Penulisan Hukum (Skripsi)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Penulisan Hukum (Skripsi)"

Transkripsi

1 ARGUMENTASI ALASAN KASASI TERDAKWA DAN PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG MENJATUHKAN PIDANA PENJARA DAN PEMECATAN DARI DINAS MILITER DALAM PERKARA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 89 K/MIL/2018) Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh: Fauzhan Azhima E FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS commit SEBELAS to user MARET SURAKARTA 2019 i

2 ii

3 iii

4 iv

5 ABSTRAK Fauzhan Azhima. E ARGUMENTASI ALASAN KASASI TERDAKWA DAN PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG MENJATUHKAN PIDANA PENJARA DAN PEMECATAN DARI DINAS MILITER DALAM PERKARA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 89 K/MIL/2018). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji isu hukum argumentasi Terdakwa mengajukan alasan kasasi berdasarkan judex facti salah menerapkan hukum dalam perkara penyalahgunaan narkotika serta pertimbangan Mahkamah Agung menjatuhkan sanksi pidana penjara dan pemecatan dari dinas militer dalam perkara penyalahgunaan narkotika. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif bersifat preskriptif dan terapan. Sumber bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer dan sekunder, dengan cara studi pustaka/dokumen. Hasil penelitian ini, telah diketahui bahwa argumentasi Terdakwa mengajukan alasan kasasi berdasarkan Judex Facti salah menerapkan hukum dalam perkara penyalahgunaan narkotika telah sesuai dengan Pasal 239 ayat (1) huruf a Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer serta pertimbangan Mahkamah Agung menjatuhkan saksi pidana penjara dan pemecatan dari dinas militer telah sesuai dengan Pasal 242 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer jo Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer karena Terdakwa dipandang tidak lagi layak dan pantas untuk dipertahankan dalam dinas Prajurit TNI, sehingga sesuai ketentuan Pasal 26 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM) dan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2014 harus diberhentikan dengan tidak hormat dari dinas militer, sehingga Mahkamah Agung membatalkan Putusan Pengadilan Militer Tinggi I Medan dan mengadili sendiri, Terdakwa dinyatakan bersalah dan dikenakan sanksi pidana pokok selama 1 (satu) tahun penjara dan pidana tambahan yaitu dipecat dari dinas militer. Kata Kunci: alasan kasasi, penyalahgunaan narkotika, pertimbangan hakim, pemecatan dari dinas militer v

6 ABSTRACT Fauzhan Azhima. E REASONS FOR DEFENDANTS AND ARGUMENTS CASSATION DROPPING THE SUPREME COURT OF CRIMINAL JUDGMENTS PRISON AND TERMINATION OF MILITARY SERVICE IN THE CASE OF ABUSE OF NARCOTICS (STUDY OF THE SUPREME COURT DECISION No. 89 K / MIL / 2018). Faculty of Law Sebelas Maret University This study aimed to examine the defendant's argument the legal issues argued by Judex facti appeal misapplied the law in the case of drug abuse as well as the consideration of the Supreme Court sanctioned imprisonment and dismissal from military service in the matter of drug abuse. The method used is a prescriptive normative research and applied. Sources of legal materials used are primary and secondary legal materials, by way of literature / documents, The results of this study, it has been known that argument the defendant argued an appeal by Judex facti misapplied the law in the case of drug abuse in accordance with Article 239 paragraph (1) letter a of Law Number 31 of 1997 on Military Justice and the consideration of the Supreme Court dropped the witness criminal imprisonment and dismissal from military service in accordance with Article 242 paragraph (1) of Law No. 31 of 1997 on military Justice in conjunction with the Code of military Penal Code forthe defendant is deemed no longer worth and deserve to be preserved in official Army personnel, so that in accordance with Article 26 of the Code of Penal Military (KUHPM) and the Supreme Court Circular (SEMA) No. 4 of 2014 to be dishonorably discharged from military service, so the Supreme Court annul the Decision High Military Court I Medan and prosecute itself, the defendant was found guilty and liable to criminal penalties staple for 1 (one) year imprisonment and additional penalty is dismissed from military service. Keywords: a reason cassation, substance abuse, consideration of the judge, dismissal from military service vi

7 MOTTO Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (QS. Al-Insyirah:6) Try not to become a man of success, but rather try to become a man of value. - Albert Einstein Kurang cerdas dapat diperbaiki dengan belajar, kurang cakap dapat dihilangkan dengan pengalaman. Namun tidak jujur sulit diperbaiki. - Mohammad Hatta Alam takambang jadi guru. vii

8 HALAMAN PERSEMBAHAN Alhamdulillah Hirobbil Alamin, dengan mengucap syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta ala yang memberikan nikmat dan karunia-nya, kupersembahkan karya sederhana ini kepada orang yang sangat kusayangi. Ama Yuhanis dan Apa Efendi, sebagai tanda hormat, bakti, dan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada Ama dan Apa yang telah memberikan kasih sayang, cinta kasih yang tiada henti. Terima kasih atas segalanya. Semoga ini menjadi langkah awal untuk membuat Ama dan Apa bahagia. Almamater Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. viii

9 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta ala karena atas pertolongan dan karunia-nya penulis dapat menyelesaikan Penulisan Hukum (Skripsi) dengan judul Argumentasi Alasan Kasasi Terdakwa dan Pertimbangan Mahkamah Agung Menjatuhkan Pidana Penjara dan Pemecatan dari Dinas Militer dalam Perkara Penyalahgunaan Narkotika (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 89 K/MIL/2018). Penulisan Hukum ini merupakan salah satu syarat dalam mencapai gelar sarjana di bidang Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dalam Penulisan Hukum (Skripsi) ini dibahas mengenai argumentasi Terdakwa mengajukan alasan kasasi berdasarkan judex facti salah menerapkan hukum dalam perkara penyalahgunaan narkotika serta pertimbangan Mahkamah Agung menjatuhkan sanksi pidana penjara dan pemecatan dari dinas militer dalam perkara penyalahgunaan narkotika. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu, membimbing, memotivasi dan mendoakan sehingga penulisan hukum ini dapat selesai, yaitu kepada: 1. Ibu Prof. Dr. I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani, SH., M.M. Dekan Fakultas Hukum yang telah memberikan izin penulisan hukum (skripsi) ini. 2. Bapak Harjono, S.H., M.H. selaku Kepala Bagian Hukum Acara yang telah memberikan izin penulisan hukum (skripsi) ini. 3. Bapak Prof. Dr. Adi Sulistyono, S.H., M.H. selaku Pembimbing Akademik Penulis yang telah memberikan saran, nasihat dan semangat kepada penulis. 4. Ibu Sri Wahyuningsih Yulianti, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing Penulisan Hukum (Skripsi) yang telah memberikan bantuan, bimbingan, masukan dan motivasi kepada penulis dalam penyusunan penulisan hukum (skripsi) ini. 5. Bapak/Ibu Dosen dan Karyawan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, atas bantuan dan ilmu yang telah diberikan kepada penulis selama masa perkuliahan. 6. Kedua Orang Tua Penulis, yaitu Ibu Yuhanis dan Bapak Efendi yang tak pernah lelah memberikan doa, perhatian, nilai-nilai kehidupan, motivasi, semangat, kasih dan sayang kepada Penulis. ix

10 7. Adik Penulis Fauziyyah dan Muhammad Rayhan, terima kasih atas perhatian, semangat dan doa kepada Penulis. 8. Teman-teman penulis selama mengenyam pendidikan di Fakultas Hukum UNS yang selalu memberikan motivasi serta dukungan yang sangat besar. 9. Teman-teman KKN Desa Kuta Sumba Timur, terima kasih telah memberikan pengalaman hidup yang berharga dan tak terlupakan. 10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu perstu, terima kasih atas dukungan dan bantuannya kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan hukum (skripsi) ini. Penulis menyadari bahwa Penulisan Hukum (Skripsi) ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Surakarta, 12 Juni 2019 Penulis Fauzhan Azhima NIM. E x

11 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI... iii SURAT PERNYATAAN... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi MOTTO... vii HALAMAN PERSEMBAHAN... viii KATA PENGANTAR... ix DAFTAR ISI... xi BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Rumusan Masalah... 6 C. Tujuan Penelitian... 6 D. Manfaat Penelitian... 7 E. Metode Penelitian... 7 F. Sistematika Penulisan Hukum BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori Argumentasi Terdakwa Mengajukan Kasasi a. Pengertian Argumentasi b. Pengertian Terdakwa c. Pengertian Kasasi d. Tujuan Upaya Hukum Kasasi e. Alasan Pengajuan Kasasi f. Tata Cara Pengajuan Kasasi Pertimbangan Hakim Pengadilan Militer dalam Menjatuhkan Pidana a. Pengertian Militer b. Ruang Lingkup Pengadilan Militer c. Pertimbangan Hakim xi

