perkembangan jaringan jalan, pertumbuhan aktivitas pergerakan, serta meningkatnya permasalahan-permasalahan transportasi. Tumbuhnya aktivitas bangkitan dan tarikan perjalanan, serta terhambatnya proses distribusi barang dan komoditas, maupun distribusi penumpang pada berbagai matra cukup signifikan dipengaruhi oleh perubahan dan pertumbuhan aktivitas ruang dan kewilayahan, sehingga upaya penataan dan pembangunan tata ruang di Indonesia menjadi bagian penting didalam perencanaan transportasi KEGIATAN STRATEGIS KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN Dalam rangka mewujudkan sasaran dalam Renstra Kementerian Perhubungan Tahun , ditetapkan target Program Strategis Kementerian Perhubungan meliputi : A. Perhubungan Darat 1. Pengadaan sarana BRT sebanyak unit di 34 kota besar antara lain : Medan, Pekanbaru, Batam, Padang, Palembang, Bandung, Jakarta, Bogor, Semarang, Yogyakarta, Solo, Pontianak, Samarinda, Balikpapan, Makassar, Gorontalo, dan Ambon; 2. Pengadaan sarana Bus Pemadu Moda sebanyak 95 unit di 17 Kota, antara lain Bengkulu, Palu, Kendari, Kupang, Jember, Bau-bau, Sumbawa Besar, Banda Aceh, Nias, Pekanbaru, Batam, Tanjung Pinang, Padang, Malang, Bandung, Palembang, Lampung; 3. Pengadaan sarana ATCS (Area Traffic Control System) sebanyak 77 unit yang tersebar di 34 Provinsi; 4. Pengadaan Bus Angkutan Umum/Pelajar/ Mahasiswa sebanyak 290 unit yang tersebar di 34 Provinsi; Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

138 5. Pengadaan fasilitas perlengkapan jalan di wilayah perkotaan yang tersebar di 34 Provinsi; 6. Pembangunan prasarana fasilitas pendukung BRT sebanyak 340 halte yang tersebar di 34 Provinsi; 7. Peningkatan Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor/ UPPKB yang tersebar di 34 Provinsi; 8. Pemeliharaan/ Rehabilitasi Fasilitas Perlengkapan Jalan LLAJ sebanyak 218 paket yang tersebar di 34 Provinsi; 9. Pengembangan Pengujian Kendaraan Bermotor yang tersebar di 34 Provinsi; 10. Pengadaan dan Pemasangan Alat PKB yang tersebar di 34 Provinsi; 11. Pengembangan Fasilitas Perlengkapan Jalan sebanyak paket yang tersebar di 34 Provinsi; 12. Pembangunan Terminal Tipe A (Baru) yang tersebar di 34 Provinsi pada lokasi Ponorogo (Jawa Timur), Padang (Sumbar), Aruk (Kalbar), Entikong (Kalbar), Motoain (NTT), Motomasin (NTT), Wini (NTT), Skouw (Papua), Badau (Kalbar), Lamongan (Jatim), Pondok Cabe (Banten), Magelang (Jawa Tengah), Jember (Jawa Timur), Probolinggo (Jawa Timur), Lamandau (Kalimantan Tengah), Jombor (Yogyakarta), Bobot Sari (Jawa Tengah), Singkawang (Kalbar), Daya (Makassar, Sulsel), Kendari (Sulsel), Dumai (Riau), Entrop (Jayapura, Papua), Asahan (Sumut), Demak (Jawa Tengah), Blitar (Jawa Timur), Kediri (Jawa Timur), Banyuwangi (Jawa Timur), Purwokerto (Jawa Tengah), Rajabasa (Lampung), Bekasi (Jawa Barat), Giilimanuk (Bali), Amurang (Sulut), Tanjung Selor (Kalimantan Utara), Manokwari (Papua Barat), Brebes (Jawa Tengah), Sofifi (Maluku Utara), Polewali (Sulawesi Barat), Batam (Kepri), Musi Banyuasin (Sumsel), Kawarang (Jawa Barat). 13. Rehabilitasi/ Peningkatan Pembangunan Terminal tersebar di 34 Provinsi; 14. Pengadaan Bus Perintis sebanyak 595 unit yang tersebar di 34 Provinsi; 15. Subsidi Operasional Keperintisan Angkutan Jalan dan Operasional Keperintisan Angkutan Barang sebanyak 277 trayek tersebar di 34 Provinsi; 16. Pembangunan/Rehabilitasi/Peningkatan Dermaga Penyeberangan/Sungai/ Danau Baru tersebar di 34 Provinsi, pada tahun 2015 sebanyak 13 lokasi di Raijua, Sabu (NTT): Wairiang (NTT): Karatung/Kawio (Sulut): Kawaluso (Sulut): Bombana (Sultra): Pure (Sultra): Moti, (Malut): Waren (Papua): Salawati (Papua): Wasior (Papua Barat): Tambelan (Kalbar): Penagi (Kepri): Sintete (Kepri); Pada tahun 2016 sebanyak 12 lokasi di Klademak (Papua Barat): Binongko (Sultra): Kaimana (Papua Barat): Gunung Tabur (Kaltim): Adaut (Maluku): Jampea (Sulsel): Pasokan (Sulteng): Moa (Maluku): Leti (Maluku): Bakalang (NTT): Alai (Riau): Batanta (Papua Barat); Pada tahun 2017 sebanyak 14 lokasi di Sekadau (Kalbar): Numfor (Papua): Tanjung Medang (Riau): Saubeba (Papua): Geser (Maluku): Binongko (Sultra): Kaledupa (Sultra): Sikabaluan Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

139 (Sumbar): Sei Guntung (Riau): Boniton (Sulteng): P. Telo (Sumut): Teluk Dalam (Sumut): P Sermata (Maluku): Makalehi (Sulut); Pada tahun 2018 sebanyak 12 lokasi di Weda (Malut): Kaonda (Papua): Siladen (Sulut): Talise (Sulut): Letung (Kepri): Meranti Bunting (Riau): Agats (Papua): Maritaing (NTT): Raha (Sultra): Gangga (Sulsel): Tomia (Sultra): P Merbau (Riau); Pada tahun 2019 sebanyak 14 lokasi di Tarempa (Kepri): Kuala Enok (Riau): Pulau Padang (Riau): Kabonga (Sulteng): Kadajoi (NTT): P. Pini (Sumut): Sinjai (Sulsel): Serasan (Kepri): Dakal (Riau): Tanah Bala (Sumut): Sekotong (NTB): Ketam Putih (Riau): P Bunyu (Kaltara): Mendanau, Babel; 17. Pembangunan Kapal Penyeberangan Perintis Baru sampai Tahun 2019 di 50 lokasi yaitu Kupang - Ndao, Saumlaki - Adaut - Letwurung, Tual - Air Nanang, Babang - Saketa, Kapal Motor Sungai untuk Mimika, Lintas Paciran - Lamongan - Bahaur, Tiga Ras - Simanindo, Pulau Laut Timur Sebuku; Wonreli Serwaru P.Moa; P.Raas P. Sapeken; Tj.Pinang - Tambelan - Sintete; Natuna - Sintete; Tanjung Pinang - Matak; Pananaru - Melonguane; Pamana Kawah Pante; Teor Kesui; Wunlah - Gorom; P. Rangsang - P. Tebingtinggi; Tanjung Pinang Natuna; Teluk Dalam Gunung Sitoli Pulau-Pulau Batu; Wahai/P.Seram - P.Obi; Tanjung Serdang P. Sebuku; Gebe - Patani Weda; Marisa Wakai Parigi Montong; Geser - Kataloka; Aranda - Babi; Fak Fak Kaimana; Babang - P. Mandioli; Sanana - Taliabu; P. Obi P. Bisa; Lintas Kep. Mentawai (Siberut, Sikakap, Tua Pejat, Sikabaruan); Sorong Salawati; Sapudi Kangean; Dabo Lingga; Lintas Cadangan Perintis KBI (2 Unit); Lintas Cadangan Perintis KTI (3 Unit); Mengkapan P.Padang; Patumbukan P.Tanah Jampea; Babang - P. Kasiruta; Airnanang Fakfak; Dongkala - Bambaea; Inanwatan - Fakfak; Tarempa Matak; P. Telo Teluk Dalam; Paciran Garongkong; Waipirit Kamaru; Kaimana Pamako. 18. Subsidi Operasional Keperintisan Angkutan SDP sebanyak 261 trayek yang tersebar di 34 Provinsi; 19. Pengadaan Kapal Kerja / Speed Boat Pengadaan Kapal Kerja / Speed Boat sebanyak 35 unit yang tersebar di 34 Provinsi. B. Perkeretaapian 1. Pengadaan sarana KA untuk angkutan perintis, kereta ekonomi untuk angkutan lebaran termasuk kereta kerja sebanyak 242 unit KA perintis diantaranya untuk lintas Bireun-Lhokseumawe, Padang Lubuk Alung Padang Panjang Solok, KA Riau-Jambi-Sumsel, Purwasari Wonogiri, Mojokerto Tulangan Sidoarjo, Padang Lubuk Alung Padang Panjang Solok, Sukabumi - Cianjur - Padalarang, Kertapati - Indralaya, Kalisat Panarukan, KA Sulawesi & KA Kalimantan; 2. Pengadaan sarana Kereta Rel Listrik (KRL) sebanyak 77 unit untuk lintas Yogyakarta- Solo, Perkotaan bandung, Perkotaan Surabaya dan Perkotaan Medan serta pengadaan fasilitas/peralatan sarana KA sebanyak 55 unit di Aceh, Sumut, Sumbar, Sumsel, Lampung, Riau, Jambi, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, DIY, Jateng, Jatim, Sulsel, Sulut, Gorontalo, Kaltim, Kalsel, Kalteng, Kalbar; 3. Subsidi angkutan kereta api sebanyak 11 paket, yang dibagi dalam dua peruntukan diantaranya: Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

140 - Peruntukan untuk subsidi perintis diantaranya untuk lintas Bireun- Lhokseumawe, Padang Lubuk Alung Padang Panjang Solok, KA Riau-Jambi, Purwasari Wonogiri, Mojokerto Tulangan Sidoarjo, Sukabumi - Cianjur - Padalarang, Kertapati - Indralaya, Kalisat - Panarukan, KA Sulawesi, KA Kalimantan; - Peruntukan untuk subsidi angkutan motor diantaranya untuk lintas Jakarta - Cirebon - Semarang, Jakarta - Yogyakarta - Solo, Jakarta - Surabaya, lintas utama Sumatera Utara dan Sumatera Bagian Selatan; 4. Rehabilitasi dan peningkatan jalur KA sepanjang Km sp dengan lintas: - Jawa-Bali : Tanah Abang - Merak, Duri Tangerang, Jakarta Tj. Priok, Manggarai - Tanah Abang - Ps. Senen - Jatinegara, Manggarai - Jatinegara - Bekasi - Cikarang, Jakarta Kota - Bogor, Jatinegara - Cikampek - Cirebon, Cikampek - Padalarang, Bogor - Sukabumi - Cianjur - Padalarang, Padalarang - Bandung - Cicalengka, Cicalengka - Banjar - Kroya, Cirebon - Kroya, Kroya - Kutoarjo - Yogyakarta - Solo, Solo - Madiun, Cirebon - Brebes - Tegal - Pekalongan - Semarang, Tegal - Prupuk, Semarang - Bojonegoro - Surabaya, Madiun - Surabaya, Surabaya - Bangil - Malang - Kertosono, Bangil Banyuwangi; - Sumatera : Prabumulih - Waytuba - Tanjungkarang - Tarahan, Prabumulih - Kertapati, Prabumulih - Lubuklinggau, Padang - Bukitputus - Indarung/Telukbayur, Padang - Pariaman, Pariaman - Lubuk Alung - Padangpanjang - Solok - Sawahlunto, Medan - Araskabu - Kualanamu, Medan - Binjai - Besitang, Medan - Belawan, Medan - Tebingtinggi - Siantar, Tebingtinggi Kisaran - Tanjung Balai, Kisaran - Rantauprapat, Bireun Lhokseumawe; 5. Pembangunan jalur KA yang dibangun termasuk jalur ganda dan reaktivasi sepanjang Km sp pada lintas: - Jawa-Bali : Maja Rangkasbitung Merak (jalur ganda dan test track), Cilegon - Anyer Kidul (reaktivasi), Rangkasbitung - Labuan - Saketi - Bayah (reaktivasi tahap pertama), Tonjong - Pelabuhan Bojonegara, Manggarai - Jatinegara - Bekasi - Cikarang (Double double track termasuk elektrifikasi dan fasilitas perkeretaapian), Citayam - Nambo (jalur ganda), Parungpanjang Citayam, Nambo - Cikarang - Kalibaru (tahap pertama), Bogor - Sukabumi (jalur langsir/emplasemen), Cibungur - Tanjungrasa, Cikarang - Pelabuhan Cilamaya (tahap pertama), Cikampek - Padalarang (jalur ganda), Padalarang - Bandung - Cicalengka (jalur ganda termasuk elektrifikasi), Rancaekek - Tanjungsari Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

