PENENTUAN PUSAT PUSAT PENGEMBANGAN DI WILAYAH PESISIR PANTAI DAN LAUT Oleh : Ir Kartika Listriana
|
|
- Erlin Atmadja
- 8 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PENENTUAN PUSAT PUSAT PENGEMBANGAN DI WILAYAH PESISIR PANTAI DAN LAUT Oleh : Ir Kartika Listriana Wilayah pesisir dan laut memiliki karakteristik yang berbeda dengan wilayah daratan. Karakteristik khusus wilayah laut menyangkut sifat dinamis sumber yang relatif sukar untuk diprediksi eksistensinya, apalagi jika dilihat dalam kurun waktu tertentu, misalnya keberadaan ikan, mangrove, terumbu karang, dll. Secara ekologis wilayah pesisir dan laut juga tidak bisa dibatasi secara administratif. Wilayah pesisir dan laut seyogyanya dapat diakses oleh masyarakat umum (open access) dan kepemilikannya tidak bisa secara mutlak dikuasai satu pihak tertentu (common property). Hal ini ternyata cenderung menimbulkan problematika yang cukup kompleks dalam pengelolaannya. Konflik pemanfaatan ruang di wilayah pesisir dan laut merupakan salah satu isu negatif yang sering muncul akibat banyaknya sektor dan pihak yang saling memprioritaskan kepentingannya, seperti pariwisata, perhubungan laut, perikanan, pertambangan, masyarakat umum maupun swasta. Oleh karena itu, penataan ruang wilayah pesisir dan laut mutlak dilakukan. Mengikuti perkembangan ilmu perencanaan wilayah dan kota maupun praktek penerapan rencana wilayah dan kota yang berkembang di Indonesia, wilayah pesisir dan laut belum sepenuhnya mendapat perhatian khusus. Dibentuknya Departemen Kelautan dan Perikanan yang mengakomodasi satu unit kerja yaitu Direktorat Tata Ruang Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil-Ditjen Pesisir dan Pulau- Pulau Kecil ternyata cukup signifikan mengembangkan dan menerapkan konsepkonsep penataan ruang wilayah pesisir dan laut, sehingga saat ini banyak pihak yang mulai memperhatikan penataan ruang wilayah pesisir dan laut sebagai suatu hal yang penting. Penataan ruang wilayah pesisir dan laut termuat dalam suatu produk rencana tata ruang yang diharapkan menghasilkan tujuh materi pokok sebagai keluarannya, yaitu: (i) strategi pemanfaatan ruang; (ii) rencana struktur tata ruang; (iii) rencana kawasan lindung yang terdiri dari zona preservasi/zona inti, zona konservasi, dan zona penyangga ; (iv) rencana pola pemanfaatan ruang yaitu rencana zonasi pemanfaatan misalnya zona wisata bahari, permukiman,perikanan, dsb.; (v) rencana kawasan tertentu dan prioritas; (vi) rencana pembangunan sarana/ prasarana (infrastruktur); serta (vii) rencana investasi. Struktur Tata Ruang berfungsi memberi kerangka pengembangan bagi wilayah pesisir dan laut, dan merupakan suatu wujud struktural yang menggambarkan hirarki pusat pengembangan suatu kawasan, mulai dari penentuan pusat pengembangan primer, sekunder, tersier maupun lokal. Di dalam Tata Ruang juga tergambar interaksi antar zona yang ditunjukkan dengan penentuan jaringan transportasi misalnya rencana pengembangan jaringan transportasi darat dan laut, rencana pengembangan alur pelayaran, dan rencana pengembangan dermaga/ pelabuhan. Penentuan suatu pusat pengembangan ternyata memerlukan suatu
2 kajian mendalam yang terkait dengan faktor-faktor pendukungnya serta kriteria-kriteria pusat pengembangan tersebut. Selama ini, pusat pengembangan suatu kawasan atau wilayah lebih berorientasi kepada kriteria atau indikator pusat pengembangan yang berorientasi di wilayah daratan. Penentuan pusat pengembangan di wilayah pesisir dan laut mempunyai kriteria atau indikator yang berbeda dengan wilayah daratan, karena perbedaan karakteristiknya. Perbedaan karakteristik utama yang sangat menonjol antara pusat pengembangan di wilayah daratan dengan pusat pengembangan di wilayah pesisir dan laut dapat ditunjukkan melalui sifat keterkaitan antara desa dengan kota sebagai karakteristik utama pembangunan di wilayah daratan. Di wilayah daratan, tumbuh dan kembangnya desan sangat tergantung pada kemampuan kotanya yang berperan sebagai pusat pengembangan. Sementara, wilayah laut dan pesisir dapat berkembang dan tumbuh tanpa melalui dorongan atau rangsangan dari kota. Penentuan faktor pusat pengembangan di kawasan pesisir akan didekati melalui pengembangan konsep pusat-pusat pelayanan yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli, yaitu Pusat Pertumbuhan dalam ruang ekonomi (Perroux), Pusat Pertumbuhan dalam dimensi geografis (Boudeville), Ukuran, lokasi, distribusi dan pengelompokkan kegiatan ekonomi (Christaller & Losch), spreadbackwash effect (Myrdal), dan trickling down-polarization effect (Hirschman). Pusatpusat pengembangan di wilayah pesisir dan laut dapat diindikasikan oleh berkembangnya suatu kawasan atau wilayah yang menjadi pusat-pusat kegiatan ekonomi, pusat-pusat pelayanan jasa dan pusat-pusat transportasi laut. Lokasi yang ditetapkan sebagai pusat pengembangan merupakan penggerak kegiatan bagi kawasan-kawasan lain di sekitarnya atau bahkan berpengaruh pada wilayah yang lebih luas. Karakteristik khusus dari pengembangan wilayah pesisir dan laut ternyata mempengaruhi dasar pemikiran untuk memformulasikan suatu mekanisme standar yang dapat diterapkan untuk menentukan suatu pusat pengembangan. Hal ini juga dimaksudkan untuk memberikan suatu dasar teknis dalam memutuskan suatu arahan pengembangan yang mempertimbangkan perhitungan-perhitungan kuantitatif maupun kualitatif sehingga memberikan hasil yang dapat meminimalisasi dampakdampak negatif yang