12 d. Tugas Militer...19 e. Tindak Pidana Milter..21 f. Jenis Putusan Pengadilan Militer Penyalahgunaan Narkotika...26 a. Pengertian Narkotika...26 b. Penggolongan Narkotika...26 c. Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika...27 B. Kerangka Pemikiran BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Identitas Terdakwa Uraian Singkat Fakta Peristiwa Dakwaan Tuntutan Amar Putusan Pengadilan Militer I-02 Medan Amar Putusan Pengadilan Militer Tinggi Medan Amar Putusan Mahkamah Agung B. Pembahasan Kesesuaian Argumentasi Alasan Pengajuan Kasasi Terdakwa dengan Ketentuan Pasal 239 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer Kesesuaian Pertimbangan Mahkamah Agung Menjatuhkan Sanksi Pidana Penjara dan Pemecatan dari Dinas Militer dengan Ketentuan Pasal 242 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer jo Pasal 26 KUHPM BAB IV PENUTUP A. Simpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xii

13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap negara harus mempunyai kekuatan militer guna mendukung dan mempertahankan persatuan, kesatuan serta kedaulatan negara. Indonesia dalam hal ini memiliki Tentara Nasional Indonesia (TNI). TNI sebagai alat pertahanan negara bertugas melaksanakan kebijakan pertahanan negara untuk mempertahankan kedaulatan negara dan keutuhan wilayah, melindungi kehormatan dan keselamatan bangsa, melaksanakan operasi militer selain perang, dan ikut serta secara aktif dalam tugas pemeliharaan perdamaian regional dan internasional. Sebagai anggota TNI memiliki kedudukan yang sama juga dengan masyarakat biasa artinya sebagai Warga Negara Indonesia baginya pun berlaku semua aturan hukum, baik ketentuan hukum khusus bagi anggota militer maupun ketentuan umum seperti hukum pidana, perdata, acara pidana maupun acara perdata dan sebagainya. Setiap anggota TNI harus mampu melaksanakan tugas pokok baik saat operasi militer untuk perang maupun operasi militer non perang saat damai. Namun dalam prakteknya, sebagai manusia biasa yang terkadang lalai maka masih dapat ditemui tindakan anggota TNI yang melakukan perbuatan tidak terpuji. Tak jarang perbuatan tersebut mengandung unsur pidana. Sebagaimana di atur dalam Pasal 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer yang berbunyi Terhadap tindak pidana yang tidak tercantum dalam Kitab Undang-Undang ini, yang dilakukan oleh orang-orang yang tunduk pada kekuasaan badan-badan peradilan militer, diterapkan hukum pidana umum, kecuali ada penyimpanganpenyimpangan yang ditetapkan dengan Undang-Undang. Salah satu contoh penyimpangan tersebut adalah penyalahgunaan narkotika oleh anggota TNI. Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 narkotika adalah zat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun non sintetis yang dapat mengakibatkan perubahan atau penurunan kesadaran, hilangnya rasa 1

14 nyeri dan dapat menyebabkan ketergantungan (adiksi). Awalnya narkotika digunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan kepentingan dalam dunia medis, narkotika dalam dunia medis diberikan kepada pasien-pasien tertentu dan tidak untuk dikonsumsi secara umum dan bebas oleh masyarakat. Lahirnya Undang-Undang Narkotika awalnya bertujuan mencegah terjadinya penyalahgunaan narkotika dan memberantas peredaran gelap narkotika. Karena apabila narkotika disalahgunakan dapat menimbulkan akibat yang bermacammacam, yang dapat merugikan pemakai, keluarga maupun lingkungan sekitarnya. Dalam undang-undang tersebut telah diatur berbagai sanksi pidana seperti sanksi pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, dan sanksi pidana denda yang diterapkan secara komulatif. Narkoba mempunyai dampak negatif yang sangat luas; baik secara fisik, psikis, ekonomi, sosial, budaya, hankam, dan lain sebagainya. Mereka yang mengonsumsi narkoba akan mengalami gangguan mental dan perilaku sebagai akibat terganggunya sistem neutransmier pada sel-sel susunan syaraf di pusat otak. Gangguan pada sistem neutransmier tadi mengakibatkan terganggunya fungsi kognitif, afektif dan psikomotorik (Mardani, 2008 : 105). Penyalahgunaan narkotika di Indonesia semakin hari semakin meningkat. Hal tersebut dapat diamati di berbagai media, seperti media cetak maupun media elektronik yang beredar akhir-akhir ini. Penyalahgunaan Narkoba semakin sering terjadi di masyarakat dan jenis-jenis Narkotika yang beredar pun semakin banyak macamnya. Menurut Hari Sasangka, di era tujuh puluhan pecandu-pecandu narkoba (narkotika dan obat terlarang, termasuk psikotropika) masih terbatas dikalangan remaja dan anak-anak orang yang berpenghasilan besar. Sedangkan anak kelas menengah ke bawah lebih banyak menggunakan narkotika yang termasuk dalam golongan obat keras. Obat-obatan yang di konsumsi pada waktu itu obat keras yang termasuk dalam golongan obat tidur atau golongan obat penenang (Hari Sasangka, 2003:2). Berdasarkan penyataan BNN, jaringan narkoba di Indonesia akan terus mengalami regenerasi pangsa pasar dan sasarannya ditujukan sampai ke anak-anak dengan usia terendah 9 tahun ( 2

15 jadi-pecandu-narkoba diakses pada 1 April 2019 pukul WIB). Tetapi sekarang, narkotika di Indonesia sudah merambah ke semua kalangan usia, baik dari remaja hingga dewasa, dari kalangan masyarakat biasa sampai kalangan masyarakat atas seperti selebritis, pejabat Negara, aparat hukum hingga aparat militer anggota TNI. Saat ini banyak anggota TNI yang terlibat kasus penyalahgunaan narkotika. Banyaknya anggota TNI yang terlibat kasus pidana merupakan peran serta tugas dari penegak hukum untuk memaksimalkan penegakan hukum khususnya hukum militer. Karena anggota TNI adalah alat pertahanan negara, militer yang seharusnya menjaga ketentraman dan keamanan negara berdasarkan dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, seharusnya tidak melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum, dengan kata lain segala perbuatan yang dijalani harus berdasarkan landasan undang-undang dan peraturan yang berlaku. Anggota TNI yang terbukti melakukan tindak pidana penyalahgunaan narkotika akan dijatuhi sanksi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Sedangkan dalam proses peradilannya, anggota TNI yang melakukan pelanggaran akan diproses melalui peradilan khusus, yaitu Peradilan Militer sesuai dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Setiap anggota TNI harus tunduk terhadap ketentuan-ketentuan bagi militer yang terdapat pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1947 atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM). Selain itu bagi anggota TNI yang melakukan kesalahan tindak pidana umum dapat diterapkan ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan juga perundang-undangan khusus lainnya yang mengatur tindak pidana di luar KUHP seperti Undang-Undang Narkotika. Selain pidana pokok, bagi setiap anggota militer yang terbukti melakukan kesalahan dapat dikenai sanksi tambahan sesuai dengan Pasal 6 KUHPM. Sanksi tambahan tersebut dapat berupa pemecatan dari dinas militer, penurunan pangkat dan pencabutan hak-hak tertentu. Untuk mencegah penyalahgunaan narkotika, peranan penegak hukum dalam hal ini hakim mempunyai peranan yang sangat penting untuk mengadili 3

16 terdakwa penyalahguna narkotika tersebut. Dalam hal ini Hukum Acara Pidana Militer mempunyai peran yang sangat penting, setiap orang yang melakukan pelanggaran hukum diproses melalui suatu acara di pengadilan, termasuk anggota militer. Salah satu perkara penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh Terdakwa Ardi Supriyandar seorang anggota militer yang telah melakukan penyalahgunaan narkotika dengan mengonsumsi sabu sebanyak 2 (dua) kali yaitu pada tanggal 31 Oktober 2016 dan pada tanggal 1 November 2016 bertempat di sebuah rumah kosong di daerah Lingkungan III Kelurahan Sidomulyo Kabupaten Langkat. Tanggal 7 November 2016 dilakukan pemerikasaan urine di Laboratorium Forensik Polri Cabang Medan Nomor 12147/NNF/2016 yang menyatakan urine Terdakwa positif mengandung metamphetamine yang terdaftar dalam golongan I nomor urut 61 lampiran Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Perbuatan tersebut telah mencukupi unsur-unsur pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Selain itu Terdakwa juga dikenai dakwaan Pasal 112 ayat (1) juncto ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan tanpa hak dan melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai narkotika golongan I bukan tanaman. Perkara tersebut telah diputus oleh Pengadilan Militer Tinggi I Medan Nomor 176-K/PMT-I/BDG/AD/IX/2017 yang menguatkan Putusan Pengadilan Militer I-02 Medan Nomor 8-K/PM I-02/AD/V/2017 yang amar putusannya menyebutkan bahwa Terdakwa dipidana penjara selama 5 tahun dan pidana tambahan dipecat dari dinas militer. Berdasarkan putusan tersebut, Terdakwa mengajukan kasasi. Kasasi menurut Harun M. Husein merupakan hak terdakwa atau penuntut umum tidak menerima putusan pengadilan pada tingkat akhir dengan cara mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung guna membatalkan putusan pengadilan tersebut dengan alasan bahwa putusan yang dimintakan, penerapan hukumnya tidak semestinya, cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang dan pengadilan telah melampaui 4