141 (reaktivasi), Tanjungsari Kertajati, Cirebon - Kadipaten (reaktivasi termasuk jalur KA baru), Akses menuju Pelabuhan Cirebo, Cicalengka - Banjar - Kroya (jalur ganda tahap pertama), Banjar - Pangandaran - Cijulang (reaktivasi tahap pertama), Purwokerto - Kroya (jalur ganda), Purwokerto - Wonosobo (reaktivasi tahap pertama), Maos - Cilacap (termasuk akses ke Pelabuhan), Kroya Kutoarjo (jalur ganda), Kedungjati - Tuntang (reaktivasi), Semarang - Pelabuhan Tanjung Mas (reaktivasi), Jerakah - Semarang Poncol - Semarang Tawang - Alastua (jalur KA layang), Solo - Semarang (jalur ganda tahap pertama), Yogyakarta - Magelang (reaktivasi tahap pertama), akses menuju KA Bandara Kulonprogo (tahap pertama), Kutoarjo - Purworejo (emplasemen), Shortcut Solo Kota - Solo Jebres, Surabaya - Kalimas/Sidotopo (jalur ganda), Jombang - Babat - Tuban (reaktivasi), Kandangan - Pelabuhan Teluk Lamong, Solo Madiun (jalur ganda), Madiun - Mojokerto - Wonokromo (jalur ganda), Perkotaan Surabaya (Reaktivasi tram Kalimas Wonokromo, akses menuju Bandara Juanda), Tulangan Gununggangsir, Kalisat - Panarukan (reaktivasi tahap pertama), Bangil - Banyuwangi (jalur ganda tahap pertama), Bandara Ngurah Rai Denpasar - Mengwi (tahap pertama); - Sumatera: Bireun - Lhokseumawe, Lhokseumawe - Langsa (tahap pertama), Kuala Langsa - Langsa Besitang, Medan - Bandar Khalifah Araskabu Kualanamu (jalur ganda, jalur KA layang), Bandar Tinggi - Kuala Tanjung, Binjai - Besitang (reaktivasi), Medan - Gabion/Belawan, Sumut (elevated track), Rantauprapat-Duri-Dumai, Rantauprapat-Gunung Tua-Sibolga (tahap pertama), Pekanbaru-Muaro, Duri Pekanbaru, Duku - Bandara Internasional Minangkabau (BIM), Pariaman - Naras, Sumbar (reaktivasi), Naras - Sungai Limau, Sumbar (reaktivasi), Padang Panjang - Bukit Tinggi - Payakumbuh, Sumbar (reaktivasi), Muaro Kalaban - Muaro (reaktivasi), Shortcut Padang-Solok (tahap pertama), Batu Ampar - Bandara Hang Nadim, Pekanbaru Jambi, Jambi Palembang, Muara Enim Lahat (Jalur Ganda), Baturaja - Martapura (Jalur Ganda), Prabumulih - Kertapati (jalur ganda), Simpang - Tanjung Api-Api (perpanjangan), Indralaya - Kampus Unsri (perpanjangan), Rejosari - Tarahan (tahap pertama), Tanjung Karang - Pelabuhan Panjang (reaktivasi), Cempaka - Tanjung Karang Sukamenti Tarahan (jalur ganda), Tarahan/KM3 - Bakauheni (tahap pertama); - Sulawesi: Makassar - Pare-Pare, Manado Bitung, Isimu- Gorontalo--Bitung, Parepare--Mamuju (tahap pertama), Makassar--Bulukumba--Watampone (tahap pertama), Mamuju Palu Isimu (tahap pertama); - Kalimantan: Tanjung - Bandara Syamsuddin Noor Banjarmasin, Balikpapan Samarinda, Tanjung - Tanah Grogot - Balikpapan (tahap pertama), Palangkaraya - Banjarmasin (tahap pertama), Palangkaraya Pontianak Batas Negara (tahap pertama), Samarinda Tanjung Redep Batas Negara (tahap pertama); - Papua: Sorong - Manokwari (tahap pertama), Jayapura-Sarmi (tahap pertama); Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

142 6. Pembangunan Kereta Api Ringan dalam rangka meningkatkan aksesibilitas transportasi di perkotaan antara lain : - Pembangunan Kereta Api Ringan Perkotaan Trase Jabodetabek dengan rute Cibubur Cawang (10.5 Km), Bekasi Timur Cawang (17.9 Km), Cawang Dukuh Atas (10.5 Km) ; - Pembangunan Kereta Api Ringan Perkotaan Trase Sumatera Selatan dengan rute untuk koridor 1 (Bandara SMB II Kolonel H. Burlian Demang Lebar Daun Angkaran 45 Kapten A. Rivai Jln. Jenderal Sudirman Masjid Agung (17.5 Km)), rute untuk koridor 2 (Masjid Agung Jakabaring Sport City (7 Km)) 7. Pembangunan jalur lingkar KA layang (elevated) Jabodetabek sepanjang 25 Km sp untuk lintas Manggarai - Tanah Abang - Ps. Senen Jatinegara Manggarai; 8. Rehabilitasi dan peningkatan jembatan/ underpass/flyover KA sebanyak 269 unit; 9. Pembangunan jembatan/underpass/flyover KA sebanyak 344 unit; 10. Pengadaan material rel dan wesel sebanyak unit jalur KA sepanjang Km sp; 11. Rehabilitasi dan peningkatan stasiun/bangunan operasional KA untuk meningkatkan keandalan sebanyak 38 unit; 12. Pembangunan stasiun/bangunan operasional KA sebanyak 82 unit; 13. Rehabilitasi dan peningkatan persinyalan dan telekomunikasi KA sebanyak 41 paket; 14. Pembangunan persinyalan dan telekomunikasi KA sebanyak 71 paket; 15. Rehabilitasi dan peningkatan listrik aliran atas KA (termasuk gardu listrik) untuk meningkatkan keandalannya sepanjang 228 Km sp untuk lintas Tanah Abang Rangkasbitung, Citayam Nambo, Jatinegara - Pondok jati - Senen - Kampungbandan - Tanah Abang Manggarai, Jakarta Kota - Manggarai Bogor, Jakarta Kota Tj. Priok, Duri Tangerang, Manggarai - Jatinegara - Bekasi Cikarang; 16. Pembangunan listrik aliran atas KA (termasuk gardu listrik) sepanjang 299,7 Km sp pada lintas Medan - Araskabu - Kualanamu, Tanah Abang - Maja - Rangkasbitung Merak, Jakarta Kota - Tj Priok/JICT, Citayam Nambo, Manggarai - Bekasi Cikarang, Cikarang Cikampek, Padalarang - Bandung Cicalengka, Kutoarjo Yogyakarta, Perkotaan Surabaya (tram); 17. Pembangunan elektrifikasi jalur KA antara Yogyakarta Solo sepanjang 59 Km sp; 18. Pengamanan perlintasan sebidang sebanyak 218 unit pada lintas: - Jawa-Bali: Tanah Abang - Merak, Duri Tangerang, Jakarta Tj. Priok, Manggarai - Tanah Abang - Ps. Senen - Jatinegara, Manggarai - Jatinegara - Bekasi - Cikarang, Jakarta Kota - Bogor, Jatinegara - Cikampek - Cirebon, Cikampek - Padalarang, Bogor - Sukabumi - Cianjur - Padalarang, Padalarang - Bandung - Cicalengka, Cicalengka - Banjar - Kroya, Cirebon - Kroya, Kroya - Kutoarjo - Yogyakarta - Solo, Solo - Madiun, Cirebon - Brebes - Tegal - Pekalongan - Semarang, Tegal - Prupuk, Semarang - Bojonegoro - Surabaya, Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

143 Madiun - Surabaya, Surabaya - Bangil - Malang - Kertosono, Bangil Banyuwangi. - Sumatera: Prabumulih - Waytuba - Tanjungkarang - Tarahan, Prabumulih - Kertapati, Prabumulih - Lubuklinggau, Padang - Bukitputus - Indarung/Telukbayur, Padang - Pariaman, Pariaman - Lubuk Alung - Padangpanjang - Solok - Sawahlunto, Medan - Araskabu - Kualanamu, Medan - Binjai - Besitang, Medan - Belawan, Medan - Tebingtinggi - Siantar, Tebingtinggi Kisaran - Tanjung Balai, Kisaran - Rantauprapat, Bireun - Lhokseumawe. 19. Pengadaan dan penertiban lahan untuk kegiatan peningkatan/pembangunan prasarana perkeretaapian sebanyak 158 paket; 20. Pengadaan/Perawatan Peralatan/Fasilitas Prasarana sebanyak 137 paket; 21. Penyediaan fasilitas dan peralatan bidang keselamatan perkeretaapian sebanyak 95 paket tersebar di Provinsi Aceh, Sumut, Sumbar, Sumsel, Lampung, Riau, Jambi, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, DIY, Jateng, Jatim, Sulsel, Sulut, Gorontalo, Kaltim, Kalsel, Kalteng, Kalbar. C. Perhubungan Laut Kegiatan Strategis di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Laut 1. Rencana penempatannya akan melayani jarigan angkutan laut perintis pada 193 lintas yang tersebar di seluruh 33 provinsi pada Pangkalan Pelabuhan Meulaboh, Calang, Teluk Bayur, Bengkulu, Tj. Pinang, Kijang, Sintete, Sunda Kelapa, Kotabaru, Semarang, Surabaya, Tanjung Wangi, Bima, Kupang, Maumere, Bitung, Tahuna, Pagimana, Kolonedale, Kendari, Tilamunta, Kwandang, Makassar, Mamuju, Ambon, Tual, Saumlaki, Ternate, Babang, Sanana, Jayapura, Biak, Merauke, Manokwari, Sorong. 2. Subsidi Angkutan Laut Tetap Dan Teratur Untuk Kapal Barang Dalam Rangka Menunjang Tol Laut untuk Rute : R1 Waingapu-Sabu (Seba/Biu)-Rote-Lewoleba- Maumere-Reo-Waingapu, R2 Manokwari-Wasior-Nabire-Serui-Biak-Manokwari, R3 Tuai-Fak Fak-Kaimana-Timika-Tual, R4 Babang-Tidore (Soasiu)-Tobelo-Gebe-Babang R5 Kijang-Letung-Tarempa-selat-Lampa (Natuna)-Midai-Serasan (PP). 3. Pembangunan kapal perintis dilaksanakan sampai tahun 2017 sebanyak 103 unit yang terdiri dari kapal Tipe 750 DWT, Tipe 500 DWT, Tipe 200 DWT, Tipe 2000 DWT, Tipe 2000GT, Tipe 1200 GT, Tipe 750 DWT, Semi Container, Kapal Rede, Kapal Barang Multipurpose dan Kapal Ternak dengan tahapan penyelesaian pada tahun 2015 sebanyak 3 unit, tahun 2016 sebanyak 30 unit dan tahun 2017 sebanyak 70 unit. 4. Pembangunan/ pengadaan fasilitas pendukung Lalu Lintas dan Angkutan Laut tersebar di seluruh 33 provinsi dengan beberapa kegiatan meliputi Perbaikan dan Perawatan Kapal Perintis (Docking Repair) / Pengadaan camera CCTV / Pemasangan Upgrade Monitoring Tracking System / Pembangunan infrastruktur Multimedia tracking / Pembangunan sistem informasi spasial kapal perintis / Penyelenggaran mudik gratis sepeda motor / Monitoring angkutan lebaran, Natal dan Tahun Baru / Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