biasanya muncul akibat suatu keputusan/kebijakan, misalnya degradasi lingkungan, banjir, dll. Penentuan pusat-pusat pengembangan bertujuan untuk menyusun suatu kebijakan dalam rangka mengambil keputusan untuk menetapkan suatu lokasi di wilayah pesisir dan laut yang berpotensi untuk dikembangkan dan diharapkan dapat memberikan trickling down effect kepada wilayah di sekitarnya. Secara makro, penentuan pusat pengembangan ini dapat mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi regional maupun nasional serta mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat. Penentuan pusat-pusat pengembangan memiliki beberapa sasaran, yaitu: mengidentifikasi faktor-faktor, variabel dan indikator yang mempengaruhi penentuan pusat pengembangan; merumuskan formulasi perhitungan analisis penentuan pusat pengembangan ; merumuskan kebijakan pengembangan suatu wilayah berdasarkan analisa kuantitatif ; menetapkan kriteria pusat pengembangan ; menentukan lokasilokasi yang potensial untuk dikembangkan; dan merumuskan keterkaitan fungsi antar pusat-pusat pengembangan.
3 Pemilihan Metode Analitic Hierarchy Process (AHP) Seperti telah dipaparkan diatas bahwa penentuan pusat-pusat pengembangan di wilayah pesisir dan laut agak berbeda dengan penentuan pusat-pusat pengembangan di wilayah darat akibat perbedaan karakteristiknya. Oleh karena itu hirarki yang dikembangkan untuk pusat-pusat pengembangan di wilayah pesisir dan laut akan mempunyai karakteristik yang berbeda dengan hirarki di wilayah daratan. Ada suatu kemungkinan, sebuah desa dapat menjadi pusat pengembangan meski tidak mempunyai hirarki secara langsung dengan kota-kota besar lainnya, tetapi justru memiliki hirarki langsung dengan kota-kota di luar negeri. Sebagai contoh, misalnya Kep. Karimata di Kalimantan Barat yang mempunyai jalur ekspor hasil perikanan langsung ke Hongkong. Hal ini juga mempengaruhi kompleksitas faktor yang mempengaruhi penentuan suatu pusat pengembangan, terutama di wilayah pesisir dan laut. Melihat latar belakang tersebut, maka salah satu metode yang relevan untuk penentuan pusat pengembangan adalah menggunakan Analitic Hierarchy Process (AHP). Proses hirarki analitik adalah suatu model yang luwes yang memungkinkan kita mengambil keputusan dengan mengkombinasikan pertimbangan dan nilai-nilai pribadi secara logis. Ada tiga prinsip dasar dari Proses Hirarki Analitik, yaitu: menggambarkan dan menguraikan secara hirarkis, yang kita sebut menyusun secara hirarkis yaitu memecahmecah persoalan menjadi unsur-unsur yang terpisah-pisah; pembedaan prioritas dan sintesis, yang kita sebut penetapan prioritas, yaitu menentukan peringkat elemen-elemen menurut relatif pentingnya ; dan konsistensi logis, yaitu menjamin bahwa semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis. (sumber : Pengambilan Keputusan, Thomas L. Saaty) Hirarki merupakan alat mendasar dari pikiran manusia. Mereka melibatkan pengidentifikasian elemen-elemen suatu persoalan, mengelompokkan elemen-elemen itu ke dalam beberapa kumpulan yang homogen, dan menata kumpulan-kumpulan ini pada tingkat-tingkat yang berbeda. Hirarki yang paling sederhana berbentuk linier, yang naik atau turun dari tingkat yang satu ke tingkat yang lain. Sementara itu hirarki yang paling kompleks berupa jaringan (network) dengan berbagai bentuk elemen yang saling berinteraksi. Dalam penentuan pusat-pusat pengembangan di wilayah pesisir dan laut ini, AHP digunakan sebagai dasar untuk menentukan bobot dari masing-masing faktor, variabel, maupun indikator yang mempengaruhi keputusan untuk menentukan pusat pengembangan di wilayah pesisir dan laut ini. Faktor Pendukung Kawasan Berdasarkan analisa secara akademis, ada beberapa faktor yang dapat mendukung suatu kawasan, khususnya wilayah pesisir dan laut menjadi pusat pengembangan bagi kawasan
4 lainnya. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan suatu kawasan menjadi pusat pengembangan adalah struktur ekonomi, aksesibilitas, potensi sumber daya, infrastruktur, kebijakan pemerintah (political will), dan kondisi fisik Secara hirarki, faktor-faktor tersebut tentunya dipengaruhi oleh banyak variabel. Penjabaran variabel yang mendukung faktor tersebut tentunya sangat terkait pula dengan tujuan utama yaitu penentuan pusat pengembangan. Struktur ekonomi dipengaruhi oleh skala kegiatan, yaitu : pelayanan dan kapasitas produksi (stock assesment) ; dominasi kegiatan, yaitu variasi kegiatan dan jumlah tenaga kerja ; dan tenaga kerja, yaitu kualitas tenaga kerja dan ketersediaannya. Sementara faktor aksesibilitas dipengaruhi oleh variabel : waktu (cepat atau lambat), dan jarak (jauh atau dekat). Faktor potensi ekonomi dipengaruhi oleh : pusat koleksi distribusi yang terdiri dari volume bongkar muat, besaran pasar (bisa layani daerah lain) dan pusat pengembangan, yaitu jumlah transaksi dan produksi eksisting. Faktor infrastruktur dipengaruhi oleh transportasi laut, darat dan udara (ketersediaan moda dan jalurnya, serta kualitasnya) ; infrastruktur penunjang (kelengkapan dan kualitas infrastruktur) ; dan jasa (fasilitas telekomunikasi, kualitas utilitas dan infrastruktur jasa). Faktor kebijakan pemerintah dipengaruhi oleh rencana investasi (stabilitas ekonomi dan konsistensi kebijakan) dan keputusan politik (keamanan dan legal sistem). Lalu faktor yang terakhir, yaitu kondisi fisik dipengaruhi oleh topografi (ketersediaan dan kepemilikan lahan), dan geologi (bencana dan kekuatan lahan).