17 batas wewenangnya (Harun M. Husein, 1992: 47-48). Pengajuan kasasi oleh Terdakwa akhirnya diputus dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 89 K/MIL/2018. Berdasarkan Pasal 231 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer dijelaskan bahwa Terhadap putusan perkara pidana yang diberikan oleh Pengadilan tingkat banding atau Pengadilan tingkat pertama dan terakhir Terdakwa atau Oditur dapat mengajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung, kecuali terhadap putusan bebas dari segala dakwaan. Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan penulisan hukum yang berjudul ARGUMENTASI ALASAN KASASI TERDAKWA DAN PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG MENJATUHKAN PIDANA PENJARA DAN PEMECATAN DARI DINAS MILITER DALAM PERKARA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 89 K/MIL/2018 ). 5

18 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, pokok masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah argumentasi Terdakwa mengajukan alasan kasasi berdasarkan judex facti salah menerapkan hukum dalam perkara penyalahgunaan narkotika telah sesuai dengan ketentuan Pasal 239 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer? 2. Apakah pertimbangan Mahkamah Agung menjatuhkan sanksi pidana penjara dan pemecatan dari dinas militer telah sesuai dengan ketentuan Pasal 242 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer jo Pasal 26 KUHPM? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang ingin penulis capai dalam penelitian hukum ini adalah sebagai berikut: 1. Tujuan Objektif a. Mengetahui argumentasi Terdakwa mengajukan alasan kasasi berdasarkan judex factie salah menerapkan hukum dalam perkara penyalahgunaan narkotika sudah sesuai dengan Pasal 239 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. b. Mengetahui pertimbangan Mahkamah Agung menjatuhkan sanksi pidana penjara dan pemecatan dari dinas militer sesuai dengan Pasal 242 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer jo 26 KUHPM. 2. Tujuan Subjektif a. Menambah wawasan/pengetahuan penulis dibidang Hukum Acara Pidana Militer khususnya terkait argumentasi terdakwa dan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan vonis. b. Untuk menambah ilmu, wawasan, dan pengetahuan dalam memperluas pemahaman aspek hukum di dalam teori dan praktek khususnya dalam bidang Hukum Acara Pidana Militer. 6

19 c. Memperoleh data sebagai penulisan hukum (skripsi) untuk melengkapi persyaratan akademik guna memperoleh gelar sarjana di bidang hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun pembaca. Penelitian ini dapat memberikan mafaat secara teoritis dan praktis, yaitu: 1. Manfaat Teoretis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum pada umumnya dan Hukum Acara Pidana Militer pada khususnya. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperkaya bahan referensi dan dipakai sebagai acuan bagi penelitian-penelitian sejenis di masa yang akan datang. 2. Manfaat Praktis a. Hasil penelitian ini dapat menjadi wahana bagi penulis untuk mengembangkan penalaran dan membentuk pola pikir sekaligus untuk mengetahui kemampuan peneliti dalam penerapan ilmu yang diperoleh. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantuk memberikan tambahan dan pengetahuan terhadap pihak-pihak terkait dengan masalah yang sedang diteliti, juga kepada berbagai pihak yang berminat pada permasalahan yang sama. E. Metode Penelitian Penelitian hukum adalah suatu kegiatan keilmuan yang dilakukan untuk memecahkan isu hukum yang dihadapi dengan cara mengidentifikasi masalah hukum, melakukan penalaran hukum, menganalisis masalah yang dihadapi dan kemudian memberikan pemecahan atas masalah tersebut (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 60). Metode penelitian dalam penelitian ini, sebagai berikut: 7

20 1. Jenis Penelitian Penelitian hukum yang digunakan adalah penelitian hukum normatif atau disebut juga penelitian hukum doktrinal. Penelitian hukum doktrinal adalah penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Menurut Peter Mahmud Marzuki, penelitian yang berkaitan dengan hukum (legal research) sudah jelas bahwa penelitian tersebut bersifat normatif (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 55-56). 2. Sifat Penelitian Sifat penelitaian dalam penulisan hukum ini yaitu preskriptif dan terapan. Ilmu hukum mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang bersifat preskriptif. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari gagasan-gagasan hukum yang bersifat mendasar, universal, umum, dan teoretis serta landasan yang mendasarinya. Landasan pemikiran itu berkaitan dengan berbagai macam konsep mengenai kebenaran, pemahaman dan makna, serta nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral (Peter Mahmud Marazuki, 2014: 41-42). 3. Pendekatan Penelitian Penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang di coba untuk dicari jawabanya. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian hukum adalah pendekatan undang-undang (statuteapproach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan histori (history approach), pendekatan komparatif (comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 133). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kasus (case approach). Pendekatan kasus (case approach) dilakukan dengan ratio decidendi atau reasoning dengan menelaah kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap dari pertimbangan pengadilan commit to sampai user kepada suatu putusan (Peter 8

21 Mahmud Marzuki, 2014: 134). Berdasar pendekatan kasus (case approach) yang diteliti kasusnya lebih dari satu, maka dalam pemahaman peneliti mengingat kasus yang diteliti hanya satu maka biasanya disebut dengan studi kasus (case study). 4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum Sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumbersumber penelitian yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif, artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari perundangundangan, catatan catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundangundangan dan putusan-putusan hakim. Adapun bahan sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnaljurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengaadilan (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 181). a. Bahan Hukum Primer 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1947 tentang Peraturan Pidana Militer 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer 3. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia 4. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika 5. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman 6. Putusan Mahkamah Agung Nomor 89 K/MIL/2018 b. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder yang terutama adalah buku teks karena buku teks berisi mengenai prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan pandangan klasik para sarjana yang mempunyai kualifikasi tinggi. Di samping buku teks, bahan hukum sekunder dapat berupa tulisan-tulisan tentang hukum baik dalam bentuk buku maupun dalam bentuk jurnal-jurnal (Peter Mahmud Marzuki, 2014: ). 9

22 5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik pengumpulan bahan hukum dimaksud untuk memperoleh bahan hukum dalam penelitian. Teknik pengumpulan bahan hukum yang berkaitan dengan pemaparan penulisan hukum ini adalah studi keputusan (libary research). Studi keputusan adalah suatu pengumpulan bahan hukum yang dilakukan melalui bahan hukum tertulis. Studi keputusan ini berguna untuk mendapatkan landasan teori dengan mengkaji dan mempelajari buku-buku peraturan prundang-undangan, dokumen, laporan, arsip, dan hasil penelitian lainya yang berhubungan dengan masalah yang di teliti. 6. Teknik Analisis Bahan Hukum Teknik analisis pada penelitian ini menggunakan analisis silogisme deduktif. Menurut Philipus M. Hadjon, bahwa dalam logika silogistik untuk penalaran hukum yang merupakan premis mayor adalah aturan hukum sedangkan premis minornya adalah fakta hukum. Dari kedua premis ini kemudian ditarik suatu kesimpulan atau konklusi. (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 89-90). F. Sistematika Penulisan Hukum Sistematika penulisan merupakan gambaran secara menyeluruh dari penulisan hukum. Maka penulis membagi sistematika penulisan hukum kedalam empat bab, tiap-tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang bertujuan untuk mempermudah pemahaman terhadap keseluruhan hasil penulisan penelitian hukum ini. Adapun sistematika dari penulisan hukum ini adalah sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Bab ini penulis menguraikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan penulisan hukum ini. 10

23 BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Bab ini penulis menguraikan tentang landasan teori atau memberikan penjelasan secara teoritik yang bersumber pada bahan hukum yang penulis gunakan dan doktrin ilmu hukum yang dianut secara universal mengenai persoalan yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang penulis teliti. Landasan teori tersebut meliputi tinjauan tentang argumentasi terdakwa mengajukan kasasi, tinjauan tentang pertimbangan hakim Pengadilan Militer dalam menjatuhkan putusan, dan tinjauan tentang penyalahgunaan narkotika. Selain itu untuk memudahkan alur berfikir, maka dalam bab ini juga disertai kerangka pemikiran. BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini penulis menyajikan pembahasan hasil penelitian mengenai kesesuaian argumentasi hukum Terdakwa mengajukan kasasi berdasarkan judex factie salah menerapkan hukum terhadap dakwaan kesatu perkara penyalahgunaan narkotika dengan Pasal 239 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, serta kesesuaian pertimbangan Mahkamah Agung menjatuhkan pidana penyalahgunaan narkotika oleh Militer berdasarkan Pasal 242 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer jo Pasal 26 KUHPM. BAB IV : PENUTUP Bab ini penulis menjelaskan secara singkat mengenai hasil penelitian hukum berupa simpulan dan saran-saran yang berkaitan permasalahan yang diteliti. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 11