144 Monitoring pelabuhan singgah perintis dan center pangkalan perintis / Pemberdayaan industri pelayaran rakyat. Kegiatan Strategis di Bidang Pelabuhan dan Pengerukan 5. Pembangunan/lanjutan/penyelesaian dan pengembangan pelabuhan laut non komersial pada ± 100 lokasi pelabuhan setiap tahun pada Pelabuhan Anggrek, Babang, Bade, Baing, Bajoe, Barus, Batang, Batanjung, Batuatas, Batu Panjang, Batutua, Bau-Bau, Belang-Belang, Bicoli, Bintuni, Boepinang, Branta, Bungkutoko, Bunta, Carocok Painan, Dabo Singkep, Daruba, Depapre, Dompak, Gamunu, Garongkong, Gorom, Jailolo, Kaimana, Kendidi Reo, Kendal, Keramaian, Kolbano, Kolonedale, Kuala Semboja, Labuhan Bajo, Labuhan Angina, Lakara, Larantuka, Letung, Linau Bintuhan, Malarko, Maloy, Mantangisi, Marabatuan, Matasiri, Meranti, Midai, Moor, Mumugu, Nabire, Nunbaunsabu, Pulau Banyak, Pulau Buano, Pulau Salura, Pacitan, Padang Tikar, Pagimana, Palopo, Pamanukan, Panarukan, Pangandaran, Parlimbungan Ketek, Patani, Pelaihari, Penajam Pasir, Pomalaa, Pota Pulau Laut, Pulau Teor, Sailus, Saumlaki, Sebalang, Sebuku, Sei Nyamuk, Serui, Siwa, Sofifi Speed Boat, Subi, Taddan, Tanah Ampo, Tanah Tidung, Tanjung Api-Api, Tanjung Buton, Tanjung Mooch, Telaga Biru, Teluk Segintung, Tilamuta, Tiram, Tobelo, Tual, Tulehu, Ujung Jabung, Waren, Watunohu, Bagan Siapa-Api, Pelabuhan Ratu, Bima, Luwuk, Breakwater Makassar; 6. Pengerukan alur pelayaran/ kolam pelabuhan pada tahun 2015 sebanyak 13 lokasi yaitu Pelabuhan Belawan, Muara Padang, Palembang, Tanjung Priok, Tg Emas, Benoa, Lembar, Pontianak, Ketapang, Samarinda, Sampit, Kumai dan Lirang (Total volume Pengerukan sebesar m3); Tahun 2016 sebanyak 24 lokasi yaitu Pelabuhan Kuala Langsa, Belawan, Tg Balai Asahan, Pangkalan Dodek, Jambi Talang Duku, Kuala Tungkang, Palembang, Bengkulu, Pangkal Balam, Tg Priok, Tg Emas, Juwana, Tegal, Batang, Tg Perak, Benoa, Pontianak, Sintete, Samarinda, Sampit, Pulang Pisau, Kumai, Sanana dan Muara Sabak (Total volume Pengerukan sebesar m3); Tahun 2017 sebanyak 32 lokasi yaitu Pelabuhan Belawan, Tg Berakit, Palembang, Pekanbaru, Bengkulu, Tg Priok, Tg Emas, Tg Perak, Probolinggo, Benoa, Lembar, Pontianak, Ketapang, Kendawangan, Paloh, Samarinda, Sampit, Pulang Pisau, Makassar, Karang Antu, Labuhan Banten, Manado, Fakfak, Kuala Enok, Cirebon, Sadai/Toboali, Kendal, Panjang, Balikpapan, Kupang, Ternate dan Ambon (Total volume Pengerukan sebesar m3); Tahun 2018 sebanyak 33 lokasi yaitu Pelabuhan Belawan, Pangkalan Dodek, Muara Padang, Jambi Talang Dukuh, Kuala Tungkal, Palembang, Begkulu, Pangkal Balam, Tg Priok, Tg Emas, Juwana, Tegal, Batang, Tg Perak, Benoa, Pontianak, Sintete, Samarinda, Kumai, Rembang, Brondong, Labuhan Lombok, Singkawang, Mempawah, Tobelo, Kali Anget, Teluk Bayur, Tg Pandan, Cirebon, Sunda Kelapa, Manggar, Brebes dan Balikpapan (Total volume Pengerukan sebesar m3); Tahun 2019 sebanyak 26 lokasi yaitu Pelabuhan Kuala Langsa, Belawan, Tg Balai Asahan, Palembang, Pekan Baru, Bengkulu, Tg Priok, Tg Emas, Tg Perak, Pontianak, Ketapang, Samarinda, Sampit, Pulang Pisau, Tg Redep, Tahuna, Sanana, Cirebon, Airbangis, Bima, Kendari, Tarakan, Balikpapan, Kupang, Ternate dan Ambon (Total volume Pengerukan sebesar m3); Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

145 7. Pembangunan/ pengadaan fasilitas pendukung pelabuhan dan pengerukan tersebar di seluruh 33 provinsi dengan beberapa kegiatan meliputi Pengadaan Reach Stacker / Pengadaan Forklift / Kapal Pandu / Kapal Tunda / Pengadaan Truck Crane / Pengadaan Excavator, Grab Cham Shell dan Wheel Loader / Peningkatan fasilitas Pelabuhan dalam rangka pelayanan publik / Fasilitas pendukung operasional (Gedung Bangunan, Rumah Dinas, Pembuatan Sumur, Lampu Penerangan, Pos jaga, Pagar, Gapura dan lain-lain). Kegiatan Strategis di Bidang Perkapalan dan Kepelautan 8. Pembangunan Kapal Marine Inspector / RIB sebanyak 20 unit yang tersebar di 33 Provinsi; 9. Pembangunan / pengadaan fasilitas pendukung perkapalan dan kepelautan tersebar di seluruh 33 provinsi dengan beberapa kegiatan meliputi Pengadaan Enginee Room Simulator / Pengadaan Full Mission Bridge Simulator / Pengadaan Komputer Base Assessment; Kegiatan Strategis di Bidang Kenavigasian 10. Pembangunan Kapal Negara Kenavigasian sebanyak 41 kapal yang tersebar pada 33 Provinsi di 25 Distrik Naviagasi Sabang, Sibolga, Belawan, Dumai, Tanjung Pinang, Teluk Bayur, Palembang, Tanjung Priok, Semarang, Cilacap, Surabaya, Benoa, Kupang, Tarakan, Banjarmasin, Pontianak, Kendari, Bitung, Makassar, Kendari, Tual, Ambon, Jayapura, Merauke, Sorong; 11. Pembangunan Reverse Osmosis (RO) sebanyak 97 unit yang tersebar pada 33 Provinsi di 25 Distrik Naviagasi Sabang, Sibolga, Belawan, Dumai, Tanjung Pinang, Teluk Bayur, Palembang, Tanjung Priok, Semarang, Cilacap, Surabaya, Benoa, Kupang, Tarakan, Banjarmasin, Pontianak, Kendari, Bitung, Makassar, Kendari, Tual, Ambon, Jayapura, Merauke, Sorong; 12. Pembangunan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran SBNP sebanyak 754 unit dan pemenuhan tingkat kehandalan sebanyak 99%, yang tersebar pada 33 Provinsi di Seruway, Kuala Raja, Pusong, Sigli, Laweung, Sabang, Sibigo, Teluk Nibung, Pantai Labu, Percut, Rantau Panjang, Tanjung Beringin, Gunung Sitoli, Labuhan Bilik, Sei Barombong, Teluk Leidong, Tg. Sarang Elang, Pangkalan Susu,Pulau Kampai, Tanjung Pura, Tapak Kuda, Kuala Sarapu, Pangkalan Brandan, P.Wunge, Pel.Sibolga, Pel. Sikara-kara, Tg.Bai, Sasak, Teluk Tapang, Muara Haji, Carocok Painan, Surantih, Tg. Sading, Sekatap Darat, Senggarang, Tanjung Ayun, Tanjung Duku, Tanjung Geliga, Tanjung Lanjut, Tanjung Sebauk, Tanjung Siambang, Tanjung Unggat, Wisata Penyengat, Tanjung Samak, Tanjung Kedadu, Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

146 Penyalai, Panipahan, Sinaboi, Buatan, Kurau/Si Lalang, Sel Apit, Sungai Siak, Tanjung Buton, Kuala Mendahara, Lambur Luar, Muara Sabak, Nipah Panjang, Pamusiran, Simbur Naik, Sungai Lokan, Ujung Jabung, Tanjung Api-Api, Sungsang, Karang Agung, Rangga Ilung, Batanjung, Behaur, Kuala Kapuas, Pegatan Mendawai, Uj. Tk. Punggur, Krui, Kalianda, Lagundi, P. Sebesi, Sebalang, Bakauheni, Way Seputih, Kuala Penat, Labuhan Maringgai, Way Penat, Way Sekampung, Mesuji, Kota Agung, P. Tabuan, Kelumbayan, Teladas, Manggala/Menggala, Sungai Burung, Tulang Bawang, Semarang, Tegal, Karimun Jawa, Tanjung Emas, Glimandangin, Sampang/Taddan, Tanlok, Besuki, Jangkar, Kalbut, Gayam, Kalianget, Kangean, P. Raas, Sapudi, Sapeken, Keramaian, Masalembo, Giliraja, Tg. Tekurenan, Celukan Bawang, Pegametan, Penuktukan, Bima, Sape, Waworada, Cempi, Calabahi, Kempo, Lembar, Tg. Muna, Tg. Kopondai, P.Sukur, Pel. Aimere, Pel. Batu Tua, Pel. Wini, Tg. Kumba, Tg. Tutunnila, Tg. Uwakeka, Tg.Batu putih, Tg. Batuata, Samuda, Bagendang, Kereng Bengkirai, Teluk Sebangau, Bukit Pinang, Pulang Pisau, Kuala Pembuang, Teluk Sigintung/Seruyan, Kuala Jelay, Sukamara, Banjarmasin, Sesayap, Tarakan, Tg.Aru, Sangatta, Maloy, Sangkulirang, Tg. Sarupo, Tg. Suramana, Majene, Malunda, Palipi, Pamboang, Sendana, Ambo, Belang-Belang, Budong-Budong, Kaluku, Mamuju, Poongpongan, Salisingan, Sampaga, Kr. Timur Batumarimpih, Kr. Timur Tg. Wawobatu, Kr. Utara Kaledupa, Kr. Utara Kapota, Kr. Utara P. Papado, Kr. Utara Tg. Teipa, Kr.P.Hoga, Kr.Utara Lapuko, P. Damalawa Kcl., P. Sangurabangi, P. Togomongolo, Pel. Lasalimu, Pel. Lasalimu, Pel. Mandiodo, Pel. Mawasangka, Tg.Talabu, Tahuna, Tamako, Biaro, Buhias, P. Ruang, Pehe, Sawang, Tagulandang, Ulu Siau, Beo, Damao, Dapalan, Tg. Hatanua, Tg. Libobo, Tg Namaa, Tg. Ngolopopo, Tg. Weduar, Tg. Sial, Tg.Watina, Walwat tinggi, Tlk. Bara, Wayabula, Borong, Galela, Tikong, Pel. P. Damar, Pel.Kroing, Pel. Tutukembong, Pel.P. Teor, Pel. Moti, Pel. Tuhaha, Geser, Tg. Openta, Wayeteri, Kaimana, Kanoka, Lobo, P. Adi, Senini, Susunu, Manokwari, Makbon, Mega, Muarana, Kasim, Oransbari, Bagusa, Kasonaweja, P. Liki, Sarmi, Takar, Trimuris, Wakde, Janggerbun, Kameri, Korido, Waren, Ambai, Ampimoi, Angkaisera, Sungai Asty, Sungai Asty, Tg. Kondo, Pel. Selaru, Pel. Lakor, Pel. Romang, Pel. Damer, Pel. Kaiwatu, Tual; 13. Pembangunan Sistem Telekomunikasi Pelayaran sebanyak 88 unit; 14. Pembangunan Vessel Traffic Service (VTS) pada 35 lokasi yang tersebar pada 33 Provinsi di Belawan, Palembang, Jakarta, Surabaya Bitung, Kuala Tanjung, Balikpapan, Sorong, Manokwari, Jayapura, Lhok Seumawe, Dumai, Makassar, Sabang, Sibolga, Batu Ampar, Panjang, Bengkulu, Cilacap, Benoa, Lembar, Kupang, Pontianak, Banjarmasin, Batulicin, Samarinda, Tarakan, Parepare, Kendari, Ambon, Ternate, Jayapura, Merauke, Cirebon, Semarang. 15. Pembangunan Global Maritime Distress and Safety System (GMDSS) pada 144 lokasi yang tersebar pada 33 Provinsi di Sinabang, Kuala Langsa, Pangkalan Susu, Gunung Sitoli, Teluk Dalam, Selat Panjang, Rengat, Tanjung Balai Karimun, Dabo Sungkep, Air Bangis, Probolinggo, Gilimanuk, Waingapu, Sintete, Luwuk, Kaimana, Serui, Jakarta, Banjarmasin, Tarakan, Bitung, Sorong, Merauke, Pulau Tello, Lahewa, Panipahan, Karimunjawa, Rembang, Atapupu, Nunukan, Kolaka, Pomalaa, Parigi, Muntok, Kuala Tungkal, Sampit, Kumai, Batulicin, Samarinda, Poso, Toli Toli, Manado, Ternate, Sanana, Tual, Biak, Ulee Lheule, Meulaboh, Tembilahan, Tarempa, Pulau Sambu, Pulang Pisau, Sunda Kelapa, Panarukan, Gresik, Bawean, Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