5 CONTOH ANALISIS PENENTUAN PUSAT PENGEMBANGAN DI WILAYAH PANTAI BARAT SUMATERA DENGAN METODE CLUSTERING seluruh indikator pada masing-masing lokasi studi. Hasil total data terbobot tersebut merupakan skor indeks yang dimiliki oleh masing-masing lokasi; (5) Mengurutkan skor dari yang terendah sampai yang tertinggi; (6) Menjumlah seluruh data terbobot untuk seluruh indikator pada masingmasing lokasi studi. Hasil total data terbobot tersebut merupakan skor indeks yang dimiliki oleh masing-masing lokasi. (7) menyusun interval kelas untuk masing-masing cluster dan mengelompokkan lokasi-lokasi pada wilayah studi berdasarkan kesesuaian indeks masing-masing lokasi dengan interval kelas yang telah dibentuk. Pengelompokkan pusat pengembangan wilayah pesisir pada wilayah pesisir Sumatera ini merupakan contoh obyek kasus yang dijadikan sampel untuk menginformasikan bagaimana teknis penilaian dengan metode clustering melalui penilaian faktor-faktor pusat pengembangan yang telah dihasilkan dari metode AHP yang telah dilakukan pada analisis sebelumnya. Sehingga, apabila terdapat kejanggalan yang terlihat pada output adalah akibat adanya kesalahan dalam proses input data, karena data dan informasi yang diproses masih berupa hasil data dan informasi berdasarkan asumsiasumsi yang dibangun oleh tim analisis karena adanya keterbatasan waktu dan kurangnya data yang diperoleh. APLIKASI MODEL ANALISIS PENENTUAN PUSAT PENGEMBANGAN Ruang lingkup wilayah studi adalah kawasan pesisir barat Sumatera yang terdiri dari 19 kota/kabupaten yang terdiri dari Banda Aceh, Aceh Besar, Aceh Barat, Aceh selatan, Medan, Sibolga, Nias, Tapanuli Tengah, Mandailing Natal, Padang, Padang PAriaman, Bengkulu, Bengkulu selatan, Bengkulu Utara, Bandar Lampung, Sabang, Pesisir Selatan, Lampung Barat, dan Tanggamus. Dalam membantu mengidentifikasikan kelompok pusat pengembangan dapat menggunakan metode clustering dengan teknik pengelompokkan
6 melalui metode statistik sederhana yakni dengan menentukan interval kelas indeks. Tahapan yang dilakukan adalah: (1) Menginventarisasi data mentah dari berbagai sumber baik dari data sekunder ataupun dari data lapangan; (2) Melakukan penilaian data secara proporsional per masing-masing indikator yakni dengan membagi data mentah dari suatu faktor pada suatu wilayah dengan jumlah keseluruhan jumlah data mentah dari semua lokasi studi khusus untuk faktor tersebut. Hal yang sama dilakukan untuk penentuan data proporsional pada wilayah lain dan faktor-faktor yang lain pada masingmasing lokasi studi; (3) Menghitung data terbobot yakni dengan mengalikan data proporsional yang telah dihasilkan dengan bobot pada masing-masing faktor di masing-masing lokasi studi; (4) Menjumlahan seluruh data terbobot untuk KABUPATEN KLUNGKUNG Metode analisis penentuan pusat pengembangan di wilayah pesisir dan laut ini telah diterapkan pada analisis pekerjaan penyusunan rencana tata ruang pesisir dan pulau-pulau kecil di Kabupaten Klungkung-Bali. Berikut ilustrasi output yang dihasilkan pada wilayah studi: PULAU JAWA Metode analisis penentuan pusat pengembangan di wilayah pesisir dan laut ini telah pula diterapkan pada analisis pekerjaan penyusunan rencana tata ruang pesisir dan kelautan nasional (regional marine planning) wilayah Pulau Jawa. Pusat Pengembangan Pesisir dan Kelautan merupakan suatu wilayah yang memiliki potensi sebagai stimulan pengembangan wilayah pesisir dan kelautan, dengan kemampuan melayani kebutuhannya sendiri, bahkan mampu mendukung pertumbuhan ekonomi bagi daerah lain di sekitarnya. Tujuan penentuan Hirarki Pusat Pengembangan Pesisir dan Kelautan adalah untuk meningkatkan keterkaitan (intra dan antar) wilayah dan