24 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Argumentasi Terdakwa Mengajukan Alasan Kasasi a. Pengertian Argumentasi Argumentasi hukum berasal dari istilah argumenteren (Belanda), atau argumentation (Inggris) yang selanjutnya dimaknakan argumentasi hukum atau penalaran hukum (legal reasoning). Penalaran hukum adalah penerapan prinsipprinsip berpikir lurus (logika) dalam memahami prinsip, aturan, data, fakta, dan proposisi hukum. Argumentasi hukum atau penalaran hukum bukan merupakan bagian dari logika, namun merupakan bagian dari teori hukum. Pengertian argumentasi diartikan sebagai, mengajukan alasan berupa uraian penjelasan yang diuraikan secara jelas, berupa serangkaian pernyataan yang secara logis berkaitan dengan pernyataan berikutnya yang disebut konklusi, untuk memperkuat atau menolak suatu pendapat, pendirian atau gagasan. Dengan demikian, yang dimaksud dengan argumentasi hukum yaitu alasan berupa uraian penjelasan yang diuraikan secara jelas, berupa serangkaian pernyataan secara logis, untuk memperkuat atau menolak suatu pendapat, pendirian atau gagasan, berkaitan dengan asas hukum, norma hukum dan peraturan hukum konkret, serta sistem hukum dan penemuan hukum (Hamzah Halim, 2016 : 163). Argumentasi Hukum merupakan suatu keterampilan yang dapat digunakan ahli hukum untuk mendapatkan solusi hukum. Argumentasi hukum dapat digunakan membentuk suatu peraturan yang rasional dan accseptable, sehingga sanksinya dapat diterima masyarakat yang tidak taat hukum. 12

25 b. Pengertian Terdakwa Menurut Pasal 1 butir 25 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa, dan diadili di sidang Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer atau Pengadilan dalam lingkungan peradilan umum. Seseorang yang telah ditetapkan sebagai tersangka, apabila ditemukan bukti lebih lanjut mengenai tindak pidana, maka akan ditetapkan sebagai terdakwa. Meskipun terdakwa merupakan pihak yang dituntut, seseorang yang telah ditetapkan sebagai terdakwa tetap mempunyai hakhak sebagai terdakwa sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Salah satu hak terdakwa tersebut adalah rehabilitasi sesuai dengan Pasal 1 butir 31 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. c. Pengertian Kasasi Kasasi berasal dari kata casser yang artinya memecah. Suatu putusan hakim dibatalkan demi untuk mencapai kesatuan peradilan. Pada asasnya kasasi didasarkan atas pertimbangan bahwa terjadi kesalahan penerapan hukum atau hakim telah melampaui kekuasaan kehakimannya (Andi Hamzah, 2016 : 297). Singkatnya kasasi adalah keputusan pengadilan dari tingkat peradilan terakhir saat satu pihak merasa ada hakim yang bertentangan dengan hukum, kecuali keputusan dalam perkara pidana yang mengandung pembebasan terdakwa dari segala dakwaan. Namun dalam praktek peradilan sudah tidak ada pengecualian lagi terhadap putusan bebas boleh diajukan upaya hukum kasasi berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 114/PUU-X/2012. Upaya hukum kasasi adalah upaya hukum biasa yang dilakukan oleh satu pihak atau kedua belah pihak karena tidak puas dengan putusan pengadilan. Upaya kasasi merupakan hak yang diberikan terhadap Terdakwa maupun Penuntut Umum/Oditur. Jadi apabila Terdakwa maupun Penuntut Umum tidak puas dengan putusan hakim pada tingkat pertama dan terakhir atau tingkat banding pada Pengadilan Tinggi commit maka dapat to user mengajukan kasasi ke Mahkamah 13

26 Agung. Pada upaya hukum kasasi yang diperiksa hanyalah masalah hukum/penerapan hukum. Dalam Pasal 231 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer menjelaskan bahwa terhadap putusan perkara pidana yang diberikan oleh Pengadilan tingkat banding atau tingkat pertama dan terakhir, Terdakwa atau Oditur dapat mengajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas dari segala dakwaan. Hal tersebut telah ditegaskan juga dalam Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman bahwa Mahkamah Agung merupakan peradilan tingkat akhir (kasasi) bagi semua lingkungan peradilan, atau dengan kata lain bahwa Mahkamah Agung adalah peradilan kasasi bagi semua lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung (M. Yahya Harahap, 2005:535). d. Tujuan Upaya Hukum Kasasi Tujuan upaya hukum kasasi adalah untuk menciptakan kesatuan penerapan hukum dengan jalan membatalkan putusan yang bertentangan dengan undangundang atau keliru dalam menerapkan hukum (Andi Hamzah, 2016: 298). Kemudian dalam perundang-undangan Belanda, tiga alasan untuk melakukan kasasi, yaitu: 1) apabila terdapat kelalaian dalam acara (vornmverzuim) 2) peraturan hukum tidak dilaksanakan atau ada kesalahan pada pelaksanaannya 3) apabila tidak dilaksanakan cara melakukan peradilan menurut cara yang ditentukan undang-undang. Dalam Pasal 50 ayat (1) Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman dikatakan, bahwa: Putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan, juga memuat pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili. 14

27 e. Alasan Pengajuan Kasasi Alasan pengajuan kasasi harus memenuhi syarat materiil yang tercantum dalam Pasal 239 ayat (1) huruf a, b, c Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer yang menyatakan bahwa pemeriksaan di tingkat kasasi digunakan untuk: a) Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya b) Apakah benar cara mengadili tidak mengadili dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang pengadilan telah melampaui batas weweangnya c) Apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya Selain ketiga alasan tersebut, alasan kasasi ditolak karena tidak dibenarkan dalam undang-undang. Pemohon kasasi tidak dapat memberikan alasan kasasi diluar ketiga alasan tersebut karena tidak sesuai dengan yang telah ditentukan dalam undang-undang. Penentuan kasasi yang limitative dengan sendirinya serta sekaligus membatasi wewenang Mahkamah Agung memasuki pemeriksaan perkara dalam tingkat kasasi, terbatas hanya meliputi kekeliruan pengadilan atas ketiga hal tersebut. (M. Yahya Harahap, 2012:565) f. Tata Cara Pengajuan Kasasi Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, beberapa hal yang dilakukan dalam pengajuan kasasi adalah: 1) Permohonan diajukan kepada Panitera Pasal 235 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer menegaskan bahwa, permohonan kasasi disampaikan oleh pemohon kepada Panitera Pengadilan yang memuat alasan kasasinya dalam waktu 14 hari sesudah putusan pengadilan yang dimintakan kasasi itu diberitahukan kepada Terdakwa. Apabila pemohon kasasi berada di luar tahanan, maka sebaiknya datang sendiri (dengan pengacara) untuk langsung mengajukan permohonan kasasi dan menandatangani akta permohonan kasasi. Tetapi apabila pemohon berada commit dalam tahanan, to user pemohon dapat datang sendiri 15

28 dengan diantar atau didampingi petugas Rutan. Atau petugas Panitera mendatangi Rutan untuk menyuruh pemohon menandatangani akta kasasi. 2) Pihak yang dapat mengajukan permohonan kasasi Pasal 231 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer memberi penegasan bahwa yang dapat mengajukan kasasi adalah Terdakwa atau Oditur, baik mengajukan secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama. 3) Tenggang waktu untuk mengajukan permohonan kasasi Pasal 233 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer menjelaskan bahwa apabila pemohon terlambat mengajukan permohonan kasasi, maka hak tersebut gugur. Adapun tenggang waktu untuk mengajukan kasasi menurut Pasal 232 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer adalah 14 (empat belas) hari sejak putusan pengadilan diberitahukan kepada terdakwa. 2. Pertimbangan Hakim Pengadilan Militer dalam Menjatuhkan Putusan a. Pengertian Militer Berdasarkan Pasal 20 angka 1 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia militer adalah kekuatan angkatan perang dari suatu negara yang diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan. Sedangkan menurut Pasal 46 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM) militer adalah mereka yang berkaitan dinas secara sukarela pada angkatan perang dan diwajibkan berada dalam dinas secara terus menerus dalam tenggang waktu ikatan dinas tersebut (disebut Militer) ataupun semua sukarelawan lainnya yang pada angkatan perang dan para wajib militer selama mereka berada dalam dinas. b. Ruang Lingkup Pengadilan Militer Pengadilan di lingkungan Peradilan Militer yang terdiri dari: 1. Pengadilan Militer untuk tingkat Kapten ke bawah 2. Pengadilan Militer Tinggi untuk tingkat Mayor ke atas 16