147 Masalembo, Padang Bai, Kalabahi, Larantuka, Reo, Tanjung Redeb, Mamuju, Banabungi, Palopo, Kolonedale, Banggai, Amamapare, Nabire, Bade, Kuala Tanjung, Lhok Seumawe, Sabang, Tapak Tuan, Batu Ampar, Tanjung Uban, Sei Kolak Kijang, Natuna, Teluk Bayur, Sipora, Palembang, Jambi, Pangkal balam, Panjang,Cirebon, Bengkulu, Cigading/ Merak, ende, Maumere, Ketapang, Kotabaru, Balikpapan, Kendari, Bau Bau, Tahuna, Ambon, Saumlaki, Bintuni, Jayapura, Agats, Sigli, Singkil, Pekanbaru, Bagansiapiapi,Kuala Enok, Sikakap, Celukan Bawang, Raha,Donggala, Kwandang, Ampena, Tobelo, Banda, Dobo, Sarmi, Belawan, Bengkalis, Semarang, Tegal, Cilacap, Surabaya, Kupang, Makassar, Pantoloan, Namlea, Fak Fak, Pekalongan, Jepara, Juwana, Indramayu, Pasuruan, Badas, Ulu Siau, Amahai. 16. Pembangunan/Pengadaan Fasilitas Pendukung Kenavigasian dengan beberapa kegiatan meliputi Perbaikan dan Perawatan Kapal / Pengadaan CCTV Survailance System / Genset / Mobil crane/ Kendaraan Operasional / Pengadaan Sistem Pengamatan Alur / Peralatan Survey Telkompel / Reporting System, Remote Cliane VTS / Vessel Monitoring sistem Kapal /Pelampung Suar / Sistem Lampu Suar untuk SBNP / Rigid Inflatable Boat (RIB) / Perangkat Penunjang Operasional Mensu/ Water Treatment; Kegiatan Strategis di Bidang Penjagaan Laut dan Pantai 17. Pembanganan kapal patroli sebanyak 255 unit pada lokasi Kesyahbandaran Belawan/ KUPP Kuala Tanjung, KSOP Teluk Bayur, PLP Tg. Uban, KSOP Palembang, KSOP Panjang, KSOP Pontianak, PLP Bitung, Kesyahbandaran Makassar, UPP Bau- Bau, KSOP Batam, PLP Tanjung Priok, KSOP Tanjung Emas, PLP Tanjung Mas, KSOP Benoa, KSOP Sorong, KSOP Ambon, PLP Tual, KSOP Merauke, KUPP Tanjung Tiram, KUPP Pulau Kampai, KSOP Meulaboh, KUPP Pantai Cermin, KUPP Sei Barombang, KUPP Tg. Sarang Elang, KSOP Bagan Siapi-api, KUPP Kuala gaung, KSOP Pangkalan Bun, KSOP Pangkalan Balam, KSOP Tg. Pandan, KUPP Kendawangan, KSOP Kumai, KUPP Bengkirai/ Pinang, KUPP Tanah Grogot, KUPP Sangkulirang, KUPP Polewali, KUPP Malili, KUPP Awerange, KUPP Bau-Bau, KUPP Ulugian, KUPP Amamapara, Kesyahbandaran Tg.Priok, KSOP Kalibaru, KSOP Juwana, KUPP Rembang, KUPP Ketapang, KUPP Nusa Penida, KSOP Bima, KSOP Tulehu, KUPP Bara Nusa. 18. Pembangunan/Pengadaan Fasilitas Pendukung Penjagaan laut dan Pantai dengan beberapa kegiatan meliputi Perbaikan dan Perawatan Kapal / Pengadaan Helikopter / Pengadaan Senjata / Amunisi / Peralatan Penanggulangan Pencemaran / Peralatan SAR / GIRO Vertical / Rigid Inflatable Boat (RIB) / ECDIS dan Sistem Mobile Survilance Kapal Patroli/Mobil Patroli Lapangan / Pengembangan Pangkalan Penjagaan Laut dan Pantai. Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

148 D. Perhubungan Udara 1. Peningkatan rute pelayanan perintis dan subsidi untuk angkutan udara sebanyak 265 rute, antara lain pada KPA : Nagan Raya (5 Rute), Takengon (7 Rute), Gunung Sitoli (8 Rute), Bengkulu (7 Rute), Singkep (10 Rute), Palangkaraya (6 Rute), Ketapang (5 Rute), Samarinda (5 Rute), Waingapu (9 Rute), Gorontalo (8 Rute), Tarakan (10 Rute), Masamba (12 Rute), Mamuju (5 Rute), Selayar (7 Rute), Ternate (4 Rute), Langgur (9 Rute), Manokwari (9 Rute), Sorong (5 Rute), Jayapura (8 Rute), Merauke (19 rute), Nabire (8 Rute), Timika ( 22 Rute), Wamena (17 Rute), Sumenep (5 Rute), Oksibil (7 Rute ) dimana lokasi akan ditetapkan untuk tahun bersangkutan berdasarkan rapat evaluasi angkutan udara perintis; 2. Rehabilitasi dan pengembangan Bandara Udara termasuk perpanjangan, pelebaran dan peningkatan kekuatan, pekerjaan tanah, rehab gedung terminal, gedung operasional pada 100 Bandar Udara sampai akhir periode perencanaan; 3. Rehabilitasi dan pengembangan Bandar Udara (perpanjangan, pelebaran dan peningkatan kekuatan, pekerjaan tanah) untuk didarati B-737 Series pada lokasi yang akan ditetapkan sesuai kebutuhan berdasarkan Tatanan Kebandarudaraan Nasional dan pelaksanaan Undang- Undang lain diantaranya Bandar Udara Iskandar Pangkalan Bun, Bandar Udara Tanjung Pandan, Bandar Udara Rembele Takengon, Bandar Udara Binaka Gunung Sitoli, Bandar Udara DEO Sorong, Bandar Udara Hanandjoeddin, Bandar Udara Umbo Mehang Kunda Waingapu, Bandar Udara Beto Ambari Bau-bau, Bandar Udara Kasiguncu Poso, Bandar Udara Komodo Labuhan Bajo, Bandar Udara Blimbingsari Banyuwangi, Bandar Udara Kuabang Kao, Bandar Udara Ibra Langgur, Bandar Udara Matilda Saumlaki, Bandar Udara Dekai Yahukimo; 4. Rehabilitasi dan pengembangan Bandar Udara (perpanjangan, pelebaran dan peningkatan kekuatan, pekerjaan tanah) untuk didarati ATR-42 & ATR-72 pada lokasi yang akan ditetapkan sesuai kebutuhan berdasarkan Tatanan Kebandarudaraan Nasional dan pelaksanaan Undang-Undang lain diantaranya Bandar Udara Teuku Cut Ali, Bandar Udara Bawean, Bandar Udara Melak, Bandar Udara Tanah Merah, Bandar Udara Kepi, Bandar Udara Sarmi, Bandar Udara Letung, Bandar Udara Tambelan, dan Bandar Udara Maratua; 5. Pengembangan 25 Bandar udara yang terdiri dari 7 (tujuh) Bandar udara di daerah rawan bencana, yaitu Bandar Udara Teuku Cut Ali, Bandar Udara Rembele, Bandar Udara Gayo Lues, Bandar Udara Kerinci, Bandar Udara Muko-muko, Bandar Udara Bawean, dan Bandar Udara Sumenep, dan 18 bandar udara di daerah perbatasan, yaitu Bandar Udara Sabang, Bandar Udara Lasikin, Bandar Udara Lasondre, Bandar Udara Letung, Bandar Udara Tambelan, Bandar Udara Rokot, Bandar Udara Tj. Balai Karimun, Bandar Udara Enggano, Bandar Udara Atambua, Bandar Udara Kabir, Bandar Udara Rote, Bandar Udara Long Ampung, Bandar Udara Long Bawan, Bandar Udara Data Dawai, Bandar Udara Maratua, Bandar Udara Miangas, Bandar Udara Moa, Bandar Udara Mopah-Merauke; Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

149 6. Pembangunan 15 Bandar Udara baru, dengan lokasi antara lain Bandar Udara Letung, Bandar Udara Tambelan, Bandar Udara Tebelian, Bandar Udara Muara Teweh, Bandar Udara Samarinda Baru, Bandar Udara Kertajati, Bandar Udara Maratua, Bandar Udara Miangas, Bandar Udara Siau, Bandar Udara Morowali, Bandar Udara Buntu Kunik, Bandar Udara Kabir, Bandar Udara Namniwel, Bandar Udara Werur, Bandar Udara Koroway Batu; 7. Pembangunan bandar udara baru di Kalimantan antara lain Bandar Udara Muara Teweh, Bandar Udara Maratua, Bandar Udara Samarinda Baru; 8. Peningkatan fasilitas pelayanan darurat sebanyak 212 paket di lokasi Bandar udara diantaranya Bandar Udara Bandara Sentani, Bandara Djalaluddin, Bandara Juwata, Bandara Mopah, Bandara Hanandjoeddin, Bandara Tjilik Riwut, Bandara Halueleo, Bandara Wunopito, Bandara Beringin, Bandara Muara Bungo, Bandara Muko-muko, Bandara FL Tobing, Bandara Dobo, Bandara Ketapang, Bandara Dumatubun, bandara Abdul Rachman Saleh, bandara Pogogul, bandara Oesman Sadik, Bandara Torea, Bandara Sultan M. Kaharuddin, Bandara Sangia Nibandera, Bandara Mathilda Batlayeri, Bandara Komodo, Bandara Pekon Serai, Bandara Malinau, Bandara Sanggu, Bandara Melonguane, Bandara Enggano, bandara Pangsuma Putussibau, Bandara Andi Jemma, Bandara Stevanus Rumbewa, Bandara Soa Bajawa, Bandara Rokot, Bandara Bandaneira, Bandara Oksibil, Bandara Senggo, Bandara Mulia, Bandara Moanamani, Bandara Tanah Merah, Bandara Syukuran Aminuddin Amir, Bandara Waghete, Bandara Lasondre, Bandara Maimun Saleh, Bandara Bilorai, Bandara Tambolaka, Bandara Dominic Eduard Osok, Bandara Radin Inten II; 9. Peningkatan fasilitas keamanan penerbangan sebanyak 633 paket diantaranya di Budairto-Curug, Nabire, Rokot-Sipora, Mutiara-Palu, Haluoleo-Kendari, Djalaluddin- Gorontalo,Olilit-Saumlaki, Susilo-Sintang, Kasiguncu-Poso, Torea-Fak-fak, Radin Inten II-Lampung, Fatmawati-Bengkulu, Aekgodang-Padang Sidempuan, Dabo- Singkep, H.Asan-SAmpit, Satartacik- Ruteng, Betoambari-Bau Bau, S.Bantilan-Toli toli, S.Babullah - Ternate, Deo-Sorong, Rendani -Manokwari, Wamena, Franseda- Maumere, M.Salahudin-Bima, Tampa Padang-Mamuju, Melongguane, Lasikin- Sinabang, T.Cut ali- Tapak tuan, SeiBati - Tj. Balai Karimun, Japura-Rengat, Cakrabuana-Cirebon, Brangbiji-Sumbawa besar, Komodo - Labuan Bajo, Tambolaka- Waikabubak, Sanggu-Buntok, Kuala Pembuang, Naha -Tahuna,Tual Baru-Tual, Utaron-Kaimana, Nunukan, Haliwen-Atambua, Pangsuma-Putusibau,Sentani- Jayapura, Hang Nadim-Batam, Juwata -Tarakan, Mopah-Merauke, Kalimarau-Tj. Redep, Syukuran Aminudin Amir - Luwuk, Umbu Mehang Kunda- Waingapu, Gewayantana-Larantuka,Tjilik Riwut- Palangkaraya, H.AS. Hanandjuddin - Tj Pandan; 10. Meningkatnya pemenuhan standar keselamatan transportasi udara : - Jumlah Audit sebanyak 110 Audit di seluruh Bandar Udara di Indonesia; - Jumlah Surveilance sebanyak 58 di seluruh Bandar Udara di Indonesia; - Jumlah Inspection sebanyak inspeksi di seluruh Bandar Udara di Indonesia. Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