keterkaitan ekonomi, sekaligus merangsang peningkatan dan pertumbuhan ekonomi kegiatan-kegiatan usaha pesisir. Dalam rangka penentuan Pusat Pengembangan Pesisir dan Kelautan di Wilayah Pulau Jawa, maka digunakan sejumlah pertimbangan (asumsi) sebagai berikut: Kabupaten/Kota yang memiliki tingkat keterhubungan (aksesibilitas) yang tinggi, baik secara internal (dala kawasan), maupun terhadap wilayah-wilayah lain, khususnya dengan wilayah pesisir lainnya dan wilayah daratan melalui keberadaan Sistem Jaringan Jalan Darat. Dengan demikian Pusat Pengembangan Pesisir dan Kelautan yang terpilih memiliki kemampuan yang baik dalam mendukung mobilitas dan distribusi manusia dan barang. Kabupaten/Kota yang memiliki potensi ekonomi, dengan demikian dapat terjalin suatu keterpaduan antara kawasan yang berfungsi sebagai pusat produksi dengan kota
7 sebagai pusat jasa dan pengolahan, sekaligus pusat distribusi hasil produksi dan pengolahan. Kabupaten/Kota yang memiliki potensi sebagai inlet-oulet wilayah pesisir, baik dalam lingkup regional, nasional dan internasional melalui keberadaan dan kinerja Pelabuhan Laut yang berada pada kota bersangkutan. Dengan demikian Pusat Pengembangan Pesisir dan Kelautan yang terpilih memiliki kemampuan yang tinggi sebagai gerbang keluar-masuk manusia dan barang dalam lingkup regional, nasional dan internasional. Kabupaten/Kota yang ditetapkan sebagai pusat kegiatan (PKN, PKW dan PKL) berdasarkan kebijakan penataan ruang nasional. Dengan demikian Pusat Pengembangan Pesisir dan Kelautan yang terpilih memiliki keselarasan dan konsistensi dengan struktur ruang wilayah nasional dimasa yang akan datang. Kabupaten/Kota dengan kondisi fisik dan lingkungan pesisir dan laut yang mendukung pengembangan aktivitas kegiatan usaha pada sektor kelautan dan perikanan. Kabupaten/Kota dengan kondisi sosial ekonomi dan sosial budaya yang mendukung pengembangan wilayah pesisir dan laut. Proses penentuan Pusat Pengembangan Pesisir dan Kelautan di Wilayah Pulau Jawa dilakukan dengan terlebih dahulu menetapkan nominasi (daftar) pusat-pusat pengembangan yang akan dinilai kemampuannya sebagai Pusat Pengembangan Pesisir dan Kelautan. Penentuan nominasi pusat-pusat pengembangan didekati berdasarkan satuan administrasi Kabupaten/kota di wilayah pesisir Pulau Jawa. Sehingga secara keseluruhan terdapat 60 Kabupaten/ Kota pesisir yang ditetapkan sebagai nominasi pusatpusat pengembangan pesisir dan kelautan. Proses penilaian terhadap Kabupaten/Kota pesisir untuk ditentukan hirarkinya sebagai Pusat Pengembangan Pesisir dan Kelautan di Wilayah Pulau Jawa yang terdiri dari Pusat Primer, Pusat Sekunder, Pusat Tersier dan Pusat Lokal. Adapun proses penilaian tersebut dilakukan berdasarkan sejumlah variabel, indikator, dan kriteria serta parameter penilaian. Sehingga dihasilkan hasil akhir penilaian nominasi kotakota sebagai Pusat Pengembangan Pesisir dan Kelautan Sebagai hasilnya, dari 60 Kabupaten/Kota pesisir yang dinominasikan sebagai Pusat Pengembangan Pesisir dan Kelautan di Wilayah Pulau Jawa terpilihlah tiga Pusat Primer yang terdiri dari Jakarta, Surabaya dan Cilacap, dan secara keseluruhan telah mewakili wilayah pesisir utara dan pesisir selatan Pulau Jawa. Sedangkan kabupaten/ kota yang terpilih sebagai Pusat Sekunder ada enam kota pesisir, yaitu Kabupaten Serang (Banten), Kota Cirebon, Kabupaten Sukabumi (Jawa Barat), Kota Semarang (Jawa Tengah), Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Trenggalek (Jawa Timur). selanjutnya, didapati pula 14 Kabupaten/Kota pesisir lainnya sebagai Pusat Tersier yang tersebar di pesisir utara dan pesisir selatan Pulau Jawa, dan 37 lainnya terpilih sebagai Pusat Lokal.