29 3. Pengadilan Militer Utama untuk banding dari Pengadilan Militer Tinggi 4. Pengadilan Militer Pertempuran khusus di medan pertempuran Tempat kedudukan Pengadilan Militer Utama berada di Ibukota Negara Republik Indonesia yang daerah hukumnya meliputi seluruh wilayah Negara Republik Indonesia. Nama, tempat kedudukan, dan daerah hukum pengadilan lainnya ditetapkan dengan Keputusan Panglima. Apabila perlu, Pengadilan Militer dan Pengadilan Militer Tinggi dapat bersidang di luar tempat kedudukannya. Apabila perlu, Pengadilan Militer dan Pengadilan Militer Tinggi dapat bersidang di luar daerah hukumnya atas izin Kepala Pengadilan Militer Utama. Pengadilan Militer dan Pengadilan Militer Tinggi bersidang untuk memeriksa dan memutus perkara pidana pada tingkat pertama dengan 1 (satu) orang Hakim Ketua dan 2 (dua) orang Hakim Anggota yang dihadiri 1 (satu) orang Oditur Militer/ Oditur Militer Tinggi dan dibantu 1 (satu) orang Panitera. Pengadilan Militer Tinggi bersidang untuk memeriksa dan memutus perkara sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata pada tingkat pertama dengan 1 (satu) orang Hakim Ketua dan 2 (dua) orang Hakim Anggota yang dibantu 1 (satu) orang Panitera. Pengadilan Militer Tinggi dan Pengadilan Militer Utama bersidang untuk memeriksa dan memutus perkara pidana pada tingkat banding dengan 1 (satu) orang Hakim Ketua dan 2 (dua) orang Hakim Anggota. Pengadilan di lingkungan Peradilan Militer adalah Pengadilan Militer sebagai Pengadilan Tingkat Pertama. Klasifikasi Pengadilan di lingkungan Peradilan Militer ditetapkan berdasarkan : a. Pengadilan Militer kelas A berkedudukan di kota tempat Komando Daerah Militer (Kodam) berada. b. Pengadilan Militer kelas B berkedudukan di kota tempat Komando Resort Militer (Korem) berada. c. Pertimbangan Hakim Salah satu aspek penting untuk terwujudnya putusan hakim adalah pertimbangan hakim yang mengandung keadilan (ex aequo et bono) dan kepastian 17

30 hukum. Pertimbangan hakim inilah yang dijadikan dasar oleh hakim untuk melakukan pertimbangan-pertimbangan dan memutus suatu perkara. Menurut Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman bahwa hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat dalam memutuskan suatu perkara. Keputusan dalam pemidanaan akan mempunyai konsekuensi yang luas baik yang menyangkut langsung dengan pelaku tindak pidana maupun masyarakat secara luas. Keputusan yang dianggap tidak tepat, akan menimbulkan reaksi kontroversi sebab kebenaran dalam hal ini sifatnya relatif tergantung dari mana kita memandangnya. Hakim harus mengetahui perkara dengan sejelas-jelasnya sehingga hal tersebut dapat memudahkan hakim untuk memutuskan perkara dan medapatkan putusan yang adil, bermanfaat dan menciptakan kepastian hukum. Pertimbangan hakim dapat dibagi menjadi 2 kategori yakni, pertimbangan yuridis dan pertimbangan non-yuridis. Pertimbangan yuridis adalah pertimbangan hakim yang didasarkan pada fakta-fakta yuridis yang terungkap dalam persidangan dan oleh Undang-undang ditetapkan sebagaimana yang harus dimuat dalam putusan misalnya dakwaan jaksa penuntut umum, keterangan terdakwa, keterangan saksi, barang-barang bukti, dan pasal-pasal dalam peraturan hukum pidana. Sedangkan pertimbangan non-yuridis dapat dilihat dari latar belakang terdakwa, kondisi terdakwa dan agama terdakwa. (Rusli Muhammad, 2007: 212) Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana, harus memuat berbagai pertimbangan dengan minimal pembuktian sebagaimana diatur dalam Pasal 171 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer yang menyebutkan: Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa Terdakwalah yang bersalah melakukannya. 18

31 Hakim juga harus memperhatikan ketentuan Pasal 194 ayat (1) huruf d dan f Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer yang menyebutkan: d) pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta alat pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuan kesalahan Terdakwa; dan f) pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau tindakan dan pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan yang meringankan Terdakwa. Ketentuan yang menyangkut pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan pidana juga diatur lebih lanjut dalam Pasal 50 ayat (1) jo Pasal 53 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyebutkan: Pasal 50 ayat (1), Putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan, juga memuat pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili. Pasal 53, (1) Dalam memeriksa dan memutus perkara, hakim bertanggung jawab atas penetapan dan putusan yang dibuatnya. (2) Penetapan dan putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat pertimbangan hukum hakim yang didasarkan pada alasan dan dasar hukum yang tepat dan benar. d. Tugas Militer Tentara Nasional Indonesia atau yang sering disebut TNI terdiri dari Angkatan Darat (TNI-AD), Angkatan Laut (TNI-AL), dan Angkatan Udara (TNI- AU). Panglima TNI yang selanjutnya disebut Panglima adalah perwira tinggi militer yang memimpin TNI, sedangkan masing-masing angkatan memiliki Kepala Staf Angkatan. Peran TNI sesuai dengan undang-undang adalah sebagai alat negara di bidang pertahanan commit yang to user menjalankan tugasnya berdasarkan 19

32 kebijakan dan keputusan politik Negara. Tugas pokok TNI adalah menegakan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Tugas pokok sebagaimana dimaksud dilakukan dengan: 1) Operasi Militer untuk perang; 2) Operasi Militer selain perang yaitu untuk: a) Mengatasi gerakan separatis bersenjata b) Mengatasi pemberontakan bersenjata c) Mengatasi aksi teroorisme d) Mengamankan wilayah perbatasan e) Mengamankan italnasional yang bersifat strategis f) Melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik luar negri g) Mengamankan Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarga h) Memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara dini sesuai dengan sistem pertahanan semesta i) Membantu tugas pemerintah daerah j) Membantu Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur dalam undang-undang k) Membantu mengamankan tamu negara setingkat kepala negara dan perwakilan pemerintah asing yang sedang berada di Indonesia l) Membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian, pemberian bantuan kemanusiaan m) Membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan 20

33 n) Membantu pemerintah dalam pengamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan, perampokan dan penyelundupan e. Tindak Pidana Militer Tindak pidana militer adalah tindak pidana yang dilakukan oleh anggota militer. Tindak pidana militer dibagi menjadi 2 yaitu: 1) Tindak pidana militer murni (Zuiver Militaire Delict) Tindak pidana militer murni adalah tindak pidana yang hanya dapat dilakukan oleh seorang militer, karena keadaannya yang bersifat khusus atau karena suatu kepentingan militer menghendaki tindakan tersebut ditentukan sebagai tindak pidana. Sebagai contoh tindak pidana desersi, meninggalkan dinas ketentaraan (Pasal 87 KUHPM). 2) Tindak pidana militer campuran (Germengde Militaire delict) Tindak pidana militer campuran adalah suatu perbuatan yang dilarang yang pada pokoknya sudah ditentukan dalam perundang-undangan lain, akan tetapi didiatur lagi dalam KUHPM karena adanya suatu keadaan yang khas militer atau karena adanya sesuatu sifat yang lain sehingga diperlukan ancaman pidana yang lebih berat sesuai dengan Pasal 52 KUHP. Sebagai contoh pencurian dalam Pasal 362 KUHP diatur pula dalam Pasal 140 KUHPM. Institusi militer merupakan institusi yang peran dan posisinya khas dalam struktur kenegaraan. Institusi militer dituntut untuk dapat menjamin disiplin dan kesiapan prajuritnya dalam menghadapi segala bentuk ancaman terhadap keamanan dan keselamatan Negara karena merupakan tulang punggung dari pertahanan negara. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM) merupakan hukum material dan hukum acara pidana militer sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer merupakan hukum formal. Terhadap setiap perbuatan yang merupakan pelanggaran hukum dengan kategori tindak pidana yang dilakukan oleh Prajurit TNI atau yang dipersamakan dengan Prajurit TNI, maka berdasarkan ketentuan Hukum Pidana Militer harus diproses 21

34 melalui Pengadilan Militer. Peradilan militer dibentuk secara tersendiri bagi anggota militer bukan dimaksudkan untuk memberikan eksklusifitas kepada militer, kemudian dianggap atau menganggap dirinya sebagai kelompik elit di masyarakat. Namun, hal itu semata-mata karena adanya kekhasan perkara-perkara yang berkaitan dengan kehidupan militer yang tidak bisa dicampuradukkan begitu saja dengan kehidupan masyarakat sipil lainnya. f. Jenis Putusan Pengadilan Militer Putusan yang diajtuhkan Pengadilan Militer mengenai suatu perkara adalah sebagai berikut: 1) Putusan Bebas (vrijspraak) Terdakwa yang diputus bebas artinya Terdakwa dibebaskan dari tuntutan hukum atau Terdakwa tidak dipidana. Menurut Pasal 189 ayat (1) Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, apabila pengadilan berpendapat bahwa hasil pemeriksaan di siding kesalahan Terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, Terdakwa diputus bebas dari segala dakwaan. Putusan vrijspraak ini disebabkan oleh beberapa hal: a) Tidak dipenuhinya sekurang-kurangnya dua alat bukti sesuai dalam Pasal 171 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. b) Sekalipun telah dipenuhi alat bukti, akan tetapi Hakim tidak memperoleh keyakinan atas keasalahn Terdakwa. Misalnya dalam suatu tindak pidana yang didakwakan, unsur niat tidak dapat dibuktikan. Apabila dalam putusan bebas dijatuhkan namun Terdakwa berada dalam tahanan maka Terdakwa diperintahkan untuk dibebaskan saat itu juga, kecuali ada alasan yang sah Terdakwa perlu ditahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 189 ayat (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Dalam hal ini Oditur Militer harus segera commit melaksanakan to user perintah tersebut. 22