150 E. BPSDM Perhubungan 1. Target lulusan Pengembangan Sumber daya manusia perhubungan sebanyak lulusan diklat Transportasi Darat yang dihasilkan BPSDM Perhubungan selama tahun yang sesuai standar kompetensi/kelulusan; 2. Target lulusan Pengembangan Sumber daya manusia perhubungan sebanyak lulusan diklat Transportasi Laut yang dihasilkan BPSDM Perhubungan selama tahun yang sesuai standar kompetensi/kelulusan; 3. Target lulusan Pengembangan Sumber daya manusia perhubungan sebanyak lulusan diklat Transportasi Udara yang dihasilkan BPSDM Perhubungan selama tahun yang sesuai standar kompetensi/kelulusan; 4. Target lulusan Pendidikan perhubungan darat sebanyak lulusan diklat Transportasi Darat dan Perkeretaapian yang dihasilkan BPSDM Perhubungan selama tahun yang sesuai standar kompetensi/kelulusan; 5. Target lulusan Pendidikan Perhubungan Laut sebanyak lulusan diklat Transportasi Laut yang dihasilkan BPSDM Perhubungan selama tahun yang sesuai standar kompetensi/kelulusan; 6. Target lulusan Pendidikan Perhubungan Udara sebanyak lulusan diklat Transportasi Udara yang dihasilkan BPSDM Perhubungan selama tahun yang sesuai standar kompetensi/kelulusan; 7. Target Lulusan SDM transportasi melalui kampus terpadu SDM Transportasi Makasar sebanyak lulusan; 8. Target lulusan SDM transportasi darat (kampus BP2TD Bali) sebanyak lulusan; 9. Target lulusan SDM transportasi Perkeretaapian (Kampus Baru Akademi Perkeretaapian Madiun) sebanyak lulusan. Untuk mempercepat pelaksanaan kegiatan dan target sasaran pembangunan infrastruktur perhubungan, diperlukan kerangka pendanaan yang diterjemahkan tiap unit kerja, quick win, dan kegiatan lanjutan untuk mendukung akselerasi pembangunan di Kementerian Perhubungan Tahun Kerangka pendanaan pada Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun dapat dilihat pada Lampiran C. Disamping itu, disusun pula matrik kegiatan strategis yang diterjemahkan dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun yang menjadi target sasaran kewilayahan. Kegiatan strategis tersebut didalam implementasi dan perencanaan setiap tahunnya disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi di Kementerian Perhubungan. Kegiatan Strategis Kementerian Perhubungan tersebut dapat dilihat secara keseluruhan pada Lampiran D. Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

151 4.2.9 KEGIATAN STRATEGIS KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN TERKAIT KAWASAN RAWAN BENCANA, WILAYAH PERBATASAN, DAN TERLUAR, KAWASAN STRATEGIS PARIWISATA NASIONAL, KAWASAN INDUSTRI, MITIGASI IKLIM, PENGARUSUTAMAAN GENDER DAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS SERTA PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONFLIK SOSIAL (P3A-KS), DAN JUGA STRATEGI NASIONAL PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI (STRANAS PPK) A. DUKUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DALAM PEMBANGUNAN KAWASAN RAWAN BENCANA, WILAYAH PERBATASAN, DAN TERLUAR Pembangunan transportasi di kawasan rawan bencana, wilayah perbatasan dan terluar adalah untuk memperlancar distribusi barang dan jasa serta mobilitas penduduk dalam rangka mengurangi disparitas antar kawasan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan tersebut difokuskan pada : a. Tersedianya prasarana dan sarana transportasi dengan kapasitas dan kualitas pelayanan memadai; b. Terjangkaunya pelayanan transportasi ke seluruh wilayah perbatasan; c. Terjaminnya keselamatan dan keamanan dalam pelayanan jasa transportasi; d. Terwujudnya kerjasama luar negeri bidang perhubungan yang saling menguntungkan serta dapat menarik investasi yang dapat memberikan nilai tambah; e. Meningkatnya aksebilitas angkutan udara di daerah terpencil, pulau-pulau kecil dan kawasan perbatasan Negara. B. DUKUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TERHADAP PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS PARIWISATA NASIONAL (KSPN) Pembangunan sarana dan prasarana transportasi pada destinasi pariwisata diarahkan untuk mendorong daya tarik daerah tujuan wisata sambil meningkatkan kontribusinya bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah tujuan wisata. Sejalan dengan Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Nasional (RIPPARNAS), pembangunan destinasi pariwisata nasional untuk 5 (lima) tahun ke depan diprioritaskan pada pengembangan 16 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) maka pembangunan infrastruktur transportasi akan diarahkan untuk mewujudkan konektivitas menuju ke kawasan tersebut. Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

152 Pengembangan 16 KSPN diharapkan dapat meningkatkan target jumlah wisatawan mancanegara dari 9 juta orang pada tahun 2014 menjadi 20 juta orang pada tahun 2019 dan jumlah kunjungan wisatawan nusantara sebesar 250 juta orang pada tahun 2014 menjadi sebesar 275 juta orang pada tahun Oleh karenanya, pembangunan infastruktur perhubungan didorong untuk meningkatkan aksesibilitas pada KSPN Danau Toba, KSPN Kota Tua-Sunda Kelapa-Kepulauan Seribu, KSPN Borobudur, KSPN Bromo- Tengger-Semeru, KSPN Menjangan-Pemuteran, KSPN Kintamani-Kuta-Sanur-Nusa Dua, KSPN Tanjung Puting, KSPN Rinjani, KSPN Komodo, KSPN Ende-Kelimutu, KSPN Toraja, KSPN Bunaken, KSPN Wakatobi dan KSPN Raja Ampat melalui beberapa strategi yaitu : a. Mempercepat realisasi peningkatan infrastruktur bandar udara & pelabuhan di daerah tujuan wisata; b. Mendorong perusahaan penerbangan & perusahaan pelayaran nasional menyediakan pelayanan dari dan ke destinasi pariwisata ; c. Meningkatkan kerjasama penerbangan secara bilateral dengan negara sumber pasar wisatawan, melalui bandara yang telah dibuka untuk ASEAN Open Sky; d. Mendorong pengembangan infrastruktur pelabuhan untuk berlabuh kapal pesiar & menyederhanakan perijinan kunjungan kapal pesiar; e. Meningkatkan angkutan wisata yang memenuhi standar keamanan dan kenyamanan. Sedangkan program kegiatan stategis yang akan dilaksanakan Kementerian Perhubungan dalam rangka pembangunan destinasi pariwisata antara lain : a. Peningkatan fasilitas Dermaga Simanindo, Dermaga Ajibata, Dermaga Tiga Ras, Dermaga Muara dan Dermaga Danau Haranggaol untuk mendukung KSPN Toba; b. Peningkatan fasilitas Dermaga Taman Nasional Tanjung Puting untuk mendukung KSPN Tanjung Putting; c. Pangembangan Bandara Matahora, Pelabuhan Wanci, dermaga penyeberangan Tomia untuk mendukung KSPN Wakatobi; d. Pengembangan Pelabuhan Labuhan Bajo & Bandara Komodo untuk mendukung KSPN Komodo; e. Pengembangan Pelabuhan Maumere, pengembangan Bandara Frans Seda dan Bandara Ende untuk mendukung KSPN Ende-Kelimutu; f. Pengembangan fasilitas Pelabuhan di Waisai dan Misool serta pengembangan Bandara Domine Eduard Osok & Bandara Marinda untuk mendukung KSPN Raja Ampat. C. DUKUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TERHADAP PENGEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI Dalam rangka menciptakan pertumbuhan inklusif dengan memaksimalkan potensi ekonomi untuk dapat mendorong perbaikan pemerataan dan pengurangan kesenjangan maka pembangunan dititikberatkan pada pembangunan sektor industri yang pada karya. Pembangunan kawasan industri harus terintegrasi dengan sistem dan jaringan Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

153 transportasi khususnya sektor perhubungan baik transportasi perkeretaapian, darat, laut maupun udara untuk mempermudah distribusi barang dari industri menuju ke konsumen secara lebih cepat sehingga biaya distribusi barang dapat ditekan seminimal mungkin. Dalam rangka mewujudkan pembangunan kawasan industri yang terintegrasi, pembangunan infrastruktur perhubungan didorong untuk mewujudkan integrasi dan konektivitas kawasan industri menuju ke outlet pelabuhan, diantaranya a. Pembangunan 14 kawasan industri baru diantaranya (i) Bintuni - Papua Barat; (ii) Buli - Halmahera Timur-Maluku Utara; (iii) Bitung Sulawesi Utara, (iv) Palu - Sulawesi Tengah; (v) Morowali - Sulawesi Tengah; (vi) Konawe Sulawesi Tenggara; (vii) Bantaeng - Sulawesi Selatan; (viii) Batulicin - Kalimantan Selatan; (ix) Jorong - Kalimantan Selatan; (x) Ketapang - Kalimantan Barat; (xi) Landak Kalimantan Barat, (xii) Kuala Tanjung, Sumatera Utara, (xiii) Sei Mangke Sumatera Utara; dan (xiv) Tanggamus, Lampung; b. Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), diantaranya KEK Bitung, KEK Tanjung Lesung, KEK Sei Mangke, KEK Palu, KEK Mandalika, KEK Tanjung Api-Api, KEK Maloy-Kalimantan Timur, KEK Morotai dsb; c. Pembangunan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) di Sabang, Batam, Bintan, dan Karimun. D. DUKUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TERKAIT MITIGASI IKLIM Dalam konteks perencanaan dan pembangunan transportasi pada Rencana Stratagis Kementerian Perhubungan tahun juga sangat memperhatikan aspek lingkungan, khususnya terkait dengan aspek peningkatan emisi gas buang pada kawasan-kawasan perkotaan dan peningkatan emisi gas rumah kaca akibat meningkatnya pertumbuhan jumlah kendaraan di Indonesia. Aspek lingkungan pada prinsipnya menjadi bagian penting dalam perencanaan strategis pembangunan transportasi di Indonesia yang memberikan dampak pada kesehatan, kenyamanan, serta kualitas hidup masyarakat, sehingga didalam konteks perencanaan pembangunan transportasi ke depan aspek Eco Building menjadi bagian penting untuk diwujudkan melalui Rencana Strategis Kementerian Perhubungan. Dukungan kementerian perhubungan terkait mitigasi iklim dilakukan melalui: a. Pembangunan sarana dan prasarana transportasi yang ramah lingkungan dan tahan terhadap dampak perubahan iklim/cuaca ekstrim; b. Pemanfaatan bahan bakar yang berbasis energi baru terbarukan; c. Penerapan sistem manajemen transportasi yang efektif dan efisien; d. Mendorong pengguna kendaraan pribadi berpindah ke transportasi umum/ massal. Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

154 E. DUKUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TERKAIT PENGARUSUTAMAAN GENDER DAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS, SERTA PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONFLIK SOSIAL (P3A-KS) Pengarusutamaan gender merupakan salah satu prinsip pengarusutamaan yang menjadi landasan operasional pembangunan dengan strategi yang dilakukan secara rasional dan sistematis untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender dalam pembangunan nasional. Sesuai dengan Perpres Nomor 2 Tahun 2015 tentang RPJMN , prinsip pengarusutamaan gender diarahkan untuk meningkatkan kualitas hidup dan peran perempuan di berbagai bidang pembangunan, di bidang politik termasuk dalam proses pengambilan keputusan di lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif, dan juga untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan pengarusutamaan gender yang meliputi penyempurnaan peraturan dan pedoman, peningkatan kapasitas SDM, penguatan mekanisme koordinasi, penyediaan dan pemutakhiran data terpilah, pemantauan dan evaluasi. Hal ini juga ditegaskan dalam kebijakan sebelumnya yaitu Inpres Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional yang mengamanahkan kepada seluruh Kementerian/Lembaga untuk mengintegrasikan prinsip pengarusutamaan gender pada setiap tahapan pembangunan mulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Hal ini juga merupakan salah satu upaya untuk mewadahi pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2015 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial dan Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam Konflik Sosial (P3A-KS) yang disesuaikan dengan tugas dan fungsi Kementerian Perhubungan. Penyelenggaraan jasa transportasi merupakan bagian integral dari sendi kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tidak terpisahkan dari prinsip pembangunan nasional secara utuh. Kementerian Perhubungan melalui Undang-undang Transportasi (UU No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan pasal 121, 134 dan 239 dan UU No.23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian pasal 54 dan 131) secara substansi telah dan mendukung pelaksanaan pembangunan perhubungan yang responsif gender dengan harapan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat yang beragam. Aspek kesetaraan gender dan difable priority menjadi bagian penting dalam pembangunan sarana dan prasarana perhubungan, seperti pada penyediaan ruang khusus untuk wanita, anak, dan penyandang cacat pada moda transportasi, prioritas untuk naik terlebih dahulu menggunakan moda transportasi bagi difable, wanita, dan anak-anak sebagai wujud perlindungan pada wanita, anak-anak, dan difable. Konteks pengembangan transportasi berbasis gender dan difable priority menjadi sangat penting, serta memberikan ruang positif Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