8
9
BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN
BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,
Lebih terperinciTUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI
TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2.1. Tujuan Penataan Ruang Kota Bengkulu Tujuan penataan ruang wilayah kota dirumuskan berdasarkan: 1) visi dan misi pembangunan wilayah kota; 2) karakteristik wilayah kota;
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.121, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA SERBAGITA. Kawasan Perkotaan. Tata Ruang. Perubahan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 45 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN DENPASAR, BADUNG, GIANYAR, DAN TABANAN
Lebih terperinci2.1. TUJUAN PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA BANDA ACEH
2.1. TUJUAN PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA BANDA ACEH Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kota Banda Aceh dirumuskan untuk mengatasi permasalahan tata ruang dan sekaligus memanfaatkan potensi yang dimiliki, serta
Lebih terperinciKEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA
KEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA TUGAS AKHIR Oleh: FARIDAWATI LATIF L2D 001 418 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kebijaksanaan Pemerintah yang diatur dalam Undang-undang Nomor 26
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Pembangunan Wilayah Pesisir Kebijaksanaan Pemerintah yang diatur dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dimana Rencana Tata Ruang Propinsi/Kota
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 45 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN DENPASAR, BADUNG, GIANYAR, DAN TABANAN
Lebih terperinciKAJIAN JARINGAN TRAYEK ANGKUTAN LAUT NASIONAL UNTUK MUATAN PETIKEMAS DALAM MENUNJANG KONEKTIVITAS NASIONAL
KAJIAN JARINGAN TRAYEK ANGKUTAN LAUT NASIONAL UNTUK MUATAN PETIKEMAS DALAM MENUNJANG KONEKTIVITAS NASIONAL Andi Sitti Chairunnisa Mappangara 1, Misliah Idrus 2, Syamsul Asri 3 Staff Pengajar Fakultas Teknik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dilihat dari sejarah atau proses perkembangannya pada masa yang lalu dapat diketahui bahwa kota-kota pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dilihat dari sejarah atau proses perkembangannya pada masa yang lalu dapat diketahui bahwa kota-kota pada umumnya mempunyai corak atau cirinya sendiri yang berbeda
Lebih terperinciGambar 1. Kedudukan RD Pembangunan DPP, KSPP, KPPP dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan RIPPARNAS RIPPARPROV
LAMPIRAN I PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan atau archipelago terbesar di dunia dengan lebih dari 2/3 luasnya terdiri dari wilayah perairan. Indonesia dikenal sebagai negara
Lebih terperinciRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin
2.1 Tujuan Penataan Ruang Tujuan penataan ruang wilayah kabupaten merupakan arahan perwujudan ruang wilayah kabupaten yang ingin dicapai pada masa yang akan datang (20 tahun). Dengan mempertimbangkan visi
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan sumberdaya yang ada dalam rangka memberikan kontribusi untuk
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Dalam bab ini akan dipaparkan beberapa temuan studi berdasarkan hasil analisis yang telah di bahas pada bagian sebelumnya, yang akan menjadi pengantar bagi kesimpulan dalam
Lebih terperinciII. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2014-2034 I. UMUM Provinsi Jawa Tengah memiliki
Lebih terperinciANALISIS SUMBERDAYA PESISIR YANG BERPOTENSI SEBAGAI SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA BENGKULU
ANALISIS SUMBERDAYA PESISIR YANG BERPOTENSI SEBAGAI SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA BENGKULU TUGAS AKHIR Oleh : HENNI SEPTA L2D 001 426 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Penerapan desentralisasi di Indonesia sejak tahun 1998 menuntut daerah untuk mampu mengoptimalkan potensi yang dimiliki secara arif dan bijaksana agar peningkatan kesejahteraan
Lebih terperinciBAB II KETENTUAN UMUM
BAB II KETENTUAN UMUM 2.1. Pengertian Umum Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk lainnya hidup dan melakukan
Lebih terperinciPrioritas Pengembangan Jaringan Jalan Pendukung Kawasan Strategis Di Pulau Sumbawa
Prioritas Pengembangan Jaringan Jalan Pendukung Kawasan Strategis Di Pulau Sumbawa Rizal Afriansyah Program Pascasarjana Universitas Brawijaya Email : rizaldi_87@yahoo.co.id Abstrak - Transportasi mempunyai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perencanaan
1.1 Latar Belakang Perencanaan BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, hal ini dilihat dari banyaknya pulau yang tersebar di seluruh wilayahnya yaitu 17.504
Lebih terperinciREPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA)
Menimbang : PP 47/1997, RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 47 TAHUN 1997 (47/1997) Tanggal: 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA) Sumber:
Lebih terperinciKETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP
LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan Pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang
Lebih terperinciREDESAIN PELABUHAN ULEE LHEUE SEBAGAI PELABUHAN FERRY INTERNASIONAL DI BANDA ACEH
LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR REDESAIN PELABUHAN ULEE LHEUE Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik diajukan oleh : RAMADHANI GURUH PRASETYO
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat kecenderungan berupa
III. METODE PENELITIAN 3.1. Metode Pendekatan Dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat kecenderungan berupa meningkatnya persepsi masyarakat yang melihat adanya hubungan tidak searah antara keberhasilan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinciKATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN
KATA PENGANTAR Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa RTRW Kabupaten harus menyesuaikan dengan Undang-undang tersebut paling lambat 3 tahun setelah diberlakukan.
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS KERAGAAN 22 KABUPATEN TERTINGGAL. Kajian mengenai karakteristik kondisi masing-masing wilayah diperlukan
BAB IV ANALISIS KERAGAAN 22 KABUPATEN TERTINGGAL 4.1. Karakteristik Daerah/Wilayah Kajian mengenai karakteristik kondisi masing-masing wilayah diperlukan untuk mengetahui program pembangunan yang tepat
Lebih terperinciMEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL.