35 2) Putusan Pelepasan dari Segala Tuntunan Hukum (onslag van alle rechtvervolging) Pada Putusan Pelepasan dari Segala Tuntunan Hukum (onslag van alle rechtvervolging), segala tuntutan hukum atas perbuatan yang dilakukan Terdakwa dalam surat dakwaan Jaksa/Penuntut Umum atau Oditur Militer telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum, akan tetapi Terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana, karena perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana, misalnya merupakan bidang hukum perdata, hukum adat atau hukum dagang. ( diakses pada 12 Juni 2019 pukul WIB). Selain itu, ada keadaan-keadaan istimewa yang menyebabkan terdakwa tidak dipidana Undang-undang (Bab III KUHP) menentukan ada 7 (tujuh) dasar yang menyebabkan tidak dapat dipidananya si pembuat pidana, ialah: 1) Adanya ketidakmampuan bertanggung jawab si pembuat (ontoerekeningsvatbaarheid, Pasal 44 ayat (1)); 2) Adanya daya paksa (overmacht, Pasal 48); 3) Adanya pembelaan terpaksa (noodweer, Pasal 49 ayat (1)); 4) Adanya pembelaan terpaksa yang melampaui batas (noodwerexes, Pasal 49 ayat (2)); 5) Karena sebab menjalankan perintah Undang-undang (Pasal 50); 6) Karena melaksanakan perintah jabatan yang sah (Pasal 51 ayat (1)); 7) Karena menjalankan perintah jabatan yang tidak sah dengan itikad baik (Pasal 51 ayat (2)) (Andre G Mawey Lex Crimen, 5(2): 88). 3) Putusan Pemidanaan Pada dasarnya putusan pemidanaan diatur dalam Pasal 190 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer yang menyatakan bahwa: Apabila Pengadilan berpendapat bahwa Terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, commit Pengadilan to user menjatuhkan pidana. 23

Penulisan Hukum (Skripsi)

Penulisan Hukum (Skripsi) ALASAN KASASI TERDAKWA DAN PERTIMBANGAN JUDEX JURIS TERHADAP KEBERATAN PENERAPAN HUKUMAN TAMBAHAN PEMECATAN DARI DINAS MILITER DALAM PERKARA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana penipuan merupakan salah satu tindak pidana terhadap harta benda yang sering terjadi dalam masyarakat. Modus yang digunakan dalam tindak pidana

Lebih terperinci

Penulisan Hukum (Skripsi)

Penulisan Hukum (Skripsi) PENGAJUAN KASASI TERHADAP KESALAHAN JUDEX FACTI MENERAPKAN HUKUM MENJATUHKAN SANKSI PIDANA PENJARA DAN PEMECATAN DARI DINAS MILITER DALAM PERKARA NARKOTIKA (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 88 K/Mil/2015)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tindak pidana yang sering terjadi dalam kehidupan masyarakat Indonesia adalah tindak pidana pembunuhan. Tindak pidana pembunuhan merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Narkotika dan psikotropika merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan, pelayanan kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan, dan pada sisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagaimana diketahui salah satu asas yang dianut oleh KUHAP adalah asas deferensial fungsional. Pengertian asas diferensial fungsional adalah adanya pemisahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Penipuan yang berasal dari kata tipu adalah perbuatan atau perkataan yang tidak jujur atau bohong, palsu dan sebagainya dengan maksud untuk menyesatkan, mengakali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Pidana di Indonesia merupakan pedoman yang sangat penting dalam mewujudkan suatu keadilan. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) adalah dasar yang kuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku yang tidak sesuai dengan norma atau dapat disebut sebagai penyelewengan terhadap norma yang telah disepakati ternyata menyebabkan terganggunya ketertiban dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Acara Pidana adalah memberi perlindungan kepada Hak-hak Asasi Manusia dalam keseimbangannya dengan kepentingan umum, maka dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekerasan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain. Kekerasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan modus-modus kejahatan.

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan modus-modus kejahatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini modus kejahatan semakin berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Dalam perkembangannya kita dihadapkan untuk bisa lebih maju dan lebih siap dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengatur tindak pidana terhadap harta kekayaan yang merupakan suatu penyerangan terhadap kepentingan hukum orang atas harta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana sebagai fenomena sosial yang terjadi di muka bumi dapat dipastikan tidak akan pernah berakhir sejalan dengan perkembangan dan

Lebih terperinci

DEA ARSYANDITA NIM E

DEA ARSYANDITA NIM E ALASAN PERMOHONAN KASASI PENUNTUT UMUM TERHADAP PENERAPAN SANKSI PIDANA DIBAWAH KETENTUAN MINIMUM DALAM TINDAK PIDANA MEMBUJUK ANAK MELAKUKAN PERSETUBUHAN (STUDI PUTUSAN NOMOR 735 K/ PID.SUS/ 2014) Penulisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan

Lebih terperinci

Penulisan Hukum (Skripsi)

Penulisan Hukum (Skripsi) PERMOHONAN KASASI PENUNTUT UMUM BERDASARKAN JUDEX FACTI SALAH MENERAPKAN HUKUM TERHADAP PUTUSAN LEPAS DARI SEGALA TUNTUTAN HUKUM DALAM PERKARA PENIPUAN (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR : 1085k/PID/2014)

Lebih terperinci

Penulisan Hukum. (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk. Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam

Penulisan Hukum. (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk. Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam PENGGUNAAN ASAS IN DUBIO PRO REO OLEH TERDAKWA SEBAGAI DASAR PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN TINGGI DALAM PERKARA SURAT PALSU (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor : 2175/K/Pid/2007) Penulisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Dengan demikian sudah seharusnya penegakan

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Dengan demikian sudah seharusnya penegakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa Indonesia adalah Negara hukum. Ini berarti bahwa negara Indonesia dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Indonesia yang

BAB I PENDAHULUAN. dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Indonesia yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata baik materiil maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era Globalisasi dan seiring dengan perkembangan zaman, tindak pidana kekerasan dapat terjadi dimana saja dan kepada siapa saja tanpa terkecuali anak-anak. Padahal

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.257, 2014 PERTAHANAN. Hukum. Disiplin. Militer. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5591) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana bertujuan untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, yaitu kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia merupakan Negara hukum, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 amandemen ke IV yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum diciptakan dengan tujuan untuk mengatur tatanan masyarakat, dan memberikan perlindungan bagi setiap komponen yang berada dalam masyarakat. Dalam konsideran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara hukum dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Amendemen ke- IV. Sehingga setiap orang harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile

Lebih terperinci

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-undang Dasar 1945 Pasal 25A Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara Hukum, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 19945. Salah satu prinsip penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif

BAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan paling sempurna. Dalam suatu kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif maupun yang sudah modern

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang sangat pesat ini mengakibatkan meningkatnya berbagai tindak pidana kejahatan. Tindak pidana bisa terjadi dimana saja dan kapan saja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana bisa terjadi kepada siapa saja dan dimana saja. Tidak terkecuali terjadi terhadap anak-anak, hal ini disebabkan karena seorang anak masih rentan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana dan hukum pidana merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Hukum acara pidana adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana dan hukum pidana merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Hukum acara pidana adalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana dan hukum pidana merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Hukum acara pidana adalah hukum yang mengatur tentang cara bagaimana

Lebih terperinci

Penulisan Hukum (Skripsi)

Penulisan Hukum (Skripsi) PENGAJUAN KASASI PENUNTUT UMUM TERHADAP PUTUSAN BEBAS PENGADILAN NEGERI KETAPANG DALAM PERKARA PENYIMPANAN BAHAN BAKAR MINYAK TANPA IZIN USAHA (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 167K/ Pid.Sus/ 2014) Penulisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum, hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, yaitu Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang

Lebih terperinci

PENERAPAN PIDANA BERSYARAT DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2591K/PID.SUS./2011)

PENERAPAN PIDANA BERSYARAT DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2591K/PID.SUS./2011) PENERAPAN PIDANA BERSYARAT DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2591K/PID.SUS./2011) Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Guna

Lebih terperinci

BAB II TINDAK PIDANA DESERSI YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TNI. mengenai fungsi, tugas dan tanggungjawab mereka sebagai anggota TNI yang