155 terhadap upaya menghargai dan menanamkan nilai-nilai dalam mewujudkan pembangunan transportasi yang responsif terhadap gender dan kelompok difable. Untuk mengakomodir beberapa hal tersebut diatas, dalam konsep pengembangan transportasi pada Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun yang memperhatikan terhadap tata ruang, lingkungan, gender, dan difable membutuhkan skema koordinasi, perencanaan, sampai dengan implementasi (fisik maupun non fisik) yang saat ini juga menjadi bagian dari target kinerja pembangunan transportasi pada Kementerian Perhubungan. Konsep pengembangan tersebut secara implisit dan eksplisit juga sudah disusun didalam kerangka pendanaan Kementerian Perhubungan, dimana sampai dengan tahun 2019 pembangunan transportasi juga akan memberikan prioritas-prioritas yang mengarah pada pembangunan infrastruktur perhubungan berbasis tata ruang, lingkungan, gender, dan kaum difable. Berdasarkan Undang-undang nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial dan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2015 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial serta Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam Konflik Sosial (P3A-KS) telah diatur tentang penanganan konflik sosial yang bertujuan antara lain menciptakan kehidupan masyarakat yang aman, tenteram, damai dan sejahtera, memelihara keberlangsungan fungsi pemerintahan, melindungi jiwa, harta benda, sarana dan prasarana umum dan memulihkan kondisi fisik dan mental masyarakat serta sarana dan prasarana umum, yang disesuaikan dengan kapasitas dan tugas serta fungsi dari masing-masing Kementerian/Lembaga. F. DUKUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TERKAIT STRATEGI NASIONAL PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI (STRANAS PPK) Mendasari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention Againts Corruption, 2003(Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4620), pada tanggal 23 Mei tahun 2012 telah diterbitkan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang dan Jangka Menengah Tahun (Stranas PPK) yang merupakan dokumen yang memuat visi, misi, sasaran, strategi, dan fokus kegiatan prioritas pencegahan dan pemberantasan korupsi jangka panjang tahun dan jangka menengah tahun , serta peranti anti korupsi. K/L dan Pemda diwajibkan menyusun aksi PPK Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

156 setiap tahun sebagai penjabaran dan pelaksanaan Stranas PPK yang dituangkan ke dalam Inpres. Terdapat 6 (enam) strategi pelaksanaan stranas PPK yaitu 1) melaksanakan upaya-upaya pencegahan; 2) melaksanakan langkah-langkah strategis di bidang penegakan hukum; 3) melaksanakan upaya-upaya harmonisasi penyusunan peraturan perundang-undangan di bidang pemberantasan korupsi dan sektor terkait lain; 4) melaksanakan kerja sama internasional dan penyelamatan aset hasil tipikor; 5) meningkatkan upaya pendidikan dan budaya anti korupsi; dan 6) meningkatkan koordinasi dalam rangka mekanisme pelaporan pelaksanaan upaya pemberantasan korupsi. Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

157 BAB 5. PENUTUP Naskah Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Perhubungan Tahun ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri Perhubungan Tentang Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun , yang akan menjadi pedoman bagi Kementerian Perhubungan dalam melaksanakan kebijakan dan program Pemerintah di sektor transportasi. Renstra Kementerian Perhubungan Tahun disusun dalam rangka menjaga kesinambungan pembangunan nasional khususnya di sektor transportasi serta untuk menjadi arah dan pedoman pelaksanaan penyelenggaraan perhubungan bagi seluruh unit kerja dan stakeholder sektor transportasi. Untuk itu ditetapkan kaidah-kaidah pelaksanaan sebagai berikut : 1. Seluruh unit kerja di lingkungan Kementerian Perhubungan secara bersamasama mempunyai tanggung jawab untuk melaksanakan Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun dengan sebaik-baiknya. 2. Rencana Strategis Kementerian Perhubungan dijabarkan ke dalam Rencana Kerja Kementerian Perhubungan Tahun 2015 s.d 2019 dan menjadi acuan bagi Direktorat Jenderal, Badan-Badan, Inspektorat Jenderal, Sekretariat Jenderal dan UPT-UPT di lingkungan Kementerian Perhubungan dalam menyusun Rencana Kerja Tahun 2015 sampai dengan tahun Rencana Strategis Kementerian Perhubungan diharapkan menjadi acuan bagi pemerintah daerah dalam menyusun Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2015 s.d dengan mengacu pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2015 s.d khususnya sektor transportasi. 4. Kementerian Perhubungan berkewajiban menjaga konsistensi antara Renstra Kemenhub dengan Rencana Kerja Direktorat Jenderal, Badan-Badan, Inspektorat Jenderal, Sekretariat Jenderal dan UPT-UPT di lingkungan Kementerian Perhubungan. Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

158 5. Dalam rangka menjaga efektivitas pelaksanaan Renstra Kementerian Perhubungan , masing-masing Direktorat Jenderal, Badan-Badan, Inspektorat Jenderal, Sekretariat Jenderal dan UPT-UPT di lingkungan Kementerian Perhubungan berkewajiban melaksanakan pemantauan dan evaluasi kinerja terhadap pelaksanaan Renstra dalam keterkaitannya dengan Rencana Kerja Kementerian Perhubungan Tahun Ditetapkan di pada tanggal Jakarta MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, IGNASIUS JONAN No. Proses Nama Jabatan Tanggal Paraf 1. Dikonsep Dandun Prakosa Kabag Rencana Biro Perencanaan 2. Diperiksa Sri Lestari Rahayu Kepala Biro Hukum dan KSLN 3. Diperiksa Dwi Budi Sutrisno Kepala Biro Perencanaan 3. Disetujui Sugihardjo Sekretaris Jenderal Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

159 PETA KEGIATAN STRATEGIS PEMBANGUNAN TRANSPORTASI DALAM RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Peta - 1

160 PEMBANGUNAN TERMINAL ANGKUTAN JALAN TIPE A Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Peta - 2

161 PEMBANGUNAN BUS RAPID TRANSIT Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Peta - 3

162 PEMBANGUNAN AREA TRAFFIC CONTROL SYSTEM (ATCS) Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Peta - 4

163 PEMBANGUNAN BUS PEMADU MODA Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Peta - 5

164 SUBSIDI OPERASIONAL KEPERINTISAN ANGKUTAN JALAN Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Peta - 6

165 PEMBANGUNAN DERMAGA PENYEBERANGAN BARU Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Peta - 7

166 SEBARAN PENEMPATAN KAPAL PENYEBERANGAN EKSISTING Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Peta - 8

167 PEMBANGUNAN DERMAGA SUNGAI DAN DANAU Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Peta - 9

168 PEMBANGUNAN KAPAL PENYEBERANGAN Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Peta - 10

169 PSO ANGKUTAN PENYEBERANGAN PERINTIS Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Peta - 11

170 PEMBANGUNAN TERMINAL ANGKUTAN JALAN BARU DI KAWASAN PERBATASAN Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Peta - 12

171 PEMBANGUNAN JARINGAN PERKERETAAPIAN A. PULAU SUMATERA Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Peta - 13

172 B. PULAU JAWA Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Peta - 14

173 C. PULAU KALIMANTAN Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Peta - 15

174 D. PULAU SULAWESI Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Peta - 16

175 E. PULAU PAPUA Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Peta - 17

176 PROGRAM PENYELENGGARAAN KERETA API PERINTIS TAHUN Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Peta - 18

177 PROGRAM PENGEMBANGAN KERETA API PERKOTAAN TAHUN Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Peta - 19

178 Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Peta - 20

179 Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Peta - 21

180 PEMBANGUNAN FASILITAS KENAVIGASIAN TAHUN Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Peta - 22

181 PEMBANGUNAN SARANA BANTU NAVIGASI PELAYARAN (SBNP) TAHUN 2015 Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Peta - 23

182 PEMBANGUNAN SARANA BANTU NAVIGASI PELAYARAN (SBNP) TAHUN 2016 Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Peta - 24

183 PEMBANGUNAN SARANA BANTU NAVIGASI PELAYARAN (SBNP) TAHUN 2017 Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Peta - 25

184 PEMBANGUNAN SARANA BANTU NAVIGASI PELAYARAN (SBNP) TAHUN 2018 Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Peta - 26

185 PEMBANGUNAN SARANA BANTU NAVIGASI PELAYARAN (SBNP) TAHUN 2019 Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Peta - 27

186 PEMBANGUNAN SARANA BANTU NAVIGASI PELAYARAN (SBNP) PADA PADA WILAYAH PERBATASAN TAHUN Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Peta - 28

187 PEMBANGUNAN GLOBAL MARITIME DISTRESS AND SAFETY SYSTEM (GMDSS) PADA SETASIUN RADIO PANTAI (SROP) Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Peta - 29

188 PEMBANGUNAN VESSEL TRAFFIC SERVICE (VTS) TAHUN Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Peta - 30

189 RENCANA PENEMPATAN KAPAL KENAVIGASIAN TAHUN Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Peta - 31

190 A KAPAL PATROLI KELAS I & II TAHUN Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Peta - 32

191 PEMBANGUNAN & A KAPAL PATROLI KELAS III, IV dan V TAHUN Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Peta - 33

192 43 PELABUHAN PENDAFTARAN KAPAL Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Peta - 34

193 PETA PELABUHAN YANG MEMILIKI KODE REGISTER PENGUKURAN DISELURUH INDONESIA POSISI JULI 2015 Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Peta - 35

194 PEMBANGUNAN BARU/LANJUTAN/PENYELESAIAN 100 PELABUHAN LAUT NON KOMERSIAL Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Peta - 36

195 PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN TAHUN A. PULAU SUMATERA Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Peta - 37

196 B. PULAU JAWA Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Peta - 38

197 C. PULAU NUSA TENGGARA Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Peta - 39

198 D. PULAU KALIMANTAN Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Peta - 40

199 E. PULAU SULAWESI Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Peta - 41

200 F. PULAU KEP. MALUKU Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Peta - 42

201 G. PULAU PAPUA Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Peta - 43

202 PENGERUKAN ALUR PELAYARAN TAHUN Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Peta - 44

203 DUKUNGAN JARINGAN TRAYEK ANGKUTAN PERINTIS Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Peta - 45

204 RENCANA PENEMPATAN KAPAL PERINTIS Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Peta - 46

205 DUKUNGAN ANGKUTAN LAUT PERINTIS PADA WILAYAH PERBATASAN, TERLUAR DAN TERTINGGAL A. PULAU SUMATERA Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Peta - 47

206 B. PULAU KALIMANTAN Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Peta - 48

207 C. PULAU NUSA TENGGARA Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Peta - 49

208 D. PULAU SULAWESI Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Peta - 50

209 E. PULAU KEP. MALUKU Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Peta - 51

210 F. PULAU PAPUA Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Peta - 52

211 PENINGKATAN FASILITAS PELAYANAN DARURAT Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Peta - 53

212 PENINGKATAN FASILITAS KEAMANAN PENERBANGAN Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Peta - 54

213 RENCANA PEMBANGUNAN/PENGEMBANGAN 100 BANDARA EKSISTING Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Peta - 55

214 RENCANA PEMBANGUNAN/PENGEMBANGAN BANDARA Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Peta - 56

215 PENINGKATAN KAPASITAS BANDAR UDARA UNTUK PENDARATAN BOEING 737 SERIES DAN SEKELASNYA (PERPANJANGAN RUNWAY) Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Peta - 57

216 PENGEMBANGAN BANDAR UDARA UNTUK PENDARATAN MINIMAL SEJENIS ATR 42 DAN ATR 72 (PERPANJANGAN RUNWAY) Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Peta - 58

217 PEMBANGUNAN/PENGEMBANGAN TERMINAL PENUMPANG BANDAR UDARA Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Peta - 59

218 KEGIATAN PELAYANAN ANGKUTAN UDARA PERINTIS Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Peta - 60

219 BANDAR UDARA PADA DAERAH RAWAN BENCANA DAN PERBATASAN Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Peta - 61

220 PENGEMBANGAN DAN PEMBANGUNAN KAMPUS BARU Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Peta - 62

221 Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun

222 LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NO. KP. 430 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN 2015

223 LAMPIRAN RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN

224 LAMPIRAN A INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN

225 LAMPIRAN B KERANGKA REGULASI KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN

226 LAMPIRAN C TABEL PENDANAAN DAN KEGIATAN DALAM RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN

227 LAMPIRAN D KEGIATAN STRATEGIS KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DALAM RPJM NASIONAL TAHUN

DAFTAR ISI... i. DAFTAR TABEL... iv. DAFTAR GAMBAR... v

DAFTAR ISI... i. DAFTAR TABEL... iv. DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v BAB 1 PENDAHULUAN... 1-1 1.1 KONDISI UMUM... 1-1 1.1.1 CAPAIAN TARGET KINERJA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN 2010-2014... 1-3 1.1.2 CAPAIAN

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 KONDISI UMUM

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 KONDISI UMUM BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 KONDISI UMUM Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Perhubungan Tahun 2015-2019 disusun sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2014 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional,