PP 47/1997, RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 47 TAHUN 1997 (47/1997) Tanggal: 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA) Sumber: LN 1997/96;
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayaran antar pulau di Indonesia merupakan salah satu sarana transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan pembangunan nasional yang berwawasan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL
PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI, KABUPATEN, DAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan
PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan adanya kecenderungan menipis (data FAO, 2000) terutama produksi perikanan tangkap dunia diperkirakan hanya
Lebih terperinci2017, No Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran
No.77, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAHAN. Nasional. Wilayah. Rencana Tata Ruang. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6042) PERATURAN PEMERINTAH
Lebih terperinciVIII. ANALISIS KEMAMPUAN FASILITAS PELAYANAN DAN HIRARKI PUSAT PENGEMBANGAN WILAYAH DI WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU
VIII. ANALISIS KEMAMPUAN FASILITAS PELAYANAN DAN HIRARKI PUSAT PENGEMBANGAN WILAYAH DI WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU 8.1. Kemampuan Fasilitas Pelayanan Pusat Pengembangan Analisis kemampuan fasilitas
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Transportasi sebagai urat nadi kehidupan berbangsa dan bernegara, mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong dan penunjang pembangunan. Transportasi merupakan suatu
Lebih terperinciANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG
bidang TEKNIK ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG MOHAMAD DONIE AULIA, ST., MT Program Studi Teknik Sipil FTIK Universitas Komputer Indonesia Pembangunan pada suatu
Lebih terperinciRENCANA KERJA (RENJA) DINAS PEKERJAAN UMUM BINA MARGA PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR RENCANA KERJA (RENJA) DINAS PEKERJAAN UMUM BINA MARGA PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016 DINAS PEKERJAAN UMUM BINA MARGA PROVINSI JAWA TIMUR JL. GAYUNG KEBONSARI NO. 167 SURABAYA
Lebih terperinciRENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa sehingga Naskah Akademis untuk kegiatan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lamongan dapat terselesaikan dengan baik
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan yang diperoleh Bangsa Indonesia selama tiga dasawarsa pembangunan ternyata masih menyisakan berbagai ketimpangan, antara lain berupa kesenjangan pendapatan dan
Lebih terperinciKeterkaitan Rencana Strategis Pesisir dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten Kutai Timur
P E M E R I N T A H KABUPATEN KUTAI TIMUR Keterkaitan Rencana Strategis Pesisir dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten Kutai Timur Oleh: Ir. Suprihanto, CES (Kepala BAPPEDA Kab. Kutai Timur)
Lebih terperinciBAB 1 MEMORANDUM PROGRAM SANITASI (MPS) KOTA TERNATE BAB PENDAHULUAN
PENDAHULUAN. Latar Belakang Aspek Sanitasi adalah sebagai salah satu aspek pembangunan yang memiliki fungsi penting dalam menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat karena berkaitan dengan kesehatan, pola
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Aktifitas kegiatan di perkotaan seperti perdagangan, pemerintahan, persaingan yang kuat di pusat kota, terutama di kawasan yang paling
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aktifitas kegiatan di perkotaan seperti perdagangan, pemerintahan, pemukiman semakin lama membutuhkan lahan yang semakin luas. Terjadi persaingan yang kuat di pusat kota,
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2009 SAMPAI DENGAN TAHUN 2029
PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2009 SAMPAI DENGAN TAHUN 2029 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Pembangunan di bidang ekonomi ini sangat penting karena dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap Negara mempunyai tujuan dalam pembangunan ekonomi termasuk Indonesia. Pembangunan di bidang ekonomi ini sangat penting karena dengan meningkatnya pembangunan
Lebih terperinciDefinisi dan Batasan Wilayah Pesisir
Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir Daerah peralihan (interface area) antara ekosistem daratan dan laut. Batas ke arah darat: Ekologis: kawasan yang masih dipengaruhi oleh proses-proses laut seperti pasang
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri atas 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.791 km (Supriharyono, 2007) mempunyai keragaman
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan beberapa alat analisis, yaitu analisis Location Quetiont (LQ), analisis MRP serta Indeks Komposit. Kemudian untuk
Lebih terperinciP E N J E L A S A N A T A S PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI MALUKU
P E N J E L A S A N A T A S PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI MALUKU I. UMUM Sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Lebih terperinciFORMAT SURAT KEPUTUSAN MENTERI, KEPUTUSAN GUBERNUR, DAN KEPUTUSAN BUPATI/WALIKOTA TENTANG PENETAPAN PELAKSANAAN PENINJAUAN KEMBALI
LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENINJAUAN KEMBALI RENCANA TATA RUANG WILAYAH FORMAT SURAT KEPUTUSAN MENTERI,
Lebih terperinciRENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU- PULAU KECIL WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TANJUNG JABUNG TIMUR