BAB II TINDAK PIDANA DESERSI YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TNI. mengenai fungsi, tugas dan tanggungjawab mereka sebagai anggota TNI yang BAB II TINDAK PIDANA DESERSI YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TNI Tindak pidana desersi merupakan tindak pidana militer yang paling banyak dilakukan oleh anggota TNI, padahal anggota TNI sudah mengetahui mengenai

Lebih terperinci

PROSES PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DENGAN PELAKU ANGGOTA TNI (Studi di Wilayah KODAM IV DIPONEGORO)

PROSES PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DENGAN PELAKU ANGGOTA TNI (Studi di Wilayah KODAM IV DIPONEGORO) PROSES PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DENGAN PELAKU ANGGOTA TNI (Studi di Wilayah KODAM IV DIPONEGORO) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka, negara Indonesia merupakan negara demokratis yang menjunjung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjelaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan

Lebih terperinci

ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM MAHKAMAH AGUNG DALAM MENGADILI PERMOHONAN KASASI PENGGELAPAN (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 373 K/Pid/2015)

ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM MAHKAMAH AGUNG DALAM MENGADILI PERMOHONAN KASASI PENGGELAPAN (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 373 K/Pid/2015) ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM MAHKAMAH AGUNG DALAM MENGADILI PERMOHONAN KASASI PENGGELAPAN (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 373 K/Pid/2015) Betty Kusumaningrum, Edy Herdyanto Abstrak Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

PERAN PERWIRA PENYERAH PERKARA DALAM TINDAK PIDANA MILITER (STUDI DENPOM IV/ 4 SURAKARTA)

PERAN PERWIRA PENYERAH PERKARA DALAM TINDAK PIDANA MILITER (STUDI DENPOM IV/ 4 SURAKARTA) PERAN PERWIRA PENYERAH PERKARA DALAM TINDAK PIDANA MILITER (STUDI DENPOM IV/ 4 SURAKARTA) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum

Lebih terperinci

Penulisan Hukum. Penulisan Hukum (Skripsi)

Penulisan Hukum. Penulisan Hukum (Skripsi) TINJAUAN KESALAHAN PENERAPAN HUKUM ACARA PIDANA OLEH HAKIM PENGADILAN NEGERI PAYAKUMBUH SEBAGAI ALASAN KASASI PENUNTUT UMUM DALAM PERKARA NARKOTIKA (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor : 49 K/Pid.Sus/2014)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur yang merata baik materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya peredaran narkotika di Indonesia apabila di tinjau dari aspek hukum adalah sah keberadaanya. Undang-undang narkotika nomor 35 tahun 2009 mengatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan atau tindak pidana merupakan sebuah hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Perkembangan serta dinamika masyarakat menyebabkan hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini kejahatan meningkat dalam berbagai bidang, baik dari segi intensitas maupun kecanggihan. Demikian juga dengan ancaman terhadap keamanan dunia. Akibatnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini banyak terjadi kasus kejahatan seksual seperti pemerkosaan, pencabulan, dan kekerasan seksual terhadap anak yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya dan berbatasan langsung dengan beberapa negara lain. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya dan berbatasan langsung dengan beberapa negara lain. Sudah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah sebuah negara yang secara geografis sangat luas wilayahnya dan berbatasan langsung dengan beberapa negara lain. Sudah sepatutnya Indonesia

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ANGGOTA MILITER YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN MILITER II 11 YOGYAKARTA

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ANGGOTA MILITER YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN MILITER II 11 YOGYAKARTA 1 PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ANGGOTA MILITER YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN MILITER II 11 YOGYAKARTA A. Latar Belakang Masalah Bahwa negara Indonesia adalah negara yang

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI HAK TERDAKWA UNTUK MENGAJUKAN UPAYA

IMPLEMENTASI HAK TERDAKWA UNTUK MENGAJUKAN UPAYA IMPLEMENTASI HAK TERDAKWA UNTUK MENGAJUKAN UPAYA HUKUM KASASI TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI MAKASAR DALAM PERKARA PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI TULISAN (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR: 2584 K/PID/2007)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia sebagai negara

Lebih terperinci

ANALISIS YURIDIS PENGGUNAAN DISPARITAS PUTUSAN

ANALISIS YURIDIS PENGGUNAAN DISPARITAS PUTUSAN ANALISIS YURIDIS PENGGUNAAN DISPARITAS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG SEBAGAI DASAR PENGAJUAN PENINJAUAN KEMBALI OLEH TERPIDANA DALAM PERKARA KEJAHATAN TERHADAP KETERTIBAN UMUM (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana pencurian sering terjadi dalam lingkup masyarakat, yang kadang menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Tindak pidana pencurian dilakukan seseorang

Lebih terperinci

Penulisan Hukum (Skripsi)

Penulisan Hukum (Skripsi) ALASAN KASASI PENUNTUT UMUM BERDASARKAN JUDEX FACTI MENGABAIKAN ALAT BUKTI PETUNJUK DAN PERTIMBANGAN JUDEX JURIS MENJATUHKAN PIDANA DALAM PERKARA PENCURIAN (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR: 1169 K/Pid/2015)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menyatakan bahwa Indonesia adalah Negara Hukum. Sebagai Negara Hukum, Indonesia menjujung

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN OLEH JAKSA SEBAGAI AKIBAT HUKUM PENOLAKAN PENINJAUAN KEMBALI KEDUA TERPIDANA MATI DALAM TINDAK PIDANA NARKOTIKA

PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN OLEH JAKSA SEBAGAI AKIBAT HUKUM PENOLAKAN PENINJAUAN KEMBALI KEDUA TERPIDANA MATI DALAM TINDAK PIDANA NARKOTIKA PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN OLEH JAKSA SEBAGAI AKIBAT HUKUM PENOLAKAN PENINJAUAN KEMBALI KEDUA TERPIDANA MATI DALAM TINDAK PIDANA NARKOTIKA (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 144 PK/Pid.Sus/2016) Penulisan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya sebagaimana tercantum

I. PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya sebagaimana tercantum 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Hal tersebut berarti bahwa negara Indonesia dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. commit to user digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Uang mempunyai peran penting dalam kehidupan manusia. Selain berfungsi sebagai alat pembayaran yang sah dalam suatu negara, uang juga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan suatu Negara yang berdasarkan atas hukum, ketentuan ini tercantum dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 yang

Lebih terperinci

PENJATUHAN PIDANA DI BAWAH BATAS ANCAMAN MINIMUM KHUSUS DALAM TINDAK PIDANA NARKOTIKA (STUDI PUTUSAN NOMOR 51/PID.SUS/2015/PN.

PENJATUHAN PIDANA DI BAWAH BATAS ANCAMAN MINIMUM KHUSUS DALAM TINDAK PIDANA NARKOTIKA (STUDI PUTUSAN NOMOR 51/PID.SUS/2015/PN. PENJATUHAN PIDANA DI BAWAH BATAS ANCAMAN MINIMUM KHUSUS DALAM TINDAK PIDANA NARKOTIKA (STUDI PUTUSAN NOMOR 51/PID.SUS/2015/PN.SMG JUNCTO PUTUSAN NOMOR 86/PID.SUS/2015/PT.SMG JUNCTO PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Setiap manusia dalam hidup bermasyarakat tidak pernah terlepas dari hubungan satu sama lain dalam berbagai hal maupun aspek. Manusia senantiasa melakukan berbagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.

Lebih terperinci

TUGAS II PENGANTAR ILMU HUKUM PENGARUH PUTUSAN PENGADILAN DALAM HUKUM

TUGAS II PENGANTAR ILMU HUKUM PENGARUH PUTUSAN PENGADILAN DALAM HUKUM TUGAS II PENGANTAR ILMU HUKUM PENGARUH PUTUSAN PENGADILAN DALAM HUKUM DISUSUN OLEH : NAMA / (NPM) : M. RAJA JUNJUNGAN S. (1141173300129) AKMAL KARSAL (1141173300134) WAHYUDIN (1141173300164) FAKULTAS :

Lebih terperinci

Penulisan Hukum (Skripsi)

Penulisan Hukum (Skripsi) TINJAUAN PEMBUKTIAN PERKARA PERSETUBUHAN TERHADAP ANAK DENGAN ALAT BUKTI VISUM ET REPERTUM DI PERSIDANGAN PENGADILAN NEGERI SUKOHARJO (Studi Putusan Nomor: 65/Pid.Sus/2013/PN.SKH) Penulisan Hukum (Skripsi)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Narkotika pada hakekatnya sangat bermanfaat untuk keperluan medis dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada umumnya mengatur secara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH digilib.uns.ac.id 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia adalah negara yang termasuk dalam kategori negara berkembang dan tentunya tidak terlepas dari permasalahan kejahatan. Tindak

Lebih terperinci

Penulisan Hukum (SKRIPSI)

Penulisan Hukum (SKRIPSI) UPAYA PEMBUKTIAN PENUNTUT UMUM MENGGUNAKAN BARANG BUKTI SURAT PERJANJIAN SEWA MOBIL DALAM TINDAK PIDANA PENGGELAPAN YANG DILAKUKAN SECARA BERLANJUT (Studi Putusan Pengadilan Negeri Surakarta Nomor 162/Pid.b/2015/PN.Skt)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tentara Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat sebagai TNI merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tentara Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat sebagai TNI merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tentara Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat sebagai TNI merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari rakyat Indonesia, lahir dan berjuang bersama rakyat