Lebih terperinci

BAB 2. VISI DAN MISI PRESIDEN, SERTA SASARAN

BAB 2. VISI DAN MISI PRESIDEN, SERTA SASARAN BAB 2. VISI DAN MISI PRESIDEN, SERTA SASARAN 2.1 VISI DAN MISI PRESIDEN Presiden Joko Widodo menetapkan Visi dan Misi pembangunan Tahun 2015-2019 yang secara politik menjadi bagian dari tujuan tercapainya

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KP 873 TAHUN 2017 TENTANG REVIU RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KP 873 TAHUN 2017 TENTANG REVIU RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KP 873 TAHUN 2017 TENTANG REVIU RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN 2015-2019 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Oktober 2016 DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TTD. Drs. PUDJI HARTANTO, MM

KATA PENGANTAR. Jakarta, Oktober 2016 DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TTD. Drs. PUDJI HARTANTO, MM PERJANJIAN KINERJA Direktorat Jenderal Perhubungan Tahun 2016 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas karunia dan rahmatnya penyusunan Perjanjian Kinerja Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

PETA LOKASI KEGIATAN STRATEGIS PEMBANGUNAN TRANSPORTASI DALAM RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN

PETA LOKASI KEGIATAN STRATEGIS PEMBANGUNAN TRANSPORTASI DALAM RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN PETA LOKASI KEGIATAN STRATEGIS PEMBANGUNAN TRANSPORTASI DALAM RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN 2015-2019 Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun 2015-2019 Peta - 1 LOKASI PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

K E M E N T E R I A N P E R H U B U N G A N BUKU INFORMASI TRANSPORTASI

K E M E N T E R I A N P E R H U B U N G A N BUKU INFORMASI TRANSPORTASI K E M E N T E R I A N P E R H U B U N G A N BUKU INFORMASI 2015 TRANSPORTASI KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas karunia-nya Buku Informasi Transportasi Kementerian

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN 2013, No.51 8 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM.68 TAHUN 2012 TENTANG PENETAPAN INDIKATOR (IKU) DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN INDIKATOR (IKU) DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN

Lebih terperinci

RINCIAN INDIKATOR KINERJA UTAMA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN PER TAHUN

RINCIAN INDIKATOR KINERJA UTAMA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN PER TAHUN LAMPIRAN A1 RINCIAN KEMENTERIAN TAHUN 2015-2019 PER TAHUN NO. SASARAN KEMENTERIAN I. Keselamatan dan Keamanan 1 Menurunnya angka kecelakaan 1 Ratio kejadian kecelakaan nasional a. Transportasi Perkeretaapian

Lebih terperinci

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011 MATRIK 2.3 TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN KEMENTERIAN/ LEMBAGA : KEMENTERIAN PERHUBUNGAN 1. Program Pengelolaan dan Penyelenggaraan Transportasi Darat Meningkatnya kinerja pelayanan transportasi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR [LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TAHUN 2015] Maret 2016

KATA PENGANTAR [LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TAHUN 2015] Maret 2016 Maret KATA PENGANTAR Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor: 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dinyatakan bahwa setiap Instansi Pemerintah diwajibkan menyusun Laporan Kinerja

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI. Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI. Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas karunia-nya Buku Informasi Transportasi Kementerian Perhubungan 2012 ini dapat tersusun sesuai rencana. Buku Informasi Transportasi

Lebih terperinci

VISI DAN MISI DINAS PERHUBUNGAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN TANAH DATAR

VISI DAN MISI DINAS PERHUBUNGAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN TANAH DATAR VISI DAN MISI DINAS PERHUBUNGAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN TANAH DATAR Visi dan Misi Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Tanah Datar mengacu pada Visi dan Misi instansi di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan yang sering dihadapi dalam perencanaan pembangunan adalah adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah penyebaran investasi yang

Lebih terperinci

BAB II VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN STRATEGIS...

BAB II VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN STRATEGIS... DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i LAMPIRAN I Keputusan Dirjen Perkeretaapian Tentang Reviu Rencana Strategis Kemenhub Bidang Perkeretaapian Tahun 2015-2019... ii BAB I PENDAHULUAN... 1.1. Latar Belakang

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA RINGKASAN EKSEKUTIF Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kementerian Perhubungan Tahun 2011 merupakan salah satu tahapan yang harus dipenuhi dalam rangkaian Sistem Akuntabilitas Kinerja

Lebih terperinci

Matriks Indikator Kinerja Utama (IKU) Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Tahun

Matriks Indikator Kinerja Utama (IKU) Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Tahun a. Menurunnya angka kecelakaan 1) Jumlah pedoman standar keselamatan Dokumen 13 11 11 12 13 Tiap Tahun Capaian di tahun 2014 (baseline) adalah 2. Sehingga selama periode 5 tahun perencanaan dari tahun

Lebih terperinci

Badan Litbang Perhubungan telah menyusun kegiatan penelitian yang dibiayai dari anggaran pembangunan tahun 2010 sebagai berikut.

Badan Litbang Perhubungan telah menyusun kegiatan penelitian yang dibiayai dari anggaran pembangunan tahun 2010 sebagai berikut. Badan Litbang Perhubungan telah menyusun kegiatan penelitian yang dibiayai dari anggaran pembangunan tahun 2010 sebagai berikut. A. KEGIATAN POKOK 1. Studi Besar a. Sektoral/Sekretariat 1) Studi Kelayakan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KP 934 TAHUN 2017 TENTANG RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN 2017

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KP 934 TAHUN 2017 TENTANG RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN 2017 MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KP 934 TAHUN 2017 TENTANG RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

2016, No Tahun 2007 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4722); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (

2016, No Tahun 2007 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4722); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran ( No.814, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Pendelegasian Wewenang. Menteri Kepada Kepala BPTJ. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 66 TAHUN 2016 TENTANG PENDELEGASIAN

Lebih terperinci

Rp ,- (Edisi Indonesia) / Rp ,- (Edisi Inggris) US$ 750 Harga Luar Negeri

Rp ,- (Edisi Indonesia) / Rp ,- (Edisi Inggris) US$ 750 Harga Luar Negeri Hubungi Kami (021) 3193 0108 (021) 3193 0109 (021) 3193 0070 (021) 3193 0102 marketing@cdmione.com www.cdmione.com A ngkutan barang memegang peranan penting dalam menunjang keberhasilan pembangunan suatu

Lebih terperinci

2017, No Indikator Kinerja Utama di Lingkungan Kementerian Perhubungan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Neg

2017, No Indikator Kinerja Utama di Lingkungan Kementerian Perhubungan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Neg No.1138, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Penetapan IKU. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 70 TAHUN 2017 TENTANG PENETAPAN INDIKATOR KINERJA UTAMA DI

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KP 934 TAHUN 2017 TENTANG RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN 2017

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KP 934 TAHUN 2017 TENTANG RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN 2017 MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KP 934 TAHUN 2017 TENTANG RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB II PROFIL DINAS PERHUBUNGAN PROPINSI SUMATERA UTARA

BAB II PROFIL DINAS PERHUBUNGAN PROPINSI SUMATERA UTARA BAB II PROFIL DINAS PERHUBUNGAN PROPINSI SUMATERA UTARA A. Sejarah Ringkas Dinas Perhubungan Propinsi Sumatera Utara Departemen Perhubungan telah ada sejak periode awal kemerdekaan Indonesia yang dibentuk

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Terima kasih. Tim Penyusun. Penyusunan Outlook Pembangunan dan Indeks Daya Saing Infrastruktur

KATA PENGANTAR. Terima kasih. Tim Penyusun. Penyusunan Outlook Pembangunan dan Indeks Daya Saing Infrastruktur KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa kami panjatkan, karena hanya dengan rahmat dan karunia- Nya, dapat menyelesaikan Executive Summary Penyusunan Outlook Pembangunan dan Indeks Daya Saing

Lebih terperinci

KEBIJAKAN NASIONAL PENGEMBANGAN TRANSPORTASI BERKELANJUTAN

KEBIJAKAN NASIONAL PENGEMBANGAN TRANSPORTASI BERKELANJUTAN KEBIJAKAN NASIONAL PENGEMBANGAN TRANSPORTASI BERKELANJUTAN Pusat Pengelolaan Transportasi Berkelanjutan Jakarta, 14 Desember, 2017 LATAR BELAKANG ISU GLOBAL Tiga Pilar Berkelanjutan MDGs (2000 s/d 2015)

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS REPUBLIK INDONESIA RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN

Lebih terperinci

MUHIDIN M. SAID KOMISI V DPR RI

MUHIDIN M. SAID KOMISI V DPR RI RAPAT KONSULTASI REGIONAL (KONREG) BIDANG PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT TAHUN 2015 DUKUNGAN DPR RI TERHADAP PROGRAM PEMBANGUNAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT JAKARTA, 21 APRIL 2015 MENINGKATKAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

Menimbang : a. bahwa Pasal 8 Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 70 Tahun 2017 tentang Penetapan

Menimbang : a. bahwa Pasal 8 Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 70 Tahun 2017 tentang Penetapan KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN IIDAPA KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 016 TAHUN 2018 TENTANG PENETAPAN INDIKATOR KINERJA UTAMA DI LINGKUNGAN DIREKTORAT

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Maret 2013 MENTERI PERHUBUNGAN E. E. MANGINDAAN

KATA PENGANTAR. Jakarta, Maret 2013 MENTERI PERHUBUNGAN E. E. MANGINDAAN KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas karunia Nya penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Kementerian Perhubungan Tahun dapat terselesaikan.

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2. PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA 2.1. RENCANA STRATEGIS Rencana Strategis Ditjen Bina Marga memuat visi, misi, tujuan, sasaran, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan penyelenggaraan jalan sesuai

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 60 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KOTA SURABAYA

Lebih terperinci

BAB II DINAS PERHUBUNGAN PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB II DINAS PERHUBUNGAN PROVINSI SUMATERA UTARA BAB II DINAS PERHUBUNGAN PROVINSI SUMATERA UTARA A. Sejarah Ringkas Departemen Perhubungan telah ada sejak periode awal kemerdekaan Indonesia yang dibentuk berdasarkan periode Kabinet-Kabinet Republik

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG RENCANA UMUM PENGEMBANGAN TRANSPORTASI DARAT TAHUN

RANCANGAN PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG RENCANA UMUM PENGEMBANGAN TRANSPORTASI DARAT TAHUN KONSEP Dikerjakan oleh Bagian Hukum dan Kerjasama : Ely Rusnita Diperiksa oleh Kasubang Peraturan Perundang-undangan : Endy Irawan, SH, MH Terlebih dahulu: 1. Kabag Perencanaan : 2. Kabag Hukum dan Kerjasama

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 37 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Laporan Akuntabilitas Kinerja Inspektorat Jenderal Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Laporan Akuntabilitas Kinerja Inspektorat Jenderal Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai salah satu fungsi manajemen, mekanisme pengawasan di dalam suatu organisasi mutlak diperlukan. Pelaksanaan suatu rencana atau program tanpa diiringi dengan suatu

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 24 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011

RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011 LAMPIRAN : PERATURAN KEPALA BNPP NOMOR : 4 TAHUN 2011 TANGGAL : 7 JANUARI 2011 RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011 A. LATAR BELAKANG Penyusunan Rencana Kerja (Renja) Badan Nasional

Lebih terperinci

KEBUTUHAN PEGAWAI YANG BERASAL DARI LULUSAN SEKOLAH KEDINASAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN

KEBUTUHAN PEGAWAI YANG BERASAL DARI LULUSAN SEKOLAH KEDINASAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN KEBUTUHAN PEGAWAI YANG BERASAL DARI LULUSAN SEKOLAH KEDINASAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN Adalah Kementerian yang mempunyai Tugas Pemerintahan Negara untuk membantu Presiden

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1968 tentang Berlakunya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967 dan Pelaksanaan Pemerintahan di Propinsi

Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1968 tentang Berlakunya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967 dan Pelaksanaan Pemerintahan di Propinsi - 2-3. 4. 5. 6. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1968 tentang Berlakunya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967 dan Pelaksanaan Pemerintahan di Propinsi Bengkulu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 55 TAHUN 2016

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 55 TAHUN 2016 PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN KARAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian Indonesia terbukti telah bangkit kembali sejak krisis keuangan global pada tahun 1990an. Pada tahun 2009, sebagai contoh, Indonesia telah mengalami pertumbuhan

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK SURAT PENGESAHAN NOMOR SP DIPA-022.12-0/AG/2014 DS 0429-8282-0028-9458 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. UU No. 23

Lebih terperinci

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) SEKRETARIAT JENDERAL 2014 KATA PENGANTAR Sesuai dengan INPRES Nomor 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilits Kinerja Instansi Pemerintah yang mewajibkan kepada setiap instansi pemerintah

Lebih terperinci

DAFTAR INFORMASI PUBLIK

DAFTAR INFORMASI PUBLIK DAFTAR INFORMASI PUBLIK KEMENTERIAN PERHUBUNGAN PPID KEMENTERIAN PERHUBUNGAN 1 INFORMASI BERKALA 2 Ringkasan Bentuk yang PROFIL 1. Buku Profil Profil, Visi, Misi, Struktur Organisasi, Sasarab dan Prioritas

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2015 NOMOR : SP DIPA /2015

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2015 NOMOR : SP DIPA /2015 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 215 NOMOR SP DIPA-22.12-/215 DS7746-141-8282-737 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU

Lebih terperinci

RPJMD KABUPATEN LINGGA BAB 5 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

RPJMD KABUPATEN LINGGA BAB 5 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN I BAB 5 I VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi Pengertian visi secara umum adalah gambaran masa depan atau proyeksi terhadap seluruh hasil yang anda nanti akan lakukan selama waktu yang ditentukan.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DENGAN

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN PER TAHUN

INDIKATOR KINERJA UTAMA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN PER TAHUN LAMPIRAN A INDIKATOR KINERJA UTAMA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN 2015-2019 PER TAHUN NO. SASARAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN INDIKATOR KINERJA UTAMA (OUTCOME) SATUAN TAHUN 2014 (BASELINE) TAHUN 2015 TAHUN

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan Departemen Perhubungan lahir sejak dari tahun 1945 adalah gabungan antara Departemen Perhubungan dan Departemen Pekerjaan Umum, yang dipimpin oleh seorang

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK NOMOR DIPA-022.12-0/2013 DS 4105-0456-6406-8058 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK SURAT PENGESAHAN NOMOR SP DIPA-.03-0/AG/2014 DS 8863-2065-3501-6 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. UU No. 23 Tahun

Lebih terperinci

B. VISI : Indonesia Menjadi Negara Industri yang Berdaya Saing dengan Struktur Industri yang Kuat Berbasiskan Sumber Daya Alam dan Berkeadilan

B. VISI : Indonesia Menjadi Negara Industri yang Berdaya Saing dengan Struktur Industri yang Kuat Berbasiskan Sumber Daya Alam dan Berkeadilan RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 1 : RENCANA PENCAPAIAN SASARAN STRATEGIS PADA KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA TAHUN ANGGARAN : 216 A. KEMENTRIAN : (19) KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG TATA CARA DAN KRITERIA PENETAPAN SIMPUL DAN LOKASI TERMINAL PENUMPANG SERTA LOKASI FASILITAS PERPINDAHAN MODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional telah mengamanatkan bahwa agar perencanaan pembangunan daerah konsisten, sejalan

Lebih terperinci

Perkembangan Jumlah Penelitian Tahun

Perkembangan Jumlah Penelitian Tahun Pada tahun anggaran 2012, Badan Litbang Perhubungan telah menyelesaikan 368 studi yang terdiri dari 103 studi besar, 20 studi sedang dan 243 studi kecil. Perkembangan jumlah studi dari tahun 2008 sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menerus berupaya untuk mensejahterakan rakyatnya. Salah satu hal yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. menerus berupaya untuk mensejahterakan rakyatnya. Salah satu hal yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang berkembang, sehingga terus menerus berupaya untuk mensejahterakan rakyatnya. Salah satu hal yang dapat dilakukan negara guna

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2013 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Kebandarudaraan. Nasional. Tatanan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR PM 69 TAHUN 2013 TENTANG TATANAN KEBANDARUDARAAN NASIONAL

Lebih terperinci

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137, Tambahan Lembaran Neg

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137, Tambahan Lembaran Neg BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1219. 2015 KEMENHUB. Dana Alokasi Khusus. Keselamatan Transportasi Darat. Transportasi Perkotaan. Penggunaan. Petunjuk Teknis. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN

Lebih terperinci

-1- BOX TAHAPAN RPJPN

-1- BOX TAHAPAN RPJPN -1- Anak Lampiran 1 BOX TAHAPAN RPJPN 2005-2025 RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL (RPJPN) Berdasarkan kondisi saat ini serta tantangan dan permasalahan yang akan dihadapi selama 20 tahun mendatang,

Lebih terperinci

DITJEN PERKERETAAPIAN Kementerian Perhubungan Republik Indonesia

DITJEN PERKERETAAPIAN Kementerian Perhubungan Republik Indonesia DITJEN PERKERETAAPIAN Kementerian Perhubungan Republik Indonesia RINGKASAN IKHTISAR EKSEKUTIF Direktorat Jenderal Perkeretaapian sebagai regulator bidang perkeretaapian mempunyai tugas untuk menata penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Transportasi sebagai urat nadi kehidupan berbangsa dan bernegara, mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong dan penunjang pembangunan. Transportasi merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB II PROFIL DINAS PERHUBUNGAN PROVINSI SUMATERA UTARA. A. Sejarah Singkat Dinas Perhubungan Propinsi Sumatera Utara

BAB II PROFIL DINAS PERHUBUNGAN PROVINSI SUMATERA UTARA. A. Sejarah Singkat Dinas Perhubungan Propinsi Sumatera Utara BAB II PROFIL DINAS PERHUBUNGAN PROVINSI SUMATERA UTARA A. Sejarah Singkat Dinas Perhubungan Propinsi Sumatera Utara Departemen Perhubungan telah ada sejak periode awal kemerdekaan Indonesia yang dibentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keberhasilan pembangunan sangat dipengaruhi oleh peran transportasi. Karenanya sistem transportasi nasional (SISTRANAS) diharapkan mampu menghasilkan jasa transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infrastruktur merupakan bagian penting karena berpengaruh pada sektor ekonomi, sosial, dan budaya. Dalam Renstra Kementerian PU Tahun 2010-2014 disebutkan bahwa Kementerian

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG PERHUBUNGAN

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG PERHUBUNGAN GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2010

RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2010 RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2010 Oleh: H. Paskah Suzetta Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas Disampaikan pada Rapat Koordinasi Pembangunan Tingkat Pusat (Rakorbangpus) untuk RKP 2010 Jakarta,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional Moda kereta api berperan untuk menurunkan biaya logistik nasional, karena daya angkutnya yang besar akan menghasilkan efisiensi

Lebih terperinci

2015, No RITJ yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Perhubungan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran N

2015, No RITJ yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Perhubungan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran N BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1666-2015 KEMENHUB. Jabodetabek. Rencana Induk Transportasi. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 172 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN

Lebih terperinci

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI LUMAJANG NOMOR 75 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI DI PROVINSI JAWA TIMUR

PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI DI PROVINSI JAWA TIMUR MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI DI PROVINSI JAWA TIMUR Disampaikan pada : MUSRENBANG PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2012 SURABAYA, 16 APRIL 2012

Lebih terperinci

- 1 - BUPATI KEPULAUAN SANGIHE PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN BUPATI KEPULAUAN SANGIHE NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG

- 1 - BUPATI KEPULAUAN SANGIHE PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN BUPATI KEPULAUAN SANGIHE NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG - 1 - BUPATI KEPULAUAN SANGIHE PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN BUPATI KEPULAUAN SANGIHE NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN

Lebih terperinci

Perkembangan Jumlah Penelitian Tahun Prioritas Pembangunan Sentra Produksi Koridor Ekonomi Sulawesi

Perkembangan Jumlah Penelitian Tahun Prioritas Pembangunan Sentra Produksi Koridor Ekonomi Sulawesi Pada tahun anggaran 2013, Badan Litbang Perhubungan telah menyelesaikan 344 studi yang terdiri dari 96 studi besar, 20 studi sedang dan 228 studi kecil. Gambar di bawah ini menunjukkan perkembangan jumlah

Lebih terperinci

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. BUTIR-BUTIR SAMBUTAN DIRJEN PERHUBUNGAN DARAT RAPAT KOORDINASI TEKNIS (RAKORNIS) PERHUBUNGAN DARAT YOGYAKARTA, 14 OKTOBER 2014 Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Yth. Gubernur Daerah Istimewa

Lebih terperinci

, No.2007 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 65, Tamb

, No.2007 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 65, Tamb BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 2007, 2015 KEMENHUB. Tarif. Angkutan. Orang dengan Kereta Api. Perhitungan. Penetapan. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 196 TAHUN

Lebih terperinci

BAB I I TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

BAB I I TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN Rencana Kinerja (Renja) BPPTPM Prov.Kep.Babel TA.2016 BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN 3.1. Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional dan Provinsi Visi BKPM dalam periode 2015-2019 adalah sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR : PK. 04 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN INDIKATOR KINERJA UTAMA BADAN SAR NASIONAL

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR : PK. 04 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN INDIKATOR KINERJA UTAMA BADAN SAR NASIONAL KEPALA BADAN SAR NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR : PK. 04 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN INDIKATOR KINERJA UTAMA BADAN SAR NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN SAR NASIONAL,

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 [Type text] LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 BUKU I: Prioritas Pembangunan, serta Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian khususnya perkotaan. Hal tersebut dikarenakan transportasi

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian khususnya perkotaan. Hal tersebut dikarenakan transportasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transportasi memegang peranan penting dalam pertumbuhan perekonomian khususnya perkotaan. Hal tersebut dikarenakan transportasi berhubungan dengan kegiatan-kegiatan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN NOMOR 98 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAN PENGOPERASIAN BANDAR UDARA BARU DI KABUPATEN KULONPROGO PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KP 145 TAHUN 2018 TENTANG PEMBENTUKAN SIMPUL KERJA SAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka mempercepat pembangunan Provinsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional Kereta api merupakan salah satu dari moda transportasi nasional yang ada sejak masa kolonial sampai dengan sekarang dan masa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 189 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 189 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 189 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.855, 2017 KEMEN-DPDTT. DAK Fisik Afirmasi bidang Transportasi TA 2017. PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAN PENGOPERASIAN BANDAR UDARA BARU DI KABUPATEN KULONPROGO PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

-1- GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 118 TAHUN 2016 TENTANG

-1- GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 118 TAHUN 2016 TENTANG -1- GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 118 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengamanatkan bahwa setiap daerah harus menyusun rencana pembangunan daerah secara

Lebih terperinci

INSPEKTORAT DAERAH KABUPATEN PESISIR SELATAN TAHUN

INSPEKTORAT DAERAH KABUPATEN PESISIR SELATAN TAHUN RENCANA KERJA INSPEKTORAT DAERAH KABUPATEN PESISIR SELATAN TAHUN 2015 SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH INSPEKTORAT DAERAH KABUPATEN PESISIR SELATAN TAHUN 2014 1 BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan BAB III Urusan Desentralisasi

Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan BAB III Urusan Desentralisasi 16. URUSAN PERHUBUNGAN a. Program dan Kegiatan. Program pokok urusan Perhubungan tahun 2012 yang dilaksanakan yaitu: 1) Program Pelayanan Administrasi Perkantoran, 2) Program Peningkatan Sarana dan Prasarana

Lebih terperinci

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah)

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) Sub Bidang Sumber Daya Air 1. Pengembangan, Pengelolaan, dan Konservasi Sungai, Danau, dan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI. Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... i ii iv v BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Prioritas dan Arah Pembangunan Sektor Transportasi... 3 1.3 Perubahan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH TAHUN 2011

RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH TAHUN 2011 RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH TAHUN 2011 DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN LAMANDAU NANGA BULIK 2011 KATA PENGANTAR Penyusunan Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah

Lebih terperinci

PAPARAN MENTERI PERHUBUNGAN

PAPARAN MENTERI PERHUBUNGAN PAPARAN MENTERI PERHUBUNGAN Paparan Menteri Perhubungan INTEGRASI TRANSPORTASI DAN TATA RUANG DALAM PERWUJUDAN NAWACITA JAKARTA, 5 NOVEMBER 2012 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN OUT L I NE Integrasi Transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini bangsa Indonesia mengalami perkembangan dan kemajuan di segala

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini bangsa Indonesia mengalami perkembangan dan kemajuan di segala BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini bangsa Indonesia mengalami perkembangan dan kemajuan di segala bidang yang sangat membutuhkan perhatian untuk mewujudkan masyarakat adil makmur berdasarkan

Lebih terperinci

KAIDAH PERUMUSAN KEBIJAKAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

KAIDAH PERUMUSAN KEBIJAKAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KAIDAH PERUMUSAN KEBIJAKAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH Disampaikan dalam acara: Workshop Perencanaan Pembangunan Daerah Metro Lampung, 30-31 Oktober 2017 Digunakan dalam perumusan: Rancangan awal RPJPD

Lebih terperinci

Paparan Menteri Perhubungan

Paparan Menteri Perhubungan Paparan Menteri Perhubungan INTEGRASI TRANSPORTASI DAN TATA RUANG DALAM PERWUJUDAN NAWACITA JAKARTA, 5 NOVEMBER 2012 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN O U T L I N E Integrasi Transportasi dan Tata Ruang; Isu Strategis

Lebih terperinci