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU- PULAU KECIL WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TANJUNG JABUNG TIMUR Arlius Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Lebih terperinciPeraturan Menteri Pekerjaan Umum. Tentang PEDOMAN PEMANTAUAN DAN EVALUASI PEMANFAATAN RUANG WILAYAH KOTA BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: / / Tentang PEDOMAN PEMANTAUAN DAN EVALUASI PEMANFAATAN RUANG WILAYAH KOTA BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Direktorat Jenderal Penataan Ruang Kementrian Pekerjaan
Lebih terperinciTujuan penyelenggaraan penataan ruang Kabupaten Pacitan adalah:
3.1 TUJUAN Tujuan penyelenggaraan penataan ruang Kabupaten Pacitan adalah: 1. mewujudkan optimalisasi pemanfaatan seluruh potensi terutama pariwisata, pertanian, dan kelautan sesuai dengan visi dan misi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 105º50 dan 103º40 Bujur Timur. Batas wilayah Provinsi Lampung sebelah
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung berada antara 3º45 dan 6º45 Lintang Selatan serta 105º50 dan 103º40 Bujur Timur. Batas wilayah Provinsi Lampung sebelah utara berbatasan dengan Provinsi
Lebih terperinciPENGGUNAAN METODE PROSES HIRARKI ANALITIK DALAM PENENTUAN LOKASI DERMAGA BONGKAR MUAT ANGKUTAN SUNGAI (STUDI KASUS: KOTA PONTIANAK)
PENGGUNAAN METODE PROSES HIRARKI ANALITIK DALAM PENENTUAN LOKASI DERMAGA BONGKAR MUAT ANGKUTAN SUNGAI (STUDI KASUS: KOTA PONTIANAK) Rudi S. Suyono 1) Abstrak Sungai merupakan salah satu prasarana yang
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang desentralisasi membuka peluang bagi daerah untuk dapat secara lebih baik dan bijaksana memanfaatkan potensi yang ada bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas
Lebih terperinciBAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI
BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan SKPD 3.1.1 Permasalahan Infrastruktur Jalan dan Sumber Daya Air Beberapa permasalahan
Lebih terperinciPERATURAN MENTER. PERHUBUNGAN NOMOR: KM 11 TAHUN 2010 TENTANG TATANAN KEBANDARUDARAAN NASIONAL
MENTERI PERHUBUNGAN REPUBUK INDONESIA PERATURAN MENTER. PERHUBUNGAN NOMOR: KM 11 TAHUN 2010 TENTANG TATANAN KEBANDARUDARAAN NASIONAL Menimbang: a. bahwa dalam Pasal 200 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki peran yang sangat strategis terhadap aspek ekonomi, juga memiliki
BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Transportasi merupakan kebutuhan turunan (devired demand) dari kegiatan ekonomi, sehingga pertumbuhan ekonomi suatu negara atau wilayah tercermin pada peningkatan intensitas
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2011 2031 I. UMUM Ruang Wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas yang meliputi
Lebih terperinciberbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah negara bahari dan negara kepulauan terbesar di dunia dengan keanekaragaman hayati laut terbesar (mega marine biodiversity) (Polunin, 1983).
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karakteristik potensi wilayah baik yang bersifat alami maupun buatan, merupakan salah satu unsur yang perlu diperhatikan dalam proses perencanaan pembangunan. Pemahaman
Lebih terperinciBoks 2. PERINGKAT DAYA SAING INVESTASI DAERAH PROVINSI JAMBI
Boks 2. PERINGKAT DAYA SAING INVESTASI DAERAH PROVINSI JAMBI Beberapa masalah ekonomi makro yang perlu diantisipasi pada tahap awal pembangunan daerah adalah menurunnya daya beli masyarakat, yang diikuti
Lebih terperinciSTUDI POLA RUANG ALIRAN KOMODITAS PERTANIAN UNGGULAN ANTARWILAYAH DI PROVINSI BANTEN TUGAS AKHIR
STUDI POLA RUANG ALIRAN KOMODITAS PERTANIAN UNGGULAN ANTARWILAYAH DI PROVINSI BANTEN TUGAS AKHIR Oleh : REFI HENDRIANA L2D 098 460 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
Lebih terperinciMENENTUKAN LOKASI INDUSTRI
MENENTUKAN LOKASI INDUSTRI TEORI LOKASI INDUSTRI adalah suatu teori yang dikembangkan untuk memperhitungkan pola lokasi kegiatan ekonomi termasuk di dalamnya kegiatan industri dengan cara konsisten dan
Lebih terperinciBAB II TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG
BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Rencana Tata Ruang Wilayah diharapkan menjadi pedoman bagi seluruh pemangku kepentingan dalam pelaksanaan pembangunan di berbagai
Lebih terperinciANALISIS RANTAI PASOK SEMEN DI PAPUA BARAT
ANALISIS RANTAI PASOK SEMEN DI PAPUA BARAT Yandra Rahadian Perdana Jurusan Teknik Industri, Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga Jl. Marsda Adisucipto No. 1 Yogyakarta yrperdana@gmail.com Abstrak
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 51 TAHUN 2004 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,
SALINAN KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 51 TAHUN 2004 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan laut
Lebih terperinciPENENTUAN PRIORITAS PENGEMBANGAN JARINGAN JALAN PENDUKUNG KAWASAN STRATEGIS DI PULAU SUMBAWA
PENENTUAN PRIORITAS PENGEMBANGAN JARINGAN JALAN PENDUKUNG KAWASAN STRATEGIS DI PULAU SUMBAWA Rizal Afriansyah¹ ), Achmad Wicaksono² ), Ludfi Djakfar³ ) Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa
Lebih terperinciBAB I P E N D A H U L U A N Latar Belakang RTRW Kabupaten Serdang Bedagai
BAB I P E N D A H U L U A N Bab I atau Pendahuluan ini secara garis besar berisikan latar belakang isi buku rencana selain itu dalam sub bab lainnya berisikan pengertian RTRW, Ruang Lingkup Materi Perencanaan,
Lebih terperinciBAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dengan melihat karakteristik Kabupaten Garut bagian selatan dapat dilihat bagaimana sifat ketertinggalan memang melekat pada wilayah ini. Wilayah Garut bagian selatan sesuai
Lebih terperinciKuliah I hal 1 dari 6
TPL208 INFRASTRUKTUR WILAYAH SISTEM INFRASTRUKTUR WILAYAH Ir. Darmawan L. Cahya, MURP, MPA. dlcahya@yahoo.com Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik - Universitas Esa Unggul 1 Faktor-faktor