Lebih terperinci

TINJAUAN PENGAJUAN KASASI OLEH TERDAKWA TERHADAP

TINJAUAN PENGAJUAN KASASI OLEH TERDAKWA TERHADAP TINJAUAN PENGAJUAN KASASI OLEH TERDAKWA TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SUMENEP DAN ARGUMENTASI MAHKAMAH AGUNG DALAM MENGABULKANNYA (Studi Putusan Perkara Praktek Kedokteran Tanpa Surat Ijin Nomor :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 perpustakaan.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa negara Republik Indonesia adalah negara yang berdasar atas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Orang hanya menganggap bahwa yang terpenting bagi militer adalah disiplin. Ini tentu benar,

I. PENDAHULUAN. Orang hanya menganggap bahwa yang terpenting bagi militer adalah disiplin. Ini tentu benar, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara manapun di dunia ini, militer merupakan organ yang sangat penting untuk dimiliki oleh setiap Negara, salah satu penopang kedaulatan suatu Negara ada pada

Lebih terperinci

2017, No Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2010

2017, No Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2010 No.1459, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. Prajurit TNI. Status Gugur/Tewas. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG STATUS GUGUR ATAU TEWAS BAGI PRAJURIT

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

Penulisan Hukum (Skripsi)

Penulisan Hukum (Skripsi) PERMOHONAN KASASI PENUNTUT UMUM TERHADAP PUTUSAN BEBAS JUDEX FACTIE TANPA MEMPERHATIKAN FAKTA PERSIDANGAN SEBAGAI ALAT BUKTI PETUNJUK DALAM PERKARA NARKOTIKA (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 1359K/Pid.Sus/2013)

Lebih terperinci

Penulisan Hukum (Skripsi)

Penulisan Hukum (Skripsi) PERMOHONAN KASASI PENUNTUT UMUM TERHADAP PUTUSAN BEBAS PENGADILAN NEGERI TANGERANG ATAS DASAR JUDEX FACTI SALAH MENERAPKAN HUKUM DALAM PERKARA PENADAHAN (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR: 104 K/PID/2015)

Lebih terperinci

Penulisan Hukum (Skripsi)

Penulisan Hukum (Skripsi) PENGARUH ALAT BUKTI HASIL TES URIN MELALUI PEMERIKSAAN LABORATORIUM FORENSIK TERHADAP PUTUSAN YANG DIJATUHKAN HAKIM DALAM TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA (Studi Putusan Pengadilan Negeri Yogyakarta

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3), menjelaskan dengan tegas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtstaat),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya tindak pidana yang terjadi di Indonesia tentu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya tindak pidana yang terjadi di Indonesia tentu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maraknya tindak pidana yang terjadi di Indonesia tentu menimbulkan keresahan serta rasa tidak aman pada masyarakat. Tindak pidana yang terjadi di Indonesia juga

Lebih terperinci

PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING

PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING BERDASAR KETERANGAN AHLI DAN PERTIMBANGAN HAKIM MENYATAKAN TERDAKWA BERSALAH DENGAN MENJATUHKAN PIDANA PENJARA DAN DENDA (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI MUARA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya sebagaimana tercantum. dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 amandemen keempat.

I. PENDAHULUAN. dalam hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya sebagaimana tercantum. dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 amandemen keempat. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang UUD 1945 pada Pasal 1 ayat (3) menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara hukum.negara Indonesia menjamin setiap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Prajurit TNI adalah warga

I. PENDAHULUAN. dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Prajurit TNI adalah warga 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tentara Nasional Indonesia (TNI) merupakan salah satu satuan pertahanan yang dimiliki oleh negara Indonesia. Tugas dari TNI sendiri adalah menjaga keutuhan dan kedaulatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1985 (ADMINISTRASI. KEHAKIMAN. LEMBAGA NEGARA. Mahkamah Agung. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

KEKUATAN KETERANGAN SAKSI ANAK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA MEMBUJUK ANAK BERSETUBUH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

KEKUATAN KETERANGAN SAKSI ANAK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA MEMBUJUK ANAK BERSETUBUH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK KEKUATAN KETERANGAN SAKSI ANAK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA MEMBUJUK ANAK BERSETUBUH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK (Studi Putusan Nomor : 113/Pid.Sus.An/2014/PN.NGW) Penulisan

Lebih terperinci

Penulisan Hukum. (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk. Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam

Penulisan Hukum. (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk. Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam PENGABAIAN ALAT BUKTI VISUM ET REPERTUM OLEH HAKIM SEBAGAI DASAR ALASAN KASASI PENUNTUT UMUM TERHADAP PUTUSAN BEBAS PENGADILAN NEGERI TANGERANG DALAM PERKARA MELAKUKAN PERBUATAN CABUL TERHADAP ANAK (Studi

Lebih terperinci

commit to user Penulisan Hukum (Skripsi)

commit to user Penulisan Hukum (Skripsi) PENINJAUAN KEMBALI TERHADAP PUTUSAN PRAPERADILAN PENGADILAN NEGERI JAKARTA SELATAN TENTANG TIDAK SAHNYA PENGHENTIAN PENYIDIKAN OLEH BADAN RESERSE KRIMINAL POLRI DALAM PERKARA PENGGELAPAN DAN PENIPUAN (STUDI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tentara Nasional Indonesia (TNI) merupakan salah satu satuan pertahanan yang

I. PENDAHULUAN. Tentara Nasional Indonesia (TNI) merupakan salah satu satuan pertahanan yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tentara Nasional Indonesia (TNI) merupakan salah satu satuan pertahanan yang dimiliki oleh negara Indonesia. Tugas dari TNI sendiri adalah menjaga keutuhan dan kedaulatan

Lebih terperinci

Meskipun hakim dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh serta rekomendasi pihak manapun juga, tetapi dalam melaksanakan tugas pekerjaanya,

Meskipun hakim dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh serta rekomendasi pihak manapun juga, tetapi dalam melaksanakan tugas pekerjaanya, digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam persidangan perkara pidana saling berhadapan antara penuntut umum yang mewakili Negara untuk melakukan penuntutan, berhadapan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah tiang penyangga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah tiang penyangga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah tiang penyangga kedaulatan Negara yang bertugas untuk menjaga, melindungi dan mempertahankan keamanan serta kedaulatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap Negara dapat dipastikan harus selalu ada kekuatan militer untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap Negara dapat dipastikan harus selalu ada kekuatan militer untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap Negara dapat dipastikan harus selalu ada kekuatan militer untuk mendukung dan mempertahankan kesatuan, persatuan dan kedaulatan sebuah negara. Seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 bertujuan mewujudkan tata

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 bertujuan mewujudkan tata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 bertujuan mewujudkan tata kehidupan bangsa yang sejahtera,

Lebih terperinci

TINJAUAN TENTANG ADANYA KEKHILAFAN HAKIM ATAU SUATU

TINJAUAN TENTANG ADANYA KEKHILAFAN HAKIM ATAU SUATU TINJAUAN TENTANG ADANYA KEKHILAFAN HAKIM ATAU SUATU KEKELIRUAN YANG NYATA SEBAGAI ALASAN PENGAJUAN PENINJAUAN KEMBALI OLEH TERPIDANA DALAM PERKARA KORUPSI GRATIFIKASI (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa

Lebih terperinci

RAHASIA UJIAN AKADEMIK DIKTUKPA TNI AD TA 2015 MATA UJIAN : PENGMILCAB CHK WAKTU : 2 X 45 MENIT TANGGAL : 23 SEPTEMBER 2014

RAHASIA UJIAN AKADEMIK DIKTUKPA TNI AD TA 2015 MATA UJIAN : PENGMILCAB CHK WAKTU : 2 X 45 MENIT TANGGAL : 23 SEPTEMBER 2014 MARKAS BESAR ANGKATAN DARAT PANITIA PUSAT SELEKSI CASIS DIKTUKPA/BA TNI AD TA 2015 UJIAN AKADEMIK DIKTUKPA TNI AD TA 2015 MATA UJIAN : PENGMILCAB CHK WAKTU : 2 X 45 MENIT TANGGAL : 23 SEPTEMBER 2014 PETUNJUK

Lebih terperinci

Penulisan Hukum (Skripsi)

Penulisan Hukum (Skripsi) TINJAUAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TENTARA NASIONAL INDONESIA (TNI) (Studi Putusan Di Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta Nomor : PUT/101-

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.98, 2003 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum, hal ini tercantum dalam Pasal 1 ayat (3)

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum, hal ini tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara hukum, hal ini tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 Perubahan Ketiga. Menurut Penjelasan Umum Undang- Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (3) Negara Indonesia merupakan negara hukum. Hukum mempunyai peranan yang

Lebih terperinci