Lebih terperinciOLEH : TOMI DWICAHYO NRP :
OLEH : TOMI DWICAHYO NRP : 4301.100.036 LATAR BELAKANG Kondisi Kab. Blitar merupakan lahan yang kurang subur, hal ini disebabkan daerah tersebut merupakan daerah pegunungan berbatu. Sebagian Kab. Blitar
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN 2011-2030 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang diperkirakan memiliki kurang lebih 17 504 pulau (DKP 2007), dan sebagian besar diantaranya adalah pulau-pulau kecil
Lebih terperinciBAB 2 KETENTUAN UMUM
BAB 2 KETENTUAN UMUM 2.1 PENGERTIAN-PENGERTIAN Pengertian-pengertian dasar yang digunakan dalam penataan ruang dan dijelaskan di bawah ini meliputi ruang, tata ruang, penataan ruang, rencana tata ruang,
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14/PERMEN-KP/2016 TENTANG KRITERIA DAN KATEGORI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN UNTUK PARIWISATA ALAM PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciMenakar Kinerja Kota Kota DiIndonesia
Menakar Kinerja Kota Kota DiIndonesia Oleh Doni J Widiantono dan Ishma Soepriadi Kota-kota kita di Indonesia saat ini berkembang cukup pesat, selama kurun waktu 10 tahun terakhir muncul kurang lebih 31
Lebih terperinciBAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015
BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BALAI SIDANG JAKARTA, 24 FEBRUARI 2015 1 I. PENDAHULUAN Perekonomian Wilayah Pulau Kalimantan
Lebih terperinciPENGEMBANGAN PARIWISATA DI KABUPATEN MANGGARAI BARAT MELALUI PEMBENTUKAN CLUSTER WISATA TUGAS AKHIR. Oleh: MEISKE SARENG KELANG L2D
PENGEMBANGAN PARIWISATA DI KABUPATEN MANGGARAI BARAT MELALUI PEMBENTUKAN CLUSTER WISATA TUGAS AKHIR Oleh: MEISKE SARENG KELANG L2D 605 199 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS
Lebih terperinciBAB III METODE KAJIAN
47 BAB III METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Meningkatnya aktivitas perkotaan seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi masyarakat yang kemudian diikuti dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk akan
Lebih terperinciIDENTIFIKASI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN PELABUHAN TANGLOK GUNA MENDUKUNG PENGEMBANGAN SEKTOR EKONOMI DI KABUPATEN SAMPANG TUGAS AKHIR (TKP 481)
IDENTIFIKASI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN PELABUHAN TANGLOK GUNA MENDUKUNG PENGEMBANGAN SEKTOR EKONOMI DI KABUPATEN SAMPANG TUGAS AKHIR (TKP 481) disusun oleh : MOHAMMAD WAHYU HIDAYAT L2D 099 437 JURUSAN PERENCANAAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kehadiran pelabuhan yang memadai berperan besar dalam menunjang mobilitas barang dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang dua per tiga wilayahnya adalah perairan dan terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persinggahan rute perdagangan
Lebih terperinciTitiek Suparwati Kepala Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas Badan Informasi Geospasial. Disampaikan dalam Workshop Nasional Akselerasi RZWP3K
Titiek Suparwati Kepala Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas Badan Informasi Geospasial Disampaikan dalam Workshop Nasional Akselerasi RZWP3K Latar Belakang Dasar Hukum Pengertian Peran BIG dalam Penyusunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kawasan industri (Industrial Estate) di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1970 dengan mengemban dua misi besar. Pertama, merangsang tumbuhnya iklim industri,
Lebih terperinciALTERNATIP MODA TRANSPORTASI UDARA SEBAGAI SOLUSI MENGATASI KETERISOLASIAN WILAYAH PANTAI BARAT PROVINSI SUMATERA UTARA
Karya Tulis ALTERNATIP MODA TRANSPORTASI UDARA SEBAGAI SOLUSI MENGATASI KETERISOLASIAN WILAYAH PANTAI BARAT PROVINSI SUMATERA UTARA Murbanto Sinaga DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 16/PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN
MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 16/PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Tual adalah salah satu kota kepulauan yang ada di Provinsi Maluku dengan potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang cukup melimpah serta potensi pariwisata yang
Lebih terperinciSTUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR. Oleh : M. KUDRI L2D
STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR Oleh : M. KUDRI L2D 304 330 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyusunan Tataran Transportasi Lokal Kota Tual 1.1. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tataralok Sebagai Acuan Pengembangan Sistem Transportasi Terpadu Transportasi merupakan urat nadi kehidupan masyarakat, yang mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong,
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di KUB Hurip Mandiri Kecamatan Cisolok,
98 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di KUB Hurip Mandiri Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciBAB 5 RTRW KABUPATEN
BAB 5 RTRW KABUPATEN Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten terdiri dari: 1. Rencana Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang; 2. Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung dan Budidaya; 3. Rencana Pengelolaan
Lebih terperinciPembangunan Daerah Berbasis Data
Pembangunan Daerah Berbasis Data Disampaikan pada Kegiatan Rekonsiliasi Data dan Informasi Pembangunan Kehutanan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2017 Badan Perencanaan Pembangunan dan Penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, yang memiliki ± 18.110 pulau dengan garis pantai sepanjang 108.000 km, serta
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2011-2031 I. UMUM Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun
Lebih